Ofyar Z Tamin, et al
EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM DAN ANALISIS ‘ABILITY TO PAY’ (ATP) DAN ‘WILLINGNES TO PAY’ (WTP) DI DKI JAKARTA1 Ofyar Z. TAMIN2 Harmein RAHMAN3 Aine KUSUMAWATI3 Ari Sarif MUNANDAR4 Bagus Hario SETIADJI4 Sub Jurusan Rekayasa Transportasi Jurusan Teknik SipilITB Jalan Ganesha 10, Bandung 40132 Telp/Fax: (022)-2502350 (hunting) Abstrak: Permasalahan tarif angkutan umum telah lama menjadi bahan perdebatan diantara pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu antara masyarakat sebagai pengguna, pengusaha dan supir sebagai operator, dan pemerintah sebagai regulator. Masalah ini semakin membesar dengan adanya krisis moneter yang mengakibatkan kenaikan harga-harga di berbagai sektor yang dialami pula oleh sektor transportasi, dalam hal ini sektor angkutan umum, dimana kenaikan harga suku cadang yang sangat tinggi, kenaikan harga bahan bakar serta barang-barang pendukung operasi kendaraan lainnya mengakibatkan kenaikan pada biaya operasi kendaraan. Di lain pihak kemampuan masyarakat sebagai pengguna angkutan umum menurun sebagai akibat krisis ini, karena itu kenaikan tarif angkutan umum harus didasarkan pula pada kemampuan masyarakat. Makalah ini memaparkan hasil penelitian tarif angkutan umum di DKI Jakarta dengan memperhatikan kemampuan membayar (ability to pay/ATP) dan kesediaan membayar (willingnes to pay/WTP) dari masyarakat. Penelitian ini memberikan besar tarif yang dibutuhkan oleh operator dan tarif berdasarkan ATP dan WTP dari masyarakat, yang kemudian akan digabungkan sehingga dapat diperoleh rekomendasi sejauh mana tarif angkutan umum dapat dinaikkan. Kata-kata kunci: Tarif, angkutan umum, Ability to Pay (ATP), Willingness to Pay (WTP)
1. PENDAHULUAN Dalam penentuan tarif angkutan umum yang sekarang dilakukan ditemukan beberapa perbedaan pendapat, dimana masyarakat pengguna umumnya berpendapat bahwa tarif yang berlaku sekarang lebih memihak pada operator atau pengusaha angkutan tanpa melihat pada daya beli masyarakat pengguna itu sendiri. Di lain pihak dengan adanya kondisi krisis moneter yang sedang dialami Indonesia mengakibatkan kenaikan harga-harga di berbagai sektor. Hal ini dialami pula oleh sektor transportasi, dalam hal ini sektor 1 2 3 4
angkutan umum, dimana kenaikan harga suku cadang yang sangat tinggi, kenaikan harga bahan bakar serta barang-barang pendukung operasi kendaraan lainnya mengakibatkan kenaikan pada biaya operasi kendaraan. Sedangkan tarif ini sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya operasi kendaraan tersebut. Agar masalah ini tidak berkepanjangan, perlu dilakukan suatu evaluasi tarif angkutan umum untuk mengetahui apakah tarif yang berlaku pada saat ini telah sesuai atau masih berada dibawah/diatas tarif yang semestinya berlaku. Perlu juga diperhatikan apakah tarif yang akan
dipublikasikan di Jurnal Transportasi, Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT), Vol 1, No 2, Tahun I, Desember 1999, hal 121−139, ISSN: 1411−2442. Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITB, Wakil Ketua Program Magister Transportasi ITB, dan Ketua Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT). Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITB. Peneliti Muda, SubJurusan Rekayasa Transportasi, Jurusan Teknik Sipil ITB.
Vol.1 No.2 Desember 1999
121
Ofyar Z Tamin, et al
diberlakukan telah memperhatikan baik kepentingan operator (kelangsungan perusahaan angkutan umum) maupun kepentingan masyarakat pengguna (dalam hal ini daya beli masyarakat). 2. KAJIAN OPERASIONAL ANGKUTAN UMUM Pengoperasian angkutan umum biasanya saling terintegrasi dan disesuaikan dengan fungsi jalan, jarak layan, dan jenis kendaraan. Pembagian daerah operasinya pun biasanya berjenjang. Untuk jalan arteri/kolektor primer biasanya lebih diutamakan jenis bus besar. Untuk jalan kolektor sekunder, bus besar mulai dibatasi aksesnya dan lebih mengutamakan bus sedang. Pada fungsi jalan yang lebih rendah, sistem angkutan umum lebih banyak dilayani oleh jenis mikrolet dan kendaraan paratransit lainnya. Penerapan penjenjangan sistem angkutan umum seperti ini sangat tergantung dari kerapihan jaringan jalan di suatu kota, dan struktur geometrik jalan di kota yang bersangkutan. Di beberapa kota yang penerapan fungsi jalannya tidak jelas maupun geometrik jalannya kurang sesuai (atau dalam konteks ini lebar jalannya kurang), penerapan sistem angkutan umum seperti di atas tidak bisa dilakukan. Selain itu, topik penting lain dalam sistem operasi angkutan umum adalah permasalahan trayek dan tarif. Trayek angkutan umum biasanya disesuaikan dengan jenis kendaraannya. Bus besar biasanya mempunyai trayek yang paling jauh, disusul bus sedang dan terakhir mikrolet. Selain itu, trayek juga tidak boleh saling tumpang tindih antar jenis angkutan umum, karena hal ini akan menyebabkan terjadinya pengurangan kinerja jalan (seperti kemacetan) dan efek negatif lain, seperti pengurangan pendapatan supir angkutan umum akibat kompetisi antar jenis angkutan umum. Sedangkan tarif angkutan umum bisa berupa tarif seragam (flat fares) ataupun tarif berdasarkan jarak (distance base
Vol.1 No.2 Desember 1999
fares). Dan dalam menetapkan tarif ini harus melibatkan tiga pihak, yaitu : Penyedia jasa transportasi (operator), tarif adalah harga dari jasa yang diberikan; Pengguna jasa angkutan (user), tarif adalah biaya yang harus dikeluarkan setiap kali menggunakan angkutan umum; Pemerintah (regulator), sebagai pihak yang menentukan tarif resmi. Besarnya tarif berpengaruh terhadap besarnya pendapatan daerah pada sektor transportasi. 2.1 Sistem Operasi Angkutan Umum di DKI Jakarta Sistem angkutan umum di DKI Jakarta mempunyai karakteristik sebagai berikut: • peranannya cukup penting dalam mendukung sektor perekonomian dan sektor lainnya di DKI Jakarta. Angkutan umum menjadi pilihan bagi sebagian besar penduduk Jakarta terutama karena jarak suatu tempat ke tempat lain di Jakarta relatif jauh. • penerapan trayek dengan sistem terminal ke terminal, hal ini memberikan keuntungan tersendiri terutama di daerah yang mempunyai terminal lebih dari satu dan luas wilayah yang cukup besar seperti di DKI Jakarta. • berusaha menyediakan jasa transportasi untuk semua golongan, hal ini dilakukan dengan cara membagi jenis angkutan umum menjadi beberapa kelas dengan kriteria masing-masing. Tetapi pada kondisi saat ini, kriteria-kriteria tersebut sering tidak terpenuhi lagi. Seperti bus patas (cepat terbatas) tetapi tetap membolehkan penumpang naik walaupun sudah tidak ada tempat duduk kosong lagi, sehingga kondisinya sudah sama dengan bus reguler. Fenomena menarik lainnya, yaitu pengadaan bus patas AC yang ternyata di beberapa trayek demandnya tinggi sehingga akhirnya memaksakan penumpang berdiri (menjadi tidak terbatas lagi). • daerah operasi angkutan umum cukup luas, dalam arti berusaha mencakup 122
Ofyar Z Tamin, et al
(covering) dan menghubungkan tempat asal dan tujuan dengan menerapkan sistem transportasi terpadu (KRL, transit dan paratransit) • menerapkan sistem tarif seragam dan tarif berdasarkan jarak secara tidak murni. Sistem tarif ini diberlakukan baik dengan tarif biasa (normal fares), tarif yang dikurangi (reduced fares, terlihat pada tarif khusus pelajar/mahasiswa) dan tarif yang mengalami tambahan (supplementary fares) misalnya menambah tarif karena trayek angkutan umum itu melalui tol. Terdapatnya kompetisi antar perusahaan pengelola angkutan umum di DKI Jakarta yang disebabkan banyaknya perusahaan pengelola angkutan umum. Selain perusahaan milik pemerintah daerah, yaitu Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD), ada beberapa perusahaan swasta lain, seperti PT. Mayasari Bhakti, PT. Steady Safe, PT. Metromini, PT. Himpurna, PT. Bianglala Metropolitan, maupun yang berbentuk koperasi seperti Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja), Koperasi Mikrolet Jakarta Raya (Komilet Jaya) dan sebagainya. Kompetisi ini menjadi tidak seimbang akibat imbas kondisi ekonomi pada saat ini, di mana untuk perusahaanperusahaan beraset besar, seperti PT. Steady Safe atau PT. Mayasari Bhakti, operasional perusahaan masih bisa dipertahankan pada tingkat menengah. Perusahaan pengelola angkutan umum berskala kecil, apalagi yang berbentuk koperasi seperti Kopaja atau koperasi pengelola mikrolet, banyak yang sulit beroperasi akibat mahalnya suku cadang dan terpaksa menerapkan sistem ‘kanibal’ (menjual sebagian kendaraan serta ijin trayeknya) untuk bisa tetap bertahan hidup. 2.2 Karakteristik Trayek Umum di DKI Jakarta
Angkutan
Penentuan trayek di DKI Jakarta sangat tergantung dari jarak dan fungsi jalan yang Vol.1 No.2 Desember 1999
akan ditempuh oleh angkutan umum yang bersangkutan. Pembagian tersebut adalah sebagai berikut, yaitu bus besar patas (patas AC RMB, patas AC dan patas nonAC) akan melayani trayek berjarak kurang lebih 20 km sampai lebih dari 40 km. Sedangkan bus besar nonpatas melayani trayek berjarak kurang lebih 10 km sampai dengan 30 km. Kedua jenis bus besar tersebut umumnya sebagian besar melalui jalan arteri atau kolektor primer. Bus sedang melayani trayek berjarak 5–30 km dengan sebagian besar melalui jalan kolektor sekunder dan mikrolet melayani trayek berjarak kurang lebih 5 km sampai dengan 25 km dengan sebagian besar melalui jalan kolektor sekunder atau yang lebih rendah. Ada dua jenis trayek berdasarkan banyak atau sedikitnya demand, dan biasa disebut sebagai trayek yang ‘gemuk’ dan yang ‘kurus’. Penentuan kriteria gemuk-kurus ini berdasarkan load factor dari angkutan umum yang melayani trayek tersebut. Pada beberapa trayek gemuk seringkali dioperasikan angkutan umum dari perusahaan pengelolaan angkutan umum yang berbeda. Jenis angkutan umum yang dioperasikannya bisa dari jenis yang sama atau yang berbeda (patas AC dengan patas AC, atau patas AC dengan reguler). Meskipun demikian, tetap diberlakukan pembedaan terutama pada rute yang dijalani, walaupun itu tidak menutup kemungkinan terjadinya overlap rute di beberapa ruas jalan. Untuk trayek gemuk, umumnya load factor angkutan umum yang menjalani trayek tersebut tetap tinggi, walaupun pada trayek tersebut telah dilayani oleh beberapa angkutan umum. Sedangkan trayek kurus umumnya terjadi pada tempat yang demandnya kecil sampai sedang, atau dari trayek dari terminal kecil/terminal bayangan ke terminal besar. Karakteristik trayek angkutan umum yang diperoleh dari hasil survey, baik sekunder maupun primer, dapat dilihat pada tabeltabel berikut. Untuk lebih jelasnya, definisi ‘rit’ yang digunakan disini adalah 123
Ofyar Z Tamin, et al
perjalanan kendaraan dari terminal asal ke terminal tujuan dan balik lagi ke terminal alsal. 3. PENGUMPULAN DATA Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari tiga macam, yaitu: • data jumlah penumpang dan karakteristik trayek angkutan umum • data karakteristik penumpang angkutan umum • data biaya operasi kendaraan
Data jumlah penumpang dan karakteristik trayek angkutan umum diperoleh dari survei primer terhadap 44 trayek angkutan umum di DKI Jakarta yang telah dipilih berdasarkan kategori jarak trayek dan faktor muatan. Pengumpulan data dilakukan pada hari Sabtu, Minggu, dan Senin dari pukul 06.00–21.00. Satu trayek angkutan umum diwakili oleh dua kendaraan. Rekapitulasi hasil dari survei jumlah penumpang ini, dan karakteristik trayek dalam bentuk jumlah rit rata-rata dalam satu hari diperlihatkan pada tabel 1−5.
Tabel 1: Rekapitulasi Rata-rata Penumpang per hari Bus Patas AC Jumlah Rit (satu hari)
No
No Trayek
Nama Trayek
Jumlah Penumpang (Rata-rata Harian)
1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7
PAC 01 PAC 16 PAC 12 PAC 15 PAC 04 PAC 03 PAC 05 PAC 50 PAC 23 PAC 30 PAC 79
Lebak Bulus – Kota Rawamangun – Lebak Bulus Pulogadung – Lebak Bulus BNI46 – Depok Kampung Rambutan – Kota Pulogadung – Kalideres Blok M – Bekasi Kampung Melayu – Kalideres Kampung Rambutan – Kota Kampung Rambutan – Blok M Kampung Rambutan – BNI 46 – Kota
434 441 257 344 421 594 589 426 404 372 365
0.5 rit 10 9 8 8 8 7 12 7 11 13 9
8
PAC 34
Blok M – Tangerang
416
10
Rata2 Rata2 penumpang per rit
422 89
rit 5 5 4 4 4 4 6 4 5 7 4 5 5
Tabel 2: Rekapitulasi Rata-rata Penumpang per hari Bus Patas NonAC No
No Trayek
1
P6
2
P 22
3
P 13A
4
Nama Trayek
Jumlah Penumpang (Rata-rata Harian)
Jumlah Rit (satu hari) 0.5 rit
rit
Kampung Rambutan–Grogol
834
11
5
Grogol–Tanjung Priok
651
11
6
Klender–Blok M
663
13
6
P 7A
Pulogadung–Kalideres
945
8
4
5
P 6B
Kampung Rambutan–Muara Angke
718
9
5
6
P 40
Tanjung Priok– Bekasi
794
11
6
7
P 19B
Kampung Rambutan–Ciledug
473
7
3
8
P 69
955
9
Kota/Mangga Dua–Ciputat Rata2
754
Rata2 penumpang per rit
151
Vol.1 No.2 Desember 1999
5 5
124
Ofyar Z Tamin, et al
Tabel 3: Rekapitulasi Rata-rata Penumpang per hari Bus Reguler No
No Trayek
1
63
2
916
3
51
4
Jumlah Penumpang (Rata-rata Harian)
Nama Trayek
Jumlah Rit (satu hari)
Umum
Pelajar
0.5 rit
rit
Tanjung Priok–Medan Senen
1406
121
15
8
Kampung Melayu–Tanah Abang
1791
88
17
9
Tanjung Priok–Pulogadung
1401
122
21
11
107
Blok M–Kampung Melayu
1209
82
19
9
5
213
Grogol–Kampung Melayu
1852
45
15
7
6
948
Tanjung Priok–Kampung Melayu
686
175
10
5
7
38
Rawamangun–Blok M
669
133
15
8
8
300
Blok M–Rawamangun
1011
177
10
5
Rata2
1253
118
Rata2 penumpang per rit
167
8
Tabel 4: Rekapitulasi Rata-rata Penumpang per hari Bus Sedang No
No Trayek
Jumlah Penumpang (Rata-rata Harian)
Nama Trayek
Jumlah Rit (satu hari)
Umum
Pelajar
0.5 rit
rit
1
S. 60
Manggarai–Kampung Melayu
527
271
17
8
2
T. 46
Pulogadung–Kampung Melayu
773
406
18
9
3
T. 54
Kampung Melayu–Kincan
498
266
17
8
B. 87
Kalideres–Muara Baru
618
195
14
7
5
T. 48
Kampung Rambutan–Pulogebang
597
154
16
8
6
B. 93
Tanah Abang–Kalideres
724
122
18
9
7
P. 20
Senen–Lebak Bulus
915
112
13
7
8
T. 502
Kampung Rambutan–Tanah Abang
13
793
71
Rata2
681
200
Rata2 penumpang per rit
96
6 8
Tabel 5: Rekapitulasi Rata-rata Penumpang per hari Mikrolet No
No Trayek
Nama Trayek
Jumlah Penumpang (Rata-rata Harian)
Jumlah Rit (satu hari)
Umum
Pelajar
0.5 rit
rit
1
M. 14
Tanjung Priok–Cilincing
316
80
21
10
2
M. 12
Senen–Kota
277
23
18
9
3
M. 15
Tanjung Priok–Kota
273
11
23
12
4
M. 46
Senen–Pulogadung
185
39
9
5
5
M. 20
Pasar Minggu–Ciganjur
271
61
19
10
6
M. 37
Senen–Pulogadung
268
54
12
6
Pasar Minggu–Depok
301
56
16
8
Tanjung Priok–Pulogadung
356
23
17
9
Rata2
281
43
Rata2 penumpang per rit
23
7
M. 36
8
M. 30A
Data karakteristik penumpang angkutan umum, yang berguna untuk penentuan Vol.1 No.2 Desember 1999
9 10
ATP dan WTP pengguna angkutan umum, didapatkan dengan melakukan survei 125
Ofyar Z Tamin, et al
wawancara terhadap kurang lebih 1920 responden dengan jumlah data yang valid untuk keperluan analisis sebanyak 1645 responden. Data yang dikumpulkan dari survei wawancara tersebut diantaranya jenis kelamin responden, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, maksud perjalanan, tempat tujuan, aksesibilitas ke tempat tujuan, aksesibilitas mendapatkan kendaraan, dan besar pengeluaran untuk transportasi. Data biaya operasi kendaraan diperoleh berdasarkan hasil survei sekunder, yaitu dengan mempergunakan data yang tersedia dari Departemen Perhubungan dan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) DKI Jakarta. Data biaya operasi kendaraan ini juga didapat dari beberapa perusahaan angkutan umum di DKI Jakarta. Data tersebut ditampilkan dalam sub-bab kajian perhitungan tarif angkutan umum. 4. KAJIAN TARIF ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN ANALISIS BIAYA OPERASI KENDARAAN Secara umum, perhitungan tarif angkutan umum pada penelitian ini didasarkan pada tiga buah alternatif:
Tarif Alternatif 1 Tarif ditentukan berdasarkan biaya operasi kendaraan yang dihitung dengan menggunakan metoda dari Departemen Perhubungan (metoda Dephub) dengan menggunakan data penumpang hasil survei primer (data penumpang metoda FSTPT). Tarif Alternatif 2 Tarif ditentukan berdasarkan biaya operasi kendaraan yang dihitung dengan menggunakan metoda dari DLLAJ (metoda DLLAJ) dengan menggunakan data penumpang hasil survei primer (data penumpang metoda FSTPT). Tarif Alternatif 3 Tarif ditentukan berdasarkan biaya operasi kendaraan yang dihitung dengan menggunakan metoda FSTPT. Tarif-tarif ini nantinya dibandingkan dengan tarif yang diberikan oleh Dephub/tarif Dephub dan tarif yang diberikan oleh DLLAJ DKI Jakarta/tarif DLLAJ. Tabel 6 berikut memberikan perbandingan antara komponen-komponen penting yang dipergunakan dalam perhitungan tarif angkutan umum oleh metoda Dephub, DLLAJ, dan FSTPT, yaitu jumlah penumpang rata-rata per rit dan jumlah rata-rata rit yang ditempuh dalam satu hari.
Tabel 6: Perbandingan Jumlah Penumpang dan Rit rata-rata oleh Metoda Dephub, DLLAJ, dan FSTPT No 1
Jenis Angkutan Umum Bus Patas AC/RMB
Jumlah Penumpang Rata-rata per Rit
Jumlah Rit Rata-rata per Hari
Dephub
DLLAJ
FSTPT
Dephub
DLLAJ
FSTPT
Na
70
89
na
4
5
2
Bus Patas
90
90
151
6
6
5
3
Bus Regular
140
140
167
5
5
8
4
Bus Sedang
54
60
96
6
6
8
5
Mikrolet
24
24
23
4.5
4.5
10
Catatan: satu rit adalah satu kali perjalanan pulang pergi
4.1 Perhitungan Tarif Alternatif 1 Perhitungan tarif alternatif 1 adalah perhitungan tarif dengan menggunakan biaya operasi kendaraan yang dihitung oleh Departemen Perhubungan (Dephub) tetapi Vol.1 No.2 Desember 1999
menggunakan data penumpang dari hasil survei primer (metoda FSTPT) dengan jumlah rit sesuai dengan asumsi dari metoda Dephub.
126
Ofyar Z Tamin, et al
Asumsi-asumsi yang digunakan untuk perhitungan tarif ditampilkan pada tabel 7. Biaya operasi kendaraan pada metoda Dephub dapat dilihat pada tabel 8. Sebagai catatan, Metoda Dephub tidak memberikan perhitungan tarif untuk jenis
angkutan bus Patas AC. Biaya asuransi kendaraan walaupun dimasukkan sebagai salah satu komponen biaya pada kenyataannya tidak dibebankan untuk perhitungan tarif.
Tabel 7: Asumsi Perhitungan Tarif Metoda Departemen Perhubungan Karakteristik Trayek Km tempuh per rit (km) Frekuensi rit per hari Hari operasi per bulan Kapasitas angkut (tempat) Load Factor Penumpang per rit
Patas 50 6 25 50 90% 2x45
Regular 40 5 25 50 140% 2x70
Bus Sedang 30 6 25 30 90% 2x27
Mikrolet 28 4.5 25 12 100% 2x12
Catatan: satu rit adalah satu kali perjalanan pulang pergi
Departemen Perhubungan merekomendasikan lima alternatif perhitungan tarif dalam rangka penyesuaian tarif angkutan umum di DKI-Jakarta: - Alternatif a: Tarif dihitung secara 'full cost' - Alternatif b: Tarif dihitung tanpa reevaluasi aset (penyusutan dan bunga modal dihitung dari harga kendaraan lama) - Alternatif c: Tarif dihitung tanpa biaya penyusutan dan bunga modal - Alternatif d: Tarif 'full cost' dengan margin keuntungan 5% - Alternatif e: Tarif 'full cost' dengan margin keuntungan 10% Hasil perhitungan tarif menurut metoda Dephub disampaikan pada tabel 9. Biaya Operasi Kendaraan seperti tertera pada tabel 8 kemudian dipergunakan lagi untuk menghitung tarif alternatif 1, tetapi kali ini dengan menggunakan data penumpang menurut metoda FSTPT. Tarif ini kemudian dibandingkan dengan tarif alternatif a dari metoda Dephub, seperti ditampilkan pada tabel 10.
data penumpang dari hasil survei primer (metoda FSTPT) dengan jumlah rit sesuai dengan asumsi dari Metoda DLLAJ. Asumsi yang digunakan untuk perhitungan tarif metoda DLLAJ ditampilkan pada tabel 11. Biaya operasi kendaraan pada metoda DLLAJ dapat dilihat pada tabel 12. Biaya asuransi kendaraan hanya dibebankan pada perhitungan tarif untuk bus Patas AC. Tarif menurut metoda DLLAJ dihitung berdasarkan biaya operasi kendaraan tadi dengan menggunakan data penumpang dan rit seperti yang tertera pada tabel 11. Biaya Operasi Kendaraan tersebut kemudian dipergunakan lagi untuk menghitung tarif alternatif 2, tetapi kali ini dengan menggunakan data penumpang menurut metoda FSTPT. Tarif ini kemudian dibandingkan dengan tarif dari metoda DLLAJ, seperti ditampilkan pada tabel 13.
4.2 Perhitungan Tarif Alternatif 2 Perhitungan tarif alternatif 1 adalah perhitungan tarif dengan menggunakan biaya operasi kendaraan yang dihitung oleh DLLAJ DKI Jakara tetapi menggunakan Vol.1 No.2 Desember 1999
127
Ofyar Z Tamin, et al
Tabel 8: Biaya Operasi Kendaraan Metoda Dephub Komponen Biaya Operasi Kendaraan
No. 1
BBM
2
Biaya Operasi Pemeliharaan
Biaya Operasi Kendaraan (Rp/hari) Bus Patas
Bus Regular Bus Sedang
Mikrolet
41250.60
34377.00
19799.64
14000.04
a Penyusutan
114285.60
114289.00
72381.60
34285.68
b Bunga Modal
112498.20
112497.00
71250.84
33750.00
132499.80
94787.00
53165.16
9349.56
15001.20
15001.00
5699.16
2268.00
Servis Besar
9142.20
6090.00
4140.72
2712.96
Servis Kecil
9833.40
5901.00
3301.56
1000.08
Penambahan Oli
3747.60
3752.00
3748.68
749.52
Cuci Kendaraan
5000.40
4998.00
3000.24
2000.16
Pemeliharaan Body
5000.40
4998.00
1584.36
1500.12
23997.60
24997.00
9120.60
2835.00
Personil Operasi
93312.00
93310.00
57983.04
2493.72
Personil Non Operasi
30132.00
30128.00
14272.20
3555.36
c
Pemeliharaan dan Perbaikan Penggantian Suku Cadang (termasuk penggantian ban) Overhaul Mesin
Overhaul Body d Biaya Personil
e Ijin Usaha f
PKB/STNK
923.40
924.00
437.40
184.68
5000.40
2303.00
1898.64
1000.08
664.20
665.00
667.44
666.36
5000.40
4998.00
3000.24
500.04
g Kir h Retribusi i
Asuransi Kendaraan
j
Biaya Pengelolaan
16113.60
16114.00
7630.20
3703.32
Total
623403.00
570129.00
333081.72
116554.68
Tabel 9: Tarif Angkutan Umum berdasarkan Metoda Departemen Perhubungan Jenis Patas AC Patas Regular Bus Sedang Mikrolet
Alternatif a na 1154,46 814,49 1027,95 1079,20
Alternatif b na 847,64 603,67 702,07 659,23
Alternatif c na 734,48 490,51 584,64 449,24
Alternatif d na 1212,18 855,21 1079,34 1133,16
Alternatif e na 1269,90 895,54 1130,74 1187,12
Tabel 10: Perbandingan antara Tarif Dephub dan Tarif Alternatif 1 No. 1 2 3 4 5
Jenis Angkutan Umum
Jumlah Penumpang per Rit Dephub
Alternatif 1
90 140 54 24
89 151 167 96 23
Bus Patas AC/RMB Bus Patas Bus Regular Bus Sedang Mikrolet
Vol.1 No.2 Desember 1999
Tarif Tarif Dephub Alternatif 1
1154.45 814.47 1028.03 1079.21
688.08 682.79 578.27 1126.13
Perbedaan Tarif (%) Alt.1/Dephub 59,60 83,83 56,25 104,35
128
Ofyar Z Tamin, et al
Tabel 11: Asumsi Perhitungan Tarif Metoda DLLAJ Karakteristik Trayek
Patas AC
Patas
Regular
Bus Sedang
Mikrolet
Km tempuh per rit (km)
30
25
20
15
14
Frekuensi rit per hari
4
6
5
6
4,5
Hari operasi per bulan
25
25
25
25
25
Kapasitas angkut (tempat) duduk)
54
50
70
30
12
Load Factor
65%
90%
100%
100%
100%
Penumpang per rit
2x35
2x45
2x70
2x30
2x12
Catatan: satu rit adalah satu kali perjalanan pulang pergi
Tabel 12: Biaya Operasi Kendaraan Metoda DLLAJ No
Biaya Operasi Kendaraan (Rp/hari)
Komponen Biaya Operasi Kendaraan
1
Biaya Penyusutan
2
Bus Patas AC
Bus Patas
Bus Regular
Bus Sedang
Mikrolet
133427
65340
65394
41270
34215
Biaya Bunga Modal
80557
23031
23030
13288
20657
3
Biaya Awak Kendaraan
58468
94910
94913
57985
2488
4
Biaya BBM
55039
41251
34377
19800
13971
5
Biaya Penggantian Ban
38188
59627
39753
28800
7335
6
Biaya Pemeliharaan dan Reparasi Kendaraan a Servis Kecil
15376
5902
5901
2902
1338
b Servis Besar
17933
9142
5761
4140
2707
c Overhaul Mesin
70050
7722
7728
2729
2263
d Overhaul Body
38916
8829
9198
3121
2829
6005
3748
3752
3751
749
e Penambahan Oli Mesin f Biaya Cuci Bus g Penggantian Suku Cadang h Pemeliharaan Body 7
Biaya Retribusi Terminal
8
Biaya Retribusi Ijin Trayek
9
Biaya PKB/STNK
10
Biaya Kir
11
Biaya Asuransi Kendaraan
12
Biaya Tidak Langsung
3001
5000
4998
2999
1996
44735
7355
7357
4334
5988
3628
1841
1841
540
1497
2501
2500
2499
1501
249
166
167
168
126
83
2304
1739
1743
1019
998
334
335
336
335
333
2001
Total
81425
34398
44590
20268
6874
654056
372838
353339
208908
106571
Tabel 13: Perbandingan antara Tarif DLLAJ dan Tarif Alternatif 2 No Jenis Angkutan Umum
Jumlah Penumpang per Rit DLLAJ
Tarif DLLAJ
Alternatif 2
Tarif Alternatif 2
Perbedaan Tarif Alt.2/DLLAJ
Bus Patas AC/RMB
70
89
2327.60
1837.23
78,93%
Bus Patas
90
151
690.44
411.52
59,60%
Bus Regular
140
167
504.77
423.16
83,83%
4
Bus Sedang
60
96
580.30
362.69
62,50%
5
Mikrolet
24
23
1098.67
1029.67
93,72%
1 2 3
Vol.1 No.2 Desember 1999
129
Ofyar Z Tamin, et al
4.3 Perhitungan Tarif Alternatif 3 Pada dasarnya komponen biaya operasi kendaraan menurut metoda FSTPT tidak begitu berbeda dengan metoda Dephub dan metoda DLLAJ. Biaya satuan yang digunakanpun hampir sama, walaupun daya tahan/umur dari setiap komponen biaya tidak sama. Perbedaan menonjol tampak pada komponen keuntungan untuk pemilik kendaraan dan biaya asuransi kendaraan untuk semua jenis angkutan umum. Metoda FSTPT memberikan komponen keuntungan sebesar 10% per tahun dari harga kendaraan dan biaya asuransi untuk semua jenis angkutan umum pada perhitungan tarif. Metoda Dephub juga memberikan komponen keuntungan, seperti tampak pada tarif alternatif 4 (margin keuntungan 5%) dan tarif alternatif 5 (margin keuntungan 10%). Perbedaannya, jika komponen keuntungan pada metoda FSTPT diambil sebagai persentase dari harga kendaraan maka komponen keuntungan pada metoda Dephub diambil sebagai persentase dari total biaya operasi kendaraan. Metoda DLLAJ tidak memberikan komponen biaya keuntungan. Komponen biaya asuransi untuk metoda Dephub tidak diberikan untuk angkutan umum bus kota, sedangkan untuk metoda DLLAJ hanya diberikan untuk angkutan umum bus Patas AC. Komponen biaya operasi kendaraan pada metoda FSTPT terdiri dari: 1. Biaya Tetap • Biaya Awak Kendaraan: gaji, upah dan ASTEK • Biaya Administrasi: STNK, KIR, Ijin Trayek • Biaya Asuransi Kendaraan • Biaya Bunga Modal • Biaya Penyusutan 2. Biaya Variabel • Biaya bahan bakar • Biaya penggantian ban • Biaya pemeliharaan/reparasi : • Penggantian pelumas Vol.1 No.2 Desember 1999
• • • • • •
Overhaul mesin Overhaul body Pemeliharaan body Cuci bus Biaya penggantian suku cadang Biaya retribusi terminal
3. Biaya Lainnya • Biaya administrasi kantor (mencakup biaya pegawai dan pengelolaan kantor) • Keuntungan untuk pemilik kendaraan Tarif dihitung dengan memperhatikan karakteristik dari masing-masing jenis bus. Untuk bus Patas AC dan bus Patas, dimana tarif adalah tetap untuk jarak jauh maupun dekat dan tidak ada pembedaan tarif untuk umum dan pelajar, tarif dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Tarif ( Rp / pnp ) =
Biaya Operasi Kendaraan ( Rp / tahun ) Jumlah Penumpang ( pnp / tahun )
Untuk bus regular dan bus sedang, dimana berlaku juga sistem tarif tetap, rumus yang digunakan adalah berbeda dengan bus Patas AC dan bus Patas, karena adanya perbedaan tarif antara umum dan pelajar. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Tarif (Rp / pnp) = BiayaOperasiKendaraan(Rp / tahun) PenumpangUmum( pnp/ tahun) + n × PenumpangPelajar( pnp/ tahun)
dimana, jumlah penumpang total adalah jumlah penumpang umum dan pelajar, dan n adalah perbandingan antara tarif pelajar dan tarif umum dalam %. Untuk mikrolet, dimana sistem yang berlaku adalah sistem tarif tidak tetap, berlaku rumus: Tarif ( Rp / pnp) =
Biaya Operasi Kendaraan ( Rp / tahun) Total Penumpang ( pnp / tahun) × m
dimana: ‘m’ adalah perbandingan dari pendapatan yang diterima operator pada suatu rit tertentu dengan pendapatan yang seharusnya diterima untuk rit tersebut (didapat dengan mengalikan jumlah
130
Ofyar Z Tamin, et al
penumpang dengan tarif maksimum yang berlaku). Terdapat perbedaan dalam cara menentukan tarif angkutan umum dengan metoda-metoda lainnya. Tidak seperti metoda-metoda lainnya, metoda FSTPT tidak mengambil suatu karakteristik trayek tertentu dalam menghitung tarif, dalam arti terdapat beberapa trayek yang dianalisis. Tarif untuk setiap trayek dihitung berdasarkan karakteristiknya masingmasing dan kemudian tarif tersebut dirataratakan untuk setiap jenis angkutan umum,
sehingga didapat satu tarif untuk masingmasing jenis angkutan umum tersebut. Perbedaan lainnya adalah pada asumsi jumlah penumpang. Jika pada kedua metoda lainnya, jumlah penumpang yang dipakai dalam perhitungan tarif diasumsikan menurut ‘faktor muatan’ tertentu, pada metoda FSTPT jumlah penumpang disesuaikan dengan jumlah penumpang hasil survei primer. Hal ini sangatlah penting, karena terdapat perbedaan jumlah penumpang yang cukup signifikan antara metoda FSTPT dan kedua metoda lainnya. Hasil perhitungan tarif dengan metoda FSTPT dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.
Tabel 14: Tarif (Rp/pnp) Bus Patas AC/RMB No
No Trayek
1
PAC 01
Lebak Bulus – Kota
259,767,308
1.995
2
PAC 16
Rawamangun – Lebak Bulus
284,705,976
2.152
3
PAC 12
Pulogadung – Lebak Bulus
274,730,508
3.563
4
PAC 15
BNI46 – Depok
296,898,213
2.877
5
PAC 04
Kampung Rambutan – Kota
250,346,033
1.982
6
PAC 03
Pulogadung – Kalideres
255,222,928
1.432
Nama Trayek
Biaya Operasi Kendaraan
Tarif (Rp/pnp)
7
PAC 05
Blok M – Bekasi
284,705,976
1.611
8
PAC 50
Kampung Melayu – Kalideres
256,996,345
2.011
9
PAC 23
Kampung Rambutan – Kota
287,476,939
2.372
10
PAC 30
Kampung Rambutan – Blok M
333,474,926
2.988
11
PAC 79
Kampung Rambutan BNI 46 – Kota
296,898,213
2.711
12
PAC 34
Blok M – Tangerang
326,270,422
2.614
Tarif Rata2
2.359
Tarif Min.
1.432
Tarif Maks.
3.563
Biaya Operasi Kendaraan
Tarif (Rp/pnp)
Tabel 15: Tarif (Rp/pnp) Bus Patas No
No Trayek
1
P6
2
P 22
3
Nama Trayek Kampung Rambutan – Grogol
124,192,773
496
Grogol – Tanjung Priok
131,725,985
674
134,355,761
675
P 13A Klender – Blok M
4
P 7A
Pulogadung – Kalideres
127,014,303
448
5
P 6B
Kampung Rambutan – Muara Angke
145,696,670
676
6
P 40
Tanjung Priok Bekasi
158,023,745
663
130,904,180
923
7 8
P 19B Kampung Rambutan – Ciledug P 69
Kota – Mangga Dua – Ciputat
Vol.1 No.2 Desember 1999
153,914,720
537
Tarif Rata2
638
Tarif Min.
448
Tarif Maks.
923
131
Ofyar Z Tamin, et al
Tabel 16: Tarif (Rp/pnp) Bus Reguler No
No Trayek
1
63
2
916
Biaya Operasi Kendaraan (Rp/tahun)
Nama Trayek
Tarif (Rp/pnp)
Tanjung Priok – Medan Senen
117,981,491
272
Kampung Melayu – Tanah Abang
119,456,654
219
3
51
Tanjung Priok Pulogadung
132,096,160
305
4
107
Blok M – Kampung Melayu
126,350,930
341
5
213
Grogol – Kampung Melayu
125,967,915
225
6
948
Tanjung Priok – Kampung Melayu
119,648,162
536
Rawamangun – Blok M
134,202,745
627
Blok M Rawamangun
122,520,777
382
7
38
8
300
Tarif Rata2
363
Tarif Min.
219
Tarif Maks.
627
Biaya Operasi Kendaraan (Rp/tahun)
Tarif (Rp/pnp)
Tabel 17: Tarif (Rp/pnp) Bus Sedang No
No Trayek
1
S. 60
Nama Trayek Manggarai – Kampung Melayu
78,484,028
424
2
T. 46
Pulogadung – Kampung Melayu
82,113,188
301
3
T. 54
Kampung Melayu Kincan
83,322,908
473
4
B. 87
Kalideres – Muara Baru
86,548,828
422
5
T. 48
Kampung Rambutan – Pulogebang
93,000,668
478
6
B. 93
Tanah Abang Kalideres
98,444,408
429
7
P. 20
Senen – Lebak Bulus
97,839,548
342
8
T. 502
Kampung Rambutan – Tanah Abang
97,839,548
399
Tarif Rata2
409
Tarif Min.
301
Tarif Maks.
478
Tabel 18: Tarif (Rp/pnp) Mikrolet No
No Trayek
Nama Trayek
Faktor Koreksi Pendapatan
Biaya Operasi Kendaraan (Rp/tahun)
Tarif (Rp/pnp)
1
M. 14
Tanjung Priok – Cilincing
0.46
61,846,933
1132
2
M. 12
Senen – Kota
0.63
64,541,867
1138
3
M. 15
Tanjung Priok – Kota
0.66
71,818,187
1277
4
M. 46
Senen – Pulogadung
0.67
61,173,200
1359
5
M. 20
Pasar Minggu – Ciganjur
0.61
72,626,667
1195
6
M. 37
Senen – Pulogadung
0.79
65,350,347
856
7
M. 36
Pasar Minggu – Depok
0.64
73,974,133
1079
8
M. 30A
Tanjung Priok – Pulogadung
0.53
79,094,507
1313
Vol.1 No.2 Desember 1999
Tarif Rata2
1169
Tarif Min.
856
Tarif Maks.
1359
132
Ofyar Z Tamin, et al
5. KAJIAN DAYA BELI PENUMPANG (‘ABILITY TO PAY’ DAN ‘WILLINGNESS TO PAY’)
Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Pendekatan yang digunakan dalam analisis ATP didasarkan pada alokasi biaya untuk transportasi dan pendapatan yang diterimanya. Dengan kata lain ATP adalah kemampuan masyarakat dalam membayar ongkos perjalanan yang dilakukannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi ATP diantaranya: • Besar Penghasilan • Kebutuhan transportasi • Total biaya transportasi • Intensitas perjalanan • Pengeluaran total per bulan • Jenis kegiatan • Prosentase penghasilan yang digunakan untuk biaya transportasi Sedangkan Willingness To Pay (WTP) adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan angkutan umum tersebut. Dalam permasalahan transportasi. WTP dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: • Produksi jasa angkutan yang disediakan oleh pengusaha • Kualitas dan kuantitas pelayanan yang diberikan pengusaha • Utilitas pengguna terhadap angkutan umum tersebut • Penghasilan pengguna Dalam pelaksanaan untuk menentukan tarif sering terjadi benturan antara besarnya WTP dan ATP, kondisi tersebut selanjutnya disajikan secara ilustratif sebagai berikut:
Biaya per satuan jarak (Rp)
ATP
WTP
Prosentase responden yang mempunyai ATP dan WTP tertentu
Gambar 1: Kurva ATP dan WTP • ATP lebih besar dari WTP Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders. • ATP lebih kecil dari WTP Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi diatas dimana keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar dari pada kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan terjadi bagi pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive
riders.
• ATP sama dengan WTP Kondisi ini menunjukan bahwa antara kemampuan dan keingginan membayar jasa yang dikonsumsi pengguna tersebut sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut. 5.1 Penentuan Tarif Berdasarkan ATP dan WTP Pada prinsipnya penentuan tarif dapat ditinjau dari beberapa aspek utama dalam
Vol.1 No.2 Desember 1999
133
Ofyar Z Tamin, et al
sistem angkutan umum. tersebut adalah: 1. Pengguna (User) 2. Operator 3. Pemerintah (Regulator)
Aspek-aspek
Dalam hal ini pada kondisi tertentu, dimungkinkan perangkapan fungsi operator dan regulator, bila angkutan umum dikelola sendiri oleh pemerintah. Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna dalam hal ini dijadikan subjek yang menentukan nilai tarif yang diberlakukan dengan prinsip sebagai berikut: 1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang diberlakukan, tidak boleh melebihi nilai ATP kelompok masyarakat sasaran. Intervensi atau campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi langsung atau silang, kemudian dibutuhkan pada kondisi dimana nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP, hingga didapat nilai tarif yang sebesarbesarnya sama dengan nilai ATP. 2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, sehingga bila nilai WTP masih berada dibawah ATP maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan tingkat pelayanan angkutan umum. Zone Subsidi agar Tarif yang berlaku Maksimal = ATP Zone Keleluasaan Penentuan Tarif dengan Perbaikan Tingkat Pelayanan
ATP
WTP
Zone Keleluasaan Penentuan Tarif Ideal tanpa Perbaikan Tingkat Pelayanan sampai batas nilai WTP
Nilai Tarif Gambar 2: Ilustrasi Keluasan Penentuan Tarif berdasarkan ATP-WTP Penentuan/penyesuaian tarif dianjurkan sebagai berikut: Vol.1 No.2 Desember 1999
tersebut
1. tidak melebihi nilai ATP 2. berada diantara nilai ATP dan WTP, bila akan dilakukan penyesuaian tingkat pelayanan 3. bila tarif yang diajukan berada dibawah Perhitungan Tarif, namun berada diatas ATP maka selisih tersebut dapat dianggap sebagai beban subsidi yang harus ditanggung regulator (pemerintah) 4. bila perhitungan tarif, pada suatu jenis kendaraan, berada jauh dibawah ATP dan WTP, maka terdapat keleluasaan dalam perhitungan/pengajuan nilai tarif baru, yang selanjutnya dapat dijadikan peluang penerapan subsidi silang, pada jenis kendaraan lain yang kondisi perhitungan tarifnya diatas ATP 5.2 Ability To Pay (ATP) Pengguna Angkutan Umum Untuk dapat mengetahui ATP, variabel sosial-ekonomi yang harus diketahui adalah ongkos perjalanan yang dibayarkan, besarnya penghasilan responden, persentase biaya yang dikeluarkan untuk transportasi dan intensitas perjalanan. Hasil kompilasi dan analisis terhadap data hasil survey ATP adalah: 1. ATP rata-rata per perjalanan untuk kategori pekerja adalah: Pekerja Swasta = Rp 865,00 Pegawai Negeri & TNI/Polisi = Rp 905,00 Buruh, Supir, Petani, Penambang dll. = Rp 773,00 2. ATP rata-rata perperjalanan untuk kategori ibu rumah tangga = Rp 714,00 3. ATP rata-rata per perjalanan untuk kategori pelajar adalah = Rp 635,00 4. ATP rata-rata per perjalanan untuk seluruh kategori adalah = Rp 787,00 Analisis terhadap data tarif ratarata total per perjalanan (gambar 3) menunjukkan bahwa nilai tarif yang diterapkan adalah lebih besar daripada nilai ATP rata-rata. Secara umum hasil analisis tersebut menggambarkan kondisi riil lapangan, dimana ATP setiap kategori adalah 134
Ofyar Z Tamin, et al
bervariasi namun merupakan fungsi yang
berkorelasi
positif
dengan
pendapatan.
100.0% 90.0% 80.0%
Persentase (%
70.0% Tarif rata-rata = Rp 1222,00
60.0%
D ata A T P per kelas tarif A T P respo nden yang tidak bisa m em bayar
50.0% ATP rata-rata = Rp 787,00
40.0%
A T P respo nden yang bisa m em bayar
30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 1 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Tarif (Rp x 100)
Gambar 3: Proposi Ratarata ATP VS Ratarata Tarif per Perjalanan Pendekatan perhitungan dengan memilah data berdasarkan kategori ini dilakukan dengan mengacu pada teori dasar ATP, yang menyatakan bahwa parameter ATP tidak tergantung/merupakan fungsi dari jenis kendaraan. Tetapi untuk keperluan analisis lebih lanjut, perhitungan ATP juga dilakukan berdasarkan jenis kendaraan. Hasil dari perhitungan tersebut adalah: 1. Rata-rata per perjalanan untuk bus patas AC adalah: ATP = Rp 2230,00 Tarif Resmi = Rp 2300,00 2. Rata-rata per perjalanan untuk bus patas nonAC adalah: ATP = Rp 695,00 Tarif Resmi = Rp 700,00 3. Rata-rata per perjalanan untuk bus reguler adalah: ATP = Rp 385,00 Tarif Resmi = Rp 300,00 4. Rata-rata per perjalanan untuk bus sedang adalah: ATP = Rp 471,00 Tarif Resmi = Rp 500,00 5. Rata-rata per perjalanan untuk mikrolet adalah: ATP = Rp 589,00 Tarif Resmi = Rp 1000,00 (tarif terjauh rata-rata)
Vol.1 No.2 Desember 1999
5.3 Willingness To Pay (WTP) Pengguna Angkutan Umum Untuk analisis WTP, variabel yang harus diketahui adalah persepsi pengguna terhadap tarif angkutan umum yang berlaku. Persepsi WTP dipengaruhi oleh jenis kendaraan yang digunakan, sehingga penggolongann atau pengkategorian yang dilakukan juga didasarkan pada jenis kendaraan. Selanjutnya dari hasil kompilasi dan analisis terhadap data hasil survey WTP tersebut, ditemukan beberapa indikasi, antara lain: 1. Rata-rata per perjalanan untuk bus patas AC adalah: WTP = Rp 1967,00 Tarif Resmi = Rp 2300,00 2. Rata-rata per perjalanan untuk bus patas nonAC adalah: WTP = Rp 640,00 Tarif Resmi = Rp 700,00 3. Rata-rata per perjalanan untuk bus reguler adalah: WTP = Rp 358,00 Tarif Resmi = Rp 300,00 4. Rata-rata per perjalanan untuk bus 135
Ofyar Z Tamin, et al
sedang adalah: WTP = Rp 449,00 Tarif Resmi = Rp 500,00 5. Rata-rata per perjalanan untuk mikrolet adalah: WTP = Rp 512,00 Tarif Resmi = Rp 1000,00 (tarif terjauh ratarata) 6. WTP rata-rata per perjalanan kendaraan lain-lain adalah: WTP = Rp 572,00 7. Rata-rata per perjalanan untuk seluruh kategori adalah: WTP = Rp 691,00 Lebih lanjut, grafik kumulatif yang ditampilkan pada setiap ilustrasi tersebut (gambar 4–8), dimaksudkan untuk dapat memberikan gambaran tentang dampak tambahan jumlah (dalam %) pengguna angkutan umum yang akan menolak (bila bergerak ke kanan/menaikkan tarif) atau menerima (bila bergerak kearah kiri/ menurunkan tarif) bila dilakukan penyesuaian tarif. Sebagai contoh bila tarif angkutan bus patas non-AC dinaikkan Rp 300,00 dari tarif saat ini (menjadi Rp 1000,00) maka prosentase pengguna yang WTPnya kemudian lebih rendah dari tarif baru tersebut adalah 96% (atau naik 17%). Atau bila tarif angkutan bus sedang diturunkan Rp 200,00 dari tarif resmi saat ini (atau menjadi Rp 300,00) maka prosentase pengguna yang WTP nya kemudian lebih tinggi dari tarif baru tersebut adalah 75% (atau naik 65%). 6.
KESIMPULAN
Hasil perhitungan tarif angkutan umum di DKI Jakarta berdasarkan pendekatan biaya operasi kendaraan (tarif dari sisi operator) disampaikan pada tabel 19 berikut.
Rekomendasi berdasarkan adalah:
penyesuaian gambar-gambar
tarif tersebut
1. Bus Patas AC Tarif resmi hampir sama dengan ATP, dan WTP berada dibawah tarif resmi, maka tarif tidak dapat dinaikkan. 2. Bus Patas Tarif resmi hampir mendekati ATP, dan hasil perhitungan tarif menunjukkan bahwa tarif yang dibutuhkan operator sebenarnya berada dibawah tarif resmi, dengan demikian tarif tidak perlu dinaikkan. 3. Bus Regular Tarif resmi berada dibawah ATP dan WTP, tetapi hasil perhitungan tarif alternatif 1 dan 2 berada diatas ATP, sehingga tarif masih mungkin dapat dinaikkan sampai batas ATP. 4. Bus Sedang Tarif resmi hampir mendekati ATP, hasil perhitungan tarif alternatif 2 dan 3 berada dibawah WTP, sehingga tarif tidak perlu naik. 5. Mikrolet Tarif resmi berada jauh diatas ATP dan WTP, sedangkan perhitungan tarif alternatif 1 s/d 3 berada diatas tarif resmi. Hal ini disebabkan tarif mikrolet tidak tetap, dalam arti fungsi dari jarak perjalanan penumpang. Sedangkan, ATP dan WTP yang didapat pada penelitian ini bukan merupakan fungsi jarak, sehingga diperlukan analisis lebih lanjut lagi sebelum melakukan penyesuaian tarif untuk mikrolet.
Tarif tersebut kemudian digabungkan dengan hasil analisa ATP dan WTP penumpang angkutan umum di DKI Jakarta (tarif dari sisi pengguna) seperti tampak pada Gambar 4–13. Hasil dari evaluasi tarif dan analisis ATP/WTP, memberikan beberapa alternatif tarif yang dapat direkomendasikan untuk moda-moda angkutan umum di wilayah DKI Jakarta. Vol.1 No.2 Desember 1999
136
Ofyar Z Tamin, et al 100%
100%
100%
90%
90%
90%
80%
80%
80%
50%
Tarif resmi = Rp 2300,00
40%
Median WTP = Rp 610,00
60%
Persentase
Mean WTP = Rp 1915,00
Persentase
= Rp 2245,00
60%
Mean WTP = Rp 640,00
50% 40%
Tarif Resmi = Rp 700,00
40%
29
27
25
23
21
19
17
10%
0%
15
10%
0% 13
20%
9
20%
10%
11
30%
7
30%
5
Mean WTP Rp 358,00
50%
20%
3
Tarif Resmi Rp 300,00
60%
30%
0% 1
Tarif (Rp x 100)
Median WTP Rp 275,00
70%
70%
Median WTP
1
Persentase
70%
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1
15
2
3
4
5
6
jum lah responden perkelas tarif persentase kum ulatifresponden yang m au bayar
8
9
10
11
12
13
14
15
persentase kum ulatifresponden yang tidak m au bayar jum lah responden perkelas tarif
Gambar 4: Proporsi WTP untuk Kategori Bus Patas AC
Kendaraan
persentase kum ulatifresponden yang tidak m au bayar
Gambar 6: Proporsi WTP untuk Kategori Kendaraan Bus Reguler vs Tarif Resmi persentase kum ulatifresponden yang m au bayar
persentase kum ulatifresponden yang m au bayar
100%
90%
90%
Median WTP Rp 430,00
80%
80%
70%
Mean WTP Rp 449,00
70%
60%
Tarif Resmi Rp 500,00
60%
Persentase
Persentase
jum lah responden perkelas tarif
persentase kum ulatifresponden yang tidak m au bayar
Gambar 5: Proporsi WTP untuk Kategori Kendaraan Bus Patas NonAC vs Tarif Resmi
100%
50% 40%
50% 40%
30%
30%
20%
20%
10%
10%
Median WTP = Rp 465,00
Mean WTP
Tarif resmi rata-rata terjauh = Rp 1000,00
= Rp 513,00
0%
0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
1
2
3
4
5
6
jum lah responden perkelas tarif
persentase kum ulatifresponden yang tidak m au bayar
persentase kum ulatifresponden yang m au bayar
Gambar 7: Proporsi WTP untuk Kategori Kendaraan Bus Sedang vs Tarif Resmi
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Tarif (Rp)
Tarif (Rp x 100)
Vol.1 No.2 Desember 1999
7
Tarif (Rp x 100)
Tarif (Rp x 100)
jum lah responden perkelas tarif
persentase kum ulatifresponden yang tidak m au bayar
persentase kum ulatifresponden yang m au bayar
Gambar 8: Proporsi WTP untuk Kategori Kendaraan Mikrolet VS Tarif Resmi
137
Ofyar Z Tamin, et al 2.500
1.050
850
2.450
1.000
800
2.400
950
2.350 2.300 2.250
Tarif Alt. 3 = Rp. 2.360
900
Tarif Resmi = Rp. 2.300
850 800
ATP = Rp. 2.230
2.200
750
2.150
700
2.100
Gambar 9: Evaluasi Tarif Bus Patas AC
650
2.050
600
2.000
550
1.950
WTP = Rp. 1.967
450 Tarif Alt. 2 = Rp. 1.838
400
1.800
700
Tarif Alt. 1 = Rp. 683
600 550
ATP = Rp. 695 Tarif Alt. 1 = Rp. 689
500
WTP = Rp. 640 Tarif Alt. 3 = Rp. 637
400
Tarif Alt. 2 = Rp. 424 ATP = Rp. 365 Tarif Alt. 3 = Rp. 364
450
Tarif WTP = Rp. 358
350 300
Tarif Alt. 2 = Rp. 412
200 150
300
Tarif Resmi = Rp. 300
250
Gambar 11: Evaluasi Tarif Bus Regular
100
1.050
1.200
Tarif Alt. III = Rp. 1169
1.000
1.150
Tarif Alt. I = Rp. 1127
950
1.110
900
1.050
850 800
Gambar 12: Evaluasi Tarif Bus Sedang
750 700 650
1.000
Tarif Alt. 1 = Rp. 579
850 800
550
Tarif ATP = Rp. 471
700
500
Tarif WTP = Rp. 449
650
350 300
Tarif Resmi Terjauh = Rp. 1000
900
Tarif Resmi = Rp. 500
400
Tarif Alt. II = Rp. 1030
950
600
450
Vol.1 No.2 Desember 1999
Tarif Resmi = Rp. 700
350
1.750
750
650
500
1.900 1.850
Gambar 10: Evaluasi Tarif Bus Patas
Tarif Alt. 3 = Rp. 409
750
600 550
Tarif Alt. 2 = Rp. 363
500
Gambar 13: Evaluasi Tarif Mikrolet
Tarif ATP = Rp. 589 Tarif WTP = Rp. 512
450
138
Ofyar Z Tamin, et al
Tabel 19: Rekapitulasi Perhitungan Tarif Tarif No Jenis Angkutan Umum Alternatif 1 (Rp/pnp) 1
Bus Patas AC/RMB
2
Bus Patas
3 4 5
Mikrolet
Tarif Alternatif 2 (Rp/pnp)
Tarif Alternatif 3 (Rp/pnp)
Tarif Dephub (Rp/pnp)
Tarif DLLAJ (Rp/pnp)
Tarif Resmi (Rp/pnp)
1837,23
2359,14
688,08
411,52
636,74
Bus Regular
682,79
423,16
363,28
814,47
504,77
300
Bus Sedang
578,27
362,69
408,75
1028,03
580,30
500
1126,13
1029,67
1168,67
1079,21
1098,67
800
1154,45
2327,60
2300
690,44
700
Catatan : Tarif Alternatif 1 – Metoda Dephub + Penumpang FSTPT Tarif Alternatif 2 – Metoda DLLAJ + Penumpang FSTPT Tarif Alternatif 3 – Metoda FSTPT Tarif Dephub – Tarif alternatif a usulan Dephub Tarif DLLAJ – Tarif usulan DLLAJ
PENGHARGAAN Makalah ini merupakan bagian dari hasil penelitian ‘Evaluasi Tarif Angkutan Umum Dan Analisis Ability To Pay (ATP) dan Willingnes To Pay (WTP) di DKI-Jakarta’ yang didanai oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 1999.
Studi Sistem Pembinaan dan Pemantauan Angkutan Umum di Wilayah DKI Jakarta
DAFTAR RUJUKAN Departemen Perhubungan (1999) Pedoman Penghitungan Tarif Angkutan Umum DLLAJ
DKI-Jakarta (1999) Perhitungan Analsis Tarif Bus Kota
Cara
DLLAJ DKI-Jakarta dan LPM-ITB Studi Sistem Pengelolaan (1998)
Angkutan Umum
DLLAJ DKI-Jakarta dan LPM-ITB (1998) Studi Pembinaan dan Pemantauan
Trayek Angkutan Umum di Wilayah DKI Jakarta DLLAJ DKI-Jakarta dan LPM-ITB Studi Sistem Pengelolaan (1997)
Angkutan Umum
DLLAJ DKI-Jakarta dan LPM-ITB (1996) Studi Pemantauan Perusahaan
Angkutan Umum di DKI Jakarta
DLLAJ DKI-Jakarta dan LP-ITB (1994) Vol.1 No.2 Desember 1999
139