KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA HUTAN RAKYAT (Studi di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat)
OKTORA TRIANGGANA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA HUTAN RAKYAT (Studi di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat)
OKTORA TRIANGGANA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departeman Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN OKTORA TRIANGGANA, Kontribusi Pengelolaan Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga dan Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat (Studi di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh BRAMASTO NUGROHO Menurut penelitian Hardjanto (2000), pendapatan petani dari hutan rakyat di Jawa masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total dan diusahakan dengan cara yang masih sederhana. Kontribusi sebesar itu menunjukkan bahwa hutan rakyat belum menjadi tumpuan penghidupan rumah tangga petani, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai seberapa besar kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga petani dan tingkat kelayakan usaha pengelolaan hutan rakyat khususnya di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sistem pengelolaan hutan rakyat dan pemasarannya, mengetahui besarnya kontribusi pengelolaan hutan rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga petani sekaligus mengetahui efektivitas keterkaitan luas hutan rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga petani serta mengetahui kelayakan usaha pada pengelolaan hutan rakyat. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling dimana jumlah responden sebanyak 36 orang didapat dari rumus slovin. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan dengan metode survey menggunakan alat bantu kuesioner dan didukung oleh teknik kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan petani sudah sangat nyata terlihat, ini diperkuat dengan besarnya nilai kontribusi yang semakin tinggi dengan kenaikan strata. Sehingga luas lahan petani berpengaruh nyata terhadap pendapatan hutan rakyat rumah tangga petani. Terbukti dari data yang didapat, pada strata I kontribusi yang dihasilkan sebesar Rp. 2.208.333,00 per tahun (7,79%), strata II sebesar Rp. 3.800.000,00 per tahun (11,98%) dan strata III sebesar Rp. 5.500.000,00 per tahun (13,00%). Pengelolaan hutan rakyat sudah layak untuk dikelola pada ketiga stratanya. Pernyataan ini didasarkan pada besarnya NPV (Net Present Value) yang tidak bernilai negatif, BCR (Benefit Cost Ratio) lebih besar dari satu dan nilai IRR (Internal Rate of Return) lebih besar dari pada suku bunga yang berlaku. Nilai NPV pada strata I, II dan III sebesar Rp. 6.378.880,00 Rp. 14.134.803,00 dan Rp. 3.985.918,00. Sistem pengelolaan hutan rakyat di lokasi penelititan secara umum masih sederhana. Pemanenan kayu masih berdasarkan kebutuhan dan tidak sesuai dengan daur tanaman sengon yang merupakan tanaman pokok di desa ini. Pemasaran kayu hanya dilakukan dengan sistem borongan atau oleh tengkulak/pembeli. Selanjutnya pemasaran kayu tersebut menjadi urusan/tanggung jawab tengkulak/pembeli.
Kata kunci : Kontribusi, Kelayakan Usaha dan Sistem Pengelolaan.
SUMMARY OKTORA TRIANGGANA, The Contribution of Community Forest Management to Farmers Household Income and Community Forest Business Feasibility (Studies in the Village Babakanreuma, District Sindangagung, Kuningan Regency, West Java). Supervised by BRAMASTO NUGROHO According to Hardjanto (2000), income of community forest farmers in Java are still positioned as a by product and incidental. Range of income is not more than 10 % of total revenue and sought simply. It shows that the contribution of community forest have not become the foundation of households subsistence, so it is necessary to conduct a study about how is the contribution of community forests management to total household income and it’s feasibility, especially in the Village Babakanreuma, District Sindangagung, Kuningan Regency, West Java Province. The purpose of this study was to identify the system of community forests management and marketing, knowing the contributions community forests management to households total income as well as examine the linkage of effectiveness of community forests area to the households total income and to determine the feasibility of it’s businesses. Determination of the respondents conducted using stratified random sampling method in which the respondents were 36 people obtained from the slovin formula. This study uses a qualitative approach that conducted by survey method using questionnaire and supported by quantitative techniques. The results shows that the contribution of community forests management to the households income has been very visible, reinforced by the magnitude of the contribution value that become higher and increasing in strata. So that the farmers land area of community forest significantly affected their household income. From the data obtained, in 1st strata , the resulting contribution is Rp. 2,208,333.00 per year (7.79%), 2nd strata is Rp 3.800.000,00 per year (11.98%), and 3rd strata is Rp 5.500.000,00 per year (13.00%). Management of community forests is feasible to run on all three strata. These statements are based on the amount of NPV (Net Present Value) that is not negative, BCR (Benefit Cost Ratio) is greater than one and the IRR (Internal Rate of Return) is greater than the prevailing rates. NPV values in strata I, II and III is Rp 6.378.880,00; Rp 14.134.803,00 and Rp 3.985.918.00. Community forests management systems at the sites are still modest. The harvesting is still based on needs and not according to the Sengon plant cycle which is the staple in this village. The timber marketing is only done by a contract system or the middleman (tengkulak) / buyer and furthermore become the responsibility of the middleman / buyer it self. Key words: Contributions, Business Feasibility and Management System.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “ Kontribusi Pengelolaan
Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga dan Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat (Studi di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Oktora Trianggana NIM. E14052735
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Kontribusi Pendapatan
Pengelolaan Rumah
Hutan
Tangga
Rakyat
Petani
dan
Terhadap Analisis
Kelayakan Usaha Hutan Rakyat. (Studi di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat) Nama Mahasiswa
: Oktora Trianggana
NIM
: E14052735
Departemen
: Manajemen Hutan
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS NIP. 19581104 1987 03 1005
Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP. 19630401 1994 03 1001
Tanggal Disahkan :
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “ Kontribusi Pengelolaan Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani dan Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat. (Studi di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat)”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk mendorong hal yang lebih baik. Penulis hanya berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Juli 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Oktober 1986 Ayahanda Suatmadji dan Ibunda Tetty Romlah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 66 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Program studi yang dipilih oleh penulis adalah Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis pernah aktif dalam beberapa oraganisasi, yaitu Forest Management Student Club (FMSC) dan Music Agriculture X-Pression!! (MAX!!). Penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan musik maupun non-musik. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Inhutani II unit Kalsel, Sub Unit Hutan Tanaman Semaras, Pulau Laut, Kalimantan Selatan pada tahun 2009. Untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kontribusi Pengelolaan Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani dan Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat. (Studi di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat). Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Suatmadji dan Ibu Tetty Romlah serta kakakkakakku tercinta Kartika Ariestiana dan Wisnu Dwi Wardhana atas dukungan secara moral maupun material serta kasih sayang yang senantiasa tercurah. 2. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi dapat selesai dengan baik. 3. Dr. Ir. Basuki Wasis, MS sebagai dosen penguji dan Soni Trison, S. Hut, Msi. sebagai ketua sidang pada ujian komprehensif 4. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kehutanan IPB, terutama seluruh dosen dan staff dari Departemen Manajemen Hutan yang telah banyak mendidik dan membantu penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Dinas Kehutanan Kuningan, serta masyarakat dari Desa Babakanreuma yang telah mendukung dan membantu sehingga dapat terlaksananya penelitian ini. 6. Eka Herdiana yang selalu memberi dukungan dan doa. 7. Teman-teman seperjuangan Irvan Fajar, Galih Radityo, Gian Yuniarto, Ferry Moji, Budi Yahna Wiharja dan Khoeruzaman yang juga banyak sekali membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Ibu Tuti yang telah banyak sekali membantu dan mendukung penulis secara moral maupun material hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 9. Teman-teman di Manajemen Hutan dan non Manajemen Hutan, Kobul, Ari jati, Andrea, Nita, Maung, Kibo, Ragil, Odoy, Rofik, Afwan, Handyan, Baki, Fitri, Puput, Indra, Andin, Suci, Radit, Bowo, Decil, Bramas, Mokmok, Bimbim, Indri, Beybe, Koko, Taufan, Fina, Lidya, Dwito serta teman-teman dari SMUN 66 Jakarta. 10. Seluruh teman-teman MNH, SVK, KSHE, dan THH angkatan 41, 42, 43, 44 dan 45. 11. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu-persatu.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian......................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4 2.1 Hutan Rakyat............................................................................... 4 2.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ............................................... 7 2.3 Pengusahaan Hutan Rakyat ......................................................... 8 2.3.1 Biaya Pengusahaan Hutan Rakyat .............................. 8 2.3.2 Pendapatan Usaha Hutan Rakyat ................................ 8 2.3.3 Analisis Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat............ 8 2.4 Rumah Tangga ............................................................................ 10 2.5 Pendapatan Rumah Tangga Petani ............................................... 11 2.6 Penelitian Terdahulu .................................................................... 13 III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 14 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 14 3.2 Batasan Masalah.......................................................................... 14 3.3 Bahan dan Alat ............................................................................ 14 3.4 Asumsi Dasar dari Penelitian ....................................................... 14 3.5 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 15 3.6 Analisis Data ............................................................................... 17 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................... 22 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................ 22 4.2 Gambaran Umum Penduduk ........................................................ 22 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 24 5.1
Keadaan Umum Responden ................................................. 24
5.2
Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ........................................ 25 5.2.1 Pola Tanam dan Jenis Tanaman.................................. 25 5.2.2 Tahapan Pengelolaan Hutan Rakyat ........................... 26
5.3
Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat .................................................................................. 28 5.3.1 Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani ............................................................. 28 5.3.2 Pengeluaran Rumah Tangga Petani ............................ 32
5.4
Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat ................................ 35
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 42 6.1
Kesimpulan .......................................................................... 42
6.2
Saran .................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 44 LAMPIRAN ................................................................................................. 46
xi
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ............................... 24
2
Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian pokok ...................... 25
3
Kegiatan pengelolaan hutan rakyat ........................................................... 26
4
Pendapatan rata-rata rumah tangga responden dari berbagai sumber tahun 2010 ............................................................................................... 28
5
Kontribusi pendapatan rata-rata hutan rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga tahun 2010 ......................................................................... 31
6
Kontribusi pendapatan rata-rata kayu hutan rakyat tehadap pendapatan total rumah tangga tahun 2010 ................................................................. 31
7
Rata-rata pengeluaran rumah tangga responden tahun 2010...................... 33
8
Kontribusi pengeluaran rata-rata hutan rakyat terhadap pengeluaran total rata-rata rumah tangga responden pada tahun 2010 .......................... 34
9
Presentase pendapatan total rata-rata rumah tangga terhadap pengeluaran total rata-rata rumah tangga responden ................................. 35
10 Rata-rata biaya pengusahaan hutan rakyat berdasarkan strata ................... 36 11 Simulasi proyek sisa kayu dan simulasi pendapatan usaha hutan rakyat dengan jumlah pohon sebenarnya ............................................................. 38 12 Pendapatan dan biaya dengan dan tanpa suku bunga ................................ 40 13 Analisis finansial hutan rakyat Desa Babakanreuma berdasarkan strata .... 40
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1
Halaman Identitas Responden Petani Hutan Rakyat .............................................. 47
2
Penentuan Selang Strata ......................................................................... 49
3
Pendapatan Total Rumah Tangga Responden Tahun 2010 ..................... 50
4
Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden Tahun 2010 .................... 52
5
Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usaha Hutan Rakyat Tahun 2010 ......... 53
6
Data Tegakan Sisa di Lahan Hutan Rakyat Tahun 2010 ......................... 54
7
Proyeksi Kegiatan Rencana Tebangan Strata I ....................................... 55
8
Proyeksi Kegiatan Rencana Tebangan Strata II ...................................... 56
9
Proyeksi Kegiatan Rencana Tebangan Strata III ..................................... 57
10 Cashflow Strata I.................................................................................... 58 11 Cashflow Strata II .................................................................................. 59 12 Cashflow Strata III ................................................................................. 60 13 Peta Lokasi Penelitian Desa Babakanreuma ........................................... 61 14 Dokumentasi Penelitian ......................................................................... 62
xiii
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan
merupakan
sumberdaya
alam
yang
keberadaannya
perlu
dilestarikan, karena hutan merupakan sumberdaya alam yang menyangkut hidup orang banyak. Hutan mempunyai fungsi yang sangat penting diantaranya untuk pengaturan tata air, pencegahan erosi dan pemeliharaan kesuburan tanah. Selain dari
fungsi
tersebut
hutan
juga
merupakan
penyokong
pertumbuhan
perekonomiaan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitar hutan. Seiring
dengan
bertambahnya
jumlah
penduduk
di
Indonesia
menyebabkan meningkatnya segala kebutuhan masyarakat, termasuk kayu sebagai bahan baku untuk perumahan, kayu bakar dan berbagai produk lainnya yang mengakibatkan bertambahnya permintaan masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Eksploitasi terhadap sumberdaya hutan secara berlebihan merupakan salah satu bentuk tekanan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang diharapkan oleh masyarakat. Turun drastisnya luas hutan alam di Indonesia cepat atau lambat dapat mengancam kestabilan kehidupan bangsa secara nasional maupun global. Melihat semakin menurunnya luas tutupan lahan oleh pohon di wilayah Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, maka perlu dilakukan pemulihan hutan dengan cara meningkatkan kembali luas hutan melalui penanaman dan pengelolaan hutan tanaman. Salah satu alternatif yang ditawarkan untuk mengurangi tekanan tersebut adalah hutan rakyat, yaitu hutan tanaman yang ditanam di lahan milik, baik secara perseorangan maupun kelompok. Agar kegiatan pengembangan usaha hutan rakyat mempunyai prospek yang baik, maka dalam pelaksanaannya harus melibatkan semua lapisan masyarakat, baik masyarakat petani, pengusaha maupun pemerintah. Berbagai penelitian di Pulau Jawa mengenai hutan rakyat telah banyak dilakukan. Menurut penelitian Hardjanto (2000) di Jawa, bahwa pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total dan diusahakan dengan cara yang masih sederhana. Dengan kontribusi sebesar itu
2
serta jumlah pendapatan yang tidak dapat diterima secara kontinu, menunjukkan hutan rakyat belum menjadi tumpuan penghidupan rumah tangga petani. Kontribusi yang rendah dari hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga akan mendorong rumah tangga untuk mencari sumber pendapatan alternatif yang lebih tinggi dan mengakibatkan pengelolaan hutan rakyat sebagai pekerjaan sampingan. Oleh karena itu, keberlanjutan dari pengelolaan hutan rakyat masih menghadapi ancaman. Jika tersedia pilihan penggunaan lahan lainnya yang lebih produktif, menguntungkan dan dapat dilakukan oleh petani, maka peluang konversi sangat terbuka lebar. Hutan rakyat yang masih dapat bertahan, meskipun kontribusi ekonominya rendah, pada umumnya karena perannya tidak terbatas pada dimensi sosial kultural masyarakat dan muncul kesadaran fungsi ekologi dari hutan (Suharjito 2004). Sehingga penting untuk mengetahui peran pengelolaan hutan rakyat dalam menentukan besarnya kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan petani. maka perlu dilakukan penelitian mengenai seberapa besar kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga petani dan tingkat kelayakan usaha pengelolaan hutan rakyat khususnya di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat.
1.2 Perumusan Masalah Permasalahan pokok yang menjadi fokus penelitian ini adalah: 1. Apakah usaha pengelolaan hutan rakyat layak berdasarkan kajian kelayakan finansial. Pemilihan jenis-jenis tanaman yang layak diusahakan petani merupakan permasalahan dalam penentuan pola usaha tani hutan rakyat, sehingga kombinasi jenis yang dipilih akan memberikan nilai finansial maksimum dengan memperhatikan kendala yang dihadapi oleh setiap individu petani. Setiap petani memiliki pertimbangan-pertimbangan sendiri sesuai dengan kendala yang dihadapi dan tujuan yang ditetapkan untuk dapat menemukan kombinasi terbaik tentang pola usaha tani hutan rakyat yang dipilih. Hal tersebut dikarenakan kemampuan setiap individu petani tidak sama dilihat dari aspek teknologi, skill, luas dan kondisi lahan usaha tani, maupun modal yang dimiliki.
3
2. Seberapa besar kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga petani. Besarnya kontribusi hutan rakyat dinyatakan dalam persentase besarnya pendapatan dari hutan rakyat dibandingkan dengan pendapatan total rumah tangga petani. Pendapatan hutan rakyat yang dimaksud adalah seluruh hasil hutan rakyat yang diperoleh dari rumah tangga, baik yang dikonsumsi sendiri maupun untuk komersial. Sedangkan pendapatan total rumah tangga petani adalah jumlah seluruh pendapatan yang diperoleh petani dan keluarganya dari usaha tani hutan rakyat maupun diluar usaha tani hutan rakyat selama satu tahun. Sumber pendapatan petani seperti: usaha pengelolaan hutan rakyat, sawah, ladang, kolam, ternak, gaji karyawan PNS, upah buruh, dagang, dan jenis pekerjaan lain.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi permasalahan sistem pengelolaan hutan rakyat dan pemasarannya. 2. Mengetahui besarnya kontribusi dari kegiatan pengelolaan hutan rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga petani. 3. Mengetahui kelayakan usaha pada pengelolaan hutan rakyat di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat.
1.4 Manfaat penelitian 1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan terhadap hutan rakyat. 2. Sebagai bahan informasi mengenai nilai kontribusi pengelolaan hutan rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga petani.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat Menurut UU no 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan milik adalah hutan yang tumbuh atau ditanam diatas tanah milik yang juga dikenal sebagai hutan rakyat. Hutan rakyat dapat dimiliki oleh setiap orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain atau badan hukum. Sedangkan menurut SK. Menteri Kehutanan Nomor. 49/Kpts-11/1997, hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luasan minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau lainnya lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak 500 tanaman tiap hektar. Departemen kehutanan (1999) menyebutkan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luasan minimal 0,25 ha dan penutupan tajuknya didominasi tanaman perkayuan dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang. Dala dan Adijaya (2002) mengatakan bahwa hutan rakyat terdiri atas dua macam, yakni kawasan hutan yang karena status hak tanah atau alasnya diberi status oleh pemerintah (daerah) sebagai hutan milik masyarakat dan kawasan hutan negara yang diklaim oleh masyarakat sebagai hutan (hak) adat. Hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik (Hardjanto 1990). Hutan rakyat pada umumnya dikembangkan pada lahan kritis, lahan kering berupa tegalan maupun kebun atau lahan-lahan yang kurang produktif pada daerah yang bergelombang atau dengan kelerengan rata-rata diatas 45%. Namun dalam perkembangannya hutan rakyat yang dikembangkan oleh masyarakat secara swadaya tidak hanya dikembangkan pada lahan kritis, tetapi sebagian besar justru berkembang pula di daerah yang subur atau produktif (Prabowo & Prahasto 2002). Hutan rakyat tersusun atas pohon-pohon dengan berbagai umur yang tumbuh pada satu unit lahan. Penebangan dilakukan dengan sistem tebang pilih, yaitu pada lahan yang telah mencapai umur (diameter) tertentu dengan kriteria sudah laku jual. Sistem permudaan dilakukan oleh masyarakat petani hutan rakyat
5 pada setiap kesempatan dan setelah dilakukan penebangan yaitu dengan aturan menebang satu pohon menanam 10 pohon. Dengan cara penebangan dan permudaan tersebut kelestarian hutan rakyat diharapkan dapat terwujud (Widayanti 2004). Menurut Simon (1995), jenis pohon yang dapat dikembangkan dalam pembangunan hutan rakyat harus dipilih agar dapat memenuhi beberapa kriteria yang menyangkut tiga aspek, yaitu : a. Sesuai dengan keadaan iklim, jenis tanah, kesuburan tanah, serta fisik wilayah (aspek lingkungan). b. Cepat menghasilkan dan dapat dibudidayakan oleh masyarakat dengan mudah (aspek sosial). c. Menghasilkan komoditas yang mudah dipasarkan dan memenuhi bahan baku industri (aspek ekonomi). Ciri pengusahaan hutan rakyat di Jawa antara lain yaitu bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya tanaman campuran, yang diusahakan dengan cara-cara tradisional dan pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total (Hardjanto 2000). King dan Chandler (1978) dalam Affandi (2002) menyebutkan beberapa bentuk Agroforestry, seperti : a. Agrisilviculture, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan kehutanan. b. Sylvopastoral systems, yaitu sistem pengelolaan lahan hutan untuk menghasilkan kayu dan untuk memelihara ternak. c. Agrosylvopas-pastoral systems, yaitu sistem pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan sekaligus untuk memelihara hewan ternak. d. Multipurpose forest tree production systems, yaitu sistem pengelolaan dan penanaman berbagai jenis kayu, yang tidak hanya untuk hasil kayunya.
6 Akan tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia, ataupun pakan ternak. Wiradinata (1989) mengemukakan bahwa pola agrohutani di Pulau Jawa adalah sebagai berikut: a. Tanaman Pekarangan. Lahan pekarangan pada umumnya ditanami tanaman pangan, obatobatan, dan pohon-pohonan. Pola tanam dapat berbeda tergantung dari faktor-faktor biofisik lingkungan setempat, budaya, dan sosial ekonomi. Fungsi utama tanaman pekarangan adalah menghadapi masa paceklik. Dilihat dari segi lingkungan, pekarangan yang ditumbuhi berbagai tanaman sangat bermanfaat dalam mencegah erosi, demikian pula suhu angin dapat terkendali. Peredaran hara pada umumnya dapat terpelihara dengan adanya tanaman pekarangan. b. Kebun Campuran. Kebun campuran pada umumnya terdiri dari berbagai macam tanaman setahun (sayuran dan pangan) yang diselingi oleh bambu atau pohon-pohonan. Lokasinya biasanya jauh dari rumah, pohon yang banyak ditanam adalah buah-buahan. c. Talun. Talun biasanya terdiri dari belukar yang pernah ditanami dan kemudian ditinggalkan. Talun seringkali mengandung jenis-jenis pohon yang sengaja ditanam, baik untuk mendapatkan kayu maupun buahnya. Sewaktu-waktu bagian dari talun dapat ditebang untuk ditanami, baik padi maupun sayuran dan pangan. Tidak jarang pula talun dijadikan tempat penggembalaan ternak. d. Ladang. Ladang merupakan cara bertani yang ekstensif. Pada umumnya berladang dianggap merusak. Di Pulau Jawa perladangan juga masih dapat ditemukan, diantaranya ada yang sama sekali tidak merusak, karena dilaksanakan dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan.
7 2.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Pola usaha tani hutan rakyat masih dilakukan secara tradisional dan belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang paling menguntungkan (Hardjanto 1990). Pemilik hutan rakyat umumnya belum menggantungkan penghidupannya pada hutan-hutan yang dimilikinya, mereka mengusahakan hutan rakyat tersebut sebagai sambilan. Faktor penyebab para petani tidak menggantungkan penghidupannya pada hutan yaitu : a. Belum adanya persatuan antar pemilik hutan rakyat. b. Sistem silvikultur belum diterapkan secara sempurna. c. Kurangnya pengetahuan petani dalam pemasaran hasil hutan rakyat. d. Belum adanya lembaga khusus yang menangani pengusahaan hutan rakyat. Pengelolaan hutan rakyat pada dasarnya merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan penilaian serta pengawasan pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari pengelolaan hutan rakyat adalah adanya peningkatan peran dari kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilik/pengusahanya secara terus menerus selama daur. Departemen Kehutanan (1999) menyebutkan keberhasilan pengembangan hutan rakyat sangat tergantung pada : a. Tujuan pengembangan hutan rakyat yang jelas. b. Lokasi dan luas unit usaha hutan rakyat. c. Pemilihan jenis yang di tanam. d. Sistem penanaman, pemeliharaan, dan pengelolaan. e. Produksi tahunan yang terencana. f. Investasi yang tersedia dan keterkaitan dengan industri pengelolaan kayu. Departemen Kehutanan (1999) juga menyebutkan sistem pendanaan yang dilaksanakan dalam pengembangan hutan rakyat dapat ditempuh melalui : a. Swadaya masyarakat baik perorangan, kelompok, maupun mitra usaha b. Program bantuan impres penghijauan dan reboisasi/APBD
8 c. Kredit, berupa pinjaman lunak kepada petani/kelompok tani dengan pola acuan P3KUK-DAS melalui bank penyalur d. Kredit usaha perhutanan rakyat, berupa pinjaman lunak kepada petani melalui mitra usaha yang pelaksanaannya diatur oleh Departemen Kehutanan dan BRI selaku bank 2.3 Pengusahaan Hutan Rakyat 2.3.1 Biaya Pengusahaan Hutan Rakyat Biaya secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan. Jadi biaya pengusahaan hutan rakyat adalah segala bentuk korbanan ekonomi yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan untuk mencapai tujuan pembangunan hutan rakyat. Pada prinsipnya biaya yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu biaya produksi tetap (fixed cost) dan biaya produksi berubah (variable cost). Biaya produksi tetap adalah semua jenis biaya yang tidak berubah besarnya walaupun jumlah barang yang dihasilkan berubah, misalnya sewa tanah. Sedangkan biaya produksi berubah adalah biaya produksi yang besarnya tergantung dari jumlah barang yang dihasilkan, misalnya membeli pupuk, bibit, upah tenaga kerja (Sumarta 1963 dalam Hayono 1996). 2.3.2 Pendapatan Usaha Hutan Rakyat Pendapatan adalah penerimaan total dari penjualan hasil produksi sebelum dikurangi dengan biaya produksi. Besarnya Pendapatan dipengaruhi oleh jumlah barang yang dihasilkan/diproduksi dan harga masing-masing jenis dan kualitas produk. Pendapatan dari usaha hutan rakyat diperoleh dari penjualan kayu rakyat baik berupa kayu pertukangan maupun kayu bakar. 2.3.3 Analisis Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat Analisis finansial adalah analisis dimana suatu proyek dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam suatu proyek. Analisis finansial pengelolaan hutan rakyat dapat dipakai sebagai ukuran keberhasilan dalam pengelolaan hutan rakyat lebih lanjut bagi masyarakat maupun pemerintah untuk menentukan langkah-langkah perbaikan dan peningkatan manfaat di masa
9 yang akan datang, sehingga penggunaan dan alokasi sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara lebih efisien dan efektif. Menurut Gittinger (1986), dalam menilai suatu proyek yang menggunakan Discounted Cash Flow (DCF) atau aliran kas yang berdiskonto berdasarkan pada tiga kriteria, yaitu : a. Net Present Value (NPV), yaitu nilai kini atau sekarang dari suatu proyek setelah dikurangi dengan seluruh biaya pada suatu tahun tertentu dari keuntungan atau manfaat yang diterima pada tahun bersangkutan dan didiskontokan pada tingkat bunga yang berlaku. b. Benefit Cost Ratio (BCR), adalah suatu cara evaluasi proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh proyek dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek. c. Internal Rate of Return (IRR), adalah suatu tingkat suku bunga maksimal yang dibayarkan oleh suatu proyek untuk semua investasi dan sumberdaya yang digunakan. Proyek diprioritaskan pelaksanaannya (layak), apabila nilai NPV>0, BCR>1 dan IRR lebih besar dari pada suku bunga yang berlaku. Menurut Nugroho (2008), selain biaya dan manfaat perlu diproyeksikan dengan cermat dan perlu juga diperhatikan rentang waktu periode investasi atau periode analisis. Umumnya periode analisis ini ditentukan oleh masa pakai (life time) dari alat utama, namun demikian dapat pula ditentukan lain, misalnya periode pelayanan (service periode) yang diinginkan. Sehubungan dengan itu, maka terdapat beberapa kemungkinan kejadian hubungan antara masa pakai alat utama masing-masing alternatif dengan periode investasi yang dikehendaki, yaitu : 1. Masa pakai alternatif-alternatif yang diperbandingkan sama dengan periode investasti yang ditetapkan. 2. Masa pakai alternatif-alternatif yang diperbandingkan berbeda dengan periode investasi yang ditetapkan. 3. Periode investasi ditetapkan tidak terbatas (n = ∞).
10 Periode investasi yang tidak terbatas (n = ∞) memiliki arti bahwa dari investasi yang ditanamkan diharapkan dapat menghasilkan manfaat yang terus menerus (lestari). Investasi demikian umumnya terjadi pada investasi untuk kepentingan publik (public investment), walaupun tidak menutup kemungkinan terjadi pula pada investasi swasta (private investment) (Nugroho 2008). Apabila hal tersebut menyangkut biaya atau korbanan, maka disebut pula sebagai biaya terkapitalisasi (capitalized cost). Biaya terkapitalisasi ini didefinisikan sebagai jumlah uang yang harus disisihkan pada saat ini untuk menghasilkan sejumah dana yang diperlukan untuk menjaga kelestarian manfaat pada tingkat bunga (tingkat pengembalian minimal yang atraktif – TPMA) tertentu. Dari definisi tersebut, terdapat gagasan-gagasan penting dalam mengkapitalisasi biaya ini, yaitu : 1. Uang yang disisihkan harus tidak mengalami penurunan jumlah. Artinya bahwa yang dapat diambil adalah bunganya, jumlah tabungan pokok tidak boleh diambil. Untuk n = ∞ A = i.P
maka P = A/i
Keterangan : n = periode investasi A = biaya tiap tahun P = biaya terkapitalisasi i = suku bunga atau Tingkat Pengembalian Minimal yang Atraktif (TPMA) 2. Kelestarian ditujukan untuk manfaatnya.
2.4 Rumah Tangga Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluannya sendiri. Orang yang tinggal di rumah tangga ini disebut anggota rumah tangga, sedangkan yang bertanggung jawab atau dianggap bertanggung
11 jawab terhadap rumah tangga adalah kepala rumah tangga (Biro Pusat Statistik 1995). White (1976) dalam Kartasubrata (1986) menyatakan bahwa ciri-ciri umum rumah tangga petani di daerah pedesaan sebagai berikut : 1. Rumah tangga memiliki 2 fungsi rangka yaitu unit produksi, konsumsi, reproduksi (dalam arti luas) dan unit interaksi sosial, ekonomi, politik. 2. Tujuan rumah tangga di pedesaan adalah untuk mencukupi kebutuhankebutuhan para anggotanya. 3. Implikasi penting bagi pola penggunaan waktu antara lain : a. Rumah tangga petani miskin akan selalu bekerja keras untuk mendapatkan produk meskipun kecil. b. Mereka seringkali terpaksa harus menambah kegiatan bertani dengan pekerjaan-pekerjaan lain walaupun hasilnya lebih kecil dibandingkan dengan hasil bertani. c. Rumah tangga petani menunjukan ciri-ciri self exploitation. Menurut Soekanto et al. (1986), sebagian besar dari rumah tangga tersebut bermata pencaharian sebagai penggarap pertanian, sedangkan pekerjaan sampingan hanya sebagai pekerjaan sambilan.
2.5 Pendapatan Rumah Tangga Petani Saleh (1983) mengatakan, jumlah pendapatan yang diperoleh tiap rumah tangga di pedesaan tidak sama besarnya satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan dalam : 1. Pemilikan lahan pertanian. 2. Modal usaha. 3. Kesempatan untuk memeperoleh lapangan kerja, baik di sektor pertanian maupun di luar sektor pertanian. Sugiarto (1997) menyebutkan bahwa sumber pendapatan rumah tangga petani di pedesaan biasanya dilakukan pada usaha tani yang berbasis lahan. Bagi rumah tangga yang tidak memiliki lahan garapan serta pengetahuan dan keterampilan yang terbatas, harapan untuk memperoleh pendapatan rumah tangga
12 tambahan bisa dilakukan dengan mengerjakan pekerjaan sampingan, baik itu menjadi buruh ataupun bekerja di sektor non kehutanan. Pada umunya variasi sumber pendapatan rumah tangga petani disebabkan oleh perbedaan potensi wilayah, pemilikan aset produksi (lahan), aksesibilitas ke daerah perkotaan dan kemampuan sumber daya manusia menurut tingkat kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Sajogyo (1982) membedakan pendapatan rumah tangga di pedesaan menjadi tiga kelompok, yaitu : a. Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi. b. Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi, palawija, dan kegiatan pertanian lainnya. c. Pendapatan yang diperoleh dari seluruh kegiatan, temasuk sumber-sumber mata pencaharian di luar sektor pertanian. Mubaryanto (1998) mengatakan pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga, baik suami, istri maupun anak. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan keluarga adalah angka yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang diterima oleh petani bersama keluarganya disamping kegiatan pokoknya, cara ini dipakai apabila petani tidak membedakan sumber-sumber pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Biro Pusat Statistik (1993), menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga petani tidak hanya berasal dari usaha pertaniannya saja, tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain di luar sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa pengangkutan, industri pengolahan, dan lain-lain. Bahkan kadang penghasilan di luar usaha pertanian justru lebih besar daripada pendapatannya dari pertanian. Sedangkan Kartasubrata (1986), menjelaskan bahwa pendapatan rumah tangga menurut sumbernya dibagi menjadi dua golongan, yaitu pendapatan kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan di hutan, dan pendapatan non kehutanan yaitu pendapatan yang berasal dari hasil kegiatan di luar kehutanan.
13 2.6 Penelitian Terdahulu Retnoningsih (2006) dalam penelitiannya di Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa kontribusi kebun campuran adalah sebesar Rp. 11.203.358,00 per tahun (45,34%) terhadap pendapatan total rumah tangga petani. Kontribusi lainnya berasal dari usaha non-tani sebesar Rp. 6.358.968,00 per tahun (35,84%), hasil perkarangan sebesar Rp. 4.569.502,00 per tahun (18,49%), sawah sebesar Rp. 2.322.850,00 per tahun (9,40%) dan ternak Rp. 228.957,00 per tahun (0,93%). Penelitian Tri (2006) mengenai kontribusi kebun campuran juga dilakukan oleh Hutomo Tri di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kontribusi kebun campuran terhadap pendapatan total rumah tangga adalah (48,67%) dengan pendapatan bersih rata-rata dari kebun campuran sebesar Rp. 2.308.367,00 per ha per tahun. Sedangkan pendapatan total dari lahan monokultur sebesar 14,15%, perkarangan 0,71%, ternak 7,6% dan pendapatan off farm sebesar 28,87%. Berdasarkan penelitian Rachman (2009) yang dilakukan di Desa Sukadamai, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kontribusi kebun campuran terhadap pendapatan rumah tangga yaitu sebesar Rp. 6.933.274,00 per tahun (60,6%) dengan pendapatan dari jenis tanaman kayu sebesar Rp. 1.289.464,00 per tahun (16,3%).
III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian mengenai kontribusi pengelolaan hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga dilaksanakan di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010.
3.2 Batasan Masalah Pada analisis usaha pengelolaan hutan rakyat, analisis biaya operasional dibatasi terhadap semua pengeluaran dalam pengelolaan hutan rakyat. Penerimaan tahunan kegiatan hutan rakyat hasil tebangan akhir (kayu) dan hasil non-kayu. Sistem pengelolaan hutan rakyat dibatasi dari persiapan, penanaman hingga pemasaran. Pendapatan dan pengeluaran petani yang dijadikan acuan data diambil dari setahun terakhir (2010).
3.3 Bahan dan Alat Bahan yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan penelitian ini adalah lahan hutan rakyat. Selain itu kegiatan penelitian ini menggunakan data pendukung yang diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah daerah setempat maupun dari lembaga-lembaga non pemerintah yang memiliki data mengenai hutan rakyat di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, alat hitung, alat tulis, kamera digital, dan komputer.
3.4 Asumsi Dasar dari Penelitian Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut: a. Semua harga input dan output yang digunakan dalam analisis ini berdasarkan harga yang berlaku selama tahun penelitian, dengan asumsi harga konstan selama umur proyek. b. Sumber modal seluruhnya adalah modal sendiri.
15
c. Suku bunga atau diskonto yang digunakan adalah suku bunga yang berlaku saat penelitian dilaksanakan yaitu 6,5% (ekonomi makro Bank Indonesia) yang berlaku tahun 2010. d. Perekonomian Negara dalam keadaan stabil selama jangka waktu analisis. e. Analisis dilakukan sesuai dengan praktek dan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat. f. Pendapatan mulai dihitung ketika lahan yang ditanami sudah menghasilkan. g. Pendapatan yang diterima dihitung dari nilai rataannya. h. Pengeluaran dan pendapatan petani dilihat pada jangka waktu setahun terakhir. i.
Anggota rumah tangga yang bekerja dinilai sebagai tenaga kerja yang mendapat upah
j.
Tanaman diasumsikan bebas dari resiko terkena hama dan bencana alam.
3.5 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini dikumpulkan data primer dan data sekunder. Data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian meliputi : 1. Luas dan status kepemilikan lahan dan jenis komoditas yang diusahakan. 2. Jumlah produksi setiap komoditas per satuan unit di tingkat petani. 3. Harga jual setiap komoditas per satuan unit di tingkat petani. 4. Biaya yang dibutuhkan untuk setiap komoditas setiap tahun. 5. Upah tenaga kerja per HOK dan jumlah tenaga kerja yang tersedia. 6. Penggunaan sarana produksi berupa bibit dan peralatan pertanian. 7. Tahapan kegiatan pembangunan hutan rakyat. 8. Jumlah pendapatan yang didapat dari hasil kegiatan penjualan setiap komoditas. Data primer dikumpulkan dengan teknik pengamatan (observasi) secara langsung di lapangan dan wawancara (terstruktur dan bebas) yang dilakukan dengan teknik stratified random sampling terhadap rumah tangga yang memiliki usaha hutan rakyat berdasarkan luas penguasaan lahannya. Stratifikasi lahan dibuat berdasarkan luas kepemilikan lahan masyarakat yang diketahui dari buku penduduk desa.
16
Stratifikasi kepemilikan lahan masyarakat desa yang dijadikan sampel terbagi menjadi 3 (tiga) strata yaitu : Strata 1
: kepemilikan lahan < μ1 Ha
Strata 2
: kepemilikan lahan μ1 – μ2 Ha
Strata 3
: kepemilikan lahan > μ2 Ha
Adapun cara untuk mengetahui nilai dari μ itu sendiri dengan:
𝝁 = 𝐗 ± 𝚭𝛂 𝟐 .
𝛔 𝐧
dimana: X = [(∑ X1)/n] ; nilai tengah σ = √σ2 ; simpangan baku σ2 = [∑Xi2 – (∑Xi)2/N]/N ; ragam variasi Dalam menentukan nilai minimal sampel responden yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui, dapat menggunakan rumus Slovin (1994) dalam Umar (2002) seperti berikut: n = N / 1 + N e2 di mana n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir, dalam penelitian ini 16% untuk Desa Babakanreuma. Berdasarkan data profil desa tahun 2007 yang diperoleh dari kantor kepala Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Jumlah petani hutan rakyat sebanyak 411 jiwa dari total penduduk 3.578 jiwa. Dari jumlah petani inilah didapatkan 36 responden yang dijadikan sampel untuk data penelitian ini. Dasar yang digunakan dalam pengambilan responden adalah luasan hutan rakyat yang digarap. Jumlah responden yang didapat dibagi ke dalam tiga strata yaitu strata I mempunyai luasan lahan <0,35 Ha dengan jumlah responden 12 orang (33,33%), strata II mempunyai luasan 0,35 - 0,63 Ha dengan jumlah responden 12 orang (33,33%), dan strata III mempunyai luasan >0,63 Ha dengan jumlah 12 orang (33,33%). Data sekunder merupakan data yang diperlukan untuk mendukung kegiatan penelitian. Pada umumnya data pendukung ini berupa keadaan lokasi
17
penelitian. Data ini dikumpulkan dengan teknik mencatat data yang sudah ada di instansi terkait dan studi pustaka.
3.6 Analisis Data 1.
Kriteria Pembagian Hutan Rakyat berdasarkan luas lahan. Berdasarkan data responden yang diperoleh dari Desa Babakanreuma nilai
rata-rata (nilai tengah) luas lahan hutan rakyat 0,49 Ha dari 36 responden dengan nilai selang 0,35 Ha ≤ µ ≥ 0,63 Ha. Maka dalam penelitian ini hutan rakyat di Desa Babakanreuma dibagi menjadi 3 strata dengan batasan luasan sebagai berikut : i. Strata I
: Luas lahan kurang dari 0,35 Ha
ii. Strata II
: Luas lahan antara 0,35 - 0,63 Ha
iii. Strata III
: Luas lahan lebih besar dari 0,63 Ha
Untuk lebih jelasnya penentuan selang strata dapat dilihat pada lampiran 2. 2.
Penerimaan dan Pendapatan Petani Hutan Rakyat. Penerimaan merupakan perkalian jumlah hasil produk dengan harga
satuannya. Selanjutnya pendapatan merupakan selisih total penerimaan (total revenue) dengan total biaya yang dikeluarkan dalam usaha pengelolaan hutan (total cost). Pendapatan ditentukan dengan cara membagi jenis pendapatan berdasarkan perolehannya. Misalnya perolehan pendapatan dari padi, dari hutan rakyat, jasa, dagang, dan pengelolaan hutan rakyat. Setelah itu membagi jenis pendapatannya ke dalam beberapa strata, sesuai dengan pembagian hutan rakyat berdasarkan luas lahan. Setelah itu jumlahkan rata-rata dari masing-masing strata. Secara sistematis untuk menentukan pendapatan dituliskan sebagai berikut : Pendapatan = TR-TC Keterangan : TR = Total Revenue TC = Total Cost 3.
Analisis Data Analisis data menyangkut analisis tingkat pendapatan dan sumbangan
masing-masing sektor ekonomi sebagai sumber pendapatan rumah tangga yaitu hutan rakyat dan non hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga buruh dan
18
pekerja jasa dengan tujuan untuk melihat pengaruh kedua jenis usaha petani hutan rakyat. Adapun analisis yang digunakan adalah : a. Rata-rata Pendapatan dan Pengeluaran petani. Diperoleh
dengan
cara
membagi
antara
pendapatan
dan
pengeluaran rumah tangga dari para petani per tahun dari jenis usaha tersebut dengan banyaknya rumah tangga responden. b. Rata-rata Pendapatan dan Pengeluaran Total Rumah Tangga Petani. Diperoleh
dengan
menjumlahkan
semua
pendapatan
dan
pengeluaran rumah tangga para petani dari berbagai jenis usaha yang ada di lokasi penelitian dengan banyaknya rumah tangga responden. c. Kontribusi Kegiatan. Sumber pendapatan petani hutan rakyat antara lain meliputi : usaha tani, hutan rakyat, dan jasa. Dalam hal ini hanya membandingkan dua saja yaitu mencari pendapatan masyarakat dari usaha hutan rakyat dan peranannya terhadap pendapatan total masyarakat. Hasil hutan rakyat biasanya dijadikan sebagai sumber penghasilan. Nantinya diharapkan dapat membandingkan kontribusi dari masing-masing kegiatan seperti mencari kontribusi pendapatan dan pengeluaran responden hutan rakyat terhadap pendapatan dan pengeluaran total rata-rata selama tahun 2010. Untuk mencari pendapatan rumah tangga dari usaha bertani: %dt =
dp x100% dp dl
Keterangan: dt = Persentase pendapatan dari hutan rakyat dp = Pendapatan dari hutan rakyat dl = Pendapatan dari luar hutan rakyat 4.
Analisis Finansial pengelolaan hutan rakyat. Analisis dilakukan untuk menentukan layak atau tidaknya pengelolaan
hutan rakyat dengan metode analisa arus tunai yang didiskonto atau discountedcriterion.
19
a. Nilai Sekarang (Present Value). Konsep nilai sekarang atau Present Value merupakan konsep untuk mengetahui nilai uang sekarang dan akan datang. Dalam perhitungan PV tersebut ditentukan discount factor untuk menilai uang terhadap waktu. Rumus discount factor adalah : df =
1 (1 r) t
keterangan : df = discount factor
t = jangka waktu (thn)
r = suku bunga
PV = present value
Sehingga rumus untuk PV adalah n
PV =
t 1
Vt (1 r ) t
keterangan : Vt = Value pada tahun ke-t b. Net Persent Value (NPV). Net Persent Value merupakan nilai sekarang dari manfaat atau pendapatan dan biaya atau pengeluaran. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif dapat diartikan juga sebagai besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha. Sebaliknya NPV yang bernilai negatif menunjukan kerugian. n
NPV =
t 1
Bt Ct (1 i ) t
Keterangan : Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-t i
= discount rate yang berlaku (%)
Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t n = umur proyek (tahun) 1. NPV>0 ; maka proyek menguntungkan dan dapat atau layak dilaksanakan. 2. NPV=0 ; maka proyek tidak untung dan tidak juga rugi, jadi tergantung pada penilaian subyektif pengambilan keputusan.
20
3. NPV<0 ; maka proyek ini merugikan karena keuntungan lebih kecil dari biaya, jadi lebih baik tidak dilaksanakan. c. Internal Rate of Return (IRR). Internal Rate of Return yaitu tingkat suku bunga yang membuat proyek akan mengembalikan semua investasi selama umur proyek. Jika dinilai Internal Rate of Return lebih kecil dari discount rate maka NPV<0, artinya sebaiknya proyek itu tidak dilaksanakan. Inti analisis finansial adalah membandingkan antara pendapatan dengan pengeluaran, dimana suatu kegiatan atau usaha adalah feasible apabila pendapatan lebih besar dari pengeluaran. IRR = i1
NPV1 x(i2 i1 ) NPV1 NPV 2
Keterangan : i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negative NPV1 = NPV yang bernilai positif NPV2 = NPV yang bernilai negative 1. IRR > discount rate yang berlaku ; maka kegiatan investasi layak dijalankan. 2. IRR < discount rate yang berlaku ; maka kegiatan investasi tidak layak dijalankan. d. Benefit Cost Ratio (BCR). Benefit Cost Ratio merupakan suatu cara evaluasi proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek. BCR diperoleh dengan membagi jumlah pendapatan terdiskonto dengan jumlah hasil diskonto biaya. Apakah usaha tersebut sudah layak dilaksanakan atau tidak, maka kita perlu menghitung nilai BCR usaha tersebut. Kriteria usaha tersebut haruslah lebih besar dari 1 (satu). n
BCR =
Bt
(1 i) t 1 n
Ct
(1 i) t 1
t
t
21
Keterangan : Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-t Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t t = umur proyek (tahun) i = discount rate yang berlaku (%) 1. BCR > 1 ; maka proyek layak atau menguntungkan. 2. BCR < 1 ; maka proyek tidak layak atau tidak menguntungkan.
IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Babakanreuma secara administratif termasuk dalam wilayah
Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Desa Babakanreuma berada di bagian barat Kecamatan Sindangagung. Batasbatas yang mengelilingi Desa Babakanreuma antara lain : a. Sebelah utara
: Desa Dukuhlor
b. Sebelah timur
: Desa Tirtawinungan
c. Sebelah selatan : Desa Kertawangunan d. Sebelah barat
: Desa Padarek dan Desa Ancaran.
Desa Babakanreuma memiliki luas kurang lebih 227 ha. Berdasarkan buku profil desa dan data monografi Desa Babakanreuma tahun 2007, menunjukkan bahwa sebagian besar daerahnya berupa lahan pertanian sawah sebesar 106 ha yang terdiri dari: sawah irigasi teknis 49 ha, sawah irigasi setengah teknis 55 ha dan sawah tadah hujan 2 ha. Sedangkan sisa tata guna lahan Desa Babakanreuma yaitu berupa lahan yang digunakan untuk pemukiman sebesar 28,75 ha, tegal/ladang 15,95 ha, perkebunan rakyat 21,08 ha, perkebunan negara 13,80 ha, dan lahan fasilitas umum seperti: Kas desa sebesar 19,95 ha, lapangan 0,75 ha, perkantoran pemerintah 0,16 ha, lainnya 20,86 ha. Keadaan iklim Desa Babakanreuma dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan suhu rata-rata harian adalah 20oC – 26oC serta curah hujan berkisar antara 2.000 – 2.500 mm/tahun. Ketinggian di daerah ini adalah 35 – 55 m dpl dan memiliki karakteristik topografi berbukit.
4.2 Gambaran Umum Penduduk Desa Babakanreuma terdiri atas atas 5 dusun yaitu dusun pahing, puhun, manis, wage dan kliwon. Jumlah kepala keluarga (kk) sebanyak 765 kk dengan jumlah total penduduk desa sebesar 3.578 jiwa. Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah 1.799 jiwa penduduk laki-laki dan 1.779 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk yang bekerja di desa ini sebesar 1.811 jiwa dan jumlah penduduk yang menjadi ibu rumah tangga 765 jiwa.
23
Mata pencaharian utama di Desa Babakanreuma ini adalah bertani. Jumlah petani di desa ini adalah 411 jiwa. Dimana bertani disini bisa memiliki dua arti, yaitu petani menggarap tanah milik sendiri atau petani penggarap tanah milik orang lain. Penyebaran tingkat pendidikan yang terbanyak adalah tingkat SD sebesar 2.775 jiwa. Jumlah penduduk yang tidak lulus SD sebesar 12 jiwa dan jumlah penduduk yang tidak bersekolah adalah 450 jiwa dengan demikian tingkat pendidikan di desa ini masih tergolong rendah dan ini dapat terlihat dari pekerjaan utama masyarakat desa yang hanya sebagai petani.
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD, yaitu sebanyak 24 orang (66,67%). Bahkan ada yang tidak sekolah sebanyak 2 orang. Sedangkan sisanya di tingkat SMP, SMA dan perguruan tinggi tersebar masing-masing 5, 3 dan 2 orang (Tabel 1). Dari data tersebut dapat menjelaskan bahwa pendidikan dianggap bukan hal yang penting bagi kehidupan masyarakat. Kebanyakan dari mereka mengejar pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau membantu perekonomian keluarga. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pola pikir responden dalam menjawab soal kuisioner serta di dalam pengelolaan hutan rakyat. Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan
I (<0,35 Ha) n % Tidak Sekolah 1 8,33 SD 9 75 SMP 1 8,33 SMA 1 8,33 Kuliah 0 0 Jumlah 12 100 Sumber : Data Penelitian 2010
Strata Responden II (0,35 Ha – 0,63 Ha) n % 1 8,33 9 75 1 8,33 1 8,33 0 0 12 100
III (>0,63 Ha) N % 0 0 6 50 3 25 1 8,33 2 16,67 12 100
Jumlah n 2 24 5 3 2 36
% 5,56 66,67 13,89 8,33 5,56 100
Seluruh responden mempunyai status sudah menikah dengan rata-rata anggota keluarga terdiri dari 4-5 jiwa. Mata pencaharian utama responden didominasi oleh petani untuk semua tingkatan strata dengan jumlah responden sebanyak 31 orang (86,11%). Mata pencaharian pokok yang menempati urutan kedua responden adalah wiraswasta dengan jumlah responden sebanyak 3 orang (8,33%) dengan masing-masing strata sebanyak 1 orang. Dalam hal ini wiraswasta untuk Desa Babakanreuma biasanya berupa usaha warung di rumah, warung rokok, warung bubur kacang ijo, pedagang asongan baik di desanya sendiri maupun merantau ke daerah lain, dan industri rumah tangga berupa pembuatan gemblong dari singkong yang merupakan makanan khas daerah Kuningan. Sedangkan sisanya bermata pencaharian PNS sebanyak 1 orang (2,78%) yang
25
terdapat pada strata I dan responden yang sudah tidak bekerja lagi karena faktor usia (Pensiunan) sebanyak 1 orang (2,78%) terdapat pada strata III. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk mengetahui identitas responden petani hutan rakyat di Desa Babakanreuma dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian pokok Strata Responden Mata Pencaharian
II (0,35 Ha – 0,63 Ha)
I (<0,35 Ha)
Jumlah
III (>0,63 Ha)
n
%
n
%
N
%
n
%
Pensiunan
0
0,00
0
0,00
1
8,33
1
2,78
Petani PNS
10 1
83,33 8,33
11 0
91,67 0,00
10 0
83,33 0,00
31 1
86,11 2,78
Wiraswasta
1
8,33
1
8,33
1
8,33
3
8,33
12
100
12
100
36
100
Jumlah 12 100 Sumber : Data Hasil Penelitian 2010
5.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat 5.2.1 Pola Tanam dan Jenis Tanaman Masyarakat Desa Babakanreuma dalam pengelolaan hutan rakyat umumya menanam tanaman jenis sengon (Paraserianthes falcataria) yang diselingi dengan tanaman tumpang sari. Pola hutan rakyat ini termasuk ke dalam pola kebun campuran umumnya terdiri dari berbagai macam tanaman setahun (pangan) yang diselingi pohon-pohonan yang tidak sengaja ditanam (tumbuh sendiri) atau dengan kata lain bukan komoditas utama seperti bambu dan mindi. Lokasinya jauh dari rumah petani. Tanaman tumpang sari yang termasuk dalam perhitungan kelayakan usaha tani hutan rakyat di desa ini adalah singkong (Manihot esculenta). Untuk jarak tanam, petani hutan rakyat di desa ini tidak mengenal jarak tanam, rata-rata menanam tegakan sengon sebagai batas areal dan sebagai tegakan penyeling, namun sebagian ada yang menanamnya dengan ukuran 3 m x 3 m. Pada tanaman singkong jarak tanam yaitu 100 cm x 50 cm atau dapat menyesuaikan dengan lahan dan tanaman lain. Singkong merupakan komoditas yang dijadikan sebagai tambahan pendapatan rumah tangga petani selain dari lahan
pertanian
seperti
padi
dan
ubi
jalar.
Sedangkan
hasil
pepohonan/tanaman kayu rata-rata hanya sebagai sampingan dan tabungan.
dari
26
5.2.2 Tahapan Pengelolaan Hutan Rakyat Pengelolaan hutan rakyat di Desa Babakanreuma terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain : pengadaan bibit, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kegiatan pengelolaan hutan rakyat Kegiatan Tahun 0
Sengon Persiapan lapang Pengadaan bibit
1
Penanaman bibit Pemupukan bibit
2
Pemeliharaan
3, 4, 5 dan 6 Pemeliharaan 7 Pemanenan Sumber : Data Hasil Penelitian 2010
Singkong Penyetekan Persiapan lapang Penanaman Pemupukan Pemeliharaan Pemanenan Penanaman Pemupukan Pemeliharaan Pemanenan -sda-sda-
1. Pengadaan Bibit Pengadaan bibit jenis sengon diperoleh dengan cara membeli bibit dengan harga sebesar Rp. 2.000,00 per bibit. Sedangkan untuk tanaman singkong bibit yang diambil dengan cara setek batang dari batang panenan sebelumnya. Setek yang diambil dari batang bagian tengah tanaman singkong agar matanya tidak terlalu tua maupun muda. Pemotongan batang setek menggunakan pisau atau sabit yang tajam dan steril. Potongan batang untuk setek adalah 3 – 4 ruas mata atau kira-kira 15 – 20 cm. Bagian bawah dari batang setek dipotong miring dengan maksud untuk menambah dan memperluas daerah perakaran. 2. Persiapan Lahan Pembersihan lahan ini dilakukan dengan cara pembabatan dan pencangkulan tanah untuk meratakan tanah di lahan. Untuk jarak tanam tidak begitu memiliki standar baku, sehingga petani hanya menggunakan perkiraan jarak tanam. Tetapi ada beberapa petani yang membuat jarak tanam 3 m x 3 m dan untuk lubang tanam tidak diperhatikan oleh petani. Untuk tanaman singkong persiapan lahan dengan pengolahan tanah. Tanah dicangkul dan diremahkan
27
kemudian diratakan, pada saat perataan dapat pula disebarkan pupuk kandang untuk penambahan unsur hara. 3. Penanaman Kegiatan penanaman dilakukan pada tahun ke-1 dimana kegiatan tersebut dikerjakan bersamaan dengan pemupukan. Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu diberi pupuk pada lubang tanaman, kemudian bibit baru ditanam. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dan NPK. Untuk tanaman singkong batang setek ditanam agak miring dengan kedalaman 8-12 cm. Jarak tanam 100 cm x 50 cm atau penanaman dapat menyesuaikan dengan lahan dan tanaman lainnya. 4. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan pada tahun ke-2 sampai tahun ke-6 diantaranya adalah kegiatan pengolahan lahan, pemeliharaan seperti pemangkasan cabang, penyiangan dan pemupukan. 5. Pemanenan Pemanenan untuk tanaman sengon masih berdasarkan kebutuhan bukan berdasarkan daur dari tanaman sengon. Kegiatan pemanenan dilakukan dengan sistem borongan oleh tengkulak/pembeli sehingga biaya yang diperlukan untuk kebutuhan pemanenan tidak dikeluarkan oleh petani. Untuk sistem pembayaran dilakukan secara tunai di lokasi lahan atau pembeli menanggung biaya panen dengan sistem penentuan harga rata-rata berdasarkan pohon atau tegakan berdiri. Sedangkan untuk singkong pemanenan dilakukan dengan memangkas batang singkong dengan tetap meninggalkan batang sekitar 15 cm untuk mempermudah pencabutan. Singkong dipanen pada umur lebih dari 10 bulan dengan ciri saat panen adalah warna daun menguning dan banyak yang rontok. Hasil pemanenan singkong rata-rata petani mendapatkan 1 ton - 1,5 ton singkong untuk lahan seluas 1.400 m2. 6. Pemasaran Untuk pemasaran tanaman kayu setelah dijual ke tengkulak/pihak pemborong dan petani mendapatkan uang, maka urusan penjualan kayu menjadi tanggung jawab pihak pemborong. Adapun kisaran harga untuk kayu jenis sengon di desa ini berdasarkan hasil penelitian, yaitu untuk harga pasaran tengkulak dijual berdasarkan pohon atau tegakan berdiri dengan harga rata-rata Rp. 400.000,00 per
28
pohon (umur 7 tahun atau diameter 20 cm up). Beberapa petani ada juga yang memanfaatkan tanaman berkayu untuk pribadi atau dikonsumsi sendiri, seperti untuk membuat rumah, buffet, lemari, meja, kursi dan lain-lain. Sedangkan pemasaran singkong rata-rata petani menjualnya langsung ke industri rumah tangga pembuatan gemblong (makanan khas daerah Kuningan). Untuk harga pasaran singkong yaitu Rp. 700,00 – Rp. 800,00 per kilogram.
5.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat 5.3.1 Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Pendapatan rumah tangga petani berdasarkan hasil wawancara sangat beragam tergantung dari luasan lahan yang mereka garap dan mereka miliki dan tergantung dari jenis pekerjaan. Perbedaan sumber mata pencaharian responden akan berpengaruh langsung terhadap jumlah pendapatan rumah tangga responden. Pada kasus di Desa Babakanreuma, pendapatan rumah tangga responden di peroleh dari usaha tani (padi dan ubi jalar), ternak, hutan rakyat, wiraswasta (industri rumah tangga gemblong, warung dan pedagang asongan), PNS dan pegawai swasta (pegawai staf, buruh kontrak dan buruh bangunan). Rata-rata pendapatan rumah tangga responden selama setahun terakhir (2010) dapat dilihat pada Tabel 4. Besarnya persentase pendapatan rumah tangga masing-masing sumber ini merupakan perbandingan antara pendapatan rata-rata rumah tangga responden dari sumber yang bersangkutan dan total pendapatan rata-rata rumah tangga responden, lalu dikalikan 100% (Lampiran 3). Tabel 4 Pendapatan rata-rata rumah tangga responden dari berbagai sumber tahun 2010 Sumber Pendapatan
I (<0,35 Ha) (Rp/tahun) % Tani 11.450.000 40,38 Ternak 106.128 0,37 Hutan Rakyat 2.908.333 10,26 PNS 1.300.000 4,58 Swasta 4.625.000 16,31 Wiraswasta 7.966.667 28,10 Total 28.356.128 100 Sumber :Data Hasil Penelitian 2010
Strata Responden II (0,35 Ha - 0,63 Ha) (Rp/tahun) % 10.745.000 33,88 2.798.550 8,83 5.900.000 18,61 1.200.000 3,78 1.050.000 3,31 10.016.667 31,59 31.710.217 100
III (>0,63 Ha) (Rp/tahun) % 13.345.000 31,54 7.102.167 16,78 11.450.000 27,06 3.000.000 7,09 1.413.333 3,34 6.003.333 14,19 42.313.833 100
29
Dalam penelitian ini sumber pendapatan yang diperoleh atau diusahakan masyarakat desa terbagi atas usaha tani, peternakan, usaha hutan rakyat, PNS, pegawai swasta dan wiraswasta. Perbedaan pembagian ini terjadi karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendapatan dari usaha hutan rakyat, sehingga usaha hutan rakyat harus termasuk ke dalam salah satu bidang pendapatan petani. Mayoritas responden memperoleh pendapatan utama rumah tangganya dari sektor pertanian (padi dan ubi jalar). Pada tabel 4 diketahui bahwa pendapatan rata-rata rumah tangga responden terbesar pada strata I diperoleh dari sumber pendapatan usaha tani (padi dan ubi jalar) sebesar Rp. 11.450.000,00 per tahun (40,38%). Wiraswasta cukup berpengaruh terhadap total pendapatan rumah tangga responden menempati urutan kedua dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 7.966.667,00 per tahun (28,10%). Hal ini diperoleh dari anggota rumah tangga (istri, anak dan menantu) yang membantu menambah pendapatan rumah tangga dengan berdagang seperti membuka warung rokok dan warung bubur kacang ijo. Sedangkan usaha hutan rakyat kurang berpengaruh terhadap total pendapatan rumah tangga dengan pendapatan rata-rata hanya sebesar Rp. 2.908.333,00 per tahun (10,26%). Hal ini dikarenakan banyaknya responden yang memanen kayu tetapi tidak menjual kayu melainkan di konsumsi sendiri untuk membuat atau memperbaiki rumah dan ada 2 (dua) responden yaitu nomor responden 3 dan 5 yang lahan hutan rakyatnya tidak menghasilkan pendapatan karena tegakan yang ada hanya sebagai batas areal, belum pernah di panen dan tidak ada tanaman tumpang sarinya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pada strata I responden lebih memprioritaskan pada sumber usaha tani (padi dan ubi jalar) dan wiraswasta. Pada strata II, pendapatan rata-rata rumah tangga responden terbesar masih dari sumber pendapatan usaha tani (padi dan ubi jalar) sebesar Rp. 10.745.000,00 per tahun (33,88%). Tidak terlalu berbeda jauh dengan sumber pendapatan usaha tani, sumber pendapatan wiraswasta masih berpengaruh besar terhadap total pendapatan rumah tangga responden sebesar Rp. 10.016.667,00 per tahun (31,59%). Hal ini dikarenakan adanya responden nomor 18 yang memiliki industri
30
rumah tangga makanan khas kuningan gemblong yang bahan dasarnya terbuat dari singkong dengan pendapatan per tahun sebesar Rp. 60.000.000,00. Sedangkan dari usaha hutan rakyat pendapatan rata-rata rumah tangga sebesar Rp. 5.900.000,00 per tahunnya (18,61%). Sehingga terlihat pada strata II sumber pendapatan usaha tani (padi dan ubi jalar) dan wiraswasta masih memberikan pengaruh yang besar terhadap total pendapatan rumah tangga responden. Berbeda dengan strata I dan II, pada strata III usaha hutan rakyat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap total pendapatan rumah tangga responden yaitu dengan pendapatan rata-rata rumah tangga responden sebesar Rp. 11.450.000,00 per tahun (27,06%). Hal ini dikarenakan banyaknya responden yang memanen tegakan kayu dalam setahun terakhir (2010) dan luasnya lahan untuk menanam singkong sehingga pendapatan hutan rakyat semakin besar. Sama seperti srata I dan II usaha tani (padi dan ubi jalar) masih menjadi pendapatan rata-rata rumah tangga responden terbesar yaitu Rp. 13.345.000,00 per tahun (31,54%). Sedangkan wiraswasta pada strata III kurang berpengaruh terhadap total pendapatan rumah tangga responden yaitu dengan pendapatan rata-rata rumah tangga responden sebesar Rp. 6.003.333,00 (14,19%). Sehingga dapat diketahui bahwa pada strata III responden lebih memprioritaskan pada sumber usaha tani (padi dan ubi jalar) dan usaha hutan rakyat. Data pada Tabel 4 menjelaskan bahwa semakin luas lahan yang dimiliki responden maka tingkat pendapatan usaha hutan rakyat semakin besar pula. Berbeda dengan persentase pendapatan dari wiraswasta, perbedaan karakeristik nilai dari sumber pendapatan wiraswasta ini tidak dipengaruhi oleh luasan lahan yang dimiliki, karena sumber pendapatan wiraswasta ini tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha tani. Pendapatan peternakan tidak menjadi mata pencaharian utama bagi responden karena hasil dari peternakan rendah dan tidak terlalu berpengaruh terhadap total pendapatan rumah tangga responden. Hasil ternak ini biasanya dikonsumsi pribadi oleh responden dan binatang ternak yang biasanya dipelihara adalah ikan, ayam, kambing dan sapi. Adapun besarnya manfaat hutan rakyat terhadap pendapatan total rata-rata rumah tangga responden atau petani dalam satuan persen dijelaskan pada Tabel 5. Kontribusi ini merupakan perbandingan nyata antara pendapatan rata-rata dari
31
usaha hutan rakyat per tahun dan pendapatan total rata-rata rumah tangga per tahun.
Tabel 5 Kontribusi pendapatan rata-rata hutan rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga tahun 2010 Strata I (<0,35 Ha) II (0,35 Ha – 0,63 Ha) III (>0,63 Ha)
Pendapatan Rata-rata (Rp/tahun) HR Non HR Jumlah 2.908.333 25.447.795 28.356.128 5.900.000 25.810.217 31.710.217 11.450.000 30.863.833 42.313.833
Kontribusi (%) HR Non HR 10,26 89,74 18,61 81,39 27,06 72,94
Pada strata I, hutan rakyat memberikan kontribusi sebesar Rp. 2.908.333,00 per tahun (10,26%), strata II sebesar Rp. 5.900.000,00 per tahun (18,61%) dan strata III sebesar Rp. 11.450.000,00 per tahun (27,06%). Pendapatan dari usaha hutan rakyat ini nilainya tidak sampai 50% dari total pendapatan rumah tangga responden, ini menunjukan bahwa usaha hutan rakyat hanya merupakan pendapatan tambahan atau sampingan sedangkan para petani mengandalkan pendapatannya dari luar usaha hutan rakyat (non hutan rakyat). Hal ini dikarenakan hutan rakyat mempunyai pertumbuhan tegakan yang lama sehingga tidak dapat memberi hasil yang cepat dan rutin. Selain itu usaha hutan rakyat hanya sebagai investasi pendapatan para petani. Usaha yang menjadi sumber pendapatan utama petani adalah dari usaha tani atau sawah (padi dan ubi jalar). Biasanya hasil dari hutan rakyat ini, khususnya tegakan berdiri dimanfaatkan bila petani sedang ada keperluan mendesak serta sebagai tabungan untuk masa depan. Tabel 6 Kontribusi pendapatan rata-rata kayu hutan rakyat tehadap pendapatan total rumah tangga tahun 2010 Strata I (<0,35 Ha) II (0,35 Ha - 0,63 Ha) III (>0,63 Ha)
Pendapatan Rata-rata HR (Rp/tahun) Kayu Non Kayu Jumlah 2.208.333 700.000 28.356.128 3.800.000 2.100.000 31.710.217 5.500.000 5.950.000 42.313.833
Kontribusi (%) Kayu Non Kayu 7,79 2,47 11,98 6,62 13,00 14,06
Dari tabel 6 dapat dijelaskan nilai kontribusi pendapatan rata-rata kayu pada strata I dan II bernilai lebih besar dari pada kontribusi pendapatan rata-rata non kayu atau tumpang sarinya (singkong). Sedangkan pada strata III kontribusi pendapatan rata-rata kayu bernilai lebih kecil dari pada kontribusi pendapatan
32
rata-rata non kayu atau tumpang sarinya (singkong). Pada kasus kontribusi pendapatan rata-rata non kayu (singkong) rendah dan singkong masih tetap dipertahankan oleh masyarakat Desa Babakanreuma karena sudah menjadi tradisi atau kebiasaan masyarakat dan biaya untuk menanam singkong rendah. Selain sebagai tumpang sari, singkong juga merupakan bahan dasar yang digunakan untuk industri rumah tangga makanan khas kuningan di desa tersebut yaitu gemblong, walaupun harga pasaran singkong rendah antara Rp. 700,00 sampai Rp. 800,00 per kilogram. Bila dibandingkan dengan penelitian hutan rakyat terdahulu seperti penelitian Rachman (2009) yang dilakukan di Desa Sukadamai, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kontribusi kebun campuran terhadap pendapatan rumah tangga yaitu sebesar Rp. 6.933.274,00 per tahun (60,6%) dengan pendapatan dari jenis tanaman kayu sebesar Rp. 1.289.464,00 per tahun (16,3%) dan penelitian yang dilakukan Tri (2007) di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kontribusi kebun campuran terhadap pendapatan total rumah tangga adalah (48,67%) dengan pendapatan bersih rata-rata dari kebun campuran sebesar Rp. 2.308.367,00 per hektar per tahun. Sedangkan pendapatan total dari lahan monokultur sebesar 14,15%. Maka hasil penelitian kontribusi hutan rakyat yang dilakukan di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat ini belum memperlihatkan hasil yang optimal tetapi nilai kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga responden di desa ini, sudah sangat nyata terlihat dengan besarnya nilai kontribusi yang semakin tinggi dengan kenaikan strata lahan. Sehingga luas lahan berpengaruh nyata terhadap pendapatan hutan rakyat petani. 5.3.2 Pengeluaran Rumah Tangga Petani Pengeluaran untuk setiap responden masing-masing strata memiliki nilai yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh pola konsumsi, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan setiap keluarga, kebutuhan hidup dan faktor pendukung lainnya. Pengeluaran ini adalah segala biaya yang dikeluarkan oleh responden dan anggota responden untuk melakukan kegiatan atau memenuhi kebutuhan hidup baik yang tetap atau kebutuhan insidental. Jenis-jenis pengeluaran untuk setiap
33
responden hampir sama yaitu untuk kebutuhan pangan, biaya usaha tani hutan rakyat, kebutuhan pendidikan dan kebutuhan lain-lain berupa biaya usaha tani sektor pertanian (padi dan ubi jalar), biaya kesehatan, biaya sandang dan papan seperti pakaian, peralatan rumah tangga, listrik, air, pemeliharaan rumah, dana sosial dan biaya pengeluaran lainnya. Pengeluaran responden diklasifikasikan berdasarkan luasan hutan rakyat yang dikelolanya, sehingga pengeluaran rata-rata tiap responden berbeda-beda dan beragam pula untuk setiap stratanya (Lampiran 4). Rata-rata pengeluaran petani per tahun dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rata-rata pengeluaran rumah tangga responden tahun 2010 Sumber Pengeluaran Pangan Usaha HR Pendidikan Lain-lain Total
I (<0,35 Ha) (Rp/tahun) % 1.975.000 21,64 1.811.810 19,86 1.441.667 15,80 3.896.500 42,70 9.124.976 100,00
Strata Responden II (0,35 Ha- 0,63 Ha) (Rp/tahun) % 2.025.000 14,84 3.477.167 25,49 2.250.000 16,49 5.890.500 43,18 13.642.667 100,00
III (>0,63 Ha) (Rp/tahun) % 2.075.000 9,51 7.046.750 32,29 3.751.667 17,19 8.947.333 41,00 21.820.750 100,00
Sumber pengeluaran terbesar pada strata I, II dan III terdapat pada kebutuhan lain-lain berupa biaya usaha tani sektor pertanian (padi dan ubi jalar), biaya kesehatan, biaya sandang dan papan seperti pakaian, peralatan rumah tangga, listrik, air, pemeliharaan rumah, dana sosial dan biaya pengeluaran lainnya, masing-masing dengan pengeluaran rata-rata sebesar Rp. 3.896.500,00 per tahun (42,70%), Rp. 5.890.500,00 per tahun (42,70%) dan Rp. 8.947.333,00 per tahun (41,00%) terhadap total pengeluaran responden. Besarnya nilai kebutuhan lain-lain terjadi karena banyaknya responden mempunyai pengeluaran tiba-tiba atau biaya tak terduga dalam kurun waktu satu tahun. Selain itu juga kebutuhan responden akan usaha tani sektor pertanian atau sawah sangat tinggi. Pemeliharaan rumah juga mempunyai sumber pengeluaran yang tinggi dikarenakan harga material yang cukup mahal di pasaran. Pada strata I pengeluaran terkecil terdapat pada kebutuhan pendidikan yaitu dengan pengeluaran rata-rata sebesar Rp. 1.441.667,00 per tahun (15,80%) terhadap total pengeluaran responden, sedangkan pengeluaran terbesar ada pada strata III sebesar Rp 3.751.667,00 per tahun (17,19%). Hal ini terjadi karena pada
34
strata III respondennya masih banyak yang mempunyai tanggungan anak bersekolah sedangkan responden pada strata I merupakan responden yang tidak punya tanggungan atas anak mereka lagi, karena anak-anak mereka sendiri sudah memiliki keluarga sendiri. Pada strata II sumber pengeluaran terkecil terdapat pada kebutuhan pangan sebesar Rp. 2.025.000,00 per tahun (14,84%) terhadap total rata-rata pengeluaran responden dan pada strata III sumber pengeluaran terkecil juga terdapat pada kebutuhan pangan sebesar Rp. 2.075.000,00 per tahun (9,51%) terhadap total pengeluaran responden. Hal ini terjadi karena hasil pertanian (padi dan ubi jalar), peternakan, dan tumpang sari hutan rakyat responden digunakan secara pribadi untuk makan sehari-hari. Untuk usaha hutan rakyat cukup mempengaruhi pengeluaran total responden, untuk strata III pengeluaran hutan rakyat mempengaruhi 32,29% dari total pengeluaran rumah tangga responden dan merupakan pengeluaran terbesar kedua responden. Begitupun pada strata II usaha hutan rakyat menempati urutan kedua sumber pengeluaran terbesar yaitu sebesar 25,49% terhadap total pengeluaran dan strata I pengeluaran usaha hutan rakyat menempati peringkat ketiga sebesar 19,86% terhadap total pengeluaran. Tabel 8 Kontribusi pengeluaran rata-rata hutan rakyat terhadap pengeluaran total rata-rata rumah tangga responden pada tahun 2010 Strata I (<0,35 Ha) II (0,35 Ha - 0,63 Ha) III (>0,63 Ha)
Pengeluaran (Rp/tahun) Hutan Rakyat Non Hutan Rakyat 1.811.810 7.313.167 3.477.167 10.165.500 7.046.750 14.774.000
Kontribusi (%) Total 9.124.976 13.642.667 21.820.750
19,86 25,49 32,29
Tabel 8 menjelaskan pengaruh pengeluaran untuk hutan rakyat terhadap pengeluaran total responden. Kontribusi pengeluaran ini dipengaruhi langsung oleh luasan lahan. Semakin besar luas lahan yang dimiliki responden maka tingkat pengeluaran usaha hutan rakyat akan semakin besar pula. Kontribusi pengeluaran usaha hutan rakyat juga dipengaruhi oleh sistem pengelolaan lahan oleh petani. Semakin baik sistem pengelolaan usaha hutan rakyat maka tingkat pengeluaran usaha hutan rakyat juga akan semakin tinggi. Tingkat pengeluaran responden akan sangat berpengaruh pada pendapatan responden. Pengeluaran yang besar maka pendapatan responden akan berkurang, apabila pengeluaran lebih besar dari pendapatan maka responden akan mengalami
35
defisit yang mengakibatkan responden harus mengeluarkan sejumlah uang dari tabungannya untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan jika pengeluaran lebih kecil dari pendapatan maka responden akan mendapatkan sisa yang dapat ditabung untuk kebutuhan yang akan datang. Untuk lebih jelasnya presentase pendapatan total rata-rata terhadap pengeluaran total rata-rata dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Presentase pendapatan total rata-rata rumah tangga terhadap pengeluaran total rata-rata rumah tangga responden Strata I (<0,35 Ha) II (0,35 Ha - 0,63 Ha) III (>0,63 Ha) Rata-rata
Pendapatan Ratarata (Rp/tahun) 28.356.128 31.710.217 42.313.833 34.126.726
Pengeluaran Ratarata (Rp/tahun)
Persentase Pendapatan terhadap Pengeluaran (%)
9.124.976 13.642.667 21.820.750 14.862.798
310,8 232,4 193,9 245,7
Pada Tabel 9, secara keseluruhan dari ketiga kelas, rata-rata persentase pendapatan terhadap pengeluaran adalah 245,7%. Dengan kata lain masyarakat di Desa Babakanreuma lebih mencukupi kebutuhan hidupnya, bahkan mempunyai sisa. Sisa dari pendapatan tersebut biasanya mereka tabung dan digunakan untuk membeli barang yang bersifat monumental seperti membangun rumah, membeli tanah, emas dan lain sebagainya.
5.4 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Untuk mengetahui kelayakan usaha hutan rakyat dilakukan dengan menggunakan metode analisis aliran kas dari biaya dan pendapatan yang telah didiskonto. Besarnya suku bunga yang digunakan adalah 6,5% yaitu suku bunga makro Bank Indonesia yang berlaku tahun 2010 saat penelitian dilakukan. Kelayakan hutan rakyat ini bisa dijadikan acuan untuk perbaikan pengelolaan hutan rakyat kedepannya dari segi pemeliharaan dan pengaturan biaya yang dikeluarkan. Biaya pengusahaan hutan rakyat terdiri dari biaya tetap, antara lain biaya sewa/pajak, biaya peralatan, biaya bangunan dan biaya lainnya. Sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya pengadaan benih dan bibit, biaya persiapan lahan, biaya pemupukan, biaya pemeliharaan, biaya pemasaran dan biaya lainnya.
36
Kriteria Kelayakan yang digunakan dalam analisis adalah Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara present value daripada benefit dan present value daripada biaya, Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR). Tabel 10 Rata-rata biaya pengusahaan hutan rakyat berdasarkan strata Strata I (<0,35 Ha) II (0,35 Ha - 0,63 Ha) III (>0,63 Ha) Rata-Rata
Pajak (Rp/thn) 168.393 387.500 1.025.000 526.964
Bibit 8.000 16.000 24.000 16.000
Biaya Variabel (Rp/thn) Pupuk dan Pemeliharaan Pemasaran penanaman 880.000 545.000 80.417 2.066.667 617.083 155.250 4.683.333 683.333 197.750 2.543.333 615.139 144.472
Lain-lain 130.000 234.667 433.333 266.000
Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa biaya pengusahaan hutan rakyat di Desa Babakanreuma (Lampiran 5) terdiri dari : A.
Biaya Tetap Pembayaran pajak merupakan salah satu biaya tetap usaha hutan rakyat.
Besarnya nilai pajak tergantung dari luasan hutan rakyat yang dimiliki petani. Biaya pajak selalu dikeluarkan setiap tahunnya oleh petani yang dipengaruhi oleh luasan lahan yang dimiliki. Berdasarkan hasil wawancara harga pajak tanah atau biaya sewa lahan dari pemerintah Desa Babakanreuma yaitu Rp. 150.000,00 per tahun untuk lahan seluas 1.400 m2. Pada strata I rata-rata besarnya pajak adalah Rp. 168.393,00 per tahun sedangkan pada strata II sebesar Rp. 387.500,00 per tahun dan strata III sebesar Rp. 1.025.000,00 per tahun. B.
Biaya Variabel Biaya variable yang dikeluarkan oleh responden di Desa Babakanreuma diantaranya:
1.
Biaya pengadaan bibit, pengadaan bibit sengon dilakukan dengan cara membeli sendiri di lokasi-lokasi dekat dengan Desa Babakanreuma. Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan bibit tersebut sebesar Rp 2.000,00 per bibit sengon. Rata-rata responden menanam sengon tiap tahun pada strata I sebanyak 4 pohon, strata II sebanyak 8 pohon dan strata III sebanyak 12 pohon
2.
Biaya pengadaan pupuk dan penanaman ini meliputi biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan pupuk kandang dan NPK, serta biaya untuk persiapan lahan, olah tanah, menanam bibit sengon dan tumpang sarinya (singkong). Biaya yang dikeluarkan bervariasi di tiap strata tergantung dari
37
jumlah tenaga kerja yang digunakan dan upah tenaga kerja. Adapun upah tenaga kerja yang berlaku di Desa Babakanreuma adalah Rp. 25.000,00 per HOK (Hari Orang Kerja). Kegiatan penanaman biasanya dilakukan oleh petani pemilik lahan atau petani yang membayar jasa penanaman dengan upah. Biaya pengadaan pupuk dan penanaman yang dikeluarkan pada strata I, II dan III masing-masing rata-rata bernilai Rp. 880.000,00 per tahun, Rp. 2.066.667,00 per tahun dan Rp. 4.683.333,00 per tahun. 3.
Biaya pemeliharaan, terdiri dari biaya untuk kegiatan pemangkasan cabang, pengadaan alat, pemberian pupuk tambahan dan upah tenaga kerja. Seluruh biaya tersebut lalu dijumlahkan dan dirata-ratakan untuk masingmasing strata. Strata I memiliki rata-rata biaya pemeliharaan sebesar Rp. 545.000,00 per tahun. Strata II bernilai Rp. 617.083,00 per tahun dan strata III sebesar Rp. 683.333,00 per tahun.
4.
Biaya pemasaran yang dikeluarkan pada saat kayu akan dipasarkan ke tengkulak dimana biaya tersebut didapat dari hasil rata-rata total biaya pemasaran. Biaya pemasaran meliputi biaya kerusakan tanaman lain, HOK (hari orang kerja) hilang, pulsa untuk menghubungi tengkulak atau pembeli kayu (tegakan berdiri) via ponsel. Pada strata I biaya pemasaran adalah sebesar Rp. 80.417,00 per tahun, Rp. 155.250,00 per tahun (strata II), dan Rp. 197.750,00 per tahun (strata III).
5.
Biaya lain-lain, biasanya merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk kegiatan pendukung usaha hutan rakyat. Biaya ini berkisar antara biaya sajian makanan dan rokok bagi para pekerja di lahan yang bersangkutan. Pada strata I Rp. 130.000,00 per tahun, Rp. 234.667,00 per tahun (strata II) dan Rp. 433.333,00 per tahun (strata III). Biaya-biaya yang dikeluarkan tersebut didapat seluruhnya dari hasil
wawancara secara terstruktur dan kemudian dirata-ratakan berdasarkan jumlah responden ditiap stratanya. C.
Perkiraan Nilai Tegakan Sisa Tahun 2010 Nilai tegakan sisa ini merupakan perkiraan biaya yang harus dikeluarkan
oleh petani saat pertama kali melakukan usaha hutan rakyat sampai sekarang. Nilai ini diperoleh dari jumlah tegakan sisa yang ada saat penelitian berlangsung
38
atau tegakan yang belum ditebang hingga tahun 2010 kemudian dikalikan dengan harga tegakan yang berlaku di pasar. Harga tegakan pohon berdiri di pasar ratarata sebesar Rp 400.000,00 per pohon dengan ukuran diameter rata-rata yang banyak ditebang adalah 20-30 cm atau tegakan yang berumur 7 tahun. Setelah mendapatkan jumlah tegakan sisa di tiap kelas umur, maka tegakan yang sudah berumur 7 tahun atau lebih siap untuk dipanen dan kemudian hasil dari penjualan akan dikurangi dengan biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh petani. Dalam sistem pemanenan yang berlaku di Desa Babakanreuma rata-rata petani melakukan penjualan melalui tengkulak sehingga tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemanenan. Dengan pendekatan tersebut, menghasilkan rata-rata nilai tegakan sisa dari hasil pemanenan pada strata I sebesar Rp. 12.000.000,00 dengan jumlah tegakan sisa 30 batang. Strata II rata-rata nilai tegakan sisa yang berjumlah 56 batang memiliki nilai Rp. 22.400.000,00 sedangkan untuk strata III rata-rata besarnya pendapatan dari usaha hutan rakyat sebesar Rp. 34.400.000,00 (86 tegakan sisa). Perincian jumlah tegakan sisa pada lahan hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 11 berikut (Lampiran 6). Tabel 11 Simulasi proyek sisa kayu dan simulasi pendapatan usaha hutan rakyat dengan jumlah pohon sebenarnya Jumlah tegakan sisa pada umur ke- (batang) Strata I
0 th 4
1 th 0
2 th 0
3 th 3
4 th 9
5 th 0
6 th 0
7 th 11
8 th 0
9 th 0
10 th 3
> 10 th 0
Total
Pendapatan HR
30
12.000.000
II
0
12
10
0
15
0
0
14
0
0
4
1
56
22.400.000
III
0
11
0
19
18
0
0
18
0
0
0
20
86
34.400.000
Total
4
23
10
22
42
0
0
43
0
0
7
21
172
68.000.000
D. Simulasi Proyeksi Rencana Tebangan Perhitungan hingga tahun ke-14 atau tahun 2024. Daur yang digunakan adalah 7 tahun. Pendapatan hutan rakyat dapat diilustrasikan dengan pemasukan ke dalam aliran kas, yaitu kegiatan penjualan tegakan kayu dan penjualan tumpang sarinya yaitu tanaman singkong. Sedangkan untuk pengeluaran usaha hutan rakyat adalah kegiatan penebangan saja. Perhitungan ini dilakukan atas dasar biaya penebangan borongan dan hasil penjualan singkong selama setahun terakhir. Sistem penebangan borongan ini memberikan nilai pemasukan dan pengeluaran untuk perhitungan aliran kas (cashflow), karena pada tahun tebang
39
tersebut petani akan kembali menanam tegakan baru untuk mengganti tegakan yang ditebang. Nilai pengeluaran ini berupa biaya bibit, pupuk dan penanaman. Jumlah tegakan yang digunakan sebagai acuan adalah jumlah tegakan sisa pada setiap strata tahun 2010. Pada strata I dengan lahan <0,35 ha diperoleh jumlah tegakan sisa sebanyak 30 batang, pada strata II dengan lahan 0,35 - 0,63 ha sebanyak 56 batang dan pada strata III dengan lahan >0,63 ha sebanyak 86 batang. Dari jumlah tegakan sisa tersebut diasumsikan sebagai jumlah tegakan kayu maksimal yang dapat diusahakan petani tiap tahunnya. Untuk menjadikan hutan normal (hasil tidak berfluktuasi dari tahun ke tahun) maka jumlah tegakan yang dipanen per tahun untuk setiap strata adalah hasil dari perbandingan jumlah tegakan sisa dengan daur tanaman 7 tahun. Hutan normal ini memiliki pengertian dimana jumlah tegakan yang ditebang sama dengan jumlah tegakan yang ditanam pada tahun tersebut. Pada strata I diperoleh jumlah tegakan yang dipanen per tahun sebanyak 4 batang, strata II sebanyak 8 batang dan strata III sebanyak 12 batang. Pada Lampiran 7, 8 dan 9 menjelaskan mengenai jumlah tegakan sisa yang menjadi dasar perhitungan cashflow. Pada strata I tersebar tegakan sisa mulai dari tahun 2000 sampai 2010 berjumlah 30 batang. Tegakan sisa tersebut mulai ditebang pada tahun 2011 sebanyak 4 batang tiap tahunnya (jumlah tegakan maksimal yang dapat diusahakan petani tiap tahunnya) sampai tegakan sisa habis ditebang dan mulai mencapai jumlah tegakan normal di tahun 2019. Pada strata II tersebar tegakan sisa mulai dari tahun <2000 sampai 2010 berjumlah 56 batang. Tegakan sisa tersebut mulai ditebang pada tahun 2011 sebanyak 8 batang tiap tahunnya. Jumlah penebangan setara dengan jumlah penanaman terjadi pada tahun 2018, sejak tahun ini telah diperoleh normalitas (menanam 8 tegakan dan menebang 8 tegakan). Pada strata III tersebar tegakan sisa mulai dari tahun <2000 sampai 2010 berjumlah 86 batang. Tegakan sisa tersebut mulai ditebang pada tahun 2011 sebanyak 12 batang tiap tahunnya. diperoleh normalitas pada tahun 2019. Pendapatan bersih petani merupakan hasil dari pengurangan keuntungan yang didapat dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Keuntungan ini diperoleh
40
dari hasil tumpang sari singkong dan penebangan tegakan. Faktor bunga juga mempengaruhi pendapatan bersih petani. Tabel 12 Pendapatan dan biaya dengan dan tanpa suku bunga Strata I II III Rata-rata
Tanpa suku bunga (i=6,5%) (Rp/thn) Manfaat Biaya PV Bersih 38.150.000 27.177.143 10.972.858 76.300.000 52.157.500 24.142.500 114.450.000 105.701.250 8.748.750 76.300.000 61.678.631 14.621.369
Dengan Suku Bunga (i=6,5%) (Rp/thn) Manfaat Biaya NPV 23.414.725 17.035.845 6.378.880 46.829.450 32.694.647 14.134.803 70.244.175 66.258.257 3.985.918 46.829.450 38.662.916 8.166.534
Berdasarkan Tabel 12, pendapatan tertinggi (PV bersih) terdapat pada strata II sebesar Rp. 24.142.500,00 per tahun tanpa suku bunga dan dengan suku bunga yang berlaku dari Bank Indonesia pada saat penelitiaan sebesar 6,5% (NPV) bernilai Rp. 14.134.803,00 per tahun. Nilai pendapatan terendah (PV bersih) tanpa suku bunga terdapat pada strata III sebesar Rp. 8.748.750,00 per tahun sedangkan dengan suku bunga (NPV) bernilai Rp. 3.985.918,00 per tahun. Data tabel di atas telah dihitung cash balance dikalikan dengan discount rate, didapat untuk setiap strata nilai NPV positif dimana BCR>1 dan IRR> suku bunga yang berlaku saat penelitian. Perhitungan aliran kas ini lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 10, 11 dan 12. Tabel 13 Analisis finansial hutan rakyat Desa Babakanreuma berdasarkan strata Strata I (<0,35 Ha) II (0,35 Ha - 0,63 Ha) III (>0,63 Ha) Rata-rata
NPV 6.378.880 14.134.803 3.985.918 8.166.534
Analisis Finansial BCR 1,37 1,43 1,06 1,29
Status IRR (%) 20,59 20,86 14,69 18,71
Layak Layak Layak Layak
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa nilai NPV, BCR dan IRR pada strata III nilai kelayakan semakin berkurang. Hal tersebut dikarenakan pendapatan dengan periode investasi 14 tahun belum memperlihatkan hasil yang optimal. Karena semakin luas lahan kepemilikan maka biaya yang harus dikeluarkan juga akan semakin besar. Selain itu jika dilihat dari rata-rata luas lahan dan jumlah tegakan sisa tiap strata maka diperoleh perkiraan (rata-rata) jarak tanam strata I, II dan III yaitu : 7 m x 7 m ; 8 m x 8 m dan 10 m x 10 m sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin renggang jarak tanam antar strata maka nilai NPV, BCR dan IRR akan semakin berkurang. Berdasarkan analisis
41
pertambahan nilai (incremental analysis) dengan menghitung nilai BCR dimana ditiap strata tidak memiliki kesamaan dalam manfaat maupun biaya (input dan output berbeda), maka ketiga strata hutan rakyat yang terdapat di Desa Babakanreuma ini cukup layak untuk dikelola.
42
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Babakanreuma, Kuningan ini masih sangat sederhana. Pemanenan kayu masih berdasarkan kebutuhan dan tidak sesuai dengan daur tanaman sengon yang merupakan tanaman pokok di desa ini. Pemasaran kayu hanya dilakukan sampai dengan sistem borongan atau oleh tengkulak/pembeli. Selanjutnya pemasaran kayu tersebut menjadi urusan/tanggung jawab tengkulak/pembeli. Sedangkan untuk pemasaran tumpang sarinya (singkong) rata-rata petani ke industri rumah tangga pembuatan gemblong (makanan khas daerah Kuningan). 2. Jika dikaitkan dengan penelitian Hardjanto (2000) di Jawa pendapatan hutan rakyat <10% dari pendapatan total rumah tangga petani maka besarnya nilai kontribusi hutan rakyat di Desa Babakanreuma, Kuningan sudah terasa manfaatnya dengan data yang didapat, dimana pada strata I kontribusi yang dihasilkan sebesar Rp. 2.208.333,00 per tahun (7,79%), strata II sebesar Rp. 3.800.000,00 per tahun (11,98%) dan strata III sebesar Rp. 5.500.000,00 per tahun (13,00%). 3. Pengelolaan hutan rakyat di Desa Babakanreuma, Kuningan sudah layak untuk dikelola pada ketiga stratanya. Pernyataan ini didasarkan pada besarnya NPV (Net Present Value) yang tidak bernilai negatif, BCR (Benefit Cost Ratio) lebih besar dari satu dan nilai IRR (Internal Rate of Return) lebih besar dari pada suku bunga yang berlaku. Nilai NPV pada strata I, II dan III sebesar Rp. 6.378.880,00 Rp. 14.134.803,00 dan Rp. 3.985.918,00.
6.2 Saran 1. Perlu adanya kelembagaan atau organisasi untuk membantu kegiatan pengelolaan hutan rakyat petani agar dapat menghasilkan pendapatan yang maksimal dan baik untuk keseimbangan lingkungan. 2. Kelayakan usaha hutan rakyat saat ini masih tergolong baik, tetapi perlu dikelola kembali dengan pangaturan biaya pengelolaan hutan rakyat agar kelayakan usaha ini bisa terus dirasakan oleh para petani.
DAFTAR PUSTAKA Affandi O. 2002. Home Garden: Sebagai Salah Satu Agroforestry Lokal. Program Ilmu Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Dalam www. Library usu. Com. Biro Pusat Statistik. 1993. Sensus Pertanian Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Biro Pusat Statistik. 1995. Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Penduduk Indonesia Menurut Provinsi dan Kabupaten atau Kotamadya Seri no.I. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Dala YT dan Adijaya S. 2002. Pranata Hutan Rakyat. Debut Press. Yogyakarta. Departemen Kehutanan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Jurnal Hutan Rakyat. 7 (1): 18-19. Gittinger JP. 1986. Analisa Proyek-Proyek Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hardjanto. 1990. Pengembangan Kebijakan Ekonomi dalam Pelestarian Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Way Kanan Propinsi Lampung. [skripsi] Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Hardjanto. 2000. Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Di dalam: Didik Suharjito, penyunting. Hutan Rakyat di Jawa Peranannya dalam Perekonomian Desa. Bogor: Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM), Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Hayono J. 1996. Analisis Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. [thesis]. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Kartasubrata J. 1986. Partisipasi Rakyat Dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Jawa (Studi Kehutanan Sosial di Daerah Kawasan Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Hutan Konservasi). [disertasi] Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Mubaryanto 1998. Reformasi Sistem Ekonomi : Dari Kapitalisme Menuju Ekonomi Kerakyatan. Aditya Media. Yogyakarta. Nugroho B. 2008. Analisis Investasi Proyek Kehutanan dan Pertanian : Pendekatan Ekonomi Keteknikan (Engineering Economics Approach). Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Prabowo HD dan Prahasto, H. 2002. Alokasi Penggunaan Lahan di daerah Aliran Sungai dan Prospek Hutan Rakyat. Jurnal Hutan Rakyat. 4 (3): 17-38. Retnoningsih I. 2006. Sistem Pengelolaan Kebun Campuran dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Sukabumi. [skripsi]. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
45
Rachman R. A. 2009. Sistem Pengelolaan dan Kontribusi Kebun Campuran terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Sukadamai, Kecamatan Cicantayan, Kabupaen Sukabumi, Jawa Barat. [skripsi]. Departemen Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. Sajogyo. 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Saleh C. 1983. Pola Pengeluaran Rumah Tangga dan Penguasaan Modal Bukan Tanah. Studi Dinamika Pedesaan. Survei Agro-Ekonomi. Bogor. Simon H. 1995. Pokok-Pokok Pikiran Tinjauan Ekonomi Pengembangan Hutan Rakyat dalam Proceeding Seminar Pengembangan Hutan Rakyat Bangkinang. Riau 10-11 April 1995. Riau. Soeharjo dan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Usaha Tani. Departemen IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Soekanto A. et al. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Sugiarto. 1997. Program Sumber Pendapatan Rumah Tangga Di Pedesaan Provinsi NTB dalam Proceeding Agribisnis Dinamika Sumberdaya dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Suharjito D. 2004. Pengelolaan Hutan Negara Pola Kolaboratif Perusahaan HPH(TI) dan masyarakat lokal: Prospek dan Kendala. Bogor: Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat. Jurnal Kehutanan Masyarakat. 2: 2. Tri H. 2007. Sistem Pengelolaan dan Kontribusi Kebun Campuran terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. [skripsi]. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Umar H. 2002. Metode Riset Bisnis: Panduan Mahasiswa Untuk Melaksanakan Riset Dilengkapi Contoh Proposal dan Hasil Riset Bidang Manajemen dan Akuntansi. Gramedia. Jakarta. Widayanti WT. 2004. Implementasi Metode Pengaturan Hasil Hutan Pada Pengelolaan Hutan Rakyat. Jurnal Hutan Rakyat. 6 (2) : 27-48. Wiradinata S. 1989. Pengantar Agrohutani. Fakultas Kehutanan. Insitut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
47
Lampiran 1 Identitas Responden Petani Hutan Rakyat Pertanian
Kehutanan
Kolam
Petani Petani Petani Petani Petani
0,56 0,14 0,42 0,7 0,56
0,21 0,234 0,21 0,14 0,224
0 0 0 0 0
Total Lahan (Ha) 0,77 0,374 0,63 0,84 0,784
4
Petani
0
0,042
0
0,042
Pertanian
4 4 6 5 3 4 4 8
Petani Petani Wiraswasta PNS Petani Petani Petani Petani
0,14 0,28 0 0,56 0,28 0,56 0 0
0,07 0,21 0,042 0,196 0,098 0,21 0,35 0,35
0 0,007 0 0 0 0 0 0
0,21 0,497 0,042 0,756 0,378 0,77 0,35 0,35
Pertanian wiraswasta Pertanian Wiraswasta Pertanian, ternak, PNS Pertanian, wiraswasta Pertanian, ternak Ternak Wiraswasta
2
Petani
0,56
0,35
0,03
0,94
Pertanian, ternak, wiraswasta
4 5 5 6 5
Petani Petani Wiraswasta Petani Petani
0,56 0,98 0,252 0,252 0,56
0,35 0,35 0,42 0,35 0,35
0,03 0,007 0 0 0,0126
0,94 1,337 0,672 0,602 0,9226
Pertanian, swasta Pertanian, ternak Pertanian Pertanian Pertanian, kolam, wiraswasta
SMA
3
Petani
0
0,35
0
0,35
Wiraswasta
45
SD
6
Petani
0,98
0,35
0
1,33
Sarji
57
SD
3
Petani
0,252
0,42
0
0,672
Pertanian, ternak, PNS, swasta Pertanian, ternak
Udi Tarmudi
62
SD
4
Petani
0,56
0,35
0,0027
0,9127
Pertanian, ternak
Luas Lahan (Ha)
∑ Anggota Keluarga
Pekerjaan
5 2 6 3 5
62 45 45 42 46
SD SD SD SMP SD Tidak Sekolah SD SD SD SMA SD SD SD SD Tidak Sekolah SD SMP SD SD SD
58
Ajidi
14 21
Strata
No. Resp.
Nama Responden
Umur (Thn)
I I I I I
11 6 12 10 1
Hendi Jaeni Nursyamsi Kamis Suhalim Supardi
58 72 58 60 62
I
3
Darsam
45
I I I I I I II II
7 9 5 2 8 4 24 23
Suhali Candran Amin Sarim Harnadi Abdul Nadjid Darsim Suherman
60 58 40 43 50 37 38 63
II
22
Warta Sarka
67
II II II II II
20 19 18 17 16
II
15
Udi Tarmudi Ce Rohim Dedi Juhaedi Suhaeri Sahim Wilastra Daswan
II
13
II II
Pendidikan
Usaha Lain Pertanian, swasta Pertanian Pertanian, wiraswasta Pertanian, ternak Pertanian, wiraswasta
48
Lampiran 1 (lanjutan) Pertanian
Kehutanan
Kolam
Petani
0,98
2,1
0
Total Lahan (Ha) 3,08
4
Petani
2,1
0,7
0
2,8
Pertanian, wiraswasta
SD SD SMP SD SMA SD SMP
3 5 4 4 4 4 6
0,98 0,49 0,98 0 0 0,252 0,252
0,98 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
0 0,0027 0 0,0035 0 0 0
1,96 1,1927 1,68 0,7035 0,7 0,952 0,952
Pertanian, ternak, swasta Pertanian, ternak, wiraswasta Pertanian Ternak, swasta PNS Pertanian Pertanian, wiraswasta
54
SD
6
0,49
0,98
0
1,47
Pertanian
55 43
D3 SD
7 4
Petani Wiraswasta Petani Petani Petani Petani Petani Tidak bekerja Petani Petani
0,252 0
1,82 0,7
0 0
2,072 0,7
Pertanian, wiraswasta Pertanian, ternak, PNS
Luas Lahan (Ha)
Strata
No. Resp.
Nama Responden
Umur (Thn)
Pendidikan
∑ Anggota Keluarga
Pekerjaan
III
30
42
SMP
6
III
34
58
D3
III III III III III III III
36 26 35 33 32 31 28
Tohir Amir Rismayanto Bohari Duki Eyo Ahya Suhadi Ehot Dana Casman
55 44 45 65 44 60 48
III
27
Warsu
III III
25 29
Edi Sukandi Ahyadi
Usaha Lain Pertanian, wiraswasta
49 Lampiran 2 Penentuan Selang Strata No. Resp.
Luas lahan per hektar (X)
X²
Strata
11 6 12 10 1 3 7 9 5 2 8 4
0,21 0,234 0,21 0,14 0,224 0,042 0,07 0,21 0,042 0,196 0,098 0,21
0,0441 0,05476 0,0441 0,0196 0,05018 0,00176 0,0049 0,0441 0,00176 0,03842 0,0096 0,0441
I I I I I I I I I I I I
Rata-rata 24 23 22 20 19 18 17 16 15 13 14 21
0,16 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35 0,42 0,35 0,35 0,35 0,35 0,42 0,35
0,02978 0,1225 0,1225 0,1225 0,1225 0,1225 0,1764 0,1225 0,1225 0,1225 0,1225 0,1764 0,1225
I II II II II II II II II II II II II
Rata-rata 30 34 36 26 35 33 32 31 28 27 25 29
0,36 2,1 0,7 0,98 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,98 1,82 0,7
0,13 4,41 0,49 0,9604 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,9604 3,3124 0,49
II III III III III III III III III III III III III
Rata-rata
0,96
1,13
III
n Rata-rata ∑(X²) ∑X² ∑X²/n Ragam Simpangan baku Z ά/2 μ1(Batas Atas) μ2(Batas Bawah) SK alfa alfa/2 Strata I Strata II Strata III
36 0,479601 15,65965 332,1446 9,226238 0,178706 0,422736 1,96 0,62 0,34 95% 5% 0,025 12 12 12
50 Lampiran 3 Pendapatan Total Rumah Tangga Responden Tahun 2010 Strata
No. Resp.
I I I I I I I I I I I I
11 6 12 10 1 3 7 9 5 2 8 4
Total Rata-rata II 24 II 23 II 22 II 20 II 19 II 18 II 17 II 16 II 15 II 13 II 14 II 21 Total Rata-rata
Tani 14.600.000 3.650.000 10.950.000 21.250.000 14.600.000 12.000.000 4.950.000 18.900.000 0 14.600.000 7.300.000 14.600.000 137.400.000 11.450.000 0 0 14.600.000 14.600.000 25.550.000 6.480.000 6.480.000 14.600.000 0 25.550.000 6.480.000 14.600.000 128.940.000 10.745.000
Ternak 0 87.000 0 701.000 0 0 0 151.540 0 334.000 0 0 1.273.540 106.128 1.785.000 0 1.716.000 0 4.141.600 0 0 560.000 0 11.810.000 485.000 13.085.000 33.582.600 2.798.550
Sumber Pendapatan (Rp/Tahun) Hutan Rakyat PNS Swasta 9.050.000 0 55.500.000 5.050.000 0 0 1.050.000 0 0 525.000 0 0 9.050.000 0 0 0 0 0 2.000.000 0 0 1.050.000 0 0 0 0 0 1.550.000 15.600.000 0 525.000 0 0 5.050.000 0 0 34.900.000 15.600.000 55.500.000 2.908.333 1.300.000 4.625.000 6.100.000 0 0 2.100.000 0 0 2.100.000 0 0 14.100.000 0 9.000.000 2.100.000 0 0 5.300.000 0 0 7.300.000 0 0 6.100.000 0 0 6.100.000 0 0 2.100.000 14.400.000 3.600.000 11.300.000 0 0 6.100.000 0 0 70.800.000 14.400.000 12.600.000 5.900.000 1.200.000 1.050.000
Wiraswasta 0 0 24.800.000 0 5.400.000 0 21.600.000 0 29.400.000 0 14.400.000 0 95.600.000 7.966.667 0 14.400.000 15.000.000 0 0 60.000.000 0 20.000.000 10.800.000 0 0 0 120.200.000 10.016.667
Total (Rp/Tahun) 79.150.000 8.787.000 36.800.000 22.476.000 29.050.000 12.000.000 28.550.000 20.101.540 29.400.000 32.084.000 22.225.000 19.650.000 340.273.540 28.356.128 7.885.000 16.500.000 33.416.000 37.700.000 31.791.600 71.780.000 13.780.000 41.260.000 16.900.000 57.460.000 18.265.000 33.785.000 380.522.600 31.710.217
Non Hutan Rakyat 70.100.000 3.737.000 35.750.000 21.951.000 20.000.000 12.000.000 26.550.000 19.051.540 29.400.000 30.534.000 21.700.000 14.600.000 305.373.540 25.447.795 1.785.000 14.400.000 31.316.000 23.600.000 29.691.600 66.480.000 6.480.000 35.160.000 10.800.000 55.360.000 6.965.000 27.685.000 309.722.600 25.810.217
51 Lampiran 3 (lanjutan) Strata
No. Resp.
III III III III III III III III III III III III
30 34 36 26 35 33 32 31 28 27 25 29
Total Rata-rata
Tani 23.100.000 49.500.000 23.100.000 10.950.000 23.100.000 0 0 6.480.000 6.480.000 10.950.000 6.480.000 0 160.140.000 13.345.000
Ternak 0 0 6.900.000 0 701.000 3.875.000 20.500.000 0 0 0 47.000.000 6.250.000 85.226.000 7.102.167
Sumber Pendapatan (Rp/Tahun) Hutan Rakyat PNS Swasta 26.700.000 0 0 4.200.000 0 0 4.200.000 0 4.000.000 16.200.000 0 0 4.200.000 0 0 4.200.000 0 12.960.000 4.200.000 18.000.000 0 16.200.000 0 0 4.200.000 0 0 18.300.000 0 0 26.600.000 0 0 8.200.000 18.000.000 0 137.400.000 36.000.000 16.960.000 11.450.000 3.000.000 1.413.333
Wiraswasta 10.000.000 24.000.000 0 8.640.000 0 0 0 0 2.400.000 0 27.000.000 0 72.040.000 6.003.333
Total (Rp/Tahun) 59.800.000 77.700.000 38.200.000 35.790.000 28.001.000 21.035.000 42.700.000 22.680.000 13.080.000 29.250.000 107.080.000 32.450.000 507.766.000 42.313.833
Non Hutan Rakyat 33.100.000 73.500.000 34.000.000 19.590.000 23.801.000 16.835.000 38.500.000 6.480.000 8.880.000 10.950.000 80.480.000 24.250.000 370.366.000 30.863.833
52 Lampiran 4 Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden Tahun 2010 No. Resp. I 11 I 6 I 12 I 10 I 1 I 3 I 7 I 9 I 5 I 2 I 8 I 4 Total Rata-rata II 24 II 23 II 22 II 20 II 19 II 18 II 17 II 16 II 15 II 13 II 14 II 21 Total Rata-rata III 30 III 34 III 36 III 26 III 35 III 33 III 32 III 31 III 28 III 27 III 25 III 29 Total Rata-rata
Strata
Pangan 1.500.000 2.400.000 1.800.000 600.000 1.500.000 3.000.000 2.400.000 2.250.000 3.000.000 1.500.000 2.250.000 1.500.000 23.700.000 1.975.000 3.600.000 3.600.000 1.500.000 1.500.000 600.000 2.100.000 2.100.000 1.500.000 3.600.000 600.000 2.100.000 1.500.000 24.300.000 2.025.000 600.000 600.000 600.000 1.800.000 600.000 4.200.000 4.200.000 2.100.000 2.100.000 1.800.000 2.100.000 4.200.000 24.900.000 2.075.000
Pengeluaran (Rp/tahun) Usaha HR Pendidikan 2.407.000 0 2.332.714 0 2.162.000 0 1.588.000 1.200.000 2.322.000 1.200.000 893.000 0 1.228.000 0 2.138.000 500.000 893.000 1.200.000 2.038.000 3.600.000 1.333.000 6.000.000 2.407.000 3.600.000 21.741.714 17.300.000 1.811.810 1.441.667 3.729.000 0 3.201.000 2.400.000 3.201.000 1.800.000 3.451.000 1.200.000 3.201.000 0 3.926.000 2.400.000 3.471.000 3.600.000 3.418.000 0 3.368.000 12.000.000 3.223.000 0 4.126.000 0 3.411.000 3.600.000 41.726.000 27.000.000 3.477.167 2.250.000 10.934.000 12.000.000 5.784.000 0 7.974.000 0 6.084.000 4.800.000 5.784.000 0 5.784.000 1.260.000 5.784.000 14.000.000 6.084.000 3.600.000 5.784.000 0 8.274.000 9.360.000 9.584.000 0 6.707.000 0 84.561.000 45.020.000 7.046.750 3.751.667
Lain-lain 8.060.000 1.560.000 8.960.000 7.040.000 4.720.000 856.000 1.240.000 2.300.000 836.000 3.960.000 2.340.000 4.886.000 46.758.000 3.896.500 2.280.000 5.116.000 8.436.000 5.696.000 4.472.000 2.392.000 2.392.000 6.370.000 9.980.000 9.216.000 7.376.000 6.960.000 70.686.000 5.890.500 10.536.000 11.712.000 4.496.000 5.772.000 8.832.000 1.716.000 16.600.000 8.258.000 6.672.000 14.756.000 13.684.000 4.334.000 107.368.000 8.947.333
Total (Rp/tahun) 11.967.000 6.292.714 12.922.000 10.428.000 9.742.000 4.749.000 4.868.000 7.188.000 5.929.000 11.098.000 11.923.000 12.393.000 109.499.714 9.124.976 9.609.000 14.317.000 14.937.000 11.847.000 8.273.000 10.818.000 11.563.000 11.288.000 28.948.000 13.039.000 13.602.000 15.471.000 163.712.000 13.642.667 34.070.000 18.096.000 13.070.000 18.456.000 15.216.000 12.960.000 40.584.000 20.042.000 14.556.000 34.190.000 25.368.000 15.241.000 261.849.000 21.820.750
Non HR (Rp/tahun) 9.560.000 3.960.000 10.760.000 8.840.000 7.420.000 3.856.000 3.640.000 5.050.000 5.036.000 9.060.000 10.590.000 9.986.000 87.758.000 7.313.167 5.880.000 11.116.000 11.736.000 8.396.000 5.072.000 6.892.000 8.092.000 7.870.000 25.580.000 9.816.000 9.476.000 12.060.000 121.986.000 10.165.500 23.136.000 12.312.000 5.096.000 12.372.000 9.432.000 7.176.000 34.800.000 13.958.000 8.772.000 25.916.000 15.784.000 8.534.000 177.288.000 14.774.000
53 Lampiran 5 Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usaha Hutan Rakyat Tahun 2010 Strata
No. Resp.
Pajak (Rp/tahun)
Bibit
I I I I I I I I I I I I
11 6 12 10 1 3 7 9 5 2 8 4
225.000 250.714 225.000 150.000 240.000 45.000 75.000 225.000 45.000 210.000 105.000 225.000 2.020.714 168.393 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 450.000 375.000 375.000 375.000 375.000 450.000 375.000 4.650.000 387.500 2.250.000 750.000 1.050.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 750.000 1.050.000 1.950.000 750.000 12.300.000 1.025.000
60.000 40.000 100.000 40.000 20.000 20.000 40.000 100.000 20.000 20.000 40.000 100.000 600.000 50.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 1.200.000 100.000 200.000 200.000 200.000 100.000 200.000 340.000 200.000 200.000 340.000 100.000 100.000 100.000 2.280.000 190.000
Total Rata-rata II 24 II 23 II 22 II 20 II 19 II 18 II 17 II 16 II 15 II 13 II 14 II 21 Total Rata-rata III 30 III 34 III 36 III 26 III 35 III 33 III 32 III 31 III 28 III 27 III 25 III 29 Total Rata-rata
Biaya Variabel (Rp/tahun) Pupuk dan Pemeliharaan Pemasaran Penanaman 1.200.000 575.000 245.000 1.200.000 575.000 145.000 1.200.000 575.000 800.000 530.000 1.200.000 575.000 145.000 240.000 500.000 400.000 500.000 145.000 1.200.000 575.000 240.000 500.000 1.120.000 530.000 40.000 560.000 530.000 1.200.000 575.000 245.000 10.560.000 6.540.000 965.000 880.000 545.000 80.417 2.000.000 610.000 528.000 2.000.000 610.000 2.000.000 610.000 2.000.000 610.000 250.000 2.000.000 610.000 2.400.000 610.000 150.000 2.000.000 630.000 200.000 2.000.000 660.000 145.000 2.000.000 610.000 145.000 2.000.000 610.000 2.400.000 660.000 300.000 2.000.000 575.000 145.000 24.800.000 7.405.000 1.863.000 2.066.667 617.083 155.250 7.000.000 760.000 300.000 4.000.000 660.000 5.600.000 700.000 4.000.000 660.000 300.000 4.000.000 660.000 4.000.000 660.000 4.000.000 660.000 4.000.000 660.000 300.000 4.000.000 660.000 5.600.000 700.000 300.000 6.000.000 760.000 250.000 4.000.000 660.000 923.000 56.200.000 8.200.000 2.373.000 4.683.333 683.333 197.750
Lain-lain
Total (Rp/tahun)
154.000 154.000 154.000 100.000 154.000 100.000 100.000 130.000 100.000 130.000 130.000 154.000 1.560.000 130.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 300.000 250.000 222.000 222.000 222.000 300.000 300.000 2.816.000 234.667 600.000 350.000 600.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000 600.000 600.000 350.000 5.200.000 433.333
2.459.000 2.364.714 2.254.000 1.620.000 2.334.000 905.000 1.260.000 2.230.000 905.000 2.050.000 1.365.000 2.499.000 22.245.714 1.853.810 3.813.000 3.285.000 3.285.000 3.535.000 3.285.000 4.010.000 3.555.000 3.502.000 3.452.000 3.307.000 4.210.000 3.495.000 42.734.000 3.561.167 11.110.000 5.960.000 8.150.000 6.160.000 5.960.000 6.100.000 5.960.000 6.260.000 6.100.000 8.350.000 9.660.000 6.783.000 86.553.000 7.212.750
54 Lampiran 6 Data Tegakan Sisa di Lahan Hutan Rakyat Tahun 2010 Strata
No. Resp
I I I I I I I I I I I I II II II II II II II II II II II II III III III III III III III III III III III III
11 6 12 10 1 3 7 9 5 2 8 4 24 23 22 20 19 18 17 16 15 13 14 21 30 34 36 26 35 33 32 31 28 27 25 29
Jumlah tegakan sisa pada umur ke- (batang) 0 tahun
1 tahun
2 tahun
3 tahun
4 tahun
5 tahun
6 tahun
7 tahun
8 tahun
9 tahun
10 tahun
> 10 tahun
10 0 10 0 10 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 20 0 0 0 0 20 0 0 10 25 0 0 25 10 20 0 25 20
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 25 20 20 20 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 10 0 0 20 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 0 70 25 20 20 0 50 20
0 20 20 0 0 0 10 20 0 20 0 20 10 0 0 0 0 32 30 25 20 20 20 20 0 0 10 25 0 0 25 10 50 30 50 20
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 0 20 20 20 10 0 0 10 10 20 0 0 10 0 25 25 0 0 25 10 10 60 0 50 50 0 12 0 0 20 20 0 20 25 20
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 10 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 0 0 40 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 50 0 20 0 50 2 5 10 10 20 50 20
Total 40 40 50 20 50 10 10 40 10 50 20 20 60 60 40 25 25 52 50 75 70 50 100 60 100 50 50 72 50 72 100 70 100 70 200 100
55
Lampiran 7 Proyeksi Kegiatan Rencana Tebangan Strata I (untuk jenis pohon saja) (Luas lahan rata-rata 0,16 ha) Tahun Penanaman Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penanaman
< 2000
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
0 0
3 0
0 0
0 0
11 0
0 0
0 0
9 0
3 0
0 0
0 0
4 0
0 4
0 4
0 4
0 4
0
3
3
3
14
14
14
23
26
26
26
30
34
34
34
34
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
4 0
4 0
4 0
4 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
4
4
4
0
3
3
3
14
14
14
23
26
26
26
30 0
30 1.600.000
30 1.600.000
30 1.600.000
30 1.600.000
Penebangan Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penebangan Jumlah Tegakan Pemasukan (Rp)
Tahun Penanaman Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penanaman Penebangan Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penebangan Jumlah Tegakan Pemasukan (Rp)
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
0 4 34
0 4 34
0 4 34
0 4 34
0 4 34
0 4 34
0 4 34
0 4 34
0 4 34
0 4 34
4 0 4 30 1.600.000
4 0 4 30 1.600.000
4 0 4 30 1.600.000
2 2 4 30 1.600.000
0 4 4 30 1.600.000
0 4 4 30 1.600.000
0 4 4 30 1.600.000
0 4 4 30 1.600.000
0 4 4 30 1.600.000
0 4 4 30 1.600.000
56
Lampiran 8 Proyeksi Kegiatan Rencana Tebangan Strata II (untuk jenis pohon saja) (Luas lahan rata-rata 0,36 ha) Tahun Penanaman Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penanaman
< 2000
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
1 0
4 0
0 0
0 0
14 0
0 0
0 0
15 0
0 0
10 0
12 0
0 0
0 8
0 8
0 8
0 8
1
5
5
5
19
19
19
34
34
44
56
56
64
64
64
64
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
8 0
8 0
8 0
8 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
8
8
8
1
5
5
5
19
19
19
34
34
44
56
56
56
56
56
56
0
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
Penebangan Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penebangan Jumlah Tegakan Pemasukan (Rp)
Tahun Penanaman Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penanaman Penebangan Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penebangan Jumlah Tegakan Pemasukan (Rp)
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
0 8 64
0 8 64
0 8 64
0 8 64
0 8 64
0 8 64
0 8 64
0 8 64
0 8 64
0 8 64
8 0 8 56
8 0 8 56
8 0 8 56
0 8 8 56
0 8 8 56
0 8 8 56
0 8 8 56
0 8 8 56
0 8 8 56
0 8 8 56
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
57
Lampiran 9 Proyeksi Kegiatan Rencana Tebangan Strata III (untuk jenis pohon saja) (Luas lahan rata-rata 0,96 ha) Tahun Penanaman Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penanaman
< 2000
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
20 0
0 0
0 0
0 0
18 0
0 0
0 0
18 0
19 0
0 0
11 0
0 0
0 12
0 12
0 12
0 12
20
20
20
20
38
38
38
56
75
75
86
86
98
98
98
98
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
12 0
12 0
12 0
12 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
12
12
12
12
20
20
20
20
38
38
38
56
75
75
86
86 0
86 4.800.000
86 4.800.000
86 4.800.000
86 4.800.000
Penebangan Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penebangan Jumlah Tegakan Pemasukan (Rp)
Tahun Penanaman Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penanaman Penebangan Tegakan sisa Tegakan baru Jumlah Kumulatif Penebangan Jumlah Tegakan Pemasukan (Rp)
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
0 12 98
0 12 98
0 12 98
0 12 98
0 12 98
0 12 98
0 12 98
0 12 98
0 12 98
0 12 98
12 0 12 86
12 0 12 86
12 0 12 86
3 9 12 86
0 12 12 86
0 12 12 86
0 12 12 86
0 12 12 86
0 12 12 86
0 12 12 86
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
58
Lampiran 10 Cashflow Strata I Uraian
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
Inflow : Pohon
0
1.600.000
1.600.000
1.600.000
1.600.000
1.600.000
1.600.000
1.600.000
1.600.000
1.600.000
1.600.000
1.600.000
1.600.000
1.600.000
1.600.000
22.400.000
Singkong
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
1.050.000
15.750.000
Total
1.050.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
2.650.000
38.150.000
Pajak
168.393
168.393
168.393
168.393
168.393
168.393
168.393
168.393
168.393
168.393
168.393
168.393
168.393
168.393
168.393
2.525.893
Bibit
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
120.000
Pupuk & penanaman
880.000
880.000
880.000
880.000
880.000
880.000
880.000
880.000
880.000
880.000
880.000
880.000
880.000
880.000
880.000
13.200.000
Pemeliharaan
545.000
545.000
545.000
545.000
545.000
545.000
545.000
545.000
545.000
545.000
545.000
545.000
545.000
545.000
545.000
8.175.000
Outflow :
Pemasaran
80.417
80.417
80.417
80.417
80.417
80.417
80.417
80.417
80.417
80.417
80.417
80.417
80.417
80.417
80.417
1.206.250
130.000
130.000
130.000
130.000
130.000
130.000
130.000
130.000
130.000
130.000
130.000
130.000
130.000
130.000
130.000
1.950.000
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
1.811.810
27.177.143
PV Bersih
(761.810)
838.191
838.191
838.191
838.191
838.191
838.191
838.191
838.191
838.191
838.191
838.191
838.191
838.191
838.191
10.972.858
NPV (i=6,5%)
6.378.880
Lain Total :
BCR
1,37
IRR
20,59
59
Lampiran 11 Cashflow Strata II Uraian
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
Inflow : Pohon
0
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
3.200.000
44.800.000
Singkong
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
31.500.000
Total
2.100.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
5.300.000
76.300.000
Pajak
387.500
387.500
387.500
387.500
387.500
387.500
387.500
387.500
387.500
387.500
387.500
387.500
387.500
387.500
387.500
5.812.500
Bibit
16.000
16.000
16.000
16.000
16.000
16.000
16.000
16.000
16.000
16.000
16.000
16.000
16.000
16.000
16.000
240.000
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
2.066.667
31.000.000
Pemeliharaan
617.083
617.083
617.083
617.083
617.083
617.083
617.083
617.083
617.083
617.083
617.083
617.083
617.083
617.083
617.083
9.256.250
Pemasaran
155.250
155.250
155.250
155.250
155.250
155.250
155.250
155.250
155.250
155.250
155.250
155.250
155.250
155.250
155.250
2.328.750
Lain
234.667
234.667
234.667
234.667
234.667
234.667
234.667
234.667
234.667
234.667
234.667
234.667
234.667
234.667
234.667
3.520.000
Outflow :
Pupuk & penanaman
Total :
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
3.477.167
52.157.500
PV Bersih
(1.377.167)
1.822.833
1.822.833
1.822.833
1.822.833
1.822.833
1.822.833
1.822.833
1.822.833
1.822.833
1.822.833
1.822.833
1.822.833
1.822.833
1.822.833
24.142.500
NPV (i=6,5%)
14.134.803
BCR
1,43
IRR
20,86
60
Lampiran 12 Cashflow Strata III Uraian
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
Inflow : Pohon
0
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
67.200.000
Singkong
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
3.150.000
47.250.000
Total
3.150.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
7.950.000
114.450.000
Pajak
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
1.025.000
15.375.000
Bibit
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
360.000
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
4.683.333
70.250.000
Pemeliharaan
683.333
683.333
683.333
683.333
683.333
683.333
683.333
683.333
683.333
683.333
683.333
683.333
683.333
683.333
683.333
10.250.000
Pemasaran
197.750
197.750
197.750
197.750
197.750
197.750
197.750
197.750
197.750
197.750
197.750
197.750
197.750
197.750
197.750
2.966.250
Lain
433.333
433.333
433.333
433.333
433.333
433.333
433.333
433.333
433.333
433.333
433.333
433.333
433.333
433.333
433.333
6.500.000
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
7.046.750
105.701.250
(3.896.750)
903.250
903.250
903.250
903.250
903.250
903.250
903.250
903.250
903.250
903.250
903.250
903.250
903.250
903.250
8.748.750
Outflow :
Pupuk & penanaman
Total : PV Bersih NPV (i=6,5%)
3.985.918
BCR
1,06
IRR
14,69
61
Lampiran 13. Peta Lokasi Penelitian Desa Babakanreuma
62
Lampiran 14. Dokumentasi Penelitian
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan
Kombinasi Sengon dengan Singkong
63 Lampiran 14 (lanjutan)
Kebun Campuran
Tanpa Singkong
64 Lampiran 14 (lanjutan)
Lahan Persawahan
Lahan Ubi Jalar