Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Bagian Dari Pengembangan Ekonomi Lokal (Studi Deskriptif Pemberdayaan Petani Belimbing Pada PPK-IPM Hortikultura Belimbing di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok, Jawa Barat)
Ginanjar Rahmat Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari pengembangan ekonomi lokal untuk menangani masalah kemiskinan. Pengembangan ekonomi lokal memerlukan konsep pemberdayaan dalam meningkatkan kesejahteraan target sasarannya yaitu masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi deskriptif. Penelitian ini dilakukan pada Program Pendanaan Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM) hortikultura belimbing Depok. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa program ini telah mencapai keberhasilan dalam meningkatkan pendapatan petani belimbing, akan tetapi kurangnya pelibatan partisipasi dari para petani belimbing telah menyebabkan program ini menjadi tidak berkelanjutan.
Community Empowerment as Part of Local Economic Development (Descriptive Study of Community Empowerment for Starfruit Farmers on PPK-IPM Starfruits Horticulture in Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok, West Java. Abstract This study aims to describe the process of community empowerment as part of local economic development in handling poverty problem. Local economic development requires the concept of empowerment in improving the well-being of its targets which is people. This study using qualitative approach with descriptive type of research study. The research was conducted on Program Pendanaan Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM) starfruit horticulture in Depok. Results of this research shows that this program have achieved successfully in increasing farmers income, but the lack of involvement of the participation among the farmers has led the program becomes unsustainable. Keywords: Poverty, Local Economic Development, Farmers Community Empowerment.
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka tetapi juga ikut memerhatikan aspek sosial, mental, dan segi kehidupan spiritual. (Adi, 2008, h.44) Mereka yang memiliki masalah dalam memenuhi aspek-aspek tersebut akan menyebabkan terjadinya disfungsi sosial yang berdampak pada ketidakmampuan dalam menjalankan peran sesuai dengan status sosial yang dimiliki. Salah satu contoh masalah kesejahteraan yang paling sering dikenal adalah kemiskinan. Sebagai sebuah negara, Indonesia merupakan “kendaraan” yang digunakan oleh warganya untuk mencapai tujuan bersama yaitu kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan sosial. Pengertian tersebut lebih sering disebut sebagai konsep negara kesejahteraan (Welfare State) yang sebenarnya tercantum pada pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.” Sebagai negara yang berlandaskan pada hukum, tentunya tujuan tersebut menjadi dasar yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2012 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan di Indonesia pada mencapai 28,59 juta orang atau 11,66% dari total penduduk negeri ini. Data ini menunjukkan bahwa kesejahteraan belum sepenuhnya dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat. Masih belum tepatnya kebijakan dalam dalam menangani kemiskinan yang dibuat oleh pemerintah bisa jadi sebagai salah satu penyebab kenapa angka kemiskinan di negara ini masih termasuk tinggi. Patrick Geddes yang dikutip oleh Munir dan Fitanto (2007, h.16) menyatakan bahwa pendekatan dalam pembuatan kebijakan yang banyak digunakan saat ini hanya bertumpu pada Place (fisik) dari tiga variabel induk Folk (Sosial), Place (Fisik), dan Work (Ekonomi). Para pembuat kebijakan berasumsi dengan pengembangan Place maka dengan otomatis Folk dan Work juga akan ikut berkembang. Namun asumsi tersebut pada kenyataannya tidak dapat terbentuk karena pelaksanaannya dilapangan membutuhkan bantuan kontribusi dari bidang sosial dan ekonomi untuk mengisi fisik yang telah disediakan. Pendekatan pengembangan ekonomi lokal diharapkan bisa digunakan sebagai jalan keluar dalam menjawab masalah ini karena pada hakekatnya pengembangan ekonomi lokal merupakan proses kemitraan antara pemerintah daerah dengan para stakeholders termasuk
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
sektor swasta dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia maupun kelembagaan secara lebih baik melalui pola kemitraan dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi daerah dan menciptakan pekerjaan baru. Menurut Blakely and Bradshaw (1989) pengembangan ekonomi lokal adalah proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut. Munir dan Fitanto (2007, h.22) menjelaskan bahwa fokus pendekatan dan alat yang digunakan mengarah pada pendekatan yang holistic guna membangun lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi, mengutamakan jaringan kemitraan antar pelaku bisnis dan pemangku kepentingan pembangunan, pengembangan klaster bisnis guna membentuk daya saing kegiatan ekonomi, serta pengembangan sumber daya manusia. Blakely (1989) mengatakan bahwa ciri utama pengembangan ekonomi adalah pada titik beratnya pada kebijakan “endogenous development” yang mendayagunakan potensi sumber daya manusia, institutional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi. Diperlukan kerjasama yang baik diantara para stakeholders untuk memaksimalkan potensi sumber daya yang ada, oleh karena itu dibutuhkanlah peran pemberdayaan dalam melakukan pengembangan ekonomi lokal. Jamasy (2004) mengemukakan bahwa konsekuensi dan tanggungjawab utama dalam program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan adalah masyarakat berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan. Setiap komponen masyarakat selalu memiliki kemampuan atau yang disebut potensi. Keutuhan potensi ini akan dapat dilihat apabila di antara mereka mengintegrasikan diri dan bekerja sama untuk dapat berdaya dan mandiri. Depok sebagai salah satu kota besar di Indonesia memiliki potensi ekonomi tinggi karena berbatasan langsung dengan Jakarta yang tidak hanya sebagai pusat pemerintahan tetapi juga sebagai pusat bisnis dan keuangan dengan penduduknya yang berjumlah 9.607.787 jiwa pada tahun 2010 (BPS). Depok yang merupakan wilayah penyangga ibu kota negara diarahkan sebagai tempat pemukiman, pendidikan, pusat pelayanan perdagangan dan jasa, pariwisata serta kota resapan air. Ikon Kota Depok adalah belimbing (Averrhoa carambola), dengan jenis unggulannya yaitu Belimbing Dewa. Belimbing Dewa sebagai maskot buah dari Kota Depok merupakan buah unggulan yang telah menjadi buah kebanggan Kota Depok. Belimbing Dewa merupakan Belimbing dengan kualitas terbaik dengan keunggulannya pada warna, rasa dan berat dari buah.
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
Kelebihan ikon Kota Depok ini dilengkapi dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat saat ini untuk mengonsumsi buah-buahan dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi mereka. Potensi buah-buahan dalam bidang ekonomi bisa dibuktikan dengan kontribusi buahbuahan sebagai produk yang paling memberikan kontribusi tertinggi pada Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura Nasional. Pada tabel I.1 digambarkan bahwa komoditas buahbuahan merupakan komoditas yang memberikan kontribusi paling tinggi pada PDB Hortikultura di tahun 2003 hingga 2006. Tabel Error! No text of specified style in document.. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Nasional Tahun 2007 – 2009 PDB 2007 Komoditas
Nilai
PDB 2008 %
(Milyar Rp)
Nilai (Milyar Rp)
PDB 2009 %
Nilai (Milyar Rp)
%
Buah-buahan
42.362
55,16 47.060
55,89 48.437
54,84
Sayuran
25.587
33,31 28.205
33,50 30.506
34,53
Tanaman Hias
4.741
6,17
5.058
6,04
5.494
6,22
Biofarmaka
4.105
5,36
3.583
4,57
3.897
4,41
Total
76.795
100
84.203
100
88.334
100
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2008) Pada tahun 2010 Pemerintah Kota Depok memiliki tema pembangunan: “Mewujudkan Masyarakat Sejahtera Melalui Pemberdayaan Ekonomi Lokal”. Hal tersebut membuktikan bahwa Pemerintah Kota depok berupaya untuk membuat buah Belimbing tidak hanya sebagai ikon Kota Depok saja, tetapi juga sebagai potensi lokal yang dapat berguna secara ekonomi bagi masyarakat depok. Pada perubahan Anggaran Pembelanjaan Daerah (APBD) Depok tahun 2011, program pengembangan ekonomi lokal dan industri kreatif juga menjadi program dengan prioritas pertama dalam Kota Depok. Hal ini menjadikan pemberdayaan petani belimbing yang dilakukan oleh pemerintah Kota Depok mendapatkan kesempatan yang lebih besar dalam mewujudkan kesejahteraan. Salah satu upaya tersebut dapat dilihat pada partisipasi Pemerintah Kota Depok dalam Program Pendanaan Kompetisi Akselarasi Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (PPKIPM). PPK-IPM merupakan program Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang memberikan pendanaan pada program pemerintah tingkat kota atau kabupaten. Pemerintah Kota Depok merupakan salah satu partisipan program ini dengan salah satu programnya bertujuan untuk
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
meningkatkan pendapatan petani belimbing. Satuan Pelaksana (Satlak) PPK-IPM merupakan tim khusus yang dibentuk didalam Pemerintah Kota Depok untuk merancang dan melaksanakan program ini. Dalam teorinya Satlak PPK-IPM Depok memiliki peluang besar dalam menyukseskan program ini karena dua hal yaitu lokasi daerah yang strategis serta potensi lokal unggulan. Depok memiliki potensi pemasaran yang strategis karena berdekatan dengan kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor, dan Tanggerang selain itu potensi buah belimbing yang ada di Depok juga memiliki kualitas yang sudah mencapai tingkat internasional. Buah belimbing yang berasal dari Kota Depok lebih unggul dibandingkan belimbing dari daerah lain karena pengaruh geografis kota Depok. Dengan memanfaatkan peluang tersebut, Satlak PPK-IPM memiliki kesempatan yang sangat baik untuk mencapai peningkatan kesejahteraan warga Depok, khusunya untuk para petani belimbing. Program ini memiliki peluang untuk memberikan bantuan kepada para petani belimbing agar bisa mandiri dalam mengembangkan potensi lokal unggulan daerah. Penelitian ini akan memfokuskan pada proses pemberdayaan yang dilakukan pada PPK-IPM hortikultura belimbing Depok di Kelurahan Pasir Putih yang merupakan daerah utama pelaksanaan program ini. Daerah Pasir Putih dianggap sebagai daerah utama dari pelaksanaan program ini karena daerah ini terpilih sebagai tempat dibangunnya koperasi belimbing dan pabrik pengolahan belimbing.
Tinjauan Teoritis Kesejahteraan dalam arti yang luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi juga ikut memerhatikan aspek sosial, mental, dan aspek kehidupan spiritual. (Adi, 2013, h.34). Dalam Undang-undang Kesejahteraan Sosial nomor 11 tahun 2009 (pasal 5 ayat 1) dijelaskan mengenai penyelenggaraan kesejahteraan sosial diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial. Dalam Undangundang tersebut, dijelaskan bahwa salah satu kriteria masalah sosial adalah kemiskinan. Chambers (1983) dalam Prijono dan Pranarka (1996, h.64) menganalisis penyebab kemiskinan sebagai suatu kompleksitas serta hubungan sebab-akibat yang saling berkaitan
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
dari ketidakberdayaan (powerlessness), kerapuhan (vulnerability), kelemahan fisik (physical weakness), kemiskinan (poverty), dan keterasingan (isolation). Coudouel (2002) mendefinisikan kemiskinan sebagai kurangnya kesejahteraan seseorang dikarenakan masalah yang multidimensional. Masalah kemiskinan pada dasarnya bukan saja berurusan dengan persoalan ekonomi semata, tetapi bersifat multidimensional yang dalam kenyataannya juga berurusan dengan persoalan-persoalan non ekonomi (sosial, budaya, politik). Karena sifat multidimensional tersebut, maka kemiskinan tidak hanya berurusan dengan kesejahteraan materi (material well-being), tetapi juga berurusan dengan kesejahteraan sosial (social-well-being) (Sumodiningrat, 1999, h.45). Jika dilihat, dari berbagai bentuk upaya penanggulangan kemiskinan yang ada, salah satu upaya penanggulangan kemiskinan adalah melalui strategi pemberdayaan yang merupakan paradigma baru dalam penanggulangan kemiskinan dengan sasaran kelompok masyarakat, sebagai pelaku utama dalam pemberdayaan (Sumodiningrat, 2009, h.48). Upaya pemberdayaan tersebut dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, maupun kelompok yang peduli dengan masyarakat miskin. Pengembangan ekonomi lokal memiliki enam unsur komponen yang disebut dengan Heksagonal PEL (Stamer, 2004) Terdapat enam segitiga yang secara keseluruhan membentuk heksagonal yang berfungsi untuk mengorganisasikan konsep utama dan instrumen PEL. Heksagonal berfungsi untuk memahami kompleksitas PEL. Heksagonal PEL terdiri dari: 1.
Kelompok sasaran PEL
2.
Faktor Lokasi
3.
Kesinergian dan fokus kebijakan
4.
Pembangunan berkelanjutan
5.
Tata kepemerintahan
6.
Proses manajemen Segitiga pertama dan kedua yaitu kelompok sasaran PEL dan faktor lokasi merupakan
instrumen kunci dari PEL. Segitiga ketiga dan keempat yaitu keterkaitan dan fokus kebijakan, dan pembangunan yang berkelanjutan merupakan faktor inovatif yang akan memperluas cakupan PEL. Faktor kelima dan keenam merupakan isu penting yang terjadi dalam proses penerapan PEL. Menurut Blakely (1989) yang dikutip oleh Munir dan Fitanto (2007, h.19), ciri utama pengembangan ekonomi lokal ada pada titik beratnya pada kebijakan “endogenous development” mendayagunakan potensi sumber daya manusia, institutional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi. Menurut Arsyad (1999) model Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) yang partisipatif diharapkan merupakan pendekatan yang tepat dan realistis bagi pengembangan ekonomi lokal untuk mengatasi masalah kemiskinan. Cluster industri sering disebut sebagai mesin dari pengembangan ekonomi lokal. Suatu cluster mempunyai tiga dimensi yang menyangkut: produsen pengekspor, pemasok dan perantara, dan institusi dasar yang memberikan inputs, seperti ide, inovasi, modal dan prasarana. Cluster industri dimaksudkan sebagai lokomotif untuk mendorong perkembangan sistem industri di daerahnya melalui fokus pada dukungan terhadap jenis-jenis industri setempat yang potensial sebagai basis ekspor ke luar daerah. Jamasy (2004) mengemukakan bahwa konsekuensi dan tanggungjawab utama dalam program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan adalah masyarakat berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan. Secara konseptual, pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata power yang berarti kekuatan atau kekuasaan. Menurut Ife (2008, h.71), pengertian kekuatan atau kekuasaan tidak hanya sebatas pada kekuasaan politik. Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan
intelektual
dan
komitmen
bersama
dalam
menerapkan
prinsip-prinsip
pemberdayaan. Kemampuan berdaya mempunyai arti yang sama dengan kemandirian masyarakat. Salah satu cara untuk meraihnya adalah dengan membuka kesempatan bagi seluruh komponen masyarakat dalam tahapan program pembangunan. Setiap komponen masyarakat selalu memiliki kemampuan atau yang disebut potensi. Keutuhan potensi ini akan dapat dilihat apabila di antara mereka mengintegrasikan diri dan bekerja sama untuk dapat berdaya dan mandiri. Chambers
(1995)
menyebutkan
bahwa
konsep
pemberdayaan
masyarakat
mencerminkan paradigma baru pembangunan karena bersifat people-centered, participatory, empowering, dan sustainable. Payne yang dikutip oleh Adi (2007, h.78) mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan pada intinya ditujukan untuk: “Membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Dalam proses pemberdayaan, partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting, di mana masyarakat merupakan aktor utama dalam program pemberdayaan masyarakat, terutama masyarakat miskin sebagai primary disadvantaged people, seperti yang dijelaskan di atas, yang merupakan sasaran utama program pemberdayaan. Menurut Wrihatnolo (2007, h.3), Pemberdayaan sebagai proses tidak hanya menyangkut penguatan terhadap anggota
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
masyarakat saja, tapi juga pranatanya agar lebih memungkinkan bagi setiap warganya untuk mengakses sumber-sumber yang ada. Menurut Adi (2013, h.231), partisipasi dalam pemberdayaan masyarakat didefinisikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Tahapan dalam pengembangan masyarakat pada dasarnya sejalan dengan tahapan dalam intervensi sosial, di mana tahapan tersebut bersifat siklus yaitu agen perubah dimungkinkan untuk kembali ke tahap sebelumnya apabila terdapat perubahan atau masukan baru yang dapat menyempurnakan program pemberdayaan. Tahapan dalam pengembangan masyarakat secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut (Adi, 2013, h.179-188): 1.
Tahapan Persiapan Dalam tahap ini setidaknya meliputi (a) tahap penyiapan petugas, diperlukan untuk
menyamakan persepsi antar anggota agen perubah (change agent) mengenai pendekatan apa yang akan dipilih dalam melakukan pemberdayaan masyarakat. (b) tahap penyiapan lapangan. 2.
Tahap Assessment. Proses
Asssessment
merupakan
tahapan
yang
krusial
dilakukan
dengan
mengindentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan) dan juga sumber daya yang dimiliki klien. 3.
Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan. Dalam proses ini petugas bertindak sebagai fasilitator yang membantu masyarakat
berdiskusi dan memikirkan program dan kegiatan apa saja yang tepat dilaksanakan. 4.
Tahap pemformulasian rencana aksi Pada tahap ini agen perubah (community worker) membantu masyarakat untuk
memformulasikan gagasan mereka dalam bentuk tertulis. 5.
Tahap pelaksanaan (Implementasi) program Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari sesuatu yang telah direncanakan dengan
baik akan melenceng dalam pelaksanaan dilapangan bila tidak ada kerjasama antara petugas dengan warga masyarakat, ataupun kerjasama antarwarga. 6.
Tahap evaluasi proses dan hasil perubahan. Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang
sedang berjalan pada pengembangan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga.
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
7.
Tahap terminasi. Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas
sasaran. Harapannya adalah masyarakat telah mampu mandiri.
Metode Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan tahapan pemberdayaan sebagai bagian dari pengembangan ekonomi lokal berbasis potensi lokal di Kota Depok. Pendekatan kualitatif dipilih dalam penelitian ini karena peneliti bermaksud untuk memahami fenomena sosial yang dialami oleh subjek penelitian, dalam hal ini adalah masyarakat yang menjadi target sasaran dari pemberdayaan ini. Menurut Alston dan Bowles (1998, h.7-9) penelitian kualitatif lebih kepada untuk memahami bagaimana pengalaman hidup orang lain, menginterpretasi makna dan fenomena sosial, serta menjelajahi konsep dan mengembangkan teori baru. Bogdan dan Taylor (1975, h.5) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Secara umum unit populasi pada penelitian ini adalah Pemerintah Kota Depok sebagai pihak yang melaksanakan kegiatan pemberdayaan usaha buah Belimbing, secara khususnya daerah yang diteliti adalah di wilayah Kelurahan Pasir Putih. Dari sejumlah populasi tersebut kemudian ditentukan sejumlah informan penelitian sebagai pedoman untuk mencari informan. Burgess (1984, h.56) menyebutkan bahwa theoritical sampling melibatkan peneliti dalam mengelompokkan pengamatan dengan pandangan untuk menyampaikan, memodifikasi, mengembangkan dan verifikasi teori. Minichiello (1995, h.161-163) menambahkan bahwa tujuannya adalah untuk mengidentifikasi keseluruhan jarak kemungkinan yang akan dibuktikan relevan secara teoritis untuk mengembangkan data. Ada dua kriteria informan yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi dalam penelitian ini. Pemilihan informan tersebut didasarkan dengan kriterian yang telah ditentukan. Berdasarkan kriteria yang ada maka informan tersebut maka bisa ditentukan informan yang sesuai untuk penelitian ini seperti yang terlihat pada kerangka informan pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Kerangka Informan Informasi yang ingin dicari
Informan
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
Jumlah
2) Program pengembangan ekonomi Pemerintah Kota lokal di Depok
Depok
3) Tahapan pemberdayaan yang
Depok
4) Proses pemberdayaan yang
Badan Penyuluh
dilakukan dalam program program
1
Depok Dinas Pertanian Kota
dilakukan dalam program
5) Pelaksanaan kegiatan dalam
Sekretaris Daerah Kota
1 1
Pertanian Kota Depok Petani Belimbing
6) Hasil dari pelaksanaan program 7) Dampak program pada penerima
Pengurus Gapoktan
2
Anggota Gapoktan
2
Pengurus Puskop
1
bantuan 8) Kondisi penerima bantuan pasca pelaksanaan program 1) Partisipasi dalam program
Tokoh masyarakat Pasir Putih
2
2) Pandangan terhadap program TOTAL
10
Sumber: Olahan sendiri
Karena menggunakan data kualitatif, maka jenis sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling atau non-random sampling. Adapun jenis pemilihan informan yang digunakan adalah snowball sampling. Dalam penelitian ini yang menjadi Key Person adalah mantan pegawai Dinas Pertanian Kota Depok di bidang Hortikultura yang merupakan pihak yang paling sering disebut oleh pemerintah depok dalam kaitannya dengan pemberdayaan petani belimbing depok karena jasanya sebagai salah satu penyusun program pemberdayaan untuk petani belimbing depok ketika masih bekerja di Dinas Pertanian Kota Depok. Keterbatasan Penelitian yang didapatkan saat melakukan penelitian ini adalah dokumen-dokumen yang seharusnya bisa digunakan sebagai panduan untuk penelitian dari pemerintah ternyata sudah hilang ketika proses program masih berlangsung karena sempat adanya pemindahan kantor pelaksana program yang menyebabkan adanya beberapa dokumen penting yang tidak tersimpan. Informan yang dianggap penting untuk penelitian ini juga ada yang tidak dapat di wawancara karena berbagai alasan seperti sibuk bekerja, menolak untuk diwawancara atau ada juga yang sudah tidak dapat dihubungi.
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
Untuk meningkatkan kualitas penelitian digunakan teknik triangulasi. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dengan menanyakan pertanyaan yang sama pada orang yang berbeda. Sumber informasi dari pelaksana program akan dibandingkan dengan informasi yang diberikan oleh penerima program untuk kemudian di analisis dan dibentuk dalam satu data kesimpulan. Karena program pada penelitian ini telah selesai dilaksanakan maka triangulasi metode seperti observasi serta analisis dokumen program dilakukan untuk memperkuat data yang didapatkan dari hasil wawancara.
Hasil Penelitian PPK-IPM merupakan program dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang bertujuan untuk meningkatkan pencapaian kesejahteraan masyarakat jawa barat. Peningkatan ini diperlukan sebagai persiapan dalam menghadapi dampak globalisasi di Indonesia. Program ini memberikan pendanaan bagi kabupaten atau kota yang mengajukan proposal dengan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan salah satu dari tiga indikator pencapaian target IPM. Salah satu program yang mendapatkan pendanaan dari PPK-IPM adalah program pengembangan petani belimbing di Kota Depok atau yang kemudian disebut sebagai PPKIPM hortikultura belimbing Depok. Tahapan-tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1.
Tahap Pengkajian dan Perencanaan Studi analisis dilakukan oleh perencana program untuk menentukan target sasaran yang
akan mereka bina dalam program yang akan diajukan untuk PPK-IPM. Karena penanggung jawab program pada saat itu berada di bagian Dinas Pertanian Kota Depok maka target sasarannya sudah dapat dipastikan merupakan petani Kota Depok. Namun untuk menentukan petani komoditi apa yang akan terpilih, penanggung jawab program melakukan studi analisis berdasarkan jumlah petani serta jumlah komoditi terbesar yang ada di depok. Berdasarkan hasil studi analisis tersebut akhirnya diketahui bahwa petani belimbing merupakan petani dengan komoditas dan jumlah petani terbesar di daerah ini. Data tersebut juga diperkuat dengan data APBD kuantitas hortikultura yang menyumbangkan kontribusi cukup besar bagi pendapatan Kota Depok. Dalam penyusunan proposal, penanggung jawab PPK-IPM hortikultura belimbing Depok berkoordinasi dengan Bappeda yang pada saat itu membantu memberikan pengarahan teknis pembuatan proposal. Pada bagian kegiatan program penanggung jawab program lebih
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
banyak berdiskusi dengan petani belimbing dan juga lembaga yang kompeten seperti KTNA. Pelibatan ini merupakan sebuah bentuk komunikasi yang juga berfungsi sebagai penjalinan relasi awal dengan target sasaran. Pengkajian pada PPK-IPM hortikultura belimbing Depok dimulai dengan merancang Roadmap Pengembangan Belimbing. Roadmap ini merupakan konsep bisnis yang menjadi lokomotif bagi pengembangan ekonomi lokal berbasis belimbing ini nantinya. Dari Roadmap ini lah dirancang mulai dari peningkatan produksi hingga pembentukan belimbing sebagai ikon Kota Depok. Setelah Roadmap selesai dirancang maka tahap berikutnya penanggung jawab program mulai berkonsentrasi untuk membuat identifikasi masalah terkait kesejahteraan petani belimbing. Identifikasi masalah yang dibuat oleh penanggung jawab program pada intinya meliputi dua masalah besar yaitu masih rendahnya produktifitas serta harga belimbing yang justru murah pada saat panen raya. Kedua hal tersebut berdampak pada masih rendahnya pendapatan para petani belimbing dan memiliki kaitan dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia di bidang daya beli. Hal tersebut sesuai dengan fokus dari PPK-IPM yang memang ingin mendongkrak indeks daya beli. Produktifitas yang rendah merupakan akibat dari beberapa masalah seperti kualitas benih yang kurang baik, buah yang mudah rontok, kualitas buah yang dihasilkan kurang bagus serta air kurang tersedia terutama pada musim kemarau. Sedangkan harga murah pada saat panen raya merupakan akibat dari pemasaran para petani yang masih bersifat individual serta tidak ada manajemen buah pasca panen. Dalam program PPK-IPM belimbing masih belum ada partisipasi dari masyarakat yang terlibat secara penuh dalam perencanaan program. Perumusan program hanya dibuat oleh satu orang dari Dinas Pertanian dengan mengandalkan pengalamannya saat berinteraksi dengan petani sebelumnya. Pada kesempatan tertentu lembaga seperti KTNA memang memberikan beberapa masukan dalam program yang direspon baik oleh pelaksana program, tapi partisipatif dengan bentuk seperti dianggap masih kurang karena masukan yang diberikan hanya pada sebagain kesempatan sehingga program yang dibuat lebih banyak berasal dari satu pemikiran. Program ini idealnya dilakukan melalui koordinasi bersama tiga dinas yang terkait yaitu Dinas Pertanian, Dinas Koperasi serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan, namun karena perencanaan program hanya dibuat oleh satu orang dari salah satu dinas, maka dinas lain merasa tidak memiliki kepentingan khusus pada program ini. Keterlibatan dinas lain hanya dikomunikasikan melalui rapat koordinasi antar kepala dinas yang rutin dilakukan. 2.
Tahap Persiapan
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
Proposal yang telah dibuat oleh penanggung jawab program selanjutnya diajukan ke Satlak provinsi. Laporan dan pemohonan pencairan pendaanaan disampaikan ke gubernur untuk kemudian disetujui oleh Biro Keuangan dengan memberikan surat perintah pencairan dana kepada Bank Jawa Barat di tingkat kota untuk kemudian diberikan kepada rekening Satlak tingkat kota. Program PPK-IPM belimbing merupakan salah satu program yang pendanaannya disetujui oleh gubernur sehingga bisa dilanjutkan ke kegiatan yang telah direncanakan dalam proposal. Pada PPK-IPM hortikultura belimbing Depok, persiapan awal program meliputi pengkoordinasian kelompok petani yang sudah ada oleh Satlak PPK-IPM. Dari kelompok yang sudah ada ini nantinya akan disampaikan informasi mengenai program ini kepada petani lain yang ingin mendapatkan bantuan program. Karena sudah merupakan sebuah peraturan dasar di Dinas Pertanian bahwa setiap petani yang mau mendapatkan bantuan dari Dinas Pertanian harus tergabung dalam kelompok tani, pembentukan kelompok tani dan Gapoktan memiliki tujuan agar bisa mempersatukan petani sehingga posisi eksistensinya antara satu sama lain menjadi lebih kuat dan bisa saling membantu apabila terdapat kesulitan. Pada tahap ini peran pemerintah sebagai fasilitator mencoba untuk menyatukan petani binaan mereka agar lebih kompak. Sayangnya kekurangan tahap ini terdapat pada tidak adanya persyaratan kelompok bagi petani yang ingin bergabung dalam sebuah kelompok tani. Tidak adanya persyaratan pada pembentukan kelompok tani ini menyebabkan ada petani yang memiliki sifat oportunis untuk hanya mendapatkan bantuan pemerintah tanpa serius mengusahakan pertanian belimbing mereka. Hal inilah yang menjadi latar belakang dari perpecahan antara beberapa kelompok tani. 3.
Tahap Pelaksanaan Setelah disetujuinya pendanaan PPK-IPM belimbing dibentuklah tim Satuan Pelaksana
di tingkat kota yang pelaksananya terdiri dari tiga dinas yaitu Dinas pertanian, Dinas Koperasi serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Setiap dinas menjalankan program yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dinas pertanian bertanggung jawab dalam peningkatan produktifitas buah, Dinas koperasi bertanggung jawab dalam pengembangan kelembagaan, sedangkan dinas perindustrian dan perdagangan bertanggung jawab dalam pemasaran dan pengolahan buah belimbing. Program ini dilakukan mulai dari tahun 2007 dengan dengan target hingga tahun 2010 harus adanya peningkatan indeks daya beli di Depok. Berdasarkan perencanaan yang telah dibuat oleh Dinas Pertanian yang dibantu oleh BAPPEDA Depok, maka para stakeholders yang terkait mulai bekerjasama sesuai dengan perencanaan yang dilakukan Program PPK-IPM belimbing memanfaatkan kelompok tani
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
yang sudah terbentuk dari tahun 2004. Program-program yang diberikan kepada para kelompok petani yang telah dibuat meliputi peningkatan produktifitas buah belimbing, pengembangan kelembagaan dan pemasaran, pengolahan buah belimbing, serta pembentukan citra buah belimbing sebagai ikon Kota Depok. Untuk memacu peningkatan produktifitas dua belimbing unggulan tersebut petani belimbing perlu diberikan edukasi yang terkait dengan peningkatan hasil kebun mereka. Edukasi tersebut mulai dilakukan oleh Satlak PPK-IPM dengan mengumpulkan dasar-dasar prosedur dalam mengelola belimbing dengan lebih baik atau yang disebut dengan SOP (Standard Operational Procedure).Pembentukan SOP dilakukan dengan mengumpulkan pengalaman yang dimiliki oleh para petani sehingga terbentuklah standar dalam melakukakan budidaya belimbing. Pembuatan SOP sebenarnya sudah ada dari lama namun dibuat secara terpisah sehingga dalam PPK-IPM seluruh SOP tersebut digabungkan dalam satu buku sehingga lebih memudahkan para petani untuk mengetahui isinya. Setelah pembakuan SOP dibuat, materinya disosialisasikan kepada para petani melalui kegiatan Sekolah Lapang (SL). Kegiatan SL membahas teknik-teknik menanam belimbing mulai dari pembibitan hingga cara memanen. Semua kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan perbaikan mutu buah belimbing sehingga mempunya daya saing lebih tinggi di pasaran. Selain pembuatan SOP, Satlak PPK-IPM juga rutin mengajak petani belimbing untuk studi banding ke lahan pertanian di kota lain. Hal ini bertujuan untuk memacu para petani belimbing agar bisa saling bertukar pengalaman dengan petani lain yang sudah sukses mengelola kebunnya. Hanya beberapa petani aktif yang diajak untuk studi banding dengan syarat mereka juga harus membagi pengalamannya ke petani lain di sekitarnya setelah selesai perjalanan dari studi banding. Dalam hal ini Satlak PPK-IPM bergerak sebagai mediator antar kelompok masyarakat yang masih belajar dan kelompok masyarakat yang memiliki pengetahuan lebih baik. Satlak PPK-IPM berperan sebagai pihak yang memberikan edukasi dan juga membantu mengenalkan petani yang sedang dibinanya ke petani lain sehingga bisa terbentuk sebuah kerjasama yang baik. Setelah diberikannya edukasi, program PPK-IPM juga memberikan bantuan peralatan yang berguna dalam meningkatkan produktifitas buah. Bantuan yang diberikan mulai dari pupuk, benih, pestisida, serta alat penyemprot. Pemberian bantuan ini diberikan kepada kelompok tani yang telah terbentuk. Untuk alat-alat seperti mesin semprot untuk kebun hanya diberikan sebanyak satu buah untuk satu kelompok. Peningkatan produktifitas merupakan bagian yang penting dalam pengembangan potensi lokal karena potensi yang ada apabila jumlahnya terlalu dikit maka hanya akan
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
membawa sedikit perubahan. Namun hal ini akan sama saja apabila produktifitas yang sudah ditingkatkan ternyata tidak dibarengi dengan kemampuan pasar dalam menyerap hasilnya. Inovasi pasca panen pun juga diperlukan untuk memastikan buah belimbing yang tidak dapat ditampung oleh pasar nantinya akan bisa diolah untuk dijual dengan harga yang tinggi. Perubahan yang cukup terlihat adalah perubahan yang terjadi pada sistem orientasi petani yang pada awalnya hasil bertani belimbing hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Menjadi petani yang berorientasi komersil/bisnis dan sudah memahami bila dilakukan penerapan budidaya sesuai SOP, sehingga produktivitas belimbing mereka menjadi meningkat. Namun produksi yang ada masih belum bisa menembus pasar ekspor dikarenakan saat ini petani belimbing memiliki musuh baru yaitu ekspansi besar-besaran dari alih fungsi lahan menjadi perumahan. Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa peningkatan produktifitas belimbing hanya terjadi pada saat program PPK-IPM masih berjalan dan setelah program berakhir dan sampai saat ini produktifitasnya kembali menurun. Dalam struktur bisnis yang digambarkan oleh Le Maroc, hubungan antara pemasok dan pembeli harus lah kuat karena mereka saling memiliki ketergantungan. Sebagai jantung dari pengembangan ekonomi lokal, sudah seharusnya lah tidak hanya tingkat produktifitas buah saja yang harus diperhatikan tapi juga melalui pasar serta pengolahannya. Dengan mendorong industri yang memiliki prospek pasar yang tinggi diharapkan nantinya bisa meningkatkan perolehan devisa dan menciptakan kebutuhan akan produk industri setempat. Peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan produk setempat sehingga apabila mata rantai ini diperluas akan mengembangkan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dicoba dilakukan oleh satlak PPK-IPM dengan ikut serta menggandeng Dinas Koperasi dan juga Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam memanfaatkan peningkatan produksi yang telah dilakukan oleh Dinas Pertanian. Rantai selanjutnya setelah peningkatan produksi telah dilakukan adalah pengembangan kelembagaan dan pemasaran bagi buah belimbing. Pengembangan kelembagaan petani dilakukan dengan membentuk Puskop (Pusat Koperasi) Belimbing yang sebenarnya merupakan masukan dari ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) yang juga merupakan mitra pemerintah dalam program PPK-IPM dan selanjutnya ketua KTNA dijadikan sebagai ketua Puskop. Puskop berfungsi untuk menampung hasil panen yang nantinya akan dipasarkan ke berbagai tempat pemasaran. Kegiatan yang dilakukan oleh Puskop yaitu melakukan pendekatan kepada para petani sebagai mitra kerja sumber produksi, serta pendekatan kepada lembaga-lembaga yang mempunyai kepentingan terhadap pengembangan belimbing sebagai icon Kota Depok,
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
termasuk diantaranya adalah pemerintah dan lembaga-lembaga keuangan serta organisasiorganisasi yang terkait dengan bisnis pemasaran. Puskop sebagai lembaga yang baru berjalan dipaksa untuk menampung jumlah belimbing yang begitu besar sedangkan pemasaran mereka sendiri belum begitu luas. Hal ini merupakan dampak dari peningkatan produktifitas yang begitu intensif oleh Dinas Pertanian tidak dibarengi dengan koordinasi yang baik dengan pembinaan oleh Dinas Koperasi dan juga Dinas Perindustrian dan perdagangan. Pada akhirnya hal ini menyebabkan banyaknya buah belimbing yang akhirnya busuk di gudang Puskop karena terlalu lama dibiarkan sedangkan modal yang mereka miliki telah habis. Pada akhirnya para petani dan pemerintah saling menyalahkan satu sama lain karena masalah ini. Hal inilah yang nantinya menjadikan pemicu awal tidak aktifnya Puskop belimbing hingga saat ini. Kemitraan Puskop dengan Bank Mandiri merupakan sebuah bentuk kerjasama pemberian bantuan kepada petani belimbing melalui skema perbankan yang disalurkan lewat kredit lunak dengan jaminan deposito berjangka. Dari program ini bisa dilihat usaha dari Puskop dalam menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun upaya ini sayangnya tidak dibarengin dengan komunikasi ke pembuat program sehingga pada akhirnya kerjasama program ini justru menganggu jalannya program utama. Habisnya modal yang diberikan untuk penggerakan lembaga tidak langsung diatasi dengan mengambil tindakan tertentu. Para petani yang menjadi pengurus merasa terbebani dengan desakan dari para petani lain yang meminta pelunasan pembayaran atas buah belimbingnya yang sudah diberikan di puskop sedangkan pihak pemerintah menuntut untuk pertanggung jawaban atas tindakan yang telah dibuat. Oleh sebab itu pada akhirnya Puskop tidak lagi aktif dan banyak diantara pengurus Puskop pada saat itu menjadi merasa anti bantuan dari pemerintah. Buah belimbing termasuk sebagai jenis buah yang mudah busuk, perkiraan kesegarannya hanya sampai dua minggu. Hal ini merupakan kendala utama bagi para petani dalam mengirim dan menyimpan buah ini. Sebagai bentuk inovasi dari masalah tersebut, Satlak PPK-IPM mendirikan Pabrik Pengolahan Belimbing yang diharapkan bisa mengolah sisa belimbing yang tidak dapat ditampung oleh pasar. Hal ini juga bisa memperpanjang umur dari belimbing dan mempermudah pendistribusian karena buah yang ada telah di olah menjadi bentuk makanan lain seperti jus, dodol, selai, dll. Pengolahan belimbing ini pada awal rencananya akan dibawah kendali Puskop sehingga seluruh pemasaran dan pengolahan belimbing akan menjadi satu pintu di Puskop. Namun sayangnya nasib pabrik pengolahan belimbing yang telah dibangun sampai saat ini masih belum pernah digunakan karena Puskop
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
yang ada juga tidak aktif kembali karena permasalahan modal. Pabrik pengolahan ini juga belum sempat disosialisasikan ke petani belimbing mengenai fungsi dan tujuannya. 4.
Tahap Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi yang dilakukan dalam program ini dilakukan melalui penyuluh
lapangan dengan cara melakukan (Focus Group Discussion) FGD dan juga pembuatan laporan rutin berdasarkan dari kunjungan yang dilakukan oleh Satlak PPK-IPM. Para Satlak juga selalu melihat perubahan yang terjadi di kebun belimbing. FGD dilakukan dengan mengumpulkan anggota setiap kelompok.. Satlak hanya melakukan pertemuan kelompok dan membahas mengenai kendala ataupun masalah yang dimiliki oleh para petani. Beberapa petani mengeluhkan bahwa saran-saran dari para penyuluh sering kali tidak langsung membuat permasalahan selesai karena rata-rata penyuluh hanya memberikan saran bukan memberikan bantuan kongkrit berupa materi ataupun jasa. Selain itu karena program ini seharusnya merupakan program yang juga melibatkan berbagai macam dinas kota depok yang terkait maka monitoring dan evaluasi mengenai PPKIPM juga dibahas melalui rapat koordinasi antar dinas yang rutin dilakukan di tingkat kota. Namun sayangnya koordinasi yang dilakukan sering kali terhambat karena setaip dinas memiliki prioritas programnya masing-masing. Sehingga koordinasi program yang dilakukan tergantung dari kesiapan dan kemauan dari setiap dinas dalam membantu dinas lainnya. Hal ini lah menyebabkan kelemahan dalam program PPK-IPM akhirnya hanya seperti dilihat oleh dinas tertentu bukan oleh tiga dinas seperti yang seharusnya. Secara keseluruhan hasil pencapaian dari program PPK-IPM berbasis belimbing mampu menempatkan program ini di peringkat ke dua sebagai program dengan pemberdayaan terbaik se-Provinsi Jawa Barat. Indeks Pembangunan Manusia di Depok pada tahun 2008 – 2010 selama masa pelaksanaan program mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2008 Depok merupakan wilayah dengan peringkat kedua yang memiliki nilai IPM tertinggi di tingkat nasional. Jangka waktu program yang dilakukan hanya sampai tahun 2010 sesuai dengan tahun penetapan target IPM Jawa Barat. Dalam kegiatannya, PPK-IPM melihat pemberdayaan sebagai suatu program bukan sebagai suatu proses. Sebagai dampaknya ketika terminasi dilakukan sebenarnya kesiapan dari sisi petani belimbing untuk bisa mandiri masih belum terlihat. Hal ini bisa dilihat dari disfungsinya peran Puskop dan juga pabrik pengolahan belimbing. Walupun begitu PPK-IPM tetap harus melakukan terminasi karena alasan waktu yang memang telah ditentukan telah berakhir.
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
Setelah PPK-IPM berakhir kegiatan-kegiatan yang masih berlangsung seperti PKPBDD dan Pabrik Belimbing menjadi tugas pengawasan bagi dinas yang terkait yaitu Dinas Koperasi dan UKM serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan, sedangkan Dinas Pertanian melalui BPP (Badan Penyuluhan Pertanian) kembali melakukan penyuluhan lanjutan kepada petani depok. Namun sayangnya sampai saat ini Puskop dan pabrik pengolah belimbing sampai saat ini masih belum diberdayakan kembali. Kesimpulan Upaya pemberdayaan petani belimbing melalui program PPK-IPM oleh Pemerintah Kota Depok merupakan bentuk dari pengembangan ekonomi lokal dalam bidang hortikultura. Dalam pelaksanaannya Satlak PPK-IPM menggunakan konsep pemberdayaan kepada target sasarannya yaitu petani belimbing. Upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh Satlak PPKIPM sebagai fasilitator bekerjasama dengan stakeholder terkait seperti pengusaha lokal dan swasta membuktikan upaya positif dari peran pemerintah dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan warga Depok walaupun masih terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaannya. Dalam program ini hubungan antara petani belimbing dengan industri pengolahan dan lembaga pemasaran ditingkatkan untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan inovasi pada peningkatan produktivitas belimbing dan perbaikan pada mutu belimbing tentu nantinya akan berdampak pada terdorongnya prospek pada industri pengolahan dan lembaga pemasaran. Walaupun begitu prospek pemasaran belimbing hingga tingkat ekspor masih terkendala karena masih belum bisanya produksi belimbing yang ada masih belum stabil. Selain itu ada permasalahan baru yang mengancam lahan petani yaitu perubahan ahli fungsi lahan menjadi perumahan. Perubahan yang cukup terlihat adalah perubahan yang terjadi pada sistem orientasi petani yang pada awalnya hasil bertani belimbing hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Menjadi petani yang berorientasi komersil/bisnis dan sudah memahami bila dilakukan penerapan budidaya sesuai SOP/GAP, sehingga produktivitas belimbing mereka menjadi meningkat. Selain itu kualitas belimbing yang ada didepok rata-rata mengambangkan jenis belimbing dewa atau dewi yang merupakan jenis unggulan. Namun produksi yang ada masih belum bisa menembus pasar ekspor dikarenakan saat ini petani belimbing memiliki musuh baru yaitu ekspansi besar-besaran dari alih fungsi lahan menjadi perumahan. Pada awalnya sempat terjadi perubahan pada bidang pemasaran yang dahulunya melakukan panen dengan mempercayakan kepada tengkulak/ijon beralih kepada lembaga
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
pemasaran dibawah naungan Puskop sehingga posisi tawar petani menjadi naik. Namun terjadi kesalahan manajemen pada pengurus Puskop yang pada akhirnya membeli semua belimbing yang dihasilkan oleh para petani belimbing di Depok. Hal ini menyebabkan banyak belimbing yang akhirnya tidak bisa dipasarkan karena kuota yang berlebihan sehingga pasar tidak bisa menyerap seluruh hasil belimbing tersebut. Peranan Puskop sendiri saat ini tidak jelas karena program ini vakum tidak lama semenjak program PPK-IPM berakhir. Hal yang lebih parah terjadi pada Pabrik Pengolahan Belimbing yang dari saat dibangun sampai saat penelitian ini dibuat masih belum pernah beroperasi sama sekali. Secara keseluruhan hasil pencapaian dari program PPK-IPM berbasis belimbing mampu menempatkan program ini di peringkat ke dua sebagai program dengan pemberdayaan terbaik se-Provinsi Jawa Barat. Indeks Pembangunan Manusia di Depok pada tahun 2008 – 2010 selama masa pelaksanaan program mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2008 Depok merupakan wilayah dengan peringkat kedua yang memiliki nilai IPM tertinggi di tingkat nasional. Namun sayangnya pada pelaksanaannya program ini masih kurang pelibatan petani sebagai target sasaran utama dari program ini. Sebagai akibatnya memang terjadi peningkatan pendapatan sesuai dengan tujuan program, akan tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena pada akhirnya program ini tidak berkelanjutan sebagai akibat dari rendahnya partisipasi pada petani karena adanya masalah pada program yang tidak langsung ditangani pada saat program masih berlangsung.
Saran Program pengembangan ekonomi lokal yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok merupakan program unggulan yang patut dicontoh oleh daerah lain untuk mengembangan potensinya. Namun dalam pelaksanaanya masih memerlukan beberapa perbaikan antara lain: •
Diperlukannya resosialisasi dari pemerintah kepada calon penerima program selanjutnya
dalam
memberikan
pemahaman
mengenai
fungsi
program
pemberdayaan pemerintah yang ditujukan untuk membuat mereka mandiri •
Perlu dilakukannya revitalisasi fungsi dari Puskop dan Pabrik Pengolahan Belimbing oleh dinas terkait yang saat ini sedang tidak beroperasi
•
Perlu adanya peran aktif dari para pengurus Gapoktan dalam mengelola aset program PPK-IPM yang masih belum digunakan
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
Untuk program selanjutnya diperlukan peraturan atau persyaratan dalam pembentukan kelompok dalam sehingga anggota yang dibentuk menjadi kelompok tani nantinya merupakan anggota yang benar-benar layak dan memiliki prospek apabila diberikan bantuan.
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014
Daftar Referensi
Adi, Isbandi Rukminto. (2007). Intervensi Komunitas, Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Adi, Isbandi Rukminto. (2008). Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Adi, Isbandi Rukminto. (2013). Intervensi Komunitas, Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Alston, Margaret & Bowles, Wendy. (1998). Research for Social Worker, an Introduction to Methods. Australia: Allen & Unwin. Arsyad, L. (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFEUGM: Yogyakarta. Blakely, Edward J. (1989). Planning Local Economic Development Theory and Practice. Ist edition. California: Sage Publications Inc. Bogdan, R. and Taylor, S.J. (1975). Introduction to Qualitative Research Methode. New York: John Willey and Sons. BPS. (2 Januari 2013). Profil Kemiskinan di Indonesia September 2012. (30 Mei 2014). http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_ 02jan13.pdf Burgess, E.W. & Locke, H.J. (1971). The Family 4th ed. Canada: Van Nostrand Reinhold Co. Chambers, Robert. (1995). Poverty and Livelihoods, Whose Reality Counts? Dalam Uner Kirdar dan Leonard Silk (eds), People: From Impoverishment to Empowerment. New York: New York University Press. Coudouel, Aline. (2002). Poverty Measurement and Analysis. World Bank: Washinton D.C. Ife, Jim. (2008). Human Rights and Social Work: Towards Rights-Based Practice. Cambridge University Press: New York. Jamasy, Owin. (2004). Keadilan, Pemberdayaan, dan Penanggulangan Kemiskinan. Bumi Putera: Jakarta. Minichiello, V., Aroni, R., Timewell, E., & Alexander, L. 1995. In-depth Interviewing (2nd Edition). Melbourne: Longman Munir, Risfan & Fitanto, Bahtiar. (2007). Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif: Masalah, Kebijakan dan Panduan Pelaksanaan Kegiatan – LGSP USAID. Bandung: LGSP: Prijono, Onny S. & A.M.W Pranarka (eds). (1996). Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: CSIS. Stamer, Jorg Meyer. (2005). The Hexagon of Local Economic Development. Mesopartner working paper 03 / 2004. Sumodiningrat, Gunawan. (1999). Pemberdayaan Masyarakat dan Jaringan Pengaman Sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama UU Kesejahteraan Sosial no.11 tahun. 2009 Wrihatnolo, dkk. (2007). Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia.
Pemberdayaan masyarakat..., Ginanjar rahmat, FISIP UI, 2014