PENINGKATAN EFEKTIVITAS HUBUNGAN PENELITI – PENYULUH – PETANI Warsana, SP. MSi Penyuluh pertanian memerlukan informasi teknologi pertanian, baik berupa
frontier technology teknologi
untuk
dan teknologi yang dapat mengatasi permasalahan lapang, serta pengembangan
potensi
wilayah.
mewujudkan petani profesional dan mandiri.
Lembaga
penyuluhan
berfungsi
Hal ini akan dapat terwujud apabila
ada
komitmen yang kuat dari fungsi penelitian. Penyuluh Pertanian di lapangan mengalami kesulitan untuk mendapatkan informasi teknologi pertanian yang bermutu. Pada umumnya mereka menggunakan forum diskusi sesama penyuluh pertanian sebagai sumber utama informasi teknologi. Balai
Pengkajian
Teknologi
Pertanian
(BPTP)
sebagai
sumber
teknologi
berkepentingan mengupayakan perkembangan extension acquisition system, dengan cara memfasilitasi para petani
agar dapat lebih mudah bertemu dengan para peneliti. Untuk
tercapainya maksud tersebut serta dalam rangka upaya meningkatkan efektivitas hubungan Peneliti - Penyuluh – Petani
pada
2009 BPTP telah melakukan
pertemuan/lokakarya
diantaranya melalui (1) Temu Informasi Teknologi Pertanian (TITP), (2) Workshop Farming
System Analisis (FSA) dan (3), Aplikasi Paket Teknologi (APTEK) Pertanian. Lokasi kegiatan di empat Kabupaten (Magelang, Temanggung, Batang dan Brebes) yang merupakan kabupaten pelaksana program FEATI/P3TIP. Peserta terdiri dari petani FMA (Farmers
Managed Extension Activities/FMA), Penyuluh, Dinas, Pemangku Kebijakan, Perguruan Tinggi,
Swasta
dan
per
bankan.
Secara
umum,
kegiatan
ini
bertujuan
untuk
mengkomunikasikan berbagai inovasi BPTP Jawa Tengah dan menghimpun teknologi pertanian yang berkembang, serta mendapatkan umpan balik tentang penerapan teknologi yang akan direkomndasikan oleh BPTP. Secara ringkas kegiatannya adalah sebagai berikut. 1. Temu Informasi Teknologi Pertanian (TITP). Kegiatan ini merupakan forum pertemuan antara petani FMA, Penyuluh, Dinas, Pemanggku Kebijakan , Pengusaha dan
pihak lain
yang terkait dengan pengembangan agribisnis di lokasi P3TIP dengan Peneliti/Penyuluh di BPTP. Tujuan TITP adalah untuk menggali dan membahas aspirasi, persepsi dan pendapat tentang masalah utama yang dihadapi petani, dan kebutuhan inovasi serta informasi, sedangkan keluarannya adalah petani dan
kebutuhan inovasi teknologi serta informasi
umpan balik untuk perencanaan kegiatan
diikuti oleh peserta sebanyak 150
BPTP
tahun berikutnya. TITP
orang, yaitu petani FMA, Penyuluh Pertanian, Staf
Teknis Dinas Pertanian dari Kabupaten Magelang, Temanggung, Batang dan Brebes. TITP
1
dilaksanakan pada 29 – 30 Juni 2009, dengan materi : Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi sawah, PTT Pada Tanaman Jagung, Teknologi Usaha Perbibitan Kambing, Optimalisasi Pengolahan Jagung Untuk Bahan Pangan dan Biogas Sumber Energi Alternatif dan Penghasil Pupuk Organik.
Untuk memperoleh data/informasi tentang
manfaat kegiatan dan umpan balik dari peserta, dilakukan evaluasi awal (pre test), evaluasi akhir (post test), evaluasi penyelenggaraan kegiatan dan evaluasi rencana tindak lanjut. Dari hasil evaluasi penyelenggaraan TITP dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut : -
Temu Informasi teknologi Pertanian (TITP)
sangat bermanfaat karena dapat
meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan sikap peserta terhadap
teknologi
pertanian yang dibahas dengan nilai rata-rata 2,78 yaitu masing-masing dengan kategori nilai 2,85 pada aspek peningkatan pengetahuan, 2,80 pada aspek pemahaman teknologi pertanian dan 2,70 pada peningkatan sikap positif terhadap teknologi pertanian. Seluruh peserta setelah mengikuti TITP,
pengetahuannya
mengalami peningkatan rata-rata sebesar 21,9 point atau 27,03 %. -
Pada keragaan keyakinan dan minat peserta, diketahui bahwa peserta TITP mempunyai persepsi positif terhadap materi yang disampaikan yaitu dalam kategori tinggi yaitu rata-rata 2,67. Hal ini berarti bahwa teknologi pertanian betul-betul diperlukan oleh peserta.
-
Implementasi keyakinan
dan minat
peserta setelah mengikuti TITP diwujudkan
dengan kesiapannya untuk
melakukan
Rencana Tindak Lanjut positif, yaitu
mereka sanggup melakukan
penerapan
teknologi yang didapat (nilai 2,90 =
mendapatkan
bimbingan teknis dari instansi terkait
kategori tinggi), sanggup
(BPTP) dalam penerapan di lapang (nilai 2,80 = kategori tinggi) serta sanggup menularkan kepada petani yang lain (nilai 2,70 = kategori tinggi). Saran umpan balik penyelenggaraan TITP yang perlu diperhatikan adalah : • TITP merupakan sarana bagi upaya percepatan penyebarluasan teknologi pertanian sebaiknya bisa dilakukan secara rutin minimal 1 tahun sekali. Hal ini dimaksudkan
agar pengetahuan, pemahaman dan sikap petani FMA terhadap
teknologi hasil pengkajian bisa ditindaklanjuti. • Dalam TITP sebaiknya ada alokasi keragaan/kunjungan lapang guna melihat kebanaran teknologi yang disampaikan nara sumber. 2. Workshop Farming System Analisis (FSA). Kegiatan ini merupakan
forum pertemuan
antara Tim Penyuluh Lapang, Tim verifikator dan Tim Teknis Kabupaten dengan
2
Peneliti/Penyuluh BPTP, guna membahas suatu alat/cara untuk mengatasi permasalahan dalam proses produksi yang dilakukan oleh petani. Tujuan Workshop FSA adalah untuk membekali peserta agar bisa melakukan identifikasi potensi suatu wilayah. Hal ini penting sebagai bekal tugas peserta sebagai pendamping. Workshop FSA di empat kabupaten (Brebes, Batang, Magelang dan Temanggung) jumlah peserta
sebanyak 185
orang.
Materi yang disampaikan kegiatan FSA antara lain : Farming System Analisis (FSA) dengan Pendekatan Partisipatif, Identifikasi dan Analisis Farming System (FSA), serta KonsepValue Chain Analysis (VCA). Untuk memperoleh data/informasi tentang manfaat kegiatan dan umpan balik dari peserta, dilakukan evaluasi awal (pre test), evaluasi akhir (post test), evaluasi penyelenggaraan kegiatan dan evaluasi rencana tindak lanjut. Dari hasil evaluasi penyelenggaraan Workshop FSA dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut : -
Workshop FSA sangat bermanfaat karena dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan sikap peserta terhadap materi untuk ditindaklanjuti dengan nilai rataan 2,85 yaitu masing-masing dengan kategori nilai 2,90 pada aspek peningkatan pengetahuan, 2,85 pada aspek pemahaman
teknologi pertanian dan 2,80 pada
peningkatan sikap positif terhadap teknologi pertanian. Seluruh peserta setelah mengikuti TITP,
pengetahuannya mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12,49
point atau 15,42 %. -
Pada keragaan keyakinan dan minat peserta, diketahui bahwa peserta workshop mempunyai
persepsi positif terhadap materi yang disampaikan
tinggi yaitu rata-rata 2,61. Hal ini mengandung arti bahwa
dalam kategori
teknologi pertanian
betul-betul diperlukan oleh peserta. -
Implementasi keyakinan
dan minat
peserta setelah mengikuti worksop FSA
diwujudkan dengan kesiapannya untuk melakukan Rencana Tindak Lanjut positif, yaitu
mereka sanggup melakukan
kategori tinggi), sanggup
penerapan bersama petani (nilai 2,90 =
mendapatkan
bimbingan teknis dari instansi terkait
(BPTP) dalam penerapan di lapang (nilai 2,75 = kategori tinggi) serta sanggup menularkan kepada petani yang lain (nilai 2,70 = kategori tinggi). -
Beberapa saran
umpan balik penyelenggaraanWorkshop FSA
yang perlu
diperhatikan adalah : •
Workshop FSA perlu ditindaklanjuti oleh Dinas/Kabupaten. Hal ini dimaksudkan agar Penyuluh mampu melakukan kegiatan identifikasi yang benar untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam proses produksi yang dilakukan oleh petani.
3
•
Materi workshop yang menggunakan judul bahasa asing, sebaiknya diperjelas menggunakan bahasa Indonesia, hal ini dimaksudkan agar ada pemahaman yang lebih mudah sesuai bahasa yang dikuasi oleh peserta.
•
Sebaiknya pelaksanaan workshop bisa secara rutin
diselenggarakan
oleh
BPTP/Dinas pada awal tahun . Hal ini dimaksudkan agar kegiatan identifikasi potensi wilayah bisa dilakukan dengan baik sehingga mampu memberikan perbaikan pada setiap cabang usahatani yang dilakukan oleh petani. 3. Aplikasi Teknologi Pertanian (APTEK) Pertanian. Kegiatan ini merupakan forum pertemuan antara petani FMA,
Pemda, Penyuluh Pertanian di lapangan, Perguruan
Tinggi, Swasta, dan Perbankan dengan Peneliti/Penyuluh BPTP untuk menjaring kritik, saran, dan masukan bagi teknologi hasil pengkajian yang akan direkomendasikan sebagai materi penyuluhan dilapangan.
Tujuan APTEK adalah membahas kelayakan teknis,
sosial, dan ekonomi inovasi pertanian hasil pengkajian untuk pemecahan masalah, sedangkan keluarannya adalah
bahan rekomendasi teknologi pertanian. APTEK telah
diikuti peserta 35 orang peserta terdiri 10 orang petani dan 25 orang unsur penentu kebijakan (Penyuluh Pertanian/Staf Dinas, Perguruan Tinggi, Perbankan). Keikutsertaan petani, Penyuluh dan Staf Teknis Pertanian secara bersama-sama akan lebih mempertajam umpan balik dalam pelaksanaan pengkajian sekaligus mempercepat penyebarluasan teknologi pertanian hasil kajian dari Peneliti/Penyuluh dari BPTP di lokasi kegiatan P3TIP/FEATI. Meteri yang dibahas dalam pertemuan APTEK adalah 4 Judul teknologi yang diusulkan menjadi calon rekomendasi yang terdiri dari Teknologi Padi Gogo Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman terpadu, Teknologi Perbibitan itik Tegal Hasil Seleksi, Pengolahan Jambu Mete, dan Analisis dan Pengelolaan Data Iklim di Jawa Tengah. Materi diperoleh dari penelusuran
teknologi hasil kajian BPTP Jawa Tengah
antara tahun 2003 – 2007 yang diseleksi bersama antara staf ahli dan tim APTEK. Dari hasil evaluasi penyelenggaraan APTEK dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut -
Lokakarya dalam bentuk APTEK
sangat bermanfaat karena dapat meningkatkan
pengetahuan, pemahaman dan sikap peserta terhadap
teknologi pertanian yang
dibahas. Pengetahuan peserta mengalami peningkatan rata-rata sebesar 23 point atau 28,39 %. Seluruh peserta menyatakan materi bermanfaat dalam membantu kegiatan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan sebagian besar peserta ( 100 %) yang menyatakan bahwa materi berkaitan erat dengan bidang tugasnya. -
Setelah mengikuti APTEK, peserta ada kesanggupan untuk melakukan tindak lanjut yang diaktualisasikan dengan cara (a) sanggup menerapkan rekomendasi teknologi pertanian di lokasi kegiatan (nilai 2,80), (b) sanggup menerima bimbingan dari
4
Dinas/Instansi terkait/BPTP
dalam rangka untuk melakukan
yang menguntungkan (2,70) dan (c) sanggup menularkan
kegiatan usahatani kepada petani yang
belum memperoleh kesempatan mengikuti APTEK (2,70). -
Beberapa saran umpan balik penyelenggaraan yang perlu diperhatikan adalah : • Sebaiknya jeda waktu pelaksanaan APTEK dengan hasil kajian dari BPTP jangan terlalu lama (hasil kajian 2003 – 2007). Hal ini dimaksudkan agar bukti lapang dengan rekomendasi yang diberikan memberikan korelasi yang positif, mengingat sifat komoditas sangat dipengaruhi oleh alam. • Hasil kajian dari BPTP hendaknya bisa segera disampaikan kepada pengguna melalui kegiatan APTEK dengan frekuensi yang lebih sering (6 bulan sekali). Hal ini dimaksudkan agar petani bisa memperoleh informasi rekomendasi teknologi yang menguntungkan.
5