BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terminal Agribisnis Terminal Agribisnis (TA) adalah suatu kompleks pelayanan pemasaran di dalam atau sekitar sentra produksi yang dikelola oleh suatu badan usaha atau badan pengelola yang melibatkan pelaku hulu dan hilir, serta lembaga terkait seperti poktan, perbankan, perusahaan, dan perguruan tinggi. Menurut konsep yang dibakukan oleh Badan Agribisnis Departemen Pertanian (2000;3) terminal agribisnis adalah infrastruktur pemasaran untuk transaksi fisik (lelang, langganan, pasar spot) maupun non fisik (kontrak, pesanan, future market), yang merupakan perwujudan atas fenomena yang selama ini berkembang dalam pemasaran komoditas pertanian dan sekaligus sebagai bagian dari rangkaian agribisnis. Pemasaran komoditas pertanian hortikultura selama ini pada umumnya mempunyai mata rantai yang panjang, mulai dari petani produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar hingga kepada konsumen, sehingga mengakibatkan kecilnya keuntungan yang diperoleh petani. Konsumen membayar lebih mahal dari harga yang ditawarkan sehingga biaya pemasaran (cost marceting) dari produsen ke konsumen menjadi lebih tinggi.
Gambar 1 : Aliran Pemasaran Komoditas Pertanian di Lokasi Produksi (Departemen Pertanian, 2000;3) Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa sebahagian besar petani terutama petani dengan skala kecil dan menengah, lebih banyak memasarkan
5
produksinya melalui pedagang pengumpul desa, selain itu ada juga kepedagang kecamatan (Bandar) atau bahkan ke pedagang dari pasar induk dan pedagang besar lainnya yang datang langsung ke petani. Alur pemasaran lainnya adalah petani menjual ke pedagang pengumpul kemudian dari pedagang pengumpul di pasarkan ke pedagang besar bahkan kepada pedagang dari pasar induk. Bagi para petani dengan usahatani skala besar, pemasaran produksi juga kadang-kadang dilakukan langsung ke pedagang pasar induk. Dengan dua pola tataniaga seperti ini, maka terminal agribisnis dan kelompok tani tidak dapat berfungsi secara penuh, hamya sewaktu-waktu dilibatkan dengan kegiatan yang terbatas. Hal ini disebabkan karena selama ini semua faktor produksi pada sebagian besar petani dipenuhi oleh para pedagang. Petani mempunyai kewajiban yang terikat untuk menjual hasilnya kepada mereka (Setiajie, 2004;108). Fenomena lain menunjukkan bahwa jaminan pasar merupakan prasyarat utama yang menentukan tingkat keunggulan suatu komoditas, termasuk di dalamnya indikasi tentang daya tampung dan potensi pengembangan pasar, tingkat efisiensi distribusi, kesesuaian agroekosistem, ketersediaan dan peluang pengembangan teknologi pertanian. Di sisi lain, pola pemasaran tidak mampu menunjang upaya pengembangan berbagai jenis komoditas. Lemahnya posisi rebut tawar petani serta semakin banyaknya produksi pesaing dari impor komoditas yang sama di pasar menuntut upaya efisiensi pemasaran dengan mengembangkan infrastruktur pemasaran. Oleh karena itu terminal agribisnis dituntut untuk mampu berfungsi dalam rangka pembinaan peningkatan mutu produksi sesuai dengan permintaan pasar, pusat informasi, promosi dan tempat latihan atau magang dalam upaya pengembangan peningkatan sumber daya manusia (Departemen Pertanian, 2000;3). Sejalan dengan pengertian Terminal Agribisis oleh Departemen pertanian di atas,
Tanjung
(2001;5)
mendefinisikan
terminal
agribisnis
merupakan
infrastruktur pemasaran sebagai tempat transaksi jual beli hasil-hasil pertanian baik fisik maupun nonfisik yang terletak di sentra produksi, dengan demikian penekanannya adalah bahwa terminal agribisnis merupakan sarana pemasaran yang dilakukan pada sentra produsen. Senada dengan Tanjung, Sukmadinata
6
(2001;9) memberikan batasan bahwa terminal agribisnis merupakan infrastruktur pasar, tempat transaksi jual beli baik dengan cara langsung, pesanan, langganan atau kontrak. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa terminal agribisnis merupakan wadah yang dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis, seperti layanan informasi manajemen produksi sesuai dengan permintaan pasar, pengadaan sarana produksi, manajemen pasca panen, dan kegiatan lainnya seperti ruang pamer, promosi, transportasi dan pelatihan. Tujuan dari terminal agribisnis sendiri adalah untuk memperlancar pemasaran dan mengembangkan agribisnis. Terminal agribisnis pada intinya diharapkan dapat bermanfaat untuk; 1) memperlancar kegiatan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis, 2) mempermudah pembinaan mutu hasil-hasil agribisnis, 3) sebagai wadah pelaku agribisnis untuk pengembangan agribisnis, mensinkronisasikan permintaan pasar dengan manajemen lahan, pola tanam, kebutuhan saprodi dan permodalan serta peningkatan SDM pemasaran, 4) Peningkatan pendapatan daerah mulai dari jasa pelayanan
pemasaran,
dan
5)
Pengembangan
agribisnis
dan
wilayah
(Sukmadinata, 2001;16) Sasaran utama pembangunan terminal agribisnis pada dasarnya adalah untuk meningkatkan pendapatan bagi petani dan pelaku pasar. Sasaran lain yaitu mendidik petani untuk memperbaiki kualitas produk, sekaligus merubah pola pikir kearah agribisnis sehingga menjadi salah satu sumber PAD serta mengembangkan akses pasar (Sukamdinata, 2001;16). B. Konsep Pengembangan Kawasan Agribisnis Kawasan menunjuk pada suatu wilayah yang merupakan sentra (pusat), dapat berupa sentra produksi, perdagangan maupun sentra konsumsi. Dengan demikian kawasan agribisnis adalah suatu kawasan pusat kegiatan agribisnis dalam suatu unit wilayah tertentu yang memiliki karakteristik yang relatif sama, dan memiliki kelengkapan infrastruktur dan sistem yang menunjang kegiatan produksi sayuran (Saptana dkk, 2004;27).
7
Definisi yang lebih lengkap mengenai agribisnis diberikan oleh pencetus awal istilah agribisnis yaitu Davis dan Goldberg (1957) sebagai berikut: “Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies; production activities on the farm; and storage, processing and distribution of commodities and items made from them“. Definisi inilah yang sekarang sering digunakan dalam literatur manajemen agribisnis, Sonka dan Hudson (1989) dalam (Sumodiningrat, 2000;4) Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem hulu, usahatani, hilir, dan penunjang. Menurut Sumodiningrat, (2000;4), batasan agribisnis adalah sistem yang utuh dan saling terkait di antara seluruh kegiatan ekonomi (yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis budidaya, subsistem agribisnis hilir, susbistem jasa penunjang agribisnis) yang terkait langsung dengan pertanian. Agribisnis dapat diartikan pula sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur kegiatan : (1) pra-panen, (2) panen, (3) pasca-panen dan (4) pemasaran. Sebagai sebuah sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu bagian akan menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Sedangkan kegiatan agribisnis melingkupi sektor pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, serta bagian dari sektor industri. Sektor pertanian dan perpaduan antara kedua sektor inilah yang akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik secara nasional. Sistem Agribisnis yang lengkap merupakan suatu gugusan industri yang terdiri dari empat subsistem yaitu subsistem agribisnis hulu yakni industri sarana produksi (industri benih, pupuk, pestisida dan indutri alsintan), subsistem budidaya (on-farm) yang menghasilkan komoditas pertanian primer, subsistem agribisnis hilir yaitu pengolahan hasil baik menghasilkan produk antara maupun produk akhir, subsistem pemasaran yaitu pendistribusian produk dari sentra produksi ke sentra konsumsi, subsistem jasa penunjang yaitu dukungan sarana dan prasarana
serta
lingkungan
yang
mendukung
pengembangan
agribisnis
(Sumodiningrat, 2000;5).
8
Dalam pengembangan kawasan agribisnis ada 4 masalah yang dihadapi yaitu penurunan harga dengan cepat dan sempurna kepada petani,sedangkan kenaikan harga lambat dan tidak sempurna; informasi pasar yang monopolistik pada agribisnis hilir; IPTEK dari agribisnis hilir tidak ditransmisikan ke agribisnis hulu (petani); Modal investasi yang relatif banyak di agribisnis hilir tidak disalurkan dengan baik, bahkan cenderung digunakan untuk mengeksploitasi agribisnis hulu (Sumodiningrat, 2000;5). Menurut Setiajie (2004;1), yang dimaksud dengan sistem agribisnis adalah rangkaian dari berbagai sub sistem penyelesaian prasarana dan sarana produksi, subsistem budidaya yang menghasilkan produk primer, sub sistem industri pengolahan (agroindustri), sub sistem pemasaran dan distribusi serta sub sistem jasa pendukung. Bagi Indonesia pengembangan usaha pertanian cukup prospektif karena memiliki kondisi yang menguntungkan antara lain; berada di daerah tropis yang subur, keadaan sarana prasarana cukup mendukung serta adanya kemauan politik pemerintah untuk menampilkan sektor pertanian sebagai prioritas dalam pembangunan.Tujuan pembangunan agribisnis adalah untuk meningkatkan daya saing komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta mengembangkan kemitraan usaha. Dengan visi mewujudkan kemampuan berkompetisi merespon dinamika perubahan pasar dan pesaing, serta mampu ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Departemen Pertanian (2005;86), komoditas hortikultura merupakan sangat prospektif, baik untuk mengisi kebutuhan pasar domestik maupun internasional mengingat potensi permintaan pasarnya baik di dalam maupun di luar negeri besar dan nilai ekonominya yang tinggi. Dengan kemajuan perekonomian, pendidikan, peningkatan pemenuhan untuk kesehatan dan lingkungan menyebabkan produk hortikultura semakin meningkat. Disamping itu keragaman karakteristik lahan dan agroklimat serta sebaran wilayah yang luas memungkinkan wilayah Indonesia digunakan untuk pengembangan hortikultura tropis dan sub tropis. Fungsi utama tanaman hortikultura bukan hanya sebagai bahan pangan tetapi juga terkait dengan kesehatan dan lingkungan. Secara fungsi ini sederhana dapat dibagi menjadi 4 (empat) yaitu :
9
1.
Fungsi Penyediaan Pangan, terutama dalam hal penyediaan vitamin, mineral, serat, energi dan senyawa lain untuk pemenuhan gizi.
2.
Fungsi Ekonomi, pada umumnya komoditas hortikultura mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, sumber pendapatan cash petani, perdagangan, perindustrian, dan lain-lain.
3.
Fungsi Kesehatan, bahwa buah dan sayur dan terutama biofarm maka dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit-penyakit tidak menular.
4.
Fungsi Sosial Budaya, sebagai unsur keindahan/kenyamanan lingkungan, upacara-upacara, pariwisata dan lain-lain.
Usaha kegiatan tanaman hortikultura adalah kegiatan yang menghasilkan produk tanaman sayuran, tanaman buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obatobatan dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual/ditukar atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko usaha (Departemen Pertanian, 2003;6). Pembangunan pertanian yang ada selama ini dengan pendekatan kewilayahan dan peningkatan partisipasi masyarakat daerah setempat, khususnya untuk program
tanaman
pangan
dan
hortikultura.
Mendesaknya
kepentingan
pembangunan dan perancangan ulang program ini dapat dilihat dari beberapa segi. Pertama, program tanaman pangan dan hortikultura adalah merupakan tempat penyerapan tenaga kerja terbesar dalam sistem pembangunan nasional, sedemikian hingga setiap peningkatan pembangunan tanaman pangan dan hortikultura
secara
otomatis
juga
akan
membantu
mengatasi
masalah
pengangguran. Kedua, program tanaman pangan dan hortikultura masih merupakan penopang utama dalam sistem perekonomian nasional, khususnya dalam memproduksi makanan pokok, sehingga mengurangi ketergantungan pangan kepada dunia luar. Ketiga, harga produk tanaman pangan dan hortikultura memiliki bobot yang besar dalam penentuan indeks harga konsumen, sehingga sifat dinamikanya sangat berpengaruh dalam menekan laju inflasi, yang oleh karenanya pembangunan pertanian ini akan membantu memantapkan stabilitas ekonomi nasional. Keempat, peningkatan pembangunan tanaman pangan dan
10
hortikultura ini bisa berperan penting dalam mendorong sektor industri dan ekspor, serta mengurangi impor produk tanaman pangan dan hortikultura yang pada gilirannya akan memantapkan neraca pembayaran. Kenyataan betapa pentingnya pembangunan tanaman pangan dan hortikultura tersebut diatas telah disadari sepenuhnya oleh pemerintah yang melihat bahwa pemanfaatan sumberdaya dalam pembangunan sektor pertanian dimasa mendatang mutlak memerlukan reorientasi pemikiran dalam pelaksanaannya (Bappenas, 2004;138). Pembangunan pertanian, khususnya subsektor tanaman pangan dan hortikultura, diarahkan pada pembangunan yang berkelanjutan yang tidak hanya bertumpu pada persoalan produksi semata-mata, tapi lebih berwawasan kepada peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan masyarakat. Upaya ini dilakukan dengan prioritas utama kepada produksi, pelestarian sumberdaya dan swasembada pangan, serta agribisnis yang berwawasan lingkungan. Menurut Departemen Pertanian (2003;7) Bahwa suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan terminal agribisnis karena: 1. Fasilitas dasar umum yang memadai berupa; Jalan, Pasar, saluran air dan ketersediaan area parkir yang memadai, 2. Fasilitas inti berupa; lahan strategis untuk masing-masing komoditas termasuk komoditas unggulan, kantor pengelola yang lengkap, keranjang, bahan dan meja serta adanya gudang pengepakan dan penyimpanan, 3. Dukungan sumber daya manusia berupa; tenaga kerja handal dan profesional, balai penyuluhan/ klinik penyuluhan, tenaga pengelola dan tenaga pendamping lapangan/Fasilitator, 4. Dukungan kelembagaan eksternal berupa; asosiasi pertanian/gapoktan, lembaga pinjaman usaha kecil dan menengah yang menyediakan pinjaman modal usaha dengan bunga sangat rendah dan angsuran ringan, serta adanya lembaga yang mejamin keselamatan tenaga kerja baik yang bergerak di bidang pertanian maupun pedagang. Data yang diperoleh penulis melalui Badan Pusat Statistik (2010;120) tanaman hortikultura untuk jenis sayuran terdiri atas bawang merah, daun bawang, bayam, buncis, kangkung, ketimun, cabai besar, cabai rawit, sawi, terong, kacang
11
panjang, kubis, labu siam, dan tomat. Sedangkan jenis buah-buahan yang diproduksi pada Tahun 2010 adalah alpukat, belimbing, duku (langsat), durian, jambu biji, jambu air, jeruk siam (keprok), jeruk besar, mangga, nangka, nenas, pepaya, pisang, rambutan, salak, sirsak, dan sukun. Pada kategori sayuran, komoditas utama hortikultura di Kabupaten Gorontalo adalah cabe rawit, dengan jumlah luas panen sebesar 3200 ha atau sebesar 4564,3 ton. Sementara pada kategori buah di dominasi oleh tanaman pisang sebesar 1944,4 ton, dan tanaman mangga hasil panennya sebesar 1826,2 ton. Dengan demikian yang menjadi komoditas uggulan di Kabupaten Gorontalo untuk kategori hortikultura adalah berupa cabe rawit, pisang dan mangga, dengan kata lain luas areal lahan tanaman hortikultura di Kabupaten Gorontalo di dominasi oleh pisang, cabe merah dan mangga. Dalam pengembangan terminal agribisnis perlu mengacu pada terminal agribisnis wilayah lain (diluar Kabupaten Gorontalo) yang sudah dikategorikan maju baik dari aspek infrastruktur fisik, fasilitas penunjang, maupun manajemen operasional terminal agribisnis (termasuk di dalamnya sumberdaya manusia). Pengelolaan terminal agribisnis yang profesional akan memperlancar distribusi produk hortikultura sehingga permasalahan dalam pemasaran dapat diatasi dan petani produsen dapat termotivasi untuk mengembangkan skala usahanya. Mengingat dalam era globalisasi dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat dan persaingan pasar yang semakin ketat menuntut efisiensi di semua unit usaha dalam sistem agribisnis, termasuk di dalamnya efisiensi dalam pemasaran produk hortikultura baik dalam bentuk segar maupun olahan. Manajemen produksi juga perlu dikaitkan dengan peluang pasar yang ada sehingga tidak terjadi kelebihan pasokan (over supply) dan meminimalkan jatuhnya harga. Artinya, petani produsen perlu memperhatikan kebutuhan pasar, baik jenis, mutu maupun kontinyuitas pasokan sesuai dengan dinamika permintaan pasar komoditas hortikultura.
12
C. Penentuan Terminal Agribisnis Penentuan/penetapan lokasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pasar karena pasar yang lama dianggap tidak efisien. Hal ini sesuai dengan tujuan terminal agribisnis yaitu untuk meningkatkan harga jual petani, dengan cara memotong mata rantai perdagangan dan menciptakan transparansi harga yang nantinya berdampak pada peningkatan pendapatan petani. Tetapi, seringkali pemerintah hanya memperhatikan sarana dan prasarana fisik dalam persyaratan pendirian pasar baru, tetapi tidak memperhatikan bagaimana berjalannya perubahan sistem pemasaran di pasar baru sehingga tujuan meningkatkan harga jual petani tidak dapat terealisasi. Banyak sedikitnya lembaga pemasaran dan aktivitas yang dilakukan dapat mempengaruhi share harga yang diterima petani produsen dan harga yang dibayarkan oleh konsumen karena disamping mengeluarkan biaya mereka juga mengambil keuntungan. Pembagian keuntungan antara lembaga pemasaran yang terlibat yaitu pedagang, pengumpul dan pengecer juga tidak adil. Akibatnya, distribusi marjin pemasaran, pembagian keuntungan dengan biaya pada masingmasing lembaga pemasaran tidak merata. Tidak meratanya distribusi marjin merupakan salah satu indikator bahwa sistem pemasaran belum efisien (Wedastra,1999;17 dan Anindita, 2005;6). Hamim (1989) dalam Sahari dan Masyafak (2002;6) menjelaskan bahwa marjin pemasaran terdiri atas dua komponen, yaitu biaya pemasaran (marketing cost) dan keuntungan pemasaran (marketing profit). Biaya pemasaran terdiri atas pengeluaran petani untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan hasil produksinya dan jumlah pengeluaran oleh lembaga pemasaran serta laba yang diterima oleh badan yang bersangkutan. Kegiatan pemasaran tercangkup ke dalam kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang hasil produksi dan barang kebutuhan dari tangan produsen kekonsumen, termasuk kegiatan yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan kepada konsumen. Setiap kegiatan tersebut
13
memerlukan
pengorbanan
(pengeluaran)
dan
total
pengeluaran
tersebut
dinamakan biaya pemasaran. Oleh sebab itu pada akhirnya penetapan lokasi terminal agribisnis harus mampu menurunkan biaya pemasaran dan meningkatkan keuntungan bagi pelaku pasar termasuk produsen. Lembaga pemasaran memegang peranan penting dalam menentukan saluran pemasaran. Soekartawi (1989;12) mengatakan bahwa fungsi lembaga pemasaran, berbeda satu dengan yang lain dicirikan oleh aktivitas yang dilakukan maupun skala usahanya. Dalam proses penyampaian barang dari produsen ke konsumen diperlukan berbagai kegiatan atau tindakan lembaga pemasaran yang dapat memperlancar proses penyampaian barang yang bersangkutan. Hal ini juga terjadi pada kelembagaan tradisional, di mana para pedagang besar bisa langsung datang ke petani atau kepedagang desa untuk memperoleh komoditas yang diperlukan karena adanya hubungan sosial yang dekat sehingga petani tidak perlu mengeluarkan tambahan biaya transportasi. Kemudahan transaksi yang ditawarkan oleh suatu kelembagaan akan makin mendorong petani untuk menjual hasil produksinya pada kelembagaan tersebut. Karena itu kelembagaan baru sering kali tidak mampu berkembang karena kelembagaan yang lama sudah berjalan lebih efisien. Kinerja kelembagaan pemasaran dapat diukur dengan pendekatan marjin tataniaga. Indikator ini didasarkan pada konsep efisiensi operasional yang menekankan pada kemampuan meminimumkan biaya pemasaran atau memperkecil perbedaan harga antara tingkat petani dengan tingkat konsumen (Hendrarto,1986 dalam Haris et all 1998;13). D. Metode Analitycal Hierarcy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan model pengambilan keputusan dengan berdasar pada hirarki fungsional. Input utama model ini adalah persepsi manusia dalam hal ini adalah pengambil keputusan (decision maker). Masalah yang kompleks dan tidak berstruktur akan dipecahkan ke dalam kelompok-kelompok tertentu. Kelompok-kelompok tersebut selanjutnya diatur menjadi suatu bentuk hirarki (Saaty, 1993;3). Suatu tujuan yang mempunyai sifat
14
umum dapat dijabarkan dalam beberapa sub tujuan yang lebih terinci yang dapat menjelaskan dari tujuan pertamanya. Penjabaran ini dilakukan terus sampai diperoleh tujuan bersifat operasional dan pada hirarki terendah dilakukan prosees evaluasi atas alternatif-alternatif yang merupakan tolak ukur dari pencapaian tujuan pertamanya dalam satuan kriteria ukur. AHP memiliki suatu keuntungan yang membedakan dengan model pengambilan keputusan lainnya yaitu tidak ada syarat konsistensi mutlak. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa keputusan manusia sebagian didasari logika dan sebagian lagi didasarkan pada unsur bukan logika seperti perasaan, pengalaman dan instuisi. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut : 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan. Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan kelemahan dalam sistem analisisnya (Saaty, 1993;9). Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah : a. Kesatuan (Unity); AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami. b. Kompleksitas (Complexity)
: AHP memecahkan permasalahan yang
kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif. c. Saling ketergantungan (Inter Dependence); AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier. d. Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring); AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa.
15
e. Pengukuran (Measurement); AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas. f. Konsistensi (Consistency); AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas. g. Sintesis (Synthesis); AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif. h. Trade Off; AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan mereka. i. Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus); AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil penilaian yang berbeda. j. Pengulangan Proses (Process Repetition); AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan. Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut: a. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. b. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk Dalam metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Eriyatno dan Sofyan, 2007;7) : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya.
16
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan). 3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hirarki misalnya K dan kemudian dari level di bawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya E1,E2,E3,E4,E5. 4. Mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masingmasing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala
17
perbandingan
perbandingan
berpasangan
dan
maknanya
yang
diperkenalkan oleh Saaty bisa dilihat di bawah. Tabel 1. Kriteria penilaian lokasi Terminal Agribisnis Intensitas Kepentingan
Keterangan/Definisi (verbal)
Penjelasan
1
Sama Pentingnya (Equal Importance)
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tujuan
3
Sedikit lebih penting (moderate importance)
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya
5
lebih penting (strong importance)
Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya
7
Jelas lebih penting (very strong importance)
satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek
9
Mutlak sangat penting (extreme importance)
2, 4, 6, 8
Nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan
bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain, memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan nilai ini diberikan apabila ada dua kompromi diantara dua pilihan
Sumber : Eriyatno dan Sofyan,(2007;7)
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemenelemen pada tingkat
hirarki terendah sampai mencapai
tujuan.
Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata. 8. Memeriksa konsistensi hirarki yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang
18
mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %. E. Penelitian-penelitian Terdahulu Penelitian yang terkait dengan penentuan terminal agribisnis hortikultura antara lain; Dyah (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengambilan Keputusan Komoditas Unggulan Hortikultura Agribisnis Tanaman Sayuran Dengan Menggunkan Penerapan Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) di Sentra Agribisnis Pasar Mantung Pujon”. Tujuan penelitian ini adalah memberikan informasi tentang pentingnya informasi urutan prioritas alternatif komoditas unggulan agribisnis hortikultura tanaman sayuran dilakukan secara hirarki dalam menunjang keputusan pengembangan usahatani selama aktivitas pertaniannya. Peralatan utama yang digunakan dalam Analytical Hierarkhi Process (AHP) adalah sebuah hirarki fungsional. Hasil penelitian yaitu; 1) atribut-atribut komoditas unggulan adalah; a) ketahanan terhadap kondisi lingkungan, b) jalur pemasaran, c) sayuran terbanyak yang ada, d) lokasi (kecocokan tanaman), dan e) sayuran yang laku paling cepat. Ida (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Pengembangan Agribisnis Anggrek di Bogor” Tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi faktorfaktor yang menentukan pengembangan anggrek di Bogor, menganalisis faktorfaktor penentu pengembangan agribisnis anggrek dan merumuskan strategi pengembangan agribisnis anggrek yang tepat, untuk diaplikasikan berdasarkan kondisi di Bogor. Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan alat yang digunakan dalam penelitian ini, AHP merupakan suatu metode pengambilan keputusan berdasarkan penilaian dan pertimbangan yang logis dan sistematis. Hasil penelitian yaitu faktor-faktor yang menentukan pengembangan agribisnis anggrek di Bogor meliputi kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Iwan (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Terminal Agribisnis (TA) dan Pasar Lelang Komoditas Pertanian dan Permasalahannya”. Hasil penelitian yaitu terminal agribisnis merupakan salah satu struktur
19
kelembagaan yang cukup penting di masa yang akan datang, dalam upaya mendorong pemasaran komoditas pertanian yang dihasilkan di berbagai wilayah yang semakin beragam, sekaligus menjadi kelembagaan pertanian yang dapat memberikan jaminan kepastian harga produk yang dipasarkan oleh petani sebagai produsen, sehingga harga yang di terima dapat menguntungkan para petani. dari para pelaku kegiatan usaha pertanian diberbagai daerah sentra produksi. Rizal (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Terminal Agribisnis Sumillan Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan sub terminal agribisnis Sumillan belum berfungsi secara optimal berdasarkan kepentingan dan kepuasan pengguna Sub Terminal Agribisnis (STA), dan untuk merumuskan dan menentukan strategi apa yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan Sub Terminal Agribisnis Sumillan Kabupaten Enrekang. Hasil penelitian yaitu berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesesuaian kepuasan dan kepentingan pengguna STA Sumillan (petani, pedagang dan pembeli), diperoleh sub variabel yang menempati kuadran A sebagai kuadran prioritas utama penanganan, di mana sub variabel tersebut dianggap sangat penting namun pelaksanaannya masih belum memuaskan, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang menyebabkan STA Sumillan tidak berfungsi optimal berdasarkan kepentingan dan kepuasan pengguna STA. Budi (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Pengembangan Agribisnis Cabai Merah di Kawasan Agropolitan Kabupaten Magelang”. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji aspek pemasaran dan untuk menganalisis pendapatan dan keuntungan serta strategi pengembangan usahatani cabai merah di kawasan agropolitan Kabupaten Magelang. Metode penelitian berdasarkan fakta yang baru saja berlangsung (ex post facto) Hasil penelitian yaitu petani cabai merah lebih mudah dalam mengakses pasar untuk pemasaran hasil panen karena hasil panen dapat dijual langsung sehingga pendapatan petani meningkat, dalam satu musim tanam pendapatan petani mencapai Rp. 98.804.635,96. Romano, dkk., (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Wilayah Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Berbasis Potensi Wilayah
20
dan Kondisi Agroklimat Di Provinsi Aceh”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan tanaman pangan di Aceh berdasarkan agroklimat dan agroekologi, dilaksanakan dengan menggunakan Proses Hirarki berjenjang (AHP). Hasil penelitian yaitu berdasarkan kondisi agroklimat, ekologi dan potensi wilayah terdapat lima komoditas unggulan tanaman pangan Provinsi Aceh, yaitu : (a) padi, (b) jagung, (c) kedele, (d) kacang tanah dan (e) kentang.
F. Kerangka Pemikiran Teoritis ANALISIS PENENTUAN TERMINAL AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN GORONTALO
Fasilitas Dasar Umum;
Fasilitas Inti
SDM
Kelembagaan Eksternal
Analitical Hierarcy Process (AHP)
Lokasi Strategis Terminal Agbisnis Hortikultura Gambar 2. : Kerangka Pikir teoritis penelitian “Analisis Penentuan Terminal Agribisnis Hortikultura Di Kabupaten Gorontalo”
Berdasarkan gambar 2 kerangka pikir di atas, dapat diuraikan bahwa keberhasilan terbentuknya terminal agribisnis dapat terjadi apabila 4 indikator dasar saling berhubungan, sehingga dapat dikembangkan menjadi lokasi yang strategis dan sesuai target tercapainya sebuah terminal agribisnis, dengan analisa statistik yang digunakan adalah metode AHP.
21