Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat Rahmawaty Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung, maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, pencegahan erosi. Keberadaan hutan ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo, 2000). Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan rakyat, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik, dan kerentanannya, serta tidak dibolehkan mengubah fungsi utamanya. Perkembangan pembangunan kehutanan menuntut untuk memperhatikan dan memperhitungkan keberadaan hutan rakyat., hal ini berkaitan dengan semakin terasanya kekurangan hasil kayu dari kawasan hutan negara, baik hasil kayu sebagai kayu pertukangan, kayu industri, maupun kayu bakar. Selain itu pembangunan hutan rakyat juga berfungsi untuk menanggulangi lahan kritis, konservasi lahan, perlindungan hutan, juga sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan dengan memperdayakan masyarakat setempat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penyelenggaraan kehutanan dengan memperhatikan aspirasi dan mengikutsertakan masyarakat telah menjadi landasan yang utama. Bahkan pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna (Pasal 70 UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999). Bentuk peran masyarakat dalam bidang kehutanan yang harus didorong oleh pemerintah salah satunya adalah pembangunan hutan rakyat. B. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan pengembangan hutan rakyat adalah : 1. Meningkatkan pendapatan masyarakat di pedesaan sekaligus meningkatkan kesejahteraan dalam upaya mengentaskan kemiskinan.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
1
2. 3. 4. 5.
Memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna bahan baku kayu untuk industri, kayu pertukangan dan kayu energi Terpeliharanya kondisi tata air dan lingkungan yang baik, khususnya lahan milik rakyat. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kegiatan berusaha dan meningkatkan pendapatan negara. Menberdayakan masyarakat pedesaan.
II. TINJAUAN MENGENAI HUTAN RAKYAT A. Definisi Hutan Rakyat Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0.25 ha. Dengan penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan (lebih dari 50%), dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang (Dephutbun, 1999; SK Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-11/1997; Zain, 1998; Awang, 2001). Luas hutan saat ini adalah 1.265.460,26 hektar (Supriadi, 2002). Data lima tahun terakhir (1997-2001) menunjukkan realisasi hutan rakyat adalah 455.832 hektar dari 531.730 ha yang direncanakan (Dirjen Rehabilitasi Lahan dan perhutanan Sosial, 2001) Penanaman pepohonan di tanah milik masyarakat oleh pemiliknya, merupakan salah satu butir kearifan masyarakat dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan semakin terbatasnya kepemilikan tanah, peran hutan rakyat bagi kesejahteraan masyarakat semakin penting. Pengetahuan tentang kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungannya untuk dipadukan dengan pengetahuan jenis-jenis pohon yang akan ditanam untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh pemilik lahan, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan rakyat. Pada hutan ini dilakukan penanaman dengan mengkombinasikan tanaman perkayuan dengan tanaman pangan/palawija yang biasa dikenal dengan istilah agroforestry. Pola pemanfaatan lahan seperti ini banyak manfaatnya, antara lain : Pendapatan per satuan lahan bertambah, Erosi dapat ditekan, Hama dan penyakit lebih dapat dikendalikan, Biaya perawatan tanaman dapat dihemat, Waktu petani di lahan lebih lama. Ada beberapa tanaman perkayuan yang dikembangkan di hutan rakyat, seperti : Sengon (Paraserianthes falcataria), kayu putih (Melaleuca leucadendron), aren (Arenga pinata), Sungkai (Peronema canescens), Akasia (Acacia sp.), Jati putih (Gmelina arborea), Johar (Cassia siamea), Kemiri (Aleurites moluccana), kapuk randu (Ceiba petandra), Jabon (Anthocepallus cadamba), Mahoni (Swietenia macrophylla), bambu (Bambusa), mimba (Azadirachta indica), cemara pantai (Casuarina equisetifolia), dan kaliandra (Calliandra calothyrsus). Dari beberapa jenis pohon tersebut, menurut Sumarna (2001) terdapat 4 pohon serba guna karena memiliki kemampuan beradaptasi diberbagai kondisi tapak, cepat tumbuh, dan menghasilkan banyak produk, seperti kayu bakar berkualitas tinggi, kayu
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
2
pertukangan berdiameter kecil, dan pakan ternak. Pohon tersebut adalah : akasia (Acacia auriculiformis), mimba (Azadirachta indica), cemara pantai (Casuarina equisetifolia), dan kaliandra (Calliandra calothyrsus). Ampas biji mimba setelah diekstraksi merupakan pupuk yang mengandung hara tanaman beberapa kali lipat lebih banyak dari pupuk kandang. Hasil utama hutan rakyat berupa kayu-kayuan baik kayu pertukangan, kayu industri, kayu serat, maupun kayu energi. Selain hasil utama, juga dikenal hasil sampingan, seperti : getah, nira, bunga, buah. Tanaman campuran/tanaman sela sebagai tumpangsari yang terdiri dari tanaman pertanian semusim (padi dan jagung) dan tanaman obat-obatan disamping sebagai sumber penghasilan musiman limbahnya berupa daun dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. B. Prinsip-prinsip Hutan Rakyat Sistem hutan rakyat memiliki prinsip-prinsip sebagaimana yang dikemukakan oleh Wahana Lingkungan Hidup (2004) sebagai berikut : 1 Aktor utama pengelola adalah rakyat/masyarakat lokal/adat. 2 Lembaga pengelola dibentuk, dilaksanakan dan dikontrol secara langsung oleh rakyat bersangkutan 3 Memiliki wilayah yang jelas dan memiliki kepastian hukum yang mendukungnya 4 Interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya bersifat langsung dan erat 5 Ekosistem menjadi bagian penting dari sistem kehidupan rakyat setempat. 6 pengetahuan lokal menempati posisi penting dan melandasi kebijaksanaan dan sistem pengelolaan hutan, disamping pengetahuan modern untuk memperkaya 7 Teknologi yang dipergunakan diutamakan teknologi lokal, merupakan teknologi yang telah memalui proses adaptasi dan berada dlam batas yang dikuasai oleh rakyat. 8 Skala produksi tidak dibatasi, kecuali oleh prinsip kelestarian 9 Sistem ekonomi didasarkan atas kesejahteraan bersama 10 Keanekaragaman hayati mendasari berbagai bidangnya , dalam jenis dan genetis, pola budidaya dan pemanfaatan sumberdaya, sistem sosial, sistem ekonomi dan lain sebagainya. III. PENGURUSAN HUTAN RAKYAT Hutan rakyat sudah berkembang dikalangan masyarakat sejak lama yang dilakukan oleh masyarakat di lahan-lahan miliknya. Hal ini dapat dilihat dari adanya hutan rakyat tradisional yang diusahakan oleh masyarakat itu sendiri tanpa campur tangan pemerintah (swadaya murni), baik berupa tanaman satu jenis, maupun dengan pola tanaman campuran. Keterlibatan pemerintah dalam pengembangan hutan rakyatditandai dengan adanya Inpres Penghijauan Tahun 1976 pada lahan-lahan milik yang kritis dan terlantar. Agar semua hutan memenuhi fungsinya dengan baik, maka hutan rakyat perlu diatur pengurusan dan pengusahaannya oleh negara meskipun pelaksanaan pengurusan dan pengusahaannya dilakukan sendiri oleh pemiliknya. Oleh sebab itu sudah
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
3
sewajarnya pengurusan hutan rakyat dilakukan sendiri oleh pemiliknya dengan bimbingan dan atas pengawasan dari pemerintah. Dengan adanya PP No. 62 Tahun 1998 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang kehutanan kepada daerah, maka pengurusan pengelolaan hutan rakyat telah diserahkan kepada Dati II yang mencakup pembinaan kegiatan penanaman pohon-pohonan, pemeliharaan, pemanenan, pemanfaatan, pemasaran dan pengembangan. IV. POLA PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT Dalam rangka pengembangan hutan rakyat, dikenal tiga pola hutan rakyat, yaitu : 1. Pola Swadaya; hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau pereorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri. Melalui pola ini masyarakat didorong agar mau dan mampu untuk melaksanakan pembuatan hutan rakyat secara swadaya dengan bimbingan teknis kehutanan. 2. Pola subsidi; (model hutan rakyat); hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan biaya pembangunannya. Subsidi atau bantuan diberikan oleh pemerintah (melalui Inpres Penghijauan, Padat Karya dan dana bantuan lainnya) atau dari pihak lain yang peduli terhadap pembangunan hutan rakyat. 3. Pola kemitraan (Kredit Usaha Hutan Rakyat); hutan rakyat dibangun atas kerjasama masyarakat dan dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kresit kepada rakyat dengan bunga ringan. Dasar pertimbangan kerjasam itu adalah pihak perusahaan perlu bahan baku dan masyarakat butuh bantuan modal kerja. Pola kemitraan ini dilakukan dengan membrikan bantuan secar penuh melalui perencanaan sampai dengan membagi hasil usaha secara bijaksana, sesuai kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat. Kegiatan pengembangan hutan rakyat yang telah dilaksanakan adalah pembuatan areal model dan dampak pola subsidi (23.135 ha), pengembangan hutan rakyat padat karya (49.932 ha), Pengembangan hutan rakyat pola kredit /pola kemitraan (46.785 ha).
V. STRATEGI PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT Pengembangan hutan rakyat dilakukan dengan beberapa strategi, yaitu : 1. Menginventaris hutan rakyat yang telah ada untuk mengetahui sebaran hutan rakyat baik letak, luasan, jenis dan perkiraan potensi yang terkandung didalamnya dalam rangka perwilayahan jenis dan pengembangan selanjutnya. 2. Menginventarisir sasaran pengembangan lokasi hutan rakyat baik lahan kritis yang terlantar, lahan kritis karena solum yang tipis, maupun lahan miring lainnya yang membahayakan lingkungan. 3. Percontohan pengelolaan hutan rakyat menurut berbagai kondisi hutan rakyat yang ada sekarang menuju pengelolaan hutan rakyat yang produktif, lestari dan aman terhadap lingkungan
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
4
4. Penyiapan sarana perangkat lunak baik yang menyangkut produk hukum, pedoman, petunjuk pelaksanaa dan petunjuk teknis dalam pelaksanan ditingkat daerah maupun bimbinga dari pusat. 5. Meningkatkan hasil penelitian dan pengembangan hutan rakyat dalam bentuk metode, teknologi dan teknik pelaksanaan yang tepat bagi pengembangan hutan rakyat 6. Memenuhi kebutuhan sumberdaya manusia yang terdidik dan terlatih 7. Menggerakkan dan membangkitkan partisipasi masyarakat dan pengembangan dan pengelolaan hutan rakyat melaui pembentukan kelompok tani yang dinamis 8. Penyuluhan kepada masyarakat baik melalui tokoh masyarakat, tokoh agama, kelompok tani, organisasi pemuda dan pelaku kegiatan hutan rakyat lainnya dalam rangka membentuk jaringan pembinaan. 9. Menyamakan persepsi pengelolaan hutan rakyat para pejabat daerah terkait dalam rangka ikut serta menggalakkan partisipasi masyarakat. 10. Mendorong terciptanya pasaran hasil hutan rakyat sehingga terjadi kemudahan bagi masyarakat dan kestabilan dalam pelaksanaanya. 11. Memberikan insentif permodalan dengan bunga ringan melalui kredit usaha hutan rakyat (KUHR) untuk membangun unit usaha hutan rakyat.
VI. KEBERLANJUTAN PELAKSANAAN HUTAN RAKYAT Dalam rangka mengembangkan hutan rakyat, pemerintah telah mengeluarkan subsidi bagi masyarakat dalam bentuk pembuatan areal model dan areal dampak serta hutan rakyat inpres penghijauan, dengan sumber dana dari APBN dan Dana Reboisasi. Pemerintah daerah juga menganggarkan APBD dalam rangka hutan rakyat untuk kegiatan pengadaan bibit dan penyuluhan. Pengembangan hutan rakyat melalui pemberian kredit usaha hutan rakyat pola kemitraan telah berjalan selama tiga tahun anggaran sejak Tahun 1996/1997 berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-II/1997 tanggal 20 Januari 1997. Petani yang telah menjalin kemitraan dengan Badan Hukum (BUMN, BUMS, Koperasi) dapat diberikan KUHR. Sejak tahun 1996/1997 dana yang dianggarkan sebesar Rp. 112.000.000.000.dengan rincian sebagai berikut a. T.A. 1996/1997 Rp. 40.000.000.000.b. T.A 1997/1998 Rp. 42.000.000.000.c. T.A. 1998/1999 Rp. 30.000.000.000.Realisasi penyaluran sampai akhir Tahun 2000 sebesar Rp. 107.576.648.900.dengan luas areal 46.785 ha yang melibatkan petani peseeta kredit sebanyak 44.766 KK yang dikoordinir oleh 39 mitra usaha dan tersebar di 12 propinsi (Supriadi, 2002). Penyaluran dana KUHR menggunakan jasa Bank Pembangunan Daerah dan untuk selanjutnya telah dirintis kerjasama dengan bank Muamalat dengan sistem bagi hasil, serta Bank Bukopin untuk menampung dan menyalurkan KUHR kepada peserta kredit.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
5
VII. MASALAH DAN UPAYA TINDAK LANJUT Dalam pelaksanaan hutan rakyat, terdapat beberapa permasalahan yang memerlukan upaya tindak lanjut. Oleh sebab itu dalam tulisan ini disajikan beberapa masalah dan upaya tindak lanjutnya ( Dephutbun, 2001 dalam Supriadi, 2002) pada Tabel 1. Tabel 1. Masalah dalam Pengembangan Hutan Rakyat dan Upaya Tindak Lanjut. No.
Masalah
Upaya Tindak Lanjut
(1) 1.
(2) (3) Penguasaan data dan informasi Inventarisasi hutan rakyat dilakukan secara mengenai hutan rakyat belum bertahap diprioritaskan pada kabupaten/kota maksimal yang mempunyai prospek dlam pengelolaan hutan rakyat. Pemerintah sebagai fasilitator dan pemilik lahan sebagai pelaku utama.
2.
Sosialisasi dalam pelaksanaan program hutan rakyat sangat penting namun belum berjalan sebagaimana mestinya.
Peningkatan sosialisasi usaha hutan rakyat untuk menyamakan persepsi dalam menyelenggarakan usaha hutan rakyat kepada pelaku penyelenggara usaha hutan rakyat (instansi terkait, mitra usaha, LSM,petani peserta. Sosialisasi ditekankan kepada pengembangan hutan rakyat pola usaha dan dilaksanakan melalui penyebarluasan dan pelayanan informasi.
3.
Belum ada rencana pengembangan pengembangan hutan rakyat untuk setiap kabupaten sehingga tidak diketahui secara pasti lokasi yang diprioritaskan untuk pengembangan hutan rakyat baik untuk kepentingan konservasi maupun produksi.
Rencana pengembangan hutan rakyat kabuipaten/kota dilakukan secara bertahap sesuai dengan dana yang tersedia diprioritaskan pada daerah kabupaten/kota yang mempunyai prospek dalam pengelolaan hutan rakyat.
4.
Pembuatan Rancangan Unit Percontohan Pengelolaan hutan rakyat (UPPHR) dibeberapa daerah masih belum maksimal terutama dalam pemilihan jenis tanaman pokok yang kurang memperhatikan aspek pemasarannya serta kurang memperhatikan nkeinginan masyarakat petani pemilik lahan, sehingga petani merasa kecewa karena hasil panen sulit dipasarkan dengan harga yang memadai.
Hasil hutan rakyat yang sulit dipasarkan agar tetap dipelihara dan dicarikan akses pasarnya oleh instansi kehutanan di daerah. Selanjutnya dalam menyusun rancangan unit pengelolaan hutan rakyat ditekankan pada pola usaha dengan memperhatikan ketersediaan pasar hasil hutan rakyat, komoditas tanaman pokok (kayu) yang diingini masyarakat dan keberlanjutan usaha hutan rakyat.,
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
6
(1)
(2)
(3)
5.
UPPHR yang dibangun di beberapa daerah yang telah habis masa proyek kurang mendapatkan perhatian untuk pengembangannya yang berakibat kurang bermanfaatnya hasil pembangunan Unit Percontohan tersebut. Salah satu penyebab adalah Pola Pembinaan Usaha Hutan Rakyat kepada para peserta kegiatan yang kurang efektif.
UPPHR yang telah habis masa proyek, agar pembinaan selanjutnya diserahkan kepada dinas kehutanan kabupaten kotra. Pembinaan kepada pemilik lahan ditekankan pada pembinaan berlanjutan usaha dalam hal ini departemen kehutanan sebagai fasilitator.
6.
Kemampuan dan pengetahuan petani untuk mendapatkan produksi kayu yang berkualitas masih kurang sehingga produksi kayu dari hutan rakyat belum menunjukkan kualitas baik yang berpengaruh pada harga jual kayu.
Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada petani hutan rakyat dalam rangka mendapatkan hasil produksi kayu yang berkualitas
7.
Pemasaran hasil produksi hutan rakyat masih bersifat perseorangan atau dilakukan oleh masing-masing pemilik, sehingga petani tidak memiliki posisi tawar yang menguntungkan, selanjutnya harga jual kayu menjadi rendah dan cenderung diper\mainkan oleh pembeli/pengumpul kayu.
Pembinaan kelembagaan dilaksanakan melalui pengorganisasian kelompok tani setempat yang diarahkan menjadi kelompok usaha, sehingga diharapkan melalui kelompok tersebut mempunyai posisi tawar yang menguntungkan dalam menentukan harga jual kayu.
8.
Dalam penyelenggaraan KUHR pada umumnya sudah berjalan sesuai petunjuk pelaksanaan namun masih ada penyimpangan yang bersifat administratif khususnya dalam pengelolaan dana KUHR dimana masih dijumpai adanya penarikan dana yang dilakukan mitra usaha tidak sesuai dengan tahapan kegiatan di lapangan.;
Memberikan teguran kepada mitra usaha hutan rakyat yang telah menarik seluruh dana KUHR dan diminta untuk mengembalikan sebagian dana yang telah ditarik dan belum dimanfaatkan.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
7
(1)
(2)
(3)
9.
Kelembagaan petani peserta KUHR masih lemah, pengadministrasian yang dilakukan petani poesta KUHR masih jarang dilakukan sehingga pada umumnya mitra usaha sangat mendominasi kegiatan pengelolaan hutan rakyat .
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan teknis dan manajemen dalam rangka peningkatan kelembagaan kelompok petani peserta KUHR.
10.
Peraturan Perundangan mengenai Penyiapan peraturan perundangan perlu hutan rakyat masih terbatas baik dilakukan. Peraturan perundangan yang ditingkat pusat maupun daerah. perlu disiapkan untuk kelberlanjutan hutan rakyat, seperti : Perpu tentang huran rakyat, peraturan tentang tata niaga hutan rakyat, dan perda yang mengatur Pengelolaan hutan rakyat yang disesuaikan dengan kondisi daerah.
11.
Kesiapan aparat daerah dalam penyelenggaraan KUHR belum memadai, seperti masih terdapat yang kurang paham mengenai aturan dan ketentuan penyelenggaraan KUHR.
Diadakan pelatihan kepada petugas/aparat pembina (Instansi terkait), petani peserta KUHR dan mitra usaha hutan agar mempunyai persepsi yang sama dalam hal aturan dan ketentuan penyelenggaraan KUHR.
DAFTAR PUSTAKA
Awang, SA. 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Masyarakat. CV Debut Press. Yogyakarta. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Dephutbun RI. Jakarta.
Pustaka Kehutanan
Panduan Kehutanan Indonesia.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dephutbun RI. Jakarta. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2001. Pembuatan Hutan Rakyat Lima Tahun Terakhir. http://mofrinet.cbn.net.id/INFORMASI/STATISTIK/2001/RLPS/ii_4_2.htm
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
8
Reksohadiprodjo, S., Brodjonegoro. 2000. Ekonomi Lingkungan. BPFE Yogyakarta. Edisi Kedua. Yogyakarta. Sumarna, K. 2001. Deskripsi empat Jenis Pohon untuk Pengembangan Hutan Rakyat. http://mofrinet.cbn.net.id/informasi/litbang/Hasil/buletin/2001/2-1-b.HTM Supriadi, D. 2002. Pengembangan Hutan Rakyat di Indonesia. Jurnal Hutan Rakyat Volume IV No. 1. Pustaka Hutan Rakyat. Hal 23-33. Wahana Lingkungan Hidup. 2004. Sistem Hutan Kerakyatan. Error! Bookmark not defined. Zain, AS. 1997. Aspek Pembinaan kawasan Hutan dan stratifikasi Hutan Rakyat. Penerbit Rineka cipta. Jakarta.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
9