Reformasi Birokrasi dalam Pencapaian Good Governance
Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi dewasa ini, perubahan dinamika masyarakat pun terlihat semakin cepat mengalami perubahan. Masyarakat sekarang bukanlah masyarakat yang dulu mengetahui sesuatu hal baru hanya sebatas lewat perbincangan warung kopi atau diskusi yang diperdengarkan melalui radio saja. Perkembangan teknologi telah membawa masyarakat kita pada masyarakat yang dapat memperoleh berbagai informasi dan pengetahuan baru hanya dalam hitungan menit atau bahkan detik. Informasi-informasi inilah yang kemudian baik secara langsung ataupun tidak langsung telah memberikan input dalam perubahan pola pikir kehidupan sosial mereka. Tuntutan masyarakat yang semakin hari semakin bertambah dan beraneka ragam menuntut adanya pelayanan yang lebih baik. Masyarakat pun semakin pandai dalam mengevaluasi kualitas pelayanan publik yang dilakukan para aparatur negara dalam hal ini pegawai negeri sipil. Perubahan dinamika yang terjadi di masyarakat membawa kesadaran tersendiri pada diri mereka akan hak dan kewajibannya. Mereka semakin hari semakin kritis, tidak mau dilayani dengan birokrasi yang bertele-tele dan menuntut adanya efisiensi serta kepastian hukum yang jelas dalam pelayanan yang diberikan oleh para aparatur negara. Pelayanan prima
(Excellent Service) adalah apa yang diinginkan
masyarakat sekarang ini dan pelayanan publik yang diselenggarakan instansi pemerintah diharapkan bisa memenuhinya. Oleh karena itu pegawai negeri sipil dituntut untuk bisa membawa semangat kerja yang lebih baik dan melakukan inovasi dalam peningkatan kualitas birokrasi yang handal, efisien, dan responsif terhadap perkembangan tuntutan masyarakat. Perubahan pola pikir masyarakat yang semakin maju pada akhirnya membawa paradigma baru dalam dunia birokrasi. Cara pandang bahwa aparatur negara sebagai pihak yang dibutuhkan masyarakat sudah
mengalami pergeseran yang signifikan. Aparatur negara dalam hal ini pegawai negeri sipil merupakan abdi negara dan secara totalitas harus mengabdikan semua potensi dirinya untuk melayani negara dan masyarakat sehingga tidak ada lagi istilah “adigang, adigung, dan adiguna” yang melekat dalam tugasnya. Pertama kali dilantik menjadi pegawai negeri sipil, seorang pegawai pasti diambil sumpah atau janjinya sebelum melaksanakan tugas sepenuhnya. Sumpah atau janji harus dipandang sebagai titik awal komitmen sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Pegawai negeri sipil dituntut harus mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat sebelum menuntut haknya kepada negara. Pengabdian merupakan kata kunci yang akan selalu memberikan motivasi dan dorongan dengan kesadaran yang penuh bagi pegawai negeri sipil untuk mendahulukan kewajiban daripada hak dalam situasi apapun. Semangat pengabdian inilah yang pada akhirnya melahirkan kesediaan berkorban untuk negara dan masyarakat. Citra pelayanan di sejumlah lembaga pemerintahan yang terkesan lambat dan berbelit-belit menjadi perhatian khusus dalam penilaian masyarakat terhadap birokrasi yang ada. Oleh karenanya, tuntutan pelayanan publik yang cepat dan inovatif terus diupayakan sebagai salah satu program yang mendorong percepatan reformasi birokrasi. Ketika kita membahas mengenai aparatur negara atau yang lebih identik dengan pegawai negeri sipil, tidak akan terlepas dari satu organisasi yang merupakan wadah bagi persatuan pegawai republik Indonesia yaitu KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia). KORPRI dilambangkan dengan satu lambang yang terdiri dari tiga bagian pokok yaitu Pohon, Rumah / Balairung, dan Sayap. Dalam pelaksanaannya, KORPRI juga mempunyai satu kesatuan janji yang dijadikannya sebagai kode etik organisasi yaitu Panca Prasetya KORPRI. Membahas tentang KORPRI, marilah kita telaah bagaimana KORPRI sebagai organisasi pegawai negeri mempunyai eksistensi dan peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara Republik
Indonesia. Diawali dengan melihat lambang dari KORPRI itu sendiri, gambar pohon didasarkan atas tradisi bangsa Indonesia sebagai lambang kehidupan masyarakat. Disamping sebagai aparatur negara, para pegawai negeri sipil yang terhimpun dalam organisasi KORPRI juga merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri sehingga anggota KORPRI diharapkan bisa bekerja secara profesional dengan dualismenya tersebut dengan mengetahui kedudukan, hak, dan kewajibannya terhadap negara dan masyarakat. Balairung menunjukan adanya demokrasi dalam organisasi tersebut. Tidak hanya dalam organisasi tetapi juga dalam pemerintahan dikarenakan KORPRI itu sendiri merupakan penyelenggara negara. Balairung diartikan sebagai simbol dari demokrasi karena balairung merupakan sebuah bangunan dimana tukar pendapat atau pertemuan ide biasa terjadi di dalamnya ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat di desa-desa. Dalam peningkatan kualitas anggota dan organisasinya, KORPRI akan selalu mengakomodir berbagai ide, pendapat atau masukan yang bersifat positif sebagai wujud dari demokrasi dalam organisasi tersebut. Gambar sayap pada lambang KORPRI didefinisikan sebagai kekuatan, kesanggupan dan perubahan. Perubahan yang dimaksud di sini adalah perubahan dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Dalam arti lain, pegawai negeri sipil sebagai anggota KORPRI dituntut untuk selalu bersikap adaptif dalam menghadapi perubahan pola pikir masyarakat dan responsif terhadap perubahanperubahan tesebut. Sebagai satu bentuk organisasi, KORPRI tentu memiliki satu aturan atau
tata
nilai
yang
dijadikan
pegangan
dalam
eksistensi
dan
penyelenggaraannya seperti halnya organisasi yang lain. Kesatuan aturan atau tata nilai dalam tubuh KORPRI inilah yang kita kenal dengan Panca Prasetya KORPRI. Panca Prasetya KORPRI selanjutnya dijadikan sebagai kode etik dalam tubuh KORPRI itu sendiri. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan kualitas birokrasinya, pegawai negeri sipil diharapkan dapat melihat kembali pada panca prasetya korpri, khususnya
Panca Prasetya yang ketiga. Pada panca prasetya KORPRI yang ketiga akan kita temukan kalimat yang berbunyi “Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan”. Kalimat tersebut bukan hanya sebaris kalimat yang tertulis di dalam satu kesatuan kode etik tetapi merupakan dasar bagi aparatur negara dalam pengabdiannya terhadap bangsa dan negara. Keberadaan KORPRI dan perannya dalam menciptakan dan membentuk aparatur negara yang handal dan berdedikasi tinggi sangatlah penting. Ketika aparatur negara sudah mengerti, sadar, dan menjalankan peran serta fungsinya dengan maksimal maka akan tercipta adanya suatu kualitas kinerja yang sangat baik. Kualitas seorang pegawai bisa dilihat dari capaian hasil kinerjanya dalam bertugas. Pemerintah dalam hal ini pun tidak menutup mata dalam hal kesejahteraan para aparaturnya. Pemerintah sudah mulai menjalankan system remunerasi pada beberapa Kementerian / Lembaga sebagai bentuk apresiasi terhadap peningkatan kinerja yang telah dilakukan melalui reformasi birokrasi. Melalui reformasi birokrasi ini lah pemerintah berusaha keras mewujudkan pelayanan yang prima
terhadap
masyarakat
guna
mewujudkan
terciptanya
Good
Governance pada akhirnya. Reformasi birokrasi yang menuntut keharusan dalam peningkatan kinerja Aparatur negara itu sendiri sebenarnya merupakan realisasi dari janji kelima PNS dalam panca prasetya korpri yaitu menegakkan kejujuran, keadilan, dan disiplin serta meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme. Dalam proses peningkatan pelayanannya kepada masyarakat dan peningkatan kualitas birokrasinya, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Inti pokok dari UndangUndang ASN ini menitikberatkan pada proses peningkatan kinerja dan profesionalisme aparatur sipil negara dalam melakukan tugasnya. Pelayanan publik yang dilakukan pemerintah adalah salah satu tolak ukur utama
dalam
proses
reformasi
birokrasi
karena
dalam
hal
ini
masyarakatlah yang menentukan keberhasilan dari kuaitas layanan tersebut. Pelayanan prima dapat tercapai ketika masyarakat merasa puas dengan pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah tanpa adanya birokrasi yang terkesan lambat atau berbelit-belit. Pelayanan prima inilah yang pada akhirnya bisa mewujudkan terciptanya Good Governance. Masyarakat sangat berpengaruh dalam konsep good governance ini karena masyarakat adalah indikasi yang paling nyata untuk mengetahui apakah suatu negara itu sejahtera atau tidak. Masyarakat berperan sebagai
pengontrol
penyelewengan
dalam
pemerintah
apabila
melaksanakan
terjadi
penyelewengan-
pemerintahannya
sedangkan
pemerintah harus memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan kesejahteraan rakyat. Pada akhirnya kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tidak hanya penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah yang berjuang keras, tetapi semua lapisan aparatur negara juga harus semakin meningkatkan profesionalisme dan semangat pengabdiannya agar amanat yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) bisa diterapkan secara menyeluruh secepat mungkin.