EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI WICARA DALAM MENINGKATKAN PERKEMBANGAN ANAK TERLANTAR DI YAYASAN SAYAP IBU KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN
Di susun oleh : Nama : Sri Rahayu NIM : 105054102085
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009
ABSTRAK Sri Rahayu Evaluasi Pelaksanaan Terapi Wicara Dalam Meningkatkan Perkembangan Anak Terlantar Di Yayasan Sayap Ibu Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Setiap anak mempunyai hak untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Akan tetapi banyak anak yang justru tidak mendapatkan kesempatan itu. Mereka justru dibuang dan ditelantarkan. Kebanyakan dari mereka yang terlantar akan menghadapi keterlambatan perkembangan khususnya dalam hal bicara. Salah satu cara untuk menangani keterlambatan bicara tersebut yaitu dengan melaksanakan program terapi wicara. Dimana anak yang berada di Yayasan tersebut hampir semuanya mengalami kasus keterlambatan bicara. Karena itu Yayasan Sayap Ibu melaksanakan terapi wicara. Skripsi ini bertujuan mengevaluasi pelaksanaan program terapi wicara untuk memperoleh penilaian dari hasil pelaksanaan terapi yang dilakukan oleh Yayasan Sayap Ibu Terhadap peningkatan perkembangan dalam hal keterlambatan bicara bagi anak terlantar. Dan faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung pelaksanaan terapi wicara yang dilaksanakan Yayasan Sayap Ibu dalam penanganan keterlambatan bicara tersebut sebagai usaha untuk meningkatkan perkembangannya. Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tehnik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis melalui observasi, interview atau wawancara dan dokumentasi. Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah evaluasi dengan menggunakan pendekatan model evaluasi CIPP yang telah dikemukakan oleh Daniel L. Stufflebeum yaitu berupa evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Pada skripsi ini Penulis menitik beratkan pada evaluasi proses atau pelaksanaan program terapi wicara tersebut. Dan teori-teori yang digunakan dalam terapi wicara seperti yang dikemukakan oleh Itasari Atitungga dan Ki Pranindyo mengenai cakupan dan ruang lingkup terapi wicara. Hasil penelitian dan analisa yang dilakukan menunjukan bahwa proses terapi wicara yang dilakukan oleh Yayasan Sayap Ibu, sangat besar pengaruhnya dalam membantu anak yang mengalami keterlambatan bicara untuk dapat bersosialisasi dengan teman-temannya dan mengungkapkan setiap keinginan mereka untuk dapat memenuhi setiap kebutuhan mereka baik dalam kegiatan sehari-hari maupun kegiatan disekolah. Termasuk didalamnya faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan terapi wicara ini. Untuk itu disarankan kepada Terapis senantiasa meningkatkan terus program terapi wicara yang sangat bermanfaat bagi perkembangan anak ini dengan mengatur jadwal terapi sesuai dengan kegiatan sekolah anak dan menambah intensitas pertemuan terapi sehingga manfaat yang didapat dari terapi tersebut dapat mudah dan cepat dirasakan oleh anak. Selain itu kerja sama semua pihak terkait sangat diperlukan perlu adanya pertemuan-pertemuan rutin untuk mengevaluasi perkembangan anak dari segala aspek dan situasi anak sehingga kontrol feedback dari semua pihak yang terkait dapat dilakukan.
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ Alhamdulillah tiada kata yang pantas dan patut penulis ucapkan, selain untaian puja dan puji syukur kehadirat allah SWT. Tuhan pencipta alam raya ini beserta isinya. Karena berkat rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam penulis curahkan kepada kekasih-Nya, Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW segenap keluarga, sahabat dan para tabi’in. Dengan ini penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Program Terapi Wicara Dalam Meningkatkan Perkembangan Anak Terlantar Di Yayasan Sayap Ibu Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.” Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Dengan hati yang terbuka dan ketulusan jiwa, penulis menerima kritik, saran dan pendapat yang bersifat kontruktif demi kesempurnaan penelitian ini. Setelah melalui proses yang cukup panjang dengan begitu banyak godaan dan hambatan yang penulis alami. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada Yth :
1. Bapak Drs. Arief Subhan M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta para pembantu Dekan, yang telah membimbing penulis selama penulis melaksanakan studi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini. 2. Bapak Helmi Rustandi, M.Ag dan Bapak Ismet Firdaus, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial, dan juga seluruh staf Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah membantu memperlancar proses penulisan skripsi ini. 3. Ibu Nurhayati Nurbus, Msi. selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan dan mengorbankan waktunya untuk memberikan perhatian, bimbingan, arahan, kritik dan saran yang bermanfaat, serta memberikan motivasi yang besar dalam penulisan skripsi ini. 4. Seluruh Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan dedikasi ilmunya selama penulis menjalani kuliah di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Pimpinan Staf Perpustakaan Utama, Kepustakaan Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam mengadakan study kepustakaan. 6. Pimpinan Yayasan Sayap Ibu beserta seluruh staf, Khususnya Ibu Sri Nooryarini Soeroso, Ibu Bethalitta Hendro, Ibu Zaenab, Ibu Rini HK, Ibu Osa, Ibu Ipung, Mba Miria Sariana Lubis yang telah banyak membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah membalas kebaikannya. 7. Yang terhormat dan tercinta kedua orang tua penulis, Ayahanda Agus Turmudzi
dan
Ibunda
Badriyah
semoga
Allah
SWT
senantiasa
menganugrahkan nikmat dan kemuliaan sebagai balasan atas cinta dan pengorbanan mereka berdua yang diberikan secara ikhlas dan tulus. 8. Kakak dan adik-adik tercinta; kak Iwan, Adinda Eva dan Fita terima kasih kalian telah mendukung dan menjadi penyemangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Sahabat-sahabat yang menjadi tempat saling berbagi; Omy, Nona, Yayah, Eka dan Cernam, terima kasih untuk saran-sarannya serta teman-teman Kessos angkatan 2005 tanpa terkecuali. 10. Special untuk Rendy Praditya sebagai penyemangat yang telah banyak membantu dan selalu bersedia mendengarkan keluh kesah penulis sampai skripsi ini selesai, terima kasih atas kebaikannya. Semoga selalu dalam lindungan Allah swt dan menjadi orang yang sukses sesuai yang dicitacitakan. 11. Terakhir, kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah ikut berpartisipasi membantu dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada kalian, penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, dan semoga semua bentuk perhatian, motivasi dan bantuan mereka mendapatkan imbalan dan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Amin yaa robbalalamin. Jakarta, 9 Desember 2009
Penulis
DAFTAR ISI Hal Halaman Judul Lembar Persetujuan Abstrak Kata Pengantar .............................................................................................. i Daftar Isi ........................................................................................................ iv Daftar Tabel dan Gambar ............................................................................. viii Daftar Istilah .................................................................................................. ix Daftar Singkatan............................................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................. 7 C. Tujuan Penelitian............................................................................ 7 D. Manfaat Penelitian.......................................................................... 8 E. Metodologi Penelitian..................................................................... 8 1. Pendekatan Penelitian ............................................................... 8 2. Jenis Penelitian ......................................................................... 11 3. Tehnik Pengumpulan Data........................................................ 11 4. Sumber Data............................................................................. 12 5. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 12 6. Tehnik Pemilihan Informan ...................................................... 12 7. Tehnik Analisis Data ................................................................ 14 8. Tehnik Penulisan ...................................................................... 15 F. Sistematika penulisan ..................................................................... 15
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Evaluasi 1. Pengertian evaluasi .................................................................. 17 2. Model evaluasi.......................................................................... 19 3. Manfaat dan Kegunaan evaluasi................................................ 21 B. Hakikat Terapi Wicara 1. Pengertian Terapi Wicara.......................................................... 21 a. Keterlambatan Bicara.......................................................... 23 b. Penyebab Keterlambatan Bicara.......................................... 25 2. Tujuan Terapi Wicara. .............................................................. 28 3. Tahapan Terapi Wicara............................................................. 29 4. Media Terapi Wicara ................................................................ 30 C. Perkembangan Anak 1. Pengertian Perkembangan Anak................................................ 30 D. Anak 1. Pengertian Anak Terlantar ........................................................ 33 2. Kriteria Anak Terlantar............................................................. 34 BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA A.
Gambaran Umum Lembaga ........................................................ 35
B.
Sumber Dana ............................................................................... 40
C.
Pelayanan Bidang Panti ............................................................... 41
D.
Pelayanan Bidang Non Panti........................................................ 46
E.
Prioritas ....................................................................................... 48
F.
Kerja Sama .................................................................................. 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A.
Analisis Evaluasi Program ........................................................... 50 a. Latar Belakang Program................................................... 50 b. Sasaran Program .............................................................. 54 c. Tujuan Program ............................................................... 56 d. Tahapan Terapi…………………………………………....58 e. Pelaksanaan Terapi Wicara………………………………..59 f. Evaluasi Pelaksanaan/Proses Program Terapi Wicara.........61
B.
Faktor Pendukung dan Penghambat ............................................. 67 1. Faktor Pendukung .................................................................. 67 2. Faktor Penghambat ................................................................ 69
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 71 B. Saran .............................................................................................. 76 a. Kapada Perawat ....................................................................... 76 b. Kepada Guru............................................................................. 77 c. Kepada Pengurus ...................................................................... 78 Daftar Pustaka ............................................................................................... 79 Lampiran
: A. Struktur Organisasi B. Dokumentasi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Gambar 1.1
: Bagan Model Evaluasi CIPP..................................................10
Tabel 1.1
: Theoritical Sampling ……………………………………….14
Gambar 1.2
: Bagan Tugas pokok Yayasan Sayap Ibu……………………37
Gambar 1.3
: Bagan tentang kedudukan tugas dan fungsi bidang Panti….38
Gambar 1.4
: Bagan Program pendidikan Yayasan Sayap Ibu……………42
Tabel 1.2
: Contoh sample………………………………………………55
DAFTAR ISTILAH
Afasia perkembangan
:
Adalah salah satu bentuk gangguan wicara pada anak yang disebabkan oleh kegagalan perkembangan wicara dan bahasa, tanpa adanya
gangguan pendengaran
maupun
gangguan kecerdasan. Afasia perkembangan terjadi akibat kerusakan pusat wicara di otak.
Secara
gangguan
umum
dalam
hal
afasia
merupakan
pemahaman
dan
pengutaraan bahasa (persepsi dan motorik) baik secara lisan maupun secara tertulis.
Cluttering
:
Gangguan bicara yang ditandai dengan adanya irama sangat cepat sehingga terjadi misartikulasi dan sulit dimengerti.
Disaudia
: Gangguan
bicara/artikulasi
berhubungan
yang
dengan
adanya
kesulitan/gangguan feedback auditory, dapat terjadi karena gangguan pendengaran.
Dislogia
:
Kelainan
berkomunikasi
yang
disertai
kerusakan mental. Rendahnya kecerdasan menyebabkan kesulitan dalam mengamati
serta mengolah dalam pembentukan konsep dan pengertian bahasa.
Disartria
: Kelainan bicara akibat gangguan koordinasi otot-otot organ bicara sehubungan adanya kerusakan/gangguan sistem syaraf pusat maupun perifer.
Disglosia
: Kelainan bicara akibat adanya kelainan bentuk dan/atau struktur organ bicara, khususnya organ artikulator.
Dislalia
: Gangguan
artikulasi
yang
disebabkan
ketaknormalan di luar organ wicara dan bukan dikarenakan kerusakan sistem syaraf pusat maupun perfer dan psikologis tapi merupakan gangguan fungsi artikulasi.
Discourse
:
Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas,
Keterlambatan bicara
:
Istilah
yang
dipergunakan
untuk
mendeskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bahasa pada
bicara
dan
perkembangan
anak-anak,
tanpa disertai
keterlambatan aspek perkembangan lainnya
Kelainan kenyaringan suara : Gangguan produksi suara, sehingga suara itu menjadi tidak nyaring, tidak enak di dengar, tidak menyenangkan, atau pengguanaannya tidak sesuai dengan mekanisme fonasi yang normal. Kelainan nada suara
:
Gangguan suara akibat disfungsi laring atau organ fonasi yang ditandai dengan ketidak seimbangan antara resonansi oral dan nasal, terlalu pelan atau terlalu nyaring sehingga terasa tidak menyenangkan, nada suara terlalu tinggi atau sebaliknya terlalu rendah, tidak sesuai dengan usia dan jenis kelamin, serta struktur kecepannya tidak normal
Morpholog
:
Perubahan pada kata
Metalinguistics
:
Bagaimana cara bekerjanya suatu Bahasa
Palilalia
:
Kecenderungan mengulang kata atau phrase pada waktu mengucapkan kalimat.
Phonology
:
Bahasa bunyi
Pragmatics
:
Bahasa dalam konteks sosial
Redartasi mental
:
Kurangnya
kepandaian
seorang
anak
dibandingkan anak lain seusianya
Stuttering/Gagap
:
Gangguan kelancaran bicara yang berupa adanya
pengulangan,
perpanjangan,
penghentian pada kata dan suku kata.
Semantics
:
Kata, termasuk pengembangan kosa kata
Syntax
:
Kalimat, termasuk tata bahasa;
Terapi wicara
:
Suatu ilmu/kiat yang mempelajari perilaku komunikasi
normal/abnormal
yang
dipergunakan untuk memberikan terapi pada penderita gangguan perilaku komunikasi, yaitu kelainan kemampuan bahasa, bicara, suara, irama/kelancaran, sehingga penderita mampu berinteraksi dengan lingkungan secara wajar.
DAFTAR SINGKATAN
1. UDHR
: Universal Declaration of Human Right
2. ICPR
: Internasional on Civil and Political Right
3. YSI
: Yayasan Sayap Ibu
4. DNIKS
: Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial
5. BKKKS
: Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial
6. TBS
: Taman Balita Sejahtera
7. BPA
: Badan Pengangkatan Anak
8. PMKS
: Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
9. CIPP
: Conteks, Input, Proses, Produk
10. POA
: Point of Articulation
11. MOA
: Manner Of Articulation
12. UUPA
: Undang-undang Perlindungan Anak
BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG MASALAH Anak sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan mahluk sosial, sejak
dalam kandungan sampai melahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”, demikian bunyi Pasal 34 UUD 1945. Pasal ini merupakan hak konstitusional bagi jutaan warga miskin dan anak terlantar se-Indonesia. Dalam konteks itu anak adalah subyek hak asasi yang seharusnya dijamin pemenuhannya oleh Negara. Pasal tersebut diatas sejalan dengan semangat dari Konvensi Hak Anak yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mengenai hak anak, secara umum berbagai negara saat ini berpegang pada apa yang telah digariskan oleh PBB. Diantaranya yang telah disebutkan dalam piagam PBB (Universal Declaration of Human Rights) adalah mengenai hak asasi anak yang dirinci sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, berdasarkan perkembangan fisik dan mentalnya. Hak anak-anak ini terutama adalah hak memperoleh air susu ibu, kasih sayang orang tua dan orang dewasa dalam segala bentuk disamping hak untuk bermain dengan atau tanpa menggunakan alat main yang bukan saja harus aman secara fisik dan biologis, tetapi juga psikologisnya. Bagi kaum muslimin, mereka tentu saja harus memperhatikan bagaimana Islam memecahkan persoalan anak ini. Islam telah menetapkan syariat yang
sempurna tentang anak-anak, sejak ia dilahirkan, bahkan sebelum dilahirkan ke dunia dan sebelum diletakkan ke dalam rahim ibu. Hak-hak ini menyangkut pengasuhan, perhatian, etika dan pendidikan. Hak-hak ini harus dipenuhi oleh setiap orang yang memegang tanggung jawab baik keluarga, masyarakat maupun negara.1 Allah SWT telah berfirman dalam QS.Al Baqarah / 233 :
ِﻟﹸﻮﺩﻮﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻤﻋﺔﹶﻗﻠﻰ ﻭﺎﻋﺿ ﺍﻟﺮﺘِﻢ ﺃﹶ ﹾﻥ ﻳﺍﺩ ﺍﹶﺭﻦﻦِ ﻟِﻤﻦِ ﻛﹶﺎﻣِﻠﹶﻴﻟﹶﻴﻮ ﺣﻦﻫﻟﹶﺎﺩ ﺃﹶﻭﻦﺿِﻌﺮ ﻳﺍﺕﺍﻟِﺪﺍﻟﹾﻮﻭ ……...
ِﻭﻑﺮﻌ ﺑِﺎﻟﹾﻤﻦﻬﺗﻮﻛِﺴ ﻭﻦﻗﹸﻬ ﺭِﺯﻟﹶﻪ
ﻗﻠﻰ
“Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” Rasulullah SAW bersabda: “Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah mereka dengan baik, karena sesungguhnya anak-anak kalian adalah hadiah untuk kalian.” (Diriwayatkan Ibu Majah dengan sanad yang dha’if).2 Anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah kepada umatnya. Dijelaskan pada ayat tersebut terdapat perintah melindungi seorang anak. Dengan demikian maka ayat diatas menjadi dalil tentang kewajiban orang tua untuk merawat, membimbing dan membina anak dengan sebaik-baiknya serta menjauhkan daripada kerusakan dan keburukan, Karena dengan keadaan apapun 1
http://www.angelfire.com/md/alihsas/lingkungan.html. Lingkungan Merampas Hak Anak, Oleh:Nafiisah N Ridwan. Update : 12 Des 2009. 2 http://www.angelfire.com/md/alihsas/lingkungan.html. Lingkungan Merampas Hak Anak, Oleh:Nafiisah N Ridwan. Update : 12 Des 2009.
dan dalih atau alasan apapun itu, al-qur’an tidak membenarkan orang tua membunuh anaknya secara fisik, maupun secara mental karena seorang anak sepatutnya dilindungi dan dipelihara. Sebagai aset generasi mendatang yang sangat berharga, bisa dikatakan bahwa baik buruknya hari depan sebuah bangsa ditentukan oleh tangan-tangan pengembannya. Dalam hal ini ditangan anaklah tergenggam masa depan umat. Wajar bila setiap manusia dewasa yang menyadari masalah ini mempersiapkan strategi pendidikan yang baik untuk anak-anak. Tidak hanya itu, proses tumbuh kembang pun sangat diperhatikan dalam rangka mengarahkan dan membimbing mereka menuju tujuan yang diinginkan. Sehingga perhatian terhadap hak-hak anak menjadi suatu keharusan untuk mewujudkan cita-cita ini, yaitu membentuk generasi masa depan yang berkualitas. Akan tetapi banyak dari mereka yang justru tidak bisa merasakan perhatian yang seharusnya mereka dapatkan, banyak dari mereka yang terlantar. Masalah keterlantaran yang dialami oleh bayi dan anak–anak semakin meningkat. Jumlah anak terlantar menurut Susenas tahun 2000 mencatat bahwa jumlah anak terlantar usia 6-18 tahun mencapai 3.156.365 anak atau 5,4% dari jumlah anak Indonesia, yang terbagi di pedesaan sebanyak 2.614.947 dan diperkotaan sebanyak 541.415 anak (BPS, 2000), sedangkan pada tahun 2004 jumlah anak terlantar meningkat menjadi 3.308.642 anak (Depsos, 2004). Selanjutnya, data balita terlantar usia 0-5 tahun menurut sensus penduduk tahun 2000 meliputi 28.544.797 anak, dengan perincian di pedesaan 17.117.934 anak dan diperkotaan
sebanyak 11.426.863 anak (BPS, 2000). Tahun 2004 jumlah balita terlantar yang terdata Depsos sebanyak 1.138.126 anak.3 Keterlantaran terjadi karena kelalaian dan atau ketidakmampuan orang tua dan atau keluarga dalam melaksanakan kewajibannya, sehingga kebutuhan jasmaniah dan rohaniah maupun sosial mereka tidak terpenuhi secara wajar. Masalah keterlantaran semakin nampak dalam situasi terbatasnya / minimnya ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh keluarga dan masyarakat untuk mengatasi permasalahan sosial. Penelantaran anak dipengaruhi oleh adanya berbagai masalah di lingkungan sosial suatu masyarakat tertentu. Masalah ketidaklayakan perlakuan terhadap anak berkaitan dengan karakter individu yang bersangkutan dengan kondisi keluarga, kondisi lingkungan hidup masyarakat, khususnya di wilayah kehidupan bertetangga, dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.4 Penelantaran anak (neglected children) merupakan salah satu bentuk ketidaklayakan perlakuan terhadap anak. Bentuk-bentuk ketidaklayakan perlakuan terhadap anak adalah pelecehan fisik, penelantaran, pelecehan seksual, dan ketidaklayakan pembinaan hubungan emosional. Semua itu melibatkan tindakan menyakiti anak secara fisik maupun emosional, eksploitasi anak, dan menempatkan anak dalam situasi yang mengancam kesejahteraan anak. Deprivasi (keterasingan) pendidikan merupakan salah satu bentuk penelantaran anak. Orang tua yang tidak memberikan peluang pendidikan yang layak bagi anak-anaknya
3
www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1101/Kriteria data dan kriteria PMKS. Update: 14 Juni 2009 4 http://beenett.blogspot.com/2008/10/tinjauan-psikologis-terhadap-anak-anak.html. update: 14 Juni 2009
berarti menelantarkan anak-anak mereka untuk memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang secara baik. Lingkungan sosial yang tidak memberikan fasilitas pendidikan yang baik bagi anak-anak juga berarti menelantarkan anak-anak.5 Pada dasarnya anak-anak membutuhkan banyak hal seperti makanan dan minuman yang bergizi, pendidikan yang baik, dan tentu saja kasih sayang. Namun dalam beberapa hal dan situasi, anak-anak tersebut sering kali tidak mendapatkan semuanya itu. Semakin lama anak-anak mengalami penelantaran, maka semakin besar beban psikologis yang mereka hadapi. Anak-anak yang mengalami penelantaran akan cenderung menunjukkan gangguan perkembangan khususnya gangguan kominikasi yaitu keterlambatan bicara dan bahasa. Dimana Gangguan berbicara dan berbahasa dapat mempengaruhi anak dalam berkomunikasi dengan orang lain, dalam proses memahami atau menganalisa informasi. Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan sangat penting yang dibutuhkan dalam perkembangan anak, khususnya mempengaruhi perkembangan belajar dan perkembangan kognisinya. Membaca, menulis, bahasa tubuh, mendengarkan dan berbicara, semuanya merupakan bentuk berbahasa, sebuah simbol/kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan pendapat dan pikiran. Oleh karena itu, salah satu kunci untuk mangatasi masalah penelantaran anak dan perkembangannya adalah dengan menyediakan berbagai fasilitas sosial penanganan dan pemeliharaan anak-anak terlantar yang mendukung program perkembangan anak salah satunya program terapi wicara yang dilaksanakan 5
http://beenett.blogspot.com/2008/10/tinjauan-psikologis-terhadap-anak-anak.html. update: 14 Juni 2009
sebagai upaya untuk menangani masalah keterlambatan bicara bagi anak yang mengalami keterlantaran. Untuk mendukung upaya tersebut, keterlibatan masyarakat secara menyeluruh merupakan hal yang penting. Masyarakat bekerja sama dengan instasi pemerintah maupun swasta harus meningkatkan layanan sosial yang dapat mengatasi setiap gangguan-gangguan perkembangan yang dialami anak. Serta memenuhi setiap kebutuhan anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Salah satu bentuk dukungan masyarakat yaitu pada tanggal 30 September 1955, didirikanlah suatu wadah untuk membantu anak-anak tersebut, bernama Yayasan Sayap Ibu. Untuk mengemban misi ini, tidaklah mudah. Yayasan Sayap Ibu sempat dibubarkan beberapa saat (tahun 1968) karena kesulitan keuangan. Namun berkat perjuangan beberapa ibu, terutama Ibu Nasution akhirnya Yayasan Sayap Ibu dapat berjalan kembali, Bahkan mengalami perkembangan yang cukup mengembirakan. Saat ini Yayasan Sayap Ibu telah menjadi anggota Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS). Dua cabangnya di Jakarta dan Yogyakarta merupakan Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS). Dalam perkembangannya, Yayasan Sayap Ibu melaksanakan program Terapi Wicara bagi anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam hal keterlambatan bicara (Delay speech).6
6
Rahayu, Sri. Laporan Praktikum II, di Yayasan Sayap Ibu, Tidak dipublikasikan.
B. BATASAN MASALAH DAN PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis membatasi masalah untuk meneliti mengenai “Evaluasi Pelaksanaan Program Terapi Wicara Dalam Meningkatkan Tumbuh Kembang Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Kebayoran Baru, Jakarta Selatan”. Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah pokok sebagai berikut : 1. Bagaimana
pelaksanaan
program
terapi
wicara
sebagai
upaya
meningkatkan tumbuh kembang bagi anak-anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ? 2. Bagaimana hasil evaluasi pelaksanaan program terapi wicara dan apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Terapi Wicara bagi anak-anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Kebayoran Baru, Jakarta Selatan? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Menggambarkan pelaksanaan terapi wicara serta sejauh mana kaitannya dengan upaya meningkatkan tumbuh kembang bagi anak-anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu. 2. Menggambarkan hasil evaluasi pelaksanaan dan faktor-faktor menjadi pendukung dan penghambat pelaksanaan terapi wicara bagi anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu.
D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Menambah informasi bagi pengembangan ilmu kesejahteraan sosial khususnya mengenai penanganan anak terlantar dan wawasan baru bagi seluruh mahasiswa/mahasiswi yang tertarik terhadap permasalahan anak dan sebagai tambahan bahan bacaan bagi yang berminat membahas keterlambatan bicara pada anak. 2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi universitas khususnya jurusan bahwasanya skripsi ini bisa menjadi salah satu studi kasus dalam mata kuliah pelayanan perempuan dan masalah anak, sehingga dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi kompetensi pekerja sosial di bidang pelayanan sosial khususnya bagi penanganan anak terlantar. 3. Merupakan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya penelitian terapan yang berkaitan dengan terapi wicara bagi anak-anak yang memiliki keterlambatan bicara. 4. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengurus Yayasan Sayap Ibu dalam rangka
meningkatkan
kualitas
pelayanan
sosial
sehingga
dapat
meningkatkan kesejahteraan dan pengembangan potensi anak asuhnya. E. METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Metode penelitian adalah cara untuk mencapai suatu maksud, sehubungan dengan upaya tertentu, maka metode menyangkut masalah kerja, yaitu cara kerja untuk mendapatkan informasi atau fakta terhadap suatu masalah yang dihadapi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasiinformasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.7 Sedangkan menurut Bodgan dan Tailor dalam bukunya mendefinisikan tentang metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Moleong, penelitian kualitatif mempunyai karakteristik yang penting antara lain: berada pada latar alamiah (konteks dari suatu keutuhan/entry), memandang manusia (peneliti) sebagai alat atau instrumen penelitian, analisa data bersifat induktif, dan menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data, lebih mementingkan proses dari pada hasil. 8 Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini mengambil bentuk studi kasus. Menurut Neuman, studi kasus adalah penelitian tentang kekhasan-kekhasan sebagian kecil kasus dalam satu durasi waktu.9 Dalam penelitian untuk keilmuan
7
Nawawi Hadari. Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992), h. 209 8 Moleong, Lexy J. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001) h. 3 9 Neuman, L.W.(1997). Social research method: qualitative and quantitative approach. Boston : Allyn Bacon
kesejahtraan sosial dikenal dengan metode Context, Input, Process, Product (CIPP). Metode CIPP adalah salah satu metode evaluasi yang terdiri dari evaluasi konteks, Input, Proses dan Produk yang terangkai dalam gambar 1.1 :
Gambar 1.1 Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian pada metode penelitian dari metode CIPP dengan memfokuskan penjelasan pada evaluasi proses yaitu melihat pada kegiatan selama implementasi, bertindak untuk memperbaiki kualitas proses dari program yang berjalan, serta memberikan informasi sebagai alat untuk menilai apakah sebuah program relatif sukses atau gagal. Dan studi kasus ini mengambil lokasi di Yayasan Sayap Ibu Alasan pemilihan lokasi penelitian di Yayasan Sayap Ibu adalah bahwa hampir semua anak terlantar yang dirawat di Yayasan tersebut mengalami keterlambatan bicara. Dan disamping itu Yayasan ini sudah melaksanakan program terapi wicara.
2. Jenis penelitian Jenis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu data-data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang dapat diamati. Tujuan dari data deskriptif ini adalah untuk membuat suatu gambaran sistematis, faktual dan akurat tentang fenomena-fenomena yang diselidiki dalam penelitian. 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan dilaksanakan adalah melalui: a. Observasi, yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung dalam pelaksanaan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di Yayasan tersebut dan menjadi pendamping untuk klien tersebut. b. Interview atau wawancara yang dilakukan oleh penulis untuk memperoleh data dari berbagai narasumber. Pencarian data dengan metode ini sangatlah penting karena peneliti akan mendapat informasi mengenai faktor penghambat dan pendukung dalam menangani klien. Serta keberhasilan klien dalam keberfungsian sosial di dalam masyarakat. c. Dokumentasi, yaitu peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti bukubuku, brosur, foto-foto dan lain sebagainya.
4. Sumber Data a. Data Primer yaitu Data-data yang diperoleh dari sumber utama (Yayasan Sayap Ibu, Terapis dan Pengurus Yayasan Sayap Ibu) b. Data Sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari literatur yang berhubungan dengan tulisan ini. 5. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Yayasan Sayap Ibu jl.Barito II Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sedangkan waktu penelitiannya selama 4 bulan, terhitung mulai dari bulan Maret sampai Juli 2009. 6. Tehnik Pemilihan Informan Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berupaya memperoleh informasi tentang pelaksanaan program terapi wicara dan faktor pendukung serta penghambat program tersebut maka dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling.10 Dimana setiap populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih, tidak representatif, dan tidak membolehkan peneliti membuat generalisasi hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif, besarnya sampel tidak menjadi persoalan utama, yang penting adalah kelengkapan data dan sumber informasi sesuai tujuan penelitian, sumber informasi tersebut disebut informan. Moleong
mengemukakan
bahwa
informan
adalah
orang
yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
10
Alston, Margareth.,& Bowles, Wendy. (1988). Research for social worker: an introduction to methods. Canberra: Allen and Unwin Pty Ltd.
penelitian.11 Sementara Taylor dan Grinnel mengatakan bahwa informan yang baik adalah mereka yang memahami latar penelitian, terlibat secara aktif didalamnya, bersedia membantu, dapat meluangkan waktunya, dan memberikan tanggapan berdasarkan perspektif masing-masing. Sesuai dengan tujuan penelitian (yang bersifat khusus informasinya) maka informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : 1. Proses
pelaksanaan
program
terapi
wicara
terhadap
peningkatan
perkembangan anak yang mengalami keterlambatan bicara. Informasi tersebut akan diperoleh dari informan Pengurus, Terapi dan Anak / Klien. 2. Evaluasi pelaksanaan program terapi wicara menyangkut keseluruhan pelaksanaan program terapi dalam meningkatkan perkembangan anak. Informasi tersebut dapat diperoleh dari informan Pengurus sebagai pihak yang mengawasi berjalannya pelaksanaan program, Terapis sebagai pihak yang menjalani program terapi tersebut, Guru sebagai mediator dalam memberikan informasi perkembangan anak disekolah kepada Terapis. Dan anak sebagai objek kegiatan terapi tersebut. 3. Faktor penghambat dan pendukung program terapi wicara dapat diperoleh dari informan yang sama dalam proses evaluasi pelaksanaan program terapi wicara tersebut. Untuk lebih jelasnya tabel 1.1 menyajikan informasi dan informan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
11
Moleong, Lexy J. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001) h. 90
Tabel 1. Theoritical Sampling No Pertanyaaan 1 Pelaksanaan Terapi Wicara
1. 2. 3.
Informan Pengurus Terapis Anak / Klien
Jml 1 1 2
2
Evaluasi Pelaksanaan Program Terapi Wicara
1. 2. 3. 4.
Pengurus Terapis Anak / klien Guru
1 1 2 1
3
Faktor Penghambat Pendukung
1. 2. 3. 4.
Pengurus Terapis Anak / klien Guru
1 1 2 1
dan
7. Teknik Analisis data Analisis data dalam penelitian kualitatif secara teoritis merupakan proses penyusunan data untuk memudahkan penafsirannya. Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif biasanya berbentuk data deskriptif, yaitu data yang berbentuk uraian yang memaparkan keadaan obyek yang diteliti berdasarkan fakta-fakta aktual atau sesuai kenyataannya sehingga menuntut penafsiran peneliti yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. Yang diteliti dan dipelajari adalah obyek penelitian yang utuh. Pengolahan data dilakukan berdasarkan pada setiap perolehan data dari hasil observasi, wawancara dengan tiap-tiap informan dan studi dokumentasi untuk direduksi, dideskripsikan, dianalisis, dan kemudian ditafsirkan. Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan pada upaya menggali fakta
sebagaimana adanya (natural setting), dengan teknik analisis pendalaman kajian (verstehen). Untuk memberikan gambaran data tentang hasil penelitian. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyajikan data deskriptif mengenai pelaksanaan program terapi wicara dengan menggunakan metode evaluasi CIPP yang difokuskan pada evaluasi pelaksanaan program terapi wicara. 8. Teknik penulisan Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “pedoman penulisan karya ilmiah skripsi, tesis, dan disertasi”, yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press Tahun 2007. G. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis menyusun kedalam lima bab. Dimana setiap bab terdiri dari sub-sub bab tersendiri. Agar pembaca dapat memahami uraian selanjutnya, maka Penulis mensistematisasikan pembahasan yang akan ditulis kedalam bab-bab sebagai berikut : BAB I.
Pendahuluan, memuat: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II.
Tinjauan Teoritis, merupakan paparan dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian meliputi pembahasan mengenai keterlantaran yang dialami anak-anak di Yayasan Sayap Ibu, akibatnya anak-anak mengalami keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa karenanya untuk menangani masalah tersebut Yayasan Sayap Ibu mengadakan program terapi wicara.
BAB III.
Gambaran Umum Lokasi penelitian, bagian ini menggambarkan secara umum tentang Yayasan Sayap Ibu yang dijadikan sebagai tempat penelitian, meliputi : Sejarah singkat, Visi dan Misi, Fungsi Yayasan Sayap Ibu, Waktu pelaksanaan Kegiatan, Struktur Organisasi, Program dan Layanan.
BAB IV.
Hasil Penelitian, sesuai permasalahan dan tujuan penelitian diuraikan tentang hasil penelitian dalam bentuk deskriptif, termasuk data-data faktual dan studi dokumentasi dengan menjelaskan latar belakang pelaksanaan terapi wicara yang berada di Yayasan Sayap Ibu. Analisis hasil penelitian, yang merupakan analisa hasil penelitian tentang pelaksanaan terapi wicara dan faktor penghambat dan pendukung dari terapi wicara tersebut. Sebagai analisa adalah konsep-konsep dan kerangka pemikiran yang ada di bab dua.
BAB V.
Penutup. yang memuat, Kesimpulan yang berisikan penilaian dari hasil evaluasi pelaksanaan program sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian. Terakhir dikemukakan beberapa saran yang terkait dengan permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan Terapi wicara khususnya mengenai faktor-faktor penghambat dilapangan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS Bab ini akan membahas mengenai evaluasi pelaksanaan terapi wicara yang menjadi pembahasan penting dimana didalamnya meliputi: evaluasi dibagi kedalam beberapa pembahasan: Pengertian evaluasi, model evaluasi, manfaat dan kegunaan evaluasi. Terapi wicara dibagi menjadi dua pembahasan yaitu: Pengertian Terapi Wicara, Tujuan Terapi Wicara, Tahapan Terapi wicara dan Media Terapi Wicara. Perkembangan anak menjelaskan mengenai pengertian perkembangan anak. Anak Terlantar dibagi kedalam dua pembahasan yaitu: pengertian anak terlantar, dan kriteria anak terlantar. A. Evaluasi a.1. Pengertian Evaluasi Menurut bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris “Evaluation”, yang berarti penilaian/penaksiran. Dan menurut pengertian istilah, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.12 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Evaluasi diartikan dengan penilaian.13 Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu program. Dengan demikian, penelitian evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat efektifitas pelaksanaan program
12
M. Chatib Toha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Rajawali Press,1991), Cet.Ke-
1, h.1 13
Tim Penyusun, Kamus besar bahasa Indonesia, Edisi ke-2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet Ke-4
17
dengan cara mengukur hal-hal yang berkaitan dengan keterlaksanaan program tersebut.14 Pius A. Partanto dan Al-Barry dalam kamus ilmiah populer mengartikan bahwa evaluasi secara etimologi adalah panaksiran, penilaian, perkiraan keadaan dan penentu nilai.15 Sedangkan menurut terminology pengertian Evaluasi menurut Casley dan Kumar adalah suatu penilaian berkala terhadap relevansi, kinerja, efesiensi dan dampak suatu proyek dikaitkan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, sementara Fink dan Kocekoff memberikan definisi evaluasi adalah merupakan serangkaian prosedur untuk menilai mutu sebuah program.16 Tetapi pada dasarnya evaluasi dibutuhkan dalam setiap program untuk mengetahui keberhasilan dan kemajuannya serta sasaran apakah yang sudah tercapai atau belum dan hasilnya nanti diperbaiki menjadi lebih baik pada program selanjutnya. Kemudian Stufflebeam juga membedakan Proaktictive Evaluation untuk melayani pemegang keputusan, dan Retroactive Evaluation untuk keperluan pertanggung jawaban. Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif, yaitu evaluasi yang dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk dan sebagainya). Fungsi Sumatif, yaitu Evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi,
14
Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, (Jakarta : PT Bina Aksara, 1998), Cet. Ke-1, h.8 15 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry. Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka.1994).h.163 16 Fredy S. Nggao, Evaluasi Program (Jakarta Nuansa Madani; 2003), h. 15
kebutuhan suatu program perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.17 Dengan demikian dapat disimpulkan evaluasi program merupakan proses pemeriksaan dan penilaian sebuah program untuk mengetahui efektifitas masingmasing komponennya melalui rangkaian informasi yang diperoleh evaluator yang hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program perbaikan
program,
pertanggungjawaban,
seleksi,
motivasi,
menambah
pengetahuan dan informasi. a.2. Model Evaluasi Program Ada berbagai macam model-model evaluasi program, model-model tersebut merupakan alternatif-alternatif yang dipilih oleh evaluator sesuai dengan masalah dan tujuan evaluasi, salah satu diantaranya yaitu model evaluasi seperti yang dikemukakan oleh Pietrzak, Ramler, Renner, Ford dan Gilbert guna mengawasi suatu program secara lebih seksama yaitu : evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi hasil.18 Dengan pengertian dibawah ini : a. Evaluasi Input Evaluasi ini dilakukan pada berbagai unsur yang masuk dalam pelaksanaan suatu program. Setidaknya ada tiga variabel utama yang terkait dengan evaluasi input ini yaitu : klien, staf dan program.
17
Frida Yusuf Tayibnasib, Evaluasi Program,(Jakarta: Rineka Cipta), h. 4 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis) Edisi Revisi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI,2003),h. 18
b. Evaluasi Proses Evaluasi proses menurut Pietrzek (1990) memfokuskan diri pada aktifitas program yang melibatkan interaksi langsung antara klien dengan staf terdepan (line staff) yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan (objektif) program. c. Evaluasi Hasil Evaluasi hasil menurut Piertzek, diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak (overall
impact)
dari suatu
program terhadap
penerimaan
layanan
(recipient).19 Berdasarkan penjelasan tersebut dalam konteks ini penulis akan menggunakan pendekatan model evaluasi CIPP yang telah dikemukakan oleh Daniel L. Stufflebeam yaitu berupa evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Dalam hal ini penulis akan memfokuskan penjelasan pada evaluasi pelaksanaan / proses. Berikut penjelasannya : Evaluasi proses memfokuskan diri pada penilaian dinamika internal dan pengoperasian program. Dalam evaluasi ini yang dinilai adalah perjalanan operasi lembaga dan kualitas layanan yang diberikan. Aktivitas program yang dinilai mencakup interaksi langsung antara klien dengan staf ‘terdepan’ (line staff) dan yang terkait langsung dengan pencapaian tujuan
progam. Evaluasi proses
berupaya menganalisa dan menilai keseluruhan proses berdasarkan kriteria yang relevan seperti: ‘standar praktek terbaik’ (best practice standard), kebijakan lembaga, tujuan proses (proses goals) dan kepuasan klien.
19
Isbandi Rukminto, Ibid, h,189
Beberapa pertanyaan yang ada dalam evaluasi proses yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Suharsini Arikunto dalam bukunya “evaluasi program pendidikan” diantaranya adalah20 : 1. Apakah pelaksanaan program tersebut sudah sesuai dengan jadwal ? 2. Apakah staff yang terlibat didalam pelaksanaan program sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan jika program itu dilanjutkan? 3. Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal? 4. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika program itu dilanjutkan? a.3. Manfaat dan kegunaan Evaluasi Feurstein menyatakan ada 10 manfaat dan keguanaan evaluasi yaitu :
a. Pencapaian, guna apa yang sudah dicapai b. Mengukur kemajuan, Melihat kemajuan dikaitkan dengan objek program c. Meningkatkan pemantauan. Agar tercapai manajemen yang lebih baik d. Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan. Agar dapat memperkuat program itu sendiri. e. Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif. Guna melihat perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapakan suatu program. f. Biaya dan manfaat (cost benefit) melihat apakah biaya yang dikeluarkan cukup masuk akal (reasonable). 20
h. 47
Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008),
g. Mengumpulkan informasi. Guna merencanakan dan mengelola kegiatan program secara lebih baik. h. Berbagi pengalaman. Guna melindungi pihak lain terjebak dalam kesalahan yang sama, atau untuk mengajak seseorang untuk ikut melaksanakan metode yang serupa bila metode yang dijalankan telah berhasil dengan baik. i.
Meningkatkan keefektifan. Agar dapat memberikan dampak yang lebih luas.
j.
Memungkinkan terciptanya perencanaan yang lebih baik. Karena memeberikan kesempatan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, komunitas fungsional dan komunitas lokal.
B. Hakikat Terapi Wicara b.1. Pengertian Terapi Wicara Terapi wicara adalah suatu ilmu/kiat yang mempelajari perilaku komunikasi normal/abnormal yang dipergunakan untuk memberikan terapi pada penderita gangguan perilaku komunikasi dalam hal gangguan keterlambatan bicara, yaitu kelainan kemampuan bahasa, bicara, suara, irama/kelancaran, sehingga penderita tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan secara wajar. 21
21
http://www.hsdc.org/You/Speech/speechtherapy.htm, update 12 Oktober 2009.
a. Keterlambatan Bicara
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Gangguan keterlambatan bicara adalah istilah yang dipergunakan untuk mendeskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bicara dan perkembangan bahasa pada anak-anak, tanpa disertai keterlambatan aspek perkembangan lainnya. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah. Tidak hanya itu tentu saja anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya selain tidak mendapatkan kasih sayang juga akan mengalami keterlambatan tumbuh dan kembang salah satunya terlambat bicara. Ada perbedaan antara bicara dan bahasa. Bicara adalah pengucapan, yang menunjukkan keterampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja dapat mengucapkan suatu kata dengan jelas tetapi ia tidak dapat menyusun dua kata dengan baik. Sebaliknya, ucapan seorang anak mungkin sedikit sulit untuk dimengerti, tetapi ia dapat menyusun kata-kata yang benar
untuk menyatakan keinginannya. Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih.22 Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran berbicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan katakata, biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme oralmotor dalam fungsinya untuk bicara dan makan.23 Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu sehingga menimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.24 Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk katakata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti katakata sehingga pembicaraan tidak dapat
22
dokteranakku.com.oleh : Dr. Irwan Effendi judul “Gangguan Bicara dan Bahasa” Update 12 februari 2010 23 Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997 ; 90919 24 Markum, AH. Gangguan perkembangan berbahasa. Dalam : Markum, Ismael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991; 5669
berlangsung dengan baik. Anak-anak dengan afasia didapat memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan memiliki onset setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain (sebagai contohnya kejang).25 Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik, bisa terjadi spasme tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir, dan laring. Terdapat kecenderungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.26 Stimulasi yaitu kegiatan merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan yang dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengasuh, maupun orang-orang terdekat dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan gangguan yang menetap. b. Penyebab Keterlambatan Bicara 1. Lingkungan sosial dan emosional anak.27 Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak, termasuk lingkungan keluarga. Misalnya, 25
Kaplan, Harold I. Gangguan komunikasi. Dalam : I Made Wiguna, editor. Sinopsis psikiatri Bina Rupa Aksara, 1997 ; 76682 26 Virginia W, Meredith G, Dalam : Adam, boeis highler. Gangguan bicara dan bahasa. Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok. Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997 ; 397410. 27 Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang anak. Jakarta : EGC, 1995 ; 237-400
gagap dapat disebabkan oleh kekhawatiran dan perhatian orang tua yang berlebihan pada saat anak mulai belajar bicara, tekanan emosi pada usia yang sangat muda sekali, dan dapat juga sebagai suatu respon terhadap konflik dan rasa takut. Sebaliknya, gagap juga dapat menimbulkan problem emosional pada anak. 2. Sistem masukan / input.28 Gangguan
pada
sistem
pendengaran,
penglihatan,
dan
defisit
taktilkinestetik dapat menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak. Dalam perkembangan bicara, pendengaran merupakan alat yang sangat penting. Anak seharusnya sudah dapat mengenali bunyi-bunyian sebelum belajar bicara. Anak dengan otitis media kronis dengan penurunan daya pendengaran akan mengalami keterlambatan kemampuan menerima atau mengungkapkan bahasa. 3. Sistem pusat bicara dan bahasa.29 Kelainan pada susunan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman, interpretasi, formulasi, dan perencanaan bahasa, juga aktivitas dan kemampuan intelektual dari anak. Dalam hal ini, terdapat defisit kemampuan otak untuk memproses informasi yang komplek secara cepat. Kerusakan area Wernicke pada hemisfer dominan girus temporalis superior seseorang akan menyebabkan hilangnya seluruh fungsi intelektual yang berhubungan dengan bahasa atau simbol verbal, yang disebut dengan afasia Wernicke. Penderita mampu mengerti katakata yang dituliskan atau didengar, namun tak mampu menginterpretasikan pikiran yang diekspresikan. Apabila lesi pada area Wernicke ini meluas dan 28
Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang anak. Jakarta : EGC, 1995 ; 237-400 29 Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang anak. Jakarta : EGC, 1995 ; 237-400
menyebar ke belakang (regio girus angular), ke inferior (area bawah lobus temporalis), dan ke superior (tepi superior fisura sylvian), maka penderita tampak seperti benar-benar terbelakang total untuk mengerti bahasa dan berkomunikasi, disebut dengan afasia global. Bila
lesi
tidak
begitu
parah,
maka
penderita
masih
mampu
memformulasikan pikirannya namun tidak mampu menyusun katakata yang sesuai secara berurutan dan bersamasama untuk mengekspresikan pikirannya. Kerusakan pada area bicara broca yang terletak di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks menyebabkan penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya dan mampu bervokalisasi namun tak mampu mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Kelainan ini disebut afasia motorik, kira-kira 95% kelainannya di hemisfer kiri. Regio fasial dan laringeal korteks motorik berfungsi mengaktifkan gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan sebagainya, yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan perubahan intensitas yang cepat dari urutan suara. Kerusakan pada regio-regio ini menyebabkan ketidakmampuan untuk berbicara dengan jelas. Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retardasi mental, misalnya pada sindrom Down. Pada anak dengan retardasi mental, terdapat disfungsi otak akibat adanya ketidaknormalan yang luas dari struktur otak, neurotransmitter atau mielinisasi, sehingga perkembangan mentalnya terhenti atau tidak lengkap, sehingga berpengaruh pada semua kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
4. Sistem produksi.30 Sistem produksi suara meliputi laring, faring, hidung, struktur mulut dan mekanisme neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk berbicara, bunyi laring, pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara lewat laring, faring dan rongga mulut. b.2 Tujuan Terapi Wicara Dalam memberikan pelayanan sebagai tenaga kesehatan terapi wicara bertujuan untuk memberikan pelayanan yang ditujukan khusus pada gangguan komunikasi. Menurut Bambang tujuan terapi wicara dapat dibedakan menjadi empat bagian yaitu : Kuratif, Rehabilitasi dan Habilitatif, Prepentif dan Promotif.31
(a)
Kuratif
yaitu
tindakan
terapi
wicara
bertujuan
untuk
menyembuhkan gangguan atau kelainan perilaku komunikasi, Agar dapat berkomunikasi secara wajar. (b) Rehabilitatif dan Habilitatif yaitu tindakan terapi wicara bertujuan untuk memulihkan dan atau memberikan kemampuan kepada penderita gangguan atau kelainan perilaku komunikasi sebagaimana kemampuan sebelum sakit atau sekurang-kurangnya mendekati kemampuan komunikasi normal. (c) Preventatif yaitu tindakan terapi wicara bertujuan untuk mencegah terjadinya gangguan atau kelainan perilaku komunikasi, sehingga seseorang dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. (d) Promotif merupakan tindakan terapi wicara bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perilaku komunikasinya sehingga dapat meningkatkan tingkat kehidupan secara lebih optimal. 30
Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang anak. Jakarta : EGC, 1995 ; 237-400 31
Bambang Setyono,op.ci,h96
b.3. Tahapan Terapi Wicara Untuk memberikan pelayanan pada gangguan komunikasi seorang terapi wicara harus mampu menjalankan tugasnya secara professional. Menurut Ki Pranindyo cara kerja terapi wicara dalam memberikan pelayanan pada penderita gangguan komunikasi dan menelan terbagi atas tiga tahap yaitu tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan dan tahap evaluasi.32 Pada tahap persiapan dilakukan pengumpulan data melalui wawancara pengamatan dan tes setelah itu dilakukan pengolahan data yaitu menganalisis data kemudian menetapkan diagnosa dan prognosa. Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan, dimana terapi menetapkan metode sesuai dengan hasil pada tahap persiapan. Dan tahap yang terakhir yaitu tahap evaluasi, pada tahap ini dilakukan pembahasan hasil terapi dan langkah tindak lanjut. b.4. Media Terapi Wicara Menurut Itasari Atitungga media terapi dapat berupa kartu, berbagai alat dan permainan yang sesuai dengan usia dan kondisi anak (terutama yang aman bagi anak), boneka, film, dan segala sesuatu yang bisa disajikan sebagai alat peraga atau model untuk anak. Untuk melatih kemampuan artikulasi, berbagai peraga atau alat yang dapat digunakan antara lain : balon tiup, bola pingpong, kertas tissue, sedotan dan sebagainya.33 Media yang digunakan merupakan alat Bantu penderita sesuai dengan jenis gangguannya.
32
Ki Pranindyo, Profesi Terapi Wicara Sebagai Tenaga Kerja Kesehatan,(Jakarta: ATWYBW) h.45 33 Itasari Atitungga, Makalah Dislogia, (Jakarta: ATWYBW,2007), h.31
C. Perkembangan Anak
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1998).34 Dalam buku yang berjudul De individuale ontwikkeling van het kind (tumbuh kembang individual seorang anak) tahun 1995, memberikan patokan sebagai pagangan bahwa ada beberapa bidang tumbuh kembang yang harus di perhatikan, yaitu: 1. Perkembangan Fisik Meliputi berbagai hal tentang fisik anak sejak bayi lahir, antara lain yaitu: refleks, perkembangan menurut usia (berat badan dan tinggi badan), perkembangan
motorik,
perkembangan
pancaindra
(pengliahatan,
pendengaran,perabaan, pembauan dan pengecapan), berat badan dan tinggi badan, perkembangan tulang dan otot, gigi, kebiasaan tidur dan makan, serta kemandirian (menggunakan baju dan buang air).
34
http://www.anakciremai.com/2008/07/02.html. makalah psikologi tentang perkembangan. Update: 13 Januari 2010
2. Perkembangan Kognitif. Dalam tumbuh kembang kognitif anak, Piaget seorang psikologi yang banyak melakukan penelitian dalam perkembangan anak, menamakan perkembangan kognitf pada bayi usia (0-2 tahun) dengan istilah sensomotorik, hal ini karena perkembangan
kognitif
mempunyai
kaitan
dengan
penerimaan
dan
pemrosesan informasi yang diterima melaui organ sensorik atau indra. Pada tahap berikutnya (2-7 tahun) oleh Piaget disebut stadia pra-oprasional, yaitu masa dimana anak mulai belajar menngunakan bahasa untuk menunjukan suatu objek melalui imej dan kata-kata. Baru pada usia 11-7 tahun seorang anak bisa secara kongkrit berfikir secara logical tentang objek dan kejadian. Diusia 11 keatas, Piaget menjelaskan bahwa diusia itulah seorang anak baru bisa berfikir dalam bentuk abstrak dan hipotesis. 3. Perkembangan sosial-emosional Perkembangan berkomunikasi secara emosional, memahami diri sendiri, kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, pengetahuan tentang orang lain, keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain, menjalin persabatan, dan pengertian tentang moral. 4. Perkembangan Bahasa dan Bicara Perkembangan ini bisa dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase prabicara (0-1 tahun), fase awal bicara (1-2,5 tahun), dan fase diferensiasi (2,5-5 tahun). Anak-anak belajar untuk bicara melalui tahap mengerti (bahasa pasif) dan melalui bicara (bahasa aktif). Dengan berjalannya tahapan tumbuh kembang
dan semakin luasnya apa yang diketahui anak, maka berbagai aspek bahasa menjadi lebih kompleks lagi, yang dibagi menjadi : a. Aspek fonetik Sebelum seorang anak memahami sebuah kata atau mengeluarkan suara dalam bentuk kata, mula-mula ia harus mampu membedakan bunyibunyian apa yang ia dengar. Ia akan belajar membedakan antara suara: bang,bing,bung. Beda antara rang, tang, hang. Dalam tahap babbling ini ia mempelajari bedanya bunyi-bunyian yang harus diucapkannya. b. Aspek Semantik Perkembangan selanjutnya anak akan belajar apa arti kata dari kata-kata yang sudah dipelajarinya benda-benda yang ada disekitarnya, atau segala sesuatu yang dikerjakannya. c. Aspek Sintaksis Dengan bantuan sebuah kata kita bisa menjelaskan secara tepat apa yang kita maksud. Dalam tahap perkembangan selanjutnya seorang anak akan memahami hubungan antar kata-kata. Ia akan mempelajari bagaimana memahami kalimat (belajar secara pasif) untuk kemudian berlanjut dengan mengucapkannya (secara aktif). d. Aspek Morfologis Tahap selanjutnya adalah si anak akan mempelajari apa bedanya bentuk dan kalimat dengan kata kerja, tunggal maupun jamak. Akhirnya seorang anak akan mampu menggunakan berbagai kalimat dengan berbagai nama
dalam situasi yang berbeda-beda. Dengan kata lain, ia mampu menggunakan kalimat yang pas dengan maksud dan situasi yang dihadapi.
Harus dipahami dengan sungguh-sungguh bahwa ke empat hal perkembangan itu merupakan satu kesatuan yang utuh (terpadu), tidak terpisahkan satu sama lain. Setiap aspek perkembangan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aspek lainnya. Sebagai contoh perkembangan fisik seorang anak seperti meraih, duduk, merangkak, dan berjalan sangat mempengaruh terhadap perkembangan kognitif anak yaitu dalam memahami lingkungan sekitar di mana ia berada. Ketika seorang anak mencapai tingkat perkembangan tertentu dalam berpikifr (kognitif) dan lebih terampil dalam bertindak, maka akan mendapat respon dan stimulasi lebih banyak dari orang dewasa, seperti dalam melakukan permainan, percakapan dan berkomunikasi sehingga anak dapat mencapai keterampilan baru (aspek sosial-emosional). Hal seperti ini memperkaya pengalaman dan pada gilirannya dapat mendorong berkembangnya semua aspek perkembangan secara menyeluruh. Dengan kata lain perkembangan itu tidak terjadi secara sendirisendiri.35
D. Anak d.1. Pengertian Anak Terlantar Penelantaran anak merupakan bagian dari bentuk kekerasan terhadap anak, karena ia termasuk dalam kekerasan anak secara sosial (social abuse), kekerasan
35
http://www.anakciremai.com/2008/07/02.html. makalah psikologi tentang perkembangan. Update: 13 Januari 2010
terhadap anak seringkali diidentikkan dengan kekerasan kasat mata, seperti kekerasan fisikal dan seksual. Padahal kekerasan yang bersifat psikis dan sosial (struktural) juga membawa dampak buruk dan permanen terhadap anak. Istilah (child abuse) atau perlakuan salah terhadap anak yang bersifat fisik (physical abuse) hingga seksual (sexual abuse), yaitu psikis (mental abuse) hingga sosial (social abuse). Seorang anak dikatakan terlantar bukan karena ia sudah tidak memiliki salah satu orangtua atau keduanya. Anak terlantar adalah anak-anak yang karena suatu sebab tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik rohani, jasmani, maupun sosial. Terlantar disini juga dalam pengertian ketika hakhak anak tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidak mengertian orangtua, karena ketidak mampuan, atau karena kesengajaan.36 d.2. Kriteria Anak Terlantar : 37 a. Anak (Laki-laki/perempuan) usia 0-18 tahun; b. Anak yatim, piatu, yatim piatu; c. Tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya. d. Anak yang lahir karena tindak perkosaan, tidak ada yang mengurus dan tidak mendapat pendidikan.
36
1X:\Website\today\10 jul\Give Syahmin July 11\Other files\Definisi dan Kriteria PMKS DINAS SOSIAL.doc. Update 12 Oktober 2009 37 1X:\Website\today\10 jul\Give Syahmin July 11\Other files\Definisi dan Kriteria PMKS DINAS SOSIAL.doc. Update 12 Oktober 2009
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Gambaran Umum Lembaga 1. Sejarah Singkat38 Tahun 1955 penelantaran anak dan pembuangan bayi-bayi di Jakarta, baik yang ditinggal maupun yang kemudian ditemukan dijalan atau ditempat-tempat umum lainnya semakin banyak. Keadaan inilah yang kemudian mendorong beberapa ibu diantaranya: Ny. Soetomo, Ny. Soekardi dan Ny. Garland Soenaryo mendirikan Yayasan dengan nama: Yayasan Sayap Ibu (YSI). Awalnya YSI bertujuan untuk menolong anak-anak Batita (Bawah Tiga Tahun), anak-anak tersebut kemudian dirawat sambil dicarikan keluarga angkat. Untuk kegiatan saat itu dana dibantu oleh Women’s International Club dan Pemerintah Daerah. Dalam perkembangannya tahun 1968 YSI melakukan restrukturalisasi dan menempatkan diri dibawah Badan Pembina Kegiatan Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta yang ketuanya Ny. J.S. Nasution. Dalam pengasuhan dan perawatan anak, kriteria anak ditingkatkan menjadi usia 0-5 tahun. Untuk memberikan tempat yang lebih baik dan terhindar dari banjir, oleh Bapak Ali Sadikin, Gubernur DKI Jaya, Gedung YSI di Jalan Barito direnovasi, sehingga dapat menampung anak terlantar yang jumlahnya saat itu bertambah banyak. Pada tahun 1978 Ny.J.S Nasution, sebagai ketua YSI Pusat membentuk 2 (dua) cabang yaitu YSI Cabang Jakarta dengan ketua Ny. Moch. Said dan YSI
38
Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu. 2009
35
Cabang Yogyakarta dengan ketua Ny.C.Utaryo. Dengan semakin meningkatnya jumlah anak yang harus dirawat di Yayasan Sayap Ibu tahun 1979. Gedung YSI di Jalan Barito II direnovasi kembali oleh Gubernur DKI Jakarta dengan keadaan seperti sekarang menjadi 2 lantai. Dan merupakan tempat perawatan anak Balita terlantar baik yang normal ataupun cacat. Tahun 1981 Departemen Sosial, melalui Peraturan Pemerintah No. 13 tentang Organisasi Sosial dapat Menyelengarakan Usaha Penyantunan Anak-anak Terlantar (termasuk melaksanakan pengasuhan dan perawatan anak), ada 6 Organisasi salah satunya adalah YSI Cabang Jakarta. Dengan berlakunya Undang-undang Yayasan Sayap Ibu yang baru, tahun 2005 YSI Pusat dipindahkan ke Yogyakarta, ketuanya adalah Ny.C Utaryo sementara Ny.J.S Nasution bertindak sebagai Pembina YSI. Ketua YSI setelah tahun 2002 adalah Ny.Rien Tjipto Winoto. Mulai tahun 2007, Ketua YSI Cabang Jakarta ialah Ny. M. Maryono, yang dilantik pada Februari 2007. 2. Visi dan Misi39
Visi ”Anak adalah amanah yang berhak atas perawatan dan perlindungan sejak semasa dalam kandungan dan sesudah dilahirkan. “
Misi ”Berusaha semaksimal mungkin melaksanakan usaha kesejahteraan anak bagi
39
anak
yang
terlantarkan
Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu. 2009
secara
holistik,
terpadu,
dan
berkesinambugan sampai anak dalam asuhannya dapat terentaskan dengan sebaik-baiknya.”40
3. Tugas Pokok
Menyelenggarakan
Perawatan/penampungan , Asuhan, Pengasramaan
Pembinaan dan perlindungan fisik, mental social,dan
Pelayanan Kesejahteraan social bagi anak balita terlantar meliputi
Pelayanan/sosialisasai, Pengembangan dan Kesehatan Penyaluran dan Bina lanjut
Panti sosial sebagai lembaga yang menyeleng garakan pelayanan agar anak-anak tumbuh kembang secara wajar dan mandiri
Gambar 1.2 Bagan diatas merupakan bagan dari tugas pokok Yayasan Sayap Ibu yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Tugas pokok Yayasan Sayap Ibu adalah menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi bayi dan anak balita terlantar, yang meliputi perawatan atau penampungan asuhan, pengasramaan. Kemudian Yayasan Sayap Ibu juga melakukan pembinaan dan perlindungan fisik, mental sosial, dan spiritual. Walaupun anak-anak hidup di panti namun pembinaan serta perlindungan bagi mereka akan tetap terjamin. Lalu tugas pokok lainnya adalah pelayanan atau sosialisasi, pengembangan dan kesehatan dan yang terakhir adalah sebagai penyaluran dan bina lanjut. 40
Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu. 2009
Panti sosial sebagai lembaga yang menyelenggarakan pelayanan agar anak-anak tumbuh kembang secara wajar dan mandiri. Meskipun mereka tidak dirawat oleh keluarga mereka sendiri tetapi mereka akan merasakan kasih sayang serta pembinaan dari panti sosial agar mereka tumbuh dan berkembang seperti anakanak yang berada dalam suatu keluarga yang utuh. 4. Kedudukan, Tugas dan Fungsi
KEDUDUKAN KEDUDUKAN,TUGAS DAN FUNGSI
Anggota Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) dan Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS)
TUGAS Pelayanan Kesejahteraan Sosial anak terlantar
FUNGSI
Pendekatan, penerimaan, perawatan dan pemeliharaan, assessment, pembinaan fisik dan mental, sosialisasi serta penyaluran dan pembinaan lanjut
Gambar 1.3 Dari gambaran tentang kedudukan tugas dan fungsi bidang Panti dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kedudukan
Yayasan Sayap Ibu Pusat telah menjadi anggota Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan social (DNIKS). Dan dua Cabangnya di Jakarta dan Yogyakarta, merupakan anggota Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS) bergerak dalam pelayanan pembinaan anak balita terlantar. Dalam perkembangannya, Yayasan Sayap Ibu
bekerja sama dengan
pemerintah untuk memberikan pelayanan seperti pengangkatan anak asuh, hak perwalian atau orang tua asuh melalui Badan Pengangkatan Anak.
Tugas
Menyelengarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial anak terlantar usia 7 tahun kebawah yang meliputi asuhan dan perlindungan, perawatan, sosialiasi dan pengembangan, penitipan anak, penyaluran dan bina lanjut.
Fungsi
1. Pelaksanaan
pendekatan
awal
meliputi
penjangkauan,
observasi,
indentifikasi, motivasi, dan seleksi. 2. Pelaksanaan Penerimaan meliputi registrasi, persyaratan administrasi, penempatan dalam panti dan penitipan. 3. Pelaksanaan perawatan, pemeliharaan serta asuhan dan perlindungan sosial. 4. Pelaksanaan
Assessment
meliputi
penelaahan,
pengungkapan
dan
pemahaman masalah dan potensi 5. Pelaksanaan pembinaan fisik dan kesehatan, bimbingan mental, sosial, pendidikan formal dan non formal dan pengembangan kepribadian. 6. Pelaksanaan sosialisasi meliputi kemampuan bermasyarakat, kehidupan dalam keluarga dan kesiapan pendidikan 7. Pelaksanaan, penyaluran dan pembinaan lanjut meliputi penempatan anak, monitoring, konsultasi, pemantapan, dan terminasi.
5. Maksud dan Tujuan a. Maksud Kegiatan pelayanan-pelayanan social di Yayasan Sayap Ibu di maksud untuk memperoleh hasil penanganan yang optimal dalam upaya mencapai sasaran pelayanan, serta adanya keterpaduan langkah dalam pelaksanaannya. b. Tujuan Adapun tujuan dilakukannya kegiatan pelayanan sosial yaitu melaksanakan usaha kesejahteraan anak bagi anak yang terlantarkan sampai anak dalam asuhannya dapat terentaskan dengan sebaik-baiknya.” 6. Waktu dan Pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan kegiatan pelayanan dilakukan rutin setiap hari secara holistic, terpadu dan berkesinambungan. B. Sumber Dana41 Untuk menyelenggarakan usahanya Yayasan Sayap Ibu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana terbesar diperoleh dari sumbangan masyarakat. Selain itu juga diperoleh bantuan dana rutin dari : a. Pemerintah Pusat (Departemen Sosial) b. Pemerintah Daerah (Dinas Sosial) c. Yayasan Dharmais d. Pihak-pihak swasta lainnya.
41
Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu. 2009
Selain dana, juga diperolah sumbangan spontan dari masyarakat berupa materi, bahan makanan dan barang. Seluruh bantuan yang diperoleh digunakan untuk membiayai yayasan. Pembiayaan terbesar Yayasan adalah untuk biaya hidup anak, perawatan kesehatan (termasuk tindakan operasi) dan biaya operasional perawat dan staf. Yayasan Sayap Ibu memberikan pertanggung jawaban mengenai tugas dan keuangan kepada Dewan Pengawas Yayasan Sayap Ibu, instansi pemerintah yang bersangkutan dan kepada masyarakat. C. Pelayanan Bidang Panti42 1. Prosedur Penerimaan Anak Proses Penerimaan Anak di YSI (Anak yang dibuang disembarang tempat) Study Kasus
Laporkan Kepada Polisi Menerima surat dari kepolisian
Dinas Sosial
YSI
Surat berita acara
Keterangan : Study kasus dilakukan oleh pihak YSI dengan meneliti Umur, Tinggi dan Berat badan anak Setelah dinas sosial memberikan surat berita acara anak diserahkan kepada YSI untuk dirawat sebaik mungkin Proses Penerimaan Anak di YSI (Bayi yang ditinggalkan di rumah sakit) Rumah Sakit
Dinas Sosial
Yayasan Sayap Ibu
Keterangan : Rumah sakit mengirim surat pemberitahuan kepada Dinas Sosial Dinas sosial memberikan surat balasan kepada pihak rumah sakit untuk merujuk anak ke YSI 42
Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu. 2009
Rumah sakit menyiapkan surat berita acara untuk diserahkan kepada dinas sosial, dinas sosial menyerahkannya kepada pihak YSI Bayi diserahkan kepada pihak YSI
Proses Penerimaan Anak di YSI ( Bayi yang diserahkan langsung ke YSI) Orang Tua
Dinas Sosial
YSI
Keterangan : Orang tua membuat surat pernyataan lalu menyerahkannya kepada dinas sosial Dinas sosial menyerahkan sepenuhnya kepada YSI YSI membuatkan surat pernyataan untuk diserahkan kepada dinas sosial Lalu bayi diserahkan kepada YSI. 2. Pendidikan Program Pendidikan Di YSI
Sekolah Intern TBS (Taman Balita Sejahtera)
Kelas A (Mula) : Guru : Ibu Dra.Djaizatul
Sekolah Ekstern (sekolah ANZA)
Kelas B (Lanjut) : Guru: Ibu Purwantini
Sekolah SLB Anak Tuna Netra di SLBA Lebak Bulus Anak Tuna Rungu di SLBB Santi Rama Anak Tuna Grahita di SLBC Krisna Murti SDN 12 Kirai.
Gambar 1.4 Catatan : Kelas A : Untuk Usia 2 – 3 tahun Kelas B : Untuk Usia 3 – 4 tahun
Ditentukan berdasarakan kemampuan anak
Panti juga menerima anak dari luar panti untuk mengikuti sekolah TBS dengan biaya /bulan Rp.15.000 (Biaya tersebut sudah termasuk alat tulis + peraga)
Jumlah anak di kelas A : 10 anak Jumlah anak di kelas B : 6 anak Jumlah anak sudah termasuk anak dari luar panti. Sekolah ANZA yaitu sekolah luar panti yang dilaksanakan oleh komunitas ANZA (Gabungan Ibu-ibu WNA yang khususnya berasal dari Australia dll). Dilaksanakan setiap hari selasa. Sekolah Luar Biasa : Tuna Netra (Rachel) : setiap hari Senin-Sabtu di SLBA Lebak Bulus Tuna Rungu ( Mulia dan Oki) : setiap hari Senin-Sabtu di SD Santi Rama Tuna Grahita ( Intan dan Mira): setiap hari Senin-Sabtu di SLBC Krisna Murti SDN 12 Kirai / Inklusi (Vikri, Joni dan Jaya).
3. Pelayanan Kesehatan
Setiap anak yang berada di dalam panti berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sebaik mungkin. Anak akan dilakukan sama tanpa perbedaan sesuai dengan tingkat kesehatan yang mereka alami. Pelayanan kesehatan diberikan tidak hanya anak yang sedang sakit tetapi juga anak yang dalam keadaan sehat harus selalu rutin melakukan pemeriksaan kesehatan rutin seperti imunisasi untuk mengetahui tingkat kekebalan penyakit anak apakah anak rentan terhadap penyakit atau anak mudah sakit, asupan gizi, dan hal-hal tumbuh kembang anak lainnya. Setiap anak yang sakit akan dilakukan perawatan sebaik mungkin sampai anak dalam keadaan sembuh kembali seperti: merujuk anak kerumah sakit, memberikan obat rutin sesuai anjuran dokter, pelaksanaan operasi apabila memang hal ini memang benar-benar harus dilakukan.
4. Perawatan anak
Yayasan Sayap Ibu menerima penyerahan anak terlantar setelah melakukan penelitian terhadap latar belakang anak yang bersangkutan, untuk memastikan apakah anak tersebut benar-benar membutuhkan asuhan, seperti :
Ditinggalkan dirumah sakit, disembarang tempat
Tidak mempunyai orang tua atau keluarga
Diserahakan oleh orang tuanya karena suatu sebab
Anak dirawat sebaik mungkin dengan memfokuskan pada tumbuh kembang anak dengan Perawatan Rehabilitasi, Fisioterapi dan Terapi wicara dalam hal kesehatan, pendidikan, asupan gizi yang baik, pertumbuhan fisik dan mental.
5. Penitipan Anak Balita
Layanan ini diberikan untuk orang tua yang dalam sementara waktu tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai orang tua, misalnya janda/duda yang harus bekerja, orang tua yang cacat, Tidak mampu secara financial dengan cacatan tidak memiliki saudara yang dekat (di Jakarta). Penitipan ini bersifat sementara, yaitu Tidak lebih dari 3 bulan Selama masa penitipan, Orang tua / penitip wajib mengunjungi anak. Biaya penitipan ditanggung oleh orang tua / penanggung jawab anak sesuai dengan kemampuan. Yayasan Sayap Ibu juga menerima : Anak titipan dari Kejaksaan yang dalam proses perebutan orang tuanya, anak titipan Polisi yang dalam proses kasus penjualan bayi.
6.
Layanan Taman Gizi
Layanan ini berupa memberikan makanan bergizi bagi anak-anak di luar Yayasan Sayap Ibu. Yaitu Panti dan Non-panti Memberikan pelayanan kepada Klien diluar Yayasan Sayap Ibu contohnya : layanan posyandu didaerah-daerah yang rawan gizi dengan layanan taman gizi seperti di daerah Mampang Prapatan, memberikan bantuan susu dan obat-obatan pada keluarga di tepi rel kereta api Pasar Senen.
7.
Kursus Pramusiwi / Perawat bayi
Dalam usahanya membantu para ibu dalam merawat anak, Yayasan Sayap Ibu menyelenggarakan kursus untuk pramusiwi / parawat bayi, yang sekaligus menunjang program pemerintah dalm meningkatkan usaha penyelenggaraan pendidikan luar sekolah. Program sekolah pramusiwi (Kursus Perawat Balita):
1. Pendidikan budi pekerti perawat / etika perawat 2. Kesehatan untuk bayi dan balita 3. Perawatan untuk bayi dan balita 4. Pengetahuan gizi untuk bayi dan balita 5. Pengembangan Bahasa Inggris 6. Pengetahuan Hukum dan Psikologi
8.
Konsultasi Keluarga
Layanan ini diberikan untuk membantu mengatasi permasalahan keluarga calon Adoptan yang berhubungan dengan proses adopsi.
9. Bantuan Untuk Anak Dari Keluarga Kurang Mampu.
Yayasan Sayap Ibu memberikan bantuan berupa : Untuk anak : Biaya sekolah (usia balita) susu, makanan bayi, dan vitamin Untuk orang tua : Diberikan modal usaha 10. Program fisio terapi dan terapi wicara Fisio terapi dan terapi wicara ini mulai dilaksanakan sejak Yayasan mengalami perkembangan dalam hal memberikan pelayanana sosial anak. Layanan ini diberikan kapada semua anak yang berada didalam panti sejak masuk dan terditeksi mengalami keterlambatan tumbuh kembang. D. Pelayanan Bidang Non Panti43 Selain pelayanan di bidang panti Yayasan Sayap Ibu juga memiliki pelayanan di bidang pengentasan anak seperti :
1. Konsultasi dan Bantuan Hukum Pengangkatan Anak
Dengan izin dari pemerintah, Yayasan Sayap Ibu melalui Badan Pengangkatan Anak (BPA) menyediakan layanan pengankatan anak sesuai sengan keputusan menteri social RI No.23/HUK/KM/1982 dan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No.D. III43
Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu. 2009
7817/a/8/1976. Pengangkatan anak diperioritaskan bagi pasangan yang telah menikah sekitar lima tahun dan belum mempunyai anak atau hanya mempunyai satu anak. Pengangkatan anak oleh warga asing (WNA) diperbolehkan sesuai dengan ketentuan yang ada. Selain itu Yayasan Sayap Ibu memberikan bantuan hukum dalam proses pengangkatan anak bukan dari Yayasan Sayap Ibu.
Pada tahun 1955 adopsi dilakukan tidak sampai pada tahap pengadilan karena pengadilan tidak mau mengesahkan adopsi dikarenakan salah satu agama tidak mengizinkan adanya pengangkatan anak (Adopsi). Pada tahun 2002 berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak peraturanpun
diperbaharui
pengadilan
bersedia
mengesahkan
pengangkatan anak dengan catatan anak yang terlahir dari seorang muslim harus diberikan kepada Adoptan yang juga muslim termasuk anak yang yang terlahir dari seorang yang beragama selain non muslim juga harus diadopsi oleh agama yang sama dengan si-anak. Apabila anak tersebut telah ditetapkan sebagai anak negara dan tidak ada ikatan dengan institusi keluarga manapun, maka anak tersebut berhak dan dapat diadopsi oleh siapapun, namun dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan.
2. Asuhan Keluarga Melalui Badan Pengangkatan anak (BPA) Yayasan Sayap Ibu melakukan kegiatan home visit (kunjungan rumah) dimana anak yang sudah di adopsi setelah proses pengangkatannya akan di pantau bagaimana keluarga
adoptan memperlakukan anak selama dalam asuhan keluarga. Selama dalam asuhan keluarga adoptan harus memberikan perlakuan dan perawatan dengan baik sampai dinyatakan bahwa adoptan benar-benar layak mengadopsi anak tersebut. 3. Rujukan Panti Bagi anak-anak yang usianya memasuki usia 6 tahun belum ada yang mengadopsi maka pihak Yayasan akan merujuk anak ke panti yang telah disediakan sesuai dengan kondisi anak. Karena menurut pihak Yayasan Sayap Ibu anak yang usianya sudah memasuki usia sekolah tidak baik jika terus disatukan perawatannya dengan anak di usia balita karena akan memberikan dampak yang tidak baik dalam proses tumbuh kembang anak. 4. Kembali Kekeluarga Apabila keluarga telah bersedia mengasuh dan telah sanggup memenuhi hak-hak anaknya, maka anak dapat dikembalikan kepada orang tua kandung mereka. E. Prioritas44
Yayasan Sayap Ibu mengutamakan pelayanan terhadap anak-anak yang ditinggalkan dirumah sakit dan disembarang tempat, tidak mempunyai orang tua dan keluarga, diserahkan oleh orang tuanya karena suatu sebab. Proses pelayanan: Panti ini ditangani oleh para tenaga ahli yang terpilih dari Dokter, Perawat, Psikolog, Konselor, Terapis (Fisioterapis dan Bina Wicara) Guru Berpendidikan Khusus dan Pekerja Sosial.
44
Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu. 2009
F. Kerjasama45 1. Dalam Negeri 1) Dinas Bintal Dan Kessos 2) Dinas Pendidikan 3) Departemen Sosial. 4) Yayasan Dharmais. 5) Dinas Kesehatan 6) Sesama Panti Asuhan Anak 7) Catatan Sipil 8) Pengadilan Negeri 9) KPAI 10) Departemen Kehakiman Hukum dan HAM 2. Luar Negeri : Kedutaan di Luar Negeri dan Agen-agen Adopsi di Luar.
45
Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu. 2009
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Berdasarkan hasil temuan lapangan diperoleh suatu informasi tentang pelaksanaan terapi wicara yang dilakukan oleh seorang terapis sebagai upaya peningkatan tumbuh kembang anak di Yayasan Sayap Ibu. Dalam bab ini analisis pelaksanaan terapi wicara dijelaskan melalui model evaluasi CIPP yang dibagi kedalam: evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi hasil serta faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan terapi wicara tersebut. Akan tetapi dalam hal ini penulis akan memfokuskan penjelasan mengenai evaluasi proses/pelaksanaan program terapi wicara. Termasuk didalamnya menjawab beberapa pertanyaan yang ada dalam evaluasi proses/pelaksanan program terapi wicara yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Suharsini Arikunto dalam bukunya “evaluasi program pendidikan”46 a. Latar belakang program Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara.
46
Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008),
h. 47
50
Dalam teori yang telah dijelaskan47 mengenai faktor-faktor penyebab keterlambatan bicara. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Informan MS : ”Mengenai penyebab keterlambatan bicara yang banyak terjadi pada anak khususnya anak-anak di Yayasan Sayap Ibu biasanya Faktor lingkungan seperti: kurang atau tidak mendapatkan perhatian orang tua misalnya: dibuang disembarang tempat, ditelantarkan sama ibunya dirumah sakit. kurangnya stimulasi baik dari auditif, visual ataupun taksilnya, meniru kebiasaan yang salah baik dari lingkungannya (orang dewasa), atau bisa juga billingual. Selain itu faktor sejarah kelahiran anak, pada anak : bayi tidak menangis saat setelah dilahirkan, ataksia, billirubin, kelilitan tali pusar juga bisa mempengaruhi. Atau faktor yang datang dari luar anak khususnya pada Ibu misalnya: terkena virus rubella, emosi yang kurang stabil saat kehamilan, nutrisi yang kurang saat kehamilan, usia ibu saat mengandung (>35Bulan) hal tersebut juga berpengaruh bagi perkembangan bicara dan bahasa pada anak. Karena beberapa faktor itu makanya anak-anak disini banyak yang terlambat bicara”48 Di awal usia batita, anak mulai mampu mengucapkan kata yang memiliki makna. Meski kebanyakan kata tersebut masih sulit dipahami karena artikulasi (pengucapannya) masih belum baik. Perlu diketahui, kemampuan batita dalam berbicara dipengaruhi kematangan oral motor (organ-organ mulut). Sementara, kemampuan yang menunjang perkembangan bahasa di antaranya kemampuan mendengar, artikulasi, fisik (perkembangan otak dan alat bicara), dan lingkungan.49 Gangguan kemampuan bicara atau keterlambatan bicara dan berbahasa ini haruslah dideteksi dan ditangani sejak dini dan dengan metode yang tepat. Bagaimana pun juga, bicara dan bahasa merupakan media utama seseorang 47
Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC, 1995 ; 237-400 48 Informan MS, Yayasan Sayap Ibu. 16 November 2009. Pukul: 01.00 WIB 49 http://www.hsdc.org/You/Speech/speechtherapy.htm, update 12 Oktober 2009.
untuk mengekspresikan emosi,
pikiran,
pendapat
dan keinginannya.
Bayangkan saja, jika anak mengalami masalah dalam mengekspresikan diri, untuk bisa dimengerti oleh orang lain atau orang tuanya, guru dan temantemannya, maka bisa membuat anak frustrasi. Mungkin pula anak akan merasa frustrasi dan malu karena teman-temannya memperlakukannya secara berbeda, entah mengucilkan atau pun membuatnya jadi bahan tertawaan. Jika tidak ada yang bisa mengerti apa yang jadi keinginannya atau apa yang dimaksudkannya, maka tidak heran jika lama kelamaan anak akan berhenti untuk berusaha membuat orang lain mengerti. Padahal, belajar melalui proses interaksi adalah proses penting dalam menjadikan seorang manusia bertumbuh dan berhasil menjadi orang seperti yang diharapkannya. Dalam upaya penanganan keterlambatan bicara perlu dilakukan pendekatan medis sesuai dengan penyebab kelainan yang dialami. Biasanya hal ini memerlukan penanganan multi disiplin ilmu di bidang kesehatan, diantaranya dokter anak dengan minat tumbuh kembang anak, Rehabilitasi Medik, Neurologi anak, Alergi anak, atau klinisi atau praktisi lainnya yang berkaitan. 50 Semakin dini kita mendeteksi kelainan atau gangguan pada keterlambatan bicara maka semakin baik pemulihan gangguan tersebut semakin cepat diketahui penyebab gangguan bicara dan bahasa pada anak maka semakin cepat stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut. 50
http://www.hsdc.org/You/Speech/speechtherapy.htm, update 12 Oktober 2009.
Oleh sebab itu salah satu upaya yang dilakukan oleh Yayasan Sayap Ibu untuk menangani permasalahan keterlambatan bicara guna meningkatkan tumbuh kembang anak terlantar yaitu memberikan layanan terapi wicara. Informan NS menyatakan : “Anak – anak di Yayasan Sayap Ibu ini adalah salah satu dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yaitu anak-anak yang mengalami keterlantaran baik secara fisik maupun mental mereka semua sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari orang tua mereka. Jangankan kasih sayang, perhatian atau stimulasi baru saja mereka dilahirkan banyak yang dari mereka ditinggalkan di rumah sakit parahnya lagi sebagian dari mereka dibuang disembarang tempat seperti ditempat sampah, atau ditaruh dihalaman Yayasan ada pula yang langsung datang menitipkan anak mereka dengan alasan akan kembali mengambil anaknya ternyata justru orang tua mereka tidak kunjung kembali untuk mengambil anak mereka. Akibatnya banyak anak terlantar yang mengalami gangguan keterlambatan tumbuh dan berkembang khususnya keterlambatan bicara karenanya untuk menangani masalah tersebut Yayasan mengadakan program terapi wicara.”51 Dengan adanya terapi wicara ini akan menjadi pembelajaran pertama untuk anak bisa berkomunikasi dengan baik. Agar kelak menjadi anak yang tumbuh mandiri dan berkembang sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Atas dasar pemikiran tersebut Yayasan Sayap Ibu mengadakan Program terapi wicara.
51
Informan NS, Yayasan Sayap Ibu, 6 Agustus 2009. Pukul: 11.00 WIB
b. Sasaran Program Sasaran dalam program terapi wicara ini ditujukan kepada anak yang mengalami Kelainan wicara dengan keterlabatan bicara , Kelainan Bahasa, Kelainan Suara, dan Kelainan Irama/Kelancaran seperti yang dijelaskan pada teori. Lebih lanjut informan MS menjelaskan mengenai klien sebagai sasaran program yang harus mendapatkan terapi yaitu:
“Ada berbagai macam kasus yang banya dialami anak di Yayasan pada kasus kasus wicara atau keterlambatan bicara misalnya: anak 3th belum bisa bicara), Kasus Bahasa: Afasia Perkembangan misalnya anak sulit diajak komunikas), kasus irama kelancaran: Gagap misalnya: anak sering mengulang-ulang ucapannya, ada juga kasus suara: Disfoni misalnya: suara anak seperti cartoon, banyak juga Kasus Oral Motor (organ-organ mulut) misanya: masalah menghisap, mengunyah dan menelan. Biasanya kasus ini terjadi pada bayi-bayi.”52 Hampir semua klien yang berada diYayasan Sayap Ibu mengalami keterlambatan bicara dengan berbagai jenis kasus yang dihadapi karenanya tidak ada batasan umur untuk anak mendapatkan terapi tersebut semua akan mendapatkan pelayanan yang sama. Informan MS menambahkan : “kalau untuk kriteria umur biasanya tidak ada patokan usia tergantung kasus yang dialami oleh anak, ada yang satu bulan sudah mulai diterapi tetapi lebih mengarah pada stimulasi menghisap dan menelan biasanya untuk bayi-bayi yang sulit menghisap dan menelan.”53
52
Informan MS, Yayasan Sayap Ibu, 16 November 2009. Pukul : 01.00 WIB
53
Informan MS, Yayasan Sayap Ibu, 16 November 2009. Pukul : 01.10 WIB
Untuk memfokuskan pembahasan penulis mengambil dua contoh klien bernama Hosea dan Ryan dalam bentuk tabel berikut. Tabel 1.2 Contoh sample Nama Hosea (5,5 th)
Kondisi Diagnosa: Disfonia Sebelum terapi : tidak ada suara yang keluar saat berbicara
Ryan (4 th)
Diagnosa: Dislogia dan Disaudia Sebelum terapi : kesuliatan menghisap, telat bisa bicara
Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu dilakukan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan. Dengan stimulasi lebih dini diharapkan kemampuan bicara dan bahasa pada anak lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas komunikasinya.54 Dalam hal ini deteksi dini gangguan bicara dan bahasa harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak tersebut, mulai dari Pengasuh, Perawat, Dokter, Terapis, dan tidak terlepas dari monitoring Pengurus Yayasan Sayap Ibu.
54
dokteranakku.com.oleh : Dr. Irwan Effendi judul “Gangguan Bicara dan Bahasa” Update 12 februari 2010
c. Tujuan Program
Terapis Wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis Wicara dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling; mengevaluasi, memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.55
Di Yayasan Sayap Ibu saat ini terdapat seorang terapis yang bekerja menangani klien secara rutin dan berkesinambungan. Terapi ini sangat diperlukan bagi klien mengingat hampir semua klien yang berada di Yayasan Sayap Ibu mengalami keterlambatan bicara (Speech Delay) karena keterlantaran yang mereka alami akibatnya klien tidak mendapatkan perlidungan, perhatian, kasih sayang, dan perawatan sehingga tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik yang tidak seharusnya dialami oleh klien. Lebih lanjut informan MS menyatakan: “Perlu diketahui sebagai seorang terapis peran khusus dari Terapi wicara ini adalah mengajarkan suatu cara untuk berkomunikasi pada anak: 1.Berbicara: Mengajarkan atau memperbaiki kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara verbal yang baik dan fungsional. (Termasuk bahasa reseptif / ekspresif – kata benda, kata kerja, kemampuan memulai pembicaraan, dll). 2. Penggunaan Alat Bantu (Augmentative Communication): Gambar atau symbol atau bahasa isyarat sebagai kode bahasa; (a) : penggunaan Alat Bantu sebagai jembatan untuk nantinya berbicara menggunakan suara (sebagai pendamping bagi yang verbal); (b) Alat Bantu itu sendiri sebagai bahasa bagi yang memang Non-Verbal. “56 55
http://www.hsdc.org/You/Speech/speechtherapy.htm, update 12 Oktober 2009.
56
informan MS, Yayasan Sayap Ibu, 16 November 2009 Pukul 02.00 WIB
Dengan adanya terapi wicara tentu sangat membantu klien dalam berkomunikasi dengan orang lain baik didalam maupun dari luar panti. Serta memberikan pengaruh besar terhadap anak dalam memudahkan bersosialisasi baik dilingkungan keseharian anak dan lingkungan sekolah anak. Hal senada dijelaskan oleh informan OS bahwa:
“Waah tentu besar sekali yah pengaruhnya terapi wicara ini untuk anak selain bisa membantu anak dalam interaksi dan komunikasi aktif dua arah baik teman sebaya dilingkungan panti maupun teman diluar panti. Anak juga mudah memahami apa yang guru arahkan dan juga memudahkan anak untuk menjawab atau menanyakan susuatu hal yang menyangkut kegiatan sekolah anak. mereka jadi lebih aktif”57 Menurut Bambang tujuan terapi wicara dapat dibedakan menjadi empat bagian yaitu : Kuratif, Rehabilitasi dan Habilitatif, Prepentif dan Promotif58 dapat disimpulkan bahwa selain tujuan khusus terapi guna memulihkan gangguan bicara dan bahasa secara umum tujuan terapi adalah untuk memulihkan, mencegah, juga meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini sesuai dengan tujuan penerapan terapi wicara di Yayasan Sayap Ibu yaitu untuk memulihkan, mencegah, juga meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
57
Informan OS, Yayasan Sayap Ibu,16 November 2009 Pukul 03.30 WIB
58
Bambang Setyono,op.ci,h96
d. Tahapan Terapi Selanjutnya penilaian pada pertimbangan tentang sumber dan strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan umum dan tujuan khusus program terapi wicara tersebut yaitu Terapis menerapkan tiga tahapan terapi yaitu: Tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi sesuai apa yang telah dikemukan oleh Ki Pranindyo.59Dimana pada tahap persiapan dilakukan pengumpulan data melalui wawancara pengamatan dan tes setelah itu dilakukan pengolahan data yaitu menganalisis data kemudian menetapkan diagnosa dan prognosa peran guru disekolah dan perawat sangat membantu memudahkan terapis dalam mengidentifikasi masalah klien. Senada dengan hal tersebut informan MS menyatakan: “Tentu Peran guru sangat penting dalam membantu kegiatan terapi sebagai kontrol feedback bagi anak dalam memberikan transkip perkembangan bicara dan bahasa anak untuk memudahkan saya sebagai terapis dalam mengidentifikasi masalah klien karena selain lingkungan keseharian di panti lingkungan sekolahpun mempengaruhi perkembangan bicara pada anak. Jadi membantu terapis untuk menentukan tinjak lanjut penanganan klien.”60 Tahap
selanjutnya
adalah
tahap
pelaksanaan,
dimana
terapi
menetapkan metode sesuai dengan hasil pada tahap persiapan. Secara umum metode yang dilakukan terapis yaitu, Metode Oral Motor Exercise : Memberikan stimulasi baik message/brusing didaerah oral dan face baik didaerah internal maupun eksternal. Melihat respon anak. Phonich Placement (fokus keartikulasi) : metode ini diberikan guna memperlancar dan memperjelas artikulasi suara yang dikeluarkan oleh anak. Contoh o = 59
Ki Pranindyo, Profesi Terapi Wicara Sebagai Tenaga Kerja Kesehatan,(Jakarta: ATWYBW) 60 Informan MS, Yayasan Sayap Ibu. 16 Novemver 2009. Pukul : 01.00
oo…oo…oo dan I = i…i…i… dan seterusnya. Metode extention : menggunakan Educard dengan tujuan sebagai pemahaman konsep seperti jenis buah-buahan, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dan tahap yang terakhir yaitu tahap evaluasi, pada tahap ini dilakukan pembahasan hasil terapi dan langkah tindak lanjut. Dalam tahap ini terapis akan membuatkan laporan bulanan guna melihat perkembangan anak dan menganalisisnya dengan menggabungkan hasil laporan keseharian anak dari perawat dan laporan perkembangan sekolah anak yang telah dibuat oleh guru. e. Pelaksanaan Terapi Wicara Dalam pelaksanaan terapi wicara untuk membantu klien dalam mengikuti latihan maka dibutuhkan alat yang disebut sebagai media terapi. Menurut Itasari Atitungga61 media terapi digunakan sesuai dengan gangguan serta kondisi yang dialami oleh anak. Dengan rangkaian kegiatan terapi sebagai berikut :
1. Terapis mengajak klien masuk keruang terapi wicara dan mempersilahkan klien duduk, lalu mengajak berdoa sebelum memulai terapi. 2. Agar menarik minat klien terapis memberikan play education seperti : puzzle, ring ball, dan cocokan bentuk. Dengan menstimulus klien untuk mau berkomunikasi dengan terapis. 3. Program inti yang dilakukan seperti pada kasus Hosea penanganan yang dilakukan terapis yaitu : Metode oral motor exercise : memberikan stimulus dengan message/brusing didaerah face baik didaerah internal 61
Itasari Atitungga, Makalah Dislogia, (Jakarta: ATWYBW,2007), h.31
maupun eksternal.Phonic Placement (fokus keartikulasi) contoh pada huruf vocal o = oooooooooo dan i = iiiiii. 4. Latihan decoding (persepsi pendengaran, Asosiasi pendengaran termasuk didalamnya perincian bunyi dan pemahaman bunyi) 5. Latihan Encoding : tahap 1 : Pra wicara, Kata, Prase. Tahap 2: Visio Motor Coordination (sebagai stimulasi visual dan taksil) dengan memberikan media terapi berupa puzzle. 6. Doa penutup.
Agar lebih efektif jadwal terapipun disesuaikan dengan kegiatan sekolah anak. Hal senada dijelaskan oleh informan OS :
“Menurut saya terapi ini sudah cukup efektif dilakukan mengingat pentingnya terapi ini dalam membantu guru menangani klien pada saat belajar. Jadwalpun disesuaikan dengan kegiatan sekolah klien yang dibagi menjadi dua waktu pagi dan siang, jika klien masuk pagi maka siang mengikuti terapi dan sebaliknya jika klien sekolah siang maka pagi sebelum masuk kelas klien mengikuti terapi.”62 Setiap kegiatan terapi yang dilalui selalu diawali dan diakhiri dengan doa sesuai agama yang dianut oleh anak dan dilakukan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan. Terapi sudah cukup efektif dilakukan. Mengingat jadwal pelaksanaan terapi tersebut dilakukan dalam dua waktu pagi dan siang.
62
Informan OS, Yayasan Sayap Ibu. 16 November 2009. Pukul 02.30 WIB
f. Evaluasi Pelaksanaan/Proses Program Terapi Wicara Keterlambatan bicara pada anak merupakan gangguan psikis dan mental yang perlu perhatian khusus dari orang tua. fenomena psikis ini menghambat perkembangan mental dan pertumbuhan fisik sampai dewasa. Ada beberapa hal yang dapat dicermati untuk mengetahui anak menyandang keterlambatan wicara.
Antara lain gaya bicara yang gagap dan gangguan
penyampaian bahasa ditinjau dari segi bunyi bahasa, semantik, marfologi, sintaks, dan tata bahasa yang agak menyimpang dari penyampaian anak-anak normal sebayanya. Yayasan Sayap Ibu senantiasa selalu memberikan pelayanan yang terbaik bagi perawatan anak-anak terlantar yang berada dilingkungan panti salah satunya yaitu membuat program khusus bagi anak yang mengalami keterlambatan bicara tersebut yaitu program terapi wicara. Program ini diberikan khusus untuk anak-anak didalam panti sejak dilahirkan (bayi) hingga anak mampu berbicara dengan baik dan benar. Karena Keterlambatan bicara pada anak bisa timbul pada anak-anak yang sejak lahir sampai usia 2 tahun dimana terlihat bahwa anak mengalami gangguan dalam bahasa dan bicara. Sebagai contoh : anak tidak bisa mengucapkan satu kata pun sementara biasanya pada anak yang tumbuh normal, kemampuan bicara mulai timbul sejak lahir. Ditunjukkan dengan ocehan anak yang menirukan ucapan. Seiring bertambahnya usia, anak mulai mengalami perbaikan bunyi dan pengucapan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Program ini sudah cukup efektif dilakukan. Kegiatan ini dilakukan oleh seorang terapi wicara anak karena masalah keterlambatan bicara pada anak akan mencapai hasil maksimal apabila ditangani oleh terapi wicara anak. Untuk kegiatan terapi, Terapis menyesuaikan jadwal sekolah anak bagi yang sudah usia sekolah dengan membagi dua jadwal antara pagi dan siang. Dengan penjelasan yaitu :
a. Pada saat anak mengikuti kegiatan sekolah diwaktu pagi pada pukul 07.00-10.00 WIB maka kegiatan terapi dilakukan setelah anak mengikuti kegiatan sekolah yaitu pukul 10.10 wib hingga selesai b. Dan sebaliknya jika anak mengikuti kegiatan sekolah diwaktu siang pukul 10.00-12.00 wib maka anak mengikuti kegiatan terapi di pagi hari. c. Dan untuk usia bayi Terapis akan masuk keruangan bayi pada pagi hari sebelum kegiatan terapi anak usia sekolah dilakukan
Lamanya kegiatan terapi ditentukan oleh terapis dengan melihat seberapa tingkat kesulitan anak dalam mengikuti kegiatan terapi dan perkembangan yang ditunjukan oleh anak serta menentukan tindak lanjut yang diperlukan bagi anak. Selain itu penanganan terapi anak ini membutuhkan waktu yang berbeda-beda sesuai kasus yang anak alami. Misalnya: butuh waktu lebih lama lagi bagi anak yang menyandang kesultian bicara akibat gangguan pendengaran dan kelainan organ mulut.
Tahapan pelaksanaan terapi dijelaskan secara rinci dengan mengambil contoh salah satu klien bernama Ryan dengan kasus tuna rungu. Dengan penjelasan sebagai berikut : A. Langkah-langkah Pelaksanaan Terapi Wicara a. Tahap pertama, klien memasuki ruang terapi wicara. b. Selanjutnya, terapis mempersilakan klien untuk duduk dan berdoa. Setelah itu, terapis memeriksa apakah klien sudah bisa mendengar suara yang Ia ucapkan atau belum. Jika belum, terapis meningkatkan volume melalui peralatan yang tersambung dari microphone ke Alat Bantu Dengar (ABD) klien. Setelah klien menyatakan dapat mendengar suara, barulah terapis melanjutkan terapi ke tahapan berikutnya. c. Terapis mempersilakan klien untuk berbicara sesuai dengan keinginan klien. Ryan bercakap-cakap dengan terapis tentang temannya yang berulang tahun. d. Mengidentifikasi kemampuan klien mengucapkan “r”. Pada tahap ini, terapis memerintahkan klien untuk mengucapkan “Rrrr”. Terapis juga meminta klien untuk membuat kata yang mengandung huruf “r”. Ryan berhasil membuat kata “Rasa” (“r” di awal), “Hariyanto” (“r” di tengah), dan “Ular’ (“r” di akhir). e. Mengidentifikasi “ng”. Pada tahap ini, guru menanyakan kata apa yang mengandung bunyi “ng” kepada klien. Pada tahap ini, kata-kata yang dihasilkan Ryan diantaranya yaitu :
a : tangan ; e : tengok, Tangerang ; u : ungu ; i : dingin Setelah itu, terapis memerintahkan klien untuk membuat kalimat dengan kata-kata yang klien hasilkan. Ryan membuat kalimat sebagai berikut: 1. Saya kedinginan. 2. Saya menengok teman di Tangerang. f. Tes membedakan bunyi. Pada tahap ini, guru memerintahkan klien untuk menentukan panjang pendek kata yang terapis ucapkan, sesuai dengan suku kata dari kata tersebut. Misalnya : terapis mengucapkan : dingin <> kedinginan , klien menucapkan : pa-pa <> pa-pa-pa-pa Selain tes panjang-pendek kata, pada tes membedakan bunyi, klien juga bisa diminta untuk menentukan tinggi-rendah bunyi (antara huruf vokal, terutama huruf I (bernada tinggi) dan huruf A (bernada rendah), serta keraslemah bunyi. Setelah selesai berdoa kembali. B. Perilaku Klien Pada Waktu Latihan Bina Wicara Pada saat melakukan latihan bina wicara, perilaku klien cukup baik. senantiasa menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari terapis dengan baik. Ryan juga ramah dan murah senyum. Akan tetapi, jika ada pertanyaan yang tidak ia mengerti, Ia akan terdiam, tidak berusaha untuk menjawabnya. C. Evaluasi Dalam Kegiatan Bina Komunikasi/Bina Wicara Kata-kata dalam kalimat yang digunakan oleh terapis dalam bina wicara adalah kata-kata yang sudah diketahui oleh klien, yang sudah mereka
pelajari di dalam kelas. Jadi, terapis bekerja sama dengan guru di kelas untuk mengetahui sebanyak apa kosakata yang dimiliki oleh klien.
Setelah menjalani terapi, klien akan menjalani evaluasi atau Tes Hasil Belajar (THB). Evaluasi ini dapat berupa:
a. Mengidentifikasi suku kata. b. Tes pemahaman. Tes ini dilakukan dengan menggunakan kalimat tanya, seperti: “dimana kamu tinggal?” c. Tes menceritakan gambar secara spontan. Pada tes ini, anak akan diberikan suatu gambar dan Ia bebas untuk menceritakan gambar tersebut sesuai dengan penafsirannya terhadap gambar tersebut.
Program terapi wicara ini sangat diperlukan bagi anak khususnya yang mengalami keterlambatan bicara karena banyak manfaat yang dapat diperoleh bagi anak dalam hal perkembangan bahasa dan bicara. Terapi memang dapat membantu penyembuhan anak yang mengalami gangguan perkembangan Bicara dan Bahasa. Namun, mengenali gejala sejak dini, dapat menyelamatkan masa depan anak. Terkait manfaat terapi, jelas terdapat kemajuan signifikan. Sebelum diterapi, Hosea tidak dapat mengeluarkan suara untuk berbicara. "Setelah menjalani terapi, dia sudah mulai bisa bersuara dan berkomunikai dengan teman, perawat juga guru. Untuk lebih jelasnya Informan MS menerangkan contoh perkembangan anak sebelum dan setelah terapi sebagai berikut :
“Untuk anak yang bernama Hosea usianya sekarang 5,5 tahun Didiagnosa: Disfonia keadaan anak sebelum terapi : tidak ada suara yang keluar saat berbicara, setelah menjalani program terapi wicara ini suaranya sudah mulai keluar, dia sudah mulai mengeluarkan katakata dan berbicara. Untuk anak yang bernama Ryan usianya 4 tahun didiagnosa: Dislogia dan Disaudia keadaannya sebelum terapi : kesulitan menghisap, telat bisa bicara. Setelah menjalani terapi : bisa mnghisap minuman dengan menggunakan sedotan, mulai bisa berbicara walaupun masih ada kesalahan artikulasi dan terus menunjukan perkembangannya. Program ini bisa berjalan sebagaimana mestinya melalui kerja sama dari berbagai pihak yaitu Staff dan Karyawan Yayasan, Perawat, Guru, Pengurus, Dokter dan khususnya Terapis selaku pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan penanganan anak. Pada dasarnya bila anak dicintai, perkembangannya akan lebih cepat. Dalam hal ini kasih sayang dan perhatian, sangat diperlukan dari semua pihak. Tentunya dengan mengoptimalkan kemampuannya dan minimalisasi kekurangannya. Berbagai pihak harus mendukung anak dan berkomitmen untuk menjadikannya lebih baik.
Selain itu sarana dan prasarana sekiranya perlu diperhatikan dalam menunjang keberlangsungan program terapi wicara tersebut. Dalam hal ini Yayasan sudah memiliki satu ruangan terapi khusus bagi anak yang letaknya berada bersampingan dengan ruang kepala perawat dan dokter. Sehingga dokter dapat mudah memantau pelaksanaan kegiatan terapi serta melihat keadaan kesehatan anak. Didalamnya juga terdapat alat bantu terapi berupa satu paket yang berisi tisue, alat getar dan lain-lain yang digunakan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Alat-alat bantu ini berupa alat standart yang
wajib dimiliki oleh seorang terapis. Agar dasar dari kegiatan terapi dapat terpenuhi.
Dalam pelaksanaannya program terapi wicara ini tidak lepas dari faktor-faktor penghambat serta pendukung dalam menunjang keberlangsungan kegiatan terapi. Dengan penjelasan sebagai berikut:
A. Faktor Pendukung dan Penghambat
1. Faktor Pendukung a. Tersedianya sarana dan prasarana kegiatan terapi
Yayasan Sayap Ibu sudah memiliki ruang khusus untuk pelaksanaan terapi wicara. luas kelasnya kira-kira 2x2 M, ada meja dengan 2 tempat duduk untuk terapis dan anaknya. Banyak alat peraga berupa mainan, terutama mainan-mainan khusus yang digunakan dalam mendukung kegiatan terapi tersebut dan juga alat-alat permainan lainnya. Informan MS mengatakan :
”Kalau mengenai Faktor pendukung ada beberapa faktor salah satunya sarana dan prasarana karena kegiatan terapi ini tidak lepas dari ketersediaan sarana dan prasarana kegiatan terapi. Dalam hal ini termasuk didalamnya tempat, alat standart atau media terapi, alat permainan yang menarik bagi anak serta penerapan metode dalam terapi sudah cukup terpenuhi.”63
63
Informan MS, Tinjauan Teoritis. 16 November 2009. Pukul : 01.00 WIB
Tentunya ini dilakukan agar anak tertarik untuk mengikuti kegiatan terapi sehingga tujuan dari pelaksanaan terapi dapat tercapai dengan sarana dan prasarana yang mendukung.
b. Terciptanya lingkungan yang kondusif antara terapis, perawat dan karyawan
Sebagai suatu kegiatan yang memerlukan kerjasama berbagai pihak tentunya
lingkungan kondusif memberikan
peran penting dalam
membantu kegiatan terapi wicara dimana anak-anak akan memperoleh manfaat dari hasil terapi tersebut. Informan MS juga mengatakan :
“Selain itu sebagai suatu program yang membutuhkan kerja sama dari pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan terapi, terciptanya lingkungan yang kondusif antara terapis, perawat dan karyawan juga menjadi salah satu faktor pendukungnya. Dimana keadaan kondusif ini dapat terlihat ketika anak mendapatkan perhatian dari berbagai pihak dengan terjadinya kontrol feedback misalnya: ketika anak melakukan kesalahan dalam pengucapan kata dan pihak karyawan atau perawat mendengar segera memperbaikinya.” 64 Terapis, Perawat dan Karyawan memberikan pelajaran penting kepada anak untuk mengajarkan cara bicara dan bahasa yang baik setiap kali menemukan anak berbicara dan mengucapkan sesuatu yang tidak baik untuk didengar. Hal senada juga diungkapkan oleh Informan NS :
”Sebagai pengurus tentu pengawasan senantiasa dilakukan agar keberlangsungan program terapi ini dapat berjalan dengan baik karenanya faktor-faktor yang mendukung kegiatan terapi ini harus
64
Informan MS,Yayasan Syap Ibu 16 November 2009. Pukul : 01.00
diperhatikan seperti diantaranya : Peralatan Terapi, Ruang, Kondisi dan Situasi.”65 2. Faktor Penghambat
Mengenai
faktor
penghambat
ada
beberapa
faktor
yang
menghambat pelaksaan terapi wicara di Yayasan Sayap Ibu. Seperti yang dijelaskan oleh Informan MS diantaranya :
“Feedback auditing yang kurang dari berbagai pihak sehingga anak cenderung berbicara tidak benar. Materi terapi yang terkadang tidak diterapkan dalam kondisi sehari-hari.”66 a. Feedback auditing yang kurang dari berbagai pihak sehingga anak cenderung berbicara tidak benar. Dalam hal ini terkadang anak mengucapkan kata yang salah akan tetapi kurangnya perhatian berbagai pihak terhadap anak sehingga tidak adanya perbaikan agar anak mengucapkan kata yang benar. b. Materi terapi yang terkadang tidak diterapkan dalam kondisi seharihari. Kurangnya penerapan hasil terapi yang sudah diajarkan kepada anak. Sehingga terapi yang sudah diajarkan menjadi terabaikan dan proses perkembangan menjadi lamban.
Selain itu informan NS menambahkan bahwa:
65 66
Informan NS, Yayasan Sayap Ibu. 6 Agustus 2009. Pukul : 03.00 Informan MS, Yayasan Sayap Ibu. 16 November 2009. Pukul : 01.00 WIB
“selain itu pula terdapat faktor penghambat kegiatan seperti Jadwal yang terkadang bentrok dengan kegiatan sekolah, hal ini disiasati dengan mengganti jadwal anak dan mengatur jadwal ulangnya kembali atau pada saat anak sekolah, terapis izin kepada guru untuk mengajak anak mengikuti terapi, dan selain itu pula Peralatan terapi yang mahal juga menjadi salah stu penghambat pelaksanaan program terapi sehingga terapis tidak memiliki alat bantu atau media terapi yang harganya cukup mahal sehingga hanya dapat menggunakan alat standart yang harus dimiliki seorang terapis sebagai media terapi.”67 Jadwal terapi dengan kegiatan terapi terkadang bentrok jika pada saat seharusnya anak sekolah pagi ditukar dengan anak yang bersekolah siang sehingga seharusnya anak mendapatkan terapi justru harus masuk sekolah. Karena dengan adanya koordinasi antara terapis dengan guru berdasarkan persetujuan pengurus sehingga guru mengijinkan anak yang mengikuti terapi untuk menjalankan terapi setelah itu masuk kembali keruang sekolah untuk belajar.
67
Informan NS, Yayasan Sayap Ibu. 6 Agustus 2009. Pukul : 02.00 WIB
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat intisari dari hasil penelitian ini, dan menyarankan tindakan-tindakan yang harus dilakukan agar pelaksanaan terapi wicara dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga meningkatkan perkembangan anak di Yayasan Sayap Ibu.
A. Kesimpulan
a. Pelaksanaan program terapi wicara sebagai upaya meningkatkan perkembangan anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu adalah sebagai berikut: 1. Akibat keterlantaran yang dialami anak-anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu banyak anak yang mengalami gangguan perkembangan pada bahasa dan bicara. Hal inilah yang melatarbelakangi Yayasan Sayap Ibu untuk melaksanakan program terapi wicara. 2. Adapun sasaran program ini yaitu ditujukan untuk semua anak yang berada di Yayasan Sayap Ibu sejak Usia 0-5 tahun yang hampir semuanya mengalami keterlambatan bicara dengan berbagai kasus yang dialami anak. 3. Tujuan dilaksanakannya program terapi wicara tersebut adalah untuk memulihkan, mencegah, juga meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi pada anak di Yayasan Sayap Ibu agar anak dapat berkembang dengan baik. 71
4.
Adapun tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan terapi wicara ini yaitu :Tahap persiapan, Pelaksanaan dan tahap evaluasi
5. Berikut proses kegiatan pelaksanaan terapi :
a. Terapis mengajak klien masuk keruang terapi wicara dan mempersilahkan klien duduk, lalu mengajak berdoa sebelum memulai terapi. b. Agar menarik minat klien terapis memberikan play education seperti : puzzle, ring ball, dan cocokan bentuk. Dengan menstimulus klien untuk mau berkomunikasi dengan terapis. c. Program inti yang dilakukan seperti pada kasus Hosea penanganan yang dilakukan terapis yaitu : Metode oral motor exercise : memberikan stimulus dengan message/brusing didaerah face baik didaerah internal maupun eksternal.Phonic Placement (fokus keartikulasi) contoh pada huruf vocal o = oooooooooo dan i = iiiiii. d. Latihan decoding (persepsi pendengaran, Asosiasi pendengaran termasuk didalamnya perincian bunyi dan pemahaman bunyi) e. Latihan Encoding : tahap 1 : Pra wicara, Kata, Prase. Tahap 2: Visio Motor Coordination (sebagai stimulasi visual dan taksil) dengan memberikan media terapi berupa puzzle. f. Doa penutup.
b. Evaluasi pelaksanaan program terapi wicara dan faktor pendukung serta penghambat pelaksanaan terapi wicara bagi anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanaan terapi wicara ini sudah sesuai dengan jadwal yang telah tetapkan berdasarkan jam masuk sekolah anak agar tidak terjadi jadwal yang berbarengan. Apabila hal itu terjadi karena cukup banyaknya anak yang harus diterapi terapis menyiasati dengan mengambil anak diwaktu jam sekolah dengan seijin guru dan setelah selesai terapi Terapis mengembalikannya kembali kedalam kelas. 2. Melalui kerja sama dan koordinasi antara Terapis dengan pihak Pengurus, Staff, Guru, serta Dokter yang ada di Yayasan Syap Ibu program ini dapat berjalan dengan baik. Sesuai dengan tujuan dilaksanakannya
program terapi wicara
tersebut
yaitu
untuk
memulihkan, mencegah, juga meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi pada anak. Bahwasanya setiap anak harus mendapatkan haknya dalam memperoleh manfaat dari terapi wicara tersebut. Sudah seharusnya program ini terus ditingkatkan pelaksanaannya karena semua anak yang mengikuti kegiatan terapi wicara menunjukan perkembangan secara signifikan seperti pada contoh kasus yang dialami oleh Ryan dan Hosea. Keduanya sejak bayi mengalami gangguan keterlambatan bicara dan bahasa tetapi diusianya saat ini, keduanya menunjukan perkembangan yang baik mereka sudah dapat
berbicara dan bersosialisasi dengan teman-teman baik didalam maupun diluar panti. 3. Sarana dan prasarana yang disediakan sudah dimanfaatkan secara maksimal. Walaupun alat bantu terapi tersebut cukup mahal terapis akan membicarakannya dengan pengurus dan staff yang lain dalam pertemuan rutin bulanan guna mencari solusi dalam penambahan media alat bantu terapi agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin demi mendukung keberhasilan pelaksanaan program tersebut.
Dari ketiga hal tersebut pada intinya program terapi wicara ini sangat diperlukan agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan wajar. Dan perlu di perhatikan bahwasanya jika anak dicurigai mengalami keterlambatan bicara, maka hal ini haruslah diteliti dan diperiksa oleh ahli yang memang berkompeten di bidangnya, kerja sama antara Dokter, Perawat dan Guru sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya salah diagnosa dan penanganan. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan lengkap dari aspek-aspek :
1. Fisiologis dan Neurologis
Dokter memeriksa secara menyeluruh, untuk mengetahui apakah keterlambatan tersebut disebabkan masalah pada alat pendengaran, sistem pendengarannya, atau pun pada areal otak yang mengatur mekanisme pendengaran-bicara dan otak yang memproduksi kemampuan berbicara. Tidak hanya itu, pemeriksaan lengkap akan menghasilkan diagnosa yang jauh lebih
pasti tidak hanya faktor penghambatnya, namun juga metode penanganan yang paling sesuai untuk anak yang bersangkutan.
2. Guru
Guru
memperhatikan
perkembangan
perkembangan sosial-emosional anak. hambatan
yang
dialami
anak
intelegensi
serta
tingkat
melihat sejauh mana pengaruh dari
terhadap
kemampuan
emosional
dan
intelektualnya. Sehingga anak bisa tertangani dengan baik oleh seorang terapis dengan problem keterlambatan bicara.
3. Perawat
Kerja sama dengan perawat sangat diperlukan dalam menyelesaikan penanganan terapi wicara pada anak. Perawat melaporkan setiap perkembangan yang dialami anak baik secara fisik maupun mental. Selain itu perawat juga berperan memberikan stimulus pada anak agar anak dapat berinteraksi dengan baik didalam kesehariannya karena anak-anak yang diasuh oleh perawat yang pendiam sering kali jadi kurang terstimulasi.
Pada kasus-kasus tertentu dimana hambatan bicara dan berbahasa terlihat dari adanya hambatan dalam menulis. Sebenarnya hal ini masih bisa didiagnosa dan dilakukan penanganan yang tepat supaya kemampuan tersebut akhirnya berkembang seperti anak-anak lain seusianya.
Intinya, jika sejak awal hambatan bicara ini sudah didiagnosa secara tepat, dan jika semua pihak dilingkungan panti mempunyai kepedulian yang tinggi untuk memberikan dukungan bagi program pemulihan si anak, maka akan besar kemungkinan bagi si anak untuk kembali memiliki kemampuan yang normal. Meski pada proses awal akan terkesan lamban, namun kemungkinan besar masalah keterlambatan bicara akan teratasi ketika anak mulai memasuki sekolah dasar.
B. Saran
Berdasarkan temuan lapangan dan hasil analisa mengenai pelaksanaan Terapi wicara di Yayasan Sayap Ibu, terhadap beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk masa yang akan datang. Untuk itu saran yang akan diberikan pada bagian ini diharapkan akan memperbaiki pelayanan serta kerja sama dengan pihak-pihak yang terkait.
a. Kepada Perawat, sebagai pihak yang senantiasa selalu mendampingi anak dalam hal perawatan dan pengasuhan yang terlibat langsung dalam perkembangan tumbuh kembang anak disetiap kegiatan keseharian mereka. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan dalam membantu menangani keterlambatan bicara pada anak diantaranya : “Dampingi dia dan ajarkan mengucapkan kata-kata pada anak. Dengan rangsangan mengulang wicara, dengan
itu
dapat
memacu
anak
untuk
mengenal
kata-kata
dan
mengucapkannya dengan menirukan apa yang dia dengar dan dia ucapkan. Rangsangan wicara yang menghubungkan asosiasi kata dan pendengaran.
Banyak-banyak mengajak anak bicara, walaupun mereka sepertinya belum mengerti, tapi kata-kata tersebut akan diingatnya dan suatu saat akan diekspresikannya. Hati-hati dalam memilih kata di depan anak, karena anak sangat mudah menyerap dan mengingat, jangan mengucapkan kata-kata kotor/umpatan. Agar lebih mudah dimengerti, ajak anak berbicara dalam suasana yang menyenangkan. Misalnya, ketika bicara tentang hujan, Perawat memperbolehkan anak menadahkan tangan untuk menampung air hujan sambil bercerita saat hujan seluruh tanaman akan basah. Bisa juga sambil menyanyikan lagu-lagu tentang hujan. Ketika bicara usahakan anak memang sedang menaruh perhatian. Apakah matanya sedang melihat ke arah kita/benda yang kita tunjukkan atau ke arah lain. Bila anak terlihat memerhatikan sesuatu, ajak ia bicara mengenai hal/benda yang sedang diperhatikannya itu. Selain hal itu, berikan makanan padat sesuai usia anak untuk merangsang otot bicaranya. Dan jangan mudah menyerah untuk terus mengajaknya bicara. b. Kepada Guru, sebagai pihak yang membantu anak dalam melaksanakan kegiatan pendidikan disekolah, komunikasi dengan terapis sangat diperlukan secara intens guna memudahkan terapis dalam melihat dan mengevaluasi perkembangan yang terjadi pada anak sehingga terapis dapat lebih cepat dalam menindak lanjuti penaganan terapi anak. c. Kepada Yayasan Sayap Ibu, bahwasanya program terapi ini tidak dapat berjalan dengan baik jika kurangnya kerja sama antar pihak-pihak terkait dalam hal ini Yayasan memberikan sarana dan prasarana yang memadai bagi
kelancaran kegiatan terapi. Case conference untuk memonitoring terapi wicara tersebut harus dilakukan secara rutin agar kebutuhan anak dalam penanganan terapi dapat terpenuhi dengan baik khususnya dalam menambah media alat bantu terapi.
Daftar Pustaka
A. Buku - buku Alston, Margareth.,& Bowles, Wendy. (1988). Research for social worker: an introduction to methods. Canberra: Allen and Unwin Pty Ltd. Fredy S. Nggao, Evaluasi Program (Jakarta Nuansa Madani; 2003), h. 15 Frida Yusuf Tayibnasib, Evaluasi Program,(Jakarta: Rineka Cipta), h. 4 Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997 ; 90919 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis) Edisi Revisi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI,2003),h. Kaplan, Harold I. Gangguan komunikasi. Dalam : I Made Wiguna, editor. Sinopsis psikiatri Bina Rupa Aksara, 1997 ; 76682 Ki Pranindyo, Profesi Terapi Wicara Sebagai Tenaga Kerja Kesehatan,(Jakarta: ATWYBW) Markum, AH. Gangguan perkembangan berbahasa. Dalam : Markum, Ismael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991; 5669 M. Chatib Toha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Rajawali Press,1991), Cet.Ke-1, h.1 Moleong, Lexy J. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001) h. 3 Moleong, Lexy J. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001) h. 90 Nawawi Hadari. Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992), h. 209
Neuman, L.W.(1997). Social research method: qualitative and quantitative approach. Boston : Allyn Bacon Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry. Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka.1994).h.163 Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang anak. Jakarta : EGC, 1995 ; 237-400 Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, (Jakarta : PT Bina Aksara, 1998), Cet. Ke-1, h.8 Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008), h. 47 Tim Penyusun, Kamus besar bahasa Indonesia, Edisi ke-2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet Ke-4 Virginia W, Meredith G, Dalam : Adam, boeis highler. Gangguan bicara dan bahasa. Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok. Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997 ; 397410.
B. Skripsi, Tesis, Hasil penelitian dan laporan Rahayu.Sri, Laporan Praktikum II, di Yayasan Sayap Ibu, Tidak dipublikasikan.
C. Makalah / Brosur / Surat Kabar Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu 2009 Itasari Atitungga, ATWYBW,2007), h.31
Makalah
Dislogia,
(Jakarta:
D. Internet dokteranakku.com.oleh : Dr. Irwan Effendi judul “Gangguan Bicara dan Bahasa” Update: 12 februari 2010 http://www.anakciremai.com/2008/07/02.html. makalah psikologi
tentang perkembangan. Update: 13 Januari 2010
http://www.angelfire.com/md/alihsas/lingkungan.html. Lingkungan Merampas Hak Anak, Oleh:Nafiisah N Ridwan. Update: 12 Des 2009. http://www.hsdc.org/You/Speech/speechtherapy.htm, Update: 12 Oktober 2009. http://beenett.blogspot.com/2008/10/ html. Tinjauan psikologis terhadap anak-anak. update: 14 Juni 2009. Website Yayasan Sayap Ibu: www.sayapibujkt.org.id, Update: 14 Juni 2009. www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1101.
Data dan kriteria anak terlantar. Update: 14 Juni 2009 1X:\Website\today\10 jul\Give Syahmin July 11\Other files. Definisi dan Kriteria PMKS DINAS SOSIAL.doc. Update 14 Juni 2009
Lampiran A. STRUKTUR ORGANISASI SUSUNAN PENGURUS CABANG DKI JAKARTA PERIODE 2007 – 2010 1. Pembina
: Ny. J.S. Nasution
2. Pengawas
: Ny. Dr. Mimi Padmonodewo Ny. Viviani Kartadjoemena Ny. Prof. Dr. Dra. Erna Sumarni, SH. M.Hum
3. Ketua Umum
: Ny. Soemarmi Maryono I.S
4. Ketua I
: Ny. Rien Tjipto Winoto
5. Ketua II
: Ny. Tjondrowati Subiyanto
6. Bendahara I & II
: Ny. Dr. Ken Martati : Bpk. Sumiadji, Ak.
7. Sekretaris I & II
: Ny. Dra. Heliyanti Jaswin, Apt. : Ny. Bettalita Hendro
8. Personalia
: Ny. Tjondrowati Subiyanto
8. Bidang Humas & Dana
: Ny. Srie. Wahyuni Bambang Subianto
9. Bidang Pengentasan anak
: Ny. Ajeng Dian Andari , SH
10. Bidang Pelayanan Masyarakat : Ny. Ajeng Dian Andari, SH 11. Koordinator Bidang Panti
: Ny. C.E. Doods
12. Logistik
: Ny. Wiwiek P. Soeryo
13. Kesehatan
: Ny. Dr. Endang Siti Mulani
14. Pendidikan
: Ny. Sri Nooryarini Soeroso
B. DOKUMENTASI
RUANG TERAPI
KEGIATAN TERAPI
Berdoa sebelum memulai terapi
Play Education : Puzzle
Brusing menstimulasi daerah ekternal rahang
Vibrator Face Menstimulasi daerah pipi
Kegiatan Terapi Diruang Isolasi
Alat Bantu Terapi