BAB II PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA
A. Tanggung Jawab Keluarga dalam Pendidikan Agama Islam Anak 1. Pengertian Keluarga Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan unit pertama dalam masyarakat. Dalam keluarga pulalah proses sosialisasi dan perkembangan individu mulai terbentuk.1 Menurut Thohari Musnamar dalam bukunya Dasardasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami mendefinisiakan keluarga adalah “komunitas terkecil dalam masyarakat”.2
Definisi ini
sesuai dengan pendapat William J. Goode yang mengatakan bahwa keluarga merupakan unsur inti dalam struktur sosial yang lebih besar (masyarakat). Melalui keluarga, masyarakat dapat memperoleh dukungan yang diperlukan dari pribadi-pribadi. Sebaliknya, keluarga hanya dapat terus berjalan jika didukung oleh masyarakat yang lebih luas. Jika masyarakat itu sebagai sistem kelompok sosial yang lebih besar, maka keluarga adalah suatu sistem terkecil dari masyarakat.3 Pada lingkungan ini, pembentukan kepribadian anak mulai dibangun. Selain itu, keluarga adalah sebagai proses pendidikan orang tua untuk penanaman nilai-nilai moral. Berkaitan dengan hal di atas, Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama mengatakan, bahwa keluarga memiliki peran pendidikan, yaitu dalam menanamkan rasa dan sikap keberagamaan pada anak. Dengan kata lain, pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam usaha menanamkan rasa keagamaan pada anak dan melalui pendidikan dilakukan pembentukan sikap keagamaan tersebut.4 1
Ramayulis Tuanku Khatib, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 1. 2 Thohari Musnamar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami, (Yogyakarta: UII Press, 1992), hlm. 55. 3 William J. Goode, Sosiologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 4 4 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 201
15
16 Menurut A.M. Rose “A family is a group of interacting persons who recognize a relationship with each other based on common parentage, marriage, and or adoption”.5 Menurut beliau keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang mempunyai ikatan darah, perkawinan atau adopsi. Pengertian keluarga menurut A.M. Rose tersebut hampir sama dengan pengertian keluarga menurut George S. Morrison, yang menyatakan bahwa: “A family is defined as two or more persons living together who are related by birth, marriage or adoption”.6 Jadi, keluarga adalah dua orang atau lebih yang tinggal bersama yang mempunyai hubungan kelahiran, perkawinan, ataupun adopsi. Menurut Emory S. Bogardus, “The family is a small social group, normally composed of a father, a mother and one or more children, in which affection and responsibility are equitably shared and in which the children are reared to become self-controlled and socially-motivated persons”.7 Dengan kata lain, keluarga adalah suatu kelompok sosial terkecil yang biasanya terdiri dari ayah, ibu, satu anak atau lebih, di mana cinta/kasih sayang dan tanggung jawab dibagi secara adil agar anak mampu mengendalikan diri dan menjadi orang yang berjiwa sosial. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian keluarga secara umum adalah merupakan lembaga terkecil yang unsurnya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang mana hubungan sosialnya relatif tetap yang didasarkan atas ikatan darah, perkawinan, atau adopsi dan dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab.
2. Orang Tua Sebagai Pendidik
5
St. Vembriarto, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Gramedia, 1993), hlm. 33. George S. Morrison, Early Childhood Education Today, (London: Merrill Publishing Company, 1988), hlm. 414. 7 St. Vembriarto, loc. cit. 6
16 Pendidikan merupakan suatu keharusan yang diberikan kepada anak. Anak sebagai manusia kecil yang berpotensi perlu dibina dan dibimbing. Potensi anak yang bersifat laten ini perlu diaktualisasikan agar anak tidak lagi dikatakan sebagai animal educable, yaitu sejenis binatang yang memungkinkan untuk dididik. Namun lebih dianggap sebagai manusia secara mutlak, sebab anak adalah manusia yang memiliki potensi akal untuk dijadikan kekuatan agar menjadi manusia susila. Anak-anak semenjak dilahirkan sampai menjadi manusia dewasa, menjadi manusia yang dapat berdiri sendiri dan dapat bertanggung jawab sendiri harus mengalami perkembangan. Oleh karena itu, baik buruknya hasil perkembangn anak juga sangat ditentukan oleh pendidikan (pengaruh-pengaruh) yang diterima anak itu dari berbagai lingkungan pendidikan yang dialaminya, baik dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.8 Atas dasar inilah, maka keluarga terutama orang tua memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan rasa kasih sayang. Orang tua sebagai kepala dan pemimpin dalam keluarganya bertangung jawab dan berkewajiban untuk memelihara keluarganya dari api nereka. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat al-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:
ﺭ ﹸﺓ ﺎﺤﺠ ِ ﻭﺍﹾﻟ ﺱ ﺎﺎ ﺍﻟﻨﺩﻫ ﻭﻗﹸﻮ ﺍﺎﺭﻢ ﻧ ﻫﻠِﻴ ﹸﻜ ﻭﹶﺃ ﻢ ﺴﻜﹸ ﻧﻔﹸﻮﺍ ﻗﹸﻮﺍ ﹶﺃﻣﻨ ﻦ ﺀَﺍ ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻳﻬﺎﹶﺃﻳ ﻭ ﹶﻥﻣﺮ ﺆ ﻳ ﺎﻌﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻣ ﻳ ﹾﻔﻭ ﻢ ﺮﻫ ﻣ ﺎ ﹶﺃﻪ ﻣ ﻮ ﹶﻥ ﺍﻟ ﱠﻠﻌﺼ ﻳ ﻟﹶﺎﺍﺩﻣﻠﹶﺎِﺋ ﹶﻜﺔﹲ ِﻏﻠﹶﺎﻅﹲ ِﺷﺪ ﺎﻴﻬ ﻋ ﹶﻠ (6 :)ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. alTahrim: 6)9 8 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 123. 9 Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 951.
16 Kewajiban dan tanggung jawab yang ada pada orang tua untuk mendidik anak-anak pada dasarnya timbul dengan sendirinya secara alami, tidak karena dipaksa dan disuruh oleh orang lain. Demikian pula sebaliknya, kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya adalah kasih sayang sejati yang timbul dengan spontan, tidak dibuat-buat. Di rumah anak menerima kasih sayang yang besar dari orang tuanya. Anak masih mengantungkan sepenuhnya kepada orang tuanya dan menjadi bagian dari keluarga di mana ia tinggal, sehingga ini berbeda dengan pendidikan yang ia peroleh dari sekolah maupun masyarakat. Sehubungan dengan hal di atas, maka keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki peranan sangat penting dalam pendidikan anak. Oleh karena itu, orang tua (ayah dan ibu) memiliki pengaruh yang kuat dalam perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya. Kewajiban itu meliputi pendidikan jasmani dan rohani. Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak tidak dapat dipikulkan kepada orang lain, misalnya guru. Dengan kata lain, tanggung jawab pendidikan yang dipikul oleh pendidik selain orang tua merupakan pelimpahan tanggung jawab orang tua yang karena satu hal tidak mungkin melaksanakan pendidikan anak secara sempurna.10 Orang tua mendidik anak dengan memperhatikan potensi yang dimiliki anak. Karena itu, peran orang tua dalam mendidik anak dilakukan dengan cara membimbing, membantu/mengarahkannya agar ia mengenal norma dan tujuan hidup yang hendak dicapainya.11 Dari uraian di atas, jelas bahwa peran orang tua dalam mendidik anak adalah sangat penting sebagai upaya untuk membimbing dan membina
keberagamaan
anak,
sehingga
kelak
mereka
mampu
melaksanakan kehidupannya sebagai manusia dewasa baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat yang taat terhadap agama yang dianutnya. 10
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 38. Muslim Nurdin, dkk., Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: Alfabeta, 1993), hlm. 262.
11
16
3. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Agama Islam Anak Dalam konsep Islam, anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu kondisi awal yang suci yaitu berkecenderungan kepada kebaikan tetapi secara pengetahuan ia belum tahu apa-apa. Kendatipun demikian, modal dasar bagi pengembangan pengetahuan dan sikapnya telah diberikan Allah yaitu berupa alat indera, akal dan hati. Berkaitan dengan hal ini, orang tua mendidik anak dengan memperhatikan potensi yang dimiliki anak. Karena itu, peran orang tua dalam mendidik anak dilakukan dengan cara membimbing, membantu/mengarahkannya agar ia mengenal norma dan tujuan hidup yang hendak dicapainya.12 Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya. Apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik, pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya.13 Hal ini sesuai dengan pendapat Abdul Majid yang mengatakan sebagai berikut:
ﻭﺍﻟﻄﻔﻞ ﻳﻌﺘﻨﻖ ﺩﻳﻦ ﺍﺳﺮﺗﻪ ﻭﺗﻘﺎﻟﻴﺪﻫﺎ – ﻓﻴﺆﺛﺮ ﰱ ﺳﻠﻮﻛﻪ ﻭﺗﻔﻜﲑﻩ ﻭﻧﻈﺮﺗﻪ 14
ﰱ ﺍﳊﻴﺎﺓ
Artinya: “Seorang anak itu bergantung pada agama keluarganya dan mengikutinya. Oleh karena itu, ia akan membekas dalam perilakunya, pemikirannya dan pandangan hidupnya” Dalam lingkungan keluarga ini, orang tua bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak, sehingga mereka
12
Muslim Nurdin, dkk., loc. cit., hlm. 262. Zakiah Daradjat, loc. cit. 14 Abdul Majid, “Awamil al-Tarbiyah” dalam Shalih Abdul Aziz dan Abdul Majid, alTarbiyah wa Thuruq al-Tadris, Juz 1, (Mesir: Dar al-Ma’arif, t.th.), hlm. 87. 13
16 dapat menyiapkan anak-anak shaleh yang didalam hatinya tertanam iman dan Islam. Penciptaan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak ini akan membawa nikmat dan penyejuk bagi keluarga.15 Perbuatan orang tua sehari-hari dalam lingkungan keluarga merupakan suatu metode yang paling efektif bagi pembinaan kepribadian anak, karena apa yang disaksikan anak akan langsung diserap maknanya oleh anak sebagai suatu yang seyogyanya ditiru. Di sinilah pentingnya perilaku orang tua terkontrol, sehingga memberi dampak yang baik pada anak-anak. Oleh karena itu, orang tua harus dapat memberikan pengalaman-pengalaman yang baik dan bermanfaat bagi anak-anaknya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. sebagai berikut:
ﻦ ﺎ ِﻣ ﻣ:ﻢ ﺳ ﱠﻠ ﻭ ﻴ ِﻪ ﻋ ﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﺍ ﷲ ِ ﻮﻝﹸ ﺍ ﺭﺳ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ:ﻮﻝﹸ ﻳﻘﹸ ﻛﹶﺎ ﹶﻥﻧﻪﺮ ﹶﺓ ﹶﺃ ﻳﺮ ﻲ ﻫ ﻦ ﹶﺍِﺑ ﻋ )ﺭﻭﺍﻩ.ﺎِﻧ ِﻪﺠﺴ ﻤ ﻳ ﻭ ﺍِﻧ ِﻪ ﹶﺍﺼﺮ ﻨﻳﻭ ﺍِﻧ ِﻪ ﹶﺍﻮﺩ ﻬ ﻳ ﻩ ﺍﺑﻮﺮ ِﺓ ﹶﻓﹶﺎ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟ ِﻔ ﹾﻄ ﻮﹶﻟﺪ ﻮ ٍﺩ ِﺇ ﱠﻻ ﻳ ﻮﹸﻟ ﻣ 16
(ﻣﺴﻠﻢ
Artinya: Dari Abu Hurairah, beliau berkata: bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda: “Tiada seorang manusia dilahirkan kecuali dilahirkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nashrani atau Majusi”. (HR. Muslim) Mencermati hadits di atas jelas, bahwa anak memulai mengenal agama dengan mengikuti agama orang tuanya. Oleh karena itu, mendidik anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan oleh orang tua, karena di sinilah anak mulai bersosialisasi dan mulai mentransfer
segala
informasi,
kata-kata
dan
perbuatan
serta
menginternalisasikannya ke dalam dirinya dan dijadikan rujukan utama bagi perjalanan hidupnya.17 Dari uraian di atas, jelas bahwa peran orang tua dalam mendidik anak lebih ditujukan ke arah pembinaan pribadi anak yang dilaksanakan 15
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam: Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hlm. 7. 16 Imam ibn Husain Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburiy, Imam Muslim, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, t.th.), hlm. 458. 17 Abdul Majid, loc. cit.
16 dalam keluarga agar kelak mereka mampu melaksanakan kehidupannya sebagai manusia dewasa baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat. Pelaksanaan dan penampilan kehidupan dewasa tidak mungkin tanpa suatu landasan yang kuat yang tidak saja melandasi kehidupan di dunia kini melainkan juga di akhirat kelak, melalui pengidentifikasian tingkah laku orang tuanya sebab ia terbiasa melihat, mendengar dan menyerap makna-makna dan tindakan orang tuanya.
4. Tinjauan Psikologis Anak Usia 3-6 Tahun Anak adalah amanat Allah yang harus dirawat, dipelihara dan dididik dengan penuh kasih sayang. Mendidik anak adalah kewajiban orang tua yang paling utama yang akan berpengaruh kuat dalam perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya. Kewajiban itu meliputi pendidikan jasmani dan rohani yang dimulai sedini mungkin. Anak usia 3-6 tahun merupakan masa anak kecil dan masa bermain. Pada periode ini disebut periode strokings periode I dan secara fisik badan anak melansing. Pada umur ini, anak mulai mengenal perbedaan dirinya dengan orang lain dan antara dirinya dengan bendabenda di sekitarnya. Ia tidak lagi bersikap antropoformis. Ia mulai berani menghadapi realita dan sifat-sifat egosentrisnya mulai berkurang.18 Masa ini anak sudah siap untuk masuk sekolah dasar.19 Pendidikan anak pada masa ini lebih ditekankan untuk mendidik anak agar memiliki rasa harga diri yang sehat, misalnya dengan jalan membiarkan anak berfikir sendiri, berbuat sendiri. Dengan perlakuan yang adil, dengan memberikan penghargaan yang setimpal setiap menunjukkaan kemampuannya, dengan membimbing anak yang sedang mengalami
18
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta: 1996), hlm. 54. Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 24. 19
16 kesulitan, tidak selalu melarang, menghukum, mencemooh, menghina dan lain sebagainya.20 Melihat pentingnya pendidikan dalam usia ini, maka orang tua memegang peranan yang penting dan sangat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya. Apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik, pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya.21 Sikap orang tua sehari-hari dalam lingkungan keluarga merupakan suatu metode yang paling efektif bagi pembinaan keagamaan anak, karena apa yang disaksikan anak akan langsung diserap maknanya oleh anak sebagai suatu yang seyogyanya ditiru. Di sinilah pentingnya perilaku orang tua terkontrol, sehingga memberi dampak yang baik pada anakanak. Oleh karena itu, orang tua harus dapat memberikan pengalamanpengalaman yang baik dan bermanfaat bagi anak-anaknya.
B. Pendidikan Agama Islam bagi Anak dalam Keluarga 1. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga a. Dasar Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Sebelum berbicara mengenai pendidikan agama Islam, maka perlu dipahami terlebih dahulu tentang pengertian pendidikan. Pada dasarnya pendidikan tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari, baik dalam kehidupan individu, keluarga, maupun masyarakat. Pendidikan merupakan kata yang sudah umum. Boleh dikatakan semua orang mengenal kata pendidikan walaupun dalam pengertian yang berbeda-beda. 20
Agus Sujanto, op. cit., hlm. 67. Zakiah Daradjat, op. cit., hlm. 35.
21
16 Orang awam misalnya, mempersepsikan bahwa pendidikan itu identik dengan sekolah, memberikan pelajaran, melatih anak dan sebagainya. Tapi ada pula yang berpendapat bahwa pendidikan itu mencakup aspek yang sangat luas, termasuk semua pengalaman yang diperoleh anak dalam pembentukan dan pematangan pribadinya baik yang dilakukan oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Dalam bahasa Indonesia kata “pendidikan” berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia.22 Pengertian pendidikan secara bahasa tersebut hampir sama dengan pengertian pendidikan menurut Frederick J. Mc Donald yang menyatakan bahwa: “Education is a process or an activity which is directed at producing desirable changes in the behaviour of human beings”.23 Artinya, Pendidikan adalah suatu proses atau aktivitas yang ditujukan untuk menghasilkan perubahan tingkah laku manusia sesuai dengan yang diinginkan. Menurut
Marimba,
pendidikan
adalah
bimbingan
atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.24 Sedangkan menurut al-Ghazali, pendidikan yaitu proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna.25
22
Erwati Aziz, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai, 2003), hlm. 23. Frederick J. Mc Donald, Educational Psychology, (USA: Wadsworth Publishing, 1959),
23
hlm. 4. 24
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 24. 25 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 56.
16 Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya bimbingan, pengajaran dan latihan. Jadi, dapat diambil pengertian bahwa pendidikan dapat dilaksanakan melalui bimbingan, pengajaran kepada anak serta latihan-latihan yang sesuai dengan kemampuan anak. Setelah mengetahui arti pendidikan secara umum, maka penulis akan menjelaskan pengertian pendidikan agama Islam. Ada beberapa pendapat yang mendefinisikan pendidikan agama Islam. Menurut Zakiah Daradjat, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.26 Menurut Achmadi, bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan (ireligiousitas) subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.27 Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, tidak ada perbedaan yang esensial, yang berbeda hanya redaksinya. Pengertian lainnya juga saling melengkapi. Maka dari pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu tindakan atau usaha yang dilaksanakan oleh orang dewasa atau orang tua berdasarkan kemauan sendiri untuk mendidik anak-anaknya demi tercapainya kepribadian muslim yang baik dan sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan PAI bagi anak dalam keluarga merupakan hal fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Artinya, hasil26 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 130. 27 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 29.
16 hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendiidkan anak itu selanjutnya baik di sekolah maupun dalam masyarakat.28 Dalam keluarga ada dua pemegang peran utama dalam interaksi edukatif yaitu orang tua dan anak. Keduanya mempunyai perananan masing-masing. Orang tua berperan sebagai pendidik dengan
mengasuh,
membimbing,
memberi
teladan,
dan
membelajarakan anak. Sedangkan anak sebagai peserta didik melakukan kegiatan belajar mengajar dengan cara fikir, menghayati, dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.29 Orang tua yang terdiri dari ibu dan bapak adalah manusia dewasa yang sudah dibebani tanggung jawab terhadap keluarga. Dalam pendidikan peran ibu lebih dominan daripada peran ayah, sebab ibu lebih banyak menyertai anak. Ibu merupakan bagian dari diri anak, selain itu naluri ibu lebih dekat dengan anak dibandingkan dengan ayah.30 Meskipun peran ibu dalam pendidikan anak lebih dominan daripada ayah, bukan berarti bahwa tanggung jawab mendidik anak hanya terletak pada ibu saja. Selain memenuhi kebutuhan materi bagi anak-anak dan istri, sebenarnya ayah juga sangat berperan dalam mendidik anak. Baik ayah maupun ibu berkewajiban mendidik anak agar menjadi manusia saleh, berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Ayah dan ibu (orang tua) bertanggung jawab dihadapan Allah terhadap pendiidkananak-anaknya. Sebab anak adalah generasi yang akan memegang tongkat estafet perjuangan agama dan khalifah di bumi. Bila pendidikan terhadap anak baik, maka orang tua akan berbahagia
28
M. Ngalim Purwanto, op. cit., hlm. 79. Subino Hadisubroto, dkk., Keluarga Muslim dalam Masyarakat Moder, (Badung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 23. 30 Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak, dalam Keluarga Muslim, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), hlm. 17. 29
16 baik di dunia maupun akhirat.31 Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT. dalam surat at-Tahrim ayat 6:
ﺱ ﺎﺎ ﺍﻟﻨﺩﻫ ﻭﻗﹸﻮ ﺍﺎﺭﻢ ﻧ ﻫﻠِﻴ ﹸﻜ ﻭﹶﺃ ﻢ ﺴﻜﹸ ﻧﻔﹸﻮﺍ ﻗﹸﻮﺍ ﹶﺃﻣﻨ ﻦ ﺃ ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻳﻬﺎﹶﺃﻳ ﻢ ﺮﻫ ﻣ ﺎ ﹶﺃﷲ ﻣ َ ﻮ ﹶﻥ ﺍﻌﺼ ﻳ ﹶﻻﺍﺩﻼِﺋ ﹶﻜﺔﹲ ِﻏﻠﹶﺎﻅﹲ ِﺷﺪ ﻣ ﹶ ﺎﻴﻬ ﻋ ﹶﻠ ﺭﺓﹸ ﺎﺤﺠ ِ ﺍﹾﻟﻭ (6 :ﻭ ﹶﻥ )ﺍﻟﺘﺤﺮﱘﻣﺮ ﺆ ﻳ ﺎﻌﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻣ ﻳ ﹾﻔﻭ Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. alTahrim: 6)32 Ayat di atas menunjukkan, bahwa orang tua berkewajiban memelihara diri dari hal-hal yang tidak pantas, serta lebih dahulu menjalankan perintah agama secara baik. Sebab anak lebih cenderung meniru dan mengikuti kebiasaan yang ada dalam lingkungan hidupnya. Jadi kalau orang tua memiliki kebiasaan melakukan hal-hal yang baik, maka anak akan menjadi manusia saleh, karena sejak kecil sudah ditempa hal-hal yang baik. Dengan demikian keluarga merupakan ladang terbaik dalam penyampaian nilai-nilai agama. Orang tua memiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilai-nilai agama dapat ditanamkan ke dalam jiwa anak. Kebiasaan orang tua dalam melaksanakan ibadah, misalnya seperti: salat, puasa, infaq dan sadaqah menjadi suri teladan bagi anak untuk mengikutinya.
b. Tujuan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Pada dasarnya anak lahir dalam keadaan fitrah. Keluarga dan lingkungan anaklah yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian, perilaku, dan kecenderungannya sesuai dengan bakat yang ada dalam 31 A. Mudjab Mahalli, Kewajiban Timbal Balik Orang Tua-Anak, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hlm. 134. 32 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 951.
16 dirinya. Akan tetapi pengaruh yang kuat dan cukup langgeng adalah kegiatan dan pengalaman pada masa kecil sang anak tumbuh dari suasana keluarga yang ia tempati.33 Dengan demikian, keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non Islam, karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapat pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia pra sekolah). Sebab pada masa pra sekolah apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tidak mudah hilang atau berubah sesudahnya. Di sisi lain, keluarga juga mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembangunan masyarakat, karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.34 Dengan demikian, dalam pendidikan keluarga menempati posisi sentral, hal ini berdasarkan atas berbagai pertimbangan, di antaranya: 1) Keluarga lebih banyak mengalokasikan waktu dibanding lingkungan pendidikan lainnya, sehingga pola penanaman nilai-nilai kehidupan besar peluangnya. 2) Keluarga dijadikan sandaran anak dalam menumpahkan segala problematiaka kehidupan 3) Usia muda masih mudah diarahkan karena dala masa pembinaan dan juga karena belum banyak berpengaruh lingkungan asing baru. 4) Keluarga adalah segala-galanya dan merupakan sumber ketergantungan hidup bagi anak. 5) Keluarga merupakan insitusi yang mengenalkan anak pada alam raya dan lingkungan sehingga berperan utama dan pertama dalam mendidik anak menjadi generasi yang siap menuju lingkungan pendiidkan sekolah dan pendidikan masyarakat.35 33
Ma’ruf Zurayk, Aku dan Anakku, (Bandung: al-Bayan, t.th.,), hlm. 21. Muhammad Yusuf Harun, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Yayasan al-Sofwa, 1997), hlm. 10. 35 Moh. Rasyid, Ilmu Pendidikan Menuju Hidup Prospektif, (Semarang: UPT Unnes Press, 2004), hlm. 176. 34
16 Dalam keluarga ayah sebagai pemimpin keluarga (rumah tangga) dan pemberi nafkah, sedangkan ibu mengurus rumah, memelihara dan mendidik anak, ketika bapak tidak ada di rumah.36 Ayah dan ibu (orang tua) memiliki kedudukan yang istimewa di mata anak-anaknya. Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar untuk mempersiapkan dan mewujudkan kecerahan hidup masa depan anak, maka mereka dituntut untuk
berperan
aktif
dalam
membimbing
anak-anaknya
dalam
kehidupannya di dunia yang penuh dnegan cobaan dan godaan.37 Ibu telah diberi prioritas yang besar untuk menjaga dan memelihara anak-anak pada saat balita. Penjagaan dan pemeliharaan para ibulah yang akan membentuk cara berfikir anak dan mewarnai hati nuraninya. Hal ini secara tegas telah dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut:
ﻋ ﹶﺔ ﺎﺮﺿ ﻢ ﺍﻟ ﻳِﺘ ﺩ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺍﻦ ﹶﺃﺭ ﻤ ﻴ ِﻦ ِﻟ ﻴ ِﻦ ﻛﹶﺎ ِﻣ ﹶﻠ ﻮﹶﻟ ﺣ ﻦ ﻫ ﺩ ﻭﻟﹶﺎ ﻦ ﹶﺃ ﻌ ﺿ ِ ﺮ ﺕ ﻳ ﺍﺍِﻟﺪﺍﹾﻟﻮﻭ ﺎﻌﻬ ﺳ ﻭ ِﺇﻟﱠﺎﻧ ﹾﻔﺲ ﹶﻜ ﱠﻠﻒﻑ ﻟﹶﺎ ﺗ ِ ﻭﻌﺮ ﻤ ﻦ ﺑِﺎﹾﻟ ﻬﻮﺗ ﺴ ﻭ ِﻛ ﻦ ﺯﻗﹸﻬ ِﺭﻮﻟﹸﻮ ِﺩ ﹶﻟﻪ ﻤ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﻭ
ﻚ ﹶﻓِﺈ ﹾﻥ ﺙ ِﻣ ﹾﺜﻞﹸ ﹶﺫِﻟ ِ ﺍ ِﺭﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟﻮ ﻭ ﻮﹶﻟ ِﺪ ِﻩ ِﺑ ﹶﻟﻪﻮﻟﹸﻮﺩ ﻣ ﻭﻟﹶﺎ ﺎﻮﹶﻟ ِﺪﻫ ﺪﺓﹲ ِﺑ ﺍِﻟﺭ ﻭ ﺎﺗﻀ ﻟﹶﺎ ﻢ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺗﺩ ﺭ ﻭِﺇ ﹾﻥ ﹶﺃ ﺎﻴ ِﻬﻤ ﻋ ﹶﻠ ﺡ ﺎﺟﻨ ٍﺭ ﹶﻓﻠﹶﺎﺎﻭﺗﺸﻭ ﺎﻬﻤ ﻨ ﺽ ِﻣ ٍ ﺍﺗﺮ ﻦ ﻋ ﺎﻟﹰﺎﺍ ِﻓﺼﺍﺩﹶﺃﺭ ﺎﺟﻨ ﻢ ﹶﻓﻠﹶﺎ ﺩ ﹸﻛ ﻭﻟﹶﺎ ﻮﺍ ﹶﺃﺿﻌ ِ ﺮ ﺘﺴ ﺗ ﻑ ِ ﻭﻌﺮ ﻤ ﻢ ﺑِﺎﹾﻟ ﺘﻴ ﺗﺎ ﺀَﺍﻢ ﻣ ﺘﻤ ﺳ ﱠﻠ ﻢ ِﺇﺫﹶﺍ ﻴ ﹸﻜ ﻋ ﹶﻠ ﺡ (233 : )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﺼﲑ ِ ﺑ ﻤﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻌ ﺗ ﺎﻪ ِﺑﻤ ﻮﺍ ﹶﺃ ﱠﻥ ﺍﻟ ﱠﻠﻋ ﹶﻠﻤ ﺍﻪ ﻭ ﺗﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟ ﱠﻠﺍﻭ Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan 36
Mujiyo, Jatidiri Wanita, (Bandung: al-Bayan, 1994), hlm. 138. Bakir Yusuf Barmawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam pada Anak, (Semarang: Toha Putra, 1993), hlm. 16. 37
16 ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Baqarah: 233) 38 Ibu merupakan pendidik dan pengasuh bagi anak-anaknya. Ibu pulalah yang akan senantiasa menjaga dan memelihara kerusakan fitrah, kemampuan dasar, karekter, dan sifat yang diturunkan kepada anakanaknya.39 Jika para ibu mendidik anaknya dengan pendidikan yang baik, berarti mereka telah menemukan jalan yang mudah menuju syurga. Dan jika para ibu keliru dalam mengarahkan anak-anak mereka, maka para anak akan meniti jalan yang sesat menuju neraka.
2. Materi Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapatkan pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dari keluarga. Baik tidaknya keteladanan yang diberikan keluarga akan mempengaruhi jiwa anak.40 Untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu, dan menjauhi sifat tercela. Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat anak melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik.41 Dengan demikian maka fungsi keluarga dalam konteks pendidikan anak adalah memberi
bimbingan/pimpinan
belajar
melalui
pembiasaan
dan
keteladanan yang dapat dicontoh oleh anak. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an:
ﻡ ﻮ ﻴﺍﹾﻟﷲ ﻭ َ ﻮ ﺍﺮﺟ ﻳ ﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻤ ﻨﺔﹲ ِﻟﺴ ﺣ ﻮﺓﹲ ﺳ ﷲ ﹸﺃ ِ ﻮ ِﻝ ﺍﺭﺳ ﻢ ﻓِﻲ ﺪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ ﹶﻟ ﹶﻘ (21 :ﺍ )ﺍﻻﺣﺰﺍﺏﷲ ﹶﻛِﺜﲑ َ ﺮ ﺍ ﻭ ﹶﺫ ﹶﻛ ﺮ ﺍﻟﹾﺂ ِﺧ
38
Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 57. Muhammad al-Zuhaili, Menciptakan Remaja Dambaan Allah, (Bandung: al-Bayan, 2004) , hlm. 52. 40 Ibid., hlm. 24-25. 41 Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 78. 39
16 Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Qiyamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. alAhzab: 21)”.42 Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa pendidikan dalam keluarga merupakan pembentukan landasan kepribadian anak. Itulah fungsi utama keluarga yang penjabarannya telah diungkapkan dalam alQur’an surat Luqman ayat 13-19 sebagai berikut: a. b. c. d. e.
Menanamkan iman dan tauhid; Menumbuhkan sikap hormat dan bakti pada orang tua; Menumbuhkan semangat bekerja dengan penuh kejujuran; Mendorong anak untuk taat beribadah (terutama shalat); Menanamkan cinta kebenaran (ma’ruf) dan menjauhi yang buruk (mungkar); f. Menanamkan jiwa sabar dalam menghadapi cobaan; g. Menumbuhkan sikap rendah hati, tidak angkuh dan sombong dalam pergaulan; h. Menanamkan sikap hidup sederhana.43 Untuk menanamkan fungsi tersebut di atas tidak mungkin hanya dengan perintah atau nasehat, larangan atau hukuman, tetapi akan lebih berhasil apabila dilakukan dengan memberi contoh dan iklim keluarga yang kondusif, karena anak suka meniru dan suka mencoba sendiri sebagai naluri kreatifitasnya.44 Dengan demikian pembiasaan dalam pendidikan anak sangat penting terutama dalam pembentukan pribadi, akhlak dan agama pada umumnya. Karena pembiasaan-pembiasaan agama itu akan memasukkan unsur-unsur positif dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Semakin banyak pengalaman agama yang didapat melalui pembiasaan-pembiasaan itu akan semakin banyaklah unsur agama dalam pribadinya dan semakin mudahlah ia memahami ajaran agama yang akan dijelaskanoleh guru agama dibelakang hari.45
42
Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 670. Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 1992), hlm. 93-94. 44 Ibid., hlm. 94. 45 Zakiyah Daradjat, op. cit, hlm. 81. 43
16 Pelaksanaan pendidikan agama itu dapat dilakukan dalam empat tempat yaitu di rumah, di masyarakat, di rumah ibadah dan di sekolah. Di antara empat tempat pendidikan agama Islam tersebut, yang paling penting adalah pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di rumah (dalam keluarga). Hal ini disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah: a. Pendidikan agama Islam di masyarakat, rumah ibadah dan sekolah frekuensinya rendah, dalam arti waktunya sebentar (kurang). b. Inti dari pendidikan agama Islam adalah penanaman iman. Dan penanaman iman itu hanya mungkin dilaksanakans ecara maksimal dalam kehidupan sehari-hari dan hanya mungkin dilakukan di rumah (dalam lingkungan keluarga).46 Pelaksanaan pendidikan agama di rumah sangat penting karena pada dasarnya seseorang/anak mengenal lingkungan yang pertama adalah lingkungan keluarga. Selain itu, menurut M. Nipan Abdul Halim, bahwa pada hakekatnya anak adalah: a. b. c. d. e. f. g.
Sumber kebahagiaan keluarga Karunia Allah Penerus garis keturunan Pelestari pahala orang tua Anamat Allah Makhluk independen Batu ujian keimanan orang tua.47 Dengan menyadari hakikat anak tersebut, maka orang tua
diharapkan akan menyadari kewajiban dan tanggung jawabnya untuk merawat, mengasuh, membimbing dan mendidik dengan benar sehingga anak tetap menjadi sumber kebahagiaan, mampu menjadi penerus garis keturunan yang baik, mampu menjadi pelestari pahala setelah orang tua meninggal, dan mampu menjadi manusia yang mandiri. Pada dasarnya setiap anak yang lahir ke dunia ini menurut pandangan Islam telah membawa fitrah Islamiyah. Semenjak belum lahir 46
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 134. 47 M. Nipan Abdul Halim, Anak Saleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hlm. 2.
16 ke dunia, setiap calon bayi telah berjanji kepada Allah SWT. hendak menjadiklan-Nya sebagai satu-satunya Tuhan.48 Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT. dalam Firman-Nya:
ﻋﻠﹶﻰ ﻢ ﺪﻫ ﻬ ﺷ ﻭﹶﺃ ﻢ ﻬ ﺘﻳﺭ ﻢ ﹸﺫ ﻮ ِﺭ ِﻫﻦ ﹸﻇﻬ ﻡ ِﻣ ﺩ ﺑﻨِﻲ ﺀَﺍ ﻦ ﻚ ِﻣ ﺑﺭ ﺧ ﹶﺬ ﻭِﺇ ﹾﺫ ﹶﺃ ﺎﺎ ﹸﻛﻨﻣ ِﺔ ِﺇﻧ ﺎﻡ ﺍﹾﻟ ِﻘﻴ ﻮ ﻳ ﺗﻘﹸﻮﻟﹸﻮﺍ ﺎ ﹶﺃ ﹾﻥﺪﻧ ﺷ ِﻬ ﺑﻠﹶﻰ ﻢ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺑﻜﹸﺮ ِﺑﺴﺖ ﻢ ﹶﺃﹶﻟ ﺴ ِﻬ ِ ﻧﻔﹸﹶﺃ (172ﲔ )ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ ﻫﺬﹶﺍ ﻏﹶﺎ ِﻓ ِﻠ ﻦ ﻋ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukanlah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (QS. al-A’raf: 172)49 Selain dilahirkan berbekal fitrah Islamiah, manusia ditakdirkan menjadi makhluk pelupa, sesuai dengan namanya “al-Insan” yang berarti makhluk yang banyak lupanya. Maka agar anak didik lupa setelah kelahirannya, orang tua wajib mengingatkan dengan usaha yang sungguhsungguh. Dimulai dengan mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kirinya ketika lahir dan menanamkan akidah Islamiyah secara terus menerus dari hari ke hari anak tumbuh. Menurut Daud Ali, bahwa materi pendidikan agama Islam dapat dibagi menjadi 3 bidang sebagai berikut: a. Aspek akidah Akidah merupakan hal yang sentral dalam kehidupan seseorang, karena akidah menyangkut keyakinan seseorang. Oleh karena itu, pada aspek akidah, pendidikan agama Islam lebih memfokuskan tentang rukun iman, baik iman kepada Allah beserta sifat-sifatnya, iman kepada malaikat, iman kepada kitab yang diturunkan Allah, iman kepada utusannya, iman kepada qadha dan qadar dan iman kepada hari
48
Ibid., hlm. 48. Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 250.
49
16 akhir. Sekarang ini, ilmu yang membicarkan masalah akidah dikelompokkan dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu ilmu tauhid. b. Aspek ibadah Aspek ibadah (syari’ah) ditetapkan Allah menjadi patokan hidup. Dimensi ini merujuk pada seberapa tingkat kepatuhan muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana diajarkan agamanya, misalnya shalat, haji, puasa dan lain sebagainya. Dalam Islam, dimensi peribadatan merupakan pusat ajaran agama dan jalan hidup Islam yang berupa berbagai kewajiban beribadah dan seringkali disebut dengan rukun Islam. c. Aspek akhlak Banyak sekali akhlak (terpuji) yang harus diterapakan manusia dalam kaitannya dengan sesama manusia. Hal ini mengingat manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain. Apalagi manusia yang hidup di tengah-tengah masyarakat, yang segalanya saling bergantung satu sama lainnya. Islam
sangat
menganjurkan
pemeluknya
untuk
saling
menghormati dan saling tolong-menolong antara satu sama lain. Akhlak karimah yang harus diterapkan antara lain saling hormatmenghormati, saling menolong, menepati janji, berkata sopan, berlaku adil.50 Berbeda dengan pendapat di atas, Nipan Abdul Halim, bahwa materi pokok pendidikan anak menyangkut lima aspek sebagai berikut: a. Aspek akidah Materi pendidikan ibadah saat sudah dikemas dalam disiplin ilmu, yaitu ilmu tauhid. Ilmu tauhid adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara mentauhidkan (meng-Esakan) Allah dengan dalil-dalil yang meyakinkan. Oleh karena itu, sedimikian mendasarnya pendidikan akidah ini bagi anak-anak, maka dengan 50
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Wali Press, 2004), hlm.
179.
16 pendidikan akidah ini, anak akan mengenali siapa Tuhannya, bagaimana bersikap terhadap Tuhannya dan apa saja yang mesti mereka perbuat dalam hidup ini. b. Aspek ibadah Materi pendidikan ibadah pada anak tidak hanya membicarakan hukum dan tata cara melakukan shalat belaka, melainkan membahas tentang puasa, zakat, haji dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pengenalan anak terhadap aspek ibadah juga diawali dengan pengenalan ilmu fikih, sehingga pengamalan ibadahnya kelak menjadi baik dan benar. c. Aspek Akhlak Selain akidah dan ibadah, materi lain yang sangat penting dalam pendidikan agama Islam adalah akhlak. Materi akhlak ini sebagai upaya untuk mengukir pribadi anak dengan akhlak-akhlak mahmudah, sehingga kelak ketika dewasa, anak tidak mudah terpengaruh dengan kebiasan-kebiasan buruk lingkungan sekitarnya. d. Aspek ekonomi Dalam fikih Islam atau dalam pokok-pokok pendidikan ibadah sebenarnya telah tercakup masalah tata ekonomi Islam. Namun dalam rangkan mendidik anak demi terbentuknya pribadi yang benar-benar saleh, maka perlu kiranya masalah ekonomi ini mendapat perhatian secara khusus dari orang tua. Hal di atas didasarkan pada kenyataan, bahwa anak tidak luput dari kebutuhan yang ekonomis, misalnya anak didik untuk hemat dengan cara menabung. e. Aspek kesehatan Kesehatan merupakan salah satu kunci bagi terlaksananya peribadatan. Mengingat pentingnya kesehatan bagi seseorang, maka anak didik untuk menjaga kesehatan. Misalnya dengan olah raga, kebersihan yang dibiasakan sejak kecil, sehingga ketika anak beranjak
16 dewasa, pengertian tentang pentingnya kesehatan sudah cukup baik dan dapat hidup secara sehat.51
3. Metode Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Metode merupakan salah satu unsur terpenting dalam pendidikan, karena dalam realitasnya, materi pendidikan tidak akan dapat dipelajari dan diterima secara efektif dan efesien oleh anak didik, kecuali disampaikan dengan cara-cara tertentu. Ketiadaan metode pendidikan yang efektif akan menghambat dan membuang secara sia-sia waktu dan upaya pendidikan. Istilah metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan. Jadi, jalan itu bermacam-macam, begitu juga dengan metode.52 Metode diartikan pula sebagai suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pendidikan.53 Sedangkan menurut Moh. Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip oleh Omar Muhammad alThoumy al-Syaibani, bahwa metode adalah suatu jalan yang kita ikuti untuk memberi faham kepada murid-murid segala macam pelajaran.54 Sementara itu, Muhammad Qutb berpendapat, bahwa dalam konteks pendidikan Islam, tujuan metode adalah untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, daya cipta dan ketrampilan pada anak dapat dicapai melalui berbagai metode, maka metode yang digunakan untuk pendidikan anak dalam Islam adalah melalui metode teladan, teguran, cerita, pembiasaan dan melalui pengalaman-pengalaman kongkrit.55 Akhir-akhir ini telah banyak metode mengajar yang dikemukakan dan dikembangkan oleh para tokoh ahli pendidikan. Masing-masing 51 Lihat, M. Nipan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hlm. 91-123. 52 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989), hlm.183 53 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 19. 54 Omar Muhammad al-Taumy al-Syaibani, “Falsafatut tarbiyah al-Islamiyah”, terj. Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 551 55 Muhammad Qutb, Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun, (Bandung: al-Ma’arif, 1993), hlm. 324.
16 metode itu dapat dipilih dan dipraktekkan untuk penyajian suatu bidang atau materi pelajaran tertentu termasuk dalam pendidikan agama Islam. Secara tegas perintah untuk menggunakan metode dalam pendidikan dapat dilihat dari Firman Allah SWT. Dalam surat al-Nahl ayat 125 sebagai berikut:
ﻲ ﻢ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِﻫ ﻬ ﺎ ِﺩﹾﻟﻭﺟ ﻨ ِﺔﺴ ﺤ ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ِﺔ ﺍﹾﻟ ﻤ ﺍﹾﻟﻤ ِﺔ ﻭ ﺤ ﹾﻜ ِ ﻚ ﺑِﺎﹾﻟ ﺑﺭ ﺳﺒِﻴ ِﻞ ﻉ ِﺇﻟﹶﻰ ﺩ ﺍ (125 : )ﺍﻟﻨﺤﻞ... ﺴﻦ ﺣ ﹶﺃ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …. (QS. alNahl: 125).56 Melihat metode pendidikan ini sebagai bagian dari untuk menyampaikan materi pelajaran, khususnya dalam menyampaikan materi pendidikan agama Islam, maka orang tua harus dapat memilih metode yang tepat yang sesuai dengan karakteristik anak. Oleh karena itu, peranan metode pendidikan agama Islam dalam keluarga pada dasarnya diawali dari kenyataan yang menunjukkan, bahwa materi pendidikan agama Islam tidak mungkin akan tepat diajarkan, melainkan diberikan dengan cara yang khusus, sebab ketidaktepatan dalam penerapan metode pendidikan anak dalam keluarga dapat menghambat proses pembelajaran yang berakibat membuang waktu dan tenaga. Jadi, agar materi pendidikan agama Islam dalam keluarga dapat dipahami dan diamalkan anak dengan baik, maka diperlukan metode pendidikan yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Karena metode pendidikan merupakan cara yang teratur dan terpikir baik-baik yang digunakan untuk memberikan pelajaran kepada peserta didik. Metode pendidikan adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan pendidikan.57 Para ahli pendidikan (Islam) telah mengemukakan beberapa bentuk metode yang umumnya mereka ambil dari petunjuk ayat-ayat al-Qur’an. 56
Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 421. Erwati Aziz, op. cit., hlm. 13.
57
16 Menurut Muhammad Qutb mengatakan bahwa Islam melakukan pendidikan melalui: a. b. c. d. e. f.
Metode teladan Metode teguran Metode hukuman Metode cerita Metode pembiasaan Melalui pengalaman-pengalaman konkrit.58 Sedangkan menurut Abdullah Nasih Ulwan, metode yang lebih
efektif dalam membentuk dan mempersiapkan anak adalah: a. Pendidikan dengan keteladanan b. Pendidikan dengan nasehat c. Pendidikan dengan pengawasan d. Pendidikan dengan memberikan hukuman (sanksi).59 Dari berbagai metode di atas, maka metode yang cocok untuk diterapkan dalam pendidikan anak dalam keluarga, yang sesuai dengan kondisi anak. Berkaitan dengan hal ini, Zakiah Daradjat berpendapat, bahwa sikap anak-anak terhadap agama mengandung kekaguman dan penghargaan. Bagi anak, ritual keagamaan (shalat, membaca al-Qur’an) dan dekorasi (keindahan) rumah ibadah sangat menarik perhatian anak. Dalam menggunakan metode pendidikan agama bagi anak, maka latihanlatihan keagamaan hendaknya dilakukan dengan sedimikian rupa, sehingga menumbuhkan nilai-nilai dan rasa aman, karena nilai-nilai tersebut sangat diperlukan dalam pertumbuhan anak.60 Di samping menggunakan metode latihan sebagaimana di atas, Ibnu Qayyim sebagaimana dikutip oleh al-Hijazy menambahkan, bahwa dalam pendidikan anak, hendaknya orang tua memberikan nasehat dan
58
Muhammad Quthb, loc. cit. Abdullah Nasih Ulwan, Kaidah-kaidah Dasar Pendidikan Anak menurut Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 1-153. 60 Zakiah Daradjat, op. cit., hlm. 40-41. 59
16 keteladanan bagi putra-putrinya. Nasehat dan keteladanan yang diberikan kepada anak, maka sedikit banyak akan mempengaruhi jiwa anak.61
C. Pendidikan Shalat bagi Anak dalam Keluarga 1. Dasar dan Tujuan Pendidikan Shalat Prioritas utama untuk membina kehidupan beragama Islam pada anak adalah pengajaran dan praktek mengerjakan shalat.62 Karena shalat merupakan ibadah pertama yang diwajibkan dalam Islam. Kewajiban itu diterima nabi Muhammad saw. langsung dari sidrat al-muntaha sewaktu Isra’ Mi’raj. Shalat adalah ibadah pertama yang akan ditanyakan di hari kiamat. Karena itu, tidak mengherankan, jika ibadah shalat itu merupakan salah satu hal yang diwasiatkan sebelum rasul meninggal. Oleh karena itu, shalat dikenal sebagai ibadah yang menjadi sendi dan tiang agama Islam. Dari sini jelas, bahwa shalat adalah salah satu dari sendi-sendi (arkan) Islam. Barangsiapa berani meninggalkan salah satu dari rukun Islam berarti dia sengaja merobohkan agama (Islam). Allah SWT. berfirman dalam QS. Thaha ayat 132 yang berbunyi:
ﺒﺔﹸﺎ ِﻗﺍﹾﻟﻌﻚ ﻭ ﻗﹸﺮﺯ ﻧ ﺤﻦ ﻧ ﺯﻗﹰﺎ ﻚ ِﺭ ﺴﹶﺄﻟﹸ ﻧ ﺎ ﻟﹶﺎﻴﻬ ﻋ ﹶﻠ ﺮ ﺻ ﹶﻄِﺒ ﺍﺼﻠﹶﺎ ِﺓ ﻭ ﻚ ﺑِﺎﻟ ﻫ ﹶﻠ ﺮ ﹶﺃ ﻣ ﻭﹾﺃ
(132 :ﻯ )ﻃﻪﺘ ﹾﻘﻮﻟِﻠ
Dan perintahkan kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizqi kepadamu, Kamilah yang memberi rizqi kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (QS. Thaahaa: 132)63 Selain itu Rasulullah juga memerintahkan dalam sunnahnya:
61
Hasan bin Ali Hasan al-Hijazy, “al-Fikrut Tarbawy Inda Ibni Qayyim”, terj. Muzaidi Hasbullah, Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), hlm. 223. 62 Sidik Tono dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam, (Yogyakarta: UII Prss, 1998), hlm. 23. 63 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 492.
16
ﷲ ِ ﻮﻝﹸ ﺍ ﺭﺳ ﹶﻗﺎ ﹶﻝ: ﻗﹶﺎ ﹶﻝﻨﻪ ﻋ ﷲ ُ ﻰ ﺍ ﺿ ِ ﺭ ﺪ ِﻩ ﺟ ﻦ ﻋ ﻴ ِﻪ ﻦ ﹶﺃِﺑ ﻋ ﺐ ٍ ﻴ ﻌ ﺑ ِﻦ ﺳﻤ ِﺮ ﻋ ﻦ ﻋ ﻦ ﻴ ﺒ ِﻊ ِﺳِﻨ ﺳ ﺎ ُﺀﺑﻨﻢ ﹶﺍ ﻫ ﻭ ﻼ ِﺓ ﺼﹶ ﻢ ﺑِﺎﻟ ﺩﻛﹸ ﻭ ﹶﻻ ﺍ ﹶﺍﺮﻭ ﻣ :ﻢ ﺳ ﱠﻠ ﻭ ﻴ ِﻪ ﻋ ﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﺍ )ﺭﻭﺍﻩ.ﺎ ِﺟ ِﻊﻤﻀ ﰱ ﺍﹾﻟ ِ ﻢ ﻬ ﻨﻴ ﺑ ﺍﺮ ﹸﻗﻮ ﻭ ﹶﻓ .ﺸ ٍﺮ ﻋ ﺎ ُﺀﺑﻨﻢ ﹶﺍ ﻫ ﻭ ﺎﻴﻬ ﻋ ﹶﻠ ﻢ ﻫ ﻮ ﺑﺿ ِﺮ ﺍﻭ 64
(ﺍﺑﻮ ﺩﺍﻭﻭﺩ
Artinya: “Diriwayatkan Amru bin Syu’aib bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Suruhlah anak-anak kamu shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat jika telah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan anak laki-laki dari anak perempuan dalam tempat tidur mereka”. (HR. Abu Dawud) Dengan demikian, orang tua harus memperhatikan dan mendidik masalah ibadah, terutama ibadah shalat pada anak-anaknya sejak dini agar anak menjadi orang yang bertakwa dan beriman pada Allah SWT. Hal ini secara tegas telah dijelaskan dalam surat Ibrahim ayat 31 sebagai berikut:
ﺍﻢ ِﺳﺮ ﻫ ﺎﺯ ﹾﻗﻨ ﺭ ﺎﻨ ِﻔﻘﹸﻮﺍ ِﻣﻤ ﻭﻳ ﺼﻠﹶﺎ ﹶﺓ ﻮﺍ ﺍﻟﻳﻘِﻴﻤ ﻮﺍﻣﻨ ﻦ ﺀَﺍ ﻱ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﺎ ِﺩﹸﻗ ﹾﻞ ِﻟ ِﻌﺒ (31 :ﻭﻟﹶﺎ ِﺧﻠﹶﺎﻝﹲ )ﺍﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﻓِﻴ ِﻪﻴﻊ ﺑ ﻟﹶﺎﻮﻡ ﻳ ﻲ ﻳ ﹾﺄِﺗ ﺒ ِﻞ ﹶﺃ ﹾﻥ ﻦ ﹶﻗ ﻴ ﹰﺔ ِﻣﻋﻠﹶﺎِﻧ ﻭ
Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan (QS. Ibrahim: 31)65 Atas dasar inillah, maka seorang mukmin yang melalaikan kewajiban shalat telah diperingatkan Allah SWT. dalam surat al-Maun ayat 4-5 sebagai berikut:
(5-4 :( )ﺍﳌﺎﻋﻮﻥ5)ﻮ ﹶﻥﺎﻫﻢ ﺳ ﺻﻠﹶﺎِﺗ ِﻬ ﻦ ﻋ ﻢ ﻫ ﻦ (ﺍﱠﻟﺬِﻳ4)ﲔ ﺼ ﱢﻠ ﻳﻞﹲ ِﻟ ﹾﻠﻤﻮ ﹶﻓ (4) Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (5) (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (QS. al-Maun: 4-5)66
64
M. Nipan Abdul Halim, loc. cit. Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 384-385. 66 Ibid., hlm. 108. 65
16 Sementara itu, dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud Rasulullah saw. bersabda: 67
(ﻼ ِﺓ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﺼﹶ ﺑِﺎﻟﻭﻩ ﺮ ﴰﹶﺎ ٍﻝ ﹶﻓﻤ ِ ﻦ ِﻣﻨﻪﻴ ﳝِ ﻑ ﺮ ﻋ ِﺍﺫﹶﺍ
Artinya: Jika seorang anak telah mampu membedakan antara yang kanan dan dari yang kiri, maka hendaklah mengerjakan shalat (Sunan Abi Daud) Secara etimologis shalat ( )ﺻﻼﺓbentuk-bentuk jamaknya adalah shalawat
()ﺻﻠﻮﺍﺕ
berarti
do’a.68
Menurut
syara’
“shalat”
yaitu
menghadapkan jiwa dan raga kepada Allah, karena taqwa hamba kepada Tuhannya dengan khusu’ dan ikhlas dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.69 Dan secara terminologis menurut ahli fiqih “shalat” adalah suatu tindakan ibadah disertai bacaan doa-doa yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya.70 Serta menurut Syamsul Rijal Hamid, shalat berarti tindakan khusus seseorang muslim dalam rangka memuliakan Allah, yang berisi kata-kata (bacaanbacaan) dan perbuatan-perbuatan (gerakan-gerakan), yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan memenuhi syarat-syarat tertentu.71 Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa shalat adalah menghadapkan jiwa dan raga yang dilakukan oleh seorang muslim dalam rangka memuliakan Allah, yang berisi kata-kata (bacaan-bacaan) dan perbuatan-perbuatan (gerakan-gerakan), yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan memenuhi syarat-syarat dan rukunrukunnya. Oleh karena itu, materi pendidikan ibadah (shalat) secara menyeluruh oleh para ulama telah dikemas dalam sebuah disiplin ilmu 67
Abu Daud, Sunan Abi Daud, Juz 1, (Dar al-Fikr, 1992), hlm. 134. Bustanuddin Agus, Al-Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 105. 69 Muhammad Baghir al-Habsyi, Fiqih Praktis, (Bandung: Mizan, 1999) , hlm. 105. 70 Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Jakarta: Penebar Salam, 1998), hlm. 68
321. 71
Muslim Nurdin dkk, op. cit., hlm. 106.
16 yang dinamakan ilmu fikih dan fikih Islam. Karena seluruh tata peribadatan telah dijelaskan di dalamnya, sehingga perlu diperkenalkan sejak dini dan sedikit demi sedikit dibiasakan dalam diri anak, agar kelak mereka tumbuh menjadi insan-insan yang bertakwa.72 Pendidikan ibadah di sini, khususnya pada pendidikan shalat yang merupakan tiang dari segala amal ibadah sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah dalam surat Luqman ayat 17 sebagai berikut:
ﻚ ﺑﺎﺎ ﹶﺃﺻﻋﻠﹶﻰ ﻣ ﺮ ﺻِﺒ ﺍﻨ ﹶﻜ ِﺮ ﻭﻋ ِﻦ ﺍﹾﻟﻤ ﻪ ﻧﺍﻑ ﻭ ِ ﻭﻌﺮ ﻤ ﺮ ﺑِﺎﹾﻟ ﻣ ﻭﹾﺃ ﺼﻠﹶﺎ ﹶﺓ ﹶﺃِﻗ ِﻢ ﺍﻟﻨﻲﺑﺎﻳ (17 : )ﻟﻘﻤﺎﻥ.ﻮ ِﺭﺰ ِﻡ ﺍﹾﻟﹸﺄﻣ ﻋ ﻦ ﻚ ِﻣ ِﺇﻥﱠ ﹶﺫِﻟ Hai anakku! Dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah. (QS. Luqman: 17)73 Pendidikan shalat dalam konteks ayat tersebut tidak hanya terbatas tentang tata cara untuk menjalankan shalat yang lebih bersifat fi’liyah, melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai dibalik ibadah shalat. Anak harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf nahi mungkar serta jiwanya teruji menjadi orang yang sabar. Melihat pentingnya pendidikan shalat dalam keluarga, maka di dalam sebuah keluarga harus mempunyai kegiatan yang bersifat mendidik secara perlahan tetapi pasti bagi anggota keluarga lainnya, termasuk di dalamnya anak. Sehingga di kemudian hari anak-anak akan terbiasa melakukan hal-hal yang telah ditradisikan dalam keluarga tersebut, secara otomatis (sadar) walaupun tanpa disuruh ataupun dipaksa oleh orang tuanya. Dan hal ini akan membekas selamanya dalam diri anak, karena perilaku anak cenderung dipengaruhi oleh suasana dan kebiasaan dalam keluarga dan lingkungannya. Bila lingkungannya baik, maka ia akan bertingkah laku baik pula sesuai dengan pengaruh lingkungannya yang telah mengintegrasikan nilai-nilai luhur yang telah didapat dan diajarkan 72
M. Nipan Abdul Halim, op. cit., hlm. 102. Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 655.
73
16 oleh lingkungannya, sejak ia masih kecil sampai ia memasuki usia kedewasaannya, dan begitu pula sebaliknya.
2. Metode Pendidikan Shalat Pendidikan shalat bagi anak pada hakikatnya hanyalah sekedar menumbuhkan bibit (fitrah Islamiyah) yang telah ada. Oleh karena itu, selamat tidaknya fitrah Islamiyah anak sangat tergantung pada kepedulian orang tua dalam memberikan pendidikan. Orang tua memiliki tanggung jawab secara langsung terhadap anak sejak anak lahir ke dunia hingga mencapai usia dewasa (+ 21 tahun).74 Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode kehidupan yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadi anak. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periode ini nanti akan tampak pengaruhnya dengan nyata pada kepribadian ketika menjadi dewasa.75 Karena itulah para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini. Periode kanak-kanak (usia 3-6 tahun) merupakan masa yang paling strategis untuk menanamkan nilai keagamaan pada anak.76 Pada usia ini anak paling suka meniru segala perilaku, terutama yang dilakukan oleh orang tuanya. Untuk mendidik agama pada anak tidak mungkin hanya dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi harus dilakukan dengan kebiasaan-kebiasaan ataupun latihan-latihan. Karena pada usia ini anak belum bisa berfikir logis, kemampuan berfikir logispun baru tumbuh, tapi tetap terkait pada fakta yang dapat dijangkaunya dengan panca indera.77 Masa kanak-kanak bukan masa pembebanan atau menanggung kewajiban, tapi merupakan masa persiapan, latihan dan pembiasaan. 74
Ali Qaimi, Mengajarkan Keberanian dan Kejujuran pada Anak, (Bogor: Cahaya, 2003),
hlm. 104. 75
Muhammad Yusuf Harun, op. cit., hlm. 31. Imam Bawani, Ilmu Jiwa Perkembangan dalam Konteks Pendidikan Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), hlm. 106. 77 Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, op. cit., hlm. 109. 76
16 Karena itu anak harus dilatih dan dibiasakan melaksanakan ibadah sebagai bekal mereka ketika sudah memasuki usia baligh (dewasa) di mana pada masa baligh mereka sudah mendapatkan kewajiban dalam beribadah sehingga pelaksanaan ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT bukan menjadi beban yang memberatkan bagi kehidupan mereka sehari-hari.78 Agar materi pendidikan ibadah shalat dapat dipahami dan diamalkan anak-anak dengan baik, maka diperlukan metode pendidikan ibadah shalat yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Hal ini karena metode pendidikan merupakan cara yang teratur dan terpikir baik-baik yang digunakan untuk memberikan pelajaran kepada peserta didik. Metode pendidikan adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan pendidikan.79 Di antara metode pendidikan agama Islam yang digunakan dalam pendidikan ibadah shalat adalah metode keteladanan dan metode pembiasaan. Metode keteladanan adalah metode dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku sifat cara berfikir dan sebagainya.80 Keteladanan memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada omelan atau nasehat.81 Ini sejalan dengan pendapat Nashih Ulwan, sebagaimana dikutip oleh Raharjo yang menyatakan, bahwa metode keteladanan adalah metode yang paling menentukan keberhasilan dalam menentukan, mempersiapkan dan membentuk sikap dan prilaku moral, spiritual dan sosial anak.82 Metode keteladanan dalam pendidikan shalat adalah metode yang influitif yang paling meyakinkan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk anak di dalam moral spiritual dan sosial. hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya dan tata santunnya, didasari atau tidak
78 Mohammad Nur Abdul Hafid, Mendidik Anak Usia Dua Tahun Hingga Baligh Versi Rasulullah saw., (Yogyakarta: Darussalam, 2004), hlm. 125. 79 Erwati Aziz, loc. cit. 80 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1991), hlm. 178. 81 Jaudah Muhammad Awwat, Manhaj Islam fi al-Tarbiyah al-Athfal, terj. Shihabuddin, Mendidik Anak secara Islami, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 13. 82 Raharjo, op. cit., hlm. 66.
16 bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik, baik dalam ucapan dan perbuatan yang bersifat material dan spiritual, yang diketahui atau tidak.83 Dengan demikian, bahwa pendidikan dengan metode keteladanan merupakan metode yang berhasil guna. Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat yang menunjukkan kepentingan penggunaan bentuk keteladanan dalam pendidikan. Di antaranya terdapat dalam surat al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:
ﻡ ﻮ ﻴﺍﹾﻟﻪ ﻭ ﻮ ﺍﻟﻠﱠﺮﺟ ﻳ ﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻤ ﻨ ﹲﺔ ِﻟﺴ ﺣ ﻮ ﹲﺓ ﺳ ﻮ ِﻝ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹸﺃﺭﺳ ﻢ ﻓِﻲ ﺪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ ﹶﻟ ﹶﻘ (21 : )ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ.ﺍﻪ ﹶﻛِﺜﲑ ﺮ ﺍﻟﻠﱠ ﻭ ﹶﺫ ﹶﻛ ﺮ ﺍﻟﹾﺂ ِﺧ Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullh itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS. alAhzab: 21)84 Di antara faktor-faktor yang mempunyai pengaruh dalam pendidikan dan dalam kehidupan manusia sehari-hari adalah uswah hasanah (suri tauladan) yang diikuti oleh anak-anak dan orang dewasa.85 Ini menunjukkan pentingnya contoh teladan pergaulan yang baik dalam usaha membentuk kepribadian seseorang. Dan di sini, peran seorang guru berperan di mana ia harus bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anak didiknya, karena dalam prakteknya anak didik cenderung meneladani pendidiknya. Selain metode keteladanan, penanaman materi pendidikan ibadah juga menggunakan metode pembiasaan dan latihan. Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. adapun pembiasaan yang harus dikembangkan dalam diri anak mencakup tingkah laku, ketrampilan, kecakapan dan pola pikir tertentu.86 Menurut Ahmad Tafsir, pembiasaan merupakan teknik 83
Abdullah Nasih Ulwan, “Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam”, Juz 2, terj. Saifullah Kamali dan Hery Noer Ali, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang: asy-Syifa’, 1981), hlm. 2. 84 Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 670. 85 Muhammad Fadhil al-Jamaly, Meneraba Krisis Pendidikan Dunia Islam, (Jakarta: Golden Terayon Press, 1988), hlm. 135. 86 Hery Noer Aly, op. cit., hlm. 185.
16 pendidikan yang jitu, walau ada kritik terhadap metode ini. Karena cara ini tidak mendidik anak untuk menyadari dengan analisis apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, pembiasaan ini harus mengarah kepada kebiasaan yang baik.87 Bentuk metode pembiasaan yang harus ditanamkan dalam diri anak adalah pembiasaan akidah, ibadah dan akhlak al-karimah.88 Menanamkan kebiasaan itu sulit kadang-kadang memerlukan waktu yang lama, kesulitan itu disebabkan pada mulanya seorang anak belum mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakan. Dalam pendidikan anak, metode ini dapat diterapkan dengan cara orang tua/guru, memberi atau melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik, seperti hidup rukun, tolong menolong, jujur dan lain-lain. Dengan sistem pengajaran semacam ini anak secara otomatis menjadi terbiasa baik di sekolah maupun di keluarga. Sementara itu, secara khusus Zakiah Daradjat menjekaskan bahwa untuk pembinaan ketaatan beribadah pada anak dalam keluarga dapat dilakukan dengan pembiasaan dan pengalaman langsung. Oleh karena itu, orang tua dituntut harus memberiakan teladan yang baik bagi anakanaknya, sehingga menjadi cermin ketika mereka telah beranjak menjadi dewasa.89 Pendapat Zakiah di atas memang benar, sebab pendidikan ini adalah bagi anak yang masih kecil. Karena anak belum bisa berbicara dengan lancar dan hanya mengadakan imitasi terhadap apa yang dilihatnya, maka pembiasaan dan pengalaman ini merupakan metode yang sangat baik untuk diterapkan dalam pendidikan ibadah shalat bagi anak.
87
Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 144 M. Nipan Abdul Halim, op. cit., hlm. 187. 89 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), hlm. 47. 88