Begitu banyak :/ang telah kalian berikan padalm Kupersembahkan untuk : Abah, ibu
dangsanak-dangsanakku serta dini
TINJAUAN EPIDEMIOLOGI DAN PENGENDALIAN RABIES DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
SKRIPSI
Oleh YULIAN
NOOR
B. 17. 1044
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 985
RINGKA5AN
YULIAN NOOR.
Tinjauan Epidemiologi dan Fengendalian
Rabies di Propinsi Kalimantan Selatan (Di bawah bimbingan drh ROSO SOEJOEDONO, HPH). Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit zoonosis yang terpenting di Indonesia, karena luasnya daerah rabies, tingginya kasus penggigi tan oleh hewan tersanglta rabies dan sifat penyakitnya yang selalu kematian (Anonymous, 1982b).
bera~hir
dengan
Hal yang lebih memberatkan
adalah kemungkinan terjadinya encephalitis pasca vaksinal pada orang-orang yang mendapatkan vaksinasi anti rabies (Hardjosworo, 1977). Penyebaran rabies sangat luas diseluruh dunia, hanya beberapa negara yang dinyatakan bebas seperti Inggris, Swedia dan lain-lain (Baer, 1975).
Di Indonesia rabies
sudah ditemukan .± 100 tahun yang lalu.
Nenurut Hardjos-
woro (1977), kejadian rabies pertama dilaporkan oleh Esser (1889) pada seekor kerbau di Bekasi.
Kemudian kejadian
rabies ditemukan dan dilaporkan di daerah lainnya yang berarti meluasnya daerah rabies.
Dewasa ini di Indonesia
wilayah tersangka dan tertular rabies meliputi 20 propinsi dan yang bebas hanya tujuh propinsi (Anonymous, 1982a). Kalimantan Selatan dewasa ini ada1ah wilayah baru yang tertular rabies.
Sejak dua propinsi yang berbatasan
langsung dengannya dinyatakan sebagai daerah tertular rabies, yaitu Propinsi Kalimantan Timur (1974) dan
Kalimantan Tengah (1978), maka Kalimantan Selatan menjadi daerah yang sangat rawan bagi penularan rabies.
Kejadian
rabies pertama ka.li dilaporkan pada tanggal 17 April 1,,83 di Kabupaten Tabalong dan kemudian meluas pada daerah lainnya.
Sampai pertengahan tahun 1985 wilayah yang tertu-
lar rabies meliputi enam kabupaten (Anonymous, 1965). Di Kalimantan Selatan anjing merupakan hewan penyebar utama rabies, sedangkan hewan sapi, babi dan rusa secara epidemiologis dianggap sebagai jalan buntu (dead-end). Selama tahun 1983 sid 1985 terjadi 349 kasus penggigitan pada manusia, namun tidak semuanya merupakan kasus rabies. Angka rationya pada tahun 1984 adalah 10.2, yang berarti dari 11 kasus penggigitan, satu diantaranya dilakukan
0-
leh anjing penderita rabies. Sumber penularan rabies pertama di Kalsel diduga era t hubungannY8. dengan penularan dari daerah tertular, yaitu dua propinsi yang disebutkan di atas (Anonymous, 1984) • Beberapa usaha pengendalian rabies yang dilaksanakan di Kalsel diantaranya adalah penyuluhan, pembunuhan hewan liar dan vaksinasi yang pelaksanaanya ditangani oleh satu tim koordinasi (Anonymous, 1983a) Terdapat beberapa hambatan dalam usaha pengendalian rabies di Kalsel, diantaranya tidak diketahuinya populasi hewan rentan, kurangnya fasilitas dan kesadaran masyarakat tentang penyakit rabies dan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
TINJAUAN EPIDEllIOLOGI DAN PENGENDALIAN RABIES DI PROPINSI KALIMANTAli SELATAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Dokter Bewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Eogor
oleh YULIAN NOOR
B. 17. 1044
FAKULTAS KEDOKTERAN HEW AN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judu1 Skripsi
Tinjauan Epidemio1ogi dan Pengenda1ian Rabies di Propinsi Kalimantan Se1atan
Nama Hahasiswa
Yulian Noor
Nomor Pokok
B. 171044
Skripsi ini te1ah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing
1985
Bogor,
drh. Roso Soejoedono, Dosen Pembimbing
rranggal Lulus Dokter Hewan
~PB
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Amuntai, Kalimantan Selatan pada tanggal 20 Juli 1961.
Merupakan anak ke de1apan da-
ri delapan bersaudara keluarga Azikin dan Nurdjannah. 'rahun 1968 penulis memasuki SDN Tri Dharma Banjarmasin dan lulus pada tahun 1973.
Kemudian melanjutkan
ke SHPN VI Banjarmasin dan lulus pada tahun 1976.
Pada
tahun 1977 memasuki SHAN I Banjarmasin dan lu1us tahun 1980.
Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Proyek Perintis II.
Setahun kemudian penulis memi1ih Faku1tas Ke-
dokteran Hewan IPB dan 1ulus sebagai sarjana kedokteran hewan pada tangga1 1 Sepetember 1984. Penu1is pernah menjadi Asisten Tidak Tetap pacta l,lata Ajaran Sosio1ogi Pedesaan pada Tingkat Persiapan Bersama IPB pada tahun 1983 sid 198 1f.
t1enjadi Asisten Ti-
dak 'retap pada Hata Ajaran Histo1ogi pada Fakultas Kedokteran Bewan IPB pada tahun 1982 sid 1984. Sejak tahun 1983 sid 1985 penulis mendapatkan beasiswa dari Yayasan Supersemar.
KA TA PENGA NTA R
?abies atau penyakit anjing gila adalah penyakit zoonosis terpenting di Indonesia.
Seberapa data dan hasil ge-
ngamatan di lapangan yang dilakukan penulis selama dua minggu di Kali:::antan Selatan, setelah disusun dan dianalisa kemudian disajikan dalam tulisan ini sebagai gambaran ra.bies yang :nenjadi Vle,bah di Kalimantan Selatan. !"ada ,Cese!llpatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada drh Roso Soejoedono, dosen pembimbing, atas saran dan
bil~bingannya
selama menyusun skripsi.
Penulis juga
menyampaike.n terima kasih kepada Dr. S. !{ardjos':loro, Kepala Dinas Peternakan dan Kakanwil Depkes Propinsi Kalimantan Selatan atas informasi yang diberikan. ?a.ntu2.n dari karyawan perpustakaan di lingkungan IPB
dan Perpustakaan Salitvet Cimanggu sangat penulis hargai. !Cepe.da Yayasan Supersemar penulis mengucapkan terimakasih a tas bea siswa yang di berikan selama ini. .::.khirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari se:lpurna.
:.'alaupun demikian semoga apa yang di tuang-
kan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya. Dogor,
Oktober 1985 Penulis
D~,FTAR
lSI
Ha1aman DAFTAR TABEL ........................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................
xii
I.
PENDiiHULUAN............................................................
1
II.
TINJAUAN PUSTA...KA ..................................................
4
A.
Penyebab.... .. .. .. .. .. .. .. .. .... ................ .... ....
4
B.
Hewan Rentan ........................................
5
C.
Cara Penu1aran dan Penyebaran Rabies di Alam •••.•••.....•••.••
III.
PERKEtolBANGAN DAN SITUASI RABIES DIINDONESIA .................................................................
IV.
V.
VI. VII.
6
KEADAAN UMUM KALIMANTAN SELATAN ••••••••••
8
18
A.
Geogra fi ................................................
18
B.
Demogra I"'i ..............................................
18
C.
Keadaan Peternakan .•••...••.•.•.
19
D.
Laboratorium Diagnostik •••••••••
20
E.
Hubungan Anjing dan Manusia . . .. .. .
21
EPIDEHIOLOGI RABIES DI KALHi..'I.NTAN S~ATAN
....................................................................
24
A.
Situ!)si cinn Perkembangan Rabies..
24
B.
Sumber Penularan Penyakit •••••••
28
C.
Cara Penyebaran Penyakit .. .. . . .. .. . ..
30
PENGENDALIAN RABIES DI KALHfANTAN
SELATlti'l ••••••••••••••••••••••••••• · ••0....
33
PEtolBAHASAN DAN KESIMPULAN ••••••••••••••••
38
A.
Pembahasan • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
38
B.
Kesimpulan
42
.. ..... . . . ....... .. ...
Halaman
........................... . . .... ... ... .. .. . .. ......... ... .
DAFTAR PUSTAKA LAHPIRAi'I
~
44 46
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1.
Perluasan Daerah Rabies di Indonesia Setelah Perang Dunia II ••••••••••••••••
9
2.
Kasus Penggigitan Pada Manusia ••••••••••••••
13
3.
Ratio Antara Penggigitan Pada 11anusia dan Hewan Penderi ta Rabies ..........................
1/+
Jumlah Kematian Pada Hanusia Yang Henderita Rabies Di Beberapa Propinsi di Indonesia ••••••••••••••••••••••••••••••
15
Kasus Encephalitis Pasca Vaksinal (Kasus/ Kematian) ...........................................................
16
Banyaknya Penduduk, Kecamatan dan Desa Setiap Kabupaten/Kotamadya Propinsi Kalimantan Selatan. Keadaan Pertengahan 'Tahun 1983 ......................................................
19
7.
Populasi 'fernak di Kalsel l'ahun 19<33 ••••••••
20
8.
Kasus Penggigitan Oleh Bewan Tersangka
4.
5. 6.
Rabies di Kalsel ........................................
25
Ratio Antara Penggigi tan Fada Nanusia dan Anjing Penderita Rabies di Kalsel ••••••
26
Jumlah Kasus Penggigi tan Eewan Oleh Anjing dan Kasus Positif Rabies di Kalsel •••••
28
11.
Daftar Target dan j,ealisasi Vaksinasi Rabies Pada Eewan di Kalsel (1982-1985) •••••••
.34
12.
Daftar Pembunuhan Anjing Liar di Propinsi Kalsel (1983-1984) ••••..•••••••••••••••
35
9. 10.
DAFTAR GAr-lEAR
Nomor
HalR.man
1.
Peta Situasi Penyakit Rabies Tahun 1978
........
10
2.
Peta Situasi Penyakit Rabies Tahun 1980 . .. . .
10
3.
Peta Situasi Penyakit Rabies Tahun 1981 . ........
11
4.
Distribusi Rabies Pada Hewan di-
.
Indone sia .......................... ,.................................
5.
12
Peta Penyakit Rabies 'l'ahun 1984-1985 diKalimantan Selatan ..........................................
32
L P.MPI RAN
Nomor 1.
2.
3. 4.
5.
Ha1aman Daftar Jumlah Observasi Hewan Tersangka Penderita Rabies di Ka1se1 (19811984) ,. ....... ,............................................
47
Daftar Pengambilan dan Pengiriman Specioen Hewan Tersangka Rabies di Kalsel (1983-1983) .................................. ,....
48
Hasil Rapat Kerja Rabies l'Iilayah Kalimantan di Banjarmasin, Tanggal 22 sid 24 Nopember 1984 .............................
49
Program Pe1aksanaan Penanggulangan Rabies di Kalsel ..... ,................................
50
Jumlah Penderita Gigitan Hewan, Vaksinasi dan Specimen di Propinsi Kalsel Tahun 1984 dan 1985 (sid bulan Maret) ••
51
I.
PENDAHULUA}f
Banyak dian tara penyald t-penyaki t menular he wan yang menyebabl<:an kerugian ekonomi karena kematian, pengurangan produktifitas juga bisa menimbulkan ancaman bagi penularan pada manusia dan keresahan di kalangan mansyarakat. Penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya disebut penyakit zoonosis.
Kenyataannya hampir
90% dari jenis penyakit hewan yang ada termasuk dalam kelompok penyakit zoonosis (Anonymous, 1982a). Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit zoonosa yang terpenting di Indonesia, karena luasnya daerah rabies, tingginya kasus penggigitan oleh hewan tersangka rabies dan sifat penyakitnya yang selalu berakhir dengan kematian (Anonymous, 1982b).
Hal yang lebih mefllbe:::-atkan
lagi seperti yang dikemuknkan oleh HardjosVloro (1977), adalah kemungkinan terjadinya encephalitis pasca vaksinal pada orang yang mendapatkan vsksinasi anti rabies. (VAR) karena vaksin tersebut terbuat dari jaringan otak.
Keja-
dian tersebut disebabkan a.danya reaksi alergi individu pasca vaksinal. Rabies adalah penyakit menular yang akut dari susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh Virns Rabies.
Ma-
nUsia dan hewan berdarah panas peka terhadap penyakit ini, Pada hewan yang menderita penyakit ini biasanya ditemukan virus dengan konsentrasi tinggi pada air ludahnya, oleh kerena itu penularan umumnya meleViati suatu gigitan
2
(Hardjosworo, 1977). Penyebaran penyakit rabies sangat luas diseluruh dunia,
walaupun ada beberapa negara seperti Inggris, Swe-
dia, Norwegia dan lain-lain yang dinyatakan bebas (Baer, 1975).
Nenurut Hardjosworo (1977), kejadian rabies per-
tama kali di Indonesia dilaporkan oleh Esser (1889) pada seekor kerbau.
Kejadian rabies pada Anjing dilaporkan
oleh Penning (1890), sedangkan kejadian pad a manusia dilaporkan oleh E. V. de Haan (1894). Dari tahun ke tahun daerah penyebaran rabies terus meluas dan menurut lampiran Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 363/Kpts/Um/5/1982, dewasa ini wilayah tersangka dan tertular rabies meliputi 20 propinsi dan daerah yang bebas hanya tujuh propinsi.
Henurut Koeshatdjono dan
Theos (1982), dUa propinsi merupakan daerah yang beru tertular rabies ialah Propinsi Kalimantan Timur (Ka1tim) pada tahun 1974 dan Kalimantan Tengah (Kalteng) pad a tahun 1978. Propinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang semula masih dinyatakan sebagai daerah tersangka rabies, baru dilaporkan kejadian rabies pertama kali pada tanggal 17 April 1983 di Desa Galugur Binturu, Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong.
Kejadian rabies kemudian menyebar ke desa-desa
lain pada kabupaten yang sama dan beberapa kabupaten lainnya di Kalsel (Anonymous, 1984a).
3 Adalah suatu hal yang menarik untuk meng3.mati 1;erkembangan rabies di Kalsel, karena selain merupakan daerah terakhir dimana kasus rabies menyebar, jusa
merup~an
dae-
rah yang sangat rawan seeara epidemiologis mengingat dua, propinsi yang berbatasan lengsung dengannya merupakan daerah tertular rabies.
Hal tersebut menjadi dasar untuk
menduga sumber penularan dan masuknya bibit penyakit kewilayah Kalsel (Anonymous, 1984a). Penulis yang kebetulan berasal dari Kalsel meneoba mengamati, dan mengumpulkan serta menyusun data ten tang kejadian rabies di Kalsel.
Dari hasil pengamatan dan data
yang diperoleh dieoba untuk mengungkapkan kronologis kejadian, pengendcdian ser ta perma.salahan yang ada.
',j'alau-
pun usaha pengendalian dan kejadian terus berlangsung hingga sekarang, namun dengan data yang ada penulis berharap dapat memberikan gambaran tentang epidemiologi, pengendalian serta permasalahan rabies yang ada di Kalsel.
II.
A.
TINJAUAN PUSTAKA
Penyebab Penyebab rabies adalah virus dari kelompok virus o
Rhabdo, berukuran 100-130 x 150-250 nanometer (nm = 10/m) , berbentuk peluru dan tersusun dari asam inti ribo, protein dan lemak (Hardjosworo, 1977). Henurut Campbel (1968), virus rabies rnempunyai dua antigen yaitu antigen 1 dengan protein pembungkus inti, yang berfunsi mempercepat fiks3si komplemen dan aktivitas immuno-fluorescent serta antigen dengan glycoprotein, yang berfung§i menetralisasikan antibodi sehingga merangsang pembentukan zat kebal bila disuntikkan pada hewan dan manusia. Virus rabies yang ada di dalam jaringan tertular bila disimpan dalam glyserin dapat tahan selama beberapa minggu dalam suhu kamar (thaib, 1977) dan berbulan-bulan pada suhu 4°C (Hardjosworo, 1977). virus akan mati dalam
30
Pada pemanasan 56°c
menit, sedangkan pada pengeringan
dalam keadaan beku yang diikuti dengan penyimpanan pada suhu 4°C, virus akan tahan bertahun-tahun (P~rdjosworo, 1977).
Virus dapat dirusak oleh sinar ultra violet, si-
nar matahari, panas dan juga oleh bahan-bahan pelarut lemak seperti larutan deterjen, sabun, eter, chloroform dan Na-daoxycholat.
Virus
pH 5 - 10 (Keep, 1982).
p~ling
stabil hidupnya pada
5 i'Ienurut WHO (19'14) yang dikutip oleh Hardjos','lOro (197'1), virus rabies terdiri dari 4 tipe, yaitu tipe I, II, III dan IV.
Tipe I dengan strain Cha11ene;e Virus
Standard (CVS) sebagai prototipe.
Tipe virus ini paling
sering ditemui dan paling banyak diketahui sifat-sifatnya.
B.
Hewan Rentan Semua hewan berdarah panas peka terhadap infeksi ra-
bies (tierkel, 1964).
Tingkat kepekaan hewan berbeda-be-
da meskipun tidak ada perbedaan umur.
Tetapi menurut ha-
sil penelitian Soenardi (1984) di Sumatera Barat (Sumbar), Jambi dan Riau disimpulkan bahwa hewan anjing di bawah enam bulan sangat peka terhadap rabies.
Ditambahkannya
bahwa ke1ompok anak berumur 5 -:- 9 tahun mempunyai resiko tiga ka1i lebih besar dibanding dengan orang dewasa (lebih dari 20 tahun) untuk terkena rabies. Nenurut Ressang (1984), di luar negeri srigala, rubah, coyote, jakal, skunk, mongoose, kelelawar pemakan serangga serta vampir memegang peranan penting sebagai penyebar rabies. Di Indonesia, seh!in anjing, rabies telah pula di1aporkan pada kerbau oleh Esser (1889), kucing oleh Lier (1905), leopard oleh Ressang (1960), musRng oleh Siauw dan UsuP. (1958); Hardjosworo (l975), meong congkok oIeh Hardjosworo (19'16) dan sapi oleh Soenardi (1976) (Eardjosworo, 19'17).
Selain itu kelelawar pemakan serangga atau
tumbuh-tumbuhan dan tikus liar dapat ditulari virus
6 rabies secara experimental (Ressang, 1984). C.
Cara Penularan dan Penyebaran Rabies di Alam Rabies di alam pada prinsipnya adalah penyakit akut
yang ditularkan carnivora lewat gigitan atau cakaran (Tierkel, 1964).
t1enuru t Hardjos\'loro (1977), pada hewan
penderita penyakit ini biasanya ditemukan virus dengan konsentrasi tinggi pada air 1udahnya, oleh karena itu penu1aran umumnya me1a1ui suatu gigitan.
Karena penu1aran
nya lewat gigitan maka bangs a carnivora ada1ah hewan yang paling memungkinkan sebagai penyebar rabies, baik antar hewan maupun ke manusia.
Ternak dan manusia seCara epi-
demio1ogis merupakan ja1an buntu (dead-end) bagi penu1aran rabies dan pemindahan virus dari ternak ke hewan lain atau manusia ke manusia biasanya tidak terjadi. Secara epidemiologis dikena1 dua bentuk penularan rabies, yaitu bentuk Sylvatik yang me1ibatkan satwa liar dan bentuk Urban yang melib8tkan hewan peliharaan (Hadiapura, 1984). Henurut Finnes (1978), penyebaran rabies dari hewan ke manusia berasal dari reservoir (kelelawar atau carnivora liar) melewati vektor (srigala, anjing atau kucing) terus ke manusia. Di luar negeri telah di18porl~an penularan rabies le-
wat pernafasan (Kent dan harjono dan Theos, 1982)
~lnego1d;
Constatine da1am Koes-
7 Di Indonesia sumber penularan utama rabies adalah anjingo
t·lenurut data statistH: psnyebar utama rabies a,lal&h
anjing (90;'6), kucing (6;6) dan
l~era
(3%).
Henurut Koeshar-
jono dan Theos (1982), peranan hewan liar da1am penyebaran rabies di Indonesia be1um diketahui dengan je1as, namun kian te1ah di1aporkan musang yang
de~i-
positif rabies di duo.
propinsi yaitu Jawa barat (Jabar) dan D. 1. Aceh.
III.
PERKENBANGAN DAN SITUASI RABIES DI INDONESIA
Sejak kejadian rabies pertama !cali dilaporkan pada hewan oleh Esser (1889) dan pada manusia oleh E. V. de Haan (1894), maka kejadian rabies dilaporkan pula pada daerah dan species lain (Bardjosworo, 1977). makin lama makin meluas.
Penyebaran rabies
Jawa Barat tercatat pertama kali
sesudah perang dunia II sebagai daerah rabies (1948) dan disusul olen daerah-daerah lainnya (Tabel 1).
Kejadian
paling akhir dilaporkan pada tahun 1983 di propinsi Kalsel (Anol1lmous, 1983a). Daerah tertular rabies cenderung bertambah luas dari tahun ke tahun (Gambar 1, 2 dan 3).
Hanya tujuh propinsi
dewasa ini yang dinyatakan sebagai daerah be bas rabies (Anon, 1982a), walaupun Hardjoswo:r:o (1977) menyatakan hanya lima propinsi yang bebas rabies, yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara 'rimur (NTT) , Bali,
~laluku
dan
Irian Jaya. Kejadian rabies di masing-masing daerah tidak ada yang rendah dan ada pUla yang tinggi.
sarna,
Sumatera Utara
(Sumut), Sumatera Barat (Sumbar) dan Sulawesi Utara (Sulut) merupakan pusat rabies dunia (Hardjosworo, 1977). P~jing
sebagai penderita rabies telah diketahui se-
jak lama dan merupakan he'llan yang paling sering menderita rabies dibandingkan dengan species hewan lainnya.
Lebih
dari 97% kasus rabies terjadi pada anjing dan sisanya pada hewan lain untuk periode 1972-1975, sedangkan untuk
9 Tabel 1.
Perluasan Daerah Rabies di Indonesia Setelah Perang Dunia II
'rahun mulai di laporkan 1948 1953 1956 1958 1959 1969 1970 1971 1972 1974 1975 1978 a 1983°
Daerah Jawa Barat Sumatera Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sumatera Utara Sulawesi Utara Sangihe-'ralaud Sulawesi Selatan Sumatera Selatan Lampung D.1. Aceh Jambi Yogyakarta Bengkulu DKI. Jaya Sulawesi Tengah Kalimantan ~imur Riau Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan
,
Sumber
Basil Penelitian Latar Belakang Pele-: dakan Penyakit Anjing Gila di Beberapa Propinsi di Indonesia aKoesharjono dan Theos (1982) bDinas Peternakan Propinsi Kalsel (1982)
10
~
O'-'Do......'1T"iXl"''''''\.u
§~1O..~'iT~C,;.A
o
;')."L,.. .Alif-UOU
Gambar 1. Sumber:
Peta Situasi Penyakit Rabies tahun 1978 Direktorat Kesehatan ReV/an, Direktorat Jendera1 Peternakan, Departeman Pertanian (1982)
ififjf,"'" , .
.- .. ,
'.~ ~:~
"
~~<-'
00
~~~ ,
'Yc0cb~-..:;;:>c:> y? ......., V'
.
\.J1~ (ji
,
~
f"
"
Daerah tertu1ar [~)'I' Daerah bebas !f,-:E'Ej ,Dacrah tcr3cln.,gj<.a. _________________ ~ _
o
Gambar 2. Peta Situasi Penyakit Rabies Tahun 1980 Sumber: Direktorat Kesehatan ReV/an, Direktorat Jenderal Peternakan, Depertemen Pertanian (1982)
11
--------------------~
Gambar 3. Peta Situasi Pc;.nyaki t Rabies Tahun 1981 Sumber: Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jendera1 Peternakan, Departeman Pertanian (1982)
12 periode 1977-1979 rabies pada anjing me1iDuti 99% dari kasus rabies pada hewan.
?ada anjing bec-arti ada kenaikan
prosentase pada dua periode tersebut Gambar 4.
(Ga~bar
4).
Distribusi Rabies Pada Hewan di Indonesia (;6)
,
A
.1:....
1972-1975
1977-1979
(a)
(b)
,;eterangan:
anjing 1972-1975 97 .1Y~ 1977-1979 99.41% B. hewan lain (kucing, sa pi , kambing,kera, musang dan kuda) 1972-1975: 2.87% 1977-1979: o. 59~6 Sumber: aRasil Penelitian Tentang Latar Belakang Peledakan Penyaki t Anjing Gila di 3eberapa Propinsi Di Indonesia (1977) A.
bHardjOswOro (1981) Data di atas menunjukkan bahwa di Indonesia, rabies terutama merupakan penyakit pada anjing, atau dapat pula dikatakan bahl'la anjing adalah penular utama rabies pada manusia dan sekaligus menjadi vektor penularan rabies an tar hewan yang sangat potensial.
13 Kasus penggigi t2-.n pRda manusia oleh hewan meningkat terus dari tahun
tahun, pada peri ode 194)3-1972 terc1A-
~,e
tat rata-rata 8.12 penggigitan setia}J hi:\ri dan pada periode 1979-1982 tercatat sebanyak 58 penggigitan (Tabe1 2). Tabel 2.
Jum1ah kasus Rata-rata pertahun Rata-rata perbulan Rata-rata perhari
Kasus ?enggigi tan Pada l'lanusia (r~rdjosworo, 1984) 19 1+8-1972
1973-1975
73 118
_27 039
42 531
84 673
9 013
14 177
21 168
2 924.72
1976-1978
19/9-1982
243.72
751.08
1 181.41
1 664
2.12
25.03
39.38
58
Karena tidak setiap penggigitan akan merupakan kasus rabies, atau dengan kata lain bahwa tidak setiap hewan yang menggigit adalah penderita rabies, maka akan didapatl;:an jumlah yang berbeda antara kasus penggigi tan dan kasus rabies.
Dengan membandingkan dua jum1ah tersebut a-
kan didapatkan suatu ratio yang dapat menggambarkan besar kecilnya bahaya rabies me1alui gigitan.
Makin kecil ratio
makin besar resiko untuk mendapatkan rabies. Pengamatan terhadap 9 propinsi di Indonesia, didapatkan data yang r:lenggambarkan perbed1Aan antara ratio penggigitan dan kasus rabies di 9 propinsi (Tabe1 3).
14 7abel 3.
Propinsi
Jabar Sumbar Sumsel Sulut Sumut D.1. Aceh DKI. Jaya Su1se1 Lampung Sumber:
Hatio Antara Penggigitan Pada Nanusia dan Bewan Penderita rtabies
Penggigitan pada manusia pertahun (a)
Hewan penderita rabies pertahun (b)
Ratio (a/b)
268.5 1 598.3 642.6 588.3 4.276.5 412.75 150.06
109 71 25 22.33 110 9.50
2.46 22.51 25.70 26.34 38.87 43.44 75.03 80.43 104.74
777 183.3
2
9.66 1. 75
iiasil Pen eli tian 'i'entang La tar Belakang Peledakan Penyakit Anjing Gila di Beberapa daerah di Indonesia (1977)
Data di atas menunjukkan bahwa propinsi Jabar menempati urutan pertama karena rationya paling rendah, wa1aupun jum1ah penggigitan di Jabar jauh 1ebih rendah dari propinsi Sumut dan Sumbar. Sifat penyakit rabies pada hewan dan manusia selalu berakhir dengan kematian bila tidak dilakukan pengobatan yang cepat pada penderitanya.
Kematian pada manusia yang
dianggap penderita rabies (Tabe1 4) di Indonesia sebenarnya 1ebih menggambarkan kematian akibat ter1ambat atau gaga1nya pengobatan (Hardjosworo dan Partoatmodjo, 1977). Dalam periode tahun 1978-1980 dilaporkan angka kematian
15 tertinggi pada 9ro9insi Lampung sebanyak 32 orang, sedangkan di seluruh Indonesia angka kematian tertinggi terjadi 9ada tahun 1978 sebanyak 81 orang. Tabel 4.
Jumlah Kematian Pada Hanusia Yang Menderita Rabies di Beberapa Propinsi di Indonesia Jumlah kematian (orang)
Propinsi
"1978 D. 1. Aceh Sumut Sumbar Sumsel Bengkulu Lam9ung Jabar Kaltim Sulut Sulteng Sultra Sulsel
Sumber:
4 13 6 5 5
19'19
5
1980 2 14
11
3 1 7 1 7
7 14
6
11
11
6 3
5 15 1 7 7
7 1 1
6
1
Subdi t. Zoonosis, Dir. P?B,:{, Dir jen. -,' P H, Departeman Kesehatan \1982)
3
Kasus encephalitis pasca vaksinal selama beberapa tahun belakangan ini di Indonesia selalu dilaporkan. Kasus terakhir yang dilaporkan adalah di propinsi Kalsel sebanyak 4 orang dan satu orang di antaranya meninggal dunia ('l'abel 5).
Kasus encephalitis 9asca vaksinal ini
erat kaitannya dengan gemakaian vaksin anti rabies yang
<.,
16 dibu8.t dari jaringan otak dan kegekaan individu itu sendiri. Tabel 5.
Propinsi
Kasus Encephalitis Pasca Vaksinal (kasus/kematian)
1972-1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983
Sulut Sumsel SUIDUt D.1. Aceh Lampung Jabar Kalteng Sulsel Kalsel a
36/18
19/6 1/1
9/5 5/3 1/1 3/1
20/7 6/4 1/1 2/1
2/2 2/0 1/0 4/1
Sumber:
Subdit Zoonosis, Dit P2 E2 , Ditjen P M/FMFPLP, Departemen Kesehatan (1982) 3 aKanw11 Departemen Kesehahatan Propinsi Kalsel
Usaha pengendalian rabies di Indonesia sudah sejak lama dilaksanakan, walaupun sampai saat ini kecenderungan penyebaran rabies makin meningkat. bertujuan
~emberantas
Usaha pengendalian
rabies pada hewan untuk kepentingan
kesehatan dan ketentraman masyarakat.
TIsaha pengendali-
an yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian diarahkan untuk mempert8hankan daerah-daerah bebas rabies dan mengendalikan daerah-daerah tertular.
penyakit di-
Selain Departemen Pertanian,
17 usaha pengendalian rabies juga ditangani oleh Departemen Kesehatan, karena menyangkut penyakit zoonosis.
Kerja-
S;3ma an tara dua departemen ini telah melahirkan beberapa kesepakatan untuk memudahkan penanganan rabies secar-a terkoordinasi.
Eeberapa bentuk usaha pengendalian yang di-
laksanakan an tara lain pengawasan lalu lin tas hev:an, penutupan daerah bebas, penyuluhan, vaksinasi, pengurangan populasi hewan rentan dan pengobatan korban gigitan hewan tersangka rabies. Dari segi peraturan dan perundang-u::dangan, sejak dikeluarkannya Ordonansi Rabies dan peraturan pelaksanaannya tahun 1926 oleh pemerintah Hindia Belanda, maka hingga sekarang telah ba.nyak pera turan/perundang-undangEm yang dibuat.
Feraturan/perundang-un~angan
tersebut meliputi
peraturan/ perundang-undangan yang dibuat pemerintah pusat, maupun peraturan yang dibuat secara regional oleh pemerintah daerah.
IV.
A.
KEADAAN UNUM KALH!:\NT;l.H SELATAN
Geo,o;ra. fi Propinsi Kalim8ntan Selatan (Kalsel) merunakan salah
satu dari 27 propinsi yang berada di wilayah Hegara Kesatuan RI dan s,lah sa tu bagian dari Pulau Kalimantan. 'rerletak di bagilm selatan di an tara 114 d~n 116 o B'!.' dengan
°
1 0 dan
Lf °LS.
Propinsi ini di sebelah barat berbatasan
dengan Propinsi Kalteng, sebeleh timur dengan Selat Makasar, sebelah Utara dengan Propinsi Kaltim dan sebelah selatan dengan laut Jawa (Anonymous, 1983b). Kalimantan Selatan luasnya 3.7 juta Ha,potensi alamnya terdiri dari rawa pasang surut: Wa
mono~on:
500 000 Ea;
dataran rendah alluvial:
200 000 ha;
dacrah banjir/danau: 200
oeo
r~
100 000 Ha;
Ha; daerah pegunungan
hutan: 2 100 000 Ha dan daerah alang-alang: 600 000 Ha (,\nonymous, 1984a). Propinsi Kalsel terdiri atas satu kotamadya, 1 kota administratif dan 9 kabupaten.
Terbagi atas 100 buah ke-
camatan, 28 perwakilan kecamatan dan 1.683 desa (Anonymous, 1983b) •
B.
Demografi Keadaan penduduk Kalsel sampai pertengahan tahun
1983 berjumlah 2 207 621 jiwa, dengan laju pertambahan penduduk 2.16% (Tabel 6).
19 'I'abel 6.
Banyakny:3, Penduduk, Kecamatan dan Desa Setiap Kabupaten/Kotamadya Prop. Ka1sel. Keadaan Pertengahan Tahun 1983
Ja ten/Kodya
Laut (Tala) Baru (Kobar) tr ;0 Kuala (Batola)
1
Sungai Selatan (HSS) Sungai Tengah (HST) Sungai Utara (HSU) .ong trmasin I
1 a h: Sumber:
Desa
Penduduk (jiwa)
7 19 13 12 20 10
123 296 301 194 137 232
140 250 355 187 114 179
8
441
205 260
12
402
245 912
7 4
188 49
127 977 400 297
Kecamatan
424 875 269 384 695 528
100 2 207 621 2 363 Kantor Statistik Prop. Kalsel (1983)
:eadaan Peternakan Kalsel mempunyai potensi alam yang cukup luas untuk . peternakan yaitu daerah rawa dan pasang surut.
Dae-
:aerah ini telah dimanfaatkan secara tradisional se'ulu, seperti di daerah alang-alang diusahakan peter, sapi dan kerbau, sedang di daerah raVia dengan i tik :erbau raVia (Anonlfmous,
20 Populasi ternak di Kalsel yang dilaporkan oleh Dinas Peternakan Propinsi Kalsel tidak memuat ten tang data populasi anjing, kucing dan kera, hewc\U yang era t kai tannya dengan penyebaran rabies (Tabel 7). 'Tabel 7.
Populasi Ternak di Kalsel 'Tahun 1983
Jenis ternak Ternak besar:
Banyaknya (ekor) ~Sapi
Kerbau Kudo. Ternak Kecil: Kambing Domba Babi 'Ternak Unggas: Ayam ras Ayam kampung I t i k
67 51 3 59 16
526 946 725 657 599 11 530 705 130 3 )ltl 810 1 968 020
Sumber: Dirras Peternakan Propinsi Kalsel
(1984)
D.
Laboratorium Diagnostik Dalam kaitan dengan penyakit hewan, di Kalsel ter-
dapat dua laboratorium diagnostik, yaitu Laboratorium Diagnostik Balai Penyidikan Penyakit Rewan (BPPR) Vlilayah V Banjarbaru dan Laboratorium Kesehatan Rewan Tipe B Dinas Peternakan Propinsi Kalsel.
Tetapi sampai saat
ini kedua laboratorium tersebut masih sangat terbatas dalam penentuan diagnosa penyakit.
21
Untuk pemeriksaan mendetail dan khususnya pemeriksaan/diagnosa rabies sampai
se~arang
masih belum dapat di-
laksanakan oleh laboratorium yan5 ada di Kalsel.
Speci-
men rabies yang akan diperiksa, sejak rabies ditemukan di Kalsel, dikirimkan ke BPPH
,~'ilayah
VII Ujung Pandang, 1<:a-
rena merupakan laboratorium Y2ng terdekat yang mempunya.i kondisi dan kemampuan mendiag!losa rabies (1\nol"\iimous, 198Lfa).
E.
iiubungan Anjing dan Nanusia Berbeda hal denganya beberapa daerah yang menjadi
pusat rabies seperti Sumut, maka di wilayah Kalsel, anjing tidaklah populer.
Di Sumut anjing selain menjadi hewall
kesayangan, juga dijcoikan bahan makanan dan karena itu populasi hewan di daerah tersebut cukup tinggi (Simbolon, 1984).
Eal tersebut menurut Denulis ada kaitannya dengan
kepercayaan penduduk yang sebagian besar beragama Islam dan cukup fanatik (90.83%). Populasi anjing yang cukup banyak dapat dijumpai pada wilayah utara Kalsel, yaitu di daerah perbatasan dengan Kaitim dan Kaiteng.
".'iiIayah ini dihuni oleh masya-
rakat suku Dayak yang menyebar di tiga propinsi, yaitu Kalsel, Kaltim dan Kalteng.
Henurut Noerit (1983) pendu-
duk perbatasan tersebut disebut sebagai orang bukit.
An-
jing pada masyarakat Dayak ini selain menjadi hewan peIiharaan dan pelindung, juga digunakan untuk berburu. in anjing yang dipelihara banyak Ol.njing-anjing yang
Sela-
22
berkeliaran di seki tar pemukiman'
pendudul~
tersebut.
An-
jing tersebut dianggap sebagai anjing liar tanpa pemilik. Ada suatu pesta tradisi yanG diadak2.n setahun sekali yang melibatkan suku dayak yang menghuni wilayah-wilayah perbatasan.
Pada pesta tersebut juga terjadi transaksi
jual beli barang, termasuk ternak. pelindung dan hewan
l~esayangan
Anjing-anjing sebagai
biasanya juga ilmt dibawa
menghadiri pesta tradisi!tahunan itu (Hardjosworo, 1984).
V.
A.
EPIDEMIOLOGI RABIES DI KALHlANTAN
SELA1'.~N
Situasi dan Perkembangan Rabies Kejadian rabies di Kalsel dimulai dari k3bupaten 1'a-
balong, yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan specimen otak anjing yang rnenggigit seorang penduduk desa Galugur Binturu kecamatan Kelua pada tanGgal 17 April 1983.
1'anggal
18 April 1983, otak anjing tersebut dikirim ke BPPH wilayah VII Ujung Pandang dan pada 4
~lei
1983 jawaban BPPH ':;i-
layah VII Ujung Pandang menyatakan positif rabies (Anonymous, 1983a). Se jak ke jadian pertama rabies i tu maka menyusul ke jadian rabies y"'ng dil"porkan pada deSu-desa lain di kabupaten 1'a.balong, yai tu pada tanggal 13, 19 Hei 1983 dan 30 Juni.1983, masing-masing pada satu ekor sapi. Desa lainnya yang dilaporkan kejadian rabies adalah Pengelak Upau (1 ekor sapi), 1'am i ang (1 ekor anjing), Hambau Eanua Lawas (1 ekor anjing), Agung (1 ekor anjing) dan beberapa desa di kabupaten Tabalong.(Anonymous, 1983a). Kejadian rabies di kabupaten Rulu Sungai Selatan (HSS) di desa Loksado pada tanggal 26 Juli 1983.
Pada bulan A-
gustus dilaporkan pUla kejadian rabies di desa Awang Hilir kabupaten Hulu Sungai 'rengah (EST), sedangkan di kabupaten Rulu Sungai Utara pada bulan yang sama dilaporkan kejadian rabies di desa Ujam, kecamatan Juai. Cl\nonymus, 1983a/1984a}. Di desa Banjarbaru Kota, kabupaten Banjar, kejadian rabies yang dilaporkan agak unik pada seekor anjing jan tan
24 berumur 5 bulan.
Anjing tersebut pada '8 September 1983
mendapatkan vaksinasi (vaksin Rabisin), sepuluh heri kemudian anjing tersebut menampakkan gejala tidak mau rnakan/ minum, diarhe bercampur darah, ekor melengkung ke dalam, mata agak merah dan mengantuk.
Anjing tersebut tidak di-
laporkan menggigit, namun setelah diobservasi mati dalam masa observasi dan dinyatakan positif rabies oleh BPPH Wilayah VII Ujung Pandang (Anonymous, 1984a). Dalam tahun 1984 dilaporkan kejadian rabies pada dua ekor sapi di kabupaten Tapin, empat ekor
anjing di kabu-
paten HSU dan satu ekor anjing di kabupaten HSS (AnoIJJ;mous, 1984a).
Kejadian paling akhir dilaporkan pada tahun 1985
pada dua ekor anjing di kabupaten HSS. Terdapat perbedaan data yang didapatkan dari dinas peternakan dan kanwil departemen kesehatan.
Perbedaan
tersebut meliputi jumlah hewan penderita dan kasus Jenggigitan.
Untuk memberikan gambaran ten tang perbedaan terse-
but penulis mencantumkan beberapa data yang berasal dari dua sumber tadi. Walaupun kasus rabies pertama kali ditemukan baru pada tahun 1983. namun sejak tahun 1981 telah dilaporkanadanya kasus penggigitan.
Dal3.m lima tahun terakhir ini
kasus penggigitan tertinggi terjadi pada tahun 1983 (Tabel 8) dan sete1ah tahun tersebut terlihat penurunan jumlah kasus penggigitan.
25 Tabel 8.
Kabupaten/ Kodya
Banjarmasin Banjar Tapin HSS. HST. HSU. Tabalong Kota Baru Batola J u m 1 a h:
Sumber:
i:\:asus Penggigitan 01eh Bewan Tersangka Rabies di Kalsel
T a hun
1981 (a/b) 7/ 13/
1982 (a/b)
1983 (a/b)
1984 (a/b)
1985 (a/b)
1/ 4/
14/35/36
9/24/36
22/30
4/18 14/90 8/26 2/8
4/Lf/2 5/ 12/11 4/11 6/9/10
22/2 L,
60/85 91/108 1/ 1/
246/283 61/178 42/34 5/ a Dinas Peternakan Propinsi Kalsel (1985) bKanwil Departemen Kesehatan Propinsi Kalsel (1985) 20/
Kejadian Rabies Pada Aniing.
Di Kalsel sampai tahun
1985 hanya anjing .diantara"hewan:-penyebar rabies 7 ... ng difuaporkan menderita rabies.
Jumlah kasus rabies pada an-
jing pada tahun 1983 dilaporkan oleh dinas peternakan sebanyak 14 kasus, sedangkan kanwil depkes melaporkan sebanyak 12 kasus.
Rabies pada anjing pada tahun 1983 meru-
p?KSn kaaus tertinggi jumlahnya (Tabel 9), tahun berikut nya terjadi penurunan jumlah kasus.
Data pada 'I'abel 9
menunjukkan ratio terendah pada tahun 198L"
walaupun
26 jum1ah anjing penderita rabies lebih rendah dibandingken dengen tahun 1983. Tabel 9.
Ratio .IDtara Penggigitan Pada Hanusia dan A~jing Penderita Rabies di Kalsel
Penggigi ta n T a hun
(A)
a/b
Anjing penderita (B) a/b
246/?83 61/178 42/34
1983 1984 1985 Sumber:
lL,/12
6/8 2/2
Ratio (A/B)
17.6/23.6 10.2/22.6 21 /17
BDinas Peternakan Propinsi Kalsel(1985) bKanwil De!)kes Pro!)insi Ka1se1 (1925)
Dari 14 anjing penderita rabies pada tahun 1983, satu
diantaranya dilaporkan tidak mensgigit manusia atau-
pun hewan lain.
Anjing yang menggigit sebasian besar ada-
lah anjing liar tanpa pemilik. Ke.jadian Rabies Pada Manusia.
Via1aupun tidak semua
kasus penggigitan meru!)akan kasus rabies, namun kejadian penggigitan oleh hewan tersangke rabies cukup mencemaskan masyarakat.
Di
kabupaten HSS dari 22 korban gigitan an-
jing, delapan orang diantaranya dilaporkan nia.
~eninggal
du-
Dari dela.!)an orang yang meningga1 terda!)at dua ka-
kak beradik yang masing-masing berumur 5 dun 3 tahun. Kematian akibat gigitan anjing dilaporkan di kabupeten
27 Taba10ng sebanyak dua .orang. Propinsi Ka1se1
Kan',vi1 Departernen Kesehatan
me1aporkan penderi t3. rabies p;;da ta hun
1984 (dua orang) dan tahun 1985 (satu orang). Kasus encephalitis pascB vaksinal. terjadi di kabupaten Tabalong, empat orang dan satu diantaranya !:!cninggal dunia.
Orang yang meninggal tersebut digigit 10 Juni 1983,
meningga1 15 Juli 1983 setelah mendapatkan terapi steroid. Ke.jadian Rabies Pada Bewan Lain. kucing dan kera
nerupal~an
Selain anjing, maka
hewan penyebar rabies di Indone-
sia, namun di K13.lsel dari hasil pengam13.t13.n selama periode 1983-1984 tidak dilaporkan adanya kasus positif pada kedua hevran tersebut.
Penggigitan pada kera di1aporkan di kabu-
paten HST, kera tersebut diSigit oleh anjing yang disangka rabies.
Basil pemeriksaan BFPH Wila.yah VII Ujung Pan-
dang terhadap otak kera tersebut menyatakan negatif rabies (Anonymous, 1984a). Kejadian rabies pada sapi terjadi di kabupaten Tabalong dan Tapin, masing-masing empat dan dua ekor sapi. Kejadian di kabupaten 'l'aba10ng, tiga ekor sapi yang positif rabies dilaporkan digigit oleh anjing liar, sedang satu ekor menurut pemiliknya tidak ditemui bekas gigit13.n dan juga tidak pernah digigi t hewan lain (AnollYmous, 1984a). Di kabupaten Tabalong empat el{or babi yang digigi t anjing liar sete1ah sebe1umnya menunjukkan geja1a rabies, hanya karena kejadian ltu ter1a:nbat di1aporkan pada dlnas peternakan maka tidak sempat diambil specimen untuk
28 diperiksD di laboratorium.
·;·.a18upun demikiim kasus babi
tersebut dinyatakan sebagai sebagai kasus rabies berdasarkan ge jala klinis yang dil" porken (.!monymous, 1984a). Kambing d.n domba dilaporkan digigit oleh anjing di tiga kabupaten, yaitu Tabalong, EST da.n Banjar.
dari kasus penggigitan tersebut tidak
i{amun
ada kambing dan
domba yang dinya ta!l:an nosi ti f rabies ('I'abel 10). Tabel 10.
Jumlah Kasus Penggigitan Hewan Oleh Anjing dan Kasus Positif Rabies diKalsel Jumlah hewan yang digigit anjing/ jumlah positif rabies
Tahun
RuSapi/+ Kambing/+ Domba/+ Babi/+ Kera/+ Anjing/ sal +
1981 1982 1983 198 Lf
3/4 *
7/-
2/-
5/4
7/-
2/-
:;!
.",*
+
1/-
1/1
1/1
1/-
1/1
1/1
3/2
J u m 1 a h
Sumber:
6/6
r/h,
Dinas Pertanakan Propinsi Kalsel (1983/1984) * Satu ekor sapi tidak digigit anjing
** Diagnosa berd8sarkan ge ja.la klinis B.
Sumber Penularan Penyakit. Sumber penularan pertama rabies di Kalsel sulit di-
tentukan secara pasti.
Dinas Peternakan Propinsi Kaleel
29 menyatakan bahwa tirnbulnya kasus rabies di Kalsel erat hubungannya dengan penularan-penularan dari daerah tertular, rnengingat letak geografinya diauit oleh propinsi Kaltirn dan Kal teng. Kakanwil Kesehatan Propinsi Kalsel, Hadisantoso (l985} menduga sumber penularan rabies berasal dari desa Bintaro, kecamatan Tamiang Layang, Kalteng.
Pendapat la-
in dikernukakan oleh Hardjosworo (1984), jang menya takan bahwa letak geografi Kalsel memberikan petunjuk bahwa penularan berasal dari Kaltim dan Kalteng.
Ditarnbahkannya
bahv18 terbukanya jalan darat, pembukaan daerah baru konsesi hutan dan .pesta tradisi tahunan anggota suku yang ber, domisili di Kalteng, Kaltim dan 1\alsel dapat menjadi jalur masuknya rabies dari Kaltim dan Kalteng ke Kalsel. Pesta tradisi tersebut biasanya menjadi tempat perternuan bagi anggota suku dan juga menjadi pasar dan pusat perdagangan hasil bumi serta ternak termasuk anjing.
Anjing
yang dibawa dari Kalteng dan Kaltim setelah pesta tradisi selesai bisa masuk ke wilayah Kalsel. Penulis sendiri sependapat dengan beberapa dugaan yang dikemukakan di atas beserta latar belakan;; untuk rnenduganya.
Satu hal yang dapat menjadi
dasa~
untuk rnenduga
adalah kenyataan yang rnenunjukkan lokasi-Iokasi positif rabies di Kalselmerupakan daerah yang dihuni oleh suku Dayak yang juga rnenghuni daerah perbatasan Ka,l tim dan Kalteng.
30 Pertimb3ngan bahwa adanya kemungkinan masuknya bibit penyaki t lew,?, t pelabuhan udara a tau lau t, sangat kecil, mengingat sampai pertengahan tahun 1985 tidak
di~.porkan
adanya kejadian rabies di kota y:mg terdekat dengan kedua pelabuhan tersebut. C.
Cara Penyebaran Penyakit Menurut hasil pengamatan penulis, di Kalsel masih ba-
nyak semak-semak dan hutan yang membatasi pusat-pus"t pemukiman penduduk.
Anjing-anjing liar yang mencari makanan
dan nampak di pusat pemukiman, sering didapati di semak dan hutan sekitarnya.
Pada saat berada di pusat pemuki-
man terjadilah kontak dengan anjing peliharaan dan sebaliknya ketika berada di semak dan hutan kemungkinan berkontak dengan satwa liar dapat saja terjadL
Secara skematis
jalur penularan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : _ ~ -,'"
,.l;
Satwa liar
~
I.,!...
I
:~Anj~ng llar
'
:
"1 i
'.
1',
~ ~
_
Hewan Peliharaan (Anjing, kucing, kera)
~,-----,,-l---, ~!anusia/
Bewan 'l'ernak Sumber:
Hardjosworo dan Partoatmodjo (1977)
31 Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa segala jalur penularan (arah panah) dapat terjadi dalam penyebaran rabies di Kalsel.
Hanusia dan ternak merupakan titik akhir
karena keduanya dianggap sebagai jalan buntu (dead-end) dalam penularan rabies.
Anjing liar dapat langsung menu-
lari manusia lewat gigitan dan ini merupakan kasus terA banyak, selain itu dapat pula menulari hewan peliharaan seperti anjing yang kemudian menulari mo.nusia. tersebut dapat pula terjadi sebaliknya.
Kejadian
Penularan dari
satwa liar ke anjing liar atau sebaliknya dapat terjadi menging~t
sebagian besar anjing liar berdiam di hutan,
yang tentu saja terdapat satwa liarnya. Sejak kejadian rabies dilaporkan pertama kali di Kabupaten Tabalong maka rungan meluas
5).
.~ari
~ilayah
rabies mempunyai kecenae-
ar.ah utara menuju ke selatan (Gambar
Dewasa ini wilayah tertular rabies meliputi enam ka-
bupaten yaitu kabupaten Tabalong, HST, HSS, HSU, Tapin dan Banjar (Anonymous, 1985).
32 Gambar
5.
Peta Penyakit Rabies Tahun 1984-1985 di Kalimantan Selatan
~~
.
"" ~. •
••• ••
..... . + •
.....
",
•• ..
..
K.ALTENG
"" •
,.
ranjung ....
.. ..... :f
.,... . .., "
....
~
,l Amuntai ~j ."1\-, / I .. \
\
,,~
.;;
... \, 'r.e
••
"
~ra
i
...... --t I
I
t :Marabahan
I
_","
•. . . '='t-~antau ••
'-.t ,+ ...... .......... .
......,I
~,. .... - .....
• I \.... 4
,..,."
~
I \' ' '' / ' " I
I
I
(
,.
,
'"I
I .,Har 'II~'
.t. __ - ....
KALTIM
,
\
I
B.licin .. -- ....'"agatan •
... - ,
\
.Plaihari
Tg.Sela
.
Keterangan Ij)
LAUT
JAWA
Ibukota Kabupaten Daerah tertular
...... .-
VI.
PE~fGENDALIAN
RABIES DI KALIMANTAN SELATAN
Setahun sebelum kejadian rabies pertama kali ditemukan di Kalsel, Gubernur KDH Tingkat I Y.:alsel telah mengelu()rkan Surcn; Kepu tusa t (SK) Nomor 0323/1982 tanggal 22 Nopember 1982 ten tang ?embentukan tim koordinasi bagi pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit rabies di propinsi Kalsel.
Adapun tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai tim koordinasi tersebut adalah a.
Nempertahakan daerah-daerah yang belum tertular
b,
Penurunan kasus rabies di daerah tertular
c,
Dalam jangka lama memperluas daerah bebas rabies
(p~onymous,
1983a),
Dengan berpedoillan pada peraturan/perundang-und2ngan serta SK Gubernur di atas maka dinas peternakan membuat suatu program penanggulangan rabies terpadu,
Program ter-
sebut membagi dua daerah penanggulangan, yaitu daerah positif dan negatif rabies (Lampiran 4). Berbagai cara penyuluhan dilaksanakan di Kalsel, diantaranya pemutaran film rabies, penyebaran brosur penyakit rabies dan melalui siaran pedesaan di RRI.
Penyuluhan
langsung kepada masyarakat dilaksanakan bersamaan waktunya dengan saat vaksinasi rabies, Henghadapi kejadian rabies tahun 1983, Dinas Peternakan Fropinsi Kalsel mendapatkan tambahan vaksin sebanyak 6 000 dosis CTabel ll),
Tahun 1982/1983 vaksinasi
rabies terhadap anjing dilaksanakan di daerah yang
Tabe1 11.
34
Daftar Target Dan Hea1isasi Vaksinasi Rabies Fada Hewan di di Kalimantan Se1atan (1982-1985)
Kabupaten/ Kotamadya Target Banjarmasin Banjar
Realisasi
Target
Realisasi
1.300
1.300
900
466
1.000
800
800
400
o
3.000 1.000
Tapin HSS liS 'I',
112
2.000
"t,
HSU
1.000
Tabalong
100
100
1.000
589
Tanah Laut 150
150
100
Barito Kuala
150
150
100
2.500
2.500
2.500
Sumber Catatan
4.500 500
Kota Baru
Jumlah
1.000
Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan
100
500 500
1.167
15.000
•
(1981, /198 5)
• Realisasinya masih berlane;sung sawpai sekarang Dalam tahun 1983/1984 dinas peternakan mendapatkan tambanhan dropine; vaksin sebanyak 6.000 dosis. Droping dilakukan seCara bertahap : - 3.000 dosis diterima bulan Juli 1983 - 3.000 dosos diterima bulan September 1983.
35 Tabel
1~.
Daftar Pembunuhan Anjing Liar di Propinsi Kalimantan Selatan
(1983-1984) Tahun 1983
Kabupaten/ Kotamadya
'fahun 1984 Pembunuhan clengan
Pembunuhan de ngan
diracun
ditembak
dipukul
diracun
ditembak
dipukul
Banjarmasin Banjar
34 23
Tapin H3S
17
H3'f
II
liS U
Tabalane;
111 300
33 16
146
411
49
166
3
11 1 II
Tanah Laut Kota Baru Barita Kuala Jumlah 3uraber
Dinas Peternakan Propillsi Kalimantan delatan.
57
0983/198 11),
3
16
merupakan pintu masuk lalu lintas hewan dari dan keluar wil6l.yah Kalsel.
Pada tahun beriku tnya vaksinasi dilaksa-
nakan dengan prioritas lok8si seluas 10 Km di kantongkantong positif rabies, sedang yang bebas dibentuk d6lerah :penyanggah dengan pelaksan
Sebagai contoh t
vaksinasi rabies dari dana APBN tahun 1983/1984 sebanyak 2 500 dosis, hanya 1 167 dosis yang terealisasi atau seki tar 46. 7%. Disamping kegiatan vaksinasi hewan maka dilakukan pula usaha pengurangan :populasi anjing liar dengan jal".n ncrC'cllTIal1, penembakkan_dan penombakkan terutama di daerah positif rabies (Tabel 12).
Cara pembunuhan yang banyak di-
pakai ialah peracunan dengan strichnin.
Dalam laporan
l
l~arena
Bebe-
tidak ter-
tangkap otau dibunuh dan dikubur masyarakat, sehingga tidak dapat diambil lagi specimen deri hewan tersebut (Lampiran 2).
37 Di pihak lain Kanwil Depkes melalui aparatnya di ka-
bupaten d8.n kecamat8.n berusaha meningkatkan pengobatan dan vaksinasi anti rabies (IJA.R).
Tetapi sebagai mana halnya
dengan vaksinasi rabies pada hewan, rnaka realisasi pemberian VAR ini me,sih belum memenuhi t8rget (Anonymous, 1984b).
Secar8 keseluruhan pada tahun 1984/1985 realisa-
si pemberian VAR y8ng dapat dicapai hanya 43.5%. Di tingkat regional usaha pengendalian rabies ini telah pula dilaksanakan dengan adanya. Rapat Ker ja Rabies \\'ilayah Kalimantan di Banjarmasin tanggal 22 Nopember 1984. Peserta rapat terdiri dari unsur-unsur pemerintahan pusat dan daerah.
Rapat tersebut p8da akhirnya berhasil merumus-
kan suatu kesepakatan dalam us aha pengendalian rabies diwilayah Kalimantan, yang diharapkan secara operational mulai dilaksanakan pada tahun anggaran 1985/1986 (Lampiran 3) •
VII.
A.
PEHBMLil.SAN Di\.;-{ KESIHPUL..il.N
Pembahasan Selama tahun 1983 sid 1981j. ciistribusi penyebaran ke-
jadian rabies terbanyak ada di kabupaten Tabalong, karena ditemui 84 kasus penggigitan dan lima dian tara anjing yang menggigit menderita rabies.
Hal itu dapat dimengerti ka-
rena letak kabupaten Tabalong sanGat terbuka untuk masuknya bibit penyakit, disamping itu di sana pertama kali ditemui adanya kejadian rabies sehingga pencatatan dan laporan kejadian menjadi perhatian utama. Perbedaan _.data rabies antara data Dinas Peternakan dan Kanwil Depkes Propinsi Kalsel Terupakan perbedaan administrasi.
Hal tersebut terjadi karena kedua instansi
tersebut mengumpulkan data dari dan dengan cara yang berbeda.
Dalam hal ini penulis mengkaitkannya dengan bidang
tugasnya masing-masing, yai tu kasus pada hewan di ta,ngani olen dinas peternakan dan kasus pada orang ditangani oleh pihak Kanwil Kesehatan.
u'alaupun demikia,n untuk memudah-
kan penanggulangan rabies di mas a mendatang perlu adanya keseragaman pelaporan antara kedua instansi tersebut. Dari sekian banyak kasus penggigitan yang dilaporkan di Kalsel, ternyata tidak semuanya merupakan kasus rabies. Hal ini ter jadi karena tidak semua hewan y,mg menggigi t menderita rabies, selain itu dalam beberapa
ke~dian
peng-
gigitan, hewan penggigit tidak dapat diobservasi karena tidak bisa ditangkap.
Hewan tersebut adalah anjing liar
39 yang setelah menggigit biasanya masuk ke dalam nutan. Hal lain yans juga mendukung aaalah laporan dari masyarakat tentang kejadian penggigitan terlambat, eehinGsa specimen tidak sempat diambil karena bewan terlanjur diounuh dan dikubur oleh masyarakat. Ratio kasus penggigitan dengan jumlah hewan penderita rabies dapat digunakan untuk menggambarkan besar keeilnya bahaya rabies melalui gigitan.
Semakin keeil angka
ratio semakin besar pula bahaya untuk mendapatkan rabies. Jawa Barat dengan ratio 2.46 merupakan ratio paling rendah dibanding dengan daerah lainnya di Indonesia, berarti setiap lima kasus penggigitan, dUa diantaranya dilakukan oleh hewan penderit<:1 rabies.
Kalimantan .Selatan pada
tahun 1984 mempunyai ratio yang agak tinggi 10.2.
fial
itu berarti setiap 11 Kasus penggigitan, satu diantaranya dilakukan oleh hewan penderita rabies.
Angka ratio ini
dapat juga dijadikan dasar untuk menentukan kebijakan pengobatan post exposure pada daerah yang bersangkutan. Diagnosa rabies pada manusia umumnya hanya dilakukan berdasarkan gejala klinis serta riwayat penggigitan oleh hewan (Hardjosworo dan Partoatmodjo, 19977).
Kare-
na tidak mendapatkan konfirmasi, di beberapa daerah meneatat kematian pada kolom laporan rabies sebagai "tersangka mati karena rabies".
Di Kalsel cielapan orang
yang meninggal di kabupaten Tabalong dinyatakan sebagai korban gigitan rabies dan menunjukkan gejala klinis,
1,0
tanpa ada ketersngan terperinci. Kematian yang ada di Kalsel hampir sarna dengan apa yang dikatakan Bardjosworo dan Partoatmodjo (1977) yaitu lebih menggambarkan terlambatnya pengobatan pada korban gigi tan.
Beberapa orang yang meninggal korb8.n gigi tan
di Kalsel tidak mendapatkan VAR.
Kenyataan itu didukung
pula dengan belum tercapainya secara penuh target pemberian VAR yang dilakukan dinas kesehatan.
Selain itu loka-
si kejadian penggigitan letaknya jauh dari kota kecamatan yang memiliki sarana pengobatan apalagi dari kota kabupaten. Kasus yans terjadi pada babi dan rusa di Kalsel dinyatakan sebagai penderita rabies nerdassrkan gejala klinis yang patognomonis. dak
me~lUngkinkan
Penetapan diagnosa rabies yang ti-
di laboratorium bisa juga dilakukan de-
ngan melihat gejala di lapangan (Hardjosworo, 1984).
Ke-
jadian pada rusa yang dinyatakan penderita rabies merupakan kasus baru di Indonesia, karena belum pernah dilaporkan sebelumnya. Pengiriman specimen rabies dari Kalsel ke BPPH Wilayah VII Ujung Pandang dapat dinilai sebagai suatu cara yang tidak effisien, karena jarak yang harus,ditempuh leh specimen tersebut cUkup jauh.
0-
Tentu saja jawaban ha-
sil pemeriksaan tersebut akan memakan waktu pula karena faktor jarak tersebut •
41 Kasus rabies yang terjadi di Banjarbaru pada anjing yang beberapa hari sebelumnya mendapatkan vaksinasi rabies, dapat diterangkan bahwa kemungkinan rabies yang disebabkan oleh vaksin sangat kecil.
Keadaan tersebut lebih me-
mungkinkan disebabkan karena pada saat pelaksanaan vaksinasi , virus sudah dalam masa inkubasi di tubuh anjing, namun belum sampai memperlihatkan gejala klinis. Beberapa masalah pengendalian rabies yang dijumpai di Kalsel umumnya juga merupakan masalah di daerah-daerah lainnya.
Nasalah tersebut an tara lain.tidak adanya data
populasi hewan rentan rabies, kesadaran masyaxakat masih kurang akan penyald t rabies dan keterlambG.tan penyediaan dan pelaksanaan vaksinasi hewan yang cukU7 !llerr::.:engaruhi usaha pengendalian.
Sebenarnya sejak awal :oengendalian
rabies di Kalsel harus lebih ditekankan pada pengetatan lalu lintas hewan ke wilayah Kalsel.
!lamun adalah suatu
hal yang sulit untuk mengontrol pemasukkan hewan di daerah perbatasan yang batas perbatasaan itu sendiri tidak begitu jelas. Peranan anjing liar dalam penyebaran rabies di Kalsel sangat besar, karena sebagian besar kasus penggigitan dilakukan oleh anjing tersebut.
Dari cara hidup anjing
liar yang ada di Kalsel terlihat kemungkinan adanya kontak dengan satwa liar yang ada di hutan.
Walaupun di In-
donesia rabies pada satwa liar dari alam, baru ditemukan pada musang (Paradoxurus hermanhroditus), namun hal itu
42 menunjuk.l{.an bahwa ekologi rabies tipe silvatik yang melibatkan satwa liar dapat terjadi.
Mengingat kondisi daerah
Kalsel yang ban yak mempunyai hutan, maka penelitian yang lebih mendalam tentang peranan sa twa liar dalam penyebaran rabies di Kalsel masih diperlukan.
B.
Kesimpulan Berdasarkan gambaran situasi, perkembangan dan
pengendalian serta pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal 1.
Propinsi Kalteng dan Kaltim dianggap sebagai daerah sumber penularan pertama masuknya rabies keKalsel, karena kedua propinsi tersebut merupakan daerah tertular.
2.
Dari tahun 1983 sampai pertengahan 1985 terjadi penurunan kasus rabies, tetapi luas wilayah tertUlar semakin bertambah.
'rercatat enam kabupaten
yang tertular, ialah Kabupaten Tabalong, HSU, EST,
HSS, Tapin dan Banjar.
3.
Anjing merupakan penyebar utama rabies di Kalsel, sedangkan hewan lain seperti sapi, babi dan rusa yang menderita rabies dianggap sebagai jalan buntu (dead-end) dalam penularan.
Kejadian pada ru-
sa adalah kejadian pertama yang dilaporkan di Indonesia. 4.
'lda perbedaan data rabies yang didapatkan dari Dinas Peternakan dengan Kanwil Depkes Prop.• Kalsel.
43 5.
Target vaksinasi dan pengobatan pada hewan dan manusia masih belum tercapai seluruhnya di Kalsel.
6.
Terdapat beberapa hambatan dalarn usaha pengendalian rabies di Kalsel seperti tidak diketahuinya populasi hewan rentan rabies, kurangnya fasilitas penerangan serta kesadaran masyarakat tentang penyakit rabies dan peraturan!perundang-undangan yang berlaku.
7.
Perlu adanya peningkatan koordinasi antara Dinas Peternakan dengan instansi pemerintah lainnya dalam penanggulangan rabies di Kalsel.
DAFTAR PUS'EAKA
Anonymous. 1982a. Pencegahan dan Pemberantasan Rabies. Ditkeswan, Ditjennak, Deptnn. Jakarta.
----_.
1982b.
Rabies.
Dirjen P3fI, Depkes. Jakarta.
_ _-:;:__ • 1983a.Laporan Tahunan. Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru ____~-. 1983b. Buku Data Propinsi Kalimantan Selatan. Humas Pemda Propinsi Kalimantan Selatan. Banjarmasin. • 1984a. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan ---nP-r-o-pinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru. ___~~_. 1984b. Laporan Pemberantasan Penyakit Anjing Gila di Propinsi Kalimantan Selatan. Kanwil Departeman Kesehatan Propinsi Kalimantan Selatan. Banjarmasin. ______~. 1985. La~oran Kejadian Penyakit Rabies. Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Baer, G. H., ed. 1975. 'rhe Natural History of Rabies. Academis Press, New York. USA. Campbell, J. B.• M. N. Kaplan., H. Koprowski., E. Kuwerst, F. Sokol., T. J. Wiktor. 1968. Present and Future in Rabies Research. WHO Chronicle. Fiennes, Richard N. T. w. 1978. Zoonosis and The Origins Ecology of Human Disease. Academic Press, New York. USA. Hardjosworo, S. 1977. Penyakit Anjing Gila. Zoonosis. Ditjennak, Deptan. Jakarta.
Kursus
____~~~~~_., Siregar, A. A., Partoatmodjo, S. 1977 Penelitian Tentang Latar Belakang Peledakan Penyakit Anjing Gila di Beberapa Daerah Di Indonesia. Depkes-Deptan-IPB. Sa s t ro semi to, A• 1981. Habies and Its Control In Indonesia. Bull. OlE, Vol. 93. Paris.
___--,,,.-,-,-_____ . , -;:--;:;-==-::;--.,.."."
, 1984. Epidemiologi Rabies di Indonesia. Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor.
45 Koesharjono, c., Theos, R. J. 1982. Rabies. P31·1. ed. Rabies. Depkes. Jakarta.
In Dirjen
Keep, J. M. 1982. Rabies. Proceedings, no 60. Refresher Course on Advances in Vet. Virology. The University of Sydney, Australia. Madiapura, A. 1984. Rabies dan Pencega.hannya. Ceramah pada Penataran Dokter-dokter Pertamina 23 Oktobcr 1984. Bandung. Hoerid, H. R. 1984. Transformasi dan Pembinaan Kehidupan Orang Buki t di Kalimantan Sela ta.n. Hakala h pada Kongras Persatuan Nahasiswa Kalimantan Selatan V diJakarta. Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edition. ~v Bali, Denpasar. Roso.
1985. Banjarmasin. 1985. Jakarta.
Second
Harian Kompas, 9 Sepwmber
Soenardi. 1984. Umur Sebagai Salah Satu Faktor Peng2.ncam (a risk) pada Nanusia dalam Kejadian Penggigitan Oleh Anjing Gila dan Kaitannya dengan Umur P~jing Gila "{ang diam::.1;i ai Sumatera Barat, Jc,moi dan Riau. BPPH Wil. II. Bukittinggi. Sikes, R. K. 1975. Rabies in Hubbert, IV. 'r. Disease Transmi tted from Animal to Nan. Charles, L. 'I'homas Publishers. Springfield, Illinois. USA. Simbolon, E. 1974. Rabies di Sumatera utara, Tinjauan dan Penanggulangannya. FKH-IPB. Bogor. Thaib, S. 1982. Rabies. Depkes. Jakrata.
In
Dirjen
P3M. ed Rabies.
Tierkel, E. S. 1964. Rabies in Hoeden, J. V. Elsevier Publishing Company. F~sterdam.
Zoonoses
LAMPIRAN
C'-:J'
Lampiran le
Daftar JumlA.h ObRervasi Ife1mn Tersangka Penderi ta Rabies Di K:'llimBntr;l.n Selatan (1'"'1 - 1,)84)
Kabu:l3.t(~n/
T a hun
1,;;()t'lrn.,dYH
]')81 a
'Oapjarmasin
7
Banjar
1f
198;>
,b
c
a
b
c
3
2
a
b
14
1 3
1
1
24
lJSS
6
J[ST
1
c
~e
4
a
b
8
3
l'
21
2
1
29
2
1 3
Y..ota Baru
1
Bari to Kuala
1
11+
Jumlah
f~eter3n8'an
d
1
T'lbalon8
Sumher
198 1+
1983
3
3
3
1
1
47
4
DinA.s Petern,,J
:
a. ;
d. Sapi
1J • Kucing
e. l\R.mb:i ng
c. iZera
1+
4
c
d
'e
co
--r
Lampiran 2.
Kabupaten/ kotamadya
Daftar Pene;ambi1an Dan Pene;iriman Specimen Hewan Tersane;ka Rabies di Ka1imBntan Se1atan (1983 1,)84) •
Tahun 1984
Tahun 1983 Specimen diambi1 a
Banjllr
b
c
d
2
Specimen dikirim a
b
c
d
Specimen diambi1 a
c
d
a
'2
IrS;:)
1
1
HS1'
3
3
JlSl1
3
1
Tabalong
?
1
16
c-
"
Jum11lh
3
1
i+
7
1
I,
4
16
,,.')
!f
Dinlls Peternakan Fropinsi Ka1j mllntBn Selatan
Ke terangan :
B.
Anjine;
b. Kucing c. Kera d. Sapi
b
c
d
2
Tapin
:;umher'
b
specimen dikiriin
2
1
~,
4
If
5
2
5
2
. ,
Lampiran 3.
nAP;~T
Po.da tanCGo.l 22 G/.d
I~EnJ 1\
ll\?IES \!ILh.Y,\}i. ;::.Ll ... _~ ':",'
49
2/~ lTone1:iber 198/+ . bC:"t'~L~n~\t di D:lnJ'urmn:in,
, . . .
J
4
](nlimnn tan S oldnn telah diselongC3.rn1cnl1 HD.l12.t
I~0I·j0.
n<J.bicc Uilayah
I\Q.lir.1G.n~::;-h
Pesert.a'ro..po.t terdiri dc.ri unsur-W1sur Peuerintuh DaGruh, Dino.s 39
uilQyo.h I\nlil!l<J.ntc.n, sc::rt2.
Poto:.'nQ.!::~~1
DCp3.rt8wcn perto.ninn do..1"1:
kan,K2.lH/il dun Dinc.s KeG ch2.to..n Propinsi Do..ti I
pesertn. Pusnt'dari Dircktoro.t
Jonclcr2..1
Pctern~_
Di-
relctomt Jenderal Pcr.ibcr2.:ltnSc.n Ponynld.t Henulc..r dan Pcnyehntun Lingkui"1gun Pe-
mulciIi1D.h • Dengan berlandc..skw'1 per3.turc.l1 perundo.nco.r. yen[( c.de\. dan b8rpedomo.n p:tc..:::
pengnrahan Direktur Jenderci potcrnnknn, Direktur Jcndcrn1· PPll 12 PLP
dan
Gubernur ](DH Propinsi Dati I Kciim::.ntnn Sclntnn , scrtn T:1cmpcrhntilcnn nnkalnhIjlaknlah dari peserta ,
r,,,,.l~n
l101nlui tulca.r pcndc.pat dan pcrabc-mc.so.n , dapo.t di-
ho.silka.n beberapa lcesirllpulan do..n oaren yang r,18rt:.u21cun kescpak2.tnn rapat seba , -
gni beril(lit. , 1. Dengau se!imkin IJcluD.snyo. ?=,
te.hanknn dncrnh ynnG be1un tcrtui2.r", ~cl(o. peElbero.nt2.sc.n /
pengcndnlion rabicG eli iJila.yah l\uliLln.ntun perl'..l
eli t2.ngani GeCL1.r
LiQkGir.~c.l.
2. Untuk pembcr;:mtc.sun / pcnuendc..liun rabies eli uilD-J'c.h Kc.lir.lc..ntun pcrlu dilnJ.(8~aJC2.C l.;;:oginto:n opcrc..tionul scca..!"o. tcrpndu. Untuk itu Tin Pe-
nge"ndalinn yong sudc.h ?~bcntllk p::!.da !:t2.sinC--J]:'..sing D:wrnh PropinGi,'
yang @eliput SCi-1Wl unsur tcrk8.it n.ntc.rQ lo.in unsur rGlilOrintd.h
Dnera.~,
. Dires pctern2.kull , Dinns Kesehatc.l1 , Kepoli:::i.::m, 1)011crn..ngan dan lc..i:L1-
j
lain, per1u lcbil1 ditinglmtlc:::rl l\oordin2.sinyn.
3. pelc.};:sc.uZlun ope:rQtiol1c.l pO;.lbcrnJ.1t(l.st".n/p;ng~ndcl.ian rabies yang tcrpadu disel ur':!h .irl.lnyah Kclil.1c.nt~n , dihcxc.pk2.n r.mlni dilc.ksD.nckal1 tu-
hun ""ggOXC\l1 1985/1936.
4. Untuk ke1ancarOll oper2.tionnl pNlber2nt<,s:.:n/pcllc;cndnlian rabies tersobut ag:::r
tidt'.l~
tUDpnng tindih , perlu :::c1,1nyn pctunjuk operational
scperti terl2.upir.
ToCo;.! 7c:rtu.:u:; i1'-:.kcr nc.bics
50 Lampiran 4.
Prosram Feli'lksanaan Penansgulangan Rabies di Kalsel
Daerah Positif Rabies
Tindakan 1.
Penyu1uhan akan bahaya penu1aran, penyebaran, pengamanan anjing/kucing/ kera dan sebangsanya dengan mengandanskan hewan tersebut atau direntai
2.
Pembunuhan anjing, kucing, kera dan sebangsanya yang berke1iaran
3.
Ring vaksinasi diseke1i1ing lokasi posi tif rabies
'l. Negatif Rabies
Sumber;
Peningkatan kerjasama tim koordinasi pencmggu1angan rabies
1 .. Penyu1uhan sesuai No. 1 daerah posi-
tif) 2.
Vaksinasi rabies terhadap anJlng, kucing, kera dan sebangsanya
3.
Observasi hewan tersangka rabies
4.
Peningkatan kerjasama tim sesuai No. 4 daerah positif
Dinas Peternakan Propinsi Ka1se1 (1984)
r4 U\
Lampiran 5.
Kabupatenl kotamadya
Jumlah Pe nderi ta Gigi tan Hewan, Vaksinasi dan Specimen di Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 198 1, dan Tahun 1985 (sid bulan maret) Tahun 1984 Gigitan hewan
Banjar
Tahun 1985
Penderita/ VAR meninggal
36 2
2
14
2
2
167
4 4
IlSS
13
H.sIr
90
HSU
26
13
8
3
TabA10ng Jumlah
178
. Gie;i tan hewan
2
2
97
12
11
Specimen S +
VAR = Vaksin Anti Rabies S
= Specimen yang diperiksa
+
= Specimen yang positif
1
5
3
11
7
10
8
1
20
4
2
4 8
34
Kanwi1 U"parteman Kesahat'tn PropinGi KAlimantan Salatan
Keterangan :
p" nderital VAR meninggal
2
Tapin
{,umber
Specimen J +
1
2