HUBUNGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA DENGAN AKHLAK SISWA DI MTs AS-SA’ADAH CAKUNG JAKARTA TIMUR
SKRIPSI
OLEH: UMMU SYAHDAH NIM: 207011000475 JURUSAN PENNDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010/1431H
HUBUNGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA DENGAN AKHLAK SISWA DI MTs AS-SA’ADAH CAKUNG JAKARTA TIMUR
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Tarbiyah Pendidikan Agama Islam
OLEH: UMMU SYAHDAH NIM. 207011000475 Dosen Pembimbing,
Dra. Hj. Eri Rossatria, M.Ag NIP. 19470717 196608 2 001
JURUSAN PENNDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010/1431
ABSTRAK
Ummu Syahdah: Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dengan Akhlak Siswa MTs As-Sa’adah Cakung Jakarta Timur Pendidikan agama Islam sebagai bantuan dan bimbingan yang diberikan secara sadar oleh pendidik kepada peserta didiknya yang dengan tujuan agar peserta didik memiliki sikap hidup dan cara berfikir serta tingkah laku yang sesuai dengan ajaran Islam. Keberagamaan seseorang terefleksi atau terwujud dalam bentuk tingkah laku/akhlak dan perbuatannya sehari-hari yang akhirnya menjadi sifat atau kepribadian yang dapat melahirkan perbuatan baik atau buruk. Adapun pembinaan agama Islam itu dapat dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Namun pembinaan yang dilakukan oleh orang tua dalam keluarga merupakan pembinaan yang sangat menentukan dan berpengaruh terhadap perkembangan keagamaan dan kepribadian seseorang, karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak. Penelitian ini dilakukan di MTs As-Sa’adah Cakung Jakarta Timur, yang merupakan salah satu pendidikan formal yang terdapat di wilayah DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pendidikan agama Islam dalam keluarga dengan akhlak siswa di sekolah ini baik kepada orang tua, guru, dan teman. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, yaitu melakukan analisis terhadap data yang berwujud angka dengan cara menjumlahkan, mengklasifikasikan, dan mentabulasikan. Adapun analisisnya penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memberikan gambaran atau informasi serta melihat secara langsung hubungan pendidikan agama Islam dalam keluarga dengan akhlak siswa di MTs As-sa’adah, kemudian menganalisis data yang ada. Sementara jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan korelasional, yaitu untuk mencari hubungan antara kedua variabel. Sedangkan tehnik pengumpulan datanya yaitu dengan cara menyebar angket yang berisi sejumlah pernyataan tentang pendidikan agama Islam dalam keluarga dan tentang akhlak. Angket ini dibagikan kepada responden yang telah ditentukan, yaitu siswa kelas VIII MTs As-Sa’adah. Jawaban angket tersebut dihitung dengan rumus prosentase kemudian diolah dan dijelaskan secara deskriptif. Selain itu, peneliti memperoleh data penunjang lainnya melalui wawancara kepada kepala sekolah dan guru bidang study akidah akhlak. Setelah diperoleh hasil angket kedua variabel tersebut, lalu penulis menghitungnya dengan rumus Product Moment. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat korelasi kedua variabel. Kemudian untuk mengetahui keeratan hubungan kedua variabel tersebut, penulis menggunakan rumus Koefisien Determinasi. Setelah penelitian ini dilakukan, maka penulis memperoleh hasil penelitian dengan angka korelasi sebesar 0,51 yang berarti terdapat korelasi positif antara pendidikan agama Islam dalam keluarga dan akhlak siswa di sekolah, meskipun korelasinya tergolong sedang/cukup, karena terletak antara 0,40 – 0,70. Berdasarkan keeratan hubungan kedua variabel, maka diketahui koefisien determinasinya sebesar 26,01% adapun 73,99% merupakan variabel lain yang memberikan kontribusi terhadap akhlak siswa.
i
KATA PENGANTAR
Bismilahirrahmanirrahim Alhamdulillahirabbil ‘Alamin penulis menyanjungkan pujian yang setinggi-tingginya kehadirat Allah SWT. Dengan pertolongan dan hidayah-Nya, skripsi yang berjudul “Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dengan Akhlak Siswa di MTs As-sa’adah Cakung Jakarta Timur” ini dapat terselesaikan, sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana (SI). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya penyusunan skripsi ini dengan baik, tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan motivasi dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada: 1. Dekan beserta Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dra. Hj. Eri Rossatria, M.Ag, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4. Drs. H. Abdul Azim, selaku Kepala Madrasah beserta seluruh dewan guru dan staff MTs As-Sa’adah Jakarta, yang telah memberikan izin dan kemudahan kepada penulis dalam kegiatan penelitian. 5. Seluruh dosen dan guru yang telah ikhlas dan sabar dalam memberikan bimbingan dan pendidikan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan kepada penulis, Jazakumullah Khoiron Katsiron. 6. Keluargaku tercinta terutama kedua orang tua yaitu: Ayahanda H. Marjani dan Ibunda Hj. Choiriyah, yang dengan penuh ketulusan dan keikhlasan dalam mendo’akan dan memberikan motivasi kepada penulis. Juga kedua mertuaku yang
menjaga kedua puteraku dengan sabar. Semoga mereka senantiasa
mendapat limpahan kasih sayang serta memperoleh keridhaan Allah SWT. Saudara/i ku yang ada di Kp Baru dan di Tambun Rengas, terutama adikku,
ii
Sa’ad yang telah membantu kelancaran penulisan di bidang komputer dan si bungsu Yayah, yang selalu memotivasi dan memberikan saran. Thanks very much. 7. Suamiku tercinta, Ahmad hadi yang telah banyak mensupport dan membantu penulis baik moril maupun materil, lahir dan batin di setiap langkah suka dan duka dengan penuh kasih sayang, kesabaran, dan keikhlasan. Thanks ya pa! juga kedua puteraku Rizmi dan Zami, yang selalu menjadi motivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. I love You forever. 8. Staff akademik dan karyawan Perpustakaan (PT dan PU) serta sahabat-sahabat di UIN Syahid dari angkatan 2005-2007 Non Reguler FITK Jurusan PAI yang telah membantu penulis selama perkuliahan sampai selesainya penulisan skripsi ini. 9. Teman-teman seperjuangan di Yapida dan Yurja. Terima kasih telah memberikan doa, bantuan dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan studi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun kajiannya. Hal ini karena penulis hanyalah manusia biasa yang memiliki kemampuan yang serba terbatas, dan hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri atas segala sesuatu. Semoga Allah SWT mengampuni segala kesalahan dan kekhilafan. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembacanya. Amin…
Jakarta, 30 Juni 2010 Penulis,
(Ummu Syahdah)
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .............................................................................................
ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv DFTAR TABEL ........................................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. viii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah....................................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................ 10 C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 10 D. Signifikansi Penelitian ...................................................................... 10 BAB II : KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Teoritis 1. Akhlak ............................................................................................ 11 a. Pengertian Akhlak .................................................................... 11 b. Macam-Macam Akhlak............................................................ 13 c. Tujuan Akhlak.......................................................................... 18 d. Akhlak Remaja ......................................................................... 20 e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akhlak Remaja ............... 26 2. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga ..................................... 29 a. Pengertian Pendidikan Agama Islam ....................................... 29 b. Dasar Pendidikan Agama Islam ............................................... 32 c. Fungsi Pendidikan Agama Islam ............................................. 35 d. Tujuan Pendidikan Agama Islam ............................................. 36 e. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga ............................... 38 f. Penanaman Agama Islam dalam Keluarga .............................. 47 B. Kerangka Berfikir ................................................................................ 50 C. Hipotesis............................................................................................... 52
iv
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ............................................................................ 53 B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 53 C. Metode Penelitian ................................................................................ 53 D. Instrumen Pengumpulan Data .............................................................. 54 E. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 55 F. Tehnik Interpretasi Data....................................................................... 58 G. Variabel Penelitian ............................................................................... 59 BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Penelitian ................................................... 64 1. Sejarah Berdirinya MTs As-sa’adah .............................................. 64 2. Visi dan Misi MTs As-Sa’adah ...................................................... 65 3. Keadaan Guru dan Pegawai ........................................................... 66 4. Keadaan Siswa ............................................................................... 67 5. Sarana dan Prasarana MTs As-Sa’adah ......................................... 68 6. Struktur Organisasi MTs As-Sa’adah ............................................ 69 B. Deskripsi Data ...................................................................................... 70 C. Pengolahan dan Analisis Data.............................................................. 71 1. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga ..................................... 71 2. Akhlak Siswa ................................................................................ 83 3. Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dengan Akhlak Siswa ................................................................................. 94 D. Interpretasi Data
................................................. 99
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 101 B. Saran..................................................................................................... 102 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 103 LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL Tabel 1 Kenakalan Remaja.............................................................................
6
Tabel 2 Kriteria Pemberian Skor Angket Siswa ............................................
55
Tabel 3 Rentang Skor Hasil Penghitungan Angket .......................................
56
Tabel 4 Skala Prosentase................................................................................
57
Tabel 5 Interpretasi Data ................................................................................
58
Tabel 6 Matriks Variabel ................................................................................
60
Tabel 7 Kisi-kisi Instrument Pendidikan Agama Islam .................................
62
Tabel 8 Kisi-kisi Instrumen Akhlak Siswa ....................................................
63
Tabel 9 Data Guru MTs As-Sa’adah Tahun 2009-2010 ................................
66
Tabel 10 Keadaan Pegawai MTs As-Sa’adah .................................................
67
Tabel 11 Jumlah Siswa MTs As-Sa’adah Tahun 2009-2010 ...........................
68
Tabel 12 Stuktur Organisasi MTs As-Sa’adah ................................................
69
Tabel 13 Membiasakan anak mengingat Allah SWT………………………....
71
Tabel 14 Membiasakan anak melakukan sujud syukur kepada Allah SWT ...
72
Tabel 15 Membiasakan anak memberi salam ketika hendak masuk ke rumah .. 72 Tabel 16 Memukul anak jika tidak belajar di rumah .......................................
73
Tabel 17 Memarahi anak jika tidak sholat .......................................................
73
Tabel 18 Berkata kasar jika sedang memarahi anak………………………….
74
Tabel 19 Mendidik anak untuk menghormati yang lebih tua di rumah………
74
Tabel 20 Mendidik anak untuk menyayangi yang lebih muda……………….
75
Tabel 21 Membiasakan anak sholat berjama’ah bersama keluarga di rumah... 75 Tabel 22 Mendidik anak untuk berpuasa di bulan Ramadhan dengan baik….. 76 Tabel 23 Mengajari anak membaca Al-Qur’an di rumah……………………..
76
Tabel 24 Membiasakan anak membaca do’a ketika hendak tidur……………
77
Tabel 25 Membiasakan anak membaca do’a sesudah makan………………...
77
Tabel 26 Mengawasi anak ketika sedang sholat……………………………… 78 Tabel 27 Mendidik anak untuk sabar dalam menghadapi musibah…………...
78
Tabel 28 Mengingatkan anak untuk belajar di rumah………………………… 79
vi
Tabel 29 Menanamkan kepada anak untuk banyak membaca buku…………..
79
Tabel 30 Membiasakan anak untuk bershadaqah kepada fakir miskin……….. 80 Tabel 31 Memotivasi anak berpartisipasi menjadi panitia zakat/qurban……..
80
Tabel 32 Mendorong anak untuk mengikuti perlombaan pada acara PHBI….
81
Tabel 33 Meminta izin kepada orang tua ketika hendak keluar rumah………. 83 Tabel 34 Membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah……………………… 83 Tabel 35 Membersihkan dan merapikan tempat tidur sendiri…………………
84
Tabel 36 Memberi salam ketika hendak masuk ke rumah……………………
84
Tabel 37 Mendo’akan kedua orang tua selesai sholat…………………………
85
Tabel 38 Merawat orang tua yang sedang sakit dengan baik…………………. 85 Tabel 39 Tidak menyela pembicaraan orang tua yang sedang menasehati……
86
Tabel 40 Memaksakan orang tua apabila meminta sesuatu…………………...
86
Tabel 41 Datang ke sekolah tepat waktu………………………………………
87
Tabel 42 Memakai seragam lengkap dan rapi saat bersekolah………………..
87
Tabel 43 Membuang sampah pada tempatnya di sekolah……………………..
88
Tabel 44 Mendengarkan guru ketika sedang menjelaskan pelajaran………….
88
Tabel 45 Memberi salam ketika bertemu dengan guru………………………..
89
Tabel 46 Mengerjakan tugas/PR di rumah tanpa menyontek teman………….
89
Tabel 47 Meminta maaf kepada teman ketika berbuat salah…………………
90
Tabel 48 Meminjamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan………..
90
Tabel 49 Mencegah teman yang ingin membolos dari sekolah………………
91
Tabel 50 Menghibur teman yang sedang sedih……………………………….
91
Tabel 51 Menjenguk teman yang sedang sakit………………………………..
92
Tabel 52 Ikut dalam perkelahian antar pelajar………………………………… 92 Tabel 53 Skor inventori Pendidikan Agama Islam dalam keluarga…………… 94 Tabel 54 Skor inventori akhlak siswa…………………………………………
94
Tabel 55 Jawaban skor angket Pendidikan Agama Islam dala keluarga……… 96 Tabel 56 Jawaban skor angket akhlak siswa………………………………….. 97 Tabel 57 Mencari koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y………. 98
vii
DAFTAR LAMPIRAN 1. Sarana dan Prasarana MTs As-Sa’adah 2. Angket Penelitian 3. Berita wawancara 4. Lenbar pengesahan judul 5. Surat keterangan bimbingan 6. Surat keterangan izin penelitian dari fakultas 7. Surat keterangan penelitian dari MTs As-Sa’adah 8. Daftar tabel df atau db
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia akan pendidikan merupakan suatu yang sangat mutlak dalam hidup ini, dan manusia tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan. Menurut John Dewey sebagaimana dikutip oleh A. Fatah Yasin bahwa “pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia guna membentuk dan mempersiapkan pribadinya agar hidup dengan disiplin.” 1 Pendidikan dipandang sangat penting dalam proses pembangunan dan dijadikan sebagai sarana kemajuan bangsa. Dengan kata lain kemajuan suatu bangsa terletak pada kualitas manusianya, sementara peningkatan kualitas manusia hanya dapat dibina melalui pendidikan dalam segala bidang kehidupan termasuk kehidupan beragama. Secara kodrati seorang anak sejak dilahirkan memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup di dunia. 2 Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT:
...
⌧
☺
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun...(QS: An-Nahl; 78) 3 Islam juga menyatakan bahwa seorang anak lahir di dunia membawa pembawaan yang disebut fitrah. Fitrah ini berisi potensi untuk berkembang, potensi ini dapat berupa keyakinan beragama, perilaku untuk menjadi baik ataupun menjadi buruk dan lain sebagainya yang kesemuanya harus dikembangkan agar ia tumbuh secara wajar sebagai hamba Allah. 1
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008), Cet. 1, h. 15 2 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), Cet. 2, h. 85 3 Terjemah Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,, (Semarang: Toha Putra, 1989), h. 413
1
2
Rasulullah SAW bersabda:
ﻞ َﻣﻮُْﻟﻮْ ٍد ُﻳﻮْ َﻟ ُﺪ ُآ ﱡ,ل َ ﺳﱠﻠ َﻢ َﻗﺎ َ ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ ﷲ ُ ﺻﱠﻠﻰ ا َ ﻲ ﻋﻦ ِاﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ َ ﻋﻦْ َأ ِﺑﻰ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َ َﺠ ﺼ َﺮا ِﻧ ِﻪ َأوْ ُﻳ َﻤ ﱢ َﻓَﺄ َﺑ َﻮا ُﻩ ُﻳ َﻬ ﱢﻮ َدا ِﻧ ِﻪ َاوْ ُﻳ َﻨ ﱢ,ﻋَﻠﻰ اﻟْ ِﻔﻄْ َﺮ ِة َ ( )رواﻩ اﺑﻦ ﺣﺒﺎن. ﺴﺎ ِﻧ ِﻪ Setiap anak dilahirkan membawa fitrah (bakat keagamaan), maka terserah kepada kedua orang tuanyalah untuk menjadikan beragama Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi. (HR. Ibn Hibban) 4 Dari ayat dan hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya pendidikan bagi seorang anak terutama pendidikan agama, agar ia menjadi manusia yang berkualitas. Dalam pasal 37 ayat 1 menjelaskan bahwa ”pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.” 5 Sementara pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak adalah pendidikan dari kedua orang tuanya yang terjadi dalam keluarga. Menurut Zakiah Daradjat keluarga adalah “wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan pengembangan anak.” 6 Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Alisuf Sabri dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Pendidikan menyebutkan bahwa: Keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang pertama dialami oleh anak-anak. Oleh karena itu keluarga disebut sebagai Primary Community. Yaitu sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga disebut sebagai lingkungan pertama karena dalam keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Dan keluarga disebut sebagai lingkungan penidikan utama karena sebagian besar hidup anak dan pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah di dalam keluarga. 7 Pendidikan dalam keluarga berlangsung secara terus menerus melalui pengalaman langsung yang diperoleh anak melalui penglihatan, pendengaran, 4
Muhammad ibn Hibban ibn Ahmad Abi Hatim al-Tamimiy al-Bistiy, Shahih Ibn Hibban, Jilid 1, Tahqiq oleh Syu’aib al-arnauth, (Beirut: Muassasat al-Risalat, 1993), h. 336 5 UU RI No 20 Tahun 2003 Tentang Sstem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), (Bandung:Fokusmedia, 2006), h. 52 6 Zakiah Dardjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV Ruhama, 19995), Cet. 2, h. 47 7 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Press, 2005), Cet. 1, h. 22
3
perlakuan yang diterimanya serta latihan daya serap si anak serta meniru dan mengidentifikasikan diri dengan orang di sekitarnya, terutama orang-orang yang sering memenuhi kebutuhannya. Demikian besar dan sangat mendasar pengaruh keluarga terhadap perkembangan pribadi anak terutama dasar-dasar agama, kelakuan, sikap, reaksi dan dasar-dasar kehidupan lainnya, seperti makan, berpakaian, cara bicara, sikap terhadap dirinya terhadap orang lain termasuk sifat-sifat kepribadian lainnya yang semuanya itu terbentuk pada diri anak melalui interaksinya dengan pola kehidupan yang terjadi dalam keluarga. Oleh karena itu kehidupan dalam keluarga jangan sampai memberikan pengalamanpengalaman atau meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang akan merugikan perkembangan hidup anak kelak di masa dewasa. 8 Menurut Nur Uhbiyati yang dimaksud dengan keluarga yang ideal ialah: Keluarga yang mau memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama. Jika mereka mampu dan berkesempatan, maka mereka dapat melakukannya sendiri, tetapi jika tidak, maka mereka mendatangkan guru agama untuk memberikan pelajaran privat kepada anak-anak mereka. Di samping itu mereka masih memberikan perhatian dan fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan. Keluarga demikianlah yang melahirkan anak-anak taat menjalankan agama/ibadah dan berakhlak mulia.9 Pendidikan agama dalam lingkungan keluarga harus diupayakan mampu menyentuh kata hati, akal fikiran anak, perasaan serta pendengaran mereka. Bekal ini merupakan modal dasar yang sangat penting bagi tercapainya martabat manusia shaleh. Terlebih-lebih bila hal tersebut diimbangi dengan pendidikan memadai yang diberikan oleh kedua orang tua yang memiliki dan memikul tanggung jawab. 10 Sementara penanggung jawab atau pemegang otoritas penyelenggaraan pendidikan di lingkungan keluarga pada umumnya adalah orang tua. 11 8
Sabri, Penganar…, h. 21 Uhbiyati, Ilmu Pendidikan…, h. 212 10 Tim Dosen IAIN Sunan Ampel-Malang, Dasar-Dasar Kependidikan Islam, (Surabaya: Karya Aditama, 1996), Cet. 1, h. 194 11 Abuddin Nata, Filsafat Pendiidkan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. 1, h. 115 9
4
Tanggung jawab itu menurut Abuddin Nata disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal: 1. Karena kodrat, yaitu orang tua ditakdirkan bertanggung jawab mendidik anaknya. 2. Kepentingan orang tua terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tua juga. 12 Nur Uhbiyati menyebutkan bahwa “orang tua sering diistilahkan dengan pendidik kodrat”. 13 Karena anak merupakan amanat Tuhan yang harus ditunaikan oleh kedua orang tuanya dan Tuhan tidak menghendaki anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) dibiarkan begitu saja menjadi manusia lemah, serta menjadi fitnah bagi kedua orang tuanya kelak di kemudian hari. 14 Adapun
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab orang tua dalam
mendidik anak-anaknya secara tegas telah diperintahkan oleh Allah SWT:
… Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …(QS: Al-Tahrim:6) 15 Dengan demikian memberikan pendidikan agama dalam keluarga kepada anak adalah suatu kewajiban mutlak yang harus dilaksanakan oleh orang tua dengan sebaik-baiknya. Pendidikan agama dalam lingkungan keluarga merupakan basic. Awal mula anak tumbuh rasa iman kepada Allah tak lain adalah dalam lingkungan keluarga. Selama keluarga itu (orang tua) memiliki rasa iman yang mantap, barulah diharapkan orang tua tersebut dapat mendidik anaknya. Pendidikan agama bisa bersemi secara subur dalam diri anak tak terlepas dari kondisi keluarga dan situasi keagamaan di dalamnya. Oleh karena itu bila pendidikan 12
Nata, Filsafat Pendidikan…, h. 62 Uhbiyati, Ilmu Pendidikan …, h. 211 14 Syaukani HR, Pendidikan Paspor Masa Depan, Prioritas Pembangunan dalam Otonomi Daerah, (Jakarta: Nuansa Madani, 2006), h. 194 15 Terjemah Departemen Agama RI, Al-Qur’an,… h. 951 13
5
agama ingin tumbuh subur dan anak memiliki rasa iman dan keagamaan yang kuat, maka kondisikanlah kehidupan rumah tangga tersebut menjadi kehidupan keluarga Muslim. Mengenai peranan keluarga, Zakiah Dardjat dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan Islam menyatakan bahwa: Ayah dan ibu mempunyai peranan yang sangat penting dan sangat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya, dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik. Ibu merupakan orang yang mula-mula dikenal anak, menjadi temannya dan yang dipercayainya. Pengaruh ayah terhadap anaknya juga besar. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya. 16 Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat H. M. Arifin yang menyebutkan bahwa “ayah dan ibu merupakan dwitunggal yang bersamasama menjalankan tugas pendidikan dalam keluarga yang dijalin dengan kerja sama dan saling pengertian sebaik-baiknya, agar timbul keserasian dalam menunaikan tugas tersebut baik yang bersifat paedagogis ataupun psikologis dalam pembentukan dan pengembangan watak/sikap anak.” 17 Seharusnya Pendidikan Agama Islam terutama dalam keluarga dapat membangun dan membentuk karakter, akhlak dan moralitas anak yang baik. Namun kenyataannya, Pendidikan Agama Islam tidak mampu lagi membentengi anak-anak didik dengan akhlakul karimah yang kuat khususnya pada masa remaja dalam meghadapi tuntutan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek). Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Masri Mansoer dkk, berdasarkan laporan Pusat Studi Wanita USU bahwa 85% remaja terkena penyakit kelamin akibat seks bebas, dan 92% penderitanya adalah wanita. Adapun Menteri Negara Komunikasi dan Informasi 16
35
17
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), Cet. 7, h.
M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet. 4, h. 88
6
mengatakan bahwa 60% pengguna internet di Indonesia membuka situs porno. Dan dari satu penelitian tentang kenakalan dan tawuran remaja di Jakarta Selatan mengatakan 79% mereka yang terlibat dalam tawuran itu dipicu oleh keagresifan akibat menggunakan narkoba. 18 Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Masngudin HMS di pinggiran kota metropolitan Jakarta dari 30 responden tentang kenakalan remaja yang terjadi di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut: 19 Tabel. 1 Kenakalan Remaja No
Bentuk Kenakalan
F
%
1
Berbohong
30
100
2
Pergi keluar rumah tanpa pamit
30
100
3
Keluyuran
28
98,7
4
Begadang
26
93,3
5
Membolos sekolah
7
23,3
6
Berkelahi dengan teman
17
56,7
7
Berkelahi antar sekolah
2
6,7
8
Buang sampah sembarangan
10
33,3
9
Membaca buku porno
5
16,7
10
Melihat gambar porno
7
23,3
11
Menonton film porno
5
16,7
12
Mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM
21
70,0
13
Kebut-kebutan
19
63,3
14
Minum minuman keras
25
83,3
15
Hubungan sex diluar nikah
12
40,0
16
Mencopet
8
26,7
17
Berjudi
10
33,3
18
Masri Mansoer, dkk, Laporan Hasil Penelitian Keberagamaan (Religiusitas) Remaja dan Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h.3 19 Masngudin HMS, Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang Hubungannya dengan Keberfungsian Sosial Keluarga, diakses oleh WWW. Depsos.qo.id/Balatbang/Puslitbang UKS/2004/Masngudin.htm .18-06-2010
7
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hampir seluruh remaja pernah melakukan kenakalan, khususnya pada tingkat kenakalan biasa, seperti berbohong, pergi keluar tanpa pamit dan sebagainya. Perilaku tersebut dilakukan oleh remaja yang gagal dalam menjalani proses perkembangan agama dan jiwanya, baik pada masa remaja maupun pada masa kanak-kanak di lingkungannya terutama lingkungan keluarga. Memang pendidikan agama bukan hanya kewajiban orang tua di rumah, melainkan tanggung jawab sekolah dan masyarakat, yang ketiganya itu oleh Ki Hajar Dewantara disebut “Tri pusat pendidikan”. 20 Ketiganya itu memiliki peranan dan tanggung jawab yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya bagi pendidikan anak. Oleh karena itu kerjasama ketiganya harus senantiasa ditingkatkan agar mampu berdaya guna bagi perkembangan kepribadian anak. Namun kalau difikirkan secara mendalam, siapa sebenarnya yang pertama-tama harus bertanggung jawab terhadap pendidikan anak, maka kiranya tidak ada jawaban lain kecuali orang tua, karena orang tua adalah merupakan orang pertama dan utama yang wajib bertanggung jawab atas pendidikan anaknya. Sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa “Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan anaknya.” 21 Berpegang landasan inilah orang tua memiliki nilai signifikan dalam hubungannya dengan proses pendidikan, yakni menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya. Pendidikan agama bagi seorang anak berkaitan dengan moral dan akhlak. Dalam Islam akhlak merupakan ajaran dasar di samping ajaran aqidah dan syari’ah. Bahkan Islam menegaskan bahwa pembentukan akhlak mulia merupakan misinya yang utama. Nabi Muhammad SAW menegaskan dalam sabdanya:
20 21
Sabri, Pengantar…, h. 21 UU RI No 20 Tahun 2003…, h. 7
8
ﺖ ُ ْﺳﱠﻠ َﻢ ِإ ﱠﻧﻤَﺎ ُﺑ ِﻌﺜ َ ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ا َ ﷲ ِ لا ُ ْﺳﻮ ُ ل َر َ ﻗَﺎ:ل َ ﻋﻦْ َأ ِﺑﻰْ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة ﻗَﺎ َ (ق )رواﻩ أﺣﻤﺪ ِﻼ َ ْﻷﺧ َ ْﺢ ا َ ﻷ َﺗ ﱢﻤ َﻢ ﺻَﺎِﻟ ُِ Dari Abu Hurairah telah berkata: Bersabda Rasulullah SAW Tidak lain kami diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang baik/ mulia. (HR. Ahmad) 22 Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Islam memerintahkan keluarga (orang tua) mendidik adab dan sopan santun. Rasulullah SAW bersabda:
ﺟ ﱠﺪ ِﻩ َ ﻋﻦْ َأ ِﺑﻴْ ِﻪ ﻋَﻦ َ ص ِ ﻦ اﻟْﻌَﺎ ِ ْﺳ ِﻌﻴْ ِﺪ ﺑ َ ﻦ ِ ْﻋ َﻤ ُﺮوْﺑ ُ ﻦ ِ ْﻦ ُﻣﻮْﺳَﻰ ﺑ ِ ْب ﺑ ِ ْﻋﻦْ َأ ﱡﻳﻮ َ ْﻞ ِﻣﻦ ُﻀ َ ْﻞ وَاﻟِﺪٌ َوَﻟ َﺪ ُﻩ َأﻓ َﺤ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻣَﺎ َﻧ َ ﻋﻠَﻴ ِﻪ َو َ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ا َ ﷲ ِ لا ُ ْﺳﻮ ُ ل َر َ ﻗَﺎ:ل َ ﻗَﺎ (ﻦ )رواﻩ أﺣﻤﺪ ٍﺴ َﺣ َ ب ٍ َأ ِد Dari Ayyub bin Musa bin Umar bin Sa’id bin ‘Ash dari bapaknya dari kakeknya berkata, bersabda Rasulullah SAW:” Tiadalah pemberian seorang ayah terhadap anaknya yang lebih utama dari pada (memberikan pendidikan) adab sopan santun yang baik. (HR. Ahmad) 23 Kalau kita pahami bahwa pendidikan agama akhirnya menuju kepada penyempurnaan berbagai keluhuran budi, maka bila pertumbuhan seorang anak ternyata mengarah pada “menjadi” anak nakal dan binal (tidak berbudi/tidak bermoral), berarti itu adalah suatu ironi dan realita menyedihkan tiada taranya. Karena itu peran orang tua dalam mendidik anak melalui ”pendidikan” moral dan akhlak yang benar di rumah tangga adalah amat penting. Jadi yang ditekankan di sini adalah “pendidikan” oleh orang tua bukan “pengajaran”. 24 Islam menggariskan kepada orang tua untuk membimbing anaknya agar memiliki akhlak yang baik, yaitu akhlak terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama manusia dan kepada makhluk hidup lainnya. Namun kenyataannya, banyak
22 Musnad Imam Ahmad bin Hambal Jilid II, (Beirut: Maktab Islami, 1978), Cet. 2, h.
381
23 24
Musnad…, Jilid III, h. 412 Syaukani HR, Pendidikan…, h. 198
9
orang tua tidak peduli terhadap pendidikan anak, mereka kerap kali beranggapan bahwa sekolah sudah cukup mampu membentuk anak didik untuk menjadi manusia seutuhnya. 25 Mereka juga beranggapan bahwa memenuhi kebutuhan jasmani anak saja sudah cukup untuk menunjang keberhasilan anak, dan anak diserahkan tanggung jawabnya kepada pihak sekolah sementara para orang tua sibuk dengan urusannya masing-masing dan kurang memperhatikan pendidikan anaknya. Asumsi tersebut berdampak negatif terhadap anak terutama masalah moral atau akhlaknya. Pengamatan penulis di MTs As-Sa’adah bahwa akhlak anak di sekolah masih kurang. Hal ini ditunjukkan antara lain siswa masih membuang sampah di sembarang tempat padahal sudah disediakan tempat sampah, kemudian masih banyak yang tidak mengerjakan PR/tugas, dan kurangnya disiplin waktu masuk sekolah, tidak hadir tanpa keterangan serta sering membolos, terjadinya perkelahian antar siswa baik antar siswa di sekolah itu sendiri maupun dengan siswa sekolah lain, dan yang lebih memperihatinkan lagi masih banyak di antara mereka yang belum dapat membaca al-Qur’an dengan baik, enggan diajak sholat Dzuhur berjama’ah dan tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa ada halangan (udzur). Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “HUBUNGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA DENGAN AKHLAK SISWA DI MTs AS-SA’ADAH CAKUNG JAKARTA TIMUR”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ternyata masalahnya begitu luas sehingga tidak mungkin bagi penulis untuk membahasnya secara keseluruhan. Oleh karena itu agar masalah dalam penelitian ini
25 Syaukani HR, Pendidikan…, h. 191
10
lebih fokus dan tidak menyimpang dari apa yang akan diteliti, maka penulis membatasinya sebagai berikut: a. Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam keluarga dibatasi pada aspek sholat, puasa, membaca al-Qur’an, dan orang tua. b. Akhlak yang dimaksud dalam penelitian ini berkaitan dengan akhlak siswa terhadap orang tua, guru, dan teman 2. Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah “Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara Pendidikan Agama Islam dalam keluarga dan akhlak siswa MTs AsSa’adah?”
C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam lingkungan keluarga siswa MTs As-Sa’adah. 2. Untuk mengetahui akhlak siswa MTs As-Sa’adah 3. Untuk mengetahui hubungan Pendidikan Agama Islam dalam keluarga dengan akhlak siswa MTs As-Sa’adah.
D. Signifikansi Penelitian Adapun manfaat diadakannya penelitian ini adalah: 1. Kegunaan secara akademis agar dapat memberikan informasi yang
bermanfaat bagi para instansi atau lembaga pendidikan khususnya bagi MTs As-Sa’adah Jakarta. 2. Kegunaan terapan ,hasil penelitian ini dapat dijadikan kontribusi untuk
memperluas khazanah ilmu pengetahuan. 3. Bagi penulis sendiri penelitian ini merupakan praktek pelaksanaan ilmu
yang telah diperoleh di perkuliahan dan diharapkan dapat menjadi konsentrasi lebih lanjut sehingga dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi dan dapat dicari solusinya.
BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Teoritis 1. Akhlak a. Pengertian Akhlak Menurut pendekatan etimologi, dalam bahasa Indonesia istilah “akhlak” berasal dari bahasa Arab akhlaq jama’ dari kata khuluq ()ﺧﻠﻖ yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. 1 Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. 2 Dalam bahasa Inggris “akhlak” disamakan dengan istilah moral atau ethic. Begitupun dalam bahasa Yunani perkataan “akhlak” dipergunakan istilah ethos atau ethikos atau etika (tanpa huruf h). Jadi berdasarkan sudut pandang kebahasaan definisi akhlak dalam pengertian sehari-hari disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun, tata krama (versi bahasa Indonesia). 3 Sedangkan pengertian akhlak secara terminologi dapat dilihat dari beberapa pendapat pakar Islam. Menurut Ibnu Maskawaih, sebagaimana yang dikutip oleh Aminuddin dalam bukunya Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi bahwa akhlak adalah “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatanperbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan”. 4 Adapun menurut Ahmad Muhammad al-Khufi seperti yang dikutip oleh 1
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 346 2 Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet. 4, h. 198 3 Zahruddin AR, PengantarStudi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. 1, h. 2 4 Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2002), Cet. 1, h. 152
11
12
Ramayulis menyebutkan bahwa akhlak itu adalah “adat dengan sengaja dikehendaki adanya…katakanlah bahwa adat itu azimat (kemauan) yang kuat tentang sesuatu yang diulang-ulang sehingga menjadi adat (membudaya) kepada kebaikan atau keburukan.”5 Sementara menurut Moh. Ardani akhlak adalah “suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan secara langsung dan berturut-turut tanpa memerlukan pemikiranpemikiran.” 6 Selanjutnya Zakiah Dardjat dalam bukunya Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah mendefinisikan bahwa akhlak adalah: Kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan yang mana tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk. 7 Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa akhlak adalah perbuatan yang berpangkal pada hati atau asas kesadaran jiwa seseorang tanpa memerlukan pertimbangan dan tanpa ada unsur pemaksaan, kemudian diwujudkan dalam perbuatan yang berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan yang akhirnya menjadi sifat atau kepribadian yang dapat melahirkan perbuatan baik atau buruk. Untuk mengetahui lebih jelas dan lebih rinci mengenai akhlak, Aminuddin menyebutkan beberapa ciri dari perbuatan akhlak, yaitu: 1) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. 5
Ramayulis dkk, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 1987), Cet. 1, h. 5 6 Moh. Ardani, Al-Qur’an dan Sufisme Mangkunagara IV, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 271 7 Zakiah Dardjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV Ruhama, 19995), Cet. 2, h. 10
13
2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. 3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. 4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. 5) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena Allah. 8 Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa istilah akhlak memiliki pengertian yang sangat luas, sementara yang menjadi standar atau ukuran baik dan buruk akhlak dalam Islam adalah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga bersifat universal dan abadi. b. Macam-Macam Akhlak Butir-butir atau sendi-sendi akhlak sangat banyak, bahkan ada yang menyebutkan butir/sendi akhlak itu bertebaran laksana gugusan bintangbintang di langit, oleh karena itu mengenai macam-macam akhlak, penulis menyebutkannya dari segi wujud pengamalan dan segi obyek atau sasarannya. Akhlak dalam wujud pengamalannya menurut Moh. Ardani dibedakan menjadi dua, yaitu: 9 1) Akhlak yang terpuji (al-akhlak al-karimah/al-mahmudah) Mengutip pendapat Al-Ghazali, Zahruddin HR menjelaskan bahwa “akhlak yang terpuji berarti sifat-sifat atau tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma atau ajaran Islam. 10 Sementara menurut Aminuddin akhlak terpuji adalah “akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol Ilahiyah yang dapat membawa nilai-nilai positif dan kondusif bagi kemaslahatan ummat.” 11 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akhlak terpuji adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik dan sesuai dengan perintah Allah dan RasulNya. 8
Aminuddin dkk, Pendidikan…, h. 153 9 Ardani, Al-Qur’an…, h. 274 10 Zahruddin AR, Pengantar…, h. 159 11 Aminuddin, dkk, Pendidikan…, h. 153
14
Tentang akhlak yang terpuji ada empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak yang baik. Menurut Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Moh Ardani, bahwa induk-induk akhlak yang baik adalah sebagai berikut: a) Kekuatan ilmu wujudnya adalah hikmah (kebijaksanaan), yaitu keadaan jiwa yang bisa menentukan hal-hal yang benar di antara yang salah dalam urusan ikhtiariah (perbuatan yang dilaksanakan dengan pilihan dan kemauan sendiri) b) Kekuatan marah wujudnya adalah Syaja’ah (berani), yaitu keadaan kekuatan amarah yang tunduk kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang. c) Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah ‘iffah (perwira), yaitu keadaan syahwat yang terdidik oleh akal dan syari’at agama. d) Kekuatan keseimbangan di antara kekuatan yang tiga di atas wujudnya ialah ‘adil, yaitu kekuatan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah. 12 Dari empat sendi akhlak yang terpuji itu, akan lahirlah perbuatanperbuatan baik seperti jujur, suka memberi kepada sesama, tawadhu’, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, berani dalam kebenaran, menghormati orang lain, sabar, malu, pemurah, menjaga diri dari hal-hal yang haram, dan sebagainya. Dengan akhlak yang terpuji inilah seseorang akan dapat mencapai atau meraih kebahagiaan yang abadi. 2). Akhlak yang tercela (al-akhlak al-Madzmumah) Akhlak tercela adalah akhlak yang tidak dalam kontrol Ilahiyah, atau berasal dari hawa nafsu yang berada dalam lingkaran syaitaniyah dan dapat membawa suasana negatif serta destruktif bagi kepentingan umat manusia.13 Sementara menurut Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Zahruddin HR, akhlak yang tercela ini dikenal dengan sifat-sifat muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan
12 13
Ardani, Al-Qur’an…, h. 274 Aminuddin, dkk, Pendidikan…, h. 153
15
kehancuran diri, yaitu tentu saja bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kebaikan. 14 Dari definisi-definisi tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa akhlak tercela adalah segala macam sikap dan tingkah laku/perbuatan yang buruk dan dilarang oleh Allah dan RasulNya. Sama halnya dengan akhlak yang terpuji, akhlak tercela juga memiliki empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak yang tidak baik. Sensi-sendi akhlak yang tercela tersebut merupakan kebalikan dari sendi-sendi akhlak yang terpuji, yaitu: a) Khubtsan wa jarbazah (keji dan pintar busuk), dan baldan (bodoh) yaitu keadaan jiwa yang terlalu pintar atau tidak bisa menentukan yang benar di antara yang salah karena bodohnya di dalam urusan ikhtiariah. b) Tahawwur (berani tapi sembrono), jubun (penakut) dan khauran (lemah), yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa dikekang atau tidak pernah dilahirkan, sekalipun sesuai dengan yang dikehendaki akal. c) Syarhan (rakus)dan jumud (beku), yaitu keadaan syahwat yang tidak terdidik oleh akal dan syari’at agama, berarti ia bisa berkelebihan atau sama sekali tidak berfungsi. d) Zalim, yaitu kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing oleh hikmah. 15 Keempat sendi akhlak tercela ini akan melahirkan berbagai perbuatan buruk yang dikendalikan hawa nafsu, seperti: congkak, riya, mencaci maki, khianat, dusta, dengki, keji, serakah, ‘ujub, pemarah, malas, kikir, loba dan sebagainya. Kesemuanya itu akan mendatangkan mudharat dan kerugian bagi individu dan masyarakat. Selanjutnya akhlak jika dilihat dari obyek atau sasarannya seperti yang dijelaskan oleh Heny Narendrany Hidayati dalam bukunya yang berjudul Pengukuran Akhlakul karimah Mahasiswa, dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 16 14
Zahruddin AR, Pengantar Studi…, h. 156 Ardani, Al-Qur’an…, h. 276 16 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran akhlakul Karimah Mahasiswa (Jakarta: UIN Press, 2009), Cet. 1, h. 12 15
16
1) Akhlak kepada Allah (Khalik) Akhlak kepada Allah pada prinsipnya dapat diartikan penghambaan diri kepada-Nya atau dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan sebagai Khalik. 17 Adapun bentuk akhlak manusia kepada Allah menurut Aminuddin antara lain adalah: a) Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya; b) Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati; c) Berdoa kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah; d) Tawakkal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan; e) Tawadhu’ kepada Allah, adalah rendah hati di hadapan Allah, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. 18 2) Akhlak kepada sesama manusia Akhlak kepada sesama manusia menurut M. Nipan Abdul Halim sebagaimana yang dikutip oleh Heny Narendrany Hidayati, pada dasarnya bertolak kepada keluhuran budi dalam menempatkan diri kita dan menempatkan diri orang lain pada posisi yang tepat. Hal ini merupakan refleksi dari totalitas kita dalam menghambakan diri kepada Allah SWT. 19 Akhlak terhadap manusia ini menurut Muhammad Daud Ali dapat dirinci menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut: a) Akhlak kepada Rasulullah, seperti: mencintai Rasulullah secara tulus dan mengikuti semua sunnahnya, menjadikannya idola/suri teladan dalam hidup dan 17
Hidayati, Pengukuran…, h. 12 Aminuddin, dkk, Pendidikan…,h. 153 19 Hidayati, Pengukuran…, h. 13-14.
18
17
kehidupan, menjalankan apa yang disuruhnya dan tidak melakukan apa yang dilarangnya. b) Akhlak kepada kedua orang tua, seperti: Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya, merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang, berkomunikasi dengan mempergunakan kata-kata yang lemah lembut, berbuat baik kepada keduanya, mendo’akan keselamatan dan keampunan bagi mereka meskipun telah meninggal dunia. c) Akhlak kepada diri sendiri, antara lain: memelihara kesucian diri, menutup aurat, jujur, ikhlas, sabar, rendah hati, malu melakukan perbuatan jahat, menjauhi dengki, menjauhi dendam, serta menjauhi segala perkataan dan perbuatan siasia. d) Akhlak kepada tetangga, saling mengunjungi, saling bantu di waktu senang lebih-lebih tatkala susah, saling memberi, saling hormat-menghormati, saling menghindari pertengkaran dan permusuhan. e) Akhlak kepada keluarga, karib kerabat, antara lain: saling membina rasa cinta, berbakti kepada ibu bapak, mendidik anak-anak dengan kasih sayang, memelihara silaturrahmi yang dibina orang tua yang telah meninggal dunia. f) Akhlak kepada masyarakat, antara lain: memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, saling menolong dalam kebaikan, memberi makan fakir miskin, bermusyawarah dalam segala urusan kepentingan bersama, menunaikan amanah yang diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita dan menepati janji. 20 3) Akhlak kepada lingkungan. Selain kepada Allah SWT dan sesama manusia seperti yang telah disebutkan di atas, setiap individu juga harus memiliki akhlak yang baik terhadap lingkungannya. Adapun lingkungan yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuhtumbuhan, maupuin benda-benda tak bernyawa. Akhlak yang diajarkan al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Adapun bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk akhlakul karimah terhadap 20
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 357
18
lingkungan di antaranya adalah memelihara tumbuh-tumbuhan, menyayangi hewan, menjaga kebersihan dan menjaga ketentratraman. 21 c. Tujuan Akhlak Akhlak merupakan mutiara hidup yang dapat membedakan manusia dengan makhluk lainnya, sebab seandainya manusia tanpa akhlak, maka akan hilanglah derajat kemanusiaannya sebagai makhluk Allah yang paling mulia dan turunlah ke derajat binatang, bahkan tanpa akhlak manusia akan lebih hina, lebih jahat dan lebih buas dari binatang buas. 22 Tujuan akhlak bagi seseorang sebagaimana yang dijelaskan oleh Moh. Ardani adalah “agar ia dapat mengetahui yang baik dan yang buruk, dapat membedakan yang patut dan yang tidak patut, yang hak dan yang bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun ia kuasa atau mampu melakukannya.” 23 Adapun menurut Barmawie Umary tujuan utama akhlak adalah supaya hubungan kita kepada Allah dan hubungan dengan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis. Dan dengan berakhlak kita dapat memperoleh Irsyad, Taufiq, dan Hidayah yang dengan demikian maka insyaallah kita akan berbahagia di dunia dan di akhirat. 24 Sementara tujuan akhlak menurut Zahruddin AR adalah: Berimplikasi bagi individu tersebut, seperti dapat meningkatkan wibawa, mendapat kehormatan di masyarakat, banyak disenangi sesamanya, mudah mendapat perlindungan serta mendapat ketenteraman dan kebahagiaan hati. Adapun bagi masyarakat (sosial), manusia mampu membina dan menjaga kerukunan antar tetangga yang terwujud dalam sikap saling menghormati, saling melindungi, saling menjaga, dan saling peduli satu sama lainnya (toleransi), sehingga seluruh lapisan masyarakat akan menjadi tenang, aman, damai dan sejahtera. 25
21
Hidayati, Pengukuran…, h. 16 Hidayati, Pengukuran …, h. 17 23 Ardani, Al-Qur’an …, h. 277 24 Barmawie Umary, Materia Akhlak, (Solo: CV Ramadhani, 1990), Cet. 9, h. 2 25 Zahruddin AR, Pengantar…, h. 164
22
19
Perhatian terhadap pentingnya akhlak kini semakin kuat, yaitu di saat manusia di zaman modern ini dihadapkan pada masalah moral dan akhlak yang serius, yang kalau dibiarkan akan menghancurkan masa depan bangsa yang bersangkutan. Praktik hidup yang menyimpang dan penyalahgunaan kesempatan dengan mengambil bentuk perbuatan sadis dan merugikan orang kian tumbuh subur di wilayah yang tak berakhlak. Korupsi, kolusi, penodongan, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, tawuran antar pelajar dan antar warga, serta perampasan hak-hak azasi manusia pada umumnya terlalu banyak yang dapat dilihat dan disaksikan. Adapun cara mengatasinya bukan dengan uang, ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus dibarengi dengan penanganan di bidang mental spiritual dan akhlak yang mulia. Melihat betapa urgennya akhlak dalam kehidupan sehari-hari ini, maka penanaman nilai-nilai akhlakul karimah harus dilakukan dengan segera, terencana dan berkesinambungan. Dimulai dari hal-hal kecil, seperti makan dan minum, adab bicara, cara berpakaian yang Islami dan sebagainya. Semua nilai-nilai mulia itu sebenarnya sudah dicontohkan oleh sosok yang paling mulia yaitu Nabi Muhammad SAW. 26 Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi Muhammad adalah hamba pilihan sebagai uswatun hasanah, satu-satunya mata rantai sejarah berhasil menciptakan budi pekerti yang luhur, sejati dan mulia. Hal itu didukung oleh ucapan Sayyidah Aisyah ra, ia pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, beliau menjawab; ( آﺎنﺧﻠﻘﻪاﻟﻘﺮﺁنAkhlaknya adalah Al-Qur’an).
27
Bahkan mengenai akhlaknya ini, Rasulullah langsung mendapat pujian dari Allah SWT, seperti dalam firmannya:
Sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah orang yang berakhlak tinggi. (QS: Al-Qalam; 4) 28 26
Aminuddin, dkk, Pendidikan…,h. 157 Jamaluddin Miri, Pendidkan Anak dalam Islam, Terjemahan Tarbiyatul Aulad Fil Islam, karya Abdullah Nasih Ulwan, (Jakarta: Pustaka Amini, 1995), Cet. 1, h. 4 28 Terjemahan Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989), h. 960 27
20
Jadi apabila seseorang ingin berakhlak sempurna, maka tidak ada teladan lain kecuali Nabi Muhammad SAW.
29
Sebagaimana firman Allah
SWT:
⌧ ☺ ⌧ ⌧
⌧
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab:21) 30 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan akhlak adalah untuk memberikan pedoman atau petunjuk bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik dan yang buruk, kemudian mengerjakan yang baik secara terus menerus dan menjadikannya kebiasaan dan sifat yang akhirnya menjadi kepribadian. Dan apabila akhlak telah ditegakkan akan terbentuklah individu dan masyarakat yang suci, selalu menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan dalam semua aspek kehidupan. Dengan mensuri tauladani akhlak Rasulullah dalam kehidupan seharihari, maka ada jaminan yang pasti bahwa kehidupan setiap individu dan masyarakat akan terasa indah, dan pasti membawa kesuksesan, bukankah Nabi Muhammad SAW sudah tercatat dalam sejarah, bahwa beliau adalah orang yang paling sukses dalam semua sektor kehidupan. 31 d. Akhlak Remaja Sebelum membahas tentang akhlak remaja terlebih dahulu diketahui definisi remaja itu sendiri. Secara etimologi, remaja (Adolescence) dalam
29
2, h. 6
30 31
Athoullah Ahmad, Antara Ilmu Akhlak dan Tasawuf, (Serang: Saudara, 1995), Cet. Terjemahan, Al-Qur’an…, h. 670 Aminuddin, dkk, Pendidikan…,h. 158
21
bahasa Latin diperoleh dari kata kerja adolescere yang berarti untuk tumbuh dan kembang menjadi dewasa. 32 Atau pertumbuhan ke arah kematangan. 33 Adapun secara terminologi, menurut Yusak Burhanuddin bahwa remaja adalah “masa peralihan di antara anak-anak dan masa dewasa, di mana anakanak mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang. 34 Sementara Oemar hamalik mendefinisikan arti remaja adalah “periode antara permulaan pubertas dengan kedewasaan yang secara kasar antara usia 14-25 tahun untuk laki-laki dan antara usia 12-21 tahun untuk perempuan.” 35 Adapun meurut Santrock sebagaimana yang dikutip oleh Nihayah remaja adalah “transisi periode perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional.” 36 Dari definisi-definisi di atas baik secara etimologi atau terminologi, penulis menyimpulkan bahwa pada intinya remaja adalah transisi periode antara masa anak-anak dan masa dewasa. Fase remaja termasuk dalam fasefase perkembangan manusia, seperti disebutkan dalam firman Allah SWT:
⌧ ⌧
⌧ Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah Kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, Kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, Kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), Kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat 32
Zahrotun Nihayah, dkk, Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. 1, h. 105 33 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung:Sinar Baru Algensindo,2000), Cet. 2, h. 117 34 Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), Cet. 1, h. 75 35 Hamalik, Psikologi..., h. 117 36 Nihayah, dkk, Psikologi..., h. 106
22
Selanjutnya mengenai masa perkembangan manusia, menurut J.J. Rousseau, sebagaimana yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono, ia menbaginya menjadi empat tahapan, yaitu: 1) Masa Kanak-kanak ( infancy ), umur 0-4 atau 5 tahun. Tahap ini didominasi oleh perasaan senang (pleasure) dan tidak senang (pain) dan menggambarkan tahap evolusi yaitu masa manusia sama dengan binatang. 2) Masa Bandel ( savage stage ), umur 5-12 tahun. Tahap ini mencerminkan era manusia liar atau pengembara. Perasaan-perasaan yang dominan dalam periode ini adalah ingin main-main, lari-lari, loncat-loncat dan sebagainya yang pada pokoknya untuk melatih ketajaman indera dan keterampilan anggota-anggota tubuh. Kemampuan akal masih sangat kurang. 3) Masa bangkitnya akal (ratio), nalar (reason) dan kesadaran diri (self consciousness), umur 12-15 tahun. Dalam masa ini terdapat energy dan kekuatan fisik yang luar biasa serta tumbuh keingintahuan dan keinginan coba-coba. 4) Masa kesempurnaan remaja (adolescence proper), umur 15-20 tahun. Dalam tahap ini terjadi perubahan dari kecenderungan mementingkan diri sendiri kepada kecenderungan memperhatikan orang lain dan kecenderungan memperhatikan harga diri. Tahap ini juga bangkitnya dorongan seks. 38 Melihat tahapan perkembangan manusia di atas, masa remaja berada pada tahapan ketiga, yaitu masa bangkitnya akal, nalar, dan kesadaran diri. Adapun mengenai usia remaja, sampai saat ini belum ada batas yang pasti, namun rentangan usia remaja yang hampir disepakati seperti
yang telah
dijelaskan oleh Dr. Zakiah Daradjat ialah umur 12-21 tahun. Sementara masa remaja menurut pendapat Elizabeth B. Hurlock yang dikutip oleh Sahilun A. Nasir, ia membaginya menjadi 3 tahapan yaitu: 39 a. Usia Pra remaja 10 -12 tahun ( Praeadolescence ). 37
Terjemahan, Al-Qur’an…, h. 768 SarlitoWirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), Cet. 11, h. 22 39 Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja, (Jakarta: Kalam Mulia), Cet. 1, h. 71 38
23
b. Usia Remaja Awal 13 – 16 tahun ( Early adolescence ). c. Usia Remaja Akhir 17 – 21 tahun ( Late adolescence ) Mengenai periode remaja, menurut para ahli perkembangan terbagi menjadi dua macam, yaitu: 40 a. Periode remaja awal (digambarkan secara umum sesuai dengan usia sekolah siswa SLTP). b. Periode remaja akhir (mendekati usia periode siswa SMU ke atas). Dari beberapa pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa usia anak Madrasah Tsanawiyah berkisar antara 13-16 tahun, yang berarti tergolong dalam kelompok usia remaja awal (early adolescence) atau masa bangkitnya akal, nalar dan kesadaran diri. Adapun mengenai ciri-ciri khusus pada masa ini menurut Sahilun A. Nasir dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. b. c. d.
Perasaan dan emosi remaja tidak stabil. Mengenai status remaja masih sangat sulit ditentukan. Kemampuan mental dan daya pikir mulai agak sempurna. Hal sikap dan moral, menonjol pada menjelang akhir remaja awal. e. Remaja awal adalah masa kritis. f. Remaja awal banyak masalah yang dihadapi. 41
Dengan melihat ciri-ciri di atas, bahwa banyak sekali perubahan yang terjadi pada diri remaja yang dapat menimbulkan masalah. Seperti mengalami ketidaktentuan tatkala mencari kedudukan dan identitas, di mana para remaja bukan lagi anak-anak, tertapi juga belum menjadi orang dewasa. Oleh karena itu mereka cenderung dan bersifat lebih sensitif karena perannya belum tegas, mereka juga mengalami pertentangan nilai-nilai dan harapan-harapan yang akibatnya lebih mempersulit dirinya yang sekaligus mengubah perannya.42 Ketidaktentuan atau kebimbangan pikiran remaja itu merefleksi terhadap tingkah laku/akhlaknya, sehingga mereka tampak berbeda sekali 40
Nihayah, dkk, Psikologi…, h. 106 A. Nasir, Peranan…, h. 64 42 Hamalik, Psikologi..., h.117 41
24
dengan periode umur ini. Ketegangan emosi, peristiwa yang menyedihkan dan keadaan yang tidak menyenangkan juga berpengaruh besar dalam sikap remaja terhadap masalah keagamaan dan akhlak.43 Mengenai hal ini Sahilun A. Nasir berpendapat bahwa: Keraguan atau kebimbangan para remaja ini memang indikasi dari belum matangnya kepribadian. Karena itulah masa ini sering disebut juga masa Sturm und drang, karena anak itu emosinya timbul dengan cepat, sehingga menimbulkan kemauan-kemauan yang keras. Ia mulai sadar tentang dirinya sendiri dan ingin melepaskan dirinya dari segala kekangan dan berontak terhadap norma-norma atau tradisi-tradisi yang berlaku yang kiranya tak dikehendakinya. 44 Sementara
menurut
Bambang
Syamsul
Arifin,
perkembangan
moral/akhlak para remaja pada masa ini bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Adapun tipe moral/akhlak yang terlihat pada remaja juga mencakupi: a. Self directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan perkembangan pribadi. b. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik. c. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama. d. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral. e. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat. 45 Dengan keadaan seperti itu, maka tidaklah mudah bagi seseorang memilih cara atau metode yang tepat dan baik untuk membina agama dan akhlak para remaja, apalagi melihat perkembangan dunia saat ini yang sangat cepat, namun sebagai pegangan menurut Zakiah Daradjat ada beberapa segi yang perlu mendapat perhatian bagi para remaja antara lain: a. Menunjukkan bahwa kita memahami mereka. 43
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), Cet.
1, h. 243
44
A. Nasir, Peranan…, h. 64 45 Arifin, Psikologi…, h. 69
25
Setiap orang terutama remaja akan senang apabila orang lain dapat memahami dan mengenal perasaannya. Dengan demikian, mereka simpati kepada orang yang mau mengerti perasaan dan penderitaannya. Apabila rasa simpati itu telah tercipta, biasanya mereka akan dengan mudah menerima saran atau nasihat. b. Pembinaan secara konsultasi. Hendaknya setiap pembina bersikap terbuka untuk menampung atau mendengar ungkapan perasaan yang dialami oleh para remaja, baik secara kelompok maupun perseorangan. c. Dekatkan agama kepada hidup. Menggerakkan hati para remaja secara otomatis untuk mematuhi hukum dan ketentuan agama dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Karena itu, diperlukan usaha untuk mendekatkan agama dengan segala ketentuannya dengan jalan mencarikan hikmah dan manfaat setiap ketentuan agama itu. Jangan sampai mereka menyangka bahwa hukum dan ketentuan agama merupakan perintah Tuhan yang terpaksa mereka patuhi, tanpa merasakan manfaat dari kepatuhannya itu. 46 Pada masa ini, para remaja menghadapi masalah dengan sikap bingung, tetapi dengan bantuan orang di sekitarnya terutama dalam lingkungan keluarga, diharapkan mereka dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya dengan baik, apalagi jika remaja itu seorang beriman yang kuat. Remaja yang kuat jasmani dan rohaninya dalam menghadapi berbagai macam persoalan hidup, akan menjadi orang yang selalu berguna bagi agama, nusa dan bangsanya. Remaja yang demikian ini telah dilukiskan dalam al-Qur’an:
Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk. (Al-Kahfi: 13) 47 Begitulah, remaja penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional yang mempunyai semangat patriotisme, budi pekerti/akhlak yang tinggi, berilmu dan bertakwa kepada Tuhan YME. 48 46 47
Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. 14, h. 128 Terjemahan, Al-Qur’an…, h. 444
26
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akhlak Remaja Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa masa remaja awal adalah masa bangkitnya akal (ratio), nalar (reason) dan kesadaran (consciousness). Dalam masa ini terdapat energi dan kekuatan fisik yang luar biasa serta tumbuh keingintahuan dan keinginan coba-coba. Mereka juga banyak menghadapi masalah terutama yang berhubungan dengan akhlak dan agama. Perkembangan keberagamaan remaja sangat berpengaruh terhadap akhlak/moralnya. Oleh karena itu dalam pembinaan akhlak/moral remaja, agama mempunyai peranan penting, karena nilai-nilai moral yang datang dari agama sifatnya tetap, tidak berubah-ubah oleh waktu dan tempat.. 49 Untuk lebih jelas lagi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak remaja, Bambang Syamsul Arifin menyebutkan bahwa pengaruh tersebut bersumber dari dalam diri sendiri dan bersumber dari faktor luar seperti berikut ini: 50 a. Faktor Intern 1). Faktor Hereditas Hereditas adalah totalitas sifat-sifat karakteristik yang dibawa atau dipindahkan dari orang tua ke anak keturunannya. 51 Salah satu pewarisan orang tua kepada anaknya adalah pewarisan yang bersifat tingkah laku baik terpuji maupun tercela. 52 Dengan demikian orang tua yang memiliki akhlak yang baik, maka kemungkinan anak juga memiliki akhlak yang baik atau terpuji begitu pula sebaliknya. 2). Tingkat Usia
48
A. Nasir, Peranan..., h. 67 Daradjat, Ilmu…, h. 84 50 Arifin, Psikologi…, h. 78 51 Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam, (Jakarta: Darul Falah, 1999), h. 95 52 Mujib, Fitrah…, h. 96 49
27
Sebagaimana telah dijelaskan dahulu bahwa remaja pada masa ini sedang mengalami Sturm und drang atau storm and stress, yang berarti masa ketidakstabilan perasaan dan emosi. Keadaan tersebut terefleksi kepada akhlak/moralnya. Jika keraguan atau kebimbangan berakhir dengan tunduk kepada ketentuan yang ada, maka akhlak remaja tersebut dapat dikatakan baik begitu pula sebaliknya. 3). Kepribadian Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara kedua unsur inilah yang membentuk kepribadian dan menyebabkan munculnya tipologi (lebih menekankan pada unsur bawaan dan tak dapat diubah) dan munculnya karakter (lebih menekankan adanya pengaruh lingkungan dan dapat diubah). Kepribadian yang berawal dari unsur bawaan sering disebut juga sebagai identitas (jati diri) seseorang yang sedikit-banyak menampilkan ciri-ciri pembeda dari individu lain di luar dirinya. Perbedaan dalam kepribadian inilah diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek lainnya termasuk jiwa agama yang berpengaruh terhadap akhlak/tingkah lakunya. 4). Kondisi Kejiwaan Kondisi kejiwaan terkait dengan kepribadian sebagai faktor intern. Menurut Bambang Syamsul Arifin, ada beberapa model pendekatan yang mengungkapkan hubungan ini yaitu: a) Model Psikodinamik (Sigmund Freud) yang menunjukkan bahwa gangguan kejiwaan ditimbulkan oleh konflik yang tertekan di alam ketidaksadaran manusia, dan konflik ini akan menjadi sumber gejala kejiwaan yang abnormal. b) Pendekatan biomedis, fungsi tubuh yang dominan mempengaruhi kondisi seseorang, penyakit ataupun factor genetik atau konisi sistem syaraf diperkirakan menjadi sumber munculnya perilaku yang abnormal. c) Pendekatan eksistensial, menekankan pada dominasi pengalaman kekinian manusia, Dengan demikian sikap
28
manusia ditentukan oleh stimulan (rangsangan) lingkungan yang dihadapinya saat itu. 53 Di antara sebab kegoncangan jiwa dan perasaan yang sering terjadi pada masa remaja adalah pertentangan dan ketidakserasian yang terdapat dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. 54 b. Faktor Ekstern 1). Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu kedudukan keluarga terutama orang tua dalam membentuk akhlak/moral anak sangatlah dominan. Jika orang tua menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik, anak akan cenderung mengidentifikasikan sikap dan tingkah laku orang tuanya itu pada dirinya. Begitu pula sebaliknya. Selain itu kegoncangan dalam keluarga misalnya, hubungan ibu-bapak dan anak-anak yang kurang erat, keadaan keluarga yang bercerai berai atau perpisahan yang terlalu lama, dapat menyebabkan kelainan perilaku anak termasuk remaja. 2). Lingkungan Institusional Lingkungan institusional yang ikut mempengaruhi akhlak/moral remaja dapat berupa instutusi formal seperti sekolah ataupun yang nonformal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi. Sekolah merupakan lembaga formal yang mempunyai program yang sistematik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Menurut Hurlock seperti yang dikutip oleh H. Syamsu Yusuf, pengaruh sekolah terhadap perkembangan moral/akhlak anak terutama pada masa remaja sangat besar, karena sekolah merupakan substitusi dari keluarga sementara guru-guru merupakan substitusi dari orang tua. 55 53
Arifin, Psikologi…, h. 82 Daradjat, Ilmu Jiwa… , h.119 55 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 11, h. 140 54
29
Sekolah juga merupakan lingkungan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain rumah adalah sekolahnya. Anak remaja yang sudah duduk di bangku SLTP atau SLTA umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari di sekolahnya. Ini berarti hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja di sekolah.
Tidak
mengherankan
kalau
pengaruh
sekolah
terhadap
pembentukan akhlak/moral remaja cukup besar. Adapun fator yang berpengaruh di sekolah bukan hanya guru dan sarana serta prasarana pendidikan saja, pergaulan antar teman pun besar pengaruhnya terhadap akhlak/moral anak. 56 3). Lingkungan Masyarakat Yang dimaksud lingkungan masyarakat di sini adalah situasi atau kondisi yang berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama dan berakhlak. Dalam masyarakat, individu (terutama anak-anak dan remaja) akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak baik), maka anak remaja pun
cenderung
akan
berakhlak
baik.
Namun
apabila
temannya
menampilkan perilaku yang kurang baik (amoral), maka anak remaja pun cenderung mengikuti pengaruh tersebut. Hal ini akan terjadi apabila anak atau remaja kurang mendapatkan bimbingan dalam keluarganya. Dengan melihat berbagai faktor yang mempengaruhi akhlak remaja, baik faktor intern atau ekstern, maka untuk membentuk remaja yang shaleh (pola pikir, sikap dan perilaku) yang sesuai dengan ajaran agama, diperlukan adanya lingkungan yang kondusif bagi perkembangan kesadaran beragama remaja sebagai dasar untuk mewujudkan remaja yang berakhlak mulia. 2.
Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga a. Pengertian Pendidikan Agama Islam
56
Sarwono, Psikologi.., .h. 124 dan 128
30
Sebelum menjelaskan pengertian Pendidikan Agama Islam, terlebih dahulu
akan
dijelaskan
pengertian
pendidikan.
Secara
etimologi
pendidikan berasal dari kata “didik” lalu kata ini mendapat awalan me sehingga menjadi mendidik, artinya memelihara dan memberi latihan.57 Dalam bahasa Inggris disebut education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rise to), dan mengembangkan (to evolve, to develop) 58 . Adapun dalam bahasa Arab sering kali disebut dengan term al-tarbiyah. 59 Secara terminologi pendidikan mempunyai beberapa pengertian, di antaranya menurut Anton Moeliono, et-al yang dikutip oleh Samsul Nizar, ia mendefinisikan pendidikan sebagai “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik”. 60 Sedangkan menurut Langeveld sebagaimana dikutip oleh Alisuf Sabri, menyebutkan bahwa pendidikan itu ialah “pemberian bimbingan atau bantuan rohani bagi yang masih memerlukan, pendidikan itu terjadi melalui pengaruh dari seseorang yang telah dewasa kepada orang yang belum dewasa”. 61 Selanjutnya Hasan Langgulung menyatakan bahwa “pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasa diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang dididik. 62 Dari berbagai definisi di atas baik secara etimologi maupun terminologi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha transfer nilai-nilai budaya dalam rangka penyempurnaan tingkah laku, pendewasaan dan pemahaman. Atau dengan kata lain bahwa orientasi dari 57
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,1997), Cet. 3, h.10. 58 Syah, Psikologi …, h. 10 59 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta:Ciputat Pers,2002), Cet. 1, h.25. 60 Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta:Gaya Media Pratama,2001),Cet. 1, h.9. 61 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Press, 2005), Cet. 1, h.8 62 Hasan langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), h. 32
31
pendidikan adalah pembentukan nilai-nilai kepribadian yang luhur dan berkualitas. Pengertian pendidikan secara umum itu kemudian dihubungkan dengan Islam sebagai suatu sistem keagamaan menimbulkan pengertianpengertian baru. Abdurrahman An-Nahlawi menggambarkan hubungan antara Islam dan pendidikan sebagai berikut: Islam merupakan syari’at Allah bagi manusia yang dengan syari’at itu manusia beribadah. Agar manusia mampu memikul dan merealisasikan amanat besar itu syari’at itu membutuhkan pengamalan, pengembangan, dan pembinaan. Pengembangan dan pembinaan itulah yang dimaksud dengan pendidikan Islam. 63 Lebih lanjut para ahli berbeda pendapat dalam merumuskan pengertian pendidikan Islam, seperti Ahmad D. Marimba yang dikutip oleh Samsul Nizar dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam, bahwa Pendidikan Islam adalah “Bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadiannya yang utama”. 64 Sedangkan menurut Armai Arief Pendidikan Islam adalah “sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia seutuhnya, beriman dan bertakwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran Al-Qur’an dan Sunnnah”. 65 Sementara H. Muhaimin menyebutkan bahwa Pendidikan Islam ialah pendidikan yang teoriteorinya disusun berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Adapun Pendidikan Agama Islam menurut dia merupakan bagian dari pendidikan Islam. 66 Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang 63
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendiidkan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakrta: Gema Insani Press, 1991), h. 28 64 Nizar, Filsafat Pendidikan…, h.32. 65 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 16 66 H. Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 4
32
dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan sesuai ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, agar ia memiliki kepribadian muslim. b. Dasar Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama Islam sebagai aktivitas pembinaan kepribadian tentulah memiliki dasar/landasan dalam penyelenggaraannya, baik pendidikan itu diselenggarakan di rumah, sekolah maupun masyarakat. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan
sumber
nilai
kebenaran
dan
kekuatan
yang
dapat
menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (Hadits). 67 Menurut Nur Uhbiyati dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam (IPI), meyebutkan bahwa “dasar pendidikan Islam secara garis besar ada tiga yaitu: Al-Qur’an, Al-Sunnah dan perundang-undangan yang berlaku di negara kita yaitu UUD 1945 pasal 29, GBHN Tahun 1993 No.22 Tahun 1989.” 68 Sedangkan menurut pemikir muslim lainnya, mereka membagi sumber atau dasar nilai yang dijadikan acuan dalam pendidikan Islam kepada tiga sumber yaitu: 69 1) Al-Qur’an. Dalam buku Ilmu Pendidikan Islam Ramayulis menyebutkan bahwa “Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang telah diwahyukan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an merupakan petunjuk yang lengkap, pedoman manusia yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat universal.” 70 Keuniversalan ajaran AlQur’an menurut Samsul Nizar “mencakup ilmu pengetahuan yang tinggi 67
Nizar, Filsafat Pendidikan…, h. 34. Uhbiyati, Ilmu Pendidikan…, h. 19 69 Nizar, Pengantar…, h. 95 70 Ramayulis, Ilmu Pendiidkan Islam, (Jakarta: Kalam mulia, 1994), h. 13 68
33
dan sekaligus mulia yang esensinya tidak dapat dimengerti, kecuali bagi orang yang berjiwa suci dan berakal cerdas.” 71 Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik itu pendidkan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spiritual (kerohanian), serta material (kejasmanian) dan alam semesta. Al-Qur’an merupakan sumber yang absolut dan utuh. Di samping itu Al-Qur’an bila ditinjau dari proses turunnya yang berangsur-angsur
dan
sesuai
melatarbelakangi
turunnya,
dengan
merupakan
berbagai proses
peristiwa
yang
pendidikan
yang
ditunjukkan Allah kepada manusia. Dengan proses tersebut memberikan nuansa bagi manusia untuk dilaksanakan proses pendidikan secara terencana dan berkesinambungan sesuai dengan perkembangan zaman dan tingkat kemampuan peserta didiknya. 72 Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Al-Qur’an adalah sumber agama Islam yang pertama dan utama yang mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia. Al-Qur’an juga memiliki misi dan implikasi kependidikan yang bergaya imperative, motifatif, dan persuatif-dinamis, sebagai suatu sistem pendidikan yang utuh dan demokrasi lewat proses manusiawi. Dengan ini diharapkan peserta didik mampu hidup secara serasi dan seimbang baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. 2) Al-Sunnah (Hadits). Secara sederhana Al-Sunnah (Hadits) merupakan jalan atau cara yang pernah dicontohkan Nabi Muhamad SAW dalam perjalanan kehidupannya melaksanakan dakwah Islam. Contoh yang beliau berikan dapat berupa hadits qauliyat (ucapan, pernyataan Nabi), hadits fi’liyat (tindakan dan perbuatan Nabi) dan hadits taqririyat (persetujuan Nabi atas tindakan dan peristiwa yang terjadi). 73 Meskipun secara umum bagian terbesar di syariah Islam telah terkandung dalam Al-Qur’an, namun muatan hukum di dalamnya belum h. 95
71
Nizar, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakrta: PT Media Pratama, 2001),
72
Nizar, Pengantar…, h. 97 Nizar, Pengantar…, h. 97
73
34
… Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mantaati Allah… (QS: An Nisa; 80) 75 Dari ayat di atas dapat terlihat jelas, bahwa kedudukan Hadits Nabi sebagai sumber pendidikan yang utama setelah Al-Qur’an, dan dapat dipergunakan sebagai acuan bagi pelaksanan pendidikan Islam. Dengan demikian menurut Samsul Nizar, dalam Pendidikan Agama Islam Sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu: a) Menjelaskan sistem Pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya. b) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah bersama sahabat, perlakuannya kepada anakanak, dan pendidikan keimanan yang pernah 76 dilakukannya. 3). Ijtihad (ijma’ulama) Secara etimologi, ijtihad berarti usaha keras dan bersungguhsungguh. Adapun secara terminologi menurut pendapat Hasbi Ashshiddiqy bahwa ijtihad itu adalah mempergunakan segala kesanggupan untuk mengeluarkan hukum syara’ dari Kitabullah dan Hadits Rasul. 77 Sementara menurut pendapat Samsul Nizar yang ia kutip dari Abu Zuhrah, ijtihad adalah “produk ijma’ para mujtahid muslim pada suatu periode tertentu terhadap berbagai persoalan yang terjadi setelah wafatnya 74
Nizar, Pengantar…, h. 98. Terjemah, Al-Qur’an…, h. 132 76 Nizar, Filsafat Pendidikan…, h. 35 77 Hasbi Ash-Shiddiqy, Pengantar Hukum Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1997), Cet. 1, h. 50. 75
35
Nabi Muhammad SAW, untuk menetapkan hukum syara’ atas berbagi persoalan umat yang bersifat amaliy.” 78 Dari definisi ijtihad di atas, penulis menyimpulkan bahwa ijtihad merupakan proses penggalian dan penetapan hukum syar’iyah yang dilakukan oleh para mujtahid muslim setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, guna memberikan jawaban hukum atas berbagai persoalan ummat yang ketentuan hukumnya secara syar’iyah tidak terdapat dalam AlQur’an dan Hadits. Eksistensi ijtihad sangat dibutuhkan terurama pasca Nabi Muhamad wafat, setiap waktu guna menghantarkan manusia dalam menjawab berbagai tantangan zaman yang begitu dinamis dan senantiasa diperbarui, seirama dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak bertentangan dengan prinsip pokok al-Qur’an dan Hadits. Eksistensinya juga sangat dibutuhkan terutama dalam bidang pendidikan. Sasaran ijtihad dalam pendidikan tidak hanya sebatas materi (isi), kurikulum, metode, evaluasi, atau bahkan sarana dan prasarana, akan tetapi mencakup seluruh pendidikan dalam arti luas. 79 Bila dicermati lebih lanjut, maka dapat terlihat jelas bahwa eksistensi sumber/dasar pendidikan Islam, baik Al-Qur’an, Hadits, maupun Ijtihad para ulama, merupakan suatu mata rantai yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain secara integral dan mewarnai seluruh sistem pendidikan yang dilaksanakan. Proses ini merupakan langkah lanjut untuk mendapatkan suatu bentuk sistem pendidikan yang ummatik, sebagai langkah lanjut bagi proses mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, baik intelektual maupun moral. 80 c. Fungsi Pendidikan Agama Islam Fungsi Pendidikan Agama Islam sebagaimana yang disebutkan oleh Samsul Nizar adalah: 78
Nizar, Pengantar…, h. 100. Nizar, Pengantar…, h. 101. 80 Nizar, Pengantar…, h. 103. 79
36
Sebagai upaya menuju terbentuknya kepribadian insan muslim seutuhnya, yaitu mencakup kualitas keilmuan baik ilmu umum dan agama, serta memiliki kualitas yang kokoh. Atau dengan kata lain fungsi pendidikan dalam perspektif Islam adalah proses penanaman nilai-nilai Ilahiyah pada diri anak didik sehingga mereka mampu mengaktualisasikan dirinya semaksimal mungkin sesuai dengan prinsip-prinsip religious. 81 Pernyataan tersebut sesuai dengan penjelasan Bab VI pasal 30 ayat 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, bahwa “pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya atau menjadi ahli ilmu agama.” 82 d. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan adalah dunia cita, yaitu suasana ideal yang ingin diwujudkan dari usaha yang dilakukan agar usaha tersebut dapat berlangsung terarah. Adapun upaya memformulasikan suatu bentuk tujuan, tidak terlepas dari pandangan hidup masyarakat dan nilai religius pelaku aktivitas itu sendiri. Maka tidaklah heran jika terdapat perbedaan tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing manusia baik dalam suatu masyarakat, bangsa maupun negara, karena berbedanya kepentingan yang dicapai. Sebagaiman yang telah dijelaskan oleh Nur Uhbiyati, bahwa secara umum tujuan pendidikan Islam ada empat macam, yaitu: 83 1) Tujuan Umum. Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan. Tujuan umum ini hanya dapat dicapai setelah melalui proses pengajaran,
81
Nizar, Pengantar…h. 121. UU RI No 20 Tahun 2003…, h. 16 83 Uhbiyati, Ilmu Pendidikan…, h. .58. 82
37
pengamalan,
pembiasaan,
penghayatan
dan
keyakinan
akan
kebenarannya. 2) Tujuan Akhir. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. 84 Tujuan akhir itu dapat dipahami dari firman Allah SWT:
☺ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS: Ali ‘Imran 102) 3) Tujuan Sementara. Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. 4) Tujuan Operasional. Tujuan opeasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Dalam pendidikan formal, tujuan operasional disebut juga tujuan instruksional yang dikembangkan menjadi Tujuan Instruksional Umum(TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Namun demikian agar tujuan-tujuan yang dimaksud lebih dipahami, berikut diuraikan tujuan pendidikan Islam dalam perspektif para Ulama muslim, seperti yang dikutip oleh Armai Arief dari Abdurrahman Saleh Abdullah, ia menjelaskan bahwa “pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah SWT, atau sekurang-kurangnya mempersiapkan ke jalan yang mengacu kepada
84
Arief, Pengantar…, h. 19.
38
tujuan akhir.” 85 Adapun pendapat Hamka sebagaimana dikutip oleh Samsul Nizar, tujuan pendidikan Islam adalah “mengenal dan mencari keridhaan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia serta mempersiapkan peserta didik untuk hidup secara layak dan berguna di tengah-tengah komunitas sosialnya.” 86 Sedangkan menurut Quraish Shihab seperti yang dikutip oleh Samsul Nizar, beliau mengatakan bahwa: Tujuan pendidikan Islam adalah pencapaian tujuan yang diisyaratkan al-Quran, yaitu serangkaian upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam membantu (membina) anak didik menjalankan fungsinya di muka bumi, baik pada aspek material maupun spiritual, dengan demikian diharapkan anak didik mampu menjadi makhluk dwi dimensi yang integral dan utuh serta bermanfaat bagi kehidupannya dan kehidupan sosialnya yang akan berimplikasi pada kebahagiaannya di dunia maupun di akhirat., 87 Meskipun banyak sekali konsep dan teori tujuan pendidikan Islam yang telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan, tetapi berkembangnya pemikiran tentang tujuan pendidikan Islam tidak pernah melenceng dari prinsip dasar yang menjadi asas berpijak dalam pengembangan tujuan pendidikan yang dimaksud. Di antara prinsip-prinsip tersebut adalah universal, berkesinambungan, kejelasan, dinamis dan relevan. e. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga 1). Pengertian Keluarga. Keluarga merupakan suatu sosial terkecil dalam kehidupan umat manusia sebagai makhluk sosial, ia merupakan unit pertama dalam masyarakat. Di situlah terbentuknya tahap awal proses sosialisasi dan perkembangan individu.
85
Arief, Pengantar. .., h. 19. Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidkan Islam, (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2008), Cet.1, h. 117 87 Nizar, Pengantar…, h. 107 86
39
Para ahli pendidikan, mempunyai perbedaan dalam memberikan definisi keluarga, diantaranya adalah pendapat Nur Uhbiyati, menurutnya keluarga adalah “ikatan laki-laki dengan wanita berdasarkan hukum atau undang-undang perkawinan yang sah.” 88 Sedangkan menurut Ibrahim Amini, keluarga adalah “orang-orang yang secara terus menerus atau sering tinggal bersama si anak, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki dan saudara perempuan dan bahkan pembantu rumah tangga.”
89
Adapun menurut Alisuf Sabri keluarga adalah “lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya perkawinan.” 90 Menurut Syaukani HR, sebagaimana yang ia kutip dari Murdock, bahwa keluarga
merupakan “kelompok sosial yang terwujud dari
hubungan suami-isteri yang dialami secara sah dan mereka tinggal bersama mengelola kerja sama ekonomi, serta memiliki anak baik kandung maupun anak angkat.” 91 Sementara Ramayulis menyebutkan bahwa pengertian keluarga dalam Islam adalah “suatu sistem kehidupan masyarakat yang terkecil yang dibatasi oleh adanya keturunan (nasab) atau disebut juga ummah akibat oleh adanya kesamaan agama.” 92 Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah lembaga sosial terkecil yang sedikitnya terdiri atas suami isteri dan ank-anak yang biasanya hidup bersama dalam suatu tempat tinggal sebagai tahap awal proses sosialisasi dan perkembangan individu. Adapun syarat keluarga menurut Syaukani HR terdiri dari dua unsur pokok, yaitu: a) Isi keluarga, yang terdiri dari suami, isteri dan anak-anak, baik kandung maupun bukan, serta orang yang menetap/ ikut dalam keluarga bersangkutan. 88
211
89
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), Cet. 2, h.
Ibarahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, (Jakarta: Al-Huda, 2006), Cet. 1, h. 107 Sabri, Pengantar…, h. 21. 91 Syaukani HR, Pendidikan Paspor Masa Depan Prioritas Pembangunan dalam Otonomi Daerah, (Jakarta: Nuansa Madani, 2006), h. 192 92 Ramayulis, Ilmu Pendidikan…, h. 148 90
40
b) Dasar terbentuknya keluarga yaitu kerja sama dalam ekonomi, usaha untuk memperoleh kebahagiaan, kesejhteraan dan ketentraman. 93 Ikatan keluarga akan menjadi harmonis dan kuat jika memenuhi beberapa hal berikut: Berlakunya “kasih sayang” antara anggota keluarga dan berfungsinya “perlindungan” dalam keluarga sehingga dimungkinkan adanya rasa aman yang dirasakan seluruh anggota keluarga. 2). Fungsi Keluarga. Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya dengan baik. Menurut Syamsu Yusuf fungsi dasar keluarga adalah “memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga.” 94 Keluarga
sebagai
kesatuan
hidup
bersama,
menurut
ST.
Vembriarto sebagaimana yang dikutip oleh Alisuf Sabri, mempunyai 7 fungsi yang ada hubungannya dengan kehidupan anak, yaitu: a) Fungsi bioloigik; keluarga merupakan tempat lahirnya anakanak; secara biologis anak berasal dari orang tuanya. b) Fungsi afeksi; keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang dan rasa aman). c) Fungsi sosialisasi; fungsi keluarga membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, citacita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya. d) Fungsi pendidikan; keluarga dari dahulu sampai sekarang merupakan institusi pendidikan yang pertama dan utama. Selain itu menurut hasil penelitian keluarga/orang tua berfungsi sebagai faktor pemberi pengaruh utama bagi motivasi belajar anak hingga ke perguruan tinggi. e) Fungsi rekreasi; keluarga merupakan tempat/medan rekreasi bagi anggotanya untuk memperoleh afeksi, ketenangan dan kegembiraan. 93
Syaukani, Pendidikan…, h. 192 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 11, h. 38 94
41
f) Fungsi keagamaan; keluarga merupakan pusat pendidikan, upacara dan ibadah agama bagi para anggotanya, di samping peran yang dilakukan institusi agama. Dan fungsi ini penting artinya bagi penanaman jiwa agama pada si anak. g) Fungsi perlindungan; keluarga berfungsi memelihara, merawat dan melindungi si anak baik fisik maupun sosialnya. 95 Ketujuh fungsi tersebut sangat besar peranannya bagi kehidupan dan perkembangan kepribadian si anak. Oleh karena itu harus diupayakan oleh para orang tua sebagai realisasi tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik primair/kodrat. 3). Peranan Keluarga Keluarga dalam hal ini orang tua, mempunyai peranan yang sangat penting dan kewajiban yang lebih besar bagi pendidikan dan mengembangkan pribadi anak. Menjadi ayah dan ibu tidak hanya cukup dengan melahirkan anak, karena yang seperti ini juga dilakukan oleh hewan. Kedua orang tua dikatakan memiliki kelayakan menjadi ayah dan ibu manakala mereka bersungguh-sungguh dalam mendidik anak mereka. Islam menganggap pendidikan sebagai salah satu hak anak, yang jika kedua orang tua melalaikannya berarti mereka telah menzalimi anaknya dan kelak pada hari kiamat mereka dimintai pertanggungjawabannya. Menurut Ramayulis keluarga mempunyai peranan dalam beberapa hal, yaitu: 96 a) Peranan keluarga dalam pembinan mental agama. b) Peranan keluarga dalam pendidikan sosial agama. c) Peranan keluarga dalam pendidikan jasmani kesehatan. d) Peranan keluarga dalam pendidikan akhlak. Peranan keluarga tidak terlepas dari tugas dan tanggung jawab keluarga dalam mendidik anak tersebut, bagi keluarga muslim secara tegas telah diperintahkan Allah dalam Al-Qur’an: 95 96
Sabri, Pengatar…, h. 24 Ramayulis, Pendidikan…, h. 73
42
… ﺴ ُﻜﻢْ َوَأ ْهﻠِﻴ ُﻜ ْﻢ ﻧَﺎرًا َ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا ﻗُﻮا َأﻧْ ُﻔ َ ﻳَﺎَأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …(QS: Al-Tahrim:6) 97 Perintah Allah ini tepat sekali karena menurut ilmu pendidikan orang tua mempunyai kedudukan yang strategis, yaitu sebagai pendidik pertama dan utama. Di samping itu secara kodrati, anak hidupnya sangat tergantung kepada kedua orang tuanya guna memperoleh kesejahteraan hidupnya, lagi pula anak itu hakikatnya adalah amanat Allah, karena itu orang tua wajib memelihara dan mendidiknya dengan baik. 98 Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama, maka keluargalah yang menjadi pokok dalam mempengaruhi pendidikan seseorang. 99 Di dalam keluarga inilah keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan diberikan pada anak sedini mungkin dan orang tua yang menjadi penanggung jawabnya. Hanya karena keterbatasan kemampuan orang tua, maka perlu bantuan dari orang yang mampu dan mau membantu mereka dalam pendidikan anak-anaknya, terutama dalam mengajarkan berbagai macam ilmu dan keterampilan yang selalu berkembang. Oleh karena itu orang tua dalam keluarga berkedudukan sebagai guru (penuntun), sebagai pengajar dan sebagai pemimpin pekerjaan (pemberi contoh). 100 Islam juga telah menetapkan bahwa keluarga itu penting sekali baik dilihat menurut pandangan individu maupun menurut pandangan masyarakat. Menurut pandangan individu, keluarga merupakan simbol bagi ciri-ciri yang mulia seperti keimanan yang teguh kepada Allah, kesediaan berkorban untuk kebaikan, kesetiaan dan nilai-nilai mulia lainnya yang dengannya keluarga dapat menolong individu untuk menanamkannya kepada dirinya. 97
Terjemah, Al-Qur’an…, h. 951 Sabri, Pengantar…, h. 25. 99 Ramayulis dkk, Pendidikan…, h. 11 100 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. 98
1, h. 115
43
Sedangkan menurut pandangan masyarakat, keluarga merupakan institusi sosial yang utama melalui individu-individu dipersiapkan dan nilai-nilai kebudayaan, kebiasaan dan tradisinya dipelihara kelanjutannya, dan melalui dia juga kebudayaan dipindahkan dari generasi ke genarasi berikutnya. Dengan demikian yang diwarisi oleh anak-anak dari orang tuanya bukan hanya berupa harta benda tetapi juga nilai-nilai yang bermanfaat dalam kehidupan. 101 Keluarga juga merupakan akar bagi terbentuknya masyarakat, bangsa, dan bahkan sebuah peradaban. Kesinambungan dalam suatu masyarakat atau bangsa dapat mempengaruhi keseimbangan keluargakeluarga yang menjadi anggotanya. Jika keseimbangan keluarga di dalam sebuah masyarakat itu baik, akan baiklah masyarkat itu, begitu pula sebaliknya. 102 Perlu diketahui bahwa generasi penerus yang sehat dinamis dan kreatif diciptakan oleh generasi sebelumnya. Pembangunan dunia ini harus diteruskan secara berkesinambungan dan tidak berhenti dengan matinya seseorang.
Ilmu yang bermanfaat perlu dikembangkan secara terus
menerus. Apabila dalam pendidikan modern dilontarkan claim, bahwa pendidikan selain sebagai a big endeavour juga sebagai usaha investment, maka sesungguhnya yang terkena dalam hal ini selain negara atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan tersebut, juga sangat besar peranan orang tua (keluarga), sebagai penyelenggara mula-mula dan investor untuk anak-anaknya 103 . Demikian pentingnya peranan yang harus dimainkan orang tua (keluarga) dalam mendidik anak, maka dalam literatur pendidikan disebutkan bahwa orang tua adalah pemegang otoritas pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga, mereka diberi tanggung jawab besar dan berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anaknya. 101 102
Ramayulis dkk, Pendidikan…, h. 12. Ibnu Musthafa, Keluarga Islam Menyongsong Abad 21, (Bandung: Al-Bayan, 1993),
Cet. 1, h. 95 103 Ramayulis dkk, Pendidikan…, h. 13
44
Mengenai pendidikan Islam dalam keluarga, terutama pada saat ini sangat penting dalam rangka membentengi setiap anggota keluarga dari informasi-informasi yang menyesatkan. Apalagi kalau lingkungan masyarakat kita telah tercemari oleh informasi-informasi tersebut. Maka dampaknya besar sekali terutama terhadap anak-anak dan remaja yang sedang mengalami perkembangan jiwa. Ditekankan bagi para orang tua bahwa dalam mendidik anak, Islam mengharuskan menempatkan mereka dalam lingkungan yang baik. Dalam hal ini berarti orang tua harus selalu mengawasi dan memilihkan lingkungan yang dituju oleh anak-anaknya, dan ia wajib menegur bila anaknya ada pada lingkungan yang tidak baik. Menurut Ibnu Musthafa, pendidikan agama Islam dalam keluarga yang diberikan kepada anak harus memenuhi konsep dasar pendidikan Islam, yaitu: Pertama tauhid serta pengertian tentang hakikatnya, yaitu tentang sifat-sifat Allah serta tanda-tanda kekuasaan-Nya perlu ditanamkan pada generasi keluarga Muslim sesuai dengan tingkatan usianya. kedua adalah pendidikan akhlak, yaitu perintah-perintah dan larangan-larangan Allah dalam mengatur hubungan bermasyarakat. Manusia disebut berakhlak mulia apabila segala tindakannya sesuai dengan segala perintah dan larangan Allah. 104 Menurut Zakiah Darajat, pendidikan Islam dalam keluarga selama berlangsungnya proses pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi manusia beriman, bertakwa dan berakhlak terpuji. Maka hal tersebut dapat dilakukan dengan berpangkal tolak dari ayat-ayat yang terdapat di dalam surat Luqman ayat 12-19 yaitu:
☺
☺
⌧
Musthafa, Keluarga…, h. 95
⌧ ☺
104
☺
⌧ ☺
45 ⌧
⌧
☺
☺
⌧
⌦
☺
☺
☺
☺
☺
☺
☺
☺
12. Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
46
sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". 13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". 14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. 15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui. 17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). 18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. 19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS: Luqman; 12-19) 105 Dari ayat-ayat tersebut terdapat beberapa aspek pendidikan yang dilakukan oleh Luqman terhadap puteranya yang dapat dijadikan contoh oleh para orang tua, yaitu: 106 a) Pembinaan iman dan tauhid (ayat 13) Dalam ayat 13, Luqman menggunakan kata pencegahan dalam menasihati anaknya agar ia tidak menyekutukan Allah. Dan pembentukan iman seharusnya mulai sejak dalam kandungan, 105 106
Terjemah, Al-Qur’an…, h. 654-655 Daradjat, Pendidikan…, h 54
47
namun kedua orang tuanyalah yang terlebih dahulu harus memiliki iman yang mantap. b) Pembinaan akhlak (ayat 14, 15. 18 dan 19) Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku. Di antara contoh akhlak yang diajarkan oleh Luqman kepada anaknya adalah: Akhlak anak terhadap kedua ibubapak, terhadap orang lain, dan akhlak dalam penampilan diri. c) Pembinaan ibadah dan agama (ayat 17) Dalam ayat 17, Luqman menyuruh anaknya shalat. Untuk melaksanakan perintah tersebut bagi anak-anak adalah dengan persuasi, mengajak dan membimbing mereka untuk melakukan shalat. Jika anak-anak telah terbiasa shalat dalam keluarga, maka kebiasaan tersebut akan terbawa sampai ia dewasa, bahkan tua di kemudian hari. d) Pembinaan kepribadian dan sosial anak (ayat 17 s/d 19) Pembentukan kepribadian berkaitan erat dengan iman dan akhlak. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku tersebut akan banyak diarahkan dan dikendalikan oleh nilainilai agama. Kemudian ditambah lagi dengan unsur akhlak yang mengajak orang untuk berbuat baik dan menjauhi yang mungkar, serta sifat sabar dalam menghadapi berbagai musibah dan keadaan. Selanjutnya kepribadian itu hendaknya dihiasi pula dengan sifat-sifat yang menyenangkan yaitu ramah, rendah hati, dan suara lemah lembut menawan. Untuk aspek yang terakhir ini, ada yang menyebutkan dengan istilah pendidikan amar ma’ruf nahi munkar, artinya anak-anak harus bersifat konstruktif bagi perbaikan kehidupan masyarakat. Dan istilah pendidikan ketabahan dan kesabaran, artinya anak-anak itu harus ulet dan sabar, keduanya ini merupakan sifat yang tidak dapat dipisahkan untuk mencapai segala sesuatu termasuk di dalam menggapai cita-cita. 107 Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan, bahwa intisari pendidikan Islam dalam keluarga dari nasihat Luqman adalah tentang pembinaan iman (tauhid), amal saleh (ibadah), akhlak terpuji dan kepribadian yang sehat, kuat dan penuh kepedulian terhadap masyarakat. Pendidikan inilah yang dijadikan sebagai dasar pendidikan Islam bagi para pendidik. Pribadi Luqman sebagai sosok seorang bapak yang terpilih 107
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel-Malang, Dasar-Dasar Kependidikan islam, (Surabaya: Karya aditama, 1996), Cet. 1, h. 208
48
sebagai teladan bagi anak-anaknya dapat dijadikan contoh oleh para pendidik termasuk orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. f. Penanaman Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Dalam Islam penyemaian rasa agama dimulai sejak pertemuan ibu dan bapak yang membuahkan janin dalam kandungan, yang dimulai dengan do’a kepada Allah. Selanjutnya memanjat do’a dan harapan kepada Allah, agar janinnya kelak lahir dan besar menjadi anak yang saleh.108 Dalam hal ini Allah memberi petunjuk do’a yang baik diucapkan, yaitu:
… ⌧ …Ya Tuhanku, berilah Aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa". (QS: Ali Imran; 38) 109 Anak yang saleh merupakan tujuan pendidikan agama dalam keluarga. Mereka itulah anak yang wajar dibanggakan, karena mereka dapat mengangkat nama baik orang tuanya dan selalu mendoakan orang tuanya. Setiap orang senang mempunyai anak yang saleh, oleh karena itu sepatutnya orang tua dapat mendidik anaknya dengan pendidikan agama agar menjadi anak yang saleh. 110 Agama bukan ibadah saja, agama mengatur seluruh segi kehidupan. Semua penampilan ibu dan bapak dalam kehidupan sehari-hari yang disaksikan dan dialami oleh anak bernafaskan agama. Di samping latihan dan pembiasaan tentang agama, perlu dilaksanakan sejak anak masih kecil sesuai pertumbuhan dan perkembangan jiwanya. Apabila anak tidak mendapatkan pendidikan, latihan dan pembiasaan keagamaan waktu kecilnya, ia akan besar dengan sikap tidak acuh atau anti agama. 111 108
Daradjat, Pendidikan …, h. 64 Terjemahan, Al-Qur’an…, h. 81 110 Ahmad Tafsir, Ilmu Penddikan dalam Perspektif Islam, (ndung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. 7, h. 163 111 Daradjat, Pendidikan…, h. 65 109
49
Orang tua yang saleh merupakan contoh suri teladan yang baik bagi perkembangan jiwa anak yang sedang tumbuh, karena pengaruh mereka sangat besar sekali dalam pendidikan anak. Apabila orang tua sudah berperilaku dan berakhlak baik, taat kepada Allah, menjalankan syariat Islam, dan berjuang sepenuhnya di jalan Allah serta memiliki jiwa sosial, maka dalam diri anak pun akan mulai terbentuk dan tumbuh dalam ketaatan pula dan mengikuti apa yang telah dicontohkan orang tuanya dalam perilaku mereka sehari-hari. Kegiatan orang tua dalam mendidik anaknya sebagian besar dilakukan di rumah. Kegiatan itu hampir tidak ada yang berupa pengajaran. Bentuk kegiatan pendidikan yang dilakukan orang tua di rumah ialah pembiasaan, pemberian contoh, dorongan, hadiah, pujian, dan…hukuman. 112 Adapun penanaman agama Islam dalam keluarga secara lebih terperinci menurut Ramayulis dapat dilaksanakan melalui metode/cara sebagai berikut: 1) Pembiasaan Membiasakan anak-anak membaca atau mengucapkan (dengan menyadari artinya) seperti mengucapkan Basmalah sebelum memulai suatu perbuatan. Hamdalah sebagai ucapan syukur atas segala hasil dan kenikmatan yang diterima. 2) Latihan (dramatisasi) Anak dibiasakan untuk melakukan latihan seperti, mengadakan praktek mengerjakan sholat, berwudhu, tayamum, azan, iqamat. Latihan membaca dan melaksanakan bermacam-macam do’a. 3) Praktek Lapangan Mengajak anak untuk membantu melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat, seperti kerja bakti membersihkan tempat-tempat ibadah(mushalla, masjid). Membantu kegiatan keagamaan seperti pengumpulan/pembagian zakat fitrah, penyembelihan qurban. 112
Tafsir, Ilmu…, h. 186
50
4) Kompetisi Menyuruh menyongsong perlombaan
anak-anak Perayaan
pidato,
mengikuti Hari-hari
adzan,
perlombaan
Besar
memakai
yang
Islam/Nasional
busana
muslim,
dalam seperti:
menyanyi,
mengarang, melukis. 5) Pengembangan Bakat Pengembangan bakat anak dapat dilakukan dengan berbagai cara, din antaranya: dalam bidang seni suara, anak dapat diajarkan nyanyian/lagu yang berjiwa agama seperti lagu Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj. Seni kaligrafi, seperti kaligrafi arab, Indonesia tentang ayat-ayat alQur’an, Hadits Nabi, nama-nama Allah SWT. 6) Teladan Keteladanan
dalam
pendidikan
merupakan
metode
yang
berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. 113 Teladan yang baik perlu diperlihatkan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Karena anak-anak biasanya suka mengidentifikasikan diri kepada orang tua yang dijadikan sebagai figur yang dicintai. 7) Perintah dan Larangan Contoh perintah ini dapat berupa menyuruh anak mengerjakan ibadah dan berakhlak dengan akhlak yang terpuji. Adapun contoh larangan dapat berupa melarang anak melakukan tingkah laku yang tak senonoh dan akhlak tercela. 8) Ganjaran dan Hukuman Ganjaran dalam pendidikan Islam diperlukan untuk membiasakan anak-anak agar selalu melaksanakan kebaikan dan menghindarkan diri dari kemungkaran. Adapun metode hukuman dapat pula dilaksanakan dalam pendidikan Islam, selama tidak ada cara lain untuk memperbaiki kesalahan, tetapi harus digunakan dengan sangat hati-hati. 114 113 114
Miri, Pendidkan…, h. 2 Ramayulis, Ilmu…, h. 155
51
Orang tua sebagai pendidik yang baik dalam keluarga, tentu akan terus mencari berbagai cara yang lebih efektif untuk menanamkan agama Islam kepada anak-anaknya, serta mencari kaidah-kaidah pendidikan yang berpengaruh dalam mempersiapkan anak secara mental dan moral, saintikal, spiritual, dan etos sosial, sehingga anak dapat mencapai kematangan yang sempurna. 115 B. Kerangka Berfikir Pendidikan agama Islam adalah bimbingan yang dilakukan secara sadar oleh pendidik kepada anak didiknya dalam masa pertumbuhan sesuai ajaran Islam agar ia memiliki kepribadian muslim. Pendidikan agama Islam dapat berlangsung di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Namun pendidikan agama Islam dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua sangat menentukan dan berpengaruh terhadap kepribadian atau akhlak anak. Konsep dasar pendidikan agama Islam dalam keluarga yang diberikan kepada anak
hendaknya mencakup pendidikan keimanan (tauhid) dan
pendidikan akhlak. Namun pada intinya pendidikan agama Islam ialah pendidikan keberimanan, adapun mengenai akhlak, kuncinya terletak pada keberhasilan pendidikan keimanan. Pendidikan agama Islam dalam keluarga yang dilakukan sedini mungkin merupakan masa yang paling strategis dan tepat untuk menanamkan dasardasar keagamaan dan pendidikan akhlak. Upaya ini perlu didukung oleh suasana kehidupan keluarga yang mencerminkan kehidupan yang religious. Di samping itu, keluarga juga dituntut untuk membantu anak mengembangkan potensi yang dimilikinya, baik fisik maupun psikis secara optimal. Oleh karena itu peran keluarga muslim sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama dalam mendidik anak melalui pendidikan agama yang benar di rumah tangga adalah sangat penting dan urgen dalam proses pembentukan akhlak atau moral anak. 115
Miri, Pendidikan…, h. 1
52
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, meneruskan pembinaan yang telah diletakkan dasar-dasarnya dalam lingkungan keluarga, sekolah menerima tanggung jawab pendidikan berdasarkan kepercayaan keluarga. Dengan masuknya anak sebagai siswa sekolah, maka terbentuklah hubungan antara rumah dan sekolah, pengaruh rumah akan terasa di sekolah begitu pula sebaliknya. Selanjutnya anak sebagai makhluk sosial tidaklah terlepas dari suasana dan lingkungan masyarakat sekitarnya yang terdiri dari berbagai suku dan beraneka ragam kebudayaannya. Dengan sendirinya masyarakat memiliki tanggung jawab dan pengaruh terhadap pembentukan kepribadian dan kecerdasan anak. Adapun baik buruknya lingkungan masyarakat terhadap anak tergantung dari masyarakat itu sendiri, mengingat masyarakat merupakan komunitas dari beberapa keluarga, maka keluarga yang memiliki perhatian dan kesadaran akan pentingnya penanaman pendidikan agama dalam keluarga maka akan berakibat baik bagi anak, begitu pula sebaliknya. Jelaslah, bahwa pendidikan agama Islam dalam lingkungan keluarga sangat besar hubungan dan pengaruhnya terhadap perilaku anak di kemudian hari, sebab baik buruknya perilaku seorang anak di sekolah dan di masyarakat sangat ditentukan oleh pendidikan agama yang diperolehnya pada waktu kecil dalam lingkungan keluarga, di sinilah letak pentingnya peranan dan tanggung jawab keluarga bagi anak. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa semakin baik Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam keluarga, maka akan semakin baik pula akhlak ataupun perilaku anak. C. Hipotesis Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka dapat dirumuskan hipotesa bahwa Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga sangat berhubungan dengan pembentukan akhlak dan perilaku anak. Semakin baik Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga maka semakin baik akhlak anak, begitu pula sebaliknya.
53
Untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara kedua variabel tersebut penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut: Ha
: Ada hubungan yang signifikan antara Pendidikan Agama Islam dalam keluarga dan akhlak siswa.
Ho
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara Pendidikan Agama Islam dalam keluarga dan akhlak siswa.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi, yakni keseluruhan subjek penelitian yang memiliki karakter sama dan ditetapkan oleh peneliti sebagai objek
dalam
penelitiannya,
serta
akan
ditarik
kesimpulan
dan
digeneralisasikan pada semua anggota populasi tersebut. Adapun sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan dijadikan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/i MTs As-Sa’adah Cakung Jakarta kelas VIII (delapan) yang berjumlah 40 siswa. Mengingat jumlah populasi yang sangat terbatas, maka keseluruhan populasi dijadikan objek penelitian.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di MTs As-Sa’adah Tambun Rengas, Cakung Jakarta Timur, dan waktu pelaksanaannya dimulai pada tanggal 1 Juni sampai 14 Juni 2010.
C. Metode Penelitian Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Library research yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari membaca buku-buku, tulisan ilmiah atau sumber tertulis lainnya untuk mendapatkan teori-teori mengenai Pendidikan Agama Islam, keluarga dan akhlak remaja. 2. Field research yaitu pengumpulan data dengan cara meneliti langsung ke lapangan untuk melakukan observasi, wawancara kepada kepala sekolah, guru dan Tata Usaha serta penyebaran quisioner (angket) kepada siswa.
53
54
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode kuantitatif yaitu analisis yang dilakukan terhadap data yang berwujud angka, dengan cara menjumlahkan, mengklasifikasikan dan mentabulasikan. Adapun analisisnya penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memberikan uraian atau memaparkan sebuah situasi/peristiwa serta menganalisis data yang ada. Sedangkan buku panduan yang menjadi pegangan penulis dalam penyusunan proposal skripsi ini adalah buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.”
D. Instrumen Pengumpulan Data Untuk
memperoleh
data,
fakta
dan
informasi
yang
dapat
mengungkapkan serta menjelaskan permasalahan, penulis menggunakan instrumen: 1. Observasi yaitu mengamati secara langsung keadaan MTs As-Sa’adah Jakarta sebagai data penelitian. 2. Angket (quesioner) yaitu sejumlah pertanyaan tulisan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan penuliusan skripsi. Angket ini disebarkan serta diisi oleh responden yaitu siswa/i MTs As-Sa’adah Jakarta untuk mengetahui hubungan Pendidikan Agama Islam dalam keluarga terhadap akhlak siswa. 3. Tehnik interview atau sering disebut juga wawancara, yaitu cara pengumpulan data dengan cara mengadakan komunikasi langsung dengan tanya jawab kepada kepala sekolah, guru Aqidah Akhlak, dan tata usaha untuk memperdalam/memperjelas informasi yang telah diperoleh dalam quisioner. 4. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara meneliti data-data yang sudah didokumentasikan oleh pihak sekolah sehingga peneliti dengan mudah mendapatkan data-data yang diperlukan.
55
E. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data 1. Tehnik Pengolahan Data Tehnik pengolahan data merupakan suatu cara yang digunakan untuk menguraikan keterangan atau data yang diperoleh agar data tersebut mudah dipahami oleh orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian. Adapun langkah yang penulis lakukan sebagai berikut: a. Editing adalah memeriksa semua angket satu persatu dengan teliti tentang kelengkapan dan kebenarannya agar terhindar dari kekeliruan. b. Skoring adalah memberikan skor terhadap pernyataan yang ada pada data inventori. Setiap pernyataan memiliki alternatif jawaban yang berbeda-beda yaitu sebagai berikut:
Tabel. 2 Kriteria Pemberian Skor Jawaban Angket Siswa Skor Jawaban Angket Pernyataan
Selalu
Sering
Jarang
Tidak Pernah
(SL)
(SR)
(JR)
(TP)
Positif
4
3
2
1
Negatif
1
2
3
4
Adapun skor maksimal bagi suatu unit analisis adalah jumlah butir dalam instrumen pada setiap variabel dikalikan 4 diberi simbol 4K, sedang skor minimalnya adalah jumlah
butir dalam instrumen dalam setiap
variabel dikalikan 1 diberi simbol K. Jadi rentangannya adalah K- 4K. Dalam penelitian ini ada sejumlah 20 butir instrumen dalam setiap variabel, maka skor minimumnya 20 dan skor maksimumnya 80. Daerah jangkauan (range) adalah jangkauan tertinggi – skor jangkauan terendah atau dengan rumus: 1
1 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN Press, 2009), Cet. 1, h. 53
56
R = Xmaks – Xmin R = 80 – 20 = 60 Hasil perhitungan tersebut kemudian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Untuk lebih jelasnya penulis menyajikannya dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel. 3 Rentang Skor Hasil Penghitungan Angket Kriteria
Skor
Rendah
20 – 39
Sedang
40 – 59
Tinggi
60 – 80
c. Tabulating adalah membuat tabel-tabel untuk memasukkan jawabanjawaban responden yang sudah diberi kategori-kategori jawaban untuk dianalisa. d. Analiting dan interpretasi adalah menganalisa data yang telah diolah secara verbal, sehingga hasil penelitian mudah dipahami. e. Concluding adalah memberikan kesimpulan dari hasil analisa dan interpretasi data. 2. Tehnik Analisis Data a. Untuk menganalisa data-data yang berhasil dikumpulkan, penulis menggunakan data statistik berupa prosentase atau frekuensi relatif dengan menggunakan rumus: 2 P=
F × 100% N
P= Angka Presentase F= Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya N= Number of Case (jumlah frekuensi/banyaknya individu) 2
Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 43
57
Adapun skala persentase yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Tabel. 4 Skala Persentase No
Persentase
Penafsiran
1
100%
Seluruhnya
2
90-99%
Hampir seluruhnya
3
80-89%
Sebagian besar
4
70-79%
Hampir sebagian besar
5
60-69%
Lebih dari setengah
6
50-59%
Setengahnya
7
40-49%
Hampir setengahnya
8
30-39%
Sebagian kecil
9
20-29%
Sedikit
10
10-19%
Sedikit sekali
11
1-9%
Sangat sedikit sekali
12
0%
Tidak ada sama sekali
b. Untuk mencari korelasi antara dua variabel, penulis menggunakan rumus Korelasi Product Moment Pearson, yaitu: 3
rxy =
NΣXY − (ΣX ) (ΣY ) [ NΣ X − ( Σ X ) 2 ] [ NΣ Y 2 − ( Σ Y ) 2 ] 2
Keterangan: rxy
: Angka indeks korelasi “r” Product Moment.
N
: Number of Cases.
∑XY
: Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y.
∑X
: Jumlah seluruh skor X.
∑Y
: Jumlah hasil Y.
3
Sudjiono, Pengantar…, h. 19
58
F. Tehnik Interpretasi Data
Untuk mengetahui uji coba apakah Ho atau Ha yang diterima, maka akan diinterpretasikan dengan menggunakan cara sebagai berikut, yaitu: 4 1. Interpretasi secara sederhana Dalam memberikan interpretasi data secara sederhana terhadap angka korelasi “r” Product Moment (rxy), penulis menggunakan pedoman sebagai berikut: Tabel. 5 Interpretasi Data Besarnya “r” Product Moment (rxy)
Interpretasi:
0,00-0,20
Antara Variabel X dan Variabel Y memang terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat rendah, sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap tidak ada korelasi antara Variabel X dan Variabel Y).
0,20-0,40
Antara Variabel X dan Variabel Y terdapat korelasi yang lemah atau rendah.
0,40-0,70
Antara VAriabel X dan Variabel Y terdapat korelasi yang sedang atau cukup.
0,70-0,90
Antara VAriabel X dan Variabel Y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi.
Antara VAriabel X dan Variabel Y terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi. Sumber: Pengantar Statistik Pendidikan oleh Anas Sudjiono 0,90-1,00
2. Interpretasi dengan berkonsultasi pada Tabel Nilai “r” Product Moment Untuk menguji hipotesis, maka rxy yang diperoleh dari perhitungan statistik dikonsultasikan dengan “r” dalam tabel Product Moment dengan terlebih dahulu mencari derajat bebas (db) atau degrees of freedom-nya (df) yang rumusnya: 5
4
Sudjiono, Pengantar…, h. 193 5 Riduwan, Pengantar Statistika Sosial, (Bandung: Alfabeta, 2009), Cet. 2, h. 218
59
Df = N-nr
Keterangan: df
: Degrees of freedom
N
: Number of cases
nr
: Banyaknya variabel yang dikorelasikan. Setelah itu hasilnya dicocokkan dengan tabel nilai koefisien
korelasi “r” Product moment baik pada taraf signifikan 5% ataupun pada taraf 1% kemudian dibuat kesimpulan apakah terdapat korelasi positif yang signifikan atau tidak. 3. Mencari kontribusi variabel X dan variabel Y dengan rumus sebagai berikut: 6 KD = r² x 100%
Keterangan: KD: Kontribusi variabel X terhadap variabel Y r² : Koefisien korelasi antara variabel X terhadap variabel Y
G. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel: 1. Variabel bebas adalah variabel yang diduga mempengaruhi yaitu Pendidikan Agama Islam dalam keluarga (X). 2. Variabel terikat adalah variabel yang diduga dipengaruhi yaitu Akhlak siswa (Y)
6
Riduwan, Pengantar…, h. 218
60
Tabel. 6 Matriks Variabel Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dengan Akhlak Siswa NO
1
Variabel
Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam keluarga
Dimensi Variabel
- Pembinaan iman dan tauhid
Indikator Variabel
1. Menanamkan nilai-nilai waan terhadap Allah SWT anak 2. Membiasakan anak mengingat kebesaran dan Allah SWT
ketaqkepada untuk nikmat
- Pembinaan akhlak 1. Membiasakan berperilaku baik kepada anak 2. Membiasakan berbicara baik kepada anak 3. Mendidik anak untuk menghormati yang lebih tua 4. Mendidik anak untuk menyayangi yang lebih muda - Pembinaan ibadah 1. Mendidik anak untuk beribadah dan agama kepada Allah SWT dengan baik dan hati ikhlas seperti sholat, puasadll 2.Mebiasakan anak membaca doa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan 3. Mengawasi anak ketika sedang sholat - Pembinaan kepribadian dan sosial anak
1.Mendidik anak untuk sabar dalam menghadapi musibah 2.Menanamkan kepada anak untuk mencintai ilmu dan banyak membaca
- Aktivitas keagamaan
1.Memotivasi anak untuk berpartisipasi menjadi panitia zakat dan qurban 2.Mendorong anak untuk mengikuti perlombaan dalam rangka Perayaan Hari Besar Islam (PHBI)
61
2
Akhlak Siswa
-Akhlak anak kepada Allah SWT
1. Menjalankan ibadah (shalat, puasa dan membaca al-Quran) dengan baik. 2. Mensyukuri segala nikmat Allah. 3. Menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya.
-Akhlak anak kepada sesama manusia dan diri sendiri
1. Mematuhi perintah orang tua dan berbakti kepada keduanya kecuali dalam maksiat 2. Berbuat baik (ihsan) kepada orang tua walaupun keduanya lalim 3. Berkata baik dan mu-lia kepada orang tua 4. Mencintai orang tua melebihi cinta kepada kera-bat lainnya 5. Merendahkan diri kepada orang tua diiringi perasaan kasih sayang 6. Mematuhi perintah guru 7. Menghormati guru 8. Berkata baik dan sopan kepada guru 9. Saling menghormati terhadap sesama teman 10. Menghindari pertengkaran dan permusuhan dengan teman Saling tolong menolong dalam kebajikan 11. Menjenguk teman yang sedang sakit 12. Menghibur teman yang sedang sedih 12. Berkata jujur 13. Berperilaku sopan 14. Menjaga kehormatan diri
62
Tabel. 7 Kisi-Kisi Instrument Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
No 1
2
Dimensi Variabel Pembinaan iman dan tauhid Pembinaan akhlak
Indikator • Menanamkan nilai-nilai ketaqwaan • • • • •
3
Pembinaan ibadah dan agama
•
•
4
Pembinaan kepribadian dan social anak
• • •
• •
•
Jumlah Soal
Nomor Butir (+)1
terhadap Allah kepada anak (+) 2 Membiasakan anak untuk mengingat kebesaran dan nikmatAllah (+)3, (-)4, (-)5 Membiasakan berperilaku baik terhadap anak (-) 6 Membiasakan berbicara baik terhadap anak (+)7 Mendidik anak untuk menghormati yang lebih tua (+)8 Mendidik anak untuk menyayangi yang lebih muda (+)9, (+)10, Mendidik anak beribadah kepada (+)11 Allah dengan baik dan hati ikhlas, seperti sholat, puasa, membaca alQur’an dll (+)12, (+)13 Membiasakan anak membaca doa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan (+)14 Mengawasi anak ketika sedang sholat (+)15 Mendidik anak untuk sabar dalam menghadapi musibah (+)16, (+)17 Menanamkan kepada anak untuk mencintai ilmu dan banyak membaca (+)18 Memberi makan fakir miskin (+)19 Memotivasi anak untuk berpartisipasi menjadi panitia zakat dan qurban (+)20 Mendorong anak mengikuti perlombaan dalam rangka Perayaan Hari Besar Islam (PHBI) 20
Jml Soal 1 1 3 1 1 1 3
2
1 1 2
1 1
1
20
63
Tabel. 8 Kisi-Kisi Instrument Akhlak Siswa
No 1
Dimensi Variabel Akhlak anak kepada orang tua
Indikator • Mematuhi perintah orang tua dan • • • •
2
Akhlak anak kepada guru
• • • •
3
Akhlak anak kepada teman
• • • • •
Jumlah Soal
berbakti kepada kedanya Berbuat baik kepada kedua orang tua Berkata baik dan mulia kepada kedua orang tua Mencintai orang tua melebihi cinta kepada kerabat lainnya Merendahkan diri kepada orang tua diiringi perasaan kasih sayang Mematuhi perintah guru Menghormati guru Berkata baik dan sopan kepada guru Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik Saling menghormati sesama teman Saling tolong menolong dalam kebajikan Menghibur teman yang sedang sedih Menjenguk teman yang sedang sakit Menghindari pertengkaran dan permusuhan dengan teman
Nomor Butir (+)1
Jml Soal 1
(+)2, (+)3
2
(+)4
1
(+)5, (+)6
2
(+)7,(-) 8
2
(+)9,(+)10, (+)11 (+)12 (+)13
3 1 1
(+)14
1
(+)15 (+)16, (+)17
1 2
(+)18
1
(+)19
1
(-)20
1
20
20
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Madrasah Tsanawiyah As-Sa’adah Madrasah Tsanawiyah As-Sa’adah merupakan sebuah lembaga pendidikan swasta yang bercirikan Islam. MTs ini berdiri pada tahun 1985 sebagai tindak lanjut dari keberadaan Madrasah Diniyah (MD) yang telah berdiri pada tahun 1959 dan sekarang madrasah tersebut dinamakan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Kedua madrasah tersebut bernaung di bawah Yayasan Perguruan Islam Daaru As-Sa’adah (YAPIDA). Dari segi geografis, MTs As-Sa’adah berada di wilayah propinsi DKI Jakarta, di sebelah utara berbatasan dengan wilayah Jakarta Utara dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah Bekasi Jawa Barat. Lebih tepatnya MTs ini berlokasi di jalan Tambun Rengas RT 003/07 No. 40 Cakung Timur Jakarta Timur. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala Madrasah Tsanawiyah As-Sa’adah saat ini yaitu Bapak Drs. H. Abd Azim, dasar didirikannya madrasah ini karena pihak yayasan sudah cukup memiliki kapasitas dan kemampuan untuk mendirikannya, baik dari segi keilmuan maupun dari segi
finansial,
di
samping
berusaha
memberikan
wadah
untuk
meningkatkan pendidikan agama masyarakat setempat khususnya dan masyarakat luas umumnya. 1 Madrasah ini didirikan di atas tanah wakaf atas nama H. Muhabbar seluas kurang lebih 900M². Adapun pendirinya diprakarsai oleh para tokoh masyarakat yang sebagian besar dari keluarga pemilik wakaf, di antaranya adalah KH. Ahmad Muhabbar, Drs. H. Ubaidillah, Drs. H. Abd Azim dan H. Husni, AMd. Adapun sebagai tim penasehatnya adalah KH. A. Marzuki Muhammad, H. Maridi Muhabbar, H. Abdullah Muhabbar, dan H. Muhammad Mubayyin. 1
Wawancara dengan Kepala Sekolah MTs As-Sa’adah, Selasa, 03 Juni 2010
64
65
Beberapa tahun yang lalu sekolah ini memiliki peminat yang cukup banyak, bahkan mereka bukan hanya berasal dari lingkungan setempat (Tambun Rengas dan Tambun Selatan), melainkan dari lingkungan luar, seperti dari Kp Kandang Sapi, Rorotan, Malaka, dan Tanjakan Auri, kendatipun di sana juga terdapat beberapa lembaga pendidikan yang sudah berdiri baik sekolah umum, madrasah bahkan pesantren. Namun seiring perubahan zaman dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang diberlakukan, maka hal tersebut berpengaruh pula terhadap perkembangan madrasah ini terutama dari segi peminatnya. Salah satu penyebab utama berkurangnya peminat di sekolah ini adalah karena sebagian masyarakat lebih tertarik dengan pendidikan di madrasah atau Sekolah Gratis dari pemerintah, mengingat latar belakang ekonomi masyarakat setempat yang terbilang menengah ke bawah. Untuk mengatasi masalah tersebut pihak sekolah terus berusaha keras untuk menjadikan MTs As-Sa’adah sebagai sekolah yang terbaik, di antaranya harus menyamakan mutunya dengan madrasah lain yang lebih baik, yaitu dengan
cara
pembenahan
kedisiplinan,
memperbaiki
kinerja
guru,
peningkatan dalam proses KBM, dan meningkatkan kegiatan ekstrakurikuler yang dapat meningkatkan prestasi siswa baik yang bersifat akademik maupun non akademik. Di samping itu sekolah akan berusaha memberikan bantuan dalam bentuk finansial/materi kepada siswa yang kurang mampu. 2. Visi dan Misi MTs As-Sa’adah a. Visi MTs As-Sa’adah Madrasah Tsanawiyah As-Sa’adah Cakung Jakarta mempunyai visi: “Unggul dalam Iptek kokoh dalam Imtaq dan berakhlakul karimah” b. Misi MTs As-Sa’adah Adapun misi Madrasah Tsanawiyah As-Sa’adah Cakung Jakarta adalah sebagai berikut:
66
1) Berprestasi dan bimbingan melalui konsep belajar tuntas 2) Menerapkan Imtaq dan Iptek pada setiap proses pembelajaran 3) Berakhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari 4) Melaksanakan program ekstrakurikuler di dalam kesenian dan olah raga 5) Mengutamakan keteladanan dalam keluarga dan masyarakat 3. Keadaan Guru dan Pegawai MTs As-Sa’adah Dari informasi data dan hasil wawancara, pada saat ini jumlah guru MTs As-Sa’adah adalah sebanyak 16 orang dengan perincian guru laki-laki berjumlah 8 orang dan guru perempuan berjumlah 8 orang. Adapun berdasarkan pengklasifikasian menurut ijazah yang dimiliki saat ini adalah sebagai berikut; sarjana berjumlah 12 orang (S-2: 1 orang, S-1: 8 orang, D-3: 3 orang), SLTA 4 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel. 9 Data Guru MTs As-Sa’adah Tahun 2009-2010 NO.
Pendidikan
Jurusan
Jumlah
Terakhir 1 2
S-2 S-1
Kependidikan Islam - PAI - Hukum - BA - PKn - IPS
1 3 2 1 1 1
3
D-3
- IPA - MTK
2 1
4
SLTA/MA
- IPS - IPA - Agama
2 1 1
Jumlah
16
Sumber Data: Dokumen pribadi MTs As-Sa’adah
67
Dengan melihat pendidikan terakhir guru dan jurusannya, dapat dikatakan bahwa
guru yang ada di MTs As-Sa’adah cukup menunjang
keberhasilan pembelajaran khususnya pada bidang studi PAI, namun untuk guru bidang studi umum, seperti
bidang studi MTK, IPA, dan Bahasa
Indonesia dapat dikatakan kurang menunjang, karena di antara mereka belum ada yang lulus sarjana lengkap (SI). Tabel. 10 Keadaaan Pegawai Tahun 2009-2010 Jenis Jabatan/Tugas
Kelamin
Jumlah
L
P
TU
-
1
1
Ketua Pengurus Perpustakaan
-
1
1
Ketua Pengurus Laboratorium
1
-
1
Pesuruh/Kebersihan
1
-
1
Jumlah
2
2
4
Sumber Data: Dokumen pribadi MTs As-Sa’adah Dengan jumlah pegawai MTs As-Sa’adah yang berjumlah 4 orang, dapat dikatakan cukup menunjang dalam membantu terlaksananya kegiatan di sekolah dengan jumlah siswa sebanyak 80 orang. 4. Keadaan Siswa MTs As-Sa’adah Siswa yang mengikuti pendidikan di MTs As-Sa’adah saat ini sebagian besar berasal dari lingkungan sekitar, yaitu dari Tambun Rengas (RW 07) dan Tambun Selatan (RW 08). Adapun jumlah siswa MTs As-Sa’adah pada tahun ajaran 2009-2010 berjumlah 80 orang, dengan perincian siswa laki-laki sebanyak 39 orang dan perempuan sebanyak 41 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut:
68
Tabel. 11 Jumlah Siswa MTs As-Sa’adah Tahun Pelajaran 2009-2010 Kls
Jumlah Siswa
Kls
Jumlah Siswa
Kls
VII
L
P
Jml
VIII
L
P
Jml
IX
11
9
20
A
9
10
19
B
13
8
21
22
18
40
Jml
11
9
20
Jumlah siswa L
P
Jml
6
14
20
6
14
20
Sumber Data: Dokumen pribadi MTs As-Sa’adah 5. Sarana dan Prasarana MTs As-Sa’adah Sarana dan prasarana dapat diartikan sebagai alat penunjang untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pembahasan ini yang dimaksud dengan sarana dan prasarana adalah fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh MTs As-Sa’adah Cakung, Jakarta Timur, dalam rangka menunjang terlaksananya proses pendidikan, baik yang berbentuk fisik maupun non fisik sehingga tujuan pendidikan yang diinginkan dapat terwujud. Adapun sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di MTs As-Sa’adah Cakung secara jelas dapat dilihat pada daftar lampiran. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh MTs As-Sa’adah cukup memadai kecuali komputer dan toilet, dengan jumlah komputer yang ada saat ini hanya 4 unit dan toilet siswa yang ada hanya 1, sementara siswa berjumlah 80 orang. Dengan keadaan tersebut penggunaannya harus bergantian dan antri. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan terus menerus agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran lebih lancar dan mutu pendidikan yang lebih baik. Adapun sarana ibadah, untuk kapasitas kecil dapat menggunakan aula, sementara untuk kapasitas besar dapat menggunakan fasilitas masjid yang berada dekat dengan lingkungan sekolah. 6. Struktur Organisasi MTs As-Sa’adah Setiap lembaga/instansi sebaiknya mempunyai struktur organisasi, terutama lembaga sekolah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tugas dan wewenang serta tanggung jawab setiap bagian, di samping itu dengan adanya struktur organisasi diharapkan dapat membantu kelancaran kegiatan proses
69
belajar mengajar di sekolah. Adapun struktur organisasi MTs As-Sa’adah dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel. 12 Struktrur Organisasi MTs As-Sa’adah Cakung Jakarta Kepala Sekolah Drs H. Abd Azim Wakil Ka Sekolah Hj Hariroh S.PdI Komite Sekolah Suhaimi
Sarana & Prasarana H. Husni T, A.Md
Tata Usaha Lutfiah
Kurikulum Apsah, S.Pd
Koor. Mata Pelajaran Umum Syarif H, M.Pdi & Muhaya
Kesiswaan H. Syukron
Koor. Mata Pelajaran Agama Hj. Musliha, S.Ag
Hub. Masyarakat H. Inayatullah, S.HI
Wali Kelas Guru Mata Pelajaran Guru BP
Siswa
70
B. Deskripsi Data Penelitian tentang Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga terhadap akhlak siswa di MTs As-Sa’adah yang berlokasi di Jalan Tambun Rengas RT 03 RW 07 Cakung Jakarta Timur., dilaksanakan sejak 1 Juni 2010. Data menjelaskan terdiri dari 2 variabel yaitu: Variabel X: Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga yang meliputi 4 hal: (1) Pembinaan iman dan tauhid, seperti menanamkan nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah SWT, membiasakan anak untuk mengingat kebesaran dan nikmat Allah SWT. (2) Pembinaan akhlak seperti, membiasakan berperilaku baik kepada anak, membiasakan berbicara baik kepada anak, mendidik anak untuk menghormati yang lebih tua, mendidik anak untuk menyayangi yang lebih muda. (3) Pembinaan ibadah dan agama, seperti mendidik anak beribadah kepada Allah dengan baik dan hati ikhlas (sholat, puasa dan membaca al-Qur’an), Membiasakan anak membaca doa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, mengawasi anak ketika sedang sholat. (4) Pembinaan kepribadian dan sosial anak, seperti mendidik anak untuk bersabar dalam menghadapi musibah, menanamkan kepada anak untuk mencintai ilmu dan banyak membaca, member makan fakir miskin, memotivasi anak untuk berpartisipasi menjadi panitia zakat/qurban serta mendorong anak mengikuti perlombaan dalam rangka Perayaan Hari Besar Islam baik di lingkungan sekolah atau rumah. Variabel Y: Akhlak siswa yang berhubungan dengan Pendidikan Agama Islam yang diterima dari kedua orang tuanya di rumah (keluarga) yang difokuskan kepada 3 obyek: (1) Akhlak anak kepada orang tua, seperti mematuhi perintah orang tua dan berbakti kepada keduanya, berbuat baik kepada kedua orang tua, berkata baik dan mulia kepada kedua orang tua, mencintai orang tua melebihi cinta kepada kerabat lainnya, merendahkan diri kepada orang tua diiringi perasaan kasih sayang. (2) Akhlak anak kepada guru, seperti mematuhi perintah guru, menghormati guru, berkata baik dan sopan kepada guru, mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik. (3) Akhlak anak kepada teman, seperti saling menghormati sesama teman,
71
saling tolong menolong dalam kebajikan, menghibur teman yang sedang sedih, menjenguk teman yang sedang sakit, dan menghindari pertengkaran atau permusuhan dengan teman. C. Pengolahan dan Analisis Data Sebelum penulis menyajikan tabel-tabel pengolahan data mengenai hubungan antara Pendidikan Agama Islam dalam keluarga terhadap akhlak siswa, terlebih dahulu akan dikemukakan analisis terhadap PAI dalam Keluarga. 1. Pendidikan agama Islam dalam keluarga yaitu: a. Aspek pembinaan iman dan tauhid dapat dilihat pada tabel 13 dan 14 seperti di bawah ini: Tabel. 13 Membiasakan anak mengingat Allah SWT kapan saja dan di mana saja berada No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah lJumlah
F
%
13 17 9 1 40
32.5% 42.5% 22.5% 2.5% 100.0%
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian kecil (32%) orang tua selalu membiasakan anak mengingat Allah SWT kapan saja dan di mana saja berada, dan hampir setengahnya (42,5%) orang tua sering membiasakan anak mengingat Allah SWT kapan saja dan di mana saja berada. Hanya sedikit (22,5%) orang tua jarang membiasakan anak mengingat Allah SWT kapan saja dan di mana saja berada, dan sangat sedikit sekali (2,5%) orang tua tidak pernah membiasakan anak mengingat Allah SWT kapan saja dan di mana saja berada. Dengan demikian kebanyakan orang tua sering membiasakan anak mengingat Allah SWT kapan saja dan di mana saja berada.
72
Tabel. 14 Membiasakan anak melakukan sujud syukur kepada Allah SWT jika mendapat nilai baik No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
2 7 11 20 40
5.0% 17.5% 27.5% 50.0% 100.0%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sangat sedikit sekali (5%) orang tua yang selalu membiasakan anak untuk melakukan sujud syukur kepada Allah SWT jika mendapat nilai baik, dan sedikit sekali (17,5%) orang tua sering membiasakan anak untuk melakukan sujud syukur kepada Allah SWT jika mendapat nilai baik. Hanya sedikit (27,5%) orang tua jarang membiasakan anak untuk melakukan sujud syukur kepada Allah SWT jika mendapat nilai baik, dan setengahnya (50%) orang tua tidak pernah membiasakan anak untuk melakukan sujud syukur kepada Allah SWT jika mendapat nilai baik. Dengan demikian kebanyakan orang tua tidak pernah membiasakan anak untuk melakukan sujud syukur kepada Allah SWT jika mendapat nilai baik. b. Aspek pembinaan akhlak dapat dilihat pada tabel 15 sampai dengan tabel 20 Tabel. 15 Membiasakan anak memberi salam ketika hendak masuk ke rumah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
21 6 10 3 40
52.5% 15.0% 25.0% 7.5% 100.0%
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari setengahnya (52,5%) orang tua selalu membiasakan anak memberi salam ketika hendak masuk
73
rumah, sedikit sekali (15%) orang tua sering membiasakan anak memberi salam ketika hendak masuk ke rumah. Hanya sedikit (25%) orang tua jarang membiasakan anak memberi salam ketika hendak masuk ke rumah, dan sangat sedikit sekali (7,5%) orang tua tidak pernah membiasakan anak memberi salam ketika hendak masuk ke rumah. Dengan demikian kebanyakan orang tua selalu membiasakan anak memberi salam ketika hendak masuk ke rumah. Tabel. 16 Memukul anak jika tidak belajar di rumah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
3 4 11 22 40
7.5% 10.0% 27.5% 55.0% 100.0%
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa sangat sedikit (7,5%) orang tua selalu memukul anaknya jika tidak belajar di rumah, sedikit sekali (10%) orang tua sering memukul anaknya jika tidak belajar di rumah. Hanya sedikit (27,5) orang tua jarang memukul anaknya jika tidak belajar di rumah, dan setengahnya(55%) orang tua tidak pernah memukul anaknya jika tidak belajar di rumah. Dengan demikian kebanyakan orang tua tidak pernah memukul anaknya jika tidak belajar di rumah. Tabel. 17 Memarahi anak jika tidak sholat No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
14 17 5 4 40
35.0% 42.5% 12.5% 10.0% 100.0%
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian kecil (35%) orang tua selalu memarahi anaknya yang tidak sholat, hampir setengahnya (42,5%) orang tua sering memarahi anaknya jika tidak sholat. Sedikit sekali (12,5%)
74
orang tua jarang memarahi anaknya jika tidak sholat, dan sedikit sekali (10%) pula orang tua tidak pernah memarahi anaknya yang tidak sholat. Dengan demikian kebanyakan orang tua sering memarahi anaknya jika tidak sholat. Tabel. 18 Berkata kasar jika sedang memarahi anak No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
4 13 13 10 40
10.0% 32.5% 32.5% 25.0% 100.0%
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa Sedikit sekali (10%) orang tua
selalu berkata kasar jika sedang memarahi anak, sebagian kecil (32,5%) orang tua sering dan jarang berkata kasar jika sedang memarahi, dan sedikit (25%) orang tua tidak pernah berkata kasar jika sedang memarahi anak. Dengan demikian kebanyakan orang tua sering dan jarang berkata kasar jika sedang memarahi anak. Tabel. 19 Mendidik anak untuk menghormati orang yang lebih tua di rumah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa
F
%
31 5 3 1 40
77.5% 12.5% 7.5% 2.5% 100.0%
hampir sebagian besar (77,5%)
orang tua selalu mendidik anak untuk menghormati orang yang lebih tua, sedikit sekali (12,5%) orang tua sering mendidik anak untuk menghormati orang yang lebih tua. Sangat sedikit sekali (7,5%) orang tua jarang mendidik anaknya untuk menghormati orang yang lebih tua di rumah, dan sangat sedikit sekali (2,5%) orang tua yang tidak pernah mendidik anaknya untuk
75
menghormati orang yang lebih tua di rumah. Dengan demikian kebanyakan orang tua selalu mendidik anaknya untuk menghormati orang yang lebih tua di rumah. Tabel. 20 Mendidik anak untuk menyayangi yang lebih muda No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
9 7 19 5 40
22.5% 17.5% 47.5% 12.5% 100.0%
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa sedikit (22,5%) orang tua yang selalu mendidik anak untuk menyayangi yang lebih muda, sedikit sekali (17,5%) orang tua sering mendidik anak untuk menyayangi yang lebih muda. Hampir setengahnya (47,5%) orang tua jarang mendidik anak untuk menyayangi yang lebih muda dan sedikit sekali (12,5%) orang tua yang tidak pernah mendidik anaknya untuk menyayangi yang lebih muda. Dengan demikian kebanyakan orang tua jarang mendidik anak untuk menyayangi yang lebih muda. c. Aspek pembinaan ibadah dan agama dapat dilihat pada tabel 21 sampai dengan tabel 26 Tabel. 21 Membiasakan anak sholat berjama’ah bersama keluarga di rumah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
3 7 14 16 40
7.5% 17.5% 35.0% 40.0% 100.0%
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa sangat sedikit sekali (7,5%) orang tua selalu membiasakan anak sholat berjama’ah bersama keluarga di rumah, sedikit sekali (17,5%) orang tua sering membiasakan anak sholat berjama’ah
76
bersama keluarga di rumah. Sebagian kecil (35%) orang tua jarang membiasakan anak sholat berjama’ah bersama keluarga di rumah dan hampir setengahnya (40%) orang tua tidak pernah membiasakan sholat berjama’ah di rumah. Dengan demikian kebanyakan orang tua tidak pernah membiasakan anak sholat berjama’ah bersama keluarga di rumah. Tabel. 22 Mendidik anak untuk berpuasa di bulan Ramadhan dengan baik No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
16 12 10 2 40
40.0% 30.0% 25.0% 5.0% 100.0%
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa hampir setengahnya (40%) orang tua selalu membisakan anak untuk berpuasa di bulan Ramadhan dengan baik, sebagian kecil (30%) orang tua sering membisakan anak untuk berpuasa di bulan Ramadhan dengan baik. Sedikit (25%) orang tua jarang membisakan anak untuk berpuasa di bulan Ramadhan dengan baik, dan sangat sedikit sekali (5%) orang tua tidak pernah mendidik anak untuk berpuasa di bulan Ramadhan dengan baik. Dengan demikian kebanyakan orang tua selalu membisakan anak untuk berpuasa di bulan Ramadhan dengan baik. Tabel. 23 Mengajari anak membaca Al-Qur’an di rumah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
7 10 17 6 40
17.5% 25.0% 42.5% 15.0% 100.0%
77
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa sedikit sekali (17,5%) orang tua selalu mengajari anaknya membaca Al-Qur’an di rumah, sedikit (25%) orang tua
sering mengajari anaknya membaca Al-Qur’an di rumah. Hampir
setengahnya (42,5%) orang tua jarang mengajari anaknya membaca Al-Qur’an di rumah dan sedikit sekali (15%) orang tua tidak pernah mengajari anaknya membaca Al-Qur’an di rumah. Dengan demikian kebanyakan orang tua jarang mengajari anaknya membaca Al-Qur’an di rumah. Tabel. 24 Membiasakan anak membaca do’a ketika hendak tidur No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
15 5 18 2 40
37.5% 12.5% 45.0% 5.0% 100.0%
Pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian kecil (37,5%) orang tua
selalu membiasakan anak membaca do’a ketika hendak tidur, sedikit
sekali (12,5%) orang tua sering membiasakan anak anak membaca do’a ketika hendak tidur. Hampir setengahnya (45%) orang tua jarang membiasakan anak membaca do’a ketika hendak tidur dan sangat sedikit sekali (5%) orang tua tidak pernah membiasakan anak membaca do’a ketika hendak tidur. Dengan demikian kebanyakan orang tua jarang membiasakan anak membaca do’a ketika hendak tidur. Tabel. 25 Membiasakan anak membaca do’a sesudah makan No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
5 5 20 10 40
12.5% 12.5% 50.0% 25.0% 100.0%
78
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa sedikit sekali (12,5%) orang tua selalu dan sering membiasakan anaknya membaca do’a sesudah makan. Setengahnya (50%) orang tua jarang membiasakan anaknya membaca do’a sesudah makan, dan sedikit (25%) orang tua tidak pernah membiasakan anaknya membaca do’a sesudah makan. Dengan demikian kebanyakan orang tua jarang membiasakan anaknya membaca do’a sesudah makan. Tabel. 26 Mengawasi anak ketika sedang sholat No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
3 3 9 25 40
7.5% 7.5% 22.5% 62.5% 100.0%
Pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa sangat sedikit sekali (7,5%) orang tua selalu dan sering mengawasi anaknya ketika sedang sholat. Sedikit (22,5%) orang tua jarang mengawasi anaknya ketika sedang sholat dan lebih dari setengah (62,5%) orang tua tidak pernah mengawasi anak ketika sedang sholat. Dengan demikian kebanyakan orang tua mengawasi anaknya ketika sedang sholat. d. Aspek pembinaan kepribadian dan sosial anak dapat dilihat pada tabel 27 sampai dengan tabel 32. Tabel. 27 Mendidik anak untuk sabar dalam menghadapi musibah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
2 7 11 20 40
5.0% 17.5% 27.5% 50.0% 100.0%
Pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa sangat sedikit sekali (5%) orang tua selalu mendidik anak untuk sabar dalam menghadapi musibah, dan sedikit
79
sekali (17,5%) orang tua sering mendidik anak untuk sabar dalam menghadapi musibah. Sedikit (27,5%) orang tua jarang mendidik anak untuk sabar dalam menghadapi musibah, dan setengahnya (50%) orang tua tidak pernah mendidik anak untuk sabar dalam menghadapi musibah. Dengan demikian kebanyakan orang tua tidak pernah mendidik
anak untuk sabar dalam menghadapi
musibah. Tabel. 28 Mengingatkan anak untuk belajar di rumah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
18 15 7 0 40
45.0% 37.5% 17.5% 0.0% 100.0%
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa hampir setengahnya (45%) orang tua selalu mengingatkan anak untuk belajar di rumah, dan sebagian kecil (37,5%) orang tua sering mengingatkan anak untuk belajar di rumah. Sedikit sekali (17,5%) orang tua jarang mengingatkan anak untuk belajar di rumah, dan tidak ada sama sekali (0%) orang tua tidak pernah mengingatkan anak untuk belajar di rumah. Dengan demikian kebanyakan orang tua selalu mengingatkan anak untuk belajar di rumah. Tabel. 29 Menanamkan kepada anak untuk banyak membaca buku No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
16 10 11 3 40
40.0% 25.0% 27.5% 7.5% 100.0%
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa hampir setengahnya (40%) orang tua selalu menanamkan kepada anak untuk banyak membaca buku, dan sedikit
80
(25%) orang tua sering menanamkan kepada anak untuk banyak membaca buku. Sedikit (27,5%) orang tua jarang menanamkan kepada anak untuk banyak membaca buku, dan sangat sedikit sekali (7,5%) orang tua tidak pernah menanamkan kepada anak untuk banyak membaca buku. Dengan demikian kebanyakan orang tua selalu menanamkan kepada anak untuk banyak membaca buku. Tabel. 30 Membiasakan anak untuk banyak bershadaqah kepada fakir miskin No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
9 9 21 1 40
22.5% 22.5% 52.5% 2.5% 100.0%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sedikit (22,5%) orang tua selalu dan sering membiasakan anak untuk banyak bershadaqah kepada fakir miskin. Setengahnya (52,5%) orang tua jarang membiasakan anak untuk banyak bershadaqah kepada fakir miskin, dan sangat sedikit sekali (2,5%) orang tua tidak pernah membiasakan anak untuk banyak bershadaqah kepada fakir miskin. Dengan demikian kebanyakan orang tua jarang membiasakan anak untuk banyak bershadaqah kepada fakir miskin. Tabel. 31 Memotivasi anak untuk berpartisipasi menjadi panitia zaklat atau qurban No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
0 0 5 35 40
0.0% 0.0% 12.5% 87.5% 100.0%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tidak ada sama sekali (0%) orang tua selalu atau sering memotivasi anak untuk berpartisipasi menjadi panitia
81
zakat atau qurban. Sedikit sekali (12,5%) orang tua jarang memotivasi anak untuk berpartisipasi menjadi panitia zakat atau qurban, dan sebagian besar (87,5%) orang tua tidak pernah memotivasi anak untuk berpartisipasi menjadi panitia zakat atau qurban. Dengan demikian kebanyakan orang tua tidak pernah memotivasi anak untuk berpartisipasi menjadi panitia zakat atau qurban. Tabel. 32 Mendorong anak untuk mengikuti perlombaan pada acara PHBI No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
9 7 12 12 40
22.5% 17.5% 30.0% 30.0% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sedikit (22,5%) orang tua selalu mendorong anak untuk mengikuti perlombaan pada acara PHBI, dan sedikit sekali (17,5%) orang tua sering mendorong anak untuk mengikuti perlombaan pada acara PHBI. Sebagian kecil (30%) orang tua jarang mendorong anak untuk mengikuti perlombaan pada acara PHBI dan tidak pernah mendorong anak untuk mengikuti perlombaan pada acara PHBI. Dengan demikian kebanyakan orang tua jarang mendorong anak untuk mengikuti perlombaan pada acara PHBI. Jadi dengan mengetahui tabel-tabel di atas bahwa pendidikan agama Islam dalam keluarga apabila dilihat dari 4 aspek di atas yaitu pembinaan iman dan tauhid, pembinaan akhlak, pembinaan ibadah dan agama, dan pembinaan kepribadian dan sosial anak, penulis dapat memberikan kesimpulannya sebagai berikut: a) Dalam hal pembinaan iman dan tauhid, orang tua masih kurang terutama dalam hal membiasakan anak untuk bersyukur atas ni’mat Allah. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan pengamalan agama orang tua.
82
b) Dalam hal pembinaan akhlak, orang tua masih kurang terutama dalam hal membiasakan berbicara baik terhadap anak, hampir sebagian besar orang tua selalu memarahi anak jika tidak sholat dan berkata kasar jika sedang memarahi anak. Selain itu orang tua masih kurang dalam membiasakan anak untuk menyayangi yang lebih muda. Dari hasil penelitian diketahui lebih dari setengah anak tidak menyayangi orang yang lebih muda di rumah. Hal ini disebabkan karena orang tua kurang memahami
pentingnya
sebuah
keteladanan
bagi
anak,
padahal
keteladanan orang tua sangat diperlukan dan berpengaruh terhadap perkembangan anak terutama mengenai akhlak. c) Dalam hal pembinaan ibadah dan agama, orang tua juga masih kurang terutama dalam hal membiasakan anak sholat berjama’ah bersama keluarga. Hampir sebagian besar orang tua tidak pernah membiasakan anak sholat berjama’ah bersama keluarga di rumah. Juga dalam hal mengajari anak membaca Al-Qur’an, lebih dari setengah orang tua tidak mengajari anak membaca Al-Qur’an di rumah. Setengah dari orang tua juga tidak membiasakan anak membaca do’a sebelum memulai kegiatan dan hampir sebagian besar orang tua tidak membiasakan anak membaca do’a setelah melakukan kegiatan. Sebagian besar orang tua juga tidak pernah mengawasi anak ketika sholat. Hal ini disebabkan karena pendidikan
agama
orang
tua
yang
kurang,
dengan
rata-rata
pendidikannya hanya lulusan SD/MI. d) Dalam hal pembinaan kepribadian dan sosial, orang tua juga masih kurang terutama dalam hal membiasakan anak untuk bersabar dalam menghadapi
musibah,
sebagian
besar
orang
tua
tidak
pernah
membiasakan anak untuk bersabar dalam menghadapi musibah. Dalam hal membiasakan anak untuk sering bershadaqah kepada fakir miskin, hampir setengahnya tidak membiasakan anak untuk sering bershadaqah kepada fakir miskin. Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan agama orang tua dan faktor ekonomi keluarga yang tergolong rendah. Dalam hal mendorong anak menjadi panitia zakat/qurban, seluruhnya
83
tidak pernah mendorong anak menjadi panitia zakat/qurban. Lebih dari setengah orang tua tidak mendorong anak untuk mengikuti perlombaan pada acara PHBI. Hal ini disebabkan karena orang tua kurang memahami tentang manfaat dan hikmah jika anak mengikuti kegiatan di masyarakat. 2. Akhlak Siswa Adapun analisis terhadap akhlak siswa adalah sebagai berikut: a. Akhlak anak kepada orang tua dapat dilihat pada tabel 33 sampai dengan tabel 40 Tabel. 33 Meminta izin kepada orang tua ketika hendak keluar rumah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
11 5 21 3 40
27.5% 12.5% 52.5% 7.5% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sedikit (27,5%) anak selalu meminta izin kepada orang tua ketika hendak keluar rumah, dan sedikit sekali (12,5%) anak sering meminta izin kepada orang tua ketika hendak keluar rumah. Setengahnya (52,5%) anak jarang meminta izin kepada orang tua ketika hendak keluar rumah, dan sangat sedikit sekali (7,5%) anak tidak pernah meminta izin kepada orang tua ketika hendak keluar rumah. Dengan demikian kebanyakan anak jarang meminta izin kepada orang tua ketika hendak keluar rumah. Tabel. 34 Membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
13 7 15 5 40
32.5% 17.5% 37.5% 12.5% 100.0%
84
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian kecil (32,5%) anak selalu membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah, dan sedikit sekali (17,5%) anak sering membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah. Sebagian kecil (37,5%) anak jarang membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah, dan sedikit sekali (12,5%) anak tidak pernah membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah. Dengan demikian kebanyakan anak jarang membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah. Tabel. 35 Membersihkan dan merapikan tempat tidur sendiri No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
8 3 24 5 40
20.0% 7.5% 60.0% 12.5% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hanya sedikit (20%) anak selalu membersihkan dan merapikan tempat tidurnya sendiri, dan sangat sedikit sekali (7,5%) anak sering membersihkan dan merapikan tempat tidurnya sendiri. Lebih dari setengah (60%) anak jarang membersihkan dan merapikan tempat tidurnya sendiri, dan sedikit sekali (12,5%) anak tidak pernah membersihkan dan merapikan tempat tidurnya sendiri. Dengan demikian kebanyakan anak jarang membersihkan dan merapikan tempat tidurnya sendiri. Tabel. 36 Memberi salam ketika hendak masuk ke rumah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
23 5 10 2 40
57.5% 12.5% 25.0% 5.0% 100.0%
85
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa setengahnya (57,5%) anak selalu memberi salam ketika hendak masuk ke rumah, dan sedikit sekali (12,5%) anak sering memberi salam ketika hendak masuk ke rumah. Sedikit (25%) anak jarang memberi salam ketika hendak masuk ke rumah, dan sangat sedikit sekali (5%) anak tidak pernah memberi salam ketika hendak masuk ke rumah. Dengan demikian kebanyakan anak selalu memberi salam ketika hendak masuk ke rumah. Tabel. 37 Mendo’akan kedua orang tua selesai sholat No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
23 8 8 1 40
57.5% 20.0% 20.0% 2.5% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa setengahnya (57,5%) anak selalu mendo’akan kedua orang tua selesai sholat, dan sedikit (20%) anak sering dan jarang mendo’akan kedua orang tua selesai sholat. Dan sangat sedikit sekali (2,5%) anak tidak pernah mendo’akan kedua orang tua selesai sholat. Dengan demikian kebanyakan anak selalu mendo’akan kedua orang tua selesai sholat. Tabel. 38 Merawat orang tua yang sedang sakit dengan baik No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
20 7 13 0 40
50.0% 17.5% 32.5% 0.0% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa setengahnya (50%) anak selalu merawat orang tuanya yang sedang sakit, dan sedikit sekali (17,5%) anak sering merawat orang tuanya yang sedang sakit dengan
86
baik. Sebagian kecil (32,5%) anak jarang merawat orang tuanya yang sedang sakit, dan tidak ada sama sekali (0%) anak tidak pernah merawat orang tuanya yang sedang sakit. Dengan demikian kebanyakan anak selalu merawat orang tuanya yang sedang sakit. Tabel. 39 Tidak menyela pembicaraan orang tua yang sedang menasehati No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
15 14 9 2 40
37.5% 35.0% 22.5% 5.0% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian kecil (37,5%) anak selalu tidak menyela pembicaraan orang tua yang sedang menasehati dan sebagian kecil (35,0%) anak sering tidak menyela pembicaraan orang tua yang sedang menasehati. Sedikit (22,5%) anak jarang dan sangat sedikit sekali (5%) anak tidak pernah tidak menyela pembicaraan orang tua yang sedang menasehati. Dengan demikian kebanyakan anak selalu tidak menyela pembicaraan orang tua yang sedang menasehati. Tabel. 40 Memaksakan orang tua apabila meminta sesuatu No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
1 7 14 18 40
2.5% 17.5% 35.0% 45.0% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sangat sedikit sekali (2,5%) anak selalu memaksakan orang tua apabila meminta sesuatu, dan sedikit sekali (17,5%) anak sering memaksakan orang tua apabila meminta sesuatu. Sebagian kecil (35%) anak jarang memaksakan orang tua apabila meminta sesuatu, dan hampir setengahnya (45%) anak tidak
87
pernah memaksakan orang tua apabila meminta sesuatu. Dengan demikian kebanyakan anak tidak pernah memaksakan orang tua apabila meminta sesuatu.
b. Akhlak anak kepada guru dapat dilihat pada tabel 41 sampai tabel 46
Tabel. 41 Datang ke sekolah tepat waktu No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
13 8 19 0 40
32.5% 20.0% 47.5% 0.0% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian kecil (32,5%) anak selalu datang ke sekolah tepat waktu, dan sedikit (20%) anak sering datang ke sekolah tepat waktu. Hampir setengahnya (47,5%) anak jarang datang ke sekolah tepat waktu dan tidak ada sama sekali (0%) anak tidak pernah datang ke sekolah tepat waktu. Dengan demikian kebanyakan anak jarang datang ke sekolah tepat waktu Tabel. 42 Memakai seragam lengkap dan rapi saat bersekolah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
20 8 10 2 40
50.0% 20.0% 25.0% 5.0% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa setengahnya (50%) anak selalu memakai seragam lengkap dan rapi saat bersekolah, dan sedikit (20%) anak sering memakai seragam lengkap dan rapi saat bersekolah, dan jarang (25%) memakai seragam lengkap dan rapi saat bersekolah.
88
Dan sangat sedikit sekali (5%) anak tidak pernah memakai seragam lengkap dan rapi saat bersekolah. Dengan demikian kebanyakan anak selalu memakai seragam lengkap dan rapi saat bersekolah. Tabel. 43 Membuang sampah pada tempatnya di sekolah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban
F 6 15 17 2 40
Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
% 15.0% 37.5% 42.5% 5.0% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sedikit sekali (15%) anak selalu membuang sampah pada tempatnya di sekolah, dan sebagian kecil (37,5%) anak sering membuang sampah pada tempatnya di sekolah. Hampir setengahnya (42,5%) anak jarang membuang sampah pada tempatnya di sekolah, dan sangat sedikit sekali anak tidak pernah membuang sampah pada tempatnya di sekolah. Dengan demikian kebanyakan anak jarang membuang sampah pada tempatnya di sekolah. Tabel. 44 Mendengarkan guru ketika sedang menjelaskan pelajaran di kelas No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah
Jumlah
F 14 13 13 0 40
% 35.0% 32.5% 32.5% 0.0% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian kecil (35%) anak selalu mendengarkan guru ketika sedang menjelaskan pelajaran di kelas, dan sebagian kecil (32,5%) anak sering dan jarang mendengarkan guru ketika sedang menjelaskan pelajaran di kelas. Tidak ada sama sekali (0%) anak tidak pernah mendengarkan guru ketika sedang menjelaskan pelajaran
di
kelas.
Dengan
demikian
kebanyakan
anak
mendengarkan guru ketika sedang menjelaskan pelajaran di kelas.
selalu
89
Tabel. 45 Memberi salam ketika bertemu dengan guru No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
11 5 21 3 40
27.5% 12.5% 52.5% 7.5% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sedikit (27,5%) anak selalu memberi salam ketika bertemu dengan guru, dan sedikit sekali (12,5%) anak sering memberi salam ketika bertemu dengan guru. Setengahnya (52,5%) anak jarang memberi salam ketika bertemu dengan guru dan sangat sedikit sekali (7,5%) anak tidak pernah memberi salam ketika bertemu dengan guru. Dengan demikian kebanyakan anak jarang memberi salam ketika bertemu dengan guru. Tabel. 46 Mengerjakan tugas/PR di rumah tanpa menyontek teman No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
2 11 23 4 40
5.0% 27.5% 57.5% 10.0% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sangat sedikit sekali (5%) anak selalu mengerjakan tugas/PR di rumah tanpa menyontek teman dan sedikit (27,5%) anak sering mengerjakan tugas/PR di rumah tanpa menyontek teman. Setengahnya (57,5%) anak jarang mengerjakan tugas/PR di rumah tanpa menyontek teman dan sedikit sekali (10%) anak tidak pernah mengerjakan tugas/PR di rumah tanpa menyontek teman. Dengan demikian kebanyakan anak jarang mengerjakan tugas/PR di rumah tanpa menyontek teman.
90
c. Akhlak anak kepada teman dapat dilihat pada tabel 47 sampai tabel 52 Tabel. 47 Meminta maaf kepada teman ketika berbuat salah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
12 16 9 3 40
30.0% 40.0% 22.5% 7.5% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian kecil (30%) anak selalu meminta maaf kepada teman ketika berbuat salah, dan hampir setengahnya (40%) anak sering meminta maaf kepada teman ketika berbuat salah. Sedikit (22,5%) anak jarang meminta maaf kepada teman ketika berbuat salah dan sangat sedikit sekali (7,5%) anak tidak pernah meminta maaf kepada teman ketika berbuat salah. Dengan demikian kebanyakan anak sering meminta maaf kepada teman ketika berbuat salah. Tabel. 48 Meminjamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
9 12 16 3 40
22.5% 30.0% 40.0% 7.5% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sedikit (22,5%) anak selalu meminjamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan, dan sebagian kecil (30%) anak sering meminjamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan. Hampir setengahnya (40%) anak jarang meminjamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan dan sangat sedikit sekali (7,5%) anak tidak pernah meminjamkan alat tulis kepada teman yang
91
membutuhkan. Dengan demikian kebanyakan anak jarang meminjamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan. Tabel. 49 Mencegah teman yang ingin membolos dari sekolah No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
10 3 16 11 40
25.0% 7.5% 40.0% 27.5% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sedikit (25%) anak selalu mencegah teman yang ingin membolos dari sekolah, dan sangat sedikit sekali (7,5%) anak sering mencegah teman yang ingin membolos dari sekolah. Hampir setengahnya (40%) anak jarang mencegah teman yang ingin membolos dari sekolah, dan sedikit (27,5%) anak tidak pernah mencegah teman yang ingin membolos dari sekolah. Dengan demikian kebanyakan anak jarang mencegah teman yang ingin membolos dari sekolah. Tabel. 50 Menghibur teman yang sedang sedih No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
10 11 15 4 40
25.0% 27.5% 37.5% 10.0% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sedikit (25%) anak selalu menghibur teman yang sedang sedih, dan sedikit (27,5%) anak sering menghibur teman yang sedang sedih. Sebagian kecil (37,5%) anak jarang menghibur teman yang sedang sedih, dan sedikit sekali (10%) anak tidak pernah menghibur teman yang sedang sedih. Dengan demikian kebanyakan anak jarang menghibur teman yang sedang sedih.
92
Tabel. 51 Menjenguk teman yang sedang sakit No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
17 6 14 3 40
42.5% 15.0% 35.0% 7.5% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hampir setengahnya (42,5%) anak selalu menjenguk teman yang sedang sakit, dan sedikit sekali (15%) anak sering menjenguk teman yang sedang sakit. Sebagian kecil (35%) anak jarang menjenguk teman yang sedang sakit, dan sangat sedikit sekali (7,5%) anak tidak pernah menjenguk teman yang sedang sakit. Dengan demikian kebanyakan anak selalu menjenguk teman yang sedang sakit. Tabel. 52 Ikut dalam perkelahian antar pelajar No. 1 2 3 4
Alternatif jawaban Selalu Sering Jarang Tidak pernah Jumlah
F
%
6 5 8 21 40
15.0% 12.5% 20.0% 52.5% 100.0%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sedikit sekali (15%) anak selalu dan (12,5%) sering ikut dalam perkelahian antar pelajar. Sedikit (20%) anak jarang ikut dalam perkelahian antar pelajar dan setengahnya (52,5%) anak tidak pernah ikut dalam perkelahian antar pelajar. Dengan demikian kebanyakan anak tidak pernah ikut dalam perkelahian antar pelajar. Jadi dengan mengetahui tabel-tabel di atas bahwa akhlak siswa apabila dilihat dari 3 komponen di atas yaitu akhlak terhadap orang tua, guru dan teman, penulis dapat memberikan kesimpulannya sebagai berikut:
93
a) Akhlak terhadap orang tua, dalam hal ini anak masih kurang terutama dalam hal meminta izin kepada orang tua ketika hendak keluar rumah. Lebih dari setengah anak tidak meminta izin kepada orang tua ketika hendak keluar rumah. Setengah dari jumlah anak tidak mau membantu pekerjaan orang tua di rumah. Hampir sebagian besar anak tidak membersihkan dan merapikan tempat tidur sendiri. Hal ini disebabkan karena anak kurang memahami akan kewajiban berbakti kepada kedua orang tua dan bahaya jika mendurhakainya. b) Akhlak terhadap guru, dalam hal ini anak masih kurang terutama dalam hal datang ke sekolah tepat waktu, hampir setengahnya tidak datang ke sekolah tepat waktu. Hal ini disebabkan anak kurang memahami pentingnya kedisiplinan. Hampir setengahnya tidak membuang sampah pada tempatnya di sekolah. Hal ini disebabkan karena anak kurang menerapkan kebersihan. Lebih dari setengah anak tidak memberi salam ketika bertemu dengan guru. Lebih dari setengah anak tidak mengerjakan tugas/PR di rumah tanpa menyontek teman. Hal ini disebabkan karena anak kurang memahami bahwa menghormati guru sama seperti menghormati kedua orang tua. c) Akhlak terhadap teman, dalam hal ini anak masih kurang terutama dalam hal meminjamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan, hampir setengahnya anak tidak mau meminamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan. Lebih dari setengah anak tidak mau mencegah teman yang ingin membolos dari sekolah. Hampir setengahnya anak tidak pernah menghibur teman yang sedang sedih dan teman yang sedang sakit. Hal ini disebabkan karena anak kurang menerapkan saling tolong menolong sesama teman dalam kebaikan.
94
3. Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dengan Akhlak Siswa Untuk mengetahui skor hasil angket pada variabel X dan variabel Y, dapat diketahui dengan menggunakan rentang skor hasil penghitungan angket sebagaimana yang tertera pada bab sebelumnya. (lihat tabel 3) Tabel. 53 Skor Inventori Pendidikan Agama Islam dalam keluarga Kriteria
Skor
Frekuensi
Prosentase
Rendah
20 – 39
3
7,5%
Sedang
40 – 59
33
82,5%
Tinggi
60 – 80
4
10%
40
100%
Total
Berdasarkan penelitian terhadap skor yang diperoleh subyek penelitian pada inventori pendidikan agama Islam dalam keluarga, sebagian besar siswa MTs As-Sa’adah memperoleh skor kriteria sedang yaitu sebanyak 33 orang (82,5%), adapun yang memperoleh skor tinggi dan rendah masing-masing 4 orang (10%) dan 3 orang (7,5%). Adapun skor tertingginya adalah 64 dan skor terendahnya adalah 32. Skor rata-rata dari 40 orang sebesar 50,1. Tabel. 54 Skor Inventori Akhlak Siswa Kriteria Rendah Sedang Tinggi
Skor 20 – 39 40 – 59 60 – 80 Total
Frekuensi 0 25 15 40
Prosentase 0,0% 62,5% 37,5% 100%
Adapun penelitian terhadap skor yang diperoleh subyek penelitian pada inventori akhlak siswa, sebagian besar siswa MTs As-Sa’adah
95
memperoleh skor kriteria sedang yaitu sebanyak 25 orang (62,5%), adapun yang memperoleh skor tinggi sebanyak 15 orang (37,5%) dan tidak ada siswa yang memperoleh rendah. Adapun skor tertingginya adalah 70 dan skor terendahnya adalah 41. Skor rata-rata dari 40 orang sebesar 56,9. Sebelum dilakukan perhitungan perlu diketahui nilai antara variabel X dan variabel Y yang akan dimasukkan ke dalam rumus Product Moment sebagai berikut:
96
Tabel. 55 Jawaban Skor Angket Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Variabel X No Urut Responden
Nomor Butir Soal 1
2
3
4 5
6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
001 002 003 004
3 4 3 4
1 3 1 2
4 4 4 2
4 2 3 3
4 2 2 1
4 2 2 4
4 4 3 2
1 2 1 2
1 3 3 2
4 4 3 2
2 3 2 2
1 3 2 1
2 3 2 1
3 3 2 4
2 4 2 4
2 3 2 2
1 1 1 2
1 3 2 1
005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015 016
2 2
2 1
4 3
2 2
2 3
3 1
4 4
2 2 4 4 4 1 1 2
2 4
1 1 1 1
1 1
2 4
2 2 4 4
1 1
4 4
4 4 2
1 2 1
2 4 4
4 1 4
2 1 4
4 4 2
4 4 4
4 1 2 1 3 2 2 2 4 1 4 2
2 2 2
2 1 2 4 2 2
1 1 1
4 3 3
2 3 4 4 4 2
1 2 1
1 2 3
4 4 3 3 3
1 3 2 1 1
3 4 2 4 4
1 3 4 4 4
2 1 2 1 2
4 1 4 4 3
4 4 4 3 3
1 3 2 2 2
3 3 2 3 2
2 4 2 3 3
1 2 2 4 2
1 2 1 1 1
1 3 3 2 3
4 3 2 3 4
3 3 2 3 4
2 4 4 3 2
1 1 1 1 1
4 4 3 3 1
2 4
1 2
1 2
3 4
3 2
2 3
3 4
1 1 2 1 2 3 4 3
2 2
1 1 3 4
1 1
2 4
2 1 4 2
1 1
1 2
47 48 46 53 52 48 58 49 55 50 32 56
017 018 019
4 4 3
3 1 2
4 4 4
2 4 4
2 1 4
3 4 2
4 4 1
2 4 3 3 2 3 3 4 4 2 4 2
4 4 2
4 3 2 3 2 2
3 2 4
4 4 2
4 4 4 2 3 3
1 1 1
1 1 4
62 57 55
020 021 022 023 024
3 2
2 1
1 4
4 4
4 2
3 3
4 1
3 3 4 4 1 1 2 1
4 2
2 4 1 1
3 1
4 2
4 3 2 2
2 1
2 2
3 4 2
2 3 4
1 4 4
4 3 4
3 1 1
3 2 3
1 4 4
2 2 3 2 2 1 2 3 4 2 4 4
3 1 4
2 1 1 1 4 1
2 1 1
4 4 4
3 3 2 4 4 4
2 1 2
2 4 4
63 36 48 48 64
025 026 027 028 029
3 4 3 3 3
1 3 3 2 1
2 4 3 4 2
1 3 4 3 3
2 2 1 2 1
2 1 2 3 3
3 4 4 4 2
4 2 4 3 2
1 1 2 3 1
3 2 2 3 1
2 4 2 2 2
2 4 2 2 2
2 4 1 3 2
1 1 1 2 2
1 1 2 1 2
3 3 4 4 3
3 3 2 3 2
2 2 2 3 2
1 1 1 1 1
2 2 1 4 1
41 51 46 55 38
030 031 032 033 034
2 3 2 3 3
1 1 1 1 1
4 3 2 4 4
4 4 4 4 4
1 2 3 2 1
2 3 1 2 2
4 4 4 4 4
4 3 2 2 2
2 3 1 1 2
4 4 4 2 4
2 2 2 4 2
2 4 2 4 4
4 2 2 1 2
1 1 1 1 1
4 1 2 2 1
4 3 3 4 3
4 4 1 3 1
2 3 2 2 3
1 1 1 1 1
1 1 4 2 1
53 52 44 49 46
035
4
4
2
4
1
3
4
2 1 4 1
2
1 1
2
3
1 4
1
3
48
036 037 038 039
1 3 4 2
1 2 1 3
2 3 2 3
3 3 4 4
2 2 1 3
2 4 2 4
4 3 4 4
4 3 2 2
2 4 3 1
1 4 4 3
3 3 2 1
2 2 1 1
1 2 3 1
3 3 4 2
4 4 4 3
2 4 2 2
1 1 1 1
3 2 3 2
47 56 54 45
040
3
2
4
3
1
3
4
3 1 3 3
4
2 2
1
4
2 2
1
2
50
1 4 2 2
2 3 2 3 2
2 1 4 1
4 4 3 3
4 3 2 4 3
4 3 3 2
Jumlah 122 71 125 132 79 109 141100 77 122 98 113 85 64 71 131 119106 45 93
Total 49 61 45 46
2003
97
Tabel. 56 Jawaban Skor Angket Akhlak Siswa Variabel Y No Urut Responden 1
2
3
4
5
6
7
8
Nomor Butir Soal 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Total
001
2
1
3
4
4
2
3
4
2
1
1
3
2
2
1
3
1
2
1
3
002
2
3
2
3
3
4
3
2
3
3
2
3
2
2
3
3
2
3
4
4
003
2
4
2
2
4
3
2
2
4
4
3
2
2
3
3
2
2
2
2
3
004
2
4
2
2
4
4
4
2
2
3
2
2
2
2
3
2
2
4
3
4
005
2
4
2
2
2
2
2
4
2
4
2
2
4
2
4
4
1
4
2
4
006
4
2
2
4
4
4
2
3
4
4
3
4
3
3
4
2
2
3
2
4
007
4
4
2
2
4
4
4
4
2
2
2
4
2
2
4
2
1
4
2
4
008 009 010
4 2 4
4 2 1
2 2 4
4 4 4
4 2 2
2 4 2
2 4 4
4 4 3
4 2 2
4 4 2
4 2 1
4 4 3
4 4 1
4 2 2
4 2 1
2 4 4
4 4 3
2 4 2
2 3 4
3 1 4
011
2
3
4
4
4
4
3
3
4
3
4
4
3
4
3
2
1
3
2
012
2
2
1
4
4
2
3
4
4 4
4
3
4
4
3
3
2
2
2
4
4
013
3
2
3
4
4
4
4
4
4
3
3
3
2
3
4
3
4
3
4
4
014 015
3 2
3 4
2 2
4 1
3 1
3 2
2 2
3 3
2 4
3 4
3 2
3 2
3 2
2 2
2 1
2 1
2 4
4 2
2 1
4 4
016
4
2
4
2
3
3
2
3
4
4
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
017
4
3
1
4
4
4
3
3
4
3
3
4
4
3
4
3
2
4
4
2
018 019
2 2
2 3
2 2
4 3
4 2
2 4
3 4
2 2
2 3
2 2
2 2
3 3
2 2
3 2
2 3
2 4
3 4
3 2
2 4
4 1
020
3
2
3
4
2
3
3
1
3
4
3
2
2
2
3
3
2
3
4
2
021 022 023 024 025 026 027 028 029
2 2 4 1 2 1 2 2 2
1 2 2 4 2 4 2 3 2
2 4 1 2 4 2 2 2 2
4 3 3 4 2 4 2 4 2
2 4 2 4 3 4 4 4 2
2 4 2 4 4 4 2 2 2
3 4 2 1 4 4 3 3 1
4 4 4 4 3 4 3 4 2
2 2 3 2 4 2 2 3 3
2 2 1 4 2 4 4 4 2
3 2 4 4 2 4 2 4 2
2 2 3 4 2 4 3 3 3
2 4 3 2 2 2 1 2 3
1 2 3 4 1 2 2 2 2
3 3 3 4 3 3 2 3 2
2 2 3 4 3 2 2 3 2
1 1 2 4 1 1 4 2 1
1 3 1 4 3 2 2 2 2
3 2 3 4 2 2 1 4 2
4 3 4 4 3 4 4 4 2
030 031 032 033 034 035 036 037 038 039 040
4 4 2 1 3 2 4 3 2 2 4
4 4 2 1 4 3 2 4 1 2 4
4 2 2 1 4 2 1 4 2 2 2
4 4 4 4 4 1 2 4 3 2 4
4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4
4 4 4 4 4 3 2 4 3 3 4
4 4 4 3 3 3 3 4 4 2 4
3 3 4 4 4 3 3 3 2 4 4
2 3 2 2 4 4 2 2 3 2 4
4 4 4 4 3 4 4 3 2 2 3
2 3 2 4 3 3 2 3 3 3 2
2 4 2 4 4 4 3 4 3 2 2
2 2 1 3 4 4 4 4 2 2 2
3 2 2 2 3 3 1 1 2 2 2
4 3 4 3 4 4 2 2 3 2 3
2 2 4 4 3 4 1 4 3 1 3
4 3 2 4 2 4 1 1 2 1 2
4 3 2 2 3 4 4 3 1 2 3
4 4 4 2 3 4 4 4 4 2 4
3 3 1 2 4 4 4 4 3 4 1
Jumlah
45 56 53 55 55 63 59 67 60 53 64 61 68 55 46 50 66 51 54 54 46 55 53 68 52 59 49 60 41 67 64 56 58 70 67 52 64 52 45 61
104 108 94 129 133 127 122 129 114 126 105 121 104 91 117 107 92 107 117 127 2274
98
Tabel. 57 Mencari Koefisien Korelasi antara Variabel X dan Variabel Y X² No X Y Y² XY 001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015 016 017 018 019 020 021 022 023 024 025 026 027 028 029 030 031 032 033 034 035 036 037 038 039 040
49 61 45 46 47 48 46 53 52 48 58 49 55 50 32 56 62 57 55 63 36 48 48 64 41 51 46 55 38 53 52 44 49 46 48 47 56 54 45 50
∑X = Jumlah 2003
45 56 53 55 55 63 59 67 60 53 64 61 68 55 46 50 66 51 54 54 46 55 53 68 52 59 49 60 41 67 64 56 58 70 67 52 64 52 45 61
2401 3721 2025 2116 2209 2304 2116 2809 2704 2304 3364 2401 3025 2500 1024 3136 3844 3249 3025 3969 1296 2304 2304 4096 1681 2601 2116 3025 1444 2809 2704 1936 2401 2116 2304 2209 3136 2916 2025 2500
2025 3136 2809 3025 3025 3969 3481 4489 3600 2809 4096 3721 4624 3025 2116 2500 4356 2601 2916 2916 2116 3025 2809 4624 2704 3481 2401 3600 1681 4489 4096 3136 3364 4900 4489 2704 4096 2704 2025 3721
2205 3416 2385 2530 2585 3024 2714 3551 3120 2544 3712 2989 3740 2750 1472 2800 4092 2907 2970 3402 1656 2640 2544 4352 2132 3009 2254 3300 1558 3551 3328 2464 2842 3220 3216 2444 3584 2808 2025 3050
∑Y = 2274
∑X² = 102169
∑ Y² = 131404
∑XY= 114885
99
Selajutnya hasil dari penelitian di atas akan diuji keabsahannya dengan menggunakan rumus Product Moment Pearson untuk mengetahui tingkat korelasi variabel, yaitu :
rxy =
N∑XY – (∑X)(∑Y) _____
√ [N∑X² - (∑X)²] [N∑Y² - (∑Y)²] =
(40x114885) – (2003x2274)______ √ [40x102169 - (2003)²] [40x131404 - (2274)²] = 4595400 – 4554822_______ √ [4086760 - 4012009] [5256160 - 5171076] = 40578 . √ [74751] x [85084] = 40578_____
√ 6360114084 =
40578_____ 79750,32341 = 0,51 D. Interpretasi Data Berdasarkan hasil perhitungan di atas, besarnya rxy yang diperoleh yaitu (0,51), dengan melihat tabel No. 5, maka terletak antara 0,40 – 0,70. Hal ini menunjukkan bahwa antara variabel Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga (X) dan variabel Akhlak siswa (Y) terdapat korelasi yang sedang atau cukup. Dengan demikian secara sederhana penulis dapat memberikan interpretasi terhadap rxy yaitu terdapat korelasi positif antara variabel X dan variabel Y, meskipun korelasi itu adalah korelasi yang sedang atau cukup. Untuk mengetahui kedua hipotesis di atas dibuktikan dengan membandingkan (r) yang diperoleh melalui perhitungan atau “r” Product Moment (rt) dengan terlebih dahulu melihat derajat bebasnya (db) atau degrees of freedom (df) dengan rumus: df = N - nr Keterangan: df = degrees of freedom N = Number of cases
100
nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan Mencari df atau db dengan rumus df = N – nr, maka sampel penelitianny (N) adalah 40, dan variabel yang dikorelasikan ada 2, maka: Df = N – nr = 40 – 2 = 38 Di dalam tabel ternyata tidak ditemukan df sebesar 38, oleh karena itu dipergunakan df yang terdekat yaitu 40, dengan df sebesar 40 maka diperoleh: rt tabel pada taraf signifikan 5% = 0,304 rt tabel pada taraf signifikan 1% = 0,393 Diketahui r hitung/r observasi (ro) = 0,51 Jadi ro > rt 5% yaitu 0,51 > 0,304 dan ro > rt 1% yaitu 0,51 > 0,393. Karena ro lebih besar dari pada rt baik pada taraf signifikan 5% maupun pada taraf 1%, maka Hipotesis Alternatif (ha) diterima atau disetujui, sedangkan Hipotesis Nihil (Ho) ditolak atau tidak dapat disetujui. Dengan demikian kesimpulannya adalah terdapat korelasi atau hubungan yang signifikan antara variabel X (Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga) dengan variabel Y (Akhlak siswa). Kemudian perhitungan Koefisien Determinasi (KD) yang penulis gunakan untuk mengetahui kontribusi variabel X dan variabel Y adalah sebagai berikut: KD = r² x 100% = 0,51² x 100% = 0,2601 x 100% = 26,01% Jadi angka koefisien penentu sebesar 26,01% menunjukkan bahwa kontribusi hubungan pendidikan agama Islam dalam keluarga adalah sebesar 26,01% sedangkan sisanya 73,99% merupakan sumbangan dari variabel lain yang juga mempengaruhi akhlak siswa, seperti faktor lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan pendidikan agama Islam dalam keluarga dengan akhlak siswa di sekolah yang telah dilaksanakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa akhlak siswa kelas VIII MTs AsSa’adah Cakung Jakarta Timur, cukup dipengaruhi oleh pendidikan agama Islam yang mereka terima dari keluarga (orang tua) di rumah, selebihnya ada faktor lain yang juga mempengaruhi akhlak siswa. Untuk mengetahui lebih jelas, kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara pendidikan agama Islam dalam keluarga dengan akhlak siswa MTs AsSa’adah terutama kelas VIII yaitu sebesar 0,51. Dengan demikian koefisien korelasinya sedang atau cukup, karena terletak pada rentangan 0,40 – 0,70. Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat korelasi positif antara pendidikan agama Islam dalam keluarga dengan akhlak siswa MTs As-Sa’adah, meskipun korelasinya sedang atau cukup. Dengan demikian baik atau tidaknya pendidikan agama Islam dalam keluarga terdapat hubungan yang signifikan dengan akhlak siswa MTs As-Sa’adah. 2. Kemudian angka koefisien determinasi atau penentu sebesar 26,01%, hal ini menunjukkan bahwa kontribusi pendidikan agama Islam dalam keluarga terhadap akhlak siswa sebesar 26,01%, sedangkan sisanya adalah sumbangan dari variabel lain yang juga mempengaruhi akhlak siswa, seperti faktor lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
101
102
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saransaran sebagai berikut: 1. Kepada orang tua sebagai penaggung jawab pendidikan dalam keluarga, hendaknya senantiasa memberikan pendidikan dan penanaman agama Islam kepada anak-anaknya sedini mungkin, terutama pada pendidikan keimanan
(tauhid)
dan
akhlak.
Orang
tua
juga
senantiasa
mengontrol/mengawasi aktifitas anak-anaknya baik di dalam maupun di luar rumah. Di samping itu orang tua juga dianjurkan untuk mencontoh pola pendidikan Luqman kepada puteranya sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an surah Luqman ayat 12 s/d 19 Dengan demikian, maka diharapkan anak akan tumbuh menjadi manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. 2. Kepada guru bidang studi pendidikan agama Islam di sekolah, khususnya guru akidah akhlak, hendaknya lebih memperhatikan dan mengawasi secara intensif perilaku siswa di sekolah, baik dari segi ucapan, perbuatan maupun penampilan, agar siswa terhindar dari hal-hal negatif yang sekarang ini banyak mereka lihat, dengar, bahkan mereka tiru dari berbagai media elektronik. 3. Kepada pihak sekolah hendaknya memfasilitasi kepentingan dan kesempurnaan intrakurikuler dan ekstrakurikuler dalam upaya membentuk siswa yang lebih berkualitas, baik yang bersifat akademik maupun non akademik. 4. Kepada instansi pemerintahan, khususnya Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan agama Islam, Departemen Agama RI, hendaknya lebih memperhatikan
perkembangan
pendidikan,
yaitu
melalui
aktifitas
pengembangan potensi anak didik yang dapat membantu terwujudnya manusia yang beriman, bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Athoullah. Antara Ilmu Akhlak dan Tasawuf, Serang: Yayasan Rihlah alQudsiyah, Cet. 2, 1995 Ahmadi, Abu dan Salimi Noor, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 4, 2004 Amini, Ibrahim. Agar Tak Salah Mendidik, Jakarta: Al-Huda, Cet. 1, 2006 Aminuddin, dkk. Pendidikan Agama Islam,Jakarta: PT Ghalia Indonesia, Cet. 1, 2002 An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah,Sekolah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 2, 1995 Ardani, Moh. Al-Qur’an dan Sufisme Mangkunagara IV, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002 Arifin, Bambang Syamsul. Psikologi Agama, Bandung: CV Pustaka setia, Cet. 1, 2008 Arifin, M. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan Sekolah dan Keluarga, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 4, 1978 Ash-Shiddiqy, Hasbi. Pengantar Hukum Islam,Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, Cet. 1, 1997 Azim, Abdul. Wawancara, Jakarta, 3 Juni 2010 Burhanuddin, Yusak. Kesehatan Mental, Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. 1, 1999 Daradjat, Zakiah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,Jakarta: CV Ruhama, Cet. 2, 1995 ______, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. 7, 2008 ______, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 14, 1993 Daud Ali, Muhamad. Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005
103
104
Hamalik, Oemar. Psikologi Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cet. 2, 2000 Ibn Hibban, Muhammad. Shahih Ibn Hibban, Beirut: Muassasat al-Risalat, 1993 Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986 Mansoer, Masri, dkk. Laporan Hasil Penelitian Keberagamaan (Religuisitas) Remaja dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2004 Masngudin, HMS. Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang Hubungannya dengan Keberfungsian Sosial Keluarga, diakses oleh www, Depsos.qo.id/Balatbang/Puslitbang UKS/2004/Masngudin.htm. 18-062010 Miri, Jamaluddin. Pendidikan Anak dalam Islam, Terjemahan Tarbiyatul Awlad Fil Islam, karya Nasih Ulwan, Jakarta: Pustaka Amini, Cet. 1, 1995 Muhaimin. Nuansa Baru Pendiidkan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006 Mujib, Abdul. Fitrah dan Kepribadian Islam, Jakarta: Darul Falah, 1999 Musnad Imam Ahmad bin Hambal Jilid II, Beirut: Maktab Islami, Cet. 2, 1978 _____, Jilid III, Beirut: Maktab Islami, Cet. 2, 1978 Mustafa, Ahmad. Akhlak Tasawuf, Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. 1, 1999 Musthafa, Ibnu. Keluarga Islam Menyongsong Abad 21, Bandung: Al-Bayan, Cet.1, 1993 Narendrany Hidayati, Heny. Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, Jakrta: UIN Press, Cet. 1, 2009 Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam,Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. 1, 1997 Nihayah, Zahrotun, dkk. Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. 1, 2006 Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis,Teoritis, dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, Cet. 1, 2002
105
_____, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Pernada Media Group, Cet. 1, 2008 _____, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. 1, 2001 Ramayulis, dkk. Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 1, 1987 _____, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 1998 Riduwan. Pengantar Statistika Sosial, Bandung: Alfabeta, Cet. 2, 2009 Sabri, Alisuf. Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Press, Cet. 1, 2005 Sahilun, A. Nasir. Peranan Pendidikan AgamaTerhadap Pemecahan Problema Remaja, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 1, 1999 Sudjiono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006 Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 3, 1997 Syamsul Arifin, Bambang. Psikologi Agama, Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. 1, 2008 Syaukani, HR. Pendidikan Paspor Masa Depan Prioritas Pembangunan dalam Otonomi Daerah, Jakarta: Nuansa Madani, 2006 Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 7, 2007 Terjemahan Departemen Agama. Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putera, 1989 Tim Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah. Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: 2007 Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. Dasar-Dasar Kependidikan Islam, Surabaya: Karya Abditama, Cet. 1, 1996 Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam,Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. 1, 1999 Umary, Barmawi. Materia Akhlak, Solo: CV Ramadhani, Cet. 9, 1990
106
UU RI No. 20 Tahun 2003.Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Sinar Grafita Offset, 2008 Wirawan Sarwono, Sarlito. Psikologi Remaja, Jakart: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 11, 2007 Yasin, A. Fatah. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Yogyakarta, UIN Malang Press, Cet. 1, 2008 Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, Cet. 11, 2010 Zahruddin, AR. Pengantar Studi Akhlak,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 1, 2004
ANGKET PENELITIAN HUBUNGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA TERHADAP AKHLAK SISWA MTs AS-SA’ADAH CAKUNG TIMUR JAKARTA TIMUR
A. Identitas Responden Nama
:……………………………….
Jenis Kelamin :………………………………. Umur
:……………………………….
Kelas
:……………………………….
B. Petunjuk Pengisian 1. Bacalah terlebih dahulu pernyataan di bawah ini dengan baik dan teliti! 2. Anda dimohon untuk mengisi angket ini sesuai dengan keadaan yang sebenarbenarnya! 3. Berilah tanda check list (√) pada salah satu jawaban yang anda anggap paling sesuai! SL (Selalu), SR (Sering), JR (Jarang) atau TP (Tidak Pernah) 4.
Jawaban yang anda berikan tidak mempengaruhi nilai raport dan dijamin kerahasiaannya.
5. Terima kasih atas kesediaannya mengisi angket ini.
C. Tabel Pernyataan 1. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga NO
PERNYATAAN
1.
Saya mengingat Allah SWT, kapan saja dan di mana saja saya berada Jika saya mendapat nilai ulangan yang bagus, saya melakukan sujud syukur kepada Allah SWT Saya memberi salam, ketika hendak masuk ke rumah Apabila saya tidak belajar di rumah, orang tua memukul saya Apabila saya meninggalkan sholat, orang tua memarahi saya Jika orang tua sedang memarahi saya, mereka berkata kasar Saya menghormati orang yang lebih tua di rumah Saya menemani dan membimbing adik belajar di rumah dengan sabar Saya melakukan sholat berjama’ah bersama keluarga di rumah Setiap Ramadhan tiba, Saya berusaha menunaikan ibadah puasa dengan baik dari awal sampai akhir Ramadhan Orang tua mengajari/menyimak saya membaca alQur’an di rumah Saya membaca do’a ketika hendak tidur Saya membaca do’a setelah selesai makan Orang tua mengawasi saya, ketika saya sedang sholat Apabila ada barang kesayangan saya hilang/rusak, saya terus bersedih Orang tua mengingatkan saya untuk belajar di rumah Orang tua menganjurkan saya untuk banyak membaca buku, terutama buku pelajaran sekolah Apabila ada pengemis datang ke rumah, saya memberikan shadaqoh/beramal kepada mereka Menjelang hari raya ‘Idul Fitri pada bulan Ramadhan, saya turut berpartisipasi menjadi panitia zakat fitrah Saya mengikuti perlombaan pada setiap acara Perayaan Hari Besar Islam yang diselenggarakan di sekolah atau di lingkungan rumah saya
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
11. 12. 13. 14 15 16. 17. 18. 19. 20.
SL
SR
JR
TP
2. Akhlak Siswa NO PERNYATAAN 1. Apabila saya ingin ke luar rumah, terlebih dahulu saya meminta izin kepada orang tua 2. Saya membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah sepulang dari sekolah 3. Saya membersihkan tempat tidur sendiri setelah bangun dari tidur 4. Saya memberi salam ketika hendak masuk rumah 5. Saya mendoakan kedua orang tua selesai sholat 6. Jika orang tua sedang sakit, saya berusaha untuk merawatnya dengan baik 7. Apabila orang tua sedang menasehati, saya tidak menyela pembicaraannya 8. Apabila saya meminta sesuatu kepada orang tua, saya memaksakannya 9. Saya datang ke sekolah tepat waktu 10. Saya berpakaian seragam lengkap dan rapi saat bersekolah 11. Saya menbuang sampah pada tempatnya di sekolah 12. Apabila guru sedang menerangkan/menjelaskan pelajaran di kelas, saya mendengarkannya 13. Saya mengucapkan salam, bila bertemu dengan guru 14. Apabila guru memberikan tugas/PR di rumah, saya berusaha untuk mengerjakannya sendiri tanpa menyontek teman 15. Apabila saya berbuat salah kepada teman, saya berusaha meminta maaf kepadanya 16. Jika teman saya lupa membawa alat tulis, saya berusaha meminjamkannya 17. Apabila ada teman saya yang ingin membolos, saya berusaha untuk mencegahnya 18. Apabila ada teman yang sedang bersedih, saya berusaha untuk menghiburnya 19. Apabila ada teman yang sedang sakit, saya menjenguknya 20. Jika terjadi perkelahian antar pelajar, saya ikut dalam perkelahian tersebut untuk membela teman saya
SL
SR
JR
TP
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul: “Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dengan Akhlak Siswa di MTs As-Sa’adah Cakung Jakarta Timur” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada, 17 September 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana SI (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam. Jakarta, 17 September 2010 Panitia Ujian Munaqasah Tanggal
Tandatangan
.................
.......................
.................
.......................
.................
........................
................
........................
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Bahrissalim, MA. NIP.19680307.199803.1.002 Sekretaris Drs. Sapiuddin Shiddiq, MA. NIP.19670328.200003.1.001 Penguji I Prof. Dr. Rusmin Tumanggor NIP.19470114.196510.1.001 Penguji II Drs. Sapiuddin Shiddiq, MA. NIP.19670328.200003.1.001 Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. NIP. 19571005.198703.1.003
OUTLINE
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Pembatasan dan Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Signifikansi Penelitian
BAB II
KAJIAN
TEORITIS,
KERANGKA
BERFIKIR
DAN
HIPOTESIS A. Kajian Teoritis 1. Akhlak a. Pengertian, dan Macam-Macam Akhlak b. Tujuan Akhlak c. Akhlak Remaja d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akhlak Remaja 2. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga a. Pengertian dan Dasar Pendidikan Agama Islam b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam c. Pendidikan Islam dalam Keluarga d. Penanaman Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga B. Kerangka Berfikir C. Hipotesis BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel B. Metode Penelitian C. Instrumen Pengumpulan Data D. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data E. Tehnik Interpretasi Data F. Tempat dan Waktu Penelitian G. Variabel Penelitian
i
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Penelitian 1. Sejarah Berdirinya MTs As-Sa’adah 2. Visi dan Misi MTs As-Sa’adah 3. Keadaan Guru dan Pegawai 4. Keadaan Siswa 5. Sarana dan Prasarana MTs As-Sa’adah 6. Stuktur Organisasi MTs As-Sa’adah B. Deskripsi Data C. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga 2. Akhlak Siswa MTs As-Sa’adah kepada Orangtua, Guru dan Teman Sekolah 3. Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dengan Akhlak Siswa MTs As-Sa’adah D. Interpretasi Data
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
ii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama
: Ummu Syahdah
NIM
: 207011000475
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dengan Akhlak Siswa di MTs As-Sa’adah Cakung Jakarta Timur.
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat merupakan hasil karya sendiri, dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh ujian munaqasah.
Jakarta, 30 Juni 2010
Ummu Syahdah NIM. 207011000475
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Madrasah Tsanawiyah As-Sa’adah Cakung Jakarta menerangkan bahwa:
Nama: Ummu Syahdah NIM : 207011000475 Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam Jenjang : S-I
Adalah benar mahasiswa tersebut telah melakukan penelitian di Madrasah Tsanawiyah As-Sa’adah mulai tanggal 24 Mei sampai dengan 25 Juni 2010. Data hasil penelitian tersebut diperlukan untuk penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dengan Akhlak Siswa di MTs As-Sa’adah Cakung Jakarta Timur.” Demikian surat keterangan ini kami buat agar dipergunakan sebagaimana mestinya, dan kepada yang bersangkutan harap maklum.
Jakarta, 25 Juni 2010 Kepala MTs As-Sa’adah,
(Drs. H. Abd Azim)
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi yang berjudul “Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dengan Akhlak Siswa di MTs As-Sa’adah Cakung Jakarta Timur”, yang ditulis oleh:
Nama
: Ummu Syahdah
NIM
: 207011000475
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Menyatakan bahwa mahasisiwi tersebut di atas telah selesai masa bimbingan skripsi dan disetujui untuk mendaftar ujian skripsi.
Jakarta, 30 Juni 2010
Di bawah bimbingan,
Dra. Hj. Eri Rossatria, M.Ag NIP. 19470717 196608 2 001
Jakarta, 6 Februari 2010 No : Istimewa Lamp : 1 (satu) berkas Hal : Pengajuan Judul Skripsi Kepada Yth., Drs. H. Abd. Fatah Wibisono, MA Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Di tempat Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam hormat, teriring do’a semoga Bapak dalam keadaan sehat wal’afiat dan sukses dalam menjalankan segala aktifitas, amin. Selanjutnya, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ummu Syahdah NIM : 207011000475 Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI) Semester : VII (tujuh) Bermaksud mengajukan judul skripsi dengan tema: “Hubungan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dengan Akhlak Siswa di MTs AsSa’adah Cakung Jakarta Timur” Sebagai bahan pertimbangan, berikut ini saya lampirkan: 1. Out line 2. Daftar pustaka sementara Demikian surat ini diajukan, semoga Bapak berkenan untuk menerima judul skripsi ini. Atas perhatian dan bantuan Bapak, saya mengucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Dosen Seminar Proposal
Pemohon
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 150 231 356
Ummu Syahdah NIM. 207011000475 Mengetahui, Sekretaris Jurusan PAI
Drs. Sapiuddin Shidiq, M.Ag NIP. 150 299 477
PEDOMAN DAN HASIL WAWANCARA
Nama
: Drs. H. Abd Azim
Jabatan
: Kepala Sekolah MTs As-Sa’adah
Hari/tgl Wawancara : Selasa, 3 Juni 2010
Pertanyaan: 1. P: Jelaskan bagaimana sejarah berdirinya MTs As-Sa’adah Cakung Jakarta ini! J: MTs as-Sa’adah ini berdiri pada tahun 1985 sebagai tindak lanjut dari Madrasah Ibtidaiyah yang sudah berdiri sejak tahun 1959 yang dahulu disebut dengan istilah MD (Madrasah Diniyah), kedua madrasah tersebut bernaung di bawah YAPIDA (Yayasan Perguruan Islam Daaru As-Sa’adah). Dasar didirikannya MTs ini adalah Yayasan sudah cukup memiiki kemampuan baik dari segi keilmuan maupun ADRT/finansialnya,
di
samping
bertujuan
memberikan
wadah
untuk
meningkatkan pendidikan agama masyarakat setempat khususnya dan masyarakat umum lainnya.. Madrasah ini didirikan di atas tanah wakaf atas nama H. Muhabbar. Adapun pendirinya diprakarsai oleh para tokoh masyarakat yang sebagian besar merupakan keluarga dari pemilik wakaf, di antaranya KH. Ahmad Muhabbar, Drs. H. Ubaidillah, dan Drs. H. abd Azim Ahmad. Adapun sebagai tim penasehatnya adalah KH. A. Marzuki Muhammad, H. Maridi Muhabbar, H. Abdullah Muhabbar, dan H. Muhammad Mubayyin. Dan saya mulai menjadi kepala sekoah sejak tahun 1992. 2. P: Dari mana saja siswa yang berminat masuk ke MTs ini? J: Beberapa tahun lalu siswa yang berminat di MTs ini cukup banyak, selain dari lingkungan setempat (Tambun rengas dan Tambun Selatan) ada juga mereka yang datang dari lingkungan lainnya seperti: Kandang Sapi, Rorotan, malaka, dan dari Tanjakan AURI.
untuk saat ini sebagian besar siswa berasal dari lingkungan
setempat (Tambun Rengas dan Tmbun Selatan).
3. P: Bagaimana perkembangannya sampai saat ini, berkurang atau bertambah? Dan apa yang menjadi alasannya? J: Beberapa tahun terakhir jumlah siswa berkurang. Sebagian besar masyarakat tertarik dengan pendidikan dan SPP gratis dari pemerintah. 4. P: Usaha apa yang Bapak lalukan agar MTs ini tetap eksis dan banyak peminatnya? J: Menyamakan mutu sekolah dengan sekolah lain yang lebih baik dengan cara memperbaiki kinerja guru, meningkatkan KBM, meningkatkan kedisiplinan, dan meningkatkan kegiatan ekstrakurikuler yang dapat membantu
meningkatkan
kualitas dan kuantitas prestasi siswa baik yang bersifat akademik maupun yang non akademik. Hal itu juga bertujuan agar apa yang menjadi target utama saya sebagai kepala sekolah secara pribadi yaitu mengeluarkan siswa (lulus dari AsSa’adah) dan menghantarkan siswa (masuk SLTA Negeri atau yang sederajat) dapat terwujud. 5. P: Bagaimana latar belakang ekonomi dan pendidikan para orang tua siswa di MTs ini? J: Rata-rata ekonominya rendah, dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Mengenai pendidikan hampir 60% hanya lulus SD 6. P: Apakah ada pengaruh ekonomi dan pendidikan para orang tua di rumah dengan akhlak siswa di sekolah? J: Ada, karena dengan keadaan ekonomi yang rendah dapat menghambat KBM . Mengenai pendiidkan orang tua, memang sangat berpengaruh karena dari segi waktu anak lebih banyak di rumah dari pada di sekolah., dan secara tidak sengaja tingkah laku orang tua menjadi gambaran atau contoh bagi anak. 7. P: Apakah ada kerja sama antara sekolah dengan orang tua siswa dalam usaha membentuk akhlak siswa yang baik? J: Ada, yaitu dengan melakukan koordinasi antara guru/pihak sekolah dengan wali murid melalui adanya pertemuan setiap 3 bulan sekali.
8. P: Apakah ada kendala yang mendasar dalam melaksanakan kegiatan tersebut? J: Ada, masih banyak orang tua siswa yang kurang berminat atau enggan untuk hadir pada pertemuan tersebut. 9. P: Langkah apa yang dilakukan pihak sekolah dalam mengatasi kendala tersebut? J: Pihak sekolah akan memberikan sesuatu yang bersifat materi berupa hadiah untuk siswa, agar orang tua mau datang menghadiri pertemuan di sekolah. 10. P: Usaha apa yang Bapak lakukan untuk membentuk akhlak siswa yang baik? J: Saya pribadi dan para guru memberikan contoh atau tauladan yang baik, di samping itu sekolah menyediakan beberapa sarana yang menunjang pembentukan akhlak yang baik seperti keberadaan guru BK, melaksanakan sholat Dzuhur berjama’ah, kegiatan kesenian, dan olah raga.
Jakarta, 3 Juni 2010 Kepala Sekolah
(Drs. H. Abd Azim)
PEDOMAN DAN HASIL WAWANCARA
Nama
: Syarif Hidayatullah, M.PdI
Guru Bidang Study : Aqidah Akhlak Hari/tgl Wawancara : Selasa, 3 Juni 2010 1. P: Sejak kapan Bapak mengajar bidang study Aqidah Akhlak di MTs As-Sa’adah? J: Tahun 2009-2010 2. P: Bagaimana hasil belajar/nilai pelajaran Aqidah Akhlak siswa? J: Baik 3. P: Menurut Bapak apakah hasil belajar pendidikan Aqidah Akhlak berhubungan dengan akhlak siswa itu sendiri di sekolah? J: Pasti, karena dalam proses kegiatan belajar mengajar aqidak akhlak juga mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. 4. P: Bagaimana pelaksanaan pendidikan Aqidah Akhlak di sekolah, agar tujuan membentuk akhlakul karimah dapat tercapai? J: Di antaranya melakukan sistem kontrol siswa di sekolah, baik dari segi perbuatan, perkataan maupun penampilan. Selain itu para guru secara bergiliran mengawasi mereka, ketika sedang melaksanakan sholat dzuhur berjama’ah di masjid.
Jakarta, 3 Juni 2010 Guru Aqidah Akhlak
(Syarif Hidayatullah, M.PdI)
PEDOMAN DAN HASIL WAWANCARA
Nama
: Lutfiah
Jabatan
: Tata Usaha
Hari/tgl Wawancara : Selasa, 03 Juni 2010 Pertanyaan: 1.
2.
3.
P: Sejak kapan Ibu menjadi pegawai di bagian Tata Usaha di MTs AsSa’adah? J:
Tahun 1999
P:
Berapakah jumlah siswa di MTs ini secara keseluruhan?
J:
Dari kelas VII s/d IX berjumlah 80 orang, untuk lebih jelas lihat data siswa.
P: Berapakah jumlah guru secara keseluruhan serta latar belakang pendidikannya? J:
4.
Kurang lebih 16 orang, untuk lebih jelas lihat data guru
P: Sarana apa saja yang ada di sekolah ini yang dapat mendukung pembentukan akhlak siswa yang baik? J: Aula serba guna yang dapat digunakan untuk mempelajari Ta’lim setiap hari jum’at dan tempat siswa melaksanakan sholat Dhuha. Adapun sholaat Dzuhur pelaksanaannya secara berjama’ah di masjid Al-Mubarok yang berlokasi dekat dengan sekolah.
Jakarta, 03 Juni 2010 Tata Usaha
(Lutfiah)