Box 2 : Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah melalui Arus masuk Devisa (Peraturan Bank Indonesia No 13/20/PBI/2011 ttg Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri tanggal 30 September 2011) Perekonomian Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir menunjukkan kinerja yang membaik. Pertumbuhan ekonomi selalu melaju diatas 5% dengan
komponen ekspor sebagai
penyumbang pertumbuhan yang signifikan. Di samping itu, investasi memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian termasuk investasi yang bersumber dari luar negeri. Investasi asing yang masuk Indonesia dapat berbentuk foreign direct investment atau pinjaman luar negeri. Secara teoritis, meningkatnya ekspor dan arus investasi asing akan menambah supply hard currency, khususnya US Dolar. Namun pada kenyataannya devisa yang diperoleh terbatas hanya berasal dari pinjaman luar negeri pemerintah dan sebagian kecil ekspor diantaranya ekspor oleh BUMN. Kondisi ini cukup mengenaskan mengingat potensi devisa yang benar-benar dapat masuk ke Indonesia untuk memupuk cadangan devisa sangat besar mencapai lebih dari USD31 miliar untuk tahun 2011, yang bersumber dari ekspor sebesar USD29 miliar dan utang luar negeri sebesar USD2 miliar. Ironisnya, peningkatan cadangan devisa Indonesia lebih banyak berasal dari aliran modal asing jangka pendek (hot money) yang memiliki potensi pembalikan devisa keluar secara tiba-tiba (sudden reversal). Peranan cadangan devisa di dalam rejim devisa bebas yang dianut Indonesia tereliminir akibat dari bebasnya arus devisa masuk-keluar. Dengan mudahnya devisa masuk-keluar, maka stabilitas nilai tukar mata uang dapat terjaga karena terjadinya pelemahan atau penguatan nilai tukar secara mekanisme pasar dapat diatasi dengan supply dan demand devisa secara bebas. Namun pada kenyataannya, pasar valuta asing Indonesia bersifat tidak simetris dimana supply lebih condong berasal dari hot money, sedangnya demand yang bersifat fundamental untuk impor atau membayar hutang luar negeri relatif besar. Sementara itu, supply devisa yang terutama berasal dari hasil ekspor pada kenyataan tidak sepenuhnya masuk ke Indonesia, alias lebih banyak mengendap di bank-bank di luar negeri. Kondisi ini menyebabkan rentannya stabilitas nilai tukar rupiah dari goncangan sudden reversal sehingga diperlukan pertahanan psikologis berupa cadangan devisa yang kuat. Upaya memperkuat pertahanan ekonomi dari goncangan nilai tukar semakin meningkat seiring dengan pelemahan ekonomi global. Krisis utang pemerintah di beberapa Negara Eropa dan defisit fiskal Amerika Serikat telah menimbulkan gejolak di pasar global, dimana pasar saham melemah dan harga komoditas dunia menurun. Dampak dari gejolak pasar global telah menjalar ke perekonomian Indonesia berupa turunnya harga saham dan pelemahan nilai tukar rupiah yang sangat cepat. Dalam upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan optimisme terhadap perekonomian nasional maka diperlukan kehadiran otoritas moneter dan fiskal. Ketersediaan cadangan devisa yang memadai telah menjadi
1
amunisi dalam stabilisasi rupiah sehingga rupiah saat ini berada pada tingkat yang sesuai secara fundamental. Faktor penyebab rendahnya angka devisa yang diterima Indonesia adalah keengganan para eksportir Indonesia menggunakan perbankan dalam negeri di dalam aktifitas ekspornya. Alasan utama yang dikemukakan adalah bank di dalam negeri belum mampu memberikan fasilitas yang memadai dalam bertransaksi ekspor-impor sebagaimana yang dilakukan oleh bank di luar negeri. Salah satu faktor hambatan transaksi oleh bank dalam negeri adalah terbatasnya bank korespondensi yang dimiliki oleh bank di dalam negeri dan insentif yang kurang kompetitif. Dengan kondisi ini, eksportir hanya memanfaatkan bank dalam negeri untuk bertransaksi terkait membayar biaya operasional atau hutang di dalam negeri, sehingga devisa yang masuk relatif terbatas. Akibatnya, devisa yang bersumber dari menjual barang yang diproduksi di Indonesia tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh ekonomi Indonesia sendiri. Dampak lainnya adalah terjadi perbedaan pencatatan antara nilai ekspor yang tercantum di Pemberitahuan Ekspor barang (PEB) dengan laporan Devisa hasil Ekspor (DHE) sesuai skim pembayaran yang dilakukan oleh eksportir. Dalam rangka memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan ketahanan ekonomi Indonesia dari gejolak ekonomi global, maka Indonesia sangat berkepentingan terhadap peran serta eksportir dalam mendukung stabilitas perekonomian nasional. Bank Indonesia memandang, sudah saatnya ekonomi kita tidak terpaku pada masuknya dana-dana panas dari luar negeri yang dengan cepatnya kembali ke negara asalnya. Pasokan modal yang bersumber dari devisa hasil ekspor akan lebih menjamin kesinambungan kecukupan cadangan devisa yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan untuk menjaga ketahanan ekonomi domestik dari goncangan global dan dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya bagi pengembangan ekonomi nasional. Oleh karenanya Bank Indonesia berkepentingan untuk mengatur lalu lintas devisa yang berasal dari ekspor dan utang luar negeri. Aturan yang akan diterapkan di Indonesia pada awal 2012 melalui Peraturan Bank Indonesia No 13/20/PBI/2011 ttg Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri mewajibkan transaksi atas devisa yang diterima dari hasil ekspor dan utang luar negeri harus melalui bank devisa di dalam negeri. Meskipun harus melalui bank devisa di dalam negeri tidak terdapat kewajiban eksportir untuk menyimpan devisa tersebut di bank tersebut atau dengan perkataan lain, setelah ditransaksikan melalui bank di dalam negeri eksportir diperkenankan memindahkan devisanya ke bank dimana saja pada saat itu juga! Di samping itu, tidak ada kewajiban eksportir harus mengkonversikan devisanya ke dalam mata uang rupiah. Aturan main ini sesuai dengan prinsip lalu lintas devisa bebas yang dianut, dimana Bank Indonesia hanya ingin memahami nilai sebenar-benarnya dari ekspor dan utang luar negeri yang selama ini terjadi. Dengan demikian, kekuatan devisa Indonesia
2
nantinya secara psikologis dapat menjadi benteng pertahanan terhadap munculnya goncangan nilai tukar rupiah. Kebijakan baru pengaturan lalu lintas devisa hasil ekspor dan utang luar negeri di Indonesia sebenarnya lazim diterapkan oleh sebagian besar negara, khususnya emerging countries. Beberapa negara ASEAN yang sudah menerapkan kebijakan hasil ekspor wajib masuk bank domestik diantaranya adalah Malaysia, Thailand dan Filipina. Bahkan di India kewajiban masuk ke bank domestik diikuti dengan kewajiban konversi. Aturan pemakaian bank domestik bagi lalu lintas devisa ekspor di beberapa negara memiliki makna nasionalisme untuk memanfaatkan hasil penjualan ke luar negeri atas produksi domestik bagi keuntungan negeri sendiri. Dikeluarkannya aturan ini memberikan peluang sekaligus menuntut kesiapan bank devisa di dalam negeri untuk lebih global looking. Keluhan yang selama ini yang dikemukakan eksportir terkait lemahnya bank dalam negeri memberikan jaringan pelayanan dan korespondensi di luar negeri harus segera dipatahkan. Beberapa bank yang dipantau oleh penulis telah siap dan memiliki jaringan yang memadai untuk berkompetisi sebagai bank korespondensi kegiatan ekspor. Bank devisa dalam negeri juga harus mampu menangkap peluang sumber pendanaan yang sangat besar, disamping fee based income dari transaksi ekspor yang terjadi.
Beberapa Aspek Peraturan Bank Indonesia No 13/20/PBI/2011 ttg Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri No
Materi
1
Judul PBI:
2
Landasan
Keterangan
• Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
Hukum
• Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa Dan Sistem Nilai Tukar
3
3
Obyek Kebijakan
Untuk Devisa Hasil Ekspor (DHE): Seluruh DHE yang diterima Eksportir dari hasil kegiatan ekspor Untuk Devisa Utang Luar Negeri (DULN): Setiap DULN yg penarikannya berbentuk dana tunai yang berasal dari: • ULN berdasarkan perjanjian kredit (loan agreement) dalam bentuk non revolving yang tidak digunakan untuk refinancing. • Selisih fasilitas refinancing dengan jumlah ULN lama • ULN berdasarkan surat utang (debt securities) dalam bentuk Bonds, Medium Term Notes (MTN), Floating Rate Notes (FRN), Promissory Notes dan Commercial Paper (CP)
4
Subyek
• Seluruh Eksportir dan seluruh Debitur ULN
Kebijakan 5
Ruang Lingkup
• Eksportir adalah perorangan/badan usaha yang berbentuk badan hukum/bukan badan hukum yg melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. • Debitur ULN adalah perorangan, badan hukum bukan bank dan badan lainnya yang memiliki utang luar negeri. • Bank Devisa meliputi Bank Devisa yang beroperasi di Indonesia dan Kantor Cabang Bank Asing di Indonesia.
6
Kewajiban penerimaan
• Penerimaan DHE wajib diterima oleh Eksportir melalui Bank Devisa paling lama 90 hari
DHE melalui
• Penerimaan DHE yang dilakukan dengan cara pembayaran usance L/C, konsinyasi,
Bank Devisa
hari setelah tanggal PEB, wajib dilakukan paling lama 14 hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran yang bersangkutan
setelah tanggal PEB pembayaran kemudian, collection, yang jatuh temponya lebih dari atau sama dengan 90
• Nilai DHE yang diterima oleh Bank Devisa harus sesuai dengan nilai PEB • Nilai DHE yang diterima dimungkinkan untuk tidak sesuai dengan nilai PEB dalam kondisi: a. Nilai DHE lebih kecil dari nilai PEB dalam hal : Importir wanprestasi, pailit, atau mengalami force majeure; biaya administrasi terkait ekspor; dan DHE yang berasal dari jasa maklon, perbaikan, dan operational leasing atau financial leasing b. Eksportir tidak menerima DHE dalam hal Importir wanprestasi, pailit, atau mengalami force majeure • Eksportir yang menerima DHE lebih kecil dari PEB atau tidak menerima DHE karena alasan di atas, harus menyampaikan penjelasan tertulis dan dokumen pendukung kepada Bank Devisa, untuk diteruskan kepada BI. • Khusus untuk selisih DHE dan PEB yang disebabkan biaya administrasi sebesar 10% dari nilai PEB dengan nominal maks ekuiv Rp. 10 juta, DHE yang diterima dianggap sesuai dengan nilai PEB dan tidak diperlukan penyampaian penjelasan tertulis dan dokumen pendukung.
4
7
Kewajiban
• Nilai akumulasi yang ditarik harus sama dengan komitmen. Apabila akumulasi nilai
Penarikan DULN
DULN yang ditarik lebih kecil dari komitmen, Debitur ULN harus menyampaikan penjelasan tertulis kepada BI
melalui Bank Devisa 8
9
Penyampaia n Informasi
DHE
dan Laporan
Negeri
Penelitian kepatuhan
• BI melakukan penelitian dokumen atas kepatuhan Eksportir terhadap pemenuhan
: Mengacu pada Ketentuan Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank.
DULN : Mengacu pada Ketentuan Kewajiban Pelaporan Penarikan Devisa Utang Luar
kewajiban penerimaan DHE dan penelitian atas kepatuhan Debitur ULN terhadap pemenuhan kewajiban penarikan DULN. • BI dapat meminta bukti, catatan, dan/atau dokumen pendukung, dengan atau tanpa melibatkan instansi terkait.
10
Sanksi
Sanksi DHE: Eksportir dinyatakan tidak memenuhi ketentuan apabila: a. Tidak melakukan penerimaan seluruh DHE melalui Bank Devisa b. Penerimaan DHE melalui Bank Devisa dilakukan melebihi 90 hari setelah tanggal PEB atau melebihi 14 hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dengan menggunakan usance L/C, konsinyasi, pembayaran kemudian, collection. • Sanksi administratif: Denda sebesar 0,5% dari nilai nominal DHE yang belum diterima dengan nominal paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). • Sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor (dilakukan oleh otoritas yang berwenang di bidang kepabeanan atas dasar permintaan BI): Eksportir yang tidak membayar sanksi administratif dan/atau tidak memenuhi kewajiban penerimaan DHE melalui Bank Devisa, dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor • Pembebasan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor dilakukan setelah BI menerima dari Eksportir bukti pembayaran sanksi administrasi dan/atau bukti penerimaan DHE melalui Bank Devisa, dan setelah BI mem verifikasi atas bukti tersebut. • Pengenaan sanksi tidak menggugurkan kewajiban penerimaan DHE melalui Bank Devisa
5
Sanksi DULN • Debitur ULN yang tidak melakukan penarikan DULN melalui Bank Devisa dikenakan denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). • Pengenaan sanksi tidak menggugurkan kewajiban penarikan DULN melalui Bank Devisa Penyetoran Sanksi dan Tanggal Pemberlakuan Sanksi untuk DHE dan DULN: • Pembayaran sanksi denda disetorkan ke rekening kas Negara yang berada di BI. Ketentuan yang mengatur sanksi mulai berlaku pada tanggal 2 Juli 2012 11
Ketentuan Peralihan
DHE • Penerimaan DHE yang diperjanjikan tidak melalui Bank Devisa atau dikaitkan dengan pembayaran kewajiban Eksportir yang sudah ditandatangani sebelum berlakunya PBI ini, tidak wajib diterima melalui Bank Devisa s.d. 12 bulan setelah tanggal pemberlakuan PBI, dan Eksportir harus memberikan penjelasan tertulis disertai dengan dokumen pendukung kepada BI. • Untuk penerimaan DHE yang berasal dari PEB yang dikeluarkan tahun 2012, kewajiban penerimaan DHE melalui Bank Devisa berlaku 6 bulan setelah tanggal PEB. • Penerimaan DHE yang berasal dari hasil netting tagihan Eksportir dengan kewajiban Eksportir hanya dapat dilakukan s.d tanggal 31 Desember 2012 dan dilengkapi dengan dokumen pendukung. DULN • Penarikan DULN yang berasal dari perjanjian ULN yang ditandatangani sebelum berlakunya PBI ini tidak wajib dilakukan melalui Bank Devisa, kecuali untuk penarikan DULN yang berasal dari penambahan plafon ULN karena adanya perubahan perjanjian yang ditandatangani setelah berlakunya PBI ini.
12
Waktu
PBI ini mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2012.
Implementa si
6