HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT PETANI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT FILARIASIS DI DESA PEUNAYAN KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA
TESIS
OLEH
AGUSRI 05701002/AKK
0
OLEH : AGUSRI
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT PETANI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT FILARIASIS DI DESA PEUNAYAN KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA
TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
AGUSRI 057012002/AKK
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Magister Konsentrasi
: HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT PETANI DENGAN UAPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT FILARIASIS DI DESA PEUNAYAN KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA : Agusri : 057012002 : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr. Erman Munir, MSc) Ketua
Ketua Program Studi,
(Dr.Drs. Surya Utama, MS)
(Ir. Indra Chahaya, S, MSi) Anggota
Direktur SPs USU,
(Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc)
Tanggal Lulus: 29 Mei 2008
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Telah diuji pada : Tanggal 29 Mei 2008
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof.Dr. Erman Munir, MSc
Anggota
: 1. Ir. Indra Chahaya, S, MSi. 2. Drs. Tukiman, MKM. 3. Drs. Amir Purba, MSi
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
PERNYATAAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT PETANI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT FILARIASIS DI DESA PEUNAYAN KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA
TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan,
April 2008
Agusri
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
ABSTRAK
Penyakit kaki gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria. Penyakit filariasis menimbulkan gejala berupa demam berulang, peradangan kelenjar/ saluran getah bening, oedema. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dan bersifat menahun (kronis) Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik masyarakat petani dengan upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Penayan kecamatan Nisam kabupaten Aceh Utara. Jenis penelitian ini adalah survey dengan tipe explanatory research. Metode pengumpulan data adalah dengan daftar pertanyaan, studi dokumentasi, wawancara dan pengamatan. Populasi penelitian adalah masyarakat petani yang berada di desa Peunayan. Sampel penelitian berjumlah 71 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan status sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan, sarana prasarana, penyuluhan, dan informasi terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Peunayan Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara. Ada hubungan sikap, keyakinan, dan perilaku petugas terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Peunayan Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara. Hasil penelitian selanjutnya menyarankan kepada petugas untuk meningkatkan perilakunya kearah yang lebih baik dalam memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat, agar lebih yakin terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan, memberikan penyuluhan yang kontinyu oleh petugas kepada masyarakat, adanya minat dan motivasi bagi peneliti yang lain untuk mengembangkan hasil penelitian dengan melakukan penelitian lebih mendalam di tempat-tempat yang lain. Kata Kunci : Karakteristik Masyarakat, Filariasis.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
ABSTRACT The elephantiasis (filariasis) disease is a contagious chronically disease, which caused by filaria worm infection. The disease emerge symptom such as periodic fever, lymph gland chafe, edema. This spread by many kinds of mosquitoes and become chronic. This research is an explanatory survey research, which was done hypothesis examination on the research. The method of collecting the data conducted by questionnaire, by documentasion study, doing interview, and by research perhaps. The research location was held ini Peunayan Village in Nisam region of North Aceh, based on the highest MF-rate endemic area, and population was 71 responden. Based on the research outcome there is no relationship berween social, economic, education, knowledge, infrastructure and manufacture, information status with the prevention program of filariasis desease ini Peunayan village of Nisam region in North Aceh. Suggest to the heath officer to improve their behavior by giving continues counseling, give optimum health service to the society, so that the people become sure on the given health service, and also to give interest and motivation for other researchers to improve the research output by doing deeper research in other place. Keywods : The community Characteristic, Filariasis.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Peunayan Kecamatan Nisam Kabupaaten Aceh Utara”. Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk menyampaikan terima ksih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana (SPs) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. 2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pasca Sarjana (SPs) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. 3. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pasca Sarjana (SPs) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. 4. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing dalam penulisan tesis ini. 5. Ir. Indra Chahaya S, M.Si, selaku anggota pembimbing dalam penulisan tesis ini. 6. Dr. M. Nahrawi J. Hanafiah, Sp.OG, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
7. Isteri, anak-anak dan keluargaku yang tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan do’a dalam menyelesaikan tesis ini. 8. Rekan-rekan Mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan USU seangkatan dan semua pihak atas dukungan moril dan material yang diberikan. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi bahasa maupun isinya, sehingga saran dan masukan sangat diharapkan untuk kesempurnaan tesis ini.
Medan,
April 2008
Agusri
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP Nama Tempat/ Tanggal Lahir Jenis kelamin Agama Pekerjaan
: Agusri : Kecamatan Jeumpa, 17 Agustus 1968 : Laki-laki : Islam : 1. Dosen FKM Unmuha Aceh 2. Dosen Stikes Mhd Lhokseumawe
Nama Isteri Pekerjaan Isteri
: Ns. Sri Andala, S.Kep : Pegawai Puskesmas
Nama Anak
: 1. Naufal Gusti 2. Kaisar Arif
Nama Ayah Nama Ibu Alamat
: Ismail Husen : Saidah Mahmud : Jl. Darussalam No.4.F - Lhokseumawe
Pendidikan : 1. SD Negeri Cot Gadong Bireuen 2. SMP M.6 Lhokseumawe 3. SMA Negeri 1 Lhokseumawe 4. Akper Pemda Lhokseumawe 5. FKM Unmuha Aceh 6. Pasca Sarjana USU
: Tamat Tahun 1981 : Tamat Tahun 1985 : Tamat Tahun 1988 : Tamat Tahun 1995 : Tamat Tahun 2001 : 2005 - sekarang
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ...........................................................................................................
i
ABSTRACT..........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................
v
DAFTAR ISI ......................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL
ix
...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
....................................................................................
x
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
...............................................................................
1
1.2. Permasalahan
...............................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………
6
1.4. Hipotesis Penelitian ...........................................................................
6
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penyakit Filariasis ...........................................................
7
2.2. Mekanisme Penyebaran Penyakit Filariasis ......................................
8
2.2.1. Agen (Penyebab Filariasis) ......................................................
8
2.2.2. Hospes ......................................................................................
10
2.3. Vektor ...............................................................................................
11
2.4. Transmisi Filariasis ............................................................................
15
2.5. Topografi ............................................................................................
17
2.6. Demografi .........................................................................................
17
2.7. Iklim .................................................................................... .............
18
2.7.1. Curah Hujan ............................................................................
19
2.7.2. Suhu Udara ............................................................. ................
20
2.7.3. Kelembaban Udara ................................................. ................
20
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
2.8. Karakteristik Masyarakat yang berhubungan dengan penyakit filariasis ...............................................................................
21
2.9. Kerangka Teoritis ...............................................................................
37
2.10. Model kerangka teori .......................................................................
37
2.11.Model kepercayaan kesehatan ...........................................................
37
2.12.Kerangka Konsep ...............................................................................
40
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ..................................................................................
41
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ ................
41
3.3. Populasi dan Sampel .........................................................................
41
3.4. Metode Pengumpulan Data ................................... .........................
43
3.5. Definisi Operasional
...................................................................
43
3.6. Metode Pengukuran ....................... ...................................................
45
3.7. Metode Analisis Data..........................................................................
50
BAB IV. HASIL PENELITIAN 4.1. Geografi .............................................................................. ..............
51
4.2. Demografi ........................................................................... .............
51
4.3. Sarana Kesehatan ................................................................ ............
51
4.4. Data Univariat ........ ...........................................................................
52
BAB V. PEMBAHASAN 5.1. Status Sosial Ekonomi ......................................................................
61
5.2. Pendidikan ........................................................................................
62
5.3. Pengretahuan ....................................................................................
64
5.4. Sikap .................................................................................................
66
5.5.Keyakinan kepada Petugas ................................................................
67
5.6. Sarana Prasarana ..............................................................................
68
5.7. Penyuluhan .......................................................................................
69
5.8. Perilaku Petugas ...............................................................................
70
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
5.9. Informasi .....................................................................................
71
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan .................................................................................
73
6.2. Saran-saran .......................................................................... .......
73
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
75
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL Nomor 4.1
Judul
Halaman
Distribusi Frekuensi Status Sosial Ekonomi, Pendidikan dan Pengetahuan di Desa Peunayan ......................................................... 52
4.2
Distribusi Frekuensi Sikap, Keyakinan, Sarana prasarana, Penyuluhan Perilaku Petugas dan Informasi di Desa Peunayan............................................................... 52
4.3
Distribusi Frekuensi Tindakan Upaya Pencegahan penyakit filariasis di Desa Peunayan . ............................................. 52
4.4. Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Peunayan ................................................ 53 4.5. Hubungan Pendidikan dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Peunayan ............................................... 54 4.6.
Hubungan Pengetahuan dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Peunayan .............................................
55
4.7. Hubungan Sikap dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Peunayan ............................................. 4.8.
56
Hubungan Keyakinan dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Peunayan .............................................. 56
4.9. Hubungan Sarana Prasarana dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Peunayan Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007 ………………………………… 57 Tabel 4.10. Hubungan Penyuluhan dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Peunayan Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007 ………………………………… 58 4.11. Hubungan Perilaku Petugas dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Peunayan ................................................ 59 4.12. Hubungan Informasi dan Tindakan Upaya Pencegahan
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Penyakit Filariasis di Desa Peunayan ................................................. 60 4.13 Koefisien Korelasi – Guilford (tingkat hubungan diantara variabel) ................................................. 60
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
Lampiran 1 : Daftar Pertanyaan / Kuesioner ………………………………….
82
Lampiran 2 : Master Data …………………………………………………….
90
Lampiran 3 : Pengujian Data ...........................................................................
110
Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian ...................................................................
131
Lampiran 5 : Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian .......................
132
Lampiran 6 : Peta Wilayah Aceh Utara ……………………………………..
.133
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktifitas Sumber Daya Manusia (SDM), untuk itu pembangunan kesehatan menempati peran penting dan strategis bagi pembangunan nasional, terutama bagi peningkatan SDM yang sehat, lebih produktif dan berdaya saing.
Keberhasilan
pembangunan kesehatan tidak terlepas dari faktor tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mendukung terwujudnya perubahanperubahan yang semakin nyata dalam pola hidup sehat bagi masyarakat (Depkes RI,1997) dalam Nuryanti (2005). “Indonesia Sehat 2010” yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan, mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya. Dari visi tersebut ada 3 prakondisi yang perlu dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, yakni : lingkungan sehat, misalnya ; bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan memadai, perumahan dan pemukiman sehat, dan sebagainya. Perilaku sehat adalah perilaku masyarakat yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
atau kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat. Sedangkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat diartikan masyarakat memperoleh pelayanan dengan mudah dari tenaga kesehatan yang profesional. Untuk mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010” tersebut telah ditetapkan 4 misi pembangunan kesehatan, yaitu menegakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Selanjutnya, untuk merealisasi misi ini, jelas tidak mungkin hanya dibebankan pada sektor kesehatan saja, karena masalah kesehatan merupakan dampak dari semua sektor-sektor pembangunan. Oleh sebab itu, masalah kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap individu, masyarakat, pemerintah, dan swasta (Notoatmodjo, 2005). Penyakit kaki gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria. Gejala-gejala berupa ; demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dan bersifat menahun (kronis), ini dikarenakan adanya pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin, baik pada pria (scrotum) maupun pada wanita, bila tidak mendapat pengobatan dengan baik dapat menimbulkan kecacatan, hambatan psikososial dan penurunan produktivitas kerja individu, keluarga dan masyarakat sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Diperkirakan penyakit tersebut menginfeksi sekitar 120 juta penduduk di 80 negara terutama di daerah tropis dan beberapa daerah subtropis seperti India, Banglades, Taiwan, China, Philipina, Africa,
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Amerika Latin, daerah Pasifik dan negara-negara di Asia Tenggara. Di Indonesia diperkirakan kurang lebih 10 juta orang sudah terinfeksi penyakit kaki gajah terutama didaerah pedesaan dan sekitar 6500 orang sudah menjadi kronis (elephantiasis) (Depkes RI, 2001). Tingkat endemisitas penyakit kaki gajah hasil survei darah jari pada tahun 1999 masih tinggi dengan rata-rata Mf- rate 3,1% dengan rentangan 0,5 – 19,64%. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat penularan penyakit kaki gajah di Indonesia masih tinggi, karena Mf rate yang dapat memutuskan rantai penularan adalah < 1%. Penyakit kaki gajah umumnya endemis di daerah dataran rendah, terutama di pedesaan di daerah pantai, pedalaman, persawahan, rawa-rawa dan daerah hutan. Secara umum, penyakit kaki gajah brancofti tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Penyakit kaki gajah brancofti tipe pedesaan masih banyak ditemukan di Indonesia. Penyakit kaki gajah malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Seram. Penyakit kaki gajah timori terdapat di kepulauan Flores, Alor, Rote, Timori dan Sumba, umumnya endemik di daerah persawahan (Depkes RI, 2001). Dari segi epidemiologi, penyakit ini memerlukan beberapa faktor untuk terjadinya penularan, diantaranya adanya manusia sebagai hospes, nyamuk sebagai vektor dan lingkungan yang mendukung kehidupan vektor.
Di Indonesia telah
diketahui ada 23 species nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonis, Aedes dan Armigeres yang dapat berperan sebagai vektor penular penyakit filariasis. Nyamuk
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
tersebut tersebar luas di seluruh tanah air sesuai dengan keadaan lingkungan fisik dan biologik sebagai habitatnya. Selanjutnya pada tahun 1997 WHO
membuat resolusi tentang eliminasi
penyakit kaki gajah. Pada tahun 2000, WHO menetapkan komitmen global untuk mengeliminasi penyakit kaki gajah, (The Global Goal of Elimination of Limphatic Filariasis as a Public Health Problem By The Year 2020). Menyusul kesepakatan global tersebut, pada tahun 2002 Indonesia mencanangkan gerakan eliminasi penyakit kaki gajah disingkat Elkaga pada tahun 2020. Eliminasi Filariasis bertujuan untuk menurunkan prevalensi microfilaria - rate hingga dibawah 1% , sehingga filariasis tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat (http ://www.infeksi.com/article php?Ing=in&pg=3, 2007). Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), terutama di Kabupaten Aceh Utara, dari hasil survei di Kecamatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara yaitu Kecamatan Langkahan ; di Desa Simpang Tiga dengan mf-rate 10,6%. Juga di Kecamatan Sawang ; di Desa Kuta Meuligo dengan mf-rate 8%. Serta di Kecamatan Nisam ; di Desa Peunayan, Seuneubok, Jeuleukat, Alue Sijeungkai dan Paloh Mambu dengan mf-rate 10,4% (Dinkes Kabupaten Aceh Utara, 2006). Hal ini menunjukkan prevalens microfilaria-rate filariasis secara umum di Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) cukup tinggi, angka ini jauh di atas angka Survei Darah Jari (SDJ) yang telah dilakukan oleh Departemen Kesehatan tahun 1999 dengan rata-rata mikro Mf-rate 3,2%. Penelitian
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
terdahulu yang dilakukan di daerah Budong-budong Mamuju Sulawesi Selatan tahun 1991-1992, terhadap anggota masyarakat dari penduduk asli setempat diperoleh data bahwa lingkungan pedesaan mempunyai kecenderungan masyarakatnya mendapatkan mikrofilaria positif dibanding dengan masyarakat yang bermukim di pesisir pantai dimana ditemukan 87 orang penderita filariasis dari 480 orang yang diperiksa, yang terdiri dari laki-laki 22,6%, wanita 15,1% dengan perbandingan 1,5 dibanding 1, hal ini disebabkan laki-laki lebih sering terpapar dibanding dengan kaum wanita, bagi laki-laki lebih sering berada diluar rumah pada malam hari (Parewasi, 2001). Secara umum masyarakat petani di Kecamatan Nisam merupakan penduduk dengan pendidikan dan pengetahuan yang sangat rendah., daerah yang terpencil, ini menjadi hambatan bagi kelangsungan pencegahan penyakit filariasis di masyarakat tersebut. Mengacu pada kondisi masyarakat petani yang telah diuraikan di atas, dan didukung oleh data Mf-rate Filariasis masih tinggi, maka di kabupaten Aceh Utara perlu dilakukan penelitian tentang hubungan karakteristik masyarakat petani terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis. 1.2. Perumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang penelitian dalam uraian di atas, maka permasalahan penelitian yaitu; sampai sejauh mana hubungan karakteristik masyarakat petani dengan upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Peunayan.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
1.3. Tujuan Penelitian. Untuk mengetahui hubungan karakteristik masyarakat petani dengan upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Peunayan. 1.4. Manfaat Penelitian. 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, sebagai bahan masukan atau informasi untuk mengambil langkah-langkah kebijakan dimasa mendatang dalam rangka pencegahan penyakit filariasis. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan menambah perbendaharaan perpustakaan yang telah ada yang dapat menjadi dasar pemikiran untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya. 3. Untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari peneliti dan merupakan proses berfikir ilmiah dalam memahami dan menganalisa serta mengantisipasi masalah kesehatan yang ada. 1.5. Hipotesis Ada hubungan karakteristik masyarakat petani dengan upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Peunayan.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Penyakit Filariasis Filariasis atau yang disebut juga penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi jenis parasit nematode atau oleh cacing filaria limfatik yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dan merusak jaringan pada manusia yang mengenai kelenjar/saluran getah bening, dengan gejala akut berupa demam berulang, disertai tanda-tanda peradangan kelenjar/saluran getah bening serta pada stadium lanjut berupa cacat anggota tubuh. Cacing tersebut hidup dikelenjar dan saluran getah bening (limfe) sehingga menimbulkan peradangan pada kelenjar dan saluran getah bening (adenolymphangitis) terutama didaerah pangkal paha dan ketiak. Peradangan ini disertai demam yang timbul berulang kali dan dapat berlanjut menjadi abses yang dapat pecah dan menimbulkan jaringan parut. Filariasis dapat menyerang laki-laki dan perempuan untuk semua golongan umur. Apabila tidak mendapatkan pengobatan yang sempurna dapat menimbulkan cacat menetap yang sukar disembuhkan berupa pembesaran pada kaki (seperti kaki gajah), lengan, payudara, buah zakar (scrotum) dan kelamin wanita ( http ://health-Irc.or.id/SPM , 2004). Penyakit kaki gajah banyak ditemukan di daerah khatulistiwa dan penyakit ini endemis di daerah dataran rendah, terutama di pedesaan, daerah pantai, pedalaman, persawahan, rawa-rawa dan daerah hutan.
Secara umum, penyakit kaki gajah
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
bancrofti tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Penyakit kaki gajah Wuhereria bancrofti tipe pedesaan masih banyak ditemukan di Provinsi Irian Jaya dan beberapa daerah lain di Indonesia, sedangkan Wuchereria bancrofti tipe
perkotaan dan sekitarnya seperti Jakarta, Bekasi,
Semarang, tangerang, Pekalongan dan Lebak (Banten). Penyakit kaki gajah malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Pulau Seram. Penyakit kaki gajah timori terdapat di kepulauan Flores, Alor, Rote, Timori dan Sumba, umumnya endemik di daerah persawahan. Pengetahuan tentang epidemiologi penyakit kaki gajah harus dipahami untuk mencapai keberhasilan upaya pencegahan. Epidemiologi penyakit kaki gajah mencakup pengetahuan tentang penyebab penyakit (agen), (hospes) manusia yang rentan dan beberapa jenis hewan, vektor sebagai penular penyakit, lingkungan yang sesuai untuk tertahannya penyakit ( Achmadi, 2004b, http://healthIRc.or.id/SPM, 2004)
2.2. Mekanisme Penyebaran Penyakit Filariasis 2.2.1. Agen (Penyebab filariasis) Penyebab filariasis adalah parasit nematode jaringan. Ada tiga jenis nematoda jaringan yang ditemukan di Indonesia sebagai penyebab filariasis yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori (Ditjen PPM & PL, 2002). a. Wuchereria bancrofti. Wuchereria bancrofti merupakan parasit manusia yang menyebabkan filariasis bancrofti atau wuchereriais bancrofti. Penyakit ini tergolong ke dalam
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
filariasis limfatik. Parasit ini tersebar luas di daerah yang beriklim tropis. Cacing dewasa jantan dan betina hidup disaluran dan kelenjar limfe, bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 65-100 mmx0,25 mm dan yang jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 250-300. Mikrofilaria ini hidup di dalam darah dan terdapat dialiran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya mikrofilaria Wuchereria bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam hari. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru-paru, jantung, ginjal dan sebagainya). Daur hidup Wuchereria bancrofti memerlukan waktu sangat panjang. Masa pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk kira-kira 2 minggu dan masa pertumbuhan parasit didalam tubuh manusia kira-kira 7 bulan. Di daerah perkotaan parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinguefasciatus.
Di pedesaan vektor
penularannya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes (Ditjen PPM&PL, 2002). b. Brugia malayi Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian yaitu yang hidup pada manusia dan yang hidup manusia dan hewan, misalnya kucing, kera dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi disebut filariasis malayi. Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan pembuluh limfe. Bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 55 mm x 0,16 mm dan yang jantan 2223 mm x 0,09 mm, dan cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Ukuran mikrofilaria Brugia malayi adalah 200-260 mikron x 8 mikron. Perioditas mikrofilaria Brugia malayi adalah periodik nokturna, sub periodik nokturna, atau non periodik mikrofilaria terdapat dalam darah tepi siang dan malam, tetapi jumlahnya lebih banyak pada waktu malam hari. Daur hidup didalam nyamuk kurang dari 10 hari dan pada manusia kurang dari 3 bulan. Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris dan yang hidup pada hewan di tularkan nyamuk mansonia (Ditjen PPM&PL, 2002). c. Brugia timori Penyakit yang di sebabkan oleh Brugia timori disebut filariasis timori. Cacing dewasa betina dan jantan hidup di saluran dan pembuluh limfe. Bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 21-39 mm x 0,1 mm dan yang jantan 13-23 mm x 0,08 mm.
Cacing betina mengeluarkan
mikrofilaria yang bersarung. Ukuran mikrofilaria Brugia timori adalah 280 – 310 mikron x 7 mikron. Perioditas mikrofilaria Brugia timori adalah periodik nokturna. Daur hidup didalam nyamuk kurang dari 10 hari dan pada manusia kurang dari 3 bulan.
Brugia timori yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk
Anopheles barbirostris. 2.2.2. Hospes Pada dasarnya semua manusia dapat terjangkit penyakit kaki gajah apabila digigit nyamuk vektor yang infektif (mengandung larva stadium 3).
Vektor infektif
mendapat mikrofilaria dari orang-orang setempat yang mengidap mikrofilaria dalam darahnya. Pada kenyataannya disuatu daerah endemis tidak semua orang terinfeksi
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
dan semua orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala. Meskipun tanpa gejala tetapi sudah terjadi perubahan-perubahan patologis. Semakin lama pendatang menempati daerah endemis kaki gajah maka akan lebih besar kemungkinan terkena infeksi (misalnya transmigran) lebih banyak menunjukkan gejala, tetapi pada pemeriksaan darah jari lebih sedikit yang mengandung mikrofilaria atau dengan kata lain biasanya pendatang baru ke daerah endemik lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita dari pada penduduk asli. Pada umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan infeksi (exposure) sebagai contoh sering melakukan kerja malam atau berkumpul di luar pada waktu tengah malam. Juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki karena pekerjaan fisik yang lebih berat dari pada pekerjaan fisik wanita. Tipe Brugia malayi sub periodik yang dapat hidup pada hewan yang dapat hidup di hospes perantara. Hospes perantara yang terpenting adalah kera terutama jenis presbytis, di samping kucing walaupun tingkat prevalensi umumnya rendah (Ditjen PPM&PL, 2002). 2.3. Vektor Banyak species nyamuk telah ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada jenis cacing filarianya. Wuchereria bancrofti yang terdapat didaerah perkotaan (urban) ditularkan oleh Cx.quinguefasciatus yang menggunakan air kotor dan tercemar sebagai tempat perindukannya. Sedangkan untuk di daerah pedesaan (rural) dapat ditularkan oleh berbagai macam species nyamuk. Brugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan biasanya ditularkan oleh berbagai species nyamuk
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
mansonia seperti Mn.uniformis, Mn.bonneae, Mn.dives dan lain-lain, yang berkembang didaerah rawa.
Brugia timori yang periodik ditularkan oleh
An.barbirostis yang memakai sawah sebagai tempat perindukannya. Brugia timori merupakan species baru yang ditemukan di Indonesia sejak 1965 hingga sekarang hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur, ditularkan oleh An.barbirostis yang berkembang biak di daerah sawah, baik didekat pantai maupun di daerah pedalaman (Ditjen PPM&PL, 2002). a. Daur hidup nyamuk Dalam hidupnya nyamuk mengalami metamorfosis sempurna, yaitu bentuk telur, larva, pupae dan bentuk nyamuk dewasa. Nyamuk dewasa hidup di alam bebas, sedangkan ketiga stadium lainnya hidup dan berkembang di dalam air. Telur culex berkelompok membentuk rakit banyak dijumpai pada genangan air kotor (comberan, got, parit, dll). Pada Mansonia telur diletakkan di balik permukaan tumbuhan air dan banyak dijumpai pada genangan air dengan tumbuhan tertentu (pistia, enceng, dll) (Depkes RI, 2001). Setelah satu atau dua hari di dalam air telur akan menetas, keluarlah jentik yang pertumbuhannya mengalami pergantian kulit sebanyak 4 kali. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik adalah 8 – 10 hari tergantung pada makanan, suhu serta species nyamuk. Masing-masing stadium larva dari masing-masing genus adalah berbeda. Larva Culicini membentuk sudut permukaan air, Mansonia larvanya tergantung/melekat pada akar tumbuhan air, pada Culicini waktu yang diperlukan sejak telur diletakkan hingga dewasa adalah 1 – 2 minggu.. Dari stadium jentik
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
kemudian akan tumbuh menjadi kepompong yaitu stadium tidak makan dan pada tingkatan ini dibentuk alat-alat nyamuk dewasa. Jumlah nyamuk jantan dan nyamuk betina yang menetas dari kelompok telur pada umumnya hampir sama banyaknya (1:1). Setelah menetas nyamuk melakukan perkawinan yang biasanya terjadi pada waktu senja. Perkawinan hanya terjadi cukup satu kali, sebelum nyamuk betina pergi untuk menghisap darah. Nyamuk jantan umurnya lebih pendek dari nyamuk betina dengan jarak terbang tidak jauh dari tempat perindukannya. Nyamuk betina umurnya lebih panjang dari nyamuk jantan, perlu menghisap darah untuk pertumbuhan telurnya. Dapat terbang jauh antara 0,5 sampai lebih kurang 2 Km (Depkes RI, 2001). b. Perilaku nyamuk Menurut Depkes RI (2001), perilaku dan hidup nyamuk selalu memerlukan 3 tempat untuk kelangsungan hidupnya, yaitu : (i). Perilaku mencari darah Beberapa species nyamuk aktif mencari darah pada malam hari saja, tetapi ada pula yang aktif mencari darah pada siang hari saja, serta ada pula yang menggigit baik siang maupun malam hari. Keaktifan nyamuk berbeda-beda ada yang aktif mencari darah ketika mulai senja, tetapi ada juga yang aktif mencari darah mulai tengah malam hingga pagi hari. Dihubungkan dengan tempat, ada species nyamuk yang aktifitas menggigit lebih cenderung di dalam rumah (Indofagik), namun ada pula yang cenderung menggigit diluar rumah saja (Eksofagik). Berdasarkan pada macam darah yang disenangi, dapat dibedakan antara nyamuk yang menggigit
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
manusia saja (anthropopilik) dan ada pula yang hanya menggigit hewan (zoopilik). Untuk mempertahankan hidupnya nyamuk betina memerlukan darah bagi proses pertumbuhan telurnya. Tiap beberapa hari secara periodik nyamuk akan mencari darah. Interval tersebut tergantung pada masing-masing species dan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, seperti suhu dan kelembaban. (ii). Perilaku istirahat Istirahat bagi nyamuk memiliki arti, istirahat yang sebenarnya menunggu proses pematangan telur dan istirahat sementara yaitu pada saat nyamuk masih aktif mencari darah. Pada waktu malam hari ada nyamuk yang masuk ke dalam rumah hanya untuk menghisap darah dan kemudian keluar, ada pula yang sebelum menggigit maupun yang sudah menggigit hinggap pada dinding rumah untuk istirahat. (iii). Perilaku berkembang biak Nyamuk mempunyai kemampuan untuk memilih perindukan atau tempat untuk berkembang biak sesuai dengan kebutuhannya.
Ada species yang senang
terkena matahari langsung dan ada pula yang memilih pada tempat yang teduh, ada yang senang di air payau, ada yang di air jernih tetapi ada pula yang senang di air kotor. c. Tempat berkembang biak nyamuk Tempat berkembang biak nyamuk adalah pada genangan-genangan air. Pemilihan tempat peletakan telur dilakukan oleh nyamuk betina dewasa. Pemilihan tempat yang disenangi sebagai tempat pembiakan dilakukan secara turun temurun
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
oleh seleksi alam. Satu tempat perindukan Cx.Fatigans, menyukai genangan air dengan populasi tinggi. Berdasarkan ukuran, lamanya air (genangan air tetap atau sementara) dan macam tempat air, klasifikasi genangan air dibedakan dalam beberapa tipe sebagai berikut : (i). Genangan air yang besar : (a). Genangan air sementara atau tetap, yang terdiri atas tawar atau air payau ; rawa-rawa, danau, kolam ikan, muara sungai, waduk, paya-paya, lagun, sawah. (b). Air mengalir : mata air, anak sungai, terusan atau kanal, sungai. (c). Genangan air sementara : alamiah (air hujan, air ditepi sungai, kubakan), buatan (parit-parit irigasi dari kanal, sawah, got buangan air limbah). (ii). Genangan air yang kecil : (a). Alamiah (lubang dipohon, pelepah daun, tonggak bambu atau kecil). (b). Buatan manusia (tangki air, bak mandi, drum, tempayan, vas bunga, tempat minum burung, sumur, jamban yang tidak terpakai) (Depkes RI, 2001). 2.4. Transmisi Filariasis Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah, apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk vektor yang mengandung larva infektif atau larva stadium-3 (L3). Nyamuk vektor dapat menjadi infektif apabila nyamuk tersebut menghisap darah dari orang atau binatang reservoir yang mengandung mikrofilaria. Dengan demikian, manusia atau hospes reservoir yang mengandung mikrofilaria dalam darahnya merupakan sumber penularan. Kemampuan nyamuk vektor untuk
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
mendapatkan mikrofilaria saat menghisap darah terbatas. Apabila mikrofilaria terlalu banyak terhisap oleh nyamuk vektor maka dapat menyebabkan kematian nyamuk vektor tersebut. Sebaliknya apabila mikrofilaria yang terhisap oleh nyamuk vektor terlalu sedikit maka kemungkinan terjadinya transmisi menjadi kecil (Ditjen PPM & PL, 2002). Pada saat nyamuk menggigit kulit manusia maka larva L3 akan keluar dari proboscis bersama air liur nyamuk. Pada saat nyamuk menarik probosisnya maka larva L3 akan masuk melalui luka bekas gigitan nyamuk menuju ke system limfe. Untuk Brugia malayi dan Brugia timori dalam kurun waktu lebih 3,5 bulan, larva L3 akan menjadi cacing dewasa, sedangkan untuk Wuchereria bancrofti diperlukan waktu kurang lebih 9 bulan. Bila seseorang yang rentan terhadap penyakit kaki gajah terinfeksi maka orang tersebut akan menunjukkan gejala penyakit kaki gajah. Seseorang dapat terinfeksi penyakit kaki gajah, apabila orang tersebut mendapat gigitan dari nyamuk vektor ribuan kali. Hal ini sangat berbeda dengan transmisi yang terjadi pada penyakit malaria dan demam berdarah. Dengan demikian, kepadatan vektor dalam penularan penyakit kaki gajah sangat berperan. Selain itu pengaruh faktor lingkungan terutama suhu dan kelembaban udara mempengaruhi umur nyamuk dalam vektor. Transmisi tidak dapat terjadi apabila umur nyamuk vektor kurang dari masa inkubasi ekstrinsik dari parasit. Masa inkubasi ekstrinsik yaitu waktu yang diperlukan untuk perkembangan mikrofilaria. Masa inkubasi ekstrinsik untuk Wuchereria bancrofti antara 10-14 hari sedangkan Brugia malayi dan Brugia timori antara 8-10 hari (Ditjen PPM & PL, 2002).
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
2.5. Topografi Topografi adalah rata-rata jarak ketinggian (kontur) suatu wilayah yang dihitung dari permukaan laut. Topografi berpengaruh terhadap perkembangbiakan nyamuk. Setiap kenaikan 100 meter suatu tempat maka selisih suhu udara dengan tempat semula adalah setengah derajat celcius. Bila perbedaan tempat cukup tinggi maka perbedaan suhu udara juga akan cukup banyak dan akan mempengaruhi pula faktor-faktor yang lain, seperti penyebaran nyamuk, siklus pertumbuhan parasit/larva didalam tubuh nyamuk dan musim penularan. Susunan geologi mempengaruhi kesuburan tanah dan penyerapan air oleh tanah.
Kesuburan tanah akan
mempengaruhi kehidupan nyamuk seperti tempat hinggap istirahat, sumber makanan serta musuh alami nyamuk. Penyerapan air oleh tanah akan mempengaruhi lama genangan air di tanah, yang berarti dapat tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk (breading places). Jentik-jentik nyamuk Mansonia sp dan Culex sp lebih menyukai genangan air yang sudah lama, tetapi jentik Anopheles ada yang menyukai genangangenangan air yang baru (Depkes RI, 2001). 2.6. Demografi Pola penyakit di wilayah yang penduduknya belum berkembang secara sosial dan ekonomi, berlainan dengan pola penyakit disuatu wilayah yang penduduknya lebih maju secara sosial dan ekonomi.
Perubahan dalam pola penyebaran dan
prevalensi penyakit banyak disebabkan oleh pengaruh dan intervensi manusia (Loedin, 1992) dalam Raharjo, 1998).
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
2.7. Iklim Iklim adalah salah satu komponen lingkungan fisik yang terdiri atas suhu, kelembaban, curah hujan, cahaya dan angin. Iklim ada dua macam, yaitu iklim makro dan iklim mikro. Iklim makro adalah keadaan cuaca rata-rata di suatu daerah. Sedangkan iklim mikro adalah modifikasi sampai satu tingkat tertentu dari keadaankeadaan iklim makro. Perbedaan suhu dan kelembaban udara dalam beberapa derajat dapat terjadi diantara iklim mikro dan iklim makro. Faktor iklim mempengaruhi kejadian dan penyebaran penyakit infeksi secara langsung maupun tidak langsung baik terhadap mikroorganisme pathogennya, vektor, reservoir dan penjamu seperti malaria, schistosomiasis, filariasis, pes, rift valolley dan DBD. Perubahan iklim dapat berdampak negatif terhadap kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung berakibat pada peningkatan berbagai kejadian penyakit, termasuk penyakit-penyakit yang ditularkan melalui vektor (Suroso, 2001). Iklim juga berpengaruh terhadap media transmisi penyakit, misalnya vektor akan berkembang biak dengan optimum apabila suhu, kelembaban, zat hara semua semua tersedia dalam jumlah yang optimum untuk kehidupannya. Pada keadaan optimum, nyamuk akan cepat sekali berubah dari fase telur mencapai fase dewasa, misalnya 7 hari atau kurang. Sedangkan apabila lingkungan tidak mengizinkan, maka siklus ini akan sangat berlangsung lama (Sumirat, 2000). Menurut Tjasyono (1995) dalam Setyawati (2004), ada 2 aspek dasar pengaruh iklim pada penyakit, pertama adalah hubungan faktor iklim terhadap organisme penyakit atau penyebarannya dan kedua adalah pengaruh cuaca dan iklim
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
terhadap ketahanan tubuh. Banyak penyakit yang berkaitan dengan iklim dan musim tertentu, terutama dengan suhu dan kebasahan. Sejumlah parasit yang menyerang manusia terbatas pada daerah tropis dan subtropis yang panas dan lembab. Beberapa penyakit tergantung pada binatang perantara dan terbatas pada lingkungan yang menguntungkan hewan tersebut, seperti demam kuning dan penyakit malaria disebabkan oleh jenis nyamuk tertentu yang berkembang biak dengan pesat didaerah beriklim tropis. Dampak perubahan iklim yang mungkin pada sisi kesehatan adalah pengaruh langsung terhadap fisik dan psikis manusia dan tidak langsung melalui perantara seperti virus, bakteri, nyamuk, lalat dan lain-lain atau kejadian lingkungan yang ekstrem seperti banjir atau kekeringan (Winarso, 2001). 2.7.1. Curah Hujan Banyaknya hujan mempengaruhi kelembaban udara dan suhu. Hujan selain menyebabkan naiknya kelembaban nisbi udara juga menambah jumlah tempat perkembangbiakan (breading places). Curah hujan yang lebat menyebabkan bersihnya tempat perkembangbiakan vektor, karena jentiknya hanyut dan mati. Kejadian penyakit yang disebabkan oleh nyamuk biasanya meningkat beberapa waktu sebelum atau sesudah musim hujan lebat. Curah hujan yang tidak terlalu lebat tetapi dalam jangka waktu lama, akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik (Raharjo, 1998).
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
2.7.2. Suhu udara Nyamuk adalah hewan berdarah dingin dan karenanya proses-proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan. Suhu ratarata optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25-27 derajat celcius. Nyamuk dapat bertahan hidup dalam suhu rendah, tetapi proses metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis dan pada suhu yang sangat tinggi akan mengalami perubahan proses fisiologisnya. Pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10 derajat celcius atau lebih dari 40 derajat celcius. Toleransi terhadap suhu tergantung pada species nyamuknya, tetapi umumnya suatu species tidak akan tahan lama bila suhu lingkungan meninggi 5-6 derajat celcius diatas batas dimana species secara normal dapat beradaptasi. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses metabolisme yang sebagian diatur oleh suhu. Suhu yang tetap lebih dari 27-30 derajat celcius akan mengurangi rata-rata umur populasi nyamuk (Depkes RI, 2001). 2.7.3. Kelembaban udara Umur (Longevity) nyamuk dipengaruhi oleh kelembaban udara. Kalau dalam udara ada kekurangan air yang besar, maka udara ini mempunyai daya penguapan yang besar. Sistem pernafasan pada nyamuk adalah menggunakan pipa udara yang disebut spiracle. Adanya spiracle yang terbuka tanpa ada mekanisme pengaturnya, pada waktu kelembaban rendah akan menyebabkan penguapan air dari dalam tubuh nyamuk mengakibatkan keringnya cairan tubuh nyamuk. Salah satu musuh nyamuk adalah penguapan. Kebutuhan kelembaban yang tinggi mempengaruhi nyamuk untuk
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
mencari tempat yang lembab dan basah di luar rumah sebagai tempat istirahat pada siang hari, oleh karena kelembaban yang tinggi tidak terdapat di dalam rumah kecuali di daerah-daerah tertentu. Pada kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek sehingga tidak cukup untuk siklus pertumbuhan mikrofilaria di dalam tubuh nyamuk (Achmadi, 2001a). 2.8. Karakteristik masyarakat yang berhubungan dengan penyakit filariasis Karakteristik yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit infeksi, salah satunya penyakit filariasis di samping adanya bibit atau kuman penyakit, dapat juga berhubungan dengan beberapa karakteristik antara lain status sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan, sikap, keyakinan, sarana prasaran, perilaku petugas, peyuluhan dan informasi. 2.8.1. Status sosial ekonomi Status sosial ekonomi adalah tingkat pendapatan penduduk, semakin tinggi pendapatan penduduk semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang dibelanjakan untuk barang makanan, juga semakin tinggi pendapatan keluarga semakin baik pula status gizi masyarakat (BPS, 2006). Tingkat ekonomi yang mapan memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh kebutuhan yang lebih misalnya di bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya jika ekonomi lemah maka menjadi hambatan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Keadaan sosial ekonomi (kemiskinan, orang tua yang bekerja atau penghasilan rendah) yang memegang peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
pekerjaan orang tua erat kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, dimana bila penghasilan tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit juga meningkat dibanding dengan penghasilan rendah, akan berdampak
pada
kurangnya
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
dalam
hal
pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam hal mengunjungi pusat pelayanan kesehatan (Zacler, 1969 dalam Notoatmodjo, 1997). Pendapatan merupakan ukuran yang sering digunakan untuk melihat kondisi status sosial ekonomi pada suatu kelompok masyarakat.
Semakin baik kondisi
ekonomi masyarakat semakin tinggi persentase yang menggunakan jasa kesehatan, data survey kesehatan nasional tahun 1992 memperlihatkan rata-rata penggunaan pelayanan kesehatan berhubungan dengan meningkatnya pendapatan, baik pada pria maupun wanita, oleh karena itu status sosial ekonomi berhubungan dengan kondisi seseorang, keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2000). 2.8.2. Pendidikan Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak yang tertuju pada kedewasaan. Sedangkan pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan dan tingkah laku (Notoatmodjo, 1997). Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni :
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat), dan pendidikan (pelaku pendidikan). b. Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain). c. Output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmodjo (1996) konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat). Mariani (1998) mengatakan bahwa pengetahuan dan pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orang tua dan anak-anak sangat penting dalam menentukan status kesehatan, fasilitas dan status gizi keluarga seperti halnya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Hal ini akan membantu pula memperlancar komunikasi serta mempengaruhi pemberian dan penerimaan informasi tentang kesehatan dan dapat lebih mudah diterima oleh individu dan masyarakat sehingga mereka mampu menerjemahkan apa yang telah diketahui tentang kesehatan kedalam kehidupan sehari-hari. Koentjoroningrat (1997) mengatakan pendidikan adalah kemahiran menyerap pengetahuan akan meningkat sesuai dengan pendidikan seseorang dan kemampuan ini berhubungan erat dengan sikap seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk dapat menyerap pengetahuan.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
2.8.3. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) (Bloom, 1908) dalam Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan indera peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. a.
Proses adaptasi perilaku Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu : (i). Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). (ii). Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
(iii).Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. (iv).Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru. (v).Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. b.
Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif
(i). Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. (ii). Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang dilakukan dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap yang dipelajari. (iii). Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real.
Aplikasi disini diartikan sebagai
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
penggunaan hukum-hukum, rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. (iv). Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. (v). Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek, penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003). 2.8.4. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek.
Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek.
Menurut Newcomb, menyatakan sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (1993), sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu ; kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional dan evaluasi terhadap suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Menurut Purwanto (1999) sikap dapat dibedakan dalam : a. Sikap positif, yaitu kecenderungan pendidikan mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. b. Sikap negatif terhadap kecenderungan pendidikan untuk menjalani, menghindari, membenci dan tidak menyukai obyek tertentu. Purwanto (1999) juga mengatakan bahwa sikap mempunyai tingkatantingkatannya yakni:
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. b. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti bahwa orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu-ibu lain untuk pergi menimbang anaknya ke Posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. d. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko, adalah merupakan sikap yang paling tinggi, meski mendapat tantangan dari pihak lainnya.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung, dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
pertanyaan-pertanyaan
hipotesis,
kemudian
dinyatakan
pendapat
responden
(Notoatmodjo, 2003). Sebagaimana dikemukakan oleh para ahli seperti Gerungan (1996), Ahmadi (1999), Sarwono (2000) dan Walgito dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan ciri-ciri sikap yaitu : a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan seseorang dalam hubungan dengan obyeknya. b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada seseorang tersebut. c. Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap sesuatu. d. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. e. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. 5. Pembentukan dan perubahan sikap Menurut Sarwono (2000) dalam Sumaryono (2004) pembentukan dan perubahan sikap melalui beberapa cara yaitu : a. Adopsi yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan terus-menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
b. Diferensiasi yaitu dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri. c. Integrasi yaitu pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu. d. Trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. 2.8.5. Keyakinan Menurut Adler dan Rodman (1991) dalam Purwanto (2000) suatu kepercayaan adalah keyakinan tentang kebenaran sesuatu yang didasarkan pada budaya dimana ia dibesarkan. Ia merupakan kepercayaan (keyakinan) pada harga sebuah konsep. Nilai-nilai biasanya diwujudkan dalam sistem moral atau agama yang kompleks yang ditemukan pada semua budaya dan masyarakat. Kepercayaan (keyakinan) menurut Niven (1989) dalam Purwanto (2000) adalah sesuatu yang didapatkan ; dengan kata lain orang tidak lahir dengan membawa mereka. Hampir semua kepercayaan (keyakinan) dan nilai-nila dasar didapatkan dari mereka yang paling berpengaruh dalam hidup seseorang, orang tua, kakak-adik, guru, teman dan tokoh-tokoh media. Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003) tenaga kesehatan dapat mengajak (kerja sama) tokoh (model peran) yang dianggap sangat berpengaruh didalam masyarakat, agar dapat diupayakan perubahan-perubahan dari kebiasaankebiasaan yang dapat memperburuk bagi kesehatannya, meliputi pencegahan
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
penyakit, pelaksanaan pengobatan terhadap penyakitnya serta manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. 2.8.6. Sarana prasarana Sarana prasarana mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya, semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Pengaruh sumber-sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi dapat juga berpengaruh sebaliknya. Menurut Azwar (1999) dalam Rifai (2004) bila seseorang akan memasuki bidang pelayanan kesehatan yang pertama akan dilihat ialah sarananya. Sarana itu dapat berbentuk material seperti, gedung dan alat, tetapi dapat juga berbentuk manusia seperti, tenaga dokter dan perawat. Beberapa sarana harus tersedia demi terlaksananya kualitas pelayanan kesehatan yang baik (seperti tersedianya beberapa jenis ukuran manset, tensi meter, timbangan badan, poster anatomi tubuh manusia), meskipun jarang dipergunakan. 2.8.7. Perilaku petugas Perilaku petugas dalam memberikan pelayanan pengobatan adalah perilaku petugas mulai dari tempat pendaftaran pasien, pembelian karcis, pelayanan pengobatan, pelayanan laboratorium, pelayanan apotik, dan pelayanan pasien. Hal ini juga didukung oleh penelitian Aziz (1998) dalam Rifai (2004) dimana mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
memenuhi kebutuhan pasien, keprihatinan serta keramah tamahan petugas dalam melayani pasien, kelancaran komunikasi dan kesembuhan penyakit yang sedang diderita pasien. 2.8.8. Penyuluhan Penyuluhan adalah salah satu media, cara dan proses penyampaian pesan yang dilakukan dari pengirim pesan (komunikasi) kepada penerima pesan (komunikasi). Dalam pelayanan kesehatan penyuluhan dikenal dengan pendidikan kesehatan masyarakat atau komunikasi, informasi dan edukasi. Penyuluhan kesehatan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan bertujuan untuk terjadinya perubahan perilaku individu, kelompok atau masyarakat (Depkes RI, 1986 dalam Hasibuan (2004). Dalam penyampaian pesan, keefektifan komunikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti isi pesan, bahasa, arah komunikasi (penerima pesan), kurangnya pengetahuan, kebisingan dan faktor teknis lainnya (Widjaja, 1998). Notoatmodjo (1998) menganggap penyuluhan dan ceramah bukan merupakan media penyampaian yang efektif karena tidak memberikan kesempatan kepada pendengarnya untuk berpartisipasi, lebih menekankan pada pola komunikasi satu arah, ide hanya timbul dari satu orang. Pengertian pendidikan kesehatan identik dengan penyuluhan kesehatan, karena keduanya berorientasi kepada perubahan perilaku yang diharapkan, yaitu perilaku sehat, sehingga mempunyai kemampuan mengenal masalah kesehatan dirinya, keluarga dan kelompoknya dalam meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti,
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatannya yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan bila perlu. 2.8.9. Informasi Komunikasi dan informasi disini diperlukan untuk mengkondisikan faktor predisposisi. Kurangnya pengetahuan dan sikap, masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi, kepercayaan yang negatif tentang penyakit, makanan, lingkungan dan sebagainya, mengakibatkan mereka tidak berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Untuk memberikan informasi dan komunikasi yang efektif para petugas kesehatan perlu dibekali ilmu komunikasi, termasuk media komunikasinya (Notoatmodjo, 1993). 2.8.10. Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Tingkat-tingkat tindakan atau praktek, yaitu :
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi bagi anak balitanya. b. Respon terpimpin (Guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.
Misalnya seorang ibu dapat
memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya. c. Mekanisme (Mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. d. Adaptasi (Adaptation) Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 1993). 2.9. Kerangka Teoritis Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mepengaruhi perilaku ada tiga faktor utama, yakni :
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Faktor-faktor predisposisi Yang terdiri dari; pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, misalnya ; pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu, kadangkadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa hamil. Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik (periksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena suntikan biasa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah. b. Faktor-faktor pendukung Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya ; air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya ; perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya;
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
puskesmas, polindes, bidan praktek, atau rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. c. Faktor-faktor penguat Faktor-faktor penguat ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perlakuan contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
2.10. Model kerangka teori menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003):
Proses Perubahan
Predisposising Factors (Pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dsb)
Komunikasi Penyuluhan
Enabling Factors (Ketersediaan sumbersumber/fasilitas)
Pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan sosial
Reinforcing Factors (Sikap dan Perilaku petugas
Training
Pendidikan kesehatan (Promosi kesehatan)
2.11. Model Kepercayaan Kesehatan (the health beliefs models) Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau masyarakata untuk menerima usaha-usaha pencegahan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (Preventive
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
health
behavior),
yang
oleh
Becker
(1979)
dalam
Notoatmodjo
(2003),
dikembangkan teori lapangan (Field theory), (Lewis, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief models). Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada empat variabel kunci yang terlibat didalam tindakan tersebut, yakni ketentuan yang dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang dialam dalam tindakan melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut. 1.
Ketentuan yang dirasakan (Perceived Susceptibility) Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan (susceptible) terhadap penyakitnya tersebut. Dengan perkataan lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut.
2.
Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut. Paenyakit filariasis, misalnya, akan dirasakan lebih serius bila dibandingkan dengan penyakit flu. Oleh karena itu pencegahan filariasis akan lebih banyak dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan (pengobatan) flu.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
3.
Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (perceived benefits and barriers) Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut.
Pada umumnya manfaat tindakan lebih
menentukan dari pada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan tindakan tersbut. 4.
Isyarat atau tanda-tanda (cues) Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut, pesan-pesan pada media massa, nasehat atau anjuran kawan-kawan atau keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
2.12. Kerangka Konsep. Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel Independen
Variabel Dependen
Karakteristik Masyarakat Petani Status sosial ekonomi Pendidikan Pengetahuan Sikap Keyakinan Tindakan pencegahan Filariasis -
Sarana prasarana Penyuluhan Perilaku petugas Informasi
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian. Penelitian ini adalah survey dengan tipe Explanatory Research yakni untuk menjelaskan hubungan antara variabel penelitian melalui pengujian hipotesa pada penelitian. 3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara dengan mengambil lokasi pada Kecamatan Nisam (Lampiran 6). Pemilihan lokasi ini di dasarkan pada daerah endemis yang paling tinggi angka Mfrate Filariasis yaitu 10,4% ,
sesuai dengan hasil suvei darah jari yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 4 Juli sampai dengan 31 Juli 2007. 3.3. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah semua masyarakat petani yang ada di Desa Peunayan, yaitu sebanyak 569 KK.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 41 USU e-Repository © 2008
Menyadari berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh penulis baik berupa tenaga waktu, maupun biaya maka penulis menggunakan sample dengan rumus; n =
N.z².p [1 – p ] d². [ N - 1 ] + z . p(1 – p ]
Keterangan : n
= Ukuran sampel
z
= Harga kurva normal
d
= Penyimpangan yang ditolerir [ Kesalahan yang dapat
ditolerir dalam pengambilan sampel] yaitu tidak lebih dari 5 % N
= Jumlah populasi
p
= Proporsi dari penduduk pada daerah endemis filarisis
Dengan menggunakan confidence interval sebesar 95 %, p = 0.05 ; α = 0.05 serta diketahui jumlah populasi dengan menggunakan tehknik random sampling di Desa Peunayan Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara sebagai berikut ; n=
569 (1,96)² . [0.05) . [0.95) (0.05)² . (569 – 1) + (0,05) . (0,95)
n = 70,75 dibulatkan menjadi 71 responden
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
3.4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara: a. Daftar pertanyaan (questionaire), yang diberikan kepada sampel/responden pada penelitian ini adalah masyarakat petani di Desa Peunayan. b. Studi Dokumentasi, yaitu mengumpulkan dan mempelajari laporan pelaksanaan kegiatan Dinas Kesehatan Aceh Utara. c. Wawancara (interview) kepada pihak yang berhak dan berwenang memberikan data dan informasi di Dinas Kesehatan Aceh Utara. d. Pengamatan (observation), yaitu mengamati secara langsung kondisi yang terjadi di lapangan. 3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji kuisioner sebagai alat ukur penelitian dilakukan melalui uji validitas terhadap pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan upaya pencegahan filariasis dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Setelah dilakukan ujicoba kuisioner diketahui bahwa item-item pertanyaan valid dan reliabel untuk digunakan dalam penelitian ini dengan hasil: 1. Variabel pengetahuan dengan 11 item pertanyaan dengan nilai koefesien korelasi = > 0,05 dan p=0,05 dengan nilai r-tabel = 0,514. Dari 11 item pertanyaan didapatkan r hasil (Corrected item-Total Correction) > r tabel artinya item pertanyaan untuk pengetahuan valid (sahih) untuk dilanjutkan sebagai pedoman wawancara kepada responden. Uji reliabilitas mendapatkan
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
nilai r Alpha (Alpha cronbach) > r tabel, artinya item pertanyaan untuk pengetahuan dikatakan reliabel untuk dapat dilanjutkan sebagai pedoman. 2.
Variabel sikap dengan 7 item pertanyaan dengan nilai koefesien korelasi = > 0,05 dan p = 0,05 dengan nilai r-tabel = 0,514. Dari 7 item pertanyaan didapatkan r hasil (Corrected item-Total Correction) > r tabel artinya item pertanyaan untuk sikap valid (sahih) untuk dilanjutkan sebagai pedoman wawancara kepada responden. Uji reliabilitas mendapatkan nilai r Alpha (Alpha cronbach) > r tabel, artinya item pertanyaan untuk sikap dikatakan reliabel untuk dapat dilanjutkan sebagai pedoman
3. Variabel keyakinan dengan 9 item pertanyaan dengan nilai koefesien korelasi = > 0,05 dan p = 0,05 dengan nilai r-tabel = 0,514. Dari 9 item pertanyaan didapatkan r hasil (Corrected item-Total Correction) > r tabel artinya item pertanyaan untuk keyakinan valid (sahih) untuk dilanjutkan sebagai pedoman wawancara kepada responden. Uji reliabilitas mendapatkan nilai r Alpha (Alpha cronbach) > r tabel, artinya item pertanyaan untuk tindakan dikatakan reliabel untuk dapat dilanjutkan sebagai pedoman 4. Variabel sarana dan prasarana dengan 3 item pertanyaan dengan nilai koefesien korelasi = > 0,05 dan p = 0,05 dengan nilai r-tabel = 0,514. Dari 3 item pertanyaan didapatkan r hasil (Corrected item-Total Correction) > r tabel artinya item pertanyaan untuk sarana dan prasarana valid (sahih) untuk dilanjutkan sebagai pedoman wawancara kepada responden. Uji reliabilitas mendapatkan nilai r Alpha (Alpha cronbach) > r tabel, artinya item
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
pertanyaan untuk tindakan dikatakan reliabel untuk dapat dilanjutkan sebagai pedoman . 5. Variabel perilkau petugas dengan 8 item pertanyaan dengan nilai koefesien korelasi = > 0,05 dan p = 0,05 dengan nilai r-tabel = 0,514. Dari 8 item pertanyaan didapatkan r hasil (Corrected item-Total Correction) > r tabel artinya item pertanyaan untuk perilkau petugas valid (sahih) untuk dilanjutkan sebagai pedoman wawancara kepada responden. Uji reliabilitas mendapatkan nilai r Alpha (Alpha cronbach) > r tabel, artinya item pertanyaan untuk tindakan dikatakan reliabel untuk dapat dilanjutkan sebagai pedoman 6. Variabel informasi dengan 3 item pertanyaan dengan nilai koefesien korelasi = > 0,05 dan p = 0,05 dengan nilai r-tabel = 0,514. Dari 3 item pertanyaan didapatkan r hasil (Corrected item-Total Correction) > r tabel artinya item pertanyaan untuk informasi valid (sahih) untuk dilanjutkan sebagai pedoman wawancara kepada responden. Uji reliabilitas mendapatkan nilai r Alpha (Alpha cronbach) > r tabel, artinya item pertanyaan untuk tindakan dikatakan reliabel untuk dapat dilanjutkan sebagai pedoman 7. Variabel tindakan dengan 7 item pertanyaan dengan nilai koefesien korelasi = > 0,05 dan p = 0,05 dengan nilai r-tabel = 0,514. Dari 3 item pertanyaan didapatkan r hasil (Corrected item-Total Correction) > r tabel artinya item pertanyaan untuk tindakan valid (sahih) untuk dilanjutkan sebagai pedoman wawancara kepada responden. Uji reliabilitas mendapatkan nilai r Alpha (Alpha cronbach) > r tabel, artinya item pertanyaan untuk tindakan dikatakan
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
reliabel untuk dapat dilanjutkan sebagai pedoman (Hasil uji terlampir pada lampiran 4). 3.5. Definisi Operasional Variabel Independen dan Dependen 1. Status sosial ekonomi : adalah tingkat pendapatan masing-masing kepala keluarga masyarakat petani. 2. Pendidikan : adalah pendidikan formal yang ditamatkan oleh masyarakat, dikelompokkan dalam kategori : 1) Tamat SD 2) Tamat SLTP 3) Tamat SLTA 4) Tamat Perguan Tinggi 3. Pengetahuan
:
adalah
segala
sesuatu
yang
diketahui
karena
mempelajari/segala sesuatu karena mengalami, melihat dan mendengar tentang upaya pencegahan penyakit filariasis yang dimiliki masyarakat daerah endemis filariasis digali berdasarkan kemampuan menjawab pertanyaan tentang upaya pencegahan penyakit Filariasis 4. Sikap : adalah kesiapan/kesedian masyarakat dalam mendukung upaya pencegahan penyakit filariasis 5. Keyakinan : adalah Keyakinan masyarakat ikut berperan dalam upaya pencegahan penyakit filariasis seperti keyakinan dan kepatuhan makan obat dan lain-lain 6.
Sarana prasarana: adalah adanya ketersediaan fasilitas-fasilitas seperti; uang, waktu, tenaga kesehatan, untuk mendukung upaya pencegahan filariasis.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
7. Penyuluhan: adalah media, cara dan proses penyampaian pesan oleh petugas kesehatan tentang upaya pencegahan filariasis. 8. Perilaku petugas : adalah pasien, Pemberian
perilaku petugas mulai tempat pendaftaran
karcis,
pelayanan
pengobatan,
pelayanan
laboratorium, pelayanan apotik dan pelayanan kasir. 9. Informasi :
adalah informasi tentang penyakit filariasis dan upaya
pencegahannya. 10. Tindakan Upaya Pencegahan: a.Menghindari kontak dengan nyamuk. b.Membersihkan saluran yang tersumbat. c. Memakai kelambu. d.Mengolesi badan dengan obat nyamuk. e.Membiasakan diri berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). 3.6. Metode Pengukuran Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independent dan Dependent No 1
Variabel Independen Status sosial ekonomi
Definisi Operasional Tingkat pendapatan masingmasing kepala keluarga masyarakat petani
Teknik Ukur Wawancara
Alat Ukur Kuesioner
2
Pendidikan
Pendidikan masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis
Wawancara
Kuesioner
3
Pengetahuan
Pengetahuan masyarakat tentang upaya pencegahan penyakit filariasis
Wawancara
Kuesioner
4
Sikap
Kesiapan masyarakat ikut berperan dalam upaya pencegahan
Wawancara
Kuesioner
5
Keyakinan
Keyakinan masyarakat
Wawancara
Kuesioner
Hasil Ukur 1)Tinggi 2)Sedang 3)Rendah 1)Tinggi 2)Sedang 3)Rendah 1)Tinggi 2)Sedang 3)Rendah 1)Baik 2)Sedang 3)Kurang 1)Baik
Skala Ukur Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
terhadap obat yang diberikan petugas 6
Sarana prasarana
7
Penyuluhan
8
Perilaku petugas
9
Informasi
10
Tindakan upaya pencegahan
2)Sedang 3)Kurang
Adanya ketersediaan fasilitas-fasilitas seperti ; uang, waktu, tenaga kesehatan, untuk mendukung upaya pencegahan filariasis Adanya media, cara dan proses penyampaian pesan oleh petugas kesehatan tentang upaya pencegahan filariasis Perilaku petugas mulai tempat pendaftaran pasien, pemberian karcis, pelayanan pengobatan, pelayanan laboratorium, pelayanan apotik dan pelayanan kasir Informasi tentang upaya pencegahan penyakit filariasis
Wawancara
Kuesioner
1)Baik 2)Tidak baik
Ordinal
Wawancara
Kuesioner
1)Baik 2)Sedang 3)Kurang
Ordinal
Wawancara
Kuesioner
1)Baik 2)Sedang 3)Kurang
Ordinal
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
Menghindari kontak dengan nyamuk, membersihkan saluran yang tersumbat, memakai kelambu, mengolesi badan dengan obat nyamuk, membiasakan diri berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
Observasi
Cheklis
1)Baik 2)Sedang 3)Kurang 1)Baik 2)Tidak baik
Ordinal
Keterangan: a.
Variabel Status Sosial Ekonomi Untuk mengetahui status sosial ekonomi responden di dasarkan pada jawaban
yang diberikan atas pertanyaan, jika responden menjawab ; 1=1, 2=2 dan 3=3, maka dapat diperoleh kategori tingkat status sosial ekonomi yang terdiri dari : 1. Rendah, jika < Rp. 850.000 perbulan 2. Sedang, jika Rp. 850.000 – Rp. 1.500.000 perbulan 3. Tinggi, jika > Rp. 1.500.000 perbulan b. Variabel Pendidikan
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Untuk mengetahui pendidikan responden didasarkan pada jawaban yang diberikan atas pertanyaan, jika responden menjawab ; 1=1, 2=2 dan 3=3, maka diperoleh kategori tingkat pendidikan yang terdiri dari : a. Rendah, jika tidak tamat/ tamat SD b. Sedang, jika tamat SLTP/SLTA c. Tinggi, jika tamat Akademi/Perguruan Tinggi c. Variabel Pengetahuan Untuk mengetahui pengetahuan responden didasarkan pada jawaban yang diberikan atas pertanyaan, jika responden menjawab ; a=3, b=2, dan c=1, maka diperoleh kategori tingkat pengetahuan yang terdiri dari : a. Rendah, jika responden menjawab benar < 40% = <8,8, dari pertanyaan yang diajukan b. Sedang, jika responden menjawab benar > 40 – 75% = > 8,8 – 16,5, dari pertanyaan yang diajukan c. Tinggi, jika responden menjawab benar > 75% = > 16,5, dari pertanyaan yang diajukan (Pertanyaan untuk pengetahuan No 1 s/d 11) d. Variabel Sikap Untuk mengetahui sikap responden didasarkan pada jawaban yang diberikan atas pertanyaan, jika responden menjawab ; 1=3, 2=2 dan 3=1, maka diperoleh kategori tingkat sikap yang terdiri dari :
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Baik, jika responden menjawab benar > 75% = > 15,75, dari pertanyaan yang diajukan b. Sedang, jika responden menjawab benar > 40 – 75% = 8,4 – 15,75, dari pertanyaan yang diajukan c. Kurang, jika responden menjawab benar < 40% = 8,4, dari pertanyaan yang diajukan (Pertanyaan untuk sikap No 1 s/d 7) e. Variabel Keyakinan Untuk mengetahui keyakinan responden didasarkan pada jawaban yang diberikan atas pertanyaan, jika responden menjawab ; 1=3, 2=2 dan 3=1, maka diperoleh kategori tingkat keyakinan yang terdiri dari : a. Baik, jika responden menjawab benar > 75% = 7,5, dari pertanyaan yang diajukan b. Sedang, jika responden menjawab benar > 40 – 75% = > 7,2 – 13,5, dari pertanyaan yang diajukan c. Kurang, jika responden menjawab benar < 40% = < 4, dari pertanyaan yang diajukan (Pertanyaan untuk keyakinan No 1 s/d 9) f. Variabel Sarana prasarana Untuk mengetahui sarana prasarana didasarkan pada jawaban yang diberikan atas pertanyaan, jika responden menjawab ; 1=3, 2=2 dan 3=1, maka diperoleh kategori tingkat sarana prasarana yang terdiri dari :
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Baik, jika responden menjawab benar > 75% = > 4,5, dari pertanyaan yang diajukan b. Sedang, jika responden menjawab benar > 40 – 75% = 2,5 – 4,5, dari pertanyaan yang diajukan c. Kurang, jika responden menjawab benar < 40% = 2,5, dari pertanyaan yang diajukan (Pertanyaan untuk sarana prasarana No 1 s/d 3) g. Variabel Penyuluhan Untuk mengetahui penyuluhan didasarkan pada jawaban yang diberikan atas pertanyaan, jika responden menjawab; ada maka maasing-masing pertanyaan nilainya 2 dan jika tidak maka nilainya 1, maka diperoleh kategori tingkat penyuluhan yang terdiri dari : a. Baik, jika responden menjawab benar > 75% = > 1,5, dari pertanyaan yang diajukan b. Sedang, jika responden menjawab benar > 40 – 75% = 0,8 – 1,5, dari pertanyaan yang diajukan c. Kurang, jika responden menjawab benar < 40% = < 0,8, dari pertanyaan yang diajukan (Pertanyaan untuk penyuluhan No 1 s/d 2)
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
h.
Variabel Perilaku petugas Untuk mengetahui perilaku petugas didasarkan pada jawaban yang diberikan
atas pertanyaan, jika responden menjawab ; 1=3, 2=2 dan 3=1, maka diperoleh kategori tingkat perilaku petugas yang terdiri dari : a. Baik, jika responden menjawab benar > 75% = > 12, dari pertanyaan yang diajukan b. Sedang, jika responden menjawab benar > 40 – 75% = 6,4 – 12, dari pertanyaan yang diajukan c. Kurang, jika responden menjawab benar < 40% = < 6,4, dari pertanyaan yang diajukan (Pertanyaan untuk perilaku petugas No 1 s/d 8) i.
Variabel Informasi Untuk mengetahui informasi didasarkan pada jawaban yang diberikan atas
pertanyaan, jika responden menjawab ; 1=3, 2=2 dan 3=1, maka diperoleh tingkat informasi yang terdiri dari : a. Baik, jika responden menjawab benar > 75% = > 6,75, dari pertanyaan yang diajukan b. Sedang, jika responden menjawab benar > 40 – 75% = 3,6 – 6,75, dari pertanyaan yang diajukan c. Kurang, jika responden menjawab benar < 40% = < 3,6, dari pertanyaan yang diajukan (Pertanyaan untuk perilaku petugas No 1 s/d 3)
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
j.
Variabel Tindakan Upaya Pencegahan Untuk mengetahui tindakan upaya pencegahan responden didasarkan pada
jawaban yang diberikan atas pertanyaan, jika melihat responden ; ada melakukan = 2, dan bila tidak melakukan = 1, maka diperoleh kategori tingkat tindakan upaya pencegahan yang terdiri dari : a.
Baik, jika responden ada melakukan, dari pernyataan yang diajukan
b.
Tidak baik, jika responden tida ada melakukan, dari pernyataan yang diajukan (Pernyataan untuk tindakan upaya pencegahan No 1 s/d 5)
3.7. Metode Analisis Data Analisa yang digunakan adalah, statistik Chi – kuadrat yaitu merupakan analisis untuk mengetahui hubungan semua variabel independen (variabel bebas) terhadap variabel dependen (variabel terikat) yang dapat dilakukan sekaligus, dengan menggunakan derajat kemaknaan alpa = 0,05 (derajat kepercayaan 95%). Bila nilai p < 0,05 maka hasil statistik dikatakan bermakna/berhubungan. Selanjutnya data dianalisis denan pearson product coeficient correlation untuk mengetahui kekuatan hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent. Skala koefisien korelasi (coeficien correlation) digunakan koefisien korelasi Guilford dalam Rakhmat (1995) yaitu sebagai berikut: < 0,20 hubungan rendah sekali; lemas sekali 0,40 – 0,70 hubungan rendah tetapi pasti 0,40 – 0,70 hubungan yang cukp berarti 0,70 – 0,90 hubungan sangat tinggi; kuat sekali, dapat diandalkan
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Geografi Desa Peunayan merupakan salah satu Desa dari Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Desa Peunayan memiliki luas wilayah seluruhnya lebih kurang 990,6 Ha. Batas wilayah Desa Peunayan adalah sebelah utara berbatasan dengan Desa Meunasah Meucat, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Jeuleukat dan Desa Meunasah
Alue, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tingkeum dan Desa
Meunasah Rayeuk, sebelah barat berbatasan dengan Desa Paloh Mampeh dan Desa Panton 4.2. Demografi Jumlah Penduduk Desa Peunayan Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara sebanyak 569 KK. Adapun mata pencaharian penduduk Desa Peunayan yaitu 75% tani, 5% PNS dan 20% tidak tetap. 4.3. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang ada di Desa Peunayan adalah 1 unit Polindes dan 1 unit Posyandu.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB 5 HASIL PENELITIAN 4.1. Geografi Desa Peunayan merupakan salah satu Desa dari Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Desa Peunayan memiliki luas wilayah seluruhnya lebih kurang 990,6 Ha. Batas wilayah Desa Peunayan adalah sebelah utara berbatasan dengan Desa Meunasah Meucat, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Jeuleukat dan Desa Meunasah
Alue, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tingkeum dan Desa
Meunasah Rayeuk, sebelah barat berbatasan dengan Desa Paloh Mampeh dan Desa Panton 4.2. Demografi Jumlah Penduduk Desa Peunayan Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara sebanyak 569 KK. Adapun mata pencaharian penduduk Desa Peunayan yaitu 75% tani, 5% PNS dan 20% tidak tetap. 4.3. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang ada di Desa Peunayan adalah 1 unit Polindes dan 1 unit Posyandu.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
4.4. Data Univariat Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 4 Juli sampai dengan
31 Juli 2007, di Desa Peunayan , maka didapatkan hasil yang
bervariasi sebagai mana tabel sebagai berikut : Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Status Sosial Ekonomi, Pendidikan dan Pengetahuan No 1 2 3
Variabel Status Sosial Ekonomi Pendidikan Pengetahuan
Rendah 69 (97,2% 46 (64,8%) 18 (25,4%)
Frekwensi Sedang 2 (2,8%) 11 (15,5%) 53 (74,6%)
Baik 14 (19,7%)
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sikap, Keyakinan, Sarana prasarana, Penyuluhan, Perilaku Petugas dan Informasi No 1 2 3 4 5 6
Variabel Sikap Keyakinan Sarana prasarana Penyuluhan Perilaku petugas Informasi
Kurang 59 (83,1%) 1 (1,4%)
Frekwensi Sedang 12 (16,9%) 58 (81,7%) 51 (71,8%) 60 (84,5%) 51 (71,8%) 50 (70,4%)
Baik 12 (16,9%) 20 (28,2%) 11 (15,5%) 20 (28,2%) 21 (29,6%)
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Tindakan Upaya Pencegahan No 1
Variabel Tindakan
Frekwensi Tidak baik Baik 43 (60,6%) 28 (39,4%)
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dari Tabel 4.1 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden (97,2%) status sosial ekonomi yang rendah. Begitu juga dengan tingkat pendidikan masih rendah (64,8%). Sedangkan pengetahuan berada pada tingkat sedang (74,6%). Pada Tabel 4.2 terlihat sebagian besar responden dengan sikap yang rendah (83,1%), keyakinan mereka masih pada tahap sedang (81,7%), sarana prasarana (71,8%) juga masih berada pada posisi sedang, penyuluhan juga demikian berada pada tingkatan sedang (84,5%), perilaku petugas juga demikian halnya (71,8%), dan juga informasi bagi masyarakat berada pada keadaan sedang (70,4%). Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa sangat dominan responden
melakukan
tindakan yang tidak baik dengan uapaya pencegahan penyakit mereka (60,6%). Sedangkan pada Analisis Bivariat dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Status Sosial Ekonomi Hasil analisis bivariat antara tingkat status sosial ekonomi dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis adalah seperti terlihat pada Tabel 4.4 di bawah ini. Tabel 4.4. Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis
Status Sosial Ekonomi Rendah Sedang Total
Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Baik % Tidak % baik 27 96,4 42 97,6 1 3,6 1 2,3 28 100,0 43 100,0
Jumlah n
%
69 2 71
97,2 2,8 100,0
P ( Value ) 0,637
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dari Tabel 4.4. di atas responden yang status sosial ekonomi rendah dengan tindakan baik sebanyak 27 responden (96,4%), responden yang status sosial ekonomi sedang sebanyak 1 responden (3,6%), sedangkan responden yang status sosial ekonomi sedang dengan tindakan tidak baik sebanyak 42 responden (97,6%), responden yang status sosial ekonomi sedang sebanyak 1 responden (2,3%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan status sosial ekonomi responden dengan tindakan pencegahan penyakit filariasis (p = 0,637 berarti pada α = 5%). b. Pendidikan Hasil analisis bivariat antara tingkat pendidikan dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis adalah seperti terlihat pada Tabel 4.5 di bawah ini. Tabel 4.5. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis
Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Total
Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Baik % Tidak % baik 18 64,3 28 65,1 4 14,3 7 16,3 6 21,4 8 18,6 28 100,0 43 100,0
Jumlah n
%
46 11 14 71
64,8 15,5 19,7 100,0
P ( Value ) 0,945
Dari Tabel 4.5. responden yang tingkat pendidikan rendah dengan tindakan baik sebanyak 18 responden (64,3%). Sedangkan responden yang tingkat pendidikan sedang dengan tindakan tidak baik sebanyak 28 responden (65,1%), responden yang
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
tingkat pendidikan sedang sebanyak 7 responden (16,3%), serta yang tingkat pendidikan tinggi sebanyak 8 responden (18,6%). Hasil uji statistik terlihat bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan responden dengan tindakan pencegahan penyakit filariasis ( p = 0,945 berarti pada α = 5%). c. Pengetahuan Hasil analisis bivariat antara tingkat pengetahuan dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis adalah seperti terlihat pada Tabel 4.6 di bawah ini. Tabel 4.6. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis
Pengetahuan Rendah Sedang Total
Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Baik % Tidak % baik 8 28,6 10 23,3 20 71,4 33 76,7 28 100,0 43 100,0
Jumlah n
%
18 53 71
25,4 74,6 100,0
P ( Value ) 0,615
Dari Tabel 4.6 memperlihatkan responden yang tingkat pengetahuan rendah dengan tindakan baik sebanyak 8 responden (28,6%), responden yang tingkat pengetahuan sedang sebanyak 20 responden (71,4%). Sedangkan responden yang tingkat pengetahuan rendah dengan tindakan tidak baik sebanyak 10 responden (23,3%), responden yang tingkat pengetahuan sedang sebanyak 33 responden (76,7%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan pengetahuan responden dengan tindakan pencegahan penyakit filariasis (p = 0,615 berarti pada α = 5%).
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
d. Sikap Hasil analisis bivariat antara sikap dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis adalah seperti terlihat pada Tabel 4.7 di bawah ini. Tabel 4.7. Hubungan Sikap dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis
Sikap Sedang Kurang Total
Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Baik % Tidak % baik 10 7,1 2 1,42 18 12,78 41 29,11 28 100,0 43 100,0
Jumlah n
%
12 59 71
8,52 41,89 100,0
P ( Value ) 0,001
Dari Tabel 4.7 responden yang memiliki sikap sedang dengan tindakan baik sebanyak 10 responden (7,1%), responden yang memiliki sikap kurang sebanyak 18 responden (18,78%). Sedangkan responden yang memiliki sikap kurang dengan tindakan tidak baik sebanyak 2 responden (1,42%), responden yang memiliki sikap kurang sebanyak 41 responden (29,11%). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan sikap responden dengan tindakan pencegahan penyakit filariasis (p = 0,001 berarti pada α = 5%). e. Keyakinan Hasil analisis bivariat antara keyakinan dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis adalah seperti terlihat pada Tabel 4.8 di bawah ini.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel 4.8. Hubungan Keyakinan dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis
Keyakinan Baik Sedang Total
Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Baik % Tidak % baik 8 28,6 4 9,3 20 71,4 39 90,7 28 100,0 43 100,0
Jumlah n
%
12 59 71
16.9 83,1 100,0
P ( Value ) 0,038
Dari Tabel 4.8 diatas responden yang mempunyai tingkat keyakinan baik dengan tindakan baik sebanyak 8 responden (28,6%), responden yang mempunyai keyakinan sedang sebanyak 20 responden (71,4%). Sedangkan responden yang tingkat keyakinan sedang dengan tindakan tidak baik sebanyak 4 responden (9,3%), responden yang keyakinan sedang sebanyak 39 responden (90,7%). Hasil uji statistik memperlihatkan ada hubungan tingkat keyakinan responden dengan tindakan pencegahan penyakit filariasis (p = 0,038 berarti pada α = 5%). f. Sarana Prasarana Hasil analisis bivariat antara sarana prasarana dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis adalah seperti terlihat pada Tabel 4.9 di bawah ini. Tabel 4.9. Hubungan Sarana Prasarana dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis
Sarana Prasarana Baik Sedang Total
Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Baik % Tidak % baik 9 32,2 11 25.6 19 67,8 32 74.4 28 100,0 43 100,0
Jumlah n
%
18 53 71
25,4 74,6 100,0
P ( Value ) 0,368
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pada Tabel 4.9 di atas responden yang mempunyai sarana prasarana baik dengan tindakan baik sebanyak 9 responden (32,2%), responden yang mempunyai sarana prasarana sedang sebanyak 19 responden (67,8%). Sedangkan responden yang mempunyai sarana prasarana sedang dengan tindakan tidak baik sebanyak 11 responden (25,6 responden yang mempunyai sarana prasarana kurang baik sebanyak 32 responden (74,4%). Hasil uji statistik dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan sarana prasarana dengan tindakan pencegahan penyakit filariasis (p = 0,368 berarti pada α = 5%). g. Penyuluhan Hasil analisis bivariat antara penyuluhan dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis adalah seperti terlihat pada Tabel 4.10 di bawah ini. Tabel 4.10. Hubungan Penyuluhan dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis
Penyuluhan Baik Sedang Total
Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Baik % Tidak % baik 4 14,3 7 16,3 24 85,7 36 83,7 28 100,0 43 100,0
Jumlah n
%
11 60 71
15,5 84,5 100,0
P ( Value ) 0,550
Pada Tabel 4.10 responden yang mendapatkan penyuluhan baik dengan tindakan baik sebanyak 4 responden (14,3%), responden yang mendapatkan penyuluhan sedang sebanyak 24 responden (85,7%). Sedangkan responden yang mendapatkan penyuluhan sedang dengan tindakan tidak baik sebanyak 7 responden
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
(16,3%), responden yang tidak mendapatkan penyuluhan sebanyak 60 responden (84,5%). Hasil uji statistik terlihat bahwa tidak ada hubungan penyuluhan dengan tindakan pencegahan penyakit filariasis (p = 0,550 berarti pada α = 5%). h. Perilaku Petugas Hasil analisis bivariat antara perilaku petugas dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis seperti terlihat pada Tabel 4.11 di bawah ini. Tabel 4.11. Hubungan Perilaku Petugas dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis
Perilaku Petugas Baik Sedang Total
Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Baik % Tidak % baik 13 46,5 7 16,3 15 53,5 36 83,7 28 100,0 43 100,0
Jumlah n
%
20 51 71
28,2 71,8 100,0
P ( Value ) 0,007
Dari Tabel 4.11 responden yang mengatakan perilaku petugas baik dengan tindakan baik sebanyak 13 responden (46,5%), responden yang mengatakan perilaku petugas sedang sebanyak 15 responden (53,5%). Sedangkan responden yang mengatakan perilaku petugas sedang dengan tindakan tidak baik sebanyak 7 responden (16,3%), responden yang mengatakan perilaku sedang sebanyak 36 responden (83,7%). Hasil uji statistik menunjukkan
ada hubungan perilaku petugas dengan
tindakan pencegahan penyakit filariasis (p = 0,007 berarti pada α = 5%).
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
i. Informasi Hasil analisis bivariat antara informasi dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis adalah seperti terlihat pada Tabel 4.12 di bawah ini. Tabel 4.12. Hubungan Informasi dan Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis
Informasi Baik Sedang Total
Tindakan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Baik % Tidak % Baik 6 21,5 15 34,9 22 78,5 28 65,1 28 100,0 43 100,0
Jumlah n
%
21 50 71
29,6 70,4 100,0
P ( Value ) 0,172
Pada Tabel 4.12 responden yang mendapatkan informasi baik dengan tindakan baik sebanyak 6 responden (21,5%), responden yang mendapatkan informasi sedang sebanyak 22 responden (78,5%) Sedangkan responden yang mendapatkan informasi baik dengan tindakan tidak baik sebanyak 15 responden (34,9%), responden yang mendapatkan informasi sedang
yaitu sebanyak 28 responden
(65,1%). Hasil uji statistik terlihat bahwa tidak ada hubungan tingkat penyebaran informasi dengan tindakan pencegahan penyakit filariasis (p = 0,172 berarti pada α = 5%).
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Selanjutnya pada Analisis Koefisien Korelasi – Guilford adalah seperti terlihat pada Tabel 4.13 di bawah ini. Tabel 4.13. Koefisien Korelasi – Guilford (tingkat hubungan diantara variabel) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Variabel Status Sosial Ekonomi Pendidikan Pengetahuan Sikap Keyakinan Sarana prasarana Penyuluhan Perilaku petugas Informasi
N 71 71 71 71 71 71 71 71 71
df 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Tindakan Continuity Correction 0,00(rendah) 0,00 (rendah) 0,50 (cukup) 9,27 (tinggi) 3,21 (tinggi) 1,09 (tinggi) 0,00 (rendah) 6,20 (tinggi) 0,89 (tinggi)
Dari Tabel 4.13 di atas terlihat bahwa tingkat hubungan diantara variabel adalah sebagai berikut: Variabel sikap lebih dominan (9,27), variabel perilaku petugas (6,20), dan variabel keyakinan (3,21). Sedangakan variabel sarana prasarana (1,09), variabel informasi (0,89), variabel pengetahuan (0,50). Hasil analisis koefisien korelasi – Guilford memperlihatkan bahwa: Status sosial ekonomi hubungan rendah sekali; lemas sekali. Pengetahuan hubungan yang cukup berarti, informasi hubungan yang tinggi; kuat. Sedangkan sikap, keyakinan, perilaku petugas hubungan sangat tinggi; kuat sekali; dapat diandalkan.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Status Sosial Ekonomi Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis. Secara statistik dapat dijelaskan bahwa masyarakat pada tingkat ekonomi tertentu , baik rendah, sedang dan tinggi tidak berbeda dalam upaya pencegahan penyakit terutama pencegahan filariasis. Dengan demikian hasil penelitian diatas berbeda dengan hasil penelitian terdahulu (Zacler, 1969 dalam Notoatmodjo, 1997), yang menyatakan tingkat ekonomi yang mapan kemungkinan anggota keluarga untuk memperoleh kebutuhan yang lebih misalnya dibidang pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Dalam hal ini mungkin dikarenakan masyarakat setempat belum tahu banyak tentang upaya – upaya yang harus dilakukan untuk menyikapi gangguan kesehatan mereka, terutama mengenai upaya pencegahan penyakit filariasis. Didukung pula dengan penyuluhan petugas yang sangat terbatas ke tempat tersebut, dengan sendirinya masyarakat akan tetap kurang dalam memahami tentang upaya pencegahan yang lebih baik. Penelitian Azhari (2006), menunjukkan bahwa ada hubungan pendapatan masyarakat terhadap partisipasi dalam pemberantasan penyakit filariasis. Sarwono, 2005 dalam Khalid, 2007, mengemukakan pendapatan yang tinggi memungkinkan orang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan atau kebutuhan lainnya 61
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
lebih baik karena cukupnya dana yang mereka miliki. Maka dengan demikian untuk masyarakat Desa Peunayan yang harus lebih utama diprioritaskan adalah mengadakan penyuluhan yang rutin oleh petugas kesehatan karena penyuluhan masih sangat kurang, dengan harapan masyarakat akan lebih memahami dan mau melakukan upaya yang lebih baik dalam pencegahan penyakit mereka, terutama pencegahan filariasi. 5.2. Pendidikan Hasil penelitian menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis. Secara statistik dapat dijelaskan bahwa masyarakat pada tingkat pendidikan tertentu , baik rendah, sedang dan tinggi tidak berbeda tentang upaya pencegahan penyakit mereka terutama pencegahan filariasis. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan dengan penelitian sebelumnya, seperti penelitian Azhari, 2006 di Kabupaten Asahan menunjukkan adanya pengaruh tingkat pendidkan terhadap partisipasi masyarakat dalam pemberantasan penyakit filariasis. Begitu juga dengan pendapat Notoatmodjo (1996), menyatakan bahwa konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Mariani (1996) juga mengatakan bahwa pengetahuan dan pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orang tua dan anak-anak sangat penting dalam menentukan status kesehatan.
Hal ini akan membantu pula
memperlancar komunikasi serta mempengaruhi pemberian dan penerimaan informasi
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
tentang kesehatan dan dapat lebih mudah diterima oleh individu dan masyarakat sehingga mereka mampu menterjemahkan apa yang telah diketahui tentang kesehatan kedalam kehidupan sehari-hari. Martina (2005) mengemukakan bahwa adanya pengaruh bagi ibu rumah tangga yang mempunyai pendidikan, walaupun keluarga tersebut berstatus ekonomi rendah ternyata anaknya lebih sehat. Sudarmono (1983) menyatakan masyarakat yang berpendidikan rendah sangat mempengaruhi terhadap tingkat pengetahuannya dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakitnya. Burhan (2003) biasanya orangorang yang berpendidikan tinggi pemahamannya terhadap kebersihan lingkungan akan semakin baik, maka akan timbul perilaku yang baik pula, sedangkan orang yang berpendidikan rendah dengan sendirinya pemahamannya terhadap kebersihan lingkungan akan sangat kurang, sehingga akan menimbulkan sikap dan perilaku yang kurang baik terhadap kesehatan lingkungan. Menurut Siagian (1995) mengatakan semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan pendidikannya. Dengan demikian bagi masyarakat Desa Peunayan, walaupun hasil penelitian menunjukkan rata-rata renponden dengan tingkat pendidikan yang rendah, namun diperlukan pelatihan-pelatihan yang sifatnya sederhana tetapi rutin oleh petugas, agar masyarakat akan mengetahui dan terbiasa dengan upaya yang lebih baik untuk pencegahan penyakit mereka.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
5.3. Pengetahuan Hasil penelitian menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan tindakan upaya pencegahan penyakit Filariasis. Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Notiatmodjo (1996), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku atau tindakan seseorang. Penelitian Taufik (2006), membuktikan ada peningkatan bermakna pengetahuan pengungsi tentang pencegahan penyakit kulit yang dilihat dari promosi kesehatan. Tingkat pengetahuan mempunyai peranan penting dalam pencegahan penyakit menular, khususnya dalam lingkungan yang penduduknya padat. Sugiharto (2003) menyatakan ada peningkatan pengetahuan responden setelah diberikan pendidikan kesehatan pada kader untuk pencegahan HIV/AIDS, Devy (2001) yang memberikan intervensi pendidikan dengan berbagai model dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Novelasari (2004) membuktikan intervensi pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan guru untuk mencegah anemia gizi besi, penelitian Rahanto (1997) membuktikan peningkatan pengetahuan ibu-ibu hamil tentang pencegahan resiko kehamilan melalui intervensi penyuluhan kesehatan serta penelitian Suskamdani (1995) yang membuktikan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang penyakit menular dilakukannya penyuluhan kesehatan masyarakat.
WHO (1992) menyatakan
peningkatan pengetahuan tidak semata dipengaruhi proses pelaksanaan pendidikan kesehatan saja, namun ada faktor lain dapat juga mempengaruhi antara lain motivasi,
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
kebutuhan terhadap informasi, pengalaman, kecaerdasan, guru, teman, buku dan media massa (Werner dan Bower, 1986). Sesuai dengan teori diatas maka masyarakat yang setempat membutuhkan tahap-tahap dalam meningkatkan pengetahuan. Peningkatan pengetahuan juga harus diikuti dengan informasi-informasi yang dapat menguntungkan bagi masyarakat itu sendiri. Pengetahuan tentang penyakit filariasis belum dapat mengubah sikap dan perilaku. Kebiasaan pola hidup yang sudah rutin dan berlaku bagi masyarakat setempat dan persepsi yang salah terhadap penyakit filariasis ternyata sangat sulit untuk diubah. Kurangnya pengetahuan terhadap penyakit filariasis, menyebabkan cepatnya penularan filariasis yang terjadi di lingkungan masyarakat setempat.
Kerlinger
(2003) dalam Sadullo, 2003 menyatakan bahwa pengetahuan yang maksimal dalam waktu singkat sulit terjadi perubahan baik peningkatan maupun penurunanya. Banyak faktor yang menjadi alasan diantaranya masyarakat kesulitan memperoleh informasi yang lebih banyak tentang sesuatu setelah informasi utama diperolehnya. Suhardjono, 1996, mengatakan faktor pengetahuan sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan seseorang. Mahdi, 2005 menyatakan masyarakat yang memliki pengetahuan yang lebih luas dapat lebih mudah menyerap dan menerima informasi secara aktif dan berperan dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarganya. Dalam upaya pencegahan penyakit filariasis akan dapat terlaksana dengan baik apabila semua komponen masyarakat sama-sama memberikan dukungannya.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Manusia merupakan salah satu komponen yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit, karena manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan dan menjadi salah satu mata rantai terjadinya penularan penyakit. Seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik akan cenderung melakukan sesuatu tindakan dan pemikiran yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, terutama dibidang kesehatan. Dengan cara meningkatkan pengetahuan masyarakat atau responden tentang penyakit filariasis melalui berbagai media dan cara yang tepat, akan dapat membantu terlaksananya pemcegahan penyakit filariasis di Desa Peunayan. Dengan terlaksananya usaha-usaha untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan baik, maka diharapkan masyarakat dapat mengetahui bahwa penyakit filarasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh berbagai jenis cacing filaria dan penularannya melalui berbagai jenis nyamuk dan masyarakat juga mengetahui dengan baik gejala-gejala penyakit filariasis serta mengetahui cara-cara pencegahan dan penanggulangan penyakit tersebut. 5.4. Sikap Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu kepercayaan, ide dan konsep terhadap sesuatu objek, kehidupan emosional terhadap suatu objek serta kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
peranan penting. Burhan (2003) mengatakan bahwa dengan adanya pengetahuan yang baik, maka akan mempengaruhi terbentuknya sikap yang baik pula sehingga akan mampu menangani masalah kesehatan yang dihadapi baik secara individu maupun secara kelompok. Sikap yang kurang baik dari masyarakat tentang penyakit filariasis dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat dan kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat di Desa Peunayan. Dalam hal ini peneliti menyarankan untuk mengatasi dan membantu meningkatkan keadaan dan kondisi sikap masyarakat tentang penyakit filariasis antara lain dengan melaksanakan sosialisasi bagaimana cara pencegahan penyakit filariasis secara berkelanjutan yang dilakukan oleh semua pihak yang terkait. Selain itu perlu juga meyakinkan masyarakat setempat melalui penyuluhan bahwa penyakit filariasis dapat dicegah dengan jalan memakan obat, menjaga kebersihan lingkungan, dan memeriksa diri secara rutin ketempat-tempat pelayanan kesehatan. 5.5. Keyakinan Kepada Petugas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara keyakinan dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis. Hal ini berarti bahwa semakin baik keyakinan masyarakat maka semakin tertarik bagi mereka untuk melakukan tindakan yang baik dalam upaya pencegahan penyakitnya. Menurut Adler dan Rodman (1991) dalam Purwanto (2000) suatu kepercayaan adalah keyakinan tentang kebenaran sesuatu yang didasarkan pada
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
budaya dimana ia dibesarkan. Nilai-nilai biasanya diwujudkan dalam sistem moral atau agama yang kompleks yang ditemukan pada semua budaya dan masyarakat. Kepercayaan (keyakinan) menurut Niven (1989) dalam Purwanto (2000) adalah sesuatu yang didapatkan ; dengan kata lain orang tidak lahir dengan membawa mereka. Hampir semua kepercayaan (keyakinan) dan nilai-nilai dasar didapatkan dari mereka yang paling berpengaruh dalam hidup seseorang, orang tua, kakak-adik, guru, teman dan tokoh-tokoh media. Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003) tenaga kesehatan dapat mengikutsertakan (kerja sama) tokoh (model peran) yang dianggap sangat berpengaruh di dalam masyarakat, agar dapat diupayakan perubahan-perubahan dari kebiasaan-kebiasaan yang dapat memperburuk bagi kesehatannya, meliputi pencegahan penyakit, pelaksanaan pengobatan terhadap penyakitnya serta manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Dalam hal ini peneliti menyarankan supaya petugas kesehatan dapat melakukan kerjasama dengan tokoh-tokoh yang menjadi panutan masyarakat di Desa Peunayan, dengan harapan
dapat memberikan dukungan dalam pelaksanaan
penyuluhan tentang upaya pencegahan penyakit filariasis. 5.6. Sarana prasarana Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sarana prasarana dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis. Hal ini berarti bahwa masyarakat kalau dilihat dari aspek sarana prasarana tidak ada berhubungan
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
dalam hal melakukan tindakan dalam pencegahan penyakitnya, ini dikarenakan masyarakat tidak diinformasikan mengenai keberadaan sarana prasara yang dapat mereka manfaatkan dalam upaya untuk mengatasi gangguan kesehatan atau penyakit mereka. Penelitian ini berbeda dengan pendapat Azwar (1999) dalam Achmad Rifai (2004) bila seseorang akan memasuki bidang pelayanan kesehatan yang pertama akan dilihat ialah sarananya. Sarana itu dapat berbentuk material seperti, gedung dan alat, tetapi dapat juga berbentuk manusia seperti, tenaga dokter dan perawat. Beberapa sarana harus tersedia demi terlaksananya kualitas pelayanan kesehatan yang baik (seperti tersedianya beberapa jenis ukuran manset, tensi meter, timbangan badan, poster anatomi tubuh manusia), meskipun jarang dipergunakan. Menurut Morina (2007) ketersediaan fasilitas kesehatan merupakan hal yang penting dan berpengaruh dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Peneliti menyarankan agar petugas dapat memberikan informasi tentang fasilitasfasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. 5.7. Penyuluhan Hasil penelitian menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara penyuluhan dengan
tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis. Hal ini berarti bahwa
masyarakat kalau dilihat dari aspek penyuluhan tidak ada berhubungan dalam menanggapi gangguan kesehatan mereka,baik ada penyuluhan ataupun tidak ada penyuluhan. Ini kemungkinan dikarenakan masyarakat kurang yakin terhadap petugas
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
yang memberikan penyuluhan, penyuluhan petugas yang kurang jelas, dan waktunya terbatas, serta tidak berkelanjutan. Menurut Depkes (1986) dalam Hasibuan (2004), menyatakan, dalam pelayanan kesehatan penyuluhan dikenal dengan pendidikan kesehatan masyarakat atau komunikasi, informasi dan edukasi. Penyuluhan kesehatan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan bertujuan untuk terjadinya perubahan perilaku individu, kelompok atau masyarakat. Menurut Notoatmodjo (1998), penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatannya yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun kelompok dan meminta pertolongan bila perlu. Saragih, 2006 mengatakan kegiatan penyuluhan rutin perlu dilakukan secara intensi dan berkesinambungan agar meningkatnya peran serta masyarakat secara langsung, karena semakin tinggi peran serta masyarakat dalam kegiatan penyuluhan, maka semakin besar pula keberhasilan pencegahan dan penanggulangan penyakit didalam masyarakat tersebut. Dalam hal ini peneliti menyarankan agar petugas dapat melakukan penyuluhan secara rutin kepada masyarakat Desa Peunayan. 2.8. Perilaku Petugas Hasil penelitian menjelaskan bahwa ada hubungan antara perilaku petugas dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis. Hal ini berarti bahwa
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
masyarakat kalau dilihat dari aspek perilaku petugas ada berhubungan, masyarakat akan melakukan tindakan yang baik bila perilaku petugas juga baik, terutama mempunyai sikap ramah dan memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Hal ini juga didukung oleh penelitian Aziz (1998) dalam Achmad (2004) dimana mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien, keprihatinan serta keramah tamahan petugas dalam melayani pasien, kelancaran komunikasi dan kesembuhan pnyakit yang sedang diderita pasien. Oleh karena itu perilaku petugas dalam memberikan pelayanan harus berperilaku baik, karena perilaku baik mencerminkan keseriuasan dalam menangani atau memberikan pelayanan kepada masyarakat. 2.9. Informasi Hasil penelitian mejelaskan bahwa tidak ada hubungan antara informasi dengan tindakan upaya pencegahan penyakit filariasis. Hal ini berarti bahwa masyarakat kalau dilihat dari tingkat penyebaran informasi tidak ada berhubungan baik yang mendapatkan informasi atau yang tidak ada informasi dalam melakukan tindakan pencegahan penyakit mereka, ini dikarenakan informasi yang mereka dapatkan tersebut tidak disampaikan oleh orang yang mereka yakini atau petugas kesehatan dan tokoh panutan mereka. Penelitian ini berbeda dengan pendapat
Notoatmodjo (1993), bahwa
komunikasi dan informasi disini diperlukan untuk mengkondisikan faktor predisposisi. Kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi, kepercayaan yang negatif tentang penyakit, makanan,
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
lingkungan dan sebagainya, mengakibatkan mereka tidak berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Untuk itu maka diperlukan komunikasi, pemberian informasiinformasi kesehatan. Untuk memberikan informasi dan komunikasi yang efektif para petugas kesehatan perlu dibekali ilmu komunikasi, termasuk media komunikasinya.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Tidak ada hubungan status sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan, sarana prasarana, penyuluhan, dan informasi dengan upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Peunayan.
2.
Ada hubungan sikap, keyakinan, dan perilaku petugas dengan upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Peunayan.
6.2. Saran-saran 1. Kepada Dinas kesehatan lebih pro aktif melibatkan tokoh-tokoh masyarakat agar sikap masyarakat dapat berubah terhadap pencegahan penyakit filariasis. 2. Kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan perilakunya kearah yang lebih baik dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. 3. Kepada petugas kesehatan agar dapat memberikan pelayanan yang serius kepada masyarakat, agar masyarakat yakin terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. 4. Kepada petugas kesehatan agar dapat memberikan penjelasan yang memadai terhadap segala tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
5. Adanya minat dan motivasi bagi peneliti yang lain untuk mengembangkan hasil penelitian, dengan melakukan penelitian lebih mendalam di tempattempat yang lain.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U.F, 2001a, Pengukuran Dampak Kesehatan (penyakit Akibat Perubahan Lingkungan, Materi perkuliahan Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Epidemiologi Kesehatan Lingkungan, UI, Depok. Achmadi, U.F, 2001b, Perubahan Ekologidan Aspek Perilaku Vektor, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan RI. Badan Pusat Statistik, 2006, Aceh Utara Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara, Lhokseumawe. Departemen Kesehatan RI, 2000, Penanggulangannya, Jakarta.
Pedoman
Penyakit
Tuberkulosis
dan
Departemen Kesehatan RI, 2001, Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, 2006, Profil Kabupaten Aceh Utara, Lhokseumawe. Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular & Pemberantasan Lingkungan, 1999, Pedoman Pemberantasan Filariasis Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan, 2002, Eliminasi Penyakit Kaki Gajah, Filariasis di Indonesia, Jakarta. Entjang, I, 1993, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Cipta Aditya Bakti, Jakarta. Hasibuan, H, 2005, Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tatanan Rumah Tangga di Lokasi Proyek Kesehatan Keluarga dan Gizi (KKG) Kabupaten Tapanuli Selatan. http:/www.health-Irc.or.id/Spm, 2004, SK Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah. http:/www.infeksi.com/article.php?=Ing=in&pg=3, 2007, Filariasis, Pusat Informasi Penyakit Infeksi Khususnya Hiv/Aids, infeksi.com, Jakarta.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Khalid, 2007, Perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah tangga. Koentjoroningrat, 1997, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta. Mariani, S, 1998, Kesehatan Keluarga dan Lingkungan, Kanisus, Yogyakarta. Notoatmodjo, S, 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, FKM-UI, Jakarta. Notoatmodjo, S, 1996, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S, 1997, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, FKM – UI, Jakarta. Notoatmodjo, S, 1998, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatn, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Nuryanti, 2005, Faktor-faktor yang mempengaruhi Perokok bagi Pegawai Laki-laki Pada Badan Rumah Sakit Umum dr. Fauziah, Bireuen. Parawesi, H, 2001, Beberapa Aspek Filariasis di Daerah Endemik Budong-budong Mamuju, Pustaka FKM-UH, Sulawesi Selatan. Purwanto, S, 2000, Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan, EGC, Jakarta. Rahardjo, S, 1998, Dampak Pada Iklim, Makalah Pada Pelatihan AMDAL, Kerjasama PPSML-UI dan BAPPEDA, tanggal 15-17 Juni, 1998. Rakhmat, 1995, Metode Penelitian Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Rifai, A, 2004, Pengaruh Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfatan Pelayanan Pengobatan di Puskesmas Binjai Kota. Sandi I. M, 1996, Republik Indonesia Geografi Regional, Buku Teks, PT. Indograf Bakti, Jakarta. Setyawati, E, 2003, Analisis Spasial Kejadian Penyakit Filariasis di Kabupaten Bekasi, Depok, Jakarta.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008
Siagian, S.P, 1995, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta. Slameto, 1999, Sosiologi Kesehatan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Sucipto, 2003, Penderita TB Paru yang berobat di RSU Sarjito Yogyakarta. Sumaryani, 2005, Karakteriktik Penderita Paru yang berobat di RSUCM Kab. A. Utara. Sumaryono, 2004, Psikologi Untuk Keperawatan, EGC, Jakarta. Sumirat, J, 2000, Epidemiologi Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Suroso, T, 2001, Perubahan Iklim dan Kejadian Penyakit Yang Ditularkan Vektor, Makalah Dalam Semiloka Perubahan Iklim dan Kesehatan, Ciloto, 27-29 Maret, 2001. Widjaja, H.A.W, 2000, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Winarso, P,A, 2001, Kecenderungan Variabilitas/ Perubahan Cuaca dan Iklim dan Dampaknya, Semiloka Iklim dan Kesehatan, Ciloto, 27-29 Maret, 2001.
Agusri : Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa…, 2008 USU e-Repository © 2008