KOORDINASI PEMERINTAH DESA DAN BADAN PERMUSYAWRATAN DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN (Suatu Studi di Desa Tonsawang Kecamatan Tombatu)
Abstrak Oleh : Vieke V. Pelleng NIM. 120 813 253
Semenjak tahun 2001 pasca reformasi, di desa dibentuk sebuah lembaga yang sebenarnya tidaklah dapat dikatakan sebagai lembaga baru yaitu Badan Perwakilan Desa, hingga akhir tahun 2004 hingga saat ini lembaga ini berganti nama menjadi Badan Permusyawaratan Desa dengan tugas dan fungsi yang hampir sama di masa sebelumnya.Desa yang menjadi lokasi penelitian ini yaitu Desa Tonsawang Kecamatan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara. Desa Tonsawang merupakan desa pemekaran yang letak wilayahnya dekat dengan pusat keramaian dan pusat pemerintahan di Kecamatan Tombatu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui koordinasi antara pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam pelaksanaan pembangunan di Desa Tonsawang Kecamatan Tombatu, melalui koordinasi internal dan koordinasi eksternal. Dari hasil penelitian didapati koordinasi antara pemerintah dan badan permusyawaratan desa perlu ditingkatkan lagi.
Keywords: Koordinasi, BPD, Pembangunan
1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor6 Tahun 2014 tentang desa, kewenangan diserahkan ke desa dari sentralisasi (pada jaman pemerintahan orde baru) menjadi desentralisasi, esensi dari desentralisasi ini melahirkan otonomi desa sebagaimana dikenal pada masa sekarang ini. Pemerintah desadiberikan kemudahan melalui bantuan dana desa untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan desa sebagai langkah konkret upaya pengembangan desa. Dibentuknya BPD merupakan hasil dari reformasi sebagai upaya dari perwujudan demokrasi di tingkat desa. BPD mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam pemerintahan desa, yaitu untuk menggali, menampung, menghimpun dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Sehinga BPD di tingkat desa menjadi tumpuan harapan masyarakat terhadap program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah, khususnya bagi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan desa itu sendiri. Namun, aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang telah mampu digali dan ditampung oleh BPD tidak akan mampu disalurkan jika tidak terdapat kerja sama antara BPD dan pemerintah desa yang harmonis, dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat yang kemudian akan berimbas kepada pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, BPD sebagai salah satu unsur dari pemerintah desa ikut andil dalam pembangunan desa, karena setiap kebijakan, peraturan, ataupun segala program yang dicanangkan oleh pemerintah tidak dapat berjalan tanpa ada persetujuan dari BPD. BPD dengan wewenangnya untuk menyalurkan segala aspirasi masyarakat dapat mempertimbangkan apakah segala ketentuan yang ingin dilaksanakan oleh Pemerintah Desa mampu memenuhi kebutuhan masyarakat atau bahkan sebaliknya, serta memberikan masukan kepada pemerintah desa berkaitan dengan aspirasi masyarakat. Dari sinilah kerja sama antara pemerintah desa dan BPD akan terjalin. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang petunjuk pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, menjelaskan beberapa hal antara lain yang mengatur tentang ketentuan umum desa, kewenangan desa, penyelenggaraan pemerintah desa, peraturan desa, perencanaan pembangunan desa, dan keuangan desa. Pemerintah Desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintah daerah sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dalam kerangka otonomi desa. Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 pasal 114 mengenai pembangunan desa, dimana salah satu kewenangan kepala desa yaitu mengkoordinasi pembangunan desa secara partisipatif. Kepala desa sebagai pemimpin formal dalam penyelenggaraan pemerintahan desa berperan penting dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan pembangunan khususnya di tingkat desa. Pelaksanaan fungsi dan peran dari pemerintah desa dalam pembangunan tidak terlepas dari figur pemimpin Kepala Desa. Kedudukan yang strategis dimiliki kepala desa sebagai unsur pemimpin dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang merupakan titik sentral dan dinamisator atau yang menimbulkan (menjadikan) jalannya seluruh kegiatan pertumbuhan dan penyelenggaraan pemerintahan desa. Kepala Desa sebagai koordinator pembangunan di tingkat desa. Demikian pula dengan keterlibatan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan khususnya untuk menyusun rencana pembangunan desa melalui RPJM Desa dan RKP Desa, hal ini lebih diperjelas dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa. Pembangunan desa akan melibatkan berbagai unsur/pihak/komponen, baik sebagai objek maupun sebagai subjek. Tingkat keterlibatan berbagai komponen tersebut akan terbagi ke dalam berbagai varian fungsi dan peranan. Varian fungsi dan peranan tersebut menyebabkan perbedaan kepentingan yang beragam pula. Karena perbedaan itulah, diperlukan adanya koordinasi dalam proses pembangunan, sehingga diharapkan proses pembangunan dapat dilaksanakan secara sinergis dan harmonis antara komponen-komponen yang berbeda tersebut. Sesuai pengamatan peneliti masih ditemui adanya keluhan masyarakat bahwa pembangunan yang ada di Desa Tonsawang masih belum memenuhi harapan masyarakat desa yang ditandai dengan belum terpenuhinya berbagai fasilitas umum. Melalui hasil observasi yang dilakukan di 2
Desa Tonsawang, terdapat satu bangunan pendidikan (sekolah PAUD), sarana Ibadah (Gereja), sarana kesehatan (polindes, posyandu, pusban). Belum adanya sarana air bersih (PDAM), penerangan jalan, prasarana jalan (lorong) yang masih berbatu belum diaspal, sehingga aksesnya agak terhambat. Kantor desanya sendiri masih berstatus kantor sewaan, dimana BPD, PKK tergabung dalam satu tempat. Secara umum terlihat bahwa pelaksanaan fungsi dan peran pemerintah desa khususnya kepala desa sebagai pemimpin penyelenggaraan pemerintahan di desa dalam proses pencapaian sasaran pembangunan untuk pemenuhan semua aspek belum terwujud secara menyeluruh. Hal ini tentunya memerlukan banyak perhatian lebih dalam hal pembangunan infrastruktur (fisik). Berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, mengenai koordinasi pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa dalam pelaksanaan pembangunan seharusnya hal-hal teknis menyangkut perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa di menjadi suatu kendala yang berarti, namun pada kenyataan hal ini belum dapat terkoordinasi dengan baik, oleh karena itu sebagai upaya percepatan pembangunan desa dibutuhkan kemampuan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa dalam mengkoordinasi kegiatan pembangunan desa baik secara internal maupun eksternal.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana koordinasi Pemerintah Desa dan BPD dalam pelaksanaan pembangunan di desa Tonsawang Kecamatan Tombatu? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: untuk mengetahui koordinasi antara pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam pelaksanaan pembangunan di Desa Tonsawang Kecamatan Tombatu, melalui koordinasi internal dan koordinasi eksternal. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan bagi ilmu pemerintahan khususnya dalam koordinasi pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan tambahan bagi pemerintah desa serta BPD dalam menjalankan fungsinya sebagai pemerintah desa khususnya dalam pelaksanaan pembangunan. 3. Sebagai data tambahan bagi penelitian selanjutnya yang berkeinginan untuk mendalami permasalahan berkaitan dengan koordinasi pemerintah desa dengan BPD khususnya dalam bidang pembangunan desa.
3
TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Koordinasi Istilah koordinasi berasal dari kata inggris coordination. Kata coordinate terbentuk dari dua kata yaitu co dan ordinate yang mempunyai arti mengatur. Dengan demikian dalam istilah koordinasi sudah terkandung makna pengaturan. Koordinasi dan hubungan kerja adalah dua pengertian yang saling terkait. Dengan kata lain koordinasi hanya dapat dicapai atau terjalin bila terjadi hubungan kerja yang efektif. Hubungan kerja adalah bentuk komunikasi administrasi yang mendukung tercapainya koordinasi. Karena itu dikatakan bahwa hasil akhir dari komunikasi (hubungan kerja) ialah tercapainya koordinasi dengan cara yang berhasil guna dan berdaya guna (efektif dan efisien). Menurut Awaluddin Djamin (dalam Malayu S.P. Hasibuan 2008:86) koordinasi adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu, dan saling melengkapi. Menurut Sondang P. Siagian (1982:110) Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam usaha pencapaian tujuan bersama pula. Koordinasi adalah suatu proses yang mengatur agar pembagian kerja dari berbagai orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebulatan yang ter-integrasi dengan cara yang seefisien mungkin. rencana atau program yang disusun. B. Konsep Desa 1. Pengertian Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut R.H. Unang Soenardjo (dalam Hanif Nurcholis 2011:4) Desa adalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya; memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat, baik karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan keamanan; memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama; memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. 2. Pemerintah Desa Pemerintahan merujuk pada proses pembuatan keputusan kolektif yang melibatkan berbagai lembaga Negara. Saat menilai suatu pemerintahan, orang seringkali menganalisis apa kebijakan pemerintahan yang telah diambil dan bagaimana pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini menunjukan bahwa pemerintahan dimaknai sebagai kegiatan, proses, atau tindakan administratif. Pemerintahan merupakan suatu sistem yang kompleks. Di dalamnya terdapat penyelenggara pemerintahan yang memiliki kewenangan dan tugas yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Para pelaku ini bekerja berdasarkan suatu system pemerintahan dan program kerja. Jadi, pemerintahan merupakan organisasi yang berorientasi pada hasil, arahnya kesejahteraan rakyat. C. Konsep Badan Permusyawaratan Desa 1. Pengertian Badan Permusyawaratan Desa BPD yang sebelumnya berturut-turut disebut dengan istilah Lembaga Musyawarah Desa, Badan Perwakilan Desa, sampai akhirnya Badan Permusyawaratan Desa adalah badan pembuat kebijakan dan pengawas pelaksanaan kebijakan desa. Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di desa.Demokrasi yang dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang diartikulasikan dan diagresiasikan oleh BPD dan lembaga masyarakat lainnya. 4
2. Kewenangan yang Dapat di Lakukan Badan Permusyawatan Desa (BPD) BPD sebagai lembaga legislatif harus mengetahui tentang adanya aspirasi masyarakat untuk membentuk, menghapus atau menggabungkan Desa-desa yang bersangkutan. Karena menyangkut kepentingan seluruh masyarakat Desa yang bersangkutan, maka BPD berperan dalam pemberian persetujuan, pembentukan, penghapusan dan penggabungan Desa. Dalam rangka pemilihan Kepala Desa, maka BPD terlebih dahulu membentuk dan menetapkan panitia pencalonan dan pemilihan Kepala Desa. Unsur-unsur dan keanggotaan panitia pemilihan Kepala Desa ini terdiri atas anggota BPD dan perangkat Desa. Oleh karena panitia pemilihan Kepala Desa di bentuk dan di tetapkan oleh BPD, dan panitia wajib melaporkan hasilhasil pemilihan Kepala Desa kepada BPD dan bertangung jawab atas kegiatan kepanitiaan yang dilakukan panitia maka panitia berkewajiban menyampaikan laporan kepada BPD dan ini berarti pula BPD berhak pula atas penetapan bakal calon Kepala Desa yang berhak untuk di pilih dengan keputusan BPD. D. Konsep Pembangunan Desa Sebagaimana dinyatakan dalam pembangunan UUD 1945 bahwa kesejahteraan sosial merupakan hak seluruh bangsa Indonesia. Pembangunan yang dilaksanakan baik secara Nasional maupun pada daerah harus dapat manjangkau dan dapat dinikmati oleh seluruh Bangsa Indonesia. Sebagai wujud perlindungan terhadap seluruh Bangsa Indonesia maka pemerintah diharapkan mampu mendistribusikan pembangunan dan hasil-hasilnya secara merata kepada seluruh daerah dan seluruh lapisan masyarakat. Menurut Bachtiar Effendi (2002:9) Pembangunan adalah suatu upaya untuk meningkatkan segenap sumber daya yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan prinsip daya guna, dan hasil yang merata dan berkeadilan. Menurut Sondang P. Siagian (2000:4) Pembangunan adalah rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation-building). Dapat disimpulkan bahwa pembangunan merupakan suatu rangkaian usaha dan kegiatan dalam melakukan suatu perubahan menuju keadaan yang lebih baik dari sebelumnya ke arah kemajuan secara berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia, pemerataan yang direncanakan sesuai dengan tujuan suatu bangsa. Pembangunan desa adalah suatu program untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat pedesaan lahir dan batin yang merupakan suatu gerakan untuk kemajuan dalam mewujudkan masyarakat pancasila.
5
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Sebagai suatu karya ilmiah, maka adanya keteraturan jalan pemikiran agar kemampuan berpikir itu tertata pada suatu jalur yang baik, maka dibutuhkan suatu metodologi. Menurut W.J.S. Poerwadarminta (1982:649), menjelaskan bahwa metode adalah cara yang teratur dapat terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Jadi pada dasarnya dalam menguraikan suatu maksud tertentu, perlu ada cara atau jalam yang jelas dan teratur, terarah melalui daya pikir yang logis juga. Berangkat dari rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif (Sugiyono, 2006:96). B. Fokus Penelitian Fokus pada penelitian ini adalah koordinasi antara pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa dalam pelaksanaan pembangunan di Desa Tonsawang Kecamatan Tombatu, berdasarkan indikator-indikator: a. Koordinasi intern terdiri atas: koordinasi vertikal, koordinasi horizontal, dan koordinasi diagonal, yaitu: 1. Koordinasi vertikal atau koordinasi struktural, karena antara yang mengkoordinasikan dengan yang dikooordinasikan secara struktural terdapat hubungan hierarkis. Koordinasi ini bersifat hierarkis karena satu dengan yang lainnya berada pada satu garis komando. 2. Koordinasi horizontal, yaitu koordinasi fungsional, dimana kedudukan antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan mempunyai tingkat eselon yang sama. Menurut tugas fungsinya keduanya mempunyai kaitan satu dengan yang lain sehingga perlu dilakukan koordinasi. 3. Koordinasi diagonal, yaitu koordinasi fungsional, dimana yang mengkoordinasi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi tingkat eselonnya dibandingkan yang dikoordinasikan, tetapi satu dengan lainnya tidak berada pada satu garis komando (line of command). b. Koordinasi eksternal, termasuk koordinasi fungsional. Dalam koordinasi eksternal yang bersifat fungsional, koordinasi itu hanya bersifat horizontal dan koordinasi eksternal yang bersifat diagonal.a. Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan tugas pengawasan khususnya C. Informan Penelitian Setiap penelitian berhadapan dengan masalah sumber data yang disebut Informan penelitian. Di dalam subjek penelitian kualitatif, informasi atau data diperoleh dari sumber yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian, untuk itu harus ditentukan informan penelitian yang dapat disajikan sumber informasi. Dengan penelitian kualitatif informan penelitian dipilih secara “Purposive” berkaitan dengan tujuan tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat ditentukan informan dalam penelitian ini adalah : 1. Kepala Desa 1 orang 2. Ketua Badan Permusyawaratan Desa 1 orang 3. Anggota Badan Permusyawaratan Desa 4 orang 4. Perangkat Desa 3 orang 5. Masyarakat Desa 5 orang D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada naturalsetting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi, wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi (Sugiyono, 2006;62-63). 6
E. Teknik Analisa Data Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (Triangulasi), dan dilakukan secara terusmenerus sampai datanya jenuh. Dengan pengamatan yang terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali.Data yang diperoleh pada umunya adalah data kualitatif (walaupun tidak menolak data kuantitatif), sehingga teknik analisis data yang digunakan belum ada polanya yang jelas. Oleh karena itu sering mengalami kesulitan dalam melakukan analisis. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dikemukakan disini bahwa, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengkoordinasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilik mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2006:87-89). Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menganalisa data yang ada adalah sebagai berikut: a. Kategorisasi, dalam hal ini data-data yang diperoleh dari lapangan dikategorisasikan berdasarkan data prioritas yang dianalisa dan data yang tidak diprioritaskan untuk analisa. b. Reduksi adalah sebuah langkah dengan menghilangkan atau menegaskan data tertentu yang dinilai tidak perlu untuk dianalisa secara lebih lanjut untuk kepentingan penelitian. c. Interpretasi adalah tahapan akhir dari proses analisa data, dimana memberikan tafsiran, penjelasan-penjelasan yang berkaitan erat dengan data-data yang menjadi isu dalam penelitian.
7
PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Data Bentuk dan jenis daripada koordinasi yang dilakukan kepala desa sebagai koodinator di tingkat desa menjadi indikator dalam pelaksanaan fungsi dan peran kepala desa sebagai pemimpin penyelenggaraan pemerintahan di desa dalam proses pencapaian sasaran pembangunan untuk pemenuhan semua aspek, salah satunya melalui beberapa indikator sebagai alat ukur penelitian yang menjadi isi dari observasi, wawancara, dan dokumentasi, yaitu Koordinasi Internal yang terdiri dari Koordinasi Vertikal, Koordinasi Horizontal, Koordinasi Diagonal, dan Koordinasi Eksternal. Berdasarkan hasil penelitian Koordinasi Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa, adalah sebagai berikut: Hasil wawancara dengan Kepala Desa 1. Seberapa penting pelaksanaan koordinasi yang dilakukan antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan Kepala Desa dalam menjalankan pemerintahan desa? “Sangat penting tentunya, karna Badan Permusyawaratan Desa merupakan mitra kerja pemerintah desa dalam melaksanakan pemerintahan, terlebih dalam pelaksanaan pembangunan yang ada di desa, karena BPD merupakan lembaga legislatif yang ada di desa sebagai salah satu fungsinya menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa dan peraturan desa, sebagai payung hukum dalam pelaksanaan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan tentunya”. Berdasarkan jawaban informan di atas dapat diketahui bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) penting bagi kepala desa dan merupakan mitra kerja dalam menjalankan pemerintahan desa. 2. Bagaimana koordinasi antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan kepala desa? “sampai sejauh ini koordinasi berjalan dengan baik, koordinasi dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, apabila ada perubahan anggaran atau pergeseran anggaran di APBDes, pihak kami pemerintah desa meminta pendapat dan persetujuan dari BPD, hal ini sering terjadi mengingat begitu dinamisnya situasi dan kondisi yang ada di lapangan, sehingga menyebabkan tidak jarang kami pihak pemerintah desa harus melakukan pergeseran anggaran, karena pembangunan yang sedang dilaksanakan harus tetap berlanjut”. Berdasarkan jawaban informan di atas dapat diketahui bahwa hubungan kerja antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan kepala desa akur–akur saja dan sejalan. 3. Sejauh ini mampukah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjalankan fungsi dan perannya? “Menurut saya sudah baik peran dan kerja mereka, misalnya dalam membuat membuat perdes, sebelum membentuk perdes itu dilakukan dulu koordinasi atau musyawarah dengan kami pihak pemerintah desa, sesudah dirumuskan baru ditetapkan, terakhir dibuat selebaran atau pengumuman di desa”. Berdasarkan jawaban informan di atas dapat diketahui bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) telah melaksanakan perannya dengan baik, seperti dalam membuat perdes didahului dengan koordinasi, musyawarah dengan pemerintah desa dan masyarakat setelah dirumuskan, lalu dibuatlah selebaran atau pengumuman. Berdasarkan jawaban informan di atas dapat diketahui bahwa usaha yang harus dilakukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk berdayaguna adalah dengan meningkatkan lagi kinerjanya. Hasil wawancara dengan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 1. Menurut Bapak, bagaimana koordinasi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan Kepala Desa? “Kalau menurut saya peran BPD itu adalah seperti pembentukan panitia Pilkades. Nah, Peran BPD itu harusnya sesuai dengan Peraturan yang berlaku dalam hal ini Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa, membuat panitia pemilihan kepala desa, mengawasi pelaksanaan peraturan kepala desa, terus menampung aspirasi 8
masyarakat. BPD ini dibentuk untuk mengawasi kinerja kepala desa, jadi BPD itu mitra kerja pemerintah desa bukan menjadi lawan kepala desa, saya rasa inilah substansi koordinasi dengan pemerintah desa yaitu kepala desa”. Berdasarkan jawaban informan di atas dapat diketahui bahwa peran sekaligus menjadi substansi koordinasi antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah pembentukan panitia Pilkades, yang berdasarkan peraturan yang berlaku, yaitu membuat peraturan kepala desa, membuat panitia pilkades, pengawas pelaksana peraturan desa dan menampung aspirasi masyarakat. 2. Bagaimana peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pemerintahan desa dan pembangunan? “Menurut saya keberadaan BPD disini sepertinya kurang diperhitungkan, kadang berperan kadang tidak, lebih banyak yang berperan itu kepala desa. Karna untuk menyusun sesuatu misalnya pembuatan APBDes baru melibatkan BPD, begitu juga dengan Perdes, tapi kadang–kadang kepala desa itu yang buat kebijakan sendiri. Seharusnya setiap keputusan yang dibuat oleh kepala desa terlebih dahulu dikoordinasikan dengan kami BPD, sebenarnya hal itu mengisyaratkan adanya koordinasi yang baik antara kami BPD dengan Kepala Desa”. Berdasarkan jawaban informan di atas dapat diketahui bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) kurang berperan, dimana yang paling banyak berperan adalah kepala desa, hal tersebut karena kepala desa terkadang membuat peraturan sendiri tanpa melibatkan Badan Permusyaratan Desa (BPD). 3. Sejauh mana Bapak melaksanakan peran koordinasi itu? “Memang Undang–Undang desa ini secara teorinya bertujuan baik, tapi prakteknya dilapangan itu kadang tidak sesuai, yang ada terjadi kevakuman bagi BPD, kadang kerja kadang tidak. Kalau saya sendiri sebagai ketua berusaha untuk bekerja semampu saya, mengkoordinasikan dengan pemerintah desa”. Berdasarkan jawaban informan di atas dapat diketahui bahwa Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berusaha semampunya untuk melaksanakan perannya. 4. Apa yang diperlukan supaya pelaksanaan koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berjalan dengan baik? “sepertinya harus ada komunikasi yang baik serta kerja sama antara BPD dengan kepala desa, juga hubungan baik sama masyarakat, karna pada dasarnya kita kerja untuk masyarakat. Memang jika dilihat dari situasi dan kondisi desa, yang jelas peran kepala desa lebih besar”. B. Pembahasan 1. Koordinasi Internal 1.1. Koordinasi Vertikal Koordinasi vertikal merupakan suatu kegiatan penyatuan, pengarahan di desa yang dilakukan Kepala Desa selaku atasan dengan yang ada dibawah wewenang tanggung jawab dan tugasnya mengkoordinasi secara langsung dalam kerjasama yang berkenaan dengan pembangunan dibidang fisik untuk pemenuhan fasilitas umum desa dan kebutuhan bagi masyarakat dalam pembangunan dibidang infrastruktur. Koordinasi vertikal Kepala Desa dalam pembangunan infrastruktur desa menyangkut hal-hal yang terkait dalam masalah internal (dalam) di desa. Hubungan internal desa secara struktural dilihat dari bagan pemerintahan desa, dimana koordinasi vertikal dilakukan oleh kepala desa dengan kaur. Kepala desa sebagai atasan mengkoordinasi kegiatan bersama staf yang berada dibawah tanggung jawabnya langsung. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber dan pengamatan penulis, dapat disimpulkan bahwa koordinasi vertikal kepala desa dilakukan dengan kaur-kaur melalui rapat untuk mengevaluasi pembangunan di desa. Dalam perencanaan pembangunan, Kepala Desa melakukan koordinasi vertikal kebawah dengan Kaur Pembangunan sebagai tim panitia pelaksanaan musyawarah rencana pembangunan desa. Namun, koordinasi yang dilakukan kepala desa dengan 9
aparat desa belum optimal, karena terkendala beberapa faktor terutama kurangnya kemampuan SDM dalam melaksanakan urusan pemerintahan desa. 1.2. Koordinasi Horizontal pembahasan dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa yang juga melibatkan BPD. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber dan pengamatan penulis, dapat disimpulkan bahwa terkait dengan koordinasi horizontal yaitu koordinasi yang dilakukan telah berjalan dengan baik, hubungan antara Kepala Desa dengan BPD dalam bentuk rapat untuk merumuskan pendapat mengenai kelanjutan daripada pembangunan dan selanjutnya mengenai pengawasan dari penggunaan ADD (Alokasi Dana Desa) untuk setiap pembangunan yang merupakan usulan dari hasil musyawarah desa (musrenbangdes) yang kemudian disahkan dan diketahui oleh BPD . Koordinasi horizontal Kepala Desa dengan BPD dalam pengawasan penyelengaraan pembangunan melalui pengelolaan ADD dilakukan secara transparan dan terinci secara jelas. 1.3. Koordinasi Diagonal Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber dan pengamatan penulis, dapat disimpulkan bahwa dalam koordinasi Diagonal yang dilakukan kepala desa dengan LPM. Hubungan kerja kepala desa dengan LPM melalui rapat musrenbangdes yang dilakukan setiap tahun. LPM berperan aktif dan ikutserta dalam penyampaian usulan prioritas pembangunan desa berdasarkan aspirasi masyarakat dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang diperlukan desa dan masyarakat desa. 2. Koordinasi Eksternal Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber dan pengamatan penulis dapat disimpulkan bahwa dalam koordinasi eksternal fungsional dilakukan kepala desa dengan perusahaan swasta melalui bentuk pemeliharan hubungan untuk meningkatkan keserasian kerja. Bentuk koordinasi yang dilakukan dengan perusahaan swasta, menggunakan surat permohonan pengajuan bantuan pembangunan (proposal) sebagai bentuk usulan pembangunan prioritas dari desa yang berasal dari musyawarah bersama masyarakat desa. Namun, hubungan kerja dengan pihak ketiga belum dilakukan sepenuhnya karena masih belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat untuk sarana air bersih.
10
PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Koordinasi vertikal Kepala Desa dalam pembangunan dilakukan melalui koordinasi vertikal kebawah kepala desa dengan aparat desa melalui rapat kerja yang dilakukan setiap satu bulan sekali. Koordinasi vertikal yang dilakukan masih belum optimal, karena terkendala beberapa faktor terutama kurangnya kemampuan SDM dalam melaksanakan urusan pemerintahan desa. 2. Koordinasi horizontal Kepala Desa dalam pembangunan infrastruktur dilakukan dengan BPD melalui rapat untuk merumuskan pembangunan desa yang kemudian dilanjutkan dengan musrenbangdes. Bentuk koordinasi yang dilakukan BPD selaku mitra kerja kepala desa dan berkedudukan sejajar dalam struktur pemerintahan desa yaitu mengawasi penyelenggaraan pembangunan desa dari pengoptimalan penggunaan ADD (Alokasi Dana Desa) untuk setiap pembangunan yang merupakan usulan dari hasil musyawarah desa (musrenbangdes). 3. Koordinasi Diagonal Kepala Desa dalam pembangunan infrastruktur dilakukan dengan masyarakat melalui rapat penyampaian usulan prioritas pembangunan desa dalam forum musrenbangdes yang dilakukan setiap tahun. 4. Koordinasi Eksternal kepala desa dalam pembangunan infrastruktur dilakukan dengan pihak ketiga yaitu perusahaan swasta melalui pemberian bantuan pembangunan kepada desa dalam bentuk bangunan langsung jadi sesuai dengan proposal permohonan bantuan yang diajukan oleh pemerintah desa. Namun, koordinasi dengan pihak ketiga ini masih belum optimal, terlihat dari pemenuhan untuk sarana air bersih belum dilakukan kepala desa dengan PDAM sehingga kebutuhan masyarakat pun belum terpenuhi. B. Saran 1. Koordinasi vertikal kepala desa dengan aparat desa perlu ditingkatkan untuk tetap menjalin hubungan kerja yang harmonis antara atasan dengan bawahan maupun sebaliknya perlu adanya pelatihan khusus bagi kepala desa dan aparat desa dalam hal administrasi desa untuk meningkatkan kemampuan SDM dalam menjalankan urusan pemerintahan. 2. Bagi Kepala Desa maupun staf desa harus bisa lebih aktif dalam menjalankan tugas dan melakukan koordinasi internal dan eksternal dengan pihakketiga (swasta) baik dilingkup Kecamatan dan Kabupaten mengenai pembangunan infrastruktur desa demi kemajuan desa agar pembangunannanya tidak ketinggalan dengan desa-desa lain. 3. Bagi Kepala Desa harus lebih tanggap dalam melihat sikon atau keadaan desa dengan kebutuhan masyarakat dalam memprioritaskan pembangunan yang lebih bijak lagi dalam mengajukan usulan permohonan bantuan pembangunan dengan kerjasama kepada pihak swasta sehingga kebutuhan dan tuntutan masyarakat bisa terpenuhi.
11
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi revisi VI, Jakarta: PT. RinekaCipta. Effendi, Bachtiar. 2002. Pembangunan Daerah Otonom Berkeadilan, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta. Hasibuan, Drs. H. Malayu S.P. 2008. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Edisi Revisi. Cetakan Ketujuh. Jakarta: Bumi Aksara. Kodoatie, Robert J. 2005. Pengantar Manajemen Infrastruktur, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Manila, I.GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum. Nurcholis, Hanif. 2011. Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Jakarta: Erlangga. Patton, Adri. 2005. Pemimpin Informal, Budaya Lokal Dan Pembangunan Daerah. Malang: Agritek Yayasan Pembangunan Nasional Malang. Siagian, Sondang P. 1982. Peranan Staf Dalam Manajemen, Jakarta: PT. Gunung Agung. Siagian, Sondang P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta. Wasistiono, Sadu., Irwan Tahir. 2007. Prospek Pengembangan Desa, Bandung: Fokusmedia. Sumber Lainnya : Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan Permendesa Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa
12