"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam ·menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidale terdengarj tetapi gema mereka terpencar keseluruh dunia, dan perkataan mereka sampai keujung bumi. Mazmur 19 ayat 1 - 5a. ==========="
Kupersembahkan untuk mereka, orang-orang yang kukasihi ••••
APlIKASI TEKNIK RADIOIMMUNOASSAY SEBAGAI ALAI PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN PADA SAPI MELALUI PENGUKURAN KADAR PROGESTERON DI DALAM AIR SUSU
SKRIPSI
Oleh LAMSENG SARAGIH
B 19. 1639
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERT ANIAN BOGOR
1987
RINGKASAN LM1SENG SARAGIH.
Aplikasi Teknik Radioimmunoassay Seba-
gai Alat Pemeriksaan Kebuntingan Pada Sapi Melalui Pengukuran Kadar Progesteron Di Dalam Air Susu (Di bawah bimbingan SOEBADI PARTODIHARDJO). Pemerill:saan kebuntingan (PKB) diperlukan untuk memastikan apakah seekor ternak (sapi perah) bunting atau tidak setelah dikawinkan.
PKB pada sapi dapat dilakukan
melalui palpasi rektal terhadap korpus luteum (KL), palpasi rektal terhadap uterus dan isinya 60 hari setelah dilwwinl,an (IB) dengan ketepatan 95%, dan melalui pengukuran kadar progesteron dengan teknik radioimmunoassay (RIA) 21 -
24 hari setelah di IB melalui plasma darah
dengan ketepatan 90% (Toelihere, 1985) • • Progesteron merupakan hormon reproduksi yang diprodUksi KL dan plasenta dalam jumlah banyak pada sapi bunting, dan sedild t pada sapi tidal, bunting.
Memiliki be-
ra t molel,ul 300 - 400, termasuk kedalam kelompok hormon steroid.
Atas dasar-dasar
inilah PKB dilakukan.
(Zarrow, 1968). Dasar-dasar telmik RIA diperl,enalkan oleh Berson dan Ynlow (1959) dalam pengulmran kadar insulin yang dilabel (ditandai) dengan radioaktif.
Merupakan suatu analisa in
vitro, berdasarkan reaksi ikatan antara antigen/hapten dengan antibodi spesifik, dan mampu mengukur j,adar
sampai 10 piko gram/ml sampel (piko
= 10-12 ).
Hapten ada-
lah suatu bahan yang tidru{ bersifat immunogenik, tetapi memilild struktur yang khas, sehingga mampu berikatan dengan antibodi.
Prinsip umum telmik RIA adalah persaingan
antara hormon yang dilabel dengan yang tidru{ (sampel dan standur) untul{ berikatan dengan antibodi.
Dalam pengu-
lI:urun progesteron, hormon tersebut bertindak sebagai hapten (Eisen, 197.3
Niswender
& Nett dalam Cole, 1977).
Hormon yang dilabel diperoleh melalui proses radioiodinasi dengan unsur 1 12 5 atau 3 H (tritium), dengan te]{nik Chloralnin-T yang sering dipakai. Untuk pemakaian praktis, hormon yang dilabel dapat dipero1eh sebagai barang dagang yang disebut dengan Kit (Heap et a1., 1981 ; Hunter dalam Weir, 1979) •
•
PKB melalui pengukuran kadar progesteron dapat dilal{Ukan melalui air
SUSll
atau darah.
Sampel air susu lebih
menguntungltan, karena pengambilan yang lebih mudah dan tidak per1u penambahaJl antikoagu1an, dan kadar progesteron yang lebih tinggi dibanding darah (Scaramuzzi et 1981).
M .•
Teknik ini telah dimanfaatkan secara komersil di
berbagai negara Eropah dan Amerika Seriltat, dan sampai tahun 1979 telah diperiksa 100.000 lebih sampel.
Pengam-
bilan sampel air susu di1akukan 21-24 hari setelah di IB dan jilw kadar progesteron 10 ng/ml air susu atau lebih, sapi dinyatalcan bunting.
Ketepatannya mencapai 84% untuk
buutiEg, 95-100% untuk tidalt bunting (Heap et a1., 1981).
Dalam suatu pemeriksacm, seorang pekerja mampu melakukan evaluasi 100 sampel air susu selama 7 jam, serta menyiapkan 200 sampel untuk evaluasi esok harinya.
Meli-
puti proses pemisahan lemak susu, isolasi progesteron dengan alat 'Semi-automatic column-chromatography', dan penghitungan dengan alat '1'-counter Scintilation', jika 125 . digunakan I yang memantulkan sinar ~ , dalam satuan CPM (Count Per Minute). Hasil dalam satuan ngjml (nano = 10- 9 ) diperoleh dari kurva kalibrasi yang didapat melalui serangl
&
Rattenberger,
1979) • Di Indonesia teknik ini belum dimanfaatkan sebagai alat PKB, karena aplikasi memang hanya menguntunglran pada sistim peternakan maju dengan populasi sapi perah yang padat, dan organisasi
yang baik dan teratur, sehubungan
dengan biaya yang diperlukan untuk pembangunan laboratorium, pendidikan tenaga ahli, dan peralatan serta bahan yang diperlukan.
Untuk saat ini, teknik palpasi rektal
masih lebih menguntungkan.
Tetapi, bila suatu saat nanti
peternakan sapi perah di Indonesia telah maju, maka aplikasi teknik RIA sebagai alat PKB melalui pengukuran kadar progesteron di dalam air sueu akan menguntungkan dan perlu untuk dimanfaatkan.
APLIKASI TEKNIK RADIOIMMUNOASSAY SEBAGAI ALAT PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN PADA SAPI MELALur PENGUKURAN KADAR PROGESTERON DI DALAM AIR SUSU
8 K RIP S I
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, InBtitut Pertanian Bogor
01eh LAMS ENG
SARAGIH
B 19.1639
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1987
Judul skripsi
APLIKASI TEKNIK RADIOIMMUNOA$SAY SEBAGAl ALAT PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN PADA SAPI MELALUI PENGUKURAN KADAR PROGESTERON DI DALAM AIR SUSU
Nama mahasiswa
LAMS ENG SARAGIH
Nomor pokok
B. 191639
Telah diperiksa dan disetujui oleh:
Prof. DR. Soebadi Partodihardjo Dosen pembimbing
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1963 di Sidika1an8, Kab. Dairi, Sumatera Utara.
Putera bungsu
a&ri 1imCl bersa.udara (2 putern dan .3 puteri), analr dari Bapa K. Sara8ih dan Inang B br. purba. TClmat dari SD Nee;eri Teladan pada tahun 1975, me1anjutl
tahun 1982, di terim" se bagai mahasiswa di Ins-
ti tu t Pertunian Bogor melalui jalur Proyek Perintis II, dan pada tahun 1983 memilih Fakultas Kedokteran Hewan sebagai program studi, dan lulus Sarjana Kedokteral1 Hewan pada akhir Oktober 1986. Semasih kuliah di IPB, penulis menjabat Asisten Luar Biasa untuk mat a kuliah Sosi010gi Pedesaan pada tahun 1984-1985, dan untuk mata ku1iah Bi010gi pada tahun 1986, di Tinglrat Persiapan Bersama, Insti tu t Pertanian Bogar •
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha .Esa atas ralthmat serta bimbingan-Nya dalam penyelesaian skripsi in1. Skripsi ini ditulis sebagai syarat untuk menempuh ujian Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut 1-'ertanian J::lOgor. Penulisan skripsi ini merupakan suatu telaah pustaka dalam hal mana penulis meranglmm beberapa artil{el dan selanjutnya diberikan pembahasan dan kesimpulan. Pad a kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. DR. Soebadi Partodihardjo selaku dosen pembimbing, at as segala bimbingan yang diberikan. Bantuan-bantuan dari staf perpustakaan FKH, Balitvet Bogar, Batan Jakarta, perpustakaan pribadi bapak Adnin Adnan, staf bagian Jurusan Reproduksi dan Kebidanan FKH, mbak Asmarinda, Edwin, Tunggul, Made, sangat diharga1. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Yayasan Sarma Jakarta, Himpunan Alumni lPB, Dekdikbud, yang telah memberikan bantuan beasiswa, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, yang telah banyak membantu selama penulisan skripsi ini dan selama penulis kUliah di IPB. Secara khusus, UCapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan untuk Bapa dan Ibu tercinta, serta
v
seluruh keluarga, at as segala pengorbanan dan dorongan yang diberikan dalam pencapaian cita-cita penulis. Akhirnya penulis masih menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Wa1aupun demikian, semoga tu-
1isan ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukan.
Bogor, Oktober 1987 Penu1is
DAF'l'AR lSI Halaman DAFTAR TABEL
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
DAFTAR GAMBAR
..................................... . . viii
I.
II.
III.
PEEDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
.. .. ... ........ . . . . . . .. .. . ..... .....
2
A.
Sifat dan Struktur Kimia • • • • • • • • • • • • • • • • • •
2
B.
Biosintesa dan Sekresi
2
c.
Fungsi Fisiologik
D.
Mekanisme Kerja ••••••••••••••••••••••.••••
PROGESTERON
•
•
..
•
..
•
4
~
~
•
..
•
•
•
•
•
•
•
•
•
......................... .
3 3
. . . . .. . .. .. .. . . . . ... . .... ... . .. .
5
A.
Sejarah" •.....••.•.••••.•.••.••..•..•••.•.•
5
B.
Prinsip Umunl ............................... .
6
1.
Pembuatan Antibodi • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
6
2.
Radioiodinasi
7
RADIO H1MUNOASSA Y
c. D.
......................... Keabsah<3.n Teknik rliA .. . . ...... . .. .... .... . RIA Untuk Progesteron Air Susu .. . ... ..... . 1. Pemisahan Ler.lak Susu .. .. . ... . ... . .. ... 2.
E.
IV.
vii
Isolasi Progesteron dari Lemak Susu •••
Prosedur Teknik RIA
•• • • • •• •• •• • •• • •• • • • •• • PEHERIKSAAN KEBUNTINGAN MELALUI PENGUKURAN KADAR PROGESTERON
v.
PEMBAHASAH
VI.
KESIVPULAN
DAFTAR PUSTAKA
DALA~1
AIR SUSU
................
. ....................................... . ......................... ....................... . -
.......................................... t
.........
7 8
8 10 10
16 23 29
31
DAFTAR TABEL
Nomor
Ha1aman
Kndnr progesteron dalam serum (ng/ll11) diukur' dengan tiga cara .•........••..•.....
e
2.
Pel'hi tungan RIA ••...•...•..........••••..•••••••
13
3.
Kadar progesteron da1am darah dan susu pada awal ke bun tingan ..•....••..............•.••
17
4.
PersentasE ketepatan PKB dengan progesteron air susu dikorelcsi denean Udall: bi1'ahi kembali. selama 30 ha1'i sete1ah di IB •••••••••••••••
18
5.
Diagnosa lee( -tidak) buntin[;[\J1 ••..•.••.•..•.....•.
20
6.
PKB melalui pengukuran kadar progesteron air susu dengan teknik RIA diberbagai negara •.•
21
~.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
NomoI'
1.
Struktur permukaan bawah progesteron
... ........
2
2.
DiagrC\m s]<8r:w tik peranan hormon-hormon reprodu](si primer pvda hewan betina •.•....•••.... ~.(..
4
3.
Dj agram prinsip RIA ...............................
6
i+.
Diagram radioiodinasi dengan cara Chloramin-T •••
9
5.
Diagram pemlsahan lemak susu • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
15
6.
Alat senli-automuLic column-chromatography •.••.••
15
7.
Kacbr progesteron dalam air susu pada harl ke 19
"
- 23 setelah di IE ............ ".,.............
19
8.
Evaluasi 100 sampel oleh satu orang • • • • • • • • • • • • •
20
9.
Grafil\. PKB melalui pengull.Uran kadar progesteron air susu ......... "...... "..................
22
I.
PENDAHULUAN
Pemeriksaan kebuntingan (PKB) pada seekor sapi bertujuan untult mengetahui apakah sapi i tu bunting atau tidak setelah dikawinkan.
Sapi bunting senantiasa memberi-
kan harapan keuntungan bagi pemiliknya, yaitu dari produksi susu dan anak yang baltal lahir.
Sebaliknya sapi
tidak bunting, merupakan hnl yang merugikan. PKB pada sapi dapat dilwtukan melalui palpasi rektal terhadap uterus dan isinya, palpasi rektal terhadap korpus luteum (KL) dan melalui pengukuran kadar progesteron dengan teknik radioimmunoassay (RIA). Berbagai negarv. di Fropah dan Amerika Serikat telah memanf8atltan teknik RIA seb8gai alat PKB, melalui pen[5ukuran kadar progesteron di dalam air susu, disamping teknik palpasi rektal. Sedangkan di Indonesia, teknik RIA belum begi tu dikenaI, dan informasi tentang hal tersebut masih sedikit. Di dalam skripsi ini akan di uraikan ltemungklnan aplikasi teknik RIA sebagai alat PKB, dan selanjutnya diharapkan telmik ini akan samakin dikenal, untuk suatu saat bisa dimanfaatkan untuk menunjang kemajuan peternalmn sapi perah di negars tercinta ini.
II. A.
PROGESTERON
Sifat dan Struktur Kimia Progesteron menurut Hawk, Oser dan Summerson (1947),
merupakan hormon reproduksi yang termasuk kedalam kelompok hormon steroid.
Memi1iki berat mo1eku1 antara 300 -
400 (Zarrow, 1968).
Menurut Briggs dan Brotherton, pada struktur bagian bawah progesteron (permukaan ~) terdapat bidang datar pada C3' yang memungkinkan per1ekatan dengan protein (gambar 1). B.
Biosintesa dan Sekresi Harper, Rodwell, dan Mayes (1979) mengatakan bahwa
progesteron dihasi1kan oleh 1\L pada awal kebuntingan dan p1asenta pada periode akhir.
Disintesa dari pregno10n,
melalui reaksi dehidrogenase dan isomerase. Beberapa pene1iti da1am Scaramuzzi, Lincoln, dan Weir (1981) melaporkan bahwa kadar progesteron di da1am air susu dUa kali kadar da1am darah, pada aWa1 kebuntingan sapi
pe~r~a~h~.~
Gambar 1.
______________~__________-,
Struktur permukaan bawah progesteron.
3 C.
Fungsi Fisiologik Progeiiteron timbul setelah ovula$i dan menimbulkan
perkembangan yang meluas dari endometrium, menyiapkan uterus untuk siap menerima embrio dan memberi makanan. Secara garis besar, fungsi fisiologik progesteron terhadap uterus adalah : a.
Menghambat pengaruh olcsi tosin terhadap miometrlum.
b.
~lenghambat
c.
Merangsang pertumbuhan kelenjar susu uterus
kontraksi miometriuln.
pad a endometrium. Sedangkan pengaruh progesteron terhadap servik dan kelenjar ambing, antara lain menginduksi pengentalan ekskresi epitelium, serta merangsang pertumbuhan alveoli kelenjar ambing.
Dalam hal ini, progesteron bekerja secara
sinergetik dengan estrogen (Hafez, 1980). D.
Mekanisme Kerja Kelenjar hipofisa anterior menseksresilmn tie;a hor-
mon gonadotropin, yaitu FSH, LH dan LTH.
Horman-harmon
ini sallbat penting da1am pengaturan ovarium untuk memproduksi ovum, serta untuk pelepasan hormon-hormon gonadal, yai tu estradiol dan proge staron.
Hubungan mekanisme ker-
ja hormon-hormon tersebut pada hewan betina, dapat dilihat pada gam bar 2.
4
RANGSANGAN LUAR
-
-
Cnhaya Stress Visual Perabaan Audi toris
Olfaktorius Mak!wan Stimulasi uterus Fisik Lain-lain
I HYPOTALAMUS I
I HIPOF'ISA
L L LFaktor-faktor pelepas I HIPOFISA POSTERIOR ANTERIOR
~~~ ,-+IFSHI
: I I
ILHI
l/l~l
Pertumbuh- -+ovul i - Korpus an folikel as Luteum
i I
~:
L
L-IEstradiol!
!progesteron!---J
1-------11~
PertullJbuhan uterus dan snluren reproduksi Gambar 2.
IOxytocin I
ILTHI·---~
Proliferasi uterus (untull: implantasi)
Partus
Kelangcungan kebuntingan
Laktasi
\/I IRelaxin
Diagram slcematik pernnan hormon-hermon repreduksi primer pnda hewan betina. Garis putus-pUtUE menunjukkan mekanisme umpan balilc negatip. (Zarrow, 1968 dan Toelihere, 1981).
III. A.
RADIOIMMUNOASSAY
Sejarah Pad a tahun 1959, Berson dan Ya10w menemulran bahwa
kadar antibodi dapat diukur berdasarkan kemampuan antibodi tersebut mengikat hormon insulin yan!'; telah ditalldai (dilabel) dengan radioaktif.
Telmilr tersebut semakin di-
sempurna:",n dan se1anjutnya dikenal sebagai teknik radioimll:unoasuay (RIA).
Memiliki kemampuan pengulmran yang san/,:at tinggi, yaitu sampai 10 pikogrQ)'J] (piko = 10-12 )
per m1 sampe1. Pada masa-maE3a selanjutnya, teknik RIA juga dipakai untuk mengukur kadar hormon-hormon protein yang lain, sesuai dengan kemampuan hormon tersebut berikatan dengan antibodi spesifik.
Bahan yang bersifat demikian disebut
dengan hapten, yai tu bahan yang tidak bersifat immunogenik, tetapi mempunyai struktur yang khas, sehingga malllpu berikatan dengan antibodi spesifik.
Hal il1i membawa ke-
mungldnan baru kearah pengulmran hormon-hormon steroid dan pept:Lda. Eisen (1973) rnengemukaltan bahwa telmik RIA dapat dipakai untuk mengukur semUa bahan yang dapat bertindak sebagai hapten atau antigen
(bah~n
yang bersifat immunoge-
nik dan lI1all1pu menstimulir pembentukan antibodi).
6 B.
Prinsip Umum Menurut Niswender & Nett dalam Cole (1977), prinsip
dari telmilc RIA adalah lI:emampuan hormon yang tidak dill.'lb"l bersaing dengan yang dilabel untuk berikatan dengan protein (antibodi) dalam suatu
real~si
in vitro (gambar
3).
Antibodi yane; diperlukan diperoleh dari antiserum hewan perco baan yang telah disuntik hormon,
sedangl~an
hormon
yang dilabel diperoleh melalui proses radioiodinasi.
+
r:
GambaI'
1.
(J Hormon
Antibodi
3.
tidak dilabel
ca •
Hormon dilabel
Diagram prinsip RIA. (Heap dan Holdsworth, 1981).
Pembuatan Antibodi Antibodi diperoleh dari antiserum yang dibangkitkan
pada hewaY! percobaan, dengan cara menyuntikkan hormon. Kelinci dan domba paling sering dipakai, karena biayanya murah serta mudah mendapatkan alltiserum (serum yang mengandung anti bodi).
Antiserum dalam jumlah yang sediki t de-
ngan konsentrasi antibodi. yang tinggi sUdah culmp untuk pemal(aian pada teknik RIA. Niswender
& Nett
dalam Cole (1977) mengatakan bahwa
hormon dengan berat molelml (BM) rendah, di bawah 2000
7 seperti hormon steroid, untuk dapat menimbulkan pembentukan antibodi (berdaya antigenik) harus berikatan dengan protein ber-BM tinggi secara kovalen.
Sedangkan hormon
dengan BN tinggi seperti hormon protein (BM 10.000 100.000) memiliki daya antigenik.
Untuk hormon steroid,
agar memiliki daya antigenik yang maksimal, maka untuk 20 molelml hormon harus berikatan dengan 1 molekul protein pada penyuntikan hewan percobaan. 2.
Radioiodinasi Dalam teknik RIA, digunakan antigen yang telah dila-
bel dengan radioaktif.
Pembuatan antigen yang dilabel de-
ngan radioaktif disebut dengan radioiodinasi. Iod radioaktif (I 125 ), yang memiliki waktu paruh yang pendek, sering dipakai dalam bentuk residu tirosin.
Disamping itu,
unsur H3 (Tritium) juga dapat dipakai (Heap &.1 al., 1981). Diantara berbagai cara radioiodinasi, cara ChloraminT merupakan cara yang paling banyak dipakai (Hunter dalam Weir, 1979).
Cara ini cukup sederhana, tetapi mampu meng-
hasilkan senyawa dengan radioaktifitas yang tinggi.
Pro-
ses radioiodinasi dengan cara Chloramin-T dapat dilihat pada gambar 4.
e.
Keabsahan Teknik RIA Untul, pengukuran leadar progesteron, keabsahan telmik
RIA telah dialwi dan dapot di buktikan dengan cara membandingkannya dengan teknik lain (tabel 1).
8 Tabel 1.
Kadar progesteron dalam serum (ng/ml) diulwr dengan tiga cara.
Sampel
Radioimmuno assay
11,7
3,7
3,l.
3,6
11,6
4,9
5,3
5,0
11:6
7,4
3,1
7,7
164
1,,2
If,
?.
7,0
166
9,1
11,6
8,1
75
8,6
8,2
8,1
144
11,2
10,5
14,7
151
19, It
24,2
20,7
167
;D.) R
20,7
30,7
Sun:ber
Competitive protein binding
Double isotope derivative
Niswender & Nett da1am Cole (1977).
D.
RIA Untul, Progesteron Air Susu
1.
Pemisahan
Lema~,
Susu
Untull. pengukuran kadar progesteron, maka terlebih dahu1u dilakukan pemisahan lemak susu. Sampel air susu ditampung dalam tabung polystyrol yang telah di bu buhi khloramfenikol (bahan pengawet). lanjutnya dipanaskan 100 mendadak
°c
mernal~ai
°c
Se-
10 menit, didinginkan dengan
N2 cair 1 meni t.
Kembali dipanaskan 100
10 meni t, mal,a akall terlihat lapisan lemak terpisah. Cara lain, di temukan oleh Patton, yaj_ tu dengan pema-
i,8ian reagen khusus (gam bar 5).
9
i
r"C, No\<'~ I
r"Q
® O!)
M.ph
PrOle,n (HGH) 59 or'
0.01 ml O.Or
'~I
Chiorom,(,,,- T 5Ci ~g';r ReacTIon volume JrnmeChOlel"
0.04 rnl
Ihen 000
sodIum meIOplsulpt1,le 240,...9 ,n
0.0<:'
,,,I
KI 0·1 mg In
19 0-50
Sepnodel( column
'~I
I
o Gambar 4.
Diagram radioiodinusi dengan Chloramin-T.
c~ra
10 2.
Isolasi Progesteron dari Lemak Susu Untul, isolasi progesteron dari lemak susu digunakan
Dlat 'Semi-automatic column-chromatography' (Hoffmann, Rattenberger, dan
Gun~]er,
1978 da1am ClauB dan Rutten-
berger, 1979), seperti pada gambar
6.
Alat ini terdiri
dari koleldor, pompa dan column block.
Kolektor memiliki
25 ja.rum (needle) yang dihubungkan dengan 25 buah tabung viton, sehingga mampu untuk mengisolasi 25 sampel sekali-
gus. Proses untuk isolasi progesteron dari air susu : Sampe1 ler!ld<
SlISU
diambil 5 ul dengan mikropipet, dicalll-
pur dengan 1 ml benzene/diethyl ether (9:1) di dalam kolektor, kemudian dipompa kedalam column.
Didalam column
di bilas (eluted) dengan 4 ml benzene/ether (9: 1). diilm ti dengan
4
ml benzene/ether (5:1), dan terakhir dengan ben-
zene/ether (1:1) 2 ml, dibuang !<:emudian 4 ml, diuap!wn dan kalldungan progesteron diambil untuk pemeriksaan. Dalam pen;eriksaan pengukuran kadar progesteron air susu dengan teknik RIA dilakul;:an inkubasi 15 menit 37 0 C atau
60 menit 4 °C. E.
Prosedur Telmik RIA *) Dalam pengukuran dengan telmik RIA, maka hasil akhir
clj.g8.mbarkan dalHlll suatu lmrva kalibrasi.
Sebagai contoh
prosedur pengukuran, disini disajikan prosedur untuk hormon T- 3.
Berbagai modifikasi dalam pengulmran ada1ah
*) T-3 RIA Kit. Diagnostic Products Corporation, Los Angeles, California.
11 munp;kin untuk dilakukan. 1.
Delapan buah tabung disiapkan dan diberi tanda NSB (Non Specific Binding = blanko), A - F (tabung untulr hormon standar dengan kadar yang telah diketahui dan kadar hormon yang akan diu!wr, diduga berada pada selang l,adar hormon standar tersebut) daIl T (Total Count), dan tabung-tabung untuk sampel yang diukur.
2.
Kedalam tabung NSB dan A dipipet 100 ul hormon dengan kadar 0 ng/dl.
3.
Kedalam tabung B - F dipipet hormon standar dengan kadar masing-masing sebagai berikut Tabung
o
A B
20
D
50 100
E
200
F
600
C
3a.
ng T-3/dl
untuk tabung sampel, dipipet 100 ul sampel dan diberi tanda Xl' X2 , X , ••• , ~.
3
4.
Kedalam semua tabung dipipet 100 ul T-3 yang telah ditandai (125 I _ T_3 ). Dikocok dengan cepat. Tabung T dipisahkan untuk penghitungan dan tidak ada proses lanju t lagi. Pada tahap ini, sernua tabung akan memantul!~an warna hijau.
5.
Kedalam semUD. tnbung, kecuali NSB dan T, dipipet 100 100 ul antiserum T-3 dan dipusing-pusingkan.
Catatan
125 I _ T_3 (hormon lain yang ditandai) dan antiserum yang sesuai. tersedia sebagai barang dagang komersil.
12
Sampai dengan prosedur nomor
5, maka semUa tabung l{e-
cuali. NSB dan T akan Iwlihatan merah. 6.
Diinkubasikan 60 menit pada suhu kamar atau 30 meni t pc.da suhu 37 °C.
7.
Di tambahl(1n 2 ml cold precipitating solution ]{edalam semua tabung, diinlmbasikan selama
8.
5 meni t suhu karnar.
Disentrifuse dengan kecepatan 2000 g 20 menit atau 3000
e
10 menit.
( g = 28,38 X (RPN X 1000)2 X rad ; r&d = jari-jari sentrifuse dalam inci)
9.
Supernatant ditampung dan residu dikemas dengan cepat.
10.
Dilakukan penghitungan selama 1 menit (CPN = Count Per mtnu te) denean 'a'-counter Liquid Scintilation, sesuai dengan sifat
11.
l~~
c7r
*)
yang memantulkan sinar;)'! •
Selanjutnya disusun dalam bentuk tabel, seperti tabel 2, dc\l1 dibuat ImI'va kalibrasi, dengan
% Bound
pada ordinat dan I{adar (ngjdl) pada absis (gam bar
*) Percakapan pribadi dengan Asmarinda, Fifarm,
FKH - IPB •
7).
13 Tnbel 2.
Tube
Perhitungnn RIA
Duplicate ePH
Average ePM
47,499 47,339
T
NSB
Net 1 ePM
% Bound2 ng T-3/dl
47,419
670 590
A
23,358 23,342
23,350
22,720
100.0 4
o
B
21,441 21,424
21,1,33
20,803
91,6
20
e
18,689 18, 1~69
18,579
17,949
79,0
50
D
14,955 14,9',1
14,948
14,318
63,0
100
11, Cll.,2
10,609
10,826
10,196
44,9
200
5,100 5,184
5,142
4,512
19,9
600
16,429 16,731
16,580
15,950
70,2
11,575 11,124
11,350
10,720
47,2
E
F
PATIENT ASSAYS
1
---------_.. ----------
Net ePM dipero1eh dengan mengurRngkan Average ePM NSB terhadap Average ePM tiap tabung.
2 Ni1ai
% Bound diperoleh dengan membagi Net ePM terhadap
Haximum Bound (HB)
j
ME =
•
Ill_
3 Pada tabung NSB, Net CPM bernilai 0 (nol) , karena anti.serum tidak terdapat dalam tabung tersebut, sehingga ti dal, ada ilwtan yang terjadi, 4 Pada tabunc; A nilai % Bound 100%, karena berisi hormon
standar dengan kader 0 (nol), sehingga seluruh hormon Yang dilabel dianggap berikatan dengan antiserum, sebab tidal, ada perso.ingan.
5 Nilai Xl dan X2 diperoleh dengan memasukkan nilai
% Bound terhedap lcurva kalibro.si, yang diperoleh dari data tabung A - F dengan perhitungan statistik. Sumber
(1251 ) T-3 H1A Kit.
Diagnostic Products Corpo-
ration, Los Angeles, California.
15
(132 ml n-butanol 420 ml n- butylamine 310 ml de-Ionized water) Milk
Solvenl
25 ml ~/o:s;;;;Mil
Heal for 1-5 min o185 Q C
Centrifuge for 2 min 013000 rev/min
Gambar 5. Diagram pemisahan lemak auau •
pump
Gambar 6.
column block
Alat semi-automatic column-chromatography.
IV.
PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN MELALUI
PENGUKURAN KADAR PROGESTERON DALAM AIR SUSU ~lenurut
Toe1ihere (1985) PKB pada. sapi perah dapat
di1akukan me1a1ui palpasi rektal dan pengukuran kadar progesteron didalam darah dengan teknik RIA.
Palpasi rek-
tal dapat dilakukan terhadap KL atau uterus dan isinya. Palpasi rektal terhadap uterus dan isinya dapat dilakukan 60 hari sete1ah dikawinkan (IB) dengan ketepatan 95%, sedong-iean me1a1ui pengukuran dengan teknik RIA terhadap kadar progesteron doroh dapat dilakukan pada hari ke 21 24 setelah di IB dengan ketepatan 90%.
Disamping pengu-
kuran leadar progesteron di dalam darah, pengukuran dengan telmik RIA juga dapat dilakukan pada air susu. Ginther, Nuti, Garcia, Wentworth, dan Tyler (1974) telah melakukan penelitian, dengan mengambil sampel air susu dan darah pada hari 0 (birahi), 1, 4, 7, 10, 13, 16, 19, 22, 25 dan 30. 1a1ui vena).
Darah diambil secara venipuncture (me-
Pengiriman sarnpe1 di1nkukan sekali 3 atau It
hori, dimasukkan di dalam refrigerator dan untuk sarnpel darah diberikan antikoagulan heparin.
Hasilnya ada1ah
seperti pada tabel 3. Pennington, Spahr, dan Lodge (1975) me1akukan pene1itian, dengan k1asifikasi kadar progesteron air susu : Lebih dari 11 ng/ml • • • • • • • • • bunting, antara 8 - 11 ng/ml • • • • • • • • • dubius, leurang dari 8 ng,lm1
tidak bunting.
17 Tabel.3.
:\auay' proc;esteron dalam darah dan susu pada awal kebuntil1[:;an.
Progesteron (ng/ml) Day of
Bilk
Blood plasma
Pregnc:': ncy Hean
+
SE
HE-Jan
+SE
a
0,8
0,1
0,1
0,1
1
0,0
0, ;,~
0,1
0,1
1+
3,6
0,')
0,6
0,1
'/
11, ')
2,?
2,9
0,6
10
16,8
2,)
1+,2
0,8
13
18,8
3,0
Lr,3
0,6
16
22,8
3 ,"-"
Lr,5
0,8
19
21,2
3 , Lf
Lf ,2
0,6
:02
21,3
3,')
5,3
1,2
:){' ,-/
l'o , co-'
2, II
4,8
0,6
jO
21,6
3, If
6,1
1,6
Sumber : tTournal of Animal Science, Vol. 1+2, No. 1, 19?6
18 Pengambi1an sampe1 di1akukan pada hari ke 21 sete1ah birahi pndn sapi yang tidall: di IB (ke1ornpok I) dan untull: yang di IB pada hari ke 21 atnu pagi hari ke 22 (kelompoll: II).
Dari ke1ornpok I, dengan 58 ekor sapi <;liperoleh
has:Ll 91, If% rnemiliki kadar progesteron kurang dari 8 ng/rnl. Sisanyc, dia tas 8 ng/m1, dan kelihatan birahi kembali se1arna periode 35 hari.
Dari ke1ompok II, dengan 123 ekor sa-
pi, memi1ild lcadar progesteron yang berkisar antnra 0,5 33,0 ng/m1 air susu.
Persentase ketepatan pene1itian PKB
ini, dipero1eh mela1ui koreksi dengan keadaan tidak birahi kernbnli selama periode 30 hari setelah di IB (tabel Tabel
4.
4).
Persentase ketepatan PKB dengan progesteron air su su dilcoreksi dengan tidak birahi kembali selama 30 hari sete1ah. di lB. " 1 Dl.agnosa
Bunting
Tidak bunting 2
Progcsteron (ng/ml)
18,5:0,6
Jumlah ';8npi
67
Ketepatan 3
52/57=91,2% 34/35=97,1%
1
2
Dubius
3,0:0,3
9,6:0,3
49
7
Dingnosa dengall kadar progesteron air susu. Mean
:!:
SE •
3 Sepuluh elcor dianggap bunting dan 14 ekor tidak bunting berdasarkan kadar progesteron tidak dimasukkan kedalam perhitungan. Sumber : Journal
0
f Dairy Science Vol. 59, No.8.
19 ~lrs.
Van de Wiel,
Van Eldil{, Koops, Postma, dan 01-
denbroek (1978) melaku[{11n peneli tian pada 490 ekor sapi, dan pengambilan sampel air susu dilakukan selama 30 hari setelah di IB, dengan hasil seperti gambar
progesterone ( nglml) 60
•
•
•
50 40
I
•
• • •
30
• ••
· :
20 10
;
• • •• ••
,• • ,• • ~
Untul~
•
• ••
••
•
•
••
•
,•
:
•• ,•
•,•
•
•
••
••
,
•
Gambar 7. Kadar progesteron dalflm air SUSU pada hari ke 19 - 23 setelah di IB •
•
••
•
pregnant
•,• , ,
• • , •• •• • • •• • • • ------------------------------------•
••• ,
·
•
0
••
7.
••
£
I
non pregnant
20 21 22 23 19 days after insemination mene;etahui persentase ketepatan PKB, dilakulwn
pengambilan sampel pada hari ke 21 sete1ah di IB, dengan kadar progesteron diatas 10 ngftal air susu,sapi dianggap bunting,
Dan hasil ini dikoreksi dengan keadaan tidak bi-
rahi kemb2.1i dalam periode 66 hari sete1ah di IB, dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.
20 Tabe1 5.
DlaGnosa ke(-tidak)buntingan. Bunting dan % ketepatan
Percotaan Jum1ah (ekor)
Tidak bunting dan % lI:etepatan
--------------------,------~
Tidak birahi Tes pro Kemba1i 66 hari se- gesteron btrahi te1ah di IB susu pa- pada 66 da 21 hari hari
Tes progesteron susu pada hari 21
I
44
27
32( 84, It%)
12
12(100%)
II
85
59
71(83,1%)
12
12( 100%)
III
85
56
66(84,8%)
16
17 (94, It%)
214
142
169(84,0%)
40
4l( 97,6%)
I+II+III
Sumber : Tijdschr. Diergeneesk., Vol. 103, No.2, 1978. Claus dan Rettenberger (1979), melalui penelitian pengukuran kudar progesteron
1ewElk susu, memperoleh
padn
kesimpulan, bahwa seorang pekerja mampu melakukan eva1uasi terhadap 100 sampe1 dalam waktu 7 jam, serta menyiapkan 200 sampe1 yang akan dieva1uasi keesokan harinya. Perincian waktu selengkapnya dapat dilihat pada gambar 8. Pemisahan 1ema]{ susu
· . . . . . . .. . . . . . .. 0,5
Isolasi progestcron
·........ ... . .. 2,0 ·................ 2,0
RIA Evaluasi
~
~
~
·. .. . . . .. . . . . . .. ~
jam jam jam
2,5 jam
Jum1ah ••••• 7,0 jam Gambar 8.
Eva1uasi 100 sampel oleh satu orang.
21 Pemal,aian teknil< RIA diberbugai negara eebagf,l.i alat PKB dapat dilihat pada tabel
6, eedangkan jllmlah eampel
yang diperilwa earnpai dengan tahun 1979 dapat
Sampel hari
PKB melalui pengukuran kadar progeeteron air eueu dengan telmik RIA diberbagai negara.
N egara
Jumlah ekor
ke
20 24 20 21
KeberhasHan (%) (-)
(+)
168 151 333 508
100,0 100,0 100,0 98,0
86,0 81,7 77,0 76,0
c.500 681
95-100 94,8
80,0 82,8
Belancla Inggrie
214 21f29
97,6 97,0
81hO 84,5
35-60 USA 38&46 Ingc;ris
395 82
98,0 94,7
80,0 95,2
197
99,0
97,0
Jern,an Barat Inggris Jerman Barat USA
21 Inggris 21&24 Denmark 21 24
10
I llggris (3X8 hari)
Sumber
Hoffmann et alt, 1974 Heap et al., 1976 Hoffmann et ~., 1976 Pennington, Spahr & Lodge, 1976. Pope ~ al., 1976 Koefoed-Johnsen & Christiansen, 1977 Van de Wiel et .ill., 1978 Booth, Davies & Holdsworth, 1979 Foote et al., 1979 Laing, Eastman & BoutfloVler, 1979 Laing, Gibbs & Eastman,
1980
(-) Pemeriksaan tidak bunting (+) Pemeriksaan bunting Sumber : British Veterinary Journal (1981). 137, 561.
22 120.000 100.000
50.000
1975176 GamOE-1' 9.
'76/17
'77178
'78/79
Grafik PKB melalui pengukuran kadar' progesteron air susu.
V.
PEHBAHASAN
Progesteron merupallan salah satu hormon reprodultsi, yang termasuk golongan hormon steroid.
Hormon ini dipro-
dullsi setelRI! peri8tiwa ovul,'.bi, disekresi oleh lwrpus 1 u teuPo] pmln Cl'.'.'r,l ke l;mntingan,
8E'rta plasenta pada periode
a)
tid~1
buntj)J[, progesteron diproduksi
dRl<,m jumlah yang sanl!at sediki t, dan berlenSllung sampai Idra-I<:ira huri ke 18 dari siklus bj.rahi.
Pada aWal ke-
buntinGn!:, l
Dengan ada-
nya kadar progesteron yane; tinggj. pada aVial kebuntingan, di bandillglwn dene;an periode l:,in, maka hal terse bu t
dapa t
dijadikan Debaed daGiJ.l' untuk PKB, yd tu rnel&lui pengukuran kadar harmon tersebut. Metod;) penl';ukurnn I
dip,~\
denC;E>n baik, karen8 memiliki kepekaan dalam
pengulmrnn S[\I"';<,<:,1 J (I pikot;I'olll per ml 60111pcl. kadar proG'·
Telmik jni
8[01'011
Sedangkan
untuk setinp ml sampel air susu atau
darah mencapai ukuran nanogram, masih cukup jauh di stas batas tolernnsi pengukuran
den~an
teknik RIA.
24 Catatan
1 pikogram
= 10- 12
1 natlogr[.lm = 10- 9
gram dan gram
RIA merupaltan suatu analisa in vi tro, yang dj.dasarkan atas r8al,si antara antigen/hapten dengan antibodi. Antie;en adalah suatu zat yang bersifat immunogenik, mampu menstimulir pembentul
Hapten, merupalwn sua-
tu zat yang tidak bersifat immuTlogenik, tetapi mempunyai strul,tur yang khas, sehingga mampu berikatan dengan antibodi spesifik.
Untul( pengukuran kadar progesteron, maka
hormon terse bu t bertindal( sebagai hapten, sesuai dengan sifatnya ye.ng tidal, immunogenil<, dan mempunyai struktur yang khas. Dalam pengukuran dengan RIA, maka terjadi persaingan antara hormon yang dilabel dengan yang Udak (hormon sampel dan standor), untul, berikatan dengan antibodi.
De-
teksi penghi tungan dilakul
Sebagai contoh, unaur radioaktif r125
al(an men.Entullcun sinal' ~.
Tingkat ikatan antara hormon
yang dilabel, merupakan fungsi dari kadar bahan yang diulmr (sa.mpel dan standar). Pengukuran kauar progesteron dapat dilakukan melalui sampel darah atau air susu, karen"" hormon progesteroll didapati POldOl lcedua bahc.n tersebut.
Sampel air susu lebih
menguntungl,an untuk pemerikaaan dibandingkan dengan darah, karena kadar proc;esteron yang Iebih tinggi,mencapai
25 dUG
l,ali lipat atau lebih.
merlukan
l~eahlian
luh darall vena.
Pengambilan sampel darah me-
tersendirt, karena harus melalui pembuDisamping agek sulit, juga bisa mengald-
batkan gangcuan bagi sapi.
Perlakuan lanjut
untul~
sampel
darah juga merupakan masalah tersendiri, karena diperlukan pemberian antikoagulan untuk mencegah pembekuan, dan ini harU8 den",;an perbandingan tertentu yang pasti untult mencegah kekacauan perhitungan.
Dan pemberian antikoagu-
Ian juga berarti penambahan biaya.
Sedangkan sampel air
susu, pengambilannya sangat mudah, setiap orang bisa me1aiwi<:annya, dan tidalt memer1ukan pensmbahsn antikoagulan. Un tul<: mene egah sampe1 agar tidal<: cepa t membusuk, malta biacanya di berikan bahan pengawet, seperti
l~hloramfenikol
•.
Telah diltetahui, bahwa pada awal kebuntingan kadar progesteron tinggi di dalam air susu.
Tetapi untuk PKB,
saat pengambi1an sampe1 yang paling tepat dan standar kadar progesteron untult menyatakan sapi bunting atau tidak, belum dilletahui.
Saat pengambi1an s",mpel dan stand",1' ka-
dar p1'ogeste1'on adalah sangat diperlukan, karena akan mempengaruhi persentase ketepatan pemeriksaan. Hasil penelitian Van de \Viel et ill.,
1978, menunjuk-
kan bahwa waktu yang paling optimal untuk pengambi1an sampe1 ada1ah ha1'i Ite 21 sete1ah di IB, namun setelah dieobakan selama setahun di lapangan, ternyata waldu yang p&ling bailt adalah pada hari ke 23 atau 24.
Hal ini ke-
mungkinan karena kondisi sapi-sapi peneli b.an yang agak
26 berbeda dengan sapi-sapi peternakan, yang akan turut mempengaruhi proses-proses dalam tubuh.
Standar kadar yang
dipalcai adalah 10 ng/ml air susu, dan ini memberikan jretepatan pemeriksaan bunting 84% dan tidak bunting 97,6%. penelitian Pennington et
lll., 1975, memberikan hasil, bah-
wa dengan pengambilan sampel pada hari ke 21 dengan standar progesteron 11 ng/ml air susu, malea hasil ketepatan pemeriksaan bun tine; adalah 91,2% dan tidal, bunting 97,1%. Kedua penelitian ini menggunakan sistim yang berbeda, tetapi tujuannya adalah sama, yaitu untuk memperoleh waktu pen&ambilan sampel yang optimal dan penetapal1 standar progesteron untuk PKB, yang alwn memberikan lcetepatan pemeriksaan yang tinggi. Bila di bandinglcan dengan PKB melalui palpasi rektal terhadap uterus dan isinya, maka pemeriksaan dengan teknik RIA terhadap progesteron adaleh lebih cepat, setelah dikawin)can.
Dengan teknik RIA, memerlukan waktu 21 - 24
hari, sedangl,an pa1pasi relt tal setelah 60 hari.
Se1isih
Vlaktu ini, merupakan sua tu lreuntungan yang besar, walaupun dalam hal ketepatan palpasi rektal masih lebih tinggi.
Selisih waktu diatas, bila sapi ternyata tidak bun-
ting, maka s61ama i tu telah terjadi suatu pemborosan, yai tu periode pemeliharaan yang sia-sia.
Dan dengan telmilc
?IA hal tersebut bisa dihindarkan. Untulc biaya operasional, telmik RIA akan memerlukan biaya yang tinggi, yaitu untuk pembangunan laboratorium,
27 peralatan-peralatan, pendidikCln tenaga al11i, dan bahanbahan yang di.perlukan.
Dibandingkan dengan palpasi rek-
tal, dimana lreahlian dapat diperoleh melalui latihan-latih&n, malea investasi untuk RIA jauh lebih mahal.
Tetapi
hal tersebut adalah merupalcan suatu penanaman modal awal, yang !Il0'milild masa pakai jangka panjang, dimana selama masa tersebut, keuntungan-keuntungan pemeriksaan dengan teknik RIA akan mampu menutupi biaya tersebut.
Artinya,
dengan pemeriksaan sekian sampel, maka Utik impas akan bisa dicapai.
Hal inilah yang menyebabkan teknik ini ha-
nya menguntunglwn bila diaplikasikan di daerah dengan si stirn peternaltan maju dengan populasi sapi perah tinggi. Karena pemeriksaan sumpel dalam jumlah yang tinggi, alran mempercepat peneap[iian ti tile impas.
Sebagai contoh, di
Czechoslovakia setiap laboratorium diagnostik RIA mampu melakukan pemeriksaan 1000 sampel setiap hari, yang didukung oleh organisasi peternakan yang baik. PKB dengan palpaui relctal yang dilakukan secara manual, altan menjadi faldor pemba tas pemeriksaan karena kemampuan manusia yang terbatas, apalagi untuk peternakan dengan penyebaran populasi yang meluas.
Dengan teknik
RIA hal ini bisa diatasi, karen a sampel-sampel bisa dikumpulkan sebelum pemeriksaan sampai 3 - 4 hari, dengan di beri bahnn pengawet, seperti yang dilakukan oleh Ginther
.'U
.§!l., 197 L,.
Demildan juga dengan kemampuan pe-
meriksaan yang cukup tinggi, dimana seorang pekerja
28 melCllml~an
mUlllpu dan
menyi8pl~an
rinyu.
pemeriksaan 100 sarnpel dalam waldu 7 jam, 200 sarnpel
Dene;an lwta lain,
untul~
pemeriksaan h:eesokan ha-
kesuIitan-l~esulitan
pada paIpa-
8i rektal, seperti faldor keterbatasan manusia, faktor tempat (geografi), dan penyebaran populasi sapi perah, dapat diatasi dengan Untul~
aplil~asi
teknik RIA.
sistim peternalcan sapi perah di Indonesia. di-
mana populasi masih sedikit, aplilcasi teknik RIA sebagai alat PKB belum memungkinkan.
Ti til~ impas akan suli t di-
capRi, dan aplikasinya cenderung merupakan suatu hal yang merugil
Tetapi,
peternal~an
sapi perah akan terus ber-
kembang, dan suatu saat populasi sapi perah telah begitu tinggi, maka aplikasi teknik ini alwn cukup murah dan menguntungkan.
Seperti yang telah dilaksanakan di Jerman
Barat, untuk setiap pemeriksaan sampel air susu memerlukan biaya kurang dari 2 mark Jerman (kira-kira Rp 1500,-). Dan untuk menghadadapi saat tersebut, tentu diperlukan usaha-usaha dan persiapan-persiapan, sehingga pada saatnya nanti teknik RIA sebagai alat PKB pacta sapi perah siap untuk dipalikasikan.
VI.
KESIMPULAN
Pemeriksaan kadar progesteron dapat digunakan sebagai alat PKB,
l~arena
hormon ini diproduksi dalam jumlah
yang banyak pada awal kebuntingan sapi perah oleh korpus luteum, sedangkan pada sapi Teknil~
tidal~
bunting sangat sediklt.
RIA dapat dipakai sebagai alat ukur,
l~arena
telmik illj mampu mengulwr semUa bahan yang bersifat sebagai hapten atau antigen, sesuai dengan
l~emampuan
tersebut berikatan dengan antibodi spssifik.
bahan
Progesteron
bersifa t se bag£li hapten, learena memilj lei struktur yang lehas, Udak bersifat immunogenik, tetapi mampu berikatan denl':an antibodL
Teknik RIA memiliki kepekaan yang ting-
gi, mampu mengukur kadar progesteron sampai 10 pikogram per ml sampel. Untuk pemeriksDan, sampel air susu lebih menguntungkan dibandingkan sampel dar-ah,
l~arena
kadar progesteron
dalam air susu lebih tinggi, pengambilan mudah, dan
tidal~
memerlukan penambah
Dengan cara ini, kete-
patan pen:el'ilc';2Cl.n bunting ldra-kira 81;%, dan ketepatan tidak bunting berkisar antarn 95 - 100%.
30 Prospek telmik RIA sebagai alat PKB sapi perah, cuImp memberikan harapan alean berbagai keuntungan yang baleal diperoleh.
Kemampuan evaluasi yang tinggi, jarak an-
tara hari perkawinan dengan pemeriksaa.n yang singkat, merupa]I:an suatu l{euntungan tersendiri dibandingkan PKB dengan telulik- telmik lain. Kelemahc.nnya adalah, pemerilrsaan hanya bisa dilaksanakan pada sapi yang laktasi (sampel air susu), berarti pada kebuntingan ke II dan seterusnya.
Dalam pemeriksa-
an perlu suatu ketrampilan yang tinggi dan kecepatan kerj a, karena I125 (bahan radioiodinasi
= label)
memiliki
waktu paruh ye.ng pendell:. Aplikasi telmi!l: RIA sebagai alat PKB pada sapi perah melalui pengulwran lradar progesteron di dalam air susu, hanya menguntungkan pada daerah/negara dengan sistim peternairan maju, populasi padat, dan organisasi peternakan sapi perah yang baik dan teratur.
====000====
DAFTAR PUSTAKA Berson, S. A. and R. S. Yalow. 1959. Assay of Plasma Insulin in Human Subjects Immunolo gical Metho ds. Nature (London) 184:1648 Briggs, M. H. and J. Brotherton. 1970. steroid Biochemistry and Pharmacology. Academic Press, London and ~ew York. Claus, R. and E. Rattenberger. 1979. Improved Method for Progesterone Determination In Milk Fat. Br. ' Vet. J. 135:464 Eisen, H. N. 1973. Immunology. In B. Davis, biology. Harper and Row, Hagerstown.
~.
Nicro-
Ginther, O. J., L. J. Nuti, M. C. Garcia, B. C. Wentworth and W. J. Tyler. 1976. Factors Affecting progesterone Concentration in Cow's Milk and Dairy Products. Journal of Animal Science, Vol. 42, ~o. 1. Hafez, E. S. E. 1980. Reproduction in Farm Animals. Lea & Febiger, Philadelphia. Harper, H. A., V. W. Rodwell, and P. A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry. Lange Medical Publications, Los Altos, California. Hawk, P. B., D. J. Oser, and W. H. Summerson. 1947. Prac tical Physiolo gical Chemistry. McGrawhill Book Company Inc., New York, 'l'oronto, London. Heap, R. B. and R. J. Holdsworth. 1981. Modern Diagnostic Methods in Practice. Br. Vet. J. 137: 561. Hruska, K., M. Franek, M. Sedlacek, and A. Holub. 1979. Automation of Progesterone Radioimmunoassay in Milk. In D. Sastradipradja, ed. The Use of Radioimmunoassay and Related Procedures to Improve Reproductive Performance of Domestic Animals. The Directorate General of Higher Education, Department of Education and Culture of The Republic Indonesia. 92-103. Hunter, W. M. 1979. Radioimmunoassay. In D. M. Weir, ed. Handbook of Experimental Immunology. Blackwell Scientific Publication, Oxford, London, Edinburgh, Melbourne. 14:14.1-11,.40.
32 Niswender, G. D. and T. M. Nett. 1977. Biological and Immunological Assay of Gonadotropin and Gonadal Hormones. In H. H. Cole!'I:'. '1'. Cupps,~. Reproduction in Domestic Animals. ACEldemic Press, New York, San Fransisco, London. 5:119-137. Pennington, J. A., S. L. Spahr, and J. R. Lodge. 1975. Pregnancy Diagnosis in Dairy Cattle by Progesterone Concentration in Milk. J. Dairy Sci. 59. Perry, E. J. 1968. The Artificial Insemination of Farms. Rutgers University Press, New Brunswick, New Jersey. Scaramuzzi, R. J., D. W. Lincoln, and B. J. Weir. 1981. Reproductive Endocrinology of Domestic Ruminants. Journal of Reproduction and Fertility Ltd., Colchester & London. Toelihere, ~J. R. 1981. Angkasa, Bandung. dan Kerbau.
Fisiologi Reproduksi Pada Ternak.
1985. Ilmu Kebidanan Pada Ternak Sapi Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Van de Wiel, D. F. M., Mrs. J. Van Eldik, W. Koops, A. Post, and J. K. Oldenbroek. 1978. Fertility Control In Cattle by Use of The "Milk Progesterone Test". Tijdschr. Diergeneesk., Vol. 103, No.2. Zarrow, M. X. 1968. Hormones of Reproduction. In E. S. E. Hafez, ed. Reproduction in Farm Animals. Lea & Febiger, Philadelphia.