LAPORAN HASIL KEGIATAN
PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN BERDASARKAN ZONA AGRO EKOLOGI (ZAE) SKALA 1:50.000 MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PROVINSI ACEH
PENELITI UTAMA : Didi Darmadi, S.P., M.Si.
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTRIAN PERTANIAN 2015
1
LEMBAR PENGESAHAN 1.
Judul RPTP
:
Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 mendukung pembangunan pertanian di Provinsi Aceh
2.
Unit Kerja
:
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh.
3.
Alamat Unit Kerja
:
4
Sumber Dana
:
Jalan P. Nyak Makam No. 27 Lampineung Banda Aceh- 23125 DIPA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh TA. 2015
5.
Status Kegiatan (L/B)
:
L
6.
7.
Penanggung Jawab a. Nama b. Pangkat/Golongan c. Jabatan Lokasi
: : : :
Didi Darmadi, S.P., M.Si. Penata Muda Tk. I/ III b Penyuluh Pertama Provinsi Aceh
8.
Agroekosistem
:
Multiagroekosistem
9.
Tahun Dimulai
:
2013
10. Tahun Selesai
:
2015
11. Output Tahunan
:
Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agroekologi skala 1:50.000 di kabupaten di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan.
12. Output Akhir
:
Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agroekologi (ZAE) skala 1:50.000 di kabupaten terpilih (Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan) lingkup Provinsi Aceh.
13. Biaya
:
Rp. 303.000.000,- (Tiga Ratus Tiga Juta rupiah) Banda Aceh, 30 Desember 2015
Koordinator Program,
Penanggung Jawab RPTP,
Dr. Rahman Jaya, S.Pi., M.Si. NIP. 19740305 200003 1 001
Didi Darmadi, S.P., M.Si. NIP. 19810512 200604 1 010
Mengetahui : Kepala Balai Besar Dr. Ir. Abdul Basit MS NIP. 19610929 198603 1 003
Menyetujui Kepala Balai Ir. Basri A. Bakar, M.Si. NIP. 19600811 198503 1 001
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah “Segala Puji bagi Alloh” dan syukur penulis ucapkan kepada Alloh Subhanuhu wa Ta’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan karunia-Nya penulis dan tim mampu menyelesaikan laporan kegiatan yang berjudul ” Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) Skala 1:50.000 Mendukung Pembangunan Pertanian Di Provinsi Aceh”. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut Kementerian Pertanian/ Badan Litbang Pertanian dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas peta AEZ skala 1: 250.000 yang sudah ada sebelumnya dan diharapkan kedepannya ada umpan balik guna perbaikan sesuai dengan kebutuhan. Tujuan kegiatan ini adalah menghasilkan data secara spacial yang disajikan dalam bentuk peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE di kabupaten terpilih (Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan) untuk tahun 2015. Pemanfaatan peta sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk pengembangan pertanian berdasarkan kesesuaian zona agro ekologi sehingga akan meningkatkan efektivitas dan effisiensi penggunaan lahan di kabupaten tersebut. Dengan segala kerendahan hati, disadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, sehingga memerlukan masukan guna perbaikannya.
Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu, sehingga laporan ini dapat selesai dengan tepat waktu. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Banda Aceh, Desember 2015
Penulis
iii
RINGKASAN 1.
Judul RPTP
:
2. 3. 4. 5. 6.
Unit Kerja Lokasi Agroekosistem Status (L/B) Tujuan 2015
: : : : :
7.
Keluaran 2015
:
8.
Hasil 2015
:
9.
Prakiraan Manfaat
:
10.
Prakiraan Dampak
:
11.
Metodologi
:
Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 mendukung pembangunan pertanian di Provinsi Aceh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Selatan Multiagroekosistem L - Menyusun peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 pada kawasan/distrik terpilih yang berisi jenis komoditas pertanian yang memiliki arti ekonomis dan strategis bagi wilayah secara keseluruhan dan dapat dikembangkan dalam skala luas; - Menyusun peta rekomendasi aplikatif skala 1:50.000 kawasan distrik terpilih. - Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah nasional yang diterbitkan Badan Litbang Pertanian atau internasional yang terakreditasi dan atau dalam seminar ilmiah. - Peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 pada kawasan/distrik terpilih yang berisi jenis komoditas pertanian yang memiliki arti ekonomis dan strategis bagi wilayah secara keseluruhan dan dapat dikembangkan dalam skala luas; - Peta rekomendasi aplikatif skala 1:50.000 kawasan distrik terpilih. - Karya tulis ilmiah yang dipublikasi Peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE skala 1:50.000 di kabupaten terpilih (Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Selatan) Dimanfaatkannya potensi lahan yang produktif untuk pengembangan pertanian sesuai dengan agro ekologi dan sebagai bahan pertimbangan bagi daerah dalam pengembangan komoditas utama berdasarkan kesesuian lahan. Meningkatnya pengunaan lahan secara optimal sesuai dengan kaidah-kaidah kesesuaian lahan pertanian dan akan memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan produktivitas pertanian Lokasi kegiatan di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan, dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2015. Metodologi pelaksanaan kegiatan secara garis besar mencakup beberapa tahapan, yakni: pendekatan desk study, survey lapang, dan laboratorium. Desk Study dilakukan
iv
12. 13.
Jangka Waktu Biaya (TA 2015)
: :
pada awal kegiatan yaitu mengumpulkan bahan-bahan pendukung seperti literatur, peta-peta pendukung, dan data sekunder lainnya. Survei lapang dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan data tanah, iklim dan sosial ekonomi. Sedangkan pendekatan yang ketiga adalah berupa analisa di laboratorium untuk penentuan analisis tanah. Tahapan selanjutnya adalah pembuatan peta pewilayahan komodits berdasarkan zona agro ekologi skala 1:50.000. Tahapan terakhir yaitu laporan pengkajian, dan Seminar Hasil. 7 (tujuh) tahun (2013-2019). Rp. 303.000.000,- (Tiga Ratus Tiga Juta rupiah)
v
SUMMARY 1.
Title
:
2. 3. 4. 5. 6.
Implementing Unit Location Agroecosystem Status (N/A) Objective 2015
: : : : :
7.
Output 2015
:
8.
Outcome
:
9.
Benefit
:
10.
Impact
:
11.
Prosedure
:
Map of agricultural commodity zonation scaled 1:50.000 based on agroecological zone to support agricultural development in Aceh Province Aceh Assessment Institute for Agricultural Technology Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya and Aceh Selatan Multyagroecosystem A (advance) - Develop agricultural commodities zoning map scale of 1 : 50.000 in the region / district which contains the selected agricultural commodities which have economic and strategic significance for the region as a whole and can be developed on a wide scale ; - Prepare a map on applicative scale of 1 : 50.000 was elected district area . - To produce scientific papers can be published in a national scientific journal published IAARD or internationally accredited and or in scientific seminars. - Agricultural commodity zoning map scale of 1 : 50.000 in the region / district which contains the selected agricultural commodities which have economic and strategic significance for the region as a whole and can be developed on a wide scale ; - Map of recommendation applicable scale of 1 : 50.000 was elected district area . - Scientific paper published. Map of agricultural commodities zoning based zae scale of 1 : 50.000 in the selected districts (Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Selatan). Exploited the potential of productive land for agriculture development according to agro- ecological and as consideration for the region in the development of major commodities. To development land use optimally in accordance with the rules of the agricultural land suitability and be a positive influence on increasing productivity of agriculture product. The location of activities are in Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya and Aceh Selatan districts that will be conducted in January through December 2015. The procedures may include Methodology The implementation of activities outlined include several stages, namely : approach desk study, field survey, and laboratory. Desk Study conducted at the initial stage of collecting support materials such as literature, maps supporters, and other secondary data. Field survey was conducted in order to collect soil data, social and economic climate. While the
vi
12. 13.
Duration Cost (TA 2015)
: :
third approach is a form of analysis in the laboratory for determination of soil analysis. The next stage is the manufacture komodits zoning map based on agroecological zones 1: 50,000 scale. One final stages of assessment reports, and Seminar. 7 (seven) years (2013-2019). Rp. 303.000.000,- (Three hundred and Three millions rupiah)
vii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN
i
KATA PENGANTAR
ii
RINGKASAN
iii
SUMMARY
v
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
I
PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Dasar Pertimbangan
3
1.3
Tujuan
3
1.4
Keluaran
3
II
III
IV
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1. Kerangka Teoritis
5
2.2. Hasil-Hasil Penelitian/ Pengkajian
5
METODOLOGI
6
3.1. Pendekatan
6
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
7
3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
4.1. Keadaan Umum Wilayah
14
4.2. Iklim
14
4.3. Bahan Induk, Landform dan Bentuk Wilayah
19
4.4. Tanah
20
4.5. Pewilayahan Komoditas berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) 4.6. Pewilayahan Komoditas berdasarkan Evaluasi Kesesuaian Lahan
25 32
viii
V
KESIMPULAN DAN SARAN
55
5.1. Kesimpulan
55
5.2. Saran
57
DAFTAR PUSTAKA
58
LAMPIRAN
60
LAMPIRAN 1. Tenaga dan Organisasi Pelaksanaan
60
LAMPIRAN 2. Anggaran
61
LAMPIRAN 3. Foto Kegiatan
62
ix
DAFTAR TABEL
No
Judul Tabel
1
Kualitas dan Karakteristik Lahan yang digunakan dalam Evaluasi Lahan Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Besar menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010) Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Selatan menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010) Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Jaya menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010) Klasifikasi tanah di Kabupaten Pidie menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010) Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh Besar Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh Selatan Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh Jaya Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Pidie Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Halaman 13 23 25 25 26 28 29 30 32 53
x
DAFTAR GAMBAR
No
Judul Gambar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Diagram alir penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar Peta Administrasi Kabupaten Aceh Selatan Peta Administrasi Kabupaten Aceh Jaya Peta Administrasi Kabupaten Pidie Grafik keadaan curah hujan di Kabupaten Aceh Besar Peta Iklim Kabupaten Pidie Peta SPT (satuan peta tanah) di Kabupaten Aceh Besar Peta SPT (satuan peta tanah) di Kabupaten Aceh Selatan Peta SPT (satuan peta tanah) di Kabupaten Aceh Aceh Jaya Peta SPT (satuan peta tanah) di Kabupaten Pidie Cara menentukan simbol zona Cara menentukan sub zona Aplikasi SPKL versi 1,0 Kriteria syarat tumbuh tanaman disesuaikan dengan buku evaluasi lahan yang diterbitkan BBSDLP Penentuan zona dengan bantuan program SPKL Peta Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Besar Peta Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Selatan Peta Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Jaya Peta Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Pidie
16 17 18 19 20
Halaman 7 16 17 18 19 20 22 29 30 31 32 33 33 34 34 35 41 42 43 44
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No 1 2 3
Judul Lampiran Tenaga dan Organisasi pelaksana kegiatan Anggaran kegiatan ZAE Foto kegiatan ZAE
Halaman 60 61 62
xii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data dan informasi sumberdaya tanah/lahan (soil/land resources) sebagai salah satu komponen utama sumberdaya alam mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan program pembangunan suatu wilayah. Dalam era Otonomi Daerah (Otda) dan Otonomi khusus (Otsus), informasi dasar tentang sumberdaya tanah/lahan, terutama data spasial yang meyajikan karakteristik tanah/lahan, potensi dan tingkat kesesuaian lahan, distribusi dan luasannya sangat dibutuhkan dalam setiap perencanaan pembangunan, khususnya di sektor pertanian yang saat ini dititikberatkan pada sektor agribisnis dan pengembangan kawasan agropolitan. Dengan tersedianya data dasar sumberdaya tanah yang handal dan mutakhir pada skala yang sesuai dengan tujuan, akan memudahkan dalam penyusunan Rencana Induk atau Master Plan untuk pengembangan wilayah. Potensi beberapa kabupaten di Provinsi Aceh memiliki lahan yang luas. Dari luasan ini memungkinkan untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian, seperti tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, karena Kabupaten Bireuen berada pada agroekosistem dataran rendah sampai sedang. Disamping fasilitas infrastruktur yang menunjang pembangunan pertanian, informasi detail potensi sumberdaya,
baik
komoditas
pertanian
unggulan
maupun
sentra-sentra
pengembangan komoditas pertanian, sangat diperlukan dalam rangka mempercepat laju pembangunan wilayah. Percepatan laju pembangunan wilayah khususnya di sektor pertanian dapat dilakukan melalui pembangunan sentra-sentra pengembangan komoditas unggulan di wilayah-wilayah potensial yang berorientasi agribisnis menuju terbentuknya suatu Kawasan Agropolitan. Untuk mendukung program pertanian tersebut diperlukan informasi sumberdaya lahan. Informasi sumberdaya lahan dapat diperoleh dari kegiatan penyusunan peta Zona Agro-Ekologi (ZAE). Hasil analisis agroekologis sangat berguna bagi kegiatan pemeliharaan dan mempertahankan fungsi alami dalam suatu lingkungan agroekologis. Selain itu dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pembangunan pertanian yang bertujuan untuk lebih memperbesar manfaat agroekologis, baik bagi masyarakat dalam agroekologis maupun luar wilayah agroekologis tersebut.
Evaluasi lahan adalah suatu proses
1
penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial) (Ritung et al. 2007). Untuk menyusun arahan penggunaan lahan dari berbagai alternatif komoditas yang sesuai, perlu dipertimbangkan prioritas daerah dan penggunaan lahan aktual. Dalam penyusunan kesesuaian lahan terpilih ini, untuk kelompok tanaman pangan dan sayuran, hanya lahan-lahan yang termasuk kelas Sesuai (kelas S1 dan S2) saja yang dipertimbangkan, sedangkan untuk tanaman perkebunan dan tanaman buah-buahan, selain lahan yang termasuk kelas Sesuai (S1 dan S2), juga ditambah dengan lahan yang termasuk kelas Sesuai Marginal (kelas S3). 1.2. Dasar Pertimbangan Mendukung 4 sukses Kementerian
Pertanian
periode
2010-2014
yaitu
pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, serta peningkatan kesejahteraan petani perlu didukung oleh data dan informasi sumberdaya lahan yang jelas dan akurat kehandalannya (BBSDLP, 2013). Data dan informasi sumberdaya lahan telah tersedia pada berbagai tingkat kedetilan dan tingkat skala peta. Salah satu kegiatan pengumpulan data dan informasi sumberdaya lahan dilakukan, yaitu penyusunan peta Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1 : 250.000. Peta tersebut sangat bermanfaat sebagai acuan dasar pada tingkat perencanaan regional atau nasional, sedangkan untuk pemanfaatannya pada skala operasional perlu ditindaklanjuti dengan skala yang lebih besar yaitu skala 1 : 50.000. Pada skala detil tersebut, penilaian kesesuaian lahan digunakan sebagai dasar untuk menyusun peta pewilayahan komoditas pada berbagai zone agro ekologi (BBSDLP, 2013). Dalam rangka mendukung rencana Pembangunan Daerah di Provinsi Aceh memberi masukan berupa pertimbangan dalam perencanaan pengembangan wilayah berdasarkan zona agro ekologi, Kementerian Pertanian/Badan Litbang Pertanian melalui UPT di provinsi yaitu Balai Pengkajian Teknolgi Pertanian (BPTP) Aceh melaksanakan kegiatan pengkajian pewilayahan komoditas berdasarkan zona agro ekologi di kabupaten terpilih yaitu Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan). Agar mudah dipahami maka pengelompokan wilayah ini umumnya
2
diimplementasikan kedalam suatu sistem peta satuan lahan, peta kesesuaian lahan dan peta arahan penggunaan lahan skala 1: 50.000. Berdasarkan peta-peta tersebut ini maka hasil pengkajian paket teknologi disuatu agro-ekosistem wilayah tertentu diharapkan akan memberikan hasil yang relatif sama bila diterapkan di wilayah lain bila kondisi agro-ekosistemya sama sehingga dapat sebagai salah satu dasar pertimbangan bagi
penentu
dan
pembuat
kebijakan,
perencanaan,
maupun
pelaksanaan
pembangunan pertanian di daerah.
1.3. Tujuan Secara garis besar kegiatan ini bertujuan untuk penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan Zona Agroekologi (ZAE) skala 1 : 50.000 di Kabupaten Simalungun dan Batubara. Disamping tujuan tersebut, kegiatan ini juga berfungsi untuk: 1. Mendapatkan karakteristik potensi sumberdaya lahan skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan. 2. Menyusun peta arahan penggunaan lahan (zona agro ekologi) skala 1:50.000 sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan. 3. Menyusun basis data dan sistim informasi sumberdaya lahan menggunakan teknik GIS di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan.
1.4. Keluaran yang Diharapkan Tersusunnya peta pewilayahan
komoditas pertanian
berdasarkan
Zona
Agroekologi (ZAE) skala 1 : 50.000 di Kabupaten Simalungun dan Batubara. Keluaran lain dari kegiatan ini adalah: 1. Tersusunnya data karakteristik potensi sumberdaya lahan skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan. 2. Adanya peta arahan penggunaan lahan (zona agro ekologi) skala 1:50.000 sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan pertanian di Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan. 3. Terhimpunnya basis data dan sistim informasi sumberdaya lahan menggunakan teknik GIS di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan usahatani adalah dengan membentuk Sentra atau Wilayah Pengembangan Agribisnis komoditas pertanian. Dalam upaya agar wilayah pengembangan tersebut mencapai derajat kesuksesan yang diharapkan, diperlukan sistem usahatani spesifik lokasi yang bersifat efisien, terlanjutkan
dan
memiliki
keunggulan
komparatif
dengan
mempertimbangkan
ketersediaan tenaga kerja, modal dan kemampuan petani (Amien dan Karama, 1993). Agar sistem dan juga teknologi spesifik lokasi tersebut dapat dihasilkan dengan lebih efisien, hemat, terarah dan sesuai untuk wilayah pengembangan perlu dilakukan zonasi agro-ekologi atau ZAE (Amien, 1996). Melalui pengenalan agro-ekologi wilayah, sumberdaya lahan dapat dimanfaatkan secara terarah dan efisien (Puslittanak, 1993). 2.2. Hasil-hasil Penelitian / Pengkajian. Zona
agroekologi (ZAE)
merupakan
salah satu
cara
dalam menata
penggunaan lahan melalui pengelompokan wilayah berdasarkan kesamaan sifat dan kondisi wilayah. Pengelompokan bertujuan untuk menetapkan area pertanaman dan komoditas potensial, berskala ekonomi, dan tertata dengan baik agar diproleh system usaha tani yang berkelanjutan. Penyusunan ZAE mengacu pada konsep system pakar (expert system). Konsep ini mengacu pada kesesuaian antara karakteristik lahan. Iklim dan persyaratan tumbuh tanaman (Amien 1997a). komponen utama dalam penempatan ZAE adalah kondisi biofisik lahan (kelerengan, kedalaman tanah, dan elevasi), iklim (curah hujan, kelembapan, dan suhu), dan persyaratan tumbuh tanaman, agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimum. Untuk tumbuh dan berproduksi tinggi dengan kualitas hasil yang baik, maka tanaman harus dibudidayakan pada lingkungan yang sesuai (Amien 1994; Amien et al.1994; Subagio
et al 1995; Djaenudin 2001). Pemilihan tanaman yang sesuai untuk diusahakan pada suatu kawasan ditentukan berdasarkan lereng, tekstur, tingkat kemasan, dan suhu (Amien 1997a). Konsep
Zona
Agroekologi
(ZAE)
adalah
suatu
penyederhanaan
dan
pengelompokkan agroekosistem yang beragam dalam bentuk klasifikasi yang lebih aplikatif (Las,. et al, 1990). Keragaman tanah dan iklim dapat dimanfaatkan sebagai dasar pewilayahan berbagai komoditas agar dicapai tingkat produksi yang optimal dan
4
berkelanjutan. Pemetaan tanah semi detail yang dapat digambarkan pada peta skala 1: 50.000, dapat digunakan untuk perencanaan operasional penggunaan lahan di tingkat kabupaten atau kecamatan (Soekardi, 1994). Komponen utama penyusunan ZAE adalah faktor biofisik (tanah, dan iklim, fisiografi dan bentuk wilayah, vegetasi dan penggunaan lahan) serta faktor ekonomi. Faktor sosial ekononmi yang perlu dipertimbangkan dalam memasyarakatkan paket teknologi spesifik lokasi adalah potensi tenaga kerja, beban lingkungan, komoditas pertanian unggulan dan prasarana (Bermanakusuma, 1998).
5
III. PROSEDUR PELAKSANAAN 3.1. Pendekatan Kegiatan Kegiatan pengkajian dilakukan melalui pendekatan desk study dan verifikasi lapangan. Desk study menyusun peta ZAE dan menganalisis data ke dalam Sistem Pakar (Expert System), sementara verifikasi melalui survey ke lapangan bertujuan untuk pencocokan hasil (re-checking). 3.2. Ruang Lingkup Kegiatan Kegiatan pengkajian ini akan dilaksanakan di
Kabupaten Aceh Besar, Pidie,
Aceh Jaya dan Aceh Selatan. Pengkajian berlangsung dari bulan Januari sampai Desember 2015. Pelaksanaan kegiatan mencakup beberapa tahap kegiatan: (a) Persiapan (Koleksi data dan peta kerja), (b) Observasi lapangan dan Analisis Tanah, (c) Pengolahan Data, dan (d) Pelaporan. Diagram alir penyusunan peta pewilayahan komoditas berdasarkan sona agro ekologi (ZAE) skala 1 : 50.000 disajikan pada Gambar 1.
6
Peta Satuan Lahan
Verifikasi lapangan dan pengambilan contoh tanah
Evaluasi Lahan (S1, S2, S3, N) dan Zona
Keinginan Daerah
Karakteristik Sosial, Ekonomi
Spasial Urutan Komoditas Pertanian
Penggunaan Lahan
Status Kawasan Hutan
Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Gambar 1. Diagram alir penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian. 3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan 3.3.1. Tempat dan Waktu Pengkajian. Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan yang dimulai dari Januari hingga Desember 2015. 3.3.2. Bahan dan Alat. Bahan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan adalah ATK dan computer supplies, peta-peta dasar (rupa bumi, geologi, citra satelit, hutan kesepakatan, tata guna lahan, administratif), dan bahan untuk mencetak peta
7
kesesuaian lahan dan pewilayahan. Alat yang digunakan untuk kegiatan diantaranya adalah cangkul, bor, sepatu lapang, pisau, GPS dan Munsell Color Chart. 3.3.3. Metode Pelaksanaan Kegiatan. Metode pelaksanaan kegiatan meliputi tahapan persiapan, observasi lapang, analisis contoh tanah, pengolahan data dan pembuatan peta pewilayahan komoditas arahan. Tahap persiapan. Tahap persiapan meliputi studi pustaka dan pengumpulan bahan-bahan yang relevan, berupa peta rupa bumi, peta geologi/litologi, foto udara atau citra satelit, peta tata guna hutan kesepakatan, peta penggunaan lahan dari BPN, peta agroklimat, data/peta penyebaran lahan pertanian (sawah, tegalan) dan data produksi dan data lainnya.
Peta dasar untuk menggambarkan peta-peta hasil
penelitian dibuat dari peta rupa bumi skala 1:50.000 yang didapatkan dari BBSDLP. Penelitian diawali dengan penyusunan konsep peta satuan lahan (land unit) skala 1:50.000 melalui pendekatan analisis terrain dari citra dan analisis kontur. Analisis terrain merupakan pendekatan yang relatif paling tepat untuk melaksanakan pemetaan sumberdaya lahan secara cepat, karena dapat menghemat waktu dan biaya dibandingkan dengan pemetaan tanah yang standar. Analisis terrain dilakukan dari foto udara atau citra satelit (landsat) yang didukung oleh informasi peta rupa bumi dan peta geologi untuk mengetahui sebaran landform, relief/lereng, elevasi dan jenis bahan induk tanah. Penarikan batas poligon sebagai dasar untuk menyusun peta satuan lahan (land mapping unit). Peta satuan lahan hasil interpretasi foto udara dan analisis kontur tersebut kemudian dipindahkan ke peta dasar dari peta rupa bumi skala 1:50.000 untuk selanjutnya didigitasi. Peta satuan lahan hasil digitasi selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk peta kerja penelitian di lapangan. Setiap satuan lahan mempunyai karakteristik yang sama tentang satuan landform, elevasi, jenis bahan induk, relief dan lereng serta zona agroklimat. Observasi lapang.
Pada observasi lapang dilakukan pengumpulan data
primer dan sekunder, meliputi data sumberdaya lahan, data iklim dan data sosial ekonomi. Data sumberdaya lahan.
Data sumberdaya lahan dilakukan mulai dari
pengecekan batas-batas peta satuan lahan hasil interpretasi foto udara serta karakterisasi lahan.
Perbaikan dileniasi satuan lahan dilakukan berdasarkan hasil
temuan di lapangan. Pengamatan tanah dilakukan dengan penjelajahan transek pada setiap satuan lahan representatif, meliputi pengamatan sifat-sifat morfologi profil tanah dan minipit serta faktor lingkungannya (lereng, keadaan batuan dipermukaan,
8
penggunaan lahan, jenis batuan induk dan lain-lain). Pengamatan melalui profil tanah dimaksudkan untuk menetapkan klasifikasi tanah, sedangkan pengamatan minipit, untuk mengetahui penyebaran masing-masing jenis tanah.
Pengamatan tanah mengacu pada Soil Survey Manual (Soil Survey
Division Staff, 1993). Parameter yang diamati untuk tujuan evaluasi lahan terdiri dari: kondisi terrain (lereng, torehan, kedalaman batuan permukaan, dan kemungkinan bahaya banjir), media perakaran (kedalaman efektif, tekstur, drainase, density dan struktur tanah), dan beberapa sifat kimia tanah yaitu reaksi tanah, adanya bahan sulfidik, dan kandungan bahan organik. Untuk data yang tidak bisa diamati di lapangan yaitu sifat kimia tanah, dilakukan pengambilan contoh tanah untuk dianalisis di laboratorium. Contoh tanah profil diambil bersamaan dengan pengamatan profil tanah, sedangkan contoh tanah komposit diambil mengikuti yang disarankan dalam Petunjuk Teknis Peta Pewilayahan Komoditas (BBSDLP, 2014). Jumlah contoh tanah profil akan tergantung pada luas penyebaran dan heterogenitas tanah, sedangkan contoh tanah komposit tergantung pada jumlah satuan peta tanah (SPT). Contoh tanah profil untuk tujuan klasifikasi tanah diambil berdasarkan susunan horizon atau lapisan, sedang contoh tanah komposit diambil dari tanah lapisan atas (0-30 cm) dan lapisan bawah (30-60 cm).
Data klimatologi. Penelitian dilakukan melalui survei lapangan untuk memantau dan mengumpulkan data dari stasiun-stasiun meteorologi/klimatologi yaitu pos pengamatan hujan yang memenuhi syarat untuk analisis iklim. Ketersediaan data iklim merupakan faktor utama dalam menggali informasi tentang potensi dan karateristik iklim di suatu daerah.
Pengamatan dan pengumpulan unsur cuaca/iklim dilakukan
melalui jaringan stasiun meteorologi, klimatologi/geofisika, pengamatan hujan pada pos-pos pengamatan hujan kerjasama dengan instansi terkait.
Data sosial ekonomi. Data sosial ekonomi yang dibutuhkan pada kegiatan ini adalah data sosek yang diperlukan untuk mengarahkan peneliti didalam mendesain kembali komoditi anjuran pada zona tertentu. Komoditi anjuran tersebut merupakan
problem solving dan berdasarkan ruang lingkup sosek, sumberdaya yang dikuasai dan teknologi petani. Ruang lingkup sosek yang diperlukan antara lain: Demografi, migrasi, aksessibilitas, peluang pasar (output, input dan tenaga kerja).
Sumberdaya yang
dikuasai (lahan usaha), antara lain a) Luas lahan menurut jenis lahan (sawah, tegalan, kebun), b) Rata-rata pemilikan menurut jenis lahan, jumlah pemilik penggarap, jumlah
9
yang tidak punya lahan, c) Rata-rata luas garapan per jenis lahan, d) Sistem garapan yang umum dilakukan dirangking menurut (sewa/sakap/bagi hasil) masing-masing per jenis lahan, e) Teknologi petani (Existing Teknologi), dan f) Komoditas dominan yang diusahakan dalam tiap zone (tanaman pangan, ternak, kebun). Analisis contoh tanah. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium. Jenis analisa contoh tanah profil terdiri dari tekstur 3 fraksi, reaksi tanah, kandungan bahan organik, basa-basa dapat tukar, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa. Dalam hal khusus dapat dianalisis pH KCl, retensi fosfat, kandungan bahan sulfidik, toksisitas Al, Fe, Na, atau karbonat. Sedangkan jenis analisis contoh tanah komposit untuk tujuan evaluasi lahan atau kesuburan tanah terdiri dari tekstur, reaksi tanah, kandungan bahan organik, P dan K potensial, kapasitas tukar kation, basa-basa dapat tukar, kejenuhan basa, aluminium, dan kandungan bahan sulfidik. Khusus untuk tanah gambut/organik dianalisis kadar serat, kadar abu, dan kandungan bahan mineral serta susunan kimianya. Metode analisis tanah mengacu pada buku Procedures for Soil Analysis (ISRIC, 2002). Pengolahan data untuk karakterisasi sumberdaya lahan. Pengolahan data dilakukan sebelum dan sesudah ke lapangan. Kegiatan ini meliputi penyiapan data untuk tujuan evaluasi lahan, penyusunan model, dan pelaksanaan evaluasi lahan serta penyusunan konsep peta pewilayahan komoditas. Rangkaian kegiatan ini akan dilaksanakan secara terkomputerisasi. Data yang tersedia (di BBSDLP) sebagian tersedia dalam format basisdata dan sebagian lagi masih dalam bentuk hardcopy. Basis data yang diperlukan adalah basis data SH (Site and Horizon Database), SSA (Soil Sample Analysis Database), MU/RSS (Mapping Unit/Reference for Soil Series Database). Pengambilan
data
untuk
keperluan
evaluasi
lahan
dilakukan
dengan
menggunakan program mediator yaitu SDPLE (Soil Data Processing for Land
Evaluation). Cara pengoperasian program ini tertuang dalam Technical Report. No.19 Version I. LREP II (1996). Apabila data tersedia bukan dalam bentuk basisdata, maka untuk keperluan evaluasi lahan, data karakteristik lahan dapat dientry secara manual dengan menggunakan program excell.
Penyusunan model evaluasi lahan. Sebelum dilaksanakan penyusunan model evaluasi lahan, data laboratorium diolah terlebih dahulu baik untuk tujuan klasifikasi tanah maupun perbaikan terhadap satuan peta analisis. Hal ini perlu dilakukan agar diperoleh satuan lahan yang mempunyai sifat dan karakteristik terrain dan kimia tanah
10
yang homogen. Semakin homogen unit dasar penilaian yang disusun, maka semakin tinggi kehandalan penyajian data spasialnya. Tanah diklasifikasikan berdasarkan Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1998), sedangkan evaluasi lahan dilakukan secara terkomputerisasi dengan mengembangkan modul evaluasi lahan yang spesifik daerah berdasarkan komoditasnya. Evaluasi lahan dilaksanakan dengan memanfaatkan software Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan (SPKL) Versi 1.0. Kriteria kesesuaian lahan mengacu pada Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian (Djaenudin, 2001). Pemilihan komoditas pertanian akan mempertimbangkan hal-hal berikut: komoditas unggulan daerah (Tim Badan Litbang Pertanian, 1998), kecocokan hasil penilaian, mempunyai daya saing dan nilai ekonomis tinggi, kondisi sosial budaya setempat, ketersediaan tenaga kerja, dan informasi dari Pemda atau BPTP setempat. SPKL Versi 1.0 adalah program aplikasi komputer yang dikembangkan untuk membantu pengguna untuk melakukan penilaian atau evaluasi kesesuaian lahan untuk sektor pertanian, disamping itu dapat juga dilakukan untuk membantu dalam penyusunan peta zona agro ekologi (ZAE). SPKL dbangun dengan paket pemrograman dan database format MS Access 2007, oleh karena itu untuk menjalankannya diperlukan paket aplikasi MS Access 2007 yang merupakan bagian dari paket program MS Office. SPKL terdiri dari 2 bagian, yakni: -
File Program Berisikan modul – modul program yang berfungsi untuk menjalankan perintah – perintah tertentu yang telah didefeniskan untuk keperluan evaluasi lahan.
-
File Data Berisi defenisi data dan tabel yang akan digunakan oleh program dalam pengelolaan data. Pelaksanaan komputasi dilakukan dengan mengimport data SDPLE atau data
yang tersedia dalam format excell ke dalam program SPKL. Hasil evaluasi lahan untuk masing-masing komoditas pertanian akan diperoleh secara otomatis dalam bentuk data tabular. Verifikasi terhadap hasil komputasi dapat dilakukan secara cepat dan mudah. Penyajian hasil evaluasi lahan dalam wujud spasial atau peta dilakukan dengan cara mengimport data ke dalam format GIS. Penyajian peta kesesuaian lahan dapat dibuat berdasarkan jenis komoditas pertanian dengan menggunakan program ArcGIS.
Penyusunan peta arahan penggunaan lahan.
Hasil evaluasi lahan
menyajikan kelas kesesuaian lahan untuk berbagai komoditas pertanian andalan dan terpilih.
Setiap satuan lahan yang dinilai mungkin sesuai untuk lebih dari satu
11
komoditas pertanian. Oleh karena itu, untuk memilih jenis komoditas pertanian yang akan dikembangkan disuatu wilayah, perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut: kelas kesesuaian lahan, komoditas andalan daerah atau terpilih, tenaga kerja, peluang pasar, aksesibilitas, terutama sarana dan prasarana transportasi dan aspek lainnya. Penentuan kelas kesesuaian lahan dilakukan melalui evaluasi lahan. Evaluasi lahan dilaksanakan dengan menggunakan prinsip sistem kerangka kerja (FAO, 1976). Kegiatan evaluasi lahan ini pada prinsipnya dilakukan dengan cara “matching”, yaitu dengan cara membandingkan antara kualitas dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh/hidup tanaman melalui suatu penyusunan model evaluasi lahan. Kriteria persyaratan tumbuh tanaman yang digunakan berpedoman kepada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Djaenuddin et.al., 2003). Kualitas dan karakteristik lahan yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan disajikan pada Tabel 1. Tanaman yang dievaluasi tingkat kesesuaian lahannya
adalah komoditas
unggulan sektor tanaman pangan (padi, kedelai, jagung, kacang tanah) dan hortikultura (semangka, cabai, durian, manggis, rambutan) di Provinsi Aceh. Untuk penentuan pewilayahan komoditas berdasarkan parameter-parameter diatas dapat berpedoman kepada suatu modul yang akan menghubungkan antara hasil penilaian kesesuaian lahan, komoditas andalan dan nilai ekonominya, sehingga diperoleh pewilayahan komoditas yang sesuai dari segi lahannya dan layak dikembangkan dari segi sosial ekonominya.
12
Tabel 1. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan Simbol
Kualitas Lahan
Karakteristik Lahan
tc
Temperatur udara
1. Temperatur rerata (°C) atau elevasi (m)
wa
Ketersediaan air
1. Curah hujan (mm) 2. Lamanya masa kering (bulan) 3. Kelembaban udara (%)
oa
Ketersediaan oksigen
1. Drainase
rc
Media perakaran
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Drainase Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (m) Ketebalan gambut (m) Kematangan gambut
nr
Retensi hara
1. 2. 3. 4.
KTK liat (cmolc/kg) kejenuhan basa (%) pH H2O C- organik (%)
xc
Toksisitas
1. Kejenuhan aluminium (%) 2. Salinitas/DHL (ds/m)
xn
Sodisitas
1. Alkalinitas (%)
xs
Bahaya sulfidik
1. Pirit/Bahan sulfidik (%)
eh
Bahaya erosi
1. Lereng (%) 2. Bahaya erosi
fh
Bahaya banjir
1. Genangan 2. Batuan di permukaan (%)
lp Penyiapan lahan Sumber: Djaenudin et al. (2003).
1. Singkapan batuan (%)
Validasi diperlukan untuk mengkaji ulang apakah model evaluasi lahan yang digunakan dan peta yang dihasilkan sudah sesuai dengan kondisi spesifik daerah penelitian. Apabila berdasarkan hasil verifikasi lapangan sudah sesuai, maka model dan peta tersebut dianggap valid. Tetapi jika terdapat ketidak-sesuaian antara peta pewilayahan dengan keadaan di lapangan, maka model tersebut perlu ditinjau kembali untuk diperbaiki.
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Wilayah 0
0
Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5 3’1,2” - 5 45’9,007” 0
0
Lintang Utara dan 95 55’43,6” - 94 59’50,13” Bujur Timur. Sedangkan secara administrasi Kabupaten Aceh Besar memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Malaka, dan Kota Banda Aceh; Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya; Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Pidie dan Sebelah Barat :
Berbatasan dengan Samudera Hindia
dan Kabupaten Aceh Jaya. Kabupaten Aceh Besar memiliki luas wilayah seluas 290.350,73 Ha. Sebagian besar wilayahnya berada di daratan dan sebagian kecil berada di kepulauan. Secara administratif Kabupaten Aceh Besar memiliki 23 kecamatan (lihat Gambar 2). Kabupaten Aceh Selatan merupakan kabupaten yang terletak dibagian baratselatan Provinsi Aceh. Kabupaten Aceh Selatan dimekarkan pada tanggal 10 April 2002 resmi dimekarkan sesuai dengan UU RI Nomor 4 tahun 2002 menjadi tiga Kabupaten, yaitu: Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Aceh Selatan. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Labuhan Haji, diikuti oleh Kecamatan Kluet Utara. Sementara jumlah penduduk tersedikit adalah Kecamatan Sawang. Sebagian penduduk terpusat di sepanjang jalan raya pesisir dan pinggiran sungai. Kabupaten Aceh Selatan memiliki 18 buah kecamatan yang terbentang mulai dari Kecamatan Labuhan Haji yang berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya hingga Kecamatan Trumon Timur yang berbatasan dengan Kota Subulussalam. Pada tahun 2010 jumlah kecamatan dalam Kabupaten Aceh Selatan adalah 16 Kecamatan. Pada tahun 2011, 2 kecamatan di bagian timur yakni Trumon dimekarkan lagi menjadi 2 kecamatan lagi sehingga keseluruhan kecamatan dalam kabupaten sekarang ini berjumlah 18 kecamatan. Kedelapan belas kecamatan tersebut adalah: Bakongan, Bakongan Timur, Kluet Selatan, Kluet Tengah, Kota Bahagia, Kluet Timur, Kluet Utara, Labuhan Haji, Labuhan Haji Barat, Meukek, Pasie Raja, Samadua, Sawang, trumon, Trumon Timur, Trumon Tengah, Tapak Tuan, Labuhan Haji Timur. Berikut ini peta administrasi Kabupaten Aceh Selatan, Gambar 3.
14
0
0
Kabupaten Aceh Jaya terletak pada kordinat 04 22’-05 16’ Lintang Utara dan 0 0 95 02’-96 03’ Bujur Timur dengan luas daerah 3.727 mm2 . Kabupaten Aceh Jaya
terbagi dalam 9 Kecamatan, 22 Mukim, 172 Desa. Batas wilayah administrasi meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Kabupaten Aceh Barat, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Barat, serta sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia. Kecamatan Sampoiniet merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah sekitar 27 persen (1.011 Km2), sedangkan Kecamatan Panga mempunyai luas wilayah terkecil yaitu sekitar 8 persen (307 Km2) dari wilayah kabupaten. Batas administrasi Kabupaten Aceh Jaya dapat dilihat pada Gambar 4. Secara geografi kecamatan-kecamatan di wiliyah Kabupaten Aceh Jaya berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Jalur sepanjang pantai juga merupakan tempat permukiman penduduk terpadat dibandingkan dengan daerah pemukiman yang jauh dari pantai. Jaringan jalan yang menyusuri pinggir pantai yang menghubungkan Banda Aceh dengan kota-kota di bagian barat dan selatan provinsi ini menjadi faktor
yang
sangat mendukung bagi
penduduk
untuk
membangun
permukiman di sepanjang pantai. Pusat- pusat perdagangan dan berbagai aktivitas perekonomian lainnya pun pada umumnya berlokasi di kota-kota kecamatan yang berada di sepanjang pantai wilayah ini (BPS, 2013). Peta administrasi Kabupaten Aceh Jaya dapat dilihat pada Gambar 4. 0
0
0
Kabupaten Pidie terletak pada kordinat 04,30 -04,60 Lintang Utara dan 95 02’0
2
96 03’ Bujur Timur dengan luas daerah 3.082,14 km . Kabupaten P i d i e terbagi dalam 2 3 Kecamatan, 94 Mukim, 732 Desa. Batas wilayah administrasi meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pidie Jaya, serta sebelah Barat berbatasan dengan Aceh Besar. Berikut ini Gambar 5, batas adminsitrasi Kabupaten Pidie.
15
Gambar 2. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar.
16
Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Selatan.
17
Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Jaya.
18
Gambar 5. Peta Administrasi Kabupaten Pidie.
19
5.2. Iklim Iklim merupakan salah satu faktor determinan yang sangat menentukan tingkat kesesuaian lahan, produktivitas, jenis, dan mutu produk. Setiap jenis tanaman memerlukan unsur iklim dengan kisaran tertentu dalam setiap fase pertumbuhannya. Pada keadaan tertentu fluktuasi unsur iklim yang ekstrim menjadi faktor pembatas terutama pada fase kritis yang pengaruhnya sangat besar terhadap penurunan hasil tanaman. Namun di sisi lain keragaman dan dinamika iklim dapat bermanfaat bagi pengembangan sistem dan usaha agribisnis, terutama dalam kaitannya dengan jenis dan mutu hasil serta periode panen. Kabupaten Aceh Besar pada umumnya beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau berkisar antara bulan Januari Juni. Musim hujan, biasanya berkisar antara bulan Juli sampai Desember, dengan curah hujan rata – rata per tahun 270 mm. Tentang keadaan curah hujan di Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Gambar 6 (Grafik curah hujan). Suhu udara rata-rata di Kabupaten Aceh Besar tahun 2012 adalah 25,3 0C, dengan suhu terendah 20,5 dan suhu tertinggi 32,4. Penyinaran matahari rata-rata 5,5 jam per hari dan tingkat kelembaban udara berkisar 84%.
Grafik Keadaan Curah Hujan di Kabupaten Aceh Besar tahun 2007 - 2009 Curah Hujan (m m ) 350 300 250 2007
200
2008
150
2009
100 50
Ju li Ag us tu s Se pt em be r O kt ob er N ov em be D r es em be r
Ju ni
M ei
Ap ri l
Ja nu ar i Fe br ua ri M ar et
0
Bulan
Sumber : Aceh Besar Dalam Angka, 2010. Gambar 6. Grafik Keadaan Curah Hujan di Kabupaten Aceh Besar.
20
Kabupaten Aceh Besar terletak dekat dengan garis khatulistiwa, sehingga wilayah ini tergolong beriklim tropis. Suhu udara rata-rata berkisar antara 25°C - 28°C. Kabupaten Aceh Besar juga mengalami musim kemarau dan hujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan September. Pada tahun 2009, Suhu rata-rata pada periode tersebut memang relatif lebih tinggi dibandingkan periode Oktober sampai dengan Maret. Adapun suhu maksimum adalah sebesar 34,3ºC pada bulan Juni dan Juli, sedangkan suhu minimum adalah sebesar 22,2ºC pada bulan Februari. Kabupaten Aceh Selatan memiliki potensi curah hujan berkisar dari 2500-3750 mm/tahun. Curah hujan tertinggi 3500–3750 mm.tahun-1 terjadi di Sebelah Selatan Kecamatan Kluet Selatan, Sebelah Selatan Kecamatan Trumon dan Trumon Timur, sedangkan yang terendah 2500–2750 mm.tahun-1 terjadi di Sebelah Timur Laut Kecamatan Trumon Timur. Sebagian besar curah hujan Kabupaten Aceh Selatan 3250– 3500 mm.tahun-1 atau 54.32% luas wilayah Kabupaten Aceh Selatan dan hampir jatuh di setiap kecamatan. Curah hujan di wilayah lumbung beras, yaitu: Kecamatan Kluet Utara, Kecamatan Pasie Raja, dan Kecamatan Kluet Selatan berkisar antara 3250-3750 mm/tahun. Ketersediaan air yang berlimpah ini harus dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan produksi pangan, terutama untuk sumber air irigasi. Hal ini didukung pula dengan keberadaan beberapa sungai besar dan kecil yang membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Aceh Selatan. Kabupaten Aceh Jaya beriklim tropis (hangat dan lembab) dan dikenal 2 (dua) musim, yaitu musim hujan dengan gejolak gelombang laut yang biasanya terjadi bulan September- Februari dengan jumlah hari hujan terbesar berkisar antara 120-170 hari, jumlah hujan rata-rata per tahun berkisar antaran 2000 - 4000 mm. Suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Aceh Jaya berkisar antara 25,80C – 26,90C dan kelembaban antara 84-90,7 persen. Kecepatan angin maksimun berkisar antara 10 – 27 knot walaupun rata-rata kecepatan angin hanya sebesar 2,8 – 3,7 knot. Hari hujan rata-rata perbulan 16 hari dengan rata-rata curah hujan per bulan 328,1 mm. Musim kemarau yang biasanya berlangsung antara bulan Meret-Agustus dengan tekanan udara rata-rata berkisar antara 260-330C pada siang hari dan 230-250 C malam hari dan kelembapan antara 84-92 %. Kecepatan angin maksimum berkisar antara 12-15 knot walaupun rata-rata kecepatan angin hanya sebesar 0-4 knot.
21
Kabupaten Pidie, beriklim tropis dengan dua musim yaitu kemarau dan hujan. Suhu udara rata-rata sekitar 24 – 30o C. Pada tahun 2005, jumlah hari hujan adalah 115 hari, dengan curah hujan rata-rata 232,67 mm, tertinggi pada bulan desember (614 mm) dan terendah bulan juni (52 mm) (www.pidiekab.go.id). Curah hujan ratarata tahunan antara 1000 – 2000 mm/th dengan hari hujan 114 hari/th. Peta iklim Kabupaten dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Peta iklim Kabupaten Pidie.
22
5.3. Bahan Induk dan Landform Berdasarkan peta satuan lahan dan tanah lembar Sumatera (0421), Sumatera (0422), skala 1 : 250 000, bahan induk dilokasi pengkajian adalah sedimen halus dan kasar, sedimen tak dibedakan, vegetasi rendah terbuka seperti rumput, sedimen halus, sedimen halus dan kasar tak dibedakan, Tuf dan lava intermedier dan basis, Batu kapur lunak, Batuan sedimen kasar masam, Batuan ultramafik dan volkanik tak dibedakan, Batu kapur, Batuan plutonik masam, Batuan volkanik dan sedimen tak dibedakan, Batuan sedimen kasar masam dan batu kapur lunak, Tuf & lava intermedier & basis lereng atas gunung berapi, Tuf dan lava intermedier dan basis lahar ( muda ), Tuf dan lava intermedier dan basis lembah kaldera, Tuf dan lava intermedier dan basis berbukit, Tuf dan lava intermedier dan basis berbukit kecil, dan Tererosi/lereng tunggal tanpa endapan aluvial & koluvial. Landform di wilayah Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 6 grup landform, yaitu : Grup Aluvial (A) dengan total luas 10.098 Ha (3,50%), Grup Perbukitan (H) dengan total luas 24.279,72 Ha (8,41%), Grup Karst (K) dengan total luas 48.023,48 Ha (16,63%), Grup Pegunungan/ Plato (M) dengan total luas 80.034,18 Ha (27,71%), Grup Teras Marin dengan total luas 18.171,72 Ha (6,29%), Grup Volkan (V) dengan total luas 77.315,68 Ha (26,77%) dan Grup Aneka Bentuk (X) dengan luas 3.036,78 Ha (1,05%). Total luas keseluruhan landform adalah 288.852,78 Ha (100%) (Gambar 8). Grup Aluvial terbagi atas dataran banjir dari sungai bermeander (Af) dan dataran aluvial peralihan ke marin (Au); Grup Pegunungan (M) terbagi atas pegunungan agak tertoreh, tertoreh dan sangat tertoreh (Mab, Mg, Mk dan Muz); Grup Volkan (V) terbagi atas Stratovolkan dan kipas volkan (Vab). Grup Marin terbagi atas dataran pasang surut berawa dibelakang pantai dan dataran estuarin sepanjang sungai (Bf) dan Komplek beting pasir resen berselang-seling (Bfq). Grup perbukitan terbagi atas Perbukitan kecil dan perbukitan dgn pola random (Hab) dan Perbukitan kecil dan perbukitan dgn pola random (Hk, Hq dan Hsz). Klasifikasi
kelerengan
di
Kabupaten
Aceh
Besar
terbagi
atas kelas
kelerengan yaitu : < 2%, 2-8%, 9-15%, 16-25%, 26-40%, 41-60% dan >60%. Berdasarkan gambaran klasifikasi kelerengan tersebut, tampak didominasi oleh lahan berkelerengan >60% dengan luasan yang mencapai 118.520,71 Ha atau sebesar 40,82% dari total luas wilayah kabupaten.
23
Bahan induk di wilayah Kabupaten Aceh Selatan terdiri dari 14 jenis yakni endapan halus, endapan halus dan kasar, sedimen halus, sedimen halus dan kasar jalur meander, sedimen halus dan kasar rawa belakang, sedimen tidak dibedakan, batuan plutonik masam, batuan metamorfik tidak dibedakan, batu kapur, batuan sedimen halus dan kasar masam, lava intermedier dan basis, gambut ketebalan 0.5-2 m, gambut >2m, tuf masam. Untuk landformnya terdiri dari 9 grup, yakni: Grup Alluvial (A) dengan total luas 37.223,75 Ha (8,73%), Grup Marin (B) dengan total luas 12.557,16 Ha (2,94%), Grup Kubah Gambut/Turf dengan total luas 89.476,04 Ha (20,99%), Grup Perbukitan dengan total luas 12.685,87 Ha, (2,97%), Karst (K) dengan luas 39.039,59 Ha (9,16%) Grup Pegunungan dengan total luas 232.298,84 Ha (54,49%) Grup Turf Masam Toba dengan luas 48,63 Ha (0,01%), Grup Teras Marin 2.037,48 Ha dan Grup Aneka Bentuk 923,14 Ha (0,22%). Total keseluruhan untuk keseluruhan landform adalah 426.290,50 Ha (100%) (Gambar 9). Bahan induk di wilayah Kabupaten Aceh Jaya terdiri dari 10 jenis yakni endapan halus dan kasar, sedimen halus, sedimen halus dan kasar jalur meander, sedimen tidak dibedakan, batuan plutonik masam, batu kapur, batuan sedimen halus dan kasar masam, lava intermedier dan basis, gambut ketebalan 0.5-2 m, gambut >2m. sedangkan untuk landformnya terdiri dari 8 grup, yakni: Grup Alluvial (A) dengan total luas 26.723,56 Ha (7,38%), Grup Marin (B) dengan total luas 15.121,30 Ha (4,18%), Grup Kubah Gambut/Turf dengan total luas 102.321,22 Ha (28,267%), Grup Perbukitan dengan total luas 16.072,37 Ha, (4,43%), Karst (K) dengan luas 31.361,09 Ha (8,86%) Grup Pegunungan dengan total luas 160.270,20 Ha (44,27%) Grup Turf Masam Toba dengan luas 1748,13 Ha (0,88%), Grup Teras Marin 3.197,74 Ha dan Grup Aneka Bentuk 5170,46 Ha (1,42%). Total keseluruhan untuk keseluruhan landform adalah 361.986,07 Ha (100%) (Gambar 10). Bahan induk di wilayah Kabupaten Pidie terdiri dari 19 jenis yakni Sedimen halus dan kasar, Sedimen tidak dibedakan, Sedimen halus, lembah antar perbukitan dan kaki lereng berombak, Lunak batuan berkapur, Batuan Sedimen kasar masam, Batukapur, Tuf dan lava intermedier dan basis, Batuan Sedimen halus masam, Batuan Sedimen halus dan kasar masam, Batuan plutonik masam, Batuan Lunak berkapur lereng agak curam sampai cukup curam (<25%), Batuan Lunak berkapur dan Sedimen halus masam, Batuan Sedimen tidak dlbedakan, Batuan metamoriik tidak dibedakan, Batuan Sedimen halus masam dan Batukapur Lunak, Lereng atas gunung berapi, Tuf Intermedier lereng tengah gunung berapi. Untuk landformnya terdiri dari 9 grup,
24
yakni: Grup Alluvial (A) dengan total luas 13.769 Ha (15,10%), Grup Marin (B) dengan total luas 4401,49 Ha (1,49%), Grup Perbukitan dengan total luas 18.177,67 Ha (6,16%), Grup Karst dengan luas 15.603,17 Ha (5,28%), Grup Pegunungan dengan total luas 170.638,25 Ha (57,79%), Grup Dataran dengan luas 3623,58 Ha (1,23%), Grup Teras Marin dengan total luas 10.130,50 Ha (3,43%), Grup Volkan dengan total luas 29.165,83 Ha (9,88%) dan Grup Aneka Bentuk dengan total luas 116,16 Ha (0,04%) (Gambar 11). 5.4. Tanah Tanah merupakan hasil pembentukan faktor-faktor pembentuk tanah, seperti bahan induk, iklim, topografi, waktu dan organisme. Bahan induk dan topografi merupakan faktor pembentuk tanah dominan di daerah penelitian. Tanah yang terbentuk bersama-sama dengan faktor iklim ikut menentukan jenis dan penyebaran tanaman. Kedua faktor pembentuk tanah tersebut mempengaruhi sifat-sifat fisik-kimia dan mineralogi tanah. Klasifikasi tanah yang dipergunakan adalah Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010) dan sebagai padanan digunakan klasifikasi Pusat Penelitian Tanah (PPT, 1983). Tanah-tanah tersebut diklasifikasikan sampai tingkat Subgrup. Klasifikasi tanah di lapangan didasarkan pada sifat-sifat morfologi yang diamati dan disesuaikan dengan data hasil analisis laboratorium. Berdasarkan hasil pengamatan lapang dan analisis tanah di laboratorium, tanah-tanah yang dijumpai di Kabupaten Aceh Besar digolongkan ke dalam 5 ordo, yaitu: Inceptisol, Entisol, Alfisol, Oxisol dan Ultisol. Ordo tanah tersebut menurunkan sebanyak 8 sub ordo, 11 grup tanah dan 14 sub grup tanah (Tabel 2). Tabel 2. Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Besar menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010). No Ordo Sub Ordo Grup Sub Grup 1 Inceptisol Aquepts Tropaquepts Udic Tropaquepts Tropepts Dystropepts Aquic Dystropepts Udic Dystropepts Humitropepts Udic Humitropepts Eutropepts Udic Eutropepts Andepts Dystrandepts Udic Dystrandepts Hydrandepts Udic Hydrandepts 2 Entisol Aquents Fluvaquents Udic Fluvaquents Aquic Fluvaquents Porthent Troporthents Udic Troporthents 3 Alfisol Udalfs Hapludalfs Udic Hapludalfs 4 Oxisol Udoxs Hapludoxs Udic Hapludoxs 5 Ultisol Udults Hapludult Udic Hapludults Udic Kandiudults
25
Jenis tanah yang dijumpai di Kabupaten Aceh Selatan sebanyak dari Kabupaten Aceh Besar, jenis tanah yang ada digolongkan ke dalam 5 ordo juga, yaitu: Inceptisol, Entisol, Alfisol, Oxisol dan Ultisol. Ordo tanah tersebut menurunkan sebanyak 8 sub ordo, 11 grup tanah dan 14 sub grup tanah (Tabel 3). Tabel 3. Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Selatan menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010) No Ordo 1 Inceptisol
Sub Ordo Aquepts Tropepts
Grup Tropaquepts Dystropepts
Andepts 2
Entisol
Aquents
Humitropepts Eutropepts Dystrandepts Hydrandepts Fluvaquents
3 4 5
Alfisol Oxisol Ultisol
Porthent Udalfs Udoxs Udults
Troporthents Hapludalfs Hapludoxs Hapludult
Sub Grup Udic Tropaquepts Aquic Dystropepts Udic Dystropepts Udic Humitropepts Udic Eutropepts Udic Dystrandepts Udic Hydrandepts Udic Fluvaquents Aquic Fluvaquents Udic Troporthents Udic Hapludalfs Udic Hapludoxs Udic Hapludults Udic Kandiudults
Jenis tanah yang dijumpai di Kabupaten Aceh Jaya digolongkan ke dalam 4 ordo, yaitu: Inceptisol, Entisol, Alfisol dan Ultisol. Ordo tanah tersebut menurunkan sebanyak 4 sub ordo, 8 grup tanah dan 10 sub grup tanah (Tabel 4). Tabel 4. Klasifikasi tanah di Kabupaten Aceh Jaya menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010) No Ordo 1 Inceptisol
Sub Ordo Tropepts
Grup Eutropepts Dystropepts
2
3 4
Entisol
Aquents
Ultisol Oxisol
Sarnents Udults Udoxs
Fluvaquents Hydraquents Sulfaquents Tropaquents Tropopsarnents Kandiudults Hapludoxs
Sub Grup Udic Eutropepts Aquic Eutropepts Aquic Dystropepts Udic Dystropepts Udic Fluvaquents Aquic Hydraquents Aquic Sulfaquents Aquic Tropaquents Aquic Tropopsarnents Udic Kandiudults Udic Hapludoxs
26
Jenis tanah yang dijumpai di Kabupaten Pidie digolongkan ke dalam 5 ordo saja, yaitu: Inceptisol, Entisol, Alfisol, Oxisol dan Ultisol. Ordo tanah tersebut menurunkan sebanyak 4 sub ordo, 8 grup tanah dan 10 sub grup tanah (Tabel 5). Tabel 5.
Klasifikasi tanah di Kabupaten Pidie menurut sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010)
No Ordo 1 Inceptisol
Sub Ordo Aquepts Tropepts
Grup Tropaquepts Dystropepts
Andepts 2
Entisol
Aquents
Humitropepts Eutropepts Dystrandepts Hydrandepts Fluvaquents
3 4 5
Alfisol Oxisol Ultisol
Porthent Udalfs Udoxs Udults
Troporthents Hapludalfs Hapludoxs Hapludult
Sub Grup Udic Tropaquepts Aquic Dystropepts Udic Dystropepts Udic Humitropepts Udic Eutropepts Udic Dystrandepts Udic Hydrandepts Udic Fluvaquents Aquic Fluvaquents Udic Troporthents Udic Hapludalfs Udic Hapludoxs Udic Hapludults Udic Kandiudults
5.4.1. Inceptisol Tanah yang termasul ordo Inceptisol merupakan tanah yang muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya memiliki horison kambik, tanah ini belum berkembang lanjut sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. 5.4.2. Entisol Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik dan histik. 5.4.3. Alfisol Tanah jenis ini merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik) dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yakni lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan air.
27
5.4.4. Oxisol Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga Kapasitas Tukar Kation (KTK) rendah, yaitu kurangdari 16 me/100 gr liat. Banyak mengandung oksida – oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tanah ini menunjukkan batas-batas horision yang tidak jelas. 5.4.5. Ultisol Tanah Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%.
28
Gambar 8. Peta SPT (Satuan Peta Tanah) di Kabupaten Aceh Besar.
29
Gambar 9. Peta SPT (Satuan Peta Tanah) di Kabupaten Aceh Selatan.
30
Gambar 10. Peta SPT (Satuan Peta Tanah) di Kabupaten Aceh Jaya.
31
Gambar 11. Peta SPT (Satuan Peta Tanah) di Kabupaten Pidie.
32
5.5. Pewilayahan Komoditas berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) Penentuan zonasi (I-VII) untuk setiap satuan tanah/lahan didasarkan pada kelas lereng dan klasifikasi tanah, sedangkan sub zona (basah dan kering) ditentukan oleh kelas drainase. Tahap proses zonasi secara otomatis akan dilakukan oleh program SPKL (Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan) versi 1.0, tahapan dan alur zonasi dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13. Penggunaan aplikasi SPKL dapat dilihat pada Gambar 14, 15 dan 16.
Gambar 12. Cara menentukan simbol zona
Gambar 13. Cara menentukan simbol sub zona
33
Gambar 14. Aplikasi SPKL versi 1.0.
Gambar 15. Kriteria syarat tumbuh tanaman disesuaikan dengan buku evaluasi lahan yang diterbitkan oleh BBSDLP.
34
Gambar 13. Penentuan simbol sub-zona
Gambar 16. Penentuan zona dengan bantuan program SPKL
Penyusunan Zona Agro Ekologi Kabupaten Aceh Besar, Aceh Selatan, Aceh Jaya dan Pidie, skala 1:50.000 didasarkan kemiripan karakteristik sumberdaya lahan, yaitu: lereng, fisiografi, drainase, dan rejim kelembaban tanah. Kemiripan karakteristik sumberdaya lahan tersebut mencerminkan sistem pertanian yang dianjurkan dengan alternatif pengembangan komoditas pertanian. Berdasarkan hasil analisis sumberdaya lahan, Kabupaten Aceh Besar dikelompokkan ke dalam 3 zona yang tersebar di areal pewilayahan komoditas pertanian, yakni: a.
Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan) Dari hasil analisis program SPKL, areal pewilayahan untuk zona ini menurunkan 3 sub zona (sub grup) yakni II/Dej, III/Dej dan IV/Dfs (Tabel 6) dengan luas areal 239.782,02 Ha (83,01%). Zona ini adalah sub zona II Dej, III Dej dan IV Dfs untuk pewilayahan di lahan kering dengan komoditas tanaman kehutanan dan perkebunan yakni yakni: tanaman kehutanan (sengon, Jati, Jabon, Akasia), tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao, kopi).
b. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (tahunan) Areal pewilayahan untuk daerah yaitu sub zona III Dej yakni dengan total luas
35
wilayahnya adalah 16.533,55 Ha (5,72%). Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah padi sawah tadah hujan, padi gogo, palawija, mangga, manggis. c.
Pewilayahan untuk pertanian lahan basah, tanaman pangan, dan tanaman hortikultura (semusim) Areal pewilayahan untuk pertanian lahan basah dan tanaman pangan merupakan yang kedua terbesar dari rencana pewilayahan yakni 32.573,21 Ha (11,26%). Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah padi sawah, padi tadah hujan, jagung, bayam, terung, kacang panjang. Tabel 6. Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh Besar. No.
Zona
1
II Dej
2
III Dej
3
IV Dfs
Alternatif Pewilayahan Komoditas Pertanian Pertanian lahan kering, Tanaman Kehutanan, perkebunan, yakni : Sengon, Jati, Jabon, Akasia, Kakao, Kopi, Kelapa sawit, Pertanian lahan kering, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (tahunan), yakni padi tadah hujan, padi gogo, palawija, mangga dan manggis. Pertanian lahan basah, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (semusim), yakni padi, jagung, terung dan kacang panjang
Total
Luas Hektar 168.052,38
% 58,18
16.533,55
5,72
32.537,21
11,26
239.782,02
83,01
Hasil analisis sumberdaya lahan untuk Kabupaten Aceh Selatan sendiri dikelompokkan ke dalam 3 zona (Tabel 7). Zona tersebut tersebar di areal pewilayahan komoditas pertanian (yang dapat dilihat dari Tabel 3 dan Gambar 9), yakni: a. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan) Dari hasil analisis program SPKL, areal pewilayahan untuk sub zona I Dej, II Dej dan V Dej dengan luas areal 244.984,71 Ha (57,47%). Dominasi dari areal pewilayahan untuk 3 sub zona ini terlihat dari kontribusi Kabupaten Selatan dalam memproduksi pala dan merupakan sentra produksi pala di Provinsi Aceh. Adapun alternatif pewilayahan komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk zona ini
36
yakni: mahoni, jati, bambu, kelapa, karet, dan kakao. b. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman tahunan, pangan, hortikultura (semusim) dan vegetasi alami Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 2 sub zona yakni III Dej dan IV Dej, dengan total luas wilayahnya adalah 78.300,82 Ha (18,37%). Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah pala, karet, durian, rambutan, lengkeng, padi sawah, padi tadah hujan, cabai, kacang panjang, terung, lamtoro, kelapa dan kelor. c.
Pewilayahan untuk pertanian lahan basah, tanaman pangan dan vegetasi alami Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 1 sub zona yakni IV Dfs dengan total luas wilayahnya adalah 99.162,61 Ha (23,26%). Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa diimplementasikan adalah kelapa, padi sawah, dan hutan bakau. Tabel 7. Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh Selatan. No.
Zona
1
I Dej II Dej
2
III Dej
3
IV Dfs
Total
Alternatif Pewilayahan Komoditas Pertanian Pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan), yakni : pala, mahoni, jati, bambu, kelapa, karet, dan kakao. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman tahunan, pangan, hortikultura (semusim) dan vegetasi alami yakni padi tadah hujan, padi gogo, palawija, mangga dan manggis. Pertanian lahan basah, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (semusim), yakni pala, karet, durian, rambutan, padi sawah, padi tadah hujan, cabai, kacang panjang, terung, lamtoro, kelapa dan kelor.
Luas Hektar 168.052,38
% 58,18
16.533,55
5,72
99.162,61
23,26
442.446,14
99,11
37
Hasil analisis sumberdaya lahan untuk Kabupaten Aceh Jaya dikelompokkan ke dalam 3 zona (Tabel 8). Zona tersebut tersebar di areal pewilayahan komoditas pertanian, adapun pembagian zona tersebut yakni: a.
Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan) Dari hasil analisis program SPKL, areal pewilayahan untuk sub zona I Dej dan II Dej dengan luas areal 123.455,02 Ha (56,87%). Dominasi dari areal pewilayahan untuk 2 sub zona ini terlihat dari kontribusi Kabupaten Aceh Jaya dalam menghasilkan
kayu
komoditas
kehutanan.
Adapun
alternatif
pewilayahan
komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk zona ini yakni: sengon, mahoni, jati, kayu manis, kelapa, karet, dan kakao. b. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan, dan hortikultura (semusim) Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 2 sub zona yakni III Dej dan IV Dej, dengan total luas wilayahnya adalah 43.421,22 Ha (38,12%). Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah pala, karet, durian, rambutan, langsat, padi sawah, padi tadah hujan, cabai, kacang panjang, kelapa. c.
Pewilayahan untuk pertanian lahan basah, tanaman pangan dan vegetasi alami Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 1 sub zona yakni IV Wej dengan total luas wilayahnya adalah 899,04 Ha (3,6%). Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa diimplementasikan adalah kelapa, padi sawah, dan hutan bakau. Tabel 8. Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Aceh Jaya. No.
Zona
1
I Dej II Dej
2
III Dej IV Dej
Alternatif Pewilayahan Komoditas Pertanian Pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan), yakni : pala, sengon, mahoni, jati, kayu manis, kelapa, karet, dan kakao. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan, tanaman
Luas Hektar 123.455,02
% 56,87
43.421,22
38,12
38
3
IV Wej
tahunan/semusim yakni padi tadah hujan, padi gogo, palawija, mangga dan manggis, cabai, terung. Pertanian lahan basah, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (semusim) dan vegetasi alami, yakni kelapa, Kakao dan Hutan bakau.
Total
889,04
3,60
167.765,24
89,15
Hasil analisis sumberdaya lahan untuk Kabupaten Pidie dikelompokkan ke dalam 3 zona (Tabel 9). Zona tersebut tersebar di areal pewilayahan komoditas pertanian, dengan total luas wilayah 333.317,41 Ha (99,96%) yakni: a.
Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan dan vegetasi alami Dari hasil analisis program SPKL, areal pewilayahan untuk sub zona I Dej dan II Dej dengan luas areal 199.804,08 Ha (67,67%). Dominasi dari areal pewilayahan untuk 2 sub zona ini terlihat dari kontribusi Kabupaten Selatan dalam memproduksi pala dan merupakan sentra produksi pala di Provinsi Aceh. Adapun alternatif pewilayahan komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk zona ini yakni: mahoni, jati, bambu, kelapa, karet, dan kakao.
b. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (buah-buahan) Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 2 sub zona yakni III Dej dan IV Dej, dengan total luas wilayahnya adalah 80.799,01 Ha (23,76%). Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah padi gogo, padi tadah hujan, palawija, jeruk, magga, rambutan, durian. c.
Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (semusim) Areal pewilayahan untuk daerah terdapat 2 sub zona yakni IV Dfs dan VI Dfs dengan total luas wilayahnya adalah 4.531,99 Ha (4,92%). Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa diimplementasikan adalah padi sawah, jagung, kedelai, Bayam, Kacang Panjang, Terung, Cabai.
39
Tabel 9. Legenda Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Pidie. No.
Zona
1
I Dej II Dej
2
III Dej IV Dej
3
IV Dfs VI Dfs
Total
Alternatif Pewilayahan Komoditas Pertanian Pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan), yakni : Sengon, mahoni, jati, bambu, kayu manis, kelapa, karet, dan kakao. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (buah-buahan) yakni padi gogo, padi tadah hujan, palawija, jeruk, magga, rambutan, durian, manggis. Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (semusim) yakni padi sawah, jagung, kedelai, Bayam, Kacang Panjang, Terung, Cabai.
Luas Hektar % 199.804,08 67,67
80.799,01
27,36
14.531,99
4,92
333.317,41
99,96
40
Gambar 17. Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Besar
41
Gambar 18. Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Selatan.
42
Gambar 19. Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Jaya
43
Gambar 20. Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) di Kabupaten Pidie.
44
5.6. Pewilayahan Komoditas Unggulan berdasarkan Evaluasi Kesesuaian Lahan Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa dalam menentukan sebaran komoditas unggulan untuk masing-masing Kabupaten Simalungun dan Batubara pengkajian ini berpedoman pada metode Location Quotient (LQ) dengan menggunakan data sekunder. Hal ini tentu saja berguna dalam menganalisa komoditas unggulan pada level kecamatan di kabupaten tersebut. 5.6.1. Komoditas unggulan tanaman pangan Hasil analisis terhadap komoditas tanaman pangan untuk Kabupaten Aceh Besar, Aceh Selatan, Aceh Jaya dan Pidie dilakukan terhadap produk pertanian: padi sawah, padi ladang, jagung, kacang tanah, kacang hijau dan kedelai. Dengan mengacu pada nilai LQ>1 maka jagung merupakan komoditas paling unggul karena sebaran produksi yang memiliki nilai LQ>1 paling banyak yaitu meliputi 18 kecamatan, kemudian diikuti oleh komoditi padi sawah dan ubi kayu yang tersebar di 14 kecamatan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa terdapat 2 kecamatan yang memiliki nilai LQ>1 untuk komoditas tanaman pangan yang paling banyak (5 jenis). Dengan kriteria bahwa nilai LQ terbesar merupakan komoditas paling unggul, maka diperoleh komoditas unggulan tanaman pangan di setiap kecamatan, yakni: Padi Sawah nilai LQ = 9,76, Padi Ladang nilai LQ = 4,72, Jagung nilai LQ = 6,10, Ubi Kayu nilai LQ = 4,35, Kacang Tanah nilai LQ = 8,79, Kacang Hijau nilai LQ = 4,10, Kedelai nilai LQ = 1,25. Dengan mengacu pada nilai LQ>1 maka padi sawah merupakan komoditas paling unggul karena sebaran produksi yang memiliki nilai LQ>1
dan paling tinggi
nilainya yakni 9,76 paling banyak di Kabupaten Besar yaitu meliputi 12 kecamatan, kemudian diikuti oleh komoditi kacang tanah (8,79), Jagung (6,10), Padi ladang (4,72), Ubi kayu (4,35), kacang hijau (4,10) dan yang terakhir kedelai dengan nilai LQ terendah yakni 1,25. Berdasarkan wawancara dengan petani dan pedagang di lapangan bahwa petani mulai ragu dalam mengusahakan tanaman kedelai karena banyak permasalahan mulai dari akan menanam yaitu ketersediaan benih yang sulit dan setelah panen harga jual kedelai yang sangat filuktuatif. 5.6.4. Evaluasi kesesuaian lahan untuk padi sawah Satuan peta tanah yang dihasilkan dari penelitian di lapangan merupakan bahan yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian kesesuaian lahan beberapa komoditas untuk lokasi Kabupaten Aceh Besar, Aceh Selatan, Aceh Jaya dan Pidie. Sifat
52
karakteristik tanah dan faktor lingkungan dievaluasi tingkat kesesuaian lahannya. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan secara manual dengan membandingkan (matching), antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman. Pedoman kriteria persyaratan tumbuh tanaman berpedoman pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian Edisi Revisi (Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan Pertanian, 2011). Kesesuaian fisik merupakan evaluasi lahan yang didasarkan sifat biofisik, artinya kualitas tanah yang terdapat pada unit agroekologi dievaluasi berdasarkan persyaratan tumbuh tanaman pada masing-masing komoditas tanaman. Tabel 10. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah
Sumber: Petunujk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian, 2011
Kelas kesesuaian lahan fisik masing-masing komoditas pada setiap unit agroekologi dikelompokan berdasarkan kelas dan subkelas. Klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai
53
marjinal (S3), tidak sesuai (N). Pada tingkat subkelas dicantumkan faktor pembatas/ penghambat bagi pertumbuhan tanaman, ditulis dengan simbol yang diletakkan setelah simbol kelas kesesuaian lahannya. Sebagai contoh: S2(tc,nr), yaitu lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas/penghambat adalah temperatur dan unsur hara (kesuburan tanah). Dari hasil analisis kesesuaian lahan untuk tanaman padi di Kabupaten Aceh Besar melalui program SPKL, diperoleh 3 kelas yakni S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marginal) dan N (tidak sesuai). Pada lahan yang cukup sesuai (S2) terdapat beberapa faktor pembatas untuk pertumbuhan dan perkembangan padi yakni: media perakaran (rc), ketersediaan air (wa), retensi hara (nr), dan bahaya erosi (eh) dengan total luas 50.202 Ha (11,42%). Sebagian besar areal termasuk dalam kelas S3 dengan beberapa faktor pembatas diantaranya adalah: media perakaran (rc), ketersediaan air (wa), retensi hara (nr) dan bahaya erosi (eh) dengan total luas 280.652 Ha (63,82%). Terdapat 151.192 Ha (22,80%) wilayah yang tidak sesuai untuk ditanami padi sawah di Kabupaten Aceh Besar. 5.6.5. Evaluasi kesesuaian lahan untuk jagung Hasil analisis menunjukkan bahwa kesesuaian lahan untuk jagung di Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 3 kelas yakni S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marginal) dan N (tidak sesuai). Pada lahan yang cukup sesuai (S2) terdapat beberapa faktor pembatas untuk pertumbuhan dan perkembangan padi yakni: temperatur (tc), retensi hara (nr), dan bahaya erosi (eh) dengan total luas 165.311 Ha (37,60%). Sebagian besar areal termasuk dalam kelas S3 dengan beberapa faktor pembatas diantaranya adalah: temperatur (tc), media perakaran (rc), retensi hara (nr) dan bahaya erosi (eh) dengan total luas 238.834 Ha (54,31%). Terdapat 26.952 Ha (6,13%) wilayah yang tidak sesuai untuk ditanami jagung di Kabupaten Aceh Besar. Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di Kabupaten Aceh Selatan juga dilakukan melalui SPKL dimana diperoleh lahan yang tergolong kelas S2 seluas 74.965 Ha (82,25%) dengan beberapa faktor pembatas yakni: suhu (tc), media perakaran (rc), hara tersedia (na), retensi hara (nr) dan bahaya erosi (eh). Sedangkan untuk areal kelas S3 terdapat seluas 6.554 Ha (7,20%) dengan faktor pembatas antara lain: temperatur (tc), media perakaran (rc), retensi hara (nr) (lihat Gambar 14). Terdapat 8.698 Ha (9,54% dari luas wilayah) termasuk dalam kelas N (tidak sesuai) untuk ditanami jagung karena faktor pembatas media perakaran (rc).
54
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Terdapat 6 jenis landform di Kab. Aceh Besar Landform di wilayah Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 6 grup landform, yaitu : Grup Aluvial (A), Grup Perbukitan (H), Grup Karst (K), Grup Pegunungan/ Plato (M), Grup Teras Marin, Grup Volkan (V) dan Grup Aneka Bentuk (X). Total luas keseluruhan landform adalah 288.852,78 Ha. 2. Landform Kabupaten Aceh Selatan terdiri dari 9 grup, yakni: Grup Alluvial (A), Grup Marin (B), Grup Kubah Gambut/Turf, Grup Perbukitan, Karst (K), Grup Pegunungan, Grup Turf Masam Toba, Grup Teras Marin dan Grup Aneka Bentuk. Total keseluruhan untuk keseluruhan landform adalah 426.290,50 Ha. 3. Landform Kabupaten Aceh Jaya terdiri dari 8 grup, yakni: Grup Alluvial (A), Grup Marin (B), Grup Kubah Gambut/Turf, Grup Perbukitan, Karst (K), Grup Pegunungan, Grup Turf Masam Toba, Grup Teras Marin dan Grup Aneka Bentuk. Total keseluruhan untuk keseluruhan landform adalah 361.986,07 Ha. 4. Landform Kabupaten Pidie landformnya terdiri dari 9 grup, yakni: Grup Alluvial (A), Grup Marin (B), Grup Perbukitan, Grup Karst, Grup Pegunungan, Grup Dataran, Grup Teras Marin, Grup Volkan dan Grup Aneka Bentuk. 5. Berdasarkan analisis lereng dan elevasi, Satuan Peta Tanah (SPT) untuk Kab. Aceh Besar berkembang menjadi 144 jenis, Aceh Selatan 184, Aceh Jaya 130 jenis, Pidie 224 jenis SPT. 6. Aceh Besar, 3 sub zona yakni ; (i) Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan), (ii) Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (tahunan), sub zona III Dej yakni dengan total luas wilayahnya adalah 16.533,55 Ha (5,72%), dan (iii) Pewilayahan untuk pertanian lahan basah, tanaman pangan, dan tanaman hortikultura (semusim) komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah padi sawah, padi tadah hujan, jagung, bayam, terung, kacang panjang. 7. Aceh Selatan. (i) Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan), dominasi dari areal pewilayahan untuk 3 sub zona ini terlihat dari kontribusi Kabupaten Selatan dalam memproduksi pala dan merupakan sentra produksi pala di Provinsi Aceh, (ii) Pewilayahan untuk
55
pertanian lahan kering, tanaman tahunan, pangan, hortikultura (semusim) dan vegetasi alami, areal pewilayahan untuk daerah terdapat 2 sub zona yakni III Dej dan IV Dej, (iii) Pewilayahan untuk pertanian lahan basah, tanaman pangan dan vegetasi alami. Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa diimplementasikan adalah kelapa, padi sawah, dan hutan bakau. 8.
Kabupaten Aceh Jaya dikelompokkan ke dalam 3 zona yakni (i) Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan (tahunan), alternatif pewilayahan komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk zona ini yakni: sengon, mahoni, jati, kayu manis, kelapa, karet, dan kakao, (ii) Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan, dan hortikultura (semusim), Beberapa alternatif komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah pala, karet, durian, rambutan, langsat, padi sawah, padi tadah hujan, cabai, kacang panjang, kelapa, (iii) Pewilayahan untuk pertanian lahan basah, tanaman pangan dan vegetasi alami, Alternatif komoditas pertanian yang bisa diimplementasikan adalah kelapa, padi sawah, dan hutan bakau.
9.
Kabupaten Pidie terdapat 3 zona dengan total luas wilayah 333.317,41 Ha (99,96%) yakni: (i) Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman kehutanan dan perkebunan dan vegetasi alami, Adapun alternatif pewilayahan komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk zona ini yakni: mahoni, jati, bambu, kelapa, karet, dan kakao, (ii) Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (buah-buahan), alternatif komoditas pertanian yang bisa digunakan untuk zona ini adalah padi gogo, padi tadah hujan, palawija, jeruk, magga, rambutan, durian, (iii) Pewilayahan untuk pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura (semusim), alternatif komoditas pertanian yang bisa diimplementasikan adalah padi sawah, jagung, kedelai, Bayam, Kacang Panjang, Terung, Cabai.
10.
Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkan bahwa wilayah kabupaten didominasi oleh kelas S2 dan S3 dengan faktor pembatas media perakaran (rc), retensi hara (nr) dan bahaya erosi (eh).
11.
Dalam mencapai ketepatan pengembangan komoditas unggulan pertanian, diperlukan adanya penataan wilayah dengan memperhatikan potensi wilayah yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten, dimana hasil analisis kesesuaian lahan dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam mengambil kebijakan pengembangan lahan pertanian.
56
6.2. Saran
1. Informasi dan kerjasama dengan Pemerintah Daerah merupakan hal yang utama untuk mendapatkan data sekunder maupun primer sebagai data dukung dalam penyelesaian pemetaan komoditas. 2. Untuk ketepatan hasil pemetaan perlu dilakukan validasi bersama antara BPTP, BBSDLP sebagai pembimbing dalam pengerjaan peta, Perguruan Tinggi setempat dan Bappeda baik Provinsi maupun kabupaten, sehingga hasil yang didapat dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah yang dipetakan.
57
DAFTAR PUSTAKA Amien, L.I. 1994. Agroekologi dan alternative pengembangan pertanian di Sumatra. Jurnal penelitian dan pengembangan Pertanian 13 (1): 1-8 Amien, L.I.,H. Sosiawan, dan E. Sisanti. 1994. Agroekologi dan alternative pengembangan pertanian di Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Prosiding Temu Konsultasi sumber daya lahan untuk pengembangan kawasan timur. Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hlm. 239-264. Amien , L.I. 1997a. Karakteristik dan Analisis Zona Agroekologi. Makalah disampaikan pada Apresiasi Metodologi Analisis Zona Agroekologi untuk pengembangan sumber daya lahan pertanian. Kerja sama universitas udayana dan ARMP IIBadan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Amien, L.I. 1997b. Karakteristik dan Analisis Zona Agroekologi untuk Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Pusat Penelitian tanah dan Agroklimat, Bogor. Amien, L.I. 1997a. Karakteristik dan Analisis Zona Agroekologi. Makalah disampaikan pada Apresiasi Metodologi Analisis Zona Agroekologi untuk pengembangan sumber daya lahan pertanian. Kerja sama universitas udayana dan ARMP IIBadan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. BBSDLP. 2013. Petunjuk Teknis Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan AEZ Pada Skala 1 : 50.000 dalam Rangka Pendampingan Litkaji Pemetaan Sumberdaya Lahan. Bermanakusuma, R. 1998. agroecological zone report. Penyusunan Indikator Ekonomi pada Peta Zona Agroekologi.agency for Agricultural Research and Development Jakarta. Djaenudin, D. 2001. Pendekatan Pewilayahan Komoditas Pertanian dalam Menyongsong Otonomi Daerah. Menteri Pelatihan penyusunan Peta Pewilayah Komoditas Balai pengkajian teknologi pertanian makasar, 5-9 Juni 2001 Hidayat, A. Dan A. Mulyani. 1999. Potensi sumber daya lahan untuk pengembangan komoditas penghasil devisa. Hlm. 135-154 dalam Seminar Nasional Sumberdaya tanah, Iklim, dan Pupuk. Makalah Utama. Lido-Bogor, 6-8 desember 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Ibrahim T.M., T. Marbun, E. Romjali, A.D. Harahap, A. Batubara, Nieldalina, S. Simatupang, A.J. Harahap, M.A. Girsang, J. Sianipar, E. Sihite, M.l. Fadly dan Karmini.1999. Sistem Pertanian dan Alternatif Komoditas Pertanian Arahan Berdasarkan Agroekologi di Sumatera Utara. JPPTP 1(2) : 81-94 KEPAS,(Kelompok Peneliti yhAgroekosistem). 1985. The Critical Uplands of Eastern Java: An Agro-Ecosystems Analysis, Agency for Agricultural Research and Development, Republic of Indonesia.
58
Marwan, H., D. Djaenudin, Subagyo, H., S. Hardjowigeno, dan E.R. Jordens. 1998. Petunjuk Teknis pengoperasian program Automated Land Evaluation System (ALES). Puslittanak, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Pusat Data Pertanian. 1999. Profil Pertanian Angka. Departemen Pertanian Jakarta. Puslittanak. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia. Badan Litbang Pertanian. http://pidiekab.go.id/2008/08/geografis-dan-topografis/ [12 Desember 2015]. Ritung,
S., dan A. Hidayat. 2003. Potensi dan Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian di Propinsi Sumatera Barat, hal. 263-282. Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam, Bandar Lampung 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.
Ritung, S., F. Agus., dan H. Hidayat. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor. Indonesia. Rossiter D. G., and A. R. van Wambeke, 1997. Automated Land Evaluation System ALES Version 4.65d User’s Manual. Cornell Univ. Dept of Soil Crop & Atmospheric Sci. SCAS. Ithaca NY, USA. Saefuddin, A. 1993. Analisis Agroekosistem untuk Pengembangan Pertanian Pedesaan. Bahan Pelatihan, disampaikan pada Pelatihan Analisa Agroekosistem Tgl. 8 – 12 September 1993 di Banda Aceh. Balai Informasi Pertanian Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy, 8th edition 1998. Nasional Resources Conservation Service, USDA. Soekardi, M. 1992. Pewilayahan Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
59
Lampiran 1. Tenaga dan Organisasi pelaksana kegiatan.
No
Nama
Jabatan Fungsional / Bidang Keahlian Penyuluh Pertama
Jabatan dalam Kegiatan
Uraian Tugas
Penanggung - Mengkoordinir Jawab kegiatan pengkajian Anggota - Melaksanakan pengkajian Anggota - Melaksanakan pengkajian
Alokasi Waktu (Jam/Mg)
1.
Didi Darmadi, SP., MSi.
20
2.
Ir. Chairunas, MS
3.
Irhas, Amd
Peneliti Madya/ Teknisi
4.
Husaini Yusuf
Teknisi
Anggota
- Melaksanakan pengkajian
12
5.
Fitriah
Administrasi
Administrasi
- Melaksanakan pengkajian
10
15 12
60
Lampiran 2. Anggaran kegiatan No 1
2
3
Jenis Pengeluaran Belanja Bahan - ATK,dan computer supplier - Bahan lapangan, foto copy luesioner dan data sekunder - Cetak laporan - Pencetakan peta ZAE - Bahan pembantu survey lapangan Honor Output Kegiatan - Upah pembuatan peta ZAE - Upah entri dan pengolahan data - Upah analisis tanah
Belanja Perjalanan Lainnya - Perjalanan ke pusat dalam rangka pelaksanaan kegiatan - Perjalanan ke daerah dalam rangka pelaksanaan kegiatan (4 ORG X 10 KALI)
Volume
Harga satuan (Rp.)
Jumlah (Rp)
1 PAKET 1 PAKET
1.000.000 2.500.000
1.000.000 2.500.000
1 PAKET 3 PAKET 1 PAKET
2.000.000 3.000.000 4.500.000
2.000.000 9.000.000 9.300.000
Jumlah
23.000.000
3 PAKET 3.500 KB
2.000.000 2.500
6.000.000 8.750.000
3 PAKET
20.000.000 Jumlah
60.000.000 74.750.000
20 OH
550.000
11.000.000
27 OP
1.500.000
40.500.000
Jumlah TOTAL (1+2+3)
51.500.000 303.000.000
61
Lampiran 3. Dokumentasi kegiatan Pewilayahan Berdasarkan ZAE.
a. Penentuan titik observasi
b. Pengambilan sampel tanah
c. Pembacaan warna tanah dengan Soil Munsell Color Chart
d. Pencatatan hasil observasi lapang pada lembar deskripsi
e. Pengamatan profil tanah
f. Pengamatan disekitar titik observasi juga diperlukan
62
LAMPIRAN... g. Observasi lapang bersama h. Pengambilan sampel tanah di lahan sawah salah satu staf pemkab
i. Pengambilan sampel tanah di ladang jagung
k. Tim AEZ yang didampingi oleh Bpk. Dr. Sukarman & Drs. Zainal Abidin (BBSDLP)
j. Pengambilan sampel tanah di kebun sawit
Pengukuran pH tanah dengan pH meter di lahan sawah
LAMPIRAN...
63
l. Pengambilan sampel tanah
m. Pengambilan sampel tanah di lahan kering
n. Pengambilan sampel tanah pada kelerengan >250
o. Pembuatan profile tanah
p. Contoh sampel tanah di lahan kering berpasir
q. Workshop di BBSDLP Bogor bersama pembimbing Dr. Sukarman dan Drs. Zainal
64
65