Serambi Akademica, Volume V, No. 1, Mei 2017
ISSN : 2337 - 8085
Analisis Komoditas Unggulan Terhadap Keberlanjutan Masyarakat Petani di Desa Mendabe Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara 1
1
Desi Sri Pasca Sari Sembiring Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gunung Leuser
[email protected]
ABSTRAK
Sejak tahun 2002 Departemen Pertanian RI memperkenalkan kembali konsep agropolitan sebagai bentuk implementasi dari pembangunan sistem agribisnis yang dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pada awalnya Departemen Pertanian bersama-sama Pemerintah Daerah mengembangkan 8 lokasi (kabupten) sebagai pilot proyek, kemudian berkembang menjadi 24 kabupaten. Pengembangan kawasan agropolitan sebagai implementasi spasial dan sistem agribisnis, didasarkan pada teori ekonomi yakni teori ekonomi lokasi (economic of location) dan teori skala ekonomi (economics of scale). Perumusan Masalah dalam penelitian ini yaitu: 1) Apakah aspek sosial berpengaruh terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan, 2) Apakah aspek ekonomi berpengaruh terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan, 3) Apakah aspek lingkungan berpengaruh terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan, 4) Apakah aspek kelembagaan berpengaruh terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. Lokasi penelitian adalah didesa Mendabe dan Batumbulan Kecamatan Babussalam dimana daerah ini memiliki Usaha tani sayuran dataran tinggi di Kabupaten Aceh Tenggara. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu 3 bulan terhitung sejak dilakukannya penelitian pada bulan Mei 2016. Hasil Penelitian ini adalah Aspek Ekonomi paling berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan, Aspek Sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan, Aspek Lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan, Aspek Petani berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. Kata Kunci: Komoditas Unggulan, Agropolitan, Usahatani , Keberlanjutan PENDAHULUAN Sejak tahun 2002 Departemen Pertanian RI memperkenalkan kembali konsep agropolitan sebagai bentuk implementasi dari pembangunan sistem agribisnis yang dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pada awalnya Departemen Pertanian bersama-sama Pemerintah Daerah mengembangkan 8 lokasi (kabupten) sebagai pilot proyek, kemudian berkembang menjadi 24 kabupaten. Pengembangan kawasan agropolitan sebagai implementasi spasial dan sistem agribisnis, didasarkan pada teori ekonomi yakni teori ekonomi lokasi (economic of location) dan teori skala ekonomi (economics of scale). Teori ekonomi lokal membimbing di mana industri up-stream dan down-stream agribisnis harus 1
Desi Sri Pasca Sari Sembiring
dikembangkan agar pergerakan barang dan jasa dalam ruang efisien. Sedangkan teori skala ekonomi akan membimbing berapa besar skala usaha down-stream dan up-stream yang harus dikembangkan. Subsistem jasa penunjang akan mengikuti di mana lokasi on-farm, up-stream, dan down-stream dikembangkan. Berdasarkan teori ekonomi lokal, kegiatan ekonomi yang memiliki indeks material (rasio fisik antara bahan baku dengan produk akhir) lebih besar dari satu, kegiatan ekonomi tersebut harus dekat dengan bahan bakunya. Karena itu kegiatan ekonomi tersebut harus dekat dengan bahan bakunya. Karena itu industri pengolahan hasil pertanian (down-stream) harus dikembangkan di sentra produksi pertanian. Sedangkan bila indeks material kurang dari satu (seperti up-stream agribusiness) harus dikembangkan dekat dengan sentra konsumsinya yakni para petani di kawasan pedesaan. Berdasarkan prinsip ekonomi tersebut, maka dalam suatu kawasan akan dikembangkan kegiatan agribisnis mulai dari up-stream agribusiness, on-farm agribusiness, down-stream agribusiness dan service for agribusiness. Inilah yang disebut dengan “kota pertanian” (agropolitan). Dengan demikian, pengembangan agropolitan bukanlah membangun/mendirikan kota baru atau kawasan industri di daerah pertanian/pedesaan. Pengembangan agropolitan adalah pengembangan seluruh kegiatan/usaha sistem agribisnis yang melibatkan seluruh daerah pertanian pedesaan, yang secara keseluruhan berfungsi sebagai kota pertanian. Ada tiga hal pokok yang menjadi sasaran pengembangan agropolitan. Pertama, menghasilkan produk-produk agribisnis yang memiliki daya saing (mutu dunia dan harga kompetitif). Kedua, meningkatkan kapasitas ekonomi daerah dalam memberikan kesempatan kerja dan berusaha serta meningkatkan pendapatan rakyat secara berkesinambungan. Ketiga, mencegah dan memperlambat arus urbanisasi. Kabupaten Aceh Tenggara memiliki komoditi unggulan sayuran dengan produktivitas tanaman yang besar berdasarkan produksi dan luas lahan. Tetapi dalam pelaksanan di lapangan konsep pembangunan agropolitan masih banyak kelemahan yang didapatkan baik masalah aspek sosial, ekonomi, lingkungan, kelembagaan serta teknologi dan informasi. Dengan demikian masih perlunya peningkatan produktivitas sumber daya manusia, terutama para petani yang mengelolah sayuran di kawasan dataran tinggi. Aspek sosial dalam pembangunan agropolitan berkelanjutan sangat diharapkan agar hubungan interaksi berjalan dengan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial (Wedjajati, 2008). Adapun tingkat pendidikan dan pelatihan petani merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dalam rangka meningkatkan sumberdaya manusia pada setiap unit kerja (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pendidikan dan pelatihan petani di daerah penelitian masih belum terlaksana dengan baik. Penyuluh merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga dapat membuat keputusan yang benar (Van Den Ban dan Hawkins, 1999). Peranan pendamping penyuluh di daerah penelitian sangat kurang aktif dalam melaksakan tugas dan pendekatan terhadap petani. Persepsi merupakan proses yang digunaan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka 2
Serambi Akademica, Volume V, No. 1, Mei 2017
ISSN : 2337 - 8085
memberikan makna kepada lingkungan tetapi persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif (Robbins, 2006). Persepsi masyarakat sebahagian petani di daerah penelitian masih belum mengeri tentang pembangunan garopolitan berkelanjutan. Aspek ekonomi untuk memperdayakan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial ekonomi berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelolahan keuangan (Sumodiningrat, 2000). Pemerintah memberikan bantuan modal untuk kegiatan usaha di bidang agribisnis yang sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran, selain itu nantinya juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Modal bergulir dari pemerintah di daerah penelitian masih ada yang belum terealisasi kepada masyarakat petani. Dengan berkembangnya kesadaran mengenai dimensi lingkungan dalam kehidupan manusia serta peranannya dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan (Suparmoko, 1997). Program revitalisasi pertanian hortikultura khususnya tanaman sayur-sayuran di wudujkan dengan program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pada tiap zona sesuai dengan jenis tanaman sayursayuran unggulan yang dipilih (Departemen Pertanian, 2012). Pada daerah penelitian program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi masih belum terlaksana secara menyeluruh. Berdasarkan ulasan dari latar belakang yang ada di atas pembangunan agropolitan berkelanjutan di Kabupaten Aceh Tenggara masih perlu dibangun kembali, dengan program yang selama ini sempat berhenti atau tidak berjalan seperti diharapkan, maka perlu diteliti kembali masalah awal mengenai aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, aspek kelembagaan serta perlu ditambahkan lagi variabel yang sangat penting yaitu sistem informasi manajemen yang dapat mempromosikan wilayah agropolitan dengan komoditi unggulan agar para investor dan stakeholder berkeinginan menanamkan modalnya kepada para petani dan menjalin kemitraan. Untuk itu diperlukan dukungan sub sektor terkait secara terintegrasi dan berkelanjutan. Mengingat begitu pentingnya kawasan sayuran dataran tinggi dalam mendukung pembangunan pertanian terutama bagi pemangku kepentingan. Oleh sebab itu, maka perlunya pembangunan agropolitan berkelanjutan terhadap pengembangan usahatani sayuran dataran tinggi di Kabupaten Aceh Tenggara. Rumusan Masalah Secara spesifik permasalahan yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah memperhatikan pemberdayaan masyarakat, pengembangan kemitraan, permodalan petani, dan rencana bisnis petani terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan untuk pencapaian pada pengembangan usahatani sayuran dataran tinggi. Permasalahan yang dihadapi sekarng ini pada kawasan agropolitan adalah: 1. Apakah aspek sosial berpengaruh terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. 2. Apakah aspek ekonomi berpengaruh terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. 3. Apakah aspek lingkungan berpengaruh terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. 3
Desi Sri Pasca Sari Sembiring
4. Apakah aspek kelembagaan berpengaruh terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. Tujuan Penelitian Adapun Tujuan Dari Penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh aspek sosial terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. 2. Untuk menganalisis pengaruh aspek ekonomi terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. 3. Untuk menganalisis pengaruh aspek lingkungan terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. 4. U ntuk menganalisis pengaruh aspek petani terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian adalah di Desa Mendabe dan Batumbulan Kecamatan Babussalam dimana daerah ini memiliki Usaha tani sayuran dataran tinggi di Kabupaten Aceh Tenggara. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu 3 bulan terhitung sejak dilakukannya penelitian pada bulan Mei 2016. Jenis dan Sumber Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui metode survei dengan melakukan wawancara terhadap responden dan pengamatan langsung di lapangan (observasi). Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder yang mencakup berbagai aspek baik sosial, ekonomi, lingkungan, kelembagaan dan aspek teknologi dan informasi. Sumber data primer dikumpulkan dari responden yaitu petani sayuran dan data sekunder. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan beberapa metode pengumpulan data antara lain:Metode angket, wawancara, observasi dan diskusi stakholder. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah adalah seluruh petani yang ada di Desa Mendabe dan Batumbulan Sepakat di Kecamatan Babusalam yang berjumlah 192 Kepala Keluarga. Sampel dalam penelitian adalah keluarga yang tinggal di kawasan perkebunan Kakao, jumlah persentase sampel dihitung berdasarkan selang kepercayaan 95 %. Menurut Yamane (1967) yang diacu dalam Rahmad (2002) ukuran sampel didasarkan pendugaan proporsi populasi dihitung dengan rumus sederhana : n=N/(Nα2 + 1). Berdasarkan rumus tersebut diperoleh sampel sebanyak 18 Kepala Keluarga.
4
Serambi Akademica, Volume V, No. 1, Mei 2017
ISSN : 2337 - 8085
Variabel dan Indikator Penelitian Tabel 1. Variabel dan Indikator Penelitian Variabel
Notasi Y11
Aspek Sosial (Y1)
Aspek Ekonomi (Y2)
Aspek Lingkungan (Y3)
Aspek Keberlanjutan (Z) Petani (X)
Y12 Y13 Y21 Y22 Y23 Y31 Y32 Y33 Z X1 X2 X3 X4
Indikator Tingkat Pendidikan dan Pelatihan Petani Pengalaman Petani Partisipasi Petani Tingkat Produktivitas Lahan Sewa Pertanian Aspek Lingkungan Intensifikasi Ekstensifikasi Diversifikasi Keberlanjutan Nilai Tukar Petani Pendapatan Hasil Pertanian Produksi Pertanian Pngembangan Produksi Pertanian
Skala Pengukuran Interval Interval Interval Interval Ratio Ratio Ratio Ratio Ratio
Ratio Ratio Ratio Ratio
Sumber : Data diolah, 2016 Hasil Penelitian Analisis Model Struktural Lengkap Pengukuran atas variabel Petani (X), Keberlanjutan (Z), variabel Aspek Sosial (Y1), Aspek Ekonomi (Y2), Aspek Lingkungan (Y3), dengan menggunakan model persamaan struktural (structural equation modeling). Hasil Analisis SEM tahap Awal Hasil pengujian dengan model persamaan struktural (structural equation modeling /SEM) dengan program AMOS 21 secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Model dikatakan baik bilamana memenuhi persyaratan kebaikan suatu model yang diukur dengan beberapa statistik secara teoritik. Hasil analisis SEM dalam bentuk diagram jalur Tahap Awal dapat dilihat pada Gambar 5.1. dan Gambar 5.2. Selanjutnya beberapa hasil uji goodness of fit dari default model dapat dilihat pada Tabel 1, dimana hasil analisis menunjukkan bahwa model belum layak digunakan untuk pembuktian hipotesis. Dengan demikian, perlu dilakukan modifikasi terhadap model.
5
Desi Sri Pasca Sari Sembiring
Tabel 2 Indeks Kesesuaian SEM Tahap Awal Petani Nilai Cut-off Hasil Kriteria AMOS Derajat bebas (db) Chi – Square P-value CMIN/DF Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Goodness of Fit Index (GFI) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) Tucker Lewis Index (TLI) Comparative (CFI)
Fit
Index
Keterangan
>0 < 93.945 P value 0.05 2,00 < 0.08
73 221,384 0,000 3,033 0,073
Memenuhi syarat Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi syarat
0.90
0,925
Memenuhi syarat
0.90
0,893
Tidak memenuhi
0.95
0,918
Tidak memenuhi
0.95
0,934
Tidak memenuhi
Pada Tabel 1 tentang Indeks kesesuaian SEM tahap awal, peneliti menemukan dalam standar penentuan model yang terbaik, bahwa model petani belum memenuhi persyaratan model yang terbaik sehingga diperlukan modifikasi model dengan cara mengidentifikasi dari setiap korelasi. Modifikasi model dilakukan dengan cara merujuk pada modification indices, dengan memodifikasi model hubungan (covariance) antar error dan tidak memodifikasi jalur pengaruh. Hasil Analisis SEM Tahap Akhir Hasil pengujian dengan model persamaan struktural (structural equation modeling) dengan program AMOS 21 pada tahap akhir yakni tahap setelah dilakukan modifikasi model memberikan hasil kebaikan model (goodness of fit model) yang lebih baik (Lampiran). Pada Tabel tersebut ditunjukkan bahwa 9 (sembilan) kriteria yang digunakan untuk menilai kebaikan suatu model, semua kriteria telah dipenuhi. Tabel 3. Indeks Kesesuaian SEM Setelah Modifikasi Model Petani Kriteria Derajat bebas (db) Chi – Square P-value CMIN/DF Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) 6
Nilai Cut-off pada
Hasil AMOS
Keterangan
>0 < 72.153 P value 0.05
54 57,922 0,1039
Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat
2,00 < 0.08
1,233 0,024
Memenuhi syarat Memenuhi syarat
Serambi Akademica, Volume V, No. 1, Mei 2017
Goodness of Fit Index (GFI) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) Tucker Lewis Index (TLI) Comparative Fit Index (CFI)
ISSN : 2337 - 8085
0.90
0,975
Memenuhi syarat
0.90
0,957
Memenuhi syarat
0.95
0,991
Memenuhi syarat
0.95
0,994
Memenuhi syarat
Tabel 3 menunjukkan bahwa semua kriteria yang digunakan untuk menilai suatu model mempunyai nilai yang memenuhi syarat. Dibandingkan model tahap awal, dapat dilihat lebih banyak kriteria yang dapat dipenuhi oleh model hasil modifikasi dibandingkan model awal. Oleh karena model hasil modifikasi lebih baik, maka model inilah yang akan diinterpretasikan dalam penelitian ini. Selanjutnya, dapat dilihat koefisien jalur hubungan antar variabel eksogen dan endogen yang digunakan dalam penelitian untuk menguji. Nilai koefisien jalur dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis SEM, hubungan kausalitas antar variabel maka pengujian hipotesis dapat dijelaskan pada Tabel 4 Tabel Tabel 4 Hasil Pengujian Pengaruh Keberlanjutan terhadap Petani Variabel
Model
Estimate
PETANI (X) Regression Keberlanjutan (Z)
0.606
CR
Rob (p)
6,979
< 0.001
Keterangan
Signifikan Standardized Regression
0,548
Sumber: Data Primer 2016 (Lampiran 1).
PETANI (X)
0.548
Keberlanjutan
(<0.001)
(Z)
Gambar 1. Hasil Analisa SEM :Pengaruh Keberlanjutan terhadap Petani Koefisien jalur pengaruh keberlanjutan terhadap Petani sebesar 0.8548, dimana bentuk persamaan strukturalnya (structural equation) dapat dituliskan sebagai berikut: Ŷ = 0,548 X, R-square = 0,300. Dari uraian sebelumnya telah dijelaskan tentang indikator yang dapat menentukan diterima atau tidaknya suatu hipotesis. Berdasarkan 7
Desi Sri Pasca Sari Sembiring
Tabel 26 interpretasi koefisien jalur adalah sebagai berikut. Hasil perhitungan AMOS yang disajikan pada Tabel 25 menunjukkan bahwa petani (X) dipengaruhi dengan signifikan dan positif oleh Keberlanjutan (Z). Hal ini terlihat dari koefisien jalur yang bertanda positif dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 6,797 (lebih besar dari 1,96) dan diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar <0,001. Nilai ini lebih kecil dari taraf signifikansi () yang ditentukan yaitu 0,05. Dengan demikian hipotesis penelitian telah terjawab, dimana Keberlanjutan (Z) berpengaruh signifikan terhadap Petani (X) terbukti benar. Dengan kata lain dapat dikatakan pengaruh langsung dari Keberlanjutan (Z) terhadap Petani (X) adalah sebesar 0,548 atau 54,8. Pengaruh Antar Variabel Penelitian Dalam persamaan struktural yang melibatkan banyak variabel dan jalur antar variabel terdapat pengaruh antar variabel yang meliputi pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total. Untuk itu akan dibahas secara rinci masing-masing pengaruh tersebut. Hubungan langsung terjadi antara variabel laten eksogen Petani (X) dengan variabel laten endogen Keberlanjutan (Z). Tabel 54 menyajikan hasil pengujian pengaruh langsung yang terjadi di antara variabel–variabel laten eksogen dan endogen. Tabel 5.Pengaruh Langsung Antar Variabel Penelitian Pengaruh antar Variabel Unobserved Variable Keberlanjutan Petani Y1 Z Y2 Z Y3 Z
Pengaruh Langsung 0,548 0,799 1,023 0.900
Sumber: Data Primer 2016
Gambar 2. Model Struktural dengan Sub Konstruk Variabel Endogen Ket : Z = Keberlanjutan; Y1 = Aspek Sosial; Y2 = Pajak-pajak dan Y3 = Aspek Lingkungan Dari Tabel 5 dapat dijelaskan besar pengaruh langsung (direct effects) dari variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen. Efek langsung Keberlanjutan 8
Serambi Akademica, Volume V, No. 1, Mei 2017
ISSN : 2337 - 8085
(Z) terhadap Petani (X) sebesar 0,548. Sedangkan pada Keberlanjutan (Z) dibentuk oleh tiga aspek, dimana kontribusi Aspek Keberlanjutan (Z) sebesar 0,548 atau 54,80 %, sedangkan variabel Aspek Sosial (Y1) memberikan kontribusi sebesar 0,799 atau (79,90%) terhadap Keberlanjutan (Z), variabel aspek Ekonomi (Y2) memberikan kontribusi sebesar 1,023 atau (102,30%) terhadap Keberlanjutan (Z) dan variabel aspek Aspek Lingkungan (Y3) memberikan kontribusi sebesar 0,900 atau (90,00%) terhadap Keberlanjutan (Z) Dengan demikian pengaruh langsung memberikan hasil yang signifikan dengan nilai estimasi standar (standardized estimates) positif. Pembahasan dan Diskusi Dalam pembahasan ini direkonstruksi jawaban terhadap permasalahan penelitian tentang “Pengaruh Program Komoditas Unggulan terhadap Keberlanjutan Masyarakat Petani di Desa Mendabe Kecamatan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh“. Selanjutnya, disusun “Model Keberlanjutan Petani”. Hasil analisis yang telah dijelaskan pada Bab 5, selanjutnya akan dianalisis relevansinya dengan teori-teori yang ada, penelitian sebelumnya, dan fakta-fakta empiris. Dari hasil penelitian diharapkan dapat diperoleh temuan-temuan teoritis dan fakta-fakta empiris sehingga diperoleh suatu konstruk teori baru dan atau pengembangan teori yang sudah ada. Pada akhir pembahasan diuraikan keterbatasan dan kelemahan penelitian, sebagai dasar untuk melakukan penelitian lanjutan dengan tujuan berbeda namun saling melengkapi. Secara analisis kuantitatif, peneliti akan membahas hasil uji signifikansi hubungan Petani terhadap Keberlanjutan Pertanian. Hubungan tersebut dapat dijelaskan oleh koefisien jalur (standardized regression) dalam model analisis structural equation model (SEM). Hubungan Kausal Petani Terhadap Keberlanjutan Pertanian Berdasarkan hasil petani terhadap keberlanjutan pertanian, diketahui nilai koefisien jalur hasil perhitungan standardized regression weight (AMOS 21.0) sebesar 0,548. Hal itu menunjukkan bahwa petani (X) berpengaruh signifikan dan positif terhadap Keberlanjutan Pertanian (variable intervening) (Z). Artinya, pengaruh langsung dari petani (X) terhadap keberlanjutan pertanian (Z) sebesar 0,548, yang berarti setiap ada peningkatan kinerja Petani (X) maka akan meningkatkan Keberlanjutan pertanian (Z) sebesar 0,548 satuan. Dalam pengertian lain, input program CSR secara tidak langsung (indirect effect) nyata berpengaruh memberikan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat sekitar apabila dilaksanakan secara terintegrasi. Koofesien hubungan antara Petani (X) dengan Keberlanjutan pertanian (Z) adalah 0,548 (Z =0,548). Koofesien hubungan antara Petani dengan dampak sosial (Y1) melalui variabel Keberlanjutan pertanian (Z) adalah 7.990 (Y 1 = 7.990 Z). Hal itu menunjukkan bahwa ada pengaruh tidak langsung antara Petani terhadap dampak sosial terhadap masyarakat sekitar. Pengaruh tidak langsung juga terjadi antara Petani dengan dampak ekonomi (Y2) terhadap masyarakat sekitar melalui variabel Keberlanjutan pertanian (Z) sebesar 1,023 (Y2 = 1,023 Z). Dan pengaruh tidak langsung juga terjadi antara Petani dengan dampak lingkungan (Y 3) terhadap masyarakat sekitar melalui variabel Keberlanjutan pertanian (Z) sebesar 0,900 (Y 3 = 0,900 Z). Merujuk pada hasil analisis faktor konfirmatori pada variable Keberlanjutan pertanian (Y), memang dapat dilihat aspek ekonomi merupakan aspek yang paling 9
Desi Sri Pasca Sari Sembiring
menonjol dalam membentuk keberlanjutan pertanian, disamping aspek sosial. Hal ini memberikan gambaran bahwa unsur ekonomi, tingkat produktivitas, lahan sewa pertanian, tenaga kerja dan penerimaan hasil pertanian merupakan unsur ekonomi yang dapat mendukung terciptanya keberlanjutan pertanian. Indikator Petani Berdasarkan analisis Faktor (CFA) pada variabel Petani (X), keberlanjutan pertanian dapat dikatakan merupakan konsep yang berkelanjutan apabila memenuhi indikator sebagai berikut : Nilai Tukar Petani (L1 = 0,721); Produsi Pertanian (L3 = 0,711); Pendapatan Hasil Pertanian (L2 = 0,653 ); dan Program Pengembangan Komoditas Unggulan (L1 = 0,644 ). Ke-4 indikator tersebut terbukti valid dan reliable dalam mengukur baik atau buruknya suatu keadaan dalam aspek petani sebagai pelaku didalam pertanian di wilayah penelitian. Dari analisis SEM menunjukkan bahwa ada hubungan nyata antara variabel pembentuk indikator petani yaitu berturut-turut dari yang terbesar yaitu: Nilai tukar petani (X1), Produksi Pertanian (X3), Pendapatan Hasil Pertanian (X2) dan Pengembangan Komoditas Unggulan (X4). Indikator ke-1, yakni nilai tukar petani merupakan indikator yang paling tinggi validitas dan korelasinya nyata (0,721). Hal ini karena keberadaan petani di desa Mendabe memiliki posisi yang penting dalam pertanian di wilayah penelitian. Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani disuatu wilayah dengan menghitung rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. Hasil yang didapatkan dari penelitian sebesar 72,1% tingkat nilai tukar petani, hal ini menunjukkan secara signifikan faktor nilai tukar petani berpengaruh terhadap kesejahteraan petani. Indikator ke-2, yakni nilai produksi pertanian merupakan indikator memiliki koefisien (0,711). Produksi adalah banyaknya produk usaha tani yang diperoleh dalam rentang waktu tertentu dengan melihat aspek kuantitas atau jumlah dalam setahun memproduksi hasil-hasil pertanian terutama hasil komoditas sayuran dan komoditas kakao. Hasil yang didapatkan dari penelitian sebesar 71,1% tingkat nilai produksi pertanian, hal ini menunjukkan secara signifikan faktor nilai produksi pertanian berpengaruh terhadap aspek pertanian dalam hal ini produksi yang dihasilkan masih bisa ditingkatkan berkali-kali lipat karena masih tersedia faktor pendukung optimalisasi seperti intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian untuk meningkatkan produksi pertanian bagi kesejahteraan petani. Indikator ke-3, yakni nilai pendapatan hasil pertanian merupakan indikator memiliki koefisien (0,653). Ada dua unsur yang digunakan yaitu unsur penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Pendapatan adalah hasil perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran atau biaya yang dimaksudkan sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dikeluarkan pada proses produksi tersebut. Hasil yang didapatkan dari penelitian sebesar 65,3% tingkat pendapatan hasil pertanian, hal ini menunjukkan secara signifikan faktor pendapatan hasil pertanian berpengaruh terhadap aspek petani dalam hal ini petani belum memiliki pendapatan yang cukup besar untuk mengembangkan usaha pertanian yang dimiliki dan memanfaatkan komoditas unggulan. 10
Serambi Akademica, Volume V, No. 1, Mei 2017
ISSN : 2337 - 8085
Indikator ke-4, yakni nilai pengembangan komoditas unggulan merupakan indikator memiliki koefisien (0,644). Hasil penelitian dari keseluruhan proses analisa didapatkan bahwa komoditas unggulan tanaman pangan yang berpotensi dan memiliki daya saing dan dapat dikembangkan lebih lanjut adalah sayuran dan kakao. Arahan pengembangan komoditas unggulan terdiri atas kegiatan penanganan primer (pasca panen) dan kegiatan penanganan sekunder (pengolahan) dari masing–masing komoditas unggulan sektor pertanian tanaman pangan. Arahan kegiatan penanganan primer (pasca panen) berupa arahan untuk menekan kehilangan hasil komoditas unggulan dan sebagai penyediaan bahan baku berkualitas yang akan digunakan dalam kegiatan pengolahan. Selanjutnya, kegiatan penanganan sekunder (pengolahan) berupa produk turunan yang memiliki nilai jual lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan perekonomian. Namun, peneliti menemukan kurang mendapatkan sosialisasi dan penyaluran informasi terkait komoditas unggulan, dengan wilayah yang masih luas dan didukung dengan masuknya komoditas unggulan, maka pertanian bisa menjadi penopang aktivitas perekonomian masyarakat secara umum. PENUTUP Simpulan 1. Aspek Ekonomi paling berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. 2. Aspek Sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. 3. Aspek Lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. 4. Aspek Petani berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan agropolitan berkelanjutan. Saran Dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran terkait tentang permasalahan yang menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan atau menyusun penelitian selanjutnya. Peneliti memberikan saran sebgai berikut : 1. Untuk menyusun implementasi Model Stratejik Program Pertanian Berkelanjutan, yang mampu meningkatkan kesejahteran ekonomi berdasarkan identifikasi masalah, pemetaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat serta inventarisasi dan pengerahan sumberdaya perusahaan dan masyarakat. 2. Untuk menjamin efektivitas aktivitas pertanian, yang mampu meningkatkan kesejahteran sosial dan ekonomi masyarakat dan perlu dilaksanakan aspek kelembagaan dalam pelaksanan program, koordinasi lintas sektor dan keselarasan dari perencanaan sampai evaluasi 3. Stakeholder membutuhkan model pengembangan yang efektif dan strategis dan penelitian pertanian yang berkelanjutan secara lebih intensif karena memiliki urgensi dan berkaitan dengan aspek sosial-ekonomi masyarakat. Daftar Pustaka Adisasmita,R. 2007. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha Imu, Yogyakarta. Arikunto, Suharsimi. 2002. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta. BPS. 2003. Kabupaten Aceh Tenggara. Aceh. Deptan, 2012. Tanaman Pangan dan Hortikultura. Pusat, Jakarta. 11
Desi Sri Pasca Sari Sembiring
Ferdinand, A, 2002. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen: Aplikasi Model-Model Rumit Dalam Penelitian untuk Tesis Magister dan Disertasi Doktor, Edisi 2, Semarang: BP Undip. Friedmann J and C. Weaver. 1979. Territory and Function: The Evolution of Regional Planning. Berkeley, University of California Press. Ghozali, I., 2004. Model Persamaan Struktural, Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos Ver. 5.0, Semarang: Universitas Diponegoro. Hanafiah. 1992. Pendekatan Wilayah Terhadap Masalah Pembangunan Pedesaan. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Haeruman. 2001.Kemitraan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota, Jakarta. Kuswartojo T. 2000. Membuat Pembangunan Berkelanjutan, Upaya Mencapai Kehidupan yang Makin Berkualitas. Mentri Lingkungan Hidup, Jakarta. Lubis, Suardi. 2003. Teknik Sampel. USU Press, Medan. Mulyanto, H.R. 2008. Prinsip-Prinsip Keberlanjutan. Graha Ilmu, Yogyakarta. Nazarudin. 1994. Budi Daya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya, Jakarta. Nugroho Iwan dan Dahuri Rokhmin. 2012. Pembangunan Wilayah. LP3ES, Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Suparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. BPFE, Yogyakarta. Van Den Ban. A.W. dan Hawkins. 1999. Penyuluh Pertanian. Kanisius, Yogyakarta. Wedjajati. 2008. Pembangunan Agropolitan.2008. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang
12