LAPORAN AKHIR KEGIATAN
KAJIAN PEWILAYAHAN KOMODITAS BERDASARKAN ZONA AGRO EKOLOGI SKALA 1:50.000 DI KABUPATEN ACEH BARAT, NAGAN RAYA DAN ACEH BARAT DAYA
NAMA PENELITI UTAMA : DIDI DARMADI, S.P., M.Si.
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014
1
LEMBAR PENGESAHAN
1.
Judul RPTP Kegiatan 2014
2.
Unit Kerja
:
3.
Alamat Unit Kerja
:
4. 5. 6.
7. 8. 9. 10. 11.
Sumber Dana Status Penelitian PenanggungJawab A. Nama B. Pangkat/ Golongan C. Jabatan Lokasi Agroekosistem TahunMulai TahunSelesai Output Tahunan
: : : : : : : : : : :
12.
Output Akhir
13.
Biaya
Kajian : Pewilayahan Komoditas Berdasarkan Zona Agro-Ekologi Skala 1:50.000 Di Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya Dan Aceh Barat Daya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Aceh Jalan P. Nyak Makam No. 27 Lampineung Banda Aceh- 23125 DIPA BPTP Aceh 2014 Baru
Didi Darmadi, S.P., M.Si. Penata Muda Tk. I/ IIIb Penyuluh Pertama Provinsi Aceh Multi Agroekosistem 2014 2014 Tersedianya Data Dan Peta Komoditas Unggulan Di Kabupaten Barat, Kabupaten Nagan Raya Dan Kabupaten Aceh Barat Daya Tersedianya Data Dan Peta Komoditas Unggulan Di Masing-Masing Kabupaten Dalam Provinsi Aceh : RP 145.400.000,- (Seratus Empat Puluh Lima Juta Empat Ratus Ribu Rupiah)
Koordinator Program,
Penanggungjawab Kegiatan,
Ir. T. Iskandar, M.Si NIP. 19580121 198303 1 003
Didi Darmadi, S.P., M. Si. NIP. 19810512 200604 1 010 Mengetahui Kepala Balai,
Ir. Basri AB, M.Si NIP. 19600811 198503 1 001
2
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi robbal ‘alamin, segala puji bagi Tuhan semesta alam yang telah memberi kami kesehatan, kesempatan dan ilmu pengetahuan sehingga kami dapat melaksanakan kegiatan dan menulis laporan akhir kegiatan “Kajian Pewilayahan Komoditas Berdasarkan Zona Agro-Ekologi Skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh”. Kegiatan pewilayahan Zona Agro Ekologi Skala 1:50.000 terlaksana karena mendapat dukungan langsung Balai Besar Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian (BBPSDLP) di Bogor untuk menyediakan data sekunder dalam bentuk shape file dan data lainnya juga kegiatan ini mendapat respon positif dari Bappeda Provinsi,
Bappeda
Kabupaten,
Dinas/Instansi
tingkat
II
yang
terkait,
dan
penyuluh/peneliti yang ada di BPTP Aceh. Namun demikian kami menyadari dalam pelaksanaan kegiatan ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun guna perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan yang dilanjutkan dengan penyusunan laporan akhir tahun ini, kami ucapkan terima kasih dan semoga laporan ini memberikan manfaat bagi yang menggunakan.
Banda Aceh, Desember 2014 Penanggungjawab,
Didi Darmadi, S.P., M.Si. NIP.19810512 200604 1 0 10
RINGKASAN
3
1
Judul
Kajian Pewilayahan Komoditas : Berdasarkan Zona Agro-Ekologi Skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh.
2
Unit Kerja
3
Lokasi
Balai : Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh Provinsi : Aceh
4
Agroekosistem
Multiagroekosistem :
5
Status (L/B)
Lanjutan :
6
Tujuan
1. :Menyusun 2.
3.
Keluaran
7
1.
2. 3.
8
Hasil
9
Prakiraan Manfaat
4
data tentang keadaan biofisik dan sosial ekonomi ke dalam suatu sistem pangkalan data dan peta. Melakukan analisis tentang kesesuaian beberapa jenis tanaman/komoditas pertanian unggulan spesifik lokasi serta kebutuhan teknologinya. Memberikan masukan dalam perencanaan pengkajian dan pengembangan komoditas spesifik lokasi. :Tersusunnya suatu sistem pangkalan data dan berbagai peta mengenai keadaan serta potensi biofisik dan sosial ekonomi. Identifikasi beberapa jenis komoditas pertanian spesifik lokasi teknologi budidayanya. Bahan masukan bagi perencanaan penelitian/pengkajian dan pengembangan komoditas unggulan spesifik lokasi.
- Peta :
pewilyahan komoditas berdasarkan zona agro ekologi skala 1:50.000 untuk kabupaten terpilih. - Peta pewilayahan komoditas unggulan terpilih. Peta : pewilayahan komoditas berdasarkan zona agro ekologi skala 1:50.000, dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan pengembangan komoditas pertanian spesifik lokasi.
10
Prakiraan Dampak
11
Prosedur
12
Jangka Waktu Biaya
13
Penggunaan peta pewilayahan komoditas : berdasarkan zona agro skala 1:50.000 dan permintaan pendetilan peta tematik semi detail menjadi detail sesuai dengan kebutuhan pengguna (pemerintah daerah) dalam pengembangan komoditas pertanian spesifik lokasi. Koordinasi dan sosialisasi dengan : pemerintah daerah, Pengumpulan data sekunder peta spasial dari BBSDLP dan BIG, Pembuatan peta satuan lahan, pembuatan peta observasi, pengambilan sampel tanah, wawancara dengan petani untuk kondisi existing di lokasi penelitian, analisis sampel tanah di laboratorium, analisis usaha tani hasil wawancara dengan petani, analisis data hasil analisis sampel tanah menggunakan aplikasi SPKL, pembuatan peta kesesuaian lahan Zona Agro Ekologi Skala 1:50.000, Rekomendasi komoditas berdasarkan kesesuaian lahan.
1 tahun. : Rp.: 145.400.000,- (Seratus empat puluh lima juta empat ratus ribu rupiah).-
5
SUMMARY 1.
Title
2.
Implementation Unit
3.
Location
Aceh : Province
4.
Agroecosystem
Wet : land and dry land
5. 6.
Status Objectives
7.
Output
8.
Outcome
9.
Expected benefit
Continued : 1. : Compile data on biophysical and socio-economic circumstances into a system database and map. 2. Conduct an analysis of the suitability of some types of plants / seed-specific agricultural commodities and technology needs. 3. Provide input in the planning and development assessment of specific commodities 1. Establishment : of a database system and a variety of maps of the state as well as biophysical and socioeconomic potential. 2. Identification of some specific types of agricultural commodities production technologies. 3. Material input for the planning of research/assessment and development of leading commodity specific. 1. : The Map of zoning commodity based on agro-ecological zone scale 1: 50,000 for the selected districts. 2. Map of the leading commodity zoning elected. The : commodity zoning map based agro ecological zone scale 1: 50,000, can be used as a material consideration the development of sitespecific agricultural commodities.
6
The: Study of Zoning Commodities Based Agro-Ecological Zones Scale 1: 50,000 in West Aceh, Nagan Raya and West Aceh, Aceh province Assessment : Institute for Agriculture Technology (AIAT aceh)
10.
Expected impact
The : use of commodity zoning maps based agro zone scale 1: 50,000 and demand pendetilan semi detailed thematic maps into the details according to the needs of users (local government) in the development of site-specific agricultural commodities. To : coordination and socializing with local government, secondary data was collected spatial map of BBSDLP and BIG, Mapping unit of land, map making observations, soil sampling, interviews with farmers to existing conditions in the study area, analysis of soil samples in the laboratory, analysis farm with interview’s farmer, analysis of data from the analysis of soil samples using SPKL applications, land suitability map making Agro Ecological Zones Scale 1: 50,000, Recommendations commodity based land suitability.
11.
Procedure
12.
Duration
1 Year :
13.
Budget
IDR: 145.400.000
7
DAFTAR ISI Halaman Halaman Pengesahan........................................................................... Kata Pengantar.................................................................................... Ringkasan............................................................... ............................ Summary............................................................................................ Daftar Isi............................................................................................. Daftar Tabel........................................................................................ Daftar Gambar..................................................................................... Daftar Lampiran...................................................................................
i ii iii v vii ix x xi
I. PENDAHULUAN................................................................................ 1.1. Latar Belakang........................................................................ 1.2. Tujuan................................................................................... 1.3. Keluaran Yang Diharapkan...................................................... 1.4. Hasil Yang Diharapkan............................................................ 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak...............................................
1 1 3 3 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 2.1. Pengertian Zona Agro-Ekologi.................................................. 2.2. Kesesuaian Lahan .................................................................. 2.3 Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Terkait.....................................
5 5 6 7
III. METODOLOGI............................................................................... 3.1. Lokasi dan Waktu.................................................................... 3.2. Pendekatan............................................................................. 3.3. Ruang Lingkup Kegiatan ........................................................ 3.4. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan.................................
9
9 9 9 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 4.1. Kabupaten Aceh Barat............................................................. 4.2. Kabupaten Aceh Barat ............................................................ 4.3. Kabupaten Aceh Barat Jaya ....................................................
15
V. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 5.1. Kesimpulan............................................................................. 5.2. Saran.....................................................................................
77 77
77
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
78
LAMPIRAN............................................................................................
79
8
15 15 58
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013 .......................................................................................... 2. Jumlah penduduk, luas wilayah, dan kepadatan penduduk pada tahun 2012 masing-masing kecamatan, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh ....................................................................................... 3. Analisis kelayakan usaha tani tanaman pangan dalam satu hektar di Kabupaten Aceh Barat ........................................................................ 4. NPV usaha tani tanaman rambutan per pohon di Kabupaten Aceh Barat .... 5. B/C usaha tani tanaman rambutan per pohon di Kabupaten Aceh Barat..... 6. Rincian kesesuaian lahan untuk tanaman padi di Kabupaten Nagan Raya................ ......................................................................... 7. Analisis kelayakan usaha tani tanaman pangan dalam satu hektar di Kabupaten Aceh Barat Daya ...............................................................
18 19 21 27 28 54 66
9
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 2. 3. 4.
Halaman
Peta administratif, Kabupaten Aceh Barat . .............................................. Peta satuan lahan skala 1:150.000 Kabupaten Aceh Barat ........................ Dokumentasi aplikasi SPKL (Sistem Penentuan Kesesuaian Lahan). ........... Struktur tanah gambut di salah satu kebun sawit Kabupaten Nagan Raya.......................................................................................... 5. Keragaan tanaman sawit di salah satu kebun sawit di lahan gambut di Kabupaten Nagan Raya...................................................................... 6. Beberapa lokasi verifikasi data poligon di Kabupaten Nagan Raya.............. 7. Peta administratif, Kabupaten Nagan Raya ............................................. 8. Persentase jumlah penduduk Kabupaten Nagan Raya menurut kecamatan Tahun 2012 ........................................................................ 9. Piramida penduduk Nagan Raya Tahun 2012 .......................................... 10. Peta satuan lahan skala 1:50.000 di Kabupaten Nagan Raya ................... 11. Dokumentasi aplikasi SPKL (Sistem Penentuan Kesesuaian Lahan) .......... 12. Peta Zona Agro Ekologi skala 1:50.000, lembar 7, Kabupaten Nagan Raya ...................................................................... 13. Peta Zona Agro Ekologi skala 1:50.000, lembar 8, Kabupaten Nagan Raya ...................................................................... 14. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman padi di Kabupaten Nagan Raya .... 15. Hasil verifikasi data peta satuan lahan ke lokasi Kabupaten Aceh Barat Daya ................................................................ 16. Dokumentasi melihat struktur tanah, hasil pengeboran tanah 1 m .......... 17. Pengklasifikasian tanah ....................................................................... 18. Pengambilan sampel tanah sawah di Kabupaten Aceh Barat Daya .......... 19. Pengambilan ordinat lokasi menggunakan alat GPS di Kab. Aceh Barat Daya .......................................................................... 20. Pengklasifikasian tanah dan penggunaan bagan warna tanah (Muncell colour system) ....................................................................... 21. Peta administratif Kabupaten Aceh Barat Daya ...................................... 22. Piramida Penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya, 2012 .......................... 23. Peta satuan lahan skala 1:125.000 Kabupaten Aceh Barat Daya ............. 24. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai ...................................... 24. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman kopi robusta ............................... 25. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah ................................
10
16 30 34 37 38 39 40 41 43 48 53 55 56 57 60 61 61 62 62 62 63 64 71 73 74 75
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Daftar risiko badan penelitian dan pengembangan pertanian .................. 2. Penanganan resiko Badan penelitian dan pengembangan pertanian ........ 3. Dokumentasi koordinasi dan sosialisasi kegiatan ZAE di Kabupaten Aceh Barat ..................................................................... 4. Dokumentasi verifikasi hasil data poligon ke lapangan ........................... 5. Dokumentasi koordinasi dan sosialisasi kegiatan ZAE di Kabupaten Nagan Raya .................................................................... 6. Dokumentasi yang dilakukan tim AEZ BPTP Aceh di Bappeda Kabupaten Aceh Barat Daya ................................................................ 7. Hasil analisa sampel tanah lokasi Kabupaten Nagan Raya dilakukan di Lab. BPTP Aceh ................................................................. 8. Hasil analisa sampel tanah lokasi Kabupaten Nagan Raya dilakukan di Lab. BPTP Aceh ................................................................. 9. Hasil analisa sampel tanah lokasi Kabupaten Aceh Barat Daya dilakukan di Lab. BPTP Aceh .................................................................
79 80 81 82 83 84 85 91 93
11
1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Arah pembangunan pertanian adalah peningkatan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, mengisi dan memperluas pasar, serta menunjang pembanguan wilayah. Hal tersebut dapat dicapai dengan menciptakan pertanian yang maju, efisien dan tangguh, sehingga mampu meningkatkan dan meanekaragamkan hasil serta meningkatkan mutu. Negara agraris yang berswasembada saat ini dengan kondisi kenyataan yang ada di masyarakat belum tercapai. Hal ini dikarenakan sektor non pertanian justru mendapat tempat diatas sektor pertanian itu sendiri. Pertanian dianggap sebagai sebuah sektor yang kurang menguntungkan. Di dalam tataran normatif seperti Rencana Tata Ruang Wilayah. Keberadaan pertanian sebagai sebuah aktivitas kurang mendapat perhatian yang khusus dibanding aktivitas yang lain. Kondisi ini dapat terlihat dalam perwilayahan komoditas, aktivitas pertanian kurang mendapat sorotan yang lebih mendetail mengenai jenis pertanian pada tataran Rencana Tata Ruang. Daerah pertanian secara regional memiliki pertumbuhan perekonomian yang didominasi oleh sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan dan Hortikultura. Namun sektor pertanian kurang dapat memberikan nilai tambah bagi pelaku pertanian. Merespon dari hal ini diperlukan perbaikan kinerja sektor pertanian secara komprehensif meliputi kegiatan produksi dan pasca produksi. Respon tersebut dapat diimplementasikan ke dalam perwilayahan komoditas pertanian. Peran dari perwilayahan komoditas adalah bagaimana mengarahkan pola komoditas pertanian sehingga dapat mengoptimalisasi guna lahan pertanian.Perwilayahan Komoditas pertanian yang akan dikembangkan menyangkut aspek pemasaran, kelembagaan, infrastruktur, dan kesiapan sumber daya manusia. Aspek kelembagaan, sumber daya manusia dan infrastruktur merupakan komponen-komponen pembentuk tipologi perwilayahan komoditas pertanan sebagai dasar pengembangan kawasan pertanian dalam pengembangan ekonomi wilayah.
12
Propinsi Aceh yang berpenduduk sekitar empat juta jiwa dengan luas 55.339 km2 mempunyai aneka ragam keadaan biofisik, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya. Pada kondisi yang demikian ini, diperlukan pendekatan yang bersifat spesifik lokasi sesuai dengan daya dukung lahan, tenaga kerja, modal dan kemampuan manajemen petani. Pendekatan ini diharapkan akan menghasilkan sistem usahatani dan paket teknologi spesifik lokasi yang bersifat efisien, berkelanjutan dan mempunyai nilai komparatif dan kompetitif . Produksi pertanian di Provinsi Aceh relatif masih jauh dibawah potensi sumberdaya yang ada (genetif dan lingkungan). Masih banyak wilayah yang potensial untuk pertanian belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal. Kalaupun sudah di manfaatkan tetapi belum intensif serta teknologi yang diaplikasikan oleh petani masih bersifat umum dan tradisionil. Sebagai contoh teknologi Supra Insus untuk padi sawah, berlaku untuk semua wilayah padahal tipologi lahan termasuk agro-ekologinya berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Akibatnya potensi sumberdaya pertanian yang ada belum termanfaatkan secara optimal. Hingga saat ini telah banyak peta pewilayahan di bidang pertanian yang telah disusun dan dipublikasikan, seperti peta tanah, peta kemampuan wilayah, peta kesesuaian lahan, peta iklim dan lain-lainnya.
Peta-peta tersebut pada umumnya
dususun berdasarkan salah satu atau dua komponen agro-ekologi secara terpisah sehingga kurang mencerminkan kondisi dan potensi wilayah secara menyeluruh dan terpadu.
Peta-peta tersebut agak sulit diinterprestasikan oleh pihak penentu
kebijakkan, terutama yang tidak mempunyai latar belakang pertanian.
Dengan
demikian untuk tujuan praktis peta-peta tersebut terkesan kurang bermanfaat bagi pengambil kebijakkan dan pengguna lainnya (Amien, I. 1994 ; Amien, I. 1995a ; Amien, I. 1995b). Sistem usahatani dan teknologi spesifik lokasi tersebut agar dapat dihasilkan dengan lebih efisien, hemat, terarah dan benar-benar sesuai untuk Propinsi Aceh, maka diperlukan pewilayahan berdasarkan agro-ekosistem yang dipertajam dengan zona agro-ekologi berbagai komoditas prioritas beserta kebutuhan teknologinya yang layak mendapatkan prioritas pengembangan.
13
Sesuai tidaknya suatu tanaman atau teknologi pada suatu daerah dapat diketahui apabila ada informasi yang memadai mengenai keadaan agroekologi daerah tersebut. Untuk keperluan alih teknologi yang dihasilkan oleh pusat-pusat penelitian komoditas tersebut ke daerah pertumbuhan baru, diperlukan data agroekologi dari daerah yang menjadi sasaran. Data tersebut akan lebih berdaya guna jika diinterpretasikan secara terpadu dan akan lebih informatik jika disajikan dalam bentuk peta. 1. 2. Tujuan 1.
Menyusun data tentang keadaan biofisik dan sosial ekonomi ke dalam suatu sistem pangkalan data dan peta.
2.
Melakukan analisis tentang kesesuaian beberapa jenis tanaman/komoditas pertanian unggulan spesifik lokasi serta kebutuhan teknologinya.
3.
Memberikan masukan dalam perencanaan pengkajian dan pengembangan komoditas spesifik lokasi..
1. 3. Keluaran Yang Diharapkan 1. Tersusunnya suatu sistem pangkalan data dan berbagai peta mengenai keadaan serta potensi biofisik dan sosial ekonomi, 2.
Identifikasi beberapa jenis komoditas pertanian spesifik lokasi teknologi budidayanya.
3.
Bahan masukan bagi perencanaan penelitian/pengkajian dan pengembangan komoditas unggulan spesifik lokasi.
1.4. Hasil yang Diharapkan
Peta pewilyahan komoditas berdasarkan zona agro ekologi skala 1:50.000 untuk kabupaten terpilih,
Peta pewilayahan komoditas unggulan terpilih.
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak 1. Manfaat, Peta pewilayahan komoditas berdasarkan zona agro ekologi skala 1:50.000,
dapat
dijadikan
sebagai
salah
satu
pengembangan komoditas pertanian spesifik lokasi,
14
bahan
pertimbangan
2. Dampak, penggunaan peta pewilayahan ZAE skala 1:50.000 dan permintaan pendetilan peta tematik semi detail menjadi detail sesuai dengan kebutuhan pengguna (pemerintah daerah) dalam pengembangan komoditas pertanian spesifik lokasi.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Zona Agro-Ekologi Agro-ekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama, dimana keragaan tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak akan berbeda dengan nyata (Amien, 1996). Zonasi agro-ekologi adalah
suatu
konsep
pewilayahan
yang
dikenal
dalam
perencanaan
dan
pengembangan wilayah, dan penentuan AEZ secara akademis merupakan syarat yang diperlukan dalam pembangunan pertanian wilayah (Winoto, 1996).
Karena
anjuran teknologi pertanian yang tepat bagi petani dan lingkungannya diketahui dengan pasti, maka inventarisasi sumberdaya lahan yang menyangkut tanah, iklim dan sumberdaya manusia serta sosial ekonomi yang dirangkum dalam zona agroekologi menjadi sangat mendesak (Amien dan Karama, 1983). Umumnya hasil penelitian pertanian tradisional hanya dapat diterapkan untuk lokasi, musim, varietas dan pengelolaan yang sesuai dengan keadaan ditempat percobaan atau penelitian dilaksanakan (Amien dan Karama, 1993).` Dengan cara demikian sangat sulit untuk mencapai tujuan akhir penelitian pertanian, yaitu memberikan anjuran teknologi yang tepat bagi petani sesuai lahan, tenaga kerja, modal dan kemampuan manajemen masing-masing petani (Nix, 1984).
Tujuan ini
hampir tidak mungkin akan tercapai sekiranya kita tidak beralih dari pendekatan partial atau dengan sistem penelitian yang terpisah-pisah menuju penelitian terpadu. Penelitian terpadu bertumpu pada dua komponen, yaitu inventarisasi sumber daya yang menghasilkan data base dan penelitian yang menghasilkan teknologi yang dirangkum dalam sistem simulasi dan sistem pakar. Dengan mengkaitkan kedua komponen tersebut keragaan suatu komoditas pada lingkungan tertentu dengan mudah dapat diperkirakan (Amien, I. 1986 ; Amien, I. 1997 ; Eswaran, H. 1984). Data base harus disusun sedemikian rupa, sehingga informasi yang diinginkan dapat diperoleh dengan cepat (Sumawinata, 1996).
16
2.2. Kesesuaian Lahan Potensi suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh sifat lingkungan fisik yang mencakup iklim, tanah, topografi/bentuk wilayah, hidrologi, dan persyaratan penggunaan tertentu.
Kesesuaian antara sifat
lingkungan fisik dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi memberikan gambaran bahwa lahan tersebut potensial dikembangkan untuk sektor pertanian. Sesuai tidaknya suatu tanaman atau teknologi pada suatu daerah dapat diketahui apabila ada informasi yang memadai mengenai keadaan lingkungan daerah tersebut. Sebagaimana penelitian internasional pada awalnya, penelitian pertanian di Indonesia juga masih dibagi-bagi berdasarkan komoditas. Untuk keperluan alih teknologi yang dihasilkan oleh pusat-pusat penelitian komoditas tersebut ke daerah pertumbuhan baru, diperlukan data dan lingkungan dari daerah yang menjadi sasaran (Amien, I. 1986). Data peta yang dihasilkan dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan bagi penentu dan pembuat kebijakan, perencanaan, maupun pelaksanaan pembangunan pertanian, informasi sumber daya lahan yang menyangkut iklim, hidrologi dan tanah yang telah banyak dikumpulkan perlu ditingkatkan dayaguna dan manfaatnya. Pemahaman yang dalam tentang sumber daya ini sangat menentukan dalam pengambilan kebijakan, sehingga untuk mencapai pembangunan pertanian tangguh yang berkelanjutan berupa perolehan komoditas dan cara pengelolaannya untuk masing-masing lahan dapat dipilih dengan tepat (Amien, I. 1997). Dengan semakin meningkatnya kebutuhan lahan dan langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian, diperlukan adanya teknologi yang tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumber daya lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien, diperlukan data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang nilai ekonominya cukup tinggi.
17
Data/informasi mengenai sifat lingkungan fisik dapat diperoleh melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan termasuk pemetaan tanah (Puslittanak, 1993). Data dan peta kesesuaian lahan digunakan terutama untuk kepentingan perencanaan pembangunan, pengembangan dan konservasi lahan pertanian secara berkelanjutan.
2.3. Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Terkait Agar sistem usahatani dan teknologi spesifik lokasi tersebut dapat dihasilkan dengan lebih efisien, hemat, terarah dan benar-benar sesuai, maka diperlukan pewilayahan
komoditas
berdasarkan
agro-ekosistem
yang
dipertajam
dengan
kebutuhan teknologinya (Puji Fitri Andi, 2006). Untuk keperluan alih teknologi yang dihasilkan oleh pusat-pusat penelitian komoditas tersebut ke daerah pertumbuhan baru, diperlukan data agroekologi dari daerah yang menjadi sasaran. Data tersebut akan lebih berdaya guna jika diinterpretasikan secara terpadu dan akan lebih informatik jika disajikan dalam bentuk peta. Tahun 1997/1998 Loka Pengkajian Teknologi Petanian Provinsi Aceh telah dilakukan studi tentang Karakterisasi Agro-ekosistem yang terdapat di Propinsi Aceh, dengan keluaran berupa pangkalan data dan peta pewilayahan propinsi Daerah Istimewa Aceh berdasarkan agro-ekologi skala 1 : 250.000 dsi Aceh Besar, Pidie dan Aceh Utara (Chairunas, dkk, 1998). Pada tahun 2000 sampai 2003 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh telah melakukan pengkajian zona agro-ekologi di tiga kabupaten/kota yaitu Sabang, Seumeulu, Aceh Barat dan Aceh Selatan namun data tanah, iklim, dan social ekonomi serta peta dasar skala 1:50000 tidak dapat diperoleh secara lengkap karena terbatas dana (Chairunas, dkk. 2003). Malik A, dkk 2009, melaporkan bahwa salah satu faktor keberhasilan pembangunan pertanian pada suatu daerah adalah terletak pada sejauhmana pembangunan pertanian itu direncanakan dengan baik. Penetapan sektor atau komoditas
andalan
merupakan
kegiatan
penting
sebagai
bahan
informasi
penyusunan perencanaan pembangunan pertanian. Investasi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
18
Dalam penyusunan ZAE yang berdasar pada analisis potensi sumber daya lahan termasuk iklim spesifik lokasi, potensi tenaga kerja, beban lingkungan dan infrastruktur
atau
prasarana
memberikan
kemudahan
dalam
menunjukkan
produktivitas pangan dan transfer paket teknologi menuju suatu usaha agribisnis.
19
III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Pengkajian ini dilaksanakan pada multiagroekosistem dengan lokasi terplih yaitu Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Pengkajian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari – Desember 2014. 3.2. Pendekatan Pengkajian ini bersifat partisipatif dan kerjasama antara peneliti/pengkaji, penyuluh, pemuka masyarakat, petani dan pengguna lainnya. Dalam pelaksanaannya melibatkan instansi terkait yaitu Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian dan Hortikultura, Badan Pertahan, Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten, Dinas perikanan dan Kelautan, BPP Kecamatan, Lembaga Desa dan lainnya. Pengkajian ini meliputi lahan kering dan lahan basah di Provinsi Aceh. Pendekatan awal pengkajian dilakukan pengumpulan data sekunder melalui desk study/kepustakaan/review. Data yang dikumpulkan terdiri dari biofisik, sosial ekonomi di wilayah pengkajian serta peta dasar skala semi detail (skala 1:50.000). 3.3. Ruang Lingkup Kegiatan Pengkajian ini menggunakan data primer dan data sekunder dari berbagai sumber yang berhubungan dengan lokasi pengkajian. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara sebelumnya,
langsung
dengan responden yang
telah ditentukan
pengukuran dan pengamatan di lapangan dan analisis laboratorium.
Data sekunder diperoleh dari perpustakaan, analisis peta dan instansi terkait.
Data primer meliputi : o
Hasil analisis contoh tanah berupa kandungan hara tanah, pH tanah, dan lain-lain yang dibutuhkan
o
Hasil wawancara dengan responden di lapangan berupa data biofisik, social ekonomi dan budaya lokasi pengkajian
20
Data sekunder meliputi : o
Peta dasar semi detail (skala 1 : 50000) yang terdiri dari 1)peta penggunaan lahan, 2) peta jenis tanah, 3) peta lereng, 4) peta topografi, 5) peta administrasi
o
Data Iklim yang meliputi : data curah hujan, temperature, kelembaban udara
o
Data demografi, social ekonomi dan kelembagaan.
3.4. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan Bahan dan peralatan ; Alat Tulis Kantor (ATK), Lodrug peta dasar, Bahan pembantu lapang (kuesioner, topi lapang, meja lapang, tali plastic, label, spatu lapang dll). Alat ; Satu set computer, camera, bor tanah, meteran, timbangan, parang, cangkul, dll
Metode Pelaksanaan kegiatan Untuk mencapai tujuan dan keluaran yang diharapkan pengkajian ini dilakukan
dalam beberapa tahapan kegiatan sebagai berikut : -
Konsultasi dengan instansi terkait.
-
Pengumpulan data sekunder dan peta dasar skala 1:50.000.
- Survei lapangan, karakterisasi lokasi (sosial, budaya dan ekonomi). Inventarisasi tanaman budidaya yang ada. -
Pengambilan sampel tanah secara komposit.
-
Analisis tanah (lab. Tanah).
-
Penyusunan peta kesesuaian lahan skala 1:50.000.
-
Verifikasi lapang.
-
Pelaporan.
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu: persiapan, penelitian lapangan, dan pengolahan data. Tahap persiapan terdiri dari 2 kegiatan kegiatan utama, yaitu (1) penyusunan peta dasar. Peta dasar yang digunakan adalah peta Rupa Bumi Indonesia digital skala 1:50.000 (Bakosurtanal, 1999) dan (2) Analisis satuan lahan, Analisis satuan lahan menggunakan pendekatan
21
landform, sebagai dasar pembeda utama. Satuan landform diperoleh dari interpretasi peta kontur dari RBI dan citra landsat ETM 7 serta dibantu dengan peta geologi skala 1:250.000. Klasifikasi landform mengacu pada Laporan Teknis LREPP II, No.5 (Marsoedi et al., 1997). Hasilnya berupa delineasi satuansatuan landform. Penelitian lapangan terdiri dari: (1) Pengamatan tanah – Peta hasil interpretasi satuan lahan skala 1:50.000 digunakan sebagai peta kerja di lapangan. Pengecekan batas delineasi satuan lahan hasil interpretasi dilakukan sekaligus dengan pengamatan tanah dan lingkungan. Pengamatan sifat morfologi tanah dilakukan melalui minipit dan pemboran, yang mengacu pada Soil Survey Manual (Soil Survey Division Staff, 1993) dan Guidelines for Soil Profile Description (FAO, 1990). Parameter sifat-sifat tanah yang diamati di lapangan antara lain: kedalaman tanah (sampai bahan induk atau lapisan kedap), tekstur, drainase, reaksi tanah/pH, keadaan batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah. Sedangkan parameter fisik lingkungan yang telah diamati antara lain: landform, bahan induk, relief/lereng, penggunaan lahan dan pengelolaannya. Hasil pengamatan lapangan tersebut telah disimpan dalam basis data Site and Horizon Description. Ada dua katagori data yang dikumpulkan pada penelitian ini yaitu data biofisik dan data ekonomi. Data biofisik meliputi data tanah dan lingkungannya, data iklim, data syarat tumbuh optimum masing-masing tanaman, dan data lain yang menunjang. Data ekonomi yang dikumpulkan antara lain data analisis usaha tani masing-masing komoditas yang berpotensi sebagai komoditas unggulan, data prioritas komoditas unggulan menurut pemerintah daerah. Baik data biofisik maupun data ekonomi diambil dari data primer dan data sekunder. Data primer diambil melalui survei pengamatan lapangan, dan wawancara dengan petani. Sedangkan data sekunder diambil dari beberapa instansi terkait. Data tanah dan lingkungannya merupakan data primer dan diperoleh dari hasil pengamatan melalui pembuatan profil tanah dan atau minipit. Pengamatan melalui profil tanah dimaksudkan untuk menunjang klasifikasi tanah. Evaluasi lahan dilaksanakan dengan menggunakan prinsip sistem kerangka kerja (FAO, 1976). Kegiatan evaluasi lahan ini pada prinsipnya dilakukan dengan cara “matching”, yaitu
22
dengan cara membandingkan antara kualitas dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh/hidup tanaman melalui suatu penyusunan model evaluasi lahan. Kriteria persyaratan tumbuh tanaman yang digunakan berpedoman kepada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Djaenuddin et.al., 2003). Tanaman yang dievaluasi tingkat kesesuaian lahannya adalah komoditas unggulan sektor tanaman pangan (padi, kedelai, kacang tanah) dan hortikultura (semangka, cabai, durian, manggis, rambutan) di Provinsi Aceh. Peta
arahan
penggunaan
lahan
disusun
berdasarkan
hasil
evaluasi
kesesuaian lahan terpilih untuk berbagai komoditas pertanian tanaman pangan (padi, kedelai, kacang tanah) dan hortikultura (semangka, cabai, durian, manggis, rambutan) dengan mempertimbangkan kawasan lindung (peta rencana tata ruang daerah, tata guna hutan kesepakatan/peta paduserasi), dan penggunaan lahan saat ini (existing landuse). Kesesuaian lahan terpilih didasarkan pada urutan prioritas yaitu: padi sawah, tanaman pangan lahan kering (kedelai dan kacang tanah), tanaman hortikultura (semangka, cabai, durian, manggis, rambutan), tanaman perkebunan (kakao), dan kawasan lindung. Contohnya, apabila lahan termasuk cukup sesuai untuk tanaman padi sawah, dan juga tanaman pangan lahan kering, maka prioritasnya adalah untuk tanaman padi sawah. Demikian juga, jika lahan cukup sesuai untuk tanaman pangan lahan kering dan tanaman hortikultura, maka diprioritaskan untuk tanaman pangan lahan kering. Legenda peta arahan penggunaan lahan dikelompokkan menjadi:
(i)
Kawasan budidaya pertanian, (ii) Kawasan budidaya kehutanan, dan (iii) Kawasan lindung. Kawasan budidaya pertanian dirinci lagi menjadi beberapa kelompok komoditas dan prioritas pengembangan, seperti: pengembangan tanaman padi sawah, pengembangan tanaman pangan lahan kering, pengembangan tanaman hortikultura dan perkebunan. Kawasan budidaya kehutanan merupakan kawasan yang tidak sesuai untuk budidaya pertanian dan telah diusulkan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagai areal hutan produksi. Kawasan lindung dapat dirinci sesuai dengan kondisi lapangan, misalnya untuk hutan lindung dan kawasan konservasi.
23
Analisis Data Lokasi kegiatan dilakukan di seluruh wilayah Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Dalam penyusunan peta arahan rekomendasi komoditas pertanian unggulan, ada beberapa hal yang dipertimbangkan yaitu: komoditas unggulan daerah, kecocokan hasil penilaian, punya daya saing tinggi (komparatif dan kompetitif), nilai ekonomis tinggi, kondisi sosial budaya setempat, ketersediaan tenaga kerja, dan informasi dari instansi di wilayah setempat. Untuk memadukan beberapa hal pertimbangan di atas, maka data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan beberapa metode sesuai dengan masingmasing jenis data. Beberapa metoda analisis yang digunakan adalah: 1). Analisis laboratorium tanah. Beberapa sampel tanah dianalisis di laboratorium. Prosedur analisis mengikuti metode standar yang digunakan pada ”Soil Survey Laboratory Methods Manual” (Soil Survey Laboratory Staff, 1992). Jenis analisis contoh tanah terdiri atas analisis ukuran partikel (tekstur), reaksi tanah atau pH (H2O dan KCl), karbon organik, nitrogen, P dan K potensial (25% ekstrak HCl), P 2 O5
tersedia
(ekstrak
Bray-1
atau
Olsen).
Sebelum
dilaksanakan
penilaian/evaluasi lahan, data laboratorium diolah terlebih dahulu baik untuk tujuan klasifikasi tanah maupun perbaikan terhadap satuan peta analisis. Hal ini perlu dilakukan agar diperoleh satuan peta yang mempunyai sifat dan karakteristik terrain dan kimia tanah sehomogen mungkin. Semakin homogen unit dasar penilaian yang disusun, maka semakin tinggi kehandalan penyajian data spasialnya. Tanah diklasifikasikan berdasarkan Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010). 2). Program SPKL digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan beberapa komoditas yang potensial sebagai komoditas unggulan daerah setempat (Rossiter dan Van Wambeke, 1995). Dengan arti lain analisis ini dimaksudkan untuk melihat tingkat kesesuaian lahan yang telah kita karakterisasi, kemudian dipadukan dengan persyaratan tumbuh optimal yang diperlukan oleh beberapa komoditas yang kita analisis. Kriteria kesesuaian lahan mengacu pada Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian (Djaenudin et al., 2003). Out put dari proses evaluasi lahan tersebut, menghasilkan tingkat kesesuaian lahan
24
masing-masing komoditas pada masing-masing satuan peta tanah, yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai dengan kendala sedang), S3 (sesuai dengan kendala tinggi, N (tidak sesuai). Hasil evaluasi lahan kemudian dituangkan dalam bentuk data spasial atau peta skala 1:50.000 dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (GIS). Hasil pengolahan dari metode-metode tersebut kemudian dipadukan untuk menyusun peta arahan rekomendasi komoditas pertanian unggulan skala 1:50.000 untuk mendukung pengembangan pertanian berskala agribisnis di kabupaten.
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pewilayahan komoditas unggulan daerah Tahun 2014 berdasarkan zona agro ekologi skala 1:50.000 dilaksanakan di 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat Daya. 4.1. Pewilayahan Komoditas Berdasarkan ZAE di Kabupaten Aceh Barat 4.1.1. Koordinasi, Sosialisasi dan Survey Lokasi Pelaksanaan kegiatan Zona Agro Ekologi (ZAE) 2014 diawali dengan koordinasi instansi terkait yaitu Bappeda Kabupaten Aceh Barat, Bappeda Kabupaten Nagan Raya dan Bappeda Kabupaten Aceh Barat Daya. Koordinasi dan sosialisasi kegiatan AEZ Tahun 2014 dilakukan di Bappeda Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Koordinasi dan sosialisasi kegiatan AEZ di Bappeda Aceh Barat. Tim AEZ bertemu dengan Kasie. Litbang Bappeda karena beberapa orang kabid. ada pertemuan di Banda Aceh. Tim AEZ BPTP Aceh menyerahkan peta AEZ skala 1:250.000 kepada Kasie Litbang Bappeda Kab. Aceh Barat. Dalam pertemuan itu Tim AEZ BPTP meminta bahan peta administrasi dan peta RTRW kabupaten Aceh Barat dan beberapa data dukung administrasi seperti Aceh Barat dalam Angka untuk data sosial ekonomi dan data Sistem Informasi Profile Daerah (SIPP) sebagai data dukung sosial lainnya. Dokumentasi sewaktu tim AEZ melakukan koordinasi dan sinkronisasi di Bappeda Aceh Barat dapat di lihat pada Lampiran 1. 4.1.2. Peta Satuan Lahan dan Verifikasi Peta Satuan Lahan di Lapangan Verifikasi hasil data peta satuan lahan dilakukan mulai dari Kabupaten Aceh Barat. Verifikasi meliputi mensingkronkan potensi wilayah pada komoditas unggulan daerah yaitu untuk Aceh Barat adalah tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, ubi) dan tanaman perkebunan (sawit, kakao dan karet). Data verifikasi dilengkapi dengan nilai GPS (global positioning system) atau nilai ordinat pada saat di lapangan. Nilai ordinat ini selanjutnya digunakan untuk mencocokkan dengan data peta RBI posisi kabupaten Aceh Barat di peta. Dokumentasi lokasi verifikasi di Kabupaten Aceh Barat dapat dilhat pada Lampiran 2.
26
4.1.3. Data Lokasi Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Secara geografis, daerah penelitian terletak antara 95°52’ - 96°30’ BT dan antara 04°06’ - 04°047’ LU. Kabupaten Aceh Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Kabupaten Nagan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Nagan Raya, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia. Kabupaten Aceh Barat terdiri atas 12 Kecamatan, 33 mukim dan 322 gampong. Sebanyak 192 desa diantaranya berada di dataran dan 83 desa terletak di lembah. Hanya 47 desa yang terletak di lereng. Berikut di bawah ini peta administratif Kabupaten Aceh Barat (Gambar 1).
Gambar 1. Peta administratif, Kabupaten Aceh Barat (BPS, 2013).
27
Kecamatan terluas adalah Sungai Mas yang menempati 26,70% wilayah Aceh Barat. Daerah ini sebagian besar masih berupa hutan. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Johan Pahlawan yang merupakan ibukota Kabupaten Aceh Barat. Luas Kecamatan ini hanya 44,91 Km2 atau hanya 1,53% dari luas Kabupaten Aceh Barat. Meulaboh merupakan ibukota Kabupaten Aceh Barat. Kecamatan terdekat dari pusat kota Meulaboh adalah Meureubo, Samatiga dan Kaway XVI. Sedangkan Kecamatan terjauh adalah Woyla Timur, Panton Reu dan Sungai Mas. 4.1.4. Data Suhu, Curah di Kabupaten Aceh Barat Suhu udara rata-rata sepanjang tahun 2012 adalah 26oC dengan suhu terendah 18oC pada bulan Januari dan suhu tertinggi 30oC di bulan Mei. Kelembapan udara berkisar pada 89%. Curah hujan pada tahun 2012 menurun drastis dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 curah hujan Kabupaten Aceh Barat sebanyak 3.245,2 mm per tahun. Sedangkan curah hujan tahun sebelumnya mencapai 3.937,7 mm per tahun. Curah hujan tertinggi tahun 2012 terjadi pada bulan Nopember, yaitu 537,1 mm dan jumlah curah hujan terendah adalah di bulan Maret yakni 88,2 mm. Sementara pada tahun 2011, curah hujan tertinggi dan terendah terjadi pada bulan Agustus (774,3 mm) dan Mei (136,1 mm). 4.1.5. Kependudukan Berdasarkan data pada buku “Aceh Barat Dalam Angka” (BPS Kabupaten Aceh Barat, 2013) tercatat bahwa Kabupaten Aceh Barat mempunyai luas wilayah 2.927, 95 km2 (Tabel 1). Kabupaten ini dihuni oleh penduduk sebanyak 182.364 jiwa pada tahun 2013 (Tabel 2).
28
Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013. No. Kecamatan 1 Johan Pahlawan 2 Samatiga 3 Bubon 4 Arongan Lambalek 5 Woyla 6 Woyla Barat 7 Woyla Timur 8 Kaway XVI 9 Meureubo 10 Pante Ceureumen 11 Panton Reu 12 Sungai Mas Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat, 2013.
Luas (km2) 44,91 140,69 129,58 130,06 249,04 123,00 132,60 510,18 112,87 490,25 83,04 781,73
Distribusi (%) 1,53 4,81 4,43 4,44 8,51 4,20 4,53 17,42 3,85 16,74 2,84 26,70
Menurut data BPS Kabupaten Aceh Barat (2010), di wilayah Kabupaten Aceh Barat perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan (sex rasio) adalah sebesar 98 persen. Di tingkat kecamatan sex rasio terendah terdapat di Kecamatan Trienggadeng, yaitu sebesar 95 persen dan tertinggi terdapat di Kecamatan Jangka Buya dan Panteraja, yaitu sebesar 100 persen. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 72.700 jiwa, sedangkan perempuan sebanyak 74.264 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini tahun 2010 adalah masih tergolong rendah, yaitu 126 jiwa per km2. Kecamatan terpadat adalah Jangka Buya dengan tingkat kepadatan 281 jiwa per km2. Sedangkan kecamatan terjarang penduduknya adalah Meurah Dua dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 37 jiwa per km2.
29
Tabel 2. Jumlah penduduk, luas wilayah, dan kepadatan penduduk pada tahun 2012 masing-masing kecamatan, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Laki-laki Perempuan Jumlah Luas Wilayah (jiwa) (jiwa) (jiwa) (km2) 44,91 1 Johan Pahlawan 29.976 29.117 59.103 140,69 2 Samatiga 7.092 6.928 14.020 129,58 3 Bubon 3.442 3.403 6.845 130,06 4 Arongan Lambalek 5.713 5.386 11.099 Woyla 249,04 5 6.308 6.319 12.627 123,00 6 Woyla Barat 3.625 3.548 7.173 132,60 7 Woyla Timur 2.176 2.148 4.324 510,18 8 Kaway XVI 10.233 9.774 20.007 Meureubo 112,87 9 14.344 13.535 27.879 490,25 10 Pante Ceureumen 4.880 4.924 9.804 83,04 11 Panton Reu 2.991 2.941 5.932 781,73 12 Sungai Mas 1.793 1.758 3.551 92.573 89.781 182.364 2.928 Jumlah Sumber: Aceh Barat Dalam Angka BPS Kab. Aceh Barat, 2013.
No.
Kecamatan
Kepadatan (jiwa/km2) 1316,03 99,65 52,82 85,34 50,70 58,32 32,61 39,22 247,00 20,00 71,44 4,54 2.078
4.1.6. Keadaan Sosial Ekonomi Analisis usahatani digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan secara ekonomi untuk tanaman semusim (padi sawah, kedelai, kacang tanah, cabe dan semangka), dan tanaman tahunan (durian, sawit, karet). Indikator yang digunakan untuk analisis usahatani tanaman semusim adalah rasio penerimaan dengan total biaya (R/C ratio) atau B/C (benefit cost ratio).
Suatu usahatani
tanaman tertentu dikatakan layak apabila nilai R/C rationya lebih dari satu, dimana semakin tinggi nilai R/C ratio maka usahatani tersebut semakin menguntungkan. Kelayakan usahatani tanaman rambutan, manggis dan durian digunakan analisis dari sisi finansial dengan menghitung tingkat imbalan yang diterima atau modal yang telah di investasikan oleh petani.
Analisis kelayakan dengan menentukan Net
Persent Value (NPV) atau nilai pendapatan sekarang di akhir usaha dikurangi nilai biaya sekarang, dan B/C (benefit cost ratio).
30
4.1.7. Analisis Usahatani Tanaman Pangan 4.1.7.1. Padi sawah Komoditas padi sawah di Kabupaten Aceh Barat terdapat di seluruh kecamatan yaitu Kecamatan Johan Pahlawan, Samatiga, Bubon, Woyla, Woyla Barat, Woyla Timur, Kaway XVI, Meurebo, Pante Ceuremen, Pante Reu dan Sungai Mas. Daerah penghasil padi sawah terbesar di Kabupaten Aceh Barat adalah Kecamatan Pante Ceureumen, Woyla dan Kaway XVI. Hasil survei dan analisis kelayakan usahatani padi sawah menunjukkan bahwa hampir sebagian besar (65%) pengelolaan
lahan
sudah
menggunakan
Penggunaan benih rerata 40 kg/ha.
traktor
besar
dan
hand
traktor.
Petani sudah menggunakan varietas unggul
rata-rata petani menggunakan varietas Ciherang, Mekongga dan masih ada beberapa petani menggunakan varietas IR 54 di kecamatan Meurebo, Pante Ceuremen dan Pante Reu. Bahkan ada beberapa kelompok petani masih menggunakan varietas lokal untuk padi yang ditanam di sawah tanah hujan seperti di Kecamatan Woyla dan Woyla Timur. Pengelolaan lahan dan pembajakan dikerjakan secara borongan dengan biaya rata-rata Rp. 800.000/ha. Jenis pupuk yang digunakan adalah NPK ponska, Urea, dan SP36.
Hasil
wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar petani tidak menggunakan KCl diganti pupuk NPK poska. Dosis pupuk yang digunakan masih belum berimbang berdasarkan status hara tanah. Biaya untuk pembelian pupuk dalam 1 ha sekitar Rp 1.400.000/ha. Penyiangan umumnya
dilakukan satu kali pada umur 20-25 HST dengan
cara manual. Hama yang umum menyerang tanaman padi antara lain ; hama putih (menyerang tanaman padi pada awal pertumbuhan), walang sangit dan tikus. Hama keong mas dapat mengganggu pada awal pertumbuhan tetapi umur tanaman padi > 30 HST keong mas dapat dikendalikan gulma dalam petak sawah.
Pengendalian
hama penyakit masih berbasis pestisida. Biaya untuk pembelian pestisida berkisar Rp. 1.000.000-1.200.000/ha.
31
Tabel 3. Analisis kelayakan usahatani tanaman pangan dalam satu hektar di Kabupaten Aceh Barat.
Uraian I. Biaya Produksi A. Penggunaan Tenaga Kerja
Pengolahan tanah 1 Pengolahan tanah 2 Buat bedengan/parit Pemberian pupuk I Pemberian mulsa Isi polibag bibit Tanam Pemasangan ajir Pupuk susulan Penyiangan / bumbun Penyemprotan (hama + ppc) Panen Pengangkutan hasil B. Bahan Produksi Benih Mulsa plastic Urea SP36 KCl NPK poska ¤ NPK bast Pupuk kandang Boron, Dolomit, Obat-obatan C. Sewa Lahan Total Biaya (A+B+C)=D II. Hasil Usahatani Produksi (kg) Penerimaan (E) Pendapatan (E-D)=F R/C (E/D) BC (F/D)
Sumber: Analisis data primer 2011
32
Padi Sawah
Komoditas Kedelai Jagung
7.188.000
4.155.000
7.400.000
800.000 560.000 1.600.000 600.000
800.000 460.000 900.000 300.000
800.000 500.000 550.000 1.200.000 1.700.000
580.000
255.000
300.000
2.448.000 600.000 2.980.000 480.000 270.000 200.000 990.000 -
1.340.000 100.000 890.000 280.000 90.000 250.000 -
2.200.000 150.000 3.540.000 2.750.000 90.000 375.000 125.000
1.040.000 1.080.000
270.000 -
200.000 -
11.248.000
5.045.000
10.940.000
7.200 23.760.000 12.512.000 2.11 1.11
1.850 7.955.000 2.910.000 1.58 0.58
2.550 19.125.000 8.185.000 1.75 0.75
Produksi rerata 7,2 ton/ha gabah kering panen.
Hasil analisis usahatani
menunjukkan bahwa dengan harga gabah Rp 3.300/kg maka petani mendapat keuntungan
Rp
12.512.000/ha.
Hasil
analisis
kelayakan
usahatani
dengan
menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani padi sawah layak untuk diusahakan karena R/C rationya 2,11. 4.1.7.2. Padi ladang Komoditas padi ladang di Kabupaten Aceh Barat terdapat di seluruh kecamatan, kecamatan yang menjadi sentra penanaman padi ladang yaitu Kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Mas selain itu ada di kecamatan Woyla, Woyla Timur, Woyla Barar dan Panton Reu. Petani masih menggunakan varietas lokal dan varietas unggul (VUB) Ciherang, Mekongga dan masih ada beberapa petani menggunakan varietas IR 54 di kecamatan Pante Ceuremen dan Panton Reu. Bahkan ada beberapa kelompok petani masih menggunakan varietas lokal untuk padi yang ditanam di sawah tanah hujan seperti di Kecamatan Woyla dan Woyla Timur. Pengelolaan lahan dan pembajakan dikerjakan secara borongan dengan biaya rata-rata Rp. 800.000/ha. Jenis pupuk yang digunakan adalah NPK ponska, Urea, dan SP36.
Hasil
wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar petani tidak menggunakan KCl diganti pupuk NPK poska. Dosis pupuk yang digunakan masih belum berimbang berdasarkan status hara tanah. Biaya untuk pembelian pupuk dalam 1 ha sekitar Rp 1.400.000/ha. Penyiangan umumnya
dilakukan satu kali pada umur 20-25 HST dengan
cara manual. Hama yang umum menyerang tanaman padi antara lain ; hama putih (menyerang tanaman padi pada awal pertumbuhan), walang sangit dan tikus. Hama keong mas dapat mengganggu pada awal pertumbuhan tetapi umur tanaman padi > 30 HST keong mas dapat dikendalikan gulma dalam petak sawah. Pengendalian hama penyakit masih berbasis pestisida. Biaya untuk pembelian pestisida berkisar Rp. 1.000.000-1.200.000/ha.
33
4.1.7.3. Kedelai Kedelai merupakan komoditas unggulan kedua setelah padi sawah di Kabupaten Aceh Barat. Kedelai banyak ditanam di Kecamatan Samatiga dan Bubon. Pada lahan sawah irigasi sederhana dan tadah hujan, kedelai ditanam setelah panen padi sawah pada bulan Juni atau Juli, panen bulan September atau Oktober. Pada lahan kering, kedelai ditanam sepanjang tahun dua kali tanam dalam setahun yaitu buan Maret atau April dan bulan September atau Oktober. Hasil survei dan analisis kelayakan usahatani kedelai menunjukkan bahwa pengelolaan lahan umumnya tanpa olah tanah, gulma disemprot dengan herbisida terutama pada lahan kering. Pada lahan sawah diolah satu kali mengunakan traktor dengan biaya Rp. 800.000/ha. Penggunaan benih rerata 40 kg/ha. Petani sudah menggunakan varietas unggul (Kipas merah, Anjasmoro, Wilis, Burangrang, Panderman), tetapi tingkat kemurnian benih masih rendah karena benih yang ditanam petani banyak tercampur dengan varietas lain. Pengelolaan lahan dan pembajakan dikerjakan secara borongan dengan biaya rata-rata Rp. 800.000/ha. Jarak tanam 20 cm x 30 cm dan 30 cm x 30 cm. sebagian petani menggunakan pupuk urea 50 kg/ha dan SP36 sebanyak 100 kg/ha, diberikan pada umur 15-20 HST secara sebar.
Pengendalian hama penyakit
umumnya dilakukan 3-4 kali selama pertumbuhan, biaya untuk pembelian obat Rp. 270.000/ha. Produksi rerata 1,85 ton/ha. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa dengan
harga
kedelai
Rp
4.300/kg
maka
petani
mendapat
keuntungan
Rp.2.910.000/ha. Hasil analisis kelayakan usahatani kedelai dengan menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani kedelai layak untuk diusahakan karena R/C rationya 1,58. 4.1.7.4. Jagung Jagung merupakan komoditas unggulan juga setelah padi sawah dan kedelai di Kabupaten Aceh Barat. Jagung hampir ditanam diseluruh kecamatan, akan tetapi tanaman jagung banyak ditanam di Kecamatan Woyla Barat, Kecamatan Sungai Mas, Kecamatan Meurebo, Kecamatan Arongan Lambalek, Kecamatan Johan Pahlawan dan Kecamatan Bubon. Pada lahan sawah tadah hujan, Jagung ditanam setelah
34
panen padi ladang pada bulan Juli, panen bulan Oktober awal. Pada lahan kering, jagung ditanam sepanjang tahun dua kali tanam dalam setahun yaitu bulan Maret dan bulan September. Hasil survei dan analisis kelayakan usahatani jagung menunjukkan bahwa pengelolaan lahan umumnya tanpa olah tanah, gulma disemprot dengan herbisida terutama pada lahan kering. Pada lahan sawah diolah satu kali mengunakan traktor dengan biaya Rp. 800.000/ha. Penggunaan benih rerata 40 kg/ha. Petani sudah menggunakan varietas unggul (Pioner, Bima atau varietas hibrida yang tersedia di toko dengan label biru). Pengelolaan lahan dan pembajakan dikerjakan secara borongan dengan biaya rata-rata Rp. 800.000/ha. Jarak tanam 20 cm x 30 cm dan 30 cm x 30 cm. sebagian petani menggunakan pupuk urea 50 kg/ha dan SP36 sebanyak 100 kg/ha, diberikan pada umur 15-20 HST secara sebar. Pengendalian hama penyakit umumnya dilakukan 3-4 kali selama pertumbuhan, biaya untuk pembelian obat Rp. 270.000/ha. Produksi rerata 4,5 ton/ha. dengan
harga
jagung
Rp
Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa
2.200/kg
maka
petani
mendapat
keuntungan
Rp.8.900.000/ha.Hasil analisis kelayakan usahatani jagung dengan menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani jagung sangat layak untuk diusahakan karena R/C rationya 1,58. 4.1.7.5. Kacang tanah Kacang tanah merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Aceh Barat dan ditanam diseluruh kecamatan. Beberapa kecamatan sentra penanaman kacang tanah yaitu Kecamatan Woyla Barat, Woyla Timur, Panton Reu, Sungai Mas, Woyla, Arongan Lambalek dan Kecamatan Bubon. Pada lahan sawah irigasi sederhana dan tadah hujan kacang tanah ditanam setelah panen padi sawah pada bulan Juni, panen bulan September. Hasil survei dan analisis kelayakan usahatani kacang tanah menunjukkan bahwa kacang tanah ditanam pada lahan sawah dan lahan kering. Pada lahan sawah kacang tanah ditanam setelah panen padi. Pengolahan tanah menggunakan traktor dengan biaya Rp 1.400.000 (untuk dua kali pengolahan). Pada lahan kering kacang tanah ditanam sepanjang tahun (2-3 kali dalam satu tahun).
Penggunaan benih
35
kacang tanah rerata 200-250 kg/ha dalam bentuk polong dengan
harga Rp
11.000/kg. Petani pada umumnya menggunakan varietas lokal. Penanaman dilakukan secara tugal, jarak tanam 20 cm x 20 cm, dua biji per lubang, pada umumnya petani menggunakan pupuk urea 50 kg/ha dan SP36 sebanyak 150 kg/ha, diberikan pada umur 20-25 HST secara larikan. Pengendalian hama penyakit umumnya dilakukan 3-4 kali selama pertumbuhan, biaya untuk pembelian obat Rp 200.000/ha. Produksi kacang tanah rerata 2,55 ton/ha. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa dengan harga kacang tanah Rp 7.500/kg maka petani mendapat keuntungan Rp 8.185.000/ha. Hasil analisis kelayakan usahatani dengan menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani kacang tanah layak untuk diusahakan karena R/C rationya 1,75. 4.1.8. Analisis Usahatani Tanaman Hortikultura 4.1.8.1. Cabai Cabai merupakan komoditas tanaman hortikultura sayuran yang banyak diusahakan masyarakat di Kabupaten Aceh Barat. Tanaman ini umumnya diusahakan di lahan sawah setelah panen padi dan di lahan kering. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa budidaya tanaman cabai yang dilakukan secara intensif dan pada waktu panen harga tinggi dapat memberikan keuntungan yang besar kepada petani cabai. Pengolahan tanah dilakukan 2 kali dengan biaya Rp 1.400.000/ha, upah buat bedengan mencapai Rp 1.700.000/ha. Untuk mulsa plastik seluas satu hektar lahan dibutuhkan dana Rp 2.000.000. Pupuk yang digunakan untuk tanaman cabai adalah Urea, SP36, KCl, NPK bast, dolomit dan obat-obatan, dalam satu hektar dibutuhkan biaya Rp 17.800.000. Produksi cabai rerata per hektar 12 ton/ha.
Hasil analisis
usahatani menunjukkan bahwa dengan harga cabai Rp 8.000/kg maka petani mendapat keuntungan 46.550.000/ha. Hasil analisis kelayakan usahatani dengan menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani cabai layak untuk diusahakan karena R/C rationya 1,94.
36
4.1.8.2. Rambutan Rambutan merupakan tanaman buah-buahan yang banyak diusahakan petani di Kabupaten Aceh Barat. Tanaman rambutan banyak terdapat di Kecamatan Samatiga (17.305 btg), Kawai XVI (16.985 btg), Bubon (11.705 btg) dan Pante Ceureumen (10.914 btg) dan yang telah berbuah kurang lebih 65% (BPS Kabupaten Aceh Barat, 2013). Hasil survei dan analisis kelayakan usahatani rambutan menunjukkan bahwa budidaya tanaman rambutan belum dilakukan petani secara intensif, seperti pemupukan pada umumnya tidak dilakukan petani sesuai anjuran. Pengendalian hama dan penyakit tidak dilakukan petani pada umumnya. Bibit rambutan berasal dari toko saprodi pertanian terdekat. Bibit tersebut pada umumnya berasal dari Brastagi, Sumatera Utara. Hasil peninjauan ke lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar tanaman rambutan sudah berumur di atas 10 tahun, hanya kurang lebih 30%
tanaman rambutan yang berumur di bawah 10
tahun. Walaupun budidaya tanaman rambutan belum dilakukan petani secara intensif akan tetapi pertumbuhan cukup baik dan hasil panen dalam satu hektar dapat mencapai 4000-5000 per pohon, harga rata-rata 100 rupiah per buah. Pemupukan pada umumnya dilakukan petani saat tanam dengan memberikan pupuk kandan dan NPK poska, pada tahun 1 dan 2 diberi pupuk NPK, sedangkan pada tahun ke 3 dan seterusnya tidak dilakukan pemupukan oleh petani.
Penyiangan
umumnya dilakukan sekali setahun yaitu membersihkan rumput yang tumbuh dibawah pokok rambutan. Sebagian petani menggunakan herbisida Run-Up. Penyiangan ini tetap dilakukan petani sekali setahun (pada saat tanaman telah berbuah) selama tanaman masih menghasilkan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan petani jika ada serangan, terutama ulat daun dan buah dengan insektisida, biaya per pohon sekiar 25.000 – 30.000 rupiah. Rambutan mulai berbuah raa-rata pada umur 3-4 tahun. Buah pada tahun pertama masih sedikit dan mencapai puncaknya pada umur 10-15 tahun.Buah dalam satu pohon dapat mencapai 500 buah dengan harga rata-rata 100 rupiah per buah. Analisis secara finansial, menunjukkan bahwa usahatani tanaman Rambutan layak untuk dilaksanakan. Analisis dilakukan dengan metode perhitungan arus tunai berdiskonto dengan tingkat discount 20% (di gunakan DF 20% sesuai tingkat suku
37
bunga bank). Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan nilai NPV dan B/C pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. NPV usahatani tanaman rambutan per pohon di Kabupaten Aceh Barat. Tahun Ke
Biaya (Rp)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
103.200 69.000 81.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500
Penerimaa Penerimaan n Bersih sebelum (Rp) DF 0 (103.200) 0 (69.000) 0 (81.500) 0 (73.500) 12.000 (61.500) 150.000 76.500 200.000 126.500 300.000 226.500 350.000 276.500 400.000 326.500 450.000 376.500 500.000 426.500 40.000 326.500 350.000 276.500 350.000 276.500 300.000 226.500 300.000 226.500 250.000 176.500 200.000 126.500 150.000 76.500 50.000 (23.500) Net Present Value
DF 20% 1,00 0,83 0,69 0,58 0,48 0,40 0,33 0,28 0,23 0,19 0,16 0,13 0,11 0,09 0,08 0,06 0,05 0,05 0,04 0,03 0,03
PV penerimaan DF 20% (103.200) (57.270) (56.235) (42.630) (29.520) 30.600 41.475 63.420 62.035 60.240 55.445 35.915 24.885 22.120 13.590 11.590 11.325 8.825 5.060 2.295 (705) 211.535
Berdasarkan hasil analisis usahatani dengan memasukkan pendapatan bersih pada tingkat DF 20% pada usahatani rambutan diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 211,535 per pohon.
Jadi berdasarkan kriteria investasi maka usahatani tanaman
rambutan layak untuk diusahakan di Kabupaten Aceh Barat, karena NPV menunjukkan nilai positif dan B/C sebesar 1,46.
38
Tabel 5. B/C usahatani tanaman rambutan per pohon di Kabupaten Aceh Barat Tahun Ke 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Biaya (Rp) 103.200 69.000 81.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500 73.500
DF 20% 1,00 0,83 0,69 0,58 0,48 0,40 0,33 0,28 0,23 0,19 0,16 0,13 0,11 0,09 0,08 0,06 0,05 0,05 0,04 0,03 0,03
PVBiaya DF (20%) 103.200 57.270 56.235 42.630 35.280 29.400 24.255 20.580 16.905 13.965 11.760 9.555 8.085 6.615 5.880 4.410 3.675 3.675 2.940 2.205 2.205 460.725
Penerimaan (Rp) 0 0 0 0 12.000 150.000 200.000 300.000 350.000 400.000 450.000 500.000 40.000 350.000 350.000 300.000 300.000 250.000 200.000 150.000 50.000
DF 20% 1,00 0,83 0,69 0,58 0,48 0,40 0,33 0,28 0,23 0,19 0,16 0,13 0,11 0,09 0,08 0,06 0,05 0,05 0,04 0,03 0,03
PV penerimaan DF 20% 0 0 0 0 5.760 60.000 66.000 84.000 80.500 76.000 72.000 65.000 44.000 31.500 28.000 18.000 15.000 12.500 8.000 4.500 1.500 672.260
B/C
1,46
4.1.9. Landform dan Relief 4.1.9.1. Landform Landform
merupakan
bentukan
alam
di
permukaan
bumi
yang
menggambarkan kondisi suatu wilayah dengan ciri yang berbeda satu dengan lainnya, tergantung dari proses pembentukan dan evolusinya. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat yang didukung oleh peta geologi, data DEMs dan hasil pengamatan lapangan, daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 6 grup landform utama, yaitu: (1) Aluvial, (2) Marin, (3) Fluvio-Marin, (4) Volkanik, (5) Tektonik, dan (6) Aneka.
39
Pengaruh relief yang menonjol terhadap sifat tanah, antara lain kondisi drainase dan laju aliran permukaan. Di wilayah datar kondisi drainase biasanya sedang-sangat terhambat dan aliran permukaan sangat lambat, akibatnya pada daerah yang paling rendah terjadi akumulasi bahan-bahan dari daerah sekitarnya. Sedangkan di daerah bergelombang-bergunung umumnya berdrainase baik-cepat dan aliran permukaan berlangsung sangat cepat, sehingga proses erosi berlangsung cukup intensif terlebih pada daerah terbuka atau yang telah diusahakan untuk pertanian. Relief atau kelerengan lahan juga akan mempengaruhi metode pembukaan pengelolaan lahan untuk tujuan pertanian. Pada lahan yang datar sampai berombak, pembukaan/ pengelolaan lahan dengan cara mekanisasi dengan menggunakan alatalat berat relatif mudah dilakukan, pada lahan yang reliefnya bergelombang masih memungkinkan
untuk
melaksanakan
pembukaan/pengolahan
lahan
dengan
menggunakan alat-alat berat, sedangkan pada wilayah yang berbukit atau bergunung pengoperasian alat-alat berat sangat beresiko dan pengelolaan lahan hanya dapat dilakukan dengan cara manual. 4.1.10. Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat dan pengamatan lapangan, jenis penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Barat terdiri dari: (a) sawah, (b) tegalan, (c) tambak, (d) kebun campuran, (e) semak belukar, (f) hutan, (g) pemukiman, (h) rawa, dan (i) tubuh air. Penyebaran data penggunaan lahan dapat disajikan pada Gambar 2, peta satuan lahan Kabupaten Aceh Barat.
40
Gambar 2. Peta satuan lahan skala 1:150.000 Kabupaten Aceh Barat. 4.1.11. Evaluasi Lahan Evaluasi lahan secara fisik yang didasarkan pada kualitas tanah (karakteristik tanah dan lingkungan) dan persyaratan tumbuh tanaman. Penilaian kelas kesesuaian lahan untuk setiap komoditas pada setiap satuan tanah dikelompokkan berdasarkan kelas dan subkelas. Klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan tidak sesuai (N). Untuk penilaian kesesuaian lahan menggunakan aplikasi SPKL (Sistem Penilaian Kesesuaian
Lahan).
Pada
tingkat
Subkelas
dicantumkan
faktor
pembatas/penghambat bagi pertumbuhan tanaman, ditulis dengan simbol yang diletakkan setelah simbol kelas kesesuaian lahannya. Sebagai contoh: S3oa, yaitu
41
lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas/penghambat ketersediaan oksigen. Berikut, dokumentasi aplikasi SPKL (Sistem Penentuan Kesesuaian Lahan), Gambar 3.
42
43
44
Gambar 3. Dokumentasi aplikasi SPKL (Sistem Penentuan Kesesuaian Lahan).
45
Berdasarkan data analisis usaha tani pangan, data evaluasi lahan dan penggunaan lahan serta penggunaan aplikasi SPKL tersebut, maka penentuan zona kesesuaian lahan untuk tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) adalah sesuai (S1) untuk daerahJohan Pahlawan, Samatiga, Bubon, Woyla Barat, Woyla Timur, Kaway XVI, Meurebo, Pante Ceuremen. Daerah cukup sesuai (S2) adalah Kecamatan Sungai Mas selain itu ada di kecamatan Panton Reu dengan faktor penghambat air dan keterbatasan nutrisi tanaman (hara tanaman). Jika kedua faktor tersebut diatasi misalnya dengan pengairan irigasi dan irigasi buatan dengan sumur bor atau sumur galian maka tanaman dapat tumbuh dengan baik. Daerah dengan kriteria sesuai marginal (S3) adalah daerah semak belukar. Daerah tersebut ada di semua kecamatan, dengan faktor pembatas hara terbatas, air tidak tersedia, dan bentuk geografis yang berombak. Rekomendasi zona kesesuaian lahan untuk tanaman hortikultura seperti cabai, buah-buahan yaitu sesuai (S1) untuk kecamatan Johan Pahlawan, Woyla Barat, Woyla Timur, Meurebo, cukup sesuai (S2) ada di Kecamatan Samatiga, Kawai XVI, Bubon dan Pante Ceureumen dengan faktor pembatas ketersediaan nutrisi terutama untuk hortikultura semusim seperti tanaman cabai, tomat dan lainnya, sedangkan untuk tanaman hortikultura tahunan faktor pembatas dapat diatasi setelah tanaman berumur 2 tahun. Di tahun pertama tanaman membutuhkan tambahan nutrisi melalu pemupukan. Zona tidak sesuai pada lokasi semak belukar dengan faktor penghambat topografi yaitu kelerengan >40%. 4.2. Pewilayahan Komoditas Berdasarkan ZAE di Kabupaten Nagan Raya 4.2.1. Koordinasi, Sosialisasi dan Survey Lokasi Pelaksanaan kegiatan Zona Agro Ekologi (ZAE) 2014 diawali dengan koordinasi instansi terkait yaitu Bappeda Kabupaten Nagan Raya. Koordinasi dan sosialisasi kegiatan AEZ Tahun 2014 dilakukan di Bappeda Kabupaten Nagan Raya tim AEZ bertemu Selanjutnya, tim AEZ BPTP Aceh melakukan koordinasi dan sosialisasi kegiatan AEZ tahun 2014 di Kabupaten Nagan Raya. Tim bertemu dengan Kabid. Litbang Bappeda Bpk. Yuliana Yatim, S.Hut. dalam sambutannya, beliau dangat appresiasi terhadap kegiatan AEZ yang dilakukan oleh BPTP Aceh skala 1:50.000, dan yang telah dilakukan oleh tim AEZ BPTP Aceh dan BBPSDLP, Bogor
46
tahun 2012 – 2013 yang telah menghasilkan peta pewilayahan komoditas spasial 1:250.000,-. Beliau sangat ingin membantu jika ada yang bisa dibantu agar tim AEZ BPTP Aceh untuk tidak sungkan-sungkan menghubungi beliau terkait data maupun koordinasi lainnya. Kabid. Litbang Bappeda berharap untuk dilibatkan aktif karena sebagai bentuk koordinasi dan kerjasama yang baik antara Litbang Pusat (BPTP) dan Litbang daerah (Bappeda). Data yang berhasil didapat oleh tim AEZ BPTP Aceh pada saat koordinasi adalah data profile (SIPP) dan Nagan dalam Angka, untuk data spasial file SHP, data tidak ditemukan karena operator data sedang perjalanan dinas ke provinsi beserta beberapa orang kabid ke Banda Aceh. Beliau berjanji bila data itu akan disajikan untuk pertemuan yang akan datang jika tim AEZ BPTP Aceh berkunjung ke Bappeda kembali. 4.1.2. Peta Satuan Lahan Verifikasi Peta Satuan Lahan di Lapangan Verifikasi hasil data peta satuan lahan dilanjutkan ke Kabupaten Nagan Raya. Verifikasi meliputi mensingkronkan potensi wilayah pada komoditas unggulan daerah yaitu untuk Nagan Raya adalah tanaman pangan (padi, kedelai, kacang tanah) dan tanaman perkebunan (sawit, kakao dan karet). Data verifikasi dilengkapi dengan nilai GPS (global positioning system) atau nilai ordinat pada saat di lapangan. Nilai ordinat ini selanjutnya digunakan untuk mencocokkan dengan data peta RBI posisi kabupaten Nagan Raya. Dokumentasi lokasi verifikasi di Kabupaten Nagan Raya dapat dilihat pada Gambar 6. Selanjutnya tim AEZ BPTP Aceh bersama Bpk. Sukarman dan Bpk. Zainal Abidin menuju Kab. Nagan Raya. Verifikasi dilakukan dengan membuat peta satuan lahan skala 1:200.000, kemudian tim menuju ke beberapa titik poligon yang telah dibuat. Lokasi observasi yang tim AEZ lakukan pada titik poligon (1) Afg 1.2.2 yang artinya
daerah
dalam
poligon
banjirdataransungaiberkelok-kelok,
termasuk sedimenhalus
dalam dan
daerah kasar,
kategori datar
untukcekungdengan kelerengan dibawah <3% (flood plain of meandering rivers, fine and coarse sediments, backswamps, flat to concave (slopes < 3%), (2) titik polygon D 2.1.2 yang artinya daerah dalam polygon termasuk dalam kategori daerah dengan kandungan air tawar dan terdapat kubahgambut, tanah sedimen dengan ketebalan bahan organik0,5-2,0m, rata dengansedikit cembung (oligotrophic
47
freshwater peat domes, organic sediments thickness 0.5-2.0 m, flat to slightly convex), (3) titik polygon D 2.1.3 yang artinya daerah dalam polygon termasuk daerah dengan kandungan air tawar dan terdapat kubah gambut, tanah sedimen dengan ketebalan diatas >2,0 m, rata dengan sedikit cembung (oligotrophic freshwater peat domes, organic sediments thickness > 2.0 m, flat to slightly convex), (4) titik polygon Bfq 1.1. yang artinya daerah dalam polygon termasuk dalam kategori wilayahpantaimuda, pegunungan, bagian tanah sedimenhalus dan kasar tidak dibedakan(complex of young beach ridges and swales, fine and coarse sediments (undifferentiated)).
Tanah Gambut
Gambar 4. Struktur tanah gambut di salah satu kebun sawit Kab. Nagan Raya.
48
Gambar 5. Keragaan tanaman sawit di salah satu kebun sawit di lahan gambut di Kabupaten Nagan Raya. Kabupaten Nagan Raya memiliki komoditas unggulan utama pangan yaitu padi dan jagung, sedangkan komoditas unggulan lainnya adalah komoditas perkebunan yaitu tanaman sawit. Gambar 5, menunjukkan beberapa lokasi verifikasi tim AEZ menunjukkan kondisi agroekologi yang sesuai untuk komoditas perkebunan. Pemanfaatan lahan kering dataran tinggi dan rendah di kabupaten ini sangat optimal. Perlakuan teknologi pada dataran tinggi telah menerapkan teknologi terasering yang sangat bagus, sehingga pengaturan per tanaman dengan jarak tanam yang tepat telah dilakukan oleh petani sawit. Pola PIR yang diterapkan perusahaan swasta telah membantu petani untuk belajar sambil berbuat (learning by doing) dan akhirnya ketika dilepas teknologi yang mereka pelajari dapat diterapkan dan disebarkan ke petani lainnya.
49
Desa Suak Salemban, Kec. Alue Bili
Kecamatan Alue Bili
Desa Suak Salemban, Kec. Alue Bili Desa Suak Puntung, Kec. Kuala Pesisir Gambar 6. Beberapa lokasi verifikasi data poligon di Kabupaten Nagan Raya. 4.2.3. Data Lokasi Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh. Secara geografis, terletak antara 96°11’ - 96°48’ BT dan antara 03°40’ - 04°038’ LU. Luas daerah 3.363,72 km2 (UU No. 4 Tahun 2002, sedangkan menurut RTRW luas daerah 3.544,91 km2. Kabupaten Nagan Raya berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Barat, sedangkan sebelah barat berbatasan denganAceh Barat. Kabupaten Nagan Raya terdiri atas 10 Kecamatan, 30 mukim dan 222 gampong. Berikut di bawah ini peta administratif Kabupaten Nagan Raya(Gambar 7).
50
Gambar 7. Peta administratif, Kabupaten Nagan Raya (BPS, 2013). Kecamatan terluas adalah Darul Makmur yang menempati 29,0% wilayah Nagan Raya. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Suka Makmue hanya 1,45% dari luas Kabupaten Nagan Raya.
51
4.2.4. Data Suhu, Curah di Kabupaten Nagan Raya Suhu udara rata-rata sepanjang tahun 2012 adalah 26oC dengan suhu terendah 18oC pada bulan Januari dan suhu tertinggi 30oC di bulan Mei. Kelembapan udara berkisar pada 89%. Curah hujan pada tahun 2012 menurun drastis dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 curah hujan Kabupaten Nagan Raya sebanyak 3.245 mm per tahun dengan jumlah curah hujan bulanan rata-rata 270 mm. Curah hujan tertinggi tahun 2012 terjadi pada bulan Nopember – Desember dan jumlah curah hujan terendah adalah di bulan Maret yakni 88 mm.Suhu udara dan kelembaban udara sepanjang tahun tidak terlalu berfluktuasi, dengan suhu udara dan kelembaban udara rata-rata per bulan 26,40C udara minimum rata-rata berkisar antara 20,80C s/d 23,10C berkisar antara 30,00C s/d 31,50C bulan. 4.2.5. Kependudukan Berdasarkan data pada buku “Nagan Raya Dalam Angka” (BPS Kabupaten Nagan Raya, 2013) tercatat bahwa Kabupaten Nagan Raya mempunyai luas wilayah 3.544,91 km2. Kabupaten ini dihuni oleh penduduk sebanyak 152.130 jiwa pada tahun 2013 (Gambar7).
Gambar 8. Persentase jumlah penduduk Kabupaten Nagan Raya menurut kecamatan Tahun 2012 (Sumber : BPS Kabupaten Nagan Raya, 2013).
52
Menurut data BPS Kabupaten Nagan Raya (2012), berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan SIpil Kabupaten Nagan Raya bahwa pada akhir tahun 2012 jumlah penduduk Nagan Raya adalah sebanyak 152.130 jiwa dengan rincian jumlah laki-laki sebanyak 76.069 jiwa dan perempuan sebanyak 76.061 jiwa. Sehingga besaran sex rasionya adalah sebesar 100. Kecamatan Darul Makmur menempati urutan pertama dalam distribusi penduduk Nagan Raya, yaitu 28,09 persen dari jumlah penduduk keseluruhan, diikuti oleh Kecamatan Kuala sebanyak 12,35 persen. Kecamatan Seunagan dan Kecamatan Kuala Pesisir secara berurutan adalah sebesar 10,23 persen dan
10,01 persen. Sedangkan diurutan berikutnya
terdapat Kecamatan Tadu Raya, Kecamatan Senagan Timur dan Kecamatan Beutong adalah sebesar 9,05 persen, 8,70 persen dan 8,58 persen. Kecamatan Tripa Makmur dan Kecamatan Suka Makmue memiliki distribusi sebesar 5,86 persen dan 5,67 persen. Sedangkan Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang memiliki distribusi terkecil yaitu sebesar 1,46 persen. Tingkat kepadatan penduduk dihitung berdasarkan jumlah penduduk per satuan luas wilayah. Angka ini menggambarkan tingkat huni masyarakat yang menempati suatu wilayah. Tingkat kepadatan penduduk pada 2012 sebesar 43 jiwa/km2. Grafik 4 menunjukkan bahwa Kecamtan Seunagan menempati urutan pertama tingkat kepadatan penduduknya, yaitu sebesar 274 jiwa/km 2. Setelah itu terdapat Kecamatan Kuala Pesisir, Suka Makmue dan Kuala secara berurutan dengan kepadatan antara 150-200 jiwa/km2. Kelompok berikutnya adalah Kecamatan Seunagan Timur, Tripa Makmur dan Darul Makmur. Disusul Kecamatan Tadu Raya dan Kecamatan Beutong dan yang terjarang penduduknya adalah Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang.
53
Gambar 9. Piramida penduduk Nagan Raya Tahun 2012. 4.2.6. Keadaan Sosial Ekonomi Analisis usahatani digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan secara ekonomi untuk tanaman semusim (padi sawah, jagung, kacang tanah dan cabai), dan tanaman tahunan (durian, sawit, karet dan kelapa). Indikator yang digunakan untuk analisis usahatani tanaman semusim adalah rasio penerimaan dengan total biaya (R/C ratio) atau B/C (benefit cost ratio). Suatu usahatani tanaman tertentu dikatakan layak apabila nilai R/C rationya lebih dari satu, dimana semakin tinggi nilai R/C ratio maka usahatani tersebut semakin menguntungkan. Kelayakan usahatani tanaman rambutan, manggis dan durian digunakan analisis dari sisi finansial dengan menghitung tingkat imbalan yang diterima atau modal yang telah di investasikan oleh petani. Analisis kelayakan dengan menentukan Net Persent Value (NPV) atau nilai pendapatan sekarang di akhir usaha dikurangi nilai biaya sekarang, dan B/C (benefit cost ratio). 4.2.7. Analisis Usahatani Tanaman Pangan 4.2.7.1. Padi sawah Komoditas padi sawah di Kabupaten Nagan Raya terdapat di seluruh kecamatan yaitu Kecamatan Darul Makmur, Tripa Makmur, Kuala, Kuala Pesisir, Tadu Raya, Beutong, Beutong Ateuh Banggalang, Seunagan, Suka Makmue,
54
Seunaga Timur. Daerah penghasil padi sawah terbesar di Kabupaten Nagan Raya adalah Kecamatan Suka Makmur dan Kuala.Hasil survei dan analisis kelayakan usahatani padi sawah menunjukkan bahwa hampir sebagian besar (>65%) pengelolaan
lahan
sudah
menggunakan
traktor
besar
dan
hand
traktor.
Penggunaan benih rerata 35 kg/ha. Petani sudah menggunakan varietas unggul rata-rata petani menggunakan varietas Ciherang dan masih ada beberapa petani menggunakan varietas IR 54 di kecamatan Seunagan, Tadu Raya. Pengelolaan lahan dan pembajakan dikerjakan secara borongan dengan biaya rata-rata Rp. 800.000/ha. Jenis pupuk yang digunakan adalah NPK ponska, Urea, dan SP36.
Hasil
wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar petani tidak menggunakan KCl diganti pupuk NPK poska. Dosis pupuk yang digunakan masih belum berimbang berdasarkan status hara tanah. Biaya untuk pembelian pupuk dalam 1 ha sekitar Rp 1.400.000/ha.Penyiangan umumnya dengan cara manual.
dilakukan satu kali pada umur 20-25 HST
Hama yang umum menyerang tanaman padi antara lain ;
hama putih (menyerang tanaman padi pada awal pertumbuhan), walang sangit dan tikus. Hama keong mas dapat mengganggu pada awal pertumbuhan tetapi umur tanaman padi > 30 HST keong mas dapat dikendalikan gulma dalam petak sawah. Pengendalian hama penyakit masih berbasis pestisida. Biaya untuk pembelian pestisida berkisar Rp. 1.000.000/ha. Produksi rerata 7,2 ton/ha gabah kering panen.
Hasil analisis usahatani
menunjukkan bahwa dengan harga gabah Rp 3.300/kg maka petani mendapat keuntungan
Rp
12.512.000/ha.
Hasil
analisis
kelayakan
usahatani
dengan
menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani padi sawah layak untuk diusahakan karena R/C rationya 2,11. 4.2.7.2. Kedelai Kedelai merupakan komoditas unggulan kedua setelah padi sawah di Kabupaten Aceh Barat. Kedelai banyak ditanam di Kecamatan Suka Makmur dan Darul Makmur. Pada lahan sawah irigasi sederhana dan tadah hujan, kedelai ditanam setelah panen padi sawah pada bulan Juni atau Juli, panen bulan September atau Oktober. Pada lahan kering, kedelai ditanam sepanjang tahun dua
55
kali tanam dalam setahun yaitu buan Maret atau April dan bulan September atau Oktober. Hasil survei dan analisis kelayakan usahatani kedelai menunjukkan bahwa pengelolaan lahan umumnya tanpa olah tanah, gulma disemprot dengan herbisida terutama pada lahan kering. Pada lahan sawah diolah satu kali mengunakan traktor dengan biaya Rp. 800.000/ha. Penggunaan benih rerata 40 kg/ha. Petani sudah menggunakan varietas unggul (Anjasmoro, Burangrang, Panderman), tetapi tingkat kemurnian benih masih rendah karena benih yang ditanam petani banyak tercampur dengan varietas lain. Pengelolaan lahan dan pembajakan dikerjakan secara borongan dengan biaya rata-rata Rp. 800.000/ha. Jarak tanam 20 cm x 30 cm dan 30 cm x 30 cm. sebagian petani menggunakan pupuk urea 50 kg/ha dan SP36 sebanyak 100 kg/ha, diberikan pada umur 15-20 HST secara sebar.
Pengendalian hama penyakit
umumnya dilakukan 3-4 kali selama pertumbuhan, biaya untuk pembelian obat Rp. 270.000/ha. Produksi rerata 1,85 ton/ha. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa dengan
harga
kedelai
Rp
4.300/kg
maka
petani
mendapat
keuntungan
Rp.2.910.000/ha. Hasil analisis kelayakan usahatani kedelai dengan menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani kedelai layak untuk diusahakan karena R/C rationya 1,58. 4.2.7.3. Jagung Jagung merupakan komoditas unggulan juga setelah padi sawah dan kedelai di Kabupaten Aceh Barat. Jagung hampir ditanam diseluruh kecamatan, akan tetapi tanaman jagung banyak ditanam di Kecamatan Seunagan, Kecamatan Kuala, Kecamatan Tadu Raya. Pada lahan sawah tadah hujan, Jagung ditanam setelah panen padi ladang pada bulan Juli, panen bulan Oktober awal. Pada lahan kering, jagung ditanam sepanjang tahun dua kali tanam dalam setahun yaitu bulan Maret dan bulan September. Hasil survei dan analisis kelayakan usahatani jagung menunjukkan bahwa pengelolaan lahan umumnya tanpa olah tanah, gulma disemprot dengan herbisida terutama pada lahan kering. Pada lahan sawah diolah satu kali mengunakan traktor
56
dengan biaya Rp. 800.000/ha. Penggunaan benih rerata 40 kg/ha. Petani sudah menggunakan varietas unggul (Pioner, NK atau varietas hibrida yang tersedia di toko dengan label biru). Pengelolaan lahan dan pembajakan dikerjakan secara borongan dengan biaya rata-rata Rp. 800.000/ha. Jarak tanam 20 cm x 30 cm dan 30 cm x 30 cm. sebagian petani menggunakan pupuk urea 50 kg/ha dan SP36 sebanyak 100 kg/ha, diberikan pada umur 15-20 HST secara sebar. Pengendalian hama penyakit umumnya dilakukan 3-4 kali selama pertumbuhan, biaya untuk pembelian obat Rp. 270.000/ha. Produksi rerata 4,5 ton/ha. dengan
harga
jagung
Rp
Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa
2.200/kg
maka
petani
mendapat
keuntungan
Rp.8.900.000/ha. Hasil analisis kelayakan usahatani jagung dengan menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani jagung sangat layak untuk diusahakan karena R/C rationya 1,58. 4.2.8. Analisis Usahatani Tanaman Hortikultura 4.2.8.1. Cabai Cabai merupakan komoditas tanaman hortikultura sayuran yang banyak diusahakan masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. Tanaman ini umumnya diusahakan di lahan sawah setelah panen padi dan di lahan kering. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa budidaya tanaman cabai yang dilakukan secara intensif dan pada waktu panen harga tinggi dapat memberikan keuntungan yang besar kepada petani cabai. Pengolahan tanah dilakukan 2 kali dengan biaya Rp 1.400.000/ha, upah buat bedengan mencapai Rp 1.700.000/ha. Untuk mulsa plastik seluas satu hektar lahan dibutuhkan dana Rp 2.000.000. Pupuk yang digunakan untuk tanaman cabai adalah Urea, SP36, KCl, NPK bast, dolomit dan obat-obatan, dalam satu hektar dibutuhkan biaya Rp 17.800.000. Produksi cabai rerata per hektar 12 ton/ha.
Hasil analisis
usahatani menunjukkan bahwa dengan harga cabai Rp 8.000/kg maka petani mendapat keuntungan 46.550.000/ha. Hasil analisis kelayakan usahatani dengan menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani cabai layak untuk diusahakan karena R/C rationya 1,94.
57
4.2.9. Landform dan Relief 4.1.9.1. Landform Landform
merupakan
bentukan
alam
di
permukaan
bumi
yang
menggambarkan kondisi suatu wilayah dengan ciri yang berbeda satu dengan lainnya, tergantung dari proses pembentukan dan evolusinya. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat yang didukung oleh peta geologi, data DEMs dan hasil pengamatan lapangan, daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 6 grup landform utama, yaitu: (1) Aluvial, (2) Marin, (3) Fluvio-Marin, (4) Volkanik, (5) Tektonik, dan (6) Aneka. Pengaruh relief yang menonjol terhadap sifat tanah, antara lain kondisi drainase dan laju aliran permukaan. Di wilayah datar kondisi drainase biasanya sedang-sangat terhambat dan aliran permukaan sangat lambat, akibatnya pada daerah yang paling rendah terjadi akumulasi bahan-bahan dari daerah sekitarnya. Sedangkan di daerah bergelombang-bergunung umumnya berdrainase baik-cepat dan aliran permukaan berlangsung sangat cepat, sehingga proses erosi berlangsung cukup intensif terlebih pada daerah terbuka atau yang telah diusahakan untuk pertanian. Relief atau kelerengan lahan juga akan mempengaruhi metode pembukaan pengelolaan lahan untuk tujuan pertanian. Pada lahan yang datar sampai berombak, pembukaan/ pengelolaan lahan dengan cara mekanisasi dengan menggunakan alat-alat berat relatif mudah dilakukan, pada lahan yang reliefnya bergelombang masih memungkinkan untuk melaksanakan pembukaan/pengolahan lahan dengan menggunakan alat-alat berat, sedangkan pada wilayah yang berbukit atau bergunung pengoperasian alat-alat berat sangat beresiko dan pengelolaan lahan hanya dapat dilakukan dengan cara manual. 4.2.10. Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat dan pengamatan lapangan, jenis penggunaan lahan di Kabupaten Nagan Raya terdiri dari: (a) sawah, (b) tegalan, (c) tambak, (d) kebun campuran, (e) semak belukar, (f) hutan, (g) pemukiman, (h) rawa, dan (i) tubuh air. Penyebaran data penggunaan lahan dapat disajikan pada Gambar 2, peta satuan lahan Kabupaten Nagan Raya.
58
Gambar 10. Peta satuan lahan skala 1:50.000 Kabupaten Nagan Raya.
59
4.2.11. Evaluasi Lahan Evaluasi lahan secara fisik yang didasarkan pada kualitas tanah (karakteristik tanah dan lingkungan) dan persyaratan tumbuh tanaman. Penilaian kelas kesesuaian lahan untuk setiap komoditas pada setiap satuan tanah dikelompokkan berdasarkan kelas dan subkelas. Klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan tidak sesuai (N). Untuk penilaian kesesuaian lahan menggunakan aplikasi SPKL (Sistem Penilaian Kesesuaian
Lahan).Pada
tingkat
Subkelas
dicantumkan
faktor
pembatas/penghambat bagi pertumbuhan tanaman, ditulis dengan simbol yang diletakkan setelah simbol kelas kesesuaian lahannya. Sebagai contoh: S3nw, yaitu lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas/penghambat ketersediaan hara dan air. Berikut, dokumentasi aplikasi SPKL (Sistem Penentuan Kesesuaian Lahan), Gambar 11.
60
61
62
63
Gambar 11. Dokumentasi aplikasi SPKL (Sistem Penentuan Kesesuaian Lahan).
64
4.2.12. Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat dan pengamatan lapangan, jenis penggunaan lahan di Kabupaten Nagan Raya terdiri dari: (a) sawah, (b) tegalan, (c) tambak, (d) kebun campuran, (e) semak belukar, (f) hutan, (g) pemukiman, (h) rawa, dan (i) tubuh air. Penyebaran data penggunaan lahan sawah dapat disajikan pada Gambar 11, Kabupaten Nagan Raya. Tabel 6. Rincian kesesuaian lahan untuk tanaman padi di Kabupaten Nagan Raya. Simbol
Kesesuaian Lahan
Lahan Sesuai (S)
Ha
Luas (Ha) %
172.020
50,24
S1
Sangat Sesuai
9.076
2,65
S2
Cukup Sesuai
77.692
22,69
Sesuai Marginal
85.251
24,90
170.378
49,76
168.334
49,16
370
0,11
1.675
0,49
S3 Lahan Sesuai (N)
Tidak
N
Tidak Sesuai
X2
Pemukiman Sunga/Danau/Perairan Darat
X3
Evaluasi Lahan Evaluasi lahan juga dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPKL. Penilaian kelas kesesuaian lahan untuk setiap komoditas pada setiap satuan tanah dikelompokkan berdasarkan kelas dan subkelas. Klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan tidak sesuai (N). Hasil pemetaan komoditas berdasarkan zona agro ekologi zone skala 1:50.000 disajikan pada Gambar 8. Untuk kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan daerah yaitu tanaman padi disajikan pada Gambar 12.
65
Gambar 12. Peta Zona Agro Ekologi skala 1:50.000, lembar 7, Kabupaten Nagan Raya.
66
Gambar 13. Peta Zona Agro Ekologi skala 1:50.000, lembar 8, Kabupaten Nagan Raya.
67
Gambar 14. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman padi di Kabupaten Nagan Raya.
68
Berdasarkan data analisis usaha tani pangan, data evaluasi lahan dan penggunaan lahan serta penggunaan aplikasi SPKL tersebut, maka penentuan zona kesesuaian lahan untuk tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) adalah sesuai (S1) dengan total luas 9.076 ha, untuk daerah Kecamatan Darul Makmur, Tripa Makmur, Kuala, Kuala Pesisir, Seunagan, Suka Makmue, Seunagan Timur. Daerah cukup sesuai (S2) dengan total luas 77.692 ha, adalah Kecamatan sebagian Kecamatan Tripa Makmur selain itu ada di Tadu Raya, Beutong, Beutong Ateuh Banggalang dengan faktor penghambat oksigen dan keterbatasan nutrisi tanaman (hara tanaman). Jika kedua faktor tersebut diatasi misalnya dengan pembuatan saluran drainase yang baik maka tanaman dapat tumbuh dengan baik. Daerah dengan kriteria sesuai marginal (S3) dengan total luas 85.253 ha, adapun sebagian besar adalah daerah rawa. Daerah tersebut ada di beberapa kecamatan, dengan faktor pembatas hara terbatas, oksigen kurang tersedia, dan bentuk geografis yang dekat dengan daerah marin (laut). Rekomendasi zona kesesuaian lahan untuk tanaman hortikultura seperti cabai, buah-buahan yaitu sesuai (S1) untuk Tadu Raya, Beutong, Beutong Ateuh Banggalang, cukup sesuai (S2) ada di Kecamatan Darul Makmur, Suka Makmur, Seunagan,
dengan
faktor
pembatas
ketersediaan
saluran
drainase
untuk
mengalirnya air terutama untuk hortikultura semusim seperti tanaman cabai, tomat dan lainnya. 4.3. Pewilayahan zona agro ekologi skala 1:50.000 di Kabupaten Aceh Barat Daya 4.3.1. Koordinasi, Sosialisasi dan Survey Lokasi Koordinasi dan sosialisasi kegiatan AEZ tahun 2014 di Kabupaten Barat Daya. Tim bertemu dengan Kabid. Litbang Bappeda Bpk. Dody, M.Si. dalam sambutannya, beliau sangat appresiasi terhadap kegiatan AEZ yang dilakukan oleh BPTP Aceh skala 1:50.000, dan yang telah dilakukan oleh tim AEZ BPTP Aceh dan BBPSDLP, Bogor tahun 2012 – 2013 yang telah menghasilkan peta pewilayahan komoditas spasial 1:250.000,-. Beliau berharap agar BPTP Aceh melakukan verifikasi dan kerjasama dengan Bagian Litbang Bappeda untuk menentukan komoditas unggulan yang akan dikembangkan oleh kab. Aceh Barat Daya. Tim AEZ BPTP Aceh juga menyerahkan
69
peta AEZ skala 1:250.000,- kepada Kabid. Litbang Bappeda Aceh Barat Daya. Data yang berhasil didapat oleh tim AEZ BPTP Aceh pada saat koordinasi adalah data Abdya dalam Angka, untuk data spasial file SHP, beliau tidak tahu dan akan menanyakan ke bagian data (operator). Beliau berjanji bila data itu ada akan disajikan untuk pertemuan yang akan datang jika tim AEZ BPTP Aceh berkunjung ke Bappeda kembali. 4.3.2. Peta Satuan Lahan dan Verifikasi Peta Satuan Lahan di Lapangan Survey kegiatan verifikasi peta satuan lahan berikutnya ke Kabupaten Aceh Barat Daya. Hasil koordinasi dengan Bappeda Aceh Barat Daya, Kabid. Litbang Bappeda Aceh Barat Daya bahwa komoditas unggulan di kabupaten ini adalah tanaman pangan (padi, kacang tanah), tanaman perkebunan (nilam, kakao dan pala) dan hortikultura (mangga, kueni dan durian). Pihak Bappeda berharap agar komoditas pangan diutamakan diperhatikan karena menyangkut ketersediaan pangan di kabupaten ini, juga Bappeda berharap agar BPTP mau mendampingi program pangan yang mereka lakukan karena penanaman padi sawah di Abdya cukup luas dan Abdya menjadi salah satu kabupaten penghasil lumbung pangan di Provinsi Aceh. Hasil verifikasi data satuan lahan ke lapangan di Kabupaten Aceh Barat Daya, dokumentasi lokasi lahan sawah disajikan pada Gambar 15.
Desa Alue Mangota, Kec. Setia
70
Desa Baharu, Kec. Setia
Desa Sangkalan, Kec. Blangpidie
Desa Keude Paya, Kec. Blangpidie
Gambar 15. Hasil verifikasi data peta satuan lahan ke lokasi Kabupaten Aceh Barat Daya. Hasil verifikasi di lapangan ternyata Kabupaten Abdya memiliki beberapa potensi lainnya selain lahan sawah yaitu dari hasil laut yang berlimpah. Selanjutnya pada bulan Agustus Tim dari BBPSDLP (Dr. Sukarman dan Drs. Zaimal Abidin, M.S.) melakukan kunjungan dalam rangka Pendampingan pemetaan, dan observasi lapangan ke Provinsi Aceh. Kegiatan verifikasi pemetaan dan observasi lapangan serta pengambilan sampel tanah bersama tim pendamping dari Balai Besar Sumber Daya Lingkungan Pertanian di Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat Daya. Tim AEZ BPTP Aceh mempersiapkan peta poligen skala 1:50.000, alat-alat seperti GPS, bor tanah dan lainnya. Bahan yang disediakan antara lain plastik wadah sampel tanah, spidol, kertas penanda sampel dan lainnya. Sebelum ke lapangan tim BBSDLP bertemu dengan kepala BPTP Aceh Bpk. Ir. Basri AB, M.Si. dalam rangka berkoordinasi tentang kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh BBPSDLP ke BPTP Aceh bertujuan untuk melihat secara langsung kondisi lapangan daerah yang akan dipetakan dan mendampingi kegiatan observasi lapangan yang dilakukan oleh tim AEZ BPTP Aceh untuk menyamakan langkahlangkah dalam observasi lapangan dan pengambilan sampel berdasarkan peta poligen yang telah dibuat oleh tim skala 1:50.000. Dokumentasi pada saat pengambilan sampel tanah di titik polygon dapat dilihat pada Gambar 15.
71
Gambar 16. Dokumentasi melihat struktur tanah, hasil pengeboran tanah 1 m. Hasil
pengeboran
tanah
di
lokasisatuan
lahan
kemudian
dilakukan
pengklasifikasian tanah berdasarkan muncel chart soil (bagan warna tanah). Gambar 16, menunjukkan dokumentasi yang dilakukan tim AEZ BPTP Aceh bersama tim pendamping dari BBPSDLP (Bpk. Zainal).
Gambar 17. Pengklasifikasian tanah. Kemudian observasi dilakukan ke Kabupaten Aceh Barat Daya, berikut dokumentasi kegiatan observasi lapangan dan pengambilan sampel tanah di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).
72
Gambar 18. Pengambilan sampel tanah sawah di Kab. Aceh Barat Daya.
Gambar 19. Pengambilan ordinat lokasi menggunakan alat GPS di Kab. Aceh Barat Daya.
Mun cell
Gambar 20. Pengklasifikasian tanah dan penggunaan bagan warna tanah (Muncell colour system).
73
4.3.3. Data Lokasi Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh. Secara geografis, daerah penelitian terletak antara 96°34’57” - 97°09’19” BT dan antara 03°34’ - 04°05’37” LU. Luas wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya 1.882,05 Km2. Kabupaten Aceh Barat Dayasebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Nagan Raya. Kabupaten Aceh Barat Daya terdiri atas 9 Kecamatan, 23 mukim dan 132 gampong. Berikut di bawah ini peta administratif Kabupaten Aceh Barat Daya (Gambar 20).
Gambar 21. Peta administratif Kabupaten Aceh Barat Daya.
74
Kecamatan terluas adalah kecamatan Blangpidiedengan luas 581,22 ha. Daerah ini sebagian besar masih berupa hutan. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Susoh. Luas Kecamatan ini hanya 19,05 Km2. Blangpidie merupakan ibukota Kabupaten Aceh Barat Daya. Kecamatan terdekat dari pusat kota Blangpidie adalah Susoh. Sedangkan Kecamatan terjauh adalah Manggeng. 4.3.4. Data Suhu, Curah di Kabupaten Aceh Barat Daya Suhu udara rata-rata sepanjang tahun 2012 adalah 26oC dengan suhu terendah 18oC pada bulan Januari dan suhu tertinggi 30oC di bulan Mei. Kelembapan udara berkisar pada 89%. Curah hujan pada tahun 2012, tertinggi tahun 2012 terjadi pada bulan Desember, yaitu 24,75 mm dan jumlah curah hujan terendah adalah di bulan Juli yakni 7,0 mm. 4.3.5. Kependudukan Berdasarkan data pada buku “Aceh Barat Daya Dalam Angka” (BPS Kabupaten Aceh Barat Daya, 2013) tercatat bahwa Kabupaten Aceh Barat Daya mempunyai luas wilayah 1.882,05 Km2. Kabupaten ini dihuni oleh penduduk sebanyak 131.087 jiwa pada tahun 2012.
Gambar 22. Piramida Penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya, 2012.
75
Menurut data BPS Kabupaten Aceh Barat Daya (2010), di wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan (sex rasio) adalah sebesar 102 persen. Di tingkat kecamatan sex rasio terendah terdapat di Kecamatan Lembah Sabil, yaitu sebesar 99 persen dan tertinggi terdapat di Kecamatan Setia dan Babahrot, yaitu sebesar 106 persen. Jumlah penduduk lakilaki sebanyak 74.874 jiwa, sedangkan perempuan sebanyak 73.050 jiwa. 4.3.6. Keadaan Sosial Ekonomi Analisis usahatani digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan secara ekonomi untuk tanaman semusim (padi sawah, kedelai, kacang tanah, cabe dan semangka), dan tanaman tahunan (durian, sawit, karet). Indikator yang digunakan untuk analisis usahatani tanaman semusim adalah rasio penerimaan dengan total biaya (R/C ratio) atau B/C (benefit cost ratio).
Suatu usahatani
tanaman tertentu dikatakan layak apabila nilai R/C rationya lebih dari satu, dimana semakin tinggi nilai R/C ratio maka usahatani tersebut semakin menguntungkan. Kelayakan usahatani tanaman rambutan, manggis dan durian digunakan analisis dari sisi finansial dengan menghitung tingkat imbalan yang diterima atau modal yang telah di investasikan oleh petani.
Analisis kelayakan dengan menentukan Net
Persent Value (NPV) atau nilai pendapatan sekarang di akhir usaha dikurangi nilai biaya sekarang, dan B/C (benefit cost ratio). 4.3.7. Analisis Usahatani Tanaman Pangan 4.3.7.1. Padi sawah Komoditas padi sawah di Kabupaten Aceh Barat Daya terdapat di seluruh kecamatan yaitu Kecamatan Blangpidie, Susoh, Lembah Sabil, Tangan-Tangan, Kuala Batee, Babahrot, Manggeng, Setia dan Jeumpa. Daerah penghasil padi sawah terbesar di Kabupaten Aceh Barat adalah Kecamatan Blangpidie, Susoh, Manggeng dan Setia. Hasil survei dan analisis kelayakan usahatani padi sawah menunjukkan bahwa hampir sebagian besar (>75%) pengelolaan lahan sudah menggunakan traktor besar dan hand traktor. Penggunaan benih rerata 25 kg/ha, karena sebagian petani sudah menerapkan pola tanam PTT (pengelolaan Tanaman Terpadu) dan SRI (system of Rice Intensification) yang mengunakan benih muda, jmlah benih per lubang tanam 2 – 3 benih per lubang dan jarak tanam.Selain itu petani sudah
76
menggunakan varietas unggul rata-rata petani menggunakan varietas IR 64, Ciherang, Mekongga dan Inpari. Bahkan ada beberapa kelompok petani masih menggunakan varietas lokal untuk padi yang ditanam di sawah tanah hujan seperti di Kecamatan Blangpidie dan Kuala Batee yaitu varietas lokal Sigupai. Pengelolaan lahan dan pembajakan dikerjakan secara borongan dengan biaya rata-rata Rp. 800.000/ha. Jenis pupuk yang digunakan adalah NPK ponska, Urea, dan SP36.
Hasil
wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar petani tidak menggunakan KCl diganti pupuk NPK poska. Dosis pupuk yang digunakan masih belum berimbang berdasarkan status hara tanah. Biaya untuk pembelian pupuk dalam 1 ha sekitar Rp 1.400.000/ha. Penyiangan umumnya
dilakukan satu kali pada umur 20-25 HST dengan
cara manual. Hama yang umum menyerang tanaman padi antara lain ; hama putih (menyerang tanaman padi pada awal pertumbuhan), walang sangit dan tikus. Hama keong mas dapat mengganggu pada awal pertumbuhan tetapi umur tanaman padi > 30 HST keong mas dapat dikendalikan gulma dalam petak sawah.
Pengendalian
hama penyakit masih berbasis pestisida. Biaya untuk pembelian pestisida berkisar Rp. 1.000.000-1.200.000/ha. Tabel 7 Analisis kelayakan usahatani tanaman pangan dalam satu hektar di Kabupaten Aceh Barat Daya. Uraian
II. Biaya Produksi B. Penggunaan Tenaga Kerja Pengolahan tanah 1 Pengolahan tanah 2 Buat bedengan/parit Pemberian pupuk I Pemberian mulsa Isi polibag bibit Tanam Pemasangan ajir Pupuk susulan Penyiangan / bumbun
Padi Sawah
Komoditas Jagung Kedelai
7.188.000
4.155.000
7.400.000
800.000 560.000 1.600.000 600.000
800.000 460.000 900.000 300.000
800.000 500.000 550.000 1.200.000 1.700.000
77
Penyemprotan (hama ppc) Panen Pengangkutan hasil B. Bahan Produksi Benih Mulsa plastic Urea SP36 KCl NPK poska ¤ NPK bast Pupuk kandang Boron, Dolomit, Obat-obatan C. Sewa Lahan
+
Total Biaya (A+B+C)=D II. Hasil Usahatani Produksi (kg) Penerimaan (E) Pendapatan (E-D)=F R/C (E/D) BC (F/D) Sumber: Analisis data primer 2012
580.000
255.000
300.000
2.448.000 600.000 2.980.000 480.000 270.000 200.000 990.000 -
1.340.000 100.000 890.000 280.000 90.000 250.000 -
2.200.000 150.000 3.540.000 2.750.000 90.000 375.000 125.000
1.040.000 1.080.000
270.000 -
200.000 -
11.248.000
5.045.000
10.940.000
7.200 23.760.000 12.512.000 2.11 1.11
1.850 7.955.000 2.910.000 1.58 0.58
2.550 19.125.000 8.185.000 1.75 0.75
Produksi rerata 7,2 ton/ha gabah kering panen.
Hasil analisis usahatani
menunjukkan bahwa dengan harga gabah Rp 3.300/kg maka petani mendapat keuntungan
Rp
12.512.000/ha.
Hasil
analisis
kelayakan
usahatani
dengan
menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani padi sawah layak untuk diusahakan karena R/C rationya 2,11. 4.3.7.2. Kacang tanah Kacang tanah merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Aceh Barat Daya dan ditanam diseluruh kecamatan. Beberapa kecamatan sentra penanaman kacang tanah yaitu Kecamatan Blangpidie, Susoh, Manggeng, Kuala Batee dan Babhrot. Pada lahan sawah irigasi sederhana dan tadah hujan kacang tanah ditanam setelah panen padi sawah pada bulan Juni, panen bulan September.
78
Hasil survei dan analisis kelayakan usahatani kacang tanah menunjukkan bahwa kacang tanah ditanam pada lahan sawah dan lahan kering. Pada lahan sawah kacang tanah ditanam setelah panen padi. Pengolahan tanah menggunakan traktor dengan biaya Rp 1.400.000 (untuk dua kali pengolahan). Pada lahan kering kacang tanah ditanam sepanjang tahun (2-3 kali dalam satu tahun).
Penggunaan benih
kacang tanah rerata 200-250 kg/ha dalam bentuk polong dengan
harga Rp
11.000/kg. Petani pada umumnya menggunakan varietas lokal. Penanaman dilakukan secara tugal, jarak tanam 20 cm x 20 cm, dua biji per lubang, pada umumnya petani menggunakan pupuk urea 50 kg/ha dan SP36 sebanyak 150 kg/ha, diberikan pada umur 20-25 HST secara larikan. Pengendalian hama penyakit umumnya dilakukan 3-4 kali selama pertumbuhan, biaya untuk pembelian obat Rp 200.000/ha. Produksi kacang tanah rerata 2,55 ton/ha. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa dengan harga kacang tanah Rp 7.500/kg maka petani mendapat keuntungan Rp 8.185.000/ha. Hasil analisis kelayakan usahatani dengan menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani kacang tanah layak untuk diusahakan karena R/C rationya 1,75. 4.3.8. Analisis Usahatani Tanaman Hortikultura 4.3.8.1. Cabai Cabai merupakan komoditas tanaman hortikultura sayuran yang banyak diusahakan masyarakat di Kabupaten Aceh Barat Daya. Tanaman ini umumnya diusahakan di lahan sawah setelah panen padi dan di lahan kering. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa budidaya tanaman cabai yang dilakukan secara intensif dan pada waktu panen harga tinggi dapat memberikan keuntungan yang besar kepada petani cabai. Pengolahan tanah dilakukan 2 kali dengan biaya Rp 1.400.000/ha, upah buat bedengan mencapai Rp 1.700.000/ha. Untuk mulsa plastik seluas satu hektar lahan dibutuhkan dana Rp 2.000.000. Pupuk yang digunakan untuk tanaman cabai adalah Urea, SP36, KCl, NPK bast, dolomit dan obat-obatan, dalam satu hektar dibutuhkan biaya Rp 17.800.000. Produksi cabai rerata per hektar 12 ton/ha.
Hasil analisis
79
usahatani menunjukkan bahwa dengan harga cabai Rp 8.000/kg maka petani mendapat keuntungan 46.550.000/ha. Hasil analisis kelayakan usahatani dengan menggunakan analisis finansial menunjukkan bahwa usahatani cabai layak untuk diusahakan karena R/C rationya 1,94. 4.3.8.2. Mangga Mangga merupakan tanaman buah-buahan yang banyak diusahakan petani di Kabupaten Aceh Barat Daya. Tanaman mangga banyak terdapat di Kecamatan Blangpidie, Susoh, Manggeng, Kuala Batee dan Babahrot. Hasil survei dan analisis kelayakan usahatani mangga menunjukkan bahwa budidaya tanaman mangga belum dilakukan petani secara intensif, seperti pemupukan pada umumnya tidak dilakukan petani sesuai anjuran. Pengendalian hama dan penyakit tidak dilakukan petani pada umumnya. Bibit mangga berasal dari toko saprodi pertanian terdekat. Bibit tersebut pada umumnya berasal dari bibit lokal dan ada juga yang membeli dari Medan, Sumatera Utara. Hasil peninjauan ke lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar tanaman mangga sudah berumur di > 10 tahun, hanya kurang lebih 30% tanaman mangga yang berumur di < 10 tahun. Walaupun budidaya tanaman mangga belum dilakukan petani secara intensif akan tetapi pertumbuhan cukup baik dan hasil panen dalam satu hektar dapat mencapai 20-50 buah per pohon, harga rata-rata 10.000 rupiah per buah. Pemupukan pada umumnya dilakukan petani saat tanam dengan memberikan pupuk kandan dan NPK poska, pada tahun 1 dan 2 diberi pupuk NPK, sedangkan pada tahun ke 3 dan seterusnya tidak dilakukan pemupukan oleh petani.
Penyiangan umumnya dilakukan sekali setahun yaitu membersihkan
rumput yang tumbuh dibawah tanaman mangga. Sebagian petani menggunakan herbisida Run-Up. Penyiangan ini tetap dilakukan petani sekali setahun (pada saat tanaman telah berbuah) selama tanaman masih menghasilkan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan petani jika ada serangan, terutama ulat daun dan buah dengan insektisida, biaya per pohon sekiar 25.000 – 30.000 rupiah. Mangga mulai berbuah rata-rata pada umur 3-4 tahun. Buah pada tahun pertama masih sedikit dan mencapai puncaknya pada umur 8-15 tahun. Analisis secara finansial,
80
menunjukkan bahwa usahatani tanaman mangga layak untuk dilaksanakan. Analisis dilakukan dengan metode perhitungan arus tunai berdiskonto dengan tingkat discount 20% (di gunakan DF 20% sesuai tingkat suku bunga bank). Berdasarkan hasil analisis usahatani dengan memasukkan pendapatan bersih pada tingkat DF 20% pada usahatani rambutan diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 200,000 per pohon. Jadi berdasarkan kriteria investasi maka usahatani tanaman mangga layak untuk diusahakan di Kabupaten Aceh Barat Daya, karena NPV menunjukkan nilai positif dan B/C sebesar 1,56. 4.3.9. Landform dan Relief 4.3.9.1. Landform Landform
merupakan
bentukan
alam
di
permukaan
bumi
yang
menggambarkan kondisi suatu wilayah dengan ciri yang berbeda satu dengan lainnya, tergantung dari proses pembentukan dan evolusinya. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat yang didukung oleh peta geologi, data DEMs dan hasil pengamatan lapangan, daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 6 grup landform utama, yaitu: (1) Aluvial, (2) Marin, (3) Fluvio-Marin, (4) Volkanik, (5) Tektonik, dan (6) Aneka. Pengaruh relief yang menonjol terhadap sifat tanah, antara lain kondisi drainase dan laju aliran permukaan. Di wilayah datar kondisi drainase biasanya sedang-sangat terhambat dan aliran permukaan sangat lambat, akibatnya pada daerah yang paling rendah terjadi akumulasi bahan-bahan dari daerah sekitarnya. Sedangkan di daerah bergelombang-bergunung umumnya berdrainase baik-cepat dan aliran permukaan berlangsung sangat cepat, sehingga proses erosi berlangsung cukup intensif terlebih pada daerah terbuka atau yang telah diusahakan untuk pertanian. Relief atau kelerengan lahan juga akan mempengaruhi metode pembukaan pengelolaan lahan untuk tujuan pertanian. Pada lahan yang datar sampai berombak, pembukaan/ pengelolaan lahan dengan cara mekanisasi dengan menggunakan alatalat berat relatif mudah dilakukan, pada lahan yang reliefnya bergelombang masih memungkinkan
untuk
melaksanakan
pembukaan/pengolahan
lahan
dengan
menggunakan alat-alat berat, sedangkan pada wilayah yang berbukit atau
81
bergunung pengoperasian alat-alat berat sangat beresiko dan pengelolaan lahan hanya dapat dilakukan dengan cara manual. 4.3.10. Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat dan pengamatan lapangan, jenis penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Barat Daya juga terdiri dari: (a) sawah, (b) tegalan, (c) tambak, (d) kebun campuran, (e) semak belukar, (f) hutan, (g) pemukiman, (h) rawa, dan (i) tubuh air. Penyebaran data penggunaan lahan dapat disajikan pada Gambar 2, peta satuan lahan Kabupaten Aceh Barat Daya.
Gambar 23. Peta satuan lahan skala 1:125.000 Kabupaten Aceh Barat Daya.
82
4.3.11. Evaluasi Lahan Evaluasi lahan secara fisik yang didasarkan pada kualitas tanah (karakteristik tanah dan lingkungan) dan persyaratan tumbuh tanaman. Penilaian kelas kesesuaian lahan untuk setiap komoditas pada setiap satuan tanah dikelompokkan berdasarkan kelas dan subkelas. Klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan tidak sesuai (N). Untuk penilaian kesesuaian lahan menggunakan aplikasi SPKL (Sistem Penilaian Kesesuaian
Lahan).
Pada
tingkat
Subkelas
dicantumkan
faktor
pembatas/penghambat bagi pertumbuhan tanaman, ditulis dengan simbol yang diletakkan setelah simbol kelas kesesuaian lahannya. Sebagai contoh: S3oa, yaitu lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas/penghambat ketersediaan oksigen.
83
Gambar 24. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai.
84
Gambar 25. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman kopi robusta.
85
Gambar 26. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah. Berdasarkan data analisis usaha tani pangan, data evaluasi lahan dan penggunaan lahan serta penggunaan aplikasi SPKL tersebut, maka penentuan zona kesesuaian lahan untuk tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) (Gambar 24 dan 26) adalah sesuai (S1) untuk seluruh kecamatan kecuali wilayah yang berdekatan dengan hutan dan pesisir pantai (marin). Daerah cukup sesuai (S2) adalah sebagian kecil di Kecamatan Susoh dan Kecamatan Babahrot dengan faktor penghambat air dan keterbatasan nutrisi tanaman (hara tanaman). Jika kedua
86
faktor tersebut diatasi misalnya dengan pengairan irigasi dan irigasi buatan dengan sumur bor atau sumur galian maka tanaman dapat tumbuh dengan baik. Daerah dengan kriteria sesuai marginal (S3) adalah daerah semak belukar. Daerah tersebut ada di semua kecamatan, dengan faktor pembatas hara terbatas, air tidak tersedia. Rekomendasi zona kesesuaian lahan untuk tanaman kopi robusta (Gambar 25) yaitu sesuai (S1) untuk kecamatan Babahrot (S2) ada di Kecamatan Blangpidie, Kuala Batee dan Babahrot dengan faktor pembatas ketersediaan nutrisi (hara tanaman). Zona tidak sesuai (S3) pada lokasi sawah produktif dan lahan potensial untuk tanaman pangan, faktor pembatasnya bagi tanaman kopi robusta adalah kelembaban yang tinggi, drainase dan intensitas matahari yang tinggi.
87
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kondisi iklim tergolong lembab, dengan curah hujan rata-rata tahunan sekitar 1.968 mm. Daerah penelitian (Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya) tergolong zone agroklimat D2 dengan 3 bulan basah (curah hujan >200 mm) berturut-turut dari November hingga Januari dan 3 bulan kering (curah hujan <100 mm) berturutturut dari Juni sampai Agustus. Kondisi iklim tersebut masih cukup sesuai untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian. Daerah penelitian (Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya) didominasi oleh grup landform tektonik, diikuti oleh grup volkan, grup aluvial, grup fluvio-marin, dan grup marin. Sedangkan bentuk wilayahnya didominasi oleh daerah bergunung disusul berturut-turut oleh wilayah datar, berbukit kecil, berbukit, bergelombang, agak datar, dan berombak. Penggunaan lahan saat ini didominasi oleh hutan dan semak belukar. Lahan lainnya digunakan sebagai sawah irigasi, tegalan, perikanan (tambak), kebun campuran,dan sawah tadah hujan. Tanah-tanah di daerah penelitian (Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya) didominasi berturut-turut oleh Ordo Ultisols, Inceptisols, Alfisols, dan Entisols. Tanah-tanah tersebut berkembang dari bahan induk batu pasir dan batu liat, batu liat berkapur, andesit, bahan aluvium halus dan kasar, endapan marin, dan endapan fluvio-marin. Ultisols telah mengalami pelapukan lanjut sehingga miskin unsur hara, sedangkan tanah-tanah yang terbentuk dari bahan batuliat berkapur, andesit, aluvium halus dan endapan marin mempunyai kandungan unsur hara relatif lebih baik. Kendala
biofisik
pengembangan
tanaman
pangan
lahan
kering
dan
hortikultura di daerah penelitian (Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya) adalah drainase sangat terhambat, tekstur tanah kasar/drainase cepat, bahaya sulfidik, dan lahan sangat curam (lereng > 30%). 5.2. Saran Peta komoditas yang disajikan belum secara detail menjangkau sampai pada tingkat desa, untuk itu perlu dilakukan pendetilan pada skala yang lebih besar.
88
DAFTAR PUSTAKA Bennett, J.D., D.McC. Bridge, N.R. Cameron, A. Djunuddin, S.A. Ghazali, D. H. Jeffery, W. Kartawa, W. Keats, N.M.S. Rock, S.J. Thompson, dan R. Whandoyo. 1981. Peta Geologi Lembar Banda Aceh, Skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. BPS Kabupaten Aceh Barat. 2013. Aceh Barat Dalam Angka 2010. Biro Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat. BPS Kabupaten Nagan Raya. 2013. Nagan Raya Dalam Angka 2010. Biro Pusat Statistik Kabupaten Nagan Raya. BPS Kabupaten Aceh Barat Daya. 2013. Aceh Barat Daya Dalam Angka 2010. Biro Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat Daya. Cameron, N.R., J.D. Bennett, D.McC. Bridge, M.C.G. Clarke, A. Djunuddin, S.A. Ghazali, H. Harahap, D. H. Jeffery, W. Kartawa, W. Keats, H. Ngabito, N.M.S. Rock, dan S.J. Thompson. 1983. Peta Geologi Lembar Takengon, Skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Djaenudin, D., M. Hendrisman, dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Edisi pertama. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Bogor. Keats, K., N.R. Cameron, A. Djunuddin, S.A. Ghazali, H. Harahap, D. H. Jeffery, W. Kartawa, , H. Ngabito, N.M.S. Rock, S.J. Thompson, dan R. Whandoyo. 1981. Peta Geologi Lembar Lhokseumawe, Skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Marsoedi, Ds, Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J. Hof, E.R. Jordan. 1997. Pedoman klasifikasi landform. Buku Teknis No. 5, versi 3. LREPP II Project. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Rossiter, D. G. and A. R. Van Wambeke. 1995. Automated Land Evaluation System (ALES). Version 4.65. User Manual. Department of Soil and Atmospheric Science, Cornell University. Soil Survey Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. Eleventh Edition. USDA. Natural Resources Conservation Service. Washington, DC.
89
Lampiran 1
DAFTAR RISIKO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN UNIT KERJA/UPT NAMA PIMPINAN NIP KEGIATAN TUJUAN KEGIATAN
No
1.
2.
: : : : :
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH Ir. Basri AB, Msi 19600811 198503 1 001 Pengkajian Pewilayahan Komoditas ZAE Skala 1:50.000 1. Koordinasi dan Sosialisasi Pemetaan Komoditas 2. Survey dan pengambilan sampel tanah dan profile 3. Validasi data oleh BBPSLP 4. Sosialisasi hasil kegiatan kepada Bappeda kab.
Risiko Penyebab Dampak Hasil analisis Kesalahan dalam Penentuan komoditas unggulan tanah tidak pengambilan sampel tidak tepat akurat Data biofisik Sumber data sudah Penentuan komoditas unggulan dan social sudah lama tidak tepat ekonomi kurang tepat
90
Lampiran 2
PENANGANAN RESIKO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN UNIT KERJA/UPT NAMA PIMPINAN NIP KEGIATAN TUJUAN KEGIATAN
: : : : :
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH Ir. Basri AB, Msi 19600811 198503 1 001 Pengkajian Pewilayahan Komoditas ZAE Skala 1:50.000 1. Koordinasi dan Sosialisasi Pemetaan Komoditas 2. Survey dan pengambilan sampel tanah dan profile 3. Validasi data oleh BBPSLP 4. Sosialisasi hasil kegiatan kepada Bappeda kab.
N Resiko Penyebab No 1. Hasil analisis Kesalahan
Upaya Penanganan
Penentuan komoditas unggulan tepat
pengambilan sampel tanah tidak harus dilakukan oleh yang ahli dibidangnya
Data biofisik Sumber data Penentuan dan social sudah sudah komoditas ekonomi unggulan lama kurang tepat tepat
Sumber data harus berasal dari tahun tidak terakhir
tanah akurat
2.
Dampak
tidak dalam pengambilan sampel
91
Lampiran 3. Dokumentasi koordinasi dan sosialisasi kegiatan ZAE di Kabupaten Aceh Barat.
92
Lampiran 4. Dokumentasi verifikasi hasil data poligon ke lapangan.
Desa Marek, Kec. Kawai XVI
Desa Suak Gedebang, Kec. Samatiga
Desa Suak Timah, Kec. Samatiga
93
Lampiran 5. Dokumentasi yang dilakukan tim AEZ BPTP Aceh di Bappeda Kabupaten Nagan Raya.
Koordinasi dan sosialisasi tim AEZ BPTP di Bappeda Nagan Raya.
94
Lampiran 6. Dokumentasi yang dilakukan tim AEZ BPTP Aceh di Bappeda Kabupaten Aceh Barat Daya.
95
96
Lampiran 7. Hasil analisa sampel tanah lokasi Kabupaten Nagan Raya dilakukan di Lab. BPTP Aceh.
HASIL Report)
ANALISIS
(Analyses
Sample ID Urut
Lab.
Desa
Tekstur Kecamatan
Pasir
Bahan Organik Debu
Liat
COrganik
%
NTotal
C/N
P2O5
%
1
BA.14.001
Blangbrandang
Johan Pahlawan
13,17
39,07
47,76
4,56
0,36
12,69
4,27
2
BA.14.002
Blangbrandang
Johan Pahlawan
6,61
36,92
56,47
4,59
0,25
18,52
4,54
3
BA.14.003
Blangbrandang
Johan Pahlawan
13,33
40,16
46,50
3,12
0,23
13,36
10,68
85
86
4
BA.14.004
Blangbrandang
Johan Pahlawan
12,26
36,73
51,01
1,15
0,07
15,77
28,12
5
BA.14.005
Blangbrandang
Johan Pahlawan
11,78
45,13
43,08
1,46
0,14
10,21
7,07
6
BA.14.006
Blangbrandang
Johan Pahlawan
11,41
38,25
50,33
0,39
0,06
6,41
11,08
7
BA.14.007
Blangbrandang
Johan Pahlawan
17,24
40,37
42,39
0,53
0,06
8,66
6,87
8
BA.14.008
Blangbrandang
Johan Pahlawan
15,68
48,18
36,14
0,22
0,04
4,93
17,15
9
BA.14.009
Simpang Penia
Kaway XIV
Gambut
25,57
0,24
106,20
10
BA.14.010
Simpang Penia
Kaway XIV
Gambut
36,03
0,50
71,68
11
BA.14.011
Simpang Penia
Kaway XIV
Gambut
35,50
0,64
55,74
12
BA.14.012
Simpang Penia
Kaway XIV
Gambut
34,92
0,55
63,14
13
BA.14.013
Simpang Penia
Kaway XIV
14,40
28,53
57,06
5,15
0,32
16,34
4,40
14
BA.14.014
Simpang Penia
Kaway XIV
11,18
28,16
60,65
4,45
0,27
16,56
2,54
15
BA.14.015
Simpang Penia
Kaway XIV
21,41
24,18
54,41
0,43
0,22
1,95
2,00
16
BA.14.016
Kaway XIV
10,29
21,88
67,83
4,99
0,15
33,29
2,60
17
BA.14.017
Kaway XIV
19,87
41,09
39,04
1,54
0,07
23,44
20,69
18
BA.14.018
Simpang Penia Meunasah Rayek Meunasah Rayek
Kaway XIV
11,05
44,47
44,47
0,62
0,05
11,92
13,55
19
BA.14.019
Meunasah
Kaway XIV
12,70
42,63
4
0,86
0,
10,
1
Rayek 20
BA.14.020
Meunasah Rayek
21
BA.14.021
Semara
22
BA.14.022
Semara
23
BA.14.023
Semara
24
BA.14.024
Semara
25
BA.14.025
Seumantok
26
BA.14.026
Seumantok
27
BA.14.027
Seumantok
28
BA.14.028
29
4,67
09
12
7,22
13,36
32,24
54,40
0,43
0,08
5,55
30,62
36,39
40,05
23,56
8,76
0,09
102,63
2,00
36,89
43,69
19,42
10,21
0,07
148,84
3,00
36,83
44,74
18,42
13,93
0,07
203,02
4,00
33,18
52,50
14,32
9,40
0,02
516,24
3,34
40,11
37,18
22,72
1,83
0,01
262,13
2,00
44,99
32,60
22,41
1,07
0,00
254,48
1,87
37,23
34,42
28,35
0,71
0,03
26,60
1,47
Seumantok
Kaway XIV Pante Ceureumen Pante Ceureumen Pante Ceureumen Pante Ceureumen Pante Ceureumen Pante Ceureumen Pante Ceureumen Pante Ceureumen
37,46
32,28
30,26
0,50
0,09
5,54
1,33
BA.14.029
Meuteulang
Panton Reu
18,68
46,76
34,56
0,94
0,13
7,16
8,34
30
BA.14.030
Meuteulang
Panton Reu
22,91
38,55
38,55
0,82
0,13
6,25
5,81
31
BA.14.031
Meuteulang
Panton Reu
20,99
40,52
38,49
0,74
0,11
6,52
8,67
32
BA.14.032
Panton Reu
20,85
40,59
38,56
0,84
0,11
7,71
6,07
33
BA.14.033
Meuteulang Gampong Pinem
Samatiga
29,12
46,58
2
0,72
0,
7,2
87
1
4,30
88
34
BA.14.034
35
BA.14.035
36
BA.14.036
37
BA.14.037
38
BA.14.038
39
BA.14.039
40
BA.14.040
Gampong Pinem Gampong Pinem Gampong Pinem Gampong Pinem Gampong Pinem Gampong Pinem Gampong Pinem
41
BA.14.041
42
10
4
6,55
Samatiga
33,36
44,43
22,21
0,56
0,08
6,90
15,35
Samatiga
55,76
32,17
12,06
0,31
0,07
4,65
16,68
Samatiga
51,79
34,15
14,06
0,25
0,04
6,61
17,08
Samatiga
18,85
49,94
31,21
2,25
0,03
84,65
4,27
Samatiga
15,97
45,09
38,94
1,40
0,25
5,51
5,00
Samatiga
12,52
48,83
38,66
0,98
0,10
9,50
5,67
Samatiga
23,22
46,47
30,31
0,59
0,06
9,75
7,87
Layung
Bubon
21,72
37,08
41,20
1,69
0,16
10,49
12,01
BA.14.042
Layung
Bubon
15,28
46,39
38,33
0,49
0,06
7,82
12,21
43
BA.14.043
Layung
Bubon
13,01
40,46
46,53
0,66
0,07
8,90
17,82
44
BA.14.044
Layung
Bubon
13,26
44,38
42,36
0,50
0,04
12,27
11,68
45
BA.14.045
Blang Mee
Woyla
27,25
51,63
21,12
8,57
0,64
13,45
2,94
46
BA.14.046
Blang Mee
Woyla
22,44
51,70
25,85
8,64
0,44
19,79
2,40
47
BA.14.047
Blang Mee
Woyla
20,85
51,21
27,93
8,17
0,40
20,48
2,94
48
BA.14.048
Blang Mee
Woyla
21,94
51,30
26,76
5,99
0,40
14,96
2,94
49
BA.14.049
50
BA.14.050
51
BA.14.051
52
BA.14.052
Gunung Panyang Gunung Panyang Gunung Panyang Gunung Panyang
53
BA.14.053
Tepin Perahu
54
BA.14.054
Tepin Perahu
55
BA.14.055
Tepin Perahu
56
BA.14.056
57
BA.14.057
58
BA.14.058
59
BA.14.059
60
BA.14.060
Tepin Perahu Gunung Panyang Gunung Panyang Gunung Panyang Gunung Panyang
61
BA.14.061
Tepin Perahu
62
BA.14.062
Tepin Perahu
63
BA.14.063
64
BA.14.064
Woyla Timur
6,70
38,17
55,13
3,30
0,19
17,45
9,34
Woyla Timur
27,20
43,68
29,12
2,23
0,22
10,15
4,54
Woyla Timur
6,50
41,56
51,94
2,17
0,15
14,23
10,71
Woyla Timur Aronga Lambalek Aronga Lambalek Aronga Lambalek Aronga Lambalek
6,11
43,82
50,07
2,40
0,16
14,93
17,53
8,81
46,65
44,53
3,30
0,30
11,11
16,73
23,81
45,30
30,89
1,67
0,17
10,00
3,90
41,43
34,33
24,24
0,56
0,04
12,96
8,00
49,52
32,31
18,17
0,55
0,04
13,50
6,68
Woyla Timur
27,03
47,95
25,02
2,36
0,20
11,72
4,43
Woyla Timur
26,92
36,54
36,54
0,86
0,07
12,74
1,79
Woyla Timur
25,24
34,35
40,41
0,59
0,08
7,36
1,32
28,53
38,80
32,67
1,19
0,11
10,80
2,51
14,95
52,65
32,40
0,71
0,09
7,61
18,59
10,38
55,00
34,63
1,05
0,13
8,07
23,66
Tepin Perahu
Woyla Timur Aronga Lambalek Aronga Lambalek Aronga Lambalek
10,17
53,08
36,75
1,18
0,17
7,09
22,35
Tepin Perahu
Aronga
10,80
41,49
4
2,08
0,
9,1
89
1
Lambalek 65
BA.14.065
Aronga Lambalek
66
BA.14.066
Aronga Lambalek
67
BA.14.067
Aronga Lambalek
68
BA.14.068
69
7,71
23
7
7,46
7,70
0,57
13,61
14,62
8,89
1,05
8,43
13,16
10,57
1,64
6,44
22,29
10,48
1,69
6,21
26,49
9,22
Aronga Lambalek
83,86 Vol. Sample tidak cukup Vol. Sample tidak cukup Vol. Sample tidak cukup
BA.14.069
Meureubo
16,27
38,80
44,93
1,20
0,13
9,01
10,71
70
BA.14.070
Meureubo
12,39
40,75
46,86
1,07
0,11
9,41
8,86
71
BA.14.071
Meureubo
19,05
45,66
35,28
2,11
0,20
10,47
11,64
72
BA.14.072
Meureubo
19,04
45,67
35,29
2,12
0,21
10,25
10,91
Note : ND
6,92
Data hanya berlaku terhadap contoh yang diuji. : Tidak Terdeteksi (dibawah limit minimum).
Ba
Ko
90
Lampiran 8. Hasil analisa sampel tanah lokasi Kabupaten Nagan Raya dilakukan di Lab. BPTP Aceh.
SIL ANALISIS (Analyses
Sample ID Lab.
Desa
Tekstur Pasir
Kecamatan
Ekstrak Air 1 : 5 Debu
Liat
%
DHL
pH
dS/m
Bahan Organik C-Organik
N-Total
Ekstrak HCl 25% C/N
P2O5
%
K2O
mg/100gr
BA.14.163
Alue Bilie
Darul Makmur
32,49
49,10
18,41
5,80
1,30
0,13
9,96
36,24
16,87
BA.14.164
Alue Bilie
Darul Makmur
30,90
46,75
22,36
6,48
0,93
0,10
9,19
14,38
26,78
BA.14.165
Alue Bilie
Darul Makmur
30,70
48,91
20,38
5,76
1,08
0,10
10,47
20,26
24,10
BA.14.166
Alue Raya
Darul Makmur
26,29
40,95
32,76
5,90
1,35
0,11
12,66
8,03
24,10
BA.14.167
Alue Raya
Darul Makmur
23,58
47,51
28,92
5,64
1,84
0,19
9,87
7,88
16,87
BA.14.168
Alue Raya
Darul Makmur
39,90
45,59
14,51
6,72
2,03
0,17
12,27
7,63
24,10
BA.14.169
Alue Raya
Darul Makmur
25,50
47,60
26,90
1,94
0,17
11,67
12,68
24,10
91
5,91
BA.14.170
Suka Makmur
Darul Makmur
19,90
34,64
45,46
5,91
4,42
0,34
12,99
12,55
24,10
BA.14.171
Suka Makmur
Darul Makmur
22,06
36,80
41,13
5,62
4,42
0,29
15,17
9,17
48,21
BA.14.172
Suka Makmur
Darul Makmur
17,95
48,79
33,27
5,50
5,69
0,32
17,84
8,03
24,10
BA.14.173
Suka Makmur
Darul Makmur
16,13
36,82
47,05
5,96
1,30
0,18
7,35
7,91
21,09
BA.14.174
Suka Makmur
Darul Makmur
21,68
32,98
45,34
6,14
1,72
0,22
7,98
78,75
33,14
BA.14.175
Suka Damai
Tripa Makmur
11,46
39,12
49,42
5,84
1,67
0,16
10,44
8,10
18,08
BA.14.176
Suka Damai
Tripa Makmur
16,83
31,19
51,98
6,34
2,21
0,21
10,75
45,91
42,18
BA.14.177
Mon Dua
Tripa Makmur
Sampel tidak cukup
5,85
9,31
1,54
6,03
44,79
18,08
BA.14.178
Mon Dua
Tripa Makmur
Sampel tidak cukup
5,73
9,68
1,56
6,20
34,04
21,09
BA.14.179
Mon Dua
Tripa Makmur
5,75
7,72
0,78
9,94
33,21
21,10
BA.14.180
Mon Dua
Tripa Makmur
5,94
9,31
1,44
6,48
33,59
21,09
BA.14.181
Tripa Bawah
Tripa Makmur
12,50
38,66
48,84
5,28
0,99
0,12
8,36
5,84
18,08
BA.14.182
Tripa Bawah
Tripa Makmur
17,08
36,40
46,52
6,59
0,64
0,10
6,37
48,62
9,04
BA.14.183
Tripa Bawah
Tripa Makmur
10,80
38,52
50,68
5,75
0,78
0,11
7,34
46,47
12,05
BA.14.184
Tripa Bawah
Tripa Makmur
12,69
8,58
8,73
5,13
0,87
0,12
7,05
44,03
15,06
92
70,01
18,46
11,54
Sampel tidak cukup
Lampiran 9. Hasil analisa sampel tanah lokasi Kabupaten Aceh Barat Daya dilakukan di Lab. BPTP Aceh.
HASIL ANALISIS (Analyses Report)
Sample ID Urut Lab.
Desa
1
BA.14.073
Ujong Batee
Mangg
2
BA.14.074
Ujong Batee
Mangg
3
BA.14.075
Ujong Batee
Mangg
4
BA.14.076
Ujong Batee
Mangg
93
94
5
BA.14.077
Ujong Batee
Mangg
6
BA.14.078
Lhok Puntoy
Mangg
7
BA.14.079
Lhok Puntoy
Mangg
8
BA.14.080
Lhok Puntoy
Mangg
9
BA.14.081
Lhok Puntoy
Mangg
10
BA.14.082
Lhok Puntoy
Mangg
11
BA.14.083
Suka Damai
Lembah
12
BA.14.084
Suka Damai
Lembah
13
BA.14.085
Suka Damai
Lembah
14
BA.14.086
Suka Damai
Lembah
15
BA.14.087
Meunasah Tengah
Lembah
16
BA.14.088
Meunasah Tengah
Lembah
17
BA.14.089
Meunasah Tengah
Lembah
18
BA.14.090
Cot Ba U
Lembah
19
BA.14.091
Cot Ba U
Lembah
20
BA.14.092
Cot Ba U
Lembah
21
BA.14.093
Daya Laot
Tangan
22
BA.14.094
Daya Laot
Tangan
23
BA.14.095
Daya Laot
Tangan
24
BA.14.096
Daya Laot
Tangan
25
BA.14.097
Bineh Krueng
Tangan
26
BA.14.098
Bineh Krueng
Tangan
27
BA.14.099
Bineh Krueng
Tangan
28
BA.14.100
Adan
Tangan
29
BA.14.101
Adan
Tangan
30
BA.14.102
Adan
Tangan
95
96
31
BA.14.103
TanganTangan Cut
Setia
32
BA.14.104
TanganTangan Cut
Setia
33
BA.14.105
TanganTangan Cut
Setia
34
BA.14.106
TanganTangan Cut
Setia
35
BA.14.107
TanganTangan Cut
Setia
36
BA.14.108
Lhong
Setia
37
BA.14.109
Lhong
Setia
38
BA.14.110
Lhong
Setia
39
BA.14.111
Lhong
Setia
40
BA.14.112
Lhong
Setia
41
BA.14.113
Lamkuta
Blangp
42
BA.14.114
Lamkuta
43
BA.14.115
Lamkuta
Blangp Blangp
44
BA.14.116
Lamkuta
Blangp
45
BA.14.117
Lamkuta
Blangp
46
BA.14.118
Kedai Siblah
Blangp
47
BA.14.119
Kedai Siblah
Blangp
48
BA.14.120
Kedai Siblah
Blangp
49
BA.14.121
Kedai Siblah
Blangp
50
BA.14.122
Kedai Siblah
Blangp
51
BA.14.123
Alue Sungai Pinang
Jeumpa
52
BA.14.124
Alue Sungai Pinang
Jeumpa
53
BA.14.125
Alue Sungai Pinang
Jeumpa
54
BA.14.126
Alue Sungai Pinang
Jeumpa
55
BA.14.127
Alue Sungai Pinang
56
BA.14.128
Cut Manee
Jeumpa Jeumpa
97
98
57
BA.14.129
Cut Manee
Jeumpa
58
BA.14.130
Cut Manee
Jeumpa
59
BA.14.131
Cut Manee
Jeumpa
60
BA.14.132
Cut Manee
Jeumpa
61
BA.14.133
Padang Baru
Susoh
62
BA.14.134
Padang Baru
Susoh
63
BA.14.135
Padang Baru
Susoh
64
BA.14.136
Padang Baru
Susoh
65
BA.14.137
Padang Baru
Susoh
66
BA.14.138
Ujong Padang
Susoh
67
BA.14.139
Ujong Padang
Susoh
68
BA.14.140
Ujong Padang
69
BA.14.141
Ujong Padang
Susoh Susoh
70
BA.14.142
Ujong Padang
Susoh
71
BA.14.143
Ie Mameh
Kuala B
72
BA.14.144
Ie Mameh
Kuala B
73
BA.14.145
Ie Mameh
Kuala B
74
BA.14.146
Ie Mameh
Kuala B
75
BA.14.147
Ie Mameh
Kuala B
76
BA.14.148
Padang Sikabu
Kuala B
77
BA.14.149
Padang Sikabu
Kuala B
78
BA.14.150
Padang Sikabu
Kuala B
79
BA.14.151
Padang Sikabu
Kuala B
80
BA.14.152
Padang Sikabu
81
BA.14.153
Pante Rakyat
Kuala B Babah
99
82
BA.14.154
Pante Rakyat
Babah
83
BA.14.155
Pante Rakyat
Babah
84
BA.14.156
Pante Rakyat
Babah
85
BA.14.157
Blang Dalam
Babah
86
BA.14.158
Blang Dalam
Babah
87
BA.14.159
Blang Dalam
Babah
88
BA.14.160
Blang Dalam
Babah
89
BA.14.161
Blang Dalam
Babah
90
BA.14.162
Blang Dalam
Babah
Note : Data hanya berlaku terhadap contoh yang diuji. ND : Tidak Terdeteksi (dibawah limit minimum).
Lampiran 10..
100
LEGENDA PETA SATUAN LAHAN DAN TANAH LEMBAR BANDA ACEH (0421), SUMATERA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 28 29 30 31 32 33 34
LEGEND OF THE LAND UNIT AND SOIL MAP SHEET BANDA ACEH (0421), SUMATRA A. GRUP ALUVIAL/ALLUVIAL GROUP Au.1.1.1 Dataran aluvial peralihan ke marin, sedimen tak dibedakan, rawa dengan vegetasi rendah terbuka, datar (lereng <3%) Alluvial plain transitional to marine, undifferentiated sediments, swamps with open low vegetation, flat (slopes <3%). Afq.1.2.1 Dataran banjir dari sungai bermeander, sedimen halus dan kasar, jalur meander: tanggul, alur-alur drainase, dll; datar sampai bero Floodplain of meandering rivers, fine and coarse sediments, meanderbelts: levees, spilways, etc; flat to undulating (slopes <8%) Afq.1.2.2
Dataran banjir dari sungai bermeander, sedimen halus dan kasar, rawa belakang, datar sampai cekung (lereng <3%) Floodplain of meandering rivers, fine and coarse sediments, backswamps, flat to concave (slopes <3%)
Au.2.1.1
Kipas aluvial dan koluvial, sedimen tak dibedakan, datar (lereng <3%), agak tertoreh Alluvial and colluvial fans, undifferentiated sediments, flat (slopes <3%), slightly dissected Kipas aluvial dan koluvial, sedimen tak dibedakan, berombak (lereng 3-8%), agak tertoreh Alluvial and colluvial fans, undifferentiated sediments, undulating (slopes 3-8%), slightly dissected
Au.2.2.1
Afq.4.1.1
Bfq.1.1
Bf.4.2
Teras sungai datar, sedimen halus dan kasar, (lereng <3%), agak tertoreh Flat river terraces, fine and coarse sediments, (slopes <3%), slightly dissected B. GRUP MARIN/MARINE GROUP Komplek beting pasir resen berselang-seling dengan cekungan, sedimen halus dan kasar (tidak dibedakan) Complex of young beach ridges and swales, fine and coarse sediments (undifferentiated) Dataran pasang surut berawa di belakang pantai; vegetasi rendah terbuka, terutama rumput, sedimen halus (lereng <3%) Marshy tidal flat behind shore; low, open vegetation, mainly grasses, fine sediments, (slopes <3%)
101
35 36 37 38 39 40 41 42 47 48 49 50 51 52 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
102
Bf.4.3
Dataran pasang surut sepanjang pantai; bervegetasi mangrove, sedimen halus, (lereng <3%) Tidal flat along seashore; mangrove vegetation, fine sediments, (slopes <3%)
Bf.4.4
Dataran estuarin sepanjang sungai; bervegetasi nipah dan/atau mangrove, sedimen halus, (lereng <3%) Estuarine flat along major rivers; nipa and/or mangrove vegetation, fine sediments, (slopes <3%) Dataran pantai diatas ketinggian pasang rata-rata; sebagian tanahnya telah berkembang/masak, telah diolah, sedimen halus, (lere Flat above storm level; elevated, older flat, partly ripened, cultivated, fine sediments, (slopes <3%)
Bf.4.5
Tqk.2.1 Tqk.6.2
Tqk.7.3
Pfk.4.1
Vab.1.2.3 Vab.1.3.2 Vab.1.4.1
T. GRUP TERAS MARIN / MARINE TERRACE GROUP Teras marin, batuan sedimen kasar masam dan batukapur lunak, berombak (lereng 3-8%) agak tertoreh Marine terraces, coarse felsic sedimentary and soft calcareous rocks, undulating (slopes 3-8%), slightly dissected Teras marin, batuan sedimen kasar masam dan batukapur lunak, bergelombang berbukit kecil (lereng 8-25%), cukup tertoreh Marine terraces, coarse felsic sedimentary and soft calcareous rocks, rolling with hillocks (slopes 8-25%), moderately dissected
Teras marin, batuan sedimen kasar masam dan batukapur lunak, berbukit kecil (lereng >16%), sangat tertoreh Marine terraces, coarse felsic sedimentary rocks and soft calcareous rocks, hillocky (slopes >16%), strongly dissected P. GRUP DATARAN/PLAIN GROUP Dataran, batuan sedimen halus masam dan batukapur lunak,berombak sampai bergelombang (lereng 3-15%), agak tertoreh Plains,fine felsic sedimentary and soft calcareous rocks, undulating to rolling (slopes 3-15%), slightly dissected V. GRUP VOLKAN/VOLCANIC GROUP Stratovolkan, tuf dan lava intermedier dan basis, lereng atas gunung berapi, lereng curam sampai sangat curam (>25%), sangat ter Stratovolcanoes, intermediate and mafic tuffs and lavas, volcano upper slopes, steep to very steep slopes (>25%), strongly dissecte Stratovolkan, tuf dan lava intermedier dan basis, lereng tengah gunung berapi, lereng cukup curam sampai curam (16-55%), cukup Stratovolcanoes, intermediate and mafic tuffs and lavas, volcano middle slopes, moderately steep to very steep slopes (16-55 %), m Stratovolkan, tuf dan lava intermedier dan basis, lereng bawah dan kaki lereng, melandai, (lereng >16%), tertoreh ringan
76 77 78 79 80 81 82 83 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108
Vab.1.4.2
Stratovolkan, tuf dan lava intermedier dan basis, lereng bawah dan kaki lereng, datar sampai melandai, (lereng <16%), cukup terto Stratovolcanoes, intermediate and mafic tuffs and lavas, volcano lower slopes and footslopes, flat to sloping (slopes <16%), moder
Vab.1.6.2
Stratovolkan, tuf dan lava intermedier dan basis, lahar (muda), cukup tertoreh Stratovolcanoes, intermediate and mafic tuffs and lavas, (young) lahars, moderately dissected
Vab.1.9.1
Stratovolkan, tuf dan lava intermedier dan basis, lembah kaldera, agak tertoreh Stratovolcanoes, intermediate and mafic tuffs and lavas, caldeira floor, slightly dissected Vab.2.10.2 Perbukitan volkan, tuf dan lava intermedier dan basis, berbukit, lereng cukup curam sampai sangat curam (>16%), cukup tertoreh Volcanic hills, intermediate and mafic tuffs and lavas, hilly, moderately steep to very steep slopes (>16%), moderately dissected Vab.2.11.3 Pegunungan volkan, tuf dan lava intermedier dan basis, lereng cukup curam sampai sangat curam (>16%), sangat tertoreh Volcanic mountains, intermediate and mafic tuffs and lavas, moderately steep to very steep slopes, (>16%), strongly dissected Vab.3.2.1 Vab.3.3.1 Vab.3.3.2
109 Vab.3.7.2 110 111 112 Kc.3.3 113
Kipas volkan, tuf dan lava intermedier dan basis, berombak (lereng 3-8%), agak tertoreh Fluvio-volcanic fans, intermediate and mafic tuffs and lavas, undulating (slopes 3-8%), slightly dissected Kipas volkan, tuf dan lava intermedier dan basis, bergelombang (lereng 8-16%), agak tertoreh Fluvio-volcanic fans, intermediate and mafic tuffs and lavas, rolling (slopes 8-16%), slightly dissected Kipas volkan, tuf dan lava intermedier dan basis, agak bergelombang (lereng < 8%), tertoreh Kipas volkan, tuf dan lava intermedier dan basis, berbukit kecil (lereng >16%), cukup tertoreh Fluvio-volcanic fans, intermediate and mafic tuffs and lavas, hillocky (slopes >16%), moderately dissected K. GRUP KARST/KARST GROUP Karst, batukapur, perbukitan kecil dan perbukitan, lereng cukup curam sampai curam (16-55%), sangat tertoreh Karst, limestone, hillocks and hills, moderately steep to steep slopes (16-55%), strongly dissected
103
114 115 116 Kc.4.3 117 118 119 120 121 Kc.5.3 122 123 124 125 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153
104
Hk.1.1.1
Hab.1.2.2 Hq.1.2.2
Hk.1.3.2 Hsz.1.3.2
Karst, batukapur, batukapur berlapis horizontal, sangat tertoreh Karst, limestone, horizontally bedded chalk, strongly dissected
Karst, batukapur, pegunungan, lereng curam sampai sangat curam (>25%), sangat tertoreh Karst, limestone, steep to very steep slopes (>25%), strongly dissected
H. GRUP PERBUKITAN / HILLY GROUP Perbukitan kecil dan perbukitan dengan pola random, termasuk lembah antar perbukitan dan kaki lereng berombak, batukap tertoreh Hillocks and hills in random pattern, including undulating interhill bottoms and footslopes, soft calcareous rocks, gently slopes (slo
Perbukitan kecil dan perbukitan dengan pola random, tuf dan lava intermedier dan basis, lereng cukup curam, (16-25%), cukup ter Hillocks and hills in random pattern, intermediate and mafic tuffs and lavas, moderately steep slopes (16-25%), moderately dissect Perbukitan kecil dan perbukitan dengan pola random, batuan sedimen kasar masam, lereng cukup curam, (16-25%), cukup tertore Hillocks and hills in random pattern, coarse felsic sedimentary rocks, moderately steep slopes (16-25%), moderately dissected
Perbukitan kecil dan perbukitan dengan pola random, batukapur lunak, lereng curam sampai sangat curam (>25%), cukup tertoreh Hillocks and hills in random pattern, soft calcareous rocks, steep to very steep slopes (>25%), moderately dissected Perbukitan kecil dan perbukitan dengan pola random, batuan ultramafik dan volkanik tak dibedakan, lereng curam sampai sangat
154 157 158 159 160 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 198
Ms.2.1.2
Hillocks and hills in random pattern, ultramafic and undifferentiated volcanic rocks, steep to steep slopes (>25%), moderately disse M. GRUP PEGUNUNGAN DAN PLATO / MOUNTAIN AND PLATEAU GROUP Pegunungan, batuan ultramafik, lereng agak curam sampai cukup curam (<25%), cukup tertoreh Mountains, ultramafic rocks, gentle to moderately steep slopes (<25%), moderately dissected
Mab.2.2.2
Pegunungan, tuf dan lava intermedier dan basis, lereng cukup curam sampai sangat curam (25-75%), cukup tertoreh Mountains, intermediate and mafic tuffs and lavas, steep to very steep slopes (slopes 25-75%), moderately dissected
Mq.2.2.2
Pegunungan, batuan sedimen kasar masam, lereng curam sampai sangat curam (25-75%), cukup tertoreh Mountains, coarse felsic sedimentary rocks, steep to very steep slopes (25-75%), moderately dissected
Mf.2.2.3
Pegunungan, batuan sedimen halus masam, lereng curam sampai sangat curam (25-75%), sangat tertoreh Mountains, fine felsic sedimentary rocks, steep to very steep slopes (25-75%), strongly dissected Pegunungan, batuan plutonik masam, lereng curam sampai sangat curam (lereng 25-75%), sangat tertoreh Mountains,acid plutonic rocks, steep to very steep slopes (25-75%), strongly dissected Pegunungan, batukapur lunak,lereng curam sampai sangat curam (25-75%), sangat tertoreh Mountains, soft calcareous rocks, steep to very steep slopes (25-75%), strongly dissected
Mg.2.2.3 Mk.2.2.3
Mr.2.2.3 Mab.2.3.3 Mg.2.3.3 Mq.2.3.3
Pegunungan, batuan plutonik intermedier, lereng curam sampai sangat curam (25-75%), sangat tertoreh Mountains, intermediate plutonic rocks, steep to very steep slopes (25-75 %), strongly dissected Pegunungan, tuf dan lava intermedier dan basis, lereng sangat curam sekali, skarp (lereng >75%), sangat tertoreh Mountains, intermediate and mafic tuffs and lavas, abrupt slopes, scarps (slopes >75%), strongly dissected Pegunungan, batuan plutonik masam, lereng sangat curam sekali, skarp (lereng >75%), sangat tertoreh Mountains, acid plutonic rocks, abrupt slopes, scarps (slopes >75%), strongly dissected Pegunungan, batuan sedimen kasar masam, lereng sangat curam sekali, skarp (lereng >75%), sangat tertoreh
105
199 200 Muz.2.3.3 201 202 203 204 X.1 205 207
106
Mountains, felsic coarse sedimentary rocks, abrupt slopes, scarps (slopes >75%), strongly dissected Pegunungan, bahan volkanik dan sedimen tak dibedakan, lereng sangat curam sekali, skarp (lereng >75%), sangat tertoreh Mountains, undifferentiated volcanic and sedimentary rocks, abrupt slopes, scarps (slopes >75%), strongly dissected
X. GRUP ANEKA BENTUK/MISCELANEOUS GROUP Daerah terjal, sempit tererosi atau lereng tunggal tanpa endapan dan koluvial, umumnya berlereng >25%, atau kadang-kadang >75 Steep, narrow, erosive river valleys or single slopes without major colluvial or alluvial deposits, general slope >25%, but frequently Jumlah/Total: