SENGKARUT TAMBANG MENDULANG MALANG
Disusun oleh Koalisi Anti Mafia Hutan dan Tambang. Untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten. Jakarta, 22 April 2015
MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN
No
Daerah
1 2 3
Fungsi Kawasan Hutan
Total
Hutan Konservasi (Ha)
Hutan Lindung (Ha)
Bengkulu
5.098,75
113.600,97
118.699,72
Lampung
20.26
9.777,22
9.797,48
Banten
841,54
315,55
1.157,09
Total
5.960,3
123.693,74
129.654,04
Sebanyak 129.654,04 Ha kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung dan Banten) telah terbebani izin pertambangan
Data Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2014) menyebutkan terdapat 123.693,74 hektar wilayah pertambangan yang masuk di kawasan hutan lindung di tiga provinsi: Bengkulu, Lampung dan Banten dengan total unit izin usaha sebesar 34 unit (2 Kontrak Karya dan 32 Izin Usaha Pertambangan (IUP)). Sementara itu, terdapat 5.960,3 hektar wilayah pertambangan yang masuk hutan konservasi yang terdiri atas 31 izin tambang (1 KK, 30 IUP). Hutan lindung dan konservasi di provinsi Bengkulu yang luasnya mencapai 713.715 hektar, sebanyak 118.699,72 hektar atau 17%‐nya telah diterbitkan IUP sebanyak 41 IUP. Demikian juga halnya di Lampung yang luas hutan lindung dan konservasi mencapai 779.645 hektar telah diterbitkan 15 IUP dan 1 KK seluas 9.797,48 hektar.
CnC NO
Non CnC
TOTAL IUP CnC
PROVINSI Eksplorasi
Operasi
Eksplorasi
Operasi
TOTAL IUP Non CnC
JUMLAH IUP
1
Bengkulu
44
47
91
32
34
66
157
2
Lampung
32
116
148
64
29
93
241
3
Banten
6
21
27
13
47
60
87
82
184
266
109
110
219
485
TOTAL
50% IUP di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung dan Banten) Masih Berstatus non‐CnC
IUP Non CnC IUP Non CnC
Lebih dari 70% IUP yang non CnC di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung dan Banten) bermasalah secara administratif
No
Provinsi
PERMASALAHAN ADMINISTRASI
PERMASALAHAN WILAYAH
MINERAL
BATUBARA
MINERAL
BATUBARA
MINERAL
BATUBARA
1
Bengkulu
43
23
7
17
36
6
2
Lampung
74
19
71
12
3
7
3
Banten
59
1
51
0
8
1
NO
PROVINSI
JUMLAH IUP
JAMINAN REKLAMASI BELUM ADA PASCA TAMBANG
1 BENGKULU
157
11 IUP DATA
5 IUP DATA
2 LAMPUNG
241
TIDAK ADA DATA
TIDAK ADA DATA
3 BANTEN
87
1 IUP ADA DATA
TIDAK ADA DATA
sejak tahun 2010‐2013 diperkirakan potensi kerugian penerimaan mencapai Rp 25,05 miliar di Bengkulu; Rp 10,46 miliar di Lampung dan Rp 5,35 miliar di Banten. Dengan demikian total potensi kerugian penerimaan di lima provinsi tersebut adalah sebesar Rp 40,876 miliar lebih
98% pemegang izin pertambangan di 3 provinsi (Bengkulu, Lampung dan Banten) belum memiliki jaminan reklamasi dan hampir 100% belum memiliki jaminan pascatambang
HANYA 8% DARI KAWASAN HUTAN DI BENGKULU, LAMPUNG DAN BANTEN YANG MEMILIKI KEPASTIAN HUKUM
Sebagian besar kawasan hutan di Bengkulu Lampung dan Banten belum memiliki kepastian hukum. Hanya 8,4 % kawasan hutan di tiga provinsi ini yang telah dilakukan penetapan. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dalam pengelolaan hutan maupun wilayah kelola masyarakat. Dampaknya, Pembukaan lahan (opening of farm), penebangan liar (illegal logging) dan pemberian izin konsensi untuk perkebunan dan pertambangan menjadi tidak terkendali. Situasi ini sangat dimungkinkan menjadi pemicu konflik tenurial baik antara masyarakat versus pemerintah, masyarakat versus perusahaan atau pemerintah versus perusahaan. Serta terjadi ketimpangan distribusi lahan ruang kelola masyarakat.
SEBANYAK 24 PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN BENGKULU DAN LAMPUNG MENYEBABKAN TANAH MASYARAKAT MENJADI RUANG KONFLIK
25 PERUSAHAAN PERKEBUNAN DI BENGKULU DAN LAMPUNG MERUPAKAN BAGIAN DARI LANDBANKING TAIPAN BESAR DI INDONESIA
Total landbank kelapa sawit dari 25 grup bisnis, akhir 2013 (ha) (TUK‐Indonesia)
KASUS‐KASUS PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM 1. Tumpang tindih IUP dengan kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Kabupaten Bengkulu Tengah. 2. Dampak lingkungan dan sosial masyarakat akibat pertambangan batubara, misalnya, kerusakan daerah tangkapan air dan DAS Air Bengkulu. 3. Penyedotan pasir hitam Gunung Anak Kerkatau berkedok mitigasi bencana. 4. Tumpang tindih kawasan hutan dan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten mukomuko seluas 1.200 hektar. 5. Konflik HGU PT. SIL dengan masyarakat di kabupaten seluma dan perpanjangan HGU di Akhir masa jabata Kepala BPN. 6. Hanya 6,91 % kawasan hutan di Bandar Lampung yang dialokasikan untuk pengelolaan hutan skala kecil (hutan rakyat). 7. Penunjukan sepihak kawasan hutan dan perluasan wilayah konservasi tanpa persetujuan masyarakat lokal dan adat menyempitkan lahan kelola masyarakat di Banten.
Rekomendasi Minerba • • •
•
•
•
Pemerintah selaku pemberi izin untuk segera menghentikan pertambangan di Kawasan Konservasi dan Lindung. Mendesak KPK menyelidiki kemungkinan adanya kasus korupsi dalam pemberian izin di Kawasan Konservasi dan Lindung. Berdasarkan amanat UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, mendesak Gubernur untuk mencabut izin‐izin pertambangan yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk yang non‐CnC. Meminta pemerintah untuk melakukan moratorium dan sekaligus mereview seluruh izin‐izin yang telah diterbitkan agar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tim Korsup Minerba KPK dan pemerintah untuk mempublikasikan izin yang telah dicabut kepada publik agar bisa dilakukan pengawasan paska pencabutan. Mendorong pemerintah untuk melakukan fungsi pengawasan dan penegakan hukum secara maksimal untuk memastikan tak ada alih fungsi lahan atau kejahatan di sektor hutan dan lahan dengan melibatkan masyarakat sipil.
Rekomendasi Minerba •
•
•
•
•
Pemerintah perlu mengembangkan skema blacklist (daftar hitam) bagi perusahaan dan pemilik usahanya yang melakukan pelanggaran terhadap penggunaan izin dan merugikan negara. Pemerintahan Jokowi perlu merealisasikan agenda pembentukan satgas anti‐mafia SDA dan memperkuat pengadilan yang secara khusus untuk penegakan hukum lingkungan. Meminta Korsup KPK dan pemerintah mengakomodir aspek keselamatan warga dan lingkungan hidup dalam penertiban, penataan izin dan penegakan hukum. Mendorong pemerintah untuk memperbaiki mekanisme pengelolaan PNBP yang berpotensi terhadap kehilangan penerimaan negara dari iuran land rent dan royalti. Pemerintah untuk memperjelas status wilayah paska pencabutan IUP. Jika wilayah tersebut dijadikan wilayah pencadangan negara (WPN) atau wilayah pertambangan (WP), maka harus dipastikan mekanismenya dilakukan secara transparan serta terlebih dahulu dilakukan rehabilitasinya.
Rekomendasi Hutan dan Kebun •
•
• •
•
Meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pemerintah Daerah menyelesaikan pengukuhan kawasan hutan dengan cara yang partisipatif dan memperhatikan hak‐hak masyarakat atas hutan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Pertanian terkait melakukan audit perizinan dan kinerjanya terhadap seluruh kegiatan usaha perkebunan dan kehutanan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Pertanian beserta Pemerintah Daerah untuk menyelesaikan konflik dengan masyarakat. Aparat Penegak Hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pejabat Penyidik Negeri Sipil (PPNS) agar menilisik dugaan tindak pidana kehutanan dan korupsi khususnya terhadap korporasi. Pemerintah Kabupaten Lebak dan Kabupaten Lebong hendaknya mempercepat proses penyusunan Peraturan Daerah pengakuan dan perlindungan masyarakat adat Kasepuhan dengan tidak melupakan pemetaan dan penetapan wilayah adatnya.