BAB II IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PEMBENTUKAN AKHLAK
A. Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Implementasi Implementasi menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu, im-plemen-ta-si [n] pelaksanaan; penerapan: pertemuan kedua ini bermaksud mencari bentuk – tt hal yang disepakati dulu. 1Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan, maupun nilai dan sikap. Implementasi yang dilaksanakan
dan
diterapkan
adalah
kurikulum
yang
telah
dirancang/didesain untuk kemudian dijalankan sepenuhnya. Untuk itu implementasi juga dituntut untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang telah direncanakan untuk dijalankan dengan segenap hati dan keinginan kuat, permasalahan besar akan terjadiapabila yang dilaksanakan bertolak belakang atau menyimpang dari yang telah di rancang maka terjadilah kesia-siaan antara rancangan dengan implementasi.2
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998),hlm.374. 2
Kunandar,Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2007),hlm. 211.
22
23
Jadi, yang dimaksud dengan implementasi adalah suatu aktivitas, yang di dalamnya terdapat aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. 2. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran,
berdasarkan
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
pembelajaran berasal dari kata ”ajar” yaitu petunjuk kepada orang supaya diketahui (dituruti), ”belajar” yaitu berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, ”membelajarkan” yaitu menjadikan bahan atau kegiatan belajar, ”pembelajar” yaitu orang yang mempelajari, ”pembelajaran” yaitu proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.3 Pembelajaran atau instruction adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi si belajar sedemikian rupa sehingga si belajar itu memperoleh kemudahan. Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal jika si belajar melakukan ”self instruction” dan di sisi lain kemungkinan juga bersifat eksternal, yaitu jika bersumber antara lain dari guru. Jadi teaching itu hanya merupakan sebagian dari instruction, sebagai salah satu bentuk pembelajaran. Unsur utama dari pembelajaran adalah pengalaman anak sebagai seperangkat event
3
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, op. Cit., hlm. 14.
24
sehingga terjadi proses belajar dan pengajaran merupakan bagian dari pembelajaran.4 Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran adalah seperangkat proses atau cara yang digunakan oleh seorang guru untuk mengembangkan rencana yang baik dalam mendukung pembelajaran baik di sekolah negeri maupun di sekolah umum/swasta. Adapun prinsip-prinsip dalam pembelajaran menurut Jamal Ma’mur Asmani prinsip utama desain pembelajaran yang dijadikan pedoman dalam kegiatan pembelajaran terdiri atas :5 a. Prinsip Kesiapan dan Motifasi Prinsip ini mengatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, siswa yang memiliki kesiapan, seperti kesiapan mental, fisik dan motivasi tinggi, hasil belajarnya akan lebih baik. Kesiapan mental diartikan sebagai kesiapan kemampuan awal, yaitu pengetahuan yang telah dimiliki siswa, yang dijadikan pijakan untuk mempelajari materi baru. Sedangkan kesiapan fisik berarti saat siswa melakukan kegiatan belajar, ia tidak mengalami kekurangan atau halangan, sebagai factor yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. 4
AchmadSugandi dan Haryanto, Teori Pembelajaran, (Semarang: UPT MKK UNNES 2004),hlm. 6. 5
Jamal Ma’mur Asmani, 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan), (Jogjakarta: DIVA Press2011), hlm. 150-153.
25
Motivasi merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Dorongan itu bisa berasal dari dalam atau luar. Semakin tinggi motivasi siswa untuk belajar, semakin tinggi pula proses dan hasil belajarnya. b. Prinsip Penggunaan Alat Pemusat Perhatian Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam proses belajar perhatian siswa terpusat pada pesan yang dipelajari, maka proses dan hasil belajar akan semakin baik. Perhatian memegang perhatian penting dalam kegiatan belajar. Semakin baik perhatian siswa, proses dan hasil belajar akan semakin baik pula. c. Prinsip Partisipasi Aktif Siswa Prinsip ini meliputi aktivitas, kegiatan, atau proses mental, emosional,
maupun
mengidentifikasi,
fisik.
Contoh
membandingkan,
aktivitas
menganalisis,
mental dan
adalah
sebagainya.
Sedangkan yang termasuk aktivitas emosional adalah semangat, sikap positif terhadap belajar, motivasi, keriangan, dan lain-lain. d. Prinsip Umpan Balik Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa mengenai keberhasilan atau kekurangannya dalam belajar. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam memberikan soal atau pertanyaan kepada siswa, kemudian memberitahukan apakah jawabannya sudah benar. Guru juga dapat memberikan tugas, kemudian memberitahukan apakah tugas yang dikerjakan sudah benar. Kembalikan pekerjaan siswa yang telah dikoreksi, dinilai, atau diberi komentar/ catatan oleh guru.
26
e. Prinsip Pengulangan Proses penguasaan materi pembelajaran atau keterampilan tertentu memang memerlukan pengulangan. Tidak adanya pengulangan akan mengakibatkan informasi atau pesan pembelajaran tidak bertahan lama dalam ingatan dan informasi tersebut mudah dilupakan. Selanjutnya secara khusus Ismail dalam bukunya Strategi Pembelajaran Agama Islam berbasis
PAIKEM
Menyenangkan),
(Pembelajaran menyebutkan
Aktif bahwa
Inovatif,
Kreatif
prinsip-prinsip
dan dalam
pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 6 a. Individualitas Setiap anak memiliki kesanggupan berpikir, kemauan, perasaan dan kesanggupan luhur yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Kesanggupan tersebut tidak sama dengan setiap anak. Perbedaan-perbedaan ini dapat dilihat pada perbedaan umur (usia kalender), inteligensi, kesanggupan dan kecepatan. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pembawaan/genetik dan faktor lingkungan. b. Kebebasan Kebebasan yang dimaksud di sini adalah setiap anak diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dengan bebas secara positif. Untuk itu guru harus membimbing anak sedemikian rupa sehingga anak akan sanggup berdiri sendiri/mandiri. Sebaliknya, kalau guru menguasai murid-murid dan memaksakan kehendaknya kepada mereka, maka
6
Ismail, Strategi Pembelajaran Agama (Semarang:Rasail Media Group, 2008), hlm. 26-29.
Islam
berbasis
PAIKEM,Cetakan
I,
27
mereka akan menjadi orang yang sangat bergantung kepada orang lain dan tidak punya inisiatif. c. Lingkungan Manusia lahir ke dunia dalam suatu lingkungan dengan pembawaan tertentu. Pembawaan dan lingkungan bukanlah hal yang bertentangan, melainkan saling membutuhkan. Lingkungan yang buruk dapat merintangi pembawaan yang baik, tetapi lingkungan yang baik tidak dapat menjadi pengganti suatu pembawaan yang baik. Faktor pembawaan lebih menentukan dalam hal inteligensi, fisik, reaksi penginderaan. Sedangkan faktor lingkungan lebih berpengaruh dalam hal pembentukan kebiasaan, kepribadian dan nilai-nilai. d. Globalisasi Prinsip globalisasi diterapkan dalam pengajaran sebagai akibat dari pengaruh psikologi Gestalt dan psikologi Totalitas. Psikologi Gestalt menemukan bahwa bentuk itu lebih banyak artinya dari pada jumlah unsur-unsurnya, dan tiap-tiap unsur ditentukan oleh kedudukannya dalam bentuk. Psikologi Totalitas mengemukakan tentang pengamatan anak sebagai berikut: pada waktu anak mengamati sesuatu untuk pertama kalinya terbentuklah suatu gambaran yang menyeluruh (global) tetapi kabur (bagian-bagiannya tidak jelas). Sesudah pengamatan itu diulang, gambaran yang kabur tadi menjadi lebih terang, bagian-bagiannya semakin menjadi jelas.
28
e. Pusat-pusat minat Minat adalah kecenderungan jiwa yang tetap ke arah sesuatu yang sangat berharga bagi seseorang. Semua yang berharga bagi seseorang adalah yang sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu seorang guru harus mengambil bahan pembelajaran dari pusat-pusat minat anak, dengan begitu secara spontan perhatian anak akan timbul, sehingga belajar akan berlangsung dengan baik. f. Aktivitas Mengajar
adalah
proses
membimbing
pengalaman
belajar.
Pengalaman tersebut hanya untuk diperoleh bila anak dengan keaktifan sendiri bereaksi terhadap lingkungannya. Guru dapat membantu anak untuk belajar, tetapi guru tidak dapat belajar untuk anak itu. g. Motivasi Masalah-masalah
yang
dihadapi
guru
adalah
mempelajari
bagaimana melaksanakan motivasi secara efektif. Guru harus senantiasa mengingat bahwa setiap motif yang baru harus tumbuh dari keadaan anak sendiri, yaitu dari motif-motif yang dimiliki, dorongan-dorongan dasarnya, sikap-sikapnya, minatnya, penghargaannya, cita-citanya, tingkah lakunya, hasil belajarnya dan sebagainya. Motivasi sebagai suatu proses, mengantarkan murid kepada pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka dapat belajar. h. Pengajaran berupa Dalam pengajaran berupa diusahakan agar murid mengamati sesuatu denga teliti dan penuh perhatian. Dengan kata lain, dalam
29
pengajaran berupa anak memperoleh pengetahuan yang baru terutama dengan pertolongan alat indranya. Perangsang-perangsang dari luar termasuk bahan-bahan pengajaran meninggalkan bekas/tanggapan yang terang, tahan lama dalam ingatan dan mudah direproduksikan bila masuk ke dalam jiwa melalui alat indra. i. Korelasi dan konsentrasi Dalam pembicaraan tentang prinsip globalisasi dan pusat-pusat minat sudah dijelaskan bahwa pengetahuan anak tidaklah berpisah-pisah seperti pada pemisahan barang-barang studi, melainkan suatu kesatuan yang bulat. Pengetahuan-pengetahuan tentang dunia luar yang tersimpan di dalam jiwa seseorang berhubung-hubungan satu sama lain, bahkan luluh menjadi satu. 3. Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama Islam merupakan rumpun mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam, karena itulah Pendidikan Agama Islam merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam. Ditinjau dari segi isinya, Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi salah satu komponen, dan tidak dapat dipisahkan dari rumpun mata pelajaran yang bertujuan mengembangkan moral dan kepribadian peserta didik. Madrasah Aliyah atau disingkat dengan MA adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia, setara dengan Sekolah Menengah Atas, yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian
30
Agama. Kurikulum di Madarasah Aliyah sama dengan kurikulum Sekolah Menengah Atas, hanya saja pada MA terdapat porsi lebih banyak mengenai Pendidikan Agama Islam seperti : Alqur’an dan Hadits, Aqidah dan Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab.7 Jadi yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Islam di Madrasah Aliyah adalah rumpun mata pelajaran agama Islam berupa Alqur’an dan Hadits, Aqidah dan Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab yang diajarkan di jenjang pendidikan menengah (Madarsah Aliyah) pada jalur pendidikan formal yang bertujuan mengembangkan moral dan kepribadian peserta didik. B. Pembentukan Akhlak 1. Pengertian Akhlak Kata akhlak berasal dari bahasa arab akhlaq, jama’ dari kata khuluq yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. 8Sedangkan menurut istilah, akhlak didefinisikan oleh beberapa ahli seperti dibawah ini: a. Ahmad Amin mendefinisikan akhlak adalah kebiasaan baik dan buruk. 9
7
Departemen Agama RI, Pedoman Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum,(Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam dan Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam, 2004), hlm. 3. 8
Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab-Indonesia, alih bahasa Ali Ma’sum dan Zainal Abidin Munawir, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1997), hlm. 364. 9
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Alqur’an (Jakarta: Amzah, 2007),
hlm.3.
31
b. Abdul Hamid mendefinisikan akhlak adalah ilmu tentang keutamaan yang harus dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan dan tentang keburukan yang harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong (bersih) dari segala bentuk keburukan. c. Menurut Imam Al-ghazali akhlak adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan yang mudah dengan tidak membutuhkan kepada pertimbangan. Maka bila sifat itu memunculkan perbuatan baik dan terpuji menurut akal dan syariat maka disebut akhlak yang baik dan bila yang muncul dari sifat itu adalah perbuatan buruk maka disebut akhlak yang buruk.
10
Secara terminologis pengertian akhlak adalah tindakan yang berhubungan dengan tiga unsur penting, yaitu sebagai berikut: a. Kognitif,
yaitu
pengetahuan
dasar
manusia
melalui
potensi
intelektualitasnya. b. Afektif, yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya menganalisis berbagai kejadian sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan. c. Psikomotorik, yaitu pelaksanaan pemahaman rasional ke dalam bentuk perbuatan yang konkrit.11
10
Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami (akhlak mulia), (Jakara:Pustaka Panjimas, 1996), hlm. 27. 11
Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2012), hlm. 15-16.
32
Berdasarkan pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa akhlak merupakan suatu sifat yang tertanam pada jiwa manusia, sehingga dari terbentuknya jiwa tersebut dapat menyebabkan bermacam-macam tingkah laku baik berupa perbuatan maupun ucapan. Kaitannya dengan pembentukan akhlak di dunia pendidikan, ada beberapa perkara yang menguatkan pendidikan akhlak dan meninggikannya, yaitu : a. Meluaskan lingkungan fikiran, yang telah dinyatakan oleh “Herbert Spencer” akan kepentingannya yang besar untuk meninggikan akhlak. fikiran yang sempit merupakan sumber beberapa keburukan, dan akal yang kacau balau tidak dapat membuahkan akhlak yang tinggi. Sebaliknya jika kita mencintai kebenaran lebih dari segalanya maka luaslah pandangannya dan diikuti oleh ketinggian akhlaknya. b. Berkawan dengan orang yang terpilih. Setengah dari yang dapat mendidik akhlak ialah berkawan dengan orang yang terpilih, karena manusia itu suka mencontoh, seperti mencontoh orang di sekelilingnya dalam berpakaian, juga mencontoh dalam perbuatan mereka dan berperangai dengan akhlak mereka. c. Membaca dan menyelidiki perjalanan para pahlawan yang berfikiran luar biasa. Perjalanan hidup mereka tergambar di hadapan pembaca dan memberi semangat untuk mencontoh serta mengambil tauladan dari mereka.
33
d. Memberi dorongan kepada pendidikan akhlak supaya orang mewajibkan dirinya melakukan perbuatan baik bagi umum, yang selalu diperhatikan olehnya dan dijadikan tujuan yang harus dikejar sehingga berhasil. e. Apa yang kita tuturkan di dalam “kebiasaan” tentang menekan jiwa melakukan perbuatan yang tidak ada maksud kecuali menundukkan jiwa, dan
menderma
dengan
perbuatan
sehari-hari
dengan
maksud
membiasakan jiwa agar taat, serta memelihara sikap asertif sehingga dapat menerima ajakan baik dan menolak ajakan buruk.
2. Dasar dan Tujuan Pembentukan Akhlak Akhlak merupakan istilah yang bersumber dari Al-qur’an dan Assunnah. Nilai-nilai yang menentukan baik dan buruk, layak atau tidak layak suatu perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai dalam akhlak bersifat universal dan bersumber dari ajaran Allah. Tolak ukur akhlak adalah Al-qur’an dan As-sunnah, jadi segala sesuatu yang baik menurut Al-qur’an dan As-sunnah, itulah yang dijadikan pegangan dalam hidup, sedangkan sesuatu yang buruk menurut Al-qur’an dan As-sunnah, berarti tidak baik dan harus dijauhi. Dalam Al-qur’an, ayat yang membahas masalah akhlak sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Qalam Ayat 4 :
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Q.S.68 : 4)
34
Selanjutnya tujuan dari pembentukan akhlak menurut M. Athiyah al-Abrasyi, tujuan dari pendidikan moral dan akhlak dalam islam ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.12 Kemudian menurut pendapat Mustafa Zahri, tujuan perbaikan akhlak itu untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.13 Rosihon Anwar dalam bukunya membagi tujuan akhlak menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya adalah membentuk kepribadian seorang muslim yang memiliki akhlak mulia, baik secara lahiriyah maupun batiniah. Adapaun tujuan khususnya adalah: a. Mengetahui tujuan utama diutusnya nabi Muhammad Saw. b.Menjebatani kerenggangan antara akhlak dan ibadah. c. Mengimplementasikan pengetahuan akhlak dalam kehidupan.14 Berdasarkan beberapa tujuan pembentukan akhlak diatas, secara umum bertujuan untuk menciptakan manusia yang berkepribadian muslim yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam yaitu Al-qur’an dan Hadist. Dengan berakhlak mulia seseorang bisa hidup bahagia di dunia dan di akhirat kelak. 12
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990), hlm.104. 13 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.14. 14 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm.25-28.
35
1. Materi Pembinaan Akhlak Secara umum akhlak terdiri dari dua macam, yaitu akhlak terpuji atau al-akhlaq
al-mahmudah
dan
akhlak
tercela
atau
akhlaq
al-
mazmumah.15Akhlak terpuji adalah akhlak yang dikehendaki oleh Allah Swt dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Adapun akhlak tercela adalah akhlak yang dibenci Allah Swt, sebagaimana akhlak orang-orang kafir, musyrik dan orang-orang munafik.16 Pembinaan akhlak adalah usaha dalam perbaikan akhlak, dengan kata lain bahwa dengan pembinaan tersebut akhlak seseorang akan lebih baik dari sebelumnya yaitu dari yang berakhlak tercela menjadi berakhlak terpuji. Proses pembinaan akhlak pun dilakukan sejak dini, dimana sejak anak-anak harus diberikan pengetahuan tentang akhlak supaya akhlak yang baik tertanam sejak kecil. Adapun materi akhlak yang diberikan pun harus sesuai dengan tahapan usianya. Materi pembinaan akhlak yang akan diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan kondisi anak yang akan dibina, antara lain perkembangan usia anak, perkembangan pikiran anak, dan perkembangan sosial anak. Materi yang diberikan kepada awal masa kanak-kanak dengan masa remaja atau masa dewasa harus berbeda. Penyampaiannya pun harus disesuaikan dengan perkembangan pikiran anak tersebut. Materi pendidikan akhlak yang diberikan kepada anak harus terus bertambah sesuai dengan perkembangan usia, psikis dan sosial anak. 15
Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung: Putaka Setia, 2010), hlm.
199. 16
Ibid.,hlm. 200.
36
Materi pendidikan akhlak yang diberikan awal masa kanak-kanak adalah hal-hal yang besifat praktis yang dapat digunakan sebagai tuntunan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, seperti cara makan, cara minum, cara duduk, cara berbicara, cara memberi, cara menerima dan lain sebagainya. Pada saaat anak memasuki usia sekolah, anak harus sudah mengetahui masalah yang berkaitan dengan hak dan kewajiban dirinya serta hak-hak orang lain yang juga harus dihormati dan dipenuhinya. Pada saat memasuki usia remaja, dalam diri anak muncul kecenderungan untuk mengenal lawan jenisnya dan kecenderungan untuk keluar dari aturanaturan yang ada disekitarnya. Oleh karena itu mereka harus sudah dilatih untuk mengendalikan dan menguasai hawa nafsunya, terutama nafsu seksnya agar mereka tidak terseret dalam pergaulan bebas yang akan merusak masa depannya.17 Pendidikan akhlak yang dilakukan secara terus menerus diharapkan dapat membekali anak dengan berbagai macam akhlak yang baik, sehingga dapat membentuk anak menjadi seorang muslim yang sempurna (insan kamil). Insan kamil adalah seseorang yang mampu membedakan mana perbuatan yang baik dan yang buruk atau mana perbuatan yang benar dan yang salah dan mampu merealisasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.18 Di dalam sekolah materi pembinaan akhlak yang diberikan kepada siswa diajarkan melalui pembelajaran pendidikan agama, pembinaan 17
Imam Suraji,Etika Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits, (Jakarta: PT. Al Husna Baru, 2006), hlm.43-44. 18 Ibid., hlm 44.
37
melalui Bimbingan dan konseling oleh guru BK, pembinaan melalui Tata tertib sekolah (peraturan), dan pembinaan melalui kegiatan keagamaan, misalnya: Pesantren kilat di bulan Ramadahan, Baca Tulis Al-quran (BTQ) dan sebagainya. Demikianlah materi pembinaan akhlak yang harus diketahui pendidik supaya penyampaian materi pembinaan dan pendidikan akhlak kepada peserta didik dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan pembinaan dan pendidikan akhlak dapat tercapai. 2. Metode Pembinaan Akhlak Dalam kamus besar bahasa indonesia, metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.19 Sementara itu metode yang dipakai dalam pembinaan akhlak bermacam-macam, dalam buku karya Moh. Slamet Untung tidak disebutkan langsung mengenai metode pembinaan akhlak, melainkan metode pendidikan Nabi dibidang akhlak, diantaranya: 1. Metode pengalihan sesuatu yang realistis kepada sesuatu yang idealistis. Metode ini muncul karena sesuatu yang bersifat indrawi oleh Nabi Saw dialihkan kepada sesuatu yang bersifat spiritual karena nilai psikologis dan spiritual akan lebih kuat pengaruhnya dalam batin 19
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm.580.
38
manusia apabila timbul dari suatu peristiwa atau kejadian yang konkret.20 2. Metode kisah atau cerita. Abdurrahman an-Nahlawi menyebutkan beberapa keistimewaan metode ini, diantaranya: pertama gaya bahasanya jelas, terperinci dan sederhana sehingga mudah dipahami. Kedua sebagian kalimatnya diulang-ulang untuk lebih memfokuskan pada tujuan kisah. Dan ketiga materinya bernuansa psikologis dan memiliki daya imajinasi yang hidup dan menarik.21
3. Metode dialog. Metode ini muncul karena dalam hadist dikisahkan bahwa Nabi Saw berdialog kepada salah satu sahabat beliau mengenai keutamaan nilai berbakti kepada ibu dibandingkan kepada bapak. Nabi Saw juga berdialog kepada salah satu sahabat beliau mengenai keutamaan menahan amarah, dan ketika Nabi Saw berdialog kepada salah satu sahabat beliau mengenai keharaman menggunjing (ghibah).22 Jadi metode dialog ini muncul karena Nabi Saw menggunakan dialog dalam mengajarkan pendidikan tentang akhlak kepada sahabatsahabatnya.
20
Moh. Slamet Untung, Menelusuri Metode Pendidikan ala Rasulullah, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm.159. 21 Ibid., hlm 160. 22 Ibid., hlm 163.
39
4. Metode nasihat. Dalam metode ini Nabi Saw menggunakan berbagai macam bentuk nasihat, diantaranya: pertama nasihat dengan sindiran halus. Dengan sindiran yang halus, maka orang yang melakukan suatu perbuatan yang salah tidak akan merasa tersinggung apalagi merasa keberatan untuk meninggalkan kesalahan itu. Seorang pendidik atau pengajar yang baik akan menggunakan cara yang terbaik dalam memberikan nasihat kepada anak didiknya agar mereka senang dan rela menerima nasihatnya. Sindiran halus merupakan salah satu bentuk nasihat yang tepat dan efektif, sebab dengan cara itu kesalahan seseorang dapat dikoreksi tanpa harus menjatuhkan mental orang yang bersangkutan dihadapan orang lain. Kedua nasihat yang disertai dengan hujjah yang kuat. Ketiga nasihat dengan teguran langsung.23 Nasihat dalam bentuk apapun tidak saja harus disampaikan dengan cara yang paling baik dari seorang pendidik kepada anak didiknya, akan tetapi nasihat juga dibutuhkan di antara sesama peserta didik dan disampaikan dengan cara yang sebaik-baiknya. Bagi seorang pendidik nasihat yang diberikan itu jangan sampai mempertajam timbulnya perbedaan pendapat dan sikap anarki, apalagi sampai permusuhan di antara anak-anak didiknya.
23
Ibid., hlm 165.
40
5. Metode peragaan. Metode ini digunakan untuk membantu pemahaman terhadap sesuatu konsep tertentu atau untuk mempertegas sesuatu yang konkret (inderawi). Metode peragaan ini dikisahkan digunakan Nabi Saw ketika menjelaskan kepada Sufyan ibn Abdillah ra. tentang menjaga lidah dan bahaya yang timbul akibat tidak mau menjaganya.24 6. Metode keteladanan (contoh). Metode ini dikisahkan ketika Nabi Saw memberikan pelajaran kepada umatnya mengenai sikap tawakal kepada Allah melalui contoh perbuatan nyata Nabi Saw. Dalam kondisi dimana nyawanya terancam, beliau tetap konsisten berpegang teguh kepada pertolongan Allah, tetapi ketika Allah menolongnya, beliau tidak bersikap zalim kepada orang yang telah mengancam keselamatan jiwanya, bahkan orang tersebut disuruhnya pergi tanpa dicederai sedikitpun oleh Nabi Saw.25 Rasulullah Saw merupakan teladan yang perlu di contoh manusia, Rasulullah adalah manusia yang sempurna, insan kamil, yang dipilih Allah menyampaikan wahyu melalui bimbingan dan pendidikan. Dalam hadist yang diriwayatkan Malik ibn Anas ra. bahwa Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia .Melalui hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa Rasulullah memiliki akhlak yang mulia yang perlu dicontoh dan dijadikan teladan bagi manusia.
24
Ibid., hlm 167. Ibid., hlm 170.
25
41
7. Metode perumpamaan (imtsal). Didalam
mengajarkan
materi
akhlak,
Nabi
Saw
pernah
menggunakan metode perumpamaan (imtsal) ini. Mendidik dengan metode perumpamaan (imtsal) dalam membahas tentang kekuasaan Tuhan dalam menciptakan hal-hal yang hak dan hal-hal yang batil ini sangat efektif untuk mendidik dan mengajar.26 Dalam buku Akhlak Tasawuf, Abuddin Nata memaparkan cara lain yang dapat ditempuh dalam pembinaan akhlak, antara lain: 1. Pembiasaan Imam al-ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya
dapat
menerima
segala
usaha
pembentukan
melalui
pembiasaan. Jika manusia membiasakan diri berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. al-ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka dia harus membiasakan diri melakukan pekerjaan yang bersifat murah hati dan murah tangan itu menjadi bai’atnya yang mendarah daging.27 2. Paksaan Dalam tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak lahiriah dapat pula dilakukan dengan paksaan yang lama-kelamaan tidak lagi terasa dipaksa. Contohnya ketika seseorang ingin menulis dan mengatakan hal 26
Ibid., hlm 172. Abuddin Nata, Op.Cit., hlm.164.
27
42
yang bagus, pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya untuk menuliskan dan mengucapkan kata-kata dan huruf yang bagus. Apabila pembinaan tersebut berlangsung lama, maka paksaan tersebut sudah tidak terasa lagi sebagai paksaan.28 3. Keteladanan Metode lain yang tidak kalah ampuhnya dengan metode diatas dalam hal pembinaan akhlak adalah melalui metode keteladaan. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab tabiat jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan ini. Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan pemberian contoh dan teladan yang baik dan nyata.29 Bagi seorang muslim, Rasulullah Saw adalah sosok yang menjadi teladan, hal ini dinyatakan dalam Al-qur’an Surat al-Azhab ayat 21 yang berbunyi:
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S.33 : 21)
28
Ibid., hlm.164. Ibid., hlm.165.
29
43
4. Menganggap dirinya penuh kekurangan daripada kelebihan. Ibn Sina mengatakan jika sesorang menghendaki dirinya berakhlak mulia, hendaknya lebih dulu mengetahui kekurangan dan cacat yang ada pada dirinya, dan membatasi sejauh mungkin untuk tidak berbuat kesalahan.30
Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Faktor kejiwaan manusia berbeda-beda menurut pebedaan tingkat usia. Pada usia kanakkanak misalnya lebih menyukai kepada hal-hal rekreatif dan bermain. Untuk itu ajaran akhlak dapar disajikan dalam bentuk permainan. Dengan kata lain berbagai metode pembinaan akhlak diatas bisa diterapkan, akan tetapi penggunaan berbagai metode tadi harus tetap memperhatikan kondisi psikologi anak yang akan dibina agar pembinaan akhlak dapat berjalan secara efisien dan sesuai dengan tujuan pembinaan akhlak. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak Dalam buku Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadist karya Imam Suraji diuraikan masalah yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mendorong atau mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu perbuatan. Faktor-faktor tersebut secara umum dapat dikelompokkan
30
Ibid.., hlm.166.
44
menjadi dua, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern).31 1. Faktor intern Faktor ini berasal dari dalam diri seseorang. Faktor intern meliputi: instink, adat kebiasaan, kemauan/kehendak, dan keturunan. a. Instink. Instink adalah suatu potensi atau kekuatan asli yang ada pada jiwa seseorang yang dibawa sejak lahir dan berfungsi sebagai pendorong timbulnya suatu perbuatan jika menghadapi suatu situasi tertentu untuk mempertahankan kehidupannya. Instink merupakan pembawaan asli yang masih merupakan potensi yang akan tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan usia manusia. Pertumbuhan dan perkembangan instink sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, pengetahuan, pemikiran, lingkungan dan pergaulan sehari-hari. Instink yang ada pada manusia dalam perkembangannya dapat memiliki dua arah yang berbeda, yaitu mengarah kepada hal baik atau mengarah ke hal buruk. Kedua-duanya sangat berpengaruh besar terdapat setiap perbuatan manusia, maka pembinaan dan pengarahannya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, sedini mungkin pada setiap kesempatan yang ada dengan menggunakan
31
Imam Suraji,Op.Cit., hlm.76.
45
semua media, jalur pendidikan yang ada, baik sekolah maupun luar sekolah (keluarga dan masyarakat). Arah dalam pembinaan instink agar berkembang secara positif adalah dengan melatih dan mengembangkan instink yang bersifat baik dengan sungguh-sungguh agar mengarah kepada pembentukkan akhlak yang mulia. Sedangkan untuk instink yang buruk yaitu harus selalu diarahkan, dijaga, dan dikontrol dengan sebaik-baiknya agar tidak sampai membentuk perbuatan yang buruk.32 b. Kebiasaan. Kebiasaan atau adat kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan. Kebiasaan mempunyai sifat yang sangat menguntungkan manusia, sebab kebiasaan akan memudahkan suatu perbuatan yang sudah dibiasakan disamping menghemat waktu, energi dan perhatian. Oleh karena itu kebiasaan menjadi penting dalam ilmu akhlak karena sikap dan perilaku manusia yang menjadi kajian akhlak sebagian besar berasal dari kebiasaan. Kebiasaan bukan merupakan suatu yang diwariskan., tetapi sesuatu yang terbentuk kemudian. Oleh karena itu pembentukan kebiasaan dalam diri seseorang melalui proses dan waktu yang cukup lama. Suatu perbuatan dapat menjadi kebiasaan antara lain karena perbuatan itu sudah ada sejak nenek moyang kemudian
32
Ibid., hlm.77-84.
46
perbuatan tersebut dipertahankan dan dilanjutkan. Kebiasaan juga bisa muncul karena latihan atau pengulangan yang terus menerus atau karena terpengaruh oleh lingkungan pergaulan sekitarnya.33 c. Kemauan atau kehendak. Kemauan atau kehendak adalah sesuatu yang hanya ada pada manusia. Kemauan adalah menangnya keinginan setelah mengalami keraguan dengan kata lain kehendak atau kemauan itu adalah keputusan memilih salah satu keinginan berdasarkan berbagai pertimbangan Kemauan adalah suatu kekuatan jiwa yang mendorong seseorang dalam bertindak yang berfungsi sebagai motor penggerak yang mendorong manusia untuk bekerja atau berusaha. Tanpa adanya kemauan semua ide, pengetahuan, teknologi dan ketrampilan tidak ada artinya bagi seseorang, sebab tidak ada motor yang mempraktekkan dalam bentuk-bentuk perbuatan yang nyata. Sebagai kekuatan yang ada dalam diri seseorang kemauan mempunyai dua bentuk yaitu kekuatan yang mendorong dan mencegah seseorang untuk mengerjakan perbuatan. Kemauan akan berfungsi sebagai kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan apabila perbuatan tersebut sesuai dengan kemauannya. Sedang kemauan akan berfungsi sebagai kekuatan yang dapat mencegah seseorang melakukan perbuatan, apabila perbuatan tersebut tidak sesuai dengan kemauannya.
33
Ibid., hlm.84-89.
47
Dengan demikian kemauan merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses lahirnya suatu perbuatan. Apabila kemauan yang dimiliki seseorang itu mengarah kepada hal yang baik, maka ia akan menjadi akhlak yang baik, sebaliknya apabila kemauan itu mengarah kepada hal-hal yang buruk, maka ia akan menjadi akhlak yang buruk.34 d. Keturunan. Keturunan merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan dan tingkah laku manusia. Disamping itu keturunan juga merupakan faktor yang akan membatasi sejauh mana individu dapat berkembang. Keturunan adalah semua faktor yang dibawa manusia sejak lahir, faktor ini mulai terbentuk pada saat terjadi pembuahan. Setelah pembuahan terjadi tidak ada cara yang dapat dilakukan kedua orangtua untuk menambah dan mengurangi unsur bawaaan, kecuali usaha sungguh-sungguh untuk mengembangkan unsur bawaan tersebut. Oleh karena itu kondisi sebelum dan setelah lahir mendukung perkembangan anak, maka anak dapat mengembangkan sifat-sifat phisik dan psikis yang diwarisinya sampai batas maksimal. Sifat-sifat fisik ataupun psikis yang diturunkan masih berupa potensi-potensi yang masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Demikian sifat orang tua yang diturunkan kepada anaknya. Sifat
34
Ibid., hlm.89-93.
48
tersebut masih berupa potensi dan tidak sama persis dengan orang tuanya. Walaupun demikian para ahli etika sependapat bahwa keturunan merupakan salah satu faktor yang cukup menentukan watak, kepribadian, dan tingkah laku seseorang.35 2. Faktor ekstern Faktor ini berasal dari luar diri seseorang dimana secara langsung tak langsung, disadari tak disadari mempengaruhi pembentukan pribadi dan akhlak seseorang. Faktor ekstern meliputi: lingkungan dan agama. a. Lingkungan. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat dominan dalam proses pembentukkan dan perkembangan kepribadian dan tingkah laku seseorang sejak awal pertumbuhannya. Lingkungan dibagi menjadi dua, yaitu: lingkungan alam dan lingkungan pergaulan.36 1. Lingkungan alam. Lingkungan alam yang terdiri dari keadaan cuaca, flora, fauna, dan sumber alam yang ada lainnya merupakan salah satu faktor yang turut menentukan bentuk tingkah laku manusia. Lingkungan alam akan mematangkan sikap, kepribadian, dan tingkah laku seseorang serta berfungsi sebagai pendukung pertumbuhan bakat seseorang. sebaliknya lingkungan alam juga dapat menjadi penghambat bakat seseorang atau bahkan dapat 35
Ibid., hlm.93-98. Ibid., hlm.99.
36
49
mematikannya apabila kondisi alam tidak mendukung bakat tersebut.37 2. Lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan meliputi keluarga, sekolah, pekerjaan, pengetahuan, keyakinan, pandangan hidup, sistem nilai dan norma, sistem kekuasaan, keadaan masyarakat
dan
lain
sebagainya. Lingkungan pergaulan sangat berperan penting dalam mengembangkan
potensi-potensi
yang
dimiliki
manusia.
Lingkungan pergaulan dapat meninggikan dan juga dapat melemahkan
potensi-potensi
tersebut.
Hal
ini
karena
perkembangan dan pertumbuhan tingkah laku anak sangat tergantung kepada lingkungan pergaulan yang ada disekitarnya. Manusia akan berkembang dan bertingkah laku baik apabila lingkungan pergaulannya baik, contohnya jika keluarga harmonis, kawan-kawan baik, masyarakat baik, kepercayaan yang benar dan penguasa yang adil, maka perkembangan dan tingkah laku seseorang juga baik. Sebaliknya jika keluarga tidak harmonis, lingkungan pergaulan yang rusak, kepercayaan yang sesat, dan Negara yang kacau, maka perkembangan dan tingkah laku seseorang juga akan buruk.38
37
Ibid., hlm.99. Ibid., hlm.100-104.
38
50
b. Agama. Faktor lain yang mempengaruhi tingkah laku manusia adalah agama, karena agama berfungsi sebagai sumber ide dan sumber sistem nilai yang sekaligus berfungsi sebagai pengarah, pembimbing, dan pengontrol tingkah laku perbuatan manusia. Aturan-aturan agama bersifat imperatif yang mewajibkan seseorang untuk menaati segala perintahnya dan meninggalkan segala larangannya. Dalam teori sosiologi, agama dan keyakinan adanya Tuhan merupakan sesuatu yang datang dari luar. Oleh karena itu agama merupakan salah satu faktor dari luar yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Keyakinan seseorang terhadap agama yang dianut menuntut seseorang untuk beribadah secara sungguh-sungguh dengan cara melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya. Ibadah yang baik dan benar akan menjaga manusia dari perbuatan buruk dan tercela, karena itu ibadah tidak ada artinya kalau tidak diikuti oleh akhlak yang baik. Oleh karena itu akhlak adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari agama. Akhlak adalah buah hasil dari ibadah, karena ibadah tidak akan bermakna apabila tidak menghasilkan akhlak yang baik. Sedang ibadah merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang, jadi iman tidak ada artinya tanpa diikuti dengan ibadah, sedang ibadah tidak ada artinya tanpa diikuti akhlak yang baik. Jadi iman, ibadah, dan akhlak merupakan suatu rangkaian yang tidak
51
dapat dipisahkan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa agama merupakan faktor yang sangat dominan dalam proses pembentukkan akhlak seseorang.39
39
Ibid., hlm.104-107.