ISSN: 2086-6674
GOVERNANCE GOVERNANCE Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik
Reformasi Birokrasi Melalui Pengembangan Kepemimpinan Entrepreneur Di Era New Public Management Etika Aparatur Pelayanan Publik: Sebuah Tinjauan Atas Uu Aparatur Sipil Negara Implementor, Kompetensi dan Profesionalisme Administrator Perencanaan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Kepegawaian Dengan Pemetaan Digital Dan Metode Analytical Hierarchy Process (Pada Kantor BPS Kalimantan Tengah) Pengembangan Model Seleksi Aparatur Sipil Negara yang Berbasis Kompetensi Akademik, Soft Skill, Kepribadian, dan Etika
Vol.5 No.1 April Th. 2014
Analisis Akuntabilitas dan Transparansi BOPDA Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) di Kota Surabaya Keberhasilan Implementasi Corporate Social Responsibility di Kabupaten Gresik: Kedermawanan, Isu dan Tantangan
GOVERNANCE Vol. 5 No. 1 Hlm. 01- 88
April - September 2014
DAFTAR ISI
REFORMASI BIROKRASI MELALUI PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN ENTREPRENEUR DI ERA NEW PUBLIC MANAGEMENT Muchamad Zaenuri
01 - 10
ETIKA APARATUR PELAYANAN PUBLIK: SEBUAH TINJAUAN ATAS UU APARATUR SIPIL NEGARA Irawanto
11 - 25
IMPLEMENTOR, KOMPETENSI DAN PROFESIONALISME ADMINISTRATOR Sopjan Aripin dan Muhammad Tahir Karepesin
26 - 32
PERENCANAAN SISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN KEPEGAWAIAN DENGAN PEMETAAN DIGITAL DAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (PADA KANTOR BPS KALIMANTAN TENGAH) Riri Kristiasi & Ira Zuraida
33 - 46
PENGEMBANGAN MODEL SELEKSI APARATUR SIPIL NEGARA YANG BERBASIS KOMPETENSI AKADEMIK, SOFT SKILL, KEPRIBADIAN, DAN ETIKA Putu Aditya Ferdian A
47 - 60
ANALISIS AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI BOPDA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI (SMKN) DI KOTA SURABAYA Supriyanto dan Nuansa Rahmadi
61 - 77
KEBERHASILAN IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI KABUPATEN GRESIK : KEDERMAWANAN, ISSU DAN TANTANGAN Suprayoga, Dewi Suprobowati dan Putu Aditya Ferdian
78 - 86
Analisis Akuntabilitas dan Transparansi BOPDA Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Di Kota Surabaya Supriyanto 1 Nuansa Rahmadi
2
Abstract Regional Education Operational Assistance Program (BOPDA) is one of education funding forms provided by the local government of Surabaya City which is sourced from the Regional Budget (budget). This program is intended to reduce the burden on the poor in education funding, as well as equity and expanding access to education in order to improve the quality of compulsory education for twelve years. This study aims to analyze and describe the accountability and transparency in the BOPDA policy implementation and factors that hinder the implementation of those two principles in National Vocational High School (SMKN) Surabaya. The study used descriptive qualitative case study approach. Data was collected using in-depth interviews which were selected purposively and in accordance with the needs of the rolling snowball sampling technique. Data analysis techniques using descriptive analysis by Miles and Hubermen. The results showed that the accountability and transparancy in implementing the Bopda policy at SMKN Surabaya has been running well, because it is supported by the school's financial management information system (SIPKS) which serves School Budget Planning and prepare accountability reports and has been integrated with the e-budgeting of Surabaya City Government. However, it’s still encountered barriers between another delay in the disbursement of funds to the short time report, the school resource limitations, the changing functions of school committees and also because of the innitial implementation of SIPKS so still need to be developed, especially regarding the student data input for new student admissions (PSDB) in June, when the budget is proposed at the beginning of the years. Keywords : Accountability, BOPDA, and Transparency
Pendahuluan Dengan dikeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Surabaya Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Pendidikan di Surabaya, membawa perubahan sistem pendidikan di kota Surabaya. Pelaksanaan wajib belajar 12 tahun di Kota Surabaya merupakan urusan wajib pemerintah Kota Surabaya. Wajib belajar menurut perda tersebut adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga masyarakat atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Berdasarkan perda tersebut, wajib belajar di Kota Surabaya adalah 12 (dua belas) tahun, dan Pemerintah Kota Surabaya berkewajiban untuk menyediakan dana
personal bagi peserta didik terutama bagi yang tidak mampu dan anak terlanter. Hal ini disebabkan adanya reformasi pemerintahan, pergeseran penye-lenggaraan dari sentralisasi kearah desen-tralisasi yang ditandai dengan pemberian kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah termasuk dalam urusan pendidikan. Pemberian otonomi atau kewenangan kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan diharapkan mampu memandirikan daerah. Pemerintah daerah diberi keleluasaan melaksanakan kewenangan sesuai dengan aspirasi masyarakat dan potensi wilayah Surabaya semakin besar dalam mengurus tuntas permasalahan pembangunan di-
GOVERNANCE Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol.5, No.1, April 2014
daerahnya, termasuk bidang pendidikan. Guna mewujudkan dan melaksanakan program wajib belajar 12 tahun di Kota Surabaya, Pemkot membuat kebijakan dengan menerbitkan peraturan walikota (perwali) Nomor 13 tahun 2012 tentang petunjuk teknis pengelolaan biaya operasional pendidikan tahun 2012 dan disempurnakan pada Perwali nomor: 19 tahun 2012, tentang teknis pengelolaan biaya operasional pendidikan. Biaya Operasional Pendidikan berdasarkan perwali tersebut, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah BOPDA, adalah sejumlah anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Kota Surabaya yang diperuntukkan bagi sekolah mulai tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan tingkat Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA) atau sederajat. Dana BOPDA tersebut berasal dari anggaran pendapatan dan belanja (APBD) Kota Surabaya melalui dinas pendidikan. Setiap anggaran dana yang berasal dana masyarakat harus dapat dipertanggung jawaban secara transparan dan akuntabel sesuai dengan dengan Undang-undang Pemerintah daerah No. 32 Tahun 2004 dan peraturan pemerintah lainnya. Perwali tersebut secara otomatis menjadi dasar dan pedoman bagi sekolahsekolah negeri di Kota Surabaya dalam menyusun rencana anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS). Dalam melaksanakan anggaran dan pertanggung jawaban dana BOPDA pada kenyataan telah terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan dengan cara menambahkan jumlah siswa penerima. Penelitian ini berfokus pada akuntabilitas dan transparansi dana BOPDA pada tingkat Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) karena penerapan program tersebut masih berjalan selama 1 (satu) tahun dan dilihat segi pengalaman pengelolaan dan pelaporan anggaran SMKN masih sangat minim jika dibanding pada tingkat sekolah 62
menegah pertama (SMP) yang telah melakanakan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Selain itu masalah lain yang dihadapi berkaitan dengan mensinergikan visi dinas pendidikan yang menjadikan Kota Surabaya menjadi barometer pendidikan nasional. Masalah penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah akuntabilitas Bopda di SMKN Kota Surabaya, 2) Bagaimanakah transparansi BOPDA di SMKN Kota Surabaya, 3) Faktor apakah yang menghambat dan pendukung pelaksanaan akuntabilitas dan transparansi BOPDA di SMKN Kota Surabaya. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan akuntabilitas dan transparansi Bopda SMKN di Kota Surabaya dan menganalisis faktor apakah yang menghambat dan pendukung pelaksanaan akuntabilitas dan transparansi Bopda SMKN di Kota Surabaya. Tinjauan Pustaka Good Governance Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka. Governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sector negara dan sector non pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah pemahaman formal bekerjanya
Supriyanto & Nuansa R , Analisis Akuntabilitas dan Transparansi BOPDA SMKN di Kota Surabaya
institusi-institusi negara. Governance mengakui bahwa di dalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda. Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat dalam proses sosial, governance bukanlah sesuatu yang terjadi secara chaotic, random atau tidak terduga. Ada aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda. Lebih lanjut, dalam konteks pembangunan, definisi governance adalah “mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk tujuan pembangunan”, sehingga good governance, dengan demikian, “adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama efisien) dan (relatif) merata.” Menurut UNDP tata pemerintahan adalah “penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negra pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka. Good governance sangat terkait dengan dua hal yaitu (1) good governance tidak dapat dibatasi hanya pada tujuan ekonomi dan (2) tujuan ekonomi pun tidak dapat dicapai tanpa prasyarat politik tertentu. Membangun Good governance Membangun good governance adalah mengubah cara kerja negara (state), membuat pemerintah accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang
dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan carakerja institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakomodasi keragaman, good governance juga harus menjangkau berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut harus dilakukan secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada. Membangun good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara kerja institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakomodasi keragaman, good governance juga harus menjangkau berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut harus dilakukan secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada. Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya. Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance 63
GOVERNANCE Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol.5, No.1, April 2014
adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum. Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti : transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta kesinambungan. Asian Development Bank (ADB) menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi 4 pilar yaitu (1) accountability, (2) transparency, (3) predictability, dan (4) participation. Dari pendapat tersebut diketahui bahwa jumlah komponen ataupun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik, bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun setidaknya ada tiga prinsip utama yang dianggap melandasi good governance, yaitu: akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Ketiga prinsip tersebut diatas tidaklah dapat berjalan sendiri-sendiri, ada hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi, masing-masing adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai prinsip yang lainnya, dan ketiganya adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai manajemen publik yang baik. Prinsip Akuntabilitas Akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip dalam konsep good governance. Prinsip ini menuntut dua hal yaitu: kemampuan menjawab (answerability); dan konsekuensi (consequences). Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana 64
sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut. Pada dasarnya akuntabilitas sebagai pertanggung-jawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu. Akuntabilitas menurut Plano (1992) akuntabilitas (accountability) adalah “refers to the institution of check and balances in an administrative system”. Akuntabilitas menunjuk pada institusi tentang “check and balance” dalam sistem administrasi. Akuntabilitas berarti menyelenggarakan penghitungan (account) terhadap sumber-sumber daya atau kewenangan yang digunakan eksekutif dan birokrasi kepada lembaga-lembaga di luar birokrasi dalam rangka menegakkan mekanisme check and balance agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Sementara itu pengertian akuntabilitas (accountability) secara harfiah dapat diartikan sebagai "pertanggungjawaban". Namun penerjemahan secara sederhana ini dapat mengaburkan arti dari kata accountability itu sendiri bila telah dikaitkan dengan pengertian akuntansi dan manajemen. Governmental Accounting Standard Board (GASB) di Amerika Serikat mendefinisikan istilah accountability sebagai "the requirement for government to answer to the citizenry to justify the raising of public resources and the purposes for which they are used" (Dubnick, 2003). Sedangkan menurut Mulgan (2000) akuntabilitas adalah ditandai dengan “eksternalitas, interaksi social, serta pertukaran otoritas. Eksternalitas mengacu pada pertanggung jawaban eksternal yakni pihak yang memberikan tanggungjawab. Akuntabilitas juga melibatkan interaksi sosial dan pertukaran dalam hal perbaikan dan sanksi (Mulgan: 2000) pemberi tanggung jawab (accountee) memiliki otoritas atas penerima tanggung-
Supriyanto & Nuansa R , Analisis Akuntabilitas dan Transparansi BOPDA SMKN di Kota Surabaya
jawab (accountor) yang menyiratkan adanya hak untuk memperoleh jawaban dan menerapkan sanksi (Mulgan 2000). Dubnick sependapat dengan Mulgans, namun dia juga menilai definisi Mulgan tersebut terbatas pada otoritas eksternal, kurang memperhatikan aspek etika individu yang juga dapat dipandang sebagai mekanisme akuntabilitas (Dubnick 2005: 6; Dubnick 2003). Mark Bovens juga mencatat bahwa pemberi account atau 'accountee' bisa individu atau lembaga, tetapi juga dapat dilihat sebagai 'forum akuntabilitas' seperti masyarakat umum. Menurut Bovens forum akuntabilitas juga dapat bersifat 'lebih' virtual seperti hati nurani pribadi atau keyakinan (Bovens 2005). Serupa dengan Mulgan, Bovens mendefinisikan proses sosial dari 'pemberian account’ pada tiga unsur, yaitu: kewajiban penerima tanggung jawab (accountor) untuk memberikan pertanggung jawaban kepada forum akuntabilitas, kemampuan forum menginterogasi accountor, dan kemampuan forum memberikan penilaian dan menjatuhkan sanksi (Bovens 2005). Akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat. Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi. Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal harus dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal, melalui umpan balik dari para pemakai jasa pelayanan maupun dari masyarakat. Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pela-yanan dengan ukuran nilai-nilai atau
norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Sehingga, berdasarkan tahapan sebuah program, akuntabilitas dari setiap tahapan adalah : Pertama, pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan. Indikator untuk menjamin akuntabilitas publik, pada tahap ini adalah : (a) bahwa pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan; (b) pembuatan keputusan sudah memenuhi prinsip-prinsip administrasi yang benar, etika dan nilai-nilai yang berlaku di stakeholders; (c) kejelasan sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku; (d) adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme pertanggung jawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi; dan (e) konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut. Kedua, tahap sosialisasi kebijakan. indikator untuk menjamin akuntabilitas publik pada tahap ini adalah: (a) penyebarluasan informasi mengenai suatu rancangan keputusan, baik melalui media massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal; (b) akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program; (c) akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat; dan (d) ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah. Prinsip Transparansi Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni infor65
GOVERNANCE Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol.5, No.1, April 2014
masi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai (Bappenas, 2002). Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik. Dalam transparansi mencakup aspek: (1) komunikasi publik yang dilakukan oleh pemerintah; (2) hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi. Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk membuka dan mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasiinformasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Karena pemerintahan menghasilkan data dalam jumlah besar, maka dibutuhkan petugas informasi profesional, bukan untuk membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk menyebarluaskan keputusankeputusan yang penting kepada masyarakat serta menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut. Peran media juga sangat penting bagi transparansi pemerintah, baik sebagai sebuah kesempatan untuk berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai aksi pemerintah dan perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi. Jelas, media tidak akan dapat melakukan tugas ini tanpa adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah maupun pengaruh kepentingan bisnis. Keterbukaan membawa 66
konsekuensi adanya kontrol yang berlebihlebihan dari masyarakat dan bahkan oleh media massa. Karena itu, kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang mereka berikan dan pada siapa informasi tersebut diberikan. Prinsip transparasi dapat diukur melalui sejumlah indikator: (a) mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik; (b) mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses di dalam sektor publik; (c) mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani. Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada akhirnya akan membuat pemerintah menjadi bertanggung gugat kepada semua stakeholders yang berkepentingan dengan proses maupun kegiatan dalam sektor publik. Desentralisasi Pendidikan Desentralisasi pendidikan bersifat politik atau demokratis manakala penyerahan kekua-saan membuat keputusan tentang pendidikan diberikan oleh pemerintah kepada rakyat atau wakil-wakilnya di tingkat pemerintah yang lebih rendah. Desentralisasi bersifat adminis-trasi atau birokrasi manakala strategi manajemen, kekuasaan politik tetap berada di pusat, tetapi tanggung jawab dan wewenang perencanaan, manajemen, keuangan, dan kegiatan-kegiatan lainnya diserahkan pada pemerintah di tingkat-tingkat yang lebih rendah atau badan-badan semi otonom yang berada di dalam sistem. Menurut Winkler (1992), desentralisasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan sosial
Supriyanto & Nuansa R , Analisis Akuntabilitas dan Transparansi BOPDA SMKN di Kota Surabaya
dan efisiensi tekhnikal. Namun implikasinya tanggung jawab sosial lebih besar dalam pengambilan keputusan di tingkat lokal. Efisiensi tekhnikal ditandai t i ga beberapa variabel lokal, yaitu: (1) harga, (2) sumber daya manusia, (3) budaya. Jangkauan kontrol juga akan lebih pendek akibat transfer otoritas dari pemerintah ke pemerintah daerah. Desentralisasi menuntut tanggung jawab yang besar dari masyarakat terhadap keber-hasilan pendidikan, terlebih lagi orangtua untuk pendidikan anak-anak mereka. Tahapan pelaksanaan desentralisasi, termasuk desentralisasi pendidikan meliputi empat tahap, yaitu : (1) munculnya komitmen politik, yang ditandai dengan dibuat dan diberlakukannya peraturan perundangundangan; (2) implementasi, dimulai dengan mengadakan restrukturisasi kelembagaan pemerintah, tugas, dan fungsi dari tingkat pusat sampai tingkat terendah di pemerintah daerah; (3) penciptaan konsolidasi menyeluruh manajemen sistem pendidikan nasional; (4) Penyiapan Sumber Daya Manusia yang dilakukan dengan waktu bersamaan. Pada tahap implementasi desentralisasi pendidikan, akan mengalami masa transisi yang ditandai dengan: (1) perubahan institusi, (2) perubahan manajemen, (3) perubahan sumber daya manusia (SDM), yang meliputi rekruitmen, penempatan, jenjang karier, pelatihan, dan penghilangan egoisme sektoral aparat-aparat, dan (4) perubahan tanggung jawab penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. Peraturan Walikota (Perwali) Surabaya tentang Biaya Operasional Pendidikan Menindak lanjuti Perda No. 16 tahun 2012 tentang penyelenggaran pendidikan di Kota Surabaya, maka Walikota Surabaya menerbitkan Perwali No. 13 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Biaya
Operasional Pendidikan dan kemudian disempunakan dengan Perwali No. 19 tahun 2012, tentang teknis pengelolaan biaya operasional pendidikan. Biaya operasional pendidikan termaksud kemudian lebih dikenal publik dengan istilah BOPDA merujuk pada pengertian “bantuan operasional pendidikan yang bersumber dari anggaran daerah (Kota Surabaya)”, dan untuk menmbedakan dengan “bantuan operasional sekolah (BOS) yang bersumber dari APBN”. Berdasarkan perwali tersebut besaran biaya anggaran Bopda untuk masing- masing sekolah ditentukan berdasarkan jumlah siswa yang terdaftar pada sekolah penerima bopda. Besaran bopda pada tingkat SMKN sebesar Rp. 152.000,00 (seratus lima puluh dua ribu rupiah) per siswa per bulan dan diberikan kepada sekolah disesuaikan dengan jumlah siswa yang ada di sekolah Dalam ketentuan tersebut sekolah yang menerima dana bopda tidak diperkenankan untuk : a) menarik Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan dan b) menarik biaya apapun kepada orang tua siswa atau walinya. Akan tetapi masyarakat diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan sesuai ketentuan yang berlaku; Pengawasan dana bopda ada 4 (empat) bentuk, yaitu: (a) Dinas Pendidikan melaksanakan pengawasan melekat; (b) Inspektorat sebagai instansi yang berwenang melakukan pengawasan internal di jajaran Pemerintah Kota Surabaya; (c) Pengawasan eksternal dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangundangan; (d) Masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program/ kegiatan Bopda, yang hasilnya dapat dilaporkan kepada pejabat/instansi yang berwenang. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode 67
GOVERNANCE Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol.5, No.1, April 2014
deskriptif kualitatif, karenya keberadaan peneliti sebagai instrument kunci penelitian. Pemilihan informan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan), dan teknik analisis data bersifat induktif/kualitatif, yang lebih menekankan pada pemaknaan terhadap gejala sebagimana data-data yang ditemukan. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini meliputi: (1) Akuntabilitas, yakni kewajiban institusi pemerintah beserta para aparat di dalamnya
untuk membuat kebijakan maupun tindakan yang sesuai dengan nilai yang berlaku dan kebutuhan masyarakat; (2) Transparansi, yakni jaminan akses atau kebebasan publik untuk memperoleh informasi tentang, proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan, serta hasil-hasil yang dicapai; dan (3) Faktor-faktor yang menghambat dan mendukung akuntabilitas dan transparansi Bopda, yang akan didapatkan dari hasil analisis terhadap temuan-temuan data-data di lapangan. Adapun dimensi masing-masing fokus penelitian seperti dalam tabel 1.
Tabel 1. Fokus Penelitian dan dimensi ukurnya Fokus 1. Akuntabilitas
2. Transparansi
3. Faktor Penghambat dan Pendukung
68
Dimensi & parameter a. Tahap proses pembuatan keputusan 1) pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap stakehlder yang membutuhkan 2) pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku 3) adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku 4) adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi 5) konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut. b. Tahap Sosialisasi Kebijakan 1) penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal 2) akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan caracara mencapai sasaran suatu program 3) akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat 4) ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah. 1. mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik 2. mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik. 3. mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani Faktor penghambat dan pendukung akuntabilitas dan transparansi bantuan operasional pendidikan di SMKN di kota Surabaya diperoleh hasil analisis dari temuan dan fakta yang dilapangan
Supriyanto & Nuansa R , Analisis Akuntabilitas dan Transparansi BOPDA SMKN di Kota Surabaya
Sumber Data dan Informan Data–data primer penelitian diperoleh dari wawancara dengan para informan. Informan kunci (key informan) dipilih secara purposive dengan menggunakan criterion based selection, dan informan selanjutnya dengan teknik snowball. Informan pada tingkat sekolah adalah: Kepala sekolah, guru, komite sekolah, dan orang tua siswa; informat pada tingkat dan Dinas Pendidikan kota Surabaya adalah: Kabag Pendidikan Menengah, Kasubag. Kesiswaan, staf bagian pendidikan menengah. Teknik Analisis Data. Data yang diperoleh diproses dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, dengan model interaktif. Dalam model ini terdapat tiga komponen analisis yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992). Selanjutnya analisis dilakukan dengan memadukan (secara interaktif) ketiga komponen tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagaimana ketentuan dalam Perwali No. 13 dan 19 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Biaya operasional pendidikan, pemberian biaya operasional tersebut disesesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sekolah, berdasarkan hitungan satuan jumlah siswa yang dikelola. Indek bantuan untuk tingkat sekolah menengah atas dan sederajat, sebesar Rp. 152.000,- (seratus lima puluh dua ribu rupiah) untuk setiap siswa setiap tahun. Karena itu jumlah biaya bantuan operasional pendidikan yang diberikan kepada setiap sekolah tidak sama, tergantung jumlah siswa dari masingmasing sekolah dikalikan dengan indek bantuan tersebut. Sekolah yang mengelola siswa dengan jumlah besar secara otomatis menerima dana bantuan yang besar, dan
sebaliknya sekolah dengan siswa sedikit menerima bantuan dalam jumlah kecil. Rincian jumlah siswa pada setiap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan besaran pagu biaya operasioanal pendidikan (BOPDA) yang diberikan Dinas Pendidikan Kota Surabaya pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 2. Bahwa jumlah total siswa SMKN di Kota Surabaya tahun 2013 sebanyak 21.322 (dua puluh satu ribu tiga ratus dua puluh dua) siswa dan pagu anggaran bopda sebesar Rp. 38.727.168.000, (tiga puluh delapan milyar, tujuh ratus dua puluh tujuh juta seratus enam puluh delapan ribu rupiah). Sedangkan untuk jumlah total siswa terbanyak berada di SMKN 1 dengan total 3.049 (tiga ribu empat puluh sembilan) siswa dan jumlah pagu anggran Bopda sebesar Rp. 5.561.376.000,- (lima milyar lima ratus enam puluh satu juta tiga ratus tujuh puluh enam ribu rupiah) dan jumlah siswa paling sedikit berada di SMKN 4 dengan jumlah 1.353 (seribu tiga ratus lima puluh tiga) siswa dengan besaran pagu anggaran Bopda sebesar Rp. 2.467.872.000,- (dua milyar emapt seratus enam puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh dua ribu rupiah). Akuntabilitas Pelaksanaan BOPDA Tahap proses pembuatan sebuah keputusan Dalam pelaksanan proses pengambilan suatu kebijakan seperti penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) pihak SMKN di Kota Surabaya telah melibatkan seluruh stakeholder (kepala sekolah, waksek, guru, TU, komite sekolah, wali murid). Hasil keputusan yang telah dibuat sekolah di SMKN di Kota menunjukkan bahwa hasilnya telah dibuat secara tertulis dan tersedia bagi kelompok kepentingan (stakeholder) bagi yang membutuhkan seperti program kerja sekolah sesuai standart ISO Manajemen, dan telah 69
GOVERNANCE Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol.5, No.1, April 2014
Tabel 2 Jumlah Total Siswa SMKN dan Besaran Pagu Anggaran BOPDA Di Kota Surabaya Tahun 2013
No. Sekolah 1. SMK N 1 2. SMK N 2 3. SMK N 3 4. SMK N 4 5. SMK N 5 6. SMK N 6 7. SMK N 7 8. SMK N 8 9. SMK N 10 10. SMK N 12 Jumlah
Jumlah Siswa 3.049 2.183 1.613 1.353 2.402 2.445 1.929 1.475 1.752 3.031 21.322
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Jumlah Pagu Bopda 5.561.376.000,00 3.981.792.000,00 2.942.112.000,00 2.467.872.000,00 4.381.248.000,00 4.459.680.000,00 3.518.496.000,00 2.690.400.000,00 3.195.648.000,00 5.528.544.000,00 38.727.168.000,00
Sumber: data diolah dari SIPKS Dispendik Surabaya, tahun 2013
memenuhi standart etika dan nilai-nilai moral yang berlaku hasilnya semua telah sesuai dengan peraturan yang berlaku sesuai dengan perwali No. 13 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Bopda dan Perwali No. 19 tahun tentang perubahan Petunjuk Teknis Pengelolaan Bopda. Dilihat dari kejelasaan dan sasaran kebijakan program sekolah yang diambil dan sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi serta standar yang berlaku di sekolah, akan tetapi jika visi dan mini tersebut di korelasikan dengan visi dan mini Dinas Pendidikan Kota Surabaya (Menuju Surabaya Menjadi Barometer Pendidikan Nasional) hasilnya menunjukkan belum maksimal karena belum terjadi penye-lerasan, akan tetapi proses sosialisasi visi tersebut telah berjalan dengan baik melalui seminar dan pertemuan yang melibatkan seluruh stakeholder (Perguruan Tinggi, Tokoh Masyarakat, praktisi, pemerhati pendidikan, kepala sekolah, dll). Temuan penelitian yang menarik di SMKN 1 dan SMKN 7 bahwa di tempat tersebut telah membuat kebijakan 70
untuk menjadi sekolah yang mampu mensuppot dan sumberdaya di dunia industri. Program kerja sekolah telah ditetapkan dari perolehan anggaran dana Bopda telah sesuai dengan visi, misi dan program kerja yang ditetapkan sekolah. Akan tetapi ketika dikaitkan dengan visi dan misi dari dinas pendidikan secara khusus belum terakamodir secara baik karena visi dan misi Dinas Pendidikan Kota Surabaya masih sangat abstrak. Meskipun visi dan misi dinas masih sangat abstrak keseriusan untuk mewujudkan sangat tinggi terbukti dengan membuat kebijakan wajib belajar 12 (dua belas) tahun. Hal tersebut ditunjukkan dengan keseriusannya dengan memberikan bantuan Bopda yang dapat meringankan masyarakat kota Surabaya. Untuk indikator mekanisme yang menjamin standar hasilnya menunjukkan bahwa telah terpenuhi dengan konsekensi mekanisme pertanggung jawaban jika standart tersebut tidak dipenuhi hasilnya sudah memenuhi standar dan di internal dikontrol oleh tim ISO Manajemen dan ISO Lingkungan serta Kepala Sekolah. Kontrol
Supriyanto & Nuansa R , Analisis Akuntabilitas dan Transparansi BOPDA SMKN di Kota Surabaya
eksternal dilalukan oleh dinas pendidikan dengan menggunakan sistem informasi pengelolaan keuangan sekolah (SIPKS). Indikator tentang konsistensi dan kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun perioritas dalam pelaksanaan hasilnya menunjukkan sebagian besar telah sesuai dengan target operasionalnya. Sehingga dapat di simpulkan bahwa akuntabilitas pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan dapat disimpulkan telah berjalan dengan baik karena telah melibatkan seluruh stakeholder dalam penentuan program kerja sekolah sesuai dengan dana anggaran Bopda Kota Surabaya dan program kerja sekolah sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk indikator kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil dan kesesuaian visi dan misi sekolah dan visi, misi, sasaran dan tujuan dinas pendidikan Kota Surabaya belum menunjukkan keselarasan dengan program kerja yang telah dibuat oleh sekolah, dikarenakan dinas pendidikan belum membahas secara khusus tentang penselaraan program kerja dinas dan program kerja sekolah. Tahap Sosialisasi Kebijakan Berkaitan dengan indikator penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan/ kebijakan sekolah, melalui massa, maupun media komunikasi personal, website sekolah hasilnya menunjukkan bahwa setiap sekolah SMKN telah memiliki website sebagai sarana sekolah untuk menyampaikan perkembangan sekolah termasuk kebijakan sekolah, akan tetapi untuk update data dan informasi untuk masing-masing sekolah masih belum terupdate dengan baik terbukti yang terjadi di SMKN 4, SMKN 2 karena masih diketemukan data yang tidak ter-update seperti jumlah siswa pada tahun pelajaran 2013/2014. Ketika kami konfimasikan dengan manajemen sekolah SMKN 4 dan SMKN 2
disebabkan terjadi pergantian pengelola website dan akun. Penyebarluasan informasi di SMKN7 sedikit berbeda di bandingkan SMKN yang lain, keberadaan website penggunaanya belumlah maksimal dikarenakan kebanyakan informasi disampaikan oleh manajemen sekolah melalui facebook dengan alasan bahwa siswa maupun guru dan komite sekolah dapat mengetahui informasi lebih cepat karena memanfaatkan smartphone mobile dan hampir semua memiliki termasuk informasi tentang lowongan pekerjaan. Selain itu menggu-nakan media cetak yang berkaitan dengan kegiatan yang berskala besar. Untuk penyebaran informasi mengenai kebijakan dan keputusan dinas pendidikan disebarkan melalui website dinas pendidikan dispendik.surabaya.go.id/ yang telah terintegrasi dengan website kota surabaya www.surabaya.go.id/. Selain itu melalui media massa dan dengan pendapat radio suara surabaya. Bahwa untuk indikator penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan/ kebijakan sekolah, melalui massa, maupun media komunikasi personal, website sudah berjalan dengan baik meskipun beberapa sekolah pemanfaatanya belum maksimal karena tidak ter-update informasi-nya dan sebagian telah memanfaatkan sosial media untuk menyampaikan informasi seperti facebook. Berkaitan dengan indikator akurat dan lengkap informasi yang diberikan dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program yang dikerjakan pihak sekolah dan dinas dari hasil wawancara dan pengamatan terhadap sekolah–sekolah SMKN tersebut hasilnya menunjukkan bahwa sudah sesuai akurat dan lengkap. Selanjutnya untuk indikator tentang kesediaan sekolah dalam memberikan peluang masyarakat, komite sekolah dan wali murid untuk mendapatkan informasi atas suatu 71
GOVERNANCE Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol.5, No.1, April 2014
keputusan sekolah yang diambil manajemen sekolah untuk hasilnya menunjukkan terjadi kesamaan yaitu telah dilakukan sosialisasi oleh manajemen sekolah dengan mengundang seluruh wali murid, komite, guru minimal pada saat awal tahun pelajaran untuk menyampaikan program kerja sekolah termasuk masalah pembiayaan dengan dana anggaran bopda sehingga hasilnya dapat diketahui oleh semuanya. Sedangkan Dinas Pendidikan Kota Surabaya juga memberikan peluang dan kesempatan kepada masyarakat, kalangan akademisi (peneliti) dan dewan (DPRD) untuk mengetahui informasi dan kebijakan yang dibuat oleh dinas terutama menyangkut masalah akuntabilitas pelaksanaan bopda sendiri. Berikutnya untuk indikator tentang akurat dan lengkap informasi yang diberikan dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program yang dikerjakan pihak sekolah telah sesuai baik di sekokah mapun di dinas pendidikan dengan membuka seluas-luasnya kesempatan kepada masyarakat untuk mengentahui kebijakan dan program kerja sekolah dana dinas. Selanjutnya untuk indikator tersedianya sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah dan sekolah dalam melaksanakan akuntabilitas penggunaan dana bopda hasilnya bahwa seperti penjelasan di atas menunjukkkan sudah tersedia e-bugeting yang dikenal dengan sistem informasi pengelolaan keuangan sekolah (SIPKS) yang telah berlaku sejak tahun anggaran 2013. Meskipun pelaksanaannya diakui oleh dinas bahwa software tersebut masih ada kelemahan yaitu berkaitan dengan kendala bagi sekolah-sekolah untuk memasukkan dan meng-input data siswa baru di tengah tahun ajaran baru padahal penerimaan siswa berada di bulan juli sedangkan program anggaran yang dimulai bulan januari, konsekunsinya bahwa jumlah siswa yang diajukan penerima 72
dana bopda mengalami selisih, hal ini sebabkan jumlah siswa yang lulus dan yang diterima tidak selalu sama khususnya untuk sekolah menengah swasta. Akibatnya dana bopda bisa tidak sama bahkan bisa kurang karena harus menunggu penyesuaian tahun anggaran baru (bulan Januari) untuk diusulkan kembali. Dari beberapa indikator tentang tahap sosialisasi kebijakan sekolah sudah berjalan dengan baik melalui website dan sosial media (facebook), meskipun beritanya masih ketemukan belum ter-update dengan baik, tetapi secara umum sudah berjalan. Sedangkan untuk keterbukaan dalam memberikan peluang masyarakat, komite dan wali murid baik sekolah dan dinas menunjukkan sudah berjalan sangat baik. Selain itu untuk indikator penyediaan sistem informasi manajemen monitoring telah tersedia e-bugeting dengan istilah “Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Sekolah (SIPKS)” Transparansi Pelaksanaan BOPDA Berdasarakan dengan Peraturan Walikota Surabaya No. 13 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Bopda dicairkan setiap tri wulan sekali selama satu tahun anggaran. Pihak sekolah SMKN hampir semuanya menunjukkan bahwa telah terpenuhi sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses pelayanan dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Sedangkan sistem penjamin keterbukaan dan transparansi tersebut dari dalam internal sekolah dijalankan oleh standart ISO Manajemen dan ISO Lingkungan. Untuk pihak internal dijalankan oleh dinas pendidikan dalam bentuk pengawasan melekat dan Inspektorat sebagai instansi yang bertugas mengawasi sesuai dengan undang-undang. Pengawasan eksternal dijalan oleh masyarakat yang
Supriyanto & Nuansa R , Analisis Akuntabilitas dan Transparansi BOPDA SMKN di Kota Surabaya
hasilnya disampaikan kepada instansi yang berwewenang. Berikutnya untuk indikator telah terpenuhi sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses pelayanan dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) dan e-budgeting (SIPKS). Selanjutnya untuk indikator terjaminan mekanisme dan memfasilitasi pertanyaan masyarakat tentang berbagai kebijakan program sekolah hasilnya menunjukkan bahwa sudah ada mekanisme penjamin dalam bentuk kotak saran dan website dan media sosial (facebook) akan tetapi pelaksanaan belum maksimal. Sedangkan untuk dinas pendidikan mekanisme dan memfasilitasi pertanyaan masyarakat tentang berbagai kebijakan program dinas sangat terbuka dalam bentuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait tranparansi penggunaan dana bopda di Kota Surabaya langsung melalui radio suara surabaya sehingga ketika ada talkshow dinas pendidikan sehingga mudahkan dalam mendapatkan respon langsung dari dinas maupun Walikota Kota Surabaya. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk indikator mekanisme dan memfasilitasi pertanyaan masyarakat tentang berbagai kebijakan program sekolah dan dinas sudah berjalan dengan baik melalui kotak saran, website, talk show dan media sosial (facebook). Berikutnya untuk indikator transparasi yang terakhir tentang mekanisme pelaporan informasi sekolah terkait penyimpangan tindakan manajemen sekolah dalam pelaksanaan program sekolah dan dinas. Secara umum sudah ada mekanisme dengan cara melaporkan penyimpangan tersebut kepada kepala sekolah melalui surat maupun telephone seperti yang terjadi di SMKN 1 telah ada penyimpangan yang diketemukan oleh Internal ISO dan akhirnya diberikan
sanksi teguran lisan maupun tulis. Sedangkan pada dinas pendidikan untuk mekanisme pelaporan sangat besar perhatian publik terutama bagi anggota DPRD Kota Surabaya sebagai lembaga yang bertugas mengawasi penggunaan anggaran pendidikan, ini dibuktikan dengan komisi B sebagai patner dinas pendidikan sangat menyoroti alokasi anggaran pendidikan. Jadi kesimpulnnya bahwa untuk transparansi pelaksanan bopda SMKN dan dinas pendidikan sudah berjalan dengan baik diukur dari tiga indikator tersebut akan tetapi masih perlu ditingkatkan untuk lebih baik kedepannya yang akhirnya harapannya visi dinas pendidikan akan segera terwujud untuk menjadikan surabaya menjadi baromater pendidikan nasional. Faktor Penghambat dan Pendukung Akuntabilitas dan Transparansi BOPDA Faktor Pengambat Berdasarkan hasil analisis yang ada yang menjadi faktor pengambat akuntabilitas dan transparansi Bopda SMKN di Kota Surabaya hasilnya menunjukkan bahwa semuanya hampir sama yaitu: 1. Terkendala pada pencairan dana tidak tepat waktu, sehingga sekolah harus mencari dana talangan, dengan mengajukan pinjaman kepada pihak lain (seperti koperasi dan bank) agar pelaksanaan program kerja sekolah dapat berjalan sesuai dengan target; 2. Dalam hal penggelolaan anggaran sekolah mengalami keterbatasan sumber daya karena tugas tersebut dibebankan kepada guru padahal tugas pokoknya mengajar, hal ini menyulitkan ketika dalam menyusun laporan keuangan; 3. Dalam program sistem informasi pengelolaan keuangan sekolah mengalami kendala sekolah tidak bisa menambah jumlah siswanya padahal jumlah yang diajukan 73
GOVERNANCE Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol.5, No.1, April 2014
Gambar 1. Main Service Sistem Pengelolaan Keuangan Sekolah
dengan siswa yang diterima pada tahun ajaran baru tidak sama; 4. Dalam program sekolah tersebut ada jenis barang yang tidak ada dalam daftar barang padahal barang tersebut sangat dibutuhkan untuk kegiatan praktek apalagi untuk Sistem informasi elektronik untuk melakukan penganggaran, pengendalian dan pelaporan keuangan sekolah dengan penanggung jawab Kepala Sekolah Pengelolaan keuangan melalui model main service sistem pengelolaan keuangan sekolah terdeskripsikan pada gambar 1. PEMBAHASAN Kebijakan sekolah dalam hal pembiayaan bagi sekolah menegah dan kejuruan negeri mengikuti kebijakan yang telah di tentukan pemerintah. Karena karakteristik sekolah negeri merupakan sekolah milik pemerintah. Dalam pembiayaan bagi sekolah negeri baik sekolah menengah dan kejuruan mewajibkan 74
membebaskan biaya bagi masyarakat disertai dengan larangan melakukan pungutan. Meskipun pada pelaksanaannya, penyelenggara pendidikan di tingkat sekolah mengalami kesulitan akibat kebutuhan pendidikan lebih tinggi dari dana yang dialokasikan pemerintah. Sekolah memiliki strategi yang berbeda dalam mendukung pelaksanaan pendidikan di sekolahnya. Ada beberapa aktor di sekolah juga menjalin kerjasama dengan pihak orang tua dan masyarakat. Karena bagaimanapun pendidikan memang milik dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Dalam penggunaan anggaran Bopda sekolah dan dinas pendidikan Kota Surabaya harus mangacu pada kebijakan pemerintah termasuk harus menganut prinsip-prinsip good governance sesuai undang-undang otonomi daerah No. 32 tahun 2004 dengan melibatkan seluruh stakeholder, untuk setiap dana yang berasal APBD harus bisa dipertanggung jawabkan secara akuntabel
Supriyanto & Nuansa R , Analisis Akuntabilitas dan Transparansi BOPDA SMKN di Kota Surabaya
dan transparan. Akuntabilitas pelaksanaan dana Bopda dari dua tahap proses pembuatan kebijakan dan tahap sosialisasi program. Analisis akuntabilitas pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan dapat disimpulkan telah berjalan dengan baik karena telah melibatkan seluruh stakeholder dalam penentuan program kerja sekolah sesuai dengan dana anggaran Bopda Kota Surabaya dan program kerja sekolah sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk indikator kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil dan kesesuaian visi dan misi sekolah dan visi, misi, sasaran dan tujuan dinas pendidikan Kota Surabaya belum menunjukkan keselarasan dengan program kerja yang telah dibuat oleh sekolah, dikarenakan dinas pendidikan belum membahas secara khusus tentang penselaraan program kerja dinas dan program kerja sekolah. Pada tahap sosialisasi kebijakan sekolah sudah berjalan dengan baik melalui website dan sosial media (facebook), meskipun beritanya masih ketemukan belum ter-update dengan baik, tetapi secara umum sudah berjalan. Sedangkan untuk keterbukaan dalam memberikan peluang masyarakat, komite dan wali murid baik sekolah dan dinas menunjukkan sudah berjalan sangat baik. Selain itu untuk indikator penyediaan sistem informasi manajemen monitoring telah tersedia e-bugeting dengan istilah “Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Sekolah (SIPKS)” Analisis transparansi pelaksanan Bopda pada SMKN dan dinas pendidikan sudah berjalan dengan baik diukur dari tiga indikator tersebut akan tetapi masih perlu ditingkatkan untuk lebih baik kedepannya yang pada akhirnya harapannya visi dinas pendidikan akan segera terwujud untuk menjadikan surabaya menjadi baromater pendidikan nasional.
Dalam melaksanaan akuntabilitas dan transparansi Bopda SMKN memiliki faktor penghambat pelaksanaan dan pendukung program. Adapun faktor pengambat dalam melaksanakan akuntabilitas dan transparansi, yaitu: (a) Dana turun tidak tepat waktu dan laporan sangat terbatas; (b) Minimnya sumber daya yang dimiliki sekolah dalam mengelola dana anggaran terkait masalah administrasi; (c) Sipks memiliki keterbatasan dalam menginput data siswa untuk tahun ajaran baru; (d) Fungsi komite sekolah berubah hanya sebagai pengesahan laporan anggaran. Faktor pendukung akuntabi-litas dan transparansi Bopda meliputi: (a) Tersedianya sipks dengan menyiapkan laporan langsung yang dapat meringankan manajemen sekolah dalam melaksanakan program sekolah yang diajukan melalui RAPBS. Sistem dikembangkan dari keberhasilan kota surabaya dalam melaksanakan e-bugeting, sehingga muncul gagasan untuk membuat SIPKS tersebut. SIPKS tersebut telah terintergrasi dengan e-bugeting Kota Surabaya; (b) Pada tahap pembuatan keputusan dan sosialisasi kebijakan sekolah terlah berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil temuan menunjukkan bahwa penelitian ini mendukung temuan penelitian yang dilakukan oleh erwantosi (2010) akan tetapi tidak sepenuhnya mendukung karena pada kenyataan akuntabilitas dan transparansi bopda SMKN di Kota Surabaya sudah berjalan dengan baik karena di dukung sistem informasi pengelolaan. Dengan Sistem informasi pengelolaan yang berbasis website akan memudahkan bagi masyarakat yang diwakili oleh anggota dewan (DPRD) dalam mengontrol penggunaan dana masyarakat dan pemerintah kota melalui dinas pendidikan dalam mengawasi dan pertangung jawaban. Hasil tersebut jika dihubungkan dengan konsep good governance tentang keterlibatan aktor dalam proses pembuatan keputusan seharusnya harus 75
GOVERNANCE Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol.5, No.1, April 2014
melibatkan seluruh stakeholder temasuk komite sekolah didalamnya. Berdasarkan temuan ini fungsi komite sebagai pathnership sekolah keterlibatanya sangat terbatas hanya penanda tangannan laporan pertanggung jawaban karena sekolah beranggapan bahwa dana bopda tersebut berasal dari dinas maka komite dianggap tidak lagi memiliki fungsi seperti undang-undang. Selain itu dalam konsep good governance tersebut partisipasi merupakan syarat dalam mewujudkan tata kelola sekolah sehingga mampu mewujudkan visi dan misi dinas pendidikan Kota Surabaya “Menjadi Barometer Pendidikan Nasional”. Dengan munculnya Perwali No. 13 dan 19 tahun 2012 telah membatasi sekolah untuk tidak menarik sumbangan dari orang tua murid, justru membebeni sekolah dalam mewujudkan program sekolah. Sehingga sekolah tidak berani melanggar ketentuan tersebut pada akhirnya peran dan partisipasi komite dan orang tua semakin terbatas, padahal hakekatnya tanggung jawab dan keberhasilan pendidikan tidak hanya pemeritah dan sekolah akan tetapi harus melibatkan seluruh stakehoder termasuk orang tua dan komite sekolah. PENUTUP Kesimpulan penelitian ini tentang analisis akuntabilitas dan transparansi Bopda SMKN di Kota Surabaya sebagai berikut : a. Pelaksanaan akuntabilitas pada tahap pembuatan kebijakan dan tahap sosialisasi kebijakan telah berjalan dengan baik dengan menerapkanya konsep e-budgeting dengan software sipks; b. Pelaksanan transparansi Bopda di SMKN dan dinas pendidikan sudah berjalan dengan baik diukur dari tiga indikator tersebut akan tetapi masih perlu ditingkatkan. c. Faktor pengambat pelaksanaan akuntabilitas dan transparansi Bopda SMK 76
sebagai berikut : a. Dana turun tidak tepat waktu dan laporan sangat terbatas; b. Minimnya SDM dalam mengelola dana anggaran terkait masalah administrasi c. sipks memiliki keterbatasan dalam menginput data siswa untuk tahun ajaran baru d. Fungsi komite sekolah berubah hanya sebagai pengesahan laporan anggaran, sedangkan faktor pendukung dengan tersedianya Sipks dengan menyiapkan lapoaran langsung yang dapat meringankan manajemen sekolah dalam melaksanakan program sekolah yang diajukan melalui RAPBS. Sistem dikembangkan dari keberhasilan kota surabaya dalam melaksanakan e-bugeting, sehingga muncul gagasan untuk membuat SIPKS tersebut. SIPKS tersebut telah terintergrasi dengan e-bugeting Kota Surabaya. Rekomendasi a) Dalam menyusun program kerja sekolah SMKN harus mengacu pada visi dan misi sekolah dengan mendengarkan masukan dari seluruh stakeholder dan harus memiliki ukuran yang jelas sesuai dengan standart kinerja yaitu input, output dan outcome sehingga program kerja sekolah lebih kongkrit dan mudah untuk diwujudkan; b) Perlu mensinkronkan visi, misi dan tujuan dinas pendidikan dengan visi dan misi sekolah dalam kualitas pendidikan di Kota Surabaya. c). Untuk memaksimalkan akuntabilitas dan transpransi bopda di SMKN Kota Surabaya manfaat website dalam mengkomunikasikan program kerja sekolah, prestasi sekolah dan berita sekolah. Selain itu dengan cara mengupdate informasinya dampaknya meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat terhadap sekolah dalam mengelola anggaran; d). Bagi SMKN yang memiliki keterbatasan SDM sebaiknya mengajukan tenaga kontrak/honorer kepada Pemkot
Supriyanto & Nuansa R , Analisis Akuntabilitas dan Transparansi BOPDA SMKN di Kota Surabaya
Surabaya sehingga proses pelaksanaan akuntabilitas dan transparansi lebih berjalan dengan baik; e). Sebaiknya turunnya dana anggaran bopda tepat waktu sehingga program sekolah lebih maksimal; f Sipks harus terus dikembangkan sehingga dapat memudahkan sekolah dalam menyusun
DAFTAR PUSTAKA Buku Teks Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Asian Development Bank, (1999), Governance : Sound Development Management Bovens, M. 2005. Public Accountability. In The Oxford Handbook of Public Management; Ferlie E., Lynne L., Pollitt C., Eds.; Oxford University Press: Oxford. Dubnick, Melvin J. 2003. Accountability in the Promise of Performance: In Search of The Mechanisms. Annual Meeting of the American Political Science Association. August 28-31. Philadelphia. Fiske, Edward B, & Drost, J. (Ed.) 1998, Arah Pembangunan Desentralisasi Pengajaran Politik dan Konsensus, Grasindo, Jakarta. Mulgan, R. 2000. "Accountability": an everexpanding concept?; Public Administration, 78 (3) 555-573. Sirozi, M. Ph.D. 2005, Politik Pendidikan Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktik Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta.
laporan pertanggung jawaban (LPj); g). Perlu dilakukan penelitian berikutnya dengan menambahkan variabel partisipasi dan difokuskan pada SMK dan SMA swasta karena berdasarkan temuan ada sekolah swasta yang melakukan penyimpangan.
UNDP. (2000). Tata Pemerintahan Menunjang Pembangunan Manusia Berkelanjutan”, dalam Buletin informasi Program Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia, Skripsi/tesis/Disertasi Erwantosi. (2010). Tesis. Anlisis efektifitas, akuntabilitas dan transparansi BOS pada SMP di Kota Padang, Universitas Andalas. Perundang-undangan : Undang –undang No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah Perda Kota Surabaya No. 16 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Perwali Surabaya No. 13 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Bopda Perwali Surabaya No. 19 Tahun 2012 tentang Perubahan Perwali No. 13 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Bopda Website : http://sipks.dipendik.surabaya.go.id/budgeting
http://www.surabaya.go.id/.
77