PROSPEK KONTRIBUSI HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN BOGOR (Studi Kasus Hutan Rakyat di Kecamatan Nanggung)
GURUH AFRIANTHO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PROSPEK KONTRIBUSI HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN BOGOR (Studi Kasus Hutan Rakyat di Kecamatan Nanggung)
GURUH AFRIANTHO E 14103008
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN GURUH AFRIANTHO. E14103008. Prospek Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor (Studi Kasus Hutan Rakyat di Kecamatan Nanggung). Dibimbing oleh LETI SUNDAWATI Pendahuluan : Dengan meningkatnya jumlah penduduk maka total konsumsi kayu untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor juga meningkat. Kebutuhan kayu tersebut tidak dapat dipenuhi oleh produksi hutan alam seiring menipisnya persediaan kayu di hutan alam. Hal tersebut mendorong masyarakat untuk menanam pohon-pohon kehutanan/tanaman berkayu di lahan miliknya yang biasa disebut hutan rakyat. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor manfaat ekonomis secara langsung atau kontribusi nyata dari hutan rakyat terhadap PAD sampai sekarang ini belum ada. Secara institusi belum ada Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Daerah ataupun Surat Keputusan Bupati yang mengatur besarnya retribusi terhadap hutan rakyat. Jadi secara formal retribusi dibawah aturan tidak ada.. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis kelayakan usaha dan analisis potensi sumber daya hutan, menganalisis serta menghitung kesediaan masyarakat membayar retribusi kayu dari hutan rakyat dan melakukan identifikasi faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kesediaan masyarakat membayar retribusi kayu dari hutan rakyat. Metodologi : Penelitian dilaksanakan di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Waktu penelitian mulai Juni sampai dengan Juli 2007. Objek dalam penelitian ini adalah hutan rakyat yang dimiliki oleh petani hutan rakyat dan bukan petani hutan rakyat. Penelitian dilakukan terhadap petani hutan rakyat memiliki hutan rakyat yang bersifat monokultur maupun campuran selaku responden., observasi, wawancara, dan pengukuran langsung di lapangan. Hasil dan Pembahasan : Nilai NPV rata-rata sebesar Rp 622.160, BCR sebesar 1,063 dan IRR sebesar 20,74%. Dari data tersebut kegiatan pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan petani hutan rakyat adalah layak. Jika dimasukkan dengan nilai total kesediaan membayar untuk per m3 kayu yang dijual petani hutan rakyat pada Desa Curug Bitung sebesar Rp 1.413,00/m3 dan Desa Bantar Karet sebesar Rp. 1.620,00/m3 akan diperoleh pendapatan pada Desa Curug Bitung sebesar Rp 115.693.325 dan Desa Bantar Karet sebesar Rp 81.764.640. Kesediaan membayar masyarakat retribusi kayu rakyat di Desa Curug Bitung dipengaruhi secara nyata oleh umur, luas lahan dan pendapatan petani hutan rakyat dan Desa Bantar Karet kesediaan membayar retribusi kayu rakyat dipengaruhi secara nyata oleh luas lahan dan pendapatan petani hutan rakyat.
Kata Kunci : Hutan rakyat, Analisis finansial, Pendapatan Asli Daerah
SUMMARY GURUH AFRIANTHO. E14103008. Community Forest Contribution Prospect to District Income of Bogor (Case Study in Nanggung Sub District). Under Supervised of LETI SUNDAWATI Introduction : The increasing of citizen population creates the increasing of wood consumption, to fulfill both local needed and also for the export (international consumption). Nowadays, the capability of natural forest to supply forest products especially the wood is decreasing due to degradation problems. To fulfill the increasing of wood demand forest, people start to plant wooden trees or forestry plants on their land and it creates community forest. The local government of Bogor District has not got any economical benefits or real contribution from community forests activity. In another hand, there is no local government enforcement like Government Regulation, or another local government license as the guidance and controller about the retribution from people who own community forests. The objectives of the research are: to analyze the feasibility of community forest, the potency of community forest resources, to analyze willingness to pay of people’s wood retribution, and to identify on socio-economic factors that influenced the willingness to pay. Methodology : This research was conducted in Curug Bitung and Bantar Karet Village, part of Nanggung sub-District, Bogor, West Java, from June until July 2007. Methods of the research are interview, and inventory of forest resources. The respondents were the farmers who owned the community forest and non forest number of respondent is 60 households (30 forest farmers and 30 non forest farmers). Results and Discussion : Result of the research shows that community forests at study are feasible like NPV value (Rp 622.160), BCR value (1,063) and IRR value (20,74%). Farmers at Curug Bitung Village are willingness to pay retribution Rp 1.413/m3 and Farmers at Bantar Karet Village are willingness to pay Rp 1.620/m3. Community forests at study area have contribution prospect to the income of Bogor District at Curug Bitung Village are Rp 115.693.325 and contribution prospect to the income of Bogor District at Bantar Karet Village are Rp 81.764.640. The willingness to pay of people at Curug Bitung Village retribution influenced by age, wide of land and income of farmers and at Bantar Karet Village is influenced by wide of land and income of farmers.
Key words: community forest, analyzes financial, district income.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prospek Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor (Studi Kasus Hutan Rakyat di Kecamatan Nanggung) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
Guruh Afriantho NRP E14103008
Judul Penelitian
:Prospek Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor (Studi Kasus Hutan Rakyat di Kecamatan Nanggung)
Nama
: Guruh Afriantho
NIM
: E14103008
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Leti Sundawati, MSc. NIP. 131 918 661
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.
NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pada penelitian ini penulis mengambil judul “Prospek Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor (Studi Kasus Hutan Rakyat di Kecamatan Nanggung)”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk melakukan analisis kelayakan usaha dan analisis potensi sumber daya hutan, menganalisis serta menghitung kesediaan masyarakat membayar retribusi kayu dari hutan rakyat dan melakukan identifikasi faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kesediaan masyarakat membayar retribusi kayu dari hutan rakyat. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Kedua orang tua (mama dan papa) dan ade ku tercinta (ade kiki dan ade utha) atas segala doa dan kasih sayangnya. 2. Dr. Ir. Leti Sundawati, MSc sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama penelitian hingga menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Desember 1985 di Jakarta dan merupakan putra pertama dari tiga bersaudara keluarga Bapak Teguh Santoso dan Ibu Sri Sunarti. Penulis menempuh jalur pendidikan sejak tahun 1990 di TK Permata Indah Bekasi, dilanjutkan pada tahun 1991 di SDN Kedaung 01 Bekasi. Tahun 1997 melanjutkan pendidikan di SLTPN 07 Bekasi, dan pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 3 Bekasi. Pada tahun 2003 penulis masuk IPB melalui jalur USMI dan PIN dengan Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Biologi Dasar tahun 2004-2005, Asisten Praktikum Mata Kuliah Dendrologi tahun 2004-2007, Asisten Praktikum Mata Kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah tahun 2004-2005 dan Asisten Praktikum Mata Kuliah Ilmu Informatika tahun 2005-2006. Penulis juga aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai Ketua Departemen Planologi Kehutanan Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2004-2005, Ketua Panitia Lokal Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional III Fakultas Kehutanan IPB tahun 2005-2006. Selain itu selama di bangku kuliah kegiatan praktek lapang yang pernah diikuti adalah kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada KPH Tasikmalaya, yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2006, serta pernah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor pada bulan Juli sampai Agustus 2007. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dengan judul ” Prospek Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor (Studi Kasus Hutan Rakyat di Kecamatan Nanggung)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Leti Sundawati, MSc.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua (mama dan papa) dan adek ku tercinta (ade kiki dan ade utha) yang telah memberikan semangat, motivasi, doa, perhatian dan kasih sayang yang tak ternilai, terutama untuk mama yang selalu dan tanpa letih mendoakan penulis dengan tulus. 2. Dr. Ir. Leti Sundawati, Msc sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. 4. Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. 5. Rini Rahmawati sebagai kekasih tercinta yang telah memberikan semangat, motivasi, doa , perhatian dan kasih sayang yang tak ternilai dan tiada henti-hentinya memberikan curahan kasih sayang kepada penulis. 6. Seluruh aparat Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian di lapangan. 7. Rekan-rekan senasib seperjuangan Manajemen Hutan angkatan 40 yang terus memberikan saran. 8. Nirwan Maulana, S.Pi, , Syaeful Anwar, S.Pdi terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama ini serta tak henti-hentinya memberikan saran yang sangat berharga kepada penulis. 9. Lingga, Ryant, Hardy, Rizal, Devit, Ita, Cyntia Natalia, A.Md (thanks laptopnya), Ridwan, Budiana, Mas Rudi, Mas Heru, Nuh, Ferry thank u for
always being there….It’s been a very enormous blessing having u guys next to me. 10. Teman-teman satu angkatan Silvikultur, KSH, dan THH atas kebersamaan dan persahabatannya selama ini. 11. Tak lupa juga kepada Speed-net Crew, I-net Crew dan Image Center Crew, thank u 4 giving me colours. We have amazing lots of moments. Each moment happenned on the past become the unforgotten moments. 12. Ibu Yani terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 13. Rekan-rekan yang seprofesi sebagai asisten dendrologi, asisten ilmu informatika, asisten ilmu ukur tanah dan pemetaan wilayah dan biologi dasar yang telah memberikan saran yang sangat berharga kepada penulis. 14. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................... .......viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ....ix DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................. 1 1.3 Manfaat Penelitian ............................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3 2.1 Hutan Rakyat ....................................................................................... 3 2.2 Analisis Pengusahaan Hutan Rakyat .................................................... 6 2.3 Pendapatan Asli Daerah ....................................................................... 7 2.4 Kesediaan Membayar........................................................................... 8 III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 10 3.1 Lokasi dan waktu penelitian ....................................................................... 10 3.2 Sasaran dan Bahan Penelitian ..................................................................... 10 3.3 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 10 3.4 Batasan-Batasan ......................................................................................... 13 3.5 Metode Pengambilan Data ......................................................................... 13 3.6 Metode Pengambilan Contoh ..................................................................... 14 3.7 Metode Analisis Data ................................................................................. 14 3.7.1 Analisis Pendapatan ....................................................................... 14 3.7.2 Analisis Kelayakan Usaha .............................................................. 15 3.7.3 Analisis Potensi Hutan Rakyat ....................................................... 16 3.7.4 Analisis Kesediaan Membayar ....................................................... 16 3.7.5 Analisis Korelasi ............................................................................. 18 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN.............................................. 20 4.1 Kondisi Umum Kecamatan Nanggung ...................................................... 20 4.1.1 Luas dan Tata Guna Lahan ............................................................. 20 4.1.2 Topografi dan Iklim ....................................................................... 20
4.1.3 Sarana dan Prasarana ..................................................................... 20 4.1.4 Kependudukan ............................................................................... 21 4.1.5 Mata Pencaharian Penduduk .......................................................... 21 4.2 Kondisi Umum Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet ....................... 21 4.2.1 Batas Wilayah Desa ....................................................................... 21 4.2.2 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan ............................................ 21 4.2.3 Topografi dan Kondisi Geografis ................................................... 22 4.2.4 Jumlah Penduduk ........................................................................... 22 4.2.5 Mata Pencaharian Penduduk .......................................................... 22 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 24 5.1 Karakteristik Responden ........................................................................... 24 5.2 Hutan Rakyat ............................................................................................ 25 5.2.1 Luas dan Kepemilikan Hutan Rakyat ............................................. 25 5.3 Analisis Potensi Hutan Rakyat di Kecamatan Nanggung ........................... 27 5.4 Analisis Pendapatan Hutan Rakyat ............................................................ 28 5.4.1 Biaya Produksi Hutan Rakyat......................................................... 29 5.4.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat .................................................. 32 5.4.3 Kegiatan Penanaman ...................................................................... 32 5.4.3.1 Persiapan Lahan .......................................................................... 32 5.4.3.2 Pengadaan Bibit .......................................................................... 33 5.4.3.3 Penanaman .................................................................................. 33 5.4.4 Kegiatan Pemeliharaan ................................................................... 34 5.4.4.1 Pemupukan ................................................................................. 34 5.4.4.2 Pendangiran ................................................................................ 34 5.4.4.3 Pemberantasan Hama Penyakit .................................................... 35 5.4.5 Kegiatan Pemanenan ...................................................................... 35 5.4.6 Kegiatan Pemasaran Hasil Hutan Rakyat........................................ 36 5.5 Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat ................................................... 37 5.6 Analisis Prospek Kontribusi Hutan Rakyat ................................................ 40 5.6.1 Mekanisme Perizinan Penebangan dan Pengangkutan Kayu Rakyat .................................................................................. 41
5.6.2 Prospek Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) ........................................................................................... 42 5.7 Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar Retribusi Kayu Rakyat .............................................................. 45 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 48 6.1 Kesimpulan....................................................................................... 48 6.2 Saran ................................................................................................ 48 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 49 LAMPIRAN ................................................................................................... 51
DAFTAR TABEL No
Halaman
1 Analisis Kesediaan Membayar Retribusi Kayu dari Hutan Rakyat Masyarakat Dengan atau Tanpa Timbal Balik Dari Pemerintah .......................................................................................... 17 2 Tata Guna Lahan Kecamatan Nanggung Tahun 2006 .................................. 20 3 Tata Guna Lahan Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Tahun 2006 ................................................................................................. 22 4 Karakteristik Responden Untuk Masing-Masing Desa ................................. 24 5 Kepemilikan Luas Lahan di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet .... 26 6 Potensi Hutan Rakyat (Standing Stock) di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet .......................................................................................................... 27 7 Pendapatan Hutan Rakyat Per Tahun di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet .................................................................................... 28 8 Rincian Biaya Produksi Sampai Umur Tebang ........................................... 30 9 Keuntungan dan Kelayakan Pengusahaan Hutan Rakyat ............................. 39 10 Analisis Sensitivitas Pengusahaan Hutan Rakyat ........................................ 40 11 Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar Ijin Tebang di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet ........................................................ 43 12 Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar Ijin Angkut di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet ........................................................ 43 13 Rata-rata kesediaan membayar ijin tebang dan angkut di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet .............................................................................. 44 14 Analisis Potensi PAD Dari Hutan Rakyat Pada Masing-Masing Desa Contoh ...................................................................................................... 45 15 Persamaan Regresi Terbaik Untuk Setiap Faktor-Faktor Sosial Ekonomi .................................................................... 46
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Prospek Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap PAD ....................................................................... 12
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1 Identitas Responden ..................................................................................... 52 2 Luas Pengusahaan Lahan Hutan Rakyat ....................................................... 53 3 Total Biaya Penanaman Hutan Rakyat ......................................................... 54 4 Total Biaya Pemeliharaan Hutan Rakyat ...................................................... 55 5 Total Biaya Pemanenan Hutan Rakyat ......................................................... 56 6 Pola Penjualan dan Hasil Kayu Rakyat ......................................................... 57 7 Total Pendapatan Petani Hutan Rakyat Per Tahun ........................................ 58 8 Kesediaan Ijin Tebang Angkut dan Pendapatan Kayu Rakyat ....................... 59 9 Biaya Total Pengeluaran Sebelum dan Setelah Retribusi .............................. 60 10 Analisis Korelasi Dengan Stepwise Reggresion Model Linear .................... 61 11 Analisis Korelasi Dengan Stepwise Reggresion Model Double Log............ 65
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan dapat dijadikan aset guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk
maka total konsumsi kayu untuk kebutuhan
dalam negeri maupun ekspor juga meningkat. Kebutuhan kayu tersebut tidak dapat dipenuhi oleh produksi hutan alam seiring menipisnya persediaan kayu di hutan alam. Hal tersebut mendorong masyarakat untuk menanam pohon-pohon kehutanan/tanaman berkayu di lahan miliknya yang biasa disebut hutan rakyat. Hasil dari kegiatan pembangunan hutan rakyat ini beragam tergantung dari bentuknya. Hutan rakyat murni menghasilkan kayu rakyat yang homogen/sejenis. Hutan rakyat campuran menghasilkan kayu dari bermacam-macam pohon. Hutan rakyat agroforestry menghasilkan kombinasi hasil dari sektor kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti perkebunan,
pertanian, tanaman pangan,
peternakan dan lain-lain secara terpadu. Hasil dari hutan rakyat tersebut dapat digunakan untuk menunjang tingkat pendapatan rumah tangga pemiliknya sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor manfaat ekonomis secara langsung atau kontribusi nyata dari hutan rakyat terhadap PAD sampai sekarang ini belum ada. Secara institusi belum ada Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Daerah ataupun Surat Keputusan Bupati yang mengatur besarnya retribusi terhadap hutan rakyat. Jadi secara formal retribusi dibawah aturan tidak ada. Belum adanya pedoman sebagai dasar perhitungan retribusi terhadap kayu rakyat di Kabupaten Bogor mengakibatkan pemasukan terhadap PAD tidak teratur.
1.2 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis kelayakan usaha dan potensi hutan rakyat. 2. Menganalisis serta menghitung kesediaan masyarakat membayar retribusi kayu dari hutan rakyat. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kesediaan masyarakat membayar retribusi kayu dari hutan rakyat.
1.3 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi keputusan dalam menentukan kebijakan terhadap hutan rakyat guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Bogor. 2. Sebagai salah satu landasan atau bahan informasi untuk penelitian serupa di daerah ini maupun didaerah lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Hutan Rakyat Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan rakyat adalah hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara, dalam suatu hamparan dan seringkali disebut hutan milik. Hutan milik adalah hutan yang tumbuh diatas lahan yang dibebani hak milik, jadi hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat (Undang-Undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999). Menurut Departemen Kehutanan (1995), hutan rakyat sebagai salah satu bentuk hutan kemasyarakatan yang dimiliki oleh masyarakat atau rakyat, baik secara perorangan, kelompok, maupun swasta ataupun badan usaha masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memenuhi kebutuhan masyarakat akan hasil hutan serta pelestarian lingkungan hidup. Selanjutnya ketentuan luas lahan minimal untuk dapat disebut sebagai hutan rakyat adalah sebesar 0.25 ha dengan penutupan lahan oleh tajuk tanaman kayukayuan lebih dari 50% dan atau pada tahun pertama sebanyak 500 batang setiap hektarnya. Abidin et al (1990) mengemukakan bahwa hutan rakyat terdiri dari dua bentuk, yaitu: 1. Hutan rakyat tradisional, merupakan cara penanaman hutan pada tanah milik atau lahan kering yang diusahakan oleh masyarakat itu sendiri tanpa campur tangan pemerintah, sehingga bentuk usahanya lebih dikenal dengan pola usaha tani lahan kering. Bentuk penanamannya adalah campur antara tanaman buah-buahan. 2. Hutan rakyat Inpres, yaitu hutan rakyat yang penanamannya murni dilakukan di tanah terlantar. Pembangunan hutan rakyat ini diprakarsai oleh proyek bantuan penghijauan.
Menurut BRKLT (1991), hutan rakyat mempunyai peranan ganda yaitu: a. Peranan di bidang ekologi Keputusan pengembangan hutan rakyat memiliki nilai yang strategis sebagai salah satu pemanfaatan lahan. Pada kenyataannya, hutan rakyat yang ada mampu dijadikan sebagai sarana perlindungan dan perbaikan tata air DAS, konservasi tanah dan perbaikan mutu lingkungan. Secara terperinci peranan ekologi hutan rakyat adalah: 1. Pemanfaatan lahan-lahan yang tidak produktif secara maksimal. 2. Mengurangi gangguan dan meningkatkan keamanan terhadap hutan negara. 3. Meningkatkan
kesadaran masyarakat
akan
pentingnya
kelestarian
lingkungan hidup yang lestari dan optimal. b. Peranan di bidang produksi Secara terperinci peranan produksi hutan rakyat bagi masyarakat adalah untuk: 1. Meningkatkan jumlah pendapatan masyarakat. 2. Memenuhi kebutuhan akan kayu pertukangan, kayu bakar dan hasil hutan lainnya. 3. Memenuhi kebutuhan bahan baku industri (pulp, kertas, peti kemas, pembakaran kapur, genteng dan lainnya). 4. Menghasilkan buah-buahan. Menurut Abidin et al (1990) pengelolaan hutan rakyat pada dasarnya merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pembinaan, pengembangan dan penilaian serta pengawasan pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Dijelaskan pula bahwa kerangka dasar sistem
pengelolaan hutan rakyat
melibatkan beberapa sub sistem yang saling berkaitan yaitu sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil dan subsistem pemasaran hasil. Tujuan yang ingin dicapai dari tiap-tiap sub sistem adalah sebagai berikut: 1. Sub sistem produksi Tercapainya keseimbangan produksi dalam jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian usaha dari pemilik hutan rakyat.
2. Sub sistem pengolahan hasil Tercapainya kombinasi bentuk hasil yang memberikan keuntungan terbesar bagi pemilik lahan hutan rakyat. 3. Sub sistem pemasaran Tercapainya tingkat penjualan yang optimal yaitu keadaan dimana semua produk yang dihasilkan dari hutan rakyat terjual di pasaran. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari pengelolaan hutan rakyat adalah adanya peningkatan peran dari kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilik/pengusahanya secara terus menerus selama daur. Hutan Rakyat merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan masyarakat secara tradisional dalam bentuk usaha tani. Rifai (1960) dalam Kristyawan (1996) menyatakan bahwa usaha tani adalah kombinasi yang tersusun dari alam, kerja dan modal yang ditujukan bagi produksi di lapangan. Adapun Kuncoro (1979) menyampaikan bahwa pendapatan usaha tani adalah penerimaan bersih yang telah dikurangai biaya input. Dalam kegiatan usaha tani analisis pendapatan perlu dilakukan agar dapat diketahui apakah kegiatan
tersebut
berhasil
atau
tidak.
Sedangkan
untuk
menganalisis
keuntungan/pendapatan usaha tani secara umum ada dua faktor yang perlu diketahui yaitu penerimaan dan pengeluaran dalam jangka waktu tertentu. Pendapatan rumah tangga pertanian tidak hanya berasal dari usaha pertanian saja tetapi juga bersal dari luar sektor tersebut seperti perdagangan, industri, pengangkutan, dan sebagainya (BPS, 1993). Ukuran pendapatan seperti yang diterangkan Hernanto (1998) adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan kerja petani; diperhitungkan dari penerimaan hasil penjualan, penerimaan yang diperhitungkan dari yang dipergunakan untuk keluarga ditambah kenaikan nilai investasi dikurangai pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan termasuk bunga modal. 2. Penghasilan kerja petani; diperoleh dari pendapatan kerja petani ditambah penerimaan yang diperhitungkan untuk keluarga.
3. Penghasilan kerja keluarga; diperoleh dari penghasilan kerja petani ditambah dengan nilai tenaga keluarga. Ukuran terbaik jika usaha tani dikerjakan oleh petani dan keluarganya. 4. Penghasilan keluarga yaitu penjualan total pendapatan keluarga dari berbagai sumber.
2.2 Analisis Pengusahaan Hutan Rakyat Kadariah dan Gray (1978) dalam Hayono (1996), analisis finansial adalah analisis dimana suatu proyek dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam suatu proyek. Aspek finansialnya menyangkut perbandingan antara pengeluaran dengan pendapatan dari proyek. Dalam menilai suatu proyek yang menggunakan aliran kas yang didiskonto berdasarkan pada tiga kriteria yaitu:
1. Net Present Value (NPV) NPV merupakan nilai dari suatu proyek setelah dikurangkan dengan seluruh biaya pada suatu tahun tertentu dari keuntungan atau manfaat yang diterima pada tahun yang bersangkutan dan didiskontokan dengan tingkat bunga yang berlaku. Nilai NPV yang positif menunjukkan keuntungan dan nilai NPV yang negatif menunjukkan kerugian. 2. Benefit Cost Ratio (BCR) BCR adalah suatu cara evaluasi suatu proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh suatu proyek dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek. BCR diperoleh dengan membagi jumlah hasil diskonto pendapatan dengan jumlah hasil diskonto biaya. Jika BCR > 1 berati NPV > 0 dan memberi tanda ” go ” untuk suatu proyek. Sedangkan apabila BCR < 1 berarti NPV < 0 dan memberi tanda ” no go ” untuk suatu proyek. 3. Internal Rate of Return (IRR) IRR yaitu tingkat suku bunga yang membuat proyek akan mengembalikan semua investasi selama umur proyek. Jika nilai IRR lebih kecil dari nilai suku bunga yang berlaku maka NPV < 0 artinya sebaiknya proyek tidak dilaksanakan. Sedangkan jika nilai IRR > tingkat suku bunga maka proyek dapat dilaksanakan.
2.3 Pendapatan Asli Daerah Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah disebutkan: a. Pasal 1 ayat 1: Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelengaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD. b. Pasal 1 ayat 12: Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. Menurut UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, sumber pendapatan daerah berasal dari: 1. Pendapatan asli daerah, yang terdiri dari: a. Hasil Pajak Daerah b. Hasil retribusi daerah c. Hasil Perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset daerah dan jasa giro 2. Dana Perimbangan 3. Pinjaman Daerah 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, antara lain hibah dan penerimaan dari daerah propinsi atau daerah kabupaten/kota lainnya, dan penerimaan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan Dalam Undang-Undang (UU) RI No. 34 tahun 2000 tentang perubahan atas UU RI No. 18 tahun 1999 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, pada pasal 1 ayat 13 disebutkan bahwa pemungutan hasil kayu rakyat adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang tertuang sampai kegiatan penarikan pajak dan retribusi kepada wajib pajak atau wajib retribusi serta pengawasan penyetorannya. Selanjutnya pada ayat 26 disebutkan bahwa retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang/pribadi serta badan. Menurut UU RI No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah pada dana perimbangan disebutkan bahwa penerimaan-penerimaan daerah dari sumberdaya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. Kemudian diperjelas dalam PP RI No. 104 tahun 2000 tentang dana perimbangan, pada bagian ketiga yaitu bagian daerah dari penerimaan sumberdaya alam disebutkan: a. Pasal 8, disebutkan bahwa penerimaan daerah dari sumberdaya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. b. Pasal 9 ayat 1: Penerimaan negara dari sumberdaya alam sektor kehutanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 terdiri dari: a) Penerimaan iuran pengusahaan hutan, b) Penerimaan provisi sumberdaya hutan. c. Pasal 9 ayat 2: Bagian daerah dari penerimaan negara iuran HPH sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a dibagi dengan perincian: a) 16% untuk daerah propinsi yang bersangkutan, b) 64% untuk daerah kabupaten atau kota penghasil. Menurut Surat Keputusan Bupati No. 973/369/Kpts/Huk/1997 tentang penetapan penyetoran pajak dan retribusi daerah di wilayah Kabupaten Bogor, menetapkan kembali penetapan penyetoran pajak dan retribusi daerah dari dinas, bagian dan unit kerja penghasil pendapatan daerah di Kabupaten Bogor. Dalam Surat Keputusan Bupati tersebut belum ada retribusi yang dikelola Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
2.4 Kesediaan Membayar Kesediaan membayar (Willingness to Pay) dapat juga diperkirakan berdasarkan survei atau kuesioner langsung ke masyarakat. Keberhasilan dari survei ini tergantung dari perencanaan dalam pembuatan kuesioner. Kuesioner harus dibuat secara cermat dan mudah dipahami oleh responden sehingga tidak menimbuhkan kesalahan penafsiran. Masalah utama dari pendekatan ini adalah
hasil yang didapat belum mencerminkan karakter masyarakat sebenarnya. Oleh karena itu digunakan beberapa teknik untuk mengurangi kelemahan tersebut. Beberapa teknik yang dapat digunakan adalah dengan pendekatan tawar menawar, alokasi
anggaran,
Brodjonegoro,1997).
dan
permainan
trade-off.
(Reksohadiprodjo
dan
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Pada Kecamatan Nanggung dipilih dua desa contoh yakni Desa Bantar Karet dan Desa Curug Bitung. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan yaitu bulan JuniJuli 2007
3.2 Sasaran dan Bahan Penelitian Sasaran dalam penelitian ini masyarakat sekitar desa hutan di Kecamatan Nanggung pada Desa Bantar Karet dan Desa Curug Bitung. Bahan penelitian yang digunakan data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari wawancara dengan petani hutan rakyat, Staf Dinas Kehutanan, Dipenda, staf PT Perhutani dan Penyuluh Lapangan. Sedangkan data sekunder berupa UndangUndang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah dan Surat Keputusan Bupati yang berkaitan dengan Kehutanan.
3.3 Kerangka Pemikiran Di era otonomi daerah ini, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti daerah harus dapat mengatur pendapatan daerah dan pengeluaran daerahnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain itu daerah harus dapat mengidentifikasi sektor-sektor yang dapat menjadi sumber pendapatan daerah. Menurut Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, sumber pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan asli daerah (PAD) berasal dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Sektor kehutanan merupakan salah satu sektor yang berpotensi tinggi untuk menambah tingkat pendapatan asli daerah mengingat hutan sebagai salah
satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Akan tetapi krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia sekarang ini menyebabkan kebutuhan-kebutuhan hidup naik sementara tingkat pendapatan tetap. Hal tersebut mendorong masyarakat melakukan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan guna menambah pendapatan mereka. Salah satu sumber daya alam yang berada dekat dengan masyarakat adalah hutan yang menghasilkan kayu dengan nilai jual yang tinggi. Seiring dengan krisis ekonomi tersebut eksploitasi hutan oleh masyarakat dalam bentuk penjarahan semakin merajalela sekarang ini. Penjarahan hutan negara oleh masyarakat selain merusak hutan juga menyebabkan berkurangnya tingkat penerimaan daerah dari sektor kehutanan. Berdasarkan kepemilikannya hutan terbagi menjadi dua kepemilikan yaitu hutan negara dan hutan rakyat. Dalam UU No.41/1999, hutan rakyat dimaksudkan sebagai hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (biasa disebut masyarakat hukum adat).
Hutan rakyat yang dikelola oleh
masyarakat dapat memberikan kontribusi berupa retribusi dari kayu rakyat kepada pemerintah. Sedangkan pemerintah dari hasil retribusi kayu rakyat tersebut dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat misalnya dengan perbaikan sarana dan prasarana umum. Untuk mengetahui berapa besar potensi kontribusi yang dapat diberikan oleh masyarakat terhadap Pendapatan Asli Daerah dari pengelolaan hutan rakyat, dilakukan dengan menganalisis kelayakan suatu usaha dan analisis potensi hutan rakyat. Kelayakan suatu usaha dikaji melalui : 1) Net Present Value, 2) Benefit Cost Ratio, 3) Internal Rate of Return. Kelayakan usaha hutan rakyat dijadikan dasar bagi masyarakat untuk mempertimbangkan apakah bersedia atau tidak membayar retribusi kayu dari hutan rakyat kepada pemerintah.
Hutan Rakyat
Masyarakat
Pemerintah
Analisis Kelayakan Usaha
Analisis Potensi Hutan Rakyat
BCR Faktor-faktor Sosial Ekonomi: 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Luas Lahan 5. Pendapatan
NPV
IRR
Kesediaan Membayar Ijin Tebang Angkut
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Prospek Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor. Dari gambar diatas dapat dijelaskan komponen yang tidak kalah pentingnya lagi adalah peranan potensi hutan rakyat tersebut sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pemerintah maupun masyarakat sendiri. Kesediaan membayar ijin tebang angkut dari hutan rakyat ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi seperti umur, pendidikan, pekerjaan, luas lahan, dan pendapatan sehingga dapat juga menjadikan dasar bagi masyarakat untuk mempertimbangkan apakah bersedia atau tidak membayar retribusi kayu dari hutan rakyat kepada pemerintah.
3.4 Batasan-Batasan 1. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. 2. Pendapatan asli daerah adalah bagian pendapatan daerah yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan daerah yang sah. 3. Hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki rakyat baik secara perorangan maupun kelompok ataupun badan hukum. 4. Hasil hutan rakyat adalah semua hasil yang diperoleh pengelola hutan rakyat dari lokasi hutan rakyat berupa kayu. 5. Pendapatan kayu rakyat adalah pendapatan yang diterima petani pengelola hutan rakyat yang sama dengan nilai jual hasil hutan rakyat dari lahan yang dikuasainya. 6. Biaya kayu rakyat adalah total biaya yang dikeluarkan petani hutan rakyat untuk mengelola hutan rakyat. 7. Keuntungan kayu rakyat adalah selisih antara pendapatan kayu rakyat dengan biaya kayu rakyat yang diterima petani. 8. Retribusi daerah adalah pungutan daearah sebagai pembayaran atas jasa pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
3.5 Metode Pengambilan Data Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1. Teknik Wawancara, data dikumpulkan melalui tanya jawab yang dilakukan langsung terhadap responden petani hutan rakyat, staf Dinas Kehutanan, Dipenda, PT Perhutani dan Penyuluh Lapangan. 2. Teknik Survei Potensi / Pengukuran serta Inventarisasi Sumberdaya Hutan. 3. Pengumpulan data-data sekunder yang berasal dari Dinas Kehutanan, Dipenda, BRLKT, PT Perhutani dan instansi-instansi lainnya.
3.6 Metode Pengambilan Contoh Pemilihan kecamatan tempat lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling berdasarkan potensi kecamatan tersebut. Kecamatan Nanggung mempunyai hutan rakyat seluas 959 Ha (Kabupaten Bogor Dalam Angka 1999). Kecamatan ini merupakan kecamatan dengan luas hutan rakyat kedua terbesar setelah Kecamatan Leuwiliang di Kabupaten Bogor. Pada kecamatan tersebut diambil dua desa contoh. Untuk satu desa contoh dipilh 30 kepala keluarga sebagai responden. Desa dan responden dipilih secara purposive sampling berdasrkan potensi desa dan responden yang mempunyai luas hutan rakyat cukup besar dibanding lainnya. Yang menjadi alasan dalam pemilihan lokasi penelitian ini adalah masih terdapatnya hutan rakyat yang dikelola dengan baik serta kemudahan aksesibilitasnya.
3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Analisis Pendapatan Untuk menilai pendapatan masyarkat dari hasil hutan rakyat yang berupa kayu rakyat dapat digunakan pendekatan sebagai berikut: a. Volume Kayu per pohon (Vp) Vp = 0.25 x 3.14 x d2 x t Keterangan: Vp = Volume kayu rata-rata yang dijual masing-masing petani hutan rakyat d = Rata-rata diameter kayu yang dijual t = Rata-rata tinggi bebas cabang Setelah volume kayu per pohon diperoleh maka, langkah selanjutnya adalah menghitung volume total pohon dapat digunakan pendekatan sebagai berikut: b. Volume Total pohon (TVp) TVp = Vp x Np Keterangan: TVp = Volume Total kayu yang dijual masing-masing petani hutan rakyat Np = Banyaknya pohon yang dijual Setelah volume total pohon diperoleh maka, kita dapat menghitung pendapatan kotor dari kayu rakyat dapat digunakan pendekatan sebagai berikut:
c. Pendapatan kotor (Rk) Rk = TVp x P Keterangan: Rk = Total pendapatan petani pada satu penjualan P = Harga kayu per m3 Setelah pendapatan kotor diperoleh maka, kita dapat menghitung pendapatan bersih dari kayu rakyat dapat digunakan pendekatan sebagai berikut: d. Pendapatan Bersih Kayu Rakyat Rb = Rk - Tc Keterangan: TC = Total biaya yang dikeluarkan masing-masing petani hutan rakyat
3.7.2 Analisis Kelayakan Usaha Untuk menilai kelayakan usaha pengelolaan hutan rakyat sebelum dikenai pungutan dan setelah dikenai pungutan dinilai dengan menggunakan discounted cash flow yang terdiri dari 3 kriteria yaitu: Net Present Value
NPV =
(Bt-Ct) (1 + i)t
Benefit Cost Ratio
Bt BCR = (1 + i)t Ct (1 + i)t
Internal Rate of Return IRR = i1 +
NPV1
(i2-i1)
NPV1- NPV2
Keterangan: Bt = Pendapatan dari hutan rakyat pada tahun ke-t Ct = Biaya pengelolaan hutan rakyat pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga yang berlaku t = Jangka waktu daur (t = 1,2,...n)
3.7.3 Analisis Potensi Hutan Rakyat Untuk menduga potensi kayu rakayat di kecamatan Nanggung digunakan metode jumlah batang. Metode ini merupakan metode pengaturan hasil yang menggunakan perhitungan
batang untuk menentukan penanaman atau
pemanenan serta banyaknya pohon pada satu periode. Adapun rumus yang digunakan:
Ni = L x No x t 12 x D Keterangan: Ni =
batang atau pohon yang harus ditanam atau dipanen pada setiap periode
(ph) No =
pohon per hektar dari rata-rata kerapatan setiap petani (ph/Ha)
L = Luas lahan petani (m2) D = Daur atau umur batang t = periode tanam atau tebang 3.7.4 Analisis Kesediaan Membayar Untuk mengetahui kesediaan membayar masyarakat apakah bersedia atau tidak untuk dikenai retribusi dari hutan rakyat dapat digunakan beberapa metode yakni: 1). Metode Wawancara langsung dengan masyarakat, 2) Metode kartu yakni sama
seperti dengan metode wawancara langsung yang membedakan adalah setiap masyarakat diberikan pilihan-pilihan antara lain: a. Apakah bapak/ibu bersedia membayar retribusi dari kayu rakyat apabila potensi hutan rakyat tersebut bagus. Jika bapak/ibu bersedia membayar. Berapakah maksimum dan minimum yang sanggup bapak/ibu bayarkan untuk retribusi tersebut? b. Apakah bapak/ibu bersedia membayar retribusi dari kayu rakyat apabila potensi hutan rakyat tersebut sedang. Jika bapak/ibu bersedia membayar. Berapakah maksimum dan minimum yang sanggup bapak/ibu bayarkan untuk retribusi tersebut? c. Apakah bapak/ibu bersedia membayar retribusi dari kayu rakyat apabila potensi hutan rakyat tersebut tidak bagus. Jika bapak/ibu bersedia membayar. Berapakah maksimum dan minimum yang sanggup bapak/ibu bayarkan untuk retribusi tersebut? Pada metode kartu masyarakat juga diberikan pilihan-pilihan selain diatas antara lain: a. Apakah bapak/ibu bersedia membayar retribusi dari kayu rakyat tanpa imbal balik dari pemerintah jika bapak/ibu bersedia membayar. Berapakah maksimum dan minimum yang sanggup bapak/ibu bayarkan untuk retribusi tersebut? b. Apakah bapak/ibu bersedia membayar retribusi dari kayu rakyat dengan imbal balik dari pemerintah jika bapak/ibu bersedia membayar. Berapakah maksimum dan minimum yang sanggup bapak/ibu bayarkan untuk retribusi tersebut? Untuk lebih jelasnya lagi dapat disajikan dalam suatu Tabel 1.
Tabel 1. Analisis Kesediaan Membayar Retribusi Kayu dari Hutan Rakyat Masyarakat Dengan atau Tanpa Imbal Balik dari Pemerintah Besar Kesediaan Membayar Retribusi Maksimum Minimum
Retribusi Kayu dari Hutan Rakyat Dengan Imbal Balik dari Pemerintah
Retribusi Kayu dari Hutan Rakyat Imbal Balik Tanpa dari Pemerintah
3.7.5 Analisis Korelasi Untuk mengetahui faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) dapat diduga oleh persamaan yang menjelaskan hubungan antara WTP (Y) responden untuk setiap faktor-faktor sosial ekonomi dengan peubah lainnya/variabel sosial ekonomi (X) yang bersangkutan. Y = a0 + a1x1 + a2x2 + a3x3 + a4x4 + a5x5 dalam hal ini: Y = Kesediaan Membayar (WTP) X1 = Umur (Tahun) X2 = Tingkat Pendidikan (Tahun) X3 = Tingkat Pendapatan (Rp/bln) X4 = Luas Kepemilikan Lahan (Ha) X5 = Tingkat Pekerjaan (Skor) Pendugaan WTP dapat dilakukan dengan cara meregresikan kesediaan membayar (Y) dengan variabel-variabel yang diduga berpengaruh (X), sehingga diperoleh dua persamaan: a. Model Liniear
: Y = a0 + a1x1 + a2x2 + a3x3 + a4x4 + a5x5
b. Model Double Log: ln Y = a0 + a1lnx1 + a2lnx2 + a3lnx3 + a4lnx4 + a5lnx5 Dari persamaan yang diperoleh tersebut, kemudian dilakukan beberapa pengujian untuk memperoleh persamaan terbaik yang memenuhi kriteria uji statistik: a. Koefisien determinasi (R2 ), menunjukan nilai koefisien determinasi yakni suatu nilai yang menerangkan besarnya keragaman dalam peubah tak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh peubah bebasnya (X), yang umumnya dinyatakan dalam persen (%). b. P value, menunjukan nilai peluang bagi penerimaan H0 dalam pengujian koefisien regresi apabila nilai P tersebut lebih besar dari taraf nyata yang ditetapkan dalam pengujian maka dikatakan model regresi tersebut tidak nyata, artinya semua koefisien regresi sama dengan nol. Apabila nilai P tersebut lebih kecil dari taraf nyata yang ditetapkan maka dikatakan model regresi tersebut nyata.
c. Uji normal (Normality Test), untuk mengetahui distribusi penyebaran data yang normal yang dapat dideteksi dengan metode grafik dengan plot yang cenderung membentuk garis lurus.
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kecamatan Nanggung 4.1.1 Luas dan Tata Guna Lahan Kecamatan
Nanggung
mempunyai
wilayah
seluas
11634,5
Ha.
Berdasarkan data monografi Kecamatan Nanggung tahun 2006 sebagian besar (61,48%) daerahnya berupa hutan. Tata guna lahan di kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 . Tata Guna Lahan Kecamatan Nanggung Tahun 2006 Jenis Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%) No 1 Tanah Sawah 1767,0 15,18 2 Tanah Kering 1538,0 13,21 3 Tanah Basah 15,0 0,12 4 Tanah Hutan 7153,0 61,48 5 Tanah Perkebunan 1132,0 9,72 6 Tanah Keperluan Fasilitas Umum 41,0 0,35 7
Lain-lain (tanah tandus, tanah 29,5 pasir) Jumlah 11634,5 Sumber: Monografi Kecamatan Nanggung 2006
0,25 100,00
4.1.2 Topografi dan Iklim Kecamatan Nanggung memilki ketinggian tempat rata-rata 450 mdpl dengan bentuk wilayah datar sampai berombak 15%, berombak sampai berbukit 60%, berbukit sampai bergunung 25%. Curah hujan rata-rata 4790 mm/tahun dengan jumlah hari hujan terbanyak 91 hari. Adapun suhu maksimal dan minimal berkisar antara 22-330C.
4.1.3 Sarana dan Prasarana Secara
umum
wilayah
Kecamatan
Nanggung
lalu
lintas
dan
pengangkutannya adalah melalui jalur darat. Jalur perhubungan darat tersebut meliputi jalan aspal 79 km, dan jalan tanah 12 km. Untuk sarana perhubungan di kecamatan ini terdapat angkutan umum (angkot), sepeda/ojek, delman. Sarana
angkutan yang umum digunakan dalam pengangkutan kayu rakyat adalah truk diesel dan colt pickup.
4.1.4 Kependudukan Kecamatan Nanggung memilki 10 desa dengan jumlah penduduk 64.823 jiwa dengan 16.352 KK. Terdiri dari 33.016 orang pria dan 31.807 orang wanita.
4.1.5 Mata Pencaharian Penduduk Mayoritas penduduk Kecamatan Nanggung bekerja pada sektor industri kecil atau pengrajin sebanyak 129 orang, buruh industri 91 orang, buruh bangunan 322 orang, buruh pertambangan 1668 orang, buruh perkebunan (besar dan kecil) 371 orang, pedagang 4757 orang, pengusaha sedang/besar 5085 orang, PNS 302 orang, ABRI 10 orang, pensiunan 103 orang dan peternak 2244 orang.
4.2 Kondisi Umum Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet 4.2.1 Batas Wilayah Desa Desa Curug Bitung sebelah utara berbatasan dengan Desa Nanggung, sebelah selatan dengan Desa Malasari, sebelah barat dengan Kecamatan Sukajaya, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Cisarua. Desa Bantar Karet sebelah utara berbatasan dengan Desa Pangkal Jaya, sebelah selatan dengan Kabupaten Sukabumi, sebelah barat dengan Desa Cisarua, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Pabangbon.
4.2.2 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan Desa Curug Bitung memiliki luas wilayah 1397 Ha. Berdasrkan data monografi desa tahun 2006, tata guna lahan di desa ini menunjukan bahwa sebagian besar daerahnya berupa perkebunan negara seluas 500 Ha (35,8%) dan hutan seluas 473,2 Ha (25,1 %). Sedangkan Desa Bantar Karet memiliki luas wilayah 841 Ha yang sebagian besar terdiri dari hutan 350,5 Ha (56,3%). Diareal hutan tersebut sekarang ini ada yang dikelola oleh PT Aneka Tambang karena mengandung emas.
Tabel 3. Tata Guna Lahan Desa Curug Bitung dan Bantar Karet Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Penggunaan Pemukiman Bangunan Pertanian Sawah Ladang/Tegalan Perkebunan Hutan Rakyat Perikanan Darat Lain-lain Jumlah
Curug Bitung Luas (Ha) 160,0 24,5 220,0 116,5 500,0 473,2 7,0 18,5 1519,0
Persentase (%) 11,50 1,75 15,70 8,34 35,80 25,10 0,50 1,32 100,00
Bantar Karet Luas (Ha) 62,5 24,7 109,0 72,6 75,0 350,5 10,0 14,0 718,0
Persentase (%) 7,43 2,94 13,00 8,63 8,92 56,30 1,19 1,66 100,00
Sumber: Monografi Desa Curug Bitung dan Bantar Karet 2006
4.2.3 Topografi dan Kondisi Geografis Desa Curug Bitung sebagian besar merupakan daerah perbukitan / pegunungan dengan luas 898,5 Ha (65,72%) dan sisanya merupakan daratan seluas 498,5 Ha (34,27 %). Berdasarkan kondisi geografis desa Curug Bitung terletak di 550 mdpl dengan curah hujan rata-rata 350 mm/tahun dan suhu ratarata 310 C. Sedangkan Desa Bantar Karet mempunyai curah hujan rata-rata 3500 mm/tahun dan suhu rata-rata 30 0C.
4.2.4 Jumlah Penduduk Jumlah penduduk keseluruhan di desa Curug Bitung sebesar 7210 orang yang terdiri dari 3613 orang laki-laki dan 3597 orang wanita. Kepadatan penduduk desa Curug Bitung 628 orang/km2. Sedangkan desa Bantar Karet memiliki jumlah penduduk sebesar 8178 orang yang terdiri dari 4183 orang lakilaki dan 3904 orang wanita.
4.2.5 Mata Pencaharian Penduduk Struktur mata pencaharian penduduk di desa Curug Bitung sebagian besar di sektor pertanian dengan jumlah petani 1811 orang yang terdiri dari pemilik tanah sawah 1461 orang, pemilik tanah tegal 150 orang, buruh tani 200 orang, sektor peternakan 984 orang, perikanan 32 orang, buruh perkebunan 12 orang, buruh pertambangan 150 orang, industri kecil 404 orang, industri besar 15 orang dan sektor jasa 604 orang. Sedangkan di desa Bantar Karet mayoritas
penduduknya juga bekerja di sektor pertanian dengan jumlah petani 3452 orang yang terdiri dari pemilik tanah sawah 1807 orang, pemilik tanah tegal 1362 orang, buruh tani 283 orang, buruh pertambangan 72 orang, pensiunan ABRI/ sipil 6 orang, Pegawai BUMN 48 orang, pegawai swasta 16 orang, sektor jasa lain 145 orang.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden petani hutan rakyat masing-masing desa contoh dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Karakteristik Responden Untuk Masing-Masing Desa Karakteristik
Desa Curug Bitung N
25-35 Umur (thn)
N
%
10,00 43,33 26,67 20,00 100,00
4 8 12 6 30
N
13,33 26.67 40,00 20,00 100,00
%
7 21 20 12 60
11,67 35,00 33,33 20,00 100,00
35-45 45-55 >55
3 13 8 6 30
SD
19
63,33
27
90,00
46
76,67
SMP SMA
13,33 23,33 100,00 76,67 6,67 3,33 0 0 13,33 100,00 83,33
1 2 30 17 2 2 7 2 0 30 24
3,33 3,33 100,00 56,67 3,33 0 3,33 3,33 0 100,00 80,00
5 9 60 40 4 3 7 2 4 60 49
8,33 15,00 100,00 66,67 6,67 5,00 11,67 3,33 6,67 100,00 81,67
Total Pendidikan
%
Total
Bantar Karet
Pekerjaan
Petani PNS/Pensiunan Guru SD Penambang Veteran Wiraswasta
Total Pekerjaan Istri
Tidak Bekerja
4 7 30 23 2 1 0 0 4 30 25
Bekerja
5
16,67
6
20,00
11
18,33
0-3 4-6
30 14 12
100,00 46,67 40,00
30 20 7
100,00 66,67 23,33
60 34 19
100,00 56,67 31,67
>6
4
13,33
3
10,00
7
11,67
30
100,00
30
100,00
Total
Total Jumlah Tanggungan Total
60
100,00
Dari Tabel 4 tersebut dapat dilihat karakteristik responden pada masingmasing desa contoh. Secara keseluruhan mayoritas responden yang diwawancarai berumur diatas 35 tahun. Responden yang berusia lebih dari 55 tahun yaitu usia yang sudah lanjut dan kurang produktif ada sekitar 20 % sedangkan yang berusia 25-33 tahun ada sekitar 11,67 %. Hal tersebut menunjukan bahwa bagi kalangan muda pengusahaan hutan rakyat dianggap sebagai usaha yang kurang
menguntungkan mengingat daur tanaman yang cukup lama, sehingga mereka lebih menyukai penanaman tanaman yang daurnya relatif pendek. Mayoritas pendidikan responden adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu sekitar 51,67 %. Rendahnya tingkat pendidikan mereka sangat mempengaruhi kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dimiliki. Kurangnya pengetahuan yang cukup bagi petani hutan rakyat akan kegiatan penanaman, pemeliharaan akan mempengaruhi kualitas kayu yang dihasilkan. Pekerjaan
utama mayoritas responden yang
diwawancarai adalah petani (66,67%). Selain itu ada juga responden yang memiliki pekerjaan utama PNS/Pensiunan sebesar 6,67% dan sebagian lagi mempunyai pekerjaan utama wiraswasta. Untuk responden yang pekerjaan utamanya tidak bertani, hanya pada saat tertentu saja ke lahan dan dalam pengelolaan lahannya sebagian besar mereka mengupah tenaga kerja. Sedangkan untuk responden yang pekerjaan utamanya bertani mayoritas juga memiliki pekerjaan sampingan seperti berdagang. Jadi tidak seluruh waktu mereka untuk mengerjakan lahan pertaniannya. Sebagian besar para istri responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu sebesar 81,67%. Sedangkan 18,33% istri responden memiliki pekerjaan/usaha. Rata-rata mereka memiliki warung yang ada dirumah sehingga dapat menambah tingkat pendapatan rumah tangga mereka. Sedangkan jumlah tanggungan responden umumnya berkisar antara 0-3 orang yaitu 56,67 % dari seluruh responden yang diwawancarai. Jumlah tanggungan dalam keluarga sangat mempengaruhi dalam usaha hutan rakyat, dimana semakin banyak tanggungan keluarga maka pola pikir mereka lebih kearah usaha yang cepat menghasilkan. Pada usaha kayu rakyat, responden yang memiliki jumlah tanggungan yang banyak dalam penjualan kayunya lebih cepat/sebelum daurnya karena kebutuhan yang mendesak sehingga kayu yang dihasilkan diameternya kecil dan harganya murah.
5.2 Hutan Rakyat 5.2.1 Luas dan Kepemilikan Hutan Rakyat Hutan rakyat yang ada di lokasi penelitian dapat dibedakan menjadi hutan rakyat campuran dan hutan rakyat monokultur. Hutan rakyat campuran
merupakan hutan rakyat yang dilahan tersebut tanaman kehutanannya lebih dari satu jenis misalnya kayu sengon dan kayu afrika. Sedangkan hutan rakyat monokultur merupakan hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman kehutanan misalnya hanya kayu sengon atau kayu afrika saja. Dari 60 responden petani hutan rakyat terdapat 43 responden yang mengusahakan hutan rakyat jenis tanaman sengon dan kayu afrika seluas 54,95 Ha, 14 responden mengusahakan hutan rakyat jenis tanaman sengon seluas 21,75 Ha dan 3 responden mengusahakan hutan rakyat dengan jenis kayu afrika seluas 4,5 Ha. Kayu rakyat terbesar pada berbagai bentuk penggunaan lahan antara lain kebun campuran, ladang/tegalan ataupun pekarangan. Kebun campuran merupakan lahan yang mayoritas tanamannnya adalah tanaman berkayu yaitu kombinasi antara tanaman buah-buahan dan tanaman kehutanan. Sedangkan pada lahan/tegalan mayoritas tanamannya adalah tanaman musiman. Penyebaran kepemilikan luas lahan hutan rakyat pada masing-masing desa contoh dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Kepemilikan Luas Lahan di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Curug Bitung Luas (Ha) 0,5-1 1-2 >2
Bantar Karet
Total
N
%
N
%
19
63,33
16
53,33
35
58,33
9
30,00
9
30,00
18
30,00
2
6,67
5
16,67
7
11,67
60
100,00
Total
N
%
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa mayoritas responden (58,33%) mempunyai lahan dengan kisaran luas 0,5-1 Ha. Ada 2 orang responden dari desa Curug Bitung yang memiliki luas lahan 8 Ha. Dengan memperhatikan responden pencilan, rata-rata kepemilikan lahan responden adalah 1,35 Ha. Desa Curug Bitung petaninya mempunyai luas lahan terbesar yaitu 1,66 Ha/responden. Sedangkan Desa Bantar Karet memiliki luas kepemilikan lahan terkecil yaitu 0,65 Ha/responden. Hal ini disebabkan karena di Desa Curug Bitung petani hutan
rakyat memiliki luasan areal yang masih luas jika dibandingkan dengan Desa Bantar Karet.
5.3 Analisis Potensi Hutan Rakyat di Kecamatan Nanggung Untuk menduga potensi hutan rakyat di Kecamatan Nanggung digunakan metode jumlah batang berdasarkan volume Standing Stock. Metode ini menggunakan perhitungan rata-rata luas lahan, rata-rata jumlah pohon, rata-rata diameter pohon, rata-rata tinggi pohon, volume Standing Stock, dan rata-rata potensi hutan rakyat (Standing Stock). Untuk analisis potensi hutan rakyat di Kecamatan Nanggung pada masing-masing desa contoh dapat disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Potensi Hutan Rakyat (Standing Stock) di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Desa Desa Curug Bitung Bantar Karet 1,37 Rata-rata luas lahan (Ha) 1,32 611 936 Rata-rata jumlah pohon 19,4
18,7
11,86
12,00
Volume Standing Stock (m3)
237,06
190,08
Rata-rata potensi hutan rakyat (Standing Stock) m3/Ha
173,03
144,00
Rata-rata diameter pohon (cm) Rata-rata tinggi pohon (m)
Berdasarkan pada Tabel 6 jika dilihat berdasarkan luasan kepemilikan lahan rata-rata jumlah pohon dan rata-rata diameter pohon pada Desa Curug Bitung memiliki angka terbesar jika dibandingkan dengan Desa Bantar Karet yakni sebesar 936 pohon. Pada Desa Bantar Karet memiliki rata-rata jumlah pohon yang dapat ditanam sebanyak 611 pohon. Jika dilihat potensi kayu rakyatnya Desa Curug Bitung memiliki potensi kayu rakyat (Standing Stock) terbesar daripada Desa Bantar Karet yakni sebesar 173,03 m3/Ha. Sedangkan Desa Bantar Karet memiliki potensi kayu rakyat (Standing Stock) sebesar 144,00 m3/Ha. Hal ini disebabkan pada Desa Curug Bitung masih memiliki luasan areal
hutan rakyat yang masih cukup luas. Jika dibandingkan dengan Desa Bantar Karet areal hutan rakyatnya sudah terbagi oleh adanya lokasi penambangan emas.
5.4 Analisis Pendapatan Hutan Rakyat Pendapatan petani dari penjualan kayu rakyat beragam tergantung dari jumlah kayu dan kualitas kayu yang dijualnya. Penjualan
kayu ke industri
penggergajian dengan harga per m3 berkisar antara Rp 120.000,00 sampai Rp 150.000,00 akan menghasilkan pendapatan yang besar, dengan biaya pemanenan yang ditanggung oleh petani. Sedangkan penjualan dengan sistem borongan dengan harga per m3 Rp 40.000,00 akan menghasilkan pendapatan bersih bagi petani karena biaya pemanenan ditanggung oleh pembeli. Kepraktisan dalam penjualan dengan sistem borongan memberi konsekuensi tingkat keuntungan yang relatif lebih rendah dibandingkan petani yang menjual kayunya langsung ke industri penggergajian. Untuk analisis pendapatan hutan rakyat per tahun di Kecamatan Nanggung pada masing-masing desa contoh dapat disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Pendapatan Hutan Rakyat (Rp/th) berdasarkan kepemilikan lahan di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Sumber Pendapatan Kayu Rakyat Tanaman Pangan Tanaman Buah Total
Luas Kepemilikan Lahan (Ha) 1-2
0,5-1
>2
Curug Bitung 1.764.888
Bantar Karet 1.001.395
Curug Bitung 2.246.678
Bantar Karet 2.151.814
Curug Bitung 5.998.949
Bantar Karet 5.152.632
1.252.300
1.050.125
1.845.623
1.562.346
3.425.618
3.078.562
996.452
845.263
1.010.512
1.235.456
2.425.521
2.126.352
4.013.640
2.896.783
5.102.813
4.949.616
11.850.088
10.357.546
Berdasarkan pada Tabel 7 sumber pendapatan petani hutan rakyat selain berasal dari pendapatan kayu rakyat juga berasal dari tanaman pangan dan tanaman buah-buahan. Jika dilihat berdasarkan luasan areal yang dimiliki oleh petani hutan rakyat maka Desa Curug Bitung memiliki total pendapatan petani hutan rakyat terbesar daripada Desa Bantar Karet. Pada luasan areal 0,5-1 Ha Desa Curug Bitung memiliki total pendapatan sebesar Rp 4.013.640/th, sedangkan Desa Bantar Karet pada luasan yang sama total pendapatannya sebesar
Rp.2.896.783/th. Pada luasan areal 1-2 Ha Desa Curug Bitung memiliki total pendapatan sebesar Rp 5.102.813/th, sedangkan Desa Bantar Karet pada luasan yang sama total pendapatannya sebesar Rp 4.949.616/th. Pada luasan areal > 2 Ha Desa Curug Bitung memiliki total pendapatan sebesar Rp 11.850.088, sedangkan Desa Bantar Karet memiliki total pendapatan sebesar Rp 10.357.410 dengan luasan areal yang sama. Hal ini disebabkan jumlah petani hutan rakyat di Desa Bantar Karet masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan Desa Curug Bitung. Selain itu juga disebabkan pada Desa Curug Bitung petani hutan rakyat dalam penjualan kayu rakyatnya langsung ke industri penggergajian. Hutan rakyat pada masing-masing desa contoh selain bersifat monokultur juga bersifat campuran. Petani hutan rakyat selain
menanam tanaman keras
seperti sengon dan kayu afrika, juga menanam tanaman pangan seperti padi, jagung, singkong serta tanaman buah-buahan seperti pisang, pepaya, rambutan. Petani hutan rakyat dalam mengelola lahannnya menggunakan sistem tumpang sari. 5.4.1 Biaya Produksi Hutan Rakyat Total biaya produksi pengelolaan hutan rakyat merupakan total biaya penanaman, biaya pemeliharaan dan biaya pemanenan. Untuk hutan rakyat campuran karena kondisi tanamannya yang tidak seumur yaitu bervariasi dari 1 tahun sampai 10 tahun maka yang dihitung dalam perhitungan adalah untuk tanaman kayu yang sudah ditebang atau sudah layak tebang (umur 5 tahun sampai 10 tahun). Sedangkan untuk hutan rakyat monokultur dengan penanaman secara bersamaan, penebangan biasanya secara tebang habis keseluruhan pohon yang ada di lahan. Biaya penanaman yang dikeluarkan petani meliputi biaya persiapan lahan, pengadaan
bibit
dan
kegiatan
penanamannya.
Biaya
pengadaan
bibit
persentasenya 19.19% terhadap total biaya produksi yang dikeluarkan petani responden. Biaya ini cukup besar karena petani membeli bibit ke penjual tidak membuat bibitnya sendiri. Pembelian bibit oleh petani harganya bervariasi tergantung Rp500,00.
umur bibit tersebut. Rata-rata biaya pembelian untuk 1 bibitnya
Tabel 8. Rincian Biaya Produksi Sampai Umur Tebang Total Biaya Penanaman (Rp/Ha) Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
Persiapan Tanam 465.000 60.000 50.000 60.000 90.000 45.000 120.000 60.000 80.000 90.000 1.120.000
Pengadaan Bibit
Kegiatan Penanaman
280.000 115.000 150.000 150.000 150.000 180.000 3.845.000 90.000 250.000 150.000 5.360.000
325.000 90.000 48.000 120.000 65.000 260.000 1.780.320 225.654 135.320 115.000 3.164.294
Total Biaya Pemeliharaan (Rp/Ha) Pemberantasan Pemupukan Pendangiran Hama dan Penyakit 80.000 50.000 20.000 70.000 240.000 65.000 280.000 120.000 87.000 150.000 200.000 65.638 50.000 240.000 90.000 220.000 170.000 70.698 1.547.500 800.000 194.500 80.000 623.456 150.890 350.000 500.000 150.000 120.000 205.000 95.000 2.947.500 3.148.456 988.726
Total Biaya Pemanenan (Rp/Ha) Upah Upah Tebang Angkut dan Sarad 500.000 500.000 1.325.000 1.000.000 1.825.000 1.500.000
Sedangkan biaya pemeliharaan yang dikeluarkan petani meliputi biaya pendangiran, pemberantasan hama dan pemupukan. 68.58% biaya yang dikeluarkan petani responden adalah untuk kegiatan pemeliharaan yang berupa pendangiran. Kegiatan pendangiran rata-rata dilakukan setiap 3 bulan sampai umur tanaman 4 tahun. Jadi rata-rata ada 4 kali kegiatan pendangiran sampai tanaman ditebang. Biaya rata-rata dari kegiatan pendangiran per pohonnya sampai tanaman ditebang Rp 1750. Sedangkan biaya pemeliharaan yang lain seperti pemupukan dan pemberantasan hama persentasenya terhadap biaya produksi sangat kecil. Hal ini disebabkan karena jumlah responden yang melakukan kegiatan tersebut sangat sedikit. Kegiatan pemupukan dilakukan 16 responden (26.67%), dengan biaya rata-rata per pohonnya Rp 250. Kegiatan pemupukan tidak dilakukan secara benar sehingga kualitas terhadap hasil kayunya juga tidak terlalu berpengaruh. Sedangkan kegiatan pemberantasan hama dan penyakit yang dilakukan oleh 5 orang responden (8.33%), dengan biaya rata-rata per pohonnya Rp 300. Biaya pemanenan dikeluarkan pada tahun ke 5, yaitu pada saat petani akan menjual kayunya. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa biaya pemanenan merupakan biaya yang paling besar dikeluarkan petani. Biaya tersebut dikeluarkan jika mereka menjual kayunya ke industri yang harga / m3 lebih mahal dibandingkan dengan petani yang menjual kayunya ke tengkulak dan mendapat pendapatan bersih tanpa biaya pemanenan. Dari 60 responden ada 9 orang responden yang menjual kayunya langsung ke industri penggergajian. Diantara 9 orang tersebut ada 2 orang yang memiliki industri penggergajian sendiri. Rata-rata biaya pemanenan per m3 yang dikeluarkan petani sebesar Rp 55.082 yang meliputi biaya penebangan dan penyaradan per m3 Rp 25.246 serta biaya pengangkutan ke industri penggergajian per m3 Rp 29.835. Akibat besarnya biaya penebangan dan pengangkutan yang harus dikeluarkan oleh petani sebelum mereka menerima penjualan kayunya. Biaya yang sangat besar tersebut sulit disediakan oleh petani sehingga mereka menjual kayunya ke tengkulak.
5.4.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Sistem pengelolaan hutan rakyat di dua desa contoh yaitu Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet sebagian besar sudah menggunakan bentuk Agroforestry dengan pola tanaman tumpangsari, dimana suatu areal lahan ditanami dengan tanaman perkebunan, buah, sayuran dan tanaman keras. Sedangkan sebagian kecil responden memang mengkhususkan menaman tanaman keras.
Pada
umumnya
tanaman
keras
yang
ditanam
adalah
sengon
(Paraserianthes falcataria) dan Kayu afrika (Maesopsis eminii). Untuk tanaman kayu afrika menurut responden lebih mudah ditanam dibandingkan
dengan
tanaman
sengon.
Tanaman
kayu
afrika
sistem
permudaannya menggunakan sistem trubusan yaitu bekas tebangan kayu tersebut tumbuh tunas baru lagi dan bijinya sangat mudah tumbuh. Sedangkan untuk tanaman sengon relatif mudah terserang hama seperti uter-uter dibandingkan tanaman kayu afrika. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan responden meliputi kegiatan penanaman dan kegiatan pemeliharaan. Sedangkan untuk kegiatan pemanenan dan pemasaran sebagian besar responden tidak melakukannya karena sistem penjualannya melalui tengkulak. Berikut adalah uraian kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh responden.
5.4.3 Kegiatan Penanaman Untuk
kegiatan penanaman,
masyarakat
pemilik
lahan
biasanya
melakukan beberapa tahapan kegiatan yaitu persiapan lahan, pengadaan bibit dan kegiatan penanamannya sendiri.
5.4.3.1 Persiapan Lahan Kegiatan penyiapan lahan atau persiapan tanam dilakukan dengan cara membersihkan lahan dari semak belukar, tumbuhan penggangu dengan menggunakan sabit. Pembersihan lahan sebenarnya tidak mutlak dilakukan jika areal bekas tebangan sudah bersih. Berbeda dengan lahan yang banyak ditumbuhi tanaman penggangu seperti rumput alang-alang yang dapat menggangu pertumbuhan tanaman. Banyaknya tenaga kerja dan biaya yang digunakan untuk
membersihkan lahan tersebut tergantung banyaknya tanaman yang ditanam. Dari 60 orang responden yang diwawancarai ada 10 orang responden (16,67%) yang tidak membersihkan lahannya sebelum kegiatan penanaman. Hal tersebut dilakukan karena lahannya memang sudah bersih dan sebagian lagi memang lahan tersebut tidak dikelola sama sekali.
5.4.3.2 Pengadaan Bibit Bibit sengon dan kayu afrika sebagian diperoleh petani dengan cara membeli langsung kepada penjual bibit dengan harga berkisar Rp 100,00 per bibit sampai Rp 500,00 per bibit. Dalam hal ini petani jarang membuat bibit sendiri walaupun sebenarnya lebih menguntungkan bagi petani, akan tetapi karena tingkat pengetahuan petani yang kurang mengenai pembibitan maka mereka tidak mau mengambil resiko. Sebagian juga petani tidak mengeluarkan biaya untuk membeli bibit, karena bibit mereka peroleh dibawah tegakan tanaman yang sudah tua baik dilahan mereka sendiri maupun lahan milik tetangganya. Jadi mereka tinggal mengumpulkannya dan langsung menanamnya di lahan.
5.4.3.3 Penanaman Kegiatan penanaman dimulai pada saat bibit dan lahan telah siap. Kegiatannya dimulai dari pembuatan lubang tanam kemudian memasukkan bibit ke lubang tersebut. Lamanya kegiatan dan biaya yang dikeluarkan petani pada kegiatan penanaman ini tergantung banyaknya tanaman yang ditanam. Dalam kegiatan penanaman biasanya menggunakan tenaga kerja upahan. Besarnya upah tenaga kerja bervariasi antara Rp 10.000,00 sampai Rp 15.000,00 per hari. Selain menggunakan bibit, tanaman berkayu seperti sengon dan kayu afrika banyak yang berasal dari tunas yang tumbuh di tunggak bekas tebangan atau biasa disebut sistem trubusan. Tanaman sengon atau kayu afrika yang sudah ditebang dari tunggaknya biasanya tumbuh tunas yang banyak, kemudian oleh petani diambil satu atau dua untuk tumbuh dengan cara memangkas yang lain. Jadi dengan sistem trubusan ini lebih menghemat biaya yang dikeluarkan oleh petani karena tidak ada biaya pengadaan bibit, cuma kegiatan pembersihan di sekitar tanaman tersebut. Menurut keterangan responden tanaman yang berasal
dari sistem trubusan ini lebih mudah tumbuh besar dibandingkan dengan bibit yang sengaja ditanam.
5.4.4 Kegiatan Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan petani meliputi pemupukan, pendangiran dan pemberantasan hama dan penyakit. Untuk kegiatan dan pemberantasan hama dan penyakit jarang dilakukan oleh petani mengingat kendala biaya. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
5.4.4.1 Pemupukan Kegiatan pemupukan dilakukan untuk memacu pertumbuhan tanaman, sehingga diperoleh hasil kayu yang optimal. Dari 60 responden yang diwawancarai ada 16 orang petani (26.67%) yang sengaja memupuk tanaman kerasnya pada saat awal penanaman. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk buatan seperti urea. Rata-rata kegiatan pemupukan hanya dilakukan 1 kali pada saat awal penanaman, itu pun dengan dosis yang tidak seberapa sehingga hasilnya kurang optimal. Sebagian besar petani memang tidak secara langsung melakukan kegiatan pemupukan pada tanaman keras, akan tetapi mereka melakukan pemupukan pada tanaman musiman yang ada dilahan tersebut sehingga secara tidak langsung tanaman keras pun mendapat tambahan hara dari pupuk tersebut.
5.4.4.2 Pendangiran Kegiatan pendangiran dilakukan dengan cara membersihkan tanaman pengganggu atau pun rumput alang-alang yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Kegiatan pendangiran rata-rata dilakukan 3 bulan sekali sampai tanaman berumur 1 tahun. Setelah tanaman berumur 1 tahun tanaman sudah tumbuh tinggi sehingga pertumbuhan rumput tidak terlalu mengganggu tanaman. Jadi selama daur tanaman rata-rata petani melakukan 4 kali pendangiran. Biaya terbesar yang dikeluarkan petani dalam pengelolaan hutan rakyat adalah pada kegiatan pendangiran ini. Biasanya mereka menggunakan tenaga kerja upahan, sama pada
kegiatan penanaman dengan upah berkisar antara Rp 10.000,00 sampai Rp 15.000,00 per hari dengan rata-rata 6 sampai 7 jam kerja per harinya. Untuk meminimalkan biaya ada sebagian petani yang melakukan pekerjaan ini secara bergilir dengan petani lainnya yang sama-sama mempunyai lahan. Jadi ada semacam gotong royong dalam membersihkan lahan tersebut.
5.4.4.3 Pemberantasan Hama dan Penyakit Kegiatan pemberantasan hama dan penyakit dilakukan dengan tujuan mencegah terhadap serangan hama dan penyakit supaya tanaman bisa tumbuh dengan baik. Pencegahan terhadap hama dan penyakit dilakukan dengan cara penyemprotan insektisida ke tanaman supaya tanaman tidak mudah terserang hama, sedangkan untuk tanaman yang sudah terkena hama dimatikan atau dimusnahkan dengan cara menebang tanaman yang terserang hama dan penyakit agar tidak menyerang tanaman lainnya. Tanaman sengon lebih mudah terserang hama dibanding tanaman kayu afrika hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman sengon adalah ulat kantong atau uter. Apabila hama dan penyakit ini menyerang, maka tanaman yang terserang akan mati dan cepat menyebar ke tanaman lain yang ada di sekitarnya. Dari 60 responden yang diwawancarai hanya ada 5 orang responden (8.33%) yang melakukan kegiatan pemberantasan hama dan penyakit di lahannya. Apabila petani melihat tanamannya terserang hama dan penyakit ini, maka mereka akan cepat-cepat menjual tanamannya walaupun umur tanamannya masih muda.
5.4.5 Kegiatan Pemanenan Kegiatan pemanenan kayu rakyat di lokasi penelitian menggunakan dua sistem yaitu sistem tebang pilih dan sistem tebang habis. Untuk hutan rakyat monokultur yang masa penanaman tanamannya serentak menggunakan sistem tebang habis. Sedangkan untuk hutan rakyat campuran biasanya menggunakan sistem tebang pilih sesuai dengan umur tanamannya atau dipilh tanaman-tanaman yang telah cukup umur karena tanaman berkayu umurnya bervariasi mulai dari 1 tahun sampai 10 tahun. Rata-rata kayu rakyat di lokasi penelitian dipanen pada saat berumur 5 sampai 10 tahun. Pada kenyataanya sebagian besar petani hutan
rakyat menjual kayunya sesuai dengan kebutuhan yang mendesak. Jadi pada saat ada kebutuhan yang mendesak, mereka memilih kayu mana yang telah cukup umur untuk dijual. Kegiatan pemanenan kayu rakyat dilakukan oleh responden sendiri jika penjualan kayunya langsung ke industri. Sedangkan apabila petani menjual kayunya ke tengkulak kegiatan pemanenan dan pemasarannya dilakukan oleh pembeli tersebut. Dari 60 orang responden
yang diwawancarai 85% tidak
melakukan kegiatan pemanenan dan pemasaran sedangkan 15% responden menjual kayunya langsung ke industri penggergajian terdekat. Pada responden yang melakukan kegiatan pemanenan mereka melakukan beberapa tahapan kegiatan yaitu penebangan, pemotongan sortimen, penyaradan dan pengangkutan ke industri. Besarnya upah yang dikeluarkan untuk penebangan dan penyaradan berdasarkan hasil kubikasi yang dilakukan oleh pekerja. Upah biaya tebang dan sarad per m3 berkisar antara Rp 30.000,00 sampai Rp 40.000,00 tergantung lokasi hutan rakyat dengan tempat penumpukan kayu yang biasanya di tepi jalan raya. Sedangkan untuk pengangkutan kayu ke industri penggergajian biasanya menggunakan colt pickup maupun truk. Satu colt pickup bisa memuat kayu sekitar 6 m3. Besarnya biaya pengangkutan bervariasi tergantung lokasi dari tempat penumpukan kayu ke industri tersebut. Biaya angkut ke industri per m3 berkisar antara Rp 25.000,00 sampai Rp 30.000,00.
5.4.6 Kegiatan Pemasaran Hasil Hutan Rakyat Sebagian besar responden petani hutan rakyat (85%) memasarkan hasil kayunya ke pembeli/tengkulak kayu dengan sistem borongan. Dalam hal ini pembeli yang mendatangi pemilik kayu rakyat, kemudian pembeli yang melakukan penebangan dan pengangkutan kayu rakyatnya. Biaya pemanenan dan pengangkutan ditanggung oleh pembeli sehingga petani mendapatkan pendapatan bersih. Menurut responden mereka lebih suka memasarkan kayunya dengan sistem ini karena lebih praktis dan tidak perlu mengeluarkan biaya banyak. Untuk
sistem
penjualan
kayu
di
Kecamatan
Nanggung
sistem
borongannya dengan sistem kubikasi. Kayu yang ada di lahan oleh pembeli ditebang terlebih dahulu kemudian baru dihitung volume kubikasinya yang
disaksikan oleh petani. Pendapatan bersih petani adalah hasil kubikasi dikalikan dengan harga per m3 yang telah disepakati dengan pembeli. Harga per m3 kayu rakyat rata-rata Rp 40.000,00 dengan diameter ± 20 cm dengan panjang sortimen 2 sampai 3 m. Sistem borongan dengan kubikasi ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem borongan per pohon karena hasil kayunya lebih jelas. Kalau dilihat dari harga jualnya dan pendapatan bersih yang diterima petani, sistem pemasaran langsung ke industri penggergajian jauh lebih menguntungkan petani dibandingkan dengan pemasaran dengan sistem borongan. Hal inilah yang menjadi kendala kecilnya keuntungan pengusahaan hutan rakyat di Kecamatan Nanggung. Kayu yang berasal dari petani oleh para tengkulak kayu ada yang dipasok ke industri penggergajian atau ada yang menjual langsung ke pabrik sebagai bahan baku pulp dan kertas. Sedangkan industri penggergajian yang menampung kayu baik dari petani maupun dari tengkulak, mengolah kayu rakyat menjadi kayu gergajian untuk kebutuhan industri seperti peti kemas atau meubel.
5.5 Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Dalam rangka otonomi daerah, sesuai dengan UU RI No 22 tahun 1999 dimana daerah diberi kewenangan untuk menggali sumber keuangannya sendiri, hutan rakyat dapat dijadikan sebagai salah satu sumber untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selama ini dengan tidak adanya kontribusi terhadap daerah, peran Dinas Kehutanan juga tidak ada. Dengan diadakannya semacam retribusi dari pihak daerah dengan petani. Petani hutan rakyat memberikan semacam retribusi yang dapat meningkatkan PAD sedangkan pihak Pemerintah Daerah melalui Dinas Kehutanan memberikan bantuan-bantuan dalam pengelolaan hutan rakyat. Pada penelitian ini digunakan pendekatan dalam menentukan besarnya retribusi. Pendekatan yang dilakukan berupa wawancara ke 60 orang responden tentang kesediaan membayar ijin angkut dan ijin tebang, dalam arti jika mereka menebang kayu rakyat dalam jumlah tertentu harus ada persetujuan dari pihak instansi yang ditunjuk dan dikenai biaya atau retribusi setiap pohon atau /m3 nya.
Berdasarkan hasil analisis finansial, secara umum dapat dikatakan bahwa pengusahaan hutan rakyat pada lahan milik petani kedua desa contoh dengan biaya total pengeluaran yang dibebankan baik sebelum retribusi maupun setelah ijin tebang angkut adalah layak bagi petani pemiliknya. Hal ini terlihat dari nilai NPV yang positif dan BCR lebih besar dari satu. Sedangkan nilai IRR nya lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Dari Tabel 9 tersebut dapat dilihat nilai NPV rata-rata sebesar Rp 622.160, BCR sebesar 1,063 dan IRR sebesar 20,74%. Dari data tersebut kegiatan pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan petani hutan rakyat di Kecamatan Nanggung dengan dua desa contoh yakni Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet, masih berada diatas tingkat suku bunga yang berlaku. Hal ini menunjukan bahwa usaha ini sangat berprospek dan dapat memberi tambahan penghasilan yang besar bagi petani. Disisi lain petani dapat membantu mewujudkan program pemerintah untuk melestarikan sumber daya alam yang berupa hutan.
Tabel 9. Keuntungan dan Kelayakan Pengusahaan Hutan Rakyat Tahun Biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Biaya Terdiskonto (Rp) Penerimaan Terdiskonto (Rp) NPV (i=12%) NPV (i=20%) NPV (i=21%) BCR IRR (%)
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
1220000 640000
735000
745638
1685000
945698
8652369
1230000
1750000
2325000
19.928.705
845000
569123
658243
578145
2475638
864598
3476589
3946568
4236454
5786359
23.436.717
1089286 510204
523158
473866
956114
479120
3913892
496776
631068
748588
9.822.073
754464
453701
468524
367422
1404743
438032
1572632
1593953
1527708
1863053
10.444.233
-334821
-56503
-54634
-106445
448629
-41088
-2341260
1097176
896640
1114465
622.160
-312500
-49220
-44420
-80774
317740
-27160
-1444465
631787
481891
559029
31.907
-309917
-48410
-43327
-78137
304825
-25841
-1362945
591204
447211
514509
-10.827
0,692 -
0,889 -
0,895 -
0,775 -
1,469 -
0,914 -
0,401 -
3,208 -
2,420 -
2,488 -
1,063 20,74
1
2
Jika dilihat dengan analisis sensitivitas sebesar 5% maka akan terlihat pengaruhnya pada BCR, NPV dan IRR. Hal ini dapat dijelaskan pada Tabel 10. Tabel 10. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Hutan Rakyat NPV Perubahan (12%) Biaya Naik Penerimaan 5% Tetap 131.056 Penerimaan Turun Biaya 5% Tetap 99.948
IRR (%)
BCR
12,57
1,013
13,36
1,010
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa jika ada perubahan total biaya naik sebesar 5% dapat berpengaruh pula pada perubahan NPV, IRR dan BCR. Jika terdapat perubahan biaya naik sebesar 5% dengan asumsi total penerimaan tetap maka akan berpengaruh terhadap perubahan total BCR menjadi 1,013, perubahan total NPV pada tingkat suku bunga 12% sebesar 131.056 dan perubahan IRR menjadi 12,57%. Sedangkan jika penerimaan turun 5% dengan asumsi biaya tetap maka akan berpengaruh terhadap total perubahan BCR menjadi 1,010, perubahan total NPV pada tingkat suku bunga 12% sebesar 99.948 dan perubahan pada IRR menjadi 13,36%.
5.6 Analisis Prospek Kontribusi Hutan Rakyat Pada dasarnya masyarakat tidak merasa keberatan apabila dikenai retribusi terhadap kayu rakyat baik berupa ijin tebang maupun ijin angkut. Dalam arti jika mereka menebang kayu harus ada persetujuan dari pihak instansi yang ditunjuk dan dikenai biaya atau retribusi setiap pohon atau per m3 nya. Sedangkan untuk ijin angkut yaitu semacam perijinan dalam pengangkutan kayu ke tempat tujuan penjualan dengan retribusi per m3. Mayoritas petani responden menyatakan kesetujuannya akan tetapi dengan syarat ada semacam imbalan atau insentif yang mereka inginkan antara lain seperti bantuan bibit ataupun pupuk. Pada kenyataannya sekarang ini di 2 desa contoh belum ada bantuan atau campur tangan dari pihak Pemerintah Daerah khususnya dalam hal ini dari Dinas Kehutanan dalam pengelolaan hutan rakyat yang mereka miliki.
5.6.1 Mekanisme Perizinan Penebangan dan Pengangkutan Kayu Rakyat Pada kenyataannya sekarang ini di dua desa contoh (Curug Bitung dan Bantar Karet) tidak ada perizinan dari pemerintah sebelum melakukan penebangan kayu. Jadi petani bebas saja menebang kayu miliknya kapan saja tanpa perizinan dari Kepala Desa setempat. Menurut keterangan dari Kepala Desa sebenarnya sudah ada peraturan di tiap desa bahwa untuk penebangan kayu rakyat harus meminta izin terlebih dahulu. Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan hal tersebut tidak berlaku. Masyarakat merasa tanaman tersebut miliknya sendiri sehingga
mereka berpikiran tidak perlu untuk meminta izin sebelum
menebangnya. Lain halnya jika yang mereka tanam kayu yang jenisnya sama dengan milik Perhutani seperti Pinus. Sebelum penebangan petani harus meminta izin terlebih dahulu dan atas sepengetahuan dari pihak Perhutani, kemudian dibuat ijin angkut utuk kayu tersebut. Tanpa ijin angkut dari pihak Perhutani kayu tersebut dianggap illegal. Untuk proses pengangkutan kayu, jika kayu tersebut diangkut/dijual melewati Pos Pemeriksaan Hasil Hutan di Leuwiliang para petani atau tengkulak meminta surat dari desa yang menyatakan bahwa kayu tersebut resmi. Dalam surat tersebut disebutkan nama pemilik kayu, jumlah pohon, dan kubikasinya. Sedangkan untuk kayu yang dijual ke industri penggergajian terdekat dan tidak melewati pos pemeriksaan tersebut maka kebanyakan mereka tidak meminta surat dari desa karena mereka merasa tidak memerlukannya. Dalam pembuatan surat dari desa tidak ada retribusi secara resmi per m3 kayu yang diangkut. Pihak penjual secara sukarela memberikan biaya sebatas biaya administrasi saja. Besarnya biaya tersebut pihak desa juga tidak menentukan secara resmi karena sifatnya sukarela. Di Desa Bantar Karet baru diusulkan semacam peraturan desa yang mengatur retribusi pada kayu yang akan ditebang dan diangkut. Sedangkan untuk Desa Curug Bitung belum ada rancangan retribusi yang akan diberlakukan. Retribusi kayu rakyat baik berupa ijin tebang maupun ijin angkut dapat dibebankan kepada tengkulak maupun petani hutan rakyat tergantung pola penjualannya. Dari 60 responden yang diwawancarai 85% petani hutan rakyat menjual kayunya ke tengkulak dalam bentuk pohon berdiri. Jadi jika pola
penjualannya melalui tengkulak berarti proses penebangan dan pengangkutan menjadi tanggunag jawab tengkulak dan secara otomatis retribusi juga dibebankan ke tengkulak. Akan tetapi jika petani sendiri yang memanen dan memasarkan kayunya, berarti retribusi tersebut menjadi tanggung jawab petani. Teknis pembayaran ijin tebang dan ijin angkut bisa dilakukan dengan dua alternatif. Alternatif pertama langsung membayar ke petugas penyuluh lapangan dan yang kedua melalui aparat desa setempat. Pembayaran retribusi ke petugas penyuluh lapangan akan memberikan keuntungan yaitu petani dapat bertemu langsung dengan petugas sehingga apabila ada permasalahan dalam pengeloaan hutan rakyat bias langsung disampaikan untuk dicari penyelesaiannya. Adapun kendalanya yaitu kesulitan untuk menemui petugas tersebut karena satu orang petugas tidak hanya membawahi satu desa saja sehingga tidak akan efektif dalam pelaksanaannya. Selain itu pihak desa juga akan merasa dilewati, dalam era otonomi daerah seperti ini masyarakat semakin kritis dalam menyikapi sesuatu. Alternatif kedua pembayaran dilakukan di kantor desa melalui aparat yang ditunjuk desa. Keuntungan dengan alternatif ini adalah kepraktisan, dalam arti petani hutan rakyat dapat meminta izin tidak terlalu jauh karena masih dalam satu desa. Kemudian sosialisasi retribusi ini ke masyarakat akan lebih mudah jika dilakukan oleh aparat desa setempat disbanding dengan petugas penyuluh lapangan. Bagi Pemerintah Desa, adanya retribusi tersebut dapat menambah pendapatan desa dimana harus ada pembagian langsung dari Pemerintah Daerah ke desa berdasarkan hasil retribusi yang diperoleh. Sedangkan kerugiannya yaitu masalah petani dalam pengelolaan hutan rakyat tidak bisa disampaikan secara langsung ke petugas penyuluh lapangan.
5.6.2. Prospek Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dari Tabel 11 memperlihatkan bahwa tingkat kesediaan akan ijin tebang sebagian besar (58.33%) berkisar antara Rp 100,00 sampai Rp 500,00 berdasarkan pada luasan kepemilikan hutan rakyat. Ada 2 orang responden dengan kesediaan lebih dari Rp 1.000,00 atau hanya 3.33%. Dari 30 responden petani hutan rakyat di Desa Curug Bitung ada 8 orang responden menyatakan ketidaksetujuannya jika
dikenai retribusi atau ijin tebang. Hal ini disebabkan banyak faktor antara lain kondisi sosial ekonomi responden tersebut, rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya kesadaran akan arti pentingnya pajak. Secara keseluruhan rata-rata kesediaan dipungut dalam bentuk ijin tebang disemua desa contoh yaitu sebesar Rp 366,00/m3 atau Rp 114,00/ph. Rendahnya tingkat kesediaan petani responden akan ijin tebang karena selama ini karena belum ada retribusi semacam itu. Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar Ijin Tebang di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Luas Kepemilikan Hutan Rakyat (Ha) Kesediaan Membayar Ijin Tebang (Rp/m3) 0 100-500 500-1000 >1000 Total
0,5-1 Curug Bitung (N) 6 11 2 0 19
1-2 Bantar Karet (N) 0 8 6 2 16
Curug Bitung (N) 2 6 1 0 9
>2 Bantar Karet (N) 3 5 1 0 9
Curug Bitung (N) 0 2 0 0 2
Bantar Karet (N) 0 3 0 2 5
Tingkat kesediaan petani responden akan ijin angkut per m3 lebih besar daripada ijin tebang. Hal ini disebabkan mereka sudah terbiasa meminta surat izin pengangkutan kayu ke desa dan biasanya mereka juga memberikan biaya administrasi di desa secara sukarela. Tingkat kesediaan mereka berkisar antara Rp 500,00 sampai Rp 1.000,00.
Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar Ijin Angkut di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Luas Kepemilikan Hutan Rakyat (Ha) Kesediaan Membayar Ijin Angkut (Rp/m3) 0 500-1000 1000-1500 >1500 Total
0,5-1 Curug Bitung (N) 3 12 1 3 19
1-2 Bantar Karet (N) 1 7 3 5 16
Curug Bitung (N) 0 8 0 1 9
>2 Bantar Karet (N) 3 4 0 2 9
Curug Bitung (N) 0 0 2 0 2
Bantar Karet (N) 0 3 0 2 5
Jadi secara keseluruhan rata-rata kesediaan dipungut dalam bentuk ijin angkut di semua desa contoh yaitu sebesar Rp 1.150,00/m3. Pada Desa Bantar Karet memiliki kesediaan membayar baik ijin tebang maupun ijin angkut terbesar daripada Desa Curug Bitung. Hal ini disebabkan pada Desa Bantar Karet sumber pendapatannya selain berasal dari kayu rakyat juga berasal dari banyaknya penduduk yang bekerja sebagai penambang emas.
Tabel 13. Rata-rata kesediaan membayar ijin tebang dan ijin angkut di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Jenis Retribusi Ijin Tebang Ijin Angkut Total
Desa Curug Bitung (Rp/m3) 229,80 1183,23 1413,03
Desa Bantar Karet (Rp/m3) 502,78 1117,82 1620,60
Dengan total rata-rata kesediaan membayar ijin tebang angkut untuk per 3
m kayu yang dijual oleh petani pada Desa Curug Bitung sebesar Rp 1.413,00 dan Desa Bantar Karet sebesar Rp 1.620,00. Dengan besarnya ketersediaan tersebut dapat diketahui prospek kontribusi hutan rakyat dari Kecamatan Nanggung dengan rata rata potensi hutan rakyat (Standing Stock) pada Desa Curug Bitung sebesar 173,03 m3/Ha dengan luas hutan rakyat sebesar 473,2 Ha maka potensi PAD dari hutan rakyat sebesar Rp 115.693.325. Sedangkan untuk Desa Bantar Karet dengan rata-rata potensi hutan rakyat (Standing Stock) sebesar 144,00 m3/Ha dengan luas hutan rakyat sebesar 350,8 Ha maka potensi PAD dari hutan rakyat sebesar Rp 81.764.640. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor pada tahun 2006/2007 adalah sebesar Rp 63.830.000.000 (Pemda Bogor, 2006). Dengan demikian Desa Curug Bitung memiliki potensi untuk menyumbang dari hasil hutan rakyat terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor sebesar 0,18 %. Sedangkan di Desa Bantar Karet memiliki potensi untuk menyumbang dari hasil hutan rakyat terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor sebesar 0,12 %.
Tabel 14. Analisis Potensi PAD Dari Hutan Rakyat di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Desa Curug Bitung 1. Rata-rata Potensi Hutan Rakyat (Standing Stock) (m3/Ha) 2. Rata-Rata Kesediaan Membayar Ijin Tebang Angkut (Rp/m3) 3. Luas Hutan Rakyat (Ha) 4. Potensi PAD (Rp) = (1) x (2) x (3) x (4) 5. Persentase Potensi PAD (%)
5.7
Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Membayar Retribusi Kayu Rakyat
Desa Bantar Karet
173,03
144,00
1.413
1.620
473,2
350.5
115.693.325
81.764.640
0,18
0,12
Mempengaruhi
Kesediaan
Persamaan regresi yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor sosial ekonomi tidak hanya dicoba dalam bentuk linear saja, tetapi dicoba pula dalam bentuk-bentuk lain yang merupakan transformasi dari bentuk linear. Bentuk tersebut adalah bentuk persamaan linear logaritma. Hal ini dilakukan agar tujuan untuk memperoleh persamaan kesediaan membayar terbaik terhadap faktor-faktor sosial ekonomi dapat diperoleh. Dari kedua bentuk persamaan yang dicoba, dilihat bentuk persamaan yang terbaik yaitu persamaan yang memiliki koefisien determinasi tertinggi dengan Pvalue <
serta pengujian-pengujian yang memenuhi uji kriteria statistik. P-value
merupakan peluang untuk mengetahui apakah persamaan yang terbentuk berpengaruh nyata atau tidak sedangkan koefisien determinasi merupakan besarnya variabel independen yang menyebabkan keragaman terhadap variabel dependen yang dapat dicapai oleh persamaan tersebut. Pengujian dilakukan dalam bentuk normality test untuk mengetahui apakah data menyebar normal dalam persamaan yang terbentuk dan multikolinearitas untuk mengetahui korelasi antara dua peubah bebas. Pengolahan dan pengujian data dikerjakan dengan menggunakan software MINITAB release 14 dengan StepwiseRegression. Persamaan regresi terbaik untuk setiap faktor-faktor sosial ekonomi dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Persamaan Regresi terbaik untuk setiap faktor-faktor sosial ekonomi. Persamaan WTP R2 P value Ln Y = 5,72-1,25 Ln X1 + 0,890 Ln X3 + 0,914 LnX4 Y = - 85993 + 0,0450 X3 + 396041 X4
82%
0,000
39,4%
0,000
Tabel 15 memperlihatkan bahwa kesediaan membayar masyarakat untuk Desa Curug Bitung pada Kecamatan Nanggung untuk membayar retribusi kayu rakyat (Y) dipengaruhi secara nyata oleh umur (X1), pendapatan petani hutan rakyat (X3) dan luas lahan (X4) dengan model persamaan linear logaritma : Ln Y = 5,72-1,25 Ln X1 + 0,890 Ln X3 + 0,914 Ln X4. Model tersebut nyata (P = 0,000) dengan koefisien determinasi model (R2) sebesar 82% hal ini berarti bahwa umur, pendapatan, dan luas lahan mampu menjelaskan keragaman kesediaan membayar retribusi kayu rakyat sebesar 82%. Persamaan tersebut menunjukan bahwa umur, pendapatan petani hutan rakyat dan luas lahan berkorelasi positif terhadap kesediaan membayar retribusi kayu rakyat. Kekuatan model lebih banyak dipengaruhi oleh luas lahan (P = 0,001) karena semakin besar luas lahan yang dimiliki maka mereka akan bersedia membayar retribusi kayu rakyat dengan harga yang lebih tinggi. Hasil analisa juga menunjukan bahwa umur memberikan pengaruh (P = 0,046) yang tidak terlalu besar karena tidak semua responden yang berusia tua akan bersedia membayar lebih tinggi selama mereka masih dapat membayar retribusi kayu rakyat dengan harga yang relatif lebih murah.
Untuk menunjukkan bahwa persamaan regresi tersebut memiliki persamaan terbaik dilakukan uji kenormalan yang berupa grafik. Untuk model persamaan double log dengan plot yang cenderung membentuk garis lurus dan data menyebar normal sehingga persamaan regresi yang terbentuk akurat dan valid. Untuk model persamaan linear dengan plot yang tidak membentuk garis lurus dan data tidak menyebar normal sehingga persamaan regresi yang terbentuk tidak akurat dan tidak valid (Lampiran 10 dan 11). Sedangkan kesediaan membayar masyarakat untuk Desa Bantar Karet pada Kecamatan Nanggung dengan model persamaan regresi linear untuk membayar retribusi kayu (Y) rakyat dipengaruhi nyata oleh tingkat pendapatan petani hutan rakyat (X3) dengan luas lahan (X4) dengan model persamaan: Y = - 859993 + 0,0450 X3 + 396041 X4. Model tersebut nyata (P = 0,000) dengan koefisien determinasi model (R2) sebesar 39,4% hal ini berarti bahwa pendapatan petani hutan rakyat dan luas lahan mampu menjelaskan keragaman kesediaan membayar retribusi kayu rakyat sebesar 39,4%. Persamaan tersebut menunujukan bahwa pendapatan petani hutan rakyat dan luas lahan berkorelasi positif terhadap kesediaan membayar retribusi kayu rakyat. Kekuatan model banyak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan petani hutan rakyat dan luas lahan (P = 0,000) karena semakin luas lahan hutan rakyat yang dimiliki petani hutan rakyat akan bersedia membayar retribusi kayu rakyat dengan harga yang lebih tinggi sehinga akan berpengaruh terhadap pendapatan petani hutan rakyat yang semakin tinggi pula. Pada model persamaan regresi linear ini dengan Stepwise Regression peubah umur tidak berpengaruh terhadap kesediaan membayar retribusi kayu rakyat.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Kegiatan pengusahaan hutan rakyat di Kecamatan Nanggung secara finansial layak dilakukan, dimana memiliki nilai NPV sebesar Rp 622.160, BCR sebesar 1,063 dan IRR sebesar 20,74%. Sedangkan potensi rata-rata hutan rakyat (Standing Stock) di Desa Curug Bitung sebesar 173,03 m3/Ha dan di Desa Bantar Karet sebesar 144,00 m3/Ha. 2. Rata-rata kesediaan membayar ijin tebang dan ijin angkut dari masyarakat Desa Bantar Karet yakni sebesar Rp. 1.620,00/m3 dan dari masyarakat Desa Curug Bitung yakni sebesar Rp. 1.413,00/m3. Dengan demikian potensi kontribusi hutan rakyat Desa Curug Bitung terhadap PAD Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp 115.693.325 dan hutan rakyat Desa Bantar Karet sebesar Rp 81.764.640. 3. Kesediaan membayar masyarakat terhadap ijin tebang dan angkut kayu rakyat (retribusi) di Desa Curug Bitung dipengaruhi secara nyata oleh umur, luas lahan dan pendapatan petani hutan rakyat. Sedangkan di Desa Bantar Karet kesediaan membayar retribusi kayu rakyat dipengaruhi secara nyata oleh luas lahan dan pendapatan petani hutan rakyat.
6.2 Saran 1. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut tentang Peraturan Daerah yang mengatur retribusi hutan rakyat di Kabupaten Bogor. 2. Dapat dilakukan retribusi terhadap hutan rakyat oleh pihak Pemerintah Daerah jika ada semacam timbal balik ke masyarakat berupa pemberian bantuan pupuk, perbaikan sarana dan prasarana Desa Bantar Karet dan Desa Curug Bitung.
DAFTAR PUSTAKA Abidin et al. 1990. Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat. Lembaga Penelitian IPB. Bogor. Affandi O dan Pindi P. 2004. Perhitungan nilai ekonomi pemanfaatannya hasil hutan non-marketable oleh masyarakat desa sekitar hutan (Studi Kasus Cagar Alam Dolok Sibual-Buali Kec. Sepirok Tapanuli Selatan). Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. [terhubung berkala]. http//www. Library usu.com [29 Desember 2005]. Bahruni. 1999. Diktat Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. BPS. 1993. Sensus Pertanian Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
BRKLT IV. 1991. Budidaya Kayu Rakyat. Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wilayah IV. Bandung. Departemen Kehutanan. 1995. Hutan Rakyat. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Hayono, J. 1996. Analisis Pengembangan Pengusahaan Hutan Rakyat di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Tesis. IPB. Bogor. Hernanto, F. 1998. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kristyawan, W. 1996. Penerapan Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Masyarakat Dengan Basis Industri di Wilayah Kecamatan Tenggaran Kabipaten Semarang. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor Kuncoro, W. 1979. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Alumni. Bandung.
[Pemda Bogor]. (Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor). 2006. PAD Kota Bogor Menjadi Rp 63,830 Milyar. http://www.kotabogor.go.id/index/ [01 Januari 2008] Reksohadiprodjo, S. 2001. Analisis Manfaat dan Biaya Sosial. Yogyakarta.
Sinar Grafika. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 41 Tentang Kehutanan. Jakarta. Sinar Grafika. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 22 Tentang Pemerintahan Daerah Sinar Grafika. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 18 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Sinar Grafika. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 25 Tentang Perimbangan Keuangan Sinar Grafika. 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 104 Tentang Dana Perimbangan Sinar Grafika. 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 105 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
LAMPIRAN
Lampiran 1. Identitas Responden No
Nama
Umur
Desa
Pendidikan
Jumlah Tanggungan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Ubeng Edie Djunaedi Ading Encep Satim Djunep H. Ramin Eman Na'im Hamid Memed Ucon Wiwin Udin Madhasan Abdul Muid Abdul Somad Madroni Arkawi Anta Malin Madyas Engkik Mad Nasir Sarman Madsaid H. Ujang Amud Marto Acim Mad Ali Karnadi Ikah Jaja Asep Badri Awil Memed H.Mad Soleh Nurdin Jaji Artani Khotib Abung Suryadi Nata Madi H. Ahmad H. Pendi H. Sapin Juali Kuding Aping Misna Acang Suwadi Yusuf Edi Orson H. Ali Idris
43 40 43 50 29 54 71 70 42 45 33 70 44 45 50 45 39 40 42 52 33 70 55 60 45 40 35 60 75 40 50 45 35 50 45 31 65 55 72 42 60 50 49 48 50 58 43 66 61 54 54 42 49 92 49 70 32 35 55 47
Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Curug Bitung Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet Bantar Karet
SD SPG SMA SD SMP SD SR SR SD SD SMA SR SMA SMP SD SD SMP SMP SD SD SD SR SR SR SD SD SD PGA SR SD SD SPMA SD SD SD SD SR SR SR SMP SD SD SD SMP SD SR SD SR SR SD SD SD SD SR SD SR SD SD SR SMP
2 2 5 5 2 2 2 3 2 1 2 1 4 3 3 4 4 2 6 5 3 2 5 5 6 7 8 5 2 5 3 2 5 2 4 5 2 3 2 7 7 2 8 4 4 4 2 3 3 2 1 2 3 1 2 2 3 3 2 4
Pekerjaan Utama Sampingan Bertani Tengkulak Guru SD Bertani PNS Bertani Swasta Bertani Swasta Bertani Bertani Bertani Buruh Bertani Berdagang Bertani Beternak Bertani Swasta Bertani Bertani Swasta Bertani Bertani Mandor Bertani Berdagang Bertani Berdagang Bertani Berdagang Bertani Tengkulak Bertani Berdagang Bertani Berdagang Bertani Berdagang Bertani Beternak Bertani Berdagang Bertani Beternak Bertani Berdagang Bertani Beternak Bertani Buruh Pensiunan Bertani Bertani Bertani Berdagang Bertani Berdagang PNS Bertani Bertani Tengkulak Bertani Bertani Berdagang Berdagang Bertani Bertani Bertani Veteran Bertani Bertani Berdagang Bertani Berdagang Bertani Bertani Bertani Berdagang Bertani Buruh Bertani Berdagang Bertani Bisnis Bertani Berdagang Bertani Beternak Bertani Berdagang Bertani Tengkulak Bertani Berdagang Bertani Beternak Bertani Berdagang Bertani Tukang Kayu Bertani Tengkulak Swasta Bertani Penambang Bertani Bertani Berdagang Bertani Beternak
Pekerjaan Istri Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Berdagang Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Berdagang Berdagang Berdagang Ibu RT Berdagang Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Berdagang Ibu RT Berdagang Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Berdagang Berdagang Ibu RT Ibu RT Berdagang Ibu RT Ibu RT Ibu RT Ibu RT Berdagang Ibu RT
Lampiran 2. Luas Pengusahaan Lahan Hutan Rakyat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Nama Ubeng Edie Djunaedi Ading Encep Satim Djunep H. Ramin Eman Na'im Hamid Memed Ucon Wiwin Udin Madhasan Abdul Muid Abdul Somad Madroni Arkawi Anta Malin Madyas Engkik Mad Nasir Sarman Madsaid H. Ujang Amud Marto Acim Mad Ali Karnadi Ikah Jaja Asep Badri Awil Memed H.Mad Soleh Nurdin Jaji Artani Khotib Abung Suryadi Nata Madi H. Ahmad H. Pendi H. Sapin Juali Kuding Aping Misna Acang Suwadi Yusuf Edi Orson H. Ali Idris
Luas HR (Ha) 0.6 1 1 8 1.5 1 1.5 2 0.5 0.75 1 2 0.5 0.5 1 1 1 3 1 1.5 1.25 1.5 0.75 1.5 1 1 0.5 2 0.5 1 0.5 2 1.25 0.5 0.5 0.5 0.5 1.5 3 1 1 0.5 0.5 0.85 0.5 0.5 1 3 1 1.25 1 1.5 2 2 3 2 1 1 3 2
Jenis Hutan Rakyat Campuran Monokultur Monokultur Monokultur Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Monokultur Campuran Monokultur Monokultur Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Monokultur Campuran Campuran Campuran Monokultur Campuran Monokultur Monokultur Campuran Monokultur Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Monokultur Monokultur Monokultur Monokultur Campuran Monokultur Campuran Monokultur Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Monokultur Campuran Campuran
Jenis Pohon
Penggunaan Lahan
Sengon.Afrika Sengon Sengon Sengon Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon Sengon.Afrika Sengon Sengon Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Afrika Sengon.Afrika Sengon Afrika Sengon.Afrika Sengon Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon.Afrika Sengon Sengon.Afrika Sengon Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon.Afrika Sengon Sengon.Afrika Sengon.Afrika
Pekarangan Kebun Sengon Kebun Campuran Kebun Sengon Kebun Campuran Ladang/Tegalan Kebun Campuran Kebun Campuran Pekarangan Kebun Campuran Kebun Campuran Ladang/Tegalan Kebun Campuran Kebun Sengon Ladang/Tegalan Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Ladang/Tegalan Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Ladang/Tegalan Kebun Campuran Ladang/Tegalan Kebun Campuran Ladang/Tegalan Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Ladang/Tegalan Ladang/Tegalan Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Pekarangan Pekarangan Kebun Sengon Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Sengon Ladang/Tegalan Kebun Campuran Kebun Campuran Ladang/Tegalan Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Campuran Kebun Sengon Ladang/Tegalan Kebun Campuran
Lampiran 3. Total Biaya Penanaman Hutan Rakyat No
Luas HR (Ha)
Persiapan Tanam HOK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Avr
0.6 1 1 8 1.5 1 1.5 2 0.5 0.75 1 2 0.5 0.5 1 1 1 3 1 1.5 1.25 1.5 0.75 1.5 1 1 0.5 2 0.5 1 0.5 2 1.25 0.5 0.5 0.5 0.5 1.5 3 1 1 0.5 0.5 0.85 0.5 0.5 1 3 1 1.25 1 1.5 2 2 3 2 1 1 3 2 1.3533
3 7 4 92 6 2 1 4 8 7 10 6 3 7 2 6 8 16 6 14 9 0 0 2 1 2 0 0 0 6 1 19 3 3 1 1 1 2 0 1 0 0 1 3 8 1 2 31 2 15 3 8 0 3 0 7 2 16 9 10 6.417
Biaya (Rp) 45000 105000 60000 1380000 90000 30000 15000 60000 120000 105000 150000 90000 45000 105000 30000 60000 80000 160000 60000 140000 90000 0 0 20000 10000 20000 0 0 0 60000 10000 190000 30000 30000 10000 10000 10000 20000 0 10000 0 0 10000 30000 80000 15000 30000 465000 30000 225000 45000 120000 0 45000 0 105000 30000 240000 135000 150000 86750
Biaya Penanaman Pengadaan Bibit Harga Bibit (Rp) Jumlah (ph) 350 175000 800 70000 400 200000 12000 12000000 700 700000 200 100000 120 60000 500 250000 1000 200000 1000 500000 2000 600000 750 375000 300 30000 900 450000 200 600000 750 375000 1000 300000 2000 1000000 810 405000 1850 405000 1200 600000 115 20000 225 30000 200 100000 150 75000 175 87500 230 30000 0 0 280 30000 700 280000 130 650000 2500 250000 300 150000 300 150000 80 20000 100 160000 175 300000 200 300000 120 10000 100 10000 300 20000 260 20000 125 62500 400 200000 1000 300000 150 25000 200 100000 4000 1200000 250 125000 2000 600000 400 200000 1000 300000 0 0 400 40000 0 0 850 85000 200 100000 2000 150000 1100 110000 1200 120000 845.75 430083.333
Kegiatan Penanaman HOK
Biaya (Rp)
6 11 6 155 10 4 2 7 12 12 25 10 5 12 3 9 12 25 10 23 15 2 3 3 2 2 4 0 4 9 2 31 4 4 1 1 2 3 2 1 4 3 2 5 12 2 3 50 3 25 5 13 0 5 0 11 3 24 14 15 10.88
90000 165000 90000 2325000 150000 60000 30000 105000 180000 180000 375000 150000 75000 180000 45000 90000 120000 250000 100000 230000 150000 20000 30000 30000 20000 20000 40000 0* 40000 90000 20000 310000 40000 40000 10000 10000 20000 30000 20000 10000 40000 30000 20000 50000 120000 30000 45000 750000 45000 375000 75000 195000 0* 75000 0* 165000 45000 360000 210000 225000 154298.2456
Ket : * Lahan tidak dikelola / permudaan tanaman secara alami
Total Biaya Penanaman 310000 340000 350000 15705000 940000 190000 105000 415000 500000 785000 1125000 615000 150000 735000 1750000 525000 500000 1410000 565000 775000 840000 40000 60000 150000 105000 127500 70000 0* 70000 430000 95000 750000 220000 220000 40000 180000 95000 350000 30000 30000 60000 50000 92500 280000 500000 70000 175000 2415000 200000 1200000 320000 615000 0* 160000 0* 355000 175000 750000 455000 495000 702807.0175
Lampiran 4. Total Biaya Pemeliharaan Hutan Rakyat Pemupukan No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Pupuk (Rp)
HO K
F r
Total Biaya (Rp)
Pendangiran Total HO F Biaya K r (Rp)
Pemberantasan Hama Total Insek HO F Biaya t (Rp) K r (Rp)
Total Biaya Pemeliharaa n
0 0 280000 0 0 91500 0 0 0 0 0 0 156000
9 20 10 300 18 5 3 12 25 25 50 19 8
4 4 4 8 4 4 4 8 5 4 4 4 4
540000 1200000 600000 36000000 1080000 300000 180000 1440000 1875000 1500000 3000000 1140000 480000
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
540000 1200000 880000 36000000 1080000 391500 180000 1440000 1875000 1500000 3000000 1140000 636000
204000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 80000 22000 22000 54000 48000 44000 0 0 34000 32000 0 32000 0 0
23 5 18 25 50 21 46 30 3 5 5 4 4 6 0 7 17 4 62 8 8 2 3 4 5 3 2 7 6 3 8 24 4 5 100 6 50 10
8 4 4 4 8 4 4 4 4 4 4 4 4 4 0 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4
2760000 300000 720000 1000000 4000000 840000 1840000 1200000 120000 200000 200000 160000 160000 240000 0 140000 680000 160000 2480000 160000 320000 80000 120000 160000 200000 120000 80000 280000 240000 60000 160000 960000 240000 300000 6000000 360000 3000000 600000
2964000 300000 720000 1000000 4000000 840000 1840000 1200000 120000 200000 200000 160000 160000 240000 0 140000 680000 160000 2480000 160000 320000 80000 120000 160000 280000 166000 102000 390000 344000 104000 160000 960000 274000 332000 6000000 392000 3000000 600000
52 53
0 0
25 0
4 0
54 55 56 57 58 59 60 Av r
0 0 190000 32500 230000 0 0 25866.66 7
10 0 21 5 50 28 30
4 0 4 4 4 4 4
21
4
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
45000
2
4
15500
1
3
24000 14400 0
4
1
4
1
30000 12000 12000 24000 18000 12000
1 1 1 2 2 1
2 1 1 1 1 2
19000 17000
1 1
1 1
17000
1
1
35000 17500 80000
32625
4 1 10
2 1 1
2000
1
2
4000 4000
1 1
4 4
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 24000 0 56000 56000
1500000 0
85000
2
2
23000 0
600000 0 1260000 300000 3000000 1680000
9000
1
6
14400 0
1496864. 4
20800
11591
1730000 0 744000 0 1450000 332500 3230000 1680000
1531813.559
Lampiran 5. Total Biaya Pemanenan Hutan Rakyat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Avr
Hasil Kayu (m3) 206.063
Upah Tebang dan Sarad (Rp) 5151562.5
Upah Angkutan (Rp) 6181875
5652 263.76
141300000 6594000
169560000 7912800
628
15700000
18840000
113.04
4521600
2260800
175.84
4396000
5275200
150.72
3768000
4521600
320.28
8007000
9608400
518.1
12952500
15543000
891.978
22487851
26633742
Total Biaya Pemanenan (Rp) 11333643.56 0 0 310865652 14507063.76 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 34540628 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6782513.04 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9671375.84 0 0 8289750.72 0 17615720.28 0 0 28496018.1 0 7368372.755
Lampiran 6. Pola Penjualan dan Hasil Kayu Rakyat Penjualan No
Umur Tebang
Jml Pohon
Sistem Penjualan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Avr
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 5 4 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4,77
350 720 400 9600 700 200 120 500 800 1000 1600 750 300 810 200 750 1000 2000 810 1850 1200 115 225 200 150 175 230 330 280 700 130 2000 300 300 80 100 175 200 120 100 300 260 125 400 900 150 200 4000 250 1100 400 810 170 400 500 850 200 1500 1100 1200 46385
Industri Tengkulak/m3 Tengkulak/Ph Industri Industri Tengkulak/m3 Tengkulak/m3 Tengkulak/m3 Tengkulak/m3 Tengkulak/m3 Tengkulak/m3 Tengkulak/m3 Tengkulak/Ph Tengkulak/m3 Tengkulak/m3 Tengkulak/ph Tengkulak/Ph Industri Tengkulak/Ph Tengkulak/Ph Tengkulak/ph Tengkulak/ph Tengkulak/ph Tengkulak/ph tengkulak/ph Tengkulak/Ph Tengkulak/ph Tengkulak/ph Tengkulak/ph Tengkulak/ph Tengkulak/m3 Tengkulak/Ph Industri Tengkulak/Ph Tengkulak/Ph tengkulak/ph Tengkulak/Ph Tengkulak/Ph Tengkulak/Ph Tengkulak/Ph tengkulak/ph Tengkulak/Ph Tengkulak/Ph Tengkulak/Ph Tengkulak/Ph Tengkulak/Ph Tengkulak/m3 Tengkulak/m3 Tengkulak/m3 Tengkulak/Ph Industri Tengkulak/m3 Tengkulak/Ph Industri Tengkulak/Ph Industri Tengkulak/m3 Tengkulak/m3 Industri Tengkulak/Ph
Harga 1 pohon
12500
15000 12000 7000 7000 11000 9000 12500 6500 7500 7000 9000 10000 6000 5000 5500 11000 12000 14000 10000 15000 12500 10000 6000 5500 7500 7000 15000 7000 12500 10000
15000
8000 7500
10000 9657.1
T (m)
D (cm)
12 12 15 12 12 14 12 12 9 12 12 12 15 12 12 12 12 10 14 9 12 10 12 14 15 12 10 9 10 10 12 12 12 14 12 10 12 14 10 9 12 10 14 14 12 10 14 12 10 15 12 14 12 12 12 12 10 9 15 12 12
25 22 20 25 20 22 18 22 17 15 20 22 20 25 20 15 15 20 22 20 22 17 18 15 18 20 15 15 15 22 15 25 20 22 20 22 20 18 15 15 15 15 20 15 20 20 20 22 15 20 20 18 15 20 15 20 18 22 20 18 19
Volume 1 Total pohon (m3) (m3) 0.589 206.1 0.456 328.3 0.471 188.4 0.589 5652 0.377 263.8 0.532 106.4 0.305 36.63 0.456 228 0.204 163.3 0.212 212 0.377 602.9 0.456 342 0.471 141.3 0.589 476.9 0.377 75.36 0.212 159 0.212 212 0.314 628 0.532 430.9 0.283 522.8 0.456 547.1 0.227 26.09 0.305 68.67 0.247 49.46 0.382 57.23 0.377 65.94 0.177 40.62 0.159 52.46 0.177 49.46 0.38 266 0.212 27.55 0.589 1178 0.377 113 0.532 159.6 0.377 30.14 0.38 37.99 0.377 65.94 0.356 71.22 0.177 21.2 0.159 15.9 0.212 63.59 0.177 45.92 0.44 54.95 0.247 98.91 0.377 339.1 0.314 47.1 0.44 87.92 0.456 1824 0.177 44.16 0.471 518.1 0.377 150.7 0.356 288.4 0.212 36.03 0.377 150.7 0.212 106 0.377 320.3 0.254 50.87 0.342 512.9 0.471 518.1 0.305 366.3 0.35 325.7
Harga (m3 ) 120000* 40000 40000 150000* 150000* 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 120000* 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 130000* 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 120000* 40000 40000 120000 40000 120000* 40000 40000 120000 40000 43018.86792
Ket : * = Penjualan kayu rakyat langsung ke industri jadi ada biaya pemanenan
Lampiran 7. Total Pendapatan Petani Hutan Rakyat Per Tahun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Avr
Pendapatan Kayu Rakyat (m3 ) 3136016 2897682 1576500 93048750 4440500 918457 294999.6 1815890 1039678 1548250 4997550 2980710 1216500 3844125 509850 1278375 1744500 8852500 3957270 4574350 4961136 220894.8 621718 407050 506015 587525 328737.5 524576.3 442050 2382080 211785 10967500 1883200 1460748 271440 304940 536900 554652 162950 125962.5 523350 360725 500375 879100 3026200 385000 752450 16133370 293562.5 4131000 1873800 2297966 360315 2223200 1059750 4753300 381805 4134190 7885375 3088746 3786298
Pendapatan Istri (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 3600000 0 0 0 0 0 3600000 3600000 5400000 0 1800000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2400000 0 0 0 1800000 0 0 0 0 0 0 0 0 3600000 0 0 0 0 0 1800000 1800000 0 0 3600000 0 0 0 0 1800000 2400000 620000
Pendapatan Sampingan (Rp) 12000000 13200000 14400000 24000000 10800000 0 5760000 10800000 3600000 2400000 12000000 0 18000000 7200000 3600000 2400000 3600000 6000000 2400000 3600000 4800000 1200000 3600000 2400000 10200000 1200000 2400000 11760000 0 2400000 4200000 13200000 9600000 0 3600000 5760000 0 1200000 5520000 10800000 3600000 0 0 4800000 7200000 12000000 18000000 2400000 8400000 3600000 6000000 6000000 7200000 0 6000000 4800000 24000000 8400000 6000000 0 6300000
Pendapatan (Rp) Sawah
Lainnya
4722000 9720000 3258000 0 0 4062000 11100000 0 5952000 3156000 9072000 7584000 7560000 2976000 27348000 1632000 816000 0 1908000 0 1896000 1890000 4860000 4860000 5952000 1512000 1680000 9720000 4866000 4866000 10800000 0 1512000 9720000 9720000 0 1512000 6336000 9720000 4860000 11880000 7842000 10440000 1692000 0 2268000 3024000 4062000 1890000 15168000 20400000 10992000 2892000 5952000 5952000 4062000 0 0 5052000 9720000 5340600
7200000 0 0 0 0 1200000 900000 0 360000 0 0 6000000 6720000 0 1200000 600000 600000 3600000 3360000 1500000 1800000 2400000 240000 480000 600000 2400000 720000 3000000 1200000 2880000 600000 0 360000 600000 360000 600000 2400000 1800000 2400000 360000 600000 3180000 4800000 3780000 0 1200000 0 3600000 2400000 0 1200000 7200000 1200000 1440000 720000 2400000 900000 0 3600000 1800000 1641000
Pendapatan Lain-Lain (Rp) 0 0 0 0 1200000 1200000 0 1200000 0 2400000 0 0 0 0 0 0 0 0 1200000 2400000 0 1200000 0 1200000 0 1800000 2400000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2400000 1200000 0 0 0 0 0 0 1200000 0 0 0 2400000 0 0 0 0 2400000 0 0 0 0 0 0 430000
Total Pendapatan (Rp) 27058015.6 25817681.6 19234500 117048750 16440500 7380457 18054999.6 13815890 14551678 9504250 26069550 16564710 33496500 14020125 36257850 9510375 12160500 18452500 14625269.6 12074350 13457136 6910894.75 9321718 9347050 17258015 7499525 7528737.5 25004576.3 6508050 12528080 18211785 24167500 13355200 11780748 15751440 6664940 6848900 11090652 17802950 16145962.5 16603350 11382725 15740375 14751100 11426200 15853000 21776450 26195370 15383562.5 24699000 31273800 26489965.6 11652315 15615200 13731750 16015300 25281805 12534190 24337375 17008746 18117898.2
Lampiran 8. Kesediaan Ijin Tebang Angkut dan Pendapatan Kayu Rakyat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Avr
Kesediaan (m3 ) Ijin Tebang Ijin Angkut 170 1000 219 1000 106 5000 170 1500 398 1000 282 1000 164 500 110 500 245 500 472 1000 133 500 110 500 106 500 0 0 133 500 472 1000 0 2500 318 1500 188 2000 0 2000 219 1000 441 1000 655 0 809 1000 0 0 531 1000 0 1000 0 1000 0 1500 0 1000 708 1500 340 2500 0 0 940 2000 265 2000 658 2000 1327 2000 702 3000 1132 2000 1573 4000 472 1000 566 1000 227 1000 607 1500 265 2000 159 500 341 1500 1097 2000 283 0 106 500 531 1000 0 0 0 0 265 500 472 500 265 500 393 500 292 1000 212 500 328 500 349.6 1158.3
Pendapatan (Rp) Sebelum Retribusi Setelah Ijin Tebang Angkut 24727500 24416758 13130726.4 12635698 7536000 7251893 734760000 726236784 34288800 33891050 4255328 4094902 1464998.4 1409768 9118560 8774790 6533712 6287391 8478000 8158379 24115200 23206057 13677840 13162185 5652000 5438920 19075500 18356354 3014400 2900757 6358500 6118785 8478000 8158379 75360000 74412976 17234078.4 16584354 20912400 20124003 21884544 21059497 1043579 1004236 2746872 2643315 1978200 1903622 2289060 2202762 2637600 2538162 1624950 1563689 2098305 2019199 1978200 1903622 10638320 10237255 1102140 1060589 47100000 45324330 14695200 14524736 6382992 6142353 1205760 1160303 1519760 1462465 2637600 2538162 2848608 2741215 847800 815838 635850 611878 2543400 2447514 1836900 1767649 2198000 2115135 3956400 3807244 13564800 13053407 1884000 1812973 3516800 3384217 72948480 70198322 1766250 1699662 20724000 19942705 18086400 17859114 11536862.4 11101923 1441260 1386924 18086400 17859114 4239000 4079190 38433600 37950618 2034720 1958011 20516760 19743278 62172000 61390705 14649984 14097680 24703381.66 24212213.27
Lampiran 9. Biaya Total Pengeluaran Sebelum dan Setelah Retribusi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Avr
Biaya Total Pengeluaran (Rp) Sebelum Retribusi Setelah Ijin Tebang Angkut 56481 54973 32430 30922 28242 26734 63129 61621 57480 55972 31703 30195 27655 26147 26617 25109 21519 20011 25518 24010 29717 28209 31058 29550 29808 28300 28788 27280 25715 24207 29107 27599 27224 25716 51756 50248 33712 32204 30629 29121 32212 30704 27950 26442 31537 30029 27613 26105 31055 29547 29913 28405 25909 24401 34705 33197 30796 29288 31952 30444 27449 25941 33542 32034 59123 57615 33811 32303 33269 31761 26023 24515 27564 26056 29939 28431 28929 27421 32947 31439 31203 29695 31938 30430 56481 54973 32430 30922 28242 26734 26504 24996 30453 28945 33339 31831 22436 20928 29174 27666 45428 43920 30056 28548 34816 33308 53297 51789 36461 34953 53767 52259 26455 24947 27598 26090 55589 54081 30739 29231 34015.533 32507.5333
Lampiran 10 Analisis Korelasi Dengan Stepwise Reggresion Model Linear Backward elimination.
Alpha-to-Remove: 0,1
Response is WTP on 7 predictors, with N = 60
Step Constant
1 -59517905
2 -61745186
3 -59572577
4 -57460136
5 -85572703
Umur T-Value P-Value
-511800 -1,22 0,227
-477458 -1,21 0,233
-530874 -1,43 0,159
-571932 -1,55 0,127
P1 T-Value P-Value
-32665045 -1,29 0,203
-32279657 -1,29 0,204
-28064054 -1,23 0,223
-44638610 -2,96 0,005
-42836571 -2,81 0,007
P2 T-Value P-Value
-3970830 -0,27 0,787
Pendapatan T-Value P-Value
3,98 7,59 0,000
4,01 7,83 0,000
4,05 8,17 0,000
4,19 8,77 0,000
4,39 9,43 0,000
Luas Lahan T-Value P-Value
30852759 4,49 0,000
30511367 4,56 0,000
30830621 4,67 0,000
28837482 4,60 0,000
25559176 4,28 0,000
K1 T-Value P-Value
8101995 0,41 0,681
8065069 0,42 0,679
K2 T-Value P-Value
-18925926 -0,72 0,476
-18734913 -0,72 0,476
-23100128 -0,97 0,335
34011659 88,36 86,79 8,0
33713133 88,34 87,03 6,1
33453930 88,31 87,22 4,2
33437718 88,10 87,24 3,2
33853459 87,58 86,92 3,5
S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p
Regression Analysis: WTP versus P1; Pendapatan; Luas Lahan The regression equation is WTP = - 85572703 - 42836571 P1 + 4,39 Pendapatan + 25559176 Luas Lahan
Predictor Constant P1 Pendapatan Luas Lahan
Coef -85572703 -42836571 4,3867 25559176
S = 33853459
SE Coef 7285447 15225602 0,4651 5978052
R-Sq = 37,2%
T -11,75 -2,81 9,43 4,28
P 0,000 0,007 0,000 0,000
VIF 1,1 2,4 2,3
R-Sq(adj) = 35,2%
Analysis of Variance Source
DF
SS
MS
F
P
Regression Residual Error Total
3 56 59
Source P1 Pendapatan Luas Lahan
Seq SS 4,51867E+14 4,31259E+17 2,09498E+16
DF 1 1 1
4,52660E+17 6,41792E+16 5,16840E+17
1,50887E+17 1,14606E+15
131,66
0,000
Unusual Observations Obs 4 13 15 39
P1 0,00 1,00 0,00 0,00
WTP 726236784 5438920 2900757 815838
Fit 632363009 31310712 99040193 69201719
SE Fit 30986312 15790268 11533410 10642205
Residual 93873775 -25871792 -96139436 -68385881
St Resid 6,88RX -0,86 X -3,02R -2,13R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1,67724
Residual Plots for WTP uji kenormalan WTP Stepwise Regression: Kesediaan versus Umur; P1; ... Backward elimination.
Alpha-to-Remove: 0,1
Response is Kesediaan on 7 predictors, with N = 60
Step Constant
1 -358898
2 -404958
3 -399203
4 -445645
Umur T-Value P-Value
-9951 -1,64 0,108
-9240 -1,61 0,114
-9204 -1,61 0,113
-8150 -1,53 0,131
P1 T-Value P-Value
161842 0,44 0,662
169812 0,47 0,643
P2 T-Value P-Value
-82116 -0,39 0,700
Pendapatan T-Value P-Value
0,0419 5,50 0,000
0,0424 5,70 0,000
0,0432 6,03 0,000
Luas Lahan T-Value P-Value
477717 4,79 0,000
470657 4,84 0,000
453852 5,06 0,000
-187670 -0,66 0,512
-188434 -0,67 0,507
-135309 -0,53 0,599
K1 T-Value P-Value
5 -844289
6 -859993
0,0419 6,29 0,000
0,0450 7,00 0,000
0,0450 6,91 0,000
455816 5,12 0,000
406885 4,84 0,000
396041 4,66 0,000
K2 T-Value P-Value
-518168 -1,35 0,182
-514218 -1,36 0,181
-374545 -1,62 0,111
-356538 -1,57 0,122
-362851 -1,58 0,120
493616 83,67 81,47 8,0
489640 83,62 81,76 6,1
486079 83,55 82,03 4,4
482886 83,47 82,26 2,6
488678 82,76 81,84 2,9
S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p
495026 81,99 81,36 3,3
Regression Analysis: Kesediaan versus Pendapatan; Luas Lahan The regression equation is Kesediaan = - 859993 + 0,0450 Pendapatan + 396041 Luas Lahan
Predictor Constant Pendapatan Luas Lahan
S = 495026
Coef -859993 0,044993 396041
SE Coef 105498 0,006511 84898
R-Sq = 39,4%
T -8,15 6,91 4,66
P 0,000 0,000 0,000
VIF 2,2 2,2
R-Sq(adj) = 36,1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 2 57 59
Source Pendapatan Luas Lahan
Seq SS 5,82701E+13 5,33257E+12
DF 1 1
SS 6,36027E+13 1,39679E+13 7,75706E+13
MS 3,18014E+13 2,45050E+11
F 129,77
P 0,000
Unusual Observations Obs 4 15 39 48
Pendapatan 117048750 36257850 17802950 26195370
Kesediaan 8523216 113643 31962 2750158
Fit 7574759 1167413 1129145 1506749
SE Fit 446261 155494 155102 124525
Residual 948457 -1053770 -1097183 1243409
St Resid 4,43RX -2,24R -2,33R 2,60R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2,20989
Residual Plots for Kesediaan Normal Probability Plot of the Residuals
Percent
99 90 50 10 1 0.1
Residuals Versus the Fitted Values Standardized Residual
99.9
-4
-2
0 2 Standardized Residual
Standardized Residual
Frequency
-2 2000000 4000000 Fitted Value
6000000
8000000
Residuals Versus the Order of the Data
15 10 5
0.0 1.6 3.2 Standardized Residual
0
0
Histogram of the Residuals
-1.6
2
4
20
0
4
4.8
4 2 0 -2 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Observation Or der
Lampiran 11 Analisis Korelasi Dengan Stepwise Reggresion Model Double Log Backward elimination.
Alpha-to-Remove: 0,1
Response is Ln WTP on 7 predictors, with N = 60 Step Constant
1 5,589
2 5,955
3 6,124
4 4,442
5 5,725
Ln umur T-Value P-Value
-1,31 -1,86 0,069
-1,39 -2,08 0,042
-1,10 -1,78 0,080
-1,23 -2,03 0,048
-1,25 -2,04 0,046
P1 T-Value P-Value
1,21 1,52 0,135
1,18 1,51 0,137
0,86 1,18 0,245
P2 T-Value P-Value
0,16 0,35 0,726
Ln Pendapatan T-Value P-Value
0,92 2,60 0,012
0,91 2,62 0,011
0,83 2,43 0,018
0,97 2,99 0,004
0,89 2,75 0,008
Ln Luas T-Value P-Value
1,08 3,75 0,000
1,10 3,88 0,000
1,05 3,75 0,000
0,96 3,55 0,001
0,91 3,35 0,001
K1 T-Value P-Value
-0,66 -1,08 0,284
-0,67 -1,11 0,270
K2 T-Value P-Value
-1,84 -2,21 0,031
-1,85 -2,24 0,029
-1,49 -1,96 0,055
-0,84 -1,60 0,115
S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p
1,09 44,96 37,55 8,0
1,08 44,83 38,58 6,1
1,08 43,54 38,31 5,3
1,09 42,09 37,88 4,7
1,10 39,39 36,14 5,3
Regression Analysis: Ln WTP versus Ln umur; Ln Pendapatan; Ln Luas The regression equation is Ln WTP = 5,72 - 1,25 Ln umur + 0,890 Ln Pendapatan + 0,914 Ln Luas Predictor Constant Ln umur Ln Pendapatan Ln Luas S = 1,10335
Coef 5,725 -1,2545 0,8899 0,9142
SE Coef 6,246 0,6155 0,3235 0,2731
R-Sq = 82%
T 0,92 -2,04 2,75 3,35
P 0,363 0,046 0,008 0,001
VIF 1,1 1,3 1,4
R-Sq(adj) = 79,1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 3 56 59
SS 44,305 68,174 112,479
MS 14,768 1,217
F 12,13
P 0,000
Source Ln umur Ln Pendapatan Ln Luas
DF 1 1 1
Seq SS 2,125 28,537 13,643
Unusual Observations Obs 4 39 40
Ln umur 3,91 4,28 3,74
Ln WTP 20,403 13,612 13,324
Fit 19,250 16,220 15,805
SE Fit 0,642 0,328 0,167
Residual 1,153 -2,608 -2,481
St Resid 1,29 X -2,48R -2,27R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 2,09633
Residual Plots for Ln WTP Uji kenormalaan WTP Stepwise Regression: Ln Kesediaan versus Ln umur; P1; ... Backward elimination.
Alpha-to-Remove: 0,1
Response is Ln Kesediaan on 7 predictors, with N = 60 Step 1 2 3 4 5 Constant 6,152 6,270 6,476 4,359 5,080 Ln umur T-Value P-Value
-1,30 -2,06 0,045
-1,32 -2,22 0,030
-0,97 -1,75 0,085
-1,14 -2,05 0,045
-1,15 -2,08 0,042
P1 T-Value P-Value
1,48 2,09 0,041
1,48 2,11 0,040
1,08 1,64 0,106
P2 T-Value P-Value
0,05 0,13 0,899
Ln Pendapatan T-Value P-Value
0,67 2,14 0,037
0,67 2,16 0,035
0,57 1,86 0,068
0,74 2,52 0,015
0,70 2,41 0,019
Ln Luas T-Value P-Value
0,90 3,50 0,001
0,91 3,60 0,001
0,85 3,36 0,001
0,74 2,99 0,004
0,71 2,90 0,005
K1 T-Value P-Value
-0,81 -1,49 0,141
-0,81 -1,52 0,135
K2 T-Value P-Value
-1,73 -2,32 0,024
-1,73 -2,35 0,023
-1,29 -1,88 0,065
-0,47 -0,99 0,327
S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p
0,974 40,52 32,51 8,0
0,965 40,50 33,76 6,0
0,977 37,91 32,16 6,3
0,992 34,81 30,07 7,0
0,992 33,65 30,10 6,0
Regression Analysis: Ln Kesediaan versus Ln umur; Ln Pendapatan; Ln Luas The regression equation is Ln Kesediaan = 5,08 - 1,15 Ln umur + 0,700 Ln Pendapatan + 0,712 Ln Luas Predictor Constant Ln umur Ln Pendapatan Ln Luas
Coef 5,080 -1,1510 0,6996 0,7120
SE Coef 5,614 0,5532 0,2908 0,2455
S = 0,991727
R-Sq = 78,7%
T 0,90 -2,08 2,41 2,90
P 0,369 0,042 0,019 0,005
VIF 1,1 1,3 1,4
R-Sq(adj) = 76,1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln umur Ln Pendapatan Ln Luas
DF 3 56 59 DF 1 1 1
SS 27,9390 55,0773 83,0163
MS 9,3130 0,9835
F 9,47
P 0,000
Seq SS 2,1451 17,5198 8,2741
Unusual Observations Obs 4 39 40
Ln umur 3,91 4,28 3,74
Ln Kesediaan 15,958 10,372 10,085
Fit 15,055 12,620 12,390
SE Fit 0,577 0,295 0,150
Residual 0,903 -2,248 -2,305
St Resid 1,12 X -2,37R -2,35R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 2,11656
Residual Plots for Ln Kesediaan Uji kenormalaan Kesediaan Welcome to Minitab, press F1 for help. Retrieving project from file: 'G:\DATAOR~1\DATAGU~1\OLAH DOUBLE LOG.MPJ'
Stepwise Regression: Ln WTP versus Ln umur, P1, ... Backward elimination.
Alpha-to-Remove: 0.1
Response is Ln WTP on 7 predictors, with N = 60 Step Constant
1 5.589
2 5.955
3 6.124
4 4.442
5 5.725
Ln umur T-Value P-Value
-1.31 -1.86 0.069
-1.39 -2.08 0.042
-1.10 -1.78 0.080
-1.23 -2.03 0.048
-1.25 -2.04 0.046
P1 T-Value P-Value
1.21 1.52 0.135
1.18 1.51 0.137
0.86 1.18 0.245
P2 T-Value
0.16 0.35
P-Value
0.726
Ln Pendapatan T-Value P-Value
0.92 2.60 0.012
0.91 2.62 0.011
0.83 2.43 0.018
0.97 2.99 0.004
0.89 2.75 0.008
Ln Luas T-Value P-Value
1.08 3.75 0.000
1.10 3.88 0.000
1.05 3.75 0.000
0.96 3.55 0.001
0.91 3.35 0.001
K1 T-Value P-Value
-0.66 -1.08 0.284
-0.67 -1.11 0.270
K2 T-Value P-Value
-1.84 -2.21 0.031
-1.85 -2.24 0.029
-1.49 -1.96 0.055
-0.84 -1.60 0.115
S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p
1.09 44.96 37.55 8.0
1.08 44.83 38.58 6.1
1.08 43.54 38.31 5.3
1.09 42.09 37.88 4.7
1.10 39.39 36.14 5.3
Regression Analysis: Ln WTP versus Ln Luas, Ln Pendapatan, Ln umur The regression equation is Ln WTP = 5.72 + 0.914 Ln Luas + 0.890 Ln Pendapatan - 1.25 Ln umur Predictor Constant Ln Luas Ln Pendapatan Ln umur S = 1.10335
Coef 5.725 0.9142 0.8899 -1.2545
SE Coef 6.246 0.2731 0.3235 0.6155
R-Sq = 82%
T 0.92 3.35 2.75 -2.04
P 0.363 0.001 0.008 0.046
VIF 1.4 1.3 1.1
R-Sq(adj) = 79,1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln Luas Ln Pendapatan Ln umur
DF 3 56 59 DF 1 1 1
SS 44.305 68.174 112.479
MS 14.768 1.217
F 12.13
P 0.000
Seq SS 26.930 12.318 5.058
Unusual Observations Obs 4 39 40
Ln Luas 2.08 1.10 0.00
Ln WTP 20.403 13.612 13.324
Fit 19.250 16.220 15.805
SE Fit 0.642 0.328 0.167
Residual 1.153 -2.608 -2.481
St Resid 1.29 X -2.48R -2.27R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 2.09633
Residual Plots for Ln Kesediaan Normal Probability Plot of the Residuals
Residuals Versus the Fitted Values 2
99.9
1
90
Residual
Percent
99
50 10
-1 -2
1 0.1
0
-3.0
-1.5
0.0 Residual
1.5
3.0
11
13 Fitted Value
14
15
Residuals Versus the Order of t he Data
16
2
12
1 Residual
Frequency
Histogram of t he Residuals
12
8 4
0 -1 -2
0
-2
-1
0 Residual
1
2
1 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Observation Order