Risalah Seminar Nasional Pengawetan Makanan Dengan,lradiasi, Jakarta, 6 - 8 Juni 1983
EKSPOR REMPAH-REMPAH
DAN HASIL PERIKANAN
C. Gultom*, dan R.I. Soewardji* ABSTRAK - ABSTRACf Ekspor rempah-rempah dan hasil perikanan. Rempah-rempah dan hasil perikanan merupakan komoditi ekspor non-minyak yang penting untuk sumber pendapatan de visa bagi negara. Tetapi ada masalah dalam ekspor bahan-bahan ini, yaitu sering mengalami penahanan oleh negara pengimpor karena mutunya kurang baik. Usaha untuk menanggulanginya telah dilakukan misalnya dengan perbaikan standar mutu, pengetatan pengawasan mutu, pembukaan beberapa laboratorium pengujian mutu, dan mengadakan pendekatan dengan FDA untuk mempermudah hubungan dagang dengan Amerika Serikat. Masalah yang dihadapi sampai saat ini diharapkan dapat pula diatasi dengan penerapan teknik-teknik pengolahan baru. Exportation of spices and fIShery products. Spices and fishery products are important non-oil export commodities for foreign exchange earning to the country. There is a problem, however, in the exportation of these commodities, i.e. the detention which is often done by the importing country due to inferior quality of the commodities. Attempts to overcome the problem have been done, such as by improving the quality standard, tightening the quality control, constructing laboratories for quality tests, and making approaches to the USFDA to create a fruitful business with the USA. It is hoped that the problems occuring now can also be solved by the introduction of new technologies.
PENDAHULUAN Lada, pala, fuli dan cassia vera merupakan komoditi yang paling menonjol peranannya dalam komposisi ekspor rempah-rempah Indonesia. Di samping itu masih banyak komoditi rempah-rempah lain yang telah diekspor, tetapi masih relatif kecil, seperti lombok, panili, dan lain-lain. Perkembangan ekspor komoditi terse but dapat dilihat pada Tabell. Dari tabel terse but tampak bahwa lada merupakan komoditi ekspor yang paling kuat, baik dalam jumlah maupun nilai ekspor. Kemudian disusul oleh cassia vera, baru pala/fuli. Komoditi lada Indonesia mempunyai pasaran yang seimbang dengan ex lad a Brazil. Meskipun Brazil merupakan negara pendatang, tetapi belakangan ini sangat gigih dalam mengembangkan produksi maupun pemasarannya. Tahun 1979 sampai dengan 1982, ekspor lada Brazil menunjukkan perkembangan sebagai berikut. Tahun 1979 sebesar 24.687 ton, tahun 1981 menjadi 45.749 ton, dan tahun 1982 menurun sedikit dari tahun 1981 yaitu sebesar 39.812 ton. Kehadiran Brazil di pasaran internasional perlu diperhitungkan Indonesia karena disamping produksinya telah dilaksanakan secara besar-besaran (perkebunan dan mekanis) juga harganya lebih murah daripada ex Indonesia, serta pasarannya sama dengan lada hitam Indonesia, yaitu Amerika Serikat dan Jepang yang merupakan pembeli terbesar di dunia. Untuk komoditi pala/fuli, sebenarnya kedudukan Indonesia di pasaran dunia cukup kuat, karena 80% dari hasH produksi dunia berasal dari Indonesia .• Pemasarannya terse bar ke berbagai negara kare,la pala Indonesia lebih disukai. Tetapi masalah di dalam negeri sejak dari produksi, pengolahan, dan pemasaran te• Badan Pengemhangan Ekspor Nasional, Departemen Perdagangan.
113
kedudukan eksportir Indonesia; Negara produsen lain ialah Granada yang menghasi)kanJ5%kebutuhan dunia.' Negara ini kedl, demikian pula seharusnya peninannya dalam pemasaran lada. Meskipun ladanya relatif kedl bila dibandingkan dengan Indonesia, tetapijustru Granada merupakan penentu harga di pasaran internasional. Beberapa hal yang mendukung pala ex Granada ialah mutu ekspor yang selalu dijaga di samping adanya asosiasi yang telah kuat di sana. , Demikian pula halnya dengan komoditi cassia vera. Belakangan ini kompditi cassia vera boleh dikatakan merupakan monopoli Indonesia 100% dalam memenuhi pasaran ekspor, karena RRC yang merupakan saingan utama, sejak dua tahun terakhir telah menghentikan ekspornya. Negara-negara lain seperti Vietnam, Madagaskar, Srilangka dan Sychelles secara keseluruhan hanya memproduksi sekitar 1800 ton. Hal ini tidak berarti bila dibandingkan dengan produksi Indonesia yang mencapai lebih daTi 15.000 ton per tahun. Tetapi Indonesia tetap tidak dapat menguasai harga pasaran luar negeri. Berbagai alasan telah dikemukakan oleh importir antara . lain soal mutu atau kualitasnya. Disamping yang telah dikemukakan di atas, masih banyak jenis rempah lain yang telah diekspor, seperti panili, lombok, bawang, dan sebagainya. Permasalahan yang dikemukakan oleh pembeli luar negeri untuk komoditi ini juga sama seperti komoditi rempah-rempah lainnya, yaitu soal kualitas. Potensi hasil· perikanan Indonesia cukup besar dilihat daTi luas perairan Indonesia, dim ana 2/3 luas Indonesia terdiri daTi lautan. Dilihat daTi sudut ekspor, 80% daTi nilai ekspor seluruh hasil perikanan diperoleh daTikomoditi udang, sedang komoditi paha kodok menempati urutan kedua. Komoditi hasil perikanan lain, seperti ubur·ubur dan ikan hias telah pula diekspor, meskipun nilainya relatif belum besar. Perkembangan ekspor hasil perikanan dan peranan komoditi udang dan paha" kodok terhadap ekspor hasil perikanan selama 3 tahun terakhir (1979-1981) da·· pat dilihat pada Tabel 2. Rata-rata volume ekspor hasil perikanan 67.097 ton se-,' lama 3 tahun tersebut. Ditinjau daTi sudut volume, ekspor tahun 1980 meningkat Sekitar 1.321 ton dibandingkan tahun 1979. Tetapi dilihat dari nilai, tahun 19~O menurunsebesar .uS$ 24.590.000. Tahun 1981, ekspor tampak menurun baik volume maupun nilai. Hal ini ber· kenaan dengan Keppres No. 39 Tahun 1980 ten tang Larangan Penggunaan Trawl. ' Larangan terse but sangat mempengaruhi penangkapan udang dan dengan sendiri· nya juga ekspornya. Seperti terlihat pada Tabel 2, ekspor udang dari tahun 1980 sl d 1981 menurun terus dibandingkan tahun 1979. Berbeda keadaannya dengan komoditi paha kodok, karena sifat produksi dan penangkapannya bukan daTilautan, maka keadaan ekspomya tidak ada kaitan dengan larangan tersebut. Meskipun ekspornya berfluktuasi, umumnya sesuai dengan jumlah produksi dan harga di pasaran. Ekspor paha kodok tertinggi selama 3 tahun tersebut, dicapai pada tahun 1981. lah menyebabkan'lemahnya
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Masalah yang selalu dikeluhkan pembeli luar negeri ialah kerusakan komoditi. Meskipun pada umumnya komoditi pertanian kita telah mempunyai standar mutu 114
yang diberlakukan oleh Departemen Perdagangan sebelum barang itu diekspor, tetapi masih banyak komoditi terse but yang setelah dikapalkan dan sampai di tempat tujuan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Beberapa komoditi yang banyak mengalami penahanan at au dikenakan klaim di negara tujuan antara lain ialah kopi, lada, pala/fuii, cassia vera, lombok, udang dan paha kodok. Penahanan komoditi terse but sebagian besar disebabkan oleh kotoran benda asing, kotoran binatang, insek hidup maupun mati, serta jamuL Pada umumnya penyebab penahanan dapat diperinci sebagai berikut: Untuk lada, penahanan disebabkan karena tercampur dengan benda-benda asing, kotoran-kotoran dan insek hidup atau mati, kontaminasi dan kerusakan karena jamuL Penahanan kayu manis (cassia vera) dan pala disebabkan karena adanya insek, kotoran-kotoran yang berasal dari insek dan jamur serta kerusakan karena kontaminasi kontainer dengan air. Penahanan fuIi disebabkan oleh kerusakan karena serangga. Penahanan lombok disebabkan karena jamur, serangga, kotoran, cacat/hancur, berlubang disebabkan panen muda, panen musim hujan, penjemuran tidak sempuma, atau rusak karena mekanis. Penahanan kopi disebabkan oleh serangan serangga, kerusakan karena berjamur, karena packing, bahan kimia atau terkontaminasi dengan minyak. Udang dan paha kodok mengandung Salmonella, Arizona dan kerusakan disebabkan oleh bakteri. Untuk komoditi udang sampai sekarang masih kena penahanan oleh FDA sedang paha kodok sudah sejak tahun 1979 tidak lagi mengalami penahanan. Dengan demikian sebab-sebab komoditi ditahan itu ada dua faktor, yaitu faktor teknis dan non-teknis. Adanya insek dan kotoran-kotoran yang berasal dari insek pada barang-barang, menunjukkan bahwa keadaan perkebunan kurang terawat kebersihannya, cara pembersihan dan sortasi kurang baik~'-'keadaan gudang penyimpanan kurang baik atau kapalnya kurang bersih. Adanya jam~r pada kayu manis, pala, lad a dan lombok menunjukkan bahwa barang-barang tersebut bell!111cukup kering. Pada udang dan paha kodok dapat d~atakan sehilu mengandung bibit penyakit Salmonella/Arizona. Disamping faktor teknis tersebut, ada faktor non-teknis yaitu masih kurang ditaatinya atau lemahnya aparat pengawasan motu yang berhubungan dengan standar yang telah bedaku. Disamping itu mungkin kurang diketahui peraturan-peraturan intemasional seperti yang dikeluarkan oleh FDA. Diperoleh informasi bahwa syarat-syarat yang diajukan FDA sangat ketat. Pada Tabel 3 dapat dilihat beberapa komoditi Indonesia yang ditahan FDA. USAHA-USAHA YANG DlLAKUKAN PEMERINTAH Karena sering terjadi klaim komoditi ekspor Indonesia, maka pemerintah mengambillangkah-Iangkah sebagai berikut: Perbaikan standar mutu yang telah ada yang dikeluarkan oleh Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu Barang. Juga diusahakan perluasannya untuk 115
komoditi lain. Pembukaan laboratorium-laboratorium pengujian di daerah (pBMB, SUCoFINDO) untuk membantu kelancaran ekspor. Seperti diketahui bahwa bilamana komoditi telah lepas dari pelabuhan ekspor, maka sudah bukan tanggung jawab Departemen Perdagangan lagi. Bila sering terjadi klaim, maka diadakan evaluasi dan perbaikan terhadap standar. Disamping itu diadakan pengetatan pengawasan mutu. Mengadakan pendekatan dengan FDA untuk memperlunak hubungan dagang dengan Amerika Serikat. Sebagai langkah pertama, telah terealisir pada bulan Desember 1982, dua orang tenaga ahli dari FDA datang ke Indonesia c.q. Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu Barang, Departemen Perdagangan. Kedua orang tenaga ahli terse but atas sponsor dari Bank Dunia telah melakukan survei pendahuluan terhadap komoditi ikan. Kemudian pada bulan Februari 1983 datang lagi untuk komoditi kopi, dan seterusnya secara bertahap untuk komoditi lain. Hasil kedatangan tenaga aWi tersebut antara lain ialah: Rekomendasi untuk perbaikan mutu produk perikanan, Rekomendasi memberikan program training untuk tenaga inspeksi, analisis, serta para pengusaha perikanan. Rekomendasi ini sampai sekarang belum terealisir, karena belum jelas siapa yang harus membiayai (biaya ticket pulang pergi dau biaya hidup selama training), sedang pihak FDA hanya membantu biaya training (yang biasanya dibayar oleh peserta). Rekomendasi lain yang diberikan ialah pihak FDA menawarkan untuk membuka pilot proyek untuk beberapa perusahaan yang dibenahi mulai dari awal sampai ke penanganan mutu, "cold storage", dan seterusnya PENUTUP Minyak bumi sebagai sumber pendapatan devisa utama untuk pembiayaan pembangunan, pada akhir-akhir ini makin menurun. Untuk itu guna menjamin kesinambungan jalannya pembangunan, diperlukan peningkatan pendapatan devisa dari sektor lain, sektor non-minyak. Negara kita dikenal sebagai negara agraris, maka sudah selayaknya sektor pertanian pada masa kini dah mendatang diharapkan makin menunjukkan peningkatan secara mantap dalam menghasilkan pendapatan devisa. Dengan demikian usaha peningkatan dan pengembangan ekspor sektor pertanian merupakan salah satu titik sentral yang perlu mendapat perhatian serius. Usaha peningkatan dan pengembangan ekspor tidak saja bertujuan untuk menambah devisa bagi negara, akan tetapijuga untuk menambah kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat, yang berarti bertambahnya daya beli, dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan produksi dalam negeri yang merupakan salah satu tujuan pembangunan ekonomi dalam melaksanakan pembangunan. Dengan adanya Seminar Pengawetan Makanan dengan Iradiasi, yang akan berlangsung tanggal 6-8 Juni 1983 yang diselenggarakan oleh Badan Tenaga Atom Nasional ini, kiranya tujuan penyelenggaraan seminar sejalan dengan program pemerin116
tah c.q. Badan Pengembangan Ekspor Nasional, Departemen Perdagangan. Harapan kami semoga hasil penyelenggaraan seminar ini dapat membuahkan suatu pola pemikiran bersama antar-instansi yang berkaitan agar supaya hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah ataupun hambatan-hambatan dapat bersama-sama dicarikan jalan pemecahannya. Ekspor rempah-rempah dan hasil perikanan merupakan topik yang sengaja kami ketengahkan dengan maksud untuk turut menggugah para peserta seminar dalam mencarikan jalan pemecahan guna peningkatan ekspornya. Demikianlah kiranya semoga makalah ini dapat membantu sebagai sumbangan pemikiran dengan harapan agar dapat membuahkan hasH konkrit, turut serta memo berikan andil dalam mensukseskan jalan dan tujuan pembangunan.
Tabel1. Perkembangan ekspor rempah-rempah Indonesia (1979-1982)
-
26.956 29.346 10.884 10.253 14.576 11 7.724 .868 7.481 36.327 33.996 13 J(ribu 16.686 umlah J.235 Nilai 13.824 umlah 9.320 6.811 Nilai 46.582 50.012 11.985 7.707 Lada Cassia 11.251 Nilai 8.296 20.1 44.875 47.181 70US$) Pala/fuli (ton) (ribu US$) (to~) (ribu vera US$) J umlah
ah kembali oleh BPEN.
Tabel 2. Ekspor hasil perikanan, udang dan paha kodok (1979-1981)
117
mlah Kacang tanah erdagangan R.I. di New York.
II
1983 13.500 J431.399 Nilai umlah 3.688 17.826 404.582 610.313 232.899 50.690 127.887 308.132 224.306 1982 1.070.407 1.039.832 25.929 Nilai 9.755.110 214,157 5.342,5 5.000,104 522,917 338,376 8,819 11.891.734 1,788 507,332 281,6 22,4 256,193 260,805 1.203.484 26,454 172,197 (ton) (US$) (US$) Tabel3. Beberapa komoditi Indonesia yang ditahan FDA (1981* - Februari 1983) dicantumkan * Nilai bulan Desember Januari sjdtidak November 1982. olehtokoh FDA. 1981
DlSKUSI NAZLY HlLMY: Sesuai dengan makalah yang Saudara bawakan, apakah Saudara sependapat dengan kami, bahwa sudah waktunya Depkes mengeluarkan perizinan makanan yang diiradiasi terutama untuk rempah-rempah. Karena teknik ini sudah dipakai di he.berapa negara maju, dan dapat membantu menaikkan mutu rempah Indonesia. C. GULTOM: Menurut hemat kami perizinan Depkes terse but seyogianya sudah harus dikeluarkan jauh hari yang lalu, mengingat pengaruhnya yang positif terhadap pemantapan mutu komoditi ekspor Indonesia, khususnya rempah-rempah dan komoditi perikanan. Apabila komoditi ekspor Indonesia setibanya di negara pembeli didapati mutunya tetap baik, kami yakin hal ini akan besar sekali pengaruhnya bagi kelancaran pemasaran komoditi ekspor Indonesia di masa yang akan datang.
118