BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya.1 Pendidikan juga merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.2 Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional Indonesia, menyatakan pengertian pendidikan sebagaimana dikutip oleh Abdul Khobir bahwa pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual), dan tubuh anak selaras dengan alam dan masyarakatnya.3 Terkait dengan pendidikan agama Islam, banyak para ahli pendidikan yang merumuskan pengertian pendidikan agama Islam. Menurut Zakiah Daradjat secara umum dapat dinyatakan bahwa pendidikan agama Islam adalah pembentukan kepribadian muslim. Selanjutnya digambarkan pengertian pendidikan agama Islam dengan
1
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
hlm. 14. 2
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Moderniasi di Tengah Tantangan Milenium III (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 4. 3
Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 3 (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), hlm. 3.
24
25
pernyataan syariat Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan. Nabi telah mengajak orang untuk beriman dan beramal serta berakhlak sesuai dengan ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu segi, pendidikan Islam lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang terwujud dalam amal perbuatan bagi diri sendiri maupun orang lain. Di segi lain pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoretis tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan iman dan amal saleh, karenanya pendidikan Islam adalah pendidikan iman dan amal sekaligus. Ajaran Islam berisi ajaran sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan masyarakat.4 Pendidikan agama Islam ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.5 Pendidikan agama Islam juga merupakan usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.6 Pendidikan agama Islam ialah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun
4
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet 11 (Jakarta: Bumi Aksara, 2014),
hlm. 28. 5
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet 9 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 32. 6
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Cet 2 (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 22.
26
rohaniah, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia, dan alam semesta.7 Pendidikan agama Islam yakni upaya mendidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang. Dalam pengertian ini dapat berwujud segenap kegiatan yang dilakukan seseorang untuk membantu seorang atau sekelompok orang dalam menanamkan dan atau menumbuhkembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidupnya, yang diwujudkan dalam sikap hidup dan dikembangkan dalam keterampilan hidupnya sehari-hari. Selain itu dapat juga berupa segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah tertanamnya dan atau tumbuhkembangnya ajaran Islam dan nilai-nilainya pada salah satu atau beberapa pihak.8 Mahmud, Heri Gunawan, dan Yuyun Yulianingsih dalam buku Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga mengutip pengertian keluarga yang disampaikan oleh Mahyuddin dan Ramayulis. Mahyuddin memberikan pengertian keluarga dalam arti sempit, pure family system (sistem keluarga yang asli) ialah unit (kelompok) yang kecil di dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga dalam arti luas (extended family system) ialah ayah, ibu dan anak-anak dan sebagainya yang kebutuhan hidupnya, semuanya tergantung kepada keluarga. 7
Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam Mencerdaskan Bangsa (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hlm. 3. 8
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 164-165.
27
Sedangkan menurut Ramayulis, keluarga merupakan satuan sosial terkecil dalam kehidupan umat manusia sebagai makhluk sosial, karena ia merupakan unit pertama dalam masyarakat terhadap terbentuknya proses sosialisasi dan perkembangan individu.9 Jadi, menurut peneliti keluarga merupakan satuan sosial terkecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang di dalamnya terbentuk proses sosialisasi dan perkembangan individu. Berdasarkan
definisi
diatas,
dapat
disimpulkan
maksud
pendidikan agama Islam dalam keluarga adalah segala usaha maupun tindakan orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab dalam keluarga untuk membimbing jasmani dan rohani anaknya menuju terbentuknya manusia seutuhnya, yang beriman dan bertaqwa, serta memiliki kepribadian yang Islami dan berakhlak mulia. 2. Dasar Pendidikan Agama Islam Pelaksanaan pendidikan agama Islam di Indonesia memiliki beberapa dasar yang cukup kuat. Dasar-dasar pendidikan agama Islam tersebut antara lain: a. Dasar religius Dasar pendidikan agama Islam identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Al-Quran dijadikan sumber pertama dan utama dalam
9
Mahmud, Heri Gunawan, dan Yuyun Yulianingsih, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga (Jakarta: Akademia Permata, 2013), hlm. 128-131.
28
pendidikan Islam, karena di dalamnya terdapat ajaran-ajaran yang datangnya dari Allah SWT.10 Ajaran yang terkandung dalam al-Quran itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah dan yang berhubungan dengan amal atau perbuatan yang disebut syariah. Di dalam al-Quran terdapat banyak ajaran yang berisi prinsipprinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah Luqman mengajari anaknya dalam surat Luqman ayat 12-19. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai suatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut.11 Dasar kedua dalam pendidikan Islam adalah as-Sunnah. AsSunnah adalah sesuatu yang dinukilkan kepada Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau ketetapannya dan yang lain itu. Amalan yang dikerjakan Rasul dalam proses perubahan sikap sehari-hari menjadi sumber pendidikan Islam, karena Allah telah menjadikannya teladan bagi umatnya. Sunnah juga berisi aqidah dan syariah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia seutuhnya atau
10
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet 1 (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 36-37. 11
Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 19-20.
29
muslim yang bertaqwa. Sehingga Rasul menjadi guru dan pendidik utama.12 b. Dasar yuridis Dasar pendidikan di suatu negara disesuaikan dengan dasar falsafah negaranya. Oleh karenanya pendidikan Islam di Indonesia harus berdasarkan pada falsafah hidup bangsa Indonesia dan perundangundangan yang berlaku yang secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama Islam. Adapun dasar-dasar tersebut adalah: 1) Dasar ideal Dasar ideal adalah dasar dari falsafah negara, yaitu Pancasila, dengan sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau dengan kata lain haruslah beragama dan bertuhan. 2) Dasar struktural Dasar struktural pendidikan di Indonesia adalah UUD 1945, “mencerdaskan kehidupan bangsa...”. Perwujudan tujuan tersebut tertuang dalam amandemen pasal 31 UUD 1945 yang berupa pasal 31 ayat (1) sampai ayat (5).
12
Muhammad Muntahibun Nafis, op.cit., hlm. 39.
30
3) Dasar operasional Dasar ini pada saat sekarang terletak pada UU No 20 Sistem Pendidikan nasional tahun 2003, yang terkenal dengan UU SISDIKNAS tahun 2003 yang menjadi penjabaran pasal 31.13 3. Fungsi Pendidikan Agama Islam a. Fungsi pengembangan potensi Fungsi
ini
mencerminkan
bahwa
pendidikan
sebagai
pengembangan segenap potensi manusia dalam kehidupannya. Manusia mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan sedangkan pendidikan merupakan suatu proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki dalam arti berusaha untuk menampakkan dan mengembangkan (aktualisasi) berbagai potensi manusia yang dalam Islam disebut juga dengan fitrah sebagai potensi dasar yang akan dikembangkan bagi kehidupan manusia. b. Fungsi pewarisan budaya Pendidikan
sebagai
pewarisan
budaya
merupakan
upaya
pewarisan nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagaimana dinyatakan bahwa tugas pendidikan Islam selanjutnya adalah mewariskan nilai-nilai budaya Islam.
13
Ibid., hlm. 48-50.
31
c. Fungsi interaksi antara potensi dan budaya Fungsi ini dinyatakan sebagai proses memberi dan meminta antara manusia dan lingkungannya adalah proses bahwa dengan itu manusia mengembangkan dan menciptakan kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk mengubah kondisi-kondisi kehidupan, kemanusiaan, dan lingkungannya. Begitu juga pembentukan sikap dan kepribadian akan membimbing usahanya dalam membina kembali sifat-sifat kemanusiaan baik lahiriah maupun rohaniahnya.14 4. Tujuan Pendidikan Agama Islam Untuk mengetahui tujuan pendidikan agama Islam, dapat dilihat dari pendapat berbagai ahli, diantaranya: a. Muhammad Fadhil al-Jamali, sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan empat macam, yaitu: 1) Mengenalkan manusia akan perannya di antara sesama makhluk dan tanggung jawabnya dalam hidup ini 2) Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat 3) Mengenalkan manusia akan alam dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat darinya
14
Abd. Rahman Abdullah, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islami, Cet 1 (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 58-60.
32
4) Mengenalkan manusia akan pencipta alam (Allah) dan menyuruhnya beribadah kepadaNya.15 b. Muhammad Thalib, tujuan pendidikan agama Islam adalah menjadikan manusia mau mempergunakan semua sarana yang telah Allah sediakan untuk kehidupan dunia ini sebagai jalan untuk beramal shalih dengan niat mencari keridhaan Allah. Dengan rumusan tujuan semacam ini, ilmu yang didapat semata-mata digunakan untuk melakukan kebajikan agar dapat menjalankan amal shalih sebanyak-banyaknya dan memberi manfaat kepada sesama manusia sehingga hal-hal yang merugikan manusia dapat dicegah.16 c. Imam Ghazali, merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut: 1) Mendekatkan diri kepada Allah SWT 2) Mendapatkan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat d. Mahmud Yunus, mengemukakan tujuan pendidikan Islam adalah untuk mendidik anak-anak, pemuda/ pemudi dan orang dewasa supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal shalih dan berakhlak mulia, sehingga salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan semua umat manusia e. Ibnu Khaldun, memberikan pendapatnya bahwa tujuan pendidikan ada dua, yaitu:
15 16
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 62.
Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Cet 1 (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2001), hlm. 17-18.
33
1) Tujuan keagamaan, ialah beramal untuk akhirat, sehingga ia menemui Tuhannya dan telah menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan ke atasnya 2) Tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.17 Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah membentuk kepribadian muslim yang berakhlak mulia, beriman serta bertaqwa kepada Allah serta untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 5. Materi Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga a. Materi pendidikan keimanan Materi pendidikan yang paling pertama dan paling utama yang harus disampaikan kepada anak dalam keluarga adalah pendidikan keimanan atau pendidikan ketauhidan. Karena iman akan menjadi modal dasar bagi anak-anak dalam menggapai kehidupan bahagia dunia dan akhirat. Hal inilah yang telah dicontohkan oleh seorang hamba Allah yang diabadikan-Nya dalam al-Quran bernama Luqman. Materi pendidikan yang pertama disampaikan oleh Luqman adalah pendidikan keimanan dengan larangan berbuat syirik kepada Allah.
17
Muhammad Muntahibun Nafis, op.cit., hlm. 61.
34
b. Materi pendidikan akhlak Setelah pendidikan keimanan, maka materi pendidikan yang selanjutnya adalah pendidikan akhlak, pembinaan moral anak menjadi hal yang sangat penting dalam keluarga. Di dalam surat Luqman ditunjukkan keharusan berbuat baik kepada orang tua serta larangan berbuat takabur kepada orang lain. c. Materi syariat atau hukum Islam Setelah diberikan materi-materi tentang keimanan dan akhlak kepada sesama manusia, kemudian anak diperkenalkan dengan perintah salat atau dengan kata lain materi yang bersifat syariat atau hukum Islam.18 6. Metode Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga a. Pendidikan dengan keteladanan Keteladanan
dalam
pendidikan
merupakan
metode
yang
berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Mengingat pendidik yang dalam hal ini adalah orang tua adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak tanduk dan sopan santunnya disadari atau tidak akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan,
18
Mahmud, Heri Gunawan, dan Yuyun Yulianingsih, op.cit., hlm. 155-157.
35
perbuatan dan tindak tanduknya akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak.19 b. Pendidikan dengan pembiasaan (adat kebiasaan) Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan ini perlu dilakukan oleh orang tua dalam rangka pembentukan dan penanaman nilai-nilai karakter untuk membiasakan anak melakukan perilaku terpuji (akhlak mulia).20 c. Pendidikan dengan nasehat Termasuk metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya secara moral, emosional maupun sosial adalah pendidikan dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Karena nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak kesadaran akan hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia,serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.21 d. Pendidikan dengan perhatian/ pengawasan Yang dimaksud pendidikan dengan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek
19
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam 2, terjemahan Jamaluddin Miri (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm. 142. 20
Mahmud, Heri Gunawan, dan Yuyun Yulianingsih, op.cit., hlm. 162.
21
Abdullah Nashih Ulwan, op.cit., hlm. 209.
36
akidah dan moral anak, mengawasi dan memerhatikan kesiapan mental dan sosial, di samping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya.22 e. Pendidikan dengan hukuman Dengan memberi hukuman, anak akan jera dan berhenti dari berperilaku buruk. Ia akan mempunyai perasaan dan kepekaan yang menolak mengikuti hawa nafsunya untuk mengerjakan hal-hal yang diharamkan. Tanpa ini, anak akan terus menerus berkubang pada kenistaan, kemungkaran dan kerusakan.23 7. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak a. Tanggung jawab pendidikan iman Pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan sejak ia mengerti, membiasakannya dengan rukun Islam sejak ia memahami dan mengajarkan kepadanya dasar-dasar syariat sejak usia tamyiz. Yang di maksud dengan dasar-dasar keimanan ialah segala sesuatu yang ditetapkan melalui pemberitaan secara benar berupa hakikat keimanan dan masalah gaib, semisal beriman kepada Allah, kepada malaikat, kepada kitab, kepada rasul, adanya surga dan neraka dan lainnya. Yang di maksud dengan rukun Islam adalah setiap ibadah yang bersifat badani maupun materi yaitu syahadat, salat, puasa, zakat, dan haji bagi yang mampu melakukannya. Kemudian yang di maksud 22
Ibid., hlm. 275.
23
Ibid., hlm. 334-335.
37
dengan dasar-dasar syariat adalah segala yang berhubungan dengan sistem atau aturan Ilahi dan ajaran-ajaran Islam, berupa akidah, ibadah, akhlak, perundang-undangan, peraturan, dan hukum.24 Pemahaman yang menyeluruh tentang pendidikan iman ini hendaklah didasarkan kepada wasiat-wasiat Rasulullah SAW yang berupa: a. Membuka kehidupan anak dengan kalimat Laa Ilaaha Illallaah b. Mengenalkan hukum-hukum halal dan haram kepada anak sejak dini c. Menyuruh anak untuk beribadah ketika telah memasuki usia tujuh tahun d. Mendidik anak untuk mencintai rasul, keluarganya, dan membaca al-Quran.25 Secara berurutan batasan tanggung jawab dan kewajiban orang tua dalam pendidikan iman adalah sebagai berikut: Pertama, membina anak agar beriman kepada Allah, kekuasaan dan ciptaanNya dengan cara tafakur akan kebesaranNya. Kedua, menanamkan ke dalam jiwa anak kepribadian yang khusyuk, takwa dan ubudiyah kepada Allah SWT.
Ketiga, para orang tua harus
menanamkan perasaan selalu ingat kepada Allah SWT pada diri anak dalam setiap tindakan dan perilaku mereka setiap waktu.26
24
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam 1, terjemahan Jamaluddin Miri (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm. 165. 25
Ibid., hlm. 166-168.
26
Ibid., hlm. 174-183.
38
b. Tanggung jawab pendidikan moral Pendidikan moral adalah serangkaian prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula hingga ia menjadi mukalaf, yakni siap mengarungi lautan kehidupan.27 Dalam bidang moral ini, tanggung jawab orang tua meliputi masalah perbaikan jiwa mereka, meluruskan penyimpangan mereka, mengangkat mereka dari seluruh kehinaan dan menganjurkan pergaulan yang baik dengan orang lain.28 c. Tanggung jawab pendidikan fisik Beberapa dasar-dasar ilmiah yang digariskan Islam dalam mendidik fisik anak antara lain adalah sebagai berikut: 1) Kewajiban memberi nafkah keluarga dan anak 2) Mengikuti aturan-aturan yang sehat dalam makan, minum, dan tidur 3) Melindungi diri dari penyakit menular 4) Pengobatan terhadap penyakit 5) Merealisasikan prinsip tidak boleh menyakiti diri sendiri dan orang lain 6) Membiasakan anak berolah raga dan bermain ketangkasan 7) Membiasakan anak untuk zuhud dan tidak larut dalam kenikmatan 8) Membiasakan anak bersikap tegas dan menjauhkan diri dari pengangguran, penyimpangan, dan kenakalan.29 27
Ibid., hlm. 193
28
Ibid., hlm. 199.
29
Ibid., hlm. 245-256.
39
d. Tanggung jawab pendidikan rasio (akal) Pendidikan rasio (akal) adalah membentuk pola pikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat, seperti ilmu-ilmu agama, kebudayaan dan peradaban. Dengan demikian, pikiran anak menjadi matang, bermuatan ilmu, kebudayaan, dan sebagainya. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh orang tua dalah kewajiban mengajar, menumbuhkan kesadaran berpikir, dan kejernihan berpikir.30 e. Tanggung jawab pendidikan kejiwaan Pendidikan kejiwaan dimaksudkan untuk mendidik anak semenjak mulai mengerti supaya bersikap berani terbuka, mandiri, suka menolong, bisa mengendalikan amarah dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan moral secara mutlak. Tujuan dari pendidikan ini adalah membentuk, membina dan menyeimbangkan kepribadian anak.31 f. Tangggung jawab pendidikan sosial Pendidikan sosial adalah mendidik anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan perilaku sosial yang utama, dasar-dasar kejiwaan yang mulia yang bersumber pada akidah Islamiyah yang kekal dan kesadaran iman yang mendalam, agar di tengah-tengah masyarakat nanti ia mampu bergaul dan berperilaku sosial baik, memiliki keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana. Pendidikan sosial ini merupakan manifestasi perilaku dan watak yang mendidik anak untuk menjalankan kewajiban, tata krama, kritik 30
Ibid., hlm. 301.
31
Ibid., hlm. 363.
40
sosial, keseimbangan intelektual, politik, dan pergaulan yang baik bersama orang lain. Adapun pendidikan sosial tidak dapat dilepaskan dari hal-hal berikut: 1) Penanaman kejiwaan yang mulia 2) Menjaga hak-hak orang lain 3) Menjaga etika sosial 4) Pengawasan dan kritik sosial.32 B. Perilaku Keagamaan Remaja 1. Pengertian Perilaku Keagamaan Remaja Perilaku adalah pengertian umum dari akhlak istilah bahasa arab dari kata khuluk yang berarti perilaku, perilaku itu sesungguhnya merupakan aktivitas dari prinsip, nilai, atau keyakinan dari seseorang. Sebuah perilaku tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai ajaran yang dianut oleh seseorang.33
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan dan sikap yang muncul dalam perbuatan yang nyata atau ucapan.34 Perilaku adalah suatu perbuatan atau tingkah laku sebagai reaksi respon terhadap suatu rangsangan stimulus yang disertai dengan pendirian dan atau perasaan itu sendiri.35 Perilaku juga merupakan seperangkat 32
Ibid., hlm. 435-436.
33
Ahmadi Wahid, Risalah Akhlak Panduan Perilaku Modern (Solo: Inter Media, 2004), hlm. 2 34
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 7. 35
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Cet Ke-19 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 141.
41
perbuatan atau tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang yang mengenainya, yaitu dorongan untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.36 Sedangkan al-Ghazali berpendapat bahwa perilaku atau tingkah laku adalah sebagai berikut: a. Tingkah laku mempunyai penggerak (motivasi), pendorong, dan tujuan b. Motivasi itu bersifat dari dalam yang muncul dari diri sendiri, manusia itu sendiri, tetapi ia rangsang dengan rangsangan-rangsangan dari luar atau rangsangan-rangsangan dari dalam yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan
jasmani
dan
kecenderungan-kecenderungan
alamiah, seperti rasa lapar, cinta dan takut kepada Allah c. Menghadapi motivasi-motivasi manusia mendapati dirinya terdorong untuk mengerjakan sesuatu d. Tingkah laku ini mengandung rasa kebutuhan dengan perasaan tertentu dan kesadaran akal terhadap suasana tersebut. Ini semua disertai oleh aktivitas jenis tertentu yang tidak terpisah dari rasa, perasaan, dan kesadaran dari suasana itu e. Kehidupan psikologi adalah suatu perbuatan dinamis dimana berlaku interaksi terus menerus antara tujuan atau motivasi dengan tingkah laku 36
11.
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), hlm.
42
f. Tingkah laku itu bersifat individual yang berada menurut perbedaan faktor-faktor keturunan dan perolehan atau proses belajar g. Tingkah laku ada dua tingkatan. Tingkatan pertama manusia berdekatan dengan semua makhluk hidup yang dikuasai oleh motivasi-motivasi sedangkan pada tingkatan yang kedua ia mencapai cita-cita idealnya dan mendekatkan pada makna-makna ketuhanan dengan tingkah laku malaikat, tingkat ini dikuasai oleh keimanan dan akal.37 Perilaku juga merupakan predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap objek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Dengan demikian perilaku yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses berpikir, merasa dan memilih nonmotif tertentu sebagai reaksi terhadap suatu objek.38 Keagamaan berasal dari kata agama yang mendapat awalan ke dan akhiran an yang berarti ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan lingkungannya. Agama juga diartikan sebagai iman yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan dan dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan, dan sikap.39 Keagamaan (religiusitas) menurut Islam adalah melaksanakan
37
Hasan Langgulung¸ Asas-asas Pendidikan Islam, Cet 2 (Jakarta: Pustaka AlHusna, 1992), hlm. 274. 38
Jalaluddin, Psikologi Agama, Cet 5 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.
202. 39
Panut Panuju dan Ida Umami, Psikologi Remaja (Yogyakarta: Tiara Wacara Yogya, 1999), hlm. 29.
43
ajaran agama atau ber-Islam secara menyeluruh, karena itu setiap muslim baik dalam berpikir maupun bertindak diperintahkan untuk ber-Islam.40 Perilaku keagamaan adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan didasarkan oleh nilai-nilai agama yang diyakininya. Tingkah laku keagamaan tersebut sebagai wujud rasa dan jiwa keagamaan berdasarkan kesadaran dan pengalaman beragama pada diri sendiri dan didorong oleh adanya sikap keagamaan pada diri individu.41 Sahal Mahfudz menyatakan bahwa perilaku keagamaan berarti perilaku yang mempunyai implikasi dengan ajaran Islam atau sekurang-kurangnya mempunyai nilai Islamiyah.42 Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku keagamaan merupakan perilaku dalam berhubungan dan berinteraksi, baik secara vertikal kepada Allah SWT maupun secara horisontal kepada sesama makhluk yang merupakan cerminan maupun bentuk aktualisasi dari agama dan ajaran dalam Islam. Remaja adalah periode transisi antara masa kanak-kanak ke dewasa atau usia belasan tahun atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu.43 Menurut Clarke Stewart dan Friedman yang dikutip oleh Hendrianti Agustina menjelaskan bahwa masa remaja merupakan masa
40
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
hlm. 297.
hlm. 2.
41
Ramayulis, Psikologi Agama, Cet 10 (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), hlm. 117.
42
Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 126.
43
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011),
44
transisi atau peralihan dari masa anak menuju dewasa. Remaja menurut Mappiare sebagaimana yang dikutip oleh Mohammad Ali dan Mohammad Asrori dalam buku Psikologi Remaja menyebutkan bahwa masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.44 Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis.45 2. Ruang Lingkup Perilaku Keagamaan Ruang lingkup perilaku keagamaan adalah sama dengan ruang lingkup akhlak Islami yang merupakan sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan.46 Berbagai bentuk dan ruang lingkup perilaku keagamaan sebagai berikut: a. Perilaku terhadap Allah SWT Manusia sebagai hamba Allah sepantasnyalah mempunyai perilaku yang baik kepada Allah. Quraish Shihab sebagaimana dikutip oleh M. Yatimin Abdullah mengatakan bahwa titik tolak perilaku terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji, demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikatpun tidak mampu menjangkaunya.
44
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja, Cet 7 (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 9. 45
Hendriati Agustina, Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja (Bandung: Rafika Aditma, 2006), hlm. 28. 46
hlm. 149.
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Cet 10 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011),
45
Berkenaan dengan perilaku kepada Allah dilakukan dengan cara memuji-Nya, yakni menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya yang menguasai dirinya. Oleh sebab itu, manusia sebagai hamba Allah mempunyai cara-cara yang tepat untuk mendekatkan diri. Caranya adalah sebagai berikut: 1) Mentauhidkan Allah, yakni tidak memusyrikkan-Nya kepada sesuatu apapun. 2) Beribadah kepada Allah 3) Bertakwa kepada Allah, adalah dengan melaksanakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya 4) Berdoa khusus kepada Allah. Berdoa berarti meminta sesuatu kepada Tuhan, yakni dengan meminta kepada Allah supaya hajat dan kehendak makhluk-Nya dikabulkan 5) Dzikrullah, senantiasa mengingat Allah baik baik di waktu lapang atau di waktu sempit, baik di waktu sehat maupun di waktu sakit 6) Bertawakal, maksudnya ialah berserah diri kepada Allah dan menerima apa saja yang telah ditentukannya, tetapi dengan cara berusaha (ikhtiar) sekuat tenaga dan disertai dengan doa. 7) Bersabar, artinya tahan menderita dari hal-hal yang negatif atau karena hal-hal yang positif. Sabar dapat dibagi menjadi tiga bagian, sabar meninggalkan larangan agama, sabar menjalankan perintah agama, dan sabar menerima ujian dan cobaan dari Allah.
46
8) Bersyukur kepada Allah.47 b. Perilaku terhadap sesama manusia Islam memerintahkan pemeluknya untuk menunaikan hak-hak pribadinya dan berlaku adil terhadap dirinya. Islam dalam pemenuhan hak-hak pribadinya tidak boleh merugikan hak-hak oranng lain. Islam mengimbangi hak-hak pribadi, hak-hak orang lain dan hak masyarakat sehingga tidak timbul pertentangan. Semuanya harus bekerja sama dalam mengembangkan hukum-hukum Allah. Adapun perilaku terhadap sesama manusia dapat diperincikan sebagai berikut: 1) Perilaku sebagai anak 2) Perilaku kepada orang tua 3) Perilaku terhadap saudara 4) Perilaku terhadap tetangga 5) Perilaku kepada masyarakat.48 c. Perilaku terhadap lingkungan Yang di maksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun bendabenda tak bernyawa.49 Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah untuk mengelola bumi dan alam semesta ini. Manusia diturunkan ke bumi untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada
47
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran (Jakarta: Amzah, 2006), hlm. 200-208. 48
Ibid., hlm. 212-213.
49
Abuddin Nata, op.cit., hlm. 152.
47
alam seisinya. Oleh karena itu, manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam sekitarnya, yakni melestarikan dan memeliharanya dengan baik.50 3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Keagamaan Perilaku seseorang ataupun individu senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor dari dalam diri (faktor intern) maupun faktor dari luar diri (faktor ekstern). Faktor-faktor tersebut di antaranya sebagai berikut: a. Faktor intern 1) Hereditas Jiwa keagamaan memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara turun temurun, melainkan terbentuk dari berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencakup kognitif, afektif, dan konatif. Akan tetapi, dalam penelitian terhadap janin terungkap bahwa makanan dan perasaan ibu berpengaruh terhadap kondisi janin yang dikandungnya. Demikian pula, Margareth Mead menemukan dalam penelitiannya terhadap suku Mundugumor dan Arapesh bahwa terdapat hubungan antara cara menyusui dengan sikap bayi. Bayi yang disusukan secara tergesa-gesa (Arapesh) menampilkan sosok yang agresif dan yang
50
M. Yatimin Abdullah, op.cit., hlm. 230-231.
48
disusukan secara wajar dan tenang (Mundugumor) akan menampilkan sikap yang toleran di masa remajanya.51 2) Tingkat usia Hubungan antara tingkat usia dengan perkembangan jiwa keagamaan barangkali tak dapat diabaikan begitu saja. Berbagai penelitian psikologi agama menunjukkan adanya hubungan tersebut, meskipun tingkat usia bukan merupakan satu-satunya faktor penentu dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang. Yang jelas kenyataan ini dapat dilihat dari adanya perbedaan pemahaman agama pada tingkat usia yang berbeda.52 3) Kepribadian Kepribadian sering disebut sebagai identitas (jati diri) seseorang yang sedikit banyak menampilkan ciri-ciri pembeda dari individu lain di luar dirinya. Dalam kondisi normal, memang secara individu manusia memiliki perbedaan dalam kepribadian dan
perbedaan
ini
diperkirakan
berpengaruh
terhadap
perkembangan aspek-aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan. Di luar itu, dijumpai pula kondisi kepribadian yang menyimpang seperti kepribadian ganda (double personality) dan sebagainya.
51
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.
52
Jalaluddin, op.cit., hlm. 230.
79.
49
Kondisi
seperti
ini
bagaimanapun
ikut
memengaruhi
perkembangan aspek kejiwaan pula.53 4) Kondisi kejiwaan Kondisi kejiwaan seseorang juga memengaruhi perilaku keagamaan seseorang tersebut. b. Faktor Ekstern 1) Lingkungan keluarga Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Anggotanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Bagi anak, keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalnya. Dengan demikian, kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan perilaku keagamaan. Pengaruh kedua orangtua terhadap perkembangan perilaku keagamaan anak dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu, keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar perkembangan perilaku keagamaan.54 2) Lingkungan institusional Lingkungan
institusional
yang
ikut
memengaruhi
perkembangan perilaku keagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah ataupun yang nonformal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi. 53 54
Ibid, hlm. 232. Bambang Syamsul Arifin, op.cit., hlm. 84.
50
Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalam membantu perkembangan perilaku keagamaan seseorang. Melalui kurikulum berisi materi pengajaran, sikap dan keteladanan guru sebagai pendidik serta pergaulan antarteman di sekolah berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik. Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan perilaku keagamaan seseorang.55 3) Lingkungan masyarakat Kehidupan bermasyarakat dibatasi oleh berbagai norma dan nilai-nilai yang didukung warganya. Oleh karena itu, setiap warga berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah laku dengan norma dan nilai-nilai yang ada. Dari sini dipahami bahwa kehidupan bermasyarakat memiliki suatu tatanan yang terkondisi untuk dipatuhi bersama. Lingkungan masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan perilaku keagamaan remaja, sebab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai dan institusi keagamaan. Sebaliknya, dalam lingkungan masyarakat yang lebih cair atau bahkan cenderung sekuler, kondisi seperti itu jarang dijumpai. Kehidupan warganya
55
Ibid.
51
lebih longgar, sehingga diperkirakan turut memengaruhi perilaku keagamaan warganya, termasuk remaja.56 Adapun perkembangan perilaku keagamaan pada masa remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W. Starbuck sebagaimana dikutip oleh Noer Rohmah: a. Pertumbuhan pikiran dan mental Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka juga tertarik dengan masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-norma kehidupan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja memengaruhi sikap dan perilaku keagamaan mereka. b. Perkembangan perasaan Pada masa remaja berbagai perasaan telah berkembang misalnya perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan mendorong para remaja untuk lebih cenderung kepada kehidupan religius pula. Sebaliknya kehidupan yang liberal yakni para remaja yang hidupnya kurang mendapatkan siraman pendidikan dan pengalaman agama yang cukup, maka
56
Ibid., hlm. 85.
52
hidupnya juga cenderung bebas dan bahkan tidak jarang mereka terperosok dalam tindakan seksual demi melampiaskan nafsu birahinya. c. Pertimbangan sosial Dalam kehidupan keagamaan pada masa remaja banyak timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis. Dari sisi terlihat bahwa corak keagamaan para remaja salah satunya juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial.57 d. Perkembangan moral Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencakup: 1) Self directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi 2) Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik 3) Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama 4) Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral 57
128.
Noer Rohmah, Pengantar Psikologi Agama (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm. 127-
53
5) Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat. e. Sikap dan minat Besar kecil sikap dan minat para remaja terhadap agama ternyata juga dipengaruhi oleh kebiasaan dan lingkungan agama yang mereka terima sejak kecil. Anak yang sejak kecil sudah dibiasakan untuk taat terhadap ajaran agama maka ketika masa remaja dimungkinkan anak tersebut akan lebih cenderung mempunyai sikap dan minat yang lebih tinggi terhadap ajaran agama dan begitu sebaliknya.58 Umumnya mereka yang memiliki kecenderungan terhadap masalah keagamaan di masa remaja itu kebanyakan tergantung atau berangkat dari kebiasaan di masa kecil serta lingkungan agama yang memengaruhi mereka. Oleh karena itu apabila masa kecil anak mendapatkan perhatian yang lebih terhadap masalah keagamaan, maka hal ini sangat berperan terhadap perkembangan keagamaan di masa remajanya.59 f. Ibadah Para remaja yang rajin beribadah dengan yang tidak tentunya memiliki sikap serta perilaku keagamaan yang berbeda dengan para remaja yang jarang atau bahkan tidak melaksanakan ibadah.
58
Ibid., hlm. 129.
59
Ramayulis, op.cit., hlm. 65.