KEMISKINAN PETANI LAHAN KERING DI KECAMATAN GENTUMA RAYA KABUPATEN GORONTALO UTARA Studi Kasus Di Desa Dumolodo Glayno Durand Ridwan Ibrahim, S.Pd. M.Si Yowan Tamu, S.Ag. MA Program Studi Sosiologi
Abstrak Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif pendekatan deskriptif, artinya peneliti menggambarkan hasil penelitian berdasarakan keadaan sebenarnya dilokasi penelitian. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan baik yang bersifat evolusi, revolusi, di rencanakan atau tidak di rencanakan dan dapat di analisis dari dua masa yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti penyebab kemiskinan yang berlangsung pada masayarakat umumnya petani lahan kering. Desa Dumolodo tidak terlepas dari persolan miskin, SDM dan SDA yang belum memadai sehingga petani belum sejahtera hal ini di lihat masih tergantung pada faktor alam atau cuaca, adanya permainan harga pada pedagang atau tengkulak, menurunya etos kerja, hasil panen yang rendah sehingga masyarakat petani masih ekonomi lemah Pengetahuan petani yang terbatas pada teknis pengolahan lahan pertanian, cara pembukaan lahan pertanian dengan saderhana, sistem tebas bakar, budaya membersihkan jerami habis panen dengan membakar serta adanya aspek sosial tradsisional kepercayaan petani pada ahli perbintangan panggoba dan adanya saling mempengaruhi aspek sosial dan ekonomi. Apakah aspek sosial budaya menjadi salah satu pegangan masyarakat Dengan inofasi yang di terapkan pada pertanian lahan kering belum juga bisa menghasilkan perubahan ke arah kesehjateraan. Kata Kunci: faktor alam, kemiskinan, dan penggoba tengkulak, etos kerja, dan biaya yang tinggi biaya produksi tinngi. Sektor pertanian pedesaan akan lebih meningkat atau mengalami perubahan, apabila pertumbuhannya bersandarkan pada sumber alam yang ada, atau pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh anggota masyarakat desa yang bersangkutan. Salah satu yang dihadapi manusia dan aplikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek kehidupan manusia, tetapi seringkali tidak disadari kehadirannya adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan yang dialami
sebagian besar negara berkembang terletak pada apa yang disebut dengan perangkap kemiskinan. Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup melihat dirinya sesuai dengan taraf hidup kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental dan fisiknya dalam kelompok. Kemiskinan merupakan problematika yang sifatnya multidimensional, karena kemiskinan tidak hanya melibatkan faktor ekonomi akan tetapi juga akan terkait dengan aspek sosial budaya dan struktural (politik). Kemiskinan sebagai sebuah fenomena sosial disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Darwin terdapat empat faktor penyebab kemiskinan, pertama, faktor budaya, dimana penjelasan mengapa miskin tidak dicari dari luar, melainkan dari dalam diri orang atau masyarakat miskin sendiri sebagai pihak yang tertuduh sebagai penyebabnya. Budaya hidup miskin dianggap sebagai produk sosial kolektif, yang pada akhirnya dipandang sebagai kekuatan eksternal yang kondusif di mana individu larut atau tidak berdaya di dalamnya, karena memang tidak memiliki kekuatan untuk melawannya. Kedua, faktor struktural, di mana orang atau kelompok masyarakat miskin lebih disebabkan oleh berbagai kebijakan negara yang bukan saja tidak menguntungkan melainkan juga menjadikan mereka dimiskinkan. Kemiskinan struktural juga dapat merupakan produk dari sistem sosial, ekonomi, dan politik yang hegemonis dan eksploitatif. Sistem ekonomi pasar yang tidak terkendali bisa memarginalkan kelompok miskin, karena penguasaan aset-aset ekonomi oleh segelintir elit ekonomi. Ketiga, faktor alam. Setidaknya tiga jenis yang tergolong sebagai penyebab yang alamiah ini, yaitu: pertama, kondisi alam yang kering, tandus dan tidak memiliki sumber alam yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi, serta keterisolasian wilayah pemukiman penduduk; kedua, bencana seperti tanah longsor, gempa bumi, dan wabah penyakit baik menyerang manusia maupun sumber mata pencaharian penduduk (seperti menyerang hewan ternak dan tanaman penduduk); dan ketiga, kondisi fisik manusia baik berupa bawaan sejak
lahir maupun pengaruh degenerasi yang menjadikan seseorang tidak memiliki kemampuan untuk bekerja secara layak. Keempat, konflik sosial politik atau perang. Instabilitas sosial dan politik berpengaruh secara signifikan terhadap menurunnya produktifitas masyarakat, larinya modal dan akhirnya menyebabkan peningkatan pengangguran. Konflik vertikal dan horizontal berdampak pada terjadinya mobilitas paksa, perubahan tempat tinggal secara paksa, termasuk kehilangan lapangan kerja, harta benda, tanah, rumah atau tempat tinggal1 Persoalan tentang kemiskinan merupakan satu masalah yang timbul akibat kekurangan dalam diri manusia untuk kelompok sosial, yang bersumber dari faktor ekonomi, sumber daya alam sosial-psikologis dan kebudayaan setiap masyarakat,
norma yang bersangkut paut dengan kesejahteraan kebendaan,
kesehatan, serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial. Salah satu masalah sosial yang timbul dari sumber tersebut diatas adalah problematik kemiskinan yang terdapat di Desa Dumolodo di mana sebagian besar penduduk Desa Dumolodo hanya bersumber mata pencaharian sebagai petani lahan kering yang bergantung pada kemurahan alam. Sebelumnya Desa Dumolodo masih dusun saja kemudian pada tahun 2000 berpisah dengan Desa induk yaitu Desa Gentuma dan Di detinitif menjadi Desa baru yaitu Desa Dumolodo. Luas Desa Dumolodo adalah 725 ha dengan kk 276 yang terbagi dalam 4 dusun dan jumlah penduduk sebesar 1070 jiwa, mata pencaharian di Desa ini adalah petani dan nelayan. Bagi petani Kemiskinan diterima sebagai keniscayaan yang tidak perlu dipermasalahkan lagi. Setiap usaha mengentas kemiskinan menjadi pekerjaan yang tidak mudah dan bahkan dipandang aneh dan mungkin dianggap "asosial". Dalam situasi budaya seperti ini maka gejala kemiskinan tidak cukup kalau hanya dievaluasi sebagai fungsi dari keterbatasan pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan kesehatan saja, tetapi juga harus diperhatikan adanya fakta bahwa mereka juga "miskin" terhadap makna kemiskinan itu sendiri. “pantangan, kepercayaan, kebiasaan”, dan lainnya 1
Darwin, Muhajir M., Memanusiakan Rakyat penangguilangan Kemiskinan sebagai Arus Utama Pembangunan, Yogyakarta: Benang Merah, 2005, hal. 11-15.
seringkali juga berpengaruh terhadap berbagai upaya pembangunan petani lahan kering. Ketidak adanya motivasi masyarakat petani miskin untuk merubah keadaan (pasrah), menyebabkan petani lahan kering sulit keluar dari masalah kemiskinan. Di lihat dari kondisi wilayah Hampir di tiga dusun yang berada di Desa ini Umumnya bermata pencaharian petani lahan kering . Kenyataan menunjukan kondisi wilayah seperti itu sehingga kondisi masyarakat petani yang berada di Desa Dumolodo relatif kurang beruntung sangat berpengaruh terhadap kemampuannya mengelola lahan. Pengelolaan lahan kering marginal memerlukan input tinggi dan waktu yang lama untuk bisa mereklamasi menjadi lahan yang subur, sedangkan kapabilitas petani pada umumnya sangat terbatas dalam hal modal dan penguasaan teknologi. Dengan alasan keterbatasan modal dan pengetahuan tersebut banyak petani yang menerapkan usahatani yang kurang produktif bahkan tidak ramah lingkungan. Kegiatan-kegiatan yang sudah membudaya dan tidak disadari merusak kelestarian lahan yaitu; budaya pembukaan lahan (persiapan tanam) dengan sistem tebas bakar, budaya membersihkan jerami habis panen dengan membakar, pemberian pupuk seadanya (tidak berimbang). Penanaman dilahan berlereng tajam, penggunaan herbisida untuk membasahi rumput/semak belukar secara berlebihan, penebangan kayu hutan secara liar untuk bahan bakar atau bangunan dan banyak kegiatan lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut tampaknya sederhana tetapi dampaknya jelas akan lebih membuat kondisi lahan semakin rusak tidak produktif lagi. Petani melakukan hal itu karena menganggap sudah sesuai dengan kemampuannya yang terbatas, mereka inginkan hasil yang didapat dengan cepat, murah hemat tenaga. Disisi lain pihak pemerintah baik Kabupaten maupun Propinsi sudah memberikan upaya untuk mengentaskan kemiskinan, dari bantuan (kube) kelompok usaha bersama, program PNPM pemberian beasiswa anak di tingkat SD, pembagian subsidi (BLT) atau sekarang BLSM, pembagian kapras miskin, pemberian pupuk dan benih bagi kelompok pertanian, pemberian rumah layak huni dan pembagian kartu jamkesmas bagi orang yang tidak mampu atau miskin
Usaha tani yang di lakukan di Desa Dumolodo adalah suatu pilihan hidup (way of life) bukan rasionalitas ekonomi semata karena rata-rata penduduk yang berada di desa Dumolodo kondisi ekonomi lemah. Jika hanya soal rasionalitas ekonomi, maka usaha tani akan dihadapkan pada pilihan sumber daya alam dengan berbagai manfaat ekonomi yang mungkin akan diperoleh. Tapi jika usahatani adalah suatu pilihan hidup, maka rasionalitas ekonomi hanya merupakan salah satu aspek yang menjadi dasar pertimbangan seorang petani lahan kering memilih jenis usaha taninya diantara berbagai aspek yang menentukan hidup matinya seseorang. Petani harus pula mempertimbangan aspek sosial budaya, aspek teknis budidaya, aspek religius, aspek keamanan (food sequrity),dsb. Diperlukan adanya terobosan rekayasa sosial-budaya dalam menghadapi pengembangan sektor pertanian lahan kering. Program pemberdayaan kondisi ekonomi di sektor on-farm dalam rangka “menggiring” para generasi muda produktif untuk mengambil peran sebagai aktor utama, tidak bisa hanya melalui pendekatan ekonomi semata. Tapi perlu dimulai dari pendekatan rekayasa sosialbudaya (socio-cultural engineering) untuk mengubah etos kerja masyarakat tani kita. Jika tidak, maka program-program pemberdayaan ekonomi di sektor pertanian on-farm hanya bersifat hit and run. Begitu program pemberdayaan selesai, maka para petani lahan kering kita juga kembali terpuruk dalam kemiskinan.2 Menurut suharto et.al (2004:7-8) bahwa: kemiskinan merupakan konsep dan fenomena yang berwayuh wayah, bermatra multi dimensional SMERU. Usaha pertanian di indonesia di cirikan oleh dua hal yaitu; usaha pertanian skala besar yang lazimnya di kelola oleh perkebunan negara atau swasta dan skala kecil yang lazimya di sebut dengan usaha pertanian rakyat. Kedua macam usaha pertanian ini mempunyai ciri yang khas, sehingga keduanya relatif mudah di bedakan.
2
http://drylandagriculture.blogspot.com/2010/10/mengapa-sektor-pertanian-lahan-kering.html. di akses 04-03-2013) pkl 12:00 wita.
Dalam klasifikasi yang lazim di pakai dalam memberi arti sektor pertanian, maka usah tani skala besar ini di sebut perkebunan negara atau swasta untuk membedakan dengan perkebunan rakyat yang biasanya di usahakan dalam skala usaha yang sempit. Di sisi lain pada usaha tani skala kecil, lazimnya di sebut dengan usaha pertanian rakyat, umumnya komoditi yang di usahakan adalah tanaman pangan seperti padi dan palawiija. 3 Kegiatan usaha tani yang di lakukan masyarakat tani, umumnya di laksanakan sebagai mata pencaharian dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarganya (subsistem), di mana secara ekonomis di katakan bahwa hasilnya sebagian untuk memenuhi konsumsi keluarganya. Metodologi Penelitian Adapun jenis pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan adalah penelitian deskriptif/non Statistik. Yang memiliki pengertian “penelitian yang terbatas pada usaha meningkatkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya, sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta” Penelitian dengan menggunakan Metode Deskriptif dilakukan jika peneliti ingin menjawab persoalan-persoalan tentang fenomena yang ada berlaku sekarang. Ini mencakup baik studi tentang fenomena sebagaimana adanya, maupun pengkajian Hubungan-hubungan antara berbagai variabel dalam fenomena yang diteliti. Dalam penelitian deskriftif ini penulis menggunakan pola case study atau studi kasus. Pola ini di gunakan untuk memperoleh gambaran yang mendalam tentang situasi tertentu. Adapun kasus yang diangkat dalam penelitian ini adalah Tentang Kemiskinan petani Lahan Kering Kecamatan Gentuma Raya (studi kasus di Desa Dumolodo.) Penelitian ini merupakan studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penellitian kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif. Studi kasus bisa dilakukan terhadap individu juga bisa dilakukan terhadap kelompok. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu 3
Dr. SOEKARTAWi. Pembangunan pertanian.1995. PT Raja Grafindo Persada, jakarta. Hal;2829
kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial.4 Dengan demikian dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan sampling acak, akan tetapi sampel yang dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.5 Informan adalah seseorang yang memberi informasi lebih banyak tentang orang lain dan hal yang berkaitan dengannya dari pada tentang dirinya.6 Hasil dan Pembahasan Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 10 orang, dimana dalam menentukan informan dilakukan dengan cara teknik ( purposive sampling ) yang dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria tertentu yaitu petani lahan kering. Dalam penentuan informan, pertama-tama dipilih salah satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah informan yang peneliti temukan sebanyak lima belas orang. Data yang berhasil dihimpun pada saat penulis melakukan penelitian di lokasi penelitian di Desa Dumolodo, Kec. Gentuma Raya, Kab. Gorontalo Utara. Data yang dimaksud dalam hal ini merupakan data primer yang bersumber dari jawaban para informan dengan menggunakan pedoman wawancara atau wawancara secara langsung sebagai media pengumpulan data yang dipakai untuk keperluan penelitian.
4
Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. 2001.hal.201 5 Koentjaraningrat. “Beberapa Dasar metode Statistik dan Sampling Dalam Penelitian Masyarakat” dalam Koentjaraningrat (Redaksi). 1997. hal.89 6 Judistira K Garna. Metoda Penelitian: Pendekatan Kualitatif. 1999. Hal.55
Dari data ini diperoleh beberapa jawaban menyangkut tentang kemiskinan pada masyarakat petani lahan kering, termasuk faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kemiskinan pada petani lahan kering, serta Inovasi apa yang harus di terapkan pada pertanian lahan kering dalam mengatasi kemiskinan. Berikut ini ada beberapa penuturan dari beberapa informan. “...saya sudah tidak mampo untuk ba kobong karena saya pe tangan so cacat sabalah, jaga ba kobong cuma so nda sama dengan lalu kalu sekarang kasiang biar kurang ba tanam pisang deng ubi tapi, milu juga ada mar nda riki 2 pantango, apalagi pe mahal bibit deng obat, mo beli tidak ada uang Cuma baku abis jo di ongkos kita Cuma ba tanam milu biasa jow biar di pasar nda ada harga yang penting ada mo ba tangkis lapar, kalu milu biasa itu tahan nda sama deng milu pemerintah mo rusak kalu mo tahang barapa minggu. Tapi saya pe anak kasiang jaga baku bantu deng saya dorang yang so ganti pa saya mo ba pajeko (bajak tradisional dengan sapi) kalu orang jaga pangge sedang ini Cuma orang pe sapi saya ada piara, saya ini kasiang so tertolong dengan saya pe anak biar dorang cuman sampe di kelas lima SD yang tua ini kasiang tapi, dorang so bisa ba pikir kalu dorang pe orang tua ini susah skali kasiang tapi depe ade tetap mo ba minta kase lanjut kulia ini sekarang so kelas 3 SMA ”(wawancara dengan informan Bpk Kiko, tanggal 12 mei).7 Yang di maksud oleh informan bapak kiko yaitu: “...saya sudah tidak bisa lagi untuk berkebun sebab lengan kanan saya sudah cacat akibat kecellakaan. Berkebun tapi sudah tidak seperti dulu lagi sekarang hanya menanam pisang, umbi,umbian dan juga jagung walaupun tidak sampai ½ hektar, biaya pupuk dan benih yang mahal sehingga saya tidak sanggup untuk menanam jagung dari pemerintah, dan hanya menanam jagung biasa saja walaupun tidak laku di pasaran tetapi bisa untuk membantu kehidupan sehari-hari, anak saya yang bungsu sudah bisa membantu saya dan mengantikan saya ketika ada orang lain yang membutuhkan tenaga untuk membajak kebuin orang lain, anak saya yang pertama hanya sampai di bangku SD kelas 5 dan anak yang kedua sudah kelas tiga SMA dan ingin sampai ke jenjang bangku kulia.
7
Sumber dari bapak kiko abuna
Dari penuturan bapak kiko kita sudah mengetahui bahwa keluarga petani memiliki masalah ekonomi, yang di katakan oleh bapak kiko tidak jauh berbeda dengan pernyatann oleh informan berikut: “...kita ini so amper tua di kobong mar blum pernah kita dengar kalu orang ba kobong jadi sanang, nie kobong-kobong di atas rata-rata batu papan, depe laste siksa yang mo dapa lebe bae kita pigi di tambang mo harap ba kobong apalagi ini wer (cuaca) yang so tidak tau menentu lagi dulu deng skarang so berbeda torang so tidak bisa mo prediksi le ni cuaca zaman sekarang kalau dulu mo ba tanam lagi mo batanya pa panggoba hari deng bulan apa yang gaga mo ba tanam tapi sekarang so tidak bisa, yang penting wolua potamea lo polanggo uwti, biar bo kasubi, lambi asali mongga “( wawancara dengan bapak Darman salagu tanggal 5 april).8 Yang di maksud oleh bapak Darman yaitu: “...Informan Darman adalah petani yang sudah lama terjun di lahan pertanian, beliau mengatakan bahwa hampir setengah dari umurnya belum pernah ada orang yang berhasil di lahan pertanian/perkebunan apalagi faktor lahan yang berbatu-batu, sehingga dia mencari professi pekerjaan sampingan yaitu pertambangan. Mengharapkan kebun saja tidak cukup dengan keadaan cuaca seperti ini sekarang tidak berbeda dengan masa lalu yang bisa di prediksi oleh seorang yang masih percaya dengan ilmu alam. yang penting ada tanaman yang bisa menopang sehari-hari untuk makan yaitu singkong dan buah pisang. Dari pernyataan kedua informan di atas sudah mewakilkan keluh kesah sebagai petani di Desa Dumolodo dengan faktor alam, biaya yang tinggi, dan lahan yang tidak baik sehingga terjebak dalam kemiskinan. “...Saya ini orang miskin sedangkan rumah saja so ba lubang-lubang saya ada ba kobong milu tapi depe hasil kasiang mo kirim pa saya pe anak yang ada kulia di bandung itupun saya ba pinjam uang duluan sama boss. Saya pe anak ada kulia dengan biaya pemerintah kalu saya mo ba biaya saya pe anak saya tidak ada doi sedangkan ini mo tebus baras kapras ada minta tolong pa tetangga, kalu saya ini mana-mana mo
8
Sumber bapak darman
makang, pisang, ubi, atau milu yang penting bisa hidop to ”(wawancara dengan bapak yusuf tanggal 5 april)9 Yang di maksud oleh bapak yusuf yaitu: “...bapak yusuf berekonomi lemah rumahnya sudah mulai rusak di makan usia, hasil berkebunya hanya untuk biaya anaknya yang kulia di bandung dengan biaya pemerintah kabupaten Gorontalo Utara. Bapak yusuf tidak mampu untuk membiayai kulia anaknya, untuk menebus beras miskin saja tidak mampu sehingga meminta tolong pada tetangganya” Apa yang di rasakan oleh bapak yusuf adalah masalah yang terjadi pada penduduk desa Dumolodo yang bercocok tanam di lahan kering. Apa yang di katakan bapak yusuf tidak jauh berbeda dengan informan berikut; “....Waktu lalu ada yang datang pa saya pe rumah mo ba data-data pas tengah hari tua, dia dapa riki torang cuman ada makang ubi kasiang dia ada tanya kalu saya ada dapat baras tapi saya bilang ada, tapi mo tebus kalu ada doi kasiang, saya ini cuma petani deng saya cuman pinjam lagi kobongnya orang nanti torang bagi hasil 1 per 4, kalu bukang bagitu kasiang mo mancari di mana? Tapi kalu kemarau musim salatan terpaksa saya makang gaji pa orang laeng” (wawancara dengan bpak oddo tanggal 5 mei)10 Yang di maksud oleh bapak oddo yaitu: “....beberapa waktu yang lalu seseorang datang berkunjung di rumahnya bapak oddo, untuk menanyakan kalau keluarga bapak oddo mendapat bantuan jatah beras miskin, tapi tidak bisa di tebus karena tidak mempunyai uang, bapak oddo membuka lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil, akan tetapi kalau musim kemarau tiba terpaksa bapak oddo mencari pekerjaan lain” Kesimpulan dan Saran Penulis menyimpulkan bahwa penduduk lahan pertanian kering seperti di Desa Dumolodo, sangat dipengaruhi oleh pandangan dan penyikapan mereka terhadap wilayah tempat hidupnya, dengan arti menyebut wilayah mereka tidak berpotensi dan tidak memberikan harapan bagi perbaikan hidup, maka mereka
9
Sumber bapak yusuf Sumber bapak oddo
10
akan memilih untuk bekerja sampingan. petani lahan kering memilih jenis usaha taninya diantara berbagai aspek yang menentukan hidup matinya seseorang. Petani harus pula mempertimbangan aspek sosial budaya, aspek teknis budidaya, dan aspek religius. Pengetahuan petani yang terbatas pada teknis pengolahan lahan pertanian, cara pembukaan lahan pertanian dengan saderhana, sistem tebas bakar, budaya membersihkan jerami habis panen dengan membakar, pemberian pupuk seadanya (tidak berimbang). Penanaman dilahan berlereng tajam, penggunaan herbisida untuk membasahi rumput/semak belukar secara berlebihan, penebangan kayu hutan secara liar untuk bahan bakar atau bangunan dan banyak kegiatan lainnya serta kekurangan modal. Beberapa strategi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Dumolodo, diserfikasi
mata pencaharian, menerapkan
sistem pertanian multikultur,
mengembangkan varietas lokal unggul seperti jenis jagung, kacang-kacangan ubi kayu, dan strategi lainnya. Petani lahan kering masih mengalami masalah ekonomi, dilihat dari hasil penjualan panen yang didapat atau tingkat hasil produksi lahan kering yang menjadikan hal ini sebagai salah satu faktor yang melandasi terjadinya kemiskinan yang mereka alami sehingga Pendapatan dari hasil pengelolaan lahan kering sangat tidak memungkinkan untuk memenuhi kehidupan mereka sebaliknya modal pembiayaan sangat tinggi. Dilihat dari jumlah hasil panen yang begitu minim dan harga penjualan yang begitu rendah, karena adanya permainan tengkulak dan membuat mereka terjebak didalam kemiskinan. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, maka ada beberapa hal yang perlu untuk mendapat perhatian pemerintah atau pihak instansi terkait serta para peneliti: 1.
Perubahan ekonomi petani lahan kering hendaknya menjadi suatu perhatian khusus oleh penentu kebijakan agar dapat mengikuti perubahan-perubahan sosial lainnya ke arah yang lebih baik.
2.
Perlu dilakukan usaha-usaha yang lebih intensif bagi pihak terkait, terutama yang dapat meningkatkan pendapatan dan menggerakkan roda perekonomian desa.
3.
Perubahan
sosial
dan
ekonomi
serta
faktor-faktor
penyebab
kemiskinan petani lahan kering.
Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta : rineka apta http://m.pikiran-rakyat.com/node/219350 http://www.infoorganik.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8 6:petani-penggarap-hambat-aplikasi-pertanian-organik-pola-tanamsri&catid=34:padi&Itemid=62 Kuper, Adam, dan Jessica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Rajawali Pers. Koentjaraningrat. 1987. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan. Koentjaraningrat. 1996. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia. Planck Ulrich. 1990 .Sosiologi pertanian.Penerbit
yayasan obor indonesia.
Jakarta Soekartiwi .1994 .Pembangunan pertanian.Jakarta .Penerbit pt rajagrafindo persada. Sajogyo Pudjiwati. 2007. Sosiologi pedesaan. Penerbit gadja mada university press, jogyakarta
Suryabrata
Sumadi. 2006 .Metodologi penelitian. Penerbit pt raja grafindo persada, jakarta
Tuloli, J. 2003. Metode penelitian kualitatif dan aplikasi.suatu pendekatan terhadap ilmu-ilmu social. Gorontalo: IKIP