sedangkan PLSDA untuk mengklasifikasikan ketiga tanaman sampel ke dalam tiga kelompok tanaman yang berbeda dalam bentuk model prediksi. Model tersebut selanjutnya digunakan untuk memprediksi ketiga sampel tanaman, yaitu temulawak, kunyit, dan bangle yang tidak digunakan dalam pembuatan model. Analisis kemometrik ini dilakukan menggunakan peranti lunak The Unscrambler 10.0.1. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ Hasil dokumentasi menggunakan Camag Reprostar 3 yang memiliki format “.cna” diubah terlebih dahulu menjadi format “.jpg” sebelum pengolahan menggunakan ImageJ. Gambar yang akan diolah dapat dibuka dengan menekan “File”, “Open”, dan dipilih gambar yang diinginkan. Nilai AUC ditentukan dengan menampilkan terlebih dahulu densitogram dari masing-masing gambar pita KLT. Tahaptahap yang perlu dilakukan terlebih dahulu, yaitu penandaan gambar pita KLT yang akan diolah menggunakan icon berbentuk kotak (rectangular). Setelah itu, dipilih menu “analyze”, “gels”, dan “select first line” atau dipilih “select next line” untuk pita berikutnya jika pita yang akan diolah lebih dari satu. Selanjutnya, dipilih kembali menu “analyze”, “gels”, dan “plot lane”, yang akan menampilkan densitogram dari masingmasing gambar pita KLT sesuai intensitas warna yang diberikan. Pada masing-masing dasar puncak densitogram yang dihasilkan, dibuat baseline menggunakan icon berbentuk garis (straight) kemudian menekan icon berbentuk tongkat (Wand tool) pada daerah puncak tersebut, sehingga akan dihasilkan nilai AUC yang diinginkan secara otomatis. Proses smoothing dilakukan dengan memilih menu “process-smooth” atau menekan “CtrlShift-S” pada gambar mentah pelat KLT untuk memperhalus bentuk densitogram yang terbentuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komponen Standar Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Analisis kuantitatif pada KLT dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, bercak pada pelat KLT diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran
luas atau teknik densitometri. Cara kedua adalah mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa tersebut dengan metode analisis yang lain, misalnya metode spektrofotometri (Gandjar & Rohman 2007). Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng KLT tersebut (atau secara in situ). Akan tetapi, analisis kuantitatif yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode pengukuran luas area tetapi secara tidak langsung melalui hasil dokumentasi pelat KLT yang berupa gambar. Metode KLT yang digunakan dalam penelitian ini hanya untuk menunjukkan komponen yang terdapat dalam larutan standar yang digunakan. Informasi ini digunakan untuk memastikan bahwa perbedaan konsentrasi komponen standar tersebut dapat diinterpretasikan dalam bentuk densitogram yang dihasilkan dari pengolahan gambar menggunakan peranti lunak imageJ.
(a)
Gambar 9
Kromatogram KLT standar kurkumin dengan berbagai konsentrasi pada berbagai visualisasi sinar: (a) sinar tampak, (b) sinar UV (λ 254 nm), (c) sinar UV (λ 366 nm).
Gambar 9 menunjukkan adanya tiga komponen yang terdeteksi dalam larutan standar kurkumin, yaitu kurkumin (Rf 0,24), dimetoksikurkumin (Rf 0,08), dan bisdimetoksikurkumin (Rf 0,02), baik visualisasi dengan sinar tampak maupun sinar UV pada panjang gelombang 366 nm dan 254 nm. Intensitas warna yang dihasilkan dari gambar pita pada permukaan pelat KLT dapat mempengaruhi hasil pembentukan densitogram dan secara tidak langsung dapat
8
mempengaruhi pula nilai area yang dihasilkan. Oleh karena itu, proses pemisahan dengan KLT ini harus dilakukan dengan baik agar menghasilkan kromatogram yang baik pula, sehingga gambar yang didapatkan pun akan baik. Standar dengan konsentrasi 5 mg/L dan 10 mg/L, baik dokumentasi menggunakan sinar tampak, sinar UV pada panjang gelombang 254 nm, maupun sinar UV pada panjang gelombang 366 nm tidak terlihat dengan jelas. Oleh karena itu, gambar pita yang digunakan hanya pita yang dihasilkan oleh larutan standar kurkumin konsentrasi 50 mg/L, 100 mg/L, dan 125 mg/L. Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan dapat mempengaruhi hasil pengolahan gambar dengan imageJ.
densitogram masing-masing pita komponen dari gambar. Penandaan dilakukan dengan menggunakan icon berbentuk kotak (rectangular) pada toolbar imageJ untuk keseluruhan pita komponen yang terdeteksi pada setiap penotolan larutan standar kurkumin secara vertikal (Gambar 11). Hal ini bertujuan menghasilkan nilai AUC yang dapat mewakili keseluruhan pita komponen yang ada untuk tiap penotolan.
Pengolahan Gambar Pelat KLT dengan ImageJ
Gambar 10 Contoh penandaan pita komponen KLT standar kurkumin.
Gambar kromatogram KLT yang akan diolah harus melalui proses seleksi terlebih dahulu. Gambar yang dipilih adalah gambar dengan hasil pemisahan KLT paling baik, yaitu dapat mempresentasikan komponenkomponen yang terkandung di dalam senyawa uji karena sangat mempengaruhi hasil akhir pengolahan dengan imageJ. Pengolahan gambar dengan peranti lunak imageJ harus memperhatikan beberapa parameter penting, diantaranya penandaan gambar pita KLT, proses smoothing gambar mentah, dan normalisasi densitogram sehingga dapat diperoleh nilai AUC yang lebih konsisten untuk setiap pengukurannya. Pengolahan ketiga parameter ini dilakukan sampai didapatkan metode terbaik yang ditunjukkan dengan nilai korelasi terbesar antara konsentrasi larutan standar dengan nilai AUC yang dihasilkan. Selain itu, dapat menghasilkan titik-titik yang berdekatan sepanjang garis lurus dengan nilai korelasi mendekati 1 dan stabil untuk setiap ulangan. Nilai AUC standar yang digunakan pada penentuan metode terbaik ini adalah nilai AUC dari pita kurkumin. Nilai AUC (Area Under Curve) adalah nilai luas area di bawah kurva puncak densitogram. Karakterisasi Kotak Saat Gambar Pita Komponen
Penandaan
Penandaan pita komponen pada gambar adalah salah satu parameter penting dalam penentuan nilai AUC. Penandaan ini dilakukan agar dapat memunculkan
Hasil pengujian ukuran dan letak kotak penanda pita komponen dan pengaruhnya terhadap nilai AUC yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan pengujian yang dilakukan untuk tiap ukuran kotak yang berbeda dapat menyebabkan hasil ukuran AUC yang berbeda pula. Sedangkan pelebaran kotak penanda dari ukuran kotak awal tidak terlalu mempengaruhi nilai AUC tetapi perbedaan tingginya sangat mempengaruhi nilai AUC, yaitu nilai yang jauh menurun. Tabel 1 Hasil pengujian ukuran kotak penanda terhadap gambar pita komponen standar kurkumin. *
*
Keterangan: *satuan dalam piksel. Ukuran kotak penanda yang seragam dengan peletakan kotak yang kurang simetris sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi nilai AUC tetapi apabila batas pinggir kotak penanda sampai mengenai atau bahkan memotong gambar pita yang akan dianalisis,
9
densitogram yang dihasilkan dari intensitas gambar pita KLT standar kurkumin dengan dan tanpa proses smoothing terlebih dahulu.
Tabel 2 Letak dan ukuran kotak penanda pada gambar pita komponen standar kurkumin yang digunakan dalam penelitian.
(a)
Arbritary Unit (piksel)
dikhawatirkan akan mengurangi ukuran densitogram yang terbentuk sehingga dapat pula mengurangi nilai AUC-nya sendiri. Sehingga, untuk mencegah hal tersebut diusahakan peletakan kotak penanda simetris dengan pita KLT dan setiap pita komponen yang terpisah dapat tercakup di dalam kotak penanda tersebut. Oleh karena itu, penentuan ukuran dan letak kotak penanda perlu dilakukan agar hasil area yang dihasilkan lebih konsisten untuk setiap pengulangan yang bertujuan meminimalkan kesalahan pengukuran.
Arbritary Unit (piksel)
Retardation Factor
Retardation Factor
(b)
Gambar 11 Contoh hasil densitogram dari gambar pita KLT standar kurkumin (a) tanpa smoothing, (b) dengan smoothing. Keterangan: *satuan dalam mg/L. Tabel 2 menunjukkan ukuran kotak penanda gambar pita komponen yang digunakan dalam penelitian. Ukuran kotak ini dapat berubah disesuaikan dengan besar dan tinggi deret pita komponen yang dihasilkan tetapi posisi diusahakan tetap sama untuk ulangan pengukuran dengan memperhatikan posisi kotak penanda yang dapat dilihat dari nilai koordinat x dan y. Koordinat x dan y ini dapat langsung dilihat pada tampilan imageJnya sendiri Penentuan banyaknya proses smoothing Parameter lain yang harus diperhatikan adalah adanya proses smoothing. Gambar kromatogram KLT yang telah diberi kotak penanda pita komponen kemudian diberi perlakuan pendahuluan melalui proses smoothing. Salah satu manfaat dari proses smoothing ini adalah memudahkan penentuan baseline pada dasar puncak yang terbentuk. Semakin banyak smoothing yang dilakukan, resolusi puncak yang dihasilkan semakin jelas. Gambar 10 menunjukkan hasil
Banyaknya proses smoothing yang dilakukan terhadap gambar kromatogram KLT berbeda, tergantung sinar yang digunakan saat dokumentasi. Pada penelitian kali ini menggunakan tiga macam sinar, yaitu sinar tampak, sinar UV (λ 254 nm), dan sinar UV (λ 366 nm). Hasil penentuan nilai korelasi setelah proses smoothing terhadap nilai AUC yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 4. Data tersebut menunjukkan bahwa pada gambar mentah kromatogram KLT dengan deteksi sinar UV (λ 366 nm) dan sinar tampak harus dilakukan smoothing terlebih dahulu sebanyak 8 kali dan 9 kali untuk deteksi sinar UV (λ 254 nm) sebelum penentuan nilai AUC. Pemilihan banyaknya smoothing tersebut berdasarkan hasil korelasi terbesar antara ketiga konsentrasi standar kurkumin dengan nilai AUC yang dihasilkan dari gambar pita kurkumin dan adanya kenaikan yang stabil untuk setiap ulangan pengukuran. Dengan demikian, metode yang telah dibuat dapat dikatakan cukup baik dan sudah bisa diaplikasikan terhadap gambar sampel. Proses smoothing yang dilakukan sebanyak 4 kali terhadap gambar mentah kromatogram KLT standar kurkumin dengan
10
deteksi sinar UV (λ 254 nm) juga mengakibatkan terjadinya kenaikan nilai korelasi seperti yang terjadi pada proses smoothing 9 kali. Akan tetapi, banyaknya proses smoothing ini tidak dipilih karena nilai kenaikan yang terjadi diperoleh dari nilai AUC kurkumin yang mengalami ketidaksesuaian dengan konsentrasi standar kurkumin, yaitu nilai AUC yang tidak berbanding lurus dengan besarnya konsentrasi standar kurkumin yang ada.
Semakin besar konsentrasi komponennya, semakin tinggi puncak yang dihasilkan karena intensitas warna gambar yang semakin terang dan sebaliknya. Hal ini dapat diperkuat dengan nilai luasan area yang diperoleh. Dengan demikian, luasan area yang dihasilkan sangat bergantung pada hasil dokumentasi pelat KLT sendiri maupun pada proses pemisahan komponennya. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 12.
Normalisasi Puncak Densitogram
Pita b Pita c
(A)
Arbritary Unit (piksel)
Normalisasi puncak densitogram dapat dilakukan dengan menentukan baseline pada dasar puncak. Penentuan baseline dilakukan secara manual dengan melakukan penarikan garis dari titik terendah pada lembah densitogram sebelum mengalami kenaikan kembali ke titik terendah lembah lainnya. Agar penarikan garis stabil untuk pengukuran berikutnya dan tidak mempengaruhi hasil pengukuran, cara pembuatan baseline dilakukan secara konsisten untuk setiap pengukuran. Karakterisasi kursor yang dapat menghasilkan kekonsistenan penarikan garis untuk setiap pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 5. Kursor berbentuk “+” diusahakan terletak tepat pada titik terendah puncak densitogram yang ditandai dengan berimpitnya titik pertengahan kursor tersebut dengan titik terendah puncak densitogram. Kondisi ini dapat terlihat jelas pada perbesaran 200%, sehingga pada penentuan baseline ini sebaiknya dilakukan pada perbesaran 200% untuk memudahkan penarikan garis dasar puncak densitogram.
Pita a
Retardation Factor
Analisis Hasil Pengolahan Gambar Pita pada Pelat KLT
(B)
Gambar 12 Nilai AUC dapat keluar secara otomatis dengan menekan daerah kurva yang ingin diketahui luasan areanya menggunakan icon “wand” yang terdapat pada toolbar imageJ. Nilai luasan area ini tergantung dari besarnya intensitas warna yang direfleksikan oleh gambar pita komponen pada pelat KLT. ImageJ dapat mengubah citra dari bentuk pita pada pelat KLT menjadi bentuk densitogram dan terkuantifikasi dengan baik. Selain itu, imageJ juga mampu memperlihatkan besar kecilnya kandungan suatu komponen di dalam sampel dengan jelas, terutama pada komponen pencirinya.
Pencitraan pita KLT standar kurkumin. (A) gambar hasil pemisahan komponen standar kurkumin pada berbagai konsentrasi, (B) densitogram dengan nilai area pada puncak dari masing-masing gambar pita komponen standar kurkumin (a,b,c).
Puncak ganda dapat terbentuk pada densitogram dan cukup menyulitkan dalam penentuan baseline-nya, sehingga dapat berpengaruh pada nilai AUC yang dihasilkan. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya tailing/ jejak elusi yang menyebabkan pembentukan
11
puncak yang berekor (Gandjar & Rohman 2007). Pembentukan tailing dapat disebabkan oleh preparasi awal saat penotolan sampel pada pelat KLT. Penotolan sampel dengan jumlah yang terlalu banyak dapat menyebabkan konsentrasi komponen di dalamnya menjadi lebih besar sehingga cukup menyulitkan komponen tersebut untuk terelusi dan bergerak terpisah satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, komponen yang bergerak tidak seluruhnya terangkat dan meninggalkan jejak elusi. Klasifikasi Temulawak, Kunyit, dan Bangle dengan Teknik PCA Berdasarkan Nilai AUC PCA bertujuan menyederhanakan peubah yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara peubah bebas melalui transformasi peubah bebas asal ke peubah baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal component (PC). Proyeksi sampel terhadap dua peubah baru ini ditunjukkan pada score plot. Menurut Brereton (2003), score plot dengan menggunakan dua buah PC yang pertama biasanya paling berguna karena kedua PC ini menggambarkan variasi terbesar dari data. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya dengan dua PC pertama sudah dapat dibuat model PCA yang baik. Gambar 13 menunjukkan score plot dari nilai AUC ketiga jenis tanaman, yaitu temulawak, kunyit, dan bangle dengan tiga cara deteksi pita komponen dan visualisasi sinar yang berbeda. Plot ini dapat memperlihatkan pola pengelompokkan ketiga jenis tanaman berdasarkan nilai AUC-nya, semakin dekat satu titik dengan yang lainnya, semakin besar kemiripan diantara nilai AUC dari pita komponen sampel. Artinya, semakin mirip sifat fisik/kimia dari sampel. Gambar 13a-c memperlihatkan pengaruh penggunaan sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm pada pelat KLT dengan tiga cara deteksi pita komponen berbeda terhadap pengelompokan ketiga jenis tanaman. Pengelompokan dapat terlihat jelas dari saling berdekatannya sampel-sampel dengan jenis yang sama. Dua PC pertama pada score plot dari nilai AUC densitogram pita KLT tanpa pendeteksi komponen mampu menjelaskan 97% dari variasi total (PC1 88%, PC2 = 9%). Sedangkan score plot dari
nilai AUC dengan pendeteksi anisaldehida dan vanilina berturut-turut menjelaskan sebesar 88% (PC1 = 76%, PC2 = 12%) dan 91% (PC1 = 67%, PC2 = 24%). Hal ini menunjukkan bahwa tanpa melakukan identifikasi menggunakan pendeteksi pita komponen terhadap pelat KLT sudah dapat mengelompokkan ketiga jenis tanaman berdasarkan nilai AUC-nya yang dapat dilihat dari nilai variasi total terbesarnya. Jadi, cukup melakukan visualisasi langsung dengan sinar UV (λ 366 nm). Pengelompokan ketiga sampel juga dapat terlihat dengan jelas pada pengaruh penggunaan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm (Gambar 13d-f). Score plot dari nilai AUC densitogram pita KLT tanpa pendeteksi komponen, dengan pendeteksi anisaldehida, dan pendeteksi vanilina berturut-turut mampu menjelaskan 98% dari variasi total (PC1 80%, PC2 = 18%), 98% (PC1= 83%, PC2 = 15%), dan 97% (PC1 = 58%, PC2 = 39%). Gambar 13g-i menunjukkan score plot dari data nilai AUC densitogram pita KLT dengan visualisasi sinar tampak terhadap pengelompokkan sampel tanaman. Gambar 13g merupakan score plot dari nilai AUC tanpa melakukan penyemprotan larutan pendeteksi warna pita komponen terhadap pelat KLT yang tidak menunjukkan pemisahan yang jelas, terutama untuk sampel tanaman temulawak dan kunyit walaupun score plot dua PC pertama dari data nilai AUC mampu menjelaskan variasi total mencapai 100% (PC1 = 97%, PC2 = 3%). Hal yang sama juga terjadi pada proses pengelompokan ketiga sampel dengan adanya penyemprotan larutan pendeteksi warna anisaldehida pada pelat KLT. Score plot dua PC pertama dari data AUC dengan adanya penyemprotan larutan pendeteksi warna anisaldehida pada pelat KLT menjelaskan variasi total sebesar 98% (PC1 = 95%, PC2 = 3%) yang ditunjukkan oleh Gambar 13h. Gambar 13i menunjukkan score plot dari data nilai AUC dengan adanya penyemprotan larutan pendeteksi warna vanilina pada pelat KLT. Berbeda dengan perlakuan sebelumnya, penyemprotan dengan vanilina ini menghasilkan nilai AUC dari densitogram pita KLT yang mampu menunjukkan pengelompokan lebih jelas antara ketiga jenis sampel tanaman walaupun dua PC pertama pada score plot dari nilai AUC densitogram pita KLT tersebut hanya mampu menjelaskan 97% dari variasi total (PC = 69%, PC2 = 28%).
12
a
b
c
d
e
f
g
h
i
Keterangan xTy : temulawak xKy : kunyit xBy : bangle 1-7 (x) : daerah pengambilan tanaman 1-2 (y) : ulangan a,d,g : tanpa pendeteksi pita (366nm, 254 nm, tampak) b,e,h : pendeteksi pita anisaldehida (366nm,254 nm, tampak) c,f,i : pendeteksi pita vanilina (366nm,254 nm, tampak)
Gambar 13 Score plot dua PC pertama dari nilai AUC temulawak, kunyit, dan bangle.
13
Pengelompokkan terbaik untuk memisahkan tanaman temulawak, kunyit, dan bangle dimiliki oleh data nilai AUC dari densitogram pita KLT tanpa penyemprotan larutan pendeteksi pita komponen (Gambar 13d) dan data nilai AUC dari densitogram pita KLT dengan penyemprotan menggunakan larutan vanilina pada visualisasi sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm (Gambar 13e). Terlihat bahwa seluruh sampel pada masing-masing kelompok berada saling berdekatan. Kelompok tanaman dengan jenis yang sama berada saling berdekatan karena kemiripan sifat dan komposisi kimia yang dimilikinya. Pembentukan Model Temulawak, Kunyit, dan Bangle dengan PLSDA Setelah beberapa komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas diperoleh, komponen-komponen tersebut menjadi peubah bebas baru yang akan diregresikan atau dianalisa pengaruhnya terhadap peubah tak bebas (Y) menggunakan analisis regresi. Analisis ini dilakukan dengan metode PLSDA yang berlandaskan teknik PLS, yaitu memprediksi peubah yang tidak bebas (Y) dari serangkaian peubah bebas (X) yang memiliki kolinieritas tinggi, jumlah yang banyak, dan memiliki struktur yang sistematik menggunakan regresi kuadrat terkecil (Brereton 2003). Data yang digunakan untuk membuat model berdasarkan metode PLSDA ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama digunakan untuk pembentukkan model (training set) dan bagian kedua digunakan sebagai data pengujian model (test set). Data bagian kedua ini merupakan nilai AUC untuk temulawak, kunyit, dan bangle dari daerah Dramaga, Bogor. Sedangkan data bagian pertama merupakan nilai AUC untuk temulawak, kunyit, dan bangle di daerah selain Dramaga. Lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan data yang digunakan untuk pembentukan model dapat dilihat pada Lampiran 6-8. Penomoran pita pada lampiran tersebut dilakukan berdasarkan kecepatan komponen yang terelusi. Pita pertama adalah pita dari komponen yang terelusi paling cepat, dan seterusnya. Model PLSDA dibuat untuk masingmasing perlakuan deteksi pita komponen, yaitu penggunaan anisaldehida, vanilina, atau tanpa pendeteksi pita dan pada visualisasi sinar tampak maupun sinar UV (λ 366 nm dan
λ 254 nm). Jenis model yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis model PLSDA yang dibuat dalam penelitian. Model 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Visualisasi pelat KLT 366 nm
254 nm
tampak
Perlakuan terhadap pelat KLT Tanpa pendeteksi pita komponen Pendeteksi warna anisaldehida Pendeteksi warna vanilina Tanpa pendeteksi pita komponen Pendeteksi warna anisaldehida Pendeteksi warna vanilina Tanpa pendeteksi pita komponen Pendeteksi warna anisaldehida Pendeteksi warna vanilina
Analisis PLSDA dilakukan menggunakan dua buah matriks, yaitu matriks X dan matriks Y. Matriks X adalah prediktor yang berisi data asli yang berasal dari hasil pengukuran nilai AUC ketiga tanaman menggunakan peranti lunak ImageJ. Sedangkan matriks Y adalah matriks respon yang berunsurkan 0 dan 1. Dalam analisis PLSDA, jika salah satu jenis tanaman diberikan respon sebesar 1, jenis tanaman lainnya diberikan nilai 0. Kemampuan prediksi model PLSDA dapat dilihat dari beberapa parameter terutama nilai korelasi dan root mean square error of prediction (RMSEP) model tersebut. Model prediksi yang baik memiliki nilai korelasi antara nilai y-prediksi dan nilai y-referensi yang tinggi dan RMSEP yang rendah (Naes et al. 2002). Selain korelasi dan RMSEP, nilai root mean square error of calibration (RMSEC) juga perlu diperhatikan. Galat prediksi yang jauh lebih besar daripada galat kalibrasi menandakan terjadinya overfitting pada model. Model tersebut melibatkan terlalu banyak komponen sehingga variasi yang dimilikinya akan terlalu besar (Baranska et al. 2004). Kriteria kebaikan kesembilan model prediksi PLSDA dapat terlihat pada Tabel 4. Korelasi prediksi terbesar dimiliki oleh jenis model 3, yaitu model dengan karakterisasi pelat KLT sebagai berikut (1) adanya deteksi pita komponen KLT menggunakan larutan vanilina dan (2) visualisasi pelat dengan sinar UV (λ 366 nm). Korelasi prediksi tersebut sebesar 0,9921 dengan korelasi kalibrasinya sebesar 0,9869. Model ini juga memiliki nilai RMSEP dan RMSEC terendah, yaitu sebesar 0,0419 dan 0,0540. Oleh karena itu, model 3 ini dipilih sebagai model prediksi terbaik dari keseluruhan model.
Tabel 4 Kriteria kebaikan model PLSDA. Prediksi Model R
2
Kalibrasi
RMSEP
R
2
RMSEC
1
0,9564
0,0984
0,9477
0,1096
2
0,9826
0,0622
0,9751
0,0756
3
0,9921
0,0419
0,9869
0,0540
4
0,9420
0,1135
0,9262
0,1290
5
0,9560
0,0989
0,9492
0,1070
6
0,9548
0,1002
0,9521
0,1073
7
0,7310
0,2445
0,7071
0,2609
8
0,9566
0,0982
0,9291
0,1270
9
0,8992
0,1497
0,8534
0,1834
Menurut Brereton (2003), model yang dibuat dapat dikatakan baik dan dipercaya jika nilai R2-nya mendekati 1 dan nilai dari galat bernilai sangat kecil atau mendekati 0. Berdasarkan Tabel 4, visualisasi pita komponen dengan sinar UV (λ 366 nm) menghasilkan nilai AUC yang membentuk model prediksi PLSDA terbaik dibanding kedua lampu lainnya. Scatter plot kesembilan model dapat dilihat pada Lampiran 9-11. Tabel 5 Data prediksi tanaman dengan model PLSDA.
sampel
yang sama seperti pengukuran AUC untuk pembuatan model PLSDA. Berdasarkan Tabel 5, model yang didapatkan cukup sensitif untuk mengklasifikasikan dan memprediksi sampel yang diujikan. Kedekatan nilai kalibrasi dan referensi menunjukkan kebaikan dari model prediksi yang dibentuk. Hasil dari proses validasi silang ini dapat jelas terlihat pada Lampiran 12.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ImageJ merupakan salah satu peranti lunak yang dapat digunakan untuk mengubah respon KLT menjadi lebih terkuantifikasi dengan memanfaatkan gambar hasil dokumentasi pelat KLT hasil pemisahan komponen dari suatu sampel menjadi bentuk densitogram sehingga dapat diketahui luasan area puncak masing-masing pita komponen yang terpisah. Peranti lunak imageJ yang dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola telah berhasil mendiferensiasikan ketiga tanaman obat, yaitu temulawak, kunyit, dan bangle berdasarkan intensitas warna pita komponen yang terdeteksi pada setiap tanaman tersebut terutama pada tiga komponen penciri, yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Selain itu, dapat disimpulkan pula bahwa proses diferensiasi ketiga tanaman obat menggunakan imageJ ini harus memperhatikan tiga parameter penting, yaitu adanya smoothing pada gambar mentah pelat KLT dengan visualisasi sinar tampak, sinar UV (λ 254 nm), dan sinar UV (λ 366 nm) berturut-turut, yaitu 8x, 9x, dan 8x, penarikan garis baseline pada titik terendah puncak densitogram sebelum mengalami kenaikan kembali pada perbesaran 200%, dan proses penandaan pita komponen dengan ukuran dan letak yang harus konsisten pada setiap pengukuran. Saran
Keterangan: *tanaman sampel berasal dari daerah Dramaga. Model 3 yang telah diprediksi menjadi model terbaik kemudian digunakan untuk memprediksi ketiga jenis sampel tanaman dari daerah Dramaga, yaitu temulawak, kunyit, dan bangle. Pengukuran AUC dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan perlakuan
Perlu dilakukan validasi metode antara pengukuran nilai AUC menggunakan aplikasi peranti lunak imageJ dengan alat densitometer yang sudah umum digunakan untuk analisis kuantitatif KLT berdasarkan pengukuran luas atau teknik densitometri.