30
HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Prosedur Sterilisasi Permukaan Akar Sterilisasi permukaan merupakan tahapan penting dalam isolasi mikroba endofit. Penggunaan prosedur sterilisasi permukaan yang tepat dan efektif menjadi prasyarat penting yang harus dipenuhi dalam isolasi atau penelitian dengan bakteri endofit untuk menjamin isolat yang dihasilkan adalah true endophyte dan hasil penelitian tidak bias oleh keberadaan bakteri rizosfer dan filoplan. Rizosfer merupakan zona yang relatif kaya nutrien dan relatif tinggi variasi serta populasi mikrobanya (Ahmad et al. 2008) sehingga akar mengalami paparan dan kontak yang lebih intensif dengan berbagai mikroba dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya. Oleh karena itu diperlukan prosedur sterilisasi yang efektif untuk menyingkirkannya. Diantara keempat prosedur sterilisasi permukaan yang dilakukan terhadap sampel akar tanaman kentang varietas Granola asal Lembang, Garut, dan Cipanas, menunjukkan bahwa tidak ada koloni mikroba (filoplan atau rizosfer) yang tumbuh dari air bilasan terakhir asal prosedur IV (ultrasonic cleaning diikuti dengan desinfeksi menggunakan 2.5 % larutan bleaching komersial (konsentrasi akhir setara dengan 1.3% NaOCl) selama 3 menit kemudian dilanjutkan dengan etanol 75% selama 5 menit. Sedangkan rata-rata koloni bakteri yang tumbuh dari air bilasan terakhir asal prosedur III, II, dan I berturut-turut adalah 8.8, 5, dan 1.1 (Gambar 8). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan ultrasonic cleaning dengan dua desinfektan (1.3 % larutan NaOCl dan etanol 75%) merupakan prosedur sterilisasi akar yang yang paling efektif untuk mensterilkan permukaan sampel akar kentang dibandingkan tiga prosedur lainnya karena tidak ada koloni mikroba yang tumbuh (Gambar 8). Rendahnya jumlah koloni bakteri yang tumbuh dari air bilasan terakhir asal prosedur III dan IV secara signifikan mengindikasikan bahwa ultrasonic cleaning mampu meningkatkan efektitivitas sterilisasi permukaan. Ultrasonic cleaning mampu melepaskan partikel kotoran yang melekat erat pada berbagai permukaan benda (Dale 2009). Pada proses ultrasonic cleaning, partikel kotoran dilepaskan melalui mekanisme kavitasi (yaitu microstreaming dan microstreamers) lalu partikel kotoran yang sudah lepas dijauhkan melalui acoustic streaming (turbulensi yang terkait dengan ultrasound). Lepasnya kompleks mikroba-partikel organik tanah yang lengket di permukaan akar meningkatkan penetrasi desinfetan ke relung-relung mikro (micro niches) yang terdapat pada permukaan bahan tanaman. NaOCl dan etanol banyak digunakan sebagai desinfektan dalam prosedur sterilisasi permukaan karena kedua sterilan ini relatif mudah diperoleh, murah, non toksik, serta tidak memerlukan penanganan khusus yang rumit.
31
Gambar 8 Rata-rata jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada media TSA yang berasal dari air bilasan terakhir empat prosedur sterilisasi permukaan akar Isolasi Bakteri Endofit Isolasi merupakan langkah awal dari suatu eksplorasi bakteri dan umum digunakan untuk memperhitungkan densitas dan populasi mikroba. Total jumlah koloni bakteri endofit yang diperoleh dari tanaman kentang varietas Atlantik dua kali lebih tinggi dibandingkan Granola (Gambar 9). Ini mengindikasikan bahwa densitas bakteri endofit yang dapat ditumbuhkan (culturable endophytic bacteria) pada sampel varietas Atlantic lebih tinggi dari pada Granola. Perbedaan respon kolonisasi, komposisi nutrien cairan apoplast, serta ukuran ruang antarsel diantara species tanaman yang berbeda diduga sebagai faktor yang dapat mempengaruhi spektrum dan densitas bakteri endofit (Hallmann dan Berg 2006).
32
Gambar 9 Perbandingan densitas bakteri endofit tanaman kentang (G4) varietas Granola dan Atlantic asal Garut berdasarkan jumlah koloni yang terisolasi. Pada kedua sampel varietas tanaman kentang yang digunakan sebagai bahan isolasi, semakin jauh dari bagian akar, semakin rendah densitas bakteri endofitnya. Densitas bakteri tersebut mencapai 94%-96% pada bagian akar, 3%5% di bagian batang, dan 0.3%-1% di bagian daun (Gambar 9). Berbagai hasil penelitian juga menunjukkan profil densitas bakteri endofit yang serupa dimana akar merupakan bagian tanaman yang paling tinggi densitas bakteri endofitnya. Densitas bakteri endofitik pada akar kapas, jagung manis, serta bit dilaporkan mencapai 106 cfu/g, sedangkan pada akar kentang densitas yang pernah dilaporkan diantaranya mencapai 105 cfu/g. Namun beberapa hasil penelitian melaporkan densitas bakteri endofit akar yang mencapai 1010 cfu/g. Pada bagian batang dan daun umumnya densitas bakteri endofit berturut-turut mencapai 104 dan 103. Berbeda dengan bakteri endofit, umumnya densitas bakteri fitopatogen dilaporkan dapat mencapai 1010 cfu/g (Hallmann and Berg 2006). Tingginya densitas bakteri endofit akar antara lain disebabkan karena daerah akar merupakan pintu gerbang favorit bakteri untuk masuk ke dalam tanaman. Disamping itu, posisi akar di dalam tanah menyebabkan mikroba di dalamya relatif lebih terlindung dari fluktuasi suhu udara dan lebih terjamin ketersedian airnya (Munif et al. 2012; Sessitsch et al. 2004).
33
Media isolasi juga dapat mempengaruhi keragaman isolat dan kuantitas bakteri endofit yang diperoleh. Namun sampai saat ini belum ada suatu media buatan yang dapat digunakan untuk me-recovery semua jenis culturable endophytic bacteria. Oleh karena itu, pemilihan media isolasi seharusnya disesuaikan dengan tujuan dan target isolasi. Bila ditinjau dari sisi jumlah koloni bakteri endofit yang berhasil ditumbuhkan pada ketiga media isolasi yang digunakan (TSA 20%, KBA 20%, dan agar NMS-N), TSA 20% merupakan media yang paling baik karena jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada TSA 20% paling tinggi dibandingkan media KBA 20% agar NMS-N (Gambar 10).
Gambar 10 Densitas bakteri endofit akar kentang berdasarkan hasil isolasi yang dilakukan menggunakan media TSA 20%, KBA 20%, dan NMS bebas Nitrogen Berdasarkan komposisinya, Trypticase Soy Agar (TSA) 20% relatif lebih kaya nutrien dibandingkan dengan dua media lainnya. Komponen dasar TSA adalah bahan organik kompleks terdiri dari sumber karbon dan nitrogen organik yang berasal dari hidrolisis enzimatik biji kedelai. Selain itu, kesesuaian komposisi TSA dengan nutrisi yang dibutuhkan mayoritas ragam culturable endophytic bacteria dalam sampel tanaman kentang diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya jumlah bakteri endofit yang tumbuh pada media ini (Gambar 10, 11, dan 12).
34
Gambar 11 Densitas bakteri endofit batang kentang berdasarkan hasil isolasi yang dilakukan menggunakan media TSA 20%, KBA 20%, dan NMS bebas Nitrogen
Gambar 12 Densitas bakteri endofit daun kentang berdasarkan hasil isolasi yang dilakukan menggunakan media TSA 20%, KBA 20%, dan NMS bebas Nitrogen
35
Culturable bacteria merupakan kelompok bakteri yang relatif mudah tumbuh dan memperbanyak diri pada media buatan. Pada media buatan, kelompok bakteri ini memiliki waktu generasi yang relatif cepat dan kemampuan kompetisi yang relatif tinggi dibandingkan dengan bakteri dari kelompok not yet culturable bacteria (NYCB), walaupun dari sisi keragamannya kelompok culturable bacteria hanya mewakili sebagian kecil dari total ragam bakteri yang ada. Oleh karena itu, tingginya perolehan koloni bakteri endofit yang tumbuh pada suatu media buatan tidak selalu mencerminkan keragaman dan manfaat keberadaanya dalam suatu komunitas atau sistem alami. Penggunaan berbagai media isolasi merupakan cara yang baik untuk meningkatkan keragaman perolehan bakteri yang diisolasi.. Isolat Bakteri Endofit Terseleksi I Strategi untuk mempercepat proses seleksi mikroba kandidat agen PGPR dan biokontrol pada umumnya diawali dengan berbagai seleksi atau uji in vitro seperti uji kemampuan produksi ZPT dan antagonisme terhadap patogen sasaran. Namun seringkali strategi tersebut mengakibatkan ketidak selarasan antara hasil percobaan atau pengujian di laboratorium dengan hasil di lapangan. Hasil seleksi in vitro memang tidak selalu mencerminkan kemampuan suatu bakteri terpilih ketika diaplikasikan di lapangan. Kondisi di lapangan yang sangat kompleks dengan berbagai faktor yang sebagian besar tidak dapat dikendalikan merupakan penyebab ketidak selarasan tersebut. Untuk mengantisipasinya, beberapa tahapan seleksi dapat dilakukan secara terbalik diawali dengan uji in planta atau lapangan dan dilanjutkan dengan berbagai uji invitro untuk menelaah dan mengkorfimasi secara lebih rinci tentang berbagai karakter atau potensi yang diduga berperan dalam proses yang sedang diamati. Penapisan isolat bakteri endofit dalam penelitian ini diawali dengan uji hemolitik in vitro. Uji hemolitik in vitro ini penting untuk dilakukan pada tahap awal seleksi untuk menyingkirkan bakteri yang berpotensi menjadi patogen manusia atau mamalia dan menghindari penyebarannya di lapangan. Dari 214 isolat yang diuji, 168 diantaranya non-hemolitik (Gambar 13) dan tidak menimbulkan reaksi HR pada daun tembakau (Gambar 14). Tembakau merupakan tanaman indikator yang umum digunakan untuk uji HR. Walaupun telah lolos uji HR, uji patogenisitas terhadap planlet menunjukkan 39 isolat diantaranya menyebabkan kematian planlet sehingga hanya 119 isolat yang tidak patogenik terhadap planlet kentang yang diseleksi lebih lanjut (Lampiran 2 dan 3). Ini membuktikan bahwa uji HR dapat dijadikan sebagai bagian praseleksi, tetapi tidak berarti isolat yang lolos seleksi HR adalah nonfitopatogenik terhadap semua jenis tanaman. Oleh karena itu seleksi dilanjutkan dengan melakukan uji pada inang yang sesungguhnya (planlet kentang) sehingga diperoleh 119 isolat yang non patogenik terhadap tanaman kentang. Alasan penggunaan planlet kentang sebagai bahan untuk seleksi pada tahap ini adalah karena sifat planlet yang sangat rentan terhadap berbagai cekaman biotik maupun abiotik sehingga segera merespon perlakuan yang diberikan dan pengujian berlangsung lebih cepat namun memberikan hasil yang akurat. Inokulasi planlet dengan isolat-isolat tersebut sebagian besar tidak menyebabkan perubahan tampilan akar planlet (Gambar 15 B), kecuali isolat G059 dan G0196 yang mengakibatkan tampilan akar planlet yang terlihat diselimuti oleh gumpalan biomasa bakteri (Gambar 15C).
36
Gambar 13 Tampilan koloni isolat bakteri endofit yang bersifat hemolitik dan nonhemolitik pada medium agar darah. Anak panah menunjukkan zona disekitar koloni yang bersifat hemolitik
Gambar 14 Reaksi jaringan daun tembakau pada 24 jam (A) dan 96 jam (B) setelah diinfiltrasi dengan suspensi R. solanacearum (kontrol positif) dan isolat bakteri endofit.
37
Gambar 15
Tampilan morfologi planlet yang diperkaya isolat bakteri endofit A: Morfologi planlet yang tidak diperkaya dengan bakteri endofit (kontrol), B : Morfologi planlet yang tetap normal setelah diperkaya isolat bakteri endofit, dan C : Morfologi planlet yang berubah di bagian akar setelah diinokulasi bakteri endofit
Pengayaan plantlet kentang dengan empat (G053, G062, G0196, dan L-12) dari 119 isolat yang terseleksi diatas, menyebabkan tanaman kentang yang ditanam pada media steril berhasil lolos dari serangan penyakit layu bakteri setelah infeksi buatan yang dilakukan. Sebaliknya, semua tanaman kontrol (tanpa endofit) yang diifeksi dengan R. solanacearum menunjukkan gejala layu bakteri dan akhirnya mati. Disamping itu, keempat kelompok tanaman hasil perlakuan tersebut menunjukkan parameter pertumbuhan dan menghasilkan jumlah umbi yang rata-rata lebih banyak dibandingkan dengan tanaman kontrol negatif (tidak diperkaya endofit dan tidak diinfeksi R. solanacearum) (Gambar 16).
38
Gambar 16 Parameter pertumbuhan tanaman G0 yang diinokulasi dengan empat isolat terpilih yang ditanam pada media tidak steril. Isolat Bakteri Endofit Terseleksi II Pengamatan gejala layu bakteri pada tanaman (G0) kontrol serta tanaman diperkaya isolat G053 dan G062 yang ditanam pada media tanam steril menunjukkan nilai Disese Insidence berturut-turut 4.2%, 0 %, 4.2%, 54.2%, 4.2%, dan 29.2% untuk tanaman kontrol dan tidak diinfeksi R. solanacearum (Rs), tanaman diperkaya endofit G053 dan tidak diinfeksi Rs, tanaman diperkaya endofit G062 dan tidak diinfeksi Rs, tanaman kontrol yang diinfeksi Rs, tanaman diperkaya endofit G053 dan diinfeksi Rs, dan tanaman diperkaya endofit G062 dan diinfeksi Rs (Gambar 17). Uji ketahanan yang dilakukan pada tanaman generasi 1 (G1) yang ditanam pada media tidak steril juga menunjukkan penurunan Disease Insidence layu bakteri pada tanaman yang tetuanya diperkaya dengan isolat G053 dan G062. Nilai Disease Insidence untuk kedua tanaman G1 dan kontrolnya berturut-turut adalah 0%, 10%, dan 20% (Gambar 18).
39
Gambar 17
Disease Insidence (DI) tanaman G0 kontrol dan tanaman diperkaya dengan bakteri endofit G053 dan G062 yang ditanam pada media tanam steril. Batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α: 0.05, DB : 10, dan KT : 50.35 pada uji Duncan
Gambar 18
Nilai Disease Insidence (DI), tinggi tanaman, berat umbi, dan jumlah umbi tanaman G1 kontrol, G053, dan G062.
40
Penapisan dilanjutkan dengan mengukur beberapa respon fisiologis tanaman terkait induksi resistensi yaitu pengukuran kadar protein total pada daun muda, aktivitas enzim peroksidase, APX, dan PPO. Duapuluh empat jam setelah infeksi patogen (jsi), peningkatan kadar mirip protein pada tanaman G053 (4.6%) mencapai 89 kali lipat dibandingkan dengan tanaman kontrol (0.05%), sedangkan peningkatan protein pada tanaman G062 (0.085%) hanya 1.6 kali tanaman kontrol. Duapuluh empat jam berikutnya, kadar protein tanaman G053 turun 60% dibandingkan dengan kadarnya saat 24 jsi, sedangkan protein tanaman kontrol dan G062 sedikit meningkat (Gambar 19). Walaupun demikian, peningkatan kadar protein pada tanaman kontrol dan G062 tersebut jauh lebih rendah dibandingkan protein tanaman G053. Aktivitas enzim peroksidase, polifenol oksidase dan askorbat peroksidase tanaman G053 berturut-turut meningkat 42.5%, 2075%, dan 111% pada 24 jam setelah infeksi Rs. Sedangkan pada tanaman G062 dan kontrol, hanya aktivitas enzim peroksidase yang terdeteksi meningkat aktivitasnya berturut-turut 126.5% dan 0.6% (Gambar 20).
Gambar 19
Peningkatan kadar protein tanaman G0 pada 24 dan 48 jam setelah infeksi (jsi) R. solanacearum
41
Gambar 20
Peningkatan aktivitas enzim APX peroksidase, peroksidase, polifenol oksidase, tanaman kentang (G0) 24 jam setelah infeksi Ralstonia solanacearum
Peningkatan kadar protein daun (Gambar 19) dan aktivitas enzim (peroksidase) G053 dan G062 setelah infeksi R. solani (Gambar 20) mengindikasikan peningkatan sintesis protein terkait ketahanan sebagai respon tanaman terhadap infeksi. Menurut Almagro et al (2009), respon ketahanan aktif pada tanaman memerlukan sintesis protein de novo. Peningkatan aktivitas peroksidase meningkatkan kadar H2O2 yang merupakan salah satu Reactive Oxygen Species (ROS) dalam sel tumbuhan terkait dengan peningkatan respon ketahanan tanaman terhadap patogen (Wu et al. 1995). Peningkatan ROS merupakan merupakan salah satu respon fisiologis awal pada tanaman terhadap serangan patogen yang dapat diukur. Analisis genetik dan kajian biokimia menunjukkan bahwa diantara berbagai sistem yang berpotensi sebagai penghasil ROS pada sel tumbuhan, NADPH oksidase dan peroksidase dinding sel kelas III (Prxs) adalah dua enzim utama yang terlibat di dalam produksi ROS terkait dengan respon tanaman terhadap serangan patogen (O’Brien et al 2012). NADPH oksidase dan Prxs merupakan kelompok besar enzim yang terlibat dalam berbagai proses fisiologis diantaranya pembentukan lignin dan suberin, cross-linking komponen dinding sel, sintesis fitoaleksin, metabolisme ROS dan RNS, Hypersensitive Response (HR), dan Programmed Cell Death (PCD) pada situs infeksi (Almagro et al. 2009). Selain peroksidase, enzim polifenol oksidase (PPO) dan askorbat peroksidase (APX) juga berkaitan erat dengan respon ketahanan tanaman. Aktivitas APX berguna dalam mengatasi dampak negatif H2O2 di dalam sel
42
(Caverzan et al. 2012), sedangkan PPO mengoksidasi senyawa orto-difenol menjadi orto-quinon yang berperan antara lain dalam ketahanan, reaksi pencoklatan, dan biosintesis pigmen. (Tran et al. 2012). Lonjakan aktivitas PPO, peroksidase, dan APX secara cepat mengindikasikan bahwa pengkayaan tanaman dengan isolat endofit G053 dan G062 dapat meningkatkan respon tanaman dalam memodulasi sistim resistensinya untuk menanggapi infeksi Rs, sehingga patogen tersebut tidak dapat berkembang lebih lanjut dan menimbulkan gejala layu pada tanaman. Namun, diantara kedua isolat bakteri endofit tersebut, pengaruh isolat G053 dalam memodulasi sistem resistensi tanaman inang lebih kuat dibandingkan dengan isolat G062. Konsistensi induksi ketahanan tersebut juga ditunjukkan oleh tanaman generasi pertama (G1) yang tidak diinokulasi kembali dengan bakteri endofit. Hal ini mengindikasikan bahwa bakteri endofit yang telah diinokulasikan pada tanaman G0 terbawa pada umbi G0 dan diwariskan kepada generasi tanaman berikutnya (tanaman G1). Terkait dengan peningkatan aktivitas peroksidase, PPO, dan APX yang signifikan, tanaman G053 dianalisa lebih lanjut respon fisiologis-nya yaitu kandungan lignin dan etilen yang diemisikannya. Setelah diinfeksi dengan R.solanacearum, tanaman yang diperkaya dengan isolat G053 menunjukkan peningkatan kadar lignin, sebaliknya tanaman kontrol turun kadar ligninnya (Tabel 4). Peningkatan kadar lignin tersebut diduga berkorelasi dengan peningkatan aktivitas PPO dan peroksidase, karena kedua enzim tersebut juga berperan dalam polimerisasi lignin (Tran et al. 2012). Hasil pengukuran emisi etilen (ET) menunjukkan bahwa daun tanaman G053 mengemisikan ET etilen dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol (Tabel 4). Peningkatan kadar lignin dan emisi etilen yang sangat signifikan pada tanaman yang diperkaya dengan isolat G053 memperkuat bukti bahwa interaksi bakteri endofit ini dengan tanaman kentang meningkatkan resistensi tanaman inang terhadap serangan penyakit layu bakteri. Tabel 4
Sampel Kontrol G053
Peningkatan emisi etilen dan kadar lignin tanaman G053dan kontrol setelah infeksi R. solanacearum [C2H2]/mg daun(ppm mL-1 mg-1) x 10-3 30.81 ± 1.46 68.38 ± 4.82
kadar lignin (%) Turun Naik 26.7 -
23.5
Respon ET pada tumbuhan tergantung pada jenis tumbuhan dan patogennya. Produksi ET pada tanaman diatur dengan sangat ketat selama proses perkembangan dan respon terhadap rangsangan dari lingkungan yaitu cekaman biotik (serangan patogen) dan abiotik (perlukaan, hipoksia, ozon, serta pembekuan). Produksi gas ini berkorelasi dan punya peranan yang sangat penting dalam lintasan ketahanan tanaman. Fungsi ET dalam mekanisme ketahanan tumbuhan adalah untuk menghambat perkembangan patogen. Persepsi patogen
43
oleh reseptor sel tumbuhan menyebabkan aktivasi ekspresi berbagai protein terkait sistem pertahanan tumbuhan termasuk diantaranya ACC sintase. Protein tersebut merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan S-AdoMet yang merupakan senyawa intermediet dalam sintesis etilen (Gambar 21) (Wang et al. 2002). Tingginya emisi ET pada tanaman yang diperkaya dengan isolat G053 setelah infeksi R. solanacearum ini diduga disebabkan oleh adanya sinergi antara aktivasi lintasan ketahanan yang kuat oleh bakteri endofit dengan aktivasi biosintesis ET yang mengakibatkan peningkatan kuantitas dan atau aktivitas enzim untuk biosintesis ET. Emisi ET menjadi semakin tinggi karena adanya aktivasi ET signalling pathway akibat infeksi R. solanacearum. Akumulasi aktivasi lintasan biosintesis ET tersebut mengakibatkan tingkat emisi etilen tanamanG053+Rs jauh lebih tinggi dari pada tanaman kontrol+Rs. Respon ketahanan dan emisi ET pada tanaman kentang tersebut mirip dengan respon pada tanaman tomat. Pada tanaman kerabat dekat kentang ini infeksi R. solanacearum akan meningkatkan aktivasi ET signalling pathway. Selain itu, pensinyalan ET pada tanaman tomat juga bersinergi dengan lintasan asam jasmonat (JA) dan asam salisilat (SA) (Milling et al. 2011).
Gambar 21
Lintasan biosintesis dan regulasi etilen pada tanaman (Wang et al. 2002)
44
Profil Pertumbuhan Tanaman Kontrol dan Tanaman yang Diperkaya dengan Isolat G053 dan Isolat G062 Tanaman G0 yang diperkaya dengan isolat bakteri endofit G053 atau G062 menunjukkan pertumbuhan dan produktivitas umbi yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman kontrol (Gambar 22-26). Tanaman G053 tumbuh lebih besar dan proporsional, sedangkan tanaman G062 memiliki daun yang berwarna hijau tua. Perbedaan parameter pertumbuhan antara kontrol dan kedua kelompok perlakuan tersebut semakin nyata pada tanaman G1 (Gambar 27 dan 28). Bahkan pada tanaman yang diperkaya kedua endofit tersebut semua parameter pertumbuhan dan produktivitas umbi semakin besar nilainya setelah diinfeksi dengan R. solanacearum, sedangkan pada kontrol yang diinfeksi R. solanacearum parameter-parameter tersebut turun nilainya. Kedua kelompok tanaman G1 tumbuh lebih subur, lebih kokoh, dan daunnya tampak hijau. Sebaliknya tanaman kontrol tampak mengalami retardasi pertumbuhan, merana, dan daunnya berwarna kekuningan. Diantara kedua bakteri endofit tersebut, terlihat pengaruh pengayaan dengan isolat G053 terhadap pertumbuhan tanaman kentang jauh lebih baik dibandingkan dengan isolat G062.
Gambar 22
Pengaruh pengayaan bakteri endofit terhadap berat kering tajuk tanaman kentang G0 yang tidak diinfeksi dan diinfeksi dengan R. solanacearum
45
Gambar 23
Pengaruh pengayaan bakteri endofit terhadap berat kering akar tanaman kentang G0 yang tidak diinfeksi dan diinfeksi dengan R. solanacearum
Gambar 24
Pengaruh pengayaan bakteri endofit terhadap jumlah umbi kentang pada tanaman G0 yang tidak diinfeksi dan diinfeksi dengan R. solanacearum
46
Gambar 25
Pengaruh pengayaan bakteri endofit terhadap berat umbi kentang dari tanaman G0 yang tidak diinfeksi dan diinfeksi dengan R. solanacearum
Gambar 26
Tampilan tanaman G0 yang diperkaya dengan isolat G053 dan G062, serta kontrol yang ditanam pada media yang telah disteril.
47
Gambar 27 Tampilan tanaman G1 keturunan dari planlet yang diperkaya dengan isolat G053 dan G062, serta kontrol yang ditanam pada media tidak steril.
Gambar 28
Nilai Disease Insidence (DI), tinggi tanaman, berat umbi, dan jumlah umbi tanaman G1 kontrol, G053, dan G062.
48
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan diantaranya ketersediaan nutrien, air, serta interaksinya dengan mikroba patogenik ataupun nonpatogenik. Pengayaan bibit tanaman kentang dengan bakteri endofit G053 dan G062 secara signifikan meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas umbi yang dihasilkan oleh tanaman kentang G0 maupun G1 (Gambar 22-25 dan 28). Retardasi pertumbuhan, warna daun kekuningan, dan produktivitas umbi yang rendah pada tanaman kentang merupakan beberapa gejala yang berasosiasi dengan defisiensi nitrogen pada tanaman kontrol G1 (Gambar 27). Secara tidak langsung hal tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan kedua bakteri endofit dalam menambat nitrogen (lihat bagian karakterisasi) juga berfungsi secara inplanta sehingga meningkatkan ketersediaan dan pasokan nitrogen yang dibutuhkan inangnya. Nitrogen merupakan unsur penyusun asam amino dan protein, asam nukleat, serta klorofil. Oleh karena itu, dengan terpenuhinya pasokan nitrogen pada tanaman yang diperkaya bakteri endofit maka metabolisme, proses fotosintesis, dan pertumbuhannya tanaman juga menjadi lebih baik dibandingkan tanaman kontrol. Selain nitrogen, kemampuan PGPB dan bakteri endofit dalam memproduksi fitohormon juga berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman inang (Jimtha et al. 2014; Ryan et al. 2008; Tsavkelova et al. 2006). Isolat G053 dan G062 mampu menghasilkan senyawa-senyawa mirip fitohormon IAA, GA, zeatin, dan ABA (lihat bagian karakterisasi). IAA berperan dalam pembelahan, pemanjangan, serta diferensiasi sel dan jaringan tanaman. Stimulasi benih dan germinasi umbi, peningkatan laju pembentukan xylem dan akar, kontrol pertumbuhan vegetatif, tropisme, pembungaan, proses pembentukan buah, proses fotosintesis, pembentukan pigmen, biosintesis metabolit, serta ketahanan terhadap cekaman merupakan proses-proses yang berkaitan dengan auksin (Tsavkelova et al. 2006). GA adalah kelompok fitohormon yang umumnya terkait dengan dengan modifikasi morfologi tanaman terutama pemanjangan jaringan batang tanaman (Verma et al. 2010). Zeatin merupakan suatu sitokinin tipe adenin yang berperan dalam regulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel, dominansi apikal, serta senesens daun (Xu et al. 2012). Perbedaan kadar dan komposisi senyawa mirip fitohormon diantara kedua isolat tersebut diduga turut berkontribusi terhadap perbedaan pertumbuhan dan penampilan tanaman kentang yang diperkaya oleh isolat G053 dan G062. Fitohormon merupakan senyawa yang dibutuhkan dalam konsentrasi dan perbandingan, waktu, serta lokasi yang tepat. Perubahan konsentrasi dan komposisi fitohormon pada tanaman dapat mengakibatkan gangguan hemostasis di dalam sel atau jaringan tanaman, dan pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman inang. Kolonisasi Bakteri Endofit G053 dan G062 pada Planlet dan Tanaman Kentang Pengamatan terhadap akar plantlet ±18 jam setelah inokulasi isolat bakteri endofit G053 dan G062 menunjukkan pertumbuhan dan tampilan akar yang normal dan media yang terlihat kembali jernih. Sedangkan akar yang diinokulasi dengan isolat G059 dan G0196 (isolat yang digunakan sebagai pembanding) tampak diselimuti biomasa bakteri. Pengamatan pada hari berikutnya sampai
49
minggu kedua setelah inokulasi menunjukkan tampilan morfologi akar planlet yang diinokulasi isolat G053 dan G062 tetap normal (29A), sebaliknya pada planlet yang diinokulasi dengan isolat G059 dan G0196 gumpalan biomasa bakteri semakin jelas terlihat (Gambar 29B). Hasil pengamatan ini mengindikasikan bahwa isolat G053 dan G062 secara alami memang lebih menyukai bagian dalam jaringan tumbuhan sebagai habitat atau tempat hidupnya (bakteri endofit) karena setelah diinokulasikan kedua bakteri ini segera masuk ke dalam jaringan planlet melalui akar dan tidak membahayakan atau berdampak negatif terhadap planlet. Sebaliknya isolat pembanding yang digunakan (G059 dan G0196) diduga bukan bakteri endofit sejati walaupun semula diisolasi dari jaringan tanaman yang telah disterilisasi permukaannya. Hasi pengamatan menggunakan mikroskop elektron payar (SEM) yang dilakukan terhadap jaringan dalam planlet yang telah diperkaya isolat G053 dan G062 juga mendukung indikasi tersebut. Foto mikrograf elektron payar jaringan dalam batang planlet kontrol tidak menunjukkan adanya kolonisasi mikroba (Gambar 30). Sebaliknya pengamatan terhadap jaringan dalam batang planlet yang diperkaya isolat G053 atau G062 menunjukkan keberadaan koloni bakteri endofit G053 di dalam tabung xilem (Gambar 31 dan 32) planlet G053, dan koloni isolat G062 di sekitar jaringan bunga karang yang terletak diantara xilem dan floem (Gambar 33 dan 34).
Gambar 29. Tampilan akar planlet setelah diinokulasi dengan bakteri endofit G062 dan G053 (A), serta G059 dan 196 (B) Berdasarkan hasil reisolasi, densitas isolat G053 dalam batang planlet berturut-turut mencapai 2.5 x 106 ± 2.0 x 105, 3.0 x 104 ± 1.45 x 103, 2.06 x 104 ± 1.72 x 103, dan 2.84 x 102 ± 3.4 x 101 cfu/g untuk planlet yang telah diinokulasi endofit selama 4 minggu setelah inokulasi (msi), subkultur batang bawah, dan subkultur batang atas. Sedangkan pada tanaman G0, densitas isolat G053
50
mencapai 3.2 x 104 cfu/g biomasa batang (Tabel 5). Penghitungan koloni isolat G062 yang direisolasi dari planlet umur 4 msi menunjukkan densitas bakteri endofit ini mencapai 2.8x104 ± 4.9x103 cfu/g planlet. Hasil pengamatan mikroskopis dan reisolasi tersebut memperkuat bukti untuk menegaskan bahwa isolat G053 dan G062 adalah benar bakteri endofit yang memiliki kemampuan kolonisasi dan persistensi yang tinggi di dalam jaringan planlet dan tanaman kentang. Kemampuan kolonisasi dan persistensi yang tinggi di dalam jaringan pembuluh (xilem dan atau floem) mengindikasikan kemampuannya berkompetisi dan mendominasi pada relung ekologi yang sama dengan R. solanacearum. Karakter ini merupakan suatu nilai tambah dari kedua bakteri endofit tersebut terkait dengan potensi pemanfaatannya sebagai kandidat agen hayati untuk meningkatkan ketahanan dan atau pertumbuhan tanaman, sekaligus untuk mengendalikan penyakit tanaman yang bersifat vascular disease. Tabel 5 Densitas isolat G053 pada plantlet dan tanaman kentang Sampel Planlet I, 4 msi Planlet I, 14 msi Subkultur pucuk umur 6 minggu Subkultur batang bawah umur 6 minggu Tanaman G0
Gambar 30
Densitas isolat G053 (cfu/g biomasa) 2.5 x 106 ± 2.0 x 105 3.0 x 104 ± 1.45 x 103 2.84 x 102 ± 3.4 x 101 2.06 x 104 ± 1.72 x 103 3.2 x 104 ± 6.34 x 103
Mikrograf elektron payar jaringan batang planlet kontrol pada perbesaran 1000X.
51
Gambar
31 Mikrograf elektron payar jaringan batang planlet yang diinokulasi bakteri endofit isolat G053 pada perbesaran 1000X.
Gambar 32 Mikrograf elektron payar jaringan xilem planlet yang dikolonisasi oleh isolat G053 pada perbesaran 7500 X.
52
Gambar 33 Mikrograf elektron payar kolonisasi isolat G062 disekitar jaringan bunga karang pada planlet kentang pada perbesaran 750 X
Gambar 34
Mikrograf elektron payar koloni isolat G062 disekitar jaringan bunga karang dalam batang planlet kentang pada perbesaran 10000 X.
53
Identitas dan Karakter Isolat Bakteri Endofit G053 dan G062 Dewasa ini, peran karakterisasi dan identifikasi bakteri menjadi semakin penting pada berbagai bidang diantaranya kesehatan masyarakat, diagnosis klinis, pemantauan lingkungan, monitoring keamanan pangan, bioprospeksi, dan biosekuriti (Emerson et al. 2008, Ludwig 2007). Perkembangan berbagai teknik genomik dan proteomik moderen turut mendorong perkembangan berbagai prosedur alternatif untuk karakterisasi dan identifikasi konvensional (Ludwig 2007). Walaupun demikian, penggunaan berbagai teknik sangat penting untuk untuk mendapatkan hasil yang lebih baik (Höfling et al. 1997). Informasi yang diperoleh bermanfaat sebagai landasan ilmiah dan bahan pertimbangan untuk memprediksi potensi positif maupun memitigasi secara dini dampak negatif atau resiko di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kegiatan karaktersasi dan identifikasi merupakan tahapan kegiatan yang penting untuk untuk pengembangan agen hayati yang aman dan unggul. . Identitas dan karakter molekuler Analisa sekuen 16S rDNA isolat G053 menunjukkan kemiripan yang tinggi dengan Micrococcus endophyticus YIM 56238 (98% dari 884 nukleotida, e value 0.0, accession no. NR.044365.1). M. endophyticus YIM 53628 (T) yang merupakan bakteri endofit yang diisolasi dari akar tanaman obat Aquilaria sinensis asal hutan hujan tropis di daerah Yunnan, Cina (Chen et al. 2009). Selain mirip dengan M. endophyticus YIM 56238, konstruksi pohon filogenetik juga menunjukkan bahwa isolat G053 juga berkerabat dekat dengan M. luteus strain NCTC 2665 (Gambar 35).
Gambar 35 Pohon filogenetik M. endophyticus G053 dan beberapa bakteri yang berkerabat dekat
54
Hasil identifikasi molekuler isolat G062 menunjukkan bahwa isolat ini merupakan anggotan genus Paracoccus. Deteksi molekuler keberadaan genus bakteri ini sebagai endofit dan isolasinya telah dilaporkan dalam berbagai publikasi antara lain pada pucuk tanaman pisang Cavendis cv. Grand Naine (Thomas and Soly, 2009), bibit P. vulagaris (Lopez-Lopez et al. 2010), bibit eucaliptus (Ferreira et al. 2008), akar mangrov (Flores-Mireles et al. 2007), bintil akar akar sphaerophysa sulsula Zy-3(T) (Deng et al. 2011) dan tanaman tomat (Munif et al. 2012). Di luar dugaan, hasil analisa sekuen 16S rDNA isolat G062, tidak terlalu mirip dengan spesies-spesies Paracoccus yang umum terdapat di tanah ataupun di dalam jaringan tumbuhan, namun sangat tinggi kemiripannya dengan Paracoccus halophilus strain HN-182 (98% dari 773 nukleotida, e value 0.0, accession no. NR 043810.1) yang diisolasi dari sedimen laut Cina Selatan (Liu et al. 2008). Di duga hal ini terkait dengan fleksibilas metabolik yang tinggi dari genus bakteri ini. Konstruksi pohon filogenetik menempatkan isolat G062 dalam kluster yang sama dengan P. halophilus serta berkerabat dekat dengan P. koreensis (Gambar 36).
Gambar 36 Pohon filogenetik Paracoccus halophilus G062 dan beberapa bakteri yang berkerabat dekat Deteksi keberadaan gen penyandi pyrrolnitrin (prnC) dan 2,4diacetylphloroglucinol (phlD) juga menunjukkan hasil amplifikasi yang tidak spesifik (Gambar 37). Kedua senyawa tersebut merupakan antibiotik antifungi berspektrum luas. Primer yang digunakan untuk mendeteksi kedua gen tersebut didesain berdasarkan sekuen gen yang terdapat pada Pseudomonas fluorescen
55
(Raaijmakers et al. 1997; Mavrodi et al. 2001). Selain spesifitas primer yang rendah dan kondisi reaksi yang tidak optimum, indels diduga juga turut berkontribusi pada hasil amplifikasi yang tidak spesifik. Indels atau insersi dan delesi pada sekuen-sekuen molekul conserve diketahui banyak terjadi pada anggota α-proteobacteria termasuk Paracoccus (Gupta, 2005).
Gambar 37 Produk PCR gen senyawa antifungi dari P.halophilus G062. Lajur: (1) 1 kb DNA ladder (Thermo), (2) amplikon gen prnC, (3), 1kb DNA ladder (Geneaid) dan (4) amplikon gen phlD. Kepala panah menunjukkan yang diperkirakan sebagai amplikon target. Deskripsi karakter fisiologis dan biokimia M. endophyticus G053 bersifat Gram-positif, aerobik, oksidase negatif, katalase positif, MR/VP negatif, mampu tumbuh pada suhu 18–40⁰C (pH awal 6.8) dan pada pH 5.0–9.0 (suhu ruang), toleran terhadap NaCl pada konsentrasi maksimal 10%, aktivitas urease positif, menghasilkan H2S, mampu menghidrolisis kitin (Gambar 38) dan susu skim (lemah) tapi tidak mampu menghidrolisis pati dan CMC. Isolat ini menghasilkan asam ketika ditumbuhkan pada media yang mengandung fruktosa, laktosa, sorbitol, sukrosa, maltosa, manosa, gliserol, salisin, atau trehalosa sebagai sumber karbon satu-satunya. Sebaliknya, tidak ada asam yang dihasilkan ketika ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa dan galaktosa sebagai sumber karbon satu-satunya (Tabel 6).
56
Gambar 38
Aktivitas kitinolitik M. endophyticus G053 (A) dan pelarutan fosfat isolat oleh P. halophilus G062 (B)
Tabel 6
Karakter fisiologis dan biokimia M. endophyticus G053
Uji Fisiologis dan Biokimia Oksidase Katalase Motilitas Hidrolisis pati* Kitin* susu skim* CMC* Pertumbuhan pada Agar Simmons sitrat Urease Produksi H2S MR VP Pertumbuhan pada NaCl *: 2.5% 5.0% 10.0 % 12.5 % pada suhu* : 15° 18⁰C 37⁰C 4 0⁰C 43⁰C pada pH* : 4.5 5.0 9.0 Produksi asam dari : Glukosa Fruktosa Laktosa Sorbitol Sukrosa Maltosa Mannosa Gliserol Salisin Trehalosa Galaktosa Aktivitas pelarutan fosfat pada media Pikovskaya
Reaksi + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
-
57
M. endophyticus G053 tidak mampu melarutkan fosfat yang terkandung dalam media Pikovskaya, tetapi mampu memfiksasi nitrogen serta menghasilkan senyawa plant growth hormone like (IAA, Giberellin, zeatin, dan ABA) (Tabel 7) dan senyawa volatil yang mampu menekan produksi EPS pada R. solanacearum (Gambar 39). Kemampuan fiksasi nitrogen ditinjukkan oleh hasil uji aktivitas reduksi asetilen (ARA) dan kemampuan bakteri endofit ini untuk tumbuh pada media yang tidak mengandung nitrogen (agar LGI). Nitrogen merupakan unsur yang sangat penting untuk pertumbuhan sel sehingga menjadi salah satu faktor pembatas pertumbuhan sel. Oleh karena itu, hanya bakteri penambat nitrogen yang mampu tumbuh pada media yang bebas nitrogen. Berdasarkan nilai ARAnya, kemampuan M. endophyticus G053 dalam memfiksasi nitrogen lebih rendah dari P. halophilus G062.
Tabel 7
Aktivitas fiksasi nitrogen dan produksi senyawa mirip fitohormon (IAA, Giberellin, zeatin, dan ABA like) oleh M. endophyticus G053 dan Paracoccus halophilus G062
Assay ARA (µmol /ml/h) IAA like (ppm) Gibberellin like (ppm) Zeatin like (ppm) ABA like (ppm)
G053 0.8 ± 0.02 5.6 ± 0.8 1737.0± 91.4 22.0 ± 1.0 25.6 ± 1.3
G062 1.2 ± 0.01 17.4 ± 0.03 208.0 ± 7.16 6.1 ± 0.23 4.0 ± 0.12
Gambar 39 Produksi VOCs oleh M. endophyticus G053 yang berpengaruh terhadap R.solanacearum Analisis FAME berdasarkan pustaka data (library) yang terdapat pada perangkat MIDI-GC/MS yang digunakan (Sherlock Version 4.0) menunjukkan bahwa bakteri ini memiliki komposisi asam lemak sel yang mirip dengan Deinococcus erythromyxa (Percent named 100%, Library TSBA 40 4.10, Sim Index 0.207). Berdasarkan profil kemotaksonomi, hibridisasi DNA-DNA, dan analisa persentase GC-nya, Deinococcus erythromyxa direklasifikasi menjadi Kocuria eryhtromyxa, dan pada akhirnya diklasifikasikan sebagai K. rosea (Koch et al. 1994; Rainey et al. 1997; Stackebrandt et al. 1995). Hasil analisa ini berbeda dengan hasil identifikasi berdasarkan sekuen DNA 16S rRNA-nya.
58
Walaupun demikian jika dibandingkan, profil FAME isolat G053, M. endophyticus YIM 53628 (T), Kocuria eryhtromyxa, dan K. rosea memiliki perbedaan yang cukup besar pada kadar Iso-C15:0 dan antheiso C15:0 yang merupakan 2 asam lemak dominan untuk keempat bakteri tersebut (Tabel 8). Berdasarkan perbedaan komposisi asam lemak tersebut, diduga kemungkinan isolat G053 adalah suatu species baru. Namun untuk memastikannya perlu dilakukan analisa kemotaksonomi lebih lanjut, hibridisasi DNA-DNA, dan analisa persentase GC terhadap isolat G053 dan beberapa strain standar spesies yang berkerabat. Berdasarkan kenyataan tersebut, selanjutnya dalam disertasi bakteri ini tetap disebut sebagai M. endophyticus G053. Tabel 8 Komposisi asam lemak sel M. endophyticus G053, M. endophyticus YIM 56238, K. rosea DSMZ 20447 dan K. erythromyxa ATCC 187. Fatty acid
M. endophyticus YIM 56238
Anteiso- C11:0 C12:0 Iso-C13:0 Anteiso-C13:0 Iso-C14:0 C14:1ω5c C14:0 Iso-C15:1 G Anteiso-C15:1 A Iso-C15:0 Anteiso- C15:0 C15:0 C15:1ω6c Iso-C16:1H Iso-C16:0 C16:0 Iso-C15:03OH C16:1 C15:02OH C17:0 Cyclo Anteiso-C17:1ω9c Iso-C17:0 Anteiso- C17:0 C17:0 Iso-C17:1 Anteiso C17:1 C18:1ω7c C18:0 C19:0Cyclo ω8c
0.91 0.89 2.59 0.35 30.95 53.75 0.18 0.77 1.42 0.30 0.81 0.58 1.36 -
G053
0.18 0.55 0.40 0.43 3.58 1.35 15.01 54.97 0.57 4.91 4.34 0.1 0.16 1.76 0.27 1.73 0.27 4.79 0.16 0.1
Kocuria rosea DSM 20447
K. erythromyxa ATCC 187
1.0 1.45 10.1 63.8 2.4 2.5 7.2 1.4 7.1 3.0 -
1.2 1.8 14.1 63.9 1.4 1.4 6.7 0.5 2.4 0.7 1.9 -
Keterangan : Data peak yang merepresentasikan 2 atau 3 asam lemak yang tidak dapat dipisahkan oleh perangkat GLC MIDI system tidak ditampilkan pada tabel ini
59
P. halophilus G062 bersifat Gram-negatif, aerobik, oksidase dan katalase positif, mampu tumbuh pada suhu 18–40 ⁰C (pH awal 6.8) dan pH 5.0–9.5 (suhu ruang), toleran terhadap NaCl yang terkandung dalam media pertumbuhannya sampai 2.5%, dan mampu mereduksi nitrat secara sempurna. Uji indol, aktivitas urease dan arginin dihidrolase, hidrolisis: aesculin; gelatin; pati; kitin; susu skim; dan CMC, menunjukkan hasil yang negatif. Isolat ini mampu memfermentiasikan D-glucose dan menggunakan L-arabinose, mannosa, mannitol, asam malat, Dfructosa, lactosa, dan glyserol sebagai sumber karbon satu-satunya. Sebaliknya bakteri ini tidak mampu menggunakan N-acetyl glucosamin, D-maltosa, potassium glukonat, asam kaprat, asam adipat, trisodium sitrat, asam fenil asetat, D-galaktosa, maltosa, sucrosa, dan salisin sebagai sumber karbon satu-satunya (Tabel 9). Jika dibandingkan dengan karakter fisiologis beberapa species Paracoccus terdekat, (P. halophilus HN-182T, P. versutus, P. koreensis, dan P. denitrificans ), karakter P. halophilus G062 paling mirip dengan dengan karakter P. halophilus HN-182T (Tabel 10). Hal ini mendukung hasil analisa sekuen 16S rDNA yang telah diuraikan sebelumnya. Selain itu, bakteri ini mampu memfiksasi nitrogen dan memproduksi senyawa plant growth hormone like (IAA, Giberellin, zeatin, dan ABA like) (Tabel 7). P. halophilus G062 juga mampu melarutkan fosfat serta memproduksi siderofor (Gambar 38). Fosfat menempati rangking kedua sebagai mineral yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan sebagian besar tumbuhan. Ironisnya, walaupun fosfat banyak terdapat di dalam tanah tetapi sebagian besar berada dalam bentuk tidak terlarut sehingga ketersediannya untuk diserap oleh tanaman sangat terbatas. Mikroba melarutkan fosfat melalui asam-asam organik yang yang dieksresikan (Verma et al. 2010). Selain penting bagi tumbuhan, fosfat adalah salah satu unsur yang penting bagi semua organisme hidup karena unsur ini merupakan penyusun molekul asam nukleat, fosfolipid membran, senyawa berenergi tinggi, serta komponen pensinyalan (signal transduction). Siderofor merupakan senyawa non-protein yang berfungsi sebagai ligan penangkap ion Fe3+. Besi juga merupakan unsur yang penting bagi tumbuhan dan mikroba. Di dalam sel tumbuhan dan mikroba, Fe antara lain berfungsi sebagai kofaktor enzim, komponen sitokrom dan feredoksin, atau sumber energi bagi bakteri litotrofik. Aktivitas antifungi siderofor bakteri disebabkan oleh daya kelatnya yang relatif lebih kuat dibandingkan dengan siderofor yang dihasilkan oleh fungi. Hider dan Kong (2010) menyatakan bahwa terdapat lebih dari 500 siderofor yang telah diketahui, dan 250 diantaranya telah ditentukan struktur kimianya.
60
Tabel 9
Karakter fisiologis dan biokimia P. halophilus G062 Uji Fisiologis dan Biokimia
Gram* Oksidase Katalase* Motilitas Pertumbuhan pada [NaCl] 2.5%* 5.0%* Pertumbuhan pada 15⁰C 18⁰C 27⁰C 37⁰C 40⁰C 43⁰C Pertumbuhan pada pH : 4.5 5.0 9.0 9.5 Reduksi nitrat Produksi indol Fermentasi glukosa Arginin dihidrolase Urease Hidrolisis : esculin Gelatin Pati* kitin* susu skim* CMC* Β-galaktosidase Asimilasi : glukosa Arabinosa Mannose Manitol N-asetil glukosamin D-maltosa potassium glukonat asam kaprat asam adipat asam malat trisodium sitrat asam fenil asetat Aktivitas pelarutan fosfat pada media Pikovskaya
* Bukan bagian dari uji menggunakan API 20 NE
Reaksi + + + + + + + + + + + + + + + + + +
61
62
Deskripsi karakter morfologi Koloni M. endophyticus G053 pada media TSA berbentuk bulat, cembung, dengan tepian licin, dan berwarna kuning pucat (Gambar 40B1). Pengamatan mikroskopis menunjukkan sel bakteri ini bersifat non-motil dengan penataan sarcina atau bergerombol (Gambar 40A1). Diameter ukuran sel M. endophyticus G053 adalah 0.9-1.4 µm (Gambar 41A). Sedangkan koloni P. halophilus G062 berbentuk bulat, cembung dengan tepian licin, translucent pada KBA atau krem sampai kecoklatan pada media TSA, dan memiliki konsistensi yang lembut (Gambar 40B2) .
Gambar 40 Hasil pewarnaan Gram dan morfologi koloni M. endophyticus G053(A1, B1) dan P. halophilus G062 (A2,B2) yang tumbuh pada media TSA. Koloni G062 umur 10 hari pada media agar LGI yang dimodifikasi terlihat watery, translucent atau opaq, dan berukuran 2-5 mm. Tidak ada pelikel yang terbentuk pada media cair (TSB atau LGI). Sel Paracoccus halophilus G062 pada fase eksponensial berbentuk pendek batang atau batang (Gambar 40A2 dan 41B), berukuran 0.59-0,89 µm x 1.85-3.3 µm, non-motil, dan tidak memiliki endospora (Gambar 40B2). Foto mikrograf elektron payar isolat G062 menunjukkan banyak fibrous material yang berada di sekitar atau menyelimuti sel G062 yang ditumbuhkan pada media TSB (Gambar 41B). Keberadaan fibrous material yang menyelimuti sel-sel P. denitificans juga dilaporkan oleh Nokhal dan Schlegel (1983). Berdasarkan reaksinya dengan Ruthenium red, mereka menduga bahwa materi tersebut adalah polianion ekstrasel dan acidic mucosubtances.
63
Gambar 41 Foto mikrograf elektron payar M. endophyticus G053 (A) dan P. halophilus G062 (B) pada perbesaran 10000X.
64
Identitas Komponen Senyawa VOCs M. endophyticus G053 Hasil analisa menggunakan GC MS menunjukkan bahwa M. endophyticus G053 mengemisikan sedikitnya 16 macam senyawa volatil yang dapat di trapping menggunakan heksan (Tabel 11, Lampiran 6). Senyawa 1,2-Dimetoxy-4-(2propenyl) benzene atau Methyl eugenol (ME) merupakan komponen utama VOCs M. endophyticus G053 yang berhasil ditangkap dengan hexan. Selain ME, M. endophyticus juga menghasilkan asam miristat, dibutil ftalat, oktadekan, dan heksadekan dalam konsentrasi yang lebih rendah. Total jumlah peak dan peak yang berhasil diindentifikasi (dengan nilai Spectral match factor ≥95%) yang diperoleh pada hasil percobaan ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh Ryu dan rekan-rekannya yang melakukan trapping VOCs Bacillus subtilis GB03 menggunakan Super-Q adsorben traps (ARS, Galnesville, FL), ekstraksi dengan diklorometan dan identifkasi menggunakan GC MS. Enam peak komponen VOCs dari sekitar 20 peak VOCs B. subtilis GB03 yang ditumbuhkan pada media MS berhasil diidentifikasi sebagai 3-hidroksi-2-butanon, 2,3-butanediol, dekanal, dekan, tetrametil pyrazin, dan undekan (Ryu et al. 2004). Jika dibandingkan dengan hasil percobaan Liu et al. (2008), total peak dan ragam komponen VOCs yang berhasil diidentifikasi pada hasil percobaan ini jauh lebih sedikit. Liu et al. (2008) melaporkan bahwa dari hasil trapping VOCs B. subtilis G8 yang dilakukan menggunakan SPME fibers dan dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan GC MS diperoleh 30 jenis senyawa yang terdiri dari kelompok alkil, alkohol, ester, keton, asam, amin, oksim, fenol, dan senyawa heterosiklik. Berbeda dengan hasil trapping dan identifikasi VOCs yang diemisikan oleh kedua bakteri tersebut, Siddiquee et al. (2012) melaporkan bahwa identifikasi komponen VOCs dari kultur cair Trichoderma harzianum yang di-trapping menggunakan heksan menghasilkan lebih dari 278 jenis senyawa volatil. Menurut Park et al. (2013) perbedaan ragam dan komposisi VOCs suatu mikroba dipengaruhi oleh jenis mikrba, media pertumbuhannya, pH, dan umur kultur. Tabel 11 Komposisi VOCs M. endophyticus G053 yang tertangkap dengan hexan No
RT* (menit)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
2.821 4.056 4.490 4.724 7.765 13.895 14.330 14.495 16.757 17.591 19.032 19,094 23.473 26.467 37.436 37.615
Luas Area (%) 3.07 17.82 22.86 1.38 2.70 1.53 1.41 3.08 0.98 5.58 1.29 0.81 29.24 0.94 3.88 3.44
Pustaka data Identitas berdasar Spectral match Library factor (%) 2-Hexanone; Hexanal 80 3-Hexanol 90 2-Hexanol 83 1-methylcyclopentanol 91 Propylcyclopropane 86 3-Hexanone 53 Hexadecane 96 4-methyl pentan-2-one 64 Heptacosane 91 Azulene 93 Octadecane 95 3,3,5,5-Tetramethylcyclohexanol 43 1,2-Dimetoxy-4-(2-propenyl) benzene (Methyl eugenol) 97 (9E)-9-octadecanoid acid 52 Dibutyl phtalate ; Asam Phtalic, dibutyl ester 96 Myristic acid 98
RT : Retention time (waktu retensi)
65
Acetoin dan 2,3-butanadiol yang dihasilkan oleh Bacillus GB-03 adalah senyawa VOCs yang pertama kali dipublikasikan mampu menginduksi ketahanan tanaman (Ryu et al. 2004). Senyawa 2-butanon (Song et al, 2013) dan heksadekan (Park et al. 2013) merupakan senyawa terbaru yang dilaporkan memiliki kemampuan tinggi dalam memicu ketahanan tanaman. Namun dari studi leteratur yang telah dilakukan, belum ada laporan tentang asam miristat dan metil eugenol sebagai komponen VOCs bakteri. Pengaruh VOCs Isolat G053 dalam Menekan Gejala Layu Bakteri pada Planlet dan Produksi EPS Satu dasa warsa terakhir banyak publikasi yang memaparkan bukti-bukti peran senyawa organik yang mudah menguap (Volatile Organic Compounds: VOCs) dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Park et al. 2013, Ryu et al. 2004). Terkait dengan kemampuan isolat G053 dalam menghasilkan VOCs (lihat bagian karakterisasi), maka dilakukan uji untuk mengetahui pengaruh VOCs tersebut terhadap munculnya gejala penyakit layu bakteri pada planlet dan produksi EPS R. solanacearum. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa VOCs yang diemisikan oleh isolat G053 mampu menurunkan 46.7% gejala layu bakteri pada planlet yang diinfeksi Ralstonia solanacearum (Tabel 12, Gambar 42A). Berbeda dengan plantlet+VOCs yang sebagian besar tumbuh relatif normal setelah inokulasi R. solanacearum, pertumbuhan planlet kontrol tampak terhambat dan banyak akar udara yang tumbuh di bagian batangnya (Gambar 42B). Tabel 12 Nilai DI layu bakteri pada kelompok planlet yang tidak dipapar dan dipapar dengan VOCs dari isolat G053 Plantlet kontrol Gejala terlihat (hari)
DI (%)
Plantlets + G053 VOCs Jumlah Gejala terlihat plantlet layu (hari)
No.
Jumlah plantlet layu
DI (%)
1 2
3 3
4, 4,5 3,3, 3
100 100
1 3
14 8, 8
33 67
3
3
2,3,3
100
1
9
33
4
3
4, 4, 4
100
3
8,8,9
100
5
3
5, 5, 5
100
0
-
0
6
2
13, 14
67
2
10,11
67
7
3
5,5,6
100
0
-
0
8
3
5, 5, 5
100
3
10, 10, 10
100
9
3
4,4, 4
100
1
14
33
10
3
3, 3, 4
100
2
13, 14
67
Rata-rata
96.7
50
Standar eror
3.3
11.4
66
Gambar 42 Pengaruh paparan VOCs isolat bakteri endofitik G053 terhadap munculnya gejala layu bakteri pada planlet Penurunan secara nyata nilai Disease Insidence layu bakteri pada planlet kentang yang dipapar VOCs dan diinfeksi R. solanacearum (Tabel 12) mengindikasikan bahwa VOCs yang dihasilkan oleh bakteri endofit ini dapat meningkatkan ketahanan planlet terhadap penyakit layu bakteri. Peran senyawa VOCs bakteri penginduksi resistensi tanaman telah banyak dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah (Vespermann et al. 2007; Bailly and Weisskopf 2012; Kim et al. 2013; Park et al. 2013). Salah satu komponen VOCs M. endophyticus G053 adalah heksadekan (Gambar 43). Heksadekan merupakan senyawa volatil rantai panjang yang tersusun atas 16 rantai karbon (C16) (Gambar 43). Senyawa volatil ini dilaporkan dapat dihasilkan oleh Paenibacillus polymixa E681 dan telah terbukti dapat meningkatkan ketahanan Arabidopsis thaliana terhadap P. syringae pv. maculicola ES4326 (Lee et al. 2012; Park et al. 2013). Berdasarkan hasil penelitian Park et al. (2013), heksadekan diusulkan sebagai kandidat
67
senyawa sinyal baru yang dapat menginduksi ekspresi gen PR1. Dibandingkan dengan acetoin dan 2,3-butanediol yang dihasilkan Bacillus sp. GB03, kekuatan heksadekan dalam menginduksi ketahanan A. thaliana terhadap E. carotovora sub sp. carotovora jauh lebih kuat (Ryu et al. 2004; Park et al. 2013). Paparan heksadekan secara langsung pada akar A. thaliana terbukti meningkatkan level transkripsi gen PR1 4000 kali dalam 6 jam (Park et al. 2013).
Gambar 43 Struktur molekul heksadekan (A) dan metil eugenol (B) Pengukuran kadar EPS R. solanacearum (Rs) menunjukkan bahwa paparan VOCs M. endophyticus G053 terhadap kultur patogen ini dapat menekan produksi EPS. Selisih kadar EPS yang dihasilkan oleh kultur R. solanacearum yang tidak dipapar dan yang dipapar VOCs mencapai 34.14% untuk isolat R. solanacearum A dan 154.97% untuk isolat Rs B (Tabel 13). EPS dipercaya sebagai salah satu faktor virulensi utama bagi Rs walaupun peran tepatnya pada penyakit layu bakteri belum dipahami secara jelas (Milling et al. 2011). Semua strain Rs yang virulen dilaporkan memiliki koloni yang mukoid karena produksi EPS yang tinggi. Sebaliknya Rs yang koloninya tidak mukoid (defisiensi EPS) adalah tidak virulen (Buddenhagen et al. 1964; Boucher et al. 1992; Kelman 1954; Poussier et al. 2003). Menurut hipotesis yang berkembang selama ini, EPS berperan dalam melindungi patogen dari pengenalan dan sistem pertahanan tanaman inang, penyumbatan tabung xilem yang menyebabkan terhentinya transportasi air, dan pada akhirnya menghancurkan tabung xilem akibat tingginya tekanan hidrostatik dalam saluran pembuluh tersebut (Milling et al. 2011). Paparan metil eugenol (ME) yang merupakan komponen utama VOCs G053 (Gambar 43) juga mampu menekan produksi EPS R. solanacearum walaupun lebih lemah jika dibandingkan dengan pengaruh kompleks VOCs-nya (Tabel 13). Ini mengindikasikan bahwa terdapat sinergi diantara komponen-komponen VOCs dalam menekan produksi EPS Rs. Mekanisme VOCs dan ME dalam menekan produksi EPS oleh Rs tidak dikaji dalam penelitian ini sehingga belum diketahui secara pasti bagaimana mekanismenya. Namun dalam beberapa publikasi ilmiah disebutkan bahwa pada sel bakteri terdapat beberapa mode of action target untuk minyak esensial (essential oil : Eos). Eos dapat meningkatkan permeabilitas, mengganggu fungsi, dan membocorkan membran (Lambert et al. 2001; Burt
68
2004; Devi et al. 2010). Pada permukaan membran juga terletak berbagai molekul reseptor dan protein membran yang penting untuk sistem pensinyalan serta transpor yang akan terpengaruh jika membran terganggu. Di bagian pendahuluan telah disebutkan bahwa berbagai publikasi hasil penelitian membuktikan bahwa VOCs mikroba dapat mempengaruhi beberapa fenotipe mikroba lainnya, namun belum pernah ada laporan yang menyebutkan pengaruhnya terhadap produksi EPS pada R. solanacearum. Berdasarkan penelusuran literatur tersebut, hasil penelitian ini merupakan laporan pertama tentang bukti adanya penekanan produksi EPS Ralstonia solanacearum oleh senyawa volatil.
Tabel 13 Perbedaan kadar EPS kultur R. solanacearum yang dipapar VOCs isolat G053 dan metil eugenol dengan kultur yang tidak dipapar volatil. Senyawa volatile
∆ kadar EPS (%)*
Isolat Rs A
G053 VOCs
34.14 ± 5.64
Isolat Rs B
G053 VOCs
154.97 ± 9.14
Isolat Rs A
Metil eugenol
4.70 ± 0.48
Isolat Rs B
Metil eugenol
75.06 ± 4.56
Patogen uji
*dihitung dari selisihnya dengan EPS kultur Rs yang tidak dipapar VOCs atau ME Tampilan planlet kontrol+Rs yang banyak ditumbuhi akar udara pada bagian batangnya (Gambar 42B) menunjukkan upaya planlet dalam menyerap uap air yang ada di head space botol kultur karena tidak dapat mengambil air dari dalam media akibat tersumbatnnya xilem planlet oleh biomasa R. solanacearum. Hal itu mengindikasikan bahwa VOCs yang dihasilkan isolat G053 juga dapat berfungsi secara in planta dalam menekan produksi EPS oleh R. solanacearum. Fitopatogen ini juga telah diketahui sebagai produsen IAA (Jimtha et al. 2014). Kemungkinan keterlibatan IAA yang diproduksi oleh R. solanacearum pada level yang menganggu keseimbangan kadar fitohormon endogen planlet juga perlu dipertimbangkan kontribusinya dalam merangsang proses morfogenesis akar udara tersebut. Pemaparan senyawa VOCs bakteri terhadap planlet dan kultur R. solanacearum dalam percobaan ini merupakan percobaan yang masih bersifat awal (preliminary), sehingga belum dilakukan pengujian aktivitas masing-masing senyawa murni komponen VOCs. Percobaan dirancang agar kompleks VOCs yang dihasilkan oleh bakteri endofit yang diuji langsung mengenai target uji (planlet atau R. solanacearum) dengan cara menumbuhkan secara bersama-sama dalam suatu wadah tetapi tanpa ada kontak fisik antara bakteri endofit dan target uji. Ditinjau dari berbagai sudut pandang, rancangan seperti ini lebih sesuai dan menguntungkan untuk tahap penelitian yang sifatnya eksploratif dan masih dini karena pengaruh dari total komponen VOCs baik yang mayor, minor, sinergis, ataupun antagonis diantara satu terhadap yang lainnya dapat teramati. Disisi lain, proses pemurnian dapat menghilangkan komponen-komponen minor sehingga
69
akan memerlukan volume total sampel VOCs yang besar untuk menghindari resiko rendahnya tingkat recovery dari teknik atau prosedur pemurnian serta hambatan tingkat limit deteksi alat yang digunakan. Ini penting untuk diperhatikan karena boleh jadi komponen bioaktif yang dicari ternyata adalah komponen minor VOCs. Selain itu secara alami mikroba menghasilkan VOCs dalam bentuk campuran, sehingga rancangan percobaan seperti ini sesuai dan diperlukan bila aplikasinya direncanakan langsung menggunakan mikroba penghasilnya. Tanpa mengurangi arti dan manfaat dari rancangan yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian aktivitas VOCs menggunakan komponenkomponen VOCs yang telah dimurnikan akan sangat penting bagi kajian dan pengembangan senyawa-senyawa baru, mode of action, sinergime, antagonisme dari masing-masing senyawa komponen. Peran M. endophyticus G053 dan P. halophilus G062 dalam Induksi Resistensi Tanaman Kentang M. endophyticus G053 dan P. halophilus G062 merupakan bakteri endofit kentang yang memiliki berbagai karakter yang berguna untuk meningkatkan ketahanan tanaman kentang terhadap penyakit layu bakteri. Emisi VOCs, produksi kitinase, dan siderofor oleh M. endophyticus G053 serta produksi siderofor dan dugaan produksi senyawa mirip 2,4-diasetilfluoroglusinol oleh P. halophilus G062 adalah karakter-karakter yang dikenal mampu menginduksi resistensi tanaman (Park et al. 2013; Choudhary dan Johri 2009; Zamioudis dan Pieterse 2012; Francis et al. 2010; Tsavkelova et al. 2006; compant et al. 2005; Ryu et al. 2004). Bukti dan peran VOCs M. endophyticus G053 dalam meningkatkan ketahanan tanaman telah dipaparkan dan diuraikan pada bagian sebelumnya. Selain berperan sebagai antifungi, siderofor dan 2,4diasetilfloroglusinol dilaporkan dapat menginduksi ketahanan pada berbagai tanaman diantaranya tembakau, lobak, dan padi serta arabidopsis dan tomat. Kitin serta senyawa spesifik mikroba lainnya seperti LPS dan eksopolisakarida juga mampu menginduksi resistensi tanaman (Choudhary and Johry 2009; Tsavkelova et al. 2006; compant et al. 2005: Ryals et al. 1996). Induced Systemic Resistance (ISR) dan Systemic Acquired resistance (SAR) adalah 2 tipe resistensi tanaman. ISR diaktivasi oleh bakteri non patogenik, sedangkan SAR diaktivasi oleh bakteri fitopatogenik. Berbagai penelitian terhadap respon sistem transduksi sinyal dan lintasan biokimia tanaman model Arabidopsis ketika terjadi induksi ISR oleh bakteri nonpatogenik menunjukkan bahwa lintasan ISR bersifat Salicylic Acid (SA) independent, tapi bersifat dependent terhadap ET, Jasmonic Acid (JA), serta gen regulator npr-1. Induksi ISR juga tidak menyebabkan akumulasi Pathogen-related (PR) protein (Song and Ryu 2013; Kloepper and Ryu 2006, Pieterse et al. 2001). Sebaliknya, induksi SAR pada tanaman oleh bakteri patogen bersifat SA dependent dan mengakibatkan akumulasi PR protein (Song dan Ryu 2013, Kloepper dan Ryu 2006). Relatif tingginya emisi etilen oleh tanaman G053 dibandingkan dengan tanaman kontrol setelah infeksi R. solanacearum (Tabel 4) mengindikasikan adanya peningkatan respon ketahanan melalui aktivasi ISR pada tanaman yang diperkaya dengan M. endophyticus G053 (Gambar 44). Seperti yang telah
70
diuraikan sebelumnya, diduga peningkatan produksi etilen itu disebabkan oleh peningkatan kapasitas dan atau sintesis enzim ACC sintase dan atau ACC oksidase. Dugaan tersebut sesuai dengan model hubungan produksi etilen dengan aktivasi ISR yang diusulkan oleh Pieterse et al. (2001) (Gambar 45).
Gambar 44 Model hipotetik induksi resistensi sistemik hibrid tanaman kentang oleh M. endophyticus G053
71
Gambar 45 Produksi etilen dan kaitannya dengan ISR (Pieterse et al. 2001) Karakter M. endophyticus G053 yang non-fitopatogenik dan mampu memproduksi heksadekan, siderofor dan kitinase, serta didukung oleh bukti penurunan nilai Disease Insidence dan peningkatan emisi etilen yang sangat signifikan pada tanaman inang mengindikasikan bahwa induksi ketahanan yang dihasilkan dalam interaksi antara bakteri endofit ini dengan tanaman kentang inang terjadi melalui aktivasi secara paralel (hibrid) lintasan asam salisilat (SAR) dan lintasan asam jasmonat (ISR) (Gambar 44). Heksadekan merupakan kandidat senyawa sinyal baru penginduksi protein PRI, yaitu suatu protein yang merupakan produk hilir dalam aktivasi lintasan SAR (Park et al. 2013). Berbeda dengan M. endophyticus G053, peningkatan ketahanan yang dihasilkan dari interaksi P. halophilus G062 dengan tanaman kentang inang, diduga disebabkan oleh aktivasi lintasan ISR seperti ketahanan tanaman yang diinduksi oleh bakteri endofit pada umumnya.
72
Selain induksi ISR dan SAR, efektivitas M. endophyticus G053 dalam menurunkan Disease Insidence (DI) layu bakteri juga diperkuat oleh kemampuan kolonisasi dan persistensinya yang sangat tinggi di dalam jaringan tanaman kentang. Akumulasi efek induksi ISR dan SAR secara paralel, dan efek biokontrol pada tanaman yang diperkaya M. endophyticus G053 diduga merupakan penyebab perbedaan nilai DI yang sangat nyata antara tanaman yang diperkaya dengan M. endophyticus G053 dibandingkan dengan tanaman yang diperkaya P. halophilus G062. Peran bakteri endofit ini sebagai Plant Growth Promoter (PGP) juga tidak dapat diabaikan korelasi dan kontribusinya dalam peningkatan ketahanan tanaman. Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, kemampuan fiksasi nitrogen, produksi senyawa mirip fitohormon oleh kedua bakteri endofit, dan kemampuan pelarutan fosfat P. halophilus G062 berkorelasi dengan peningkatan pertumbuhan tanaman kentang inang. Selain berperan sebagai penginduksi resistensi dan antifungi, diduga siderofor juga turut berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman kentang inang. Berdasarkan semua hasil dan bukti percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini, M. endophyticus G053 merupakan bakteri endofit yang memiliki berbagai karakter yang sangat berguna (multiple beneficial characters) untuk meningkatkan ketahanan dan melindungi tanaman kentang dari penyakit layu bakteri, serta meningkatkan pertumbuhan dan produktivitasnya. Oleh karena itu bakteri ini sangat potensial dikembangkan menjadi agen hayati yang baik dan unggul untuk meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan tanaman kentang. Dibandingkan dengan M. endophyticus G053, potensi P. halophilus G062 sebagai agen hayati untuk meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan tanaman kentang relatif lebih rendah. Namun aktivitas fiksasi nitrogennnya yang relatif tinggi serta aktivitas pelarutan fosfat yang dimilikinya menjadikannya layak dipertimbangkan sebagai komponen untuk formulasi agen hayati pemacu pertumbuhan tanaman. Kombinasi kedua bakteri ini dalam satu formula perlu dikaji sebagai langkah awal untuk mengembangkan agen hayati yang unggul untuk menginduksi resistensi serta memacu pertumbuhan tanaman.