ETIKA APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS (Suatu Studi di Desa Ranoketang Tua Kecamatan Amurang Kabupaten Minahasa Selatan)
Praesy Alfa Pantouw, Program Studi Ilmu Pemerintahan, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sam Ratulangi Abstrak Etika menjadi landasan berpikir dan bertindak seorang aparat penyelenggara pemerintahan, disaat masyarakat luas tidak merasa terpenuhi atas pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintah, mereka lalu menggugat nilai atau standar etika apa yang dipakai aparat dalam memberikan pelayanan tersebut, karena etika pemerintahan selalu menjadi isu yang senantiasa membutuhkan perhatian yang serius. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai etika aparat pemerintah desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan di Desa Ranoketang Tua, dengan menggunakan metode kualitatif yang dimaksudkan untuk menggali lebih dalam mengenai permasalahan penelitian, informan yang ditentukan adalah kepala desa, perangkat desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa, dan tokoh-tokoh masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etika aparatur pemerintah desa Ranoketang Tua dinilai masih belum yang diharapkan, karena masih terdapat sikap dan perilaku yang tidak dapat memberi contoh bagi masyarakat, disamping itu melalui tutur kata yang tidak sopan dan tidak enak didengar, oleh karena itu perlu kiranya dilakukan peningkatan nilai-nilai etika sebagai aparatur pemerintah desa.
Kata Kunci: Etika, Aparatur, Pemerintah Desa
1
Pendahuluan Etika pemerintahan menjadi topik pembicaraan dewasa ini di era reformasi, terutama dalam upaya mewujudkan aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Dalam kaitannya dengan pembangunan aparatur pemerintah diarahkan pada peningkatan kualitas, efisiensi dan efektivitas seluruh tatanan penyelenggara pemerintahan termasuk peningkatan kemampuan dan disiplin, pengabdian, keteladanan dan kesejahteraan aparatnya, sehingga secara keseluruhan makin mampu melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan sebaik-baiknya, khususnya dalam melayani, mengayomi serta menumbuhkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan, serta tanggap terhadap kepentingan dan apirasi masyarakat. Jadi fungsi utama dari aparatur pemerintah adalah mengabdi pada masyarakat dan pada kepentingan umum, dengan alat perlengkapannya yang ada. Dalam melayani kepentingan umum aparatur pemerintah sebagai abdi, bukan sebaliknya mencari keuntungan atau mementingkan kepentingan pribadi atau golongan. Aparatur pemerintah harus menjadi saluran dan jembatan pengabdi dalam melaksanakan kepentingan umum dengan penuh dedikasi dan loyalitas, bukan sebaliknya, dalam menjalankan tugas dan fungsinya aparat pemerintah harus tanggap pada perubahan yang setiap saat terjadi dikalangan masyarakat, bangsa dan negara. Setiap aparat perlu menyadari tujuan negara dan sadar akan masyarakat umum yang memerlukan pelayanan oleh aparatur sesuai dengan tugas dan fungsinya masingmasing. Aparatur negara dan pemerintah mempunyai tugas mendidik masyarakat, mendidik orang lain berarti mendidik diri sendiri, karena itu seorang pemimpin atau aparatur yang sadar akan kewajibannya sebagai pendidik hendaknya berusaha agar supaya: dalam hidup sehari-hari menjadi teladan, panutan bagi umum dalam kesusilaan, juga dalam usahanya sehari-hari selalu memperhatikan kemajuan lahir batin masyarakatnya. Dari serangkaian pernyataan diatas, tergambar dengan jelas bagaimana idealnya perilaku seseorang aparat pemerintah yang didasarkan pada etika pemerintahan. Namun ternyata untuk mempraktekkannya tidaklah semudah yang dibayangkan. Sejauh ini, masih sering ditemui aparat-aparat pemerintah yang melakukan penyelewengan dan mengabaikan etika pemerintahan yang seharusnya menjadi pedoman mereka dalam bekerja. Terjadi penyimpangan akibat kurang atau tidak dipahaminya nilai-nilai etika pemerintahan sehingga perilaku aparat jadi menyimpang. Menyimpangnya perilaku aparat pemerintah akan dapat menimbulkan reaksi langsung maupun tidak langsung dari masyarakat yang akhirnya akan menjelma menjadi pendapat umum yang dapat merongrong kewibawaan pemerintah. Memahami pentingnya etika pemerintahan tidaklah semata-mata mengondoktarinasikan apa yang boleh dan tidak dikerjakan (baik-buruk; benarsalah) oleh aparat pemerintahan, tetapi lebih dari itu adalah upaya yang terus menerus dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme agar tindakan dan perilakunya mencerminkan ethical reflection yang bermanfaat bagi penyempurnaan pelayanan kepada masyarakat. Dijalankannya etika pemerintahan oleh aparatur pemerintah akan berimplikasi langsung pada penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan akan berjalan lancar dan sukses apabila perilaku aparat pemerintah menjalankan tugasnya berdasarkan nilai-nilai etika. Demikian juga
2
sebaliknya, penyelenggaraan pemerintahan akan terhambat dan bermasalah apabila perilaku aparatnya menyimpang dari nilai-nilai etika. Etika pemerintahan yang dijalankan aparatur pemerintahan akan berimplikasi pada penyelenggaraan pemerintahan ditingkat pusat maupun penyelenggaraan pemerintahan didaerah, di kecamatan bahkan ditingkat Kelurahan/Desa. Desa Ranoketang Tua, merupakan salah satu dari dua desa yang ada di Kecamatan Amurang, mengingat Kecamatan Amurang menjadi pusat/ibukota Kabupaten Minahasa Selatan, sehingga desa-desa lainnya telah menjadi kelurahan, hanya tersisa dua desa yaitu Desa Ranoketang Tua dan Desa Kilotiga, berdasarkan hasil pengamatan awal yang dilakukan peneliti, aparatur pemerintah desa mempunyai fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat, serta menyelenggarakan sebagian kewenangan daerah yang diserahkan kepada desa, serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati. Peran aparatur pemerintah desa sangatlah penting, mengingat dari aparaturlah yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan pemerintahan, dan pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu sangat diharapkan para penyelenggara/aparatur yang ada mempunyai mental dan etika yang baik, namun pada kenyataannya berdasarkan hasil observasi awal dari peneliti, banyak ditemukan adanya keluhan-keluhan dari masyarakat desa mengenai sikap perilaku dari aparatur pemerintah desa itu sendiri yang terdiri dari sekretaris desa, kepalakepala urusan, dan kepala jaga, keluhan-keluhan yang ditemui peneliti adalah sikap yang ditunjukkan oleh aparatur pemerintah desa, seperti tutur kata yang terkesan kasar, contohnya dalam memberikan himbauan kepada masyarakat untuk bekerja bakti, dan yang selanjutnya adalah keterlibatan aparatur dalam mengkonsumsi minuman keras, hal ini menjadi contoh buruk bagi masyarakat, disatu sisi aparatur pemerintah desa selalu mengingatkan kepada masyarakat untuk mengurangi konsumsi minuman keras yang menjadi sumber pemicu gangguan kantibmas, namun disisi lain aparatur pemerintah desa juga turut terlibat. Fenomena yang digambarkan diatas merupakan temuan yang belum dapat dikatakan benar, sebelum dikaji dan diteliti lebih dalam melalui suatu kajian penelitian yang menggunakan kaidah-kaidah ilmiah, sehubungan dengan hal tersebut diatas, peneliti tertarik mengkaji tentang etika pemerintahan dalam penyelenggaraan tugas aparatur pemerintah di desa Ranoketang Tua. Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimana etika aparatur pemerintah desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan di Desa Ranoketang Tua? Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah untuk mengetahui mengenai etika aparat pemerintah desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan di Desa Ranoketang Tua. Konsep Etika Pemerintahan Dalam bahasa latin “Ethica” berarti beradab, tingkah laku, moral. Dan dalam bahasa Indonesia “Etika-Etik-Etis” berarti: kelakuan, tata cara, tata krama, moral, akhlak; sedangkan etis sering dipergunakan dalam bahasa hukum yaitu : normanorma, kaidah, peraturan-peraturan (Mahmoedin, 1994:23). Secara Etimologis istilah etika berasal dari bahasa Yunani, “Etos” yang berati watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Salah satu cabang filsafah yang dibatasi dengan dasar nilai moral menyangkut apa yang diperbolehkan atau tidak, yang baik atau tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, pada perilaku manusia, Syafei, 1994:205). Etika merupakan
3
cabang filsafat. Etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat yang mencari ketenaran (benar) sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran baik buruknya bagi tingkah laku manusia. Etika hendak mencari tindakan manusia manakah yang baik (Zubair 1990:14). Etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat sebagai : Antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik dan hukum. Perbedaannya terletak pada aspek keharusannya. Perbedaan dengan teologi moral, karena tidak bersandarkan pada kaidah-kaidah keagamaan, tetapi terbatas pada pengetahuan yang dilahirkan tenaga manusia sendiri. (Zubair, 1990:15). Menurut Ki Hajar Dewantara, Etika adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan (dan keburukan) gerak pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan. (Zubair 1990:15). Ilmu pengetahuan ini tidak membahas kebiasaan yang tidak semata-mata berdasrkan tata adab, melainkan membahas adat yang berdasarkan sifat-sifat dasar dan bersandar atas intisari manusia, ialah suatu adat istiadat yang terikat pada pengertian baik atau buruk dalam tingkah laku manusia. Mahmoedin, (1994:25) membagi istilah etika dalam beberapa definisi, yaitu: - Merupakan dasar moral, termasuk ilmu mengenai kebaikan dan sifat-sifat tentang hak. - Tuntutan mengenai perilaku, sikap dan tindakan yang diakui, sehubungan dengan suatu jenis kegiatan manusia. - Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. - Merupakan ilmu mengenai watak manusia yang ideal. Kumpulan asas yang berkenan dengan akhlak. - Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. - Pedoman kelakuan, sikap atau tindakan yang diterima atau diakui, sehubungan dengan kegiatan manusia dari golongan tertentu. Ilmu mengenai kewajiban. - Dasar-dasar moral sseorang. Dalam Encyclopedi Britanica, etika dinyatakan dengan tegas sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sistematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar dan sebagainya, Frankein menjelaskan bahwa etika sebagai cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikiran kefilsafatan tentang moralitas, problem moral dan pertimbangan moral (Zubair 1990:16). Dari berbagai konsep tentang etika, (Zubair 1990:17) mengklasifikasikan 3 jenis konsep yaitu : - Yang menekan pada aspek historic : Dimana etika dipandang sebagai cabang filsafat yang membicarakan masalah baik buruknya perilaku manusia. - Yang menerangkan secara Deskriptif : Dimana etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan masalah baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan manusia bersama. Konsep demikian tidak melihat kenyataan bahwa ada keanekaragaman norma karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik. - Yang menekankan pada sifat dasar etika sebagai ilmu yang nomatif dan bercorak kefilsafatan; dimana etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normative, evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruk terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup
4
memberikan informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Atas dasar konsep terakhir ini etika digolongkan sebagai pembicaraan yang bersifat informative direksif dan refleksif. Konsep Penyelenggaraan Pemerintahan Menurut Pamudji, (1982:13), istilah pemerintahan menunjuk bidang tugas pekerjaan atau fungsi. Sedangkan istilah pemerintahan menunjukkan kepada badan, organ atau alat perlengkapan yang menjalankan funsi atau bidang tugas pekerjaan itu. Dapat dikatakan kalau pemerintahan menunjuk pada objek sedangkan istilah pemerintah menunjuk pada subjek. Pemerintahan dan pemerintah mempunyai arti sempit dan arti luas. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala tugas dan kewenangan negara, kalau mengikuti pembidangan menurut Montesqiu pemerintah dalam arti luas meliputi eksekutif, legislatif dan yudikatif, sedangkan pemerintahan dalam arti sempit diartikan sebagai tugas dan kewenangan negara alam bidang eksekutif saja. Sedangkan pemerintah dalam arti luas menunjuk kepada seluruh aparat/alat perlengkapan negara yang menjalankan tugas dan kewenangan dalam arti sempit. Ndraha, (1986:12), memberikan pengertian sebagai berikut : 1. Pemerintah ialah kata nama subjek ang berarti sendiri, misalnya pemerintah desa, pemerintah daerah dan sebagainya. 2. Pemerintah ialah kata jadian, yang disebabkan karena subjek melakukan tugas/kegiatan. Sedangkan cara melakukan tugas/kegiatan itu disebut sebagai pemerintahan. Menurut Pamudji (1982:56) menjelaskan bahwa kata pemerintahan berasal dari kata pemerintah yang masing-masing mempunyai arti sebagai berikut: a. Perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh, melakukan sesuatu, yang dilakukan misalnya : mereka sudah siap, tinggal menunggu perintah. b. Pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu negara (daerah negara) atau badan yang tertinggi yang memerintah sesuatu negara (seperti kabinet merupakan pemerintah; misalnya negara memerlukan pemerintah yang kuat dan bijaksana). c. Pemerintahan adalah perbuatan (cara, hal, urusan, dan sebagainya yang memerintah). Dari penjelasan diatas, maka disimpulkan sebagai berikut : 1. Memerintah berarti melakukan pekerjaan menyuruh. 2. Pemerintah berarti badan yang melakukan kekuasaan memerintah. 3. Pemerintahan berarti perbuatan, cara, hal atau urusan dari badan yang memerintah tersebut. Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas mengenai pemerintah dan pemerintahan tersebut maka perlu dilakukan penghayatan yang lebih mendalam. Dalam kepustakaan Inggris dijumpai perkataan “government” yang sering diartikan baik sebagai “pemerintah” ataupun sebagai “pemerintahan”. Menurut Samuel Edwart Finner (Pamudji, 1982:24) menyatakan bahwa istilah “government” paling sedikit mempunyai empat arti yaitu : a. Menunjukkan kegiatan atau proses memerintah, yaitu melaksanakan kontrol atas pihak lain. b. Menunjukkan masalah-masalah (hal ikhwal) negara dalam mana kegiatan atau proses diatas dijumpai.
5
c. Menunjukkan orang-orang (maksudnya pejabat-pejabat) yang dibebani tugastugas untuk memerintah. d. Menunjukkan cara, metode atau sistem dimana suatu masyarakat tertentu diperintah. Jelas kelihatan bahwa ada pemerintah dan pemerintahan dalam arti luas. Dengan adanya pemerintah dan pemerintahan dalam arti luas, maka tentunya ada pengertian pemerintah dan pemerintahan dalam arti sempit. Sekarang apakah yang dimaksudkan pemerintah dan pemerintahan dalam arti sempit? Menurut ajaran tripaja pemerintah dalam arti sempit hanya meliputi kekuasaan eksekutif saja. Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit meliputi segala kegiatan dari pemerintah dalam arti tersebut. Berdasarkan uraian diatas dapatlah dirumuskan bahwa: Pemerintahan dalam arti luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ-organ atau badan-badan Legislatif Eksekutif dan Yudikatif dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara, sedangkan pemerintahan dalam arti sempit, adalah perbuatan memerintah atau memimpin yang dilakukan oleh organ eksekutif dan jajarannya dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara. Sedangkan yang dimaksud dengan penyelenggaraan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : proses, perbuatan, cara, pelaksanaan. Jadi yag dimaksud dengan penyelenggaraan pemerintah aadalah proses pelaksanaan memerintah atau memimpin yang dilakukukan oleh organ eksekutif dan jajarannya dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan Negara (Kansil, 1990:54). Konsep Aparatur Pemerintah Secara Etimologi, istilah aparatur berasal dari kata aparat yakni alat, badan, instansi, pegawai negeri (Pamudji, 1982:11), sedangkan aparatur dapat diartikan sebagai alat negara, aparat pemerintah. Jadi aparatur negara, alat kelengkapan negara yang terutama meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan dan kepegawaian, yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari. Dengan demikian pengertian aparatur tidak hanya dikaitkan dengan orangnya tetapi juga organisasi fasilitas ketentuan pengaturan dan sebagainya. Adapun jenis-jenis aparatur sebagaimana dikemukakan oleh Ndraha (1986:83-86) adalah: 1. Aparatur Negara Aparatur negara adalah keseluruhan pejabat dan lembaga negara serta pemerintahan negara yang meliputi aparatur kenegaraan dan pemerintahan, sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, bertugas dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan negara dan pembangunan serta senantiasa mengabdi dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita perjuangan Bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 2. Aparatur Pemerintah Aparatur pemerintah adalah keseluruhan lembaga atau badan yang ada di bawah Presiden seperti Departemen, Lembaga, Pemerintahan dan Departemen serta Sekretariat Departemen dan lembaga-lernbaga tinggi negara. 3. Aparatur Perekonomian Negara Aparatur perekonomian negara adalah keseluruhan Bank Pemerintah, lembaga perkreditan, lembaga keuangan, pasar uang dan modal serta perusahaan milik negara dan perusahaan milik daerah. Melihat luasnya pengertian dan adanya macam-macam istilah terhadap aparatur ini maka dalam tulisan ini dipakai istilah aparatur pemerintah. Dalam
6
penelitian ini maka aparatur pemerintah diartikan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yakni melayani, mengayomi dan menumbuhkan prakarsa serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan sedangkan sebagai abdi negara yakni bermental baik dan mempunyai kemampuan profesional yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya untuk mendukung kelancaran pembangunan. Metode Penelitian Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan metode analisis deskriptif. Pada dasarnya desain deskriptif kualitatif disebut pula dengan kualitatif. Maksudnya, desain ini belumlah benar-benar kualitatif karena bentuknya masih dipengaruhi oleh tradisi kuantitatif, terutama dalam menempatkan teori pada data yang diperolehnya. Format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada, kemudian berupaya untuk menarik realitas kepermukaan sebagai suatu ciri, kharakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, ataupun fenomena tertentu (Nawawi, 1998:35). Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah Etika pemerintahan aparatur dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan di desa Ranoketang Tua, yang meliputi beberapa indikator yaitu: Proses dan penerapan aktifitas aparat pemerintah desa berdasarkan sistem yang dilakukan yaitu: peraturan, metode, prosedur , moral , dan kesusilaan. Adapun metode pengumpulan data yang dipilih untuk penelitian ini adalah wawancara mendalam (in depth-interview). Pada dasarnya wawancara mendalam yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan wawancara tidak berstruktur, meskipun disiapkan pula pedoman untuk melakukan wawancara. Menurut Sugiyono (2007:45) bahwa: “wawancara terstruktur sebagaimana yang lazim dalam tradisi survey adalah kurang memadai, yang diperlukan adalah wawancara tak berstruktur yang bisa secara leluasa melacak ke berbagai segi dan arah guna mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dan semendalam mungkin”. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah mereka yang dinilai representatif untuk memberikan informasi dan data tentang etika aparatur pemerintah desa dalam pelaksanaan tugas di desa Ranoketang Tua, yaitu: Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala-Kepala Urusan, Kepala-Kepala Jaga, Tokoh Masyarakat dan masyarakat. Hasil Penelitian Perilaku aparat pemerintah merupakan gambaran tentang apa saja yang menjadi tindakan aparatur. Seorang aparat pada pelaksanaan kerjanya, perilaku kerja ini dapat menggambarkan kinerja yang dimiliki oleh seorang aparatur pada bidang atau pada bagian yang ditempatinya. Perilaku kerja aparatur dalam pelaksanaan tugas-tugas dalam segala bidang terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan diukur dan dinilai berdasarkan hasil kerja yang dicapai oleh karena itu semuanya tergantung pada moral yang dimiliki oleh masing-masing aparatur baik atasan maupun bawahan apakah mereka mampu menjaga kemampuan kerja mereka dengan baik atau tidak. Untuk mengetahui perilaku kerja aparatur dalam pelaksanaan tugas berikut ini hasil wawancara dengan informan:
7
Kepala Desa mengatakan: “para perangkat desa yang ada di Desa Ranoketang Tua pada umumnya telah menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, taat, disiplin dan berdedikasi, walaupun dalam beberapa kasus ada perilaku para staf yang sering tidak hadir pada kegiatan-kegiatan desa, yang langsung diberikan pembinaan”. Sekretaris Desa mengatakan: ”perilaku para pegawai yang ada di Desa Ranoketang Tua, pada umumnya baik, mampu untuk saling menghargai antara yang satu dengan lainnya, sehingga setiap tugas dan pekerjaan dapat diselesaikan secara bersama, para pegawai yang ada juga memahami akan tugas pokok dan fungsi masing-masing”. Hasil wawancara mengenai kemampuan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan tugas: Kepala urusan pemerintahan mengatakan: “setiap aparat yang ada di Desa Ranoketang Tua belum dibekali dengan pendidikan dan pelatihan (diklat), sehingga masih ada kelemahan disana-sini, tetapi pada prinsipnya mampu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan, khususnya di Bidang pemerintahan, para aparatur yang ada juga belum semuanya berpengalaman”. Hasil Wawancara mengenai sikap aparat dalam pelaksanaan tugas: Sekretaris desa mengatakan: “perangkat yang ada di Desa Ranoketang Tua belum terampil dan cakap dalam melaksanakan tugasnya, walaupun mereka menunjukkan sikap disiplin, loyal, dan patuh pada atasan, sehingga dalam pencapaian tujuan kerja dapat diperoleh dengan Salah satu maksud atau tujuan ditetapkannya etika pemerintahan ialah untuk menciptakan atau mengembangkan kualitas aparatur Negara atau aparatur pemerintah, terutama menyangkut sikap dan perilakunya sehingga dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Namun dalam kenyataannya, apa yang diharapkan belum dapat terwujud secara maksimal. Dengan kata lain meskipun telah ditetapkan dan terus disempurnakan etika pemerintahan itu serta dengan berbagai kebijaksanaannya, kualitas sikap dan perilaku aparat pemerintah yang melanggar peraturan, baik dalam kedinasan seperti penyalahgunaan wewenang dan berbagai bentuk penyelewengan lainnya, setidak-tidaknya dapat dijadikan alasan untuk menyatakan masih rendahnya sikap dan perilaku aparat pemerintah yang pada gilirannya akan berpengaruh pada kualitas penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri, hal ini senada dengan hasil wawancara dengan kepala Jaga II Desa Ranoketang Tua bahwa: “ jujur harus diakui bahwa tidak sepenuhnya perangkat yang ada di Desa Ranoketang Tua sudah sadar dan mematuhi semua peraturan, tugas pokok dan fungsinya masing-masing, setelah dievaluasi setiap tri wulan, tak jarang ditemui pelanggaran-pelanggaran serta penyalahgunaan wewenang aparatur pemerintah, sehingga hal ini tentunya menjadi kendala dalam mewujudkan tercapainya tujuan dari organisasi”. Untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang bagaimana perilaku aparatur di Desa Ranoketang Tua dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, Peneliti melakukan pengamatan seksama terhadap aktifitas yang terjadi di Desa Ranoketang Tua tersebut. Dalam hal ini peneliti menitkberatkan pada perilaku aparat dalam memberikan pelayanan, bagaimana kedisiplinan aparat dalam bekerja dan bagaimana efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan tugas aparatur.
8
Pembahasan Aparat pemerintah adalah anggota masyarakat yang secara hukum dikukuhkan sebagai abdi negara yang bertanggung jawab atas dasar tugas dan wewenang yang telah diberikan sesuai bidang kemampuannya. Masyarakat sudah percaya sepenuhnya kepada aparat pemerintah yang ditunjuk untuk melakukan tugas sehari-hari sehingga mampu menyediakan atau memberikan pelayanan yang dibutuhkan atau diharapkan oleh masyarakat. Dengan demikian berarti aparat pemerintah berkewajiban untuk selalu mengasah dan meningkatkan kemampuan di bidangnya agar dapat bekerja secara profesional dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Ukuran profesionalisme dari aparat adalah tingkat efektivitas dan efesiensi produk yang mereka hasilkan. Dengan profesionalisme diharapkan mampu memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan akurat sesuai target dan sasaran yang dicanangkan. Keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu bisa disebut sebagai birokrasi. Bila Negara dipandang sebagai sebuah organisasi, yang merupakan himpunan individu, maka di Indonesia organ yang bertugas menyelenggarakan kegiatan Negara adalah MPR. Ini berarti bahwa pada dasarnya individu-individu atau rakyatlah yang menyelenggarakan kegiatan”nya” (Negara) sendiri. Untuk menyelenggarakan kegiatan Negara itu, MPR merumuskan suatu kebijakan yang tertuang dalam UUD maupun GBHN. Kebijakan punc ak nasional ini dilimpahkan atau dimandatkan kepada presiden untuk diimplementaskan. Dalam pengertian ini, MPR disebut sebagai penyelenggara Negara tertinggi (lihat UUD 1945), sedangkan presiden disebut peyelenggara pemerintahan tertinggi. Presiden bersama-sama DPR (yang merupakan sebagian tubuh MPPR) membuat kebijakan yang lebih operasional berupa undang-undang kemudian menjalankannya. Dalam rangka menjalankan undang-undang presiden memerlukan pembantu, yakni menteri yang disebur pemimipin Negara. Para menteri ini memimpin suatu organisasi departemen atau organisasi yang tidak berupa departemen, untuk mencapai tujuan-tujuan Negara yang ditetapkan dalam suatu kebijakan secara efisien. Aparatur Negara menunjuk pada kedua jenis organisasi yang dikelola oleh menteri itu. Lebih rinci dapat disebut pula aparatur Negara menunjuk pada organisasi maupun pegawai negeri yang dipimpin oleh seorang menteri. Setiap aparatur pemerintah harus mempunyai etika yang dapat penjadi pedoman dalam tingkah lakunya. Bila tidak mengerti dan memahami etika, maka aka ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh seorang aparatur pemerintah, misalnya korupsi, tidak disiplin, dan pelanggaran lainnya. Sebagai contoh adalah kasus di bawah ini yang diambil dari sebuah berita di salah satu Koran lokal. Dari contoh berita di atas dapat kita lihat bahwa masih ada saja aparatur pemerintah yang melanggar aturan dengan membiarkan wajib pajak menunggak pembayaran pajak hingga kadaluarsa yang pada khirnya merugikan Negara begitu besar. Beberapa dasar hukum ditetapkannya etika aparatur pemerintah (khususnya Pegawai Negeri Sipil) adalah sebagai berikut: Ada beberapa arah reformasi yang dapat menjadi pengungkit utama. Pertama, pembangunan paradigma, budaya, dan mentalitas public entrepreneur, yaitu bagaimana menjadikan aparatur negara yang selalu berpikir dan bertindak efisien serta menjadikan masyarakat sebagai stakeholder sekaligus costumer yang harus dilayani dengan baik. Memang tidak mudah untuk melakukan
9
perubahan budaya aparatur negara, tetapi sejumlah daerah, seperti Sragen, Yogyakarta, Kebumen, Tarakan, Jembrana, dan Gorontalo, telah membuktikan mampu menjadikan aparatur negara yang berbudaya entrepreneur dan melayani. Perlu dicatat, daerah-daerah itu yang mampu melakukan perubahan budaya bagi aparatur negara ternyata memiliki korelasi positif dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kualitas pelayanan publik. Kedua, pembangunan aparatur negara adalah penerapan sistem merit dalam birokrasi. Selama ini, administrasi aparatur pemerintah dilakukan secara apa adanya, tidak berbasis kompetensi. Membangun sistem merit berarti menjadikan kompetensi dan kinerja sebagai ukuran utama penilaian aparatur pemerintah. Ukuran ini harus dijadikan sebagai dasar dalam proses seleksi dan rekrutmen, remunerasi, dan promosi jabatan. Bukan sebaliknya berdasarkan hubungan-hubungan kekeluargaan, pertemanan, dan afiliasi politik. Aparatur pemerintah hanya akan berfungsi secara profesional dan independen jika kompetensi dan kinerja menjadi dasar dalam semua proses pengukuran. Ini berarti, pemerintah harus melakukan perombakan secara fundamental terhadap sistem kepegawaian negara. Ketiga, pengungkit pembangunan aparatur pemerintah juga terletak pada penguatan pengawasan etika dan perilaku aparatur. Tidak terkontrolnya etika aparatur pemerintah selama ini ditengarai telah menjadi penyebab penyalahgunaan wewenang dalam pemerintahan dan pembangunan. Esensi etika adalah pengawasan moral terhadap setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah yang terikat dengan mandat kedaulatan rakyat. Tentu saja masih banyak pengungkit lain dalam upaya membangun aparatur negara untuk menghadapi krisis ekonomi global. Namun, lebih dari itu, yang dibutuhkan adalah kesadaran dan komitmen politik untuk melakukan reformasi aparatur pemerintah. Aparatur yang produktif; Berarti perolehan hasi (output) yang maksimal dengan menggunakan masukan (input) yang minimal. Masukan menjadi hasil setelah melalui proses tertentu. Agar bekerja secara produktif, proses yang terjadi harus efektif dan efisien. Dengan kata lain, produktivitas merupakan hasil perkalian antara efisien dan efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain latar belakang hidup para pelaksana (umur, jenis kelamin, status, tanggungan, masa kerja), kemampuan baik fisik maupun intelektual, tipe kepribadian yang bersangkutan, persepsi tentang kehidupan organisasi, sistem dan peringkat nilai yang dianut, motivasi berkarya, dan penugasan yang tepat (sesuai dengan pengetahuan, ketrampilan). Aparatur yang bersih; Pemerintah yang demokratis tidak pernah ingin ada aparatur yang tidak bersih. Mewujudkan aparatur yang bersih merupakan bagian integral dari kebijakan umum yang ditempuh oleh pemerintah suatu negara dalam menjalankan roda pemerintahan. Aparatur yang berwibawa; Wibawa tidak bersumber dari kekuasaan yang dimilikinya. Wibawa timbul karena: (a) kemampuan memberikan pelayanan yang cepat, aman, dengan prosedur sederhana tetapi bersahabat, (b) pengetahuan yang mendalam tentang bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya, (c) ketrampilan dan kemahiran yang tinggi dalam menyelesaikan fungsinya, (d) disegani tapi tidak ditakuti oleh masyarakat, dan (e) pemilikan informasi yang tidak dimiliki oleh pihak manapun di masyarakat tetapi dengan mudah dapat diakses oleh yang membutuhkan, kecuali informasi yang memang rahasia
10
Aparatur yang profesional; Profesional merupakan keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang tinggi, waktu yang tepat, cermat dan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh para pelanggan. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang seluk beluk tugas dengan segala penerapannya dan ketrampilan yang diperlukan serta pengetahuan yang bersifat umum dan khusus. Aparatur yang kreatif; Kreativitas bukanlah kepatuhan yang bersifat robotik akan tetapi yang situasional dan penuh dengan dinamika. Kreativitas tidak hanya dalam ketaatan pada peraturan perundang-undangan, akan tetapi dalam melaksanakan semua tugas pekerjaan karena selalu ada cara yang lebih baik, produktivitas masih selalu dapat ditingkatkan, tingkat efisiensi dan efektivitas tidak pernah mencapai titik jenuh, serta selalu ada tempat bagi penyempurnaan mekanisme kerja. Peningkatan kreatifitas kerja hanya mungkin terjadi apabila terdapat iklim yang mendorong para anggota birokrasi pemerintah untuk mencari ide baru dan konsep baru serta menerapkannya secara inovatif. Selain itu juga harus terdapat kesediaan pimpinan untuk memberdayakan bawahannya. Aparatur yang inovatif; Perwujudannya bisa berupa hasrat dan tekat untuk selalu mencari, menemukan dan menggunakan cara kerja baru, metode kerja baru dan teknik kerja baru dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Aparatur yang transparan; Transparasi harus terjadi karena dengan demikian masyarakat akan mengetahui beberapa hal berikut: (a) tidak adanya tindakan pemerintah yang merugikan rakyat banyak, (b) oknum-oknum dalam birokrasi yang menyalahgunakan kekuasaan atau wewenangnya, (c) prosedur perolehan haknya, (d) penegakan hukum yang tidak pandang bulu, dan (e) segi-segi kehidupan bernegara lainnya yang benar-benar tertuju untuk peningkatan mutu hidup Aparatur yang tanggap; Karena dinamika masyarakat dan kemajuan yang dicapai oleh suatu negara melalui pembangunan dalam berbagai segi kehidupan dan pengidupan, akan timbul berbagai aspirasi baru, harapan baru, kebutuhan baru dan tuntutan baru. Untuk itu diperlukan aparatur yang responsif dan tanggap. Tidak tanggap berarti kekecewaan rakyat yang pada akhirnya mungkin berakibat timbulnya krisis kepercayaan kepada pemerintah. Aparatur yang peka; Kepekaan berarti kemampuan melakukan deteksi secara dini terhadap berbagai hal yang terjadi dan memberikan respon yang sesuai. Aparatur yang antisipatif dan proaktif; Adalah yang mampu mengenali sifat, jenis dan bentuk perubahan yang terjadi, dan mengantisipasinya secara dini. Artinya tidak menunggu sampai terjadi sesuatu baru memberikan reaksi yang dianggapnya perlu. Aparatur yang mempunyai visi; Visi adalah pernyataan tentang kondisi masa depan yang diinginkan.visi biasanya dinyatakan secara formal tetapi umum dalam arti tidak rinci. Manajer puncak biasanyalah yang menentukan visi yang dimaksud. Namun demikian visi tersebut harus menjadi milik setiap orang dalam organisasi.
11
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : Perilaku aparatur pemerintah dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sehari-hari, di Desa Ranoketang Tua, berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa etika/moral aparatur masih tergolong rendah, dengan adanya praktekpraktek yang tidak terpuji dalam memberikan layanan kepada mereka yang mebutuhkan pelayanan. Equality, equity, loyality, responsibility, maupun sikap moral aparatur pemerintah yang ada di Desa Ranoketang Tua masih tergolong rendah, salah satu penyebab adalah kualitas moral dari masing-masing personil aparat itu sendiri, disamping faktor kesejahteraan yang belum terlalu mendukung untuk memenuhi kebutuhan/kesejahteraan pegawai, yang berimbas kepada kinerja aparatur itu sendiri. Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, sebagian besar aparatur Pemerintah Desa telah memahami, menghayati bahkan mengamalkan prinsip-prinsip etika pmerintahan, meskipun masih ada beberapa yang masih kurang memahami dan tidak menerapkan etika pemerintahan tersebut. Saran Dengan mengacu pada pokok permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut : Dengan melihat kenyataan semakin rendahnya moral aparatur pemerintah di era revormasi ini, maka revitalisasi moral harus dimulai dari sisi individual aparatur pemerintah itu sendiri. Dengan moral dan perilaku yang etis yang dimulai dari perilaku aparatur secara individu, antara lain dengan melakukan pendidikan pengembangan karakter untuk meningkatkan kualitas moral etika aparat. Perlu ditingkatkan kesejahteraan pegawai dalam rangka peningkatan tanggungjawab dan kinerja aparatur, sehingga indicator equality, equity, loyality, responsibility, maupun sikap moral aparatur berubah dengan signifikan. Salah satu unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah etika pemerintahan dan di dalam pengembangannya tidak semata-mata mengondoktarnasikan apa yang boleh atau tidak boleh dikerjakan seseorang aparatur pemerintah, tetapi lebih dari pada itu ialah upaya yang terus menerus dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme yang bermanfaat efektifitas penyelenggaraan tugas-tugas aparatur.
12
DAFTAR PUSTAKA Austern, David; Steinberg, Sheldon, 1998, government ethics and manager (penyelewengan aparat pemerintah), remaja rosda karya, Bandung Djohan, Djohermansyah, 1990, Problematik Pemerintahandan Politik Lokal, Bumi Aksara, Jakarta. Gitosudarmo, 1997, Perilaku Organisasi, BPFE, Yogyakarta Gordon, Thomas, 1986, Kepemimpinan Yang Efektif, Rajawali Perss, Jakarta. Hoogerwerf, 1983, Ilmu Pemerintahan, Erlangga, Jakarta Kumorotomo, Wahyudi, 1994, Etika Bisnis, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Krisyanto, Eddy, 2001, Etika Politik Dalam Konteks Indonesia, Kanisius, Yogyakarta. Kansil, C.S.T, 1990, Sistem Pemerintahan Indonesia, Radar Jaya Offset , Jakarta. Mahmoedin, AS, 1994, Etika Bisnis, Putaka Sinar Harapan, Jakarta. Moleong, Lexy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya. Nawawi, Hadari, 1998, Metode Penelitian Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Ndraha, Talaziduhu, 1986, Dimensi-Dimensi Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta. Pamudji. 1982, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta. Rahmad, J. 1990, Komunikasi Sosial di Indonesia, Angkasa, Bandung. Robbins. 1996, Perilaku Organisasi, PT. Prenhallindo, Jakarta Syaffie, Kencana Ibnu. 1994, Etika Pemerintahan , Rineka Cipta, Jakarta. Siagian, Sondang. 1999, Manejemen Sumber Daya Manusia , Bumi Aksara Jakarta. …………….. 1994, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku, Bumi Aksara, Jakarta. Sugiyono. 2007, Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta; Bandung. Widjaya, A.W, 1991, Etika Pemerintahan , Bumi Aksara, Jakarta. Zubair, Achmad, 1990, Kuliah Etika, Rajawali Pers, Jakarta
13