BAB II TARGHIB DAN TARHIB DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Targhib dan Tarhib 1. Pengertian dan fungsi Targhib dan Tarhib Targhib berasal dari kata dasar raghiba yang jika dikaitkan dengan fi memiliki arti gembira, cinta atau sesuatu yang disukai, tetapi jika dikaitkan dengan ‘an, maka artinya benci.1 Menurut pengertian lain Targhib memiliki arti mendorong atau memotivasi diri untuk mencintai kebaikan.2 Tarhib diartikan menimbulkan perasaan takut yang hebat kepada orang lain.3 Abdurrahman an-Nahlawi mengemukakan, Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap sesuatu maslahat,kenikmatan atau kesenangan akhirat yang pasti baik, serta bersih dari segala kotoran yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal saleh dan menjauhi kenikmatan sepintas yang mengandung bahaya atau perbuatan yang buruk.4 Sedangkan Tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah SWT, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah, dengan kata lain Tarhib adalah ancaman dari Allah yang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa takut pada hambanya dan memperlihatkan sifat-sifat kebesaran dan keagungan Ilahiyah, agar mereka selalu berhati-hati dalam bertindak serta melakukan kesalahan dan kedurhakaan.5
1
Louis Ma’luf Yusa’I, Al-Munjid Fi Al-Lughah wa ‘Alam, (Beirut : Lebnon, AlKatulikiah, 1965), hlm. 168. 2 Muhammad Thalib, Pendidikan Islam metode 30 T,(Bandung : Irsyad Baitus Salam 1996) hlm. 96. 3 Ibid., hlm 156. 4 Abdurrahman an-Nahlawi, Ushulut Tarbiyatil Islamiyah wa Aslibuha, terj. Herry Noer Ali, Prinsip-prinsip dan metode Pendidikan Islam,( Bandung : Diponegoro, 1992) hlm 412. 5
Ibid
10
11
Dari pengertian diatas ada bebarapa hal yang patut digaris bawahi, yang merupakan hal pokok dalam Targhib dan Tarhib yaitu: a. Janji dan ancaman b. Perbuatan atau tindakan c. Akibat atau hasil yang akan diterima Ketiga hal ini bisa dijadikan ciri-ciri dari Targhib dan Tarhib. Targhib dan Tarhib didasarkan pada fitrah yang diberikan Allah kepada manusia, seperti keinginan terhadap kekuatan, kenikmatan, kesenangan hidup dan kehidupan abadi yang baik serta ketakutan akan kepedihan, kesengsaraan dan kesudahan yang buruk.6 Al
Qur’an
menggunakan
Targhib
dan
Tarhib
untuk
membangkitkan motivasi agar beriman kepada Allah dan rasulnya, mengikuti ajaran Islam, melaksanakan ibadah wajib, menjauhi maksiat dan hal yang dilarang oleh Allah dan berpegang pada istiqomah dan takwa.7 Jadi Targhib dan Tarhib berfungsi untuk motivasi manusia. Sebagaimana dalam masa awal berdakwah Rasulullah SAW. Beliau memotivasi manusia dengan pahala yang besar diakhirat dan masuk surga bagi yang teguh dalam berakidah tauhid dan memberantas kemusyrikkan.8 2. Targhib dan Tarhib dengan Ganjaran dan Hukuman Dalam dunia pendidikan, baik pendidikan Islam Maupun umum, dikenal istilah ganjaran dan hukuman. Sehingga timbul suatu pertanyaan, apakah sama antara Targhib dan Tarhib dengan ganjaran dan hukuman?. Sebelum mengetahuinya ada baiknya menengok masalah yang berkaitan dengan ganjaran dan hukuman.
6
Ibid, hlm 410. Muhammad Usman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunnah Nabi, Terj. Irfan Salim, (Jakarta : Hikmah, 2002), hlm. 156. 8 Ibid. 7
12
Ganjaran menurut bahasa adalah hadiah atau balasan.9 Menurut istilah adalah alat pendidikan yang diberikan kepada murid-murid yang telah dapat mencapai prestasi baik.10 Hukuman memiliki arti secara harfiah yaitu siksa yang diletakkan kepada orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya.11 Menurut pengertian lain yaitu suatu perbuatan dimana seseorang secara sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa kepada orang lain dengan tujuan memperbaiki atau melindungi dirinya dari kelemahan jasmani dan rohani, sehingga terhindar dari segala macam pelanggaran.12 Mengacu pada pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ganjaran adalah hadiah, balasan dan penghargaan yang diberikan kepada seseorang atas prestasi yang telah dicapainya.Sedangkan hukuman adalah balasan atau sanksi yang diberikan kepada seeorang atas pelanggaran yang dilakukannya. Janji pemberian ganjaran dan hukuman itu banyak difirmankan Allah dalam Al Qur’an, surga dan neraka merupakan ganjaran dan hukuman dari Allah.13 Islam telah menempatkan konsep imbalan dan hukuman sebagai prinsip utama dalam pendidikan. Dengan imbalan, anak akan termotivasi untuk melakukan kebaikan, dan dengan hukuman, anak akan berhati-hati agar tidak terjerumus pada keburukan.14 a. Macam-macam Ganjaran dan Hukuman Macam-macam ganjaran
9
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka 1997) hlm. 296. 10 M. Sastrapradja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, (Surabaya : Usaha Nasional 1981) hlm.169. 11 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., hlm 364. 12 M. Sastrapradja, op.cit., hlm 201. 13 Irawati Istadi, Prinsip-Prinsip Pemberian Hadiah Dan Hukuman, (Jakarta : Pustaka Inti 2003) hlm. 1. 14 Ahmad Ali Budaiwi, op.cit., hlm. V.
13
Ganjaran sebagai alat pendidikan memiliki berbagai macam bentuk. Ada beberapa perbuatan atau sikap endidik yang dapat menjadi ganjaran bagi peserta didik, diantaranya: 1. Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan suatu jawaban yang diberikan oleh seorang anak. 2. Guru memberikan kata-kata yang menggembirakan ( pujian ) 3. Ganjaran bisa berupa memberikan pekerjaan yang lain, disaat anak dapat mengerjakan suatu pekerjaan yang telah diberikan kepadanya dengan baik. 4. Ganjaran bisa berupa cerita, nyanyian dan darmawisata, jika ditujukan untuk seluruh kelas. 5. Ganjaran dapat berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi anak-anak. Tetapi dalam hal ini guru harus sangat berhati-hati dan bijaksana, sebab dengan benda-benda itu, ganjaran bisa berubah menjadi upah.15 Berdasarkan bentuknya ganjaran atau hadiah dibagi menjadi dua yaitu primer, yang berupa makanan, alat-alat bermain uang dan benda-benda nyata yang lain dan sekunder, yang berupa pujian dari msyarakat perhatian.16 Berdasarkan sifatnya ganjaran atau hadiah dibagi menjadi dua. Pertama, yang bersifat intrinsik, tidakan atau perbuatan anak yang dengan sendirinya memuaskan dan memenuhi tujuan dan kehendaknya. Kedua, yang bersifat ekstrinsik, kepuasan atau kesenangan yang berasal dari sumbersumber luar.17 Dari macam-macam ganjaran tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk ganjaran dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, ganjaran yang bersifat materi dan yang bersifat non materi. 15
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : Remaja Rosda Karya 2000) hlm. 183 16 Charles Schaefer, Cara efektif mendidik dan Mendisiplinkan Anak, terj. R. Turman Sirait, (Jakarta : Mitra Utama 1994) hlm. 22 17 Ibid.
14
Macam-macam Hukuman. William Stern, membedakan hukuman yang disesuaikan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak-anak yang menerima hukuman yaitu: 1. Hukuman asosiatif. Umumnya orang mengasosiasikan antara hukuman dan kejahatan
atau
pelanggaran,
antara
penderitaan
yang
diakibatkan oleh hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk menyingkirkan perasaan tidak enak atau hukuman itu, biasanya orang-orang atau anak-anak menjauhi perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang. 2. Hukuman logis. Hukuman ini dipergunakan untuk anak-anak yang sudah agak dewasa/besar. Dengan hukuman ini, anak mengerti bahwa hukuman itu adalah akibat yang logis dari pekerjaan atau perbuatan yang tidak baik. 3. Hukuman normatif. Hukuman yang bermaksud memperbaiki moral anakanak.
Hukuman
ini
diberikan
terhadap
pelanggaran-
pelanggaran mengenai norma-norma etika, seperti berdusta, menipu dan mencuri.18 Disamping pembagian hukuman seperti tersebut diatas, hukuman juga dibedakan menjadi: a. Hukuman Alam. Hukuman ini diajarkan oleh J.J Rousseau, menurutnya anak-anak ketika dilahirkan adalah suci, bersih dari segala noda dan kejahatan. Adapun yang menyebabkan rusaknya anak itu adalah masyarakat manusia itu sendiri. Maka dari itu dia menganjurkan supaya anak-anak dididik menurut alamnya.
18
Ibid, hlm. 190.
15
Demikian juga mengenai hukuman Rousseau menganjurkan “ hukuman alam “ . Biarlah alam yang menghukumnya. Jika sang anak yang bermain pisau kemudian tersayat jari tangannya, atau anak yang bermain air kotor, kemudian masuk angin dan gatal-gatal itu adalah hukuman alam, biarlah anak itu merasakan sendiri akibat yang sewajarnya dari perbuatannya itu. Nantinya anak akan insaf dengan sendirinya. b. Hukuman yang disengaja. Hukuman ini sebagai lawan dari hukuman alam. Hukuman
macam
ini
dilakukan
dengan
sengaja
dan
19
bertujuan.
Schaefer membagi bentuk-bentuk hukuman menjadi: 1. Restitusi yaitu membuat anak-anak itu melakukan suatu perbuatan yang tidak menyenangkan. 2. Deprivasi yaitu mencabut dari anak suatu kegemaran atau suatu kesempatan yang enak. 3. Menimpakan kesakitan berbentuk kejiwaan dan fisik terhadap anak.20 b. Prinsip-prinsip pemberian ganjaran dan hukuman. Ganjaran dan hukuman bisa menjadi metode pembelajaran yang efektif dengan memperhatikan prinsip-prinsip pemberian ganjaran dan hukuman. 1. Prinsip-prinsip pemberian ganjaran Irawati Istadi mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan ganjaran. a. Penilaian didasarkan pada perilaku bukan pada pelaku. Kebiasaan orang tua atau pendidik yang senantiasa memandang baik kepada si pelaku seperti ini akan membuat anak terpelihara citra diri positifnya. Sementara kualitas 19 20
Ibid, hlm. 190-191. Charles Schaefer, op. cit., hlm. 96.
16
perilakunya masih naik turun karena mereka sedang dalam proses pembelajaran.21
b. Harus ada batasnya. Pemberian hadiah tidak bisa menjadi metode yang dipergunakan selamanya. Proses ini cukup difungsikan hingga tahapan menumbuhkan kebiasaan saja. Manakala proses pembiasaan dirasa telah cukup maka pemberian hadiah harus diakhiri.22 c. Paling baik berupa perhatian. Ide-ide kreatif bisa diberikan guru dan orang tua, berupa pemberian hadiah dalam bentuk non materi.23 d. Hati-hati dengan uang. Dibandingkan dengan bentuk hadiah materi lainnya hadiah berupa uang justru memiliki banyak faktor negatif. Persoalannya, benda ini benar-benar dirasakan sebagai benda yang ajaib bagi anak. Dengan uang ditangan, mereka bisa menukarnya dengan beragam benda menarik yang mereka inginkan. Sehingga wajar jika anak cepat mengambil kesimpulan bahwa uang bisa dijadikan kunci penyelesaian untuk bisa mewujudkan apa saja keinginannya.24 e. Distandarkan pada proses, bukan hasil. Begitu banyak orang lupa, bahwa proses jauh lebih penting daripada hasil, proses pembelajaran yaitu usaha yang dilakukan anak, adalah merupakan lahan perjuangan yang sebenarnya. Sedangkan hasil yang akan diperoleh nanti tidak bisa dijadikan patokan keberhasilannya, karena ada banyak 21
Irawati Istadi, Prinsip-Prinsip Pemberian Hadiah dan Hukuman, ( Jakarta : Pustaka Inti 2003 ). hlm. 26. 22 Ibid, hlm. 29. 23 Ibid, hlm. 33. 24 Ibid, hlm. 38.
17
faktor lain yang mempengaruhi selain dari pengasuh proses atau usaha anak saja.25 f. Dimusyawarahkan kesepakatannya. Jangan takut untuk bermusyawarah dengan anak, jika anda tahu caranya. Karena sesungguhnya anak memiliki kemampuan berdialog yang lebih hebat daripada apa yang kerap dibayaangkan oleh kebanyakan orang tua.26 Pendapat lain, yaitu menurut Ngalim Purwanto, bahwa memberi ganjaran bukan soal yang mudah. Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan oleh pendidik. 1. Bentuk memberi ganjaran yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul-betul murid-muridnya dan tahu menghargai dengan tepat. Ganjaran yang salah dan tidak tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan. 2. Ganjaran yang diberikan kepada seorang anak hendaknya janganlah menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapat ganjaran. 3. Memberi ganjaran hendaknya hemat. Terlalu kerap atau terus menerus memberi ganjaran dan penghargaan akan hilang arti ganjaran sebagai alat pendidikan. 4. Janganlah memberi ganjaran dengan menjanjikan lebih dulu sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya, apa lagi ganjaran yang diberikan kepada seluruh kelas. Ganjaran yang telah dijanjikan lebih dulu hanya akan membuat anak-anak berburu dalam bekerja dan akan membwa kesukaran-kesukaran bagi anak yang kurang pandai.
25 26
Ibid, hlm. 41. Ibid, hlm. 43.
18
5. Pendidik harus berhati-hati memberikan ganjaran, jangan sampai ganjaran yang diberikan kepada anak-anak diterimanya sebagai upah jerih payah yang telah dilakukannya.27
Pemberian hadiah dapat disistemasikan sebagai barikut 1. Spesifik atau bersifat khusus. Ambillah hanya satu dua perbuatan atau tingkah laku yang sangat spesifik, yang kongkrit dan yang dapat diamati dengan hadiah. 2. Buatlah suatu catatan semakin anda ikuti dan tandai kemajuan seorang anak dengan mengadakan suatu catatan dari seringnya perbuatan yang dikehendaki tersebut, maka semakin sanggup anda melihat kemajuan dan kekurangan anak. 3. Gantungkanlah dan pertalikanlah. Suatu hadiah diberikaan hanya
sesudah
anak
melakukan
tingkah
laku
yang
dikehendaki. Tapi berilah hadiah itu segera sesudah terjadinya perbuatan itu. 4. Gigih dan tekunlah. Tinjaulah secara teratur kesuksesan dan kegagalan anda. Perbaharuilah cara dan prosedur anda jika perlu. Umpamanya pergunakanlah hadiah yang lebih besar, atau cobalah suatu perubahan kecil dari tingkah laku anak anda. Bagaimanapun janganlah menyerah.28 2. Prinsip-prinsip pemberian hukuman Sama halnya dengan pemberian hadiah atau ganjaran, pemberian hukumanpun perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut; a. Jelas dan terang. b. Tunjukkan alternatif yang dapat diterima. c. Tingkah laku yang dicela, bukan anak. d. Konsistenlah. 27 28
M. Ngalim. Purwanto, Op. Cit, hlm. 184. Charles Schaefer, Op. Cit, hlm 25-26.
19
e. Kembangkan suatu yang hubungan umum yang bersifat kasih sayang. f. Kumpulkanlah semua fakta-fakta. g. Penggunaan hukuman itu hanya sebagai usaha terakhir. h. Waktu yang seceptnya. i. Hadiahilah tingkah laku yang positif. j. Perhaatikan dan carilah efek hukuman itu terhadap anak. k. Melibatkan anak. l. Tenang dan obyektiflah. m. Adilah. n. Tidak ada hukuman ganda. o. Harus bersifat pribadi. p. Usahakanlah pencegahan. q. Gabungkanlah dengan sokongan. r. Turut menyalami. s. Berilah suatu peringatan. t. Hindarilah kecenderungan untuk menjadi orang tua yang sempurna.29 Pendapat lain mengemukakan tentang prinsip-prinsip pemberian hukuman. Hukuman yang pedagogis harus memenuhi syarat-syarat tertentu, diantaranya : 1) Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat di pertanggungjawabkan. Jadi hukuman tidak dilakukan dengan semena-mena. 2) Hukuman itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki. 3) Hukuman tidak boleh bersifat ancaman ataupun pembalas dendam yang bersifat perseorangan. 4) Jangan menghukum pada waktu kita sedang marah. 5) Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah diperhitungkan atau dipertimbangkan terlebih dahulu.
29
Ibid, hlm. 99-111.
20
6) Hukuman hendaknya dapat dirasakan oleh anak-anak sebagai kedukaan atau penderitaan yang sebenarnya. 7) Jangan melakukan hukuman badan. 8) Hukuman tidak boleh merusaak hubungan baik antara sipendidik dan anak didik. 9) Kesanggupan
memberi
maaf
dari
pendidik,
sesudah
menjatuhkan dan setelah anak menginsafi kesalahannya.30 Irawan Istdadi juga mengemukakan prinsip-prinsip dalam memberikan hukuman 1) Dijaga
kesetimbangan
hukuman
dengan
hadiah,
kesetimbangan disini bukannya harus sama dan seimbang antara kedunya, namun perlu proposional dalam pemberian ganjaran dan hukuman.31 2) Kepercayaan dulu baru hukuman, memberikan kepercayaan kepada anak berarti tidak menyudutkan mereka dengan kesalahan-kesalahannya untuk memberikan pengakuan bahwa kita yakin mereka tidak sesungguhnya bernit melakukan kesalahan tersebut.32 3) Distandarkan pemberiannya pada perilaku.33 4) Menghukum tanpa emosi, pada dasarnya anak tahu akan kesalahan yang mereka perbuat . mereka hanya memerlukan sedikit peringatan juga pengertian dan pemahaman terhadap kesalahan yang mereka perbuat, selanjutnya bimbingan untuk memperbaiki diri, sama sekali tidak diperlukan kemarahan dan emosi berlebihan disini.34
30
M. Ngalim Purwanto, Op. cit, hlm 191-192. Irawati Istadi, Op. Cit, hlm. 62. 32 Ibid, hlm. 66. 33 Ibid, hlm. 72. 34 Ibid, hlm. 76. 31
21
5) Sudah disepakati sebelumnya. Pemberian hukuman harus berdasarkan pada peraturan yang ada dan sudah disepakati bersama.35 6) Pengabaian sebagai bentuk hukuman teringan. Hukuman bertujuan untuk menumbuhkan perasaan tidak enak pada anak akibat dari ketidak peduliannya orang disekitar kepada dirinya.36 7) Tahan pemberian hukuman, tentunya dalam memberikan hukuman harus melalui tahapan mulai yang teringan hingga akhirnya menjadi yang terberat.37 8) Spesifik, hukuman yang diberikan harus jelas dan spesifik, tanpa menimbulkan penafsiran lain yang bisa menimbuilkan konflik pada diri anak.38 9) Fleksibel, maksudnya pemberian hukuman yang berbeda pada siswa sesuai dengn perbuatan yang berbeda.39 Secara singkat Ngalim Purwanto menyimpulkan prinsiprinsip pemberian hukuman sebagai berikut : 1) Hukuman harus ada hubungannya dengan kesalahan. 2) Hukuman harus disesuaikan dengan kepribadian anak. 3) Hukuman harus diberikan dengan adil. 4) Guru sanggup memberi maaf setelah hukuman itu dijalankan.40 Dari uraian mengenai ganjaran dan hukuman dapat disimpulkan bahwa didalamnya terdapat ciri-ciri dari ganjaran dan hukuman yaitu:
35
-
Adanya suatu perbuatan
-
Adanya imbalan, baik berupa ganjaran maupun sanksi
Ibid, hlm. 79. Ibid, hlm. 83. 37 Ibid, hlm. 87. 38 Ibid, hlm. 90. 39 Ibid, hlm. 91. 40 M. Ngalim Purwanto, Op. Cit, hlm. 192. 36
22
Sehingga dari berbagi uraian diatas dapat disimpulkan mengenai perbedaan antara Targhib dan Tarhib dengan ganjaran dan hukuman. Kalau dilihat ciri-ciri keduanya dapat dibedakan bahwa Targhib dan Tarhib baru pada janji maupun ancaman. Sedangkan ganjaran dan hukuman merupakan sebuah tindakan yang yang sudah dilaksanakan. Namun jika dihubungkan keduanya merupakan suatu rangkaian yang saling melengkapi. B. Targhib dan Tarhib dalam PAI 1. Targhib dan Tarhib sebagai Alat Pendidikan Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang bisa menunjang kelancaran pendidikan.41 Adapun Sutari Imam Barnadib menjelaskan bahwa alat pendidikan adalah tindakan atau perbuatan atau benda yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai tujuan pendidikan.42 Alat pendidikan bisa berupa benda dan bukan benda. Alat pendidikan yang berupa benda seperti ruangan kelas, perlengkapan belajar dan sejenisnya. Sedangkan yang berupa bukan benda seperti situasi, pergaulan, perbuatan, teladan,nasihat, bimbingan, contoh, teguran, anjuran, ganjaran, perintah, tugas, ancaman maupun hukuman.43 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa alat pendidikan berfungsi sebagai penunjang keberhasilan tercapainya tujuan pendidikan. Sedangkan alat pendidikan dibagi menjadi dua macam yaitu benda seperti ruangan kelas, alat-alat peraga, media pengajaran dan sarana serta prasarana penunjang pendidikan lainnya. Selanjutnya adalah yang berupa bukan benda, seperti situasi, perbuatan, pergaulan,perintah, ganjaran, janji (Targhib),
ancaman
(Tarhib),
hukuman
dan
lain-lain,
termasuk
didalamnya metode-metode dalam pendidikan. 41
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam,( Jakarta : Bina Aksara, 1991), hlm. 181. Sutari Imam Barnadib, Filsafat pendidikan : Tinjauan Mengenai Beberapa aspek dan proses pendidikan,( Yogyakarta : Andi Offset, 1986) hlm. 113. 43 Jalaluddin dan Ali Ahmad Zen, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan,( Bandung : Al Maarif, 1996) hlm. 18. 42
23
Seperti yang telah disebutkan bahwa Targhib atau janji dan Tarhib atau ancaman merupakan bagian dari alat pendidikan yang bukan benda. Sehingga Targhib dan Tarhib dapat dijadikan sarana untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan tentunya dari sekian banyak alat pendidikan itu dapat dipilih secara selektif, mana diantaranya yang lebih serasi dan efektif untuk digunakan dalam mendidik anak.44 2. Targhib dan Tarhib dalam Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama Islam dalam konteks UUSPN, berarti mata pelajaran atau bidang studi agama Islam sebagai salah satu kurikulum wajib bagi peserta didik muslim.45Dalam pengertian lain pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui
kegiatan
bimbingan,
pengajaran
dan
latihan
dengan
memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.46 Pendidikan agama Islam bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan agama disekolah umum
bertujuan
untuk
meningkatkan
keyakinan,
pemahaman,
penghayatan dan pengamalan tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
44
Jalaluddin, Teologi Pendidikan,( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 109. M. Chabib Toha dkk, Reformulasi pendidikan Islam,( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hlm 301. 46 Marasuddin Siregar, Pengelolaan Pengajaran, dalam PBM PAI Di Sekolah,( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 178. 45
24
bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.47 Untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam tersebut, perlu menggunakan alat yang tepat dan sesuai. Salah satu alat pendidikan yang sesusai adalah Targhib dan Tarhib, karena alat pendidikan ini memiliki keistimewaan- keistimewaan sebagai berikut : 1) Targhib dan Tarhib Qurani atau Nabawi bersandar kepada argumentasi dan keterangan. Semua ayat yang mengandung Targhib dan Tarhib akan salah satu urusan akhirat, mempunyai hubungan atau mengandung isyarat – baik dekat maupun jauh – kepada keimanan kepada Allah dan hari akhir pada umumnya atau mengandung pengarahan khitab ( pembicaraan) kepada kaum Mu’min. Hal ini mengandung anjuran, hendaknya kita menanamkan keimanan dan aqidah yang benar kepada anak, agar kita dapat menjanjikan (Targhib) surga kepada mereka dan mengancam (Tarhib) mereka azab Allah. Sehingga mengundang anak untuk merealisasikannya dalam amal dan perbuatan.48 2) Targhib dan Tarhib Qurani atau Nabawi itu disertai dengan gambaran yang indah tentang kenikmatan disurga atau dahsyatnya azab neraka jahanam, dan diberikan dengan cara yang jelas yang dapat dipahami oleh seluruh manusia. Oleh karena itu pendidik hendaknya menggunakan gambaran-gambaran dan makna-makna Qurani serta Nabawi yang melukiskan dahsyatnya siksaan serta nikmatnya ganjaran yang diberikan Allah. Gambaran-gambaran dan makna-makna itu diselaraskan dengan pemahaman anak.49
47
Ibid, hlm.179. Abdurrahman an-Nahlawi, op.cit., hlm. 413-414. 49 Ibid. 48
25
3) Targhib dan Tarhib Qurani atau Nabawi bersandar kepada upaya menggugah serta mendidik perasaan Rabbaniyyah, pendidikan perasaan ini termasuk salah satu maksud syari’at Islamiyyah.50 4) Pendidikan dengan Targhib dan Tarhib bersandar pula kepada penetapan dan keseimbangan antara kesan dan perasaan. Maka hendaknya perasaan takut tidak melebihi perasaan harap, sehingga orang yang berdosa berputus asa dari ampunan dan rahmat Allah.51 Demikianlah Targhib dan Tarhib dapat dipakai sebagai alat pendidikan, yang dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan agama Islam. Sebagaimana Allah serta Rasulullah menggunakannya untuk memotivasi manusia untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah SWT. Targhib dan Tarhib dalam pendidikan agama Islam dapat sebagai pembangkit
motivasi
bagi
siswa
agar
mau
mempelajari
serta
mengamalkan ajaran agama Islam. 3. Motivasi Relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam Seperti yang telah disebutkan bahwa Targhib dan Tarhib merupakan alat pendidikan yang berfungsi untuk menumbuhkan motivasi bagi siswa dalam mempelajari serta mengamalkan pendidikan agama Islam. Maka perlu kiranya menelaah tentang relevansi antara motivasi dengan pendidikan agama Islam. Dalam dunia pendidikan belajar dan motivasi selalu mendapat perhatian khusus bagi mereka yang belajar dan mengajar. Pertanyaan yang sering kali muncul ialah bagaimana memotivasi seseorang mempelajari apa yang harus dipelajarinya ? Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai orang-orang dengan penuh antusias melaksanakan berbagai kegiatan belajar. Sedang dipihak lain ada yang tidak bergairah dan bermalas-malas. Motivasi sendiri adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga
50 51
Ibid,hlm 415-420. Ibid, hlm. 422.
26
anak didik mau melakukan apa yang dapat dilakukannya.52 Motivasi sebagai
suatu
proses
mengantarkan
murid
kepada
pengalaman-
pengalaman yang memungkinkan mereka dapat belajar dan bersemangat dalam mencari ilmu, motivasi adalah unsur yang paling utama dalam proses mencari ilmu tersebut.53 Hal yang menarik adalah bahwasanya motivasi menjadi salah satu metode yang digunakan oleh Allah untuk merangsang manusia agar berperilaku sesuai dengan kehendak dan ridlonya. Menurut hemat penulis jika kita teliti, maka sebenarnya gaya bahasa dan ungkapan dalam firman-firman Allah dalam Al-Qur’an menunjukkan
fenomena
bahwa
firman
Allah
itu
sesungguhnya
mengandung nilai metodologis yang mempunyai corak dan ragam sesuai tempat dan waktu serta sasaran yang dihadapi. Namun yang sangat esensial
adalah
firmannya
itu
senantiasa
mengandung
hikmah
kebijaksanaan dan motivasi yang secara metodologis disesuaikan dengan kecendrungan / kemampuan kejiwaan manusia yang hidup dalam situasi dan kondisi tertentu yang berbeda-beda.54 Kecendrungan jiwa dalam situasi dan kondisi yang berbeda itulah yang diperhatikan oleh Allah dan mengarahkannya pada sasaran akal pikiran manusia. Jadi metode yang dipergunakan oleh Allah adalah metode pemberian alternatif-alternatif menurut akal pikiran yang masing-masing tidak sama. Dari seluruh metode tersebut muaranya adalah penciptaan motivasi. Sebagai contoh dalam memberikan perintah dan larangan (imperatif dan prefentif) senantiasa diperhatikan kadar kemampuan masing-masing hambanya, sehingga taklif (beban)nya berbeda-beda meskipun dalam tugas yang sama.55 Demikian juga dalam konteks belajar 52
S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Bandung : Jemmars, 1987), hlm. 34 Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bina Aksara, 1981), hlm. 112 54 Mohammad Fadhil Al-Djamaly, Tarbiyah Al-Insan Al-Jadid, (Tunisia : Ma’tabah AlI’tihad Al-A’lam, 1967), hlm.11 55 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Akasara, 2000), hlm. 63 53
27
mengajar pesan-pesan Targhib wa Tarhib harus dimplementasikan dalam kerangka yang tepat. Dalam pendidikan Islam sistem pendekatan metodologis yang dinyatakan bersifat multi pendekatan yaitu; 1. Pendekatan Religius Pendekatan ini menitik beratkan kepada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berjiwa religius dengan bakat-bakat keagaman, sehingga motivasi dalam konteks ini digunakan sebagai motivasi yang bersumber dari doktrin-doktrin agama seperti AlQur’an dan Hadis, sebagaimana yang dituliskan dalam kitab Targhib wa Tarhib, Hafidz Al-Mundziri. 2. Pendekatan filosofis Pendekatan ini memandang bahwa manusia adalah makhluk rasional sehingga segala sesuatu yang menyangkut pengembangnnya didasarkan
pada
sejauhmana
kemampuan
berpikirnya
dapat
dikembangkan sampai pada titik maksimal perkembangannya. Dalam hal ini motivasi bagi kecendrungan manusia yang rasional harus digunakan pendekatan yang rasional pula atas sugesti-sugesti yang dikemukakan. Karena sifat dari rasionalitas manusia itu sangat terbatas. Bahkan seringkali manusia dengan rasionalitasnya tidak mampu memecahkan berbagai persoalan yang muncul. Dalam konteks inilah motivasi yang bersifat horizontal sangat dibutuhkan. 3. Pendekatan sosio kultural Pendekatan ini berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berkebudayaan. Dalam konteks ini perkembangan dan kemajuan serta kemudahan yang akan diperoleh manusia kreatif menjadi bagian dari pemunculan motif bagi seseorang. 4. Pendekatan scientific Titik beratnya terletak pada pandangan bahwa manusia memiliki kemampuan menciptakan (kognitif) berkemauan dan merasa (emosional atau afektif). Motivasi dalam pendidikan diarahkan untuk
28
dapat mengembangkan kemampuan analitis-sintesis dan reflektif dalam berfikir.56 Selanjutnya, terkait erat dengan motivasi relevansinya dengan pendidikan Agama Islam yaitu bahwa; sebenarnya titik sentral dari fungsi manusia dalam hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah. Dan fungsi demikian baru dapat berkembang dengan cukup baik bila mana kemampuan-kemampuan ganda dalam diri pribadinya selaku makhluk Allah, diberi bimbingan dan pengarahan yang baik pula melalui proses kependidikan kearah jalan yang diridloi Allah.57 Oleh karena itulah dalam kitab Targhib wa Tarhib, memandang wajib mempelajari ilmu agama atas ilmu umum lainya. Ilmu agama harus terlebih dahulu dipunyai sebagai pondasi dasar untuk beribadah kepada Allah baru kemudian ilmu umum yang sifatnya mubah atau instrumental. Al-Qur’an
dan
As-Sunnah
sebagai
sumber
ajaran
Islam
mempunyai metode motivasi yang komprehenship dengan melalui pendekatan multi dimensional sehingga diarahkan untuk melakukan pendekatan yang bersifat komprehensip sebagai berikut : 1. Mendorong manusia untuk mencari ilmu dan menggunakan akal pikirannya dalam menelah dan mempelajari gejala kehidupannya sendiri dan gejala kehidupan alam sekitarnya. Dalam ruang lingkup pengembangan akal pikiran inilah, Allah dan Sunnah mendorong manusia untuk berfikir analitis dan sintetis melalui proses berpikir induktif deduktif. Hal ditunjukkan misalnya dalam surat Al-Ghasiyah 17-21 yang berbunyi :
ﻭﺍﱄ. ﻭﺍﱃ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻛﻴﻒ ﺭﻓﻌﺖ.ﺍﻓﻼ ﻳﻨﻈﺮﻭﻥ ﺍﱃ ﺍﻻﺑﻞ ﻛﻴﻒ ﺧﻠﻘﺖ ﻓﺬﻛﺮ ﺍﳕﺎ ﺍﻧﺖ. ﻭﺍﱃ ﺍﻻﺭﺽ ﻛﻴﻒ ﺳﻄﺤﺖ.ﺍﳉﺒﺎﻝ ﻛﻴﻒ ﻧﺼﺒﺖ ( 56
ﻣﺬﻛﺮ)ﺍﻟﻐﻠﺸﻴﺔ
Abu A’la Al-Maududi, Islam Sebagai Pandangan Hidup, (Bandung : Sinar Baru, 1983), hlm. 46-59 57 M. Arifin, op.cit., hlm. 64
29
“ Apakah mereka itu tidak melihat kepada unta-unta bagaimana dijadikan, dan melihat langit bagaimana ditinggikan. Dan melihat gunung-gunung bagaimana ditegakkan. Dan melihat kepada bumi ini bagaimana dihamparkan, maka berilah peringatan. Karena kamu 58 seorang penyeru (pemberi peringatan)” . Dari sini kemudian muncul beberapa hadis untuk lebih menggali secara mendalam terhadap penekanan Al-Qur’an untuk berfikir dengan hadis nabi sebagai berikut:
ﻗﺎﻟﺮﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ: ﻭﺭﻭﻯ ﻋﻦ ﺇﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﻣﻦ ﺟﺎﺀﻩ ﺃﺟﻠﻪ ﻭﻫﻮ ﻳﻄﻠﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻟﻘﻲ ﺍﷲ ﻭﱂ ﻳﻜﻦ ﺑﻴﻨﻪ:ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ (ﻭﺑﲔ ﻧﺒﻴﲔ ﺍﻻ ﺩﺭﺟﺔ ﺍﻟﻨﺒﻮﺓ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻄﱪﺍﱏ
Rasulullah Saw bersabda: "barang siapa yang kedatangan ajal, sedang ia masih menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah di mana tidak ada jarak antara dia dan antara Nabi kecuali derajat kenabian". (HR. Tabrani).59 2. Mendorong manusia untuk mengamalkan ilmu pengetahuan dan mengaktualisasikan keimanan dan ketakwaannya dalam hidup seharihari sebagaimana terkandung dalam perintah shalat, puasa serta haji dan sebagainya. Metode yang digunakan dalam hal ini adalah (perintah dan larangan), dimana nuansa perintah dan larangan tersebut adalah Targhib dan Tarhib. Allah memerintahkan bersholat dengan menunjukkan faedah/manfaatnya sebagai berikut:
ﺍﺗﻞ ﻣﺎ ﺍﺣﻲ ﺍﻟﻴﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻗﻢ ﺍﻟﺼﻠﻮﺓ ﺍﻥ ﺍﻟﺼﻠﻮﺓ ﺗﻨﻬﻲ ﻋﻦ (٤٥ :)ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ.....ﺍﻟﻔﺤﺸﺎﺀ ﻭﺍﳌﻨﻜﺮ
58
Depag RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah Al-Qur’an, 1990), hlm. 1055 59 Imam Hafidz Zaqiuddin Abdul Adhim bin Abdul Qowi Al-Mundziri, Targhib wa Tarhib, (Mesir : Dar Ulum, tth), hlm. 56
30
"Bacalah apa yang aku wahyukan kepadamu dari Al-Kitab ini dan dirikanlah sholat, karena sholat itu sesungguhnya mencegah dari perbuatan keji dan munkar…"(Al-Ankabut,45 ) 60 3. Mendorong berjihad, dengan melalui jihad fisabillah itu manusia akan memperoleh jalan kebenaran Tuhan serta menjadi orang yang beruntung.
Berjihad
disini
berarti
bersungguh-sungguh
dalam
pekerjaan. Dengan sikap serius (sungguh-sungguh) itu ia akan memperoleh hasil yang menguntungkan dirinya sendiri. 61 Selanjutnya motivasi dan tumbuh dari adanya metode mendidik dengan cara bercerita yaitu dengan mengisahkan peristiwa sejarah hidup manusia dan kehidupan yang akan datang serta akibat-akbiat perbuatan manusia terdahulu yang diperhitungkan kelak dalam akhirat. 62 Selain itu Allah menunjukkan bagaimana kisah Luqman Al-Hakim dalam memberi pengetahuan sekaligus mendorong anaknya untuk tidak menyekutukan Allah sebagaimana firmannya yang berbunyi:
ﻭﺍﺫ ﻗﺎﻝ ﻟﻘﻤﺎﻥ ﻻﺑﻨﻪ ﻭﻫﻮ ﻳﻌﻈﻪ ﻳﺎ ﺑﲏ ﻻﺗﺸﺮﻙ ﺑﺎﷲ ﺍﻥ ﺍﻟﺸﺮﻙ ﻟﻈﻠﻢ ﻋﻈﻴﻢ (١٣ )ﻟﻘﻤﺎﻥ "Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anak lelakinya pada saat ia memberikan pelajaran kepadanya: wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Tuhan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah benar-benar kedhaliman yang besar." (Lukman, 13) 63
60 61
Ibid. Ada pepatah arab yang menyatakan ( ﻭﻣﻦ ﺟﺪ ﻭﺟﺪ. ( ﻣﻦ ﺍﺟﺘﻬﺪ ﻧﺎﻝbarang siapa yang
bersungguh-sungguh pasti akan mendapat apa yang diinginkan. 62 H. Arifin Muzayin, Pendidikan Islam Dalam Arus Dinamika Massa, (Jakarta : PT. Golden Terayon, 1987), hlm. 67 63 Depag RI., op. cit., hlm. 654