DEPARTEMEN PERTANIAN
DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK RUMINANSIA DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN TAHUN 2010 Jl. Harsono RM. No. 3 Ragunan – Jakarta Selatan Telp/Fax : (021) 7815782
KATA PENGANTAR Program pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat (BATAMAS) dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan peternak melalui pemanfaatan hasil samping peternakan berupa kotoran ternak segar (KTS) menjadi bio gas dan pupuk organik. Bio gas tersebut sebagai pengganti (energy alternative) bahan bakar minyak tanah, bahan bakar gas (LPG), batu bara dan kayu api, untuk keperluan memasak bagi rumah tangga petani peternak di pedesaan dan sebagai alat penerangan (lampu) serta pupuk organik dipakai sebagai penyubur lahan pertanian. Selain itu program BATAMAS ini juga dimaksudkan untuk mempercepat upaya mendorong peternak di pedesaan merobah pola pemeliharaan ternak dari ektensif (tidak dikandangkan) menjadi semi intensif dan kemudian menjadi intensif. Manfaat yang diperoleh masyarakat disamping pertambahan hasil dari nilai bio gas dan pupuk organik, juga diharapkan dengan lebih intensifnya pola pemeliharaan ternak dapat meningkatkan kelahiran .
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan pedoman ini masih terdapat kekurangan dan kelemahannya, untuk itu diharapkan saran dan masukan dalam rangka penyempurnaannya. Semoga dengan diterbitkannya pedoman ini, dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan biogas asal ternak. Jakarta, Januari 2010 Direktur Budidaya Ternak Ruminansia
Ir. FAUZI LUTHAN NIP. 19560505 1985 1 011
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................
ii
I.
PENDAHULUAN ……………………………..………………………..
1
II.
POTENSI BIOGAS DI INDONESIA ………….......................
3
III.
PROGRAM BIOGAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT (BATAMAS) .............................................
8
IV.
OPERASIONALISASI ……………………………………………..
14
V.
PEMBIAYAAN ……………………………………………………….
17
VI.
TYPE BIODIGESTER DAN INSTALASI BIOGAS ……….
21
VII.
TATA CARA PEMBUATAN BIOGAS ..................................
23
VIII.
BANGUNAN UNIT PROSESSING PUPUK ORGANIK DAN PROSES PEMBUATAN PUPUK ORGANIK .............
24
IX.
PERSYARATAN LOKASI PENGEMBANGAN BIOGAS TERNAK BERSAMA MASYARAKAT (BATAMAS)..
ASAL
28
X.
KOMPONEN KEGIATAN PENGEMBANGAN BIOGAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT..............................................
29
XI. XII.
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN ............................................................
30
PENUTUP ........................................................................
33
LAMPIRAN
PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN BIOGAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT ( BATAMAS )
I.
PENDAHULUAN Ternak yang telah umum dikenal merupakan penghasil bahan pangan asal ternak berupa daging, susu dan telur yang merupakan sumber protein hewani. Protein hewani tersebut sangat
diperlukan untuk kelanjutan
kehidupan manusia, peran protein hewani disamping sebagai faktor pertumbuhan tubuh, juga menjaga tingkat kesehatan serta memacu pertumbuhan otak sehingga tingkat kecerdasan dan produktivitas sangat berkaitan dengan kecukupan protein yang dikonsumsi oleh manusia. Disamping manfaat ternak sebagai sumber protein, khusus ternak besar bermanfaat juga sebagai sumber tenaga tarik, untuk membajak disawah dan transportasi di sentra produksi pertanian. Selain itu kotoran ternak
bila
dapat
dikumpulkan
dan
diproses
secara
baik
dapat
menghasilkan biogas yang dapat berguna sebagai energi alternatif dan pupuk organik yang sangat berguna untuk penyubur tanah. Dengan demikian kebutuhan masyarakat akan bahan bakar minyak (BBM) atau bahan bakar gas (LPG), batu bara atau kayu bakar dapat sebagian besar digantikan oleh BIOGAS yang dihasilkan dari proses Biodigester yang bahan bakunya kotoran ternak atau faeces. Pada prinsipnya semua kotoran ternak dapat dipergunakan dalam proses biodigester.
Biogas yang dihasilkan dari proses biodigester tersebut mempunyai nilai ekonomi tinggi, karena dapat dipergunakan sebagai energi alternatif, sebagai bahan bakar pada rumah tangga petani dan juga dapat dipergunakan sebagai lampu (alat penerangan). Potensi biogas yang strategis tersebut perlu dikembangkan pada masyarakat desa. Manfaat pengelolaan biogas asal ternak tersebut pada gilirannya dapat ikut memotivasi masyarakat berinvestasi dalam usaha budidaya ternak. II.
POTENSI BIOGAS DI INDONESIA Potensi biogas sangat berkaitan dengan jumlah populasi ternak dan pola pemeliharaan ternak seiring dengan proses pembangunan Peternakan Rakyat. Secara keseluruhan potensi biogas dan pupuk organik di Indonesia dapat terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel-1. Potensi Biogas Asal Kotoran Ternak Berdasarkan Populasi Ternak Di Indonesia Tahun 2009
No .
Jenis Ternak
I. 1. 2. 3. 4. 5.
Ruminansia Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Kambing Domba
II.
Non Ruminansia Babi Kuda
1. 2. III. 1. 2.
Unggas Ayam Buras Ayam Ras Petelur
Populasi (000 ekor)
Produksi KTS (ton/thn)
Produksi KTS (ton/bln)
Produksi biogas setara minyak tanah (lt/bln)
Produksi biogas setara minyak tanah (lt/tahun)
12,603,160 486,994 2.045,548 15,655,740 10,471,991 Jumlah-I
55,201,840,800 2,133,033,720 8,959,500,240 4,285,758,825 2.866,707,536 73,446,841,121
4.,600,153,400 177,752,810 746,625,020 357,146,569 238,892,295 6,120,570,093
230,007,670 8,887,641 37,331,251 17,857,328 11,944,615 306,028,505
2.760,092,040 106,651,686 447,975,012 214,287,941 143,335,337 3.672,342,056
7.384,126 398,226 Jumlah-II
5.053,511,231 1.308,172,410 6.361,683,641
421,125,936 109,014,368 530,140,303
21,056,297 5.450,718 26.507,015
252.675,562 65,408,621 318,084,182
261,398,127
4,770,515,818
397,542,985
19,877,149
238,526,791
110,106,248
2.009,439,026
167,453,252
8,372,663
100,471,951
3. 4.
Ayam Ras Pedaging Itik
930,317,847 42,090,110 Jumlah-III Jumlah I + II + III
1.358,264,057 768,144,508 8,906,363,408 88,714,888,170
113,188,671 64,012,042 742,196,951 7.392,907,348
5,659,434 3,200,602 37,109,848 369,645,367
67,913,203 38,407,225 445,318,170 4.435,744,409
Keterangan : KTS = Kotoran Ternak Segar.
Potensi
populasi ternak
Indonesia
tersebut
dapat
dikelompokkan
berdasarkan jenis ternak dan jumlah kotoran ternak sebagai bahan penghasil biogas dan pupuk organik dengan proporsi sebagai berikut :
Tabel-2. Potensi Kelompok Ternak dan Jumlah Kotoran Ternak Sebagai Bahan Penghasil Gas dan Pupuk Organik
No 1.
2.
Kelompok Ternak
%
Ternak Ruminansia a.
Ruminansia Besar
66.294.37
74,73
b.
Ruminansia Kecil
7.152,46
8,06
6.361,68
7,17
8,90,36
10,04
88.714,88
100,00
Ternak Non Ruminansia - Kuda dan Babi
3.
KTS 000 Ton/Thn
Ternak Unggas - Ayam Ras, Buras dan Itik Jumlah
1. Potensi Nasional Potensi seluruh ternak ruminansia di Indonesia sebagai penghasil biogas dan pupuk organik sebesar 82,79% yang terdiri ternak ruminansia besar (sapi potong, sapi perah dan kerbau) mempunyai porsi yang paling besar yaitu 74,73% dan ternak ruminansia kecil (kambing dan domba) sebesar 8,06%. Sedangkan ternak non ruminansia (kuda dan babi) sebesar 7,17% dan ternak unggas sebanyak 10,04%. Bila dikaitkan dengan efektifitas dan pola pemeliharaan, maka ternak yang dipelihara secara kelompok dan dikandangkan menjadi paling efektif dapat dikelola sebagai penghasil biogas dan pupuk organik. Kotoran ternak segar (KTS) dari seluruh populasi ternak di Indonesia tahun 2009 sebanyak 88.714.888.170 ton per tahun, apabila diproses
menjadi
biogas
(asumsi
secara
keseluruhan)
akan
menghasilkan biogas yang dapat dipergunakan untuk memasak di rumah tangga petani peternak setara dengan minyak tanah sebesar 4.331 juta liter per tahun. Sedangkan untuk keperluan memasak di dapur 1 rumah tangga petani dengan 4-6 anggota keluarga memerlukan 1,23 liter minyak tanah per hari. Dengan demikian potensi biogas tersebut sebagai energi alternatif substitusi minyak tanah dan bahan bakar lainnya di pedesaan dapat memenuhi 9,6 juta rumah tangga sepanjang tahun. Sedangkan pupuk organik kering dapat dihasilkan 34,6 juta ton per tahun. Potensi biogas dan pupuk organik tersebut mempunyai nilai ekonomi sebagai berikut : (1)
Biogas, yang setara dengan minyak tanah sejumlah 4.331 juta liter, dengan nilai di tingkat petani peternak sebesar Rp. 12,9 triliun
per tahun, dengan asumsi harga minyak tanah di tingkat pengecer di pedesaan sebesar Rp. 3.000,-/liter. (2)
Pupuk Organik dengan jumlah 34,6 juta ton per tahun dengan nilai Rp. 12,1 triliun per tahun (asumsi harga pupuk organik Rp. 350,/kg) dan dapat dipergunakan pada lahan sawah/kebun seluas 6,9 juta ha (dengan asumsi 1 ha dipupuk dengan 5 ton pupuk organik per tahun). Nilai ekonomi dari 2 jenis produk samping asal ternak tersebut
biogas dan pupuk organik sebesar Rp. 25 triliun/tahun.
2. Skala Rumah Tangga Peternak Berdasarkan kebutuhan rumah tangga peternak untuk keperluan memasak di dapur dengan asumsi rata-rata kebutuhan per hari per rumah tangga sebesar 1,23 liter minyak tanah, maka jumlah populasi ternak yang perlu dikelola berdasarkan potensi KTS yang dihasilkan sebagai berikut : Tabel-3. Jumlah Populasi Ternak Yang Perlu Dikelola Berdasarkan Potensi KTS Yang Dihasilkan Untuk Skala Rumah Tangga No 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Ternak Ruminansia Besar Ruminansia Kecil Kuda Babi Unggas
Jumlah (Ekor) 2 36 3 15 363
Potensi Biogas Menghasilkan biogas setara minyak tanah 1,23 liter per hari.
Dari perhitungan potensi KTS yang dihasilkan per hari, maka volume biodigester yang diperlukan adalah sebesar 2 M3, dengan demikian 1 rumah tangga peternak apabila mempunyai 2 ekor sapi, diperlukan biodigester dengan volume 2 M3, cukup untuk menghasilkan biogas yang setara dengan 1,23 liter minyak tanah per hari. Jumlah populasi ternak lainnya yakni kambing/domba sebanyak 36 ekor, kuda 3
ekor, babi 15 ekor dan unggas 363 ekor. Sistem pemeliharaan ternak tersebut harus dikandangkan (intensif) sehingga seluruh KTS dapat diproses dimasukkan kedalam biodigester.
III.
PROGRAM BIOGAS (BATAMAS)
ASAL
TERNAK
BERSAMA
MASYARAKAT
1. Tujuan Program BBM dengan tujuan sebagai berikut : (1)
Memasyarakatkan
upaya
pemanfaatan
hasil
samping
(side
product) peternakan berupa kotoran ternak segar (KTS) menjadi biogas sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak tanah, bahan bakar gas (LPG), batu bara dan kayu api sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak di dapur rumah tangga petani peternak di pedesaan dan sebagai lampu penerang bagi lokasi yang belum ada aliran listrik atau upaya penghematan listrik. (2)
Mengoptimalkan hasil samping ternak tersebut menjadi pupuk organik, yang diperlukan untuk usaha tani baik sawah (padi) maupun tanaman perkebunan, yang sekaligus memperbaiki struktur/tekstur
dan
kesuburan
tanah
serta
mengurangi
ketergantungan/pemakaian pupuk anorganik. (3)
Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak. Dengan diprosesnya KTS menjadi biogas dan pupuk organik, peternak mendapat ekstra pendapatan yang cukup berarti khusus dari komponen biogas dan pupuk organik untuk 1 ekor sapi dewasa dapat menambah pendapatan lebih dari Rp. 1 juta per tahun atau Rp. 3.000,- lebih per hari.
(4)
Mendorong perubahan pola pemeliharaan ternak. Upaya penerapan proses biogas dan pupuk organik akan mendorong perubahan pola pemeliharaan ternak dari ekstensif
menjadi intensif atau semi intensif dan dari semi intensif menjadi intensif. (5)
Mewujudkan peternakan yang bersih dan menghindari pencemaran lingkungan.
2. Ruang Lingkup Program ini digerakkan dengan melibatkan instansi Pusat dan Daerah sesuai dengan peran dan fungsi dengan kegiatan berupa : (1)
Pusat. a. Sosialisasi, dapat berupa kunjungan ke pembina tingkat Propinsi/Kabupaten. b. Pembuatan, dan perbanyakan bahan leaflet, booklet pedoman pembuatan dan pengelolaan biodigester serta pupuk organik. c. Supervisi tingkat Nasional. d. Pemantauan tingkat Nasional. e. Evaluasi tingkat Nasional.
(2)
Daerah. a. Provinsi. (a)
Mengkoordinir identifikasi dan perencanaan di wilayah provinsi.
(b)
Mengadakan pelatihan dan sosialisasi bagi petugas inti dari Kabupaten/ Kota.
(c)
Fasilitasi permodalan lingkup provinsi.
(d)
Supervisi ke Kabupaten/Kota.
(e)
Pemantauan pelaksanaan di Kabupaten/Kota.
(f)
Monitoring dan pelaporan tingkat provinsi.
b. Kabupaten/Kota. (a)
Melakukan identifikasi wilayah, kawasan, kelompok ternak dan pendataan potensi.
(b)
Membuat rencana penerapan, dan kelayakan model dan pola penerapan di tingkat peternak.
(c)
Sosialisasi ke tingkat kelompok ternak dan instansi terkait di tingkat Kabupaten/Kota.
(d)
Koordinasi
dengan
instansi/lembaga
terkait
dalam
penerapan biogas dan pupuk. (e)
Koordinasi dengan instansi yang terkait untuk dukungan operasionalisasi program termasuk menggali sumber pembiayaan, integrasi dengan program subsektor terkait.
(f)
Monitoring dan pelaporan tingkat Kabupaten/ Kota.
3. Sasaran Sasaran penerapan program ini lebih diutamakan : (1)
Peternak yang berkelompok dalam satu kawasan.
(2)
Peternak yang sudah mempunyai kandang kelompok.
(3)
Peternak yang individual yang mempunyai populasi ternak lebih dari 2 ekor (untuk ternak ruminansia).
4. Strategi Strategi pendekatan untuk penerapan di masyarakat peternakan sebagai berikut : (1)
Penerapan
teknologi
biodigester,
diterapkan
pada
peternak/kelompok ternak yang sudah menerapkan pola budidaya ternak yang semi intensif dan atau intensif. (2)
Mendorong budidaya ternak yang masih ekstensif menjadi semi intensif dan kemudian intensif.
(3)
Mendorong tumbuhnya peternak atau kelompok ternak baru, karena daya tarik manfaat atau nilai tambah yang dapat diperoleh peternak.
(4)
Mendorong tercapainya peningkatan skala pemilikan ternak per peternak.
5. Manfaat Manfaat dari program ini dapat bersifat mikro ditingkat peternak, maupun makro baik dalam skala wilayah dan nasional. Manfaat tersebut bersifat perbaikan teknis manajemen produksi ternak, maupun ekonomi sbb : (1)
Manfaat Bagi Peternak. a. Pola pemeliharaan ternak (usaha budidaya) menjadi lebih baik sehingga pengelolaan ternak untuk tujuan produksi dan reproduksi akan lebih optimal. b. Meningkatnya nilai tambah dan pendapatan peternak. Kebutuhan bahan bakar minyak tanah untuk memasak/industri rumah tangga dan penerangan bagi rumah tangga peternak di pedesaan dapat tersubstitusi, sehingga biogas dan pupuk organik mempunyai nilai tambah bagi peternak, dengan demikian akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak. c. Mendorong tumbuhnya industri rumah tangga di pedesaan dengan dukungan bahan bakar alternatif.
(2)
Manfaat Nasional a. Secara Nasional kebutuhan minyak tanah akan berkurang, sehingga ketergantungan dari minyak tanah import akan berkurang juga. b. Meningkatnya penyediaan pupuk organik asal ternak, sehingga ketergantungan petani terhadap pupuk an organik (kimia) akan berkurang. c. Memperingan beban keuangan negara, karena subsidi BBM minyak tanah dan pupuk akan berkurang, bahkan potensi untuk eksport pupuk akan bertambah serta upaya penghematan pemakaian listrik juga dapat dilaksanakan di pedesaan. d. Membuka lapangan kerja baru. Pengelolaan biogas secara kelompok diperlukan tenaga khusus yang dapat penghasilan tetap. Setiap unit biogas dengan populasi ternak 50-100 ekor dapat menampung
IV.
2 orang tenaga kerja.
OPERASIONALISASI Secara bertahap biogas dapat diterapkan melalui 3 pendekatan yaitu : 1. Pendekatan melalui Kelompok Tani Ternak (1)
Kelompok/Kawasan. Ternak dapat bekelompok dalam 1-2 kandang pada
1 lokasi atau
dalam 1 kawasan, dan dibangun biodigester yang besarnya disesuaikan dengan jumlah ternak yang ada, kemudian biogas yang dihasilkan disalurkan ke rumah tangga peternak.
Untuk jumlah ternak sapi dengan populasi 50 s/d 100 ekor, hasil biodigester sebesar 100 – 200 M3 per unit. (2)
Rumah Tangga. Ternak dikandangkan masing-masing pada rumah peternak. Untuk peternak yang berdekatan dibangun biodigester untuk menampung KTS dari 1-5 peternak, sedangkan biogas didistribusikan untuk peternak yang bersangkutan dan tetangganya. Jumlah ternak dengan pola ini dapat mencapai 10-25 ekor dengan hasil biodigester sebesar 20-50 M3. Dapat juga KTS dari beberapa peternak dikumpulkan dan diantar ke biodigester yang ada didekat peternak tersebut.
(3)
Individual. Individual biodigester dapat dibuat untuk keperluan 1 rumah tangga atau beberapa rumah tangga, tetapi dibangun/dipasang pada peternak yang mempunyai sapi minimal 2 ekor. Volume biodigester yang diperlukan cukup 2 M3 biodigester yang portable bahan dari drum/plastik, bak beton atau fiber glass.
Besar volume biodigester tergantung jumlah populasi ternak yang dimiliki oleh peternak tersebut. Dengan demikian bagi peternak yang memiliki ternak lebih dari 2 ekor dapat mensupply biogas untuk tetangganya yang tidak memiliki ternak. 2. Pendekatan Unit Bisnis Baru Pemanfaatan biogas dan produksi pupuk organik dapat menjadi unit bisnis baru bagi kelompok peternak. Pengelolaan biogas dan pupuk organik
tersebut
melalui
kelompok,
yang
sekaligus
untuk
mengoptimalkan potensi produksi dan manajemen peternakan secara intensif atau semi intensif. Sehingga hasil biogas dan pupuk organik
dapat dijual sebagai pendapatan tambahan bagi anggota kelompok peternak. 3. Pendekatan
mendorong
terbentuknya
kelompok
baru
dan
pengembangan lokasi peternakan baru. Pengembangan teknologi biogas dan pupuk organik dapat juga ditempuh melalui : (1)
Penerapan pada masyarakat yang sudah mempunyai ternak, tetapi belum berkelompok dan belum dibuat lembaga kelompok.
(2)
Paket untuk pengembangan kawasan kelompok bagi calon peternak berupa penyebaran ternak dilengkapi dengan komponen biodigester.
V.
PEMBIAYAAN 1. Biaya Biaya pengembangan biogas asal ternak (BATAMAS) pada tahun anggaran 2010 dengan sumber dana APBN baik Tugas Pembantuan (TP) maupun Dekonsentrasi dipergunaan untuk; pembuatan biodigester, pembuatan unit prosesing pupuk organik, peralatan dan perlengkapan biogas serta pelaporan.
Biodigester yang dibuat diutamakan ukuran kecil untuk 1 (satu) rumah tangga atau ukuran sedang untuk 10 rumah tangga tergantung jumlah ternak yang dikelola. Sebagai acuan bahwa setiap 2 ekor ternak ruminansia besar cukup untuk 1 rumah tangga.
Biodigester bisa dibuat dengan konstruksi dari
beton, plastik, fiber
glass, dll.
2. Kelayakan Usaha Sebagai Unit Bisnis Kelompok Pemanfaatan biogas dan pupuk organik sebagai Unit Bisnis Kelompok (UBK) dengan jumlah populasi ternak sebanyak 200 ekor ternak ruminansia besar dengan bervariasi umur dewasa, muda dan anak. Dari 1 unit biodigester yang mempunyai populasi ternak ruminansia besar sebanyak 200 ekor per tahun dapat dihasilkan 2.400 KTS per hari, yang diperlukan bangunan biodigester utama dengan volume 202 M3. Investasi untuk membangun biodigester dengan volume tersebut membutuhkan dana ± Rp. 100 juta. Bangunan tersebut berupa unit biodigester, unit prosesing pupuk organik dan alat-alat untuk membuat pupuk organik serta alat/bahan untuk distribusi gas-bio ke rumah tangga. Investasi tersebut dapat kembali dalam 2 tahun, juga sudah membiayai gaji operatornya 2 orang. Dari biodigester dan jumlah ternak tersebut diatas dapat dihasilkan dalam setahun sebagai berikut : -
Energi biogas setara minyak tanah sebanyak 43.800 liter dengan nilai Rp. 120 juta.
-
Pupuk
organik padat sebanyak 350.400 kg dengan
nilai
Rp. 122,6 juta. -
Energi biogas yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan memasak sebanyak 100 dapur rumah tangga peternak/petani.
(1)
Investasi awal. a. Biaya pembangunan unit biodigester plant Rp. 100 juta sebesar volume 200 M3
b. Biaya bangunan prosesing pupuk organik
Rp. 30 juta
c.
Rp. 30 juta
Peralatan pembuatan pupuk organik dan bahan untuk distribusi biogas ke rumah peternak sekitar (slang)
Total Rp. 160 juta
(2)
Biaya Operasional a.
Gaji operator yang sekaligus penjaga ternak 2 orang @ Rp. 750.000,- = Rp. 18 juta/tahun.
b.
Bahan tambahan pembuatan pupuk organik Rp. 50,-/kg hasil produk pupuk termasuk kemasan.
c. (3)
Biaya pendampingan kelompok sebesar Rp 40.000.000,-.
Pemasukan (Cash In) Dari biodigester dengan jumlah ternak tersebut dapat dihasilkan : a. Energi biogas yang dihasilkan setara minyak tanah sebanyak 43.800 liter (minyak tanah eceran Rp. 2.750,-/liter) dengan nilai Rp. 120 juta/tahun. b. Pupuk organik padat sebanyak 350,4 ton/tahun dengan nilai jual Rp. 122,6 juta/ tahun.
Dari perhitungan tersebut diatas dapat disimpulkan, apabila harga pupuk organik saja yang terjual sedangkan biogas dipakai sendiri, maka usaha tersebut layak dikelola sebagai Unit Bisnis Kelompok, apalagi kalau nilai
biogas tersebut dihitung nilainya. Sehingga apabila investasi awal mempergunakan dana pinjaman bank atau dana bergulir, tentunya dalam 2 tahun dapat dikembalikan/lunas.
VI.
TYPE BIODIGESTER DAN INSTALASI BIOGAS. Biodigester type beton/semen dibuat dari bak permanent dengan bentuk kubah, konstruksi yang mempergunakan bahan bangunan batu bata, semen, pasir dan besi bechel. Selain dari beton/semen biodigester dapat pula dibuat dari fiber glass atau plastik. 1. Jenis dan type biodigester dari beton/semen adalah sebagai berikut: (1) Type A Biodigester dengan volume sebanyak 100 m³, dimana dapat menampung kotoran ternak sapi sebanyak 100 ekor. (2)
Type B Biodigester dengan volume sebanyak 50
m³, dimana dapat
menampung kotoran ternak sapi sebanyak 50 ekor. (3)
Type C Biodigester dengan volume sebanyak 25
m³,
dimana dapat
menampung kotoran ternak sapi sebanyak 25 ekor. (4)
Type D Biodigester dengan volume sebanyak 10
m³, dimana dapat
menampung kotoran ternak sapi sebanyak 10 ekor. 2. Jenis dan type biodigester dari fiber glass adalah sebagai berikut: Type Fiber Glass, biodigester terbuat dari fiber glass dengan kapasitas tampung gas sebanyak 4 m³, 5 m³, 7 m³ dan 17 m³. 3. Jenis dan type biodigester dari plastik adalah sebagai berikut: Type Plastik,
biodigester terbuat dari bahan plastik dengan volume
sebanyak 9 m³, dimana dapat menampung sebanyak 2-3 ekor.
kotoran ternak sapi
Biodigester dibuat sedemikian rupa dibuat tertutup sehingga tidak kehujanan atau air hujan tidak masuk dalam biodigester. 2. Instalasi Bio Gas Instalasi biogas dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan bio gas dengan baik, type yang dipergunakan adalah type kubah untuk type beton/semen dan type lain dari fiber glass atau plastik secara terperinci instalasi biogas sebagaimana pada lampiran -1 dan lampiran –2. Lubang pemasukan KTS (inlet) yang menempel pada digerster dibuat lebih rendah dibandingkan lubang pengeluaran (outlet). Pada digester type kubah, volume sebagai tempat prosessing KTS menjadi biogas 70% dan 30% volume sebagai tempat penampungan gas sementara.
VII. TATA CARA PEMBUATAN BIOGAS Kotoran ternak
segar (KTS) dan sisa makanan yang sudah
dihaluskan /dirajang dikumpulkan
dari kandang koloni atau kandang
kawasan kemudian dimasukkan ke dalam biodigester dengan proses sebagai berikut: 1. Pengumpulan kotoran ternak segar dan sisa makanan dari kandang kawasan atau kandang koloni. 2. Kotoran ternak segar dan sisa makanan dicampur dengan air dengan berbanding 1 :1. 3. Kemudian dimasukkan / dialirkan ke biodigester disesuaikan dengan kapasitas tampung; 200 m³, 100 m³, 50 m³, 25 m³ atau 9 m³ 4. Pengisian
dilakukan melalui saluran pemasukan setiap hari, apabila
sudah menghasilkan gas kotoran akan naik keatas sehingga bila diisi kotoran akan mengalir ke bak penampungan kotoran ternak.
5. Bio gas akan muncul dalam waktu +
21 hari, dihitung dari awal
pemasukan KTS. 6. Bio
gas
dialirkan
ke
rumah
tangga
untuk
memasak
dengan
menggunakan kompor gas maupun untuk lampu penerangan.
VIII. BANGUNAN UNIT PROSESSING PUPUK ORGANIK DAN PROSES PEMBUATAN PUPUK ORGANIK
Pada masing-masing unit biodigester dilengkapi dengan bangunan beratap untuk mengerjakan pembuatan pupuk organik. 1. Jenis bangunan unit prosessing pupuk organik adalah sebagai berikut: (1)
Type A Bangunan beratap dan berlantai seluas 36 m², berdinding setinggi 1 m dan dibuat sekat sebanyak 6 buah. Lantai dasar di floor/semen dan sebagian tidak di floor yang digunakan sebagai penyerapan air.
(2)
Type B Bangunan beratap dan berlantai seluas 18 m², berdinding setinggi 1 m dan dibuat sekat sebanyak 6 buah. Lantai dasar di floor/semen dan sebagian tidak di floor yang digunakan sebagai penyerapan air.
(3)
Type C Bangunan beratap dan berlantai seluas 9 m², berdinding setinggi 1 m dan dibuat sekat sebanyak 6 buah. Lantai dasar di floor/semen dan sebagian tidak di floor yang digunakan sebagai penyerapan air.
(4)
Type D Bangunan beratap dan berlantai seluas 9 m² atau disesuaikan lahan peternak, berdinding setinggi 1 m dan lantai dari tanah,
2. Proses pembuatan pupuk organik padat adalah sebagai berikut:
(1)
Kotoran ternak segar (KTS) dimasukkan ke biodigester.
(2)
Cairan dan bahan padat (slurry) yang keluar dari biodigester ditampung dalam bak penampungan. Bak penampungan dibuat berlantai miring dan dinding bagian bawah berlubang yang dipergunakan sebagai pembuangan air. Bak penampungan dibuat sekat, dan sekat maksimum dengan tinggi 1 meter.
(3)
Bahan padat dari bak penampungan dipindahkan ke bak pembuatan pupuk organik. Diisi setiap 2-3 hari sampai dengan tinggi maksimum 70 cm.
(4)
Setelah kering atau setelah 7 hari di bak penampungan, diberi starter al; EM4, stardex yang telah dicampur dengan molases atau air gula dan air sesuai dengan petunjuk kemudian dicipratkan ke kotoran ternak dan dibolak balik agar starter merata (homogen).
(5)
Kotoran ternak dilakukan pembalikan sempurna, apabila
agar
proses fermentasi
suhu tinggi/ panas harus diberi/diciprati air.
Proses fermentasi berjalan dengan baik salah satu cirinya adalah suhu akan naik. (6)
Pada hari ke 14 dan 28 dilakukan pembalikan lagi.
(7)
Setelah 4--5 minggu sudah menjadi pupuk kompos organik.
3. Proses pembuatan pupuk organik cair adalah sebagai berikut: (1)
Sludge (lumpur) hasil ikutan biogas disaring menggunakan saringan kawat halus dan airnya ditampung dalam drum plastik, kemudian untuk meningkatkan mutu/kualitas pupuk cair perlu
ditambahkan tepung tulang, tepung kerabang telur dan tepung darah lalu dibiarkan selama 7 hari. (2)
Kemudian disaring lagi dengan menggunakan kain (bekas kemasan tepung terigu) lalu kain diperas, cairan hasil penyaringan dan perasan ditampung dalam drum plastik dan didiamkan selama 3-4 hari dan dipasang aerator untuk membuang gas-gas sisa.
(3)
Setelah itu aerator dilepas
lalu didiamkan selama
2 hari agar
partikel-partikel yang masih ada mengendap dan cairan yang dihasilkan menjadi bening.
(4)
Cairan yang bening tadi sudah siap untuk dikemas kedalam botol plastik atau jerigen dan sudah siap jual.
IX
PERSYARATAN LOKASI LOKASI PENGEMBANGAN BIOGAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT (BATAMAS).
1. Persyaratan lokasi pengembangan biogas asal ternak adalah sebagai berikut : (1)
Sudah ada kelompok ternak/kawasan ternak sapi.
(2)
Lebih diutamakan yang sudah ada kandang koloni atau kelompok yang lokasi kandang ternaknya berdekatan.
(3)
Masyarakat/peternak dapat memanfaatkan gas bio sebagai energi alternatif untuk keperluan memasak
(4)
Pupuk organik, sudah dimanfaatkan atau mempunyai prospek dan mempunyai nilai ekonomi. -
Bisa dengan kebun kelapa sawit atau komoditi kebun lain.
-
Tanaman hortikultura (sayur) atau buah.
-
Tanaman padi/sawah.
-
Pembibitan kebun jati, dll.
X.
KOMPONEN KEGIATAN PENGEMBANGAN BIO GAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT Komponen pengembangan bio gas asal ternak adalah sebagai berikut: 1.
Persiapan/Identifikasi Lokasi
2.
Pertemuan Kelompok
3.
Pendampingan
4.
Pembuatan Bio Digester : Beberapa Alternatif : a. Type A : 100 ekor b. c. d. e. f.
5.
Type B : 50 ekor Type C : 25 ekor Type D : 10 ekor Type Fiber Glass Type Plastik : 2-3 ekor
P x L x T = 5m x 5m x 4m P x L x T = 3,5m x 3,5m x 4m P x L x T = 2,5m x 2,5m x 4m P x L x T = 2m x 2m x 2,5m
Pembuatan Unit Prosessing Pupuk Organik Beberapa Alternatif : a. Type A P x L = 6m x 6m b. Type B P x L = 6m x 3m c. Type C P x L = 6m x 1,5m) d. Type D luas lantai disesuaikan dengan dana yang ada.
6.
Peralatan dan perlengkapan proses biogas dan pembuatan pupuk organik.
XI.
7.
Peralatan penyaluran, pengamanan dan pemanfaatan bio gas.
8.
Peralatan kompor gas dan lampu
9.
Supervisi dan monitoring dari pusat ke lokasi.
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Pembinaan dan pengendalian program bio gas asal ternak (BATAMAS) dilakukan secara
berkelanjutan sehingga
program ini dapat berjalan
dengan baik dan mencapai sasaran yang diinginkan.
Untuk kelancaran pelaksanaan program ini perlu dibentuk Tim Pembina Teknis Direktorat Jenderal Peternakan, Tim Pembina
Propinsi dan Tim
Pelaksana Kabupaten/Kota. 1. Tim Teknis Direktorat Jenderal Peternakan. Tim Teknis ini beranggotakan para wakil dari Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia dan Sekretariat Direktorat Jenderal Peternakan. Tugas Tim Pembina Teknis Direktorat Jenderal Peternakan adalah: (1)
Menyusun Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Bio Gas Asal Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS).
(2)
Menyiapkan administrasi kuasa swa kelola dengan pelaksana di daerah.
(3)
Melakukan sosialisasi, pembinaan dan pemantauan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat.
(4)
Melakukan sinkronisasi rencana kegiatan BATAMAS antara pusat, propinsi dan daerah (kabupaten/kota).
(5)
Membuat laporan hasil perkembangan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat.
2. Tim Pembina Propinsi. Tim Pembina Propinsi ini beranggotakan para wakil dari Subdinas lingkup Dinas Peternakan/Pertanian Propinsi dan yang menangani fungsi alat dan mesin budidaya ternak ruminansia. Tugas Tim Pembina Propinsi adalah: (1)
Melakukan koordinasi dengan Tim Teknis Kabupaten/ Kota dalam rangka pelaksanaan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat.
(2)
Melakukan sosialisasi, pembinaan dan pemantauan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat.
(3)
Melakukan sinkronisasi rencana kegiatan BATAMAS antara pusat, propinsi dan daerah (kabupaten/kota).
(4)
Mencari sumber pendanaan di propinsi untuk pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat.
(5)
Membuat laporan hasil perkembangan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas bersama masyarakat.
3. Tim Pelaksana Kabupaten/Kota.
Tim Pelaksana Kabupaten/Kotai ini beranggotakan para wakil dari Subdinas lingkup Dinas Peternakan/Pertanian Kabupaten/ Kota
dan
yang menangani fungsi alat dan mesin budidaya ternak ruminansia. Tugas Tim Pelaksana Kabupaten/Kota adalah: (1)
Melakukan seleksi calon lokasi pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat.
(2)
Melakukan sosialisasi, pembinaan dan pemantauan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat.
(3)
Mencari sumber pendanaan dari Kabupaten/Kota dan masyarakat dalam
rangka
optimalisasi
dan
akselerasi
operasionalisasi
pemanfaatan biogas asal ternak dan pupuk organik. (4)
Melakukan pembinaan kepada kelompok yang telah menerapkan program biogas
untuk dijadikan kelompok ternak menjadi unit
usaha dengan produk unggulan biogas asal ternak dan pupuk organik. Apabila pupuk organik yang telah dihasilkan sudah mencapai volume yang dapat dijual kepihak lain maka Tim mendorong kelompok tersebut melakukan pengemasan dan pelabelan sesuai dengan
peraturan
yang
berlaku
dibidang
penyediaan
dan
peredaran pupuk organik yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian. (5)
Membuat laporan hasil perkembangan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat.
XII. PENUTUP Pedoman Umum Pengembangan Biogas Asal Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS), ini merupakan pedoman pelaksanaan kegiatan yang diharapkan dapat mendukung kelancaran operasional di daerah.
DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK RUMINANSIA
Lampiran : 1
BAGAN INSTALASI BIOGAS KANDANG KOLONI
Untuk Memasak
111 17 1 4
Untuk Penerangan Untuk Generator
2 7 3 4 5
6
9 8
Keterangan : 1. Kandang Ternak Koloni 2. Saluran Kotoran Ternak (KT) (Terbuka) 3. Bak Penampung KT 4. Saluran Pemasukan KT (Inlet) 5&6 Biodigester Type Kubah 7. Saluran Gas (Biogas) 8. Bak Penampung Sisa Kotoran Ternak (Slurry) bahan untuk Pupuk Organik. 9. Bak Pemrosesan Pembuatan Pupuk Organik dibuat dengan beratap.
Lampiran : 2
BAGAN INSTALASI BIOGAS KANDANG KAWASAN
1
2 3
1
1
8
2 3
1
2 3
2 3
3 4
6 5
Keterangan : 1. Rumah Peternak/Petani 2. Kandang Ternak Sapi 3. Saluran Terbuka Kotoran Ternak Segar (KTS) 4. Bak Penampung KTS 5. Saluran Pemasukan KTS (Inlet) 6. Biodigester Type Kubah 7. Tempat Prosesing Pupuk Organik 8. Pipa / Selang Penyalur Gas 9. Bak Pemrosesan Pembuatan Pupuk Organik dibuat dengan beratap.
7
9
Lampiran : 3
BAGAN UNIT PROSESSING PUPUK ORGANIK
1
2
2 4 3
3
4
Keterangan : 1. Bangunan beratap dan berlantai seluas 36 M2. 2. Bak Pemrosesan Pembuatan Pupuk Organik dibuat sebanyak 6 sekat dan berdinding setinggi 1 M. 3. Setiap Bak Pemrosesan Pembuatan Pupuk Organik dibuat resapan Kotoran Ternak Segar. 4. Jalan untuk mengolah pupuk organik.
Lampiran : 4
Biodigester dari plastik
Tempat penampungan gas
Tempat Penampungan gas
Lampiran : 5
Proses pembuatan digester dari beton
Proses pembuatan biodigester dari beton
Biodigester dari beton
Lampiran : 6
Biodigester dari fiber glass siap dipasang
Lampiran : 7
Biogas digunakan untuk memasak oleh ibu rumah tangga