HUBUNGAN KINERJA ANGGOTA TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DENGAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
JURNAL
DISUSUN OLEH : RIO AFANDI NIM.010214A065
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
0
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Rio Afandi Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK Sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit di 14 negara Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik terdapat infeksi nosokomial khususnya di Asia Tenggara sebanyak 10%. Salah satu faktor penyebab adalah perilaku perawat dalam pencegahan infeksi. Upaya untuk mengendalikan kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit yaitu dengan dibentuknya tim PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi). Tujuan anggota tim PPI yaitu untuk mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit. Penelitian ini merupakan deskriptif korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi seluruh perawat ruang rawat inap. Metode pengambilan sampel menggunakan metode proportional random sampling dengan hasil perhitungan jumlah sampel 59 perawat. Alat yang digunakan untuk penelitian yaitu lembar kuesioner. Uji statistik menggunakan korelasi chi-square. Hasil penelitian menunjukan sebanyak (44,1%) responden memiliki kinerja sedang, kinerja rendah (28,8%), dan kinerja tinggi (27,1%). Perilaku baik (69,5%) dan perilaku buruk (30,5%). Ada hubungan antara kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial ( p, 0,001, α = 0,005). Rumah sakit dapat meningkatkan kinerja anggota tim PPI melalui studi banding ke rumah sakit lain yang lebih baik dalam penanganan infeksi nosokomial sedangkan untuk perawat dapat diikut sertakan dalam pelatihan maupun seminar supaya memiliki perilaku baik yang sesuai dengan indikator pencegahan infeksi nosokomial. Kata kunci Kepustakaan
: Infeksi Nosokomial, Kinerja Tim PPI, Perilaku Perawat : 33 pustaka (2006 – 2015)
PENDAHULUAN Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan pada saat proses pemberian pelayanan kesehatan dalam kurun waktu 48 jam setelah dirawat baik itu dari lingkungan ataupun alat medis yang digunakan untuk melakukan tindakan medis. Tenaga medis serta pengunjung yang ada di rumah sakit sangat beresiko dalam terjadinya infeksi nosokomial yang merupakan infeksi yang didapatkan di rumah sakit saat proses dalam pemberian pelayanan kesehatan. Saat ini angka infeksi nosokomial terus meningkat di negara berkembang (Hakim, 2012). Suatu penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara Eropa, Timur
Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik terdapat infeksi nosokomial yang khususnya di Asia Tenggara sebanyak 10% (WHO, 2008). Di Indonesia angka kejadian infeksi nosokomial masih tinggi yaitu proporsi angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien sebesar 160.147 adalah 1.527 pasien (55,1%) (Depkes RI, 2008). Masih tingginya angka resiko terjadinya infeksi di rumah sakit maka perlu dilakkukan upaya untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah sakit dengan ditetapkanya pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI). PPI merupakan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
1
pembinaan, pendidikan dan pelatihan serta monitoring untuk pencegahan dan pengendalaian infeksi. Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPI) sangat penting karena menggambarkan mutu dalam pelayanan di rumah sakit (Kemenkes RI, 2010). Tim PPI (pencegahan dan pengendalian infeski) dibentuk berdasarkan kaidah organisasi yang miskin struktur dan kaya fungsi dan dapat menyelenggarakan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara efektif dan efisien. Efektif dimaksud agar sumber daya yang ada di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan (Depkes RI, 2008) yaitu antara lain dilaksanakan oleh IPCO (infection prevention control officer), IPCN (infection prevention control nurse), dan IPCLN (infection prevention control link nurse). Menurut Griffits (2008) IPCO / Infection Prevention and Control Officer memiliki fungsi yaitu Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi antibiotika, Berkerjasama dengan Perawat PPI memonitor kegiatan surveilans infeksi dan mendeteksi serta menyelidiki KLB, membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan dengan prosedur terapi, Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien, Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pencegahan dan pengendalian infeksi. Selain IPCO (infection prevention control officer), masih ada ada IPCN (infection prevention control nurse) yang memiliki fungsi antara lain mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di lingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan memonitor pelaksanaaan PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi), kewaspadaan isolasi (Griffits, 2008). Hal itu semua merupakan pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi yaitu area utama dari pengontrolan kualitas dan manajemen
risiko. Penerapan ini merupakan integrasi dari berbagai teori tentang pencegahan dan pengendalian infeksi serta management dalam mengelola berbagai sumber daya yang ada serta pendekatan yang dinilai untuk menilai suatu program (Nugraheni, 2012). Keberhasilan program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit ditunjukan dengan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang paling utama adalah perawat karena perawat merupakan petugas yang paling sering kontak dengan pasien (Guidance, 2013). Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi perawat dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik serta mampu untuk berperan serta dalam upaya menurunkan terjadinya suatu infeksi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan Herpan (2012) yaitu bahwa perilaku perawat mempengaruhi upaya pencegahan dan pengendalian yang ada di pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit karena dengan adanya peran serta perawat dalam melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi yang ada di rumah sakit akan mempengaruhi dalam hasil sebagai salah satu tujuan untuk upaya pencegahan. Tindakan pencegahan yang dilakukan perawat dalam upaya pengendalian infeksi harus diterapkan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi resiko infeksi pada pasien maupun pada petugas kesehatan lainnya yang ditularkan melalui darah, cairan tubuh ataupun mediator lainnya (Government, 2010). Berikut termasuk upaya yang perlu dilakukan perawat dalam pencegahan resiko infeksi adalah selalu menjaga kebersihan tangan, kebersihan diri petugas kesehatan dan pasien, penanganan linen dan peralatan perawatan pasien dengan tepat, pengontrolan lingkungan, penanganan benda-benda tajam, dan penempatan pasien selama dalam fasilitas kesehatan, serta penggunaan alat pelindung diri (Personal Protective
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
2
Equipments), seperti sarung tangan, apron dan masker (WHO, 2008). Penggunaan alat-alat perlindung diri seperti sarung tangan, apron dan masker serta tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan dapat mencegah rantai penularan infeksi yang terjadi dalam proses pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit. Namun, perlu cara agar perawat paham dan mampu berperan dalam upaya pencegahan tersebut (Governmen, 2010). Salah satu cara untuk meningkatkan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial maka ada kebijakan manajemen yang dibuat oleh tim pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) antara lain kebijakan kewaspadaan infeksi yaitu kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD), peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen (Depkes RI, 2008) Seluruh tindakan tersebut harus sesuai dengan SPO (standar procedur operational) baik itu dalam mencuci tangan, penggunaan alat medis, serta dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ada dirumah sakit yang sudah ditetapkan supaya nantinya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dapat bertolak ukur terhadap SPO yang sudah ada dan dapat mematuhinnya. Namun, hal tersebut tentu tidak mudah karena harus ada tanggung jawab yang diemban oleh perawat dalam mematuhi peraturan yang sudah ada untuk melaksanakan standar dalam upaya pencegahan (Nugraheni, 2012). Hal tersebut diharapkan akan mampu memberikan dampak yang besar bagi perilaku seluruh tenaga medis khususnya perawat dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dalam memberikan pelayanan kesehatan serta upaya pencegahan infeksi di rumah sakit (Kemenkes RI, 2011). Adanya upaya tersebut harus diimbangi dengan adanya pengawasan oleh Tim pengendali infeksi yang memiliki tugas sedemikian agar dapat dikontrol sesuai dengan tujuan yang dibuat
sebelumnya agar nantinya dapat benarbenar memberikan manfaat yang baik bagi rumah sakit ataupun pelayanan yang ada dirumah sakit (Jo Tropea, 2008). Dari hasil survey studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa untuk Tim PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi) yaitu Tim PPI di RSUD Ambarawa terdiri dari IPCO (infection prevention control officer) yaitu yang dijabat oleh dokter, IPCN (infection prevention control nurse) yaitu 3 orang perawat yang bertugas untuk berkeliling di tiap ruangan untuk mengontrol serta mengawasi kegiatan atau laporan tentang kejadian infeksi nosokomial, dan IPCLN (infection prevention control link nurse) yaitu seorang perawat yang ada di masingmasing ruangan keperawatan dan melaporkan kejadian atau ketidakpatuhan tenaga kesehatan dalam mencegah infeksi nosokomial dan untuk hasil observasi 5 perawat terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial antara lain dalam mengganti flabot infus perawat tidak menggunakan sarung tangan, saat akan melakukan tindakakan keperawatan perawat tidak melakukan cuci tangan terlebih dahulu dan langsung memakai sarung tangan, tidak menggunakan masker saat akan berinteraksi dengan pasien gangguan sistem pernafasan ataupun bukan, tidak memperhatikan dalam membuang sampah medis yang sesuai dengan label tempat sampah tersebut. Selain itu, dari laporan pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) didapatkan data angka kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa pada bulan Juli-Desember yaitu sebesar 0,52% atau sekitar 37 kejadian dari 6790 pasien yang telah dilakukan perawatan. (SPM RSUD Ambarawa, 2014). Adanya tim PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi) di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa yang dibentuk untuk menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial memiliki kinerja yang baik, hal itu dapat dilihat dari hasil observasi
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
3
yang dilakukan yaitu tim PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi) sudah menjalankan kinerjanya dengan baik melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pembinaan, serta evaluasi seharusnya dapat diimbangi oleh hasil (out come) yang baik pula untuk perilaku perawat. Namun, dari hasil obsevasi didapatkan masalah bahwa dengan adanya kinerja yang dilakukan oleh tim PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi) menunjukan bahwa perilaku perawat masih buruk terhadap pencegahan infeksi nosokomial, hal itu terbukti karena masih banyaknya perawat yang mengabaikan pentingnya tindakan pencegahan melalui tindakan-tindakan dalam memberikan pelayanan perawatan seperti kebersihan tangan, pengelolaan sampah, pengelolaan alat medis serta yang lainnya. Adanya kesenjangan yang terjadi antara kinerja tim PPI dengan perilaku perawat dalam mencegah infeksi nosokomial maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yaitu adakah “Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa?”. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional. Deskriptif korelasional dalam penelitian ini adalah menggambarkan fenomena yang terjadi pada dua variabel penelitian yang diteliti yaitu kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Cross sectional dalam penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan atau korelasi antara dua variabel yang diteliti yaitu kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa.
HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat 1. Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kinerja Tim Pengendalian Infeksi di RSUD Ambarawa, 2015 Kinerja Tim PPI Rendah Sedang Tinggi Jumlah
2.
Pencegahan
Frekuensi
Persentase (%)
17 26 16 59
28,8 44,1 27,1 100,0
dan
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 59 responden tim pencegahan dan pengendalian infeksi, lebih banyak responden memiliki kinerja yang sedang, yaitu sejumlah 26 responden (44,1%). Perilaku Perawat Dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSUD Ambarawa, 2015 Perilaku Perawat Buruk Baik Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
18 41 59
30,5 69,5 100,0
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
4
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 59 responden perawat tim pencegahan dan pengendalian infeksi, sebagian besar responden memiliki perilaku yang baik dalam pencegahan dan pengendalian infeksi, yaitu sejumlah 41 responden (69,5%). B. Analisis Bivariat Analisis bivariat pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan kinerja tim pencegahan dan pengendalian infeksi dengan perilaku perawat terhadap infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Untuk mengetahui hubungan ini digunakan uji Chi Square dimana hasilnya disajikan berikut ini. Tabel 4.3 Hubungan antara kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa, 2015 Kinerja Anggota Perilaku Perawat p2 Tim PPI value Buruk Baik Total f % f % f % Rendah 11 64,7 6 35,3 17 100 13,385 0,001 Sedang 5 19,2 21 80,8 26 100 Tinggi 2 12,5 14 87,5 16 100 Jumlah 18 30 41 69,5 59 100 Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa perawat yang memiliki kinerja rendah sebagian besar memiliki perilaku yang buruk terhadap Infeksi Nosokomial sejumlah 11 orang (64,7%). Perawat yang memiliki kinerja sedang sebagian besar memiliki perilaku yang baik terhadap Infeksi Nosokomial sejumlah 26 orang (80,8%). Sedangkan perawat yang memiliki kinerja tinggi sebagian besar memiliki perilaku yang baik terhadap Infeksi Nosokomial sejumlah 14 orang (87,5%). Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai korelasi 2 = 13,385 dengan p-value 0,001. (α = 0,05) maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. PEMBAHASAN A. Analisa Univariat 1. Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dari penelitian yang telah dilakukan pada kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi didapatkan hasil yaitu responden yang mendapatkan kinerja sedang sebesar 26 responden dengan presentase 44,1%, sedangkan untuk responden yang mendapatkan hasil kinerja rendah sebesar 17 responden dengan presentase 28.8 % serta untuk responden yang mendapatkan hasil kinerja tinggi memiliki frekuensi 16 responden dengan presentase 27.1 % atau menjadi presentase terendah diantara tiga kategori yang ada.
Dari hasi observasi serta wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi yang ada Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa didapatkan hasil yaitu masalah yang menyebabkan kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi pada tingkat kinerja sedang adalah adanya beberapa program yang belum bisa dijalankan oleh anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga menyebabkan kurang optimalnya kinerja pada anggota tim tersebut. Hasil tersebut tentu menjadi sebuah gambaran kinerja tim pencegahan dan pengendalian infeksi yang ada di Rumah Sakit Umum
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
5
Daerah Ambarawa. Selain itu, dilihat dari kinerja tim PPI selama ini tentu itu menjadi hal yang wajar karena anggota tim sendiri memang sudah melaksanakan kegiatan pengendalian dan pencegahan infeksi walaupun ada beberapa program yang belum bisa dilaksanakan oleh anggota tim PPI tetapi mayoritas sudah dilaksanakan seperti kinerja berupa kegiatan mensosialisasikan kepada seluruh perawat terkait hal seperti penggunaan alat pelindung diri, mengajarkan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan, etika batuk, penggolongan sampah, pengelolaan linen, pemrosesan alat perawatan dan tentu juga melalui upaya pengawasan yang dilakukan oleh tim PPI dengan kontrol ke masing-masing ruang perawatan setiap hari untuk megontrol kegiatan pencegahan infeksi nosokomial yang dilakukan oleh seluruh tenaga medis dan non medis terutama perawat agar mau mematuhi peraturan yang ada. Tidak hanya itu, melihat hasil jawaban responden untuk kuesioner kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi yang telah dibagikan oleh peneliti maka akan tampak sekali jawaban yang begitu beragam dari masing-masing pertanyaan. Namun, untuk pertanyaan nomor 12 yang berisi tentang apakah tim pencegahan dan pengendalian infeksi memprakarsai penyuluhan bagi pengunjung tentang infeksi nosokomial oleh perawat yaitu didapatkan hasil 64 % responden menjawab kadang-kadang yang artinya anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa selama ini menjalankan salah satu tugasnya tidak secara optimal sehingga dapat memotivasi perawat untuk melakukan pencegahan infeksi nosokomial yang ada di lingkup yang lebih kecil yaitu ruang perawatan.
Sedangkan untuk jawaban tidak pernah terdapat 37 % responden yang mejawab pada pengisian lembar kuesioner kinerja anggota tim PPI di pertanyaan nomor tiga yang berisikan tentang pertanyaan apakah tim pencegahan dan pengendalian infeksi memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari petugas kesehatan ke pasien. Hal itu tentu menjadi perhatian tersendiri bagi tim PPI terkait kinerjanya untuk melakukan monitoring terhadap kesehatan perawat mengingat infeksi nosokomial dapat terjadi dalam proses pemberian asuhan keperawatan. Dari hasil penelitian berbeda yang dilakukan oleh Dewi Lelonowati pada tahun 2015 dengan judul faktor penyebab kurangnya kinerja surveilens infeksi nosokomial di RSUD Dr.Iskak Tulungagung juga menunjukkan hasil yaitu salah satu penyebab masalah rendahnya kinerja tim pencegahan dan pengendalian infeksi adalah kurangnya sosialisasi program kepada tim pencegahan dan pengendalian infeksi baik itu (IPCN maupun IPCLN) sebagai pelaksana surveilens infeksi nosokomial di lapangan. Hal ini terjadi karena jarangnya dilakukan sosialisasi program melalui pelatihan yang berkaitan dengan bimbingan teknis maupun administrasi program surveilens infeksi nosokomial, kurangnya dukungan dan komitmen manajemen rumah sakit serta belum berperanya fungsi pengawasan dan koordinasi dari komite dan tim PPI. Kinerja sendiri dapat diartikan sebagai tingkat pencapaian hasil kerja kelompok orang dalam organisasi pada suatu periode waktu tertentu, sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi, dan dilakukan secara legal, tidak melanggar hukum, sesuai dengan
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
6
moral dan etika yaitu dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan memperhatikan cost effectiveness (Soemohadiwidjojo, 2015) dan (Depkes RI, 2008). Menurut Soemohadiwidjojo (2015) dalam sebuah sistem kinerja terdapat beberapa elemen kunci yang harus diterapkan yaitu perencanaan dan penetapan tujuan, proses organisasi telah terdefinisi dengan jelas, pengembangan indikator kuantitatif dan kualitatif yang relevan dengan tujuan organisasi, pemantauan dan pelaporan hasil kinerja secara formal, serta adanya upaya perubahan (perbaikan dan peningkatan) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya elemen kunci tersebut tentu akan menghasilkan suatu kinerja yang baik dimana dalam pokok bahasan ini adalah menyangkut kinerja anggota tim dalam mencegah dan mengendalikan infeksi yang ada di rumah sakit. 2. Perilaku Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil yaitu sebesar 41 responden atau sekitar 69.5% perawat yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa memiliki perilaku baik terhadap pencegahan infeksi nosokomial. Sementara untuk perawat yang memiliki perilaku buruk terhadap pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Daerah Ambarawa yaitu sebesar 18 responden atau sekitar 30.5 %. Dengan angka persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku perawat di Rumah Sakit Daerah Ambarawa mayoritas memiliki perilaku yang baik terhadap pencegahan infeksi nosokomial.
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa didapatkan hasil yaitu hal yang memungkinkan terdapatnya 30.5% perilaku perawat buruk adalah adanya tahap renovasi yang terjadi dibeberapa ruangan perawatan sehingga menyebabkan kurang maksimalnya perawat dalam menggunakan fasilitas yang ada. Selain itu, didalam beberapa ruang juga masih memiliki satu washtafel sehingga apabila keran macet maka perawat tidak bisa mencuci tangan sebelum ataupun sesudah melakukan tindakan keperawatan. Sedangkan untuk perilaku baik perawat yang mencapai 69.5% ini tidak lepas dari adanya upaya baik yang dilakukan oleh perawat dalam mencegah infeksi nnosokomial dalam melakukan proses keperawatan seperti patuh terhadap penggunaan alat pelindung diri, melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan, melalukan pengelolaan linen dengan baik serta melakukan tindakan pemrosesan perawatan secara baik dan benar. Beberapa hal tersebut jika dilakukan secara baik oleh tenaga medis terutama perawat akan menekan angka kejadian infeksi nosokomial yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Selain itu, jika dilihat dari hasil yang didapatkan dari jawaban responden terkait dengan kuesioner perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial didapatkan jawaban sangat sering dan sering adalah jawaban yang paling mendominasi pada setiap pertanyaan sehingga sangat wajar jika dari hasil penelitian yang didapatkan dari variabel perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial menunjukan perilaku perawat yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa mayoritas memiliki perilaku yang baik dengan persentase
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
7
sekitar 69,5%. Hal ini tentu menjadi dasar bahwa perawat yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa dalam melakukan proses keperawatan sudah sesuai dengan standar prosedur operasional yang ada sehingga dapat sejalan dengan upaya yang dilakukan perawat dalam mencegah kejadian infeksi nosokomial pasien dalam memberikan asuhan keperawatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Liza Salawati pada tahun 2014 dengan judul analisa tindakan keselamatan dan kesehatan kerja perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial di ruang ICU RSUD Dr.Zainol Abidin Banda Aceh didapatkan hasil perawat ICU bekerja tidak sesuai dengan SOP seperti masker yang telah digunakan digantung di leher (100%), tidak mencuci tangan sebelum menggunakan sarung tangan (90,9%), tidak mencuci tangan sebelum kontak lansung dengan pasien (86,4%), dan tidak mencuci tangan dengan antiseptik sebelum menangani pasien rentan terhadap infeksii (45,5%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang ada di ruang rawat inap Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang yang menunjukan hanya 55,4% kinerja klinis perawat dalam kategori baik. Selain itu perawat ICU RSUD Dr.Zainoel Abidin Banda Aceh 72,7% pernah mengikuti pelatihan mengenai pengendalian infeksi nosokomial seperti urinary trac infection surgical sidk infection, ventilator associated pneumonia dan infection control. Sementara itu menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007) sebelum seseorang dapat mengadopsi perilaku maka ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku itu sendiri antara lain faktor predisposisi (predisposing factor) faktor ini anatara lain meliputi pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai, faktor pendukung (enabling factor) faktor ini meliputi fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan sera faktor pendorong (reinforcing factor) yang meliputi antara lain sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat itu sendiri. Adanya faktor tersebut tentu dapat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku sesuai dengan tujuan yang ada pada sebuah kelompok atau individu tertentu yang nantinya akan berdampak baik atau buruk pada lingkungan. Selain itu, menurut Rogert (1974) dalam Maulana (2009) mengungkapkan bahwa individu mengadopsi perilaku baru, maka akan terjadi proses secara berurutan dalam dirinya, proses ini disebut AIETA, meliputi awareness (individu menyadari/mengetahui adanya stimulus/objek), interest (orang mulai tertarik dengan stimulus), evaluation (menimbang baik buruknya stimulus bagi dirinya), trial (orang mulai mencoba perilaku baru), dan adoption (orang mulai berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus). B. Analisa Bivariat 1. Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai korelasi 2 = 13,385 dengan p-value 0,001 yang artinya p-
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
8
value 0,001 < 0,005 sehingga Ho ditolak. Selain itu, jika dilihat dari tabel 4.3 terlihat bahwa pada kinerja tinggi dengan perilaku baik memiliki frekuensi sebesar 14 responden dengan persentase 87,5%, kinerja sedang dengan perilaku baik memiliki frekuensi sebesar 21 responden dengan persentase 80,8%, kinerja rendah dengan perilaku perawat yang buruk memiliki frekuensi sebesar 11 responden dengan persentase 64,7%, kinerja rendah dengan perilaku baik memiliki frekuensi 6 responden dengan persentase 35,3%, kinerja sedang dengan perilaku perawat yang buruk memiliki frekuensi sebesar 5 responden dengan persentase 19,2%, dan untuk kinerja tinggi dengan perilaku buruk memiliki frekuensi sebesar 2 responden dengan persentase 12,5%. Untuk. Hasil tersebut tentu menjadi hal yang perlu diperhatikan bawasannya kinerja memang memiliki hubungan yang besar terhadap perilaku yang dalam penelitian ini adalah perilaku perawat dalam mencegahan infeksi nosokomial. Adanya hubungan pada kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial tentu dapat dilihat dari kinerja anggota tim PPI yang memilliki fungsi seperti melakukan sosialisasi kepada seluruh tenaga medis terutama perawat dalam melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial meliputi tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan, pemakaian alat pelindung diri, pengelolaan linen, penggolongan pembuangan sampah medis non medis, serta pemrosesan alat perawatan sebelum dan sesudah penggunaan yang nantinya hal ini akan diterapkan oleh perawat dimasing-masing ruangan sehingga
dapat menekan angka kejadian infeksi nosokomial. Terlepas dari sosialisasi yang dilakukan oleh anggota tim PPI, disini juga terdapat hal penting yang dilakukan oleh tim PPI yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial seperti kunjungan yang dilakukan oleh anggota tim PPI setiap hari ke masing-msing ruangan sehingga dapat memacu perawat untuk selalu patuh terhadap peraturan yang ada dan selain itu anggota tim PPI juga tegas terhadap seluruh pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh perawat salah satunya apabila ada yang melanggar maka akan mendapatkan teguran serta sanksi dari anggota tim PPI secara langsung sehingga membuat seluruh tenaga medis terutama perawat akan termotivasi untuk tidak melanggar ketentuan yang ada dan hal tersebut tentu akan menimbulkan perilaku perawat yang baik terhadap upaya pencegahan infeksi nosokomial. Hal tersebut tentu sejalan dengan tujuan dari tim PPI terhadap hasil kinerja yang ada di Rumah Sakit yaitu dengan adanya kinerja tinggi yang dilakukan oleh anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi dalam melaksanakan tugasnya untuk memberikan berbagai bimbingan baik itu secara praktik ataupun sosialisasi kepada seluruh tenaga medis terutama perawat untuk mencegahan infeksi nosokomial yang ada dirumah sakit maka akan menghasilkan perilaku perawat yang baik dalam mencegah infeksi nosokomial. Pendapat peneliti tersebut diperkuat dengan teori yang menyatakan bahwa secara positif perilaku seseorang akan berpengaruh terhadap kinerja (Koesmono, 2005) dalam (Ismaniar, 2015). Terlepas dari hal tersebut, menurut Sabarguna (2008) ada beberapa aspek yang penting dalam manajemen sistem kinerja antara lain
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
9
adanya keterkaitan yang luas antara hasil kerja dengan proses yang berlangsung, teknologi informasi dapat menggambarkan keterkaitan secara lebih jelas dan mudah, seperti keterkaitan “bonus” dengan pencapaian jumlah pelayanan, sistem informasi dengan bantuan model dapat melakukan proyeksi sebagai prediksi kinerja dimasa datang, dan model dapat disiapkan untuk mensimulasikan perubahan yang terjadi dan akibat bagi kinerja yang akan dicapai. Pelaksanaan tugas serta fungsi yang ada pada tim pencegahan dan pengendalian infeksi sendiri tentu tidak lepas dengan hasil akhir dari tujuan terbentuknya tim PPI tersebut yaitu menekan angka kejadian infeksi nosokomial serendah mungkin dengan berbagai upaya yang ada salah satunya yaitu dengan merubah perilaku tenaga kesehatan terutama perawat karena perawat adalah tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan pasien pada saat proses keperawatan di ruang perawatan agar memiliki perilaku yang baik dan sesuai dengan standar perilaku untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial. Sementara itu, menurut Nurdin (2011) standar perilaku yang berlaku pada setiap sistem sosial-budaya mencakup konsep baik-buruk ideal dari universal behavior trait pada area sempit di ujung yang berlawanan. Dengan kata lain, manusia hanya menyepakati kriteria perilaku yang sangat ideal dan ideal, serta perilaku yang sangat buruk dan buruk, sedangkan area lain yang cukup luas mencakup perilaku yang dapat ditoleransi sehingga setiap sistem sosial-budaya mempunyai kriteria yang berbeda-beda. Perilaku yang dapat ditoleransi di suatu sistem sosial-budaya tidak selalu dapat ditoleransi di sistem sosial-budaya lain dan ketidaksesuaian ini harus disikapi secara bijaksana di era
globalisasi ketika semua hal yang terjadi di dalam suatu sistem dengan cepat tersebar ke sistem lain. Menurut Maulana (2013) meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), tetapi dalam memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama, tetapi respon akan setiap orang akan berbeda tergantung dari faktor determinan perilaku yang dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor internal meliputi sifat bawaan (given) seperti ras, sifat fisik, sifat kepribadian, bakat bawaan, tingkat kecerdasan, dan jenis kelamin. Sedangkan untuk faktor eksternal perilaku meliputi lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Faktor tersebutlah yang mempengaruhi seseorang untuk berprilaku sehingga hal tersebut menunjukan betapa kompleks dan uniknya perilaku manusia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Leonardo Wibawa Permana dengan judul analisa pelaksanaan tugas dan fungsi panitia pengendalian infeksi nosokomial pelayanan kesehatan Sint Carolus Jakarta didapatkan hasil bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi pengendalian infeksi rendah. Hal ini dibuktikan dengan pemahaman yang rendah tentang struktur organisasi. Pemahaman yang rendah tentang uraian tugas dan wewenang berakibat rendahnya pelaksanaan uraian tugas dan wewenang itu, pelaksanaan pengembangan dan pendidikan staf juga rendah, pengetahuan dan keterlibatan anggota pengendalian infeksi dalam kegiatan pengendalian infeksi, dalam pelaksanaan ketentuan yang berkaitan dengan organisasi dan manajemen pengendalian infeksi juga rendah.
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
10
KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Kinerja sedang sebanyak 26 responden (44,1%), kinerja rendah sebanyak 17 responden (28,8%), dan kinerja tinggi sebesar 16 responden (27,1%). 2. Perilaku baik sebanyak 41 responden (69,5%) sedangkan perilaku buruk 18 responden (30,5%). 3. Ada hubungan antara kinerja anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di RSUD Ambarawa (pvalue 0,001, α = 0,005). B. Saran 1. Bagi Rumah Sakit Pihak rumah sakit dapat meningkatkan kinerja anggota tim PPI melalui studi banding ke rumah sakit lain yang lebih baik dalam penanganan infeksi nosokomial sedangkan untuk perawat dapat diikut sertakan dalam pelatihan maupun seminar supaya memiliki perilaku yang baik sesuai dengan indikator pencegahan infeksi nosokomial. 2. Bagi Institusi Pendidikan Seluruh staf pengajar dapat mensosialisasikan hasil penelitian ini kepada seluruh mahasiswa bahwa dalam penelitian ini perilaku perawat merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya infeksi nosokomial sehingga dilahan praktik dapat diterapkan untuk berperilaku baik dalam pencegahan infeksi nosokomial seperti cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan serta penggunaan alat pelindung diri. 3. Bagi Penelitian Peneliti selanjutnya dapat meneliti masalah berbeda pada perilaku perawat seperti meneliti faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit.
4. Bagi Responden Anggota tim pencegahan dan pengendalian infeksi dapat mengevaluasi program-program yang mungkin belum bisa dilaksanankan sehingga akan meningkatkan kinerja dari tim itu sendiri sedangkan untuk perawat dapat meningkatkan perilakunya dalam pencegahan infeksi nosokomial dengan cara mengikuti pelatihan baik yang diadakan oleh rumah sakit ataupun oleh pihak luar rumah sakit. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. Asmadi. 2008. Konsep Keperawatan. Penerbit Kedokteran. EGC. Jakarta.
Dasar Buku
Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial : Problematikan & Pengendaliannya. Salemba Medika. Jakarta. Depkes RI. 2008. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta Garna, Herry.2012. Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis. Sagung Seto. Jakarta. Government, Australian. 2010. Australian Guidelines For the Prevention and Control of Infection in Healthcare. www.ag.gov.au/cca. Griffiths, Peter. Renz, Anna. & Raferrty, Anne Marie. 2008. The Impact of Organisation and Management Factors on Infection Control in Hospital : a Scoping Review. London. Guidance, Interim. 2013. Infection Prevention and Control During Health Care For Probable or Confirmed Cases.
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
11
Hakim Nasution, Lukmanul. 2012. Infeksi Nosokomial. Sumatera Utara. Herpan, Yuniar Wardani. 2012. Analisis Kinerja Perawat Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial Di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. KES MAS Vol.6, No. 3. Hipkabi. 2014. Buku Pelatihan DasarDasar Keterampilan Bagi Perawat Kamar Bedah. Hipkabi Press Jakarta. Ismainar, Hetty. 2015. Manajemen Unit Kerja. Untuk Keperawatan Dan Kebidanan. CV Budi Utama. Jogjakarta Jo Tropea, Brand, Coroline & Roberts, Carol. 2008. A National Stakeholder Review Of Australian Infection Control Program : The Scope of Practice of The Infection Control Profesional. Clinical Epidimiologi & Health Service Evaluation Unit Royal Melbourne Hospital Kemenkes RI. 2010. Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit. Kemenkes RI. 2011. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial Merupakan Unsur Patient Safety. www.depkes.go.id. Lelonowati, Dewi. 2015. Faktor Penyebab Kurangnya Kinerja Surveilens Infeksi Nosokomial di RSUD Dr. Iskak Tulungagung. Maulana, Heri D.J.2009. Kesehatan. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta.
Promosi Buku
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan : Edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta. Nugraheni, Ratna. 2012. Infeksi Nosokomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Jateng. Nurdin, Adnil Edwin. 2011. Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Permana, Leonardo Wibawa. 2008. Analisis Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial Pelayanan Kesehatan Sint Corolus Jakarta. Jakarta. Perry
& Potter. 2009. Fundamental Keperawatan. Penerjemah Adriana Ferderika Nggie : Buku 1 edisi 7. Elsevier. Singapore.
Perry
& Potter. 2009. Fundamental Keperawatan. Penerjemah Adriana Ferderika Nggie : Buku 2 edisi 7. Elsevier. Singapore.
Priharjo, Robert.2008. Konsep dan perspektif Praktik Keperawatan Profesional. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Sabarguna, Boy S. 2008. Manajemen Kinerja Pelayanan Rumah Sakit. Sagung Seto. Jakarta. Sabarguna, Boy S. 2009. Manajemen Rumah Sakit: Buku Pegangan Mahasiswa.Sagung Seto. Jakarta. Salawati, Liza. 2014. Analisis Tindakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Perawat Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Ruang ICU RSUD DR. Zainoel Abidin Banda Aceh. Aceh. Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
12
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Jakarta. WHO. 2008. Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Prosedur Khusus di Fasilitas Kesehatan. WHO. 2014. Infection Prevention and Control (IPC) Guidance Summary.
Hubungan Kinerja Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengan Perilaku Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
13