PERBEDAAN PENGETAHUAN TENTANG PERAWATAN KAKI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENDIDIKAN KESEHATAN DI DESA KEDUNGGADING KECAMATAN RINGINARUM KABUPATEN KENDAL Devina Eka Pramesti Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRACT
Increasing knowledge about the disease diabetes mellitus and its management with the aim to take care of themselves so as to preserve life and prevent further complications can be performed with counseling. Foot care in patients with diabetes mellitus needs to be done properly, because if the left foot would risk the difference ulkus. The knowledge of foot care in people with diabetes mellitus before and after health education in the District Ringinarum Kedunggading Village Kendal. This study used a pre- experimental pre-post test in one group (One - Group Pre -test posttest design) that revealed a causal relationship by involving a group of subjects. The population in this study were patients with diabetes mellitus Kedunggading Ringin Arum District of Kendal 37 respondent. The sampling technique as used in this study was purposive sampling of 15 respondents. The results showed that there are differences in knowledge in DM patients before and after the health education about foot care, with p value 0.041 < α (0.05) DM patients should gain knowledge about the risk of diabetic foot ulcers with digging through health professionals and the media so that information can avoid the risk factors that can lead to the occurrence of diabetic foot. Keywords: health education about foot care, diabetes sufferers
PENDAHULUAN Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai dengan berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, dan menimbulkan berbagai komplikasi akut serta kronik, yang disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron (PERKENI, 2006). World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus pada tahun 2030 diperkirakan akan meningkat paling sedikit menjadi 366 juta. Indonesia menempati urutan ke - 4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes mellitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia, penyakit diabetes mellitus
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius. Namun perhatian terhadap penanganan diabetes mellitus di negara berkembang masih kurang, terutama tentang komplikasi yang ditimbulkan akibat diabetes mellitus (Suyono, 2006). Prevalensi diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah Kabupaten Semarang sebesar 0,66%. Sedangkan prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami penurunan dari 0,63% menjadi 0,55% pada tahun 2012. Prevalensi tertinggi adalah Kota Magelang sebesar 7,93% (Dinkes Jateng, 2011). Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti didapatkan bahwa jumlah pasien Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soewondo Kendal
Perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal
1
pada bulan Mei 2011 sebanyak 1859 pasien. Jumlah pasien yang menderita diabetes mellitus sebanyak 450 pasien. Jadi, prevalensi diabetes mellitus di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soewondo Kendal pada bulan Mei 2011 sebesar 24,2% (Profil RSUD Suwondo Kendal, 2012). Komplikasi akut dari DM meliputi koma hipoglikemia, ketoasidosis, koma hiperosmolar non-ketotik, sedangkan komplikasi kronik meliputi makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar pada jantung dan otak. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, serta rentan terhadap infeksi seperti tuberkulosis paru, ginggivitis, infeksi saluran kemih dan kaki diabetes (Suyono, 2006). Penderita diabetes mellitus terjadi gangguan berupa kerusakan sistem saraf, kerusakan sistem saraf (neurophati) dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan sistem saraf otonom dan kerusakan sistem saraf motorik. Kerusakan sistem saraf perifer pada umumnya dapat menyebabkan kesemutan, nyeri pada tangan dan kaki, serta berkurangnya sensitivitas atau mati rasa. Kaki yang mati rasa (insensitivity) akan berbahaya karena penderita tidak dapat merasakan apa-apa sekalipun kakinya terluka, sehingga pada umumnya penderita diabetes mellitus terlambat untuk menyadari bahwa telah terjadi luka pada kakinya, hal ini semakin diperparah karena kaki yang terluka tersebut tidak dirawat dan mendapat perhatian serius, serta ditambah dengan adanya gangguan aliran darah ke perifer kaki yang disebabkan karena komplikasi makrovaskular, mengakibatkan luka tersebut sukar untuk sembuh dan akan menjadi borok atau ulkus (Soebardi, 2006). Ulkus tersebut dapat berkembang menjadi kematian jaringan, yang apabila tidak ditangani dengan baik secara intensive dapat menyebabkan gangren, yang pada penderita diabetes mellitus disebut dengan gangren diabetik. Gangren diabetik merupakan suatu komplikasi yang ditimbulkan akibat infeksi atau suatu proses peradangan luka pada tahap lanjut yang disebabkan karena perubahan degeneratif atau perawatan yang kurang intensive, yang dikaitkan dengan penyakit diabetes mellitus. Infeksi pada kaki diabetes dapat terjadi pada kulit, otot dan tulang yang umumnya dapat disebabkan oleh kerusakan
2
dari pembuluh darah, syaraf dan menurunnya aliran darah ke daerah luka (Erman, 2008). Manifestasi gangren terjadi karena adanya trombosis pada pembuluh darah arteri yang memberikan suplai darah ke daerah luka. Trombosis yang terjadi akan menghambat aliran darah yang mengangkut zat makanan, oksigen dan nutrisi yang diperlukan dalam proses regenerasi ke daerah luka tersebut sehingga menimbulkan kematian jaringan dan mempermudah berkembangnya infeksi kuman saprofit pada jaringan yang rusak tersebut. Pada persoalan diabetes mellitus sering timbul penyakit vaskuler diperifer dan pada akhirnya akan menyebabkan suatu tindakan amputasi (Erman, 2008). Peningkatkan pengetahuan penderita diabetes mellitus tentang penyakit dan pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri sehingga mampu mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut dapat dilakukan dengan penyuluhan. Penyuluhan meliputi penyuluhan untuk pencegahan primer yang ditujukan untuk kelompok risiko tinggi dan penyuluhan untuk pencegahan sekunder yang ditujukan pada penderita diabetes mellitus terutama pasien yang baru. Materi yang diberikan meliputi pengertian diabetes mellitus, gejala diabetes mellitus, penatalaksanaan diabetes mellitus, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik dari diabetes mellitus, perawatan dan pemeliharaan kaki. Penyuluhan untuk pencegahan tersier ditujukan pada penderita diabetes mellitus lanjut dan materi yang diberikan meliputi cara perawatan dan pencegahan komplikasi lebih lanjut dan upaya untuk rehabilitasi (Soebardi, 2006). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kaki diabetik adalah neuropati perifer, kelainan vaskuler, kontrol gula yang buruk, trauma berulang, dan kelainan struktur anatomi kaki (Adhiarta, 2011). Adanya neuropati perifer dan angiopati perifer, maka trauma ringan pun dapat menyebabkan ulkus pada pasien Diabetes Melitus. Ketidaktahuan klien dan keluarga menambah ulkus bertambah parah dan dapat menjadi gangrene (Waspadji, 2007). Maka dari itu perlu pencegahan dan penanganan untuk ulkus diabetes melitus yaitu dengan perawatan kaki. Perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus perlu dilakukan dengan baik, karena jika kaki dibiarkan akan berisiko terjadinya ulkus. Ulkus akan berisiko untuk dilakukan
Perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal
amputasi. Risiko amputasi 15-40 kali lebih sering pada penderita Diabetes dibanding dengan non Diabetes (Singh et al, 2005). Salah satu upaya pencegahan terjadinya luka kaki diabetik diperlukan perilaku perawatan kaki (foot care behaviour) yang sangat baik pada pasien Diabetes Melitus. Perawatan kaki meliputi pemeriksaan kaki rutin, identifikasi risiko dari kaki diabetik dan pemberian edukasi serta penatalaksanaan dini (Adhiarta, 2011). Penyuluhan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan dengan cara memberikan ceramah tentang kesehatan, demonstrasi perawatan kesehatan, maupun dengan cara diskusi. Upaya tersebut dimaksudkan untuk menambah pengetahuan pada seseorang agar mampu mengubah perilaku kesehatannya yang awalnya kurang baik menjadi lebih baik (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan peneliti pada bulan Januari 2014 di Desa Kedunggading diperoleh data dari puskesmas Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal jumlah penderita DM sebanyak 37 orang. Hasil penyebaran kuesioner terhadap 8 orang penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal disimpulkan bahwa 6 penderita mempunyai pengetahuan kurang baik tentang perawatan kaki pada penderita DM dimana 4 orang sudah pernah mendapatkan informasi dari petugas kesehatan, informasi yang diberikan hanya sekilas seperti menjelaskan tentang pengertian, manfaat dan cara perawatan kaki meskipun sudah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kakit dapat menjawab pertanyaan dengan benarbeetapi m dengan media seadanya dan 2 orang belum pernah mendapatkan informasi sedikitpun. Penderita DM dengan pengetahuan tentang perawatan kaki baik sebanyak 2 orang dimana mereka semua mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan dan anggota keluarga yang bekerja sebagai tenaga kesehatan. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tentang perawatan kaki kurang baik meskipun mereka sudah mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan ketika melakukan pemeriksaan rutin. Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul, “Perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan
pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal”. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian pada penelitian ini adalah pre eksperimen dengan pre-post test dalam satu kelompok (One-Group Pre-testposttest Design). Ciri dari tipe penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subyek. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebanyak 37 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Peneliti mempunyai pertimbangan dalam memilih sampel yaitu berdasarkan kriteria-kriteria inklusi dan eksklusi. Menurut Notoatmodjo (2010), agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi, maupun kriteria eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu: 1) Penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal yang bersedia menjadi responden, 2) Penderita diabetes mellitus yang berusia 20 – 55 tahun, 3) Penderita DM yang masih mampu melakukan aktivitas mandiri. Dan kriteria eksklusi dalam penelitian ini, yaitu : 1) Penderita DM yang bekerja sebagai tenaga kesehatan, 2) Penderita DM yang mengalami ganggren, 3) Pasien DM yang sudah mengalami amputasi, 4) Pasien DM yang mengalami depresi, 5) Responden yang sudah pernah mendapatkan informasi, 6) Pasien yang sedang sakit/menjalankan perawatan lebih lanjut, 7) Pasien DM dengan gula darah > 400 mg/dl, 8) Responden yang tidak bisa membaca dan menulis. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi besar sampel dalam penelitian ini adalah 15 responden. Pengumpulan Data Menurut Notoatmodjo (2010), alat pengumpulan data atau instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini
Perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal
3
menggunakan kuesioner. Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus, penderita diukur terlebih dulu pengetahuannya. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan pada hari Selasa tanggal 25 Februari 2014 pada 10 penderita DM di Desa Kedunggwungu Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal. Setelah kuesioner terkumpul dilakukan uji validitas dengan tehnik menggunakan korelasi product moment. Uji instrument ini dinyatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel (Arikunto, 2006). Hasil uji validitas yang dilakukan terhadap 20 responden di Desa Kedunggwungu Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal menunjukkan nilai r hitung untuk variabel pengetahuan tentang perawatan kaki antara 0,674-0,954 lebih besar dari nilai r tabel (0,444). Artinya semua pertanyaan untuk variabel pengetahuan tentang perawatan kaki adalah valid. Metode pengujian realibilitas pada penelitian ini adalah internal consiteney, yaitu melakukan uji coba sekali saja, kemudian hasil yang diperoleh dianalisis dengan tehnik tertentu (Arikunto, 2006). Uji instrumen ini dikatakan reliabel jika memiliki nilai alfa minimal 0,60 (Djemari, 2003). Hasil uji reliabilitas yang dilakukan terhadap 20 responden di Desa Kedunggwungu Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal menunjukkan nilai cronbach alpha untuk variabel pengetahuan tentang perawatan kaki sebesar 0,967 lebih besar dari 0,60. Artinya semua pertanyaan untuk variabel pengetahuan tentang perawatan kaki adalah reliabel. Analisis Data Menurut Notoatmodjo (2010), analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Variabel dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk distribusi frekuensi yaitu pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dan pengetahuan setelah pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki. Setelah dilakukan analisis univariat tersebut di atas, hasilnya diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan analisis bivariat. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel
4
yang di duga berhubungan atau berkorelasi. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan sampel kecil (≤ 50) maka uji normalitas data menggunakan uji shapiro-wilk dengan ketentuan nilai keyakinan yang dipakai adalah 0,95 dan nilai kemaknaan α = 0,05. Guna melihat distribusi data normal atau tidak dengan cara, jika p value > 0,05 maka distribusi data normal dan bila p value < 0,05 maka distribusi data tidak normal (Arikunto, 2006). Selanjutnya untuk menguji hipotesis penelitian yaitu ada tidaknya perbedaan ratarata skor hasil tes kesetaraan kelompok digunakan uji t test-dependent untuk data yang berdistribusi normal, di mana kriteria pengujian yang digunakan jika t-hitung > ttabel pada derajat kebebasan n-2 dan taraf signifikansi 5%, maka kelompok dinyatakan ada perbedaan yang signifikan (Riwidigdo, 2009). Berdasarkan hasil ini diketahui apakah hipotesa yang diajukan diterima atau ditolak dengan ketentuan nilai keyakinan yang dipakai adalah 0,95 dan nilai kemaknaan α = 0,05. Jika p value < α, maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Gambaran Pengetahuan pada Penderita DM Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan tentang Perawatan Kaki Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan pada Penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Perawatan Kaki Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Kurang 8 53,3 Cukup 7 46,7 Baik 0 0,0 Jumlah 15 100,0 Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki sebagian besar dalam kategori kurang baik, yaitu sejumlah 8 orang (53,3%).
Perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal
Gambaran Pengetahuan pada Penderita DM Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan tentang Perawatan Kaki Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan pada Penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Perawatan Kaki Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Kurang 5 33,3 Cukup 9 60,0 Baik 1 6,7 Jumlah 15 100,0
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki sebagian besar dalam kategori cukup baik, yaitu sejumlah 9 orang (60,0%).
Analisis Bivariat Tabel 3 Perbedaan Pengetahuan pada Penderita diabetes mellitus di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan tentang Perawatan Kaki Mean Perlakuan n SD differences p-value differences Sebelum 15 -0,26667 0,11819 0,041 Sesudah 15 Berdasarkan Tabel 3 tersebut dapat diketahui bahwa skor beda rata-rata pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki sebesar 0,26667. Diperoleh pula nilai t hitung sebesar -2,256 dan nilai p value sebesar 0,041 < α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki. PEMBAHASAN Gambaran Pengetahuan pada Penderita DM Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan tentang Perawatan Kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dalam kategori kurang baik sejumlah 8 orang (53,3%). Pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum diberikan
pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dalam kategori kurang baik, dimana mereka tidak memanfaatkan perawatan kaki diabetik untuk mencegah terjadinya luka pada kaki (40,0%), saat memakai pelembab tidak dianjurkan untuk memijat kaki untuk meningkatkan aliran darah (33,0%) dan tidak menggunakan sepatu yang longgar (27,0%). Pengetahuan kurang baik tersebut disebabkan oleh keterbatasan informasi yang diperoleh penderita DM. Pengetahuan penderita DM tentang perawatan kaki diabetik masih kurang disebabkan informasi yang diterima sangat terbatas. Mereka tidak bersemangat dalam menggali informasi yang berkaitan dengan perawatan kaki bagi penderita diabetes. Mereka hanya mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan diabetes akan tetapi tidak mengetahui yang berkaitan dengan perawatan kaki. Informasi yang mereka terima ketika mengalami keluhan dan dikonsultasikan dengan tenaga kesehatan. Mereka tidak aktif menggali informasi lewat penyuluhan atau seminar-seminar tentang diabetes. Responden juga tidak aktif menggali informasi dari bukubuku, majalah ataupun internet. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah informasi. Informasi merupakan data yang telah diproses ke dalam
Perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal
5
suatu bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai nilai nyata dan terasa bagi keputusan saat ini atau keputusan mendatang, informasi yang datang dari pengirim pesan yang ditujukan kepada penerima pesan. Sumber informasi dapat diperoleh dari media cetak, seperti booklet, leaflet, poster, rubrik, dan lain-lain, media elektronik, seperti televisi, video, slaide, radio dan lain-lain dan non media, seperti didapat dari keluarga, teman, tenaga kesehatan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoadmojo, 2003). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Rahmawati et.,al (2011) yang berjudul hubungan antara sumber informasi dan pengetahuan tentang menstruasi dengan perilaku personal hygiene selama menstruasi siswi SMPN 1 Kebonarum Klaten. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara sumber informasi dengan pengetahuan tentang menstruasi (p value = 0,000, r = 0,783). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dalam kategori cukup baik sejumlah 7 orang (46,7%). Pengetahuan responden kategori cukup di mana responden mengetahui bahwa perawatan kaki pasien DM termasuk kebersihan diri (80,0%), pasien DM yang tidak dilakukan perawatan kaki dapat terjadi penebalan pada kaki (67,0%), bersihkan dan cuci kaki setiap hari dengan menggunakan air panas (73,0%) dan mengecek suhu air ketika ingin menggunakan, caranya dengan menggunakan kaki (73,0%). Pengetahuan responden tentang perawatan kaki dalam kategori cukup baik salah satunya didukung oleh faktor pengalaman mereka selama mengalami diabetes. Responden yang mengalami diabetes mellitus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang perawatan kaki dari pengalaman mereka ketika mengalami ulkus diabetetik. Mereka melakukan perawatan dengan pengawasan dokter hingga sembuh. Selama 6
menjalani proses perwatan tersebut mereka belajar langsung dari tenaga kesehatan dan pengalaman mereka sendiri. Selain itu, sebagian responden belajar dari pengalaman saudara atau teman yang mengalami ulkus diabetes. Mereka membantu perawatan atau menggali informasi secara langsung dari mereka yang sudah mengalami. Upaya yang mereka lakukan tersebut tersebut secara tidak langsung menambah pengetahuan tentang perawatan kaki untuk penderita diabetes. Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman ini merupakan sumber pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Semakin banyak pengalaman seseorang, maka semakin banyak usaha seseoarang untuk mengatasi suatu masalah. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Pengalaman masa lalu dan aspirasinya untuk masa yang akan datang mentukan perilaku masa kini (Notoadmodjo, 2003). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Hidayat (2011) yang berjudul hubungan pengetahuan dan pengalaman dengan keterampilan perawat dalam melakukan pengambilan darah arteri BGA di Ruang ICU/ ICCU RSUD Tugurejo Semarang. Berdasarkan hasil analisa data menggunakan analisa data dengan uji korelasi Product Moment Pearson yang didapatkan hasil nilai r hitung sebesar 0,435 untuk pengetahuan dan 0,489 untuk pengalaman (dari r tabel sebesar 0,361) dengan taraf signifikan sebesar 0,006 (dari p value sebesar 0,05). Gambaran Pengetahuan pada Penderita DM Setelah Diberikan Pendidikan Kesehatan tentang Perawatan Kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dalam kategori kurang baik, yaitu sejumlah 5 orang (33,3%). Pengetahuan responden setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dalam kategori kurang baik
Perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal
ditandai dengan mereka yang tidak mengetahui bahwa saat memakai pelembab dianjurkan untuk memijat kaki untuk meningkatkan aliran darah (33,0%),kuku kaki yang menusuk daging segera dibawa dokter (47,0%), menggunakan sepatu yang longgar (27,0%), sepatu harus terbuat dari bahan yang baik untuk mencegah terjadinya luka pada kaki (47,0%), periksa sepatu atau alas kaki sebelum memakainya agar tahu ada benda yang dapat melukai kaki atau tidak (47,0%), jika ada lecet, tutup luka atau lecet tersebut dengan kain kasa yang basah (47,0%). Pengetahuan tetang perawatan kaki tersebut salah satu diantaranya disebabkan oleh faktor pendidikan responden yang kurang baik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pendidikan responden yang tamat SMP sebanyak 7 orang (46,7%), tamat SMA sebanyak 7 orang (46,7%) dan tamat sarjana sebanyak 1 orang (6,7%). Hal tersebut menunjukkan sebagian besar pendidikan responden masih rendah yaitu SMP. Pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dalam kategori kurang baik dimana mereka tidak mengetahui perawatan kaki penderita DM secara langsung akan mempercepat terjadinya amputasi. Mereka juga tidak mengetahui bahwa mengeringkan kaki menggunakan kain bersih yang lembut sampai ke sela jari kaki serta memakai pelembab atau krim pada kaki, sampai melampaui jari kaki dan saat memakai pelembab, usahakan menggosok tetapi dianjurkan dengan cara memijat pada telapak kaki. Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, salah satunya adalah pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang klain maupun media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal akan tetapi dapat diperoleh dari pendidikan nonformal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga mendukung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tersebut (Erfandi, 2009). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Suherlin (2009) yang berjudul hubungan karakteristik dengan tingkat pengetahuan pria usia subur tentang gaya hidup yang mempengaruhi infertil di lingkungan Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji statistik diperoleh p=0,023 sehingga dinyatakan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dan pengetahuan, dan diperoleh nilai OR=0,25 yang artinya pendidikan tinggi memiliki peluang 0,15 kali dari pada pendidikan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dalam kategori cukup baik, yaitu sejumlah 9 orang (60,0%). Pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dalam kategori cukup di mana mereka mengetahui bahwa manfaat perawatan kaki diabetik adalah untuk mencegah terjadinya luka pada kaki (53,0%), perawatan kaki penderita DM secara langsung akan meningkatkan aliran darah ke kaki (60,0%), membersihkan dan cuci kaki setiap hari dengan menggunakan air panas (73,0%), memotong kuku lebih mudah dilakukan sebelum mandi, sewaktu kuku belum terkena air (53,0%), menggunakan pisau cukur atau
Perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal
7
pisau biasa untuk memotong kuku supaya tidak menyebabkan luka pada kaki (53,0), menggunakan kaos kaki dari bahan sintetis (53,0%) dan melakukan senam kaki secara rutin (60,0%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dalam kategori baik, yaitu sejumlah 1 orang (6,7%). Pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dalam kategori baik dimana mereka mengetahui bahwa perawatan kaki diabetes merupakan aktivitas sehari-hari yang dimulai dengan deteksi kelainan kaki, perawatan kaki merupakan aktivitas sehari-hari pasien DM termasuk perawatan rambut, latihan kaki termasuk perilaku perawatan kaki, perawatan kaki ini hanya bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping masukan atau input sendiri, juga dipengaruhi oleh materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat bantu atau alat peraga yang digunakan dalam proses pendidikan. Agar dicapai suatu hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Zuhri (2009) yang berjudul pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terhadap tingkat pengetahuan mengenai kehamilan dan persalinan usia dini pada remaja di SMA Muhammadiyah Gubug. Hasil analisis data menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terhadap tingkat pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan usia dini pada remaja di SMA Muhammadiyah Gubug, dengan hasil nilai pvalue = 0,000. Perbedaan Pengetahuan pada Penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan tentang Perawatan Kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum 8
Kabupaten Kendal sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki. Hal ini dilihat dari skor ratarata pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki sebesar 1,4667, sedangkan setelah diberikan intervensi sebesar 1,7333 dengan selisih ratarata 0,26667. Penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki hanya mengetahui perawatan kaki diabetes dilakukan setiap hari untuk deteksi kelainan kaki (73,0%), termasuk kebersihan diri (73,0%), apabila pasien DM tidak dilakukan perawatan kaki dapat terjadi penebalan pada kaki (73,0%), membersihkan dan cuci kaki setiap hari dengan menggunakan air panas (73,0%) dan mengecek suhu air ketika ingin menggunakan, caranya dengan menggunakan kaki (73,0%). Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki responden semakin bertambah pengetahuannya yaitu latihan kaki termasuk perilaku perawatan kaki (80,0%) dan perawatan kaki pada penderita DM dapat mempercepat terjadinya borok pada kaki (80,0%). Peningkatan pengetahuan penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum dan intervensi didukung oleh pemberian penyuluhan tentang perawatan kaki. Pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki bagi penderita diabetes dipilih oleh peneliti sebagai bantuan untuk masalah kehidupan dampak lanjutan dari DM dengan cara yang tepat. Pemberian intervensi ini diharapkan dapat mengubah perilaku penderita DM dalam upaya mencegah komplikasinya. Keberhasilan dari penelitian ini didukung oleh beberapa faktor diantaranya faktor kesiapan penyuluh atau penyaji. Peneliti dalam penelitian ini sekaligus sebagai penyuluh telah mempersiapkan materi yang disampaikan dan sudah menguasai materi yang dijelaskan. Selain itu, peneliti juga berpenampilan menarik yang dapat meyakinkan audien. Dalam pelaksanaan penyuluhan peneliti menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh audiens yaitu kombinasi antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah serta tidak banyak menggunakan istilah-istilah asing. Untuk membantu penerimaan ausiens peneliti
Perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal
berupaya mengeluarkan suara yang lantang sehingga mudah diterima diseluruh ruangan. Peneliti juga berupaya untuk meenyampaikan materi yang bervariatif dan tidak monoton dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada audiens sehingga tidak membosankan. Faktor lain yang mendukung kesuksesan penyuluhan ini adalah waktu penyuluhan sesuai dengan waktu yang diinginkan audien yaitu pagi hari setelah semua aktivitas pagi terselesaikan. Selain itu, tempat penyuluhan dilakukan di ruang yang luas sehingga semua audiens merasa nyaman dan tidak sumpek. Alat peraga juga dimanfaatkan untuk memperjelas masteri yang disampaikan sehingga mempermudah pemahaman sasaran. Peneliti juga menggunakan metode penyuluhan yang mudah dipahami audien yaitu kombinasi ceramah dan wawancara. Peneliti sudah mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan sistematika yang baik dan disusun dalam diagram atau skema dan menyiapkan alat-alat bantu berupa slide presentasi. Peneliti juga berhasil menguasai audien dengan sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak bersikap ragu–ragu, suara keras dan jelas, serta pandangan terus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan atau di tengah, tidak duduk, menggunakan alat bantu lihat semaksimal mungkin. Upaya yang dilakukan tersebut membuahkan hasil dengan meningkatnya pengetahuan responden tentang perawatan kaki pada penderita DM yaitu mengetahui bahwa latihan kaki termasuk perilaku perawatan kaki yang dapat mencegah terjadinya borok pada kaki. Tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien serta keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. Secara umum tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat di bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Menurut Walgito (2005), faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan, yaitu faktor penyuluh yaitu cukupnya persiapan, penguasaan materi yang dijelaskan, penampilan yang meyakinkan sasaran, bahasa yang digunakan dapat dimengerti oleh sasaran karena tidak banyak menggunakan istilahistilah asing, suara terlalu kecil, penyampaian
materi penyuluhan terlalu monoton sehingga membosankan. Faktor lain yang mendukung keseksesan perlakuan adalah proses penyuluhan, yaitu waktu penyuluhan sesuai dengan waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan dilakukan di ruang kelas dan tidak mengganggu proses pendidikan kesehatan yang dilakukan, jumlah sasaran yang mendengar penyuluhan tidak terlalu banyak sehingga mudah menarik perhatian dalam memberikan pendidikan kesehatan dan alat peraga dalam memberikan penyuluhan ditunjang oleh alat peraga yang dapat mempermudah pemahaman sasaran, metode yang digunakan tepat sehingga membosankan sasaran karena mendengarkan pendidikan kesehatan yang disampaikan serta bahasa yang dipergunakan mudah dimengerti oleh sasaran karena menggunakan bahasa keseharian sasaran. Faktor berikutnya yang mendukung keberhasilan perlakuan yang diberikan adalah metode. Metode yang sering digunakan dalam pendidikan kesehatan yaitu wawancara di mana penceramah menguasai materi dari yang akan diceramahkan. Penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi apabila disusun dalam diagram atau skema dan menyiapkan alat-alat bantu pengajaran berupa slide presentasi. Keberhasilan pelaksanaan ceramah juga didukung penguasaan sasaran ceramah, antara lain sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak boleh bersikap ragu–ragu dan gelisah, suara cukup keras dan jelas, pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan atau di tengah, tidak boleh duduk, menggunakan alat bantu lihat semaksimal mungkin (Walgito, 2005). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Wibowo (2006) yang berjudul pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan penderita diabetes mellitus (DM) tentang perawatan mandiri di rumah (studi kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Gribig Malang). Hasil dari penelitian tingkat pengetahuan penderita Diabetes sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah kurang baik (baik 0%, cukup baik 30%, kurang baik 30% dan sangat kurang baik 40%), tingkat pengetahuan penderita DM sesudah di berikan pendidikan kesehatan adalah baik (baik 80%, cukup baik 20%, kurang baik 0%, sangat kurang baik 0%) jadi
Perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal
9
terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan penderita DM tentang perawatan mandiri di rumah, dengan p value 0,000 (α = 0,05). KESIMPULAN Pengetahuan penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki sebagian besar dalam kategori kurang baik, yaitu sebanyak 8 orang (53,3%). Pengetahuan penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki sebagian besar dalam kategori cukup baik, yaitu sebanyak 9 orang (60,0%). Ada perbedaan pengetahuan pada penderita DM di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki, dengan p value sebesar 0,041 < α (0,05) SARAN
Atun. 2010. Diabetes Mellitus Memahami, Mencegah dan Merawat Penderita. Bantul : Kreasi Wacana Offset Dahlan. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam. Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika. Diah. 2012. Perencanaan Menu Untuk Penderita Diabetes Mellitus. Jakarta : Penebar Swadaya Erman, 2008. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : PT Rineka Cipta Hendromartono, 2006. Diabetes Mellitus di Indonesia, Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi 4., Jakarta: FK UI Hidayat. 2011. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Penerbit Salemba Medika Nabyl. 2012. Panduan Hidup Sehat : Mencegah dan Mengobati Diabetes Militus. Yogyakarta : Aulia publising. Notoatmodjo.2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Bagi penderita DM, hendaknya menambah pengetahuan tentang risiko terjadinya ulkus kaki diabetes dengan menggali informasi baik melalui tenaga kesehatan maupun media informasi sehingga dapat menghindari faktor-faktor risiko yang dapat mengakibatkan terjadinya kaki diabetes. Bagi Stikes Ngudi Waluyo, dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai data dasar pada pengembangan penelitian selanjutnya. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya lebih selektif dalam menentukan anggota sampel sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih optimal
Soebardi, 2006. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1864-1865.
DAFTAR PUSTAKA
Tapan. E. 2005. Penyakit Degeneratif. Jakarta : PT Elex Media Kompetindo
Arikunto. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta
10
Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I. 2013. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : Badan Penerbit FKUI Suyono, 2006.Diabetes melitus di Indonesia. Dalam Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal. 1874-5.
Wijayakusuma, H. 2008. Bebas Diabetes Mellitus ala Hembing. Jakarta : Puspa Swara.
Perbedaan pengetahuan tentang perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Desa Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal