Dari Abu Hurairah r.a. : Rasulullah Saw bersabda : "Ketika seorang laki-laki sedang dalam perjalanan, ia kehausan. Ia masuk ke dalam sebuah sumur yang curam, lalu minum di sana. Kemudian ia keluar. Tiba-tiba ditemuinya seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dan menjilat-jilat tanah karena kehausan. Orang itu berkata : Anjing ini sedang merasakan apa yang telah saya rasakan. Lalu ia turun kembali ke sumur itu, memenuhi sepatunya dengan air, mem-. bawanya keatas dengan menggigit sepatu itu. Allah berterimakasih kepadanya dan mengampuni dosanya". Para sahabat bertanya : Hai Rasulullah! Kalau kami mengasihi binatang apakah kami memperoleh pahala? Beliau bersabda : "Setiap hati yang pengasih mendapat pahala. (HR. Bukhari)
Kupersembahkan untuk : Ayah, ibu, kakak-kakak serta adikku yang terkasih.
I
PARVOVIRUS PADAANJING
S K R I PSI
oleh ENDANG ISTI WINDARWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 9 S 5
RINGKASAN ENOANG 15Tl WINOARWAT1. wah bimbingan DRH.
Par va virus pada anjing.
,(Oi ba-
SUNARYA PRAWIRADISASTRA MVSc.).
Tujuan dari penu1isan ini adalah untuk mengsna1 penyakit Parvavirus pads anjing, sshingga dapat dilakukan tindakan untuk mengurangi ksjadian psnyakit. Penyakit ini menyerang anjing dari semua umur dan dari semua jenis anjing, ssrta bersifat sangat msnular dan sukar untuk diobati. Gejala yang menonjol dari penyakit ini adalah muntah dan diars, dimena muntahan msngandung busa dan diarsnya bsrdarah atau bercampur lendir. Dalam msndiagnosa penyakit ini harus hati-hati katena gejaIa-geja1anya tidak spesifik dan mirip dengan penyakit-psnyakit yang disebabkah oleh agen 1ainnya. Pengobatan tidak ada yang spesifik, hanya merupakan terapi simptomatik saja. lakukan
~encegahan
kukan vaksinasi.
Oleh karena itu lebih baik me-
sebelum hewan sakit yaitu dengan mela-
RIWAYAT HIDUP Penulis adalah putra kelima dari enam bersaudara, dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 26 Mei 1961 dari ibu yang bernama Tati Sukati dan ayah bernama R.
Soedarto.
Lulus dari SD Kanisius di Yogyakarta tahun 1973, luIus SMP Negeri I di Yogyakarta tahun 1976 serta lulus SMA Negeri VI di Yogyakarta tahun 1980. Terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 1980, dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan pada tahun 1981.
Tahun 1983 menjadi asisten pada ma-
ta ajaran Parasitologi bagian Entomolo9i.
Selanjutnya
pada tanggal 1 Agustus 1984 dinyatakan lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan.
PARVOVIRU5 PAOA ANJING
Oleh
ENOANG 15Tl WINOARWATl
5kripsi sebagai salah satu syarat untuk memperaleh gelar Oak t er Hewan pada Fakultas Kedakteran Hewan, Institut Pertanian Bogar
FAKUlTA5 KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT
PERTANIAN BDGDR
BOG 0 R 19B5
PARVOVIRUS PAOA ANJING
Oleh,
ENDANG IST1 WINDARWAT1 Sarjana Kedokteran Hewan 1984
B. 170529
5kripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh :
(ORH.
5UNARYA PRAWIRADISA5TRA MIlSc.)
Dosen jurusan klinik
KA TAP ENGANT AR Assalamu'alaikum wr.
wb.
Alhamdulillah, dengan inayah dan hidayah Allah SWT. penulis telah dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun dalam penyelesaiannya tidak sedikit penulis temui kesulitan-kesulitan. P.enulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hawan, Institut Pertanian Bogar. Pada kasempatan ini penulis menyampaikan ucapan tarima kasih kepada 8apak Drh.
Sunarya Prawiradisastra MVSc.
salaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini. Kepada seluruh staf dan karyawan di lingkungan FKHIPB, penulis ucapkan terima kasih atas bantuannya selama
ini. U·capan terima kasihpenulis yan{l sebesar-besarnya kepada Ayah, I·bu, kakak-kakak s.erta adik tercinta yang telah memberikan s.egalanya sehingga penulis dapat menyel.esaikan p.endi·di-kan ini. Bantuan
~ari
rekan-rekan dan semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu sangat dihargai. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita s.emua.
Bogar, Nopember 1985 Wassalam Penulis
DAFT AR IS I Halaman
. ...... .... ... .. .. . .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. . .. . .. ..
1.
P ENDAHULUAN
II.
ETlDLOGI
Ill.
EPIDEmOLOGI
IV.
PATOGENESA
V.
GEJALA KLINIK DAN PATOLOGI
. ... .. . .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. . .. .. .. . . .. . . ..
.. .
A.
B.
1
. .. .. .. .. . .. .. .. .. . .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. . .. . .. . .. ..
7
. . .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. . . .. . . .. .. . .. .. . .. .. .. .. .. .
10
.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . . .. ..
16
.... .. . . . .. .. .. . . .. .. . . .
16
Gejala klinik
.. . ..
A.1.
Parvovirus enteritis
A.2.
Parvovirus myocardi tis
Gejala patologi
............
16
. .. ... .. ... .. .. .. .. .. .. . . .. . . .. ..
21
.. .. .. .. ..
21
. .. .. .
22
B. 1 ..
Parvovirus enteritis
B.2.
Parvovirus myocarditis
19
VI.
CARA MENOIAGNOSA
.. . .. .. .. .. .. . .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .
24
VII.
DIAGN05A BANDING
.. . .. . .. .. . .. . .. . . . .. .. .. . .. .. .. . .. .. .. .
26
VIII.
PROGNOSA
.. . .. .. .. .. . .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. . .. . .. . . ..
28
IX.
PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN
. .. .. .. .. .. .. .. . . .. . .. . .. .. .
29
.
A.
P engoba tan
.. .. .. .. .. .. .. .. . ..
. . .. .. .. . . .. .. . .. .. ..
29
B.
Pencegahan
. .. .. . . .. .. .. .. . . .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. ..
30
8. 1.
Imunisasi pasif
.
. . .. .. .. . ... .. ..
30
B.2.
Imunisasi aktif
. .. . . . . .. . . .. .
31
nesia
Vaksin yang beredar di Indo .. . .. . .. .. .. . .. . . .. . .. .. . . .. ..
32
8.4
Kegagalan vaksinasi
34
B. 5.
Kontrol
B.3.
X.
KES IMPULAN
......................................
35
...............................................................
36
........................................................
38
DAFTAR PUSTAKA
1.
PENDAHULUAN
Anjing merupakan salah satu hewan kesayangan yang banyak dipelihara orang, selain untuk ke5enangan dan keindahan juga sebagai tambahan ekonomi bagi keluarga dari sebagian masyarakat tertentu.
Dleh karena itu kesehatan
hewan kiranya perlu diperhatikan supaya dapat melanjutkan keturunan, terpelihara kelestariannya. Dalam menjaga kelestariannya perlu diperhatikan tentang adanya penyakit-penyakit yang dapat menyerang anjing dan menimbulkan kematian.
Diantara sekian banyak penya-
kit, penyakit yang disebabkah oleh virus, cukup gawat. Salah satu dari penyakit virus tersebut adalah penyakit Parvovirus pada anjing (Canine Parvovirus/CPV) yaitu suatu penyakit yang menyerang anjing dan sang at menular disebabkan oleh virus dari genus Parvovirus.
Di Amerika, penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Eugster dan Nairn (1977), sedangkan di Inggris muncul dalam akhir tahun 1978 (McCandlish, 1980).
8anyak
teori telah dikemukakan untuk menjelaskan asal usul penyakit ini, akan tetapi kemungkinan besar penyakit ini adalah mutan dari virus feline Panleukopenia (CPV) atau virus Mink Enteritis (MEV), yaitu varian FPV yang patogenik untuk mink.
Secara antigenik Canine Parvovirus (CPV)
identik dengan FPV (Moraillon, 1980), walaupun ada perbedaan dalam jenis hewan yang rentan serta beberapa sifat biologiknya.
Walaupun ada perbedaan kecil dari struktur
2
antigenik antara CPV dan FPV, imunisasi silang terjadi cukup baik (Anonymous, 1981) Parvovirus membiak dalam sel yang aktif mengadakan pembelahan, oleh karena itu virus ini terutama menyerang jaringan tubuh yang aktif memperbanyak sel seperti usus, sumsum tulang,
jaringan lymphoid (Ettinger, 1983).
Deng-
an demikian kasus CPV lebih banyak terjadi pada anak-anak anjing umur muda meskipun pada umur tua dapat terkena juga. Virus ini mengakibatkan dua sindrom penyakit yang utama pada anjing yaitu pertama yang paling umum adalah suatu radang usus (enteritis) yang menyerang anak anjing yang baru disapih dan anjing-anjing tua/dewasa.
Bentuk
ini disebut dengan Canine Parvovirus Enteritis (CPVE). Yang kedua adalah Canine Parvovirus Myocarditis (CPVM) yang menyerang anak-anak anjing dan mengakibatkan kematian karena kegagalan fungsi jantung (McCandlish, Thompson, Cornwell and Macartney, 198D;
McCandlish, 1981).
Saat ini penyakit CPV sudah tersebar luas diseluruh penjuru dunia, dan di Indonesia muncul pada akhir tahun 1979.
Secara alami CPV ditularkan dengan kontak langsung
dengan anjing yang terinfeksi (Appel, Meunier, Pollock, Carmichael, 1980).
Disamping itu juga secara kontak tak
langsung melalui faeces, urin, saliva dan mungkin muntahan yang berasal dari anjing tertular mengandung virus
3
yang amat banyak sehingga dapat merupakan sumber penularan (Afshar, 1981).
Perawat dan pemilik anjing juga dapat
bertindak sebagai penyebar penyakit (Anonymous, 1981). Anjing-anjing yang terkena penyakit CPVE menunjukkan tanda-tanda klinik yang tidak spesifik dan secara luas terdiri dari vomitus (muntah) yang sering diperhatikan pertama-tama, kemudian diikuti dengan diare yang profus atau haemorrhagia dalam 24 - 48 jam kemudian (Swango, 1983).
Tanda lain adalah depresi, anorexia dan dehidrasi.
Dalam keadaan parah, muntahan berupa cairan berbuih mengandung sejumlah besar isi gastrium.
Demam sering pa-
da anak anjing dengan temperatur 40°C - 42°C.
Faeces
berbentuk cair/pasta, kelabu terang atau kuning kelabu dengan bau busuk yang khas, akhirnya berdarah atau mucus. Juga terjadi leukopenia. Pada penyakit CPVM, anak anjing dapat mati mendadak (Wilkinson, 1979;
Kelly dan Atwell, 1979;
Howell, Robinson, Wicox and Pass, 1979).
Huxtable, 5ering terjadi
tanpa tanda-tanda klinik sebelum mati dan banyak kematian terjadi selama atau sesuDah periode stress atau excitasi. ~enurut Hayes, Russel and Babuik (1979),
kematian terjadi
karena kegagalan jantung akut dan ini berlangsung dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah gejala-gejala dyspnoe, berteriak dan menangis atau col laps yang akut. Sebelum mati membrana mukosa anak anjing tampak sangat memucat.
4
Untuk mengetahui penyakit ini biasanya berdasarkan gejala-gejala klinik yang dicurigai dan riwayat penyakit. Juga dilakukan uji-uji laboratorium untuk memperkuat diagnosa seperti uji HA faeces (Carmichael, 1980; 1980) dan tes HI serum (Pollock, 1979;
Appel,
Carmichael, 1980).
Uji laboratorium yang lain adalah isolasi virus dari faeces dan isi usus. Pengobatan terhadap CPV tidak ada yang spesifik, tetapi hanya merupakan terapi simptomatik saja.
Istirahat
dan pengelolaan makanan (diet) merupakan terapi yang lebih berhasil daripada terapi kimiawi yang berkepanjangan (Woods, Pollock and Carmichael, 1980).
Pemberian diure-
tik dan stimulan terhadap jan tung sangat msmbantu pada kasus subakut dan myocarditis yang ringan.
Tetapi dari
semua pengobatan tersebut diatas akan lebih baik jika melakukan tindakan pencegahan sebelum anjing tersebut terkena penyakit.
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi,
akan tetapi vaksinasi harus dilakukan setelah antibodi maternal dalam tubuh yang diperoleh dari induk berkurang atau menurun'cyaitu kurang lebih pada saat anak anjing beE. umur 2 bulan.
II.
ETIOLOGI
Parvovirus pada anjing merupakan tambahan baru pada kelompok virus Parvoviridae (Siegl, 1976), dan memiliki sifat-sifat kimia-fisis yang mirip dengan anggota-anggota lainnya pada famili tersebut (Matthews, 1979).
Virus ini
merupakan virus yang paling kecil dari semua agen-agen viral (Kramer, Meunier dan Pollock,
1980) dengan diameter
rata-rata 20 nanometer (18 nm - 22 nm), tidak berselubung, simetri icosahedral dan memiliki singgle-strandsd DNA/DNA bertangkai tunggal (8achmann, 1975). Parvovirus pada anjing kemungkinan besar adalah mutan dari virus Feline Panleukopenia (FPV) atau virus Mink Enteritis (MEV).
Secara antigenik Parvovirus pada anjing
identik dengan FPV atau MEV.
Walaupun ada perbedaan ke-
cil dalam struktur antigenik antara CPV dan FPV, imunisasi silang terjadi cukup baik (Anonymous, 1981). Menurut Kramer et-al.
(1980), untuk raplikasinya vi-
rus ini sangat tergantung dari enzym termasuk sintesa DNA dari sel host.
Replikasi virus ini terjadi pada inti sel
.yang sedang mengalami mitosis (pembelahan sell.
Oleh ka-
rena itu virus ini mempunyai afinitas khusus untuk menyerang organ-organ yang sedang mengalami pertumbuhan yang capat.
Jantung, lapisan usus,
jaringan lymphoid dan sum-
sum tUlang dari anjing adalah tempat yang ideal untuk infeksi Parvovirus, selama sel-sel pada daerah ini sedang membelah terutama untuk jantung adalah peda anak-anak
6 anjing yang sedang tumbuh. Partikel CPV yang infektif seperti anggota famili Parvoviridae lainnya, bersifat stabil.
Parvovirus stabil 0
pada pH 3 - 9 (Matthews, 1979), tahan pada suhu 100 C selama 3 hari, tahan terhadap proses pencairbekuan, detergen dan alkohol (Anonymous, 1981), dan dapat bertahan hidup di tanah selama lebih dari satu tahun serta mempunyai daya tahan yang luar bias a terhadap desinfektan-desinfektan yang umum seperti phenol atau senyawa-senyawa amonium quarterner (Anonymous, 1979;
MCCandlish, 1981).
Parvovirus dapat dinon-aktifkan dengan formalin, ~ propiolakton, hydroxilamine, agen-ag.n pengoksida, irradiasi UV (Matthews, 1979) serta dengan larutan sodium hypochlorite atau clorox dengan pengenceran 1 : 30 (Anonymous, 1981;
McCandlish, 1981).
CPV juga mempunyai sifat untuk menggumpalkan sel-sel 0
0
darah merah kera dan babi pada suhu 4 C dan 25 C, namun 0
tidak pada suhu 37 C (Gagnon and Povey, 1979).
III.
EPIDEMIOLOGI
Parvovirus pada anjing telah tersebar luas diseluruh penjuru dunia dan merupakan penyakit yang sangat menular. Penyakit ini terjadi sepanjang tahun disebabkan karena banyaknya anjing-anjing liar yang berkeliaran.
Anjing
dari semua umur dapat terkena, tetapi kejadian tertinggi dan mortalitas tertinggi adalah pada anak anjing yang terutama dikarenakan adanya myocarditiL (Ettinger, 1983). Menurut McCandlish ~~.
(1980)', bentuk infeksi
myocardial terjadi pada anak-anak anjing dari induk-induk yang tidak memiliki antibodi terhadap Parvovirus pada saat bunting atau setelah melahirkan.
Anak-anak anjing ini
tidak terlindungi didalam rahim dan tidak menerima parlindungan melalui antibodi colostral sehingga anak-anak anjing tersebut terkena pada beberapa minggu kehidupan yang pertama. Anjing dewasa yang terserang menunjukkan bahwa anjing itu belum mamiliki kekebalan atau belum pernah mandapat serangan penyakit semasa mUdanya (Anonymous, 1981). Tidak ada pradileksi ras dan sex dalam arti kata semua
bangs~
capei 100
rentan terhadap CPU dan angka sakit dapat men-
% dengan
angka kematian sampai 100
yang baru tertular dan sekitar 10
% di
% di
deerah
daerah enzootik
(Anonymous, 1981). Menurut Appel (1980), bent uk dan kekerasan infeksi CPU tergantung pada tempat infeksi, ukuran dan kondisi
8
hewan, ukuran dosis infektif dan kehadiran infeksi yang terjadi bersama-sama.
Sedang menurut Swango (1983) seba-
gai predisposisi anjing terhadap parah tidaknya penyakit Parvovirus adalah adanya parasit dalam tubuh anjing tersebut seperti cacing gelang dan coccidia (yang berpengaruh paling basar), juga Giardia sp serta parasit lainnya atau karena hewan telah terinfeksi virus lainnya. Laporan akhir dari Amerika mengindikasikan bahwa CPV dapat ditularkan secara alami ke hewan liar seperti anjing liar (Mann, Bush, Appel, Beehler and Montali, 1980), anjing hutan (Feetcher, 1979), racoons (Nettles, Pearson, Gustafson and Blue, 19BO).
Akan tetapi Parvovirus pada
anjing ini tidak dapat menulari jenis hewan lain karena masing-masing anggota famili Parvoviridae hanya menyerang jenis hewan tertentu misalnya CPV hanya menyerang anjing, Parvovirus pada babi hanya menyerang babi dan seterusnya (Anonymous, 1981). Menurut Appel ~~.
(1980), penyakit ini ditularkan
dari satu anjing ke anjing lainnya dengan melalui rute/ jalur fecal-oral dan fomites (debu) mungkin pegang peranan yang penting.
Cara penularan penyakit ini bisa kare-
na kontak langsung dengan anjing yang terinfeksi, bisa juga dengan kontak tak langsung. Sebagai sumber p6nularan penyakit Parvovirus anjing ini adalah faeces, urin, saliva dan mungkin muntahan yang
9
berasal dari hewan yang terinfeksi.
Penularan virus
mungkin terjadi lewat ingestion atau makanan yang terkontaminasi atau secara mekanik lewat piring, tempat tidur, sangkar, insekta, hewan lain dan manusia (Anonymous, 1979).
Menurut Anonymous (1981), sumber penularan adalah
perawat anjin9 dan juga pemiliknya dapat pula bertindak sebagai penyebar penyakit, terutama bila cara pemeliharaannya tidak dilaksanakan secara tertib kesehatan.
Anak
anjing bisa ditulari langsung setelah lahir bila induknya tertular dan dalam faecesnya terkandun9 virus (Anonymous, 1981 ). Menurut Appel (1980), faeces dari anjing-anjing dengan CPV enteritis adalah sumber utama dari infeksi. Jumlah dari virus infektif yang dikeluarkan bersama faeces sebanyak 1 milyar virion CPU per gram tinja/faeces pada hari ke-5 atau ke-6 sesudah infeksi meskipun anjing hanya menunjukkan gejala klinik yang ringan.
Karena le-
bih sedikit dari 1000 partikel-partikel infeksius akan meneruskan penyakit, maka kesanggupan dari penyebaran penyakit melalui rute fecal-oral adalah besar.
Banyak an-
jing-anjing menjadi terinfeksi ketika mereka dengan tidak sengaja menghirup virus dari permukaan pencemaran dengan faeces dari anjing-anjing yang terinfeksi. Menurut Afshar (1981), virus yang dikeluarkan bersarna faeces hanya dapat diisolasi selama 10 dang masa inkubasi virus ini adalah 3 -
14 hari.
10 hari.
5e-
IV.
PATOGENESA
Menurut Kramer et~. (1980), sesudah infeksi oral, virus tidak bereplikasi pada awalnya di epithelium usus. Infeksi pertama pada lymphocyte dari tonsil-tonsil dan jaringan lymphatik lainnya.
Sedang menurut percobaan
yang di lakukan oleh. Macartney, 'McCandlish, Thompson dan Cornwell (1984b), virus pertama kali ditunjukkan perada dalam thymus dari hari ke-1,
tetap~
tidak dijumpai dalam
lymphonodus meliputi pa1atin tonsil dan lymphoglandula retropharyngeal sampai hari ke-2 sesudah inokulasi.
-oi
thymus virus didapatkan di daerah cortex, sedangkan pada hari ke-2 dan ke-3 sesudah inokulasi, virus ditemukan pada pusat sel-sel kecambah dari lymphonodus dan pulpa putih dari limpa. Sesudah dari jaringan lymphoid, virus .dikeluarkna/ dilepaskan kedalam darah sehingga menyebabkan terjadinya viraemia yang mencapai puncaknya pada l;Iari ke-3 sampai hari ke-5 sesudah infeksi, dan selama phase viraemia in1lah epithelium usus menjadi t·erinfeksi (Kramer ..!!.!: al., 1980).
Namun menurut laporan Macartney..!!.!: a1. (1984b),
virus dapat sampai ke usus meialui dua jalan yaitu pertama melalui darah, kedua meIaIui rute oral.
Melalui darah
a·dalah karena adanya viraemia plasma pada anjing-anjing yang terinfeksi pada hari ke-3 dan ke-4 setelah inokulasi, yang kemungkinan dihasilkan oleh pelepasan virus daiam darah dari jaringan-jaringan lymphoid.
Dari viraemia
11 inilah terjadi Iokalisasi virus dalam daerah proliferatif aktif mitotik dari epithel usus mulai hari ke-4.
Melalui
oral dapat sampai ke usus yaitu karena sifat dari virus yang tahan terhadap pH rendah sehingga memungkinkan passase virus yang infeksius melalui lambung sampai ke selsel absorptif dari usus halus. Replikasi virus dalam usus dibatasi pada liferatif dari kripta-kripta epithelium.
~aerah
pro-
Sebagaimana pa-
da beberapa individu, kerusakan-kerusakan pada kripta sangat berlanjut.
Sejumlah kecil antigen didapati pada
sel-sel epithelial kripta dan lebih banyak lagi dijumpai pada lumen.
Kea-daan ini terjadi bersamaa,n dengan muncul-
nya perubahan-perubahan hyperplastik pada epithel kripta pada beberapa anjing.
Akan dijumpai juga phase replikasi
dari virus yang pendek, perluasan dari replikasi virus akan ditandai dengan beberapa kerusakan-kerusakankripta yang berikutnya.
Secara pasti antigen akan tidak nampak
secara tepat dari sel-sel epithelia pada daerah-daerah yang
~erinfeksi
dengan berat/hebat pada usus dan tidak
aGlanya peuarnaan yang khas pada mukosa usus p.ada anjing yang dibunuh hari ke-12 dan ke-13 setelah inoKulasi akan ,cen
Namun
12 demikian, absorpsi non destruktif dari virus melalui villi masuk kedalam lacteal atau pembuluh-pembuluh darah bisa juga terjadi.
Hasil ini menjadikan lokalisasi didalam
jaringan-jaringan lymphoid. Replikasi virus dalam usus mengarah untuk ekskresi virus dalam faeces mulai hari ke-4 dan ke-7 dan bisa manyebabkan gangguan usus sehingga menghasilkan tanda klinik dari penyakit usus.
Kejadian yang bersamaan pada
pembentukan respon immune humoral yang cepat itu pada hari ka-5 setelah inokulasi dimana menghasilkan juga pengurangan virus dalam tubuh. Dari usus, virus dapat sampai ke hati melalui darah portal.
Namun lokalisasi antigen ini dalam cytoplasma
dari sel Kupffer tidak bisa diharapkan untuk ditemukan. inti dari sel-sel Kupffer dan tips-tipe sel hepatik lainnya negatif, penunjukkan bahwa adanya antigen hepatik tidak mencerminkan replikasi primer virus dalam hati.
Pada
pemandangan dari lokalisasi cytoplasmik dari virus pada waktu pembantukan respon humoral, lokalisasi dari antigen ini nampaknya bisa menghasilkan peningkatan dari kompleks
immune dari sirkulasi umum atau phagositosis virus (Azetaka, Kirasawa, Konishi and Ogata, 1981). Melalui viraemia virus juga akan sampai ke jantung. Virus akan menginfeksi jantung pada saat hewan masih muda, karena menurut Meunier, Cooper, Appel and Slauson (1984) pada umur 2 minggu kehidupan pertama terjadi pertumbuhan
13 jantung yang berupa hyperplasia, dan selama 6 minggu pertumbuhan jantung merupakan kombinasi antara hyperplasia dan hyepertrophy yang juga disertai dengan sintesa DNA dan kinesis inti.
Dleh karena itu myocyte cardiac anjing
akan membantu replikasi virus sepanjang periode neonatal, dan kerusakan-kerusakan myocardial berlangsung sepanjang periode pertumbuhan.
Namun demikian mekanisme patogenesa
dari luka-luka sel myocardial yang mengikuti infeksi CPV belum dijelaskan. Virus juga bisa sampai ke sumsum tulang, tapi tidak selaluftidak tetap.
Ini menunjukkan bahwa sumsum tUlang
bukan marupakan tempat yang lazim (major site) untuk replikasi virus. ~ang
Ini juga cenderung untuk msndukung teori
mansmukan neutropenia pada anjing-anjing yang sakit
berat.
Keadaan neutropenia ini dihasilkan dari pengu-
rangan neutrophil melalui perusakan mukosa usus dari hewan-hewan ini dibanding dengan ksgagalan primer dari granulopoisis (Macartney et ~., 19B4b). Virus diseteksi pertama kali dalam faeces pada hari ke-3 satelah inokulasi.
3umlah virus akan banyak sekali
pada hari ke-4 sampai ke-7 (Macartney et ~., 1984b). Haemagglutinin dideteksi pada isi usus pada anjing yang dibunuh pada hari ke-4 dan ke-5.
Namun demikian ti-
dak ada virus yang dideteksi dalam isi usus anjing yang diperiksa pada hari ke-6 dan ke-7 sesudah inokulasi.
14
Adanya jumlah virus yang besar dalam faeces adalah pada awal hari-hari kematiannya. Sirkulasi antibodi dideteksi untuk pertama kali pada hari ke-S setelah inokulasi dan level akan meningkat secara cepat pada atau setelah hari ke-7.
Antibodi terha-
dap CPV juga dideteksi dalam isi usus dari anjing yang diperiksa pada hari ke-6 dan ke-7, tetapi tidak pada anjing yang dibunuh pada hari ke-S atau ke-12 dan
ke-1~.
Dalam pemandangan adanya kerusakan mukosal secara ekstensif pada hari ke-6 dan ke-7 setelah inokulasi, ini nampaknya bahwa antibodi usus yang dideteksi dalam anjing mewakili pencapaian puncak antibodi humoral secara langsung kedalam lumen usus.
Walaupun kerusakan usus pada
hari ke-S, level antibodi serum rendah, sementara pada hari ke-12 dan ke-13 walau level antibodi tinggi dijumpai kerusakan usus yang kecil.
Jadi deteksi dari kerusakanj
kebocoran usus tidak bisa diharapkan. Perkembangan dari reSpon antibodi humoral selalu berespon tidak hanya pada termin viraemia, tetapi juga hasil dari kebocoran antibodi usus, untuk penghilangan virus dari mukosa usus dan ekskresi melalui faeces. Hipotesa seleksi klonal untuk produksi antibodi didasarkan pada respon terhadap permukaan reseptor khusus yang membawa lymphocyte.
Selama berkontak dengan
gen lymphocyt ini menghasilkan sel-sel efektor
anti-
15 penghasilan antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma. Dengan infeksi Parvovirus ini bisa diharapkan bahwa kontak pertama antara virus dan lymphocyt yang menghasilkan pembagian sel ini akan mengakibatkan lymphocyt mengalami kerusakan. Ada tiga kemungkinan keterangan untuk respon cepat humoral : 1.
Penampilan antigen terhadap lymphocyt bisa terjadi hanya setelah inaktifasi dari virion, inaktifasi ini mungkin dengan makrofag.
2.
Karena dihasilkannya partikel-partikel defektif ini memungkinkan bahwa beberapa lymphocyt dapat dipancing dengan virion-virion non-infectious ini.
3.
•
Kehadiran reseptor spesifik dari lymphocyt bisa mencegah/menghalangi terjadinya penetrasi dan replikasi.
V. A.
GEJALA KLINIK DAN PATOLOGI
GEJALA KLINIK Parvovirus pada anjing mempunyai masa inkubasi 3 -
10 hari.
Penyakit ini menimbulkan dua sindrom utama pada
anjing yaitu pertama adalah bentuk yang paling umum terjadi berupa enteritis (peradangan usus) dan yang kedua adalah bentuk myocarditis (peradangan pada at at jantung) dimana sebagian besar terjadi pada umur 3 minggu - 8 mins gu (McCandlish, 1981).
Anjing dari semua umur dapat ter-
kenaciengan variasi umur menurut Eugster, Bendele and Jones (1978) adalah dari umur 10 hari sampai 3 tahun tetapi mortalitas paling tinggi adalah pada anak-anak anjing umur mud a (Appel' et ~., 1978;
Ettinger, 1983).
Gejala-gejala klinik dari masing-masing sindrom akibat infeksi Parvovirus ini adalah sebagai berikut : A.1.
PARVDVIRUS ENTERITIS Penyakit ini muncul dengan tiba-tiba dan pertama di-
perhatikan sebagai penyakit yang terutama menyerang traktus gastrointestinalis (O'Sullivan, Durham, Smith and Campbell, 1984).
Ini terjadi pada anak-anak anjing dari
induk yang kebal yang mengalami penurunan tingkat antibodi atau dari induk yang tak kebal.
Mortalitas anak an-
jing yang bsrumur 12 minggu atau anak-anak anjing umur muda adalah sekitar 10
% namun
pada anjing dewasa yang
17 sehat (kondisinya baik) nilai tersebut mungkin tidak lebih dari 1
% (McCandlish,
1981).
Menurut Else (1980) dan O'Sullivan et ale
(1984),
enteritis parah diderita anak-anak anjing yang disapih yang berum\,lr 8 minggu, 3 - 9 hari sesudah terkena Parvovirus melalui mulut. Infeksi pen yak it ini menurut McCandlish (1981) paling banyak diperhatikan secara serius di unit-unit pete£ nakan dengan perawatan yang cermat bagi hewan-hewan peliharaannya seperti unit perusahaan peternakan anjing, unit perawatan untuk anjing-anjing liar. ~anifestasi
klinik dari infeksi Parvovirus daiam
grup anak anjing bervariasi dari asymptotik atau "transient -dullness" -dan anorexia sampai haemorrhagia enteritis iHar{)-ourt, Spurling and Pi{)k, 1 980).
Tanda-tanda kHnik-
nya tidak spesifik (Appel et ~., 1978;
Kebosanan dan depresi yan~ lebih nampak umum ter-
1980). ~adi,
McCandliSh,
juga adanya anorexia.
Gejala-gejaia klinik yang
menonjol dan terjadi lebih awal pada jalannya penyakit a.cJala-h munta-h yang sering parah dan -tax jadi ber larut-larut (Anonymous, 1979;
Appel ~ ~., 1978) •
Menurut
Ettinger {1983}, gejala ini sexing menjadi perhatian yang pextama.
Sedang menurut McCandlish-(1981) yang dimuntah-
kan adalah buih yang berwarna kuning atau cairan yang bercampur dengan darah, tetapi pada hari kedua sejak
18 sakit, diare merupakan tanda klinik yang paling menonjol. Diare sering profus dan berbau busuk, berwarna kelabu atau abu-abu kekuningan pada onset dari penyakit.
Sering
juga berbintik-bintik darah atau haemorrhagia atau bercampur dengan lendir pada kasus-kasus yang berat.
Menu-
rut Kramer et al. (1980) hewan-hewan yang faecesnya tidak mengandung darah nampaknya ada kemungkinan menjadi baik untuk kelangsungan hidupnya.
Hewan-hewan yang sakit be-
rat dengan cepat menjadi dehidrasi dan akan mati dengan cepat kecuali kalau diobati dengan terapi penggantian cairan atau elektrolit.
Kematian yang terjadi jika tidak
segera diobati adalah mati seperti shock.
Mortalitas pa-
ling banyak terjadi antara 48 dan 72 jam dari onset. Temperatur pada anjing-anjing lebih tua normal atau SUbnormal sedang pada anak-anak anjing bervariasi dari 104
0
r -
106
0
r
0 o (40 C - 42 C).
i""lenurut O'Sullivan et a1-
(1984) temperatur paling tinggi antara hari ke-4 dan ke-6. ·Gambaran yang sangat umum dari infeksi Parvovirus adalah leukopenia (defisiensi pada sel darah putih) yang terutama selama 4 - 5 hari pertama dari sakit (Appel
~
.§l., 1978), tetapi adanya leukopenia ini tergantung pada panyakitnya.
Menurut McCandlish (1980) dan Afshar (1981)
3 jumlah total sel darah putih bisa dibawah 3000 sel/mm • Secara umum leukopenia lebih parah, prognosanya lebih jelek.
19 Tanda klinik lain yang dapat diamati termasuk pengerasan nodus limfaticus (McCandlish, 1981), vesikel kecil pada mulut yang mung kin ruptur dan meninggalkan ulcer (Pollock and Carmichael, 1979).
Selain itu juga adanya
kesakitan pada abdomen anterior yang tampak dengan melipatnya perut (posisi kyphosis) at au sakit sewaktu dipalpasi.
A.2.
PARVOVIRUS MYOCARDITIS Myocarditis pada mUlanya dianggap sebagai suatu ben-
tuk infeksi yang terjadi sscara turun-temurun, namun demikian kebanyakan induk anjing sekarang kebal pada suatu infeksi dan sudah berhasil pula melahirkan suatu perlindung an bagi anak-anak anjing sejak kelahiran melalui antibodi colostral.
Parvovirus myocarditis banyak ditemu-
kan pada anak-anak anjing dari induk yang tidak kebal dan terisolasi yang dibawa ke suatu tempat/lingkungan yang terinfeksi pada tahap kehamilan selanjutnya atau pada saat melahirkan, misalnya dibawa ks. doktsr karena harus melahirkan dengan operasi cascar dimana mungkin tempat tersebut terinfeksi dari anjing lain (McCandlish, 1981). Parvovirus myocarditis menyerang anak-anak anjing umur muda karena sesuai dengan sifat virus yang bereplikasi pada sel-sel yang sedang aktif membelah, maka otototot jantung merupakan salah satu tempat ideal dimana
20 menurut Bastianello (19B1) 2 - 4
% sel-sel
myocardial
mengalami pembelahan pada anak-anak anjing yang baru lahir sampai umur 15 hari, sesudah itu angka pembelahan secara teratur menurun. Menurut Anonymous (1979), anjing paling muda yang terkena berumur 3 minggu dan paling tua 7 bulan dengan kasus yang paling banyak antara umur 4 dan 8 minggu. dang mortalitas bervariasi antara 20
% sampai
5e-
100-%
(Afshar, 1981). Onset dari sindrom penyakit ini sBring tiba-tiba dan hebat dengan kematian dapat terjadi cepat atau mendadak tanpa tanda-tanda klinik sebelum mati (Kramer et al., 1980';
Afshar, 19B1).
Kematian banyak terjadi selama
atau sesudah periode stress atau kegambiraan (Afshar, 1981;
McCandlish, 1981). Anak-anak anjing yang terkena Parvovirus myocarditis
yang sadang makan atau bermain dengan riang akan berhenti, mengerang atau berteriak, megap-magap.
Pada waktu
yang sama, busa keluar dari hidung dan mulut.
Diikuti
dengan kematian segera sesudah gejaia-gejala pertama dari infeksi atau dapat terjadi dalam waktu beberapa hari (Carlson and Giffin, 1982). Ada juga anak-anak anjing menunjukkan kegagalan fungsi jantung yang akut, respirasi/pernafasan yang sesak (dyspnoe) karena oedema paru-paru dan cepat lelah, pulsus
21 irreguler, kepucatan atau cyanotis pada mukosa. Jika anak anjing yang terkena myocarditis dapat bertahan hidup, akan mengalami kerusakan jantung yang agak parah beberapa minggu at au beberapa bulan kemudian.
An-
jing-anjing ini pada umur 8 minggu sampai 1 tahun biasanya akan menampakkan gejala-gejala sulit bernafas (Sastianello, 1981;
McCandlish, 1981).
5ering terdapat
hepatomegali dan ascites, denyut-nadi cepat dan tak teratur, bila disinar X tampak adanya komplikasi-komplikasi yang abnormal dan ekstrasistole.'
Anjing-anjing ini akan
mati dalam suatu periode waktu hari atau minggu. Myocarditis dapat terjadi tanpa enteritis meskipun dapat terlihat 3 - 6 minggu sesudah anjing rupanya sembuh dari enteritis {Carlson and Giffin, 1982). Menurut Carpenter, Roberts Harpster and King (1980), dengan menggunakan ECG, kematian pada anak-anak anjing dengan CPU myocarditis akan nampakkarenakonduksi impulse yang dihambat (diblock). 8. 8.1.
KELAINAN PA5KA MATI PARUOUIRUS ENTERITIS Pemeriksaan post mortem dalam 8 jam dari kematiannya,.
terdapat dehidrasi bangkainya, kurus dengan lemak tan sedikit (Else, 1980;
subku~
GOOding and Robinson, 1982).
Terdapat pembendungan dan oedema thymus pada anak-anak
22
anjing yang mati dengan cepat pada hari ke-5, sedang anak anjing yang mati pada hari ke-7 thymus dan lymphoglandula beratrophi terutama lymphoglandula mesenteric dan mediastinalis membendung dan oedematous (O'Sullivan et al., 1984) ,duodenum dan Jejunum bengkak dan dindingnya padat dan sedikit berkaca-ka~a (ground glass). kelihatan "cobblestone".
Mukosa Jejunum
Sedang menurut Robinson et al.
(1980), nampak ptechie pada duodenum sampai ileocaecal junction dengan lebih hebat pada Jejunum.
Usus halus me-
luas dan atonic, berisL banyak cairan kuning jernih.
Pa-
da beberapa kasus, cairan kemerah-merahan peda Jejunum, menjadi gelap abu-abu pada Ileum.
Colon biasanya kosong.
Mukosa usus biasanya kelihatan normal tapi beberapa terdapat untaian tipis dari fibrin yang melekat pada permukaan. B.2.
PARVOViRUS f'iYOCAROIT IS
Pada pengamatan post mortem nampak adanya cairan serous pada rongga pleural dan terjadi oedema pulmonum {Gumbrell and Lincoln, 1979).
Menurut Huxtable et a1.
(1978), oedema pulmonum tersebut bisa sedang sampai parah. Pada beberapa kasus paru-paru mengeras, kelabu kemerahan dengan ptechie haemorrhagia pada permukaan pleural (Finnie, 1979).
23 Pemeriksaan paska mati pada anak anjing yang mati mendadak atau yang mender ita myocarditis yang akut mukan pneumonitis dan myocarditis yang hebat.
di~e
Luka yang
paling dini adalah degenerasi serabut urat daging dengan oedema interstitial dan perubahan sarkolema yang segera diikuti oleh infiltrasi sel mononuklear secara interstitial dangan intensif.
Badan-badan inklusi intranukleus
-dapat ditemukan didalam myocyte jantung sedangkan di bawah mikroskop elektron akan terlihat partikel parvovirus didalam nukleus sel urat daging. Pada anak anjing yang menderita serangan jantung subakut ditemukan oedema pulmonum, hidroperikardium dan ascites yang disartai dengan pembesaran dan pembendungan hati.
Jantung membesar karena dilatasi dengan garis-ga-
ris pucat atau bercak-bercak fibrosis yang jelas dalam dindingnya (Anonymous, 1979;
1981).
VI.
CARA MENDIAGNOSA
Diagnosa CPV biasanya dengan mencurigai dasar-dasar gejala klinik, riwayat penyakit seperti adanya wabah di daerah itu, abnormalitas hematologi. ri pertama dari tanda-tanda klinik,
Selama beberapa habanyak anjing mengha-
silkan leukopenia yang parah, sebaliknya leukositosis umum selama kesembuhan. (Ettinger, 1983).
Hematocrit normal atau menurun
Tanda-tanda klini.k ini dipakai sebagai
diagnosa presumpti f.
Disamping gejal'a klinik juga diper-
hatikan gejala post mortemnya.
Namun menurut Swango
(1983) nekropsi dari hewan yang mati karena penyakit enterik mung kin tidak melengkapi diagnosa,
jika tidak dila-
kukan pengamatan histologi karena banyak panyakit yang menimbulkan gejala-gejala seperti yang nampak pa·da penyakit akibat Parvovirus ini.
Secara pengamatan histologi,
akan nampak adanya intranuklear inklusiDn bodi yang basophilic pada dasar dari kripta epithelium usus dan pada inti dari sel myocardium (Jefferies and Blakemore, 1979). Menurut Swango (1983), adanya badan inklusi ini cukup pathognomonik bagi infeksi CPV.
Namun untuk memperkuat/
mempertegas diagnosa maka perlu dilakukan diagnosa laboratorium yang lain. Manurut Studdert, Oda, Riegl and Roston (1983), HA tes adalah yang taraepat, tersederhana dan paling sensitif untuk diagnosa infeksiCPV.
HA dilakukan pada faeces
untuk menunjukkan adanya virus yang diekskresi lewat
25 faeces. Dengan uji HI pada serum, dapat membantu diagnosa serum (serodiagnosis) terhadap antibodi anti CPV (Pollock, 1979;
Carmichael, 1980). Pemeriksaan faeces, isi usus dan jaringan yang ter-
pengaruh dengan menggunakan mikroskop elektron secara luas dipakai untuk deteksi partikel Parvovirus (Eugster, Bendele and Jones, 197B). FAT (Fluorescent Antibody Technique) telah digunakan untuk mendemonstrasikan antigen Parvovirus dan partikelnya pada sel yang terpangaruh (Witte, Prager and Ernst, 1980). Berdasarkan uji-uji diatas maka akan diperoleh gambaran tentang agen tsrsebut seperti strukturnya, ukuran, kebiasaan pada kultur sel dan hubungannya dengan pemben~ukan
inklusi nukleus (Sieg1, 1976) bersama-sama secara
sero1ogis hubungannya dengan prosedur HI akan mengingatkan tentang eratnya hubungan bila bukan identik yang absolut, terhadap canine enteric parvovirus dan oahwa hubungannya dengan sindrom myocarditis {Robinson, Wilcox and t lower, 1979).
VII.
DIAGNOSA BANDING
Ketika anjing sakit akut dengan gejala-gejala muntah dan diare, sejarah terperinci dan pengamatan yang cermat adalah penting.
Evaluasi temperatur, pulsus dan respira-
si, palpasi dari semua lymphoglandula regional dan palpasi secara cermat dari abdomen adalah perlu sekali.
Tes
laboratorium tertentu mungkin menolong untuk membatasi daftar diagnosa potensial (Kramer et 21,., 1980). Enteritis virus yang disebabkan bleh CPV dan Corona virus dicurigai ketika beberapa hewan-hewan dalam kandang terkena.
Parvovirus dan Coronavirus menyebabkan gejala-
gejala klinik yang mirip.
Secara umum Coronaviral ente-
ritis lebih ringan, diare relatif pendek (Swango, 1983) mengakibatkan atau tidak demam ringan dan tidak ada leukopenia.
Secara klinik, sang at sulit menetapkan apakah
anjing diinfeksi oleh CPV at au oleh virus patogen lainnya. Ketika hanya .satu hewan yang menunjukkan gejala-geHaemorrh~
jala dari onset akut muntah dan diare berdarah, gic gastroenteritis (HbE) harus dipertimbangkan.
Pening-
katan secara drastis hematocrit biasanya menyertai HGE. Temperatur tidak meningkat dan jumlah WBC {White Blood Cell) tidak turun pada HGE, dimana ini membantu mendefferensiasi sindrom ini dari infeksi Parvoviral.
Disamping
itu HGE tidak menular tapi viral enteritis menular (Kramer ~ ~., 19BO).
27 CPV juga harus dibedakan dengan penyakit-penyakit viral lain yang juga menimbulkan gejala klinik yang mirip seperti Distemper dan Infectious Canine Hepatitis.
Pada
penyakit Distemper terdapat diare yang tidak berdarah dan tidak berbau busuk seperti yang terdapat pada CPU, juga bila ada muntah maka yang dimuntahkan mengandung nasi, sedang pada CPV muntahan berupa buih atau berbusa. Untuk membedakan dengan penyakit Infectious Canine Hepatitis adalah adanya icterus pada penyakit ini dapat dipakai untuk membedakan dengan CPU. Dleh karena itu untuk menentukan diagnosa Parvovirus pada anjing tidak boleh secara serampangan tanpa suatu penegasan pemeriksaan secara laboratorium.
VIII.
PROGNOSA
Prognosa dari penyakit ini tidak selalu baik (umumnya buruk).
6ahaya penyakit ini meningkat terutama jika
leukopenianya parah.
Jadi prognosanya berbanding lurus
dengan keparahan leukopenia.
Untuk kasus CPV bentuk en-
teritis, harapan sembuh lebih baik daripada bentuk myoca£ ditis.
Pada bentuk myocarditis dianggap berbahaya karena
adanya kematian tiba-tiba, disamping i.tJ1_ meskip.un hewan dapat sembuh dari penyakit, tetap akan mati juga karena hewan tersebut sudah mendapat kerusakan jantung sehingga hewan akan mati karena kegagalan jantung yang akut.
Na-
mun jika penyakit belum atau tidak menyerang jantung dan gejala-gejalanya masih ring an serta cepat ditangani, maka hewan dapat sembuh 100
% (Siegmund,
1979).
Jadi prog-
nosa dari penyakit ini bisa baik tapi bisa juga bur uk tergantung dari keparahan penyakit serta pengobatan yang dini.
IX. A.
PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN
PENGOBATAN Pengobatan terhadap penyakit ini tidak ada yang spe-
sifik, tapi hanya berupa terapi simptomatik dan terapi suppor,tif (McCandlish, 19B1).
Pada hewan-hewan yang
mengalami dehidrasi, terapi penggantian cairan dan elektrolit pada tubuh secara besar-besaran adalah sangat diper·lukan.
lnjeksi antibiotik berspektrum luas diindika-
sikan .karena frequensi kompli'kasi bakteri yang berhubungan dengan granulositopenia.
Karena hilangnya graMulocyte,
antibiotik bacterisidal lebih disukai daripada baktarioatatik.
Pada anjing yang menderita hypoglycemia diberi
larutan daxtrose 5
%secara
cairan secara intravenus.
intravenus setelahpenambahan
Corticosteroid dapat dipakai
pa·da awalnya jika diperlu.kan untuk p.engobatan perlawananan ·terha-dap shock, tetapi tidak secara rutine.
Antieme-
tik non spesifik (anti muntah) dan anti diare sering membantu (Ettinger, 1983).
Menurut Afshar (1981) pemberian
preparat Kaolin-pectin untuk diara dan muntah mungkin berguna. Pa·da hewan yang memperoleh anemia atau hypoproteinemia, transfusu darah atau infusi plasma menguntungkan. Pemakaian glukokortikoid dan serum hyperimmune juga .dianjurkan tapi serum hyperimmune tidak berg una pada kasus infeksi yang sudah parah.
30 Penyembuhan untuk myocarditis ternyata tidak berhasil dengan baik.
Istirahat dan diuretik mungkin dapat
menolong untuk sementara, terutama pada kasus kerusakan jantung subakut, tetapi anjing-anjing itu cenderung kambuh lagi segera setelah mereka memasuki tahap stress baru.
Kegunaan "digitalis-basad cardiac stimulans"
dikon-
traindikasikan sejak adanya irritabilitas cardiac yang semakin meningkat dan semacam bahaya akan peningkatan extrasystole dan arrhythmias (McCandlish, 1981). Semua obat diberikan tidak secara peros sampai muntahnya berhenti.
Suksesnya atau gagalnya pengpbatan ter-
gantung pada kuantitas -dan intensitas dar i perauatan secara umum (Ettinger, 1981). B.
PENCEGAHAN Mengingat angka morbiditas dan mortalitas yang ting-
gi dari CPV, maka tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada pangobatan. Pencegahan disini dilakukan dengan imunisasi, dimana ini sangat tergantung dari berhasilnya program vaksinasi (McCandlish et al., 1960).
5edang imunisasi itu sendiri
ada dua macam yaitu B.1.
Imunisasi PasJf Imunisasi/kekebalan pasif ini adalah kekebalan yang
diparoleh anak-anak anjing dari induknya, baik selama
dalam kandungan maupun setelah lahir melalui kolostrum. Terdapat hubungan an tara titer antibodi induk yang ada dalam serum dan kolostrum dengan titer antibodi anaknya.
Makin tinggi titer antibodi induk, makin tinggi pu-
la titer antibodi anak sehingga makin lama turunnya (Appel et ~., 1981), oleh karenanya makin lama pula resistensinya terhadap vaksinasi. Umumnya pada umur 12 minggu hampir 100
% dari
anak-
anak anjing akan kehilangan antibodi yang didapat dari . induknya.
Pada saat inilah vaksinasi paling efektif di-
lakukan, tetapi ada beberapa anak anjing dimana antibodi yang diperoleh dari induknya telah menurun lebih awal dan anak anjing ini akan berada dalam bahaya.
Dleh karena
itu perlu diadakan kontrol terhadap pengaruh antibodi yang diberikan oleh induknya, sehingga waktu vaksinasi yang tepat dapat diketahui 'dengantepat tanpa adanya kekhawatiran vaksin tersebut akan menjadi tidak aktif. 8.2.
Imunisasi Aktif Kekebalan terhadap Parvovirus secara aktif dilakukan
a.engan vaksinasi.
Untuk melakukan hal tersebut harus
mamperhatikan umur berapa sebaiknya anak anjing divaksinasi.
Hal ini berhubungan dengan adanya antibodi dalam
tubuhanak anjing yang didapat dari induknya, sehingga sa at dilakukan vaksinasi maka vaksin tadi tidak akan
32'
dinetralkan oleh antibodi maternal yang masih ada dalam tubuh anak anjing tersebut.
5ebaliknya jika induk tidak
kebal terhadap Parvovirus dan dalam kolostrumnya tidak terdapat antibodi maka anaknya akan sangat peka terhadap psnyakit.
Konsekuensinya sehubungan dengan Distemper,
vaksin tersebut
terakhir diberikan pada anak anjing se-
telah berusia 12 minggu.
Seberapa sering vaksin diberi-
kan sebelumnya, tergantung dari resiko yang ditimbulkan oleh infeksi, serta tergantung pada kondisi kekebalan dan pertimbangan ekonomi (Swango, 1983). Vaksin yang diberikan pada anjing selain vaksin CPV sendiri, juga dapat menggunakan vaksin terhadap Feline Panleukopenia (Feline Infectious Enteritis).
Ini karena
adanya hubungan yang erat antara Parvovirus pada anjing dan Farvovirus pada kucing yaitu Panleukopenia virus (Moraillon, 198D). B.3.
Vaksin Yano beredar di Indonesia Ada beberapa vaksin yang beredar di Indonesia antara
lain
1.
Dihasilkan oleh NORDEN Vanguard CPV Merupakan vaksin inaktif.
Memberikan kekebalan
pada anjing terhadap penyakit Canine Parvovirus. Pada vaksinasi awal anjing perlu mendapat 2 dosis
3·3 dengan selang waktu 3 atau 4 minggu.
Vaksinasi
pada anak anjing dibawah umur 4 bulan harus diulang setelah berumur 4 bulan.
2.
Dihasilkan oleh P.T.
Pyridam
Vaksin Canine Parvovirus (Websters) Merupakan vaksin inaktif. 3.
Dihasilkan oleh Iffa Merieux (PT Eurindo) Parviffa Merupakan vaksin inaktif.
4.
Dikeluarkan oleh PT Peaco Agung Parvac Merupakan vaksin inaktif Parvoid Merupakan vaksin hidup.
Vaksin untuk kucing 1.
y~ng
dapat digunakan untuk anjing :
Dihasilkan oleh NORDEN Felocell Merupakan vaksin hidup Felocine Merupakan vaksin mati.
2.
Dihasilkan Oleh Iffa Merieux Feliniffa Vaksin hidup dan vaksin keluaran Iffa Merieux tidak
boleh digunakan untuk hewan yang sedang bunting.
34
8.4.
Kegagalan Vaksinasi Vaksinasi merupakan perlindungan yang paling efektif
dalam menghadapi penyakit-penyakit infeksius pada anjing, namun kegagalan vaksinasi dapat saja terjadi.
Kegagalan
itu sendiri bisa disebabkan oleh faktor anjingnya sendiri atau vaksin yang digunakan.
Faktor anjing ini berhubung-
an dengan adanya antibodi pada tubuh anak anjing yang berasal dari induk melalui kolostrum.sebagai kekebalan pasif/dapatan.
Dleh karenanya jika ~nak anjing divaksi-
nasi pada saat anjing tersebut
mas~h
memiliki antibodi
dari induknya, maka tidak akan diperoleh kekebalan yang mantap, karena antigen yang berasal dari vaksin tadi akan dinetralkan oleh antibodi dapatan pada tubuh anjing tersebut, sehingga terjadi kegagalan vaksinasi dan anak anjing jadi peka terhadap infeksi CPU virulen (Swango,
1983). Penyebab kegagalan lainnya ialah karena anak anjing tidak mempunyai kesanggupan merespon terhadap vaksinasi karena defisiensi immunologi kongenital.
Anak-anak an-
jing tersebut mungkin tak sanggup menghasilkan immunoglobulin yang kritis yang menetralisasi
CPV atau kekebalan
sel mediated mungkin tidak lengkap.
Kekebalan mungkin
juga dipengaruhi oleh stress terhadap kelukaan,. operasi atau infeksi lain, misalnya adalah Distemper yang merupakari virus immunosupresif (penekan kekebalan).
Jadi jika
35
anjing dalam masa inkubasi Distemper dan dicoba dikebalkan dengan vaksin CPV, maka tidak akan merangsang perlindungan yang diharapkan (Swango, 1983). Faktor vaksinnya adalah jika vaksin tidak disimpan di tempat yang semestinya seperti yang telah dianjurkan oleh pabrik pembuatnya yaitu harus disimpan pada suhu 2°C - 8°C, sebab jika vaksin terkena sinar matahari maka daya patogenitasnya hilang sehingga tidak dapat merangsang terbentuknya antibodi.
Faktor lain adalah karena
vaksin tersebut sudah kadaluarsa. 8.5.
Kontrol Kontrol terhadap penyakit CPV adalah sukar. C
'
Isolasi
yang dibatasi dan karantina merupakan pilihan untuk mengontrol penyebaran penyakit. Karena CPV relatif resisten terhadapinaktifasi, penggunaan desinfektan yang umum seperti derivat phenol tidak dianjurkan.
Penggunaan formalin juga dapat dig una-
kan untuk memb,ersihkan t,empat-tempat yang terkena infeksi berat.
Pemakaian larutan sodium hypochlorite atau clorox
1 : 30 digunakan sebagai pencegah infeksi di tempat-tempat yang telah tertular.
Namun sekali CPV muncul, di uni!
unit kandang binatang, maka hampir tidak mungkin bagi kita untuk membasminya secara keseluruhan, meskipun masih mungkin bagi kita untuk mengurangi beban infeksinya.
X.
KES II'IPULAN
Parvovirus pada anjing adalah suatu penyakit pada anjing yang sang at menular, disebabkan oleh virus dari genus Parvovirus.
Penyakit ini sudah tersebar luas di se
luruh penjuru dunia, menyerang anjing dari semua umur, namun karena virus ini mempunyai afinitas yang tinggi teE hadap sel-sel yang intinya sedang bersintesa dan membelah diri, maka angka kesakitan dan kematian lebih tinggi pada anjing-anjing umur muda. Virus bersifat stabil dan tahan terhadap keasaman, bahan-bahan kimia serta tahan hidup di tanah selama lebih da~i
satutehun.
Namun virus dapat di non-aktifkan yaitu
clangan formalin dan clorox dengan pengenceran 1 : 3-0. Gejala-gejala dari penyakit ini tidak spesifik, namun gejala yang menonjol adalah muntah dan diare.
Oisam-
ping itu penyakit ini juga mengakibatkan adanya lesu, depr.asi, anorexia, demam, leukopenia -dan dehidrasi yang di~arenakan
adanya diare.
Juga dapat menimbulkan kematian
yang mandadak pa-da anjing-anjing umur mud a karena virus menginfaksi jantung. Untuk melakukan diagnosa yang tepat, maka disamping melihat gejala-gejala klinik yang dicurigai dan gejala paska mati, juga perlu dilakukan uji laboratorium seperti uji
~A,
HI, pengamatan dengan mikroskop elektron dan iso-
lasi virus.
37
Untuk melakukan pengobatan terhadap penyakit ini sukar sekali terutama jika penyakit sudah parah, sebab tidak ada pengobatan yang spesifik.
Disini pengobatan ha-
nya untuk mengganti cairan tubuh yang hi lang serta mencegah terjadinya muntah dan diare yang lebih lanjut.
Dleh
karena itu, lebih baik dilakukan pencegahan yaitu dengan vaksinasi sebelum anjing itu terkena penyakit.
DAFTAR PUSTAKA Afshar, A. 1981. Canine parvovirus infections - a review. The Veterinary Bulletin, Weybridge 51 (8) : 605-609. Anonymous. 1979. Canine parvovirus - new disease. Rec. 105: 292-293.
Vet.
Anonymous. 1981. Canine Parvovirus. In Pedoman Pengendalian Penyaikit Hewan Menular, Jilid III. Oirektorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian hal. 59-61. Appel, M. J._~.G. , B. J. Cooper, H. Greisen and L. E. Carmichael. 1978. Status Report : Canine Viral Enteritis. J. Am. Vet. Med. Assoc. 173 (11) : 15161518. ______~~~~__ • , f. W. Scott and L. E. Carmichael. 1979. Isolation and immunisation studies of a canine parvolike virus from dogs with haemorrhagic enteritis. Vet. Rec. 105 (8) : 156-159. a ____~--~~__ • 1960 • Cornell report progre~s on Parvo. ~ Canine Parvovirus. Appel. PT Kalbe farma Divisi Veteriner. Jakarta. ______~~~~__ • , P. Meunier, R. Pollock, Lo Glickman, H. Greisen and L. E. Carmichael. 1980. Canine viral enteritis. In "Satelite symposium on diseases of small animals. £. "ayer. Israel Association for Buiatrics. Haifa. pp. 171-179. Azetaka, M. , T. Kirasawa, S. Konishi and M. Ogata. 1981. Studies on canine parvovirus isolation, experimental infection and serologic survey. Japanese Journal of Veterinary Science. 43: 243-255. Bachmann, P. A. , M. D. Hoggan, J. L. Melnick, H. G. Pereira and C. Vago. 1975. Parvoviridae. Intervirology. 5 :531-536. Bastianello, S. S. 1981. Canine parvovirus myocarditis: Clinical signs and pathological lesions encountered in natural cases. J. of the South African Vet. Assoc. 52 (2) : 105-108. Bruner, D. W. and J. H. Gillespie. 1973. Canine Parvovirus. ~ Hagan's infectious diseases of domestic animals, 6th Ed. Comstock PUblishing Associates. Cornell University Press. Ithaca and London.
39 Carlson, D. G. and J. 1'1. Giffin. 1982. Canine Parvovirus (CPV). lD Dog Owner's Home Veterinary Handbook, 1st Ed. Howell 800k House Inc. New York. Carmichael, L. E. , J. C. Joubert and R. V. H. Pollock. 1980. American Journal of Veterinary Research. 41 : 784-791. ~arpenter,
J. L. , R. 1'1. Roberts, N. K. Harpster and N. W. King. 1980. Intestinal and Cardiopulmonary forms of parvovirus infections in a litter of pups. J. Am. Vet. Med. Assoc. 176: 1269-1273.
Else, R. W. 1980. 'Fatal haemorrhagic enteritis in a puppy associated with a parvovirus infection. Vet. Rec. 106: 14-15. Ettinger, S. J. 1983. Canine Parvovirus. In Texbook of Veterinary Internal Medicine diseases or-the dog and cat, 2nd Ed. W. B. Saunders Co. Philadelphia, London, Toronto, Mexico city, Rio de Janeiro, Sydney, Tokyo. pp: 1307-1309. Eugster, A. K. and C. Nairn. 1977. Diarrhea in puppies: Parvovirus - like particle demonstrated in their feces. Southern Veterinarian. 30: 59-60. ____~~____~. , R. A. Bendele and L. P. Jones. 1978. Parvovirus Infection in dogs. J. Am. Vet. Med. Assoc. 173: 1340-1341. F.etcher, K. C. , A. K. Bugster, R. E. Schmidt and G. B. Hubbard. 1979. Parvovirus infection in maned wolves. J. Am. Vet. Med. Ass. 175 : 897-900. finnie, J. 1979. Canine parvovirus infections. Vet. Proc. 37: 12-13.
Vict.
Gagnon, A. N. and R. C. Pavey. 1979. Apossible parvovirus associated with an epidemic gastroenteritis of dogs in Canada. Vet. Rec. 104(12): 263-264. Gooding, G. E. and W. F. Robinson. 1982. Maternal Antibody, vaccination and reproductive failure in dogs with parvovirus infection. Aust. Vet. J. 59: 170174. 1980. Harcourt, R. A. , N. W. Spurling and G. R. Pick. Parvovirus infection in a Beagle colony. J. Small Anim. Pract. 21: 293-302.
40 Hayes, 1'1. A. , R. G. Russel and L. A. Babuik. 1979. Sudden death in young dogs with myocarditis caused J. Am. Vet. Med. Ass. 174: 1197by parvovirus. 1203. Huxtable, C. R. , J. 1'1. Howell. W. F. Robinson, G. E. Wicox and D. A. Pass. 1979. Sudden death in puppies associated with a suspected viral myocarditis. Aust. Vet. J. 55: 37-38. Jefferies, A. R. and W. F. Blakemore. 1979. Myocardi tis and enteritis in puppies associated with parvovirus. Vet. Rec. 1D4 (10) : 221. Kelly, ·W. R. and R. B. Atwell. 1979. Diffuse subacute myocarditis of possible viral aetiology: A cause of sudden death in pups. Aust. Vet. J. 55: 36-37. Macartney, L. , I. A. P. McCandlish, H. Thompson and H. J. C. Cornwell. 1984a. Canine parvovirus enteritis 1 : Clinical, haematological and pathological features of experimental infection. Vet. Rec. 115 (9) : 201-210. •
1984b. Canine parvovirus enteVet. Rec. 115 (11) : 543-
-r~i~t~i~s~2~:~P~a-t~h~o-g-enesis.
460. Mann, P. C. , 1'1. Bush, 1'1. J. G. Appel, B. A. Beehler and R. J. Montali. 1980. Canine parvovirus infection in South American canids. J. Am. Vet. Med. Ass. 177 : 779-7B3. Matthews, R. E. F. 1979. Classification and nomenclature of viruses. 3rd Report of the International Commitee on Taxonomy of Viruses. S. Karger. Basel, London. pp. 189-190. Meunier, P. C. , B. J. Cooper, 1'1. J. G. Appel and D. O. Slauson. 1984. Experimental viral myocarditis : Parvoviral Infection of Neonatal Pups. Vet. Pathol. 21 : 509-515. McCandlish, 1. A. P. , H. Thompson, H. J. Cornwell and L. Macartney. 1980. Canine parvovirus infection. Vet. Rec. 107 (9) : 204-205. ______~_~--__--__--. 19B1. Canine parvovirus infection. In i~e Veterinary Annual. Twenty-first issue. 5Cienthechnica. Bristol.
41 O'Sullivan, G. , P. J. K. Durham, J. R. Smith and R. 5. F. Campbell. 1984. Experimentally induce severe canine parvoviral enteritis. Aust. Vet. J. 61 (1) : 14. Pollock, R. V. H. and L. E. Carmichael. 1979. Canine viral enteritis. Recent developments. Mod. Vet. Pract. 60 375-380. 1981. Experimental canine parvovirus infection in dogs. Cornell Vet. 72: 103-119. Robinson, W. F. , G. E. Wilcox and R. L. P. Flololer. 1979. Evidence for a parvovirus.s the aetiologic agent in myocarditis of puppies. Aust. Vet. J. 55: 294-295. •
1980.
-----,C~a-n~i~n-e~P~a-r--v-o-v·i-r-a~l~O~i-s-a-a-s-e---:-E~x-p--e-r~i-m-e-n~t-a~l~R~e-p--roduc-
tion of the Enteric Form lJith a Parvovirus Isolated from a Case of Myocarditis. Vet. Pathol. 17: 589599. Siegl, G. 1976. The Parvoviruses. graphs. 15: 1-109.
In Virology Mono-
Si.egmund, C. H. 1979. Canine parvoviral enteritis. In The Merck Veterinary Manual, 5th Ed. Publisher by Merck and Co. Inc. RahlJay, N. J. USA, PP. 305-306. Studdert, M. J. , C. Oda, C. A. Riegl and R. P. Roston. 1983. Aspect of the diagnosis, pathogenesis and epidemiol.ogy of canine parvovirus. Aust. Vet. J. 60 (7) : 197-200. Slolango, L. J. 1983. Frequently asked questions about CPV disease. In Norden Nelols Topics in Veterinary Medicine, pp. 4-10. Wilkinson, G. T. 1979. Myocarditis in puppies, Unidenti fied feline illness and gingivitis in cats. Vet. Rec. 104: 149-150. Woods, C. B. , Pollock, R. V. H. and L. E. Carmichael. 1980. Canine parvoviral enteritis. J. Am. Anim. Hosp. Ass. 16: 171-179.