PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELUARGA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN REMAJA
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh : MAHMUDAH NIM : 107011001030
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
ABSTRAK Nama Nim Jurusan Judul Skripsi
: Mahmudah : 107011001030 : Pendidikan Agama Islam :Peran Pendidikan Agama Islam Membentuk Kepribadian Remaja
di
Keluarga
dalam
Pendidikan agama Islam yang diberikan pada remaja menuntut peran serta keluarga karena dari institusi keluarga dapat memberikan pengaruh perkembangan kepribadian kepada remaja. Pemberian pendidikan agama Islam dalam keluarga terhadap pembentukan kepribadian remaja bertujuan untuk membimbing remaja agar terbentuknya kepribadian Islami. Yaitu bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, menjalani ibadah dengan baik serta mencerminkan dari sikap dan tingkah laku anak dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk, serta lingkungannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pendidikan agama Islam di keluarga dalam membentuk kepribadian Islam. Sejauh mana orang tua berperan terhadap pendidikan anak-anaknya. Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam skripsi ini maka dalam penulisannya, penulis menggunakan Metode Riset kualitatif, yaitu menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis peran pendidikan agama Islam untuk menumbuhkan kepribadian Islami remaja. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan peran pendidikan agama Islam dalam keluarga dalam membentuk kepribadian remaja adalah sebagai berikut : 1) pendidikan agama Islam berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam pada remaja. Yaitu menanamkan nilai-nilai aqidah pada remaja, 2) kemudian berperan pada pembinaan ibadah pada remaja, 3) juga berperan menanamkan nilainilai akhlak pada remaja, 4) dan berperan menanamkan rasa ingin tahu (akal pikiran) bagi remaja. Dengan dengan demikian remaja akan mampu tumbuh berkembang dan mampu menghadapi tantangan zaman modern sekarang ini, serta mampu menjalani kehidupannya sebagai hamba Allah.
i
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرّ حمن ال ّر حيم Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmat-Nya, zat yang Maha Menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik jagad semesta alam, zat yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh Umat Islam yang terlena maupun terjaga atas sunnahnya. Alhamdulillahirrabbil‘aalamiin,
penulis
mengucapkan
rasa syukur
kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Karena tanpa rahmat pertolongan-Nya tidaklah mungkin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta. Laporan skripsi ini membahas tentang Peran Pendidikan Islam dan Keluarga dalam Pembentukan Kepribadian Remaja Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Nurlena Rifa’I, MA, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta beserta staf-stafnya. 2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Ibu Marhamah
Shaleh Lc, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Agama Islam. ii
4. Bapak Syamsul Aripin, MA, selaku pembimbing Skripsi yang telah memberikan waktu, tenaga untuk membimbing, mengarahkan, dan mengembangkan pemikiran kepada penulis demi terselesaikannya penyusunan
skripsi
ini
dengan
baik.
Terimakasih
pak
atas
bimbingannya. 5. Ibu Dra. Hj. Ello Al-Bugis M, Ag selaku penasehat Akademik, terimakasih atas nasehat dan arahan buat penulis. 6. Pimpinan Perpustakaan Utama beserta staf-stafnya dan pimpinan perpustakaan fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf-stafnya, yang juga telah memberikan fasilitas untuk mencari atau mengadakan studi kepustakaan. 7. Segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi diri pribadi penulis dan para mahasiswa pada umumnya. 8. Teruntuk ayah ku tercinta Bapak Kurtubi (Alm) semoga bahagia dikhadirat-Nya dan ibunda tersayang Ramlah, terimakasih atas kasih sayang yang tercurah semenjak penulis kecil sampai sekarang, yang tak henti-hentinya memberikan do’a kepada penulis, serta dorongan dan motivasi baik moral maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Teruntuk kakak-kakakku tersayang, Lukmanul Hakim. Ahmad Muadz, Dian Utami, Ahmad Sahal dan Ahmad
Baedowi, yang telah
memberikan do’a, support dan motivasinya kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. 10. Teruntuk para keponakan-keponakanku Zulfan, Zahira, Zaky, Fathiya, Zayyan, Chaca, sulthan, Alif, Raju dan Azri yang telah menghibur dan memberi semangat kepada penulis sehingga penulis tak jenuh dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Teruntuk abdul Malik yang telah memberikan do’a support dan motivasinya kepada penulis.
iii
12. Teruntuk sahabat-sahabatku Qiroatul Husna, Marlina, Suaibah, Fitryah, Lili Mufliha, Mawadah, Abdul Aziz, Ridwanullah, Saeful Bahri, Anis Nurmala yang telah memberikan motivasi, support, do’a yang selalu mendukung, dan menyemangati penulis selama ini. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudah-mudahan bantuan, bimbingan, semangat dan do’a yang telah diberikan menjadi amal ibadah di akhirat kelak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.
Jakarta, 25 Juli 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGGUJI SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK .............................................................................................
i
KATA PENGANTAR ........................................................................
ii
DAFTAR ISI ......................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................
1
B. Identifikasi Masalah ..............................................................
5
C. Pembatasan Masalah .........................................................................
5
D. Perumusan Masalah ..........................................................................
5
E. Tujuan Penelitian ..............................................................................
6
F. Manfaat Penelitian. ..............................................................................
6
BAB II KAJIAN TEORETIK A. Peran Keluarga Bagi Remaja ............................................
7
1. Pengertian Keluarga .................................................................
7
2. Fungsi Keluarga........................................................................
9
3. Peranan Keluarga ......................................................................
14
4. Kedudukan Keluarga dalam Pendidikan ..................................
16
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian ............
17
1. Pengertian Kepribadian...................................................
17
2. Struktur Keperibadian Islam ...........................................
21
3. Bentuk-bentuk Tipologi Kepribadian dalam Islam ..........
25
4. Pengembangan Kepribadian Islam ..................................
26
5. Faktor-faktor Pembentukan Kepribadian Islam ...............
32
v
C. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga terhadap Pembentukan Kepribadian Remaja ...................................
35
1. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga a. Pengertian Pendidikan Agama Islam ............................
35
b. Dasar Pendidikan Agama Islam ....................................
37
c. Tujuan Pendidikan Agama Islam ...................................
44
d. Materi Pendidikan Agama Islam ..................................
46
D. Pentingnya Pendidikan Agama Islam di Keluarga ........
57
1. Konsep Remaja a. Definisi Remaja ..........................................................
57
b. Ciri-Ciri Masa Remaja ................................................
58
c. Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Konsep diri Remaja ........................................................................
63
2. Pembahasan Hasil Kajian yang Relevan..........................
64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian .............................................................
66
B. Fokus Penelitian ..............................................................
67
C. Prosedur Penelitian ...........................................................
67
BAB IV HASIL PENELITIAN 1.
Peran
Pendidikan
Agama
dalam
Keluarga
Terhadap
Pembentukan Kepribadian Remaja A. Menanamkan Nilai-nilai Aqidah pada Remaja ....................
69
B. Menanamkan Nilai-nilai Ibadah pada Remaja .....................
71
C. Menanamkan Nilai-nilai Akhlak pada Remaja ...................
74
D. Menanamkan Rasa ingin Tahu (Pendidikan Akal) ..............
75
vi
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...............................................................................
85
B. Implikasi ...................................................................................
85
C. Saran .........................................................................................
86
DAFTAR PUSTAK A ..................................................
86
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian, bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik.pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai diantara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya.1 Anak yang sedang berkembang menuju remaja merupakan amanah dari Allah SWT yang harus dijaga dan dibina, hatinya
yang
suci
adalah bagaikan permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan dibiarkan seperti dibiarkannya binatang, ia akan celaka dan binasa. Sedangkan memeliharanya adalah dengan upaya pendidikan dan mengajarinya dengan akhlak yang baik.
1
Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012), h.
35.
1
2
Dalam perkembangan kepribadian seseorang, maka remaja mempunyai arti yang khusus, namun begitu masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Secara jelas masa anak dapat dibedakan dari masa dewasa dan masa tua. Seorang anak masih belum selesai perkembangannya, orang dewasa dapat dianggap sudah berkembang penuh, ia sudah menguasai sepenuhnya fungsi-fungsi fisik dan psikisnya. Anak remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada diantara anak dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya.2 Manusia sebagai makhluk pedagogik, yaitu makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di muka bumi,pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat berkembang sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. Pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari fitrah itu. Itulah fitrah Allah yang melengkapi fitrah manusia. Firman Allah SWT :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. AlRum 30)
2
PJ. Monks-A.M. P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi perkembangan ; Pengantar dalam berbagai bagiannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada university Press, 2002),cet. Ke14, h. 258-259
3
Allah memang telah menciptakan semua makhluknya ini berdasarkan fitrahnya. Tetapi fitrah Allah untuk manusia yang disini diterjemahkan dengan potensi dapat dididik dan mendidik, memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya dapat melampaui jauh dari kemampuan fisiknya yang tidak berkembang. Pendidikan agama berarti pembentukan pribadi muslim. Isi pribadi Muslim itu adalah pengamalan sepenuhnya ajaran Allah dan Rosul-Nya. Tetapi pribadi Muslim tidak akan tercapai atau terbina kecuali dengan pengajaran dan pendidikan. Membina pribadi Muslim adalah wajib dan karena pribadi Muslim tidak mungkin terwujud kecuali dengan pendidikan, maka pendidikan itupun menjadi wajib dalam pandangan Islam. Setiap usaha, kegiatan dan pendidikan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan agama sebagai suatu usaha membentuk manusia, harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan. Sebagai landasan pandangan seorang muslim disebutkan dalam ayat Al-Qur’an :
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam” (QS. Ali-Imron : 19) Oleh karena itu, bila manusia yang berpredikat Muslim benar-benar menjadi penganut agama yang baik ia harus mentaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajarannya. Untuk tujuan itulah manusia harus dididik melalui proses pendidikan Islam. Pendidikan agama Islam dalam kehidupan manusia sangatlah penting, hal ini sangat berpengaruh pada pola tingkah laku seseorang. Tapi pada kenyataannya pada saat sekarang ini banyak penyimpangan-penyimpangan
4
yang dilakukan khususnya dikalangan remaja, ini diakibatkan kurangnya pendidikan agama Islam yang diajarkan dalam keluarga. Kenakalan remaja yang terjadi pada saat sekarang ini diakibatkan oleh kurangnya pendidikan Agama Islam yang diterapkan dalam keluarga dan mengakibat prilaku dan tingkah laku remaja yang menjadi tidak baik atau melakukan penyimpanganpenyimpangan seperti, mabuk-mabukan, tawuran, narkoba, seks bebas dan lain-lain. Maka di sinilah peran penting dari pendidikan. Pendidikan agama Islam harus lah diajarkan kepada anak-anak remaja, maka di sinilah peran orang tua dalam mengajarkan pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan dalam hal membentuk kepribadian remaja tersebut. Perhatian dan bimbingan yang selalu tearah pada remaja akan memegang peranan yang penting dalam menerapkan pendidikan agama islam. Berdasarkan pandangan diatas, maka pendidikan agama adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan istilah lain, manusia Muslim yang telah mendapatkan pendidikan Islam itu harus mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagai yang diharapkan oleh cita-cita Islam.3 Beranjak dari apa yang penulis paparkan di atas dapat dipahami bahwa pembentukan kepribadian remaja perlu mendapat perhatian yang serius dari para orang tua dalam keluarga, yang berdasarkan konsep Islami, yaitu Al Qur’an dan Hadits. Berdasarkan
hal
tersebut
mendorong
penulis
untuk
membahasnya dengan judul yaitu “PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELUARGA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN REMAJA”.
3
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia), h. 13.
5
B. Identifikasi Masalah Dari uraian yang telah penulis kemukakan di atas, maka teridentifikasi masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Kurangnya pembinaan pendidikan agama di lingkungan keluarga terhadap proses pembentukan kepribadian remaja. 2. Masih banyaknya kenakalan dikalangan remaja, akibat kurangnya remaja memiliki kepribadian yang baik. 3. Kurang teladan orang tua terhadap remaja dalam membentuk kepribadian remaja. 4. Kurangnya perhatian/penghargaan orang tua terhadap remaja sehingga berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian remaja. C. Pembatasan Masalah Agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang dari pokok masalah tersebut, maka penulis membatasi permasalahan peran pendidikan agama di keluarga dalam membentuk kepribadian remaja dibidang pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, pendidikan ibadah, pendidikan sosial serta pendidikan ilmu pengetahuan. D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka yang menjadi pokok masalah dalam skripsi ini adalah : Bagaimana peran pendidikan agama di keluarga dalam membentuk kepribadian remaja ?
E. Tujuan Penelitian Tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui
peran
pendidikan agama di keluarga terhadap pembentukan kepribadian remaja. Khususnya dalam mengembangkan kepribadian remaja dibidang pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, pendidikan ibadah, pendidikan sosial serta pendidikan ilmu pengetahuan.
6
F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapakan agar : a. Untuk mengetahui apa saja peran pendidikan agama dalam keluarga terhadap
pembentukan
kepribadian
remaja
Khususnya
dalam
mengembangkan kepribadian remaja dibidang pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, pendidikan ibadah, pendidikan sosial serta pendidikan ilmu pengetahuan. b. Sebagai pedoman bagi orang tua dalam membentuk kepribadian remaja lewat pendidikan agama dalam keluarga. c. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dibidang pendidikan agama dalam membentuk kepribadian remaja.
7
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Peran Keluarga Bagi Remaja 1. Pengertian Keluarga Menurut kamus besar bahasa Indonesia keluarga adalah terdiri dari ibu bapak dengan seisi rumah, orang yang seisi rumah yang menjadi tanggungan dalam masyarakat, kesatuan kerabat, yang sangat mendasar dalam masyarakat.1 Sedang pengertian keluarga menurut rohiman Notowidegdo adalah: “ suatu institusi sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari sepasang suami istri dan anak-anak yang terkait oleh hubungan biologis, sosial, ekonomi, dan psikologi.2 Adapun dalam pengertian bahasa inggeris istilah orang tua dikenal dengan sebutan “Parent” yang artinya “orang tua laki-laki atau ayah, orang tua perempuan atau ibu.3 Dari pengertian di atas, melihat pengertian keluarga secara sempit, yang dapat diartikan bahwa keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan 1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Pustaka, 1980, cet. Ke-1, h. 326. 22 Rohiman Noto Widegdo, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Pustaka Anta, 1992,), cet. Ke-4, h.22. 3 Atabih Ali, Kamus Inggeris Indonesia Arab, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003), cet.Ke-I, h. 593.
8
anak-anak. Sedangkan pengertian keluarga secara luas adalah: “suatu keluarga inti dengan adanya tambahan dari sejumlah orang lain baik yang sekerabat yang secara bersama-sama hidup dalam satu rumah tangga dengan keluarga inti. Dengan melihat pengertian keluarga secara sempit dan luas, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu komunitas masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang di dalamnya juga terdapat kerabat dari pihak suami dan istri serta orang lain yang dapat hidup bersama dalam suatu rumah tangga. Salah satu tujuan Syariat Islam adalah memelihara kelangsungan keturunan melalui perkawinan yang sah menurut agama. Diakui oleh undang-undang dan diterima sebagai dari budaya masyarakat. Keyakinan ini sangat bermakna untuk membangun subuah keluarga yang dilandasi nilai-nilai moral agama. Pada intinya lembaga keluarga terbentuk melalui pertemuan suami dan istri yang permanen dalam masa yang cukup lama, sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam bentuknya yang paling umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. 4 Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(QS. ar-Rum: 21)5 4
Fuaduddin TM, Pengasuh Anak Dalam Keluarga Islam, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama Dan Jender, 1999), h. 4-5. 5 Departemen Agama RI,…h. 644.
9
Keluarga dalam dimensi hubungan sosial ini mencakup keluarga psikologis dan keluarga pendagogis, keluarga psikologis merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota memiliki pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan keluarga pendagogis adalah suatu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan
dengan
pernikahan,
dengan
maksud
untuk
saling
menyempurnakan diri. Menurut Ali Turkamani keluarga adalah “unit dasar dan unsur fundamental masyarakat, yang dengan itu kekuatan-kekuatan yang tertip dalam komunitas sosial dirancang dalam masyarakat”. Dalam keluarga orang tua yaitu ibu dan bapak sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik yang mempunyai hubungan darah, maka kewenangan pendidikannya pun bersifat kodrati. Pendidikan dalam keluarga merupakan pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak. Dan pengalaman
ini
merupakan
perkembangan berikutnya.
faktor
yang
sangat
penting
bagi
6
2. Fungsi Keluarga Dalam kehidupan manusia, keperluan dan hak kewajiban, perasaan dan
keinginan
keluarga
sangat
mendukung
pertumbuhan
dan
perkembangan diri sesorang dan akan binasalah pergaulan seseorang bila orang tua tidak menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Secara sosiologi keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk menciptakan suatu masyarakat yang aman, tentram, bahagia, dan sejahtera, yang kesemuanya itu harus dijalankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial yang terkecil. Dalam buku keluarga muslim dalam masayarakat modern dijelaskan bahwa: “berdasarkan pendekatan budaya keluarga
6
Ali Turkamani, Bimbingan Kekuarga dan Wanita Islam, (Jakarta : Pustaka Hidayah 1992), cet. Ke-1 h. 30.
10
sekurang-kurangnya mempunyai tujuh fungsi, yaitu fungsi biologis, edukatif, religius, protektif, sosialisasi, rekreatif, dan ekonomi.7 Keluarga khususnya orang tua mempunyi peran yang sangat penting dalam menerapkan pendidikan agama Islam pada remaja. Karena orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya serta merupakan cerminan dari segala tingkah laku anaknya. a. Fungsi Religius Fungsi
berkaitan
dengan
kewajiban
keluarga
untuk
memperkenalkan dan mengajak anak serta anggota keluarga lainnya dalam kehidupan beragama dengan melakukan semua kegiatan yang sesuia dengan ajaran-ajaran dan ketentuan agaama dengan menuju keridhoannya. Pendidikan agama yang pertama-tama diajarkan pada anak dengan hal-hal yang mudah dipahami, misalnya mengucapkan asmaul husna, membaca doa ketika akan melakukan sesuatu, mengajarkan sholat, membaca Al-qur’an dan juga melatih untuk bisa belajar berpuasa. Itulah sebagian dari pendidikan agama yang dasar yang diajarkan kepada anak sehingga ketika ia sudah memasuki masa remaja maka akan sudah terbiasa untuk menjalankan kehidupan yang beragama. b. Fungsi Biologis Fungsi biologis keluarga berhubungan denagn pemahamapemahanan kebutuhan biologis anggota keluarga”.8 Di antara kebutuhan biologis ini kebutuhan akan keterlindungan fisik guna melangsungkan
kehidupannya,
keterlindungan
kesehatan,
keterlindungan dari rasa lapar, haus, kedinginan, kelelahan, kesegaran fisik. 7
Termasuk
juga
kebutuhan
biologis
ialah
kebutuhan
Jalaludin Rahmat dan Mukhtar Ganda Atmaja, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), cet. Ke-2, h. 20-21. 8 M.I. Soelaeman, Pendidikn dalam Keluarga,…(Bandung: CV. Alpabeta, 1994), h. 113.
11
mendapatkan keturunan dengan melahirkan anak-anak sebagai generasi penerus dan dengan kata lain kelanjutan identitas keluarga.
c. Fungsi Edukatif Yang dimaksud fungsi edukatif ialah, “fungsi keluarga yang berkaitan dengan pendidikan anak khususnya, serta pembinaan pendidikan
anggota
keluarga
pada
umumnya.9
Fungsi
ini
mengharuskan setiap orang tua mengkondisikan kehidupan keluarga menjadi situasi pendidikan yang dapat mendorong anak-anak untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada tujuan pendidikan. Dalam melaksanakan fungsi edukatif ini keluarga sebagai salahsatu tri pusat pendidikan, dalam hal ini orang tua memegang peranan utama dalam proses pembelajaran anaknya terutama dikala mereka belum dewasa. Kegiatan pembelajaran orang tua anatara lain melalui asuhan, pembiasaan, dan contoh teladan.
d. Fungsi Biologis Fungsi biologis keluarga berhubungan denagn pemahamapemahanan kebutuhan biologis anggota keluarga”.10 Di antara kebutuhan biologis ini kebutuhan akan keterlindungan fisik guna melangsungkan
kehidupannya,
keterlindungan
kesehatan,
keterlindungan dari rasa lapar, haus, kedinginan, kelelahan, kesegaran fisik.
Termasuk
juga
kebutuhan
biologis
ialah
kebutuhan
mendapatkan keturunan dengan melahirkan anak-anak sebagai generasi penerus dan dengan kata lain kelanjutan identitas keluarga
9
M.I Soelaeman, Pendidikan dalam Keluarga,...h. 685. M.I. Soelaeman, Pendidikn dalam Keluarga,…(Bandung: CV. Alpabeta, 1994), h. 113.
10
12
e. Fungsi Protektif Fungsi protektif (perlindungan ) dalam keluarga ini berfungsi “memelihara, merawat dan melindungi si anak, baik fisik maupun sosialnya”. Fungsi ini menangkal pengaruh kehidupan pada saat sekarang dan masa yang akan datang. f. Fungsi Sosialisasi Fungsi sosialisasi berkaitan dengan mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik, dalam melaksanakan fungsi ini “ keluarga membentuk kepribadian anak melalui interaksi sosial, mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat yang kesemuanya itu dilakukan dalam rangka perkembangankepribadiannya.” g. Fungsi Ekonomis Fungsi ekonomis keluarga meliputi “pencarian nafkah”, perencanaan serta pembelajaran dan manfaatnya.” Pada dasarnya yang mengemban kesejahteraan keluarga, termasuk pencarian nafkah keluarga. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa istri tidak diperkenankan mencari nafkah, namun dalam keadaan demikian tanggung jawab yang diemban oleh seorang suami tidaklah diserahkan istri sepenuhnya karena hal ini dilakukannya untuk masa depan anak-anak dan keluarganya. h. Fungsi Rekreatif Fungsi ini tidak harus dengan kemewahan serba ada, melainkan melalui penciptaan suasana kehidupan yang tenang dan damai. Fungsi rekreatif ini juga dapat membawa anggota keluarga dalam merealisasikan dirinya dalam suasana yang bebas dan nyaman sebagai selingan dari kesibukan sehari-hari. Hal ini dapat juga di dapat dengan mencari hiburan di alam segar bersama keluarga.
13
Dengan melihat fungsi keluarga di atas, hendaknya dalam pelaksanaan fungsi haruslah seiring sejalan antara yang satu dengan fungsi yang lain, ketujuh fungsi tersebut tidak dapat dipisahkan. Sebuah keluarga tanpa fungsi biologis, maka keluarga akan punah, tidak ada generasi penerus yang akan melanjutkan identitas keluarga. Tanpa fungsi edukatif generasi yang dilahirkan akan berantakan, tanpa fungsi religius generasi akan tersesat, tanpa funsi protektif tidak ada ketentraman dan kedamaian dalam keluarga, tanpa fungsi sosialisasi akan muncul generasi-generasi yang memiliki sifat individual yang tinggi, tanpa fungsi rekretif rumah tangga terasa membosankan dan meliputi kejenuhan dan tanpa fungsi ekonomis kesejahteraan rumah tangga akan goyah. Sedangkan H.Ali Akbar mengemukakan tentang fungsi keluarga sebagai berikut: 1.
Tempat istirahat sesudah kerja fisik mencari nafkah.
2.
Menumbuhkan rasa cinta kasih dan melestarikannya.
3.
Mendidik anak ( kedua orang tua ialah guru pertama dan utama dalam bidang ini).
4.
Mendidik diri sendiri dalam bidang agama seperti sholat berjama’ah dan membaca Al-Qur’an.
5.
Mendidik anak dalam beribadah, ketabahan, ketekunan belajar, kesabaran
akhlak,
bertutur
kata,
berpakaian
dan
lain
sebagainya. 6. Mendidik anak dalam bidang kasih sayang, baik di antara mereka maupun terhadap family dan orang
lain di tengah
masyarakat. 7. Mendidik manajemen perbelanjaan agar tidak boros.
14
8. Mendidik anak dalam menyelsaikan pertiakaian dengan musyawarah.11 Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan agama. Artinya keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nlai-nilai yang berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sepele seperti menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai dengan hal-hal yang rumit seperti intepretasi yang kompleks tentang ajaran agama atau tentang berbagai interaksi manusia. 3.
Peranan Keluarga Setiap keluarga terdiri atas beberapa anggota keluarga yang masing-masing anggota keluarga memiliki peranannya sendiri-sendiri sesuai dengan kedudukannya dalam keluarga yang bersangkutan, sehingga menambah keharmonisan kehidupan keluarga. Dalam keluarga sosok seorang ibu sangat diperlukan sebagai pendidik dasar bagi anak-anaknya, maka dari itu seorang ibu hendaklah seorang yang bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya. Sesuai dengan fungsi serta tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga. Bukan saja peran seorang ibu yang sangat dibutuhkan dalam keluarga. Tetapi peran seorang ayah juga lebih sangat dibutuhkan dalam membentuk perkembangan keluarga. 12
Hubungan orang tua yang efektif penuh kemesraan dan tanggung jawab yang didasari oleh kasih sayang yang tulus menyebabkan anakanaknya akan mampu mengembangkan aspek-aspek kegiatan manusia yang pada umumnya adalah kegiatan yang bersifat individual, kegiatan sosial dan keagamaan.13 11
Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera, Membina Keluarga Bahagia, (Jakarta: Pustaka Antara, 1996), h. 54. 12 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-8, h. 82. 13 Hasan Basri, Keluarga Sakinah, (Yogyakarta: Pustka Pelajar 1995), cet. Ke- 2, h. 90.
15
Suasana keluarga yang baik sekurang-kurangnya harus ditunjang oleh 3 faktor anatara lain: 1. Keluarga dapat memberikan suasana emosional yang baik bagi anakanak, misalnya perasaan senang, aman, disayangi, dan dilindungi. Suasana ini dapat tercipta apabila kehidupan rumah tangga diliputi suasana yang sama. 2. Mengetahui dasar-dasar kependidikan terutama yang berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap perkembangan mental anak. lebih lanjut orang tua juga bertanggung jawab pada tujuan dan isi pendidikan yang diberikan kepada anaknya. 3. Bekerja sama dengan lembaga pendidikan dimana orang tua memberikan amanatnya dalam mendidik anaknya. Bentuk kerja sama ini anatara lain menyangkut anak belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dari lembaga pendidikan tersbut.14 Sedang menurut utami Munandar bahwa secara umum keluarga (orang tua) mempunyai tiga peranan terhadap anak, yaitu: 1. Perawatan fisik anak, agar anak belajar tumbuh berkembang dengan sehat. 2. Proses sosialisasi anak, agar anak menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. 3. Kesejahteraan psikologis dan emosional anak. Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh orang tua kepada anak merupakan pembinaan kebiasaan yang akan tumbuh menjadi tindakan moral di kemudian hari. Dengan kata lain, setiap pengalaman, anak baik yang diterima melalui penglihatan, pendengaran dan perlakuan pada waktu kecil akan menjadi kebiasaan yang akan tumbuh di kemudian hari. Karena itulah orang tua sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap pndidikan anak. 14
Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos 1999) cet. K-2, h. 212.
16
Dengan demikian, keluarga memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembentukan kepribadian anak yang tangguh.15 4.
Kedudukan Keluarga dalam Pendidikan Sejak seorang anak manusia dilahirkan ke dunia, secara kodrati ia masuk ke dalam lingkungan sebuah keluarga. Keluarga tersebut secara kodrati juga mengambankan tugas mendidik dan memelihara anak, dengan memenuhi kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani anak tersebut. Orang tua secara direncanakan maupun tidak direncanakan akan menanamkan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak terutama dalam sikap atau perilaku serta keperibadiannya. Selanjutnya dengan disadari maupun tidak disadari, anak membawa nilai-nilai atau kebiasaan-kebiasaan keluarga itu dalam berintraksi sosial di lingkungan luar. Begitu pentingnya peranan yang harus dimainkan orang tua dalam mendidik, sehingga banyak pakar pendidikan, seperti yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa “ alam keluarga itu buat tiap-tiap orang adalah alam pendidikan yang permulaan.”16 Dalam konsepsi Islam, keluarga "adalah penanggung jawab utama terpeliharanya
fitrah
anak.
Dengan
demikian
penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan oleh anak-anak lebih disebabkan oleh ketidak waspadaan orangtua atau pendidik terhadap perkembangan anak".17 Keluarga dianggap sebagai tempat berkembangnya individu, dimana keluarga ini merupakan sumber utama dari sekian sumber-sumber pendidikan nalar seorang anak. Keluarga ini juga dinilai sebagai lapangan
15
Utami Munandar,Membina Keluarga Bahagia, (Jakarta: Pustaka Anatra, 1992), cet. Ke-2, h. 174. 16 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997), cet. Ke1, h. 115. 17 Abdurahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), cet. Ke-II, h. 144.
17
pertama, dimana di dalamnya seorang anak akan menemukan pengaruhpengaruh dan unsur-unsur kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya.18 B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Kepribadian (personality) berasal dari bahasa Yunani yang berarti topeng, tetapi juga berasal dari kata personare yang berarti pemain sandiwara, yaitu pemain yang memakai topeng.19 Yaitu topeng yang dipakai oleh aktor drama atau sandiwara yang dipakai oleh aktor Yunani kuno. Tujuan pemakaian topeng ini selain untuk menyembunyikan identitasnya, juga untuk keleluasannya dalam memerankan sosok pribadinya.20 Istilah kepribadian dalam literature memiliki ragam makna dan pendekatan. Sebagian psikolog ada yang menyebutnya dengan 1.Perseonality
(kepribadian
sendiri),
sedang
ilmu
yang
membahasnya disebut dengan The psychology of personality atau theory of personality, 2. Character (watak atau perangai), sedang ilmu yang membicarakannya disebut dengan the psychology of character atau characterology; 3. Type (Tipe), sedang ilmu yang membahasnya disebut dengan sedang ilmu yang membahasnya disebut dengan typology. 21 Kepribadian merupakan suatu konsep yang sudah lama dibicarakan oleh para ahli. Allport (1960) berhasil mengumpulkan beberapa konsep tentang kepribadian dari beberapa bidang dan memformulasikan suatu definisi kepribadian. Menurut Allport, kepribadian adalah organisasi yang dinamis dalam individu yang mencakup system psikofisis yang menentukan penyesuaian diri yang 18
Asy-Syaih Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Terj. Abdillah Obid, (Jakarta: Mustaqim, 2004), h. 42. 19 Ramayulis, Psikologi Agama., (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 106. 20 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam., (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 17. 21 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 14.
18
unik terhadap lingkungannya. Agar definisi itu dapat dipahami secara benar. Allport kemudian menjelaskan setiap bagian yang terkandung dalam definisi yang dibuatnya. a. Dynamic Organization Menurut Alport kepribadian merupakan suatu organisasi sentral
yang
terdiri
dari
komponen-komponen
dan
menghubungkan komponen-komponen tersebut satu sama lain. Organisasi pada kepribadian ini dinamis karena secara tetap berkembang dan berubah. Sehingga kepribadian beserta elemenelemen yang ada di dalamnya itu aktif, selalu berkembang dan berubah, memotivasi dan mengatur diri secara dinamis. b. Psychophysical System Istilah ini mengimplikasikan bahwa kepribadian bukan hanya sekedar konstruk hipotesis yang dibuat oleh pengamat tapi merupakan suatu fenomena nyata yang terdiri dari elemen mental serta neural. Kedua elemen tersebut bersama-sama ada dan melebur menjadi kesatuan kepribadian. c. Determine Istilah ini mengandung arti bahwa kepribadian mempunyai peran aktif dalam menetapkan tingkah laku spesifik individu. Hal ini menyebabkan individu akan melakukan penyesuaian diri dan mengekspresikan tingkah laku ketika mendapatkan stimulus yang sesuai. Allford juga mengatakan bahwa kepribadian adalah sesuatu dan melakukkan sesuatu. Jadi jelas bahwa kepribadian memang berada dalam diri individu dan dasar dari tingkah laku individu. d. Unique Hal ini menunjukkan bahwa kepribadian pada diri individu adalah unik, sehingga sesuatu yang ada dalam diri individu serta usaha melakukan sesuatu adalah unik.
19
e. Adjustment to his environment Ini mengandung arti bahwa kepribadian berfungsi untuk mempertahankan diri, yaitu melalui penyesuain diri terhadap lingkungan.22 Selanjutnya berdasarkan pengertian dari kata-kata tersebut beberapa para ahli mengemukakan definisi sebagai berikut:23 1) Allport Keperibadian adalah “susunan yang dinamis di dalam sistem psiko-fisik (jasmani rohani) seseorang (individu) yang menentukan dan pikirannya yang berciri khusus” 2) Mark A. May “ Apa yang memungkinkan seseorang berbuat efektif atau memungkinkan seseorang mempunyai pengeruh terhadap orang lain. Dengan kata lain kepribadian adalah nilai perangang social seseorang”. 3) Morrison “ Keseluruhan dari apa yang dicapai seseorang individu dengan jalan menamilkan hasil-hasil cultural dari evolusi sosial”. 4) C.H.
Judd,
Kepribadian
adalah
“Hasil
lengkap
serta
merupakan suatu keseluruhan dari proses perkembangan yang telah dilalui individu”. 5) William Stern, menurut W. Stren kepribadian adalah: “ Suatu kesatuan (Unita Multi Compleks) yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus individu, yang bebas menentukan dirinya sendiri” berdasarkan pendapat ini W. Stren menganggap bahwa Tuhan yang termasuk pribadi, karena Tuhan menurutnya mempunyai tujuan dalam diri-Nya dan tak ada tujuan lain diatasnya. Pengertian yang diberikan oleh para ahli psikologi Barat pada hakekatnya belum menyentuh permasalahan perilaku hidup
22
Nuraida, Rihlah Nuraulia, Character Building untuk Guru, (Jakarta, Aulia Publishing House, 2007), h.59. 23 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,… h. 288-290.
20
manusia secara keseluruhan, termasuk sikap dan perilaku keagamaan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan. 24 Teori kepribadian Muslim dari para cendikiawan Muslim harus dapat mengungkapkan apa pengertian “kepribadian Muslim” dan tidak perlu menjiplak sarjana psikologi Barat. Untuk mengantisipasi teori psikolgi Barat tersebut menurut cendikiawan Muslim Fadhil Al-Djamaly, yang dikutip oleh Ramayulis dalam buku Ilmu Pendidikan Islam, mengambarkan kepribadian Muslim sebagai Muslim yang berbudaya, yang hidup bersama Allah dalam tingkah laku hidupnya dan tanpa akhir ketinggiannya. Dia hidup dalam lingkungan yang luas tanpa batas ke dalamnya, dan tanpa akhir ketinggiannya. 25 Menurut
D.
Marimba
keperibadian
Muslim
ialah
keperibadian yaaang selurh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku luarnya kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya
menunjukkan
pengabdian
kepada
Tuhan
penyerahan diri kepada-Nya.26 Sedangkan menurut Ramayulis kepribadian Islam atau Syakhshiyah al-Muslim adalah “Identitas yang dimiliki seseorang dari keseluruhan tingkah lakunya sebagai seorang muslim baik yang ditampilkan dalam tingkah laku lahiriah maupun dalam bentuk sikap batin”.27 Kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial, yang normanya diturunkan dari ajaran Islam, yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-Sunnah. Dari kedua sumber tersebut, para pakar berusaha berijtihad untuk mengungkap bentukbentuk itu diterapkan oleh pemeluknya. Rumusan kepribadian 24
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 292. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,..h. 292. 26 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,..h. 68. 27 Ramayulis, Psikologi Agama,..h. 108-109. 25
21
Islam di sini bersifat deduktif-normatif yang menajdi acuan bagi umat Islam untuk berperilaku.28 Kepribadian
Muslim
seperti
digambarkan
di
atas
mempunyai hubungan yang erat dalam suatu lingkaran hubungan yang meliputi hubungan dengan Allah, Alam dan Manusia. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian Muslim atau kepribadian Islam adalah ciri khas dan tingkah laku yang dimiliki seseorang yang selalu menampilkan tingkah laku kesopanan dan norma-norma agama yang meliputi aspek pisik dan psikis. Dan mampu mengembankan tugasnya sebagai khlalifah di muka bumi, serta selalu melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah. Kepribadian yang seperti itu tidak ditemui dalam teori psikologi Barat, karena psikologi barat banyak dipengaruhi oleh falsafat materialistis yang menjadikan kekayaan benda menjadi tujuan hidup. Kalupun ada mereka menyebut Tuhan, agama dan keyakinan akan tetapi semuanya itu terpisah dari pergaulan dan tata laksana kegiatan duniawi. Fungsi agama hanya bersifat seremoni semata.29 2.
Struktur Kepribadian Islam Kepribadian dalam arti luas meliputi keseluruhan diri seseorang. Dan akan kelihatan dalam cara-caranya berbuat, caracaranya berfikir, mengeluarkan pendapat, sikapnya, minatnya, dan filsafat hidupnya serta kepercayaannya. Struktur kepribadian yang dimaksudkan disini adalah aspek-aspek atau elemen yang terdapat pada diri manusia yang karenanya kepribadian terbentuk. Menurut al-Zarkayi yang di kutip oleh H. Abdul Mujib, bahwa studi tentang diri manusia dapat dilihat melalui tiga sudut, yaitu:
28 29
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,..h. 14. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,…h. 292.
22
1)
Jasad (fisik); apa dan bagaimana organisme dan sifat-sifat uniknya
2)
Jiwa (psikis); apa dan bagaimana hakikat dan sifat uniknya.
3)
Jasad dan jiwa (psikofisik); berupa akhlak, perbuatan, gerakan, dan sebagainya.30
Ketiga kondisi tersebut dalam terminologi islam lebih dikenal dengan term al-Jasad, al-Ruh, dan al-Nafs. Jasad merupakan aspek biologis atau fisik manusia, Ruh merupakan aspek psikologis atau psikis manusia, sedangkan Nafs merupakan aspek psikologis manusia yang merupakan sinergi antara jasad dan ruh.31 1)
Struktur Jisim Jasad “jisim” adalah substansi manusia yang terdiri dari atas struktur organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna dibandingkan dengan organisme fisik makhluk-makhluk lain. 32 Sedangkan menurut Rafy Sapuri, jasmani adalah struktur terluar manusia, berupa badan atau tubuh fisik biologis. Keberadaannya dapat dilihat oleh mata kepala, bentuk rupanya langsung dapat dinilai. 33 Jasad memiliki natur tersendiri. Diantaranya sebagai berikut: a) Dari alam ciptaan, yang memiliki bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad yang terdiri dari beberapa organ. b) Sifatnya material yang dapat menangkap satu bentuk yang kongkrit, dan tidak dapat menangkap bentuk yang abstrak. c) Naturnya indrawi, emperis dan dapat disifati.34
30
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 56. Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,...h. 56. 32 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), cet. Ke- 2, h. 40. 33 Rafy Safuri, Psikologi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 163. 34 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 69. 31
23
2) Sturktur Ruh Ruh adalah bangunan kepribadian manusia, ruh merupakan substansi
psikologis
manusia
yang
menjadi
esensi
keberadaannya, baik di dunia maupun di akhirat. Ruh adalah substansi yang memiliki nature tersendiri. Menurut pada ahli Islam yang dikutip oleh Abdul Mujib, ruh memiliki natur: a) Kesempurnaan awal jisim manusia yang tinggi dan memiliki kehidupan dengan daya, dan Berasal dari alam perintah yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad. (Ibn Sina) b) Ruh ini merupakan lathifah (sesuatu yang halus) yang bersifat ruhani. Ia dapat berfikir, mengingat, mengetahui dan sebagainya. Ia juga sebagai penggerak bagi keberadaan jasad manusia. Sifatnya gaib (al-Ghazali). c) Ruh sebagai citra kesempurnaan awal bagi jasad alami yang organik. Kesempurnaan awal ini karena ruh adapat dibedakan dengan kesempurnaan yang lain yang merupakan pelengkap dirinya, seperti yang terdapat pada berbagai perbuatan. Sedangkan disebut organik karena ruh menunjukkan jasad yang terdiri dari organ-organ (Ibn Rusyd).35 3). Sturktur Nafs Dalam konteks ini, nafs memiliki arti psikofisik manusia, yang mana komponen jasad dan ruh telah bersinergi. Nafs memiliki nature gabungan antara nature jasad dan ruh. Apabila ia berorientasi pada nature jasad maka tingkah lakunya menjadi buruk dan celaka, tetapi apabila mengaju pada nature ruh maka kehidupannya menjadi baik dan selamat.36 Struktur nafsani merupakan dimensi psikopisik manusia. Ia memliki tiga daya pokok, yaitu kalbu (struktur supra kesadaran), 35 36
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,… h. 73. Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 79.
24
akal, (struktur kesadaran), dan nafsu (struktur bawah sadar). Masing-masing daya memiliki dua natur, yaitu natur jasmani dan natur kerohanian.37 Abdul Mujib juga membagikan struktur nafsani ke dalam tiga hal, yaitu: a) Kalbu merupakan salah satu daya nafsani. Menurut Al-Ghazali yang dikutip oleh Abdul Mujib, secara tegas melihat kalbu daru dua aspek, yaitu kalbu jasmnai adalah daging sanubari yang berbentuk seperti jantung pisang yang terletak di dalam dada sebelah kiri. Sedangkan kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat halus (lathif), rabbani dan ruhani yang berhubungan dengan kalbu jasmani. Bagian yang kedua ini merupakan esensi manusia. b) Akal, secara etimologi memiliki arti al-imsak (menahan) berdasarkan makna bahasa ini, maka yang disebut orang yang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsu. Jika hawa nafsunya terikat
maka
jiwa
rasionalitasnya
mampu
bereksistensi.
Akal
merupakan bagaian dari daya nafsani yang memiliki makna; akal jasmnai adalah salah satu organ tubuh yang terletak di kepala. Akal ini lazimnya disebut dengan otak. Akal ruhani adalah cahaya (al-nur) ruhani dan daya nafsani yang dipersiapkan untuk memperoleh pengetahuan. c) Nafsu yaitu bagian dari daya nafsani yang berarti hawa nafsu yang memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan al-ghadhabiyyah dan alsyahwaniyyah. 38 Dalam uraian di atas, dapatlah penulis memberi ulasan tentang Struktur kepribadian, yaitu struktur kepribadian yang menunjukkan kepada tingkah laku, kegiatan-kegiatan jiwa dan filsafat hidup serta kepercayaan. Jika pola dan tingkah lakunya sehat. Maka, terbentuklah kepribadian
37 38
Ramayulis, Psikologi Agama,…h. 124. Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,… h. 86-109.
25
Muslim yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan. 3. Bentuk-Bentuk Tipologi Kepribadian dalam Islam Tipologi kepribadian dalam Islam yang dimaksud di sini adalah satu pola karakteristik berupa sekumpulan sifat-sifat yang sama, yang berperan sebagai penentu ciri khas seseorang muslim. Perbedaan pola kararteristik itu baik antara sesame muslim atau antara sesorang muslim dengan non-Muslim. Bentuk-bentuk tipologi kepribadian dalam Islam adalah: 1) Kepribadian Ammarah (Nafs al-Ammarah) Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada prinsip-prinsip kenikmatan.39 Kepribadian ammarah juga cenderung melakukan perbuatan-perbuatan rendah sesuai dengan naluri primitifnya, sehingga ia merupakan tempat dan sumber kejelekan dan perbuatan tercela. 40 Firman Allah dalam surat Yusuf ayat 53, yaitu: “Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (QS. Yusuf 12: 53)41 Kepribadian ammarah dapat beranjak kepada kepribadian yang lebih baik apabila ia telah diberi rahmat oleh Allah Awt. Yaitu dengan cara menahan hawa nafsu dan melatih diri untuk berbuat baik, seperti dengan berpuasa, shalat, sedakah, tolong menolong dan sebagainya. 2) Kepribadian Lawwamah (Nafs al-Lawwamah) Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang mencela perbuatan buruknya 39
setelah
memperoleh
cahaya
kalbu.
Ia
bangkit
untuk
Netty Hartati. Dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004) cet. Ke-1, h. 166. 40 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam.., h. 176. 41 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 357.
26
memperbaiki kebimbangannya dan kadang-kadang tumbuh perbuatan yang buruk yang disebabkan oleh watak gelapnya. Tetapi kemudian ia diingatkan lagi oleh nur Ilahi, sehingga ia bertaubat dan memohon ampunan.42 3) Kepribadian Muthmainnah (Nafs al-Muthmainnah) Kepribadian muthmainnah adalah kepribadian yang tenang setelah diberi kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik. Kepribadian ini selalu berorientasi ke komponen kalbu untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan kotoran. 43 Firman Allah Swt: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (QS. Al-Fajr 89:27-28).44 4. Pengembangan Kepribadian dalam Islam Dalam pengembangan kepribadian Islam, hal yang paling utama untuk diperhatikan adalah pengembangan qalb (hati). Hati yaitu tempat bermuara segala kebaikan Ilahiyah kerana ruh ada di dalamnya. Secara psikologis, hati adalah cerminan baik buruk seseorang.45 Pengembangan kepribadian Islam dapat ditempuh dengan dua cara pendekatan, yaitu: 1) Pendekatan Konten Pendekatan Konten, yaitu serangkaian metode dan materi dalam pengembangan kepribadian yang secara hierarkis dilakukan oleh individu, dari jenjang yang terendah menuju jenjang yang paling tinggi, untuk penyembuhan dan peningkatan kepribadiannya.46
42
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, h. 176. Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,… h. 177. 44 Departemen Agama RI, Al-Qur’an,..h. 1059. 45 Rafy Safuri, Psikologi Islam,…h. 113. 46 Rafy Safuri, Psikologi Islam,…h. 115. 43
27
Kiat-kiat pengembangan kepribadian Islam menurut pendekatan konten dapat ditempuh melalui tiga tahap, yaitu: Pertama, Tahapan permulaan (al-bidayah). Pada tahapan ini manusia merasa rindu kepada Khaliknya. Ia sadar bahwa keinginan untuk berjumpa itu terdapat tabir (al-hijab) yang menghalangi interaksi dan komunitasnya, sehingga ia berusaha menghilangkan tabir tersebut. Tahapan ini disebut juga dengan tahapan Takhalli, yaitu mengosongkan diri dari segala sifat-sifat yang kotor, maksiat, dan tercela. Kedua, Tahapan sesungguhan dalam menempuh kebaikan (almujahadah). Pada tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat. Untuk kemudia ia berusaha secara sungguhsungguh denga cara mengisi diri dengan perilaku yang mulia. Tahapan kedua ini harus ditopang oleh tujuh pendidikan dan oleh batin (riyadhat al-nafs), yaitu sebagai berikut: a) Musyarathah, yaitu menetapkan syarat-syarat atau kontrak pada jiwa agar ia dapat melaksanakan tugas dengan baik dan menjauhi segala larangan. b) Muraqabah, yaitu mawas diri dan penuh waspada dengan seganap kekuatan jiwa dan pikiran dari perilaku maksiat, agar ia selalu dekat kepada Allah. c) Muhasabah, yaitu intripeksi, membuat perhitingan atau melihat kembali tingkah laku yang diperbuat, apakah sesuai dengan apa yang disyaratkan sebelumnya atau tidak. d) Mu’aqabah, yaitu menghukum diri karena dalam perniagaan rabbani selalu mengalami kerugian. Dalam aktivitasnya, prilaku buruk individu lebih dominant dari pada yang baik. e) Mujahadah, yaitu berusaha menjadi baik dengan sungguh-sungguh, sehinga tidak ada waktu, tempat dan keadaan untuk main-main, apalagi melakukan perilaku yang buruk. Segala tindakan yang diaktualkan harus sesuai dengan apa yang ada di dalam jiwa terdalamnya.
28
f) Mu’atabah, yaitu menyesali dan mencela diri atas perbuatan dosanya dengan cara berjanji untuk tidak melakukan perbuatan itu lagi serta melakukan perbuatan yang positif untuk menutup perbuatan yang negatif. g) Mukasyafah, yaitu membuka penghalang atau tabir agar tersingkap ayat-ayat dan rahasia-rahasia Allah. Mukasyafah juga diartikan jalinan dua jiwa yang jatuh cinta dan penuh kasih saying, sehingga masing-masing rahasia diketahui satu dengan yang lainnya. Ketiga, tahapan merasakan (al-mudziqat). Pada tahapan ini seorang hamba tidak sekedar menjalankan perintah Khalik-Nya dann menjahui larangan-Nya, tetapai ia merasakan kelezatan, kedekatan, kerinduan bahkan bersamaan dengan-Nya. Tahapan ini disebut dengan tahapan tajalli. Tajalli adalah menampakkan sifat-sifat Allah Swt pada diri manusia setelah sifat-sifat buruknya dihilangkan dan tabir yang menghalangi menjadi sirna.47 Apabila seseorang yang mampu membuka tabir dan menjadi dekat kepada Allah Swt. dalam kepribadian islam lebih dikenal dengan insan alkamil (manusia sempurna). Ia tidak bersatu dengan apa yang disekitarnya, tetapi hanya bersatu dengan sifat-sifat Tuhan. 2) Rentang Kehidupan Pendekatan rentang kehidupan, yaitu serangkaian perilaku yang dikaitkan dengan tugas-tugas perkembangan menurut rentang usia.48 Di dalam Al-Quran terdapat tiga fase besar, yaitu fase sebelum kehidupan dunia, fase dunia, dan fase kehidupan setalah mati. Upayaupaya pengembangan kepribadian hanya dipilih fase kehidupan didunia yang memiliki delapan fase, yaitu: Petama, Fase pra-konsepsi, yaitu fase perkembangan manusia sebelum masa pembuahan seperma dan ovum. Di dalam Islam seseorang dianjurkan bahkan diwajibkan menikah untuk melestarikan keturunan. 47 48
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 389-394. Rafy Safuri, Psikologi Islam,…. 117.
29
Upaya-upaya pengembangan fase ini adalah: a) Mencari pasangan hidup yang baik, segera menikah secara sah setelah cukup umur. b) Membangun keluarga yang sakinah. c) Senantiasa berdoa kepada Allah agar diberi keturunan yang baik. Kedua, Fase pra-natal, yaitu fase perkembangan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini adalah sebagai berikut: a) Memelihara lingkungan psikologis yang ssakinah, rahmah dan mawaddah, agar secara psikologis janin dapat berkembang secara normal. Bayi yang lahir dari keluarga broken home akan mewarisi sifat-sifat atau karakter orang tua yang buruk. b) Senantiasa meningkatkan ibadah dan meninggalkan maksiat, terutama bagi ibu, agar janinnya mendapat nur hidayah dari Allah Swt. Ketiga, Fase neo-natus, dimulai kelahiran sampai kira-kira minggu keempat. Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini yang dilakukan orang tua adalah: a) Membaca azan di telinga kanan dan membaca iqamah di telinga kiri ketika anak baru lahir. b) Memotong akikah yaitu menunjukkan rasa syukur kepada Allah juga sebagai lambing atau symbol pengorbanan dan kepedulian sang orang tua terhadap kelahiran bayinya c) Memberi nama yang baik, yaitu nama secara psikologis mengingat atau berkolerasi dengan perilaku yang baik, d) Memberi ASI sampai usia dua tahun, selain itu ASI memiliki komposisi gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Keempat, Fase kanak-kanak, fase kanak-kanak, yaitu fase yang dimulai usia sebulan sampai usia sekitar tujuh tahun. Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini adalah:
30
a) Menumbuhkan potensi-potensi indera dan psikologis, seperti pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Tugas orang tua adalah bagaimana cara merangsang pertumbuhan berbagai potensi tersebut agar anak mampu berkembang secara maksimal. b) Mempersiapkan diri dengan cara membiasakan dan melatih hidup yang baik, seperti dalam berbicara, makan, bergaul dan berprilaku. Ketiga, pengenalan aspek-aspek doctrinal agama, terutama yang berkaitan dengan keimanan, melalui metode cerita dan uswah hasanah. Kelima, Fase tamyiz, yaitu fase di mana anak mulai mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, fase ini dimulai usia sekitar tujuh tahun sampai 12 atau 13 tahun. Upaya-upaya pengembangan kepribadian adalah sebagai berikut: a) Mengubah persepsi konkret menuju pada persepsi yang abstrak, misalnya persepsi mengenai ide-ide ketuhanan, alam akhirat dan sebagainya. b) Pengembangan ajaran-ajaran normatif agama melalui institusi sekolah, baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, efektif maupun psikomotorik. Keenam, fase baligh, yaitu fase di mana usia anak telah sampai dewasa. Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban tanggung jawab (taklif). Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini adalah: a) Memahami
segala
titah
(al-khithab)
AllahSwt,
dengan
memperdalam ilmu pengetahuan. b) Menginternalisasikan keimanan dan pengetahuan dalam tingkah laku nyata, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga, komunitas sosial, alam semesta, maupun pada Tuhan. c) Memiliki kesedian untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat.
31
d) Membentengi diri dari segala perbuatan maksiat dan mengisi dengan perbuatan baik. e) Menikah, jika telah memiliki kemampuan, baik kemampuan fisi maupun psikis. f) Membina kelaurga yang sakinah, yaitu keluarga dalam menempuh bahtera kehidupan selalu dalam keadaan cinta dan kasih saying dengan landasan keimanan dan ketakwaan. g) Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, sosial dan agama. Ketujuh, fase azm al-umr atau syuyukh, yaitu fase kearifan dan kebijakan di mana seseorang telah memiliki tingkat kecerdasan dan kecerdasan emosional, moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Fase ini di mulai usia 40 tahun sampai meninggal dunia. Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini adalah: a) Transinternalisasi sifat-sifat rasul yang agung, sebab nabi Muhammad Saw, diangkat menjadi rasul berusia 40 tahun. Sifatsifat yang dimaksudkan seperti jujur, dapat dipercaya bila diberi tanggung
jawab,
menyampaikan
kebenaran,
dan
memiliki
kecerdasan spiritual. b) Meningkatkan kesadaran akan peran sosial dengan niatan amal shaleh. c) Meningkatkan ketakwaan dan kedekatan kepada Allah Swt, melalui perluasan diri dengan mengamalkan ibadah-ibadah sunnah, seperti shalat malam, puasa sunnah dan lain sebagainya. d) Mempersiapkan diri sebaik mungkin, sebab usia-usia seperti ini mendekati masa-masa kematian. Kedelapan, fase menjelang kematian, yaitu fase di mana nyawa akan hilang dari jasad manusia. Hilangnya nyawa menunjukkan pisahnya ruh dan jasad manusia. Upaya-upaya perkembangan kepribadian pada fase ini adalah:
32
a) Memberikan wasiat kepada keluarga jika tedapat masalah yang perlu diselesaikan, seperti wasiat tentang pengembalian hutang, mewakafkan sebagian harta dijalan agama. b) Tidak mengingat apapun kecuali berzikir kepada Allah Swt. c) Mendengarkan secara seksama talqin, yang dibaca oleh keluarga kemudian menirukannya, yaitu mengucapkan la ilaha ila Allah (tiada Tuhan selain Allah) yang diucapkan untuk mengingatkan pada orang yang akan meninggal, agar matinya dalam keadaan husn al-khatimah (baik akhir hidupnya).49 Dari uraian-uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa apabila pengembangan kepribadian islam melalui pendekatan konten dan rentang kehidupan dapat dijalankan dengan baik bagi individu, maka akan terbentuklah kepribadian Islam yang sempurna (insan kamil). 5. Faktor-faktor Pembentukan Kepribadian Islam Dasar kepribadian seseorang terbentuk dari masa kanak-kanak. Proses perkembangan kepribadian yang terjadi pada diri seseorang tidak hanya berasal dari faktor hereditas, melainkan juga berasal dari lingkungan tempat anak hidup dan berkembang menjadi manusia dewasa. Pembentukan kepribadian dimulai dari penanaman sistem nilai pada anak didik. Dengan demikian, pembentukan kepribadian keagamaan perlu dimulai dari penanaman sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama. Sistem nilai sebagai realitas yang abstak yang dirasakan dalam diri sebagai pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman hidup. Dalam realitasnya, nilai terlihat dalam pola bertingkah laku, pola pikir dan sikap-sikap seseorang pribadi atau kelompok.50 Dengan demikian, pembentukan kepribadian keagamaan pada anak harus dimulai dari pembentukkan nilai yang bersumber dari nilai-nilai ajaran agama dalam diri anak.
49 50
h. 184.
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h.396-408. Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), cet. Ke-VIII,
33
Studi tentang faktor-faktor yang menentukan kepribadian menurut Dra. Netty Hartati dkk, faktor pembentukkan kepribadaian ada tiga aliran, yaitu: aliran Empirisme, Nativisme, dan Konvengasi. 1) Aliran
Empirisme;
aliran
ini
disebut
juga
aliran
Environmentalisme, yaitu suatu aliran yang menitik beratkan pandangannya
pada
peranan
lingkungan sebagai
penyebab
timbulnya satu tingkah laku. Lingkungan yang mempengaruhi kepribadian terdiri atas lima aspek, yaitu geografis, histories, sosiologis, cultural, dan fsikologis. 2) Aliran nativisme; suatu aliran yang menitikberatkan pandangannya pada peranan sifat bawaan, keturunan sebagai penentu tingkah laku seseorang. Aliran nativisme memandang hereditas sebagai penentu kepribadian. Hereditas adalah totolitas sifat-sifat karakteristik yang dibawa atau dipindahkan dari orang tua kepada anak keturunannya. 3) Aliran convergensi; aliran yang menggabungkan dua aliran diatas. Konvergensi adalah intraksi antara factor hereditas dan factor lingkungan dalam proses pembentukan tingkah laku. Menurut aliran ini, hereditas tidak akan berkembang secara wajar apabila tidak diberi rangsangan dari faktor lingkungan, dan sebaliknya.51 Lebih lanjut D. Marimba menjelaskan proses-proses pembentukan kepribadian terdiri atas tiga taraf, yaitu: 1) Pembiasaan; pembiasaan-pembiasaan ini bertujuan membentuk aspek kejasmanian dan kepribadian. Caranya dengan mengontrol dan mempergunakan tenaga-tenaga kejasmanian dan kejiwaan. Misalnya, dengan jalan mengontol gerakan-gerakan anak-anak dalam gerakan shalat, dengan membiasakan ucapan do’a dalam shalat. 2) Pembentukan pengertian, sikap, dan minat; pada taraf kedua ini diberikan pengetahuna dan pengertian. Daram taraf ini perlu ditanamkan dasar-dasar kesusilaan yang rapat hubungannya dengan 51
Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi,…h. 171-178.
34
kepercayaan, meliputi, mencintai Allah, Rasul, Ikhlas, takut akan Allah, menepati janji, menjahui dengki, dan sebagainya. 3) Pembentukan
kerohanian
yang
luhur;
pembentukan
ini
menanamkan kepercayaan yang terdiri atas: a) Iman akan Allah b) Iman akan Malaikat-malaikatNya. c) Iman akan Kitab-kitabNya. d) Iman akan Rasul-rasulNya. e) Iman akan Qadha dan Qadhar. f) Iman akan hari akhir.52 Pembentukan kepribadian itu berlangsung secara berangsur-angsur, bukanlah hal yang sekali jadi, melainkan sesuatu yang berkembang. Oleh karena itu, pembentukan kepribadian merupakan suatu proses. Akhir dari perkembangan itu apabila berjalan dengan baik. Maka, akan menghasilkan suatu kepribadian yang matang dan harmonis. Orang yang memiliki kepribadian yang matang dengan demikian orang tersebut akan memiliki kemampuan berpikir yang sangat berkembang, kreatif, mengamati dunia dan diri secara objektif, keamanan emosional dan akan memiliki suatu identitas diri yang kuat. Maka, jelaslah pembentukan kepribadian anak sangat diutamakan dalam keluarga dan agama. C. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga terhadap Pembentukan Kepribadian Remaja 1. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga a. Pengertian Pendidikan Agama Islam Pada hakikatnya pengertian pendidikan agama Islam adalah identik dengan pendidikan pada umumnya yakni sebagai usaha untuk membina, mengarahkan atau mengembangkan pribadi manusia dari aspek rohani dan jasmani yang berlangsung secara bertahap. Dalam hal ini, para ahli
52
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,…h. 76-80.
35
pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pendidikan, diantaranya yaitu: Drs. Amir Daien Indrakusuma, mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan teratur serta sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabi’at sesuai dengan cita-cita pendidikan.53 Soegarda Porbakawatja, mengatakan pendidikan adalah usaha secara
sengaja
dari
orang
dewasa
untuk
dengan
pengaruhnya
meningkatkan si anak ke dewasaan yang selalu diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.54 S.A Branata dkk, mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara tidak langsung, untuk
membantu
kedewasaannya.
anak
dalam
perkembangannya
mencapai
55
Dari berbagai pendapat dari para pakar pendidikan diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang sadar dan teratur serta sistematis baik secara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh orang dewasa ataupun orang yang diserahi tanggung jawab untuk membimbing, membina dan menciptakan kedewasaan pada anak didik. Sedangkan pengertian pendidikan agama Islam dalam kaitannya dengan pendidikan secara umum adalah sebagaimana dikemukakan oleh para ahli ilmu pendidikan Islam, yaitu: Dalam buku filsafat pendidikan Islam, Ahmad D Marimaba mengemukakan:
53
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1973), h..27. 54
Soegarda Porbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976),
h.214. 55
Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan 1, (Padang: Angkasa Raya, 1987 ), h. 8.
36
Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rokhani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.56 Muhammad Fadhil Al-Jamali mengemukakan pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik yang menyangkut derajat kemanusiaan sesuai dengan kemampuan dasar atau fitrah dan kemampuan ajarnya.57 Abdurrahman
an-nahlawy,
juga
mengemukakan
bahwa:
pendidikan Islam adalah pengaturan pribadi dan masyarakat yang karenanya dapatlah memeluk Islam secara logis dan secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.58 Syifudin An-Shory menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang materi didiknya adalah Islam (aqidah, syari ah dan akhlak).59 Abdul Rahman mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha berupa bimbingan, asuhan terhadap anak didik supaya kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pedoman kehidupan (way of life).60 Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan sebagai berikut: 1). Pendidikan Islam adalah suatu usaha secara sistematis dan berencana untuk memberikan bimbingan dan arahan baik jasmani maupun rohani agar berkepribadian sesuai dengan ajaran Islam secara menyeluruh. 56
Ahmad D Marimaba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung; Alma’arif,
1989), cet. Ke- VIII, h.19. 57
Umam kholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Duta Aksara, 1998), cet. Ke-
1, h.5. 58
Umam kholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, ....h. 6. Syaifudin Anshori, Wawasan Islam Pokok Pemikiran Tentang Islam dan Umatnya, (Jakarta, 1986), h.186 60 Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), h.10. 59
37
2). Segala usaha berupa bimbingan terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak menuju terbinanya kepribadian utama sesuai dengan ajaran agama Islam. 3). Suatu usaha untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku individu untuk mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam dalam proses kependidikan melalui latihanlatihan akal pikiran (kecerdasan, kejiwaan, keyakinan, kemauan dan perasaan serta panca indra) dalam seluruh aspek kehidupan manusia. 4). Bimbingan secara sadar dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah dan kemampuan ajarannya pengaruh diluar) baik secara individu maupun kelompok sehingga manusia memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam secara utuh dan benar, yang dimaksud secara utuh dan benar disini adalah meliputi aqidah (keimanan), syari ah (ibadah mu amalah), dan akhlak (budi pekerti). Dengan keimanan yang benar memimpin manusia kearah usaha mendalami hakekat dan menuntut ilmu yang benar, sedangkan ilmu yang benar memimpin manusia kearah amal yang sholeh. b. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam di Indonesia erat kaitannya
dengan
pendidikan
nasional
yang
menjadi
landasan
terlaksananya pendidikan bagi bangsa Indonesia, karena pendidikan agama Islam sebagai bagian yang ikut berperan demi terealisasinya tujuan pendidikan nasional. Adapun yang dimaksud dasar pendidikan agama Islam disini adalah suatu yang menjadi sumber kekuatan dan ketekunan dilaksanakannya pendidikan agama.61 Sedangkan yang dimaksud dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam disini ialah landasan atau dasar diselenggarakannya pendidikan agama tersebut, sehingga menjadi titik tolak untuk mencapai 61
Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Bandung: Amrica, 1985), h.63.
38
tujuan pendidikan agama Islam. Sebagai dasar utama dari pendidikan agama Islam adalah Al-Qur an dan Hadits, dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama disekolah-sekolah di Indonesia yaitu : dasar opersional. Dalam hal ini sebagaimana yang telah dinyatakan dalam ketetapan MPR NO. II/MPR/1993 tentang GBHN yang pokok intinya dinyatakan bahwa: Pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimasukkan kedalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri.62 Dalam hal ini banyak ayat al-qur an yang menyatakan bahwa adanya perintah untuk melaksanakan pendidikan agama Islam, diantaranya yaitu yang artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An-Nahl ayat 125)63 Dari ayat diatas memberikan pengertian kepada kita bahwa dalam ajaran Islam memang ada perintah untuk mendidik dan mengembangkan agama, baik kepada keluarganya maupun kepada orang lain sesuai dengan kemampuannya. Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam mempunyai status yang sangat kuat, adapun dasar pelaksanaanya tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi, diantaranya yaitu: a) Dasar Yudiris/Hukum Yang dimaksud dengan dasar yudiris ini adalah peraturan dan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama Islam diwilayah suatu negara.
62
63
Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), h.19. Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 1989), h.224.
39
1) Dasar Ideal Yaitu dasar dari falsafah Negara yaitu pancasila, tepatnya pada sila pertama yaitu sila keTuhanan yang Maha Esa, artinya setiap warga Negara Indonesia harus beragama dan menjalankan syari at agama tersebut dengan baik dan benar. Dalam Tap MPR No. II/MPR/1987 dusebutkan Dengan sila keTuhanan
yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan
kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan oleh karenanya manusia Indonesia percaya dan Taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.64 Untuk mewujudkan dari sila pertama tersebut, maka dapat dikatakan mutlak diperlukan pendidikan yang mengarah pada agama, sebab dengan pendidikan agama maka semua aspek yang menyangkut tata kehidupan berpancasila akan terpenuhi. 2) Dasar Struktural/Konstitusional Dasar
konstitusional
adalah
dasar
yang
bersumber
dari
perundangundangan yang berlaku. Dasar konstitusional pendidikan agama telah tercantum dalam UUD 1945 pada pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi “Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa (ayat 1)”. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. (ayat 2).65 Berdasarkan bunyi pada pasal 29 UUD 1945 tersebut, berarti memberikan jaminan kepada warga Negara Republik Indonesia untuk memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama yang dipeluknya bahkan juga mengenai kegiatan yang dapat menunjang bagi pelaksanaan ibadat. Dengan demikian pendidikan Islam yang searah dengan bentuk ibadat yang diyakininya diberi izin dan dijamin oleh Negara.
64 65
BP-7 pusat, UUD-P5-GBHN, (Jakarta, 1993), h.5. BP-7 pusat, UUD-P5-GBHN,…h.123.
40
3) Dasar Operasional (GBHN) Yang dimaksud dengan dasar operasional ialah dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah Indonesia, seperti yang telah disebutkan dalam Tap. MPR No. IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan kembali pada Tap. MPR No. IV/MPR/1978, tentang garis-garis besar haluan Negara (GBHN) yang berbunyi: Diusahakan supaya terus bertambah saran-saran yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan yang maha Esa, termasuk pendidikan agama yang dimasukkan dalam kurikulum disekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas negeri.66 Hal ini diperkuat lagi dengan UUD No.2 tahun 1989 tentang system pendidikan Nasional pada bab IX pasal 39 ayat 2 dinyatakan: isi kurikulum setiap jenis pendidikan, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat
pendidikan
pancasila,
pendidikan
agama,
pendidikan
kewarganegaraan.67 Dari ketetapan diatas jelas bahwa pemerintah Indonesia memberi kesempatan kepada seluruh bangsa Indonesia untuk melaksanakan pendidikan agama dan bahkan pendidikan sudah jelas secara langsung dimasukkan dalam kurikulum disekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi. 4) Dasar Religius Dasar religius yang dimaksudkan disini adalah dasar yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan hukum utama dan pokok bagi agama Islam, seperti yang dinyatakan oleh Drs.Imam bawani bahwa dua sumber utama ajaran Islam adalah Al-Qur an dan Hadits, dan yang kedua yang menjadi pegangan setiap Muslim dan sebagai referensi 66 67
BP-7 pusat, UUD-P5-GBHN,...104. Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama... h.19.
41
dalam cara berfikir dan tingkah laku sehari-hari termasuk dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pendidikan.68 Mengenai dasar pendidikan agama Islam ini yang tidak diragukan lagi
kebenarannya, adapun ayat-ayat al-qur an dan hadits yang
menunjukkan sebagai dasar pelaksanaan pendidikan agama adalah sebagai berikut: Surat Al-Baqarah ayat 2 yang berbunyi:
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Q.S Al-Baqarah ayat 2 ).69 Surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.(Q.S Ali Imran ayat 104).70
68 69 70
Imam Bawani, Segi- Segi Pendidikan Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1987), h.125. Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya, (Surabaya: Mahkota, 1989), h.8. Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,…h.103.
42
Surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
Hai
orang-orang
yang
beriman,
peliharalah
dirimu
dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.( Q.S At-Tahrim ayat 6).71 5) Dasar Sosial Psikologis Yaitu dasar pendidikan agama yang dilatar belakangi oleh keadaan manusia baik jasmani maupun rohani. 1) Dasar sosiologis - setiap individu merupakan makhluk sosial, sehingga di tuntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik, wajar dan menjadi anggota masyarakat yang berpartisipasi aktif, kreatif, dinamis dan menjadi manusia yang dapat menyumbangkan dirinya untuk nusa dan bangsa. -
Setiap
individu
berkewajiban
mengembangkan
segala
kemampuannya untuk kepentingan masyarakat.
2) Dasar psikologis - Anak yang berkebutuhan khusus mengalami hambatan emosi, sehingga kurang memiliki kepribadian yang sewajarnya
71
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,… h. 951.
43
- Ketunaan/kecacatan tersebut hanyalah sekedar predikat, sedangkan yang menjadi subyek adalah anak ketentuan hidup tiap anak adalah sama. -
Kriteria
tunanetra
juga
merupakan
persoalan
yang
sukar
digeneralisasikan, maka dari itu usaha pendidikan untuk mereka memerlukan pengetahuan. tentang sifat khusus tunanetra dengan melalui pendekatan dan pendidikan secara pribadi.72 Bagi manusia pemenuhan kebutuhan jasmani saja belum cukup tanpa
kebutuhan rohani. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka
dibutuhkan suatu pegangan hidup yang disebut agama karena dalam ajaran agama tersebut ada perintah mengenai untuk saling tolong menolong dalam hal kebajikan dan tidak tolong menolong dalam hal kejahatan. Pendidikan agama Islam selain mempunyai dasar juga mempunyai tujuan, sebab setiap usaha atau kegiatan yang tidak ada tujuan hasilnya akan siasia dan tidak terarah, disamping itu, tujuan bisa membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan dapat berfokus pada apa yang tercita-citakan dan yang paling terpenting lagi dapat memberikan penilaian pada usaha usahanya.73 Bila pendidikan kita pandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan, tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang dibentuk dalam pribadi manusia yang di inginkan, dan nilai-nilai inilah yang akan mempengaruhi pola kepribadian manusia, sehingga mengejala dalam tigkah laku. Karena yang hendak dibahas disini adalah pendidikan agama Islam, maka berarti akan mengetahui lebih banyak tentang nilai-nilai ideal yang bercorak Islami. Nilai-nilai ideal tercermin dalam perilaku lahiriah yang berasal dari jiwa manusia sebagi produk dari proses pendidikan. Jadi tujuan pendidikan agama Islam pada
72 73
Depdikbud, Petunjuk Praktis Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa,…h. 5-6. Ahmad D Marimaba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,…h..45.
44
hakikatnya mengandung nilai perilaku manusia yang didasari dan dijiwai oleh iman dan taqwa pada Allah swt. c. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan adalah sasaran atau harapan yang hendak dicatat oleh seseorang atau segala aktivitasnya, yang telah dirumuskan dengan jelas sehingga akan mudah untuk mengontrol dan mengevaluasinya. Menurut Ahmad D Marimba, mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mencangkup tujuan sementara dan tujuan akhir pendidikan Islam, untuk mencapai tujuan akhir pendidikan harus dilampaui terlebih dahulu beberapa tujuan sementara, tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian Muslim , untuk mencapai tujuan tersebut harus dicapai beberapa tujuan sementara yaitu kedewasaan jasmani dan rohani.74 Drs. Abu Ahmadi membagi tujuan pendidikan agama disekolahsekolah formal, sebagai berikut: 1) Tujuan umum Tujuan umum pendidikan Islam adalah membimbing anak agar mereka menjadi orang muslim sejati, beriman, teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan Negara. Tujuan pendidikan agama Islam adalah tujuan yang hendak dicapai oleh setiap orang yang melakukan pendidikan agama, karena dalam mendidik agama yang ditanamkan telebih dahulu adalah keimanan yang teguh, sebab dengan adanya keimanan yang teguh itu maka akan menghasilkan ketaatan menjalankan kewajiban agama.75 Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Adz-Dzariat ayat 56.76 Disamping beribadat kepada Allah, maka setiap manusia harus mempunyai cita-cita untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
74
75 76
Ahmad D Marimaba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,… h. 46. Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama,… h. 45. Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 1989), h. 417.
45
2) Tujuan khusus Sedangkan tujuan khusus pendidikan agama Islam ialah tujuan yang pada setiap tahap/tingkat yang dilalui, misalnya tujuan pendidikan agama untuk sekolah dasar berbeda dengan tujuan pendidikan agama untuk sekolah menengah dan berbeda pula untuk perguruan tinggi.77 Zuhairini dkk, membagi tujuan pendidikan agama menjadi dua macam yaitu: a) Tujuan umum Tujuan umum pendidikan agama ialah membimbing anak agar mereka menjadi orang muslim sejati, beriman teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat agama dan Negara.78 b) Tujuan khusus Tujuan khusus pendidikan agama adalah tujuan pendidikan agama pada setiap tahap/tingkat yang dilalui, seperti tujuan pendidikan agama untuk SD, dan tujuan pendidikan agama untuk tingkat SD adalah: 1. Penanaman rasa agama kepada murid 2. Menanamkan perasaan cinta kepada Allah dan rosulnya 3. Memperkenalkan ajaran Islam yang bersifat global, seperti rukun Islam, rukun iman dan sebagainya. 4. Membiasakan anak-anak berakhlak mulia, dan melatih anak-anak untuk mempraktekkan ibadah yang bersifat praktik, misalnya sholat, puasa dll. 5. Membiasakan contoh tauladan yang baik.79 Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah membentuk pribadi manusia sejati yang menyerahkan diri kepada Allah serta tunduk dan patuh kepada perintahnya dan menjauhi semua larangannya. Dengan demikian luaslah pendidikan agama, selain mementingkan urusan dunia juga akhirat, sebagaimana dalam firman Allah dalam Q.S Alqoshosh ayat 77: 77
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,… h. 46. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: usaha Nasional, 1983), h.45 79 Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama,...h. 46 78
46
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri
akhirat,
dan
janganlah
kamu
melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.SAl-qoshosh ayat 77)80
d. Materi Pendidikan Agama Islam Agama adalah sebagai sumber yang paling luhur bagi manusia karena yang dianggap oleh agama adalah yang mendasar bagi kehidupan manusia yaitu akhlak kemudian sebagian dihidupkan dengan kekuatan ruh tauhid, dan ibadah kepada Tuhan sebagai kewajiban dan tujuan hidup dari perputaran roda sejarah manusia di dunia.81 Agama Islam bersifat universal, yang mengajarkan pada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik dunia maupun akhirat. Karena pada dasarnya manusia terdiri dari jasmani dan rohani, sehingga ia membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar yang bernilai mutlak untuk kebahagiaan dunia dan kehidupan akhirat, sesuatu yang mutlak tentunya juga berasal dari yang mutlak pula (Allah) dan itu tidak lain adalah agama.
80 81
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,...h. 315. Nasrudin Razak, Dienul Islam (Bandung: Al-Ma’arif 1986), h.35.
47
Untuk mencapai perkembangan anak didik baik dari segi fisik, intelektual dan berkepribadian sesuai dengan yang dicita-citakan dalam pendidikan maka diperlukan suatu materi sebagai bahan yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Ruang lingkup bahan pelajaran atau materi pendidikan agama Islam meliputi tujuan pokok, yaitu keimanan (aqidah), ibadah, Al-Qur’an, akhlak, muamalah, syari ah dan tarikh. Dari ketujuh materi tersebut ditekankan pada tiga unsure pokok yaitu keimanan, syariah dan akhlak Aqidah bersifat I’tiqad bathin, mengajarkan keesaan Tuhan Esa sebagai Tuhan yang menciptakan dan mengatur, serta meniadakan alam ini. Syari ah adalah berhubungan dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum guna mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan manusia, sedangkan akhlak adalah suatu amalan sebagai pelengkap dan penyempurnaan dua amalan itu, serta mengajarkan tata cara pergaulan hidup manusia.82 Ketiga inti ajaran Islam itulah yang menjadi isi atau materi pokok pendidikan agama Islam, mengenai urutan lingkup materi pokok itu sebenarnya telah dicontohkan Luqman dalam pendidikan putranya. Hal ini telah diuraikan dalam Surat Luqman ayat 13 sebagai berikut:
Artinya: dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".83 82 83
Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), h.6. Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,...h. 329.
48
Berdasarkan pada ayat-ayat tersebut jelaslah bahwa materi-materi pokok pendidikan agama mencangkup aqidah, syari ah dan akhlak. Hal itu berlaku pada tiap lembaga pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, hanya saja ruang lingkupnya serta luas dan mendalamnya materi tegantung pada jenis sekolah, jenjang sekolah, tujuan dan masing-masing perkembangan anak didik. 1) Keimanan (Aqidah) Keimanan (aqidah) adalah bersifat I tikad batin, mengajarkan ke Esaan Allah, Esa sebagai tuhan yang menciptakan, mengatur dan meniadakan alam ini.84 Dalam hal ini Allah menjelaskan ciri-ciri orang beriman, dalam surat Al-Anfal ayat 2 yang berbunyi:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayatayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.85 Pendidikan yang pertama dan utama yang dilakukan adalah pembentukan keyakinan kepada Allah diharapkan akan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian anak didik.86 Sedangkan rukun iman yang ke enam itu adalah: 1. Iman kepada Allah 2. Iman kepada para Malaikat 84
Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama,...h. 60. Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,...h. 141. 86 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), cet. Ke-II, 85
h.156.
49
3. Iman kepada kitab-kitab 4. Iman kepada para Nabi dan Rosul 5. Iman kepada hari kiamat 6. Iman kepada Qodho dan Qodar.87 Beriman kepada rukun Iman yang enam merupakan azaz dari seluruh ajaran Islam, dengan meyakininya maka akan mempunyai dasar yang kuat dan dapat dijadikan pedoman dalam segala sikap, perilaku, perkataan dll. 2) Syariah Syariah adalah peraturan-peraturan Allah dan yang digariskan pokokpokoknya
agar
setiap
manusia
berpegang
kepadanya
dan
hubungannya dengan Tuhannya, dengan saudaranya sesame muslim, dengan sesame muslim dan hubungannya dengan kehidupan.88 Menurut Masyfuk Zuhdi, Syari ah adalah hukum Tuhan yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya untuk ditaati dengan dasar Iman, baik yang berkaitan dengan Aqidah, Ibadah, Mu amalah dan Akhlak.89 Ibadah adalah manifestasi atau pernyataan pengabdian muslim dan Tuhan, mengabdi kepada Allah dengan jalan mentaati suruhannya, meninggalkan larangan-Nya seperti yang ditunjukan oleh wahyu-Nya (AlQur an) dan oleh Utusan-Nya (Sunnah-Hadits).90 Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 21
87
M. Basofi Soedirman, Eksistensi Manusia dan Agama, (Jakarta: Yayasan Annash,
1995), h. 57. 88 89
H. Bisri Affandi, MA, Dirasat Islamiyah I, (Surabaya: CV Aneka Bahagia, 1993), h.61. Masfuk zuhdi, pengantar ilmu syari ah, (Jakarta: Haji Mas Agung, 1989), cet. Ke-1,
h.1. 90
Sidi Ghazalba, masjid pusat ibadat dan kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1989), cet.Ke-V.
50
Hai Manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.91 Ibadah yang merupakan komunikasi secara langsung antara manusia dengan Allah, alam sekitar dan juga dengan manusia serta kehidupannya adalah perlu dibiasakan kepada seseorang sejak masih kecil (usia anak-anak). Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mahmud Yunus bahwa pelajaran ibadah adalah mendidik anak-anak supaya mengerjakan amal ibadah, sehingga menjadi kebiasaan dari kecil sampai dewasa dihari tua.92 3) Akhlak Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.93 Menurut mahyudin, akhlak adalah suatu istilah agama yang dipakai untuk menilai perbuatan manusia, apakah itu baik atau buruk.94 Ahli-ahli pendidikan Islam telah sependapat bahwa suatu ilmu tidak akan membawa kepada fadhilah kesempurnaaan tidak seyogyanya diberi nama ilmu. Tujuan pendidikan Islam bukanlah sekedar memenuhi otak murid dengan ilmu pengetahuan, tapi tujuannya adalah dengan mendidik akhlak dengan memperhatikan segi-segi kesehatan pendidikan fisik dan mental, perasaan dan
praktek
serta
mempersiapkan
anak
anak
menjadi
anggota
masyarakat.95
91
92
Depag RI Al-Qur an dan terjemahannya,..h.5. Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: Hidakarya Agung,
1990), cet.Ke- XII, h. 46. 93
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV.Ruhama, 1995), h.10. 94 Mahyudi, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Alam Mulia,1991), h.7. 95
M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970), h.104.
51
Akhlak termasuk diantara makna yang terpenting dalam kehidupan ini. Apabila beriman dan beribadah kepada Allah pertama kali hubungannya yang erat adalah antara manusia dengan Tuhannya, maka akhlak pertama kali berkaitan erat dengan hubungan antara manusia dengan manusia, baik secara individu dan kolektif.96 Dari ketiga materi pokok pendidikan agama Islam di atas saling berkaitan, saling melengkapi dan tidak dapat terpisahkan. Dengan keimanan manusia akan menyadari bahwa dirinya adalah sebagai hamba Allah yang harus taat dan patuh kepada-Nya dengan beribadah untuk menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dengan demikian manusia akan mempunyai budi pekerti atau akhlak yang mulia dengan menjadikan pedoman dalam bersikap, bertutur kata dan bertingkah laku sehari-hari. D. Pentingnya Pendidikan Agama Islam di Keluarga 1. Konsep Remaja a. Definisi Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya,adolescentia yang berarti remaja). Yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif demikian juga orangorang zaman purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain. Dalam rentang kehidupan; anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emotional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget dengan mengatakan secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang
96
Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama...h. .32.
52
sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intellektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinnya untuk mencapai intergrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.97 Menurut Stanley Hall(dalam guna rasa, 1989), perkembangan psikis remaja banyak di pengaruhi oleh faktor fisiologis. Faktor fisiologis ini dipengaruhi oleh genetika, di samping proses pematangan yang mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan. Ia juga mengemukakan bahwa masa remaja masa penuh gejolak emosi dan tidak seimbang, yang tercakup dalam “storm and stress.” Dengan demikian remaja mudah terkena pengaruh oleh lingkungan.98 b. Ciri-Ciri Masa Remaja Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan,
masa
remaja
mempunyai
ciri-ciri
tertentu
yang
membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut akan diterangkan secar singkat dibawah ini : 99 1. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting Ada beberapa periode yang lebih penting daripada beberapa periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat-akibat jangka panjangnya. Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat psikologis. Pada periode remaja kedua-duanya sama penting.
97
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta, Erlangga : 1980) h. 206. Nuraida, Rihlah Nuraulia, Character Building untuk Guru..., h. 77. 99 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan..., h.207. 98
53
2. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Kalo remaja berperilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk bertindak sesuai umurnya. Kalau remaja berusaha berprilaku seperti orang dewasa, ia sering kali dituduh “terlalu besar untuk celananya” dan dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa. Di lain pihak, status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya. Remaja ada dalam tempat marginal (Lewin,1939). Berhubung ada macam-macam persyaratan untuk dapat dikatakan dewasa, maka lebih mudah untuk dimasukkan kategori anak daripada kategiru dewasa. Baru pada akhir abad ke-18 maka masa remaja dipandang sebagai periode tertentu lepas dari periode kanak-kanak. Meskipun begitu kedudukan dan status remaja berbeda daripada anak. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau perlaihan (calon, 1953) karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak. Dipandang dari segi sosial, remaja mempunyai posisi marginal. 3. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan.100 Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ada empat perubahan yang sama yang hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang di harapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru. Bagi remaja muda, masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih 100
PJ. Monks-A.M. P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan ;Pengantar dalam Berbagai Bagiannya...,h.260.
54
sulit diselesaikan dibandingkan masalah yang dihadapi sebelumnya. Remaja akan tetap merasa ditimbuni masalah, sampai ia sendiri menyelesaikannya menurut kepuasannya. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nila juga berubah. Apa yang pada masa kanak-kanak dianggap penting, sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi. Misalnya, sebagian besar remaja tidak lagi menganggap bahwa banyaknya teman merupakan petunjuk popularitas yang lebih penting daripada sifat-sifat yang dikagumi dan dihargai oleh teman-teman sebaya. Sekarang mereka mengerti bahwa kualitas lebih pentng daripada kuantitas. Keempat, sebagian remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut. 4. Masa Remaja sebagai usia Bermasalah Setiap periode mempunyai masalah-masalahnya sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki atau anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru. Karena ketidak mampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja yang akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. Seperti Ana Freud, “banyak kegagalan yang seringkali disertai akibat yang tragis, bukan karena ketidak mampuan individu tetapi karena kenyataan bahwa tuntutan yang diajukan kepadanya justru pada saat semua tenaganya
telah dihabiskan untuk
mencoba mengatasi masalah pokok yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal”.
55
Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remaja tidak “meledakan” emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan yang lebih dapat diterima. Petunjuk kematangan emosi yang lain adalah bahwa remaja sudah dapat menilai situasi secara kritis terlebih dulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berfikir. Akhirnya, remaja yg emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil,tidak berubah-ubah dari satu ke suasana hati yang lain, seperti dalam periode sebelumnya101. 5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Pada tahun-tahun awal masa remaja penyesuaian diri dengan kelompok mash tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya. Dalam masa remaja, remaja berusaha untuk melepaskan diri dari milie orang
tua
dengan
maksud
untuk
menemukan
dirinya.
Ericson
menambahkan proses tersebut sebagai proses mencari identitas ego. Sudah barang tentu pembentukan identitas, yaitu perkembangan ke arah individualitas yang mantap, merupakan aspek yang penting dalam perkembangan berdiri sendiri. Bahwa kita tidak tenggelam dalam peran yang kita mainkan, misalnya sebagai anak, teman, pelajar, teman sejawat, pembimbing dan sebagainya. Tetapi dalam hal-hal tersebut tetap menghayati sebagai pribadi dirinya sendiri, adalah suatu pengalaman yang harus dimiliki remaja dalam perkembangan yang sehat102. 6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Anggapan stereotif budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku
101
Nuraida, Rihlah Nuraulia, Character Building untuk Guru, h. 78. PJ. Monks-A.M. P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan ; Pengantar dalam Berbagai Bagiannya...,h. 279. 102
56
merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. 7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial, dan dengan meningkatnya kemampuan untuk berfikir rasional, remaja yang lebih besar memandang diri sendiri, keluarga, teman-teman dan kehidupan pada umumya secara lebih realistik. 8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotif belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obatobatan, dan terlibat dalam perbuatan sexs. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan. c.
Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Konsep diri Remaja 1.
Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah di mengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri.
57
2.
Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial. 3.
Kepatutan sex
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidak patutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya. 4.
Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada cemoohan. 5.
Hubungan keluarga
Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya. 6.
Teman-teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok. 7.
Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak di dorong untuk
58
mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunyai identitas dan individualitas.
8.
Cita-cita
Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistik, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih banyak keberhasilan daripada kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik103. 2. Pembahasan Hasil Kajian yang Relevan Untuk lebih memperkuat teori ini, maka ada beberapa pembahasan hasil kajian peneliti sebelumnya yang ada sangkut pautnya dengan judul ini, yaitu: a. Rohmayati Yahya dalam skripsi berjudul “Pendidikan Islam dalam Keluarga
sebagai
Pembentuk
Kepribadian
Anak”
tahun
2005.
Membuktikan bahwa kedudukan orang tua dalam pendidikan anak adalah penentu atau peletak dasar kepribadian anak. Anak dilahirkan dalam keadaan suci. Dari lingkungan keluargalah salah satunya yang dominan kepribadian anak berkembang. Dengan memberikan pendidikan Islam dalam lingkungan keluarga, maka anak memperoleh bekal cukup untuk kehidupan di masa yang akan datang. Adapun pendidikan Islam itu ditekankan pada aspek keimanan, amaliah, ilmiah, akhlak, dan sosial yang diaplikasikan dalam bentuk keteladanan yang dilakukan oleh orang tua. Dari keteladan itu anak akan memahami bahwa pelaksanaan ajaran agama harus benar-benar dilaksanakan. Dengan hasil penelitian ini, penulis ingin lebih mengkhususkan penelitian kepada konsep Pendidikan Islam untuk menumbuhkan kepribadian Islami anak. b. Ela Nurhalalah dengan judul skripsi “Fungsi perhatian Orang Tua dalam Upaya Pembentukan Kepribadian anak”
tahun 2008. Menyimpulkan,
bahwa orang tua merupakan faktor penting dalam pembentukan 103
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,…h.235.
59
kepribadian. Hal ini dikarenakan orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak. Oleh karena itu orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian anak. Sejalan dengan hal itu maka fungsi orang tua dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman pembimbingan pembiasaan nilai-nilai agama, budaya dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak, dengan demikian pembentukan dan perkembangan kepribadian anak dapat berjalan dengan baik dan anak menjadi pribadi yang diharapkan. Dari hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa peranan atau perhatian orang tua untuk menumbuhkah kepribadian anak tidak terlepas dari nilai-nilai Islam.
60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode ini berupaya untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang dihadapi dalam situasi sekarang dan tanpa harus dibuktikan. Atau metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan mebuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa metode deskriptif merupakan penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis.1 Tujuan penelitan deskriptif menurut Moh Nazir adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Tujuan umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu menggambarkan secara sistematika fakta dan karakteristik objek/subjek yang diteliti secara tepat tentang kemampuan berpikir kritis siswa.
1
h. 206.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), cet. Ke-VIII,
61
B. Fokus Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis memfokuskan kepada masalah menanamkan nilai-nilai aqidah pada remaja, menanamkan nilai-nilai ibadah pada anak remaja, menanamkan nilai-nilai akhlak pada remaja, menanamkan rasa ingin tahu (pendidikan akal).
C. Prosedur Penelitian Prosedur penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research), adapun metode yang dilakukan adalah:
C.1 Teknik pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah ketetapan cara-cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai sumber dan berbagai cara.2
C.2. Teknik Pengelolahan data Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan mengklasifikasi data-data yang relevan dan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis bandingkan, analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.
C.3. Analisa data Dalam
menganalisis
data,
penulis
menggunakan
metode
deskriptif analisis, yaitu memaparkan masalah-masalah sebagaimana adanya, disertai argumen-argumen. Kemudian menguraikan susunan pembahasan kepada bagian yang signifikan, setelah di analisis, 2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2008), cet.Ke-6, h.308.
62
dipadukan kembali
unsur-unsur tersebut
untuk
mencapai
suatu
kesimpulan.
C.4. Teknik penulisan Teknik atau metode penulisan ini berpedoman pada Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
63
BAB IV
HASIL PENELITIAN 1. Peran Pendidikan Agama Islam di Keluarga dalam
Membentuk
Kepribadian Remaja Pada umumnya para pendidik Muslim menjadikan Luqmanul Hakim sebagai contoh dalam pendidikan anak, di mana nasihatnya kepada anaknya terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Luqman, maka hendaklah setiap orang tua atau pendidik dapat mencontohi Luqmanul Hakim dalam mendidik anaknya. Dari hasil penelitian berbagai macam kajian pustaka diketahui tentang peran Pendidikan Agama Islam dalam keluarga terhadap pembentukan kepribadian remaja sebagai berikut : A. Menanamkan Nilai-Nilai Aqidah Pada Remaja Pendidikan aqidah terdiri dari peng-Esaan Allah, tidak mensyarikatkan-Nya, dan mensyukuri segala nikmat-Nya.1 Jadi pendidikan aqidah adalah mengikat anak dengan dasar-dasar
iman
sejak anak mengerti dan memahaminya. Kewajiban orang tua adalah 1
Armai Arief, Reformasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD Press, 2007) cet. Ke. 2, h. 184
64
menumbuhkan anak atas dasar pemahaman dan dasar-dasar iman, sehingga anak akan terikat dengan iman dan Islam. Dalam menanamkan aqidah pada anak, yang paling utama dilakukan orang tua adalah menanamkan nilai-nilai keimanan, yaitu tidak mensyarikatkan-Nya dan mensyukuri atas segala nikmat-Nya. Hal ini sudah dicontohkan oleh seorang yang shaleh yang namanya telah diabadikan oleh Allah Swt di dalam Al-Qur’an yaitu Luqman AlHakim. Wasiat terpenting Luqman kepada anaknya tersurat dalam firman Allah Swt, yaitu:
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman. 31: 13)2 Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya yang dikutip oleh Jamaal Abdur Rahman mengatakan bahwa “Luqman berpesan kepada putranya sebagai orang yang paling disayanginya dan paling berhak mendapat pemberian paling utama dari pengetahuan. Oleh karena itulah, Luqman dalam wasiat pertamanya berpesan agar anaknya meyembah Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun”. 3 Sedangkan perintah agar bersyukur dijelaskan ayat yang berbunyi:
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 654. Jamaal Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasullullah SAW, terj. Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2000), h. 339. 3
65
Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman. 31: 14) Ayat di atas mendidik manusia agar orang yang telah diberikan nikmat yang banyak seperti hikmah, ilmu yang banyak, kemampuan berfikir yang sempurna, kecerdasan, rizki yang melimpah ruah, kedudukan terhormat dan lain-lainnya hendaklah pandai bersyukur kepada Allah Swt, dan berterima kasih kepada orang yang telah berjasa kepadanya.4 Bersyukur, berarti menerima dengan ikhlas apa yang telah di berikan dan digariskan oleh Allah kepadanya. Tanpa rasa syukur, seseorang akan senantiasa merasa kekurangan dan tidak akan mempunyai kepedulian kepada orang lain yang lebih kekurangan. Bersyukur adalah salah satu indikasi dari kecerdasan spiritual. Karena orang yang selalu bersyukur tidak akan pernah merasa kekurangan dan untuk itu dia akan selalu merasakan kebahagiaan. Maka, hendaknya orang tua mendidik anak-anaknya untuk menjadi orang yang pandai bersyukur.
B. Menanamkan Nilai-Nilai Ibadah Pada Remaja Ibadah berasal dari bahasa Arab, dari akar kata “abd” yang artinya “hamba”. Dan ini berarti penyerahan dan ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Ibadah menurut Islam mempunyai pengertian yang luas, tidak hanya terbatas kepada shalat, puasa, zakat, dan haji saja, tetapi semua kegiatan manusia yang tidak bertentangan dengan hukum Allah
dan
dilakukan dengan niat yang baik (untuk mendapat keridhaan Allah) adalah ibadah.5
4 5
Armai Arief, Reformasi Pendidikan Islam... , h. 189 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam..., h. 8
66
Bila kita perhatikan pembinaan ibadah pada anak dapat dilakukan dengan lima hal, yaitu: 1) Mengajarkan Al-Qur’an Pada fase kehidupan anak-anak, ketika mulai belajar berbicara ada satu keinginan mereka yang sangat kuat di dalam dirinya untuk selalu berbicara. Kondisi seperti ini sangat baik dimanfaatkan oleh orang tua untuk mengajarkan sekaligus memperdengarkan Al-Qur’an kepada mereka. Dengan mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak, berarti orang tua telah memulai pendidikan yang benar dan sesungguhnya. Berarti orang tua telah mengikat mereka dengan kitab Allah serta mendidik untuk mengagungkan Al-Qur’an. Al-Quran adalah kitab suci agama Islam, merupakan hukum dari segala sumber hukum. Oleh sebab itu, tidak ada alasan bagi penganut agama islam untuk tidak bisa membaca Al-Quran. Setiap orang tua pasti menginginkan buah hatinya menjadi anak yang saleh. Sebab, anak saleh merupakan harapan yang paling berharga bagi orang tua. Untuk mendapatkan itu, diperlukan kesungguhan yang tinggi dari orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Salah satu yang wajib diajarkan kepada anak adalah Al-Quran karena ini merupakan pedoman hidup manusia. Pengenalan terhadap Al-Quran sebaiknya dilakukan anak masih berusia dini. Dengan demikian, anak-anak menjadi terbiasa dan membudayakan membaca Al-Quran dalam kehidupan mereka seharihari. 2) Melatih Pelaksanaan Shalat Peran orang tua dalam pembinaan ibadah khususnya ibadah shalat pada anak. Hendaknya selalu mengarahkan dan menasehati anakanaknya tentang ibadah shalat dan kebaikan sebagaimana firman Allah:
67
Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqman. 31: 17)6 Mengingat shalat adalah tiang agama, maka peran orang tua adalah menyuruh anak-anaknya mengerjakan shalat. Langkah ini bisa dengan mengajak mereka agar ikut berdiri di samping ayah dan ibunya ketika keduanya sedang shalat di rumah. Kemudian orang tua harus membekali anak-anaknya pengetahuan tentang shalat ketika anak-anaknya berumur enam atau anak sudah memasuki sekolah dasar. 3) Melatih Puasa Melatih
anak-anak
berpuasa
berarti
mengajak
mereka
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh Allah. Walaupun ia belum kuat untuk melaksanakan ibadah puasa seharian penuh. Dengan demikian ketika mereka sampai pada usia taklif, mereka sanggup mengerjakan ibadah puasa ini. Sesuai dengan garis-garis yang telah ditentukan oleh Allah Swt, sebaliknya apabila anak-anak tidak dilatih dan dibiasakan mengerjakan ibadah puasa, kelak ketika mereka memasuki
usia
taklif
akan
meresakan
kesulitan
untuk
melaksanakannya. Puasa juga memiliki efek positif bagi anak. Melalui orang tua, anak bisa dijelaskan makna puasa yaitu mampu mengendalikan diri atau Manahan hawa nafsu. melalui puasa, anak dilatih untuk mampu menahan emosinya. Bulan puasa adalah juga bulan untuk banyak beramal. Orang tua bisa memberi contoh dan menjelaskan realitas lain di luar lingkungan anak, bahwa ada orang yang kekurangan, yang harus dibantu.
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 655
68
Masa
kanak-kanak
bukanlah
merupakan
suatu
masa
pembebanan atau pemberian kewajiban, tetapi merupakan masa persiapan, latihan dan pembiasaan agar anak terbiasa ketika ia telah dewasa. Dengan demikian pelaksaan kewajiban nantinya akan terasa mudah dan ringan, di samping itu juga sudah memiliki kesiapan dan kematangan dalam mengarungi kehidupan dengan penuh keyakinan. C. Menanamkan Nilai-Nilai Akhlak Pada Remaja Perkataan akhlak dapat diartikan perangai seseorang, budi pekerti ataupun tingkah laku yang ia miliki. Menurut Ahmad Amin dalam bukunya “Al-Akhlak”yang dikutip oleh Hamzah Ya’kub, merumuskan pengertian akhlak sebagai berikut, “Akhlah ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalam untuk melakukan apa yang harus diperbuat”.7 Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Luqman. 31: 18)8 Ayat di atas hendaklah diperhatikan oleh setiap orang tua untuk mendidik anaknya dalam pergaulan sehari-hari dengan etika yang baik, budi pekerti, sopan santun, yaitu kalau sedang berbicara berhadapan dengan orang lain, hendaklah berhadapan muka tidak boleh memalingkan muka, karena dengan demikian akan tersinggung perasaan orang lain. 7
Hamzah Ya’kub, Etika Islam, Pembinaan Aklhlaqulkarimah, (Bandung: CV. Diponegoro, 1988), cet. Ke 4, h. 12 8 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 655
69
Sedangkan berjalan di bumi secara angkuh adalah kurang pedulinya terhadap orang lain. Ini adalah gerakan yang dibenci dan dimurkai Allah, serta dibenci manusia. Jadi, pembinaan pribadi anak menuju akhlak yang baik adalah dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan, sehingga terwujudlah sikap mental anak dan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam.
D. Menanamkan Rasa Ingin tahu (Pendidikan Akal) Seorang anak membutuhkan rasa ingin tahu. Diantara gerak dan tingkah alku anak banyak menunjukkan bahwa ia ingin tahu, misalnya setiap benda atau apa saja yang terdapat disekitarnya, menggugah perhatiannya, lalu benda itu di periksanya dengan tangan dan mulutnya. Karena itu tidak patut apabila orangtua membentak anak ketika ia sedang melakukannyaatau mencegahnya dari pencarian dan rasa ingi tahunya tanpa suatu alasan. Dan kalaupun tujuannya untuk mendidik maka tidaklah hal itu dilakukan terlalu lama. Menurut
Zakyah
Daradjat
kebutuhan
ingin
tahu
tentang
lingkungannya adalah termasuk faktor yang penting untuk menumbuhkan kesanggupan padanya. Oleh karena itu orang tua harus memperhatikan hal ini dalam mendidik anaknya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan ini ialah dengan aktivitas sendiri (permainan). Akan tetapi permainan pada umur kanak-kanak itu permainannya tidak menentu, karena itu orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam memimpin anak-anak.9 Ramayulis dalam bukunya “Pendidikan Islam Dalam rumah Tangga” menyebutkan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pendidikan akal anak-anak adalah : 1. Anak-anak harus diberi kesempatan bergerak dan diajar cara yang akan menolongnya untuk mencapai kebutuhan jiwanya. Supaya jangan mereka merasa tidak tentram dan merasa tidak mendapat perhatian dan penghargaan. Juga dalam mendidik anak-anak jangan digunakan cara9
M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidika,(Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), cet. Ke-1 h. 15
70
cara ancaman, kekejaman dan siksaan badan, dan ia juga jangan merasa diabaikan dan merasa kekurangan dan kelemahan. Begitu juga jangan dilukai perasaan mereka dengankeritik tajam, ejekan cemoohan, menganggap enteng pendapatnya serta membandingkannya dengan anak-anak tetangga dan kaum kerabat yang lain. 2. Berikanlah ia peluang untuk menyatakan diri, keinginan, pikiran, dan pendapat mereka dengan menyatakan secara sopan dan hormat, di samping menolong mereka berhasil dalam pelajaran dan menunaikan tugas yang dipikulkan kepadanya. 3. Ajarkan kepada mereka berbagai jenis ilmu yang dapat merangsangnya untuk mempergunakan fikirannya, seperti ilmu mantik, matematika dan sebagainya.10 Berdasarkan hal-hal tersebut bahwa keluarga dalam hal ini orang tua jelas berperan dalam perkembangan dan mengembangkan kepribadian anak
dalam hal ini remaja. Orangtua menjadi faktor penting dalam
menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran
kepribadian
sesorang
setelah
dewasa.
Jadi
gambaran
kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seseorang setelah dewasa, banyak ditentukan oleh keadaan dan proses-proses yang ada dan terjadi sebelumnya. Para ahli sependapat bahwa dasar kepribadian anak ditanamkan dan terpola pada tahun-tahun awal kehidupan anak. 11 Keluarga dianggap sebagai tempat berkembangnya individu, dimana keluarga ini merupakan sumber utama dari sekian sumber-sumber pendidikan nalar seorang anak. Keluarga ini juga dinilai sebagai lapangan pertama, dimana di dalamnya seorang anak akan menemukan pengaruhpengaruh dan unsur-unsur kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya.12
10
Ramayulis Dkk, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Radar Jaya Offset), h.
86-87. 11
Singgih D. Gunasa, Yulia Singgih D. Gunasa, Anak Remaja dan Keluarga,(Jakarta: Penerbit Libri, 2011 ), h. 93. 12 Asy-Syaih Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Terj. Abdillah Obid, (Jakarta: Mustaqim, 2004), h. 42.
71
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, karena antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik terdapat hubungan darah. Karena itu kewenangannya pun bersifat kodrati pula. Sifat yang demikian, membawa hubungan antara pendidik dan terdidik menjadi sangat erat. Fungsi lembaga pendidikan keluarga, antara lain yaitu: 1. Merupakan pengalaman pertama pada masa kanak-kanak, lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. 2. Di dalam keluarga menjamin kehidupan emosi anak, kehidupan emosional ini merupakan salah satu faktor yang penting di dalam membentuk pribadi sesorang. 3. Menanamkan dasar pendidikan moral, di dalam keluarga juga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontohi anak. 4. Memberikan dasar pendidikan sosial, di dalam kehidupan keluarga, merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak. Sebab pada dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang minimal terdiri dari ayah, ibu dan anak. 5. Peletak dasar-dasar keagamaan, masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama. Anak-anak dibiasakan ikut serta ke masjid bersama-sama untuk menjalankan ibadah, mendengar ceramah keagamaan kegiatan seperti ini besar sekali pengaruhnya terhadap keperibadian anak.13 Lingkungan rumah khususnya orangtua menjadi teramat penting sebagai “tempat persemaian” dari benih-benih yang akan tumbuh dan berkembang lebih lanjut. Namun orangtua seringkali terlalu memercayakan perkembangan dan pendidikan anak kepada orang lain.14
13 14
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, ..h. 39-43 Singgih, Yulia Singgih, Anak Remaja Dan Keluarga... h. 92
72
Sebagaimana hakikat dari perkembangan yang membutuhkan campur tangan orang-orang yang ada di sekeliling kehidupan anak, yakni yang pertama dan terutama adalah orang tuanya sendiri, demikian pula dalam usaha mempersiapkan anak menghadapi remaja. Dalam hal ini, orang tua tentu saja meliputi ayah dan ibu. Masa remaja merupakan masa yang dalam kondisi bimbang dan gamang, biasanya kondisi seperti ini akan mudah terpengaruh oleh lingkungannya baik pengaruh positif atau negatif. Jika tidak diiringi dengan bimbingan keagamaan secara baik maka akan menjadi berbahaya terhadap pembentukan mental/jiwa remaja. Sikap beragama remaja merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seorang remaja yang mendorong sisi orang untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama. Sikap keagamaan terbentuk karena adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen kognitif, perasaan terhadap agama sebagai komponen efektif dan perilaku terhadap agama sebagai komponen kognatif. Di dalam sikap keagamaan antara komponen kognitif, efektif dan kognatif saling berintegrasi sesamanya secara kompleks.15 Melihat lingkup tanggung jawab pendidikan Islam yang meliputi kehidupan dunia dan akhirat dalam arti yang luas dapatlah diperkirakan bahwa para orang tua tidak mungkin dapat memikulnya sendiri secara “sempurna”, lebih-lebih dalam masyarakat yang senantiasa berkembang maju. Hal ini bukanlah merupakan aib karena tanggung jawab tersebut tidaklah harus sepenuhnya dipikul oleh orangtua secara sendiri-sendiri, sebab mereka, sebagaimana manusia mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Namun demikian patutlah diingat bahwa setiap orang tua tidak dapat mengelakkan tanggung jawab itu. Artinya, pada akhirnya, betapapun juga, tanggung jawab pendidikan itu berada dan kembali atau terpulang kepada orang tua juga. Lingkungan sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak. Di sekolah anak akan mendapatkan pendidikan yang intensif. Sekolah merupakan 15
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), cet. Ke-7, h. 96.
73
tumpuan dan harapan orang tua, masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena sekolah membantu orang tua dalam menanamkan budi pekerti yang baik, sekolah juga melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan. Sekolah berfungsi untuk membantu keluarga menanamkan nilai-nilai pendidikan kepada anak-anak yang berhubungan dengan sikap dan kepribadian yang mulia serta pikiran yang cerdas, sehingga nantinya akan menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat. Di dalam keluarga orang tua tidak mempuyai kesempatan memberi pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak. Orang tua harus bekerja sepanjang hari untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi rumah tangga, sehingga salah satu dari tugas pendidikan keluarga diserahkan kepada guru atau sekolah. Jadi, tugas yang dilakukan guru di sekolah merupakan perlimpahan sebagian tanggung jawab orang tua sebagai kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Sekolah juga merupakan gambaran makro bagi rumah tangga, karena di sana anak-anak mendapat kawan bergaul dan mendapatkan guru selaku orang tua yang menemaninya dalam bermain, memberi tuntunan dan motivasi, bersikap lemah lembut dan kasih sayang. Adapun sikap yang harus dimiliki oleh seorang guru di sekolah harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan tauladan oleh anak-anak di sekolah. Antara lain: a. Zuhud (tidak mengutamakan materi) dan mengajar karena mencari keridlaan Allah. b. Guru yang suci (jasmani dan rohani) c. Ikhlas dalam perbuatan atau pekerjaan. d. Bersikap pemaaf. e. Mempunyai sifat-sifat kemuliaan dan kewibawaan. f. Seorang guru harus menguasai materi pelajaran serta senantiasa memperdalam materi pelajaran tentang itu.16 16
Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam menggali Tradisi Meneguhkan Eksistensi, (Malang: UIN Malang Perss, 2007), h. 96.
74
Di samping itu, seorang guru di sekolah harus menjadi pusat keteladanan bagi anak-anak didiknya. Dalam segala materi pelajaran guru selalu mengaitkan dengan penanaman nilai-nilai keimanan dan akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam. Lingkungan masyarakat merupakan sebagai pusat pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah. Di Masyarakat terdapat normanorma yang harus diikuti oleh seorang anak dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak, dalam bertindak dan bersikap. Anak-anak secara tidak langsung menerima pendidikan dari para pemimpin masyarakat, pemimpin agama, dan tokoh-tokoh masyarakat untuk membentuk kebiasaan, pengetahuan, minat, dan sikap. Para tokoh, penguasa dan para pemimpin yang mengelola lembaga-lembaga pendidikan seperti: organisasi-organisasi sosial keagamaan, organisasi pemuda, kesenian, olahraga dan lain sebagainya dapat membantu terselenggranya pendidikan dalam upaya untuk menambah ilmu pengetahuan, kesusilaan, tingkah laku, ketrampilan pada anak. Pendidikan merupakan tolak ukur maju mundurnya suatu bangsa dan Negara, karena pendidikan merupakan suatu kekuatan yang mempunyai kewenangan yang besar bagi bangsa dan Negara. Untuk menciptakan suatu masyarakat yang hidup makmur dan hidup bahagia, baik menyangkut aspek lahiriah maupun bathiniah tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan. Artinya proses kehidupan manusia untuk mendapatkan kebahagian baik di dunia maupun di akhirat adalah menjadi tanggung jawab bersama baik keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah. Peran pemerintah sangat mempengaruhi sekali terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak.
Seperti
sarana
dan
prasarana,
pembiayaan
pendidikan, tenaga kependidikan, dan fasilitas lainnya serta berbagai perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, media dan teknologi yang dilakukan pemerintah. Di zaman modern sekarang ini perkembangan media dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi pola hidup masyarakat, termasuk anak-anak.
75
Hampir semua aspek kehidupan, khususnya di kota-kota besar, dipengaruhi oleh media dan teknologi. Contoh yang paling nyata adalah cara orang berkomunikasi, bahkan sekarang ini sudah sampai di pedesaan, menggunakan seluler atau handpone dalam berkomunikasi. Komunikasi melalui internet juga sudah menjamur. Dalam hal ini peran media dan teknologi sangat penting untuk menumbuhkan kemampuan anak, di antara nilai-nilai positif media dan teknologi untuk anak yaitu: a.
Mengembangkan
tingkatan
kefahaman
anak
pada
beberapa
permasalahan Islam, ilmiah, dan sosial. b.
Meningkatkan kemampuan dalam berintraksi dengan berbagai media komunikasi yang beragam.
c.
Mengembangkan
kemampuan
berfikir
secara
ilmiah
dan
memecahkan berbagai masalah. d.
Mengembangkan kemampuan dalam belajar sendiri (active learning) yang selalu memotivasi si anak untuk selalu mencari berbagai sumber ilmu pengetahuan dan informasi.
e.
Belajar melalui kebiasaan untuk mempergunakan mainan-mainan elektronik.17 Dengan demikian betapa pentingnya media dan teknologi dalam
membantu kreatifitas dan perkembangan nalar anak, untuk itu sudah selayaknya anak-anak mengetahui dalam mempergunakan berbagai alat elektronik dapat menjadi modal tersendiri bagi anak untuk mentafsirkan serta memperkuat informasi, data dan pengetahuan Islam. Di samping itu, orang tua harus selalu mengawasi anak-anaknya dalam mempergunakan alat-alat elektronik, karena dampak negatif dari media tersebut sangat merusak moral dan akhlak anak, seperti situs-situs porno dan tayangan yang tidak mendidik untuk anak. Pada akhirnya, perlu disampaikan beberapa hal penting dalam cara mempersiapkan anak menghadapi masa remaja, yakni: 17
Asy-Syaih Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim..., h. 320
76
a. Perlunya menciptakan suasana yang baik dalam keluarga, jauh dari ketegangan emosi, jauh dari uapan yang disertai bentakan atau cercaan, jauh pula dari suasana yang menimbulkan perasaan benci, kesal
dan
bermusuhan.
Sebaliknya
perlu
keadaan
penuh
kedamaian, sikap dan uapan yang menyenangkan, menyejukkan sehingga dirasakan “rumahku adalah istanaku”. Dalam suasana yang baik, usaha mempengaruhi aspek karakter pada anak akan lebih mudah dilakukan. b.
Perlu dilakukan pendekatan pribadi dengan dasar perbedaan perorangan sehingga semua usaha memengaruhi anak harus terpusat pada anak itu sendiri. Misalnya dalam menghadapi anak pertama mungkin berbeda dengan anak kedua, karena secara keseluruhan kedua pribadi anak memang tidak sama.
c.
Perlunya memperhatikan prinsip ulangan untuk memperkuat sesuatu agar kelak bisa mantap sebagai bagian dari kepribadiannya.
d.
Meskipun faktor imitasi perlu dan orangtua harus memperlihatkan keteladanan bagi anaknya, tetapi kemauan, kemampuan dan teknik berbicara dengan anak perlu diperhatikan.18 Manusia sering disebut dengan homo religius ( makhluk
beragama), ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai potensi dasar ( fitrah keagamaan) yang bisa dikembangkan sebagai makhluk yang beragama. Sehingga manusia mempunyai kesiapan untuk menerima pengaruh dari luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi makhluk yang memiliki rasa dan prilaku keagamaan. Pengaruh tersebut dapat berupa bimbingan, pembinaan, latihan, pendidikan atau yang lainnya, yang secara umum disebut sosialisasi. Dengan demikian, selain fitrah keagamaan yang dimiliki manusia, ada faktor-faktor lain dari luar diri manusia ( ekstern) yang dapat 18
242.
Ma’mur daud, Terjemah Shahih Muslim, Jilid 4, ( Jakarta: Widjaya, 1984), cet. Ke-1, h.
77
berpengaruh dalam perkembangan sikap keberagamaan manusia, factor itu antara:
1). Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi
pertama
bagi
pembentukan
sikap
keberagamaan
seseorang. Karena merupakan gambaran kehidupan, sebelum sesorang mengenal kehidupan luar. Pengalaman hidup dalam keluarga akan menjadi pegangan untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Keluarga terutama kedua orang tua sangat beperan dalam pembentukan sikap keberagamaan seseorang. 2). Lingkungan sekolah Lingkungan intitusional yang ikut menunjang terbentuknya sikap keberagamaan diantaranya yaitu sekolah. Sekolah menjadi pelanjut dari pendidikan keluarga dan turut serta memberi pengaruh dalam perkembangan dan pembentukan sikap beragama seseorang ( remaja).19 Dalam kehidupan manusia, kepribadian merupakan hal yang sangat penting sekali, sebab aspek ini akan menentukan sikap identitas diri seseorang. Baik dan buruknya seseorang itu akan terlihat dari kepribadian yang dimiliknya. Oleh karena itu, perkembangan kepribadian ini sangat tergantung kepada baik atau tidaknya proses pendidikan yang ditempuh. Dalam sabda Rasullullah SAW tertera bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, dari sabda ini dapat dijelaskan bahwa anak belum dapat berbuat apa-apa terhadap banyak hal di dalam kehidupan di dunia oleh karena itu anak akan menerima berbagai pengaruh dari luar melalui indera yang dimilikinya, 19
Ma’mur Daud, Terjemah Shahih Muslim... Jilid 4, h. 242-243.
78
pengaruh-pengaruh
tersebut
sangat
berhubungan
dengan
perkembangan intelektual anak, tingkat konsentrasi anak, tingkat kewaspadaan anak dan juga perkembangan sosial anak. Dalam menanggapi pengaruh-pengaruh yang mempengaruhi perkembangan remaja yang di dalamnya terdapat dari banyak segi, diantaranya segi lingkungan sekitar remaja, pemerintah dan media teknologi, konsep pendidikan islam merupakan sebuah model pendidikan yang baik dalam mendidik dan membina anak yang bersumber dari Al-qur’an dan Sunnah Rasul, karena di dalamnya terdapat berbagai bidang kehidupan, diantaranya tentang akidah, akhlah, ibadah, hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan keluarga, dan lain sebagainya.
79
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan
Keluarga dalam hal ini adalah orang tua memiliki peranan yang sangat penting terhadap pendidikan remaja, terutama pada pendidikan agama islam harus di terapkan pada anak. Keluarga juga harus memberikan bimbingan dan arahan sebaik mungkin kepada remaja, karena anak atau remajadi sini adalah merupakan anugerah yang diberikan Allah yang harus dijaga. Berdasarkan penjabaran pada bab-bab sebelumnya yang membahas tentang “Peran Pendidikan Agama Islam dikeluarga dalam Membentuk Kepribadian Remaja” dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Pendidikan Agama Islam berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam pada remaja. 2) Pendidikan Agama Islam berperan penting pada pembinaan ibadah pada remaja, 3) Pendidikan Agama
Islam berperan penting
menanamkan nilai-nilai akhlak pada remaja, 4) Pendidikan Agama
Islam
berperan penting dalam menanamkan rasa ingin tahu (akal pikiran) bagi remaja. Jadi jelas bahwa orang tua wajib memberikan pendidikan agama Islam kepada anak remajanya, karena dengan adanya peran Pendidikan Agama Islam dikeluarga dalam membentuk Kepribadian Remaja, remaja akan mampu
80
tumbuh berkembang dan mampu menghadapi tantangan zaman modern sekarang ini, serta mampu menjalani kehidupannya sebagai hamba Allah SWT. B.
Implikasi Berdasarkan kesimpuan di atas bahwa pendidikan agama Islam berperan penting dikeluarga dalam membentuk kepribadian remaja sehingga keluarga dalam hal ini adalah orang tua wajib dan harus memberikan dan mengajarkan pendidikan agama Islam kepada anak-anaknya sejak sedini mungkin agar kelak kepribadian anaknya jika sudah besar memiliki kepribadian yang baik sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan yang timbul di era modern saat ini.
C.
Saran-Saran Setelah penulis meneliti serta mengamati peran pendidikan agama Islam dikeluarga dalam membentuk kepribadian remaja. maka dalam kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Hendaknya pihak keluarga selalu berusaha menanamkan pendidikan agama Islam dalam membentuk kepribadian ramaja. 2. Hendaknya pihak keluarga mengembangkan peran pendidikan agama Islam lebih besar lagi selain pada aspek yang telah penulis sebutkan di atas mengingat tantangan remaja semakin kompleks. 3. Hendaknya pihak keluarga bekerjasama dengan pihak sekolah, masyarakat dalam membentuk kepribadian remaja. 4. Hendaknya pihak keluarga mendidik remaja dengan konsep Islam.
81
Daftar Pustaka Abdur Rahman, Jamal, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasullullah SAW, terj. Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2000 Akbar, Ali, Merawat Cinta Kasih untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera, Membina Keluarga Bahagia, Jakarta: Pustaka Antara, 1996 Ahmadi, Abu, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Bandung: Amrica, 1985 Affandi, MA, Bisri, H. Dirasat Islamiyah I, Surabaya: CV Aneka Bahagia, 1993 Al-Abrasyi, M. Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1970 Ali, Atabih, Kamus Inggeris Indonesia Arab, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003 cet.Ke-I Alipandie, Imansyah, Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha Nasional, 1984 Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1973 An-Nahlawi, Abdurahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, cet. Ke-II Anshori, Syaifudin, Wawasan Islam Pokok Pemikiran Tentang Islam dan Umatnya, Jakarta, 1986 Arifin, H.M, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Lingkungan Sekolah dan Keluarga, 1997 Arief, Armai, Reformasi Pendidikan Islam, Jakarta: CRSD Press, 2007 cet. Ke. 2 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 1992, cet. KeVIII Bawani, Imam, Segi- Segi Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1987 BP-7 pusat, UUD-P5-GBHN, Jakarta, 1993 Daradjat, Zakyah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV.Ruhama, 1995
82
Daradjat, Zakyah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012 Daud, Ma’mur, Terjemah Shahih Muslim, Jilid 4, Jakarta: Widjaya, 1984, cet. Ke1 Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro, 1989 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Bina Pustaka, 1980, cet. Ke-1 Fuhaim, Asy-Syaih Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Terj. Abdillah Obid, Jakarta: Mustaqim, 2004 Ghazalba, Sidi, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka AlHusna, 1989, cet.Ke-V Hartati, Netty, Dkk, Islam dan Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, cet. 1 Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakartah : Erlangga, 1980 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2004), Cet. VIII Kholil, Umam, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Duta Aksara, 1998 Knoers, PJ. Monks-A.M. P, Haditono, Siti Rahayu, Psikologi perkembangan Pengantar dalam berbagai bagiannya, Yogyakarta: Gadjah Mada university Press, 2002 Mahyudi, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Alam Mulia,1991. Malik, Abdul karim Amrullaah, dan Djumransjah, Pendidikan Islam menggali Tradisi Meneguhkan Eksistensi, Malang: UIN Malang Perss, 2007 Marimaba, D. Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung; Alma’arif, 1989, cet. Ke- VIII Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Surabaya: CV Citra Media, 1996 Mujib, Abdul, Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006 Mujib, Abdul, dan Mudzakir, Jusuf, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, cet. 2 Mujib Abdul, dan Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Agama Islam, Bandung: Trigenda Karya, 1993
83
Munandar, Utami, Membina Keluarga Bahagia, Jakarta: Pustaka Anatra, 1992, cet. Ke-2 Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997, cet. Ke-1 Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia Noto Widegdo, Noto Widegdo, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Pustaka Anta, 1992, cet. Ke-4 Nuraulia, Rihlah, Nuraida, Character Building untuk Guru, Jakarta, Aulia Publishing House, 2007 Porbakawatja, Soegarda, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976 Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995, cet. Ke-8 Rahmat, Jalaludin, dan Ganda Atmaja, mukhtar, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994, cet. Ke-2 Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002 _______. Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, cet. Ke-7 _______. Dkk, Pendidikan Islam dalam Rumah tangga, Jakarta: Radar Jaya Offset Razak, Nasrudin, Dienul Islam, Bandung: Al-Ma’arif 1986 Sabri, M. Alisuf , Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999, cet. Ke-1 Safuri, Rafy, Psikologi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009 Singgih, Yulia, Gunasa, D. Singgih, Anak Remaja dan Keluarga, Jakarta: Penerbit Libri, 2011 Soedirman, M. Basofi, Eksistensi Manusia dan Agama, Jakarta: Yayasan Annash, 1995 Soelaeman, M.I, Pendidikn dalam Keluarga, Bandung: CV. Alpabeta, 1994
84
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2008), cet.Ke-6 Turkamani, Ali, Bimbingan Kekuarga dan Wanita Islam, Jakarta : Pustaka Hidayah 1992, cet. Ke-1 TM, Fuaduddin, Pengasuh Anak Dalam Keluarga Islam, Jakarta: Lembaga Kajian Agama Dan Jender, 1999 Ya’kub, Hamzah, Etika Islam, Pembinaan Aklhlaqulkarimah, Bandung: CV. Diponegoro, 1988, cet. Ke 4 Yunus, Mahmud, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990, cet.Ke- XII Zahara, Idris, Dasar-dasar Kependidikan 1, Padang: Angkasa Raya, 1987 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet. KeII _______. Metodologi Pendidikan Agama, Solo: Ramadhani, 1993 _______. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: usaha Nasional, 1983