HUBUNGAN FAKTOR KELUARGA DAN FAKTOR TEMAN DENGAN PERILAKU MEROKOK MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN Cahyo Adi Nugroho*) Mona Saparwati, S.Kp.,Ns., M.Kep. **) Rosalina, S. Kp., M.Kes.**) STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN 2014 *) Mahasiswa STIKES Program Studi Ilmu Keperawatan **) Dosen Pembimbing STIKES Program Studi Ilmu Keperawatan ABSTRAK Masa remaja merupakan masa transisi yang perlu mendapatkan perhatian dan bimbingan dari orang yang dekat dengannya terutama orang tua dan keluarganya, Merokok merupakan perilaku negatif yang sangat merugikan terutama bagi kesehatan. Di banyak negara, perilaku merokok pada remaja telah menjadi persoalan yang sangat serius. Faktor yang paling banyak mempengaruhi antara lain keluarga dan teman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan faktor keluarga dan teman dengan perilaku merokok mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebanyak 220 mahasiswa dan tehnik samplingnya menggunakan quota sampling sebanyak 69 responden. Data dianalisa secara statistik dengan menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukan bahwa p-value = 0,496 > α (0,05), maka Ho gagal ditolak dan disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor keluarga dengan perilaku merokok mahasiswa di Program Studi Ilmu Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Sedangkan untuk faktor teman p-value = 0,000 < α (0,05) maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor teman dengan perilaku merokok mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Mahasiswa hendaknya memiliki wawasan yang luas tentang bahaya merokok bagi kesehatan dan bersikap positif untuk tidak mengikuti ajakan teman untuk berperilaku merokok. Kepustakaan : 27 (2000-2012) Kata Kunci : Faktor Keluarga dan Faktor Teman, Perilaku Merokok PENDAHULUAN Latar belakang Perilaku merokok merupakan fenomena sosial yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku ini tidak hanya dilakukan oleh orang tua, perilaku merokok juga dilakukan oleh remaja bahkan anak kecil, baik itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun terangterangan. Perilaku merokok merupakan aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya yang diukur melalui
intensitas merokok, tempat merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komasari&Helmi, 2000). Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya, bahkan orang mulai merokok ketika dia masih remaja.(Sunaryo, 2004).Aktifitas yang secara langsung dapat diamati pada remaja laki – laki adalah perilaku merokok. Perilaku merokok adalah perilaku yang
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
1
dinilai sangat merugikan dilihat dari berbagai sudut pandang baik bagi diri sendiri maupun orang lain disekitarnya (Aula, 2010). Menurut Levy (dalam Nasution, 2007) perilaku merokok adalah sesuatu aktivitas yang dilakukan individu berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya. Menurut Laventhal dan Clearly ada empat tahap dalam perilaku merokok. Keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut: Tahapan Prepatory, Tahapan Intination (Tahapan Perintisan Merokok),Tahap Becoming a smoker, Tahap Maintaining of Smoking. Kandungan rokok membuat seseorang tidak mudah berhenti merokok karena dua alasan, yaitu faktor ketergantungan atau adiksi pada nikotin dan faktor psikologis yang merasakan adanya kehilangan suatu kegiatan tertentu jika berhenti merokok (Aula, 2010). Fenomena perilaku merokok mahasiswa juga merupakan fenomena sosial yang sering kita jumpai. Lingkungan universitas merupakan tempat berkumpulnya individu dari berbagai daerah dengan keunikan sendiri dan tipe kepribadian yang berbeda pula. Cara individu dalam lingkungan sosialisasi, penyesuaian baru serta stress yang dialaminya berbeda satu sama lain. Cara individu berperilaku tersebut perbedaannya dilihat dari sudut pandang tipe kepribadiannya dalam perilaku merokoknya(Arumpsi, 2009). Dalam liDngkungan universitas, fenomena yang tampak dari mahasiswa bertipe introvert adalah kecendrungan untuk berperilaku merokok didaerah umum di area kampus. Mahasiswa tersebut cenderung berkumpul dengan teman-temannya saat merokok pada saat jam kosong kuliah dan setelah makan. Adanya fenomena perilaku kolektif dari perilaku merokoknya. Apabila dalam kelompok tersebut satu mahasiswa merokok maka mahasiswa yang lain akan merokok pula. Hal ini disebabkan adanya hukum anonimitas (Arumpsi, 2009). Mahasiswa bertipe introvert, fenomena yang tampak adalah mereka cenderung untuk merokok sendirian ditempat-tempat tersembunyi. Mereka merokok hanya pada
saat mereka stress saja. Mereka merokok pada tempat-tempat khusus yang bersifat pribadi misanya dalam kamar kos. Mahasiswa tersebut cenderung mengkonsumsi rokok tidak terlalu berlebihan tergantung kondisi psikisnya saat itu. Kondisi stress yang parah dapat pula menyebabkan individu tersebut mengkonsumsi rokok dengan sangat berlebihan sampai memperoleh kepuasan dan ketenangan dari rokoknya tersebut. Mahasiswa introvert cenderung memiliki self confident yang rendah, sehingga perilaku merokoknya sebagai cara untuk meningkatkan self confident karena rokok merupakan stimulant yang dapat meningkatkan perasaan euphoria dan self confident penggunanya (Arumpsi, 2009). Meskipun semua orang mengetahui tentang bahaya yang ditimbulkan akibat rokok, tetapi hal ini tidak pernah surut dan hampir setiap saat dapat ditemui banyak orang yang sedang merokok bahkan perilaku merokok sudah sangat wajar dipandang oleh para remaja, khususnya remaja laki-laki (Susilo, 2009). Ada 3 fase klinik penting dalam kecanduan tembakau yaitu: mencoba, kadang-kadang menggunakan, menggunakan setiap hari (Subanada, 2008). Menurut lembaga survey WHO tahun 2008, Indonesia menduduki peringkat ke 3 sebagai jumlah perokok terbesar di Dunia, dan kini Indonesia juga mencetak rekor baru, yakni jumlah perokok remaja tertinggi di Dunia. Sebanyak 13,2 % dari total keseluruhan remaja di Indonesia adalah perokok aktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur remaja perokok 16-17 tahun dan semua telah memulai merokok pada umur dibawah 15 tahun. Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang dijumpai dalam masyarakat dan merupakan masalah kesehatan yang serius. Sejarah panjang kebiasaan merokok ternyata terus berlanjut, dewasa ini di seluruh dunia diperkirakan terdapat 1,26 miliar perokok. Data WHO menyebutkan, di negara berkembang jumlah perokoknya 800 juta orang, hampir tiga kali lipat negara maju. Setiap tahun ada 4 juta orang yang meninggal akibat kebiasaan merokok dan tidak kurang dari 700 juta anak-anak
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
2
terpapar asap rokok dan menjadi perokok pasif. Sebuah riset yang dilakukan di Depok, Jawa Barat, didapatkan hasil bahwa merokok adalah karena melihat teman (28,43%), melihat orang tua/keluarga (19,61), melihat tokoh/artis di televisi (16,66%) melihat guru (9,8%), menghilangkan stress (3,92%), dan karena tidak pernah mendapat informasi tentang bahaya merokok (10,79%) (Saprudin,2007). Secara nasional, rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari oleh lebih dari separuh perokok (52,3%) adalah 1-10 batang. Sekitar dua dari lima perokok saat ini rata-rata merokok sebanyak 11-20 batang per hari. Sedangkan prevalensi yang merokok rata-rata 21-30 batang per hari dan lebih dari 30 batang per hari masing-masing sebanyak 4,7 persen dan 2,l persen. Provinsi dengan rata-rata penduduk yang merokok 110 batang per hari paling tinggi dijurnpai di Maluku (69,4%), disusul oleh Nusa Tenggara Timur (68,7%), Bali (67,8%), DI Yogyakarta (66,3%) dan Jawa Tengah (62,7%). (Riskesdas, 2010). Rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun dengan persentase penduduk yang mulai merokok tiap hari terbanyak pada umur 15-19 tahun di mana yang tertinggi dijumpai di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (52,l%), disusul oleh Riau (5l,3%), Sumatera Selatan (50,4%), Nusa Tenggara Barat (49,9%) dan Lampung (49,5%). Perokok yang terbanyak mulai merokok 15-19 tahun cenderung menurun dengan meningkatnya umur. Mereka yang mulai merokok di umur 15-19 tahun lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan, berstatus kawin dan tinggal di perkotaan. Perokok yang mulai merokok pada 15-19 tahun cenderung banyak pada pendidikan tinggi. Perokok yang mulai merokok pada umur 15-19 tahun, paling banyak pada anak akademik dan cenderung meningkat dengan meningkatnya status ekonomi (Riskesdas, 20l0). Dampak terhadap jantung, banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan merokok dengan penyakit jantung koroner (PJK), dari 11 juta kematian per tahun di negara industri maju, WHO
melaporkan lebih dari setengah (6juta) disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah, dimana 2,5 juta adalah penyakit jantung koroner dan 1,5 juta adalah struk. Survey Depkes RI tahun 1986 dan 1992, mendapatkan peningkatan kematian akibat penyakit jantung dari 8,7% (peringkat ke-3) menjadi 16% (peringkat pertama. Merokok menjadi faktor utama penyebab penyakit pembuluh darah dan jantung tersebut. Bukan hanya menyebabkan penyakit jantung koroner, merokok juga berakibat buruk bagi pembuluh darah, otak, dan perifer (Poltekkes Depkes, 2010). Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi kebiasaan merokok pada remaja telah tertuang dalam visi Indonesia Sehat 2010, yang dijabarkan dalam perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (Depkes RI, 2010). Menurut Depkes RI (2004) dalam melakuakn promosi kesehatan terhadap individu, keluarga, dan masyarakat, maka tenaga kesehatan/petugas kesehatan harus menerapkan strategi. Promosi kesehatan dapat dilakukan di berbagai area, salah satunya di lingkungan akademik. Lingkungan dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku anak-anak dan remaja. Upaya mengatasi bahaya merokok juga melalui penetapan peraturan kawasan tanda rokok. Pencegahan merokok selain oleh tenaga kesehatan juga perlu upaya dari berbagai lapisan masyarakat (Depkes RI, 2004). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan dengan mahasiswa pada bulan oktober 2013 di STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, terdapat 7 mahasiswa yang merokok dengan berbagai faktor yang menyebabkan perilaku merokok. Dari 7 mahasiswa didapatkan 5 siswa dengan orang tua/keluarga perokok, 3 mahasiswa mengatakan orang tuanya mengetahui mereka merokok, 2 diantaranya tanpa larangan dan teguran dari orang tua bahkan terkadang diberikan rokok oleh orang tuanya dan 1 diantaranya mendapat larangan dan teguran dari orang tuanya agar mereka juga tidak merokok, sedangkan 2 mahasiswa mengatakan orang tuanya tidak mengetahui mereka merokok, mereka selalu merokok
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
3
diluar rumah karena mereka mendapat larangan dari orang tuanya agar mereka tidak merokok. Pada 2 orang mahasiswa dengan orang tua/keluarga tidak perokok, keduanya mengatakan orang tua mereka tidak mengetahui bahwa mereka merokok. Dari awal mereka mendapat larangan dari orang tuanya agar mereka tidak mencoba untuk merokok. Orang tua mereka juga memberi tahu mereka tentang akibat dari merokok yang tidak baik bagi kesehatan hanya saja mereka belajar merokok dari temannya yang sering mengajak mereka, akibat penasaran mereka akhirnya mencoba dan mulai terbiasa merokok. Kemudian saya melakukan wawancara kepada 5 mahasiswa, dari ke 5 mahasiswa perokok 3 diataranya mengatakan bahwa dahulu dia merokok dikarenakan adanya permasalahan internal keluarga, dan ada pula yang mengatakan dikarenakan masalah perpecahan dalam keluarga, selain itu orang tua mereka sangat jarang sekali mengajak mereka berkomunikasi dan cenderung sibuk dengan pekerjaannya sehingga mereka juga lebih leluasa untuk melakukan hal-hal yang mereka inginkan. Sedangkan menurut hasil studi pendahuluan kepada 10 orang mahasiswa remaja di STIKES mengatakan bahwa mereka sangat senang bergaul dan ingin menambah banyak teman lagi dengan tujuan ingin keberadaan mereka dianggap dan merasa lebih percaya diri jika berkumpul bersama teman-teman yang lain, sedangkan sebagian dari pergaulan mereka adalah perokok termasuk ke 10 mahasiswa tersebut. Menurut pendapat ke 10 mahasiswa itu mereka merokok ada yang dikarenakan merasa tidak keren sendiri sedangkan teman-temannya merokok, beberapa ada juga yang mengatakan pernah diajak mencoba rokok awal mula 1 batang hari berikutnya 3 batang, kemudian sekarang telah menjadi kebiasaan merokok yang susah dihilangkan. Dan sekarang setiap berkumpul bersama teman yang merokok pasti mahasiswa tersebut ikut merokok dengan sendirinya tanpa ada teman yang emngajak, dan jika sehari saja tidak merokok menurut pendapat mahasiswa tersebut mulut terasa asam apalagi saat
setelah makan. Mahasiswa itu mengakui bahwa saat ada masalah mereka selalu menghhisap rokok dengan merokok justru mereka menjadi rileks dan santai. Menurut pendapat ke 10 mahasiswa itu mengaku bahwa perilakunya tidak dipengaruhi faktor keluarga melainkan karena teman-teman pergaulannya. Perilaku merokok yang dinilai merugikan telah bergeser menjadi perilaku yang menyenangkan dan menjadi aktifitas yang bersifat obsesif. Faktor terbesar dari kebiasaan merokok adalah faktor sosial atau lingkungan. Di lingkungan STIKES Ngudi Waluyo , mahasiswa cenderung untuk berperilaku merokok di lingkungan kos atau warung-warung bersama teman mereka. Mereka merokok disebabkan berbagai faktor ada yang bermula dari coba-coba, pengaruh dari teman yang merokok. Hasil wawancara dari beberapa mahasiswa (perokok) juga mengatakan bahwa tempat yang sering digunakan untuk merokok yaitu di kos, diteras bersama teman yang lain. Mahasiswa tersebut cenderung merokok pada saat berkumpul dengan teman-temanya waktu pulang kuliah dan waktu santai. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode pendekatan waktu Cross Sectional, yaitu suatu metode pengambilan data yang dilkukan pada satu waktu yang sama dengan subyek yang berbeda. Metode ini bertujuan agar diperoleh data yang lengkap dalam waktu yang relatif cepat (Arikunto, 2010). Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut (Notoatmodjo, 2010). Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa laki-laki perokok di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yang pada tahun 20132014. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo yang memenuhi kriteria inklusi.
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
4
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 68,7 dibulatkan menjadi 69 sampel. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah quota sampling. HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hasil penelitian tentang hubungan factor keluarga dan teman dengan perilaku merokok pada mahasiswa keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, sedangkan sebagai respondennya adalah para mahasiswa laki-laki di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yang berjumlah 69 orang pada tahun 2013-2014. Hasil-hasil dari penelitian ini di sajikan di bawah ini. Analisis Univariat Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Keluarga terhadap Perilaku Merokok Mahasiswa Faktor Keluarga Tidak mendukung mendukung Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
35
50,7
34 69
49,3 100,0
Berdasarkan tabel 5.1,dapat diketahui bahwa mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran perilaku keluarga yang tidak mendukung mahasiswa untuk berperilaku merokok yaitu sejumlah 35 mahasiswa (50,7%) , sedangkan perilaku keluarga yang mendukung mahasiswa untuk berperilaku merokok yaitu sejumlah 34 mahasiswa (49,3%). Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Mahasiswa Perokok Laki-laki Berdasarkan Faktor Teman terhadap Perilaku Merokok Mahasiswa Faktor Teman Tidak mendukung mendukung Jumlah
Frekuensi 17 52 69
Persentase (%) 24,6 75,4 100,0
Berdasarkan tabel 5.2,dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran perilaku teman yang mendukung mahasiswa sehingga
mempengaruhi perilaku merokoknya, yaitu sejumlah 52 mahasiswa (75,4%). Sedangkan perilaku teman yang tidak mendukung sehingga tidak mempengaruhi perilaku merokok mahasiswa yaitu sejumlah 17 mahasiswa (24,6%). Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Mahasiswa Perokok Laki-laki Berdasarkan Perilaku Merokok pada Mahasiswa Perilaku Persentase Frekuensi Merokok (%) Perokok Ringan 14 20,3 Perokok Sedang 33 47,8 Perokok Berat 22 31,9 Jumlah 69 100,0 Berdasarkan tabel 5.3,dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran adalah perokok sedang, yaitu sejumlah 33 mahasiswa (47,8%). Sedangkan perokok ringan sebanyak 13 mahasiswa (20,3%) dan perokok berat sebanyak 22 mahasiswa (31,9%) AnalisisBivariat Analisis bivariate ini menyajikan tentang hubungan factor keluarga dan teman demean perilaku merokok mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.Untuk menguji hubungan ini digunakan uji Chi Square, dimana hasilnya disajikan berikut ini. Tabel 5.4 Hubungan Faktor Keluarga dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Faktor Keluarga
Perokok Ringan f % baik 9 25,7 kurang baik 5 14,7 Jumlah 14 20,3
Perilaku Merokok Perokok Perokok Sedang Berat F % f % 15 42,9 11 31,4 18 52,9 11 32,4 33 47,8 22 100
Total F 35 34 69
pvalue
% 100 0,496 100 100
Berdasarkan table 5.4,dapat diketahui bahwa mahasiswa yang perilaku merokoknya tidak dipengaruhi oleh keluarga yang merupakan perokok berat sejumlah 11 orang (31,4%), sedangkan mahasiswa yang perilaku merokoknya dipengaruhi oleh keluarga yang merupakan perokok berat
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
5
sejumlah 11 orang (32,4%). Berdasarkanuji Chi Square didapat nilai demean p-value 0,496. Oleh karena p-value = 0,496> α (0,05), maka Ho gagal ditolak, dan disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara factor keluarga demean perilaku merokok mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Tabel 5.5 Hubungan Faktor Teman dengan Perilaku Merokok Mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2014 Faktor Teman Tidak mendukung mendukung Jumlah
Perokok Ringan f % 9 52,9 5 9,6 14 20,3
Perilaku Merokok Perokok Perokok Berat Sedang F % f % 2 11,8 6 35,3 31 59,6 16 30,8 33 47,8 22 100
Berdasarkan tabel 5.5,dapat diketahui bahwa mahasiswa yang perilaku merokoknya tidak dipengaruhi oleh teman yang merupakan perokok berat sejumlah 6 orang (35,3%), sedangkan mahasiswa yang merasa perilaku merokoknya dipengaruhi oleh teman yang merupakan perokok berat sejumlah 16 orang (30,8%). Perokok lebih banyak terjadi pada mahasiswa yang merokoknya dipengaruhi oleh teman dibandingkan mahasiswa yang tidak merasa dipengaruhi oleh teman. Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai demean p-value 0,000. Oleh karena p-value = 0,000< α (0,05), maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara factor teman demean perilaku merokok mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. PEMBAHASAN Analisis Univariat Gambaran Faktor Keluarga Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Dari tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan berperilaku merokok tidak dikarenakan mempunyai faktor keluarga yaitu sebesar 35 (50,7%) orang remaja. Sedangkan berperilaku merokok dikarenakan faktor keluarga yaitu sebesar 34 (49,3%) orang remaja.
Total f
p-value
% 17 52 69
100 100 100
0,000
Dalam penelitian ini digambarkan tidak adanya pemasalahan faktor keluarga dengan perilaku merokok mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran diperjelas dengan pertanyaan kuesioner dimana keluarga yang sangat memperhatikan dan berusaha membuat mereka senang saat mereka dirumah, dari 69 mahasiswa menjawab setuju atau ya sebanyak 55 (80%) mahasiswa. Pernyataan itu sesuai dengan pendapat Nasution(2007), bahwa peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan anak. Peran keluarga adalah tingah laku spesifik yang diharapkan seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, pola asuh, fungsi dan kegiatan yang berhubungan dengan perilaku individu dalam posisi dan situasi tertentu (Setiadi, 2008). Bentuk peran keluarga tersebut antara lain baik berupa peran formal maupun informal. Komunikasi, pola asuh, dan Fungsi afektif keluarga merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Bagian dari keluarga dalam memberikan pola asuh,dan kasih sayang kepada anak anaknya khususnya remaja. Perlunya keluarga dalam memberikan pola asuh seperti fungsi afektif keluarga kepada remaja dengan baik. Fungsi afektif, pola asuh dan komunikasi yang tidak baik akan berpengaruh pada perilaku
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
6
yang menyimpang dari remaja salah satunya adalah merokok. Hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Program Studi Ilmu Kperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran didapatkan mahasiawa menyatakan orang tua selalu memberikan perhatian dan meluangkan waktu dengan anak sebanyak 55(80%) sehingga dalam dalam hasil penelitian ini pola komunikasi iterpersonal orang tua serta pola asuh yang dijalankan orang tua sudah baik. Dalam penelitian ini juga ditanyakan mengenai peranan pola asuh orang tua, dari hasil riset yang dilakukan kepada 69 mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo yang mengakui bahwa orang tua mereka terlalu keras dan memberi kekangan kepada anak mereka, sebanyak 35%. Selain itu mahasiswa menjawab tentang permasalaan pertengkaran keluarga menyebabkan melampiaskan kekesalan mereka dengan cara berperilaku merokok mahasiswa menjawab tidak sebanyak 67% . Ini menandakan bahwa dalam keluarga tidak terdapat masalah yang berarti bagi mahasiswa sehingga tidak menimbulkan perilaku menyimpang mahasiswa. . Gambaran Faktor Teman pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperwatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Hasil penelitian yang didapatkan dari jawaban kuesioner faktor teman yang menyebabkan perilaku mahasiswa ditunjukan dari kuesioner berperilaku karena teman dan ajakan teman yaitu lebih dari 50% mahasiswa menjawab ada stimulus dari teman untuk berperilaku pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, hal ini didukung dengan pernyataan responden yang mengatakan bahwa dalam pergaulan pasti akan selalu ada teman yang berperilaku sesuai dengan keinginan dan tujuannya sehingga memicu mahasiswa tersbut untuk mlakukan hal yang sama dengan teman atau kelompok tersebut. Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak
mencoba untuk meniru perilaku menyimpang karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari kebosanan. Teman secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perilaku menyimpang pada remaja disebabkan oleh pergaulan dan perilaku anak remaja yang cenderung berorientasi pada teman sebaya. Bagi tipe sosial kultural masyarakat Indonesia, penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana mereka belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan lingkungan yang baru, yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada dalam lingkungan keluarga remaja. Terhadap hal-hal tersebut, remaja dituntut memiliki kemampuan pertama dan baru dalam menyesuaikan diri dan dapat dijadikannya dasar dalam hubungan sosial yang lebih luas. Gambaran Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa mahasiswa yang merasa perilaku merokoknya tidak dipengaruhi oleh keluarga yang merupakan perokok berat sejumlah 11 orang (31,4%), sedangkan mahasiswa yang merasa perilaku merokoknya dipengaruhi oleh keluarga yang merupakan perokok berat sejumlah 11 orang (32,4%). Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa mahasiswa yang merasa perilaku merokoknya tidak dipengaruhi oleh teman yang merupakan perokok berat sejumlah 6 orang (35,3%), sedangkan mahasiswa yang merasa perilaku merokoknya dipengaruhi oleh teman yang merupakan perokok berat sejumlah 16 orang (30,8%). Perokok lebih banyak terjadi pada mahasiswa yang merasa merokoknya dipengaruhi oleh teman dibandingkan mahasiswa yang tidak merasa dipengaruhi oleh teman. Merokok seringkali dirangsang oleh kebiasaan. Karena anda sudah terlalu lama menjadikan perokok, keinginan kuat untuk merokok kadang ditimbulkan aktivitas
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
7
tertentu. Misalnya mencium harum kopi yang baru diseduh, saat membaca koran, sambil sarapan pagi, atau saat mencium aroma tembakau, akan secara otomatis menimbulkan keinginan yang kuat untuk merokok (Sugito, 2007). Pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran menunjukan hasil sebagian besar adalah seorang perokok sedang yaitu sebnyak 47,8%. Perokok sedang mengkonsumsi rokok sekitar 5-14 batang per hari. Dan 97% perokok mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan sudah menjadi perokok lebih dari 6 bulan, dan itu artinya bagi mereka merokok adalah suatu hal yang sudah menjadi kebiasaan bahkan sudah seperti kebutuhan sehari-hari. Hal ini jika diteruskan maka akan menyebabkan berbagai dampak negatif bagi kesehatan seperti gangguan kesehatan penyakit jantung, kanker paru, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Dampak lebih buruk adalah menyababkan kematian. Akibat yang ditimbulkan bukan hanya bisa dirasakan oleh mahasiswa perokok itu saja akan tetapi juga bagi orang-orang yang tinggal disekitarnya. Seperti halnya teman yang tidak merokok, saudara, tetangga, anak kecil, dan mereka semua adalah perokok pasif atau bisa disebut bukan perokok tetapi termasuk orang yang terkena dampak negatif gangguan kesehatan. Analisa Bivariat Hubungan Faktor Keluarga Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Remaja Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa mahasiswa yang merasa perilaku merokoknya tidak dipengaruhi oleh keluarga yang merupakan perokok berat sejumlah 11 orang (31,4%), sedangkan mahasiswa yang merasa perilaku merokoknya dipengaruhi oleh keluarga yang merupakan perokok berat sejumlah 11 orang (32,4%). Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai Chi Square sebesar 1,401 dengan p-value 0,496. Oleh karena p-value = 0,496 > α (0,05), maka Ho gagal ditolak, dan disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara faktor keluarga dengan perilaku merokok mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa mahasiswa yang perilaku merokoknya dipengaruhi oleh keluarga dari 34 mahasiswa yang merupakan perokok berat sejumlah 11 orang (32,4%). Hal ini bisa dikarenakan pada 11 orang perokok yang berperilaku merokok didukung dengan hasil wawancara kepada responden pernah memiliki riwayat atau faktor keluarga yang serius baik permasalahan komunikasi, pola asuh dan fungsi keluarga yang tidak berjalan dengan baik sehingga menjadikan mawasiswa tersebut berperilaku merokok dalam kategori berat. Dari 34 diantarannya terdapat 18 orang (52,9%), dan 5 orang (14,7%) hal ini dimungkinkan karena dalam pembentukan perilaku merokok yang terjadi peran keluarga tidak begitu mempengaruhi frekuensi merokok mahasiswa karena permasalahan yang terdapat pada keluarga masih tegolong belum begitu berdampak mengakibatkan pola merokok yang terlalu berat bagi mahasiswa. Jika dilihat dari hasil persentase faktor keluarga dengan perilaku merokok mahasiswa yang dilakukan peneliti kepada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yaitu mahasiswa yang berperilaku merokok tidak dikarenakan faktor keluarga sebanyak 35 (50,7%) lebih banyak dibandingkan yang berperilaku merokok dikarenakan faktor keluarga sebanyak 34 (49,3%). Perilaku merokok yang dilakukan anak remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian di Makassar menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan pengawasan orang tua merupakan beberapa karakteristik yang dianggap berhubungan secara signifikan dengan beberapa perilaku berisiko termasuk perilaku merokok (Hidayaningsih et al, 2010). Faktor keluarga berperan besar pada terbentuk dan munculnya perilaku merokok (Sugiarto, 2006). Dalam penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan pada kuesioner pertanyaan
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
8
ditanyakan mengenai apakah mahasiswa pernah meminta uang lebih kepada orang tua sehingga mereka bisa membelanjakannya rokok sebagian besar sebanyak 52 (75%) mahasiswa menjawab tidak, hal itu dikarenakan dalam keluarga sebenarnya sudah melarang anak untuk tidak merokok dan memberikan batasan mengenai pemberian uang saku, sehingga mahasiswa tidak membelanjakan untuk hal yang menyimpang termasuk membeli rokok. Selain itu dalam penelitian ini didapatkan hasil kuesioner tentang orang tua yang selalu memberikan perhatian dan berusaha membuat anak senang saat anak berada dirumah, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran mengatakan ya sebanyak 80% mendapat perhatian dan orang tua selalu membuat mereka senang. Sesuai dengan jawaban tersebut bisa disimpulkan bahwa orang tua sudah berusaha memberikan perhatian dan membuat senang anaknya sehingga anak tidak berperilaku merokok, akan tetapi dalam hal ini anak tetap berperilaku merokok. Dimungkinkan bahwa perilaku anak atau mahasiswa tersebut berperilaku merokok bukan dikarenakan faktor keluarga akan tetapi faktor lain, seperti teman , iklan, kepribadian, dll. Orang tua bukanlah satu-satunya yang harus bertanggung jawab terhadap tingginya perilaku merokok pada anak. Lingkungan mempunyai andil yang sangat besar dalam membentuk perilaku seseorang. Selain mencontoh perilaku merokok dari orang tua dan orang disekitarnya, kemudahan untuk memperoleh rokok juga menjadi faktor pendukung anak dan remaja menjadi perokok. Rokok hampir pasti ada di setiap warung. Belum lagi pengaruh dari iklan rokok baik cetak maupun elektronik yang cenderung menggiring opini remaja bahwa perokok adalah sosok yang pemberani, tangguh dan percaya diri. Pada fase remaja ini anak berada pada masa dimana mereka sedang mencari jati diri dan cenderung mengikuti kelompoknya. Inilah yang kemudian mempermudah mereka masuk menjadi perokok pemula. Jika dilihat dari jawaban responden mahasiswa Program Studi Keperawatan
STIKES Ngudi Waluyo Ungaran mengenai banyak orang tua yang mau mendengarkan tentang keluh kesah permasalahan anak, dari 69 responden 50 (72%) diantaranya mengatakan ya sehingga dapat disimpulakan bahwa dalam pola asuh dan komunikasi dengan keluarga sebagian besar sudah berjalan dengan baik. Menurut Nasution (2007), bahwa remaja perokok adalah anakanak yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia. Orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan remaja yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Remaja yang berasal dari keluarga konservatif akan lebih sulit untuk terlibat dengan rokok maupun obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan satu orang tua (Single Parent). Keluarga sebagai satuan terkecil dalam masyarakat terlebih lagi orang tua, menduduki posisi penting dalam membina dan mempersiapkan anak dan remaja sebagai generasi Indonesia mendatang. Salah satunya adalah peranan keluarga atau orang tua dalam memberikan informasi dan mendiskusikan secara tepat dan benar tentang masalah kesehatan atau perilaku menyimpang seperti halnya perilaku merokok terhadap putra putrinya. Memeang menjadi suatu hal yang tidak mudah dilakukan, namun tindakan yang bijaksana oleh semua anggota keluarga terutama dari orang tua sangat diperlukan untuk mewujudkan komunikasi yang efektif (Gunarsa, 1999 ). Sikap positif seseorang terhadap kesehatan kemungkinan tidak otomatis berdampak pada perilaku seseorang menjadi positif, tetapi sikap yang negatif terhadap kesehatan hampir pasti dapat berdampak negatif pada perilakunya (Niven, 2002). Sikap negatif mengenai merokok masih dapat berubah bila individu mendapatkan masukan-masukan, pengalaman, atau perilaku lingkungan positif yang tidak mendukung perilaku merokok. Sehingga orang tua pada kondisi ini sangat berperan penting dalam memberikan lingkungan yang positif dengan menjalankan peran dan fungsi afektif yang harmonis atau baik.
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
9
Pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga juga berpengaruh terhadap timbulnya perilaku menyimpang pada anak. Golongan usia remaja yang rentan terpengaruh kebiasaan merokok ini salah satunya adalah berasal dari suasana rumah tangga yang tidak bahagia, dimana sebagai orang tua kurang memperhatikan anakanaknya dan suka memberikan hukuman secara fisik yang terlalu keras. Kelompok anak ini akan lebih mudah terpengaruh daripada anak-anak yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Sehingga bagi keluarga yang pelaksanaan peran dan fungsi afektifnya baik maka kemungkinan anaknya melakukan perilaku merokok dan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok sangat rendah. Semakin baik pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga akan semakin ringan derajat merokok yang dilakukan oleh anak sebaliknya semakin kurang pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga akan semakin berat derajat merokok yang dilakukan. Hubungan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperwatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa mahasiswa yang merasa perilaku merokoknya tidak dipengaruhi oleh teman yang merupakan perokok berat sejumlah 6 orang (35,3%), sedangkan mahasiswa yang merasa perilaku merokoknya dipengaruhi oleh teman yang merupakan perokok berat sejumlah 16 orang (30,8%). Perokok lebih banyak terjadi pada mahasiswa yang merasa merokoknya dipengaruhi oleh teman dibandingkan mahasiswa yang tidak merasa dipengaruhi oleh teman. Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai Chi Square sebesar 18,069 dengan p-value 0,000. Oleh karena p-value = 0,000 < α (0,05), maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor teman dengan perilaku merokok mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Hasil penelitian yang telah dilakukan
peneliti terhadap 69 orang remaja didapatkan bahwa sebagian besar lingkungan pergaulan teman mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran mempengaruhi perilaku merokoknya, berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa merasa bahwa perilaku merokoknya dipengaruhi oleh faktor teman, yaitu sejumlah 52 mahasiswa (75,4%). Buruknya lingkungan pergaulan teman di sebabkan karena adanya ajakan teman untuk merokok sebanyak 54 (78%) orang remaja. Dilihat dari persentase faktor teman menunjukan bahwa ajakan teman sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku merokok mahasiswa. Didapatkan juga dari hasil kuesioner pertanyaan mengenai banyak teman yang merokok, mahasiswa menjawab teman banyak yang merokok sejumlah 60 (87%) orang remaja. Pertanyaan ke tiga menanyakan apakah teman pernah memberi rokok mahasiswa menjawab ya sejumlah 56 (81%) orang remaja, sedangkan pertanyaan ke tiga tentang jika tidak merokok maka anda merasa tidak diterima di dalam kelompok mahasiswa menjawab ya sebanyak 28 (41%), dan pertanyaan terakhir apakah teman tidak merasa terganggu saat anda merokok mahasiswa menjawab tidak sebanyak 58 (84%) orang remaja. Maka dari setiap jawaban dari opsi pertanyaan yang telah di sampaikan kepada responden secara umum mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran mengakui bahwa faktor teman sangat berpengaruh terhadap perilaku merokoknya. Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan temantemannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
10
dengan remaja non perokok (Komasari & Helmi, 2000). Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peran teman sangat mempengaruhi sekali perilaku pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Dilihat dari beberapa jawaban kuesioner sebagian besar sebanyak lebih dari 50% menjawab ada hubungan perilaku merokok mahasiswa dengan perilaku merokoknya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Mahasiswa yang berperilaku merokok tidak dikarenakan faktor keluarga lebih banyak sekitar 35 (50,7%). Sebagian besar mahasiswa perilaku merokoknya dipengaruhi oleh faktor teman, yaitu sejumlah 52 mahasiswa (75,4%). Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor keluarga dengan perilaku merokok mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran dengan nilai p-value = 0,496 > α (0,05) Ada hubungan yang signifikan antara faktor teman dengan perilaku merokok mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran dengan nilai p-value = 0,000 < α (0,05) Saran Agar lebih meningkatkan lagi program pendidikan kesehatan kepada masyarakat baik dalam lingkup keluarga ataupun lingkungan pelajar, agar dapat mengontrol kebiasaan buruk tersebut yang dapat mengganggu kesehatan dikalangan masyarakat ataupun lingkungan mahasiswa. DAFTAR PUSTAKA Amstrong. 2007. Pengaruh rokok terhadap kesehatan. Arcan, Jakarta. Ali, M. & Asrori, M. (2011). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Pontianak : Bumi Aksara. Jakarta : Salemba, Medika. Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta, Rineka Cipta.
Bustan. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular . PT. Rineka. Cipta, Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan Remaja. Bandung. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya. Depkes RI. 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Tahun 2010-2014. Jakarta : Salemba Medika. Depkes RI. 2004. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta : Salemba Medika. Duvall. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Global Adult Tabacca Survey (GATS). 2011. Tobacco Questions for Surveys: A Subset of Key Questions from the Global Adult Tobacco Survey (GATS). CDC. Hasnida dan Indri. 2005. Hubungan antara stres dan perilaku merokok pad aremaja laki-laki. Journal. Psikologia. Volume 1 No 2 Desember 2005. Fakultas Kedokteran USU Haradeani. (2002). Perkembangan Psikologi dan Perilaku Keluarga. Ed.2. Jakarta: Pustaka Iman. Heterington, M. E & Porke, R. D. 2000, Child Psychology A Contemporary New Point 4 th. New York : Mc Graw Hill . Inc Hidayat, A.A. (2011). Metode Penelitian & Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Hurlock, E, B. 1993. Psikologi Perkembangan & Pendekatan Dalam Kehidupan Remaja. Jakarta : Erlangga. Husaini, Aiman. 2007. Tobat Merokok Rahasia & Cara Empatik Berhenti Merokok. Jakarta: Pustaka Iman. Irfan. 2008. 'Hipertensi : Faktor Risiko dan Penatalaksanaannya', Pusat Jantung. Jakarta : Salemba Medika. Kartono. 2003. Patologi Sosial, Jilid I. Rajawali, Jakarta Komalasari dan Helmi. 2009. Faktor-faktor penyebab perilaku merokok pada remaja. Jurnal Psikologi
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
11
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Komasari, D. & Helmi, AF. (2000). FaktorFaktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada, 2. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press Kompas. 2001. Udara Bebas Asap Rokok Adalah HAM; Jakarta: KompasCetak; 1 Juni 2001; hal 25 Mappire, A. 2004. Psikologi Remaja. Sueabaya: Usaha Nasional. Mu’tadin, Z.(2002). Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Pada Remaja. Jakarta: Rineka Cipta. Nasution, Indri K. (2007). Perilaku Merokok Pada Remaja. Diakses pada 21 Desember 2012, dari http://library.usu.ac.id/download/fk /132316815.pdf Notoatmodjo. 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka cipta. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktek. Alih Bahasa, Yasmin Asih. Ed.4. Jakarta : EGC. Purwadarminta 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta. Rumini & Sundari. (2004). Perkembangan Psikologi Remaja. Jilid 2. Jakarta :Salemba Medika. Samtrock, J. W. 1999. Life Span Development (7 th ed). New York : MC. Graw Hill Satiti, Alfi. 2009. Strategi Rahasia Berhenti Merokok. Yogyakarta: Datamedia Sirait, Maria, Pradono dan Toruan. 2001. Perilaku Merokok di Indonesia. Penelitian Kesehatan Vol 30 No 3 Soekanto, Soerjono. (2009). Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekidjo. 2010. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka. Cipta. Jakarta Sofyan, S. & Willis, M. Pd. 2006. Remaja dan Masalahnya Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja dengan Napza, Freeseks dan Pemecahannya. Bandung : Alfa Beta. Sugito. 2007. Stop Rokok Bagi Remaja. Jakarta: Penebar Swadaya Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta Sukendro, Suryo. (2007). Filosofi Rokok Sehat Tanpa Berhenti Merokok. Yogyakarta: Pinus Book Publisher Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Tendra. 2003. Merokok Dan Kesehatan. Surabaya.http://www.yahoo.com. Triswanto. 2007. Stop Smoking . Yogyakarta : progressif books Utari. 2003. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Earnings Management Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia,Jurnal Akuntansi & Keuangan, November Vol. 3 No. 2. Wahyuning. 2003. Perkembangan Perilaku Pada Anak dalam Keluarga. Yogyakarta: WHO. (2008). WHO Report on the Global Tobacco Epidemic. The Manpower Package. World Health Organization.
Hubungan Faktor Keluarga Dan Faktor Teman Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
12