PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA SEBAGAI PUSAT PEMASARAN DAN PELABUHAN EKSPOR-IMPOR HASIL PERIKANAN
ABDUR ROUF SAM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA SEBAGAI PUSAT PEMASARAN DAN PELABUHAN EKSPOR-IMPOR HASIL PERIKANAN adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2012.
Abdur Rouf Sam, NRP. C. 561054054
ABSTRACT ABDUR ROUF SAM. Development of Fishing Port Nizam Zachman Jakarta as a Market Center and Fishing Port of Fisheries Product for Export and Import. Under supervision of SUGENG HARI WISUDO, BAMBANG MURDIYANTO, and BUDHI HASCARYO ISKANDAR Indonesia has signed Port State Agreement that initiated by Food Agriculture Organization (FAO), therefore some specified fishing ports including PPSNZJ should serve international ship well and safely. PPSNZJ, the biggest of fish market center, needs to prepare the national and international marketing development. Distribution of fish in PPSNZJ divided into three markets, namely local market, export market and processing industrial which are located around PPSNZJ. Export marketing of frozen fish and processed frozen fish will be developed in PPSNZJ. Development of export import maketing was assessed based on three components of feasibility analysis, namely feasibility analysis of infrastructure/facilities, feasibility analysis of activities and service of export, and feasibility analysis of economy. Based on three analysis, PPSNZJ eligible to be an export import fishing port. There are 7 development strategies of PPSNZJ as a fish market center and fishing port of fisheries product for export and import. Keywords : strategy, fishing port, fish market center, export – import, PPSNZJ.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA SEBAGAI PUSAT PEMASARAN DAN PELABUHAN EKSPOR-IMPOR HASIL PERIKANAN
ABDUR ROUF SAM
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup : 1 Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc 2 Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc 2. Dr. Ir. Husni Manggabarani, MS
Judul Disertasi
: Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta sebagai Pusat Pemasaran dan Pelabuhan Ekspor-Impor Hasil Perikanan
Nama
: Abdur Rouf Sam
NRP
: C. 561054054
Program Studi
: Teknologi Kelautan (TKL)
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Ketua
Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc Anggota
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si Anggota
Diketahui Ketua Program Studi TKL
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 24 Januari 2012
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah, rahmat dan perlindungan-Nya, sehingga Penyusunan Desertasi yang berjudul ”Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zahman Jakarta sebagai Pusat Pemasaran dan Pelabuhan Ekspor-Impor Hasil Perikanan”
dapat
terselesaikan dengan baik. Disertasi ini merupakan hasil penelitian berdasarkan proposal yang disusun sebelumnya, yang diharapkan dapat memberikan perkembangan baru dalam menganalisis dan mengembangkan sistem pelabuhan perikanan sebagai pusat pemasaran dan pelabuhan ekspor-impor hasil perikanan, sebagai sumbangan ilmiah bagi pengembangan perikanan Nasional dalam menentukan suatu kebijakan Pemerintah dalam pengembangan pelabuhan perikanan. Penulis dapat
menerima saran, koreksi ataupun masukan untuk
penyempurnaan hasil penelitian ini. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada Komisi Pembimbing dan Para Pengampu/Pengajar, yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan Disertasi ini. Juga kepada seluruh keluarga dan semua pihak yang turut mendukung dan membatu dalam penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita sekalian.
Bogor, Januari 2012 Penulis
Abdur Rouf Sam
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 09 Oktober 1958 di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, putra dari Ibu Siti Musarrah dan Bapak Muhammad Said Aminullah (Alm.). Setelah tamat dari Sekolah Menengah Atas Negeri Sampang Madura pada tahun 1977, Penulis melanjutkan studi pada Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Jurusan Teknik dan Manajemen Penangkapan Ikan dan mendapat gelar Insinyur (Ir.) pada tahun 1982. Sejak tahun 1983 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Direktoral Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan jabatan saat ini sebagai Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2000 dengan beasiswa Bank Dunia (melalui Program OTO Bappenas) meneruskan pendidikan pada Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (S2), Sekolah Pascasarjana, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 2004 dengan gelar Magister Sains (M.Si). Pada tahun 2005/2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan Program Doktor (S3) di Pascasarjana IPB pada Program Studi Teknologi Kelautan (TKL). Penulis menikah dengan Yayah Aisiyah pada tahun 1983, dengan dikarunai 3 orang anak (1 putri dan 2 putra), yaitu : Roisatun Nisaa FARS, SP., M.Si.(menikah tahun 2008 dengan Tri Agusti Adriadi Putera, ST.), Muhammad Wildy Kamaaly E.M. (menikah tahun 2007 dengan Dian Retno Dimyari), dan Muhammad Roys Birrul Muttaqien, S.Ikom. Dari anak Pertama dikaruniai 1 orang cucu (Ibrahim Ibadurrahman Addafi) dan dari anak Kedua dikauniai 1 orang cucu (Raisha Aqeela E.M.).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xv
1
2
3
4
PENDAHULUAN................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................
13
1.4 Manfaat Penelitian .........................................................................
13
1.5 Kerangka Pemikiran .......................................................................
14
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
17
2.1 Komponen Perikanan Tangkap .......................................................
17
2.2 Pelabuhan Perikanan ......................................................................
22
2.3 Konsep Pengembangan Pelabuhan Perikanan .................................
24
2.4 Pemasaran Hasil Perikanan ............................................................
27
2.5 Pendekatan Sistem .........................................................................
29
METODOLOGI ..................................................................................
31
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
31
3.2 Pengumpulan Data ......................................................................... 3.2.1 Jenis dan sumber data .......................................................... 3.2.2 Metode pengumpulan data ...................................................
31 31 32
3.3 Analisis Data .................................................................................. 3.3.1 Analisis sistem pemasaran ekspor impor perikanan di PPSNZJ ........................................................................... 3.3.2 Pengembangan model pelabuhan sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan........................................................ 3.3.3 Perumusan strategi pengembangan PPSNZJ.........................
33
33 39
KONDISI UMUM DAN AKTIVITAS PPSNZJ ................................
43
4.1 Perkembangan PPSNZJ ..................................................................
44
33
ix
5
6
7
4.2 Fasilitas di PPSNZJ ........................................................................ 4.2.1 Fasilitas pokok...................................................................... 4.2.2 Fasilitas fungsional ............................................................... 4.2.3 Fasilitas penunjang ...............................................................
45 45 47 52
4.3 Produksi Ikan .................................................................................
55
4.4 Aktivitas Kapal ..............................................................................
58
4.5 Instansi Terkait di PPSNZJ.............................................................
59
SISTEM PEMASARAN EKSPOR IMPOR HASIL PERIKANAN SAAT INI ............................................................................................
65
5.1 Analisis Sistem Pemasaran dan Dsitribusi Ikan di PPSNZJ ............
65
5.1.1 Produksi perikanan di PPSNZJ .............................................. 5.1.2 Kegiatan pemasaran ikan di PPSNZJ .....................................
65 67
5.2 Prosedur Ekspor dan Impor ............................................................
74
MODEL PENGEMBANGAN PEMASARAN EKSPOR IMPOR DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA ...........................................................................................
81
6.1 Analisis Kebutuhan Infrastruktur/Fasilitas ......................................
81
6.2 Analisis Kelayakan Aktivitas dan Pelayanan Ekspor ......................
87
6.2.1 Aktivitas ekspor .................................................................... 6.2.2 Persepsi, harapan dan tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap fasilitas dan jasa pelayanan untuk mendukung kegiatan ekspor impor di PPSNZJ ........................................ 6.2.3 Analisis tingkat kepentingan dan kepuasan terhadap fasilitas dan jasa pelayanan untuk mendukung kegiatan ekspor impor di PPSNZJ .................................................................
87
101
6.3 Analisis Kelayakan Ekonomi .........................................................
106
6.4 Model Pengembangan Pusat Pemasaran Ekspor Impor Hasil Perikanan .......................................................................................
108
91
PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PPSNZJ SEBAGAI PUSAT PEMASARAN DAN PELABUHAN EKSPOR IMPOR HASIL PERIKANAN ...................................................................................... 113 7.1 Analisis Lingkungan Strategis untuk Pengembangan PPSNZJ sebagai Pusat Pemasaran dan Pelabuhan Ekspor Impor Hasil Perikanan .......................................................................................
113
7.2 Perumusan Strategi Pengembangan ................................................
116
7.3 Peluang Usaha ................................................................................
126
7.4 Manfaat Lain bila PPSNZJ sebagai Pelabuhan Ekspor Impor .........
127
x
8
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
129
8.1 Kesimpulan ....................................................................................
129
8.2 Saran ..............................................................................................
130
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
131
LAMPIRAN ..............................................................................................
136
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1
Jumlah responden dalam pengumpulan data primer ...............................
32
2
Skala likert penilaian para pelaku usaha ................................................
37
3
Kriteria Customer Satisfaction Index (CSI) ...........................................
37
4
Produksi ikan yang didaratkan di PPSNZJ periode 2006 – 2010 (ton) ...
56
5
Produksi ikan melalui jalur darat pada tahun 2010 di PPSNZJ ...............
57
6
Rekapitulasi jenis kegiatan kapal di PPSNZJ periode 2006 – 2010 ........
58
7
Produksi ikan yang didaratkan di PPSNZJ periode 2001 – 2010 (ton) ...
66
8
Persentase distribusi hasil produksi ikan di PPSNZJ periode 2006 – 2010
67
9
Proyeksi permintaan ikan di provinsi yang menjadi jalur distribusi ikan PPSNZJ ................................................................................................
69
10 Volume ekspor hasil perikanan di PPSNZ periode tahun 2001 – 2010 ....
69
11 Industri pengolahan ikan di kawasan PPSNZJ berdasarkan pengolahan .
72
12 Nilai LQ ekspor PPSNZJ terhadap ekspor nasional ...............................
87
13 Rata-rata selisih masing-masing dimensi dan tingkat kepuasan..............
101
14 Data kapal pengangkut kontainer dan kondisi ekonominya ....................
107
15 NPV, B/C ratio, nilai IRR dan nilai ROI ................................................
108
16 Kriteria, batas kritis dan kelayakan PPSNZJ dalam komponen kelayakan infrastruktur/fasilitas .............................................................................
109
17 Kriteria dan kelayakan aktivitas dan pelayanan ekspor ..........................
110
18 Kriteria dan kelayakan ekonomi ............................................................
110
19 Matriks internal factor evaluation (IFE) dan external factor evaluation (EFE) ...................................................................................
114
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran pengembangan Pelabuhan Perikanan Nizam Zahman Jakarta sebagai pusat pemasaran dan pelabuhan ekpor impor hasil perikanan .....................................................................................
15
2 Hubungan komponen-komponen dalam suatu kompleks penangkapan ikan (Monintja, 2002). ..........................................................................
20
3 Pengaruh infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi (Briceno et.al., 2004)....................................................................................................
22
4 Lokasi penelitian ...................................................................................
31
5 Diagram Kartesius (Supranto, 2001)......................................................
38
6 Fasilitas dermaga...................................................................................
46
7 Fasilitas kolam dan alur pelayaran .........................................................
46
8 Fasilitas lahan/tanah kawasan industri ...................................................
47
9 Fasilitas TPI ..........................................................................................
48
10 Fasilitas pusat pemasaran ikan ...............................................................
48
11 Fasilitas menara pengawas ....................................................................
49
12 Fasilitas TLC ........................................................................................
50
13 Fasilitas cold storage ..........................................................................
51
14 Fasilitas kantor pelayanan terpadu .........................................................
52
15 Produksi di PPSNZJ periode 2006 – 2010 .............................................
56
16 Produksi ikan melalui jalur darat pada tahun 2010 di PPSNZJ ...............
58
17 Kegiatan kapal ikan di PPSNZJ periode 2006 – 2010 ............................
58
18 Pasokan ikan melalui impor di PPSNZJ periode 2006 – 2010 ................
66
19 Distribusi pasar hasil perikanan di PPSNZJ pada tahun 2010.................
67
20 Ekspor ikan di PPSNZJ periode tahun 2001 – 2010 ...............................
70
21 Bagan pemasaran dan distribusi ikan ke PPSNZJ ..................................
74
22 Alur tatalaksana ekspor hasil perikanan .................................................
78
23 Alur tatalaksana impor hasil perikanan ..................................................
79
24 Kondisi tingkat pemanfaatan dermaga ...................................................
82
25 Perhitungan panjang dermaga ................................................................
83
26 Kondisi tingkat pemanfaatan kolam pelabuhan ......................................
84
27 Rencana pusat kegiatan ekspor impor di PPSNZJ ..................................
85
28 Alur ke tempat penimbunan sementara ..................................................
86
xiii
29 Persepsi pelaku usaha terhadap fasilitas dermaga bongkar .....................
93
30 Persepsi pelaku usaha terhadap kondisi pelayanan yang diberikan .........
94
31 Persepsi pelaku usaha terhadap kondisi lingkungan yang bersih dan higienis ................................................................................................
94
32 Persepsi pelaku usaha terhadap jalan akses dan alur pelayaran yang dapat mempercepat akses ekspor hasil perikanan..................................
95
33 Persepsi pelaku usaha terhadap perusahaan dan sarana penyimpanan ikan ......................................................................................................
95
34 Persepsi pelaku usaha terhadap harapan perkembangan pelabuhan sebagai tempat ekspor langsung ...........................................................
96
35 Tingkat kepuasan pelaku usaha .............................................................
101
36 Diagram klasifikasi kepentingan dengan konsep importance performance analysis ...........................................................................
102
37 Model pengembangan pelabuhan perikanan sebagai pusat pemasaran ekspor impor hasil perikanan ................................................................
111
38 Hasil matrik IFE dan EFE .....................................................................
116
39 Konsep penataan tata letak kapal ...........................................................
119
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Jenis Ikan yang Menjadi Bahan Baku Unit Usaha/Industri Pengolahan
137
2
Jenis Ikan yang Diekspor pada Periode Tahun 2006-2010 ...................
139
3
Tujuan Ekspor Ikan dari PPSNZJ Periode 2005 – 2009 (ton)...............
140
4
Kondisi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Tahun 2011 .........................................................................................
142
Posisi dermaga ekspor/impor tempat penimbunan refer container dan tempat parkir truck container ...............................................................
143
Rencana pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta .................................................................................
144
7
Analisis Kelayakan Ekonomi Kapal Kontainer 3.000 GT ....................
145
8
Penilaian Faktor Internal dan Eksternal dan Pembobotan Strategi........
147
9
Analisis Perhitungan Tingkat Pemanfaatan Fasilitas ............................
150
10 Metode Logarithmic sebagai Peramalan Jumlah Ekspor Ikan pada tahun 2011 dan 2012 ...........................................................................
152
11 Nilai harapan dan kepuasan dari pelaku usaha terhadap fasilitas dan pelayanan PPSNZJ ..............................................................................
153
12 Analisis Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Terhadap Fasilitas dan Jasa Pelayanan dengan Importance Performance Analysis (IPA) .........
156
13 Alur Bongkar Kapal Tuna Segar/Beku di PPSNZJ ..............................
157
14 Alur Bongkar Kapal Non Tuna (Tradisional) di PPSNZJ.....................
158
15 Prosedur Kapal Masik Pelabuhan ........................................................
159
16 Prosedur Penerbitan SKP (Sertifikat Kelayakan Pengolahan) ..............
160
17 Prosedur Penerbitan Sertifikat HACCP ...............................................
161
18 Alur Ekspor Hasil Tangkapan Ikan di PPSNZJ ....................................
162
19 Proses Muat Kapal Ekspor ..................................................................
163
5
6
xv
20 Proses Bongkar Kapal Impor...............................................................
164
xvi
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dalam memasuki era globalisasi, bangsa Indonesia dihadapkan pada
tantangan sekaligus peluang menjadi bangsa yang maju, makmur dan berkeadilan. Menghadapi hal tersebut, pemerintah kini berupaya melakukan re-orientasi kebijakan
ekonomi
makro
yang
lebih
memberikan
perhatian
untuk
mengembangkan industri yang berbasis pada sumber daya domestik, yang merupakan keunggulan kompetitif dan komparatif yang dimiliki oleh Indonesia. Re-orientasi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional. Menghadapi tantangan tersebut Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2009 mencanangkan kebijakan revolusi biru (the blue revolution policy) yakni perubahan cara pandang kehidupan dari darat ke laut, yang diharapkan dapat lebih memacu peningkatan peran kelautan dan perikanan dalam perekonomian secara nasional. Peningkatan peran tersebut antara lain dilakukan melalui peningkatan volume dan nilai produksi, peningkatan nilai tambah dan daya saing, peningkatan nilai tukar nelayan, peningkatan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB), peningkatan volume dan nilai ekspor, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Sektor perikanan sebagai salah satu sumber daya andalan domestik dalam perekonomian nasional, selama ini telah memberikan konstribusi yang penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia, antara lain sebagai: pemasok utama protein hewani bagi 230 juta lebih penduduk, memberikan lapangan pekerjaan bagi 4,4 juta rumah tangga perikanan, dan penyumbang devisa bagi perekonomian nasional (mendekati US $ 2,5 milyar pada tahun 2009). Permintaan ikan dunia dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas hidup, yang diikuti dengan perubahan pola hidup masing-masing masyarakat. Peningkatan kualitas hidup menyebabkan bergesernya komposisi jenis makanan yang kurang bermutu ke makanan sehat yang dicirikan dengan rendahnya kandungan kolesterol dan tingginya kandungan protein sebagaimana
terdapat pada ikan. Oleh karena itu, sudah seharusnya Pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap sumber daya ikan yang dimiliki, utamanya sumber daya ikan laut, agar pemanfaatannya dapat dimaksimalkan dengan tidak melebihi daya dukung potensi yang ada, yang dapat mengancam kepunahan. Dalam Undang Undang RI No. 45/2009 it Undang Undang RI No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, disebutkan bahwa tujuan pengelolaan sumber daya ikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, dan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya agar lestari. Upaya yang seharusnya dilakukan untuk membangun perikanan tangkap adalah dengan cara menyediakan berbagai kemudahan dalam memberikan fasilitas yang menunjang keberhasilan usaha perikanan, seperti: kemudahan untuk mendapatkan sarana produksi atau perbekalan ke laut, mendaratkan hasil tangkapan dan menjamin pemasarannya, menjamin kelancaran sejak mulai praproduksi sampai pemasaran hasilnya.
Fasilitas tersebut diwujudkan sebagai
pelabuhan perikanan, yang siap melayani segenap kebutuhan para pengguna baik sebagai tempat berlabuh/berlindung bagi kapal-kapal perikanan, tempat mengisi bahan perbekalan, mendaratkan ikan dan memasarkan hasil tangkapannya maupun mengolahnya menjadi produk primer dan turunannya, menjadi salah satu faktor kunci dalam mendukung keberhasilan pengembangan usaha perikanan tangkap. Berdasarkan UU RI No. 45 tahun 2009 it UU RI No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16/PERMEN/2006, ditegaskan bahwa fungsi pelabuhan perikanan adalah untuk: •
Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan
•
Pelayanan bongkar muat
•
Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan
•
Pemasaran dan distribusi ikan
•
Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan
•
Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan
•
Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan
•
Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan
•
Pelaksanaan kesyahbandaran
•
Pelaksanaan fungsi karantinan ikan
2
•
Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan
•
Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari
•
Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, ketertiban, kebakaran, dan kecemaran (K5)). Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2008) juga menegaskan bahwa
pelabuhan perikanan seharusnya dapat menjadi salah satu titik pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, walaupun demikian di dalam operasionalnya, pelabuhan perikanan ditengarai belum dapat berfungsi dan berjalan secara optimal sebagaimana seperti yang diharapkan, utamanya dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pengguna dan mengatasi masalah in-efisiensi dalam kegiatan pemasaran dan distribusi ikan. pelabuhan
perikanan
tersebut
dapat
Agar berbagai tujuan pembangunan terselenggara
dengan
baik,
perlu
mengembangkan pelabuhan perikanan dengan suatu pendekatan sistem, yakni suatu pendekatan yang menyeluruh (komprehensif) berdasarkan azas efektivitas, optimasi dan kesinambungan, yang dalam operasionalnya menyinergikan seluruh aspek penting yang terkait. Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) sebagai pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia diharapkan dapat menjadi sentra pemasaran hasil perikanan di Indonesia, selain itu juga diharapkan dapat mengakomodir dinamika aktivitas usaha perikanan tangkap nasional yang cenderung
semakin
berkembang
atau
meningkat
sehingga
menuntut
pengembangan pelabuhan perikanan agar tetap dapat memberikan pelayanan yang baik kepada semua pemangku kepentingan (stakeholder). PPSNZJ diperkirakan belum memberikan fungsi yang optimal untuk aspek pemasaran dan distribusi ikan hingga kini, utamanya untuk tujuan perdagangan internasional. Pada tahun 2010 ekspor hasil perikanan di PPSNZJ mencapai 60.020,20 ton atau 164,44 ton/hari. PPSNZJ belum melakukan secara penuh kegiatan ekspor impor hasil perikanan, tetapi masih melalui perantara pelabuhan umum yaitu Pelabuhan Tanjung Priok. Setelah ikan didaratkan dan ditangani di PPSNZJ selanjutnya ikan yang akan diekspor dikirim ke Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini menimbulkan saluran pemasaran ikan relatif menjadi lebih panjang yang akan berdampak pada daya saing produk perikanan Indonesia di pasar internasional.
3
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mengingat peran PPSNZJ yang sangat sentral dalam pengembangan usaha perikanan tangkap nasional dan diharapkan juga dapat menjadi pusat pemasaran dan pelabuhan ekspor impor hasil perikanan Indonesia, maka perlu dilakukan pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran dan pelabuhan ekspor impor hasil perikanan.
Untuk itu, penting
dilakukan penelitian tentang bagaimana mengembangkan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran dan pelabuhan ekspor impor hasil perikanan, agar PPSNZJ dapat berjalan efektif dan berfungsi optimal, serta dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pertumbuhan ekonomi wilayah dan nasional. Harapan lain adalah PPSNZJ akan dapat lebih berperan dalam mengembangkan usaha pemanfaatan sumber daya ikan yang dilakukan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab.
1.2
Perumusan Masalah Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ)
merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang mempunyai peranan penting dalam pengembangan perikanan tangkap di Indonesia umumnya dan DKI Jakarta khususnya. Tidak hanya sebagai tempat berlabuh kapal perikanan, tetapi juga berperan sebagai tempat penyiapan keberangkatan kapal, memenuhi kebutuhan melaut kapal-kapal perikanan, tempat perbaikan kapal dan alat penangkapan ikan, tempat pembinaan masyarakat perikanan, pembongkaran produksi perikanan, tempat industri pengolahan ikan dan tempat pemasaran hasil perikanan. Fasilitas yang tersedia di PPSNZJ relatif lengkap mulai dari (1) fasilitas pokok (antara lain: kolam pelabuhan, dermaga, dan jalan komplek), (2) fasilitas fungsional (antara lain: unit pengolahan limbah, pabrik es, cold storage, galangan kapal, pusat pemasaran ikan/PPI, tempat pelelangan ikan/TPI, suplai air bersih, suplai daya listrik dan stasiun pengisian bahan bakar minyak); dan (3) fasilitas pendukung (antara lain: rambu navigasi, gedung perkantoran, menara pengawas, Balai Pertemuan Nelayan, pertokoan kebutuhan melaut, mess operator dan nelayan). Produksi ikan yang masuk ke PPSNZJ relatif besar, tercatat pada 2010 sebanyak 186.388,36 ton atau dengan rata-rata per hari sebanyak 511 ton, yang masuk atau diangkut dari arah darat sebesar 48,6% dan dari laut sebesar 51,4%. 4
Ikan yang didaratkan lewat dermaga berasal dari kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan, sekitar 40% dibawa dengan kapal angkut. Kegiatan bongkar dilakukan pada siang dan malam hari. Seluruh ikan yang dibongkar di PPSNZJ sebanyak 64% untuk ekspor dan sisanya untuk kebutuhan domestik. Kegiatan lelang belum dilaksanakan dengan baik, biasanya kegiatan lelang dilakukan pada pagi hari di TPI, sedangkan kegiatan pemasaran ikan eceran dilakukan pada malam hari di PPI. Ikan yang masuk ke PPSNZJ berasal dari hampir seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia dengan berbagai jenis spesies ikan. Penyampaian data hasil tangkapan melalui log book yang disampaikan nakhoda kapal penangkap ikan dan kapal angkut ikan berjalan baik. Isi log book masih dibuat kurang akurat bahkan beberapa perlu dikoreksi kembali. Produksi ikan untuk tujuan ekspor selanjutnya diangkut melalui darat menuju Pelabuhan Umum Tanjung Priok, sedangkan produksi ikan tujuan domestik dipasarkan ke daerah-daerah seperti Jabodetabek, Banten, Sukabumi, Karawang, Bandung, Cikampek, Cirebon, Semarang, Cilacap, Tegal, Pekalongan, Surabaya, Bali dan lain-lain. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan, khususnya dalam pasal 20 dan 21 serta memperhatikan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
PER.01/MEN/2007 yang telah direvisi menjadi
PER.019/MEN/2010 tentang
Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dan Peraturan Kepala Badan Karantina Ikan, pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan No. PER.03/BKIPM/2011 tentang Pedoman Teknis Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, diamanatkan untuk melakukan pengendalian terhadap hasil perikanan. Industri perikanan internasional telah mengalami peningkatan signifikan beberapa tahun terakhir. FAO menyebutkan bahwa pada selama periode 2003 sampai 2006 telah terjadi peningkatan nilai ekspor komoditas perikanan rata-rata 10,44% hingga mencapai nilai lebih dari US$ 85 milyar. Jika dilihat dari pasar potensial maka Eropa merupakan importir utama produk perikanan dunia dengan sekitar US$ 41 milyar. Kawasan Asia dan Amerika selanjutnya menjadi pasar potensial bagi produk perikanan dunia (Fishstat 2008).
5
Dari potensi perdagangan komoditas perikanan dunia pada tahun 2007, Indonesia dominan mengekspor produk perikanan ke negara-negara Asia dengan prosentase volume sebesar 70,97% dan nilai sekitar 48,22%, selanjutnya adalah wilayah Amerika dengan persentase volume sebesar 17,03% dengan nilai 35,60%. Pasar potensial bagi produk perikanan Indonesia
selanjutnya adalah Eropa dengan
persentase volume hanya 10,35% dan prosentase nilai sebesar 13,11% (DKP, 2009). Jika dilihat dari parameter ratio harga dan volume ekspor, terlihat bahwa pasar Eropa merupakan pasar yang baik karena ratio harga lebih tinggi dibandingkan wilayah lain. Sejalan dengan hal tersebut diperlukan adanya landasan yang kuat guna menunjang kegiatan ekspor tersebut.
Landasan ini terkait dengan kebijakan
ekspor mulai proses pengangkutan hingga jaminan mutu pangan. Undang undang no 45 tahun 2009 jonto UU no 31 tahun 2004 menjamin kegiatan ekspor selagi kebutuhan bahan baku industri dalam negeri terpenuhi. Dalam UU no 45 tahun 2009 jonto UU no 31 tahun 2004, Pasal 24 menyebutkan (1) Pemerintah mendorong peningkatan nilai tambah produk hasil perikanan.
(2) Pemerintah dapat membatasi ekspor bahan baku industri
pengolahan ikan untuk menjamin ketersediaan bahan baku tersebut di dalam negeri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah produk hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan jaminan ketersediaan bahan baku industri pengolahan ikan di dalam negeri serta pembatasan ekspor bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut, sangat jelas bila pemerintah sangat
mendukung penambahan nilai tambah hasil perikanan serta memperbolehkan adanya kegiatan ekspor bilamana kebutuhan bahan baku industri pengolahan perikanan telah tercukupi. Terkait dengan kegiatan ekspor ini secara teknis juga dijelaskan dalam Undang Undang no 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Termaktub didalamnya adalah : 1) Terkait dengan fungsi pelabuhan guna sarana awal jalur ekpor hasil perikanan, Pasal 80 (1) yang menyebutkan bahwa kegiatan pemerintahan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, meliput i:
6
a. pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan; b. keselamatan dan keamanan pelayaran; dan/atau c. kepabeanan; d. keimigrasian; e. kekarantinaan 2) Pasal 83, menjelaskan prasarat pelabuhan yang dapat digunakan untuk tujuan ekspor impor : 1) Untuk melaksanakan fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) huruf a. Otoritas Pelabuhan mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. menyediakan lahan daratan dan perairan pelabuhan; b. menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alurpelayaran, dan jaringan jalan; c. menyediakan dan memelihara sarana bantu navigasi-pelayaran; d. menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan; e. menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan; d. menyusun rencana induk pelabuhan, serta daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan; e. Mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan perairan dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang disediakan oleh Pemerintah serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan f. Menjamin kelancaran arus barang. 3)
Pasal 88, menyebutkan bahwa Pelabuhan Perikanan dapat berdiri sendiri sebagai pelabuhan ekspor. Pasal 88 menegaskan : 1) Dalam mendukung kawasan perdagangan bebas dapat diselenggarakan pelabuhan tersendiri. 2) Penyelenggaraan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kawasan perdagangan bebas.
7
3) Pelaksanaan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran pada pelabuhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini. 4) Pasal 111, kreteria penetapan pelabuhan guna menunjang kelancaran perdaganagan luar negeri. Pasal 111 menegaskan : 1) Kegiatan pelabuhan untuk menunjang kelancaran perdagangan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dilakukan oleh pelabuhan utama. 2) Penetapan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pertimbangan: a. pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional; b. kepentingan perdagangan internasional; c. kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut nasional; d. posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran internasional; e. Tatanan Kepelabuhanan Nasional; f. fasilitas pelabuhan; g. keamanan dan kedaulatan negara; dan h. kepentingan nasional lainnya. 3) Terminal khusus tertentu dapat digunakan untuk melakukan kegiatan perdagangan luar neger 4) Terminal khusus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memenuhi persyaratan: a. aspek administrasi; b. aspek ekonomi; c. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran; d. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan; e. fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan f. jenis komoditas khusus. 5) Pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.
8
Untuk pelaksanaan UU no 17 tahun 2008, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) no 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. Berkaitan dengan PP tersebut beberapa hal dapat dijadikan landasan kegiatan ekpor hasil perikanan adalah sebagai berikut : 1) Pasal 11, menyatakan bahwa Pelabuhan dapat ditetapkan sebagai pelabuhan utama dengan ketentuan mengikuti ayat (1) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada: a. kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional; b. kedekatan dengan jalur pelayaran internasional; c. memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan utama lainnya; d.
memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari
gelombang; e. mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu; f. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional; dan g. volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu. “ 2) Pasal 69, kewajiban penyediaan/pelayanan untuk kegiatan ekspor oleh pelabuhan antara lain (a). penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat; (b). penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih; (d). penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas; (e).
penyediaan
dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan; (f).
penyediaan dan/atau pelayanan jasa
terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan ro-ro; (g). penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang; (i).
penyediaan dan/atau
pelayanan jasa penundaan kapal. 3) Pasal 100, persyaratan agar pelabuhan dapat melayani peti kemas : a. memiliki sistem dan prosedur pelayanan; b. memiliki sumber daya manusia dengan jumlah dan kualitas yang memadai; c. kesiapan fasilitas tambat permanen untuk kapal generasi pertama;
9
d. tersedianya peralatan penanganan bongkar muat peti kemas yang terpasang dan yang bergerak (container crane); e.
lapangan penumpukan
(container yard) dan gudang container freight
station sesuai kebutuhan; f. keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi
on line baik
internal maupun eksternal; dan g. volume cargo yang memadai. 4) Pasal 149, terkait dengan pembukaan pelabuhan sebagai terminal khususu yang terbuka bagi Perdagangan Luar Negeri . (1) Untuk menunjang kelancaran perdagangan luar negeri pelabuhan utama dan terminal khusus tertentu dapat ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri. (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas pertimbangan: a. pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional; b. kepentingan perdagangan internasional; c. kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut nasional; d. posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran internasional; e. Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang diwujudkan dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional; f. fasilitas pelabuhan; g. keamanan dan kedaulatan negara; dan h. kepentingan nasional lainnya. 5) Pasal 150, persyaratan sebagai terminal khusus (menangani kegiatan ekspor) (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi: a. aspek ekonomi; b. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran; c. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan; d. fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan e. jenis komoditas khusus.
10
Sejalan dengan hal tersebut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI no 16/Men/2006, menegaskan terkait dengan ekspor hasil perikanan : 1) Pasal 4 (1), Pelabuhan Perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran. 2) Pasal 17, Pelabuhan Perikanan Samudera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a ditetapkan berdasarkan kriteria teknis: a. melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan laut lepas; b. memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT; c. panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m; d. mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus; e. ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor; f. terdapat industri perikanan. Berdasarkan Undang Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan diatas, pelabuhan perikanan dapat melaksanakan pemasaran ekspor impor langsung dan terbuka untuk menjadi pelabuhan perikanan melakukan ekspor impor langsung. Pengembangan PPSNZJ diarahkan untuk mendukung kegiatan perikanan secara nasional serta diharapkan mempunyai reputasi internasional.
Bahkan
Kementerian Kelautan dan Perikanan mencanangkan PPSNZJ sebagai fisheries water front city of Indonesia (FWFC) atau kota serambi perikanan Indonesia, sehingga kelengkapan
fasilitas,
perbaikan
manajemen dan penyelesaian
permasalahan perlu segera dilakukan. Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencanangkan konsep pengembangan PPSNZJ sebagai Fisheries Water Front City of Indonesia. Fisheries Water Front City merupakan konsep pengembangan kawasan yang berhadapan dengan pesisir dan lautan.
11
Konsep ini tidak hanya sekedar menonjolkan pembangunan fisik semata, tetapi juga menciptakan pola pikir semua stakeholder sehingga tumbuh adanya rasa memiliki yang tinggi terhadap wilayahnya. Fisheries Water Front City diharapkan dapat meningkatkan geliat kota pantai
bukan saja dari aktifitas pelabuhan perikanan dan pasar ikan, namun
berbagai aktifitas lainnya seperti kawasan wisata dan edukasi bahari, pemukiman nelayan, wisata mangrove, kawasan wisata purbakala, kawasan industri dan sebagainya. Dari beragam aktifitas tersebut akan memicu peningkatan dinamika ekonomi yang lebih progresif. Sebagai penggerak pengembangan kawasan, pelabuhan perikanan dapat mengoptimalkan peran dan fungsinya dalam mewujudkan misi KKP dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup nelayan sebagai masyarakat kelautan dan perikanan. Tambahan pula, Indonesia telah menyatakan setuju dan ikut menandatangani Port State Agreement yang diinisiasi oleh Food Agriculture Organization (FAO), sehingga beberapa pelabuhan perikanan yang ditunjuk termasuk PPSNZJ harus dapat melayani kapal internasional secara baik dan aman, serta dapat menekan terjadinya IUU Fishing.
Begitu pula dengan keikut-sertaan Indonesia dalam
Regional Fisheries Management Organization (RFMO), dimana peran PPSNZJ menjadi sentral, karena telah ditetapkan sebagai salah satu pelabuhan untuk mendukung kegiatan RFMO terutama dalam pemantauan dan evaluasi terhadap manajemen pengelolaan sumber daya ikan termasuk sistem pendataan yang baik. Berdasarkan hal tersebut di atas peran PPSNZJ semakin penting dalam mendukung pengembangan perikanan tangkap nasional, utamanya dalam hal pengelolaan produksi dan pemasaran hasil perikanan. Namun dari hasil pengamatan singkat, informasi dan beberapa literatur menegaskan bahwa untuk pengelolaan pemasaran hasil perikanan di PPSNZJ masih belum optimal dan diliputi beberapa permasalahan, padahal pemasaran hasil perikanan merupakan ujung tombak dalam menentukan keberhasilan dan keberlanjutan usaha perikanan. Secara spesifik, permasalahan utama yang perlu dianalisis dan dijawab dalam mengembangkan PPSNZJ kedepan sebagai pusat pemasaran ekspor impor hasil perikanan yang sekaligus untuk mendukung FWFC, Port State Agreement, dan kegiatan RFMO, dapat dirumuskan sebagai berikut:
12
1) Bagaimana sistem pemasaran ekspor impor perikanan yang efektif dan efisien di pelabuhan perikanan. 2) Bagaimana tahapan pengembangan PPSNZJ yang tepat untuk mengefektifkan dan mengoptimumkan aspek fungsi pemasaran ekspor-impor perikanan . Secara prinsip, untuk mengembangkan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan, diperlukan suatu konsep pengembangan yang komprehensif dan sistematik.
Oleh karena itu, dipandang perlu melakukan
penelitian tentang Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta sebagai Pusat Pemasaran dan Pelaubuhan Ekspor Impor Hasil Perikanan, untuk dapat mendukung pengelolaan usaha perikanan tangkap yang berkesinambungan
dan
upaya
peningkatan
kesejahteraan
nelayan
serta
memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan ekonomi nasional.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menyusun konsep pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta sebagai pusat pemasaran dan pelabuhan ekspor impor hasil perikanan, guna mendukung pengembangan ekonomi wilayah dan nasional, melalui fisheries water front city of Indonesia (FWFC), kegiatan Port State Agreement, dan kegiatan RFMO. Secara lebih spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1)
menganalisis sistem pemasaran ekspor impor perikanan di PPSNZJ
(2)
mengembangkan model pelabuhan perikanan sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan
(3)
memformulasikan strategi pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
sumbangan ilmiah dalam memajukan ekspor impor hasil perikanan, dan masukan dalam peningkatan kelembagaan pengelolaan PPSNZJ.
13
1.5
Kerangka Pemikiran Deskripsi setiap permasalahan untuk memudahkan dalam menetapkan alat
analisis dan proses analisis sehingga didapat konsep pengembangan pelabuhan perikanan yang tepat untuk mencapai tujuan pembangunan pelabuhan perikanan, utamanya dalam aspek pemasaran hasil perikanan.
Analisis akan dilakukan
terhadap seluruh unsur atau faktor utama yang terkait dan berpengaruh. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pelabuhan perikanan sebagai pusat pemasaran hasil perikanan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah indikatorindikator yang mempengaruhi fungsi pemasaran dan distribusi ikan di pelabuhan perikanan yang bersumber dari dalam sistem itu sendiri, dalam hal ini adalah pelabuhan perikanan.
Faktor eksternal yang berpengaruh nyata dalam aspek
pemasaran dan distribusi hasil ikan di pelabuhan perikanan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor eksternal yang berpengaruh langsung (foreward linkage dan backward linkage) dan faktor eksternal yang berpengaruh tidak langsung namun sangat penting.
Faktor eksternal yang berpengaruh langsung adalah
berupa kondisi sumber daya ikan, struktur armada dan alat tangkap, praktek IUU fishing di sekitar perairan Indonesia serta infrastruktur pendukung lainnya seperti kolam pelabuhan yang sesuai dengan kapal eskpor, sarana transportasi, instansi pemberi ijin ekspor dan lain-lain.
Kemudian, untuk faktor eksternal yang
berpengaruh tidak langsung namun berperan nyata, diantaranya kondisi ekonomi dan pola makan masyarakat. Faktor-faktor tersebut harus menjadi pertimbangan terutama dalam perencanaan jangka panjang. Secara skematik kerangka pemikiran tertera pada Gambar 1 berikut ini.
14
Permasalahan : 1. Biaya transport ikan untuk ekspor, tinggi 2. Persyaratan negara importir terhadap hasil perikanan yang semakin ketat 3. Fasilitas pendukung eskpor impor di pelabuhan perikanan, kurang optimal 4. Komitmen sebagai anggota Port State Agreement & RFMO serta rencana FWFC 5. PPSNZJ merupakan pusat pemasaran eskpor impor produk perikanan 6. Aspek legal mendukung pelaksanaan ekspor impor dari pelabuhan perikanan
Analisis Produksi dan Sistem Pemasaran Hasil Perikanan di PPSNZJ
ANALISIS KELAYAKAN Analisis Kelayakan Fasilitas
Analisis Kelayakan Aktivitas dan Pelayanan Ekspor
Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan sebagai Pusat Pemasaran dan Pelabuhan Ekspor Impor Hasil Perikanan
Analisis Ekonomi Kapal Angkut
Analisis Lingkungan Strategis PPSNZJ
Strategi Pengembangan PPSNZJ untuk menjadi pusat pemasaran dan pelabuhan ekspor impor hasil perikanan
PPSNZJ SEBAGAI PUSAT PEMASARAN DAN PELABUHAN EKSPOR IMPOR HASIL PERIKANAN
Gambar 1
Kerangka pemikiran pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran dan pelabuhan ekspor impor hasil perikanan.
15
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komponen Perikanan Tangkap Pembangunan perikanan tangkap dilakukan dalam suatu sistem usaha
perikanan tangkap terpadu yang terdiri dari sub-sistem industri hulu (praproduksi), sub-sistem produksi (kegiatan penangkapan ikan), pengolahan hasil dan pemasaran (sub-sistem hilir) yang di dukung oleh sub-sistem institusi penunjang
(keuangan/perbankan,
kemasyarakatan,
IPTEK
dan
lain-lain).
Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap akan terwujud dengan baik apabila komponen-komponennya berjalan secara terpadu. Pengadaan dan penyediaan sarana produksi harus mampu mendukung kebutuhan kegiatan produksi atau sebaliknya. Demikian pula dalam kegiatan produksi selain memperhatikan kondisi ekosistem perairan dan sumber dayanya, juga harus mengkaitkan dengan fasilitas pelabuhan perikanan, kegiatan distribusi dan pemasarannya serta kondisi ekonomi wilayahnya. Sesuai dengan potensi dan peluang yang dimiliki, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap telah menetapkan beberapa program pembangunan perikanan tangkap, yaitu : (1) mengendalikan pemanfaatan sumber daya ikan; (2) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan; (3) meningkatkan mutu dan nilai tambah hasil perikanan; (4) menyediakan bahan pangan sumber protein hewani dan bahan baku industri serta ekspor; (5) menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan usaha perikanan tangkap; (6) menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif; (7) meningkatkan kualitas sumber daya manusia; (8) mengembangkan kelembagaan dan peraturan perundangan; (9) meningkatkan penerimaan PNBP dan PAD; (10) meningkatkan tertib administrasi pembangunan; dan (11) menjadikan sumber daya ikan sebagai perekat nusa dan bangsa (Ditjen Perikanan Tangkap, 2001). Dalam rangka mendukung program tersebut, maka kebijakan dan strategi yang diterapkan adalah : (1) peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha penangkapan; (2) peningkatan mutu dan nilai tambah hasil perikanan; (3) pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap; (4) peningkatan
pelayanan dan pengendalian Perizinan Usaha; (5) penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan tangkap; (6) penyempurnaan Sistem Statistik Perikanan Tangkap; dan (7) peningkatan peran Indonesia dalam organisasi/lembaga internasional yang terkait dengan perikanan tangkap. Tujuan dari pengembangan perikanan tangkap adalah : (1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan; (2) menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya; dan (3) meningkatkan kontribusi perikanan tangkap terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sedangkan sasaran pengembangan perikanan tangkap meliputi : (1) peningkatan produksi Perikanan Tangkap; (2) volume dan nilai ekspor hasil perikanan tangkap; (3) pengembangan armada penangkapan ikan; (4) penyediaan ikan untuk konsumsi dalam negeri; (5) penyediaan lapangan kerja atau penyerapan tenaga kerja / nelayan; dan (6) peningkatan PNBP (Ditjen Perikanan Tangkap DKP, 2004). Berdasarkan data sumber daya ikan terlihat bahwa kelompok SDI yang potensinya paling besar adalah ikan pelagis kecil, yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air dan permukaan serta secara fisik berukuran kecil. Contoh jenis ikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah ikan kembung, alu-alu, layang, selar, tetengkek, daun bambu, sunglir, julung-julung, teri, japuh, tembang, lemuru, parang-parang, terubuk, ikan terbang, belanak, dan kacang-kacang. Kedua adalah ikan demersal, yaitu kelompok ikan yang hidup di dasar perairan dan terdiri atas spesies antara lain : ikan sebelah, lidah, nomei, pepetek, manyung, beloso, biji nangka, kurisi, gulamah, bawal, layur, senangin/kuro, lencam, kakap merah, kakap putih, pari, sembilang, buntal landak, kuwe, gerot-gerot, dan bulu ayam. Ketiga adalah ikan pelagis besar, yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air dan permukaan serta secara fisik berukuran besar, yang terdiri atas spesies antara lain : tuna mata besar, madidihang, albakora, tuna sirip biru, cakalang, tongkol, setuhuk/marlin, tenggiri, layaran, ikan pedang, cucut/hiu dan lemadang. Keempat adalah ikan Karang, yaitu kelompok ikan yang hidup di sekitar perairan karang, yang terdiri atas spesies antara lain : pisang-pisang, kerapu, baronang, kakak tua, napoleon, dan kerondong (morai). Kelima adalah udang penaid, yaitu kelompok udang yang terdiri atas spesies antara lain : peneid, kepiting, rajungan, rebon dan udang kipas. Berikutnya atau yang potensinya
18
paling kecil adalah kelompok cumi-cumi dan lobster (Ditjen Perikanan Tangkap, 2004). Data potensi dan JTB di atas dimungkinkan mengalami perubahan ke arah yang positif, yakni terjadi kenaikan. Berdasarkan hasil pengkajian stok (stock assessment) yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2001, potensi SDI di perairan Indonesia diperkirakan sebesar 6,40 juta ton pertahun, dengan rincian 5,14 juta ton pertahun berasal dari perairan territorial dan perairan wilayah serta 1,26 juta ton pertahun berasal dari ZEEI. Data ini masih bersifat sementara, karena masih akan didiskusikan lebih lanjut dengan Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber daya Ikan Laut sebelum dikukuhkan dalam peraturan perundang-undangan (Ditjen Perikanan Tangkap, 2004). Komponen-komponen
dalam
kompleks
perikanan
tangkap
dapat
digambarkan seperti pada gambar berikut di mana pembangunan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan yang saling berkaitan untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan.
19
MASYARAKAT Konsumen Model Teknologi Pembinaan Membangun Membuat Menyelenggarakan
SARANA PRODUKSI Galangan Kapal
Domestik
DEVISA
Ekspor Dijual
Membayar
Pabrik Alat
UNIT PEMASARAN Pendistribusian Penjualan Segmen Pasar
Diklat Tenaga Kerja
Memasok PROSES UNIT PENANGKAPAN Kapal Alat Penangkap Ikan Nelayan PELABUHN PERIKANN
ASPEK LEGAL
Produk Dijual Oleh trader
Diolah
SISTEM
UNIT PENGOLAHAN Handling
Menangkap
UNIT SUMBER DAYA Spesies Habitat Musim/ Lingk.Fisik
Processing Hasil tangkapan didaratkan
Packaging
Gambar 2 Hubungan komponen-komponen dalam suatu kompleks penangkapan ikan (Monintja, 2002).
20
Berdasarkan Gambar 2, dapat disampaikan bahwa pelabuhan perikanan mempunyai peran sentral dalam pengembangan kegiatan perikanan tangkap. Sarana dan prasarana yang ada di pelabuhan perikanan seperti fasilitas tambat labuh, ketersediaan air bersih, fasilitas pabrik es, cold storage, dockyard, bengkel dan lain-lain, dapat meningkatkan minat berinvestasi. Ketersedian fasiltas tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan operasi dan pasca operasi penangkapan ikan (kegiatan pendaratan ikan). Segenap kebutuhan melaut (pra produksi) apabila tersedia di pelabuhan perikanan, maka akan dapat menekan biaya operasional penangkapan ikan karena disamping harga yang kompetitif juga menghemat biaya angkut. Pada pasca produksi, ikan hasil tangkapan akan laku terjual dengan harga yang saling menguntungkan
baik
bagi
nelayan
sebagai
produsen/penjual
maupun
pedagang/pengolah sebagai pembeli. Industri perikanan (kegiatan hilir) sebagai bagian dari sistem bisnis perikanan belum besar peranannya di dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan. Industri pengolahan produk perikanan kebanyakan belum mampu memperoleh bahan baku yang dibutuhkan guna mengoperasikan unit usahanya pada tingkat kapasitas minimum secara kontinyu. Hal ini karena belum terjalinnya keterkaitan antara industri pengolahan dengan pemasok bahan baku. Tantangan yang dihadapi di dalam pembangunan industri perikanan tangkap pada dasarnya adalah terwujudnya keberhasilan nelayan dengan industri pengolahan ikan bermitra secara mantap, sehingga mobilisasi
pembangunan industri perikanan, seperti
industri pengalengan ikan, dan industri pengolahan ikan lainnya, dapat memberikan peranan yang lebih besar dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan (Ditjen Perikanan Tangkap, 2004). Keterkaitan antara peran infrastruktur, pertumbuhan dan manfaat sosial dihubungkan dalam berbagai keterkaitan seperti digambarkan pada Gambar 3 (Briceno et.al., 2004). Dikatakan bahwa infrastruktur akan memberi manfaat terhadap rumah tangga dan perusahaan. Bagi rumah tangga akan meningkatkan kesejahteraan dan perluasan pasar, sedang bagi perusahaan selain meningkatkan
21
perluasan pasar juga menekan biaya.
Kedua hal tersebut akan menciptakan
pertumbuhan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Infrastruktur
Manfaat Rumah Tangga
Manfaat Perusahaan
Penurunan Biaya
Perluasan Pasar
Peningkatan Kesejahteraan
Pertumbuhan
Gambar 3
Pengaruh infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi (Briceno et.al., 2004).
2.2 Pelabuhan Perikanan Keberhasilan pengembangan sektor perikanan tidak terlepas dari dukungan prasarana pendukungnya, dimana dalam hal ini adalah Pelabuhan Perikanan. Berbicara masalah perikanan tangkap tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan mengenai pelabuhan perikanan, karena pelabuhan perikanan merupakan bagian dari sistem perikanan tangkap secara keseluruhan, dimana pelabuhan perikanan merupakan interface antara aktifitas perikanan di laut (penangkapan) dengan aktifitas perikanan di darat (pengolahan dan pemasaran). Kemajuan perikanan tangkap dapat dilihat dari sejauh mana pelabuhan perikanan berkembang. Lebih dari itu, pelabuhan perikanan merupakan pusat segala aktifitas yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan dan usaha-usaha pendukung lainnya seperti usaha penyediaan bahan perbekalan, perkapalan, perbengkelan, pengolahan hasil tangkapan, dan lain-lain.
22
Pembangunan pelabuhan perikanan dimaksudkan untuk menjadi penggerak utama perekonomian masyarakat nelayan, sehingga berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi wilayah dan kesejahteraan masyarakat nelayan. Untuk itu, pengembangan pelabuhan perikanan harus didasarkan pada : a) adanya ketersediaan sumber daya ikan secara berkesinambungan; b) hasil tangkapan yang didaratkan haruslah memiliki nilai ekonomi tinggi dan industri pengolahan yang memberikan nilai tambah besar; c) keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pemanfaatannya, sehingga memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat; d) keterkaitan antar sektor di mana keberadaan PP/PPI memberikan multiplier effect sehingga dapat mengembangkan ekonomi wilayah. Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) mulai dibangun pada tahun 1980 dan diresmikan pertama kali pada tanggal 17 Juli 1984 dengan nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ). Pada tahun 2004, Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan SK KEP.04/MEN/2004 tentang Perubahan nama, maka nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) berubah menjadi Perlabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Luas kawasan PPSNZJ sebesar 110 ha yang terdiri dari 70 ha daratan dan 40 ha kolam pelabuhan.
PPSNZJ memiliki panjang dermaga 2.472 m dan
pemecah gelombang 1.040 m.
PPSNZJ merupakan Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
Dalam rangka
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, PPSNZJ menyelenggarakan fungsi : 1) Perencanaan, pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian serta pendayagunaan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan; 2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan; 3) Pelayanan jasa dan fasilitas usaha perikanan; 4) Pengembangan dan fasilitas penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat perikanan;
23
5)
Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi,distribusi, dan pemasaran hasil perikanan;
6)
Pelaksanaan fasilitasi publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan diwilayahnya;
7)
Pelaksanaan fasilitasi pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari;
8)
Pelaksanaan pengawasan penangkapan sumber daya ikan, dan penanganan, pengolahan, pemasaran, serta pengendalian mutu hasil perikanan;
9)
Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data perikanan, serta pengelolaan sistem informasi;
10) Pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan; 11) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
2.3 Konsep Pengembangan Pelabuhan Perikanan Hasil penelitian beberapa ahli, kondisi beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia dapat disampaikan sebagai berikut : 1) Menurut Mahyuddin, B., (2007) bahwa permasalahan pembangunan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu adalah kelemahan dalam perencanaan sehingga menyebabkan belum berjalannya fungsi pelabuhan perikanan secara optimal dan fasilitas yang sudah dibangun tidak dapat mendukung kegiatan secara maksimal. Pola pengembangan pelabuhan perikanan menggunakan konsep Tryptique Portuaire yang terdiri dari subsistem wilayah produksi/foreland, subsistem wilayah distribusi/hinterland dan subsistem pelabuhan perikanan/ fishing port. 2) Menurut Suherman, A. (2007) bahwa tingkat operasional dan pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC) kepada pengguna jasa belum optimal. Oleh karena itu untuk lebih meningkatkan dan mengoptimalkan operasional dan pelayanannya, perlu adanya pengembangan pelabuhan yang lebih baik dan profesional yang tersusun dalam rancangan pengembangan PPSC. Untuk itu pengembangan PPSC idealnya dilakukan secara terintegrasi dengan lembaga pendukung lainnya (sistem perikanan tangkap yaitu hulu/marine terrain, pusat/fishing port, dan hilir/hinterland) serta segala
24
fungsi dirumuskan sejak awal. Disamping itu pengembangan PPSC dipolakan sesuai dengan potensi sumber daya ikan dan keragaman skala usaha perikanan. 3) Menurut Nurani, T.W., (2008) bahwa beberapa lokasi basis penangkapan ikan (di pantai Selatan Pulau Jawa) berada di lokasi yang terisolir dengan prasarana jalan dan sarana transportasi yang terbatas.
Keadaan tersebut
diduga menjadi salah satu sebab sulitnya akses pemasaran. Partisipasi aktif masyarakat diperlukan melalui keterlibatannya dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemanfaatan hasil pembangunan. Hasil Penelitian
menunjukkan
bahwa
karakteristik
wilayah
Selatan
Jawa
berpengaruh nyata terhadap lambatnya perkembangan perikanan di wilayah tersebut.
Kondisi
geo-topografi
dari
pelabuhan
perikanan
tidak
menguntungkan dari akses pemasaran dan lokasi pelabuhan perikanan yang terisolir menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan input produksi dan secara keseluruhan menyebabkan terhambatnya perkembangan industri perikanan. Kebijakan strategis untuk pengembangan perikanan di Selatan Jawa merekomendasikan pengelolaan dan pengembangan perikanan lepas pantai dilakukan oleh Pemerintah.
Di sektor perikanan tangkap, meskipun di beberapa kawasan telah over fishing seperti sebagian besar Selat Malaka, Zona I pantai utara Jawa, dan Selatan pantai Sulawesi, namun secara nasional kita baru memanfaatkan 5,1 juta ton pada 2008 atau 79,69% dari total potensi lestari ikan laut sebesar 6,4 juta ton per tahun atau 98,08% dari JTB 5,2 juta ton per tahun. Untuk mendukung pemanfaatan potensi tersebut dan peningkatan mutu hasil tangkapan ikan masih diperlukan penambahan jumlah pelabuhan perikanan dan perbaikan beberapa sarana dan prasarana pelabuhan perikanan yang ada. Keberadaan suatu pelabuhan perlu
memperhatikan adanya suatu
kebutuhan (need) oleh pelanggan dan calon pelanggan, dengan memperhatikan pula dukungan daerah belakang pelabuhan (hinterland) serta ketenagakerjaan. Untuk menawarkan ide suatu jasa baru diperlukan suatu penelitian yang lebih cermat, bukan saja dari sisi bisnis tetapi lebih lagi diteliti adanya keperluan baru
25
sebagai pengganti jasa yang ada dengan memperhatikan faktor-faktor sosial, teknologi, lingkungan dan operasional (Kramadibrata 2002). Faktor utama untuk mendukung pengembangan usaha perikanan khususnya kegiatan penangkapan ikan adalah dengan tersedianya prasarana penangkapan ikan berupa Pelabuhan Perikanan yang siap melayani segenap kebutuhan para pengguna secara memuaskan, baik sebagai tempat berlabuh atau berlindung bagi kapal-kapal perikanan, mengisi bahan perbekalan, mendaratkan ikan dan memasarkan hasil tangkapannya maupun mengolahnya menjadi produk primer, sekunder dan seterusnya (Ismail 2005). Pencapaian berbagai tujuan pembangunan pelabuhan perikanan dilakukan dengan pola pengembangan pelabuhan perikanan berdasarkan konsepsi multi-base system merupakan sistem yang menyeluruh berdasarkan azas pengembangan wilayah yang dalam operasionalnya akan mencakup berbagai aspek produksi, pengolahan dan pemasaran hasil sampai dengan aspek-aspek sosial ekonomi perikanan (Elfandi 2000; Ismail 2005; Danial 2006). Berdasarkan hal tersebut di atas, pengembangan pelabuhan perikanan di suatu wilayah harus dilakukan secara terencana dan terpadu dengan menganalisa tiga elemen penting dalam sistem pelabuhan perikanan yang saling terkait (Lubis 2000; Chaussade 2000), yaitu : 1) Foreland adalah suatu komponen yang terdiri dari parameter-parameter yang berkaitan dengan potensi SDI, daerah penangkapan dan lingkungan perairan. 2) Fishing port dalam analisisnya merupakan komponen yang meliputi kondisi fisik exiting, potensi perikanan (produksi, nilai produksi, unit penangkapan) dan organisasi yang ada didalamnya. 3) Hinterland merupakan salah satu komponen penting dalam analisis karena komponen itu meliputi konsumen, sarana prasarana pendukung, lembaga dan organisasi yang mendukung aktivitas pendistribusian, dan lain-lain. Dokumen FAO (1973) menyebutkan bahwa terlepas dari permasalahan yang spesifik seperti faktor politik dan sosial, ada beberapa langkah-langkah bersifat menentukan yang harus diambil menyangkut rencana detail dari suatu unit pelabuhan yaitu :
26
1) Melakukan suatu studi mengenai laut dan SDI (termasuk inland, payau dan laut) meliputi perairan nasional dan internasional yang dapat dijadikan sebagai tempat industri dan potensial untuk dieksplorasi. 2) Menentukan maximum sustainabe yield (MSY). 3) Mengadakan persiapan secara terencana untuk menangkap SDI meliputi tipe kapal, ukuran, jumlah, alat tangkap dan metode, tenaga kerja dan ABK yang tersedia. 4) Mempelajari daerah distribusi, pemasaran dan menangani sistem dan metode pengolahan untuk mengetahui lokasi yang paling efektif sebagi tempat pendaratan ikan. 5) Merinci hal-hal penting yang mencakup komponen dalam suatu garis besar unit pelabuhan untuk memenuhi aktivitas yang di usulkan. 6) Menyiapkan suatu pengaturan yang terorganisasi untuk keadaan nasional dan lokal 7) Menentukan lokasi yang diinginkan (di dalam propinsi atau negara) untuk penetapan fasilitas, berdasarkan studi kelayakan, ketentuan umum dan informasi yang tersedia. 2.4 Pemasaran Hasil Perikanan Hanafiah dan Saefuddin (1983) menyatakan bahwa komoditi perikanan mempunyai ciri-ciri yang dapat mempengaruhi atau menimbulkan masalah dalam pemasarannya. Ciri-ciri dimaksud antara lain sebagai berikut: 1) Produksinya musiman, dan di daerah terpencar-pencar serta spesialisasi. 2) Konsumsi hasil perikanan berupa bahan makanan relatif stabil sepanjang tahun. Sifat demikian ini dihubungkan dengan sifat produksinya yang musiman dan jumlahnya tidak berketentuan karena pengaruh cuaca, menimbulkan masalah dalam penyimpanan dan pembiayaan. 3) Barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau mudah rusak (perishable). 4) Jumlah atau kualitas hasil perikanan dapat berubah-ubah. Kenyataan menunjukkan bahwa jumlah dan kualitas dari hasil perikanan tidak selalu tetap, tetap berubah-ubah dari tahun ke tahun
27
Pemasaran komoditas perikanan Indonesia di pasar dalam negeri maupun ekspor, sebagian besar masih ditentukan oleh para pembeli/konsumen (buyer market). Hal ini mengakibatkan harga jual produk perikanan seringkali kurang menguntungkan pihak produsen (nelayan atau petani ikan). Ada dua faktor utama yang membuat pemasaran produk perikanan Indonesia masih lemah. Pertama, karena lemahnya market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang pesaing, segmen pasar, dan selera (preference) para konsumen. Kedua, belum memadainya prasarana dan sarana sistem transportasi dan komunikasi untuk mendukung distribusi atau penyampaian (delivery) produk perikanan dari produsen ke konsumen secara tepat waktu. Pada era globalisasi perekonomian dan liberalisasi perdagangan dunia sangat mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia yang menganut sistem ekonomi terbuka. Globalisasi perekonomian dunia yang semakin kompleks dan kompetitif menuntut tingkat efisiensi yang tinggi. Pergerakan ke arah tingkat efisiensi ini menuntut penggunaan teknologi tinggi yang semakin intensif yang harus tetap memperhatikan asas-asas kelestarian lingkungan, serta kemampuan manajerial dan profesionalisme yang semakin meningkat pula (Huseini, 1999). Huseini (1999) juga menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan merupakan ciri utama globalisasi. Jika diamati, liberalisasi perdagangan merupakan pedang bermata dua (double-edged swords). Di satu sisi, liberalisasi menyodorkan peluang (opportunities), melalui penurunan hambatan-hambatan tarif dan non tarif serta meningkatkan akses produk-produk domestik ke pasar internasional. Di sisi lain, liberalisasi perdagangan juga sekaligus menjadi ancaman (threat), karena perdagangan bebas menuntut penghapusan subsidi dan proteksi sehingga meningkatkan akses produk-produk asing di pasar dalam negeri. Konsekuensinya adalah ketatnya persaingan produk-produk perikanan pada masa datang.
Oleh karenanya produk-produk perikanan akan sangat ditentukan oleh
berbagai kriteria, seperti (1) produk tersedia secara teratur dan berkesinambungan, (2) produk harus memiliki kualitas yang baik dan seragam, dan (3) produk dapat disediakan secara massal. Aspek-aspek yang dianggap mempengaruhi pemasaran dan pengolahan hasil perikanan Indonesia antara lain adalah :
28
1) Standardisasi mutu produk secara internasional (seperti HACCP, persyaratan sanitasi, dan lainnya) 2) Market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang pesaing, segmen pasar, dan selera (preference) para konsumen. 3) Prasarana dan sarana sistem transportasi dan komunikasi untuk mendukung distribusi atau penyampaian (delivery) produk perikanan dari produsen ke konsumen secara tepat waktu. 4) Produk-produk perikanan harus dapat pula mengantisipasi dan menyiasati segenap isu perdagangan internasional, termasuk: isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000), isu property right, isu responsible fisheries, precauteonary approach,
isu
hak asasi
manusia (HAM), dan
isu
ketenagakerjaan. Akan halnya ISO 14000, mensyaratkan bahwa produk sektor perikanan harus dihasilkan dari suatu proses produksi yang berwawasan lingkungan: (1) proses produksi tidak merusak tatanan, fungsi dan proses ekologis; dan (2) proses produksi tidak membahayakan pelaku produksi dan kesehatan atau jiwa konsumen.
2.5 Pendekatan Sistem Pola pikir kesisteman merupakan pendekatan ilmiah untuk pengkajian yang memerlukan telaah berbagai hubungan yang relevan, komplementer dan terpercaya. Sistem adalah sekumpulan entiti atau komponen yang saling berhubungan dan terorganisasi membentuk satu kesatuan untuk mencapai suatu atau kelompok tujuan (Manetsch & Park 1977). Selanjutnya sistem diartikan sebagai totalitas hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu (Eriyatno 1998). Pendekatan sistem sebagai metodologi yang bersifat rasional sampai bersifat intuitif untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu. Permasalahan
yang
sebaiknya
menggunakan
pendekatan
sistem
dalam
pengkajiannya harus memiliki karakteristik kompleks, dinamis dan probabilistik. Terdapat tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok dalam menganalisis permasalahan dengan pendekatan sistem yaitu sibernitik (cybernitic) artinya berorientasi pada tujuan, holistik (holistic) artinya cara pandang yang utuh
29
terhadap keutuhan sistem, dan efektif (effectivenees) artinya prinsip yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan (Eriyatno 1998). Pendekatan sistem adalah metode pemecahan masalah yang tahapannya dimulai dengan identifikasi kebutuhan dan diakhiri dengan suatu hasil sistem operasi yang efektif dan efisien. Pendekatan sistem dicirikan oleh adanya metodologi
dalam
perencanaan
dan
pengelolaan,
bersifat
multidisiplin,
terorganisir, adanya penggunaan matematika, mampu berpikir secara disiplin non kuantitatif adanya penggunaan teknik simulasi dan optimasi serta dapat diaplikasikan pada komputer. Pendekatan sistem sendiri menggunakan model, yaitu suatu abstraksi keadaan nyata atau merupakan penyederhanaan dari sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem (Simatupang 1995). Penggunaan
simulasi
dalam
pendekatan
sistem
ditujukan
untuk
menjelaskan sifat-sifat suatu sistem dalam jalur waktu tertentu, sehingga pengkajian dapat membuat suatu kesimpulan dari sifat dan kondisi yang sebenarnya dengan melihat perilaku sistem atau penampakan model matematis sesuai dengan jalur waktu yang digunakan (Simatupang 1995).
30
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini selama 7 (tujuh) bulan. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan Desember 2011,
dengan
kegiatan
meliputi
persiapan,
pembuatan
proposal,
survai/pengumpulan data lapangan, analisis data dan penyusunan laporan. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zahman Jakarta (PPSNZJ), Penjaringan, Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta.
Sumber : http://maps.google.com/map Tanggal : 18 Januari 2012 Gambar 4 Lokasi penelitian.
3.2 Pengumpulan Data 3.2.1 Jenis dan sumber data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh dari berbagai fenomena yang terjadi di lapangan (PPSNZJ), baik yang dikumpulkan berdasarkan panduan kuisioner yang tersedia, pengamatan langsung dan sebagainya yang kesemuanya terkait dengan tujuan penelitian.
Data yang
dimaksud setidaknya dapat diperoleh dari para stakeholder utama. Data primer digunakan sebagai analisis sistem ekspor impor, kelayakan pelabuhan sebagai
pusat pemasaran ekspor impor seperti customer satisfaction index (CSI), importance performance analysis (IPA) dan kelayakan ekonomi.
Sementara,
untuk data sekunder diperoleh dari beberapa literatur penting, seperti buku statistik, laporan hasil penelitian, hasil kajian, jurnal, dan sumber literatur terkait lainnya yang dapat menunjang kelengkapan data penelitian ini. Data tersebut setidaknya dapat diperoleh dari berbagai instansi baik pemerintah maupun non pemerintah, seperti BPS, Kantor PPSNZJ, Perum Prasarana Perikanan Samudera, Pemerintah Daerah, Dinas terkait, Perguruan Tinggi,
dan sebagainya.
Data
sekunder digunakan sebagai pendukung kelengkapan data penelitian ini. 3.2.2 Metode pengumpulan data Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode purposive sampling yang digabungkan dengan teknik snow-bowling. Hal ini dimaksudkan agar terjadi keterkaitan yang lebih mendalam mengenai satu informasi yang satu dengan yang lainnya. Teknik wawancara dilakukan secara mendalam (in-depth interview) dengan panduan kuisioner untuk menjaring informasi yang lebih akurat, selain itu juga dilakukan wawancara secara berkelompok untuk mendapatkan keseragaman nilai melalui pendekatan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion). Responden adalah para pelaku usaha di PPSNZJ yang terdiri dari pengusaha penangkapan ikan, pengusaha industri pengolahan, pengusaha pemasaran/pedagang. Total jumlah pengusaha di PPSNZJ sebanyak 151 pelaku usaha, selanjutnya untuk pengisian kuesioner dari 151 pelaku usaha diambil 30 pelaku usaha sebagai responden. Rincian responden dapat disampaikan sebagaimana Tabel 1. Tabel 1 Jumlah responden dalam pengumpulan data primer No Kelompok Pelaku Usaha
Populasi
Jumlah responden 11
% Responden
1
Pedagang/Pemasar ikan
46
2
Pengusaha penangkap ikan
32
7
21
3
UPI/Industri pengolahan
73
12
16
TOTAL
151
30
100
32
23
3.3 Analisis Data 3.3.1 Analisis sistem pemasaran ekspor impor perikanan di PPSNZJ Analisis deskriptif digunakan untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini, yaitu menganalisis sistem pemasaran ekspor impor ikan di PPSNZJ. Kegiatan ekspor impor yang saat ini berlaku dideskripsikan dengan tujuan untuk menjelaskan sistem ekspor impor perikanan yang saat ini berlaku di Indonesia, khususnya kegiatan ekspor impor produk perikanan dari PPSNZJ.
3.3.2 Pengembangan model pelabuhan sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan Pada tahap ini dilakukan pengembangan model pelabuhan sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan dengan menggunakan analisis kebutuhan infrastruktur/fasilitas, analisis kelayakan aktivitas dan pelayanan ekspor, dan analisis kelayakan ekonomi. Selanjutnya ketiga analisis sebagai faktor pembatas dalam kelayakan pengembangan pelabuhan perikanan sebagai pusat pemasran ekspor impor. 1) Analisis kebutuhan infrastruktur/fasilitas Analisis kebutuhan dilakukan pada fasilitas yang terkait dengan kegiatan ekspor impor. Pertimbangan yang digunakan adalah Code of Conduct for Responsible Fisheries (FAO, 1995) dan fasilitas lain terkait kebutuhan kapal angkut kontainer.
Berdasarkan hal tersebut, maka analisis kebutuhan
infrastruktur/fasilitas dilakukan pada fasilitas dermaga, kolam pelabuhan, lahan untuk penimbunan refeer container dan parkir truck container, ketersediaan air bersih, fasilitas pencegah sedimentasi dan erosi serta sistem pembuangan limbah. Pada fasilitas lahan penimbunan, ketersediaan air bersih, pencegah
sedimentasi dan
erosi serta
sistem pembuangan
limbah
menggunakan analisis deskriptif, sedangkan pada fasilitas dermaga dan kolam pelabuhan menggunakan analisis perhitungan di bawah ini :
33
(1) Dermaga Pengukuran tingkat penggunaan dermaga menurut Latif (2003), dapat diketahui dengan menghitung BOR (”Berth Occupancy Ratio”):
BOR
=
λ x (Ts/N) x 100%
Keterangan : BOR
:
Ratio tingkat penggunaan dermaga (%)
λ
:
Rata-rata kunjungan kapal (kapal/jam).
Ts
:
Rata-rata waktu pelayanan dermaga (jam/kapal)
N
:
Jumlah tambatan di dermaga.
(2) Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan dapat diukur luasnya dengan menggunakan rumus : L = Lt + (3 x n x l x b) Keterangan : L
: Luas kolam pelabuhan (m2)
Lt
: Luas kolam untuk memutar kapal (m2)
n
: Jumlah maksimum kapal yang dapat berlabuh (buah)
L
: Panjang kapal rata-rata (meter)
b
: Lebar kapal terbesar (meter)
Lt merupakan luas kolam pelabuhan yang dapat digunakan kapal untuk melakukan putaran. Besarnya pemutaran minimun satu kali panjang kapal terbesar. Luas kolam ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus luas lingkaran sebagai berikut : Lt : π r2 Keterangan :
34
Lt
: Luas kolam untuk memutar kapal (m2)
Π
: 3,14
r
: Panjang kapal terbesar (meter)
2) Analisis kelayakan aktivitas dan pelayanan ekspor Kelayakan aktivitas ekspor dilakukan dengan melihat PPSNZJ sebagai basis pemasaran ekspor ikan. Penentuan PPSNZJ sebagai basis pemasaran ekspor impor digunakan model analisis Location Quotient (LQ). Teknik perhitungan ini dengan membandingkan persentase sumbangan ekspor PPSNZJ dengan persentase sumbangan ekspor secara nasional.
Adapun
permasamaannya sebagai berikut :
Dimana : LQ vi vt Vi Vt
= = = = =
Location Quotient ekspor ikan dari PPSNZJ ekspor ikan tingkat nasional produksi ikan PPSNZJ produksi ikan nasional
Kriteria adalah : (1) Bila LQ>1 menunjukkan sektor tersebut tergolong sektor basis di suatu daerah. (2) Bila LQ<1 menunjukkan sektor tersebut tergolong sektor non basis di suatu daerah. (3) Bila LQ = 1 menunjukkan keswasembadaan (self-sufficiency) sektor tersebut di suatu daerah.
Metode logarithmic dalam prediksi jumlah ekspor dan impor pada tahun 2011 dan 2012 digunakan untuk memperkirakan jumlah ekspor dan impor pada tahun tersebut. Data yang digunakan adalah data ekspor selama lima tahun terakhir mulai tahun 2006 sampai 2010. Analisis data menggunakan program excel. Tujuan dari analisis kelayakan aktivitas dan pelayanan ekspor adalah untuk mengetahui persepsi, harapan dan kepuasan dari pelaku usaha terutama eksportir yang berada di PPSNZJ. Analisis yang digunakan adalah Customer Satisfaction Index (CSI) untuk mengetahui tingkat kepuasan pelaku usaha dan Importance
Performance
Analysis
(IPA)
untuk
mengetahui
tingkat
kepentingan atribut terhadap kegiatan ekspor impor menurut pelaku usaha.
35
Persepsi pelaku usaha untuk mengetahui pendapat pelaku usaha terhadap fasilitas dan pelayanan di PPSNZJ. Pertanyaan dilakukan terhadap fasilitas dermaga bongkar, tempat pendaratan ikan, fasilitas pemasaran ikan, kondisi pelayanan yang diberikan, kondisi lingkungan yang bersih dan higienis, jalan akses dan alur pelayaran untuk mempercepat aksesibilitas ekspor, perusahaan dan sarana penyimpanan ikan serta harapan terhadap perkembangan pelabuhan sebagai tempat ekspor langsung. Penilaian fasilitas menggunakan skala Likert dengan skala 1 sampai 5, dan masing-masing definisi adalah kondisi tidak baik (skala 1), kondisi kurang baik (skala 2), kondisi cukup baik tetapi tidak menimbulkan efek apapun bagi pengguna jasa dan perbaikan tidak banyak mempengaruhi kondisi yang ada (skala 3), kondisi baik dan mengharapkan perbaikan di kemudian hari (skala 4) dan kondisi sudah sangat baik dan mengharapkan perbaikan (skala 5). Pada penelitian ini diukur tingkat kepuasan pelaku usaha di PPSNZJ. Jawaban responden terhadap 5 kelompok pertanyaan yang meliputi : (1)Tangibility, yaitu tanggapan responden terhadap tampilan fisik PPSNZJ atau kesan responden mengunjungi atau beraktifitas di PPSNZJ (2)Reliability, yaitu tanggapan responden terhadap pelayanan dari PPSNZJ (3)Responsiveness, yaitu tanggapan responden terhadap ketanggapan PPSNZJ dalam membantu memberi pelayanan kepada pelaku usaha (4)Assurance, yaitu tanggapan responden terhadap jaminan mengenai kemampuan, kesopanan, keahlian dan sifat dapat dipercaya dari staf PPSNZJ (5)Emphaty, yaitu tanggapan responden terhadap kemudahan dalam meminta pelayanan dari PPSNZJ dan melakukan hubungan komunikasi bagi kebutuhan pelaku usaha. Penilaian
menggunakan
skala
Likert
untuk
pendapat/opini dan persepsi para pelaku usaha. digunakan lima skala penilaian yaitu sebagai berikut:
36
mengukur
sikap,
Dalam penelitian ini
Tabel 2 Skala likert penilaian para pelaku usaha Skala Harapan Kepuasan Kepentingan Likert 1 Tidak diharapkan Tidak puas Tidak penting 2 Kurang diharapkan Kurang puas Kurang penting 3 Diharapkan Cukup puas Cukup penting 4 Sangat diharapkan Puas Penting 5 Paling diharapkan Sangat puas Sangat penting Selanjutnya dilakukan pengukuran tingkat kepuasan stakeholder dengan membandingkan antara tingkat persepsi dengan tingkat harapan yang diinginkan.
Skor persepi dikurangi skor harapan akan diperoleh tingkat
kualitas layanan.
Seandainya hasil pengurangan itu menghasilkan skor
kesenjangan positif, maka tingkat layanan telah melebihi pengharapan responden atau layanan sangat memuaskan.
Sebaliknya apabila skor
kesenjangan tersebut negatif, maka hal ini menunjukkan tingkat layanan yang diberikan berada di bawah tingkat pengharapan pelanggan. Apabila skor menunjukkan sama atau hasil pengurangan adalah nol, maka tingkat layanan yang diberikan sama dengan yang diharapkan pelanggan. Untuk menghitung tingkat kepuasan pelanggan dapat diperoleh dengan membagi skor persepsi dengan skor harapan. Bila diperoleh hasil lebih dari 100%, maka dianggap bahwa tingkat kepuasan telah mencapai nilai 100%.
Tingkat kepuasan
responden secara keseluruhan dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan pelaku usaha dengan kriteria sebagai berikut. Tabel 3 Kriteria Customer Satisfaction Index (CSI) Nilai Index (%) Kriteria CSI 81-100 Sangat puas 66 – 80,99 Puas 51 – 65,99 Cukup puas 35 – 50,99 Kurang puas 0 – 34,99 Tidak puas Sumber : Panduan Survei Kepuasan Konsumen PT. Sucofindo dalam Muchsen, 2007. Importance performance analysis (IPA) digunakan untuk menjawab permasalahan mengenai sejauh mana tingkat kepuasan stakeholder di PPSNZJ terhadap fasilitas dan pelayanan PPSNZJ.
IPA adalah prosedur
untuk menunjukkan kepentingan relatif berbagai atribut terhadap kinerja
37
organisasi atau persahaan, produk (Wijaya, 1996). Selanjutnya atribut-atribut tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian ke dalam diagram Kartesius yang menunjukkan bahwa kuadran A adalah prioritas utama, kuadran B adalah pertahankan prestasi, kuadran C adalah prioritas rendah dan kuadran D adalah berlebihan (Supranto, 2001).
Prioritas Utama A
Pertahankan prestasi B
Prioritas rendah
Berlebihan
C
D
Gambar 5 Diagram Kartesius (Supranto, 2001) 3) Analisis kelayakan ekonomi Analisis
ini
digunakan
untuk
menentukan
kelayakan
ekonomi
menggunakan pendekatan kapal pengangkut container dalam melakukan kegiatan ekspor dari PPSNZJ. Perhitungan dilakukan dengan indikator dibawah ini : (1) Net Present Value (NPV) NPV merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor
Keterangan
38
NB = Net Benefit = Benefit – Cost i
= diskon faktor
n
= tahun (waktu)
NPV > 0 usaha/proyek layak (feasible) untuk dilaksanakan NPV < 0 usaha/proyek tidak layak (feasible) untuk dilaksanakan NPV = 0 usaha/proyek berada dalam keadaan BEP dimana TR = TC
(2) Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan NPV = 0
(3) Net B/C Ratio Net B/C ratio adalah perbandingan antara net benefit yang telah didiskon positif (+) dengan net benefit yang telah didiskon negatif.
Jika
Net B/C > 1 maka proyek layak dikerjakan Net B/C < 1 maka proyek tidak layak dikerjakan Net B/C = 1 maka cash in flows = cash out plows atau TR=TC.
(4) Pay Back Period Pay Back Period adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present value.
Keterangan
PBP = pay back period = tahun sebelum terdapat PBP Ii
= jumlah investasi telah didiskon = jumlah benefit yang telah didiskon sebelum PBP
Bp = jumlah benefit pada PBP 3.3.3 Perumusan strategi pengembangan PPSNZJ Perumusan strategi untuk pengembangan PPSNZJ dilakukan dengan memperhatikan lingkungan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ekspor impor. Selanjutnya dilakukan analisis lingkungan strategis dengan kondisi PPSNZJ
39
sebagai pusat pemasaran ekspor impor. Analisis lingkungan strategis digunakan untuk menentukan kondisi pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ikan. Analisis ini menggunakan faktor internal (kelemahan dan kekuatan) dan eksternal (peluang dan hambatan) sebagai informasi kondisi PPSNZJ, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan matriks IFAS (internal strategic factor analysis summary) dan EFAS (external strategic factor analysis summary). Penyusunan matriks IFAS dan EFAS dilakukan sebagai berikut: 1) melakukan identifikasi atas faktor-faktor: (1) IFAS: kekuatan dan kelemahan (2) EFAS: peluang dan ancaman 2) pembobotan terhadap masing-masing faktor, mulai dari 1,00 (sangat penting) sampai dengan 0,00 (tidak penting). Skor jumlah bobot untuk keseluruhan faktor adalah 1,00. 3) Penentuan rating untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruhnya terhadap permasalahan. Nilai rating mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor). Pemberian nilai rating: (1) IFAS: kekuatan bersifat positif (semakin besar kekuatan semakin besar pula nilai rating yang diberikan), sedangkan untuk kelemahan dilakukan sebaliknya (semakin besar kelemahan semakin kecil nilai rating yang diberikan). (2) EFAS: peluang bersifat positif (semakin besar peluang semakin besar pula nilai rating yang diberikan), sedangkan untuk ancaman dilakukan sebaliknya (semakin besar ancaman semakin kecil nilai rating yang diberikan). 4) Dilakukan perkalian bobot dengan rating untuk menentukan skor terbobot dari masing-masing faktor.
Marimin (2004), menyatakan bahwa posisi kondisi internal dan eksternal dapat dikelompokkan dalam empat kuadran, yaitu: 1) Kuadran I: merupakan posisi yang sangat menguntungkan dengan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus dilakukan adalah strategi agresif.
40
2) Kuadran II: merupakan posisi yang menghadapi berbagai ancaman, namun masih memiliki kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang jangka panjang. Strategi yang harus dilakukan adalah strategi diversifikasi. 3) Kuadran III: merupakan posisi yang memiliki peluang yang sangat besar, namun harus meminimalkan kelemahan internal. Strategi yang harus dilakukan adalah strategi turn around. 4) Kuadran IV: merupakan posisi yang sangat tidak menguntungkan karena menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Strategi yang harus dilakukan adalah strategi defensif.
41
4 KONDISI UMUM PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA PPSNZJ adalah Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan dibidang prasarana pelabuhan perikanan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikaan Tangkap.
Terletak di
Teluk Jakarta, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta. Dibangun pada tahun 1980 dan diresmikan pada tanggal 17 Juli 1984 dengan nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ). Pada tahun 2002, untuk mengenang jasa salah satu tokoh pembangunan perikanan maka PPSJ diubah namanya menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). PPSNZJ mendukung tercapainya visi dan misi KKP yaitu “Indonesia penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar 2015”, dan misi yaitu “mensejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan”. Fungsi pelabuhan perikanan yang berjalan di PPSNZJ selain sebagai pemerintahan tetapi juga sebagai pusat bisnis.
Pada fungsi pemerintahan,
pelabuhan sebagai pengelola, pengawas perikanan dan syahbandar, dimana fungsi-fungsi tersebut bergerak pada operasional dan pelayanan. Adapun maksud bahwa PPSNZJ sebagai pusat bisnis adalah sebagai pusat pemasaran industri pengolahan, perdagangan dan lain-lain, dimana fungsi ini melibatkan masyarakat dan pihak lainnya dengan harapan peningkatan usaha dan ekonomi.
Sesuai
dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16/MEN/ 2006, Pelabuhan Perikanan mempunyai fungsi sebagai berikut : 1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan; 2) Pelayanan bongkar muat 3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; 4) Pemasaran dan distribusi ikan; 5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; 6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; 8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan; 9) Pelaksanaan kesyahbandaran;
10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan; 12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; 13) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan/atau 14) Pengendalian lingkungan.
Beberapa pangkalan pendaratan ikan (PPI) yang berada di sekitar PPSNZJ antara lain adalah PPI Muara Angke, PPI Kamal Muara, PPI Kali Baru, PPI Cilincing dan PPI Pasar Ikan. Kelima pangkalan pendaratan ikan ini memiliki hubungan kegiatan ekonomi yang tidak bisa lepas dengan PPSNZJ, terutama pada kegiatan pemasaran ikan. Selain hal tersebut, fungsi PPI mendukung PPSNZJ untuk memenuhi kebutuhan ikan masyarakat di Jakarta dan sekitarnya.
4.1 Perkembangan Pembangunan PPSNZJ Pembangunan PPSNZJ dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ikan di wilayah Jakarta dan sekitarnya serta untuk memenuhi permintaan pasar internasional (ekspor). Pembangunan PPSNZJ dilakukan melalui beberapa tahap : Tahap I (1980 – 1982)
Meliputi
pekerjaan
reklamasi,
pembangunan
dermaga, pemecah gelombang, pengerukan dan lampu navigasi; Tahap II (1982 – 1984)
Meliputi
pekerjaan
pembangunan
Tempat
Pelelangan Ikan (TPI), transit shed, wisma Mina, tangki bahan bakar, cold storage dan pabrik es, jaringan air bersih dan slipway/dok kapal; Tahun 1984 - 1988 dibangun kantor polisi, infrastruktur untuk pengolahan ikan dan Masjid. dilakukan studi sistem rantai dingin (Cold Chain System) dan penyusunan master plan pelabuhan. Tahap III (1988 – 1992)
Dilaksanakan pekerjaan jetty, cold storage, pintu masuk, kantor perum PPS, tempat penanganan tuna, toilet umum dan pusat pemasaran ikan
44
Tahap IV (1992 – 2000)
Meliputi rehabilitasi dermaga dan pengerukan kolam pelabuhan, rehabilitasi slipway/dok kapal, lampu navigasi, kolam penggelontoran, tempat penanganan tuna (TPT/TLC) dan Unit pengolahan limbah cair.
Tahap V (2009 – 2010)
Dilaksanakan
pekerjaan
rehabilitasi
fasilitas
pelabuhan meliputi rehabilitasi dermaga, break water, revetment, drainase, jalan kawasan dan kolam pengendali banjir (polder)
4.2 Fasilitas di PPSNZJ Fasilitas di PPSNZJ terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang (Peraturan Menteri No.16 tahun 2006 tentang Pelabuhan Perikanan). Beberapa fasilitas di PPSNZJ dalam kondisi rusak terutama pada fasilitas yang berperan dalam kegiatan pemasaran ikan di PPSNZJ. Beberapa fasilitas tersebut adalah pusat pemasaran
ikan, tempat pelelangan ikan dan
kondisi jalan masuk sebagai fasilitas aksesibilitas menuju dan keluar PPSNZJ.
4.2.1 Fasilitas pokok Fasilitas pokok atau fasilitas dasar adalah fasilitas yang langsung dibutuhkan untuk keamanan dan kelancaran keluar masuknya kapal di pelabuhan perikanan. Fasilitas pokok di PPSNZJ terdiri dari : 1) Penahan gelombang (breakwater) Penahan gelombang sepanjang 1.040 m dengan rincian sisi barat 750 m dan sisi timur 290 m yang digunakan untuk menahan arus dan gelombang serta pendangkalan. Fasilitas breakwater dibangun dengan sumber dana LOAN pada tahun 1982. Saat ini fasilitas ini dalam kondisi rusak ringan. 2) Turap (revetment) Revetment sepanjang 3.040 m dengan rincian sisi barat 1.480 m dan sisi timur 1.560 m yang digunakan untuk menahan tanah, arus dan gelombang. Pembangunan revetment sisi barat dengan sumber dana R-2000 tahun 1982, sedangkan sumber dana pembangunan revetment sisi timur berasal
45
dari LOAN pada tahun 1982. Saat ini kondisi fasilitas revetment baik yang berada di sisi barat maupun sisi timur dalam kondisi baik. 3) Dermaga Panjang dermaga 2.224 m dengan rincian dermaga barat 1.449 m dan dermaga timur 775 m, digunakan sebagai tempat tambat/labuh, bongkar/muat ikan, dan isi perbekalan kapal. Dibangun dengan sumber dana LOAN 1982. Saat ini dermaga dalam kondisi baik.
Gambar 6 Fasilitas dermaga
4) Kolam dan Alur Pelabuhan Luas kolam pelabuhan 40 Ha dengan kedalaman -3,5 sampai -7,5 m, yang digunakan untuk alur keluar masuk mengatur olah gerak dan berlabuh kapal. Dibangun dengan sumber dana LOAN pada tahun 1982. Saat ini kolam dan alur pelayaran dalam kondisi baik.
Gambar 7 Fasilitas kolam dan alur pelayaran
46
5) Jalan kawasan Jalan kawasan pelabuhan sepanjang 83.100 m, dengan lebar antara 6,75 m sampai 10 m yang digunakan untuk berlalu lintas dan beraktifitas pemakai jasa pelabuhan. Dibangun melalui dana LOAN pada tahun 1982. Saat ini kondisi fasilitas jalan kawasan PPSNZJ dalam kondisi rusak ringan. 6) Drainase dan gorong-gorong Panjang saluran drainse dan gorong-gorong (saluran pembuangan air) 16.029 m, yang digunakan untuk menampung dan mengalirkan air ke kolam penampungan. Fasilitas ini dibangun melalui dana LOAN pada tahun 1982. Fasilitas saluran pembuangan air dalam kondisi rusak ringan. 7) Lahan/tanah kawasan industri Luas lahan (tanah) seluas 70 Ha yang diperuntukkan 30 Ha untuk kepentingan pelayanan umum dan 40 Ha sebagai kawasan industri perikanan. Fasilitas kawasan industri dalam kondisi baik.
Gambar 8 Fasilitas lahan/tanah kawasan industri
4.2.2 Fasilitas fungsional Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang berfungsi untuk mempertinggi nilai guna fasilitas pokok dengan cara memberikan pelayanan yang diperlukan di Pelabuhan Perikanan. Fasilitas fungsional di PPSNZJ terdiri dari : 1) Tempat pelelangan ikan (TPI) TPI seluas 3.182 m2, terletak di dermaga barat, yang digunakan untuk melelang ikan hasil tangkapan nelayan.
Saat ini fasilitas TPI dalam
kondisi rusak ringan;
47
Gambar 9 Fasilitas TPI
2) Pusat pemasaran ikan (Whole Sale Market) Pusat pemasaran ikan seluas 9.856 m2 terdiri dari 998 lapak, digunakan untuk pusat pasar grosir ikan dan selanjutnya didistribusikan ke pasar Jakarta dan sekitarnya.
Sumber dana pembangunan fasilitas pusat
pemasaran ikan berasal dari LOAN pada tahun 2000.;
Gambar 10 Fasilitas pusat pemasaran ikan
3) Rambu navigasi Jumlah rambu navigasi 2 (dua) unit terdiri dari rambu berwarna hijau dan merah, terletak di alur masuk kolam pelabuhan, digunakan untuk panduan kapal masuk dan keluar pelabuhan. Sumber pembangunan rambu navigasi adalah LOAN pada tahun 1982. Saat ini fasilitas rambu navigasi dalam kondisi rusak ringan;
48
4) Menara pengawas Menara pengawas (control tower) terdiri dari 8 lantai, dengan tinggi 34 m dan luas 1.096 m2 , digunakan untuk sarana komunikasi di kawasan pelabuhan. Fasilitas menara pengawas saat ini dalam kondisi baik;
Gambar 11 Fasilitas menara pengawas
5) Telepon Jumlah sambungan telepon yang terpasang 216 SST, digunakan untuk sarana komunikasi di kasawan pelabuhan. Saat ini fasilitas telepon dalam kondisi baik;
6) Pabrik es Pabrik es sebanyak 1 unit milik Perum dengan kapasitas 200 ton/hari, digunakan untuk memproduksi es balok;
7) Air bersih Jaringan air bersih terdiri dari 3 sumber yaitu : PDAM, PT.CNE, PT. TSA dengan kapasitas produksi air bersih sebesar 4.000 ton/hari, dengan panjang jaringan 12.000 m yang digunakan untuk kebutuhan air bersih pemakai jasa pelabuhan;
8) Jaringan listrik Daya listrik sebesar 197 kVa milik PPSNZJ dan daya listrik sebesar 5.362 kVa milik Perum PPS, digunakan untuk mensuplai energi listrik ke seluruh kawasan pelabuhan;
49
9) Galangan kapal Jumlah dock/galangan kapal 2 unit terdiri dari 1 unit tipe slipway dengan kapasitas sampai dengan 500 ton dan 1 unit tipe shiplift dengan kapasitas sampai dengan 200 ton digunakan untuk perbaikan dan pembuatan kapal;
10) Perbengkelan Jumlah bengkel 24 unit, digunakan untuk memperbaiki mesin dan peralatan kapal. Fasilitas bengkel saat ini dalam kondisi baik;
11) Tempat Penanganan Tuna (Tuna Landing Center) dan Transit shed TPT/TLC terdiri dari 28 unit terletak di dermaga timur yang digunakan untuk penanganan tuna segar dan beku dan transit shed 8 unit terletak di dermaga barat, yang digunakan untuk pelayanan perbekalan kapal. Fasilitas TLC/TPT terdiri dari 2 bagian yaitu tempat penanganan tuna sementara dan tempat penanganan tuna, luas masing-masing yaitu 900 m2 dan 2.562 m2. Pembangunan fasilitas ini dari dana LOAN tahun 2000;
Gambar 12 Fasilitas TLC
12) Incinerator Gedung pengolahan limbah padat seluas 880 m2 dengan kapasitas pembakaran 15-20 m3/hari, digunakan untuk pembakaran limbah padat (terutama limbah padat anorganik) secara mekanis. Fasilitas ini dibangun dengan dana APBN 2005/2006. Fasilitas tersebut dalam kondisi baik;
50
13) Unit pengolahan limbah (UPL) Gedung pengolahan limbah cair seluas 995,4 m2 dengan kapasitas pengolahan 1.000 m3/hari digunakan untuk pengolahan limbah cair yang berasal dari industri perikanan di kawasan pelabuhan.
Sumber dana
pembangunan fasilitas UPL berasal dari LOAN pada tahun 2000. Kondisi fasilitas UPL saat ini dalam kondisi baik;
14) Kolam penanggulangan banjir Jumlah kolam ada 2 unit terletak di sisi barat kapasitas 1.000 m3 dan sisi timur kapasitas 2.000 m3, yang digunakan untuk menampung air yang selanjutnya di pompa ke perairan umum;
15) Cold storage Jumlah cold storage 21 unit dengan kapasitas masing-masing antara 100 – 14.000 ton, digunakan untuk penyimpanan dan pembekuan ikan. Fasilitas cold storage dalam kondisi baik;
Gambar 13 Fasilitas cold storage
16) Jaringan Air Laut (Sea Water intake) Jumlah 1 unit dengan kapasitas air laut sebesar 1.080 m3/hari dengan panjang jaringan pipa air laut 2.048 m, digunakan untuk membersihkan lantai TPI dan dermaga. Pembangunan fasilitas ini berasal dari LOAN tahun 2000;
17) SPBB/SPBU/Fixed bunker agent Jumlah SPBB 4 unit terdiri dari 2 unit di dermaga barat dan 2 unit di dermaga timur dengan kapasitas tangki 2.800 KL. SPBU 1 unit dengan
51
kapasitas tangki bensin 16 KL, tangki solar 16 KL dan fixed bunker agent 1 unit dengan kapasitas tangki 64 KL, digunakan untuk melayani kebutuhan BBM kapal dan kendaraan umum;
18) Alat berat Lima jenis alat berat yaitu dump truck sebanyak 2 unit, crane truck sebanyak 2 unit, forklift sebanyak 3 unit, back hoe loader sebanyak 1 unit dan towing tracktor sebanyak 3 unit;
19) Tug boat Jumlah tug boat di PPSNZJ sebanyak 1 unit.
4.2.3 Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang berfungsi secara tidak langsung menunjang kelancaran fungsi pelabuhan perikanan.
Fasilitas penunjang di
PPSNZJ terdiri dari :
1. Kantor pelayanan terpadu Kantor Pelayanan Terpadu luas 690 m2 terdiri dari 2 lantai, digunakan oleh instansi terkait dalam rangka pelayanan kapal perikanan. Pada tahun 2000 mendapat
sumber dana LOAN dan dibangun dengan luas 1.682 m2.
Kantor Pelayanan Terpadu saat ini dalam kondisi baik;
Gambar 14 Fasilitas kantor pelayanan terpadu
52
2. Kantin Jumlah kantin 107 unit total luas 1.161 m2 dengan lokasi tersebar di kawasan pelabuhan, digunakan untuk melayani kebutuhan makan masyarakat pelabuhan. Dana pembangunan dari LOAN tahun 2000;
3. Gedung penunjang kegiatan nelayan (GPKN) Gedung A terdiri dari 3 lantai dengan luas 4.800 m2, dan gedung B terdiri dari 2 lantai dengan luas 1.930 m2, digunakan untuk melayani kebutuhan peralatan kapal, perbekalan dan kebutuhan lainnya.
Fasilitas ini juga
dikenal dengan Muara Baru Center. Pembangunan fasilitas ini berasal dari APBN pada tahun 2000;
4. Balai pertemuan nelayan Dengan luas 243,75 m2, digunakan untuk kegiatan sosialisasi/penyuluhan nelayan. Pembangunan fasilitas ini berasala dari APBN 1997, kemudian pada tahun ditingkatkan dengan dana bantuan Loan tahun 2006. Saat ini fasilitas balai pertemuan nelayan dalam kondisi baik;
5. Toilet/MCK Terdiri dari 20 unit dengan luas 439 m2 digunakan sebagai fasilitas umum pengguna jasa pelabuhan perikanan.
Sumber dana pembangunan ini
berasal dari LOAN pada tahun 2000. Fasilitas toilet dalam kondisi baik;
6. Mesjid dan musholla Terdiri dari 1 unit dengan luas 441 m2 dapat menampung 600 jamaah dan mushola terdiri dari 2 unit dengan luas 150,53 m2.
Sumber dana
pembangunan mushola berasal dari APBN pada tahun 2000. Saat ini tempat peribadatan dalam kondisi baik; ; 7. Mess karyawan pelabuhan Terdiri dari 3 unit dengan luas 751,5 m2 digunakan sebagai fasilitas karyawan pelabuhan yang melaksanakan tugas shift.
Sumber dana
53
pembangunan fasilitas ini berasal dari APBN pada tahun 2005 dan 2006. Saat ini fasilitas mess karyawan pelabuhan dalam kondisi baik;
8. Gudang Terdiri dari 2 unit dengan luas 328 m2 digunakan sebagai fasilitas penyimpanan perlengkapan kantor dan peralatan kapal;
9. Pelataran parkir Terdiri dari 1 area dengan luas 1513 m2 digunakan sebagai fasilitas parkir truk dan container;
10. Halte Terdiri dari 1 unit dengan luas 27 m2 digunakan sebagai fasilitas umum (ruang tunggu) angkutan umum;
11. Kantor Polsek Terdiri dari 1 unit, 2 lantai dengan luas 400 m2 digunakan untuk kegiatan kepolisian dalam rangka pengendalian keamanan dan ketertiban. Fasilitas kantor Polsek dibangun dengan sumber dana APBN 2004/2005;
12. Pos Kamla Terdiri dari 1 unit dengan luas 69,5 m2 digunakan untuk kegiatan TNI AL dalam rangka pengamanan wilayah pesisir Muara Baru. Sumber dana pembangunan Pos Kamla berasal dari LOAN pada tahun 2000;
13. Pos keamanan Terdiri dari 5 unit dengan luas 210 m2 digunakan untuk kegiatan satuan pengamanan
dalam
rangka
menjaga
kemanan
dan
ketertiban.
Pembangunan pos keamanan bersumber dari APBN pada tahun 2004;
54
14. Poliklinik Terdiri dari 1 unit dengan luas 101 m2 digunakan untuk sarana pengobatan bagi masyarakat pengguna jasa pelabuhan;
15. Mercusuar (tua) Terdiri dari 1 unit dalam kondisi baik dan dapat difungsikan;
16. Kantor agen kapal Terdiri dari 1 unit dengan luas 170 m2 digunakan sebagai kantor para agen/pengurus kapal;
17. Pos masuk/keluar Terdiri dari 3 unit dengan luas total 349,5 m2 berfungsi sebagai pos pelayanan pas masuk pelabuhan dan tempat pengambilan data barang/ikan yang masuk dan keluar pelabuhan. Pembangunan dilakukan pada tahun 1984 dan mendapat bantuan dana perbaikan dengan sumber dana R-2000;
18. CCTV Terdiri dari 3 unit yang berfungsi sebagai perangkat monitor kegiatan di dermaga, pintu masuk dan kawasan pelabuhan.
4.3 Produksi Ikan Jenis ikan yang didaratkan di PPSNZJ sangat bervariasi dilihat dari jenis spesies maupun daerah asal. Produksi ikan yang tercatat di PPSNZJ adalah data yang diambil dari produksi yang didatangkan melalui darat dan laut. Pada tahun 2006 hingga 2009, produksi darat mendominasi produksi ikan yang dibongkarkan di PPSNZJ. Pada tahun 2007, produksi ikan di PPSNZJ mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, sedangkan tahun 2008 mengalami penurunan mencapai 9,7%. Pada tahun 2009 produksi kembali meningkat mencapai 58% dibanding tahun 2008. Peningkatan produksi terjadi baik yang berasal dari darat maupun dari laut. Pada tahun 2010, PPSNZJ melakukan perbaikan pendataan produksi baik yang berasal dari laut maupun dari darat. Pada tahun tersebut
55
tercatat mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 39,72% dan khusus produksi dari laut mengalami peningkatan mencapai 116,26% dibanding tahun 2009, sedangkan produksi melalui darat meningkat hanya 2%. Produksi ikan yang didaratkan tahun 2006 hingga 2010 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Produksi ikan yang didaratkan di PPSNZJ periode 2006 – 2010 ( ton) Produksi 2006 2007 2008 2009 2010 Darat
74.797,590 77.182,250 67.495,210 89.102,000
90.583,593
Laut
24.219,800 16.328,770 16.933,130 44.300,610
95.804,769
Total
99.017,390 93.511,020 84.428,340 133.402,610 186.388,362 120.000
Produksi (ton)
100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun darat
laut
Gambar 15 Produksi di PPSNZJ periode 2006 – 2010.
Produksi ikan di PPSNZJ dari laut didaratkan melalui dua dermaga yaitu pendaratan melalui dermaga timur dan pendaratan ikan melalui dermaga barat. Pendaratan melalui dermaga timur merupakan pendaratan ikan tuna segar dan ikan hasil tangkapan yang sejenis, sedangkan pendaratan melalui dermaga barat adalah pendaratan ikan segar dan beku selain tuna. Alur bongkar ikan tuna segar/beku dan ikan sejenisnya, selengkapnya pada Lampiran 10. Untuk alur bongkar ikan non tuna (tradisional), disajikan pada Lampiran 11. Jenis ikan yang datang dari luar pelabuhan melalui darat berasal dari sekitar Jakarta, Cirebon, Sumatera, dan beberapa daerah di Pulau Jawa. Jenis ikan
56
terbanyak adalah kembung, layang dan cakalang. Di urutan kedua datang dari Cirebon sebesar 15,01% selanjutnya Sumatera (14,50%) dan Jawa Barat (11,86%). Asal ikan dari luar PPSNZJ disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Produksi ikan melalui jalur darat pada tahun 2010 di PPSNZJ No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Asal Daerah Jakarta Cirebon Sumatera Jawa Barat Bitung Impor Surabaya Bali Tegal Sukabumi Indramayu Jepara Banten Jawa Timur Cilacap Pekalongan Rembang Semarang Pati Ambon Kerawang
Produksi (ton) 30.673,643 14.377,251 13.894,350 11.187,807 6.067,485 5.985,739 5.019,907 1.739,967 1.621,075 1.507,076 1.132,496 1.121,028 578,527 431,355 167,848 89,556 81,541 56,209 36,011 29,315 6,583
57
35.000
Produksi (ton)
30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000
Jakarta Cirebon Sumatera Jawa Barat Bitung Import Surabaya Bali Tegal Sukabumi Indramayu Jepara Banten Jawa Timur Cilacap Pekalongan Rembang Semarang Pati Ambon Kerawang
0
Asal Daerah
Gambar 16 Produksi ikan melalui jalur darat pada tahun 2010 di PPSNZJ.
4.4 Aktivitas Kapal Aktivitas kapal yang ada di PPSNZJ terdiri dari kapal masuk, tambat, labuh, dock, bongkar ikan, isi perbekalan dan keluar. Pada periode tahun 2006 hingga 2010 kegiatan kapal di PPSNZJ berfluktuasi.
Kegiatan labuh hanya
tercatat pada tahun 2006, selanjutnya pada tahun 2007 hingga 2010, kegiatan kapal tersebut tidak tercatat di PPSNZJ. Kegiatan kapal masuk dan labuh relatif stabil dibanding kegiatan kapal bongkar ikan yang meningkat tajam pada tahun 2009. Rekapitulasi jenis kegiatan kapal di PPSNZJ periode 2006 hingga 2010 disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 17. Tabel 6 Rekapitulasi jenis kegiatan kapal di PPSNZJ periode tahun 2006 – 2010 Jenis kegiatan 2006 2007 2008 2009 2010 3.793 3.528 3.272 3.400 3.478 Masuk 3.792 3.528 2.383 3.318 3.478 Tambat labuh 172 327 231 122 381 Dock 2.029 1.644 1.493 2.704 2.983 Bongkar ikan 2.581 2.706 2.200 2.112 2.137 Isi perbekalan 3.046 2.916 3.239 3.370 3.383 Keluar
58
Jml kapal (unit)
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun Masuk
Tambat labuh
Dock
Bongkar ikan
Isi perbekalan
Keluar
Gambar 17 Kegiatan kapal ikan di PPSNZJ periode 2006 – 2010.
Alur dan prosedur kapal masuk ke PPSNZJ, dapat disajikan pada Lampiran 13.
4.5 Instansi Terkait di PPSNZJ Beberapa instansi yang berada di dalam kawasan PPSNZJ sangat mendukung operasional dan fungsi dari PPSNZJ. Tata Hubungan Kerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan dengan Instansi terkait telah ditetapkan pada Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 1082/Kpts/OT/10/99. Diterbitkannya Kepmen ini adalah dalam rangka kelancaran pelaksanaan pengelolaan pelabuhan perikanan sehingga diharapkan tidak ditemukan tumpang tindih tugas di lapangan. Instansi yang terkait dalam Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta terdiri atas : 1) PERUM; Perusahaan Umum (PERUM) Prasarana Perikanan Samudera adalah Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, yang bidang usahanya berada dalam lingkup tugas dan kewenangan Menteri, dimana seluruh modalnya dimiliki Negara berupa kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera, Fungsi/usaha-usaha dari Perum adalah sebagai berikut :
59
(1) Melaksanakan usaha pelayanan umum bidang kegiatan prasarana perikanan; (2) Menyediakan fasilitas-fasilitas yang ada kaitannya dengan program pemerintah dalam mengembangkan industry perikanan di Indonesia ; (3) Membangun,
memelihara
dan
mengusahakan
dermaga
untuk
bertambat dan bongkar muat ikan; (4) Jasa terminal; (5) Membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi nelayan/kapal yang berkaitan dengan sarana atau prasarana pelabuhan perikanan; (6) Mengoperasikan dan memberikan bantuan manajemen pengelolaan asset pihak ketiga yang berkaitan dengan usaha perikanan; Melakukan kegiatan lain yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan dari Perum.
2) Dinas Perikanan; Dinas perikanan adalah Dinas Perikanan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dalam Keputusan Gubernur
Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 3 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan Oleh Koperasi Primer Perikanan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Perikanan mempunyai fungsi sebagai Pembina penyelenggaraan pelelangan meliputi : (1) Tata cara penyelenggaraan pelelangan ikan (2) Bimbingan teknis usaha perikanan, pemasaran dan mutu hasil perikanan; (3) Bimbingan dan penyuluhan terhadap para nelayan dan bakul/pembeli; (4) Meningkatkan kesejahteraan nelayan; (5) Meningkatkan kemampuan teknis penyelenggara pelelangan ikan di TPI.
3) Kantor kesehatan pelabuhan; Kantor kesehatan pelabuhan (KKP) adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang
60
berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Berdasarkan Permenkes Nomor 356 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, fungsi dari Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah : (1) Pelaksanaan kekarantinaan; (2) Pelaksanaan pelayanan kesehatan; (3) Pelaksanaan pengendalian resiko lingkungan di bandara, pelabuhan dan lalu lintas batas darat Negara; (4) Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali; (5) Pelaksanaan pengamanan radiasi pegion dan non pengion, biologi dan kimia; (6) Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional dan internasional; (7) Pelaksanaan,
fasilitasi
dan
advokasi
kesiapsiagaan
dan
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra termasuk penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk; (8) Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara, pelabuhan dan lintas batas darat Negara; (9) Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika dan alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) ekspor dan mengawasi persyaratan dokumn kesehatan OMKABA impor; (10) Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya; (11) Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara, pelabuhan dan linta darat Negara; (12) Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi di bidang kesehatan bandara, pelabuhan dan lintas batas darat Negara; (13) Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara, pelabuhan dan lintas batas darat Negara;
61
(14) Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan surveilan kesehatan pelabuhan; (15) Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan dan lintas batas darat Negara; (16) Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtangaan KKP.
4) Adminstrator pelabuhan; Administrator pelabuhan (Adpel) Muara Baru berdasarkan Kepmen Perhubungan No. 62 Tahun 2002 tanggal 2 oktober 2002 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor Administrator Pelabuhan, maka kantor Adpel Muara Baru yang semula pos kerja dari kantor Adpel Sunda Kelapa menjadi Kantor Adpel Muara Baru Kelas V dengan fungsi sebagai berikut : (1) Pengawasan kegiatan lalu lintas dan angkutan laut yang meliputi lalu lintas kapal, penumpang, barang, hewan container dan pemantauan pelaksanaan tarif; (2) Pengawasan kegiatan penunjang angkutan laut dan pembinaan tenaga kerja bongkar muat; (3) Penilikan terhadap pemenuhan persyaratan kelaiklautan kapal dan pemberian surat ijin berlayar; (4) Pelaksanaan tindakan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemadaman kebakaran di perairan pelabuhan dan Bandar; (5) Pelaksanaan pengamanan, penertiban, penegakan peraturan di bidang pelayaran dan tindak pidana pelayaran di perairan pelabuhan dan perairan Bandar guna menjamin kelancaran operasional pelabuhan; (6) Pengawasan kelaikan dan keselamatan fasilitas dan peralatan pelabuhan, alur pelayaran dan kolam pelabuhan serta pengawasan pembangunan fasilitas pelabuhan dan penilikan kinerja operasional pelabuhan; (7) Pelaksanaan
pemeriksaan
nautis,teknis
dan
radio,
peralatan
pencegahan dan pencemaran. Pembangunan dan peromabakan kapal
62
serta verifikasi manjemen keselamatan kapal dan penerbitan sertifikasi, surat kebangsaan dan hipotik kapal; (8) Pelaksaan pengukuran dan status hokum kapal. Surat kebangsaan kapal dan hipotik kapal serta pengawasan kapal, dokumen pelaut, penyijilan, awak kapal dan perjanjian kerja laut; (9) Pelaksanaan urusan kerumahtanggan
5) Dinas pemadam kebakaran; Dinas pemadam kebakaran dan penanggulangan bencana (DamkarPB) Provinsi DKI Jakarta adalah unsure pelaksana pemerintah daerah yang diberi tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas penanganan masalah kebakaran dan bencana. Dibentuknya organisasi Damkar-PB ini merupakan perwujudan tanggung jawab Pemda dalam rangka memberikan perlindungan kepada warganya dari ancaman bahaya kebakaran dan bencana lainnya.
Dalam mewujudkan rasa aman serta memberikan
perlindungan kepada warga kota tersebut, Damkar-PB, sesuai dengan yang diatur dalam SK Gub Nomor 9 tahun 2002, tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemadam Kebakaran Propinsi DKI Jakarta, Mempunyai 3 tugas pokok, yakni: (1) Pencegahan Kebakaran; (2) Pemadaman Kebakaran; (3) Penyelamatan Jiwa dan ancaman kebakaran dan bencana lain
6) POLRI Instansi terkait yang terakhir adalah Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), POLRI sebagai pengemban fungsi keamanan dalam negeri mempunyai tugas dan tanggung jawab. Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam. Kepolisian di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta adalah Polsek Kawasan Muara Baru yang mempunyai fungsi :
63
(1) Selaku penegak hukum bersama-sama dengan unsur TNI dan keamanan lainnya yang terkait di Pelabuhan Muara Baru, memelihara, meningkatkan
tertib
hukum untuk
mewujudkan
tertib
aman
masyarakat pekerja dan masyarakat pengguna jasa pelabuhan muara baru; (2) Melaksanakan tugas-tugas kepolisian selaku
inti pengamanan
pelabuhan muara baru yaitu sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat pengguna jasa pelabuhan muara baru; (3) Membina koordinasi terhadap unsur-unsur pengamanan yang tekait di pelabuhan muara baru guna memelihara dan meningkatkan tertib hukum untuk menunjang tercapainya masyarakat pekerja dan masyarakat pengguna jasa pelabuhan muara baru
yang aman dan
tenteram
Selain UPT Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta di kawasan pelabuhan juga terdapat UPT Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan Jakarta yang bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Berdasarkan Undang-undang RI No. 45 Tahun 2009 jonto UU RI No. 31 tahun 2004, fungsi/tugas dari pengawas perikanan adalah mengawasi tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. Pengawas perikanan dalam melaksanakan
tugas dapat dilengkapi dengan senjata api
dan/atau alat pengaman diri lainnya serta didukung dengan kapal pengawas perikanan.
64
5 SISTEM PEMASARAN EKSPOR IMPOR HASIL PERIKANAN SAAT INI 5.1 Analisis Sistem Pemasaran dan Distribusi Ikan di PPSNZJ 5.1.1 Produksi perikanan di PPSNZJ Sumber produksi ikan di PPSNZJ berasal dari ikan yang didaratkan langsung dari kapal dan ikan yang masuk ke PPSNZJ melalui transportasi darat. Pendaratan langsung melalui dua dermaga yaitu pendaratan melalui dermaga timur dan pendaratan ikan melalui dermaga barat PPSNZJ. Pendaratan melalui dermaga timur merupakan pendaratan ikan tuna segar dan ikan hasil tangkapan yang sejenis, sedangkan pendaratan melalui dermaga barat adalah pendaratan ikan segar dan beku dari kapal tradisional dengan berbagai jenis ikan seperti tongkol dan cumi. Produksi ikan pada tahun 2010 meningkat mencapai 104,47% dari tahun 2009 dimana pada tahun ini PPSNZJ melakukan perbaikan pendataan khusus pada produksi perikanan yang dari laut, sehingga angka produksi dari laut meningkat mencapai 116,26% dibanding tahun sebelumnya. Produksi jalur darat pada Tabel 6 merupakan produksi ikan melalui transportasi darat ke PPSNZJ, produksi bersumber dari budidaya dan impor. Asal produksi ikan yang masuk ke PPSNZJ melalui jalur darat berasal dari daerah di Jakarta dan sekitarnya, Banten, dan Jawa Barat seperti Sukabumi, Indramayu, Subang, Purwakarta, Cirebon, Cianjur, Karawang dan lain-lain; Jawa Tengah seperti Jepara, Semarang, Batang, Tegal, Brebes, Pekalongan, Pemalang, Pati, Rembang, dan lain-lain; Jawa Timur seperti Lamongan, Tuban, Pasuruan, Surabaya dan lain-lain, Sumatera seperti Lampung dan beberapa daerah lainnya. Selain dari dalam negeri, pasokan produksi melalui darat (Pelabuhan Tanjung Priok) di PPSNZJ berasal dari luar negeri/impor (Gambar 16). Hasil penelitian JICA (2011) menyebutkan bahwa pada tahun 2009 produksi PPSNZJ telah memenuhi 3,3% dari total permintaan daerah distribusi produksi ikan PPSNZJ. Diprediksi, PPSNZJ dapat memenuhi permintaan daerah distribusinya mencapai 92.872 ton pada tahun 2015, atau 135.845 ton pada tahun 2025.
Tabel 7 Produksi ikan di PPSNZJ periode tahun 2001 – 2010 (ton) Tahun
Produksi laut
Produksi darat
Produksi total
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
20.762,11 23.441,74 26.494,72 29.786,42 33.554,98 24.219,80 16.328,77 16.933,13 44.300,61 95.804,77
9.751,57 11.001,57 12.397,11 13.933,25 15.657,10 74.797,59 77.182,25 67.495,21 89.102,00 90.583,59
30.513,68 34.443,31 38.891,84 43.719,67 49.212,08 99.017,39 93.511,02 84.428,34 133.402,60 186.388,36
Gambar 18 Pasokan ikan melalui impor di PPSNZJ periode tahun 2001 – 2010. Industri pengolahan di PPSNZJ memberikan peran yang penting dalam produksi ikan olahan di PPSNZJ.
Perkembangan produksi ikan olahan tiap
tahunnya semakin meningkat seiring produksi ikan di PPSNZJ. Jenis ikan yang menjadi bahan baku unit/industri pengolahan pada tahun 2010 mencapai 40 jenis (Lampiran 1).
Pada tahun 2010, jenis yang terbanyak didistribusikan ke
unit/industri adalah jenis cakalang yang diikuti oleh jenis tuna mata besar, dimana kedua jenis tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2010. Pada tahun 2011 jenisnya meningkat mencapai 44 jenis dengan beberapa tambahan jenis yang menjadi bahan baku unit/industri pengolahan seperti bandeng, gulamah, tiga waja dan sotong (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2011). 66
Perkembangan
produksi ikan di PPSNZJ per jenis ikan yang menjadi bahan baku industri pengolahan disajikan pada Lampiran 1.
5.1.2 Kegiatan Pemasaran Ikan di PPSNZJ Distribusi pemasaran ikan yang ada di PPSNZJ terbagi menjadi 3 pasar, yaitu pasar lokal, ekspor dan unit industri pengolahan di kawasan PPSNZJ. Sumber Ikan
Transaksi
Tujuan Distribusi
Laut (51,4%)
Pasar Domestik (26,18%) Pasar Ekspor Ikan Segar (8,71%)
Kawasan PPSNZJ
Darat (48,6%) Impor (6,6%) Budidaya, transport darat (93,4%)
Industri Pengolahan (65,11%)
Pasar domestik ikan olahan (15,15%)
Pasar ekspor ikan olahan (84,85%)
Gambar 19 Distribusi pasar hasil perikanan di PPSNZJ pada tahun 2010.
Distribusinya selama periode 2006-2010 terbesar pada sektor pengolahan yang berkisar antara 63,73% hingga 74,26%, sedangkan pasar ekspor memiliki persentase distribusi terkecil dari total produksi di PPSNZJ. Secara mekanisme, kegiatan pemasaran di PPSNZJ terlihat baik, kondisi ini didukung dengan pengelolaan
pelabuhan
sehingga
menunjang
kegiatan
pemasarannya.
Sebagaimana disebutkan oleh Suherman dan Dault (2009) bahwa pengelolaan pelabuhan perikanan yang baik akan menunjang kelancaran operasi perikanan, pengolahan, maupun pemasarannya sehingga lebih terjamin. Tabel 8 Persentase distribusi hasil produksi ikan di PPSNZJ periode 2006–2010 DISTRIBUSI Pasar Domestik Pasar Ekspor Pengolahan
2006 (%) 23,21 13,07 63,73
2007 (%) 21,76 7,59 70,66
2008 (%) 22,60 7,06 70,33
2009 (%) 19,43 6,31 74,26
2010 (%) 26,18 8,71 65,11
67
1) Pasar Domestik Daerah tujuan dari pemasaran domestik ikan dari PPSNZJ adalah Jabodetabek dan sekitarnya, Jawa Barat seperti Sukabumi, Indramayu, Cirebon, Subang, Purwakarta, Cianjur dan lain-lain, Jawa Tengah seperti Semarang, Pekalongan, Tegal, dan lain-lain, Jawa Timur seperti Lamongan, Surabaya, dan lain-lain dan Sumatera seperti Lampung.
Dalam hal pemasaran, penyesuaian
perbedaan serta kesenjangan antara pasokan produksi dan kebutuhan atau permintaan ikan menjadi hal yang perlu diperhatikan.
Jalur distribusi hasil
tangkapan ke pasar domestik dari PPSNZJ ke konsumen secara berurutan adalah nelayan, pedagang grosir, pedagang eceran dan konsumen, sedangkan pada distribusi ikan yang masuk melalui jalur darat ke PPSNZJ dimulai dari nelayan daerah, pialang ikan, pedagang grosir, pedagang eceran dan konsumen. Penelitian Katiha et al (1998) berjudul institusi dan non-institusi pada pemasaran ikan menyebutkan bahwa pemasaran yang efektif diindikasikan dengan nilai yang lebih tinggi untuk saluran pemasaran yang melibatkan perantara pemasaran yang lebih banyak, untuk kerjasama federasi, pengelolaan sumberdaya yang tidak efisien akan menghasilkan nilai pengembalian yang lebih rendah pada biaya yang lebih tinggi, sehingga mengurangi pengembalian dan efisiensi pemasaran. Tingkat konsumsi ikan dan pertumbuhan jumlah penduduk merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kesenjangan tersebut. Tingkat konsumsi ikan pada tahun 2008 mencapai 29,98 kg/orang (KKP, 2010) dan ditargetkan akan mengalami peningkatan per kapita mencapai 38,67 kg/tahun pada akhir 2014 (Rencana Strategis KKP 2010 – 2014). Seiring pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat, maka kebutuhan atau permintaan ikan akan semakin meningkat. KKP memproyeksikan permintaan ikan di Indonesia hingga tahun 2025. Peningkatan permintaan tersebut pada beberapa provinsi yang menjadi jalur distribusi produksi ikan di PPSNZJ disajikan pada tabel di bawah ini. Kondisi pasar ikan di PPSNZJ memiliki 998 lapak untuk pemasaran, akan tetapi hanya 942 yang ditempati oleh 390 pengguna. Kondisi lorong di dalam pasar tidak terorganisir dengan baik, dimana lorong digunakan untuk memajang ikan, sehingga kondisi dalam pasar terasa sesak dan pergerakan baik ikan maupun orang yang berada di dalam pasar menjadi sulit.
68
Tabel 9
Proyeksi permintaan ikan di provinsi yang menjadi jalur distribusi ikan PPSNZJ Provinsi 2015 2020 2025 Lampung 217,228 286,807 360,685 DKI Jakarta 193,393 225,416 255,380 Jawa Barat 931,674 1.165,186 1.415,846 Jawa Tengah 588,466 813,118 1.033,618 Jawa Timur 743,081 883,814 1.017,951 Banten 299,822 390,873 495,466 Pengelola pasar ikan, dalam hal ini adalah PERUM, tidak memberikan pengarahan kepada para pengguna lapak, sehingga kondisi dalam pasar terlihat tidak teratur. Kendala lain dari pemasaran domestik adalah aksesibilitas menuju dan keluar PPSNZJ. Satu-satunya akses adalah melalui Jl. Muara Baru yang sering macet dan tergenang apabila hujan deras ataupun pasang tinggi. Kendala lain dari pasar domestik ini adalah penanganan ikan yang kurang baik. Pada saat musim puncak, harga ikan menjadi rendah dikarenakan ruang pendingin memiliki kapasitas yang terbatas.
2) Pasar Ekspor Kegiatan ekspor ikan di PPSNZJ terus meningkat tiap tahunnya. Volume ekspor tuna segar terbesar dari PPSNZJ terjadi pada tahun 2009 yang mencapai 18.462.320 ton. Pada tahun 2010 tuna segar mengalami penurunan jumlah ekspor sebesar 45,43%. Kegiatan ekspor ikan di PPSNZJ selama sepuluh tahun periode 2001 – 2010 disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 10 Volume ekspor PPSNZJ periode tahun 2001 - 2010 No. Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Volume (ton)
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rerata
% Kenaikan
12.178 14.143 17.407 21.445 22.559 27.126 28.139 32.030 55.279 60.020
16 23 23 5 20 4 14 73 9 20,78
69
Gambar 20 Ekspor ikan di PPSNZJ periode tahun 2001 – 2010. Persentase volume ikan yang diekspor tahun 2010 (8,58%) lebih besar dibandingkan pada tahun 2009 (Gambar 20). Kondisi ini sesuai dengan analisis informasi pasar luar negeri KKP (2010) yang menyebutkan bahwa perkembangan ekspor hasil perikanan periode Januari-Juli 2010 mengalami kenaikan yang berarti dibandingkan periode yang sama pada tahun 2009, artinya ekspor hasil perikanan Indonesia tidak saja pulih dari dampak krisis ekonomi, namun sudah tumbuh. Pada tahun 2010, kegiatan ekspor terbesar dialami pada jenis ikan tuna sirip kuning (Yellowfin tuna) sebesar 1.159.187,57 ton. Jenis ikan yang diekspor pada tahun 2006 sampai 2010 terdapat 39 jenis ikan antara lain adalah albakora, alu-alu, bawal hitam, bawal putih, belanak, cakalang, cendro, cucut, cumi-cumi, ekor kuning, gabus laut, gindara, golok-golok, kakap batu, kakap merah, kakap putih, kerapu karang, kurisi, layang, layaran, layur, lemadang, lemuru, manyung, marlin, meka, pari, sangeh, selar, sembilang karang, talang-talang, tenggiri, teri, tongkol, tuna mata besar, tuna sirip kuning, tuna, udang dan jenis ikan lainnya. Jenis ikan yang diekspor periode tahun 2006 - 2010 disajikan pada Lampiran 2. Tujuan negara dari ekspor ikan tersebut meliputi benua Amerika, Eropa, dan juga Asia. Pada tahun 2005 tujuan ekspor ikan ke negara Amerika, Belanda, Belgia, Canada, Denmark, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Korea, Perancis,
70
Singapura, Spanyol, Srilanka dan lainnya. Pada tahun 2009, tujuan ekspor ikan yang tercatat di PPSNZJ mencapai 54 negara lebih, dimana Jepang sebagai negara yang terbanyak mengimpor produksi perikanannya dari PPSNZJ.
Fluktuasi
ekspor dan nilainya pada periode tahun tersebut disajikan pada Lampiran 3. Salah satu klasifikasi PPS adalah ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan
ekspor
(Pasal
17
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
No.16/MEN/2006), untuk itu perlu diciptakan suatu sistem rantai pemasaran ekspor yang efisien dan efektif. Tujuannya adalah minimalisir biaya dan menjaga kualitas ikan mengingat sifat ikan adalah perishable (mudah rusak). Kegiatan ekspor ikan tidak dapat dilakukan langsung melalui PPSNZJ, akan tetapi melalui pelabuhan umum Tanjung Priok atau Bandara Soekarno Hatta.
Hal ini
dikarenakan beberapa instansi terkait seperti bea cukai, imigrasi, karantina ikan dan lain-lain belum ada di PPSNZJ.
Pihak pengelola pelabuhan telah
menyediakan tempat bagi instansi tersebut di dalam komplek pelabuhan, akan tetapi belum dimanfaatkan oleh instansi tersebut. Beberapa fasilitas yang ada juga belum dapat mendukung seperti antara lain kedalaman kolam pada beberapa titik untuk kapal ekspor, dan beberapa sarana lainnya seperti crane, sumber logistik dan lain-lain. Pelaksanaan ekspor ikan melalui Tanjung Priok menjadikan sistem ekspor impor yang dilakukan tidak efisien dan efektif karena biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha semakin besar. Kendala lain dalam pemasaran ekspor adalah aksesibilitas yang juga dialami pada pemasaran lokal. Satu-satunya akses menuju dan keluar PPSNZJ adalah jalan Muara Baru yang kondisinya buruk. Kemacetan, genangan air pada saat pasang tingi dan lebar jalan yang sempit menyebabkan hambatan pada distribusi ikan dari dan menuju PPSNZJ.
3) Industri Pengolahan Salah satu aliran distribusi produksi ke industri pengolahan ikan yang berada di sekitar kawasan PPSNZJ. Jumlah industri pengolahan ikan yang berada di dalam kawasan PPSNZJ sebanyak 73 industri yang terbagi berdasarkan pengolahannya.
Hasil penelitian yang dilakukan tentang analisis kebijakan
pemanfaatan pelabuhan dalam kerangka pengelolaan lingkungan di PPSNZJ
71
(Hanim 2007) menyebutkan bahwa PPSNZJ sesuai untuk kegiatan industri perikanan
karena merupakan prioritas pemanfaatan dari skenario kebijakan
PPSNZJ yang akan dikembangkan. Aktivitas pendaratan ikan, pelelangan dan industri perikanan dapat dilanjutkan dengan mempertimbangkan aspek ekologi lebih diprioritaskan dibanding aspek ekonomi dan sosial.
Tabel 11 Industri pengolahan ikan di kawasan PPSNZJ berdasarkan pengolahan Jenis pengolahan Cold Storage Fresh tuna processing for export Frozen tuna processing for export Tuna filleting Fish filleting for export and local market Surimi processing Fish meal processing Shrimp processing for export Fish ball processing Total
Jumlah 28 19 12 19 10 1 1 3 2 73
Sumber bahan baku yang diperoleh oleh industri pengolahan di kawasan PPSNZJ mayoritas berasal dari PPSNZJ sendiri dan sebagian kecil pasokan dari luar PPSNZJ. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lubis dan Sumiati (2011) bahwa perusahaan industri pengolahan ikan yang berlokasi di suatu pelabuhan perikanan atau sekitarnya umumnya menggunakan sebagian atau keseluruhan bahan bakunya dari pelabuhan perikanan tersebut. Pada tahun 2009, sebanyak 24,6% dari produksi laut dipasarkan melalui pasar grosir ikan di PPSNZJ, dan sisanya diekspor atau diolah di pabrik yang berlokasi sebagian besar dalam kompleks industri PPSNZJ. Spesies utama dari produksi laut yang dibawa ke pasar grosir PPSNZJ adalah pelagis kecil seperti ikan kembung, selar, dan sarden yang secara bersama-sama merupakan 50% total ikan, diikuti dengan ikan air tawar, sebagian dari budidaya (33%), pelagis medium/besar seperti cakalang dan tongkol komo (10%) dan lain-lain. (JICA, 2011). Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa sistem pemasaran dan distribusi ikan yang terdapat di PPSNZJ dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe, yaitu tipe pemasaran eskpor ikan segar, tipe pemasaran industri pengolahan dan tipe pemasaran domestik. Tipe pemasaran ekspor dilakukan melalui bandara dan
72
pelabuhan laut yang ada di DKI Jakarta, sedangkan tipe pemasaran domestik dilakukan langsung dari PPSNZJ. Pada tipe pemasaran ekspor segar, ikan yang berasal dari kapal tuna longline didistribusikan ke tempat penanganan tuna/TLC (Tuna Landing Center). Dari TLC, tuna diekspor dalam bentuk segar melalui pelabuhan udara/bandara Soekarno Hatta menuju negara tujuan ekspor. Pada umumnya, ekspor dalam bentuk tuna segar telah memiliki pembeli yang pasti di negara tujuan. Kendala pada sistem ekspor ini adalah aksesibilitas menuju bandara yang kondisinya yang sering terjadi macet. Pada tipe pemasaran ekspor ikan segar melalui bandara merupakan cara yang sangat efektif untuk produk tuna segar karena pada tipe pemasaran ini penggunaan alat transportasi pesawat dengan jangka waktu yang singkat akan memperpendek waktu tempuh sehingga produk tuna segar dapat langsung diterima oleh pembeli di negara tujuan. Tipe pemasaran industri pengolahan terbagi menjadi dua sub tipe yaitu sub tipe pemasaran ikan olahan domestik dan tipe pemasaran ikan olahan ekspor. Pada sub tipe pemasaran ikan olahan ekspor, produk ikan olahan yang akan dikirim untuk tujuan ekspor berasal dari kontainer. Produk pada pasar sub tipe ini adalah produk ikan olahan beku dan produk ikan beku. Pemasaran ikan olahan ekspor menuju negara tujuannya dilakukan melalui pelabuhan laut yaitu Pelabuhan Tanjung Priok. Selain tuna yang berasal dari kontainer, ekspor melalui pelabuhan laut dilakukan juga untuk tuna beku yang merupakan hasil tangkapan dari kapal angkut dan didistribusikan ke tempat pelelangan ikan, selanjutnya ke industri pengolahan yang ada di PPSNZJ.
Sama seperti tipe ekspor melalui
bandara, kendala pada tipe ekspor melalui pelabuhan laut adalah kondisi jalan yang tidak bagus dan sering terjadi macet, sehingga tipe pemasaran melalui pelabuhan laut menjadi tidak efektif dan efisien bagi eksportir.
73
Kapal tuna LL
dermaga
Kapal Perikanan (Laut)
Kapal angkut
Dari kapal ke kapal (di kolam PP) Tempat penanganan tuna
Ekspor
Segar
Pelabuhan Udara/ Bandara
Pelabuhan Laut
Kontainer Tuna Beku
Grade 1
dermaga
Ikan/Udang
Ekspor Beku
Kapal non tuna LL
Tempat pelelangan ikan
Tuna Grade2
Ikan Segar /Beku
dermaga Industri prosesing dan pembekuan
Diangkut truk (darat)
segar/beku Pusat Pemasaran Ikan
Pengecer
Gambar 21 Bagan pemasaran dan distribusi ikan di PPSNZJ. Hasil produksi kapal non tuna longline didistribusikan ke tempat pelelangan ikan.
Sebagian produksi selanjutnya didistribusikan ke industri
processing dan pembekuan serta Pusat Pemasaran Ikan sedangkan sebagian tuna lokal melalui pengecer dan ikan segar/beku dipasarkan ke pasar domestik. Industri prosesing dan pembekuan juga menerima ikan yang masuk ke PPSNZJ melalui transportasi darat. Produksi ikan yang masuk ke Pusat Pemasaran Ikan juga menjadi salah satu sumber permintaan pasar domestik melalui pengecer. Bagan pemasaran dan distribusi ikan di PPSNZJ disajikan pada Gambar 19.
5.2 Prosedur Ekspor dan Impor Kegiatan ekspor impor yang dilakukan suatu pelabuhan membutuhkan persyaratan legalitas dari negara asal maupun negara tujuan yang harus dipenuhi oleh eksportir. Persiapan legalitas diartikan sebagai persiapan dari segi
74
E K S P O R
L O K A L
kelengkapan izin usaha sesuai dengan ketentuan pemerintah yang harus dipenuhi untuk memungkinkan eksportir berusaha secara sah/ legal. 1 Prosedur Ekspor Yang termasuk dalam persiapan prosedur ekspor melengkapi persyaratan legal perusahaan pengekspor/pengimpor, antara lain : a. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Setiap perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor impor harus memiliki : 1) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. 2) Surat Izin Usaha dari Kementerian Teknis atau Lembaga Pemerintahan Non Kementerian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, seperti Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dari Dirjen P2HP (prosedur penerbitan SKP pada Lampiran 13), dan sertifikat HACCP dari Badan Karantina Ikan (prosedur penebitan sertfikat HACCP pada Lampiran 14). 3) Surat pengakuan sebagai
eksportir atau importir terdaftar (Approved
Exporter/ Importer) dari Kementerian Perdagangan khususnya untuk mata dagangan yang diatur tata niaganya dan mata dagangan diawasi ekspor dan impornya. 4) Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) yang dikeluarkan Kementerian Keuangan kepada perusahan eksportir/ importir yang mendapat fasilitas pembiayaan dari Bank Indonesia dan kemudahan kepabeanan dari Ditjen Bea dan Cukai. b. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) Perorangan maupun badan hukum yang ingin bergerak dalam kegiatan ekspor impor diwajibkan memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang dapat diperoleh dari kantor pelayanan pajak setempat dimana perusahaan berdomisili. c. Izin khusus eksportir dan importir terdaftar Perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor dan impor untuk barangbarang atau komoditi yang tidak diatur tata niaganya, tidak diawasi ekspornya dan
75
tidak diberikan fasilitas boleh melakukan kegiatannya setelah mempunyai Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan setempat. Dokumen standar lain yang dibutuhkan oleh Importir dan Eksportir agar lancar, aman dan sukses dalam kegiatan ekspor, antara lain adalah: 1.
Dokumen-dokumen Pengapalan a. Commercial Invoice (Faktur Penjualan) – Sering disingkat sebagai ’Invoice’ b. Packing List (Daftar Kemasan) c. Bill of Lading (B/L) atau Airways Bill (AWB) - (Surat Muatan) Commercial Invoice (C/I) dan Packing List (P/L), masing-masing dibuat oleh Eksportir di atas kertas dengan logo dan nama perusahaan Eksportir. Tanggal yang tercantum pada Commercial Invoice harus sama dengan tanggal pada Packing List. Bill of Lading dibuat dan ditandatangani oleh Maskapai Pelayaran (Shipping Company). Data pada B/L dibuat berdasarkan data yang tercantum pada Packing List (dari Eksportir) dan Instruksi tertulis dari Eksportir. Karena B/L antara lain dibuat berdasarkan data pada Packing List, maka tanggal B/L tidak boleh sebelum tanggal Packing List. Format B/L hampir sama untuk seluruh Maskapai Pelayaran. Data yang terpenting dalam B/L adalah: a. Shipper name
: Nama Eksportir (dan alamat) pengirim barang
b. Consignee name
: Nama (dan alamat) Importir penerima barang di Negara Tujuan.
c. Notify Party
: Nama Perusahaan yang harus dihubungi oleh Maskapai
Pelayaran untuk memberitahu
kedatangan kapal. d. Port of Loading
: Nama Pelabuhan Muat (dan nama Negara).
e. Port of Destination : Nama Pelabuhan Tujuan (dan nama Negara). f. Name of Vessel
: Nama kapal (ketika berangkat dari Pelabuhan Muat), misal : MV. Sea Victory
g. 2nd Carrier h. Voyage No.
76
: Nama Kapal (ketika terjadi Pindah Kapal/Transhipment) : Nomor Pelayaran, misal : MV. Sea Victory V. 221
i. Nomor dan Tgl
: Tanggal B/L biasanya tanggal ketika kapal berangkat dari Pelanuhan muat.
j.
Goods Description : Uraian dan ringkasan spesifikasi barang
k. Packaging l.
: Jenis Kemasan
Chop & Signature :
Stempel dan tanda tangan Pejabat Maskapai pelayaran.
m. Quantity of Goods : Jumlah barang yang diangkut. n. Shipping Marks
: ’Tulisan atau Tanda’ yang tertera pada kemasan barang.
Harga barang tidak dicantumkan dalam B/L. Karena itu Eksportir tidak perlu menyerahkan Commercial Invoice pada waktu memberikan Instruksi Pengapalan kepada Maskapai Pelayaran. Data penting lain yang dicantumkan oleh Maskapai pelayaran sebagai data tambahan antara lain: a. Shipped on Board
: Barang telah dibuat di atas kapal;
b. Freight Prepaid
: Ongkos angkut telah dibayar;
c. Shipper Count & Stowed
: Barang jumlahnya
yang dimuat tidak dihitung oleh
Maskapai
pelayaran
(karena dimuat sendiri oleh Eksportir ke dalam kontainer dan disegel’ d. Container Number
: Nomor Kontainer
e. Seal Number
: Nomor Seal (segel pengaman, pintu kontainer tidak dapat dibuka tanpa merusak segel) dari Maskapai Pelayaran.
f. Tanda ”CY/CY”
: Eksportir membayar ongkos angkut kontainer dari container yard (CY) di Pelabuhan Muat sampai ke container yard (CY) di Pelabuhan Tujuan.
g. Free Time Demurrage
: “7 Days Free Time Demurrage” artinya bahwa Importir dapat mengambil barang sampai dengan 7 hari setelah kapal tiba di Pelabuhan Tujuan, tanpa tambahan biaya (normal 3 hari). Bila lewat 7 hari, biaya
77
sewa kontainer dan biaya penumpukan di pelabuhan menjadi beban Importir. 2.
Dokumen tambahan yang diperlukan importir untuk produk perikanan a. l. : a. Certificate of Origin (Surat Keterangan Asal) b. Catch Sertificate/SHTI atau bentuk yang lainnya.
3.
Dokumen untuk keperluan khusus yang diperlukan importir antara lain: a. Pre Shipment Survey Report (Laporan Pemeriksaan Sebelum Pengapalan) b. Certificate of Weight (Sertifikat Berat Barang) c. Health Certificate (Sertifikat Kesehatan) d. Fumigation certificate (sertifikat telah dilakukan tindakan agar tidak terjadi penyebaran hama atau kuman) e. Phytosanitary certificate (produk yang diangkut bebas dari hama)
Dokumen-dokumen diatas harus dilengkapi sebelum pelaksanaan ekspor/impor. Pemeriksaan di dasarkan PEB
Perusahaan Pelayaran
Surat Perintah Muat
Shipping
Ke Pelabuhan
Penataan Muatan
Bea Cukai Hasil Perikanan (Kontainer)
EMKL / U (Forwarder) Penyiapan Barang
Pelabuhan Tujuan
PEB CO (Certivicate of Original)
PPJK
Urusan Kepabeana Legalitas Perusahaan
Sertifikat Mutu Hasil Perikanann
SKP
HCC SHTI
Penentuan Alat Angkut
Eksportir
KJ
Kontrak Jual Beli
Importir (Pemesan Barang)
Gambar 22 Alur tatalaksana ekspor hasil perikanan
78
2 Prosedur Impor Kebalikan dari Ekpor adalah Impor,
proses dan dokumen yang
dibutuhkannya pun hampir serupa. Yang perlu ditambahkan sebelum adanya impor ikan perusahaan harus memiliki API –P impor (untuk keperluan sendiri, seperti memenuhi bahan baku industri, umpan kapal penangkap ikan) atau API-U (impor untuk tujuan perdagangan umum/dilepas ke pasar) yang dikeluarkan oleh kementerian teknis.
API ini yang akan dijadikan rujukan guna mendapatkan
kuota impor Ikan. Kuota ikan pada umumnya telah ditetapkan oleh Dinas DKI Jakarta. Selanjutnya, Ikan yang masuk diperiksa oleh pihak Kepabeanan dan Karantina Ikan, selanjutnya Karantina akan mengeluarkan Surat Pelepasan Ikan, yang menyatakan bahwa ikan tersebut aman dan bebas dari penyakit. Secara skematis alur tatalaksana impor hasil perikanan seperti Gambar 23. Kapal Masuk
Bea Cukai
PIB
Pemeriksaan Karantina
Jalur Hijau
Dok Perusahaan API P / U, Bukti bayar dll.
Perusahaan Importir
Jalur Merah
Ijin masuk CO, B/L dll.
KID 15
API P Pasar / Bahan Baku
KID 03
API U
IKIS
Gambar 23 Alur tatalaksana impor hasil perikanan. Keterangan: PIB = Pemberitahuan Impor Barang. KID 15 = Persetujuan pengeluaran barang menuju IKIS dari karantina. IKIS = Instalasi Karantina Ikan Sementara, berada di pelabuhan perikanan. KID 03 = Ijin distribusi setelah diperiksa bebas hama dan penyakit, serta aman bagi lingkungan (dari karantina). API P = Angka Pengenal Importir Produsen (Impor untuk kepentingan sendiri dan tidak boleh diperdagangkan). API U = Angka Pengenal Importir Umum (Impor untuk kepentingan usaha dengan memperdagang-kan atau memindahtangankan).
79
Setelah proses bea cukai, pada umumnya terbagi menjadi dua jalur yang sering disebut dengan jalur merah dan jalur hijau.
Jalur merah biasanya
diberlakukan bagi para importir baru, importir yang tidak kooperatif, perusahaan/pelaku usaha yang memiliki track record kurang baik atau pernah melakukan manipulasi serta adanya isu bahan berbahaya dalam produk yang dikirim ke Indonesia. Pada jalur merah pelaku usaha atau importir diberlakukan pemeriksaan oleh bea cukai dan karantina. Bebeda dengan jalur merah, pada jalur hijau diberlakukan bagi importir yang dipercaya dan memiliki track record yang baik selama melakukan kegiatan impor produk. Pelaku usaha pada jalur hijau ini tanpa melalui pemeriksaan karantina dan langsung melakukan proses KID 15. Angka Pengenal Impor (API), terdiri dari API Produsen (API P) dan API Umum (API U). Kedua surat ijin tersebut dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Kementerian Perdagangan. API P diberikan kepada importir yang melaukan impor barang untuk digunakan sendiri dan/atau untuk mendukung proses produksi dan tidak diperbolehkan untuk memperdagangkan atau memindahkan kepada pihak lain. Sedangkan API U diberikan kepada importir yang melakukan impor barang untuk keperluan kegiatan usaha dengan memperdagangkan atau memindahkan barang kepada pihak lain.
80
6 MODEL PENGEMBANGAN PEMASARAN EKSPOR IMPOR DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Analisis Kebutuhan Infrastruktur/Fasilitas Guna menunjang kegiatan perikanan, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Pelabuhan perikanan dapat berfungsi dengan baik apabila dapat melindungi kapal-kapal perikanan yang berlabuh dan beraktifitas di dalam areal pelabuhan. Fasilitas yang umum dimiliki pelabuhan perikanan diantaranya adalah fasilitas pokok dan fasilitas fungsional. Fasilitas pokok terdiri atas fasilitas perlindungan, fasilitas tambat dan fasilitas perairan pelabuhan. Fasilitas fungsional terdiri atas berbagai fasilitas untuk melayani berbagai kebutuhan di areal pelabuhan, seperti bantuan navigasi, layanan transportasi, layanan suplai kebutuhan bahan bakar dan sebagainya (Murdiyanto, 2004). Pertimbangan berdasarkan CCRF (FAO, 1995) dalam desain dan konstruksi pelabuhan sebagai tempat pendaratan adalah : a) Tempat yang aman untuk kapal perikanan dan tersedianya fasilitas pelayanan yang memadai untuk kapal, vendor dan pembeli, b) Pasokan air tawar yang memadai dan pengaturan sanitasi yang baik, c) Sistem
penanganan
limbah
harus
dipersiapkan,
termasuk
untuk
pembuangan minyak, air berminyak dan alat penangkapan ikan, d) Pencemaran dari kegiatan perikanan dan sumber-sumber eksternal yang harus diminimalisir, e) Dapat mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi. Fasilitas di suatu pelabuhan mendukung operasional kegiatan pelabuhan dengan tujuan sebagai pusat di bidang produksi perikanan, pengolahan maupun pemasarannya.
Untuk
mengetahui
optimalnya
suatu
fasilitas
dilakukan
pengukuran tingkat pemanfaatan fasilitas dermaga, kolam pelabuhan dan gedung pelelangan.
Ketiga fasilitas tersebut memiliki peran penting dalam kegiatan
produksi perikanan dan pemasaran ekspor impor perikanan di PPSNZJ, sedangkan pada industri pengolahan akan di analisis rasio pemanfaatan lahan di PPSNZJ yang digunakan sebagai area pengolahan/industri ikan.
81
1) Dermaga Jenis kegiatan kapal perikanan di PPSNZJ meliputi aktivitas masuk, tambat, dock, bongkar, isi perbekalan dan keluar. Dari semua aktivitas tersebut yang menggunakan fasilitas dermaga adalah aktivitas masuk, tambat, bongkar dan isi perbekalan. Jalur aktivitas kapal di PPSNZJ dimulai saat kapal masuk selanjutnya tambat di dermaga untuk melakukan pendaratan hasil tangkapan ikan/bongkar atau tanpa bongkar. Pendaratan langsung melalui dua dermaga yaitu pendaratan melalui dermaga timur dan pendaratan ikan melalui dermaga barat. Pendaratan melalui dermaga timur merupakan pendaratan ikan tuna segar dan ikan hasil tangkapan yang sejenis seperti ikan marlin, ikan layar, ikan pedang dan hiu, di darmaga timur juga didaratkan jenis jenis ikan yang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine seperti halnya ikan cakalang, sedangkan pendaratan melalui dermaga barat adalah pendaratan ikan segar dan beku yang ditangkap oleh jenis jenis kapal tradisional dengan alat tangkap gillnet dan bouke ami. Jenis ikan yang tangkap dengan jenis kapal ini didominasi pada jenis tongkol dan cumi. Rasio tingkat pemanfaatan dermaga di PPSNZJ sudah mencapai 100%, bahkan pemanfaatan dermaga di PPSNZJ sudah melebihi kapasitasnya. Kondisi ini terlihat dari padatnya kapal. Saat ini pengelolaan dermaga belum dilakukan oleh PPSNZJ, sehingga banyaknya kapal yang tambat labuh berada di dermaga dalam waktu yang lama.
Gambar 24 Kondisi tingkat pemanfaatan dermaga
82
Dermaga di PPSNZJ terdiri dari 3 dermaga yaitu dermaga sepanjang 775 meter untuk bongkar muat kapal tuna, dermaga sepanjang 868 meter untuk pendaratan kapal-kapal tradisional dan dermaga yang digunakan untuk kapal berukuran > 200GT.
Dari ketiga dermaga tersebut, PPSNZJ memiliki 36
tambatan yang terdiri dari 28 tuna landing center dan 8 transit sheed. Kapalkapal yang masuk ke PPSNZJ dan menggunakan dermaga rata-rata berukuran 5 sampai >200 GT. Fungsi fasilitas dermaga pada kegiatan ekspor impor adalah sebagai tempat bersandar bagi kapal besar. 25.00 L1=(1,07 - 1,18) L 25.00
L
15.00
L
L
Dermaga Gambar 25 Perhitungan panjang dermaga Pada kapal ukuran 3.000 GT yang memiliki panjang antara 90 – 120 m, dengan menggunakan rumus L1 = (1,07 – 1,18) L, dimana asumsi panjang kapal menggunakan ukuran maksimal 120 m dan koefisien dipakai nilai maksimal yaitu 1,18; maka diperoleh panjang dermaga minimal sepanjang 142 m. Di PPSNZJ telah tersedia dermaga sepanjang 200 m yang dapat digunakan untuk kapal ekspor impor yang akan masuk ke PPSNZJ.
Dengan demikian kapasitas dermaga
sebagai tempat sandar bagi kapal 3.000 GT memiliki kecukupan, akan tetapi perlu dilakukan suatu pengelolaan pemanfaatan dermaga pada kapal-kapal yang tidak produktif dan kapal mati dengan melakukan pengaturan tata letak dan relokasi, sehingga tingkat pemanfaatan sesuai dengan kapasitas dermaga. 2) Kolam pelabuhan Fasilitas lain terkait kapal angkut yang berukuran besar untuk kegiatan ekspor impor adalah fasilitas kolam pelabuhan. Fasilitas kolam pelabuhan yang dimiliki PPSNZJ mencapai luas 40 Ha dengan kedalaman -4,5 sampai -7,5 m. Rata-rata kapal yang masuk ke PPSZNJ mempunyai panjang 26 m.
Kapal
terbesar yang pernah memasuki kolam PPSNZJ berukuran panjang 70 m dengan
83
lebar 30 m. Hasil perhitungan dan pengukuran terhadap data kapal, seyogyanya luas kolam pelabuhan adalah 70,22 Ha. Hal ini menunjukkan dengan luas yang sekarang dimiliki oleh PPSNZJ hanya dapat menampung 60% dari kondisi normal. Tingkat pemanfaatan kolam pelabuhan saat ini mencapai 100%, dan telah melebihi daya tampungnya, hal tersebut dikarenakan banyaknya kapal yang berada di kolam pelabuhan dalam jangka waktu yang lama.
Gambar 26 Kondisi tingkat pemanfaatan kolam pelabuhan.
Seperti halnya dermaga, fungsi kolam pelabuhan merupakan alur dan tempat tambat/labuh bagi kapal besar yang akan memuat kontainer untuk ekspor ikan. Alur kedalaman yang ada mempunyai kedalaman -7,5 - -8,5 m, sehingga dapat dilalui oleh kapal dengan ukuran 3.000GT yang mempunyai draft sedalam – 6,5 m. Kondisi ini menunjukkan bahwa kapasitas kolam pelabuhan di PPSNZJ mampu menampung kapal besar, akan tetapi perlu adanya pengelolaan tata letak bagi kapal-kapal yang ada di kolam pelabuhan dalam jangka waktu lama dan tidak produktif ataupun kapal mati.
84
Gambar 27 Rencana pusat kegiatan ekspor impor di PPSNZJ. 3) Lahan untuk penimbunan refeer container dan parkir truck container PPSNZJ menyediakan 40 Ha lahan untuk kawasan industri dari 70 Ha lahan darat yang dimilikinya. Secara kontraktual seluruh kawasan 40 Ha telah disewa oleh para pengguna/Pengusaha Perikanan. Namun yang terbangun baru mencapai 34,4 Ha (86%) yang terdiri dari 73 perusahaan, sedangkan sisanya 5,6 Ha (14%) masih belum dibangun/dimanfaatkan. Dari lahan yang sudah dibangun untuk kegiatan industri (34,4 Ha), seluas 16,51 Ha (48%) untuk pembangunan coldstorage, seluas 15,48 Ha (45%) untuk Unit Pengolahan Ikan dan sisanya seluas 2,41 Ha (7%) untuk fishmeal dan lainnya. Pada saat kegiatan ekspor impor dilaksanakan di PPSNZJ, banyaknya refer container dan truck container perlu diperhatikan dan ditempatkan pada lokasi yang khusus. Berdasarkan data di lapangan, dimensi 1 unit kontainer yang umum digunakan untuk mengangkut hasil perikanan mempunyai panjang 11,48 m dan lebar 2,26 m sehingga dibutuhkan luas per kontainer 25,94 m2. Apabila diasumsikan luas jarak rata-rata antar kontainer 4 m2, maka luasan per kontainer rata-rata 30 m2. Untuk penimbunan sementara 100 kontainer yang akan diangkut, akan dibutuhkan luas 3.000 m2 dan untuk bongkar 100 kontainer akan dibutuhkan lahan seluas 3.000 m2, sehingga berdasarkan perhitungan dibutuhkan minimal 6.000 m2 untuk penimbunan sementara (bongkar dan muat) kontainer. Lahan yang dimiliki oleh PPSNZJ dapat menampung penimbunan sementara tersebut.
85
Dermaga Ekspor Impor
Jetty 30 100
100 Tempat Bongkar Sementara
Tempat Timbun Sementara
Gambar 28 Posisi tempat penimbunan sementara.
4) Air bersih Minimal air bersih yang dibutuhkan di PPSNZJ setiap harinya adalah sebesar 1.500 ton untuk memenuhi kebutuhan sekitar 151 pelaku usaha, sedangkan kapasitas produksi air bersih sebesar 4.000 ton/hari. Maka fasilitas air bersih di PPSNZJ dapat dinyatakan layak dengan kapasitas yang saat ini ada.
5) Fasilitas pencegah sedimentasi dan erosi Fasilitas yang dibutuhkan untuk mencegah sedimentasi atau pendangkalan adalah breakwater (penahan gelombang) dan untuk mencegah erosi adalah revetment (turap).
Di PPSNZJ memiliki fasilitas breakwater di sisi barat
sepanjang 750 m dan di sisi timur sepanjang 290 m, sepanjang total menjadi 1.040 m. Revetment berfungsi untuk menahan tanah dari gerusan arus dan gelombang. Di PPSNZJ memiliki fasilitas revetment di sisi barat kolam adalah 1.480 m dan di sisi timur adalah 1.560 m, total adalah sepanjang 3.040 m. Dengan demikian abrasi dan siltation rate di kolam pelabuhan dapat diminimalisir.
6) Sistem pembuangan limbah Limbah yang dihasilkan di PPSNZJ terdiri dari 3 jenis yaitu limbah padat, limbah udara dan limbah cair. Penanganan limbah padat dengan memisahkan sampah an-organik dan organik.
86
Sampah an-organik dibakar di incinerator
dengan kapasitas 15-20 m3/hari.
Sampah organik untuk sementara saat ini
dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) DKI Jakarta. Penanganan limbah udara adalah dengan mencegah terjadinya pembusukan. Contoh pada Gedung TPI dan Pusat Pemasaran Ikan yang harus segera dibersihkan setelah selesai aktivitas.
Termasuk kelancaran drainase yang menghubungkan ke laut.
Penanganan limbah cair termasuk air yang mengandung minyak, menggunakan sistem flushing dengan tenaga pasang surut. Pada saat pasang, seluruh benda mengambang di kolam akan mengalir ke kolam sementara, kemudian diberi bahan bio-remidial yang disebar ke seluruh permukaan kolam sementara. Dalam jangka waktu 2-3 jam akan membentuk koagulasi dan menjadi makanan ikan. Berdasarkan hasil analisis fasilitas di atas, fasilitas PPSNZJ untuk mendukung sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan telah tersedia. Namun demikian, beberapa fasilitas perlu dilakukan tindakan pengelolaan yang tepat. Tujuan dari pengelolaan pemanfaatan fasilitas ini adalah agar optimalisasi pemanfaatan fasilitas dapat berjalan dengan baik dan para pengguna dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut.
6.2
Analisis Kelayakan Aktivitas dan Pelayanan Ekspor
6.2.1 Aktivitas ekspor Kontribusi PPSNZJ dalam produksi ikan nasional terus meningkat sejak tahun 2006. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah ekspor di PPSNZJ, sehingga pada tahun tersebut PPSNZJ memberikan kontribusi yang signifikan pada ekspor ikan nasional dibanding pada tahun 2008. Pertumbuhan ekspor ikan di PPSNZJ mengarahkan PPSNZJ untuk dapat menjadi pelabuhan yang melakukan kegiatan ekspor secara mandiri. Hal tersebut sesuai dengan yang disebutkan oleh Budiharsono (2001) bahwa ekspor suatu wilayah dapat menentukan arah dan pertumbuhan suatu wilayah.
Tabel 12 Nilai LQ ekspor PPSNZJ terhadap ekspor nasional 2006 1,42
2007 1,78
2008
2009 2,16
2,40
87
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan adalah teknik LQ atau location quotient (Hendayana 2003). Nilai LQ ekspor di PPSNZJ menjadi basis atau sumber pertumbuhan di kawasan PPSNZJ yang ditunjukkan dengan nilai LQ>1 selama 4 tahun terakhir, bahkan terus meningkat selama tahun 2006 sampai 2009 (Tabel 12).
Kondisi ini
menunjukkan bahwa kegiatan ekspor ikan dari PPSNZJ menjadi sumber pertumbuhan untuk PPSNZJ dan sekitarnya maupun secara nasional. Produksi perikanan tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayah sekitarnya, tetapi juga dapat di ekspor ke luar wilayah. Pertumbuhan yang terjadi akibat dari kegiatan ekspor mempengaruhi kawasan PPSNZJ dan sekitarnya memberikan dampak multiplier effect bagi kondisi ekonomi sekitar PPSNZJ. Hal tersebut sesuai dengan Sabana (2007) yang menyebutkan bahwa pasar ekspor dipandang sebagai penggerak ekonomi lokal. Kegiatan-kegiatan yang mendukung ekpor ikan di PPSNZJ dilakukan dan memberikan manfaat kesejahteraan bagi para pelakunya. Dengan melihat trend perkembangan ekspor yang terus meningkat mendekati persamaan logarithmic y = 21010ln(x) + 20402 maka dapat diprediksi untuk 2 tahun ke depan tingkat volume ekspor pada tahun 2011 sebesar 58.046,87 ton dan tahun 2012 sebesar 61.285,57 ton (R2 = 0,7111) (Lampiran 10) . Jumlah ekspor pada dua tahun tersebut diperkirakan meningkat. Kondisi ini diharapkan mampu mendukung PPSNZJ menjadi basis pemasaran ekspor impor ikan. Dari estimasi volume ekspor tahun 2012 sebanyak 58.046,87 ton (Lampiran 10), dengan volume rata-rata muat 25 ton per kontainer maka dalam setahun akan diangkut sebanyak 2.362 kontainer atau sebanyak 24 trip dalam setahun atau dalam 15 hari dilakukan 1 trip (1 bulan terjadi 2 trip). Volume ini berasal dari ikan yang didaratkan di PPSNZJ saat ini. Apabila PPSNZJ dapat ditetapkan sebagai Pelabuhan Hub khusus hasil perikanan, akan dapat membangkitkan perikanan di pelabuhan perikanan lainnya, yang diperkirakan akan meningkat 2 kali lipat atau sebulan menjadi 4 trip, sehingga setiap minggu dapat dilakukan pengiriman. Kegiatan pelayanan ekspor impor secara terpadu membutuhkan suatu tindakan koordinasi antar instansi yang terkait. Beberapa instansi terkait kegiatan
88
ekspor impor belum dilakukan secara terintegrasi dan tersedia di PPSNZJ seperti imigrasi, bea cukai, perbankan, dan karantina.
Setiap negara mempunyai
peraturan serta sistem perdagangan yang berbeda-beda. Lembaga yang terlibat dalam transaksi ekspor impor tersebut baik para pengusaha yaitu eksportir dan importir atau pihak yang terlibat baik langsung ataupun tidak, sangat perlu mengikuti perkembangan peraturan serta sistem perdagangan luar negeri yang diberlakukan disetiap negara tujuan ekspor. Dalam
transaksi
perdagangan
ekspor,
seorang
eksportir
banyak
berhubungan dengan berbagai instansi/ lembaga yang menunjang terlaksananya kegiatan ekspor.
Namun lembaga-lembaga yang berkaitan dengan kegiatan
ekspor tersebut terkadang belum seluruhnya dikenal atau bahkan dimanfaatkan diIndonesia. Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam kegiatan ekspor-impor Ikan yaitu : 1) Pemda, Kementerian Perdagangan dan pajak untuk menerbitkan TDUP, SIUP, TDP/NPWP 2)
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ditjen P2HP yang menerbitkan Sertifikat Kelayakan Pengolahan
3)
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Karantina dan Laboratorium Mutu Hasil Perikanan yang mengeluarkan HACCP
4)
Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mengeluarkan sertifikan Hasil Tangkapan Ikan atau yang sejenis
5)
Bank termasuk didalamnya lembaga-lembaga yang menangani kegiatan ekspor seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
6)
Kementerian Perdagangan yang Mengeluarkan CO (Certificate of Origin)
7)
Freight Forwarder, EMKL/ EMKU
8)
Maskapai Pelayaran/Perkapalan (menerima barang-barang dari shipper/ eksportir/freight forwarder dan mengatur pengangkutan barang-barang serta menerbitkan Bill of Lading (B/ L) atau surat bukti muat barang)
9)
Insurance Certificate/Sertifikat Asuransi (yaitu yang mengasuransikan barang-barang yang dikapalkan sesuai nilai yang disyaratkan, yang mengeluarkan sertifikat/polis asuransi untuk menutupi resiko serta yang menyelesaikan tagihan/ tuntutan kerugian-kerugian) .
89
10)
Bea Cukai bagi eksportir bertindak sebagai pihak yang meneliti dokumen, menentukan besaran pajak dan memberikan izin barang untuk dimuat dikapal. Peran bea cukai dapat lebih mendukung pengembangan perikanan tangkap antara lain : (1) Bea cukai agar dapat menekan beban biaya modal pelaku usaha dalam negeri menjadi 0 (nol), terutama komponen luar negeri yang diimpor seperri mesin kapal dan barang modal lainnya (2) Bea cukai diharapkan dapat menekan biaya-biaya untuk ekspor, retribusi dan pajak-pajak lainnya. Untuk meningkatkan daya saing perlu adanya penghapusan pajak berganda seperti adanya retribusi laut dan pemberian subsidi retribusi lainnya sebagai komponen biaya operasional. (3) Perlu adanya kerjasama dengan Kementerian Keuangan agar pelabuhan perikanan tidak ada beban setoran dan beberapa pajak ditiadakan. Kondisi ini untuk meningkatkan daya saing dan pendapatan nelayan. Dalam hal ini, pendapatan bea cukai akan menurun, namun hal tersebut secara ekonomi nasional akan tertutupi dengan peningkatan pendapatan masyarakat dan devisa negara akibat perdagangan internaisonal. Diperlukan juga penghapusan retribusi laut, pajak berganda dan lain-lain yang memberatkan pelaku usaha. Untuk dapat menekan biaya ekspor, perlu juga dipertimbangkan memperpendek prosedur ekspor dengan dibenarkannya melakukan self assessment dalam penyiapan dokumen ekspor bagi perusahaan yang terakreditasi oleh suatu badan yang dibentuk oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
11)
Surveyor/Pemeriksa/Inspection Certicate (yang ditunjuk oleh pemerintah yang berwenang dalam pemeriksaan mutu, jumlah barang dan lain sebagainya serta memeriksa barang-barang ekspor tertentu dinegara tempat tibanya barang dengan penerbitan surat laporan pemeriksaaan (LKP) dan memeriksa kebenaran barang-barang impor dinegara asal impor barang.
Kelembagaan ekspor yang saat ini ada di PPSNZJ adalah Kesyahbandaran, Kantor Kesehatan, Penerbitan SHTI, SLO, Bank DKI, Pos BRI; sedangkan
90
Karantina dan Laboratorium Mutu, Bea Cukai, dan Imigrasi belum berada di PPSNZJ. Apabila kelembagaan yang belum ada di PPSNZJ dapat menyatu di Kantor Pelayanan terpadu maka akan memudahkan dalam proses penerbitan kelengkapan dokumen ekspor. Kelengkapan inilah yang menentukan kelayakan kelembagaan ekspor impor di pelabuhan. 6.2.2 Persepsi, harapan dan tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap fasilitas dan jasa pelayanan untuk mendukung kegiatan ekspor impor di PPSNZJ Pelaku usaha di PPSNZJ adalah nelayan, penjual ikan, pengolah ikan, dan semua orang yang memiliki kepentingan ekonomi di PPSNZJ. Para pelaku usaha menggunakan fasilitas dan mendapatkan pelayanan dari PPSNZJ dalam kegiatan yang mereka lakukan di PPSNZJ, sedangkan pengelola PPSNZJ wajib memberikan pelayanan dan aksesibilitas terhadap fasilitas yang dapat mendukung kegiatan para pelaku usaha di PPSNZJ. Murdiyanto (2004) menyebutkan bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat kegiatan perikanan yang juga memiliki fungsi industri. Adapun prasarana pelabuhan perikanan yang dibangun harus dapat mendukung pengembangan industri yang berwawasan agribisnis, yang mempunyai fungsi 1) pusat pengembangan masyarakat nelayan; 2) tempat berlabuh kapal perikanan; 3) tempat pendaratan ikan hasil tangkapan; 4) tempat untuk memperlancar kegiatan kapal-kapal perikanan; 5) pusat penanganan dan pengolahan hasil perikanan; 6) pusat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan; 7) pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan; 8) pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data perikanan; 9) pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan. Persepsi untuk mengetahui pendapat pelaku usaha terhadap fasilitas dan pelayanan di PPSNZJ berdasarkan pertanyaan terhadap fasilitas dermaga bongkar, tempat pendaratan ikan, fasilitas pemasaran ikan, kondisi pelayanan yang diberikan, kondisi lingkungan yang bersih dan higienis, jalan akses dan alur pelayaran untuk mempercepat aksesibilitas ekspor, perusahaan dan sarana penyimpanan ikan serta harapan terhadap perkembangan pelabuhan sebagai tempat ekspor langsung. Penilaian fasilitas dengan menggunakan skala Likert skala 1 sampai 5, dan masing-masing definisi adalah kondisi tidak baik (skala 1), kondisi kurang baik (skala 2), kondisi cukup baik tetapi tidak menimbulkan efek
91
apapun bagi pengguna jasa dan perbaikan tidak banyak mempengaruhi kondisi yang ada (skala 3), kondisi baik dan mengharapkan perbaikan di kemudian hari (skala 4) dan kondisi sudah sangat baik dan mengharapkan perbaikan (skala 5). Sebanyak 40% pelaku usaha menyatakan fasilitas dermaga tidak menimbulkan efek apapun bagi mereka, sebelum dan sesudah perbaikan dermaga, sebagian besar pengguna fasilitas dermaga tidak terpengaruh terhadap perbaikan tersebut. Para pelaku usaha mengikuti apa adanya kondisi bongkar yang sudah ada.
Namun demikian, sebanyak 27 % pelaku usaha menyatakan fasilitas
dermaga bongkar dalam kondisi baik dan mengharapkan adanya perbaikan fasilitas dermaga guna meningkatkan mutu ikan yang didaratkan di pelabuhan. Sebanyak 6% pelaku usaha menyatakan fasilitas dermaga bongkar dalam kondisi tidak baik, 17% menyatakan fasilitas dermaga bongkar dalam kondisi kurang baik, sedangkan 10% menyatakan fasilitas dermaga bongkar sudah sangat baik (Gambar 29). Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan bahwa fasilitas dermaga bongkar saat ini masih kurang memadai untuk mencukupi kebutuhan pelaku usaha. Bila dibandingkan dengan tingkat pemanfaatan dermaga yang mencapai 100%, menunjukkan bahwa perlu dilakukan suatu tindakan pemenuhan kebutuhan dermaga di PPSNZJ.
Nilai tingkat pemanfaatan yang sudah melebihi
kapasitasnya memberikan persepsi kepada para pelaku usaha bahwa fasilitas dermaga tidak menimbulkan efek karena belum adanya perubahan baik secara kuantitas dermaga maupun pengelolaan penggunaan dermaga, sehingga banyak kapal yang tidak produktif lama melakukan tambat di dermaga PPSNZJ.
10%
6% 17%
27% 40%
Tidak baik
Kurang baik
Baik
Sangat baik
Cukup Baik
Gambar 29 Persepsi pelaku usaha terhadap fasilitas dermaga bongkar.
92
Pelayanan terhadap dokumen terkait dengan kapal dapat dikatakan sedikit lebih baik. Alasan responden mengatakan hal tersebut antara lain a) SOP yang ada sangat memudahkan mereka dan b) adanya pusat pelayanan satu atap atau pos terpadu, sehingga pelayanan beberapa dokumen dapat langsung dilaksanakan, selain itu pelayanan dilakukan selama 24 jam 7 hari per minggu, c) dan berdasarkan data responden yang masuk, 40 % menyatakan pelayanan dokumen terkait kapal sudah sangat baik, 33% menyatakan baik. Pelayanan yang diberikan sudah memadai, tetapi perlu diberikan pelayanan prima di PPSNZJ yang dicikan oleh faster, cheaper, better dan accountable. Beberapa peningkatan kinerja yang perlu diperbaiki antara lain : a) adanya instansi yang menangani mutu, sehingga mempermudah proses peningkatan daya saing produk, b) link antar dan inter instansi yang efektif sehingga cukup satu dokumen untuk mengurus seluruh kebutuhan kapal, seperti adanya Surat Ijin Berlayar (SIB) atau Surat Persetujuan Berlayar (SPB) ganda, b) masih adanya pungutan dari instansi terkait di jalan masuk pelabuhan, c) belum adanya karantina ikan, sehingga proses ikan masuk masih melalui Tanjung Priok, d) pengawasan yang belum terpadu, e) institusi terkait seperti Imigrasi, beacukai masih belum berkantor di PPSNZJ.
Sementara 27% responden menyatakan
bahwa pelayanan dokumen kapal cukup baik dengan alasan kondisi dulu dan sekarang tidak jauh berbeda. Pendapat tersebut disampaikan sebagian responden pemilik kapal yang tidak berhubungan langsung dengan petugas (Gambar 30).
40%
27%
33% Tidak baik Baik
Kurang baik Sangat baik
Cukup Baik
Gambar 30 Persepsi pelaku usaha terhadap kondisi pelayanan yang diberikan.
93
Penilaian kondisi lingkungan yang bersih dan higienis oleh mayoritas responden (50%) dinilai kurang baik. Kondisi tersebut dikarenakan kebersihan limbah yang menimbulkan bau di sekitar kawasan, sampah yang terkadang menumpuk, kolam pelabuhan masih banyak tumpahan oli dan sampah mengapung lainnya, kebersihan PPI dan TPI masih kurang sehingga mengurangi mutu ikan, masih adanya genangan air pada beberapa jalan kawasan akibat air pasang (Gambar 31).
6%
7% 10%
27% 50%
Tidak baik
Kurang baik
Baik
Sangat baik
Cukup Baik
Gambar 31 Persepsi pelaku usaha terhadap kondisi lingkungan yang bersih dan higienis.
Penilaian akses guna mendukung ekspor dari PPSNZJ dinilai sangat kurang, baik itu akses darat maupun akses laut. Bila ditinjau akses darat yang menuju ke point of export yakni bandara, dirasakan padat, kumuh, dan sempit serta banyak pemakai jalan yang tidak disiplin sehingga sering terjadi kemacetan. Dengan jarak sepanjang 1.8 km antara PPSNZJ dengan pintu tol terdekat, dilalui dengan waktu tempuh rata rata 45 menit bahkan dapat mencapai 1 jam. Sementara untuk jalur laut, kedalaman kolam pelabuhan (-4,5 - -7,5 meter) dirasakan masih kurang untuk mendukung ekspor langsung dari PPSNZJ (Gambar 32).
94
10% 0% 7%
27% 56%
Tidak baik
Kurang baik
Baik
Sangat baik
Cukup Baik
Gambar 32 Persepsi pelaku usaha terhadap jalan akses dan alur pelayaran yang dapat mempercepat akses ekspor hasil perikanan. Keberadaan cold storage dinilai cukup baik oleh 60% responden. Hal ini disebabkan karena keyakinan responden bahwa pemilik kapal akan menyesuaikan kondisi fasilitas cold storage ini tekait dengan pemasaran ikan yang mereka kembangkan. Namun sebagai catatan cold storage yang dimiliki Perum sangat berimplikatif pada 17% responden yang menyatakan kurang baik karena cold storage yang ada kurang higienis (Gambar 33). 6%
7% 10%
17% 60%
Tidak baik
Kurang baik
Baik
Sangat baik
Cukup Baik
Gambar 33 Persepsi pelaku usaha terhadap perusahaan dan sarana penyimpanan ikan. Sebanyak 73% responden menyatakan sangat baik apabila perkembangan PPSNZJ sebagai tempat melakukan ekspor secara langsung, kondisi ini perlu dilakukan dengan perbaikan fasilitas yang memadai untuk kegiatan ekspor impor perikanan.
Sebagian kecil responden menyatakan cukup baik apabila
95
perkembangan PPSNZJ sebagai tempat ekspor langsung, artinya ekspor dapat dijalankan sesuai dengan kondisi yang ada (Gambar 34).
3%
0% 7% 17%
73%
Tidak baik
Kurang baik
Baik
Sangat baik
Cukup Baik
Gambar 34 Persepsi pelaku usaha terhadap harapan perkembangan pelabuhan sebagai tempat ekspor langsung Hasil analisis persepsi terhadap fasilitas dan pelayanan di PPSNZJ perlu dilakukan perbaikan fasilitas dan optimalisasi pelayanan dan pemanfaatan fasilitas-fasilitas PPSNZJ.
Hal tersebut perlu dilakukan mengingat bahwa
PPSNZJ dan stakeholder yang terkait menginginkan pelaksanaan kegiatan ekspor secara mandiri. Kegiatan ekspor di PPSNZJ akan mendorong kegiatan ekonomi yang memberikan dampak secara tidak langsung terhadap kesejahteraan para pelaku yang terkait, baik melalui pelayanan maupun pemanfaatan fasilitas pelabuhan. Yusuf, Moedikdjo, Saeni dan Nasution (2005) menyebutkan bahwa peningkatan pelayanan dan peningkatan kesempatan stakeholder dalam memanfaatkan
fasilitas
pelabuhan
perikanan
dapat
meningkatkan
atau
mempertahankan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat di sekitar pelabuhan perikanan. Tingkat kepuasan terhadap fasilitas dan jasa PPSNZJ diukur dengan harapan dan kepuasan stakeholder terhadap 5 dimensi pertanyaan yang terdiri dari tangibility, reliability, responsiveness, assurance dan empathy. Masing-masing dimensi memiliki skor harapan dan kepuasan dari fasilitas dan pelayanan PPSNZJ. Skor harapan dari stakeholder merupakan nilai yang diharapkan dari fasilitas dan pelayanan di PPSNZJ, sedangkan skor kepuasan merupakan kondisi eksisting yang diterima stakeholder dari fasilitas dan pelayanan di PPSNZJ.
96
Selisih dari skor kepuasan dan harapan menunjukkan seberapa besar nilai kepuasan stakeholder terhadap harapan yang diinginkannya dari fasilitas dan pelayanan di PPSNZJ. 1) Dimensi tangibility Pada dimensi tangibility terdiri dari pertanyaan tentang wujud kenyataan secara fisik dari fasilitas dan pelayanan PPSNZJ.
Berdasarkan analisis
tingkat kepuasan, stakeholder merasakan bahwa fasilitas dan pelayanan yang diberikan belum memenuhi harapan mereka pada fasilitas dan pelayanan kemudahan menjangkau lokasi PPSNZJ, kemudahan akses di dalam PPSNZJ, keamanan lingkungan PPSNZJ, kebersihan lingkungan PPSNZJ, kondisi BBM pada fasilitas pra produksi, kondisi areal usaha,listrik dan air bersih pada fasilitas produksi. Ketidakpuasan stakeholder ditunjukkan dari selisih kepuasan dan harapan yang bernilai negatif. Kepuasan stakeholder dirasakan telah memenuhi harapan mereka adalah pada kondisi penjualan bahan baku pada fasilitas pra produksi, kondisi tempat penanganan ikan pada fasilitas produksi/pengolahan, ketersediaan fasilitas ekspor ikan dan ketersediaan fasilitas health certificate untuk komoditi ikan (Lampiran 11). Skor rata-rata harapan para stakeholder terhadap kualitas jasa dari dimensi tangibility sebesar 2,78, sementara rata-rata skor kepuasan hanya sebesar 2,44. Selisih dari kepuasan dan harapan sebesar -0,34 yang menunjukkan bahwa kepuasan stakeholder belum mencapai harapan mereka terhadap kualitas jasa dalam dimensi tangibility. Kualitas jasa dari dimensi tangibility, tingkat kepuasan secara keseluruhan mencapai 87,80%. Tingkat kepuasan mencapai nilai 87,80% dirasakan sudah sangat baik untuk memenuhi harapan stakeholder terhadap fasilitas dan pelayanan PPSNZJ dari dimensi tangibility. 2) Dimensi reliability Pada dimensi reliability terdiri dari pertanyaan tentang kemampuan PPSNZJ memberikan fasilitas dan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Berdasarkan analisis tingkat kepuasan pelaku usaha, stakeholder merasakan bahwa fasilitas dan pelayanan yang
97
diberikan belum memenuhi harapan mereka adalah kapasitas penjualan bahan baku pada fasilitas pra produksi, kapasitas areal usaha industri, listrik dan air bersih pada fasilitas produksi/pengolahan, kelengkapan fasilitas ekspor dan kecepatan pelayanan dalam proses dokumen kapal. Ketidakpuasan stakeholder ditunjukkan dari selisih kepuasan dan harapan yang bernilai negatif. Kepuasan stakeholder dirasakan telah memenuhi harapan mereka adalah pada kapasitas BBM pada fasilitas pra produksi, kapasitas tempat penanganan ikan pada fasilitas produksi/pengolahan, kecepatan pelayanan pengelola dalam proses ekspor (SHTI) dan kecepatan pelayanan fasilitas health certificate untuk kegiatan ekspor (Lampiran 11). Skor rata-rata harapan para stakeholder terhadap kualitas jasa dari dimensi reliability sebesar 2,88, sementara rata-rata skor kepuasan hanya sebesar 2,53. Selisih dari kepuasan dan harapan sebesar -0,35 yang menunjukkan bahwa kepuasan stakeholder belum mencapai harapan mereka terhadap kualitas jasa dalam dimensi reliability. Kualitas jasa dari dimensi reliability, tingkat kepuasan secara keseluruhan mencapai 87,96%. Tingkat kepuasan mencapai nilai 87,96% dirasakan sudah sangat baik untuk memenuhi harapan stakeholder terhadap fasilitas dan pelayanan PPSNZJ dari dimensi reliability. 3) Dimensi responsiveness Pada dimensi responsiveness terdiri dari pertanyaan tentang keinginan para staf pengelola PPSNZJ membantu para pengguna dan memberikan pelayanan dengan tanggap dan peduli terhadap keluhan atau harapan pengguna. Berdasarkan analisis tingkat kepuasan pelaku usaha, stakeholder merasakan bahwa fasilitas dan pelayanan pada keseluruhan dimensi responsiveness belum memenuhi harapan mereka yang terdiri dari kesediaan pengelola dalam memberikan pelayanan, respon pengelola dalam memberikan pelayanan dan kepedulian pengelola dalam operasional PPSNZJ. Ketidakpuasan stakeholder ditunjukkan dari selisih kepuasan dan harapan yang bernilai negatif. Skor rata-rata harapan para stakeholder terhadap kualitas jasa dari dimensi responsiveness sebesar 2,98, sementara rata-rata skor kepuasan 98
hanya sebesar 2,50. Selisih dari kepuasan dan harapan sebesar -0,48 yang menunjukkan bahwa kepuasan stakeholder belum mencapai harapan mereka terhadap kualitas jasa dalam dimensi responsiveness. Kualitas jasa dari dimensi responsiveness, tingkat kepuasan secara keseluruhan mencapai 83,95%. Tingkat kepuasan mencapai nilai 83, 95% dirasakan sudah sangat baik untuk memenuhi harapan stakeholder terhadap fasilitas dan pelayanan PPSNZJ dari dimensi responsiveness. 4) Dimensi assurance Pada dimensi assurance terdiri dari pertanyaan tentang kompetensi yang memberikan rasa aman dari bahaya, risiko atau keraguan dan kepastian yang mencakup pengetahuan, kesopanan dan sikap dapat dipercaya yang dimiliki oleh staf PPSNZJ. Berdasarkan analisis tingkat kepuasan pelaku usaha, stakeholder merasakan bahwa fasilitas dan pelayanan yang diberikan belum memenuhi harapan mereka adalah pada penampilan fisik, kesopanan dan kebersihan staf yang memberikan pelayanan dan pengetahuan dan ketrampilan staf yang memberikan pelayanan. Ketidakpuasan stakeholder ditunjukkan dari selisih kepuasan dan harapan yang bernilai negatif. Kepuasan stakeholder dirasakan telah memenuhi
harapan
mereka
adalah pada
keramahan
staf dalam
memberikan pelayanan dan jaminan ketepatan waktu selesai proses dokumen ekspor. Skor rata-rata harapan para stakeholder terhadap kualitas jasa dari dimensi assurance sebesar 2,80, sementara rata-rata skor kepuasan sebesar 3,08. Selisih dari kepuasan dan harapan sebesar 0,28 menunjukkan bahwa kepuasan stakeholder telah memenuhi harapan mereka terhadap kualitas jasa dalam dimensi assurance. Kualitas jasa dari dimensi assurance, tingkat kepuasan secara keseluruhan mencapai 100%.
Tingkat kepuasan mencapai nilai 100%
diartikan sebagai tingkat kepuasan stakeholder telah melampaui harapan mereka terhadap fasilitas dan pelayanan PPSNZJ dari dimensi assurance.
99
5) Dimensi empathy Pada dimensi empathy terdiri dari pertanyaan tentang sifat dan kemampuan pengelola PPSNZJ untuk memberikan perhatian penuh kepada stakeholder, kemudahan melakukan kontak, komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan stakeholder secara individual.
Berdasarkan
analisis tingkat kepuasan pelaku usaha, stakeholder merasakan bahwa fasilitas dan pelayanan yang diberikan belum memenuhi harapan mereka adalah pada adanya prosedur pelayanan yang cepat, sederhana, mudah dan jelas untuk pelayanan ekspor, kemudahan mendapatkan informasi melalui media
dan
keluhan
dan
saran
yang
ditanggapi
dengan
baik.
Ketidakpuasan stakeholder ditunjukkan dari selisih kepuasan dan harapan yang bernilai negatif. Kepuasan stakeholder dirasakan telah memenuhi harapan mereka adalah pada kemudahan komunikasi dan hubungan secara langung. Skor rata-rata harapan para stakeholder terhadap kualitas jasa dari dimensi empathy sebesar 2,93, sementara rata-rata skor kepuasan hanya sebesar 2,38. Selisih dari kepuasan dan harapan sebesar -0,45 yang menunjukkan bahwa kepuasan stakeholder belum mencapai harapan mereka terhadap kualitas jasa dalam dimensi empathy. Kualitas jasa dari dimensi empathy, tingkat kepuasan secara keseluruhan mencapai 81,06%. Tingkat kepuasan mencapai nilai 81, 06% dirasakan sudah sangat baik untuk memenuhi harapan stakeholder terhadap fasilitas dan pelayanan PPSNZJ dari dimensi empathy. Secara keseluruhan dimensi penilaian kualitas dari fasilitas dan pelayanan PPSNZJ (Tabel 13) menunjukkan bahwa stakeholder merasakan kepuasan masih berada di bawah standar harapan yang mereka inginkan terutama pada dimensi tangibility, reliability, responsiveness dan empathy, sedangkan pada dimensi assurance stakeholder sudah merasakan kepuasan berada di atas rata-rata harapan mereka.
100
Tabel 13 Rata-rata selisih setiap dimensi dan tingkat kepuasan Rata-rata Tingkat kepuasan No Dimensi Deviasi (%) 1 Tangibility 87,80 -0,34 2 Reliability 87,96 -0,35 3 Responsiveness 83,95 -0,48 4 Assurance 109,92 0,28 5 Empathy 81,06 -0,56
Tingkat kepuasan (%)
120,00 100,00
Kriteria CSI Sangat puas Sangat puas Sangat puas Sangat puas Sangat puas
100,00 87,80
87,96
83,96
Tangibility
Reliability
Responsiveness
81,06
80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 Assurance
Emphaty
Dimensi penilaian
Gambar 35 Tingkat kepuasan pelaku usaha. Berdasarkan tingkat kepuasan pelaku usaha di PPSNZJ menunjukkan bahwa pelaku usaha sangat puas terhadap kinerja PPSNZJ. Dengan demikian kinerja dari PPSNZJ sudah baik untuk memfasilitasi dan melayani kebutuhan para pelaku usaha. Matzler (2004) menyebutkan bahwa faktor kinerja menyebabkan kepuasan jika kinerja tinggi dan menyebabkan ketidakpuasan jika kinerja rendah. 6.2.3
Analisis tingkat kepentingan dan kepuasan terhadap fasilitas dan jasa pelayanan untuk mendukung kegiatan ekspor impor di PPSNZJ Tingkat kepentingan dan kepuasan menunjukkan kepentingan relatif atribut-
atribut terhadap fasilitas dan pelayanan jasa di PPSNZJ. Dari hasil analisis IPA (importance performance analysis) (Lampiran 12) menempatkan atribut-atribut yang terkait dengan kegiatan ekspor impor ke dalam empat kuadran (Gambar 36).
101
Gambar 36 Diagram klasifikasi kepentingan dengan konsep importance performance analysis.
Berdasarkan plot nilai kepentingan dan kepuasan, prioritas yang perlu diperhatikan adalah pada kuadran A, yaitu pada kuadran dengan prioritas yang tinggi.
Atribut-atribut di kuadran A sebaiknya tersedia di PPSNZJ karena
stakeholder menganggap atribut-atribut ini penting dan perlu diprioritaskan. Atribut-atribut pada kuadran ini sebanyak 10 atribut yaitu : •
kondisi tempat penanganan ikan pada fasilitas produksi/pengolahan (8),
•
ketersediaan fasilitas ekspor ikan (11),
•
ketersediaan health certificate untuk komoditi ikan (12),
•
kapasitas areal usaha/industri pada fasilitas produksi/pengolahan (16),
•
kapasitas listrik pada fasilitas produksi/pengolahan (17),
•
kapasitas air bersih pada fasilitas produksi/pengolahan (18),
•
jam pelayanan yang disediakan pengelola (22),
•
kepedulian pengelola dalam operasional PPSNZJ (26),
•
adanya prosedur pelayanan yang cepat, sederhana, murah dan transparan untuk pelayanan dokumen kapal ( 30) serta
•
102
keluhan dan saran yang ditanggapi dengan baik (32).
Atribut-atribut pada kuadran ini dianggap memiliki prioritas yang tinggi dikarenakan penting dalam kegiatan pengolahan, pemasaran dan jasa terkait kegiatan ekspor. Beberapa atribut terkait pengolahan dalam kondisi yang belum optimal dan perlu dilakukan perbaikan.
Tempat penanganan ikan dianggap
penting dan harus sesuai standar HACCP mengingat pada tempat inilah ikan diperlakukan sesuai dengan standar internasional sehingga menghasilkan mutu yang baik. Kapasitas areal usaha, listrik dan air bersih masih dianggap kurang pada fasilitas produksi/pengolahan.
Ketiga fasilitas tersebut disediakan oleh
PERUM yang saat ini masih dianggap belum memenuhi seluruh kebutuhan produksi di PPSNZJ. Beberapa perusahaan telah menggunakan air hasil evaporasi dengan standar air bersih, pada TLC menggunakan air hasil reverse osmosis (RO), akan tetapi pada perusahaan yang masih bergantung pada kapasitas air dari PERUM maka menggunakan air yang hanya disediakan oleh PERUM, apabila kebutuhan melebihi kapasitas yang tersedia, perusahaan melakukan pengadaan air dari luar PPSNZJ.
Pada kapasitas areal usaha, hingga saat ini permintaan
terhadap areal usaha di PPSNZJ terus meningkat dan belum dapat dipenuhi. Beberapa atribut terkait kegiatan ekspor yang dianggap penting belum tersedia di PPSNZJ seperti pemberangkatan ekspor secara mandiri di PPSNZJ dan instansi terkait. Selain hal tersebut, ketersediaan health certificate belum dilakukan terintegrasi di PPSNZJ, sehingga pelaku ekspor dalam melengkapi dokumennya dilakukan berdasarkan lokasi masing-masing. Untuk itu dibutuhkan suatu pelayanan ekspor terpadu di PPSNZJ sehingga efisiensi dan efektivitas pelayanan ekspor menjadi lebih baik. Atribut yang terkait dengan pemasaran ikan di PPSNZJ dalam kondisi yang kurang baik, dimana baik secara luasan, kapasitas listrik dan air bersih masih dirasakan belum memenuhi kebutuhan yang ada, sedangkan pada lokasi pemasaran membutuhkan fasilitas-fasilitas tersebut untuk menciptakan pasar dengan konsep “clean and hygienic”. Atribut-atribut jasa yang dianggap penting pada kuadran ini terkait dengan jasa pelayanan dari pengelola PPSNZJ. Atribut-atribut tersebut dianggap kurang dikarenakan kompetensi sumberdaya manusia yang belum memadai, selain hal tersebut juga dikarenakan kesadaran pelaku pelayanan dalam memberikan pelayanan terhadap stakeholder masih dirasakan kurang, Pada atribut prosedur
103
pelayanan yang cepat, sederhana, mudah dan jelas untuk pelayanan dokumen kapal dirasakan penting untuk diprioritaskan karena belum adanya kegiatan administrasi yang terpadu. Perantara/link baik antar maupun inter instansi dirasakan tidak transparan dan selalu berulang, sehingga dibutuhkan suatu pelayanan administrasi yang terpadu di PPSNZJ. Pada kuadran B terdapat 12 atribut yang perlu dipertahankan, karena stakeholder mengangap bahwa atribut-atribut ini memiliki tingkat kepentingan yang tinggi, dan stakeholder telah merasakan bahwa kepuasan mereka terhadap atribut-atribut ini relatif tinggi. Atribut-atribut pada kuadran ini yaitu : •
keamanan lingkungan PPSNZJ (3),
•
kebersihan lingkungan PPSNZJ (4),
•
kondisi BBM pada fasilitas pra produksi (6),
•
kapasitas BBM pada fasilitas pra produksi (5),
•
kecepatan pelayanan pengelola dalam proses dokumen kapal (20),
•
kecepatan pelayanan pengelola dalam proses ekspor (SHTI) (21),
•
kecepatan pelayanan fasilitas health certificate untuk kegiatan ekspor (23),
•
kesediaan pengelola dalam memberikan pelayanan (24),
•
respon pengelola dalam memberikan pelayanan (25),
•
keramahan staf dalam memberikan pelayanan (27),
•
pengetahuan dan ketrampilan staf yang memberikan pelayanan (28) dan
•
jaminan ketepatan waktu selesai proses dokumen dan ekspor (29). Stakeholder merasakan aman di lokasi PPSNZJ karena banyaknya
pengawas dan penjaga keamanan di areak PPSNZJ, antara lain adalah POLSEK, ARMABAR dan KAMLA, selain hal tersebut, pelabuhan perikanan juga menerapkan progam K5 yaitu Kemanan Ketertiban, Kebersihan, Keindahan dan Keselamatan kerja.
Armada kebersihan yang diberdayakan di PPSNZJ telah
bekerja dengan baik terlihat dari puasnya para stakeholder dalam atribut kebersihan
lingkungan PPSNZJ.
Atribut kondisi dan kapasitas BBM pada
fasilitas produksi dirasakan puas oleh stakeholder. Setiap satu bulannya terdapat 7 ribu KL untuk BBM subsidi. Atribut kecepatan pelayanan pengelola dalam proses dokumen kapal dirasakan puas karena proses yang singkat (1-2 hari) dan gratis. Untuk kecepatan pelayanan pengelola dalam proses ekspor (SHTI) juga 104
dirasakan puas karena dokumen dapat ditandatangani oleh pejabar pemvalidasi apabil pejabat berwenang ada di lokasi serta dokumentasi lengkap. Pada kuadran C memuat atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh stakeholder dan kepuasan yang rendah terhadap atribut-atribut yang terdapat pada kuadran ini. Terdapat 8 atribut pada kuadran ini yaitu : •
kemudahan menjangkau lokasi PPSNZJ (1),
•
kemudahan akses di dalam PPSNZJ (2),
•
kondisi areal usaha/industri pada fasilitas produksi/pengolahan (8),
•
kondisi listrik pada fasilitas produksi/pengolahan (9),
•
kondisi air bersih pada fasilitas produksi/pengolahan (10),
•
kapasitas penjualan bahan baku pada fasilitas pra produksi (13),
•
kapasitas tempat penanganan ikan pada fasilitas produksi/pengolahan (15)
•
kelengkapan fasilitas ekspor (19). Atribut-atribut pada kuadran ini sesungguhnya sangat penting, akan tetapi
melihat kondisi yang selama ini berjalan, para stakeholder merasa kemungkinan perbaikan jalan akses menuju PPSNZJ sulit untuk diperluas, kecuali dilakukan pembuatan jalan alternatif lainnya. Kemudahan akses di dalam PPSNZJ menjadi faktor yang kurang penting mengingat saat ini perbaikan jalan di dalam terus dilakukan, walaupun keadaan tergenang masih terjadi beberapa kali saat musim hujan. Atribut selanjutnya terkait dengan praproduksi dan produksi/pengolahan di dalam PPSNZJ. Pada dasarnya atribut-atribut tersebut penting, akan tetapi atribut tersebut belum dapat ditingkatkan kapasitas dan kondisinya mengingat bahwa kapasitas yang tersedia di PPSNZJ belum dapat memenuhi kebutuhan, akan tetapi stakeholder mudah untuk mendapatkan penggantinya dari luar PPSNZJ. Kelengkapan fasilitas ekspor dirasakan kurang penting oleh stakeholder, dikarenakan berdasarkan wawancara, stakeholder menyatakan tetap melakukan ekspor walaupun harus melalui pelabuhan lain. Pada kuadran D memuat atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh stakeholder dan dirasakan berlebihan. Pada kuadran ini terdapat 2 atribut yaitu : •
kondisi penjualan bahan baku pada fasilitas pra produksi (6), dan
•
adanya prosedur pelayanan yang cepat, sederhana, mudah dan jelas untuk pelayanan ekspor (41). 105
Atribut-atribut ini dirasakan sangat puas oleh para stakeholder dikarenakan ketersediaannya yang lebih dari cukup di PPSNZJ. menuliskan
bahwa
layanan
pelanggan
dalam
Matzler et al (2004)
daerah
berlebihan
dan
manajemennya, dapat memutuskan untuk mencurahkan sumberdaya yang lebih sedikit untuk atribut-atribut di dalamnya.
6.3 Analisis Kelayakan Ekonomi Kegiatan ekspor impor melalui pelabuhan laut menuju negara tujuan menggunakan fasilitas kapal pengangkut container, sehingga analisis kelayakan ekonomi yang dilakukan adalah berdasarkan kelayakan ekonomi dari kapal pengangkut container untuk setiap pemberangkatan. Berdasarkan ukuran umum, kontainer dibedakan menjadi kontainer 20 ft, 40 ft, dan 45 ft, sedangkan berdasarkan jenis cargo muatan dikenal dengan dry, reefer, dan special container. Khusus perikanan (bersifat perishable) yang umumnya digunakan jenis reefer container dilengkapi dengan mesin pendingin yang dapat diatur suhunya sesuai kebutuhan sehingga kualitas dan daya tahan cargo tetap terjaga sampai diterima pembeli di negara tujuan. Ukuran kontainer yang umum digunakan untuk kegiatan perikanan berukuran 40 feet. Kontainer ukuran 40 feet dengan payload (bisa memuat) sampai 30,4 metrik ton. Namun standar yang diperbolehkan pengelola pelabuhan tidak sama di masing – masing negara. Untuk di Indonesia, rata-rata untuk pengiriman internasional hanya diperbolehkan maksimum 27 ton, demikian juga di wilayah sebagian besar Asia. Sedangkan di Chili dan sebagian besar negara Amerika Tengah maksimum 25 ton. Untuk selanjutnya dalam perhitungan estimasi akan digunakan kapasitas 25 ton per kontainer. Berdasarkan data yang didapat dari eksportir, rata-rata 1 kontainer berisi 25 ton ikan/udang. Besaran 25 ton per kontainer sebagai acuan dalam estimasi selanjutnya. Sesuai dengan kondisi kolam dan dermaga PPSNZJ, dimana dermaga yang dapat menampung kapal besar (3.000 GT) tersedia sepanjang 200 m dengan kedalaman -7,5 m. Alur keluar masuk dari dermaga tersebut sampai dengan gerbang breakwater mempunyai kedalam – 7,5 sampai dengan - 8,5 m. Selama ini kapal dengan ukuran 3.000 GT merapat dengan aman di dermaga tersebut. 106
Ukuran kapal 3.000 GT mempunyai demensi panjang (LOA) 90 – 120 m (sebagai referensi panjang 120 m) dengan lebar 26 – 30 m (sebagai referensi lebar 30 m) dengan draft kapal 6,5 m (material kapal besi). Kapasitas angkut kontainer (ukuran 40 feet) sebanyak 100 kontainer. Biaya-biaya ekspor yang dikeluarkan untuk pengiriman 1 kontainer ikan yang dibawa dari PPSNZJ melalui Pelabuhan Tanjung Priok, antara lain : biaya trucking sebesar Rp. 1.500.000,00; biaya shipping sebesar Rp. 26.000.000,00 dengan tujuan USA/Eropa dan Rp. 10.000.000,00 untuk tujuan Jepang, fee cooling sebesar Rp. 390.000,00/8 jam serta biaya jasa lainnya sebesar Rp. 1.500.000,00. Adapun biaya investasi, biaya operasional dan kondisi ekonomi lainnya yang dijadikan dasar perhitungan ekonomi kapal pengangkut selanjutnya disampaikan pada Tabel 14. Dari hasil perhitungan pada Lampiran 7, dimana pengiriman ekspor fokus untuk tujuan Uni Eropa/USA dan Jepang dimana masing-masing total ekspornya mencapai 40% dari seluruh ekspor dari PPSNZJ. Didapat Net Present Value (NPV), nilai B/C ratio, nilai IRR dan nilai Return on Investmen (ROI) yang ditampilkan pada Tabel 15.
Tabel 14 Data kapal pengangkut kontainer dan kondisi ekonominya No. 1. 2.
Item Pengadaan Kapal Umur Ekonomis
3.000 GT Rp. 24 milyar 20 tahun
3.
Rp. 4,0 M
4. 5.
Nilai sisa akhir (Penyusutan 4,2%/th) Biaya Perawatan/Th (5%) Biaya Oprasional/trip
6.
Discount Factor (DF) 12%
Rp. 1,2 M Rp. 1,2 M (USA) Rp. 0,6 M (Jpg)
Keterangan Baru Perawatan baik sesuai Buku Manual dan aturan. Nilai tahun berjalan Rata-rata/tahun. Tujuan USA : 1 trip = 20 – 25 hari 1 tahun = 10 trip. Tujuan Jepang : 1 trip = 8= 10 hari 1 tahun = 24 trip.
Komponen biaya operasional meliputi komponen biaya di laut (depresiasi kapal, perbekalan ABK, dan prepare suplement supply dan maintenance, asuransi, minyak pelumas, dan biaya manajemen), serta komponen biaya di pelabuhan (biaya olah gerak kapal, tambat labuh dan BBM).
107
Tabel 15 NPV, B/C ratio, nilai IRR dan nilai ROI No.
Indikator
USA/UE
Jepang
+ 907.084.194
+ 476.867.119
1.
N P V (Rp.)
2.
B/C ratio
1,65
1,23
3.
I R R (%)
21,26
16,67
4.
P B P (TH)
2
4,26
Berdasarkan tabel diatas, dimana NPV memberikan nilai positif (+), B/C ratio > 1, nilai IRR melebihi bunga bank komersial yang berlaku dan mempunyai tingkat pengembalian yang baik, maka pengangkutan kontainer untuk tujuan negara utama ekspor (UE, USA dan Jepang) secara ekonomi dapat dilaksanakan melalui PPSNZJ.
6.4 Model Pengembangan Pusat Pemasaran Ekspor Impor Hasil Perikanan Pengembangan pusat pemasaran ekspor impor perikanan di pelabuhan dapat dikatakan layak apabila ketiga komponen yaitu kebutuhan fasilitas, aktivitas dan pelayanan ekspor dan kelayakan ekonomi dianggap layak dengan kriteria yang ditentukan. Analisis kebutuhan infrastruktur/fasilitas ditetapkan berdasar pada CCRF (FAO, 1995) dan kebutuhan dalam memfasilitasi kapal pengangkut container, selanjutnya ditetapkan kriteria dan batas kritis pada komponen kelayakan infrastruktur/fasilitas. Pada tiap-tiap kriteria yang diperoleh ditetapkan batas kritis sebagai batasan minimal ketersediaan fasilitas pelabuhan untuk menjadi pusat pemasaran ekspor impor perikanan.
Hasil analisis kelayakan
infrastruktur/fasilitas di PPSNZJ, infratruktur/fasilitas yang ada dinilai layak untuk mendukung PPSNZJ menjadi pusat pemasaran ekspor impor perikanan. Pada beberapa kriteria PPSNZJ melampaui nilai batas kritis yang ditetapkan seperti panjang dermaga, dalam kolam pelabuhan dan ketersediaan air bersih. Kriteria-kriteria dan batas kritis masing-masing dalam komponen kelayakan infrastuktur/fasilitas disajikan pada Tabel 16.
108
Tabel 16 Kriteria, batas kritis dan kelayakan ppsnzj dalam komponen kelayakan infrastruktur/fasilitas Kriteria
Batas Kritis
Kondisi PPSNZJ
Kelayakan
Dermaga
Panjang minimal 142 m
Disediakan 200 m
Layak
Draf Kapal
Kedalaman -6,5 m
Alur masuk kapal ekspor impor 7,5 sampai -8,5m
Layak
Luasan lahan untuk penimbunan peti kemas
6000 m2
6000 m2
Layak
Mengatasi sedimentasi dan erosi
Bangunan breakwater dan revetment
- Breakwater sisi barat 750 m sisi timur 290 m total 1.140 m - Sisi kolam dilindungi concrete sheet pile (revetment beton), pada sisi laut digunakan tumpukan batu (Rouble Mount Stone)
Layak
Air bersih
1500 ton/hari
4000 ton/hari
Layak
Sistem penanganan limbah
Mencegah polusi udara, polusi air dan sampah padat
Penanganan dilakukan pada ketiga limbah yaitu limbah padat, limbah udara/bau dan limbah cair
Layak
Analisis kelayakan aktivitas dan pelayanan ekspor dengan memperhatikan PPSNZJ sebagai basis pemasaran ekspor ikan dan jumlah minimal ekspor ikan
Tabel 17 Kriteria dan kelayakan aktivitas dan pelayanan ekspor Kriteria
Batas Kritis
Kondisi PPSNZJ
Kelayakan
Pelabuhan sebagai basis ekspor
LQ>1
LQ > 1 selama 4 tahun berturut-turut
Layak
Jumlah minimal ekspor berdasarkan kapasitas kapal pengangkut
2500 ton/
5000 ton/bulan
Layak
Customer satisfaction index (CSI)
CSI> 80%
CSI pada kelima dimensi > 80%
Layak
Pelayanan persyaratan ekspor
50% dari total lembaga ekspor berada di pelabuhan
Terdapat 7 dari 11 instansi pengurusan ekspor di PPSNZJ
Layak
bulan
yang dilakukan di PPSNZJ. Pelayanan ekspor dengan memperhatikan kriteria customer satisfaction index (CSI) dan adanya kelembagaan yang memudahkan kegiatan ekspor impor dilakukan melalui PPSNZJ. Berdasarkan kriteria dan batas
109
kritis pada komponen kelayakan aktivitas dan pelayanan ekspor, PPSNZJ dinilai sudah layak untuk menjadi pusat pemasaran ekspor impor perikanan. Kriteria dari analisis kelayakan aktivitas dan pelayanan ekspor di PPSNZJ disajikan seperti pada Tabel 17. Komponen terakhir yang menjadi kriteria pelabuhan layak sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan adalah kelayakan ekonomi.
Kelayakan
ekonomi yang dimaksud adalah kelayakan ekonomi pada tiap pengangkutan ekspor ke negara tujuan.
Pengangkutan menggunakan kapal pengangkut
container dengan tujuan negara USA, Uni Eropa dan Jepang.
Kriteria dan
kelayakan ekonomi untuk kegiatan ekspor impor di PPSNZJ disajika pada Tabel 18 di bawah ini. Berdasarkan analisis kelayakan ekonomi, kegiatan ekspor impor melalui PPSNZJ dinilai layak untuk dilaksanakan.
Tabel 18 Kriteria dan kelayakan ekonomi Kriteria
Batas Kritis
NPV
NPV>0
Kondisi PPSNZJ +907.084.194(USA/UE)
Kelayakan Layak
+ 476.867.119(Jepang) IRR
B/C Ratio
IRR> bunga bank komersial
21,26 (USA/UE)
B/C Ratio > 1
1,65 (USA/UE)
Layak
16,67 (Jepang) Layak
1,23 (Jepang) Pay Back Period
slow yielding
2 tahun (USA/UE)
Layak
4 tahun (Jepang)
Alur ekspor impor dan alur bongkar muat ekspor impor hasil perikanan melalui PPSNZJ, dapat dilihat pada Lampiran 18, 19 dan 20.
110
111
Mulai Aktivitas Pelabuhan Perikanan
Analisis Kelayakan Fasilitas
-
Dermaga (panjang minimal 142 m) Kolam pelabuhan (kedalaman minimal -6,5m) Lahan penimbunan container (luas minimal (6000m2) Persiapan efek sedimentasi dan erosi (minimal ada kapal pengeruk atau siltation rate rendah) Air Bersih (minimal 1500 ton/hari) Sistem Pembuangan Limbah (minimal dapat menangani 3 macam limbah)
Analisis Kelayakan Aktivitas dan Pelayanan Ekspor
Analisis Ekonomi
- Pelabuhan sebagai basis ekspor (LQ > 1) - Jumlah minimal ekspor berdasar kapasitas kapal angkut (minimal sesuai dengan kapasitas kapal angkut yaitu 2500 ton/trip keberangkatan) - CSI (tingkat kepuasan > 80% pada kelima dimensi) - Kelembagaan (minimal terdapat setengah dari kelembagaan yang terkait kegiatan ekspor impor)
- NPV > 0 - IRR > bunga bank komersial - B/C Ratio > 1
Tidak
Layak? Ya PPSNZJ sebagai Pusat Pemasaran dan Pelabuhan Ekspor Impor Hasil Perikanan
Selesai
Gambar 37 Model pengembangan pelabuhan perikanan sebagai pusat pemasaram ekspor impor hasil perikanan
7 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PPSNZJ SEBAGAI PUSAT PEMASARAN DAN PELABUHAN EKSPOR IMPOR HASIL PERIKANAN Analisis Lingkungan Strategis untuk Pengembangan PPSNZJ sebagai Pusat Pemasaran dan Pelabuhan Ekspor Impor Hasil Perikanan
7.1
PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ikan terbesar diharapkan dapat memenuhi kebutuhan baik pada pasar domestik maupun internasional.
Hasil
analisis sistem pemasaran di PPSNZJ menunjukkan 3 tipe pemasaran yaitu tipe pemasaran ekspor ikan segar, tipe pemasaran domestik dan tipe pemasaran ikan industri olahan. Pada tipe pemasaran ikan idnustri olahan terbagi menjadi pasar domestik dan ekspor.
Tipe yang sesuai untuk dikembangkan dalam rangka
pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan adalah tipe pemasaran industri ikan olahan untuk ekspor. Keterlibatan stakeholder yang terkait untuk kegiatan pemasaran diperlukan dalam suatu pelabuhan yang terpadu sehingga kegiatan pemasaran baik skala nasional dan
internasional dapat
dilakukan
dengan efisien.
Peluang
pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ikan diperoleh dengan melakukan analisis lingkungan strategis dengan melihat faktor internal dan eksternal.
Faktor internal terdiri dari kekuatan (strength) dan
kelemahan
(weakness) sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Kekuatan (Strengths) : 1
PPSNZJ layak sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan berdasarkan 3 komponen kelayakan
2
PPSNZJ sebagai salah satu titik pertumbuhan ekonomi untuk DKI Jakarta dan sekitarnya
3
Pemerintah Indonesia ikut menandatangani Port State Agreement yang diinisiasi oleh Food Agriculture Organization (FAO)
Kelemahan (Weakneses) : 1
Kurang optimalnya pengelolaan pemanfaatan fasilitas
2
Kelembagaan kegiatan ekspor impor di PPSNZJ belum tersedia lengkap
3
Masih terdapat 34% atribut penting dalam mendukung PPSNZJ sebagai pelabuhan ekspor impor yang nilai kinerjanya rendah
Peluang (Opportunities) : 1
Permintaan internasional akan ikan terus meningkat
2
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat
3
Kebijakan pemerintah dalam peningkatan produksi budidaya ikan untuk memenuhi permintaan ikan
Ancaman (Threats) : 1
Aksesibilitas menuju dan keluar PPSNZJ tidak efisien dan mengganggu distribusi pemasaran ikan
2
Isu overfishing di perairan Indonesia
3
Persyaratan internasional terhadap produk komoditi ekspor perikanan yang semakin ketat Masing-masing kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman diberi nilai
(Lampiran 8) kemudian dibobot dan dikalikan dengan rating sehingga mendapatkan skor.
Rating dinilai berdasarkan pengaruh dari masing-masing
faktor dengan kriteria 5 yaitu sangat berpengaruh, 4 yaitu berpengaruh, 3 yaitu rata-rata (pengaruhnya biasa saja), 2 yaitu tidak berpengaruh dan 1 yaitu sangat tidak berpengaruh.
Data internal dan eksternal tersebut disajikan pada matriks
internal eksternal (Tabel 19).
Tabel 19
Matriks internal factor evaluation (IFE) dan external factor evaluation (EFE)
Uraian faktor-faktor internal dan eksternal
Kekuatan 1. PPSNZJ layak sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan berdasarkan 3 komponen kelayakan. 2. PPSNZJ sebagai salah satu titik pertumbuhan ekonomi untuk DKI Jakarta dan sekitarnya 3. Pemerintah Indonesia ikut menandatangani Port State Agreement yang diinisiasi oleh Food Agriculture Organization (FAO) Kelemahan
114
Bobot
Rating
Skor
0,36
4
1,45
0,36
4
1,45
0,27
3
0,82
Uraian faktor-faktor internal dan eksternal
1. Pemanfaatan beberapa fasilitas yang belum optimal 2. Instansi terkait dengan kegiatan ekspor (bea cukai, imigrasi dan perbankan) belum tersedia secara lengkap di PPSNZJ 3. Terdapat 15 atribut yang dinilai penting oleh pelaku usaha dan kinerjanya rendah dari PPSNZJ, atribut-atribut tersebut harus menjadi prioritas PPSNZJ dalam pengembangannya
Bobot Rating 0,30 3
0,40
4
1,60
0,30
3
0,90
Kekuatan – kelemahan
Peluang 1. Permintaan internasional akan ikan terus meningkat 2. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat 3. Kebijakan pemerintah dalam peningkatan produksi budidaya ikan untuk memenuhi permintaan ikan Ancaman 1. Aksesibilitas menuju dan keluar PPSNZJ tidak efisien dan mengganggu distribusi pemasaran ikan 2. Isu tentang overfishing di perairan Indonesia 3. Persyaratan internasional terhadap produk komoditi ekspor perikanan yang semakin ketat Peluang – Ancaman
Skor 0,90
0,33
0,36
4
1,45
0,27
4
1,09
0,36
4
1,45
0,30
3
0,90
0,40 0,30
3 2
1,20 0,60
1,30
115
Gambar 37 Hasil matrik IFE dan EFE
Hasil evaluasi internal (IFE) dan evaluasi faktor eksternal (EFE) menunjukkan kondisi pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ikan berada pada kuadran 1. Pada kuadran ini, dilakukan strategi agresif (Marimin 2004) dengan memanfaatkan peluang yang ditemukan pada analisis lingkungan strategis.
7.2 Perumusan Strategi Pengembangan Konsep pengembangan membutuhkan suatu strategi yang tepat agar berjalan dengan efektif dan efisien.
Berdasarkan hasil analisis lingkungan
strategis, PPSNZJ memiliki peluang besar dalam pengembangan sebagai pusat pemasaran ikan, sehingga diperlukan suatu strategi agresif untuk mencapainya. Strategi agresif adalah strategi yang memanfaatkan peluang yang dimiliki dalam pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ikan.
116
Suherman (2011)
menuliskan bahwa strategi diperlukan oleh setiap pelabuhan perikanan agar memiliki arah yang jelas dalam mencapai sasaran yang diinginkan. semakin
dirasakan
penting
bagi
berbagai
pelabuhan
perikanan
Strategi untuk
mengembangkan competitive advantage sehingga pelabuhan perikanan tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga dapat memenangkan persaingan.
Strategi
pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ikan adalah sebagai berikut : 1. Pelaksanaan kegiatan ekspor impor perikanan melalui PPSNZJ (S1, O1) 2. Pengembangan diversifikasi jenis ikan yang masuk ke PPSNZJ (S1, S3, O1, O2, O3) 3. Optimalisasi pengelolaan pemanfaatan fasilitas yang mendukung kegiatan ekspor impor di lingkungan PPSNZJ (W1, W3, O1) 4. Pembuatan alur ekspor yang efektif dan efisien (W2, W3, O1) 5. Penambahan alternatif aksesibilitas untuk menuju dan keluar PPSNZJ (S2, T1) 6. Penerapan kaidah-kaidah perikanan tangkap yang bertanggung jawab (S1, S3, T2, T3) 7. Peningkatan industri olahan ikan yang berstandar internasional ( W3, O3) Urutan strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ikan (lampiran QSPM), adalah sebagai berikut : 1. Pelaksanaan kegiatan ekspor impor perikanan melalui PPSNZJ, 2. Optimalisasi pengelolaan pemanfaatan fasilitas yang mendukung kegiatan ekspor impor di lingkungan PPSNZJ, 3. Pembuatan alur ekspor yang efektif dan efisien, 4. Peningkatan industri olahan ikan yang berstandar internasional, 5. Penerapan kaidah-kaidah perikanan tangkap yang bertanggung jawab, 6. Pengembangan diversifikasi jenis ikan yang masuk ke PPSNZJ, 7. Penambahan alternatif aksesibilitas untuk menuju dan keluar PPSNZJ Langkah pertama untuk melaksanakan strategi pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ikan adalah pelaksanaan kagiatan ekspor impor perikanan melalui PPSNZJ sebagai pelabuhan ekspor impor perikanan. Strategi
117
ini memanfaatkan peluang permintaan internasional akan ikan terus meningkat dan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Pertimbangan strategi ini antara lain adalah tingginya keinginan eksportir yang berada di kawasan PPSNZJ untuk dapat melakukan kegiatan ekspor dengan lebih efektif dan efisien. Kegiatan impor dibutuhkan mengingat bahan baku impor mendukung usaha industri perikanan sebagai bahan baku olahan. Pada bidang perikanan tangkap, beberapa produk impor digunakan sebagai umpan, sedangkan produk lainnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik yang komoditasnya berbeda dengan produk lokal. Dalam rangka menunjang kegiatan ekspor impor hasil perikanan di PPSNZJ, maka perlu dikondisikan agar pemberian otoritas tertentu kepada eksportir dalam pelaksanaan ekspor seperti self assessment secara full authority (sebagai competent authority) dalam pelaksanaan ekspor bagi perusahaan yang terakreditasi oleh suatu badan yang dibentuk KKP untuk menyederhanakan prosedur ekspor. Pelaksanaan langkah pertama perlu untuk didukung dengan stategi sarana prasarana lainnya yaitu optimalisasi pengelolaan pemanfaatan fasilitas yang mendukung kegiatan ekspor impor di lingkungan PPSNZJ. Fasilitas yang tersedia di PPSNZJ untuk mendukung kegiatan ekspor belum dimanfaatkan secara optimal. Beberapa fasilitas perlu dilakukan tindakan perbaikan dan penyesuaian dengan standar internasional. Kondisi tersebut untuk mendapatkan mutu ikan berstandar internasional.
Fasilitas lain yang tersedia di PPSNZJ dan belum
dimanfaatkan adalah ketersediaan bangunan bagi instansi pelaksana kegiatan ekspor untuk menciptakan pelayanan ekspor yang terpadu. Pemanfaatan dermaga dan kolam pelabuhan saat ini telah melebihi daya tampungnya, sehingga pengelolaan tata letak kapal-kapal yang masuk ke PPSNZJ perlu dilakukan. Penataan tata letak direncanakan seperti pada gambar di bawah ini. Selain hal tersebut, perlu didukung oleh sarana/prasarana seperti air dan listrik yang memadai, jalan akses yang lancar, dan biaya angkutan yang wajar.
118
C
B
A
Gambar 39 Konsep penataan tata letak kapal Keterangan gambar : A = lokasi kapal riset/penelitian B = lokasi kapal mati/tidak aktif C = lokasi perbaikan kapal Strategi selanjutnya untuk mendukung PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan adalah peningkatan industri olahan ikan yang berstandar internasional. Sifat ikan yang mudah busuk membutuhkan penanganan yang tepat agar saat diterima konsumen dalam kondisi baik, sehingga strategi produk dibutuhkan. Nurani et al. (2008) menyebutkan bahwa ikan yang sudah terlanjur bermutu jelek, akan menjadi produk reject yang tidak memenuhi mutu ekspor dan berharga jual rendah.
Peningkatan industri olahan ikan yang berstandar
internasional menjadi langkah yang selanjutnya dilakukan untuk pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ikan. Penanganan ikan yang efisien di industri berstandar internasional dilakukan dengan sistem rantai dingin dan alur proses ikan tersebut saat di ekspor. Mekanisme yang tepat dan cepat dibutuhkan agar kualitas ikan bermutu tinggi. Mengingat bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini menggalakkan industrialisasi sektor perikanan untuk meningkatkan nilai tambah produk perikanan Indonesia, maka pelabuhan perikanan sebagai salah satu motor
119
penggerak pengembangan industrialisasi perikanan perlu melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Pelabuhan harus didukung oleh sarana/prasarana yang memadai. Pelabuhan harus mampu menampung seluruh fungsi KKP dan memberikan pelayanan sesuai fungsinya, serta didukung oleh sektor lain, swasta (pelaku usaha) dan masyarakat umum lainnya 2. Sebagai motor penggerak dan titik pertumbuhan dapat meningkatkan produksi dan kualitas produk perikanan sesuai standar internasional, sekaligus meningkatkan pendapatan pelaku bisnis dan nelayan kecil 3. Pelabuhan perikanan harus bisa menyuplai produk yang kualitasnya dapat diterima oleh negara lain 4. Agar dapat memenuhi tuntutan yang tepat dengan gilang gemilang dalam menyongsong abad ke depan harus dapat didukung oleh IT yang meningkatkan kecepatan informasi, transaksi yang mengacu pada standar internasional 5. Pelayanan prima yang dicirikan dengan : a. Faster (lebih cepat) b. Cheapper (lebih murah) c. Better (lebih baik) d. Akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan)
Kegiatan pelaksanaan standard sanitation operational procedure (SSOP) dan good manufacturing practices (GMP)
perlu untuk diterapkan di suatu
pelabuhan perikanan untuk mendapatkan mutu ikan berstandar internasional. Selanjutnya penanganan ikan di industri olahan menjadi tahap yang kritis untuk menjaga kualitas ikan bermutu tinggi, untuk itu fasilitas-fasilitas dasar terutama yang menjadi syarat untuk industri bertaraf intenasional perlu ditingkatkan. Strategi ini menjadi tahap yang perlu dilakukan untuk mendukung PPSNZJ sebagai pelabuhan ekspor impor perikanan. Kondisi sumberdaya ikan di beberapa wilayah pengelolaan perikanan mengalami overfishing seperti di WPP Selat Malaka dan WPP Laut Jawa. WPP Selat Makassar dan Laut Flores dengan WPP Laut Banda dalam kondisi hati-hati
120
untuk dikembangkan. WPP dengan status dapat dikembangkan berada di WPP Laut Cina Selatan, WPP Laut Seram dan Teluk Tomini, WPP Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, WPP Laut Arafura dan WPP Samudera Hindia (DKP 2004 dalam Suseno 2007). Berbagai tindakan pengelolaan sumber daya perikanan telah dilakukan pemerintah dengan melakukan berbagai kebijakan seperti perizinan dan kuota penangkapan, konservasi kawasan perairan, kerjasama pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dengan menggunakan instrumen legalitas untuk para pelaku kegiatan penangkapan ikan (Yuniarta et al. 2011). Strategi pengelolaan dengan menerapkan kaidah-kaidah perikanan tangkap yang bertanggung jawab sangat dibutuhkan pada tahap ini sehingga tercipta perikanan yang berkelanjutan untuk mendukung PPSNZJ sebagai pelabuhan ekspor impor perikanan. Kondisi ini dikawatirkan akan mempengaruhi pasokan ikan yang masuk ke PPSNZJ dalam beberapa tahun ke depan, sehingga dibutuhkan strategi pengembangan diversifikasi jenis ikan yang masuk ke PPSNZJ. Strategi ini turut mendukung kebijakan pemerintah dalam peningkatan produksi budidaya ikan untuk memenuhi permintaan ikan. Aksesibilitas menjadi salah satu masalah bagi pengunjung PPSNZJ. Fasilitas jalan menuju PPSNZJ dirasakan sempit dan macet karena berbagai aktivitas dan tingginya mobilitas kendaraan yang masuk dan keluar PPSNZJ. Multiplier effect dari keberadaan dan kegiatan di PPSNZJ berdampak pada pengumpulan pemukiman di area akses ke PPSNZJ, sehingga dibutuhkan peran pemerintah daerah untuk mengatasi hal tersebut.
Langkah strategi yang
dibutuhkan oleh PPSNZJ untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah penambahan alternatif aksesibilitas untuk menuju dan keluar PPSNZJ. Pelaksanaan kegiatan ekspor dan impor di PPSNSJ perlu dbuat Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas, efektif dan efisien.
Beberapa
kelembagaan ekspor tersedia di PPSNZJ, akan tetapi masih terdapat kelembagaan lain yang di proses di luar PPSNZJ. Alur ekspor yang diharapkan dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Pengiriman barang Pengiriman barang untuk tujuan ekspor harus memenuhi prosedur yang jauh lebih kompleks dibandingkan dengan pengiriman barang untuk pasar lokal. Bahkan
121
untuk setiap pengiriman barang selalu terkait dengan pintu gerbang ekspor yang dikawal pemerintah melalui kantor Bea Cukai. Karena itu pejabat Bea Cukai mengatur dan mengawasi barang yang keluar wilayah Indonesia dengan mengharuskan eksportir mengindahkan: 1. Prosedur pengiriman barang; 2. Kelengkapan dokumen ekspor, berikut regulasi yang dibuktikan dengan sejumlah ijin ekspor yang mempermudah fungsi pengawasan barang, pengendalian, kelancaran, dan keamanan barang.
Lebih jauh lagi, bahwa mekanisme pengapalan (shipment) barang harus memenuhi prosedur dan ketentuan tentang ekspor barang. Yaitu: 1.
Penentuan alat transportasi dan perusahaan pengangkutan (shipping company).
2.
Pengurusan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) untuk keperluan pabean sehubungan dengan ijin untuk mengeluarkan barang.
3.
Kelengkapan
dokumen
ekspor
impor
(shipping
documents)
yang
menggambarkan: kondisi, harga, kepemilikan, kemasan, keaslian barang, atau dokumen lain yang diperlukan untuk tujuan pengeluaran barang dari negara asal barang dan pembongkaran barang di negara tujuan ekspor. 4.
Penentuan kapal yang layak laut demi keamanan barang dalam perjalanan. Biasanya ada kriteria kapal yang layak untuk menjalankan operasional di jalur samudera dalam atau pesawat terbang yang layak terbang demi mengurangi risiko barang rusak dalam perjalanan.
Penentuan moda/transportasi yang layak juga penting karena kapal yang layak laut menjadi syarat untuk menutup asuransi ketika eksportir ingin mengalihkan risiko kepada perusahaan asuransi.
2) Penyajian dokumen ekspor Dokumen kepabeanan menjadi syarat pengeluaran barang dari wilayah pabean Indonesia. Dokumen ini mutlak diperluakan, bukan hanya untuk kepentingan pengeluaran barang saja, tetapi juga untuk memastikan jenis dan
122
kategori barang yang perlu diawasi, dibatasi, atau dilarang untuk diekspor. Hal ini dilakukan instansi Bea Cukai untuk menjaga dan melindungi kepentingan nasional, kepentingan ekonomi, dan kepentingan rakyat. Sedangkan dokumen ekspor yang mempresentasikan status barang, sebagai dasar penagihan pembayaran. Dokumen yang sama juga dipakai importir melakukan pembayaran sesuai total harga barang yang tercantum dalam faktur (invoice). Karena itu, dokumen harus segera dilengkapi dan mengirimkannya ke importir dengan menyelesaikan administrasi di pelabuhan. Penanganan dokumen secara cepat juga memudahkan kelancaran pembayaran lebih awal. Dari sisi importir, kedatangan dokumen dari negara asal barang akan digunakan oleh importir untuk menyelesaikan urusan pabean, termasuk bea impor, pajak impor, dan mengambil atau membongkar barang. Dengan dokumendokumen tersebut importir akan menikmati kelancaran prosedur impor atau penyelesaian penanganan impor secara keseluruhan. Dokumen tersebut dipresentasikan untuk memberikan informasi legal atas bukti fisik dari barang yang diekspor. Sekaligus mewakili keberadaan barang yang diimpor sesampainya di negara tujuan. Dengan dokumen tersebut importir secara legal akan menerima barang sesuai data-data yang tercantum pada dokumen sehingga importir bisa mengambil barang berdasarkan dokumen tersebut sebagai dokumen impor. Sebagaimana dijelaskan di bab terdahulu, dokumen-dokumen yang mutlak tersedia dalam setiap shipment barang dalam mekanisme transaksi ekspor impor, adalah : Invoice, Packing list, dan transport document (bill of lading dan airway bill). Dokumen yang bersifat melengkapi dokumen-dokumen di atas, antara lain : inspection certificate, insurance certificate, certificate of origin, fumigation certificate, dan phytosanitary certificate. Penyiapan dokumen dilakukan sesuai urutan pembuatan dokumen yang memenuhi kriteria sebagai bukti pengapalan (shipment) barang. Karena itu uruturutan pembuatan dokumen harus dilakukan sebelum eksportir melakukan pemutaran dan penataan barang (stuffing) ke dalam container atau truck, yaitu sejak proses produksi untuk ekspor. Karena sebelum stuffing, sudah ada data
123
tentang jumlah barang, nama barang, harga satuan dan total nilai barang yang dituangkan dalam dokumen bernama invoice. Sementara itu, untuk jenis dan jumlah kemasan, tanda kemasan (shipping mark), berat bersih (net weight) dan berat kotor (gross weight), dalam setiap kemasan dituangkan dalam sebuah dokumen bernama packing list. Invoice dan packing list menjadi dokumen untuk memastikan kondisi fisik barang yang ada dalam kontainer atau truk. Apabila kebenaran fisik barang sesuai data dalam dokumen, maka akan dilakukan penyegelan pada pintu kontainer. Selanjutnya dokumen invoice dan packing list ini digunakan untuk mengurus perijinan barang agar bisa keluar dari daerah pabean Indonesia. Karena data barang yang ada dalam invoice dan packing list menjadi dasar penerbitan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Berdasarkan dokumen PEB tersebut, pejabat Bea Cukai akan mengesahkan (fitur muat) oleh pejabat Bea Cukai, sebagai bukti telah diperolehnya ijin mengeluarkan barang dari Indonesia ke luar negeri. Semua proses penyelesaian pabean (export clearance) itu biasanya dilakukan oleh Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) sebagai penyedia jasa bagi kepentingan eksportir yang pengirimannya via laut. Sedangkan untuk mengurus ijin ekspor yang menggunakan transportasi udara bisa menggunakan jasa Ekspedisi Muatan Kapal Udara (EMKU). Baik EMKL maupun EMKU merupakan satu fungsi dari perusahaan jasa yang secara resmi diakui sebagai Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). Tanggal pasti tentang kedatangan kapal diperlukan untuk merencanakan atau mengatur pemuatan barang bisa masuk pelabuhan sampai batas hari terakhir berlabuh (closing date). Karena itu, perusahaan pelayaran atau agennya akan bertindak sesuai shipping instruction dari eksportir, lalu mengeluarkan delivery order untuk mengambil kontainer yang akan mengangkut barang siap ekspor (ready for export). Dengan demikian, eksportir bisa memperkirakan saat yang tepat untuk menyiapkan barang, proses stuffing, hingga memperoleh ijin pengapalan dengan disahkan PEB oleh pejabat Bea Cukai. Apabila langkah ini disiapkan sejak dini, maka barang sudah bisa ditempatkan di sekitar pelabuhan yang siap diangkut.
124
Artinya, sejak kapal tiba, barang sudah bisa dimuat diatas kapal. Selanjutnya menjadi tugas perusahaan pelayaran (shipping company) untuk melakukan pengapalan (shipment) barang hingga ke pelabuhan tujuan. Hal yang sama juga berlaku untuk pengiriman barang menggunakan pesawat udara. Sekali pun prosedur penanganan ekspor sedikit berbeda karena maskapai yang ditunjuk dan dokumen transportasinya pun berbeda, namun tetap saja membutuhkan penanganan secara profesional. Perbedaan terletak pada jenis maskapainya. Karena mengirimkan barang melalui jalur laut menggunakan kapal laut yang ditangani langsung oleh maskapai pelayaran atau agennya. Sedangkan untuk pengiriman barang melalui jalur udara akan menggunakan pesawat udara dari maskapai penerbangan. Dengan demikian, jenis transport document yang diterbitkan oleh masing-masing maskapai pun berbeda. Bill of Lading diterbitkan maskapai pelayaran atau agennya. Sedangkan Airway Bill diterbitkan oleh maskapai penerbangan atau agennya. Surat Keterangan Asal (SKA) prinsipnya merupakan formulir daftar isian. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 24/M-DAG/PER/5/2010 tentang Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) pada pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa formulir SKA yang telah dibakukan baik dalam bentuk, ukuran, warna, dan jenis peruntukan serta isinya sesuai ketentuan dalam perjanjian bilateral, regional, multilateral, penetapan unilateral, atau penetapan oleh pemerintah Indonesia. Sekali pun sebagai dokumen pelengkap, tetapi dokumen SKA ini menjadi penting ketika importir akan mengurus keringanan atau pembebasan bea impor sehubungan negara-negara tempat eksportir dan importir melakukan hubungan bisnis, terlibat dalam perjanjian kerjasama perdagangan bebas. Sebab perjanjian perdagangan bebas selalu diikuti dengan fasilitas pembebasan atau pengurangan pungutan bea masuk. Untuk itu importir bisa mengurus pembebasan bea masuk kalau importir bisa menunjukkan dokumen SKA. Umumnya untuk mengurus dokumen SKA di Dinas Perdagangan provinsi atau Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal (IPSKA) lainnya, calon eksportir harus mengisi surat permohonan SKA dengan menyerahkan lembar fotokopi : B/L
125
atau AWB, Invoice, Packing list, dan PEB yang telah disahkan (difiat muat) oleh pejabat Bea Cukai. Eksportir harus menyelesaikan seluruh dokumen yang diperlukan baik dokumen yang diterbitkan sendiri (invoice dan packing list) maupun dokumen lain yang diterbitkan oleh pihak ketiga (B/L, AWB, C/O dan lain-lainnya). Penyelesaian dokumen invoice dan packing list tersebut sudah dibuat sejak produksi selesai hingga proses pengepakan dan stuffing. Selanjutnya mempercepat penyelesaian dokumen yang diterbitkan oleh instansi yang berwewenang. Selain langkah-langkah strategi yang perlu dilakukan oleh PPSNZJ untuk mewujudkan sebagai pusat pemasaran dan pelabuhan ekspor impor hasil perikanan, PPSNZJ perlu melakukan langkah-langkah persiapan sebagai berikut : 1. Persiapan aspek legalitas. Pada persiapan ini diperlukan pengakuan dari pihak yang terkait bahwa PPSNZJ sebagai pelabuhan yang melakukan kegiatan ekspor impor. Sosialisasi dan regulasi terhadap pengakuan PPSNZJ sebagai pelabuhan yang melaksanakan kegiatan ekspor impor diproklamirkan baik pada pihak sektoral maupun pelaku usaha. 2. Persiapan aspek fasilitas.
Peningkatan dan perbaikan fasilitas untuk
menuju pelabuhan ekspor impor perlu disesuaikan, untuk itu dibutuhkan alokasi anggaran yang tepat agar fasilitas di PPSNZJ dapat mendukung kegiatan ekspor impor. 3. Persiapan aspek manajerial.
Persiapan pada aspek ini meliputi
sumberdaya manusia, SOP ekspor impor yang efektif dan efisien serta mengundang instansi yang terkait dengan kegiatan ekspor impor perikanan untuk mendukung kegiatan ekspor impor perikanan di PPSNZJ.
7.3 Peluang Usaha Dengan pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran dan pelabuhan ekspor impor, terdapat beberapa peluang usaha yang masih terbuka, seperti penyaluran perbekalan termasuk BBM dan suplai air bersih, pembangunan cold storage, dan jasa pengangkutan hasil perikanan.
126
Penyaluran perbekalan BBM yang tersedia di PPSNZJ berupa penyaluran BBM bersubsidi yang berdasarkan resolusi World Trade Organisation (WTO), sudah harus dihapuskan agar tercipta keadilan di era pasar global. Sedangkan untuk suplai air bersih, kualitas mutu air bersih yang ada (TDS, kandungan garam dan logam berat) masih belum memenuhi standar baku mutu air yang dapat diminum. Ke depan sudah harus ditingkatkan sehingga dapat memenuhi yang dipersyaratkan. Penyaluran BBM dan air bersih selama ini dilaksanakan oleh pihak swasta dan Perum PPS. Kebijakan Pemerintah, tidak melakukan pembangunan fasilitas komersial (ekonomis produktif) di kawasan pelabuhan bila sudah berkembang dengan baik. Pemerintah akan membangun fasilitas komersial bila hanya sebagai stimulan bagi perkembangan di kawasan tersebut. Jumlah cold storage di PPSNZJ sebanyak 21 cold storage dengan kapasitas terpasang 74.250 ton. Jumlah tersebut masih dibawah kebutuhan yang diestimasikan sebanyak 120.000 ton untuk dapat menyimpan ikan hasil tangkapan, bahan olahan, dan untuk antisipasi memenuhi pasar domistik. Berdasarkan estimasi JICA (2011), PPSNZJ akan mampu mensuplai permintaan domistik sebesar 92.872 ton pada tahun 2015. Selama ini, cold storage disediakan oleh pihak swasta dan Perum PPS. Sedangkan untuk transportasi, PPSNZJ masih perlu didukung oleh alat transportasi yang dapat mempertahankan mutu hasil perikanan, bersih, sehat dan cepat. Kondisi sast ini masih jauh dari sempurna, bahkan masih diangkut dengan kendaraan pick up yang tidak beratap bahkan tidak bersih dan sehat. Saat ini alat transportasi disediakan oleh swasta dan koperasi karyawan.
7.4 Manfaat Lain bila PPSNZJ sebagai Pelabuhan Ekspor Impor Manfaat lain yang dapat diperoleh bila PPSNZJ dapat menjadi pelabuhan ekspor impor, adalah : 1) Bagi eksportir/importir Selain penghematan biaya, juga akan memperoleh manfaat lain seperti : kemudahan dalam proses ekspor impor, jaminan kualitas, mengurangi masa antrian, dan menekan resiko penurunan mutu/meningkatkan daya saing.
127
2) Bagi kapal pengangkut Selain memperoleh kenaikan frekuensi jumlah trip per tahunnya, juga peningkatan pendapatan per tahunnya, kepastian jadwal pengangkutan dan menambah jaringan angkutan barang. 3) Bagi PPSNZJ Selain mendapatkan biaya tambat labuh dan biaya bongkar muat, kegiatan bongkar ikan di PPSNZJ akan meningkat seiring dengan peningkatan ikan untuk ekspor dan permintaan kebutuhan domistik. Juga kegiatan yang menyertai
akan
meningkat
seperti
tambat
labuh
untuk
kapal
penangkap/angkut, kebutuhan melaut, dan jasa penerbitan dokumen. 4) Bagi masyarakat perikanan Manfaat yang dapat dirasakan adalah penyerapan tenaga kerja akan meningkat, kebutuhan ikan domistik lebih terjamin, dan peluang usaha lebih terbuka. 5) Ekonomi wilayah Akan ada pengembangan infrastrukur, lingkungan yang lebih baik dan teratur, barkembangnya sarana dan prasarana transportasi, meningkatnya PAD, serta lingkungan yang lebih kondusif (bersih, tertib dan aman). 6) Negara Mempercepat pencapaian peningkatan pendapatan devisa negara, dimana pada tahun 2010 diprediksikan sebesar US$ 2,5 milyar dan pada tahun 2015 akan meningkat menjadi US$ 5 milyar.
Pelabuhan umum Tanjung Priok merupakan fasilitas yang dapat mendukung kelancaran pengiriman hasil perikanan. Selama ini, ekspor impor hasil perikanan khususnya ikan beku dan olahan dilakukan melalui pelabuhan ini. Apabila PPSNZJ dapat menjadi pelabuhan ekspor impor, keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok masih dibutuhkan sebagai alternatif pilihan atau sebagai pembanding didalam pelaksanaan pengiriman hasil perikanan. Dengan adanya pilihan maka akan bersaing menjadi yang terbaik dalam penyelenggaraan ekspor impor baik dari segi kecepatan dan ketepatan waktu, pelayanan yang diberikan termasuk jaminan mutu ikan yang dikirim, maupun biayanya.
128
8 KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan 1
Terdapat tiga tipe pemasaran di PPSNZJ yaitu tipe pemasaran eskpor ikan segar, tipe pemasaran industri pengolahan dan tipe pemasaran domestik. Tipe pemasaran yang dapat dikembangkan untuk mendukung PPSNZJ sebagai pelabuhan ekspor impor adalah pemasaran industri pengolahan dengan produk ikan olahan beku dan produk ikan beku. Saat ini kegiatan pemasaran yang dilakukan di PPSNZJ hanya pemasaran domestik, belum dilaksanakan kegiatan pemasaran ekspor hasil perikanan melalui PPSNZJ secara langsung.
2
Dalam model pengembangan pelabuhan perikanan sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan, perlu mengkaji melalui tiga komponenn analisis kelayakan, yaitu analisis kelayakan fasilitas, analisis kelayakan aktivitas dan pelayanan ekspor serta analisis ekonomi. Pada masing-masing komponen terdapat batas kritis yang harus dipenuhi yaitu :
1) Analisis kelayakan fasilitas, batas kritisnya adalah : (1) Dermaga (panjang minimal 142 m) (2) Kolam pelabuhan (kedalaman minimal -6,5m) (3) Lahan penimbunan container (luas minimal 6000m2) (4) Persiapan efek sedimentasi dan erosi (minimal ada kapal pengeruk) (5) Air bersih (minimal 1500 ton/hari) (6) Penanganan Limbah (minimal dapat menangani 3 macam limbah).
2) Analisis kelayakan aktivitas dan pelayanan ekspor, batas kritisnya adalah : (1) Pelabuhan sebagai basis ekspor (LQ > 1) (2) Jumlah minimal ekspor berdasar kapasitas kapal angkut (minimal sesuai dengan kapasitas kapal angkut yaitu 2500 ton/keberangkatan) (3) CSI (tingkat kepuasan > 80% pada kelima dimensi) (4) Kelembagaan (minimal terdapat setengah dari kelembagaan yang terkait kegiatan ekspor impor)
3) Analisis Ekonomi, dengan menggunakan pendekatan ekonomi pada kapal pengangkut, maka batas kritisnya adalah : (1) NPV > 0 (2) IRR > bunga bank komersial (3) B/C Ratio > 1 Dari analisis ketiga komponen tersebut, PPSNZJ dinilai layak untuk menjadi pelabuhan perikanan sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan. 3
Perumusan strategi pengembangan PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan, dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal, maka rumusan strategi untuk PPSNZJ adalah sebagai berikut : 1) Pelaksanaan kegiatan ekspor impor perikanan melalui PPSNZJ, 2) Optimalisasi pengelolaan pemanfaatan fasilitas yang mendukung kegiatan ekspor impor di lingkungan PPSNZJ, 3) Pembuatan alur ekspor yang efektif dan efisien, 4) Peningkatan industri olahan ikan yang berstandar internasional, 5) Penerapan kaidah-kaidah perikanan tangkap yang bertanggung jawab, 6) Pengembangan diversifikasi jenis ikan yang masuk ke PPSNZJ, 7) Penambahan alternatif aksesibilitas untuk menuju dan keluar PPSNZJ
8.2 Saran 1
PPSNZJ perlu meningkatkan kebutuhan fasilitas, pengelolaan tingkat pemanfaatan dan penataan letak kapal-kapal yang berada di kolam pelabuhan untuk mendukung PPSNZJ sebagai pusat pemasaran ekspor impor perikanan,
2
PPSNZJ perlu meningkatkan pelayanan ekspor terpadu melalui pelayanan terpadu satu atap yang diselenggarakan di PPSNZJ, sehingga efisiensi pengurusan ekspor impor dapat dilakukan
3
130
PPSNZJ perlu menciptakan tata alur ekspor yang efisien dan efektif .
DAFTAR PUSTAKA
Apple, J.M., 1990. Tataletak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Institut Teknologi Bandung. Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta : Pradnya Paramita. Briceno, et.al,. 2004. Infrastructure Services in Developing Countries : Access, Quantity, Cost and Policy Reform. The Wold Bank, Washington, DC. Chaussade J. 2000. Management of Fishery Activities and Fishing Port System. Seminar on Management of Fishery Activities and Fishing Port System; Bogor 20 September 2000. Bogor : Kerjasama Program Kajian Kepelabuhanan Perikanan dan Transportasi Maritim- LP IPB. Fakultas Perkanan dan Ilmu Kelautan IPB & Universite De Nantes France. Hlm 1 – 12. Danial. 2006. Prospek pengembangan pelabuhan perikanan di Provinsi Sulawesi Selatan. Prosiding Konferensi Nasional (KONAS) V Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil : Batam, Kepulauan Riau, 29 Agustus – 1 September 2006. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. Hlm 205 – 211. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2001. Kebijakan dan Program Pembangunan Perikanan Tangkap. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2008. Laporan Tahunan 2007 Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2000. Petunjuk Teknis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Jakarta. Djamali, R. A., 2007. Evaluasi Keberlanjutan dan Optimalisasi Pemanfaatan Sumber daya Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853). Studi Kasus di Kabupaten Banyuwangi Propinsi Jawa Timur. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Elfandi, S. 2000. Pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan. Makalah Seminar on Management of Fishery Activities and Fishing Port System : Bogor 20 September 2000. Bogor : Kerjasama Program Kajian Kepelabuhanan Perikanan dan Transportasi Maritim – LP IPB. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB & Universite De Nantes France. 14 halaman. Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Bogor: IPB Press.
[FAO] Food Agriculture Organization. 1973. Fisheries Harbour Planning. Fisheries Technical Paper No.123. Rome : Food and Agricultural Organization of the United Nations. 30 pp. Gaspersz Vincent. 1996. Analisis Sistem Terapan : Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Bandung : Tarsito. 670 halaman. Guckian WJ. 1973. The planning and preporatary work for a fishery harbour development project. London : Fishing News (Book) Ltd. 32-54 hlm Haluan, J. et al. 2004.Manajemen Operasi : Teori dan Praktek pada Pemanfaatan Sumber daya Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumber daya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hanafiah, A.M dan A.M Saefudin. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan. UI Press. Jakarta. 228 hal. Hartono, Jogiyanto. 1990. Analisis dan Desain Sistem Informasi : pendekatan terstruktur teori dan praktek aplikasi bisnis. ANDI. Yogyakarta. 888 halaman. Herjanto, Eddy. 1997. Manajemen Operasi (Edisi Ketiga). PT.Grasindo. Jakarta. 488 halaman Hokkanen, 1997. Decision Making Under Uncertainty : Model and Choices, Englewood Cliffs. New Jersey, Prentice-Hall, Icp. Hanim Farida. 2007. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Pelabuhan dalam Kerangka Pengelolaan Lingkungan di PPSNZJ. Provinsi DKI Jakarta. Thesis : tidak dipublikasikan. Sekolah Pasacasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik : Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. SEAMEO-BIOTROP. IPB. Bogor. Huseini, M. 1999. Mencermati Misteri Globalisasi: Menata Ulang Strategi Pemasaran Internasional Indonesia Melalui Pendekatan Resource-Based. Pidato Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Jakarta. 55 hal. Ismail, I. 2005. Perencanaan pelabuhan perikanan di Indonesia utamanya di Pulau Jawa dalam era otonomi daerah. Makalah Semiloka Internasional Revitalisasi Dinamis Peran Pelabuhan Perikanan dan Perikanan Tangkap di Pulau Jawa dalam Pembangunan Perikanan di Indonesia: Bogor, 6-7 Juni 2005. Bogor : Institut Pertanian Bogor. 18 hlm. JICA. 2011. Konsep Laporan Akhir Studi Perbaikan Mekanisme Distribusi melalui Pengembangan Pasar Ikan (Peningkatan Penanganan Pasca Panen dan Fasilitas Pemasaran) di Indonesia. Kementerian Kelautan Perikanan. Oafic Co.,LTD dan Oriental Consultant Co., LTD. Jakarta Kadariah, 1983. Evaluasi Proyek. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 132
Katiha Pradeep K, Y.S. Negi and S.C. Tewari. 1998. Institutional and NonInstitutional Fish Marketing : A case study in Himachal Pradesh. Indian Journal of Agricultural Economics Jul-Sep 1998; 53. Pg 392. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber daya Ikan. 1997. Potensi Sumber daya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) di Perairan Indonesia Tahun 1997. Jakarta. Kramadibrata S. 2002. Perencanaan Pelabuhan. Bandung : Penerbit ITB. 471 hlm. Lubis E. 2000. Pengelolaan aktivitas dan sistem pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang terletak di wilayah perairan Laut Jawa. Makalah Seminar. Seminar on Management of Fishery Activities and Fishing Port System; Bogor 20 September 2000. Bogor : Kerjasama Program Kajian Kepelabuhanan Perikanan dan Transportasi Maritim – LP IPB. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB & Universite De Nantes France. 10 hlm. Lubis E dan Sumiati. 2011. Pengembangan Industri Pengolahan Ikan Ditinjau dari Produksi Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu. Jurnal Marine Fisheries Vol.2 No.1 Mei 2011. Bogor. Mahyuddin, B., 2007. Pola Pengembangan Pelabuhan Perikanan dengan Konsep Tryptique Portuaire : Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Pengambengan . Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Manetch PGW, Park GL. 1977. Sistem Analisis and Simulation with Application to Economic and Social Science. New York: Michigan State University. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta Matzler Kurt, Franz Bailom, Hans H. Hinterhuber, Birgit Renzl and Johann Pichler. 2004. The asymmetric relationship between attribute-level performance and overall customer satisfaction : a reconsideration of the importance-performance analysis. Industrial Marketing Management Journal 33. Pg 271-277. Monintja, D. 2000. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Murdiyanto B. 2004. Pelabuhan Perikanan : Fungsi, Fasilitas, Panduan Operasional, Antrian Kapal. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Nurani, T. W., 2008. Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Nurani, T.W., John Haluan, Sudirman Saad, Ernani Lubis. 2008. Rekayasa Sistem Pengembangan Perikanan Tuna di Perairan Selatan Jawa. Forum 133
Pascasarjana Vol.31 No.2 April 2008. Institut Pertanian Bogor. Bogor. halaman 79-92. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16/PERMEN/2006. Tentang Pelabuhan Perikanan. Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001. Produksi Ikan Dari Hasil Penangkapan Di Laut. Jakarta. Todaro, M.P. dan Smith, S.C., 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta. Rustiadi, E. et al. 2007. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.IPB. Bogor. Saaty, T.L. 1991. Pengambil Keputusan. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Sabana Choliq. 2007. Analisis Pengembangan Kota Pekalongan sebagai Salah Satu Kawasan Andalan di Jawa Tengah. Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan – Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Tesis (tidak dipublikasikan). Universitas Diponegoro. Semarang. Shukla, A. 2000. Regional Planning and Sustainable Development. Kanishka Publisher. New Delhi. Simatupang T. 1995. Teori Sistem Suatu Pendekatan Perspektif Teknik Industri. Yogyakarta: Andi Offset. Subagyo P., Asri M., Handoko H., 2000. Dasar-dasarr Operations Research. Edisi 2. BPFE-UGM. Yogyakarta. Sudaryanto Budi. 2006. Analisis Efisiensi Kinerja Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dengan Data Envelopment Analysis (DEA) : Studi di Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang Jawa Tengah. Jurnal EmpirikaVol. 19 No. 1, Juni 2006. Universitas Muhammaddiyah Surakarta. Surakarta Suherman, A., 2007. Rekayasa Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Suherman Agus dan Adhyaksa Dault. 2009. Analisis Dampak Sosial Ekonomi Keberadaan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur. Jurnal Saintek Perikanan. Vol 5 No.1 halaman 25-30. Suherman A. 2011. Formulasi Strategi Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan Jembrana. Jurnal Marine Fisheries Vol.2 No.1 Mei 2011. Bogor. Supranto J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Edisi Baru. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 134
Sumarwan, Fr., 2011. Menjelajah Dahsyatnya Pasar Ekspor. Panduan praktis dan taktis menembus pasar ekpor. Jogja Bangkit Publisher. Yogyakarta. Suseno. 2007. Menuju Perikanan Berkelanjutan. Jakarta : Pustaka Cisendo. 161 halaman. Syaukani, M., 2009. Model Jaringan Industri Perikanan Tangkap di Wilayah Kepulauan. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Undang Undang RI No. 31 Tahun 2004 (diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009) Tentang Perikanan. Wijaya, A. 1996. Pilihan Pembangunan Industri : Kasus DKI Jakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan No. IV (2). Jakarta. Yuniarta S, S.H. Wisudo dan B.H. Iskandar. 2011. Kinerja Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan – KKP sebagai Salah Satu Stakeholder Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Jurnal Marine Fisheries Vol.2 No.1 Mei 2011. Bogor. Yusuf Helmi, Kooswardhono Moedikdjo, M. Sri Saeni dan Lutfi I.Nasution. 2005. Dampak Pembangunan Pelabuhan Perikanan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Pendapatan Masyarakat. Buletin Ekonomi Perikanan Vol. VI No.1.
135
Lampiran 1 Jenis Ikan yang Menjadi Bahan Baku Unit Usaha/Industri Pengolahan No
Jenis Ikan
2008
2009
-
356.155,80
239.430,10
966.258,36
2.239.255,20
242,90
453,60
453,60
672,98
2.356,55
-
6.627,60
-
519,82
906,15
15,00
5,50
-
58,10
4.476,55
-
-
2,10
-
-
619.925,40
6.306.157,80
4.975.554,60
18.169.661,16
16.981.215,84
295,50
171,50
544,00
5.499,80
345,65
Cucut
256.756,10
831.589,30
498.008,40
945.404,43
1.819.877,34
218.204,00
139.545,00
133.749,00
653.659,30
4.370.303,70
10
Cumi-cumi Cunang/ Remang
-
-
-
120,05
161,56
11
Gindara
-
-
-
-
658.814,08
12
Golok-golok
14.587,30
14.424,20
11.603,90
9.545,34
3.390,38
13
Ikan Lainnya
53.232,80
96.929,60
65.617,60
128.850,33
920.966,56
14
Japuh
488,60
22,40
-
625,24
446,39
15
Jenaha
-
-
-
-
8,26
16
Kakap Batu
-
-
-
-
43.565,13
17
Kakap Merah
6.411,90
2.170,80
12.575,90
5.372,73
112.692,66
18
Kakap Putih
-
-
-
645,34
19.857,94
19
Kakap Sawo
-
-
-
46,55
224,98
20
Kembung
1.866,60
5.319,00
6.483,60
7.655,04
196.192,98
21
Kepiting
-
-
-
-
8.740,20
22
Kerapu Karang
-
265,20
707,20
100,88
488,28
23
Kurisi
-
-
-
-
16.298,03
24
Kwee
3.908,30
3.500,30
5.722,20
6.898,43
11.769,78
25
Layang
982,30
135.599,70
-
35.750,08
4.297.151,72
26
Layaran
239.230,20
603.442,20
412.626,20
736.869,79
780.003,28
27
Lemadang
19.055,10
30.945,30
22.127,40
76.113,81
465.204,93
28
Lemuru
4.062,90
1.374,60
13.015,20
78.956,85
85.924,68
29
Marlin
164.533,60
558.511,80
476.853,30
588.802,58
1.280.925,03
30
Meka
182.565,60
503.454,00
315.856,80
960.524,88
1.654.816,80
1
Albakora
2
Alu-alu
3
Bawal Putih
4 5
Belanak Beloso/Buntut Kebo
6
Cakalang
7
Cendro
8 9
2006
2007
2010
137
No
Jenis Ikan
31
Pari
32
Sebelah
33
Talang-talang
34
Tenggiri
35 36
2006
2007
2008
2009
2010
8.407,50
6.118,30
37.913,40
83.575,00
6.788,54
0,30
8,00
55,60
23,72
20,08
4.047,70
3.661,80
3.250,40
3.894,70
2.173,79
1.587.047,20
1.196.642,80
1.055.632,40
881.631,92
1.770.169,96
Tetengkek
1.495,20
1.318,10
2.812,60
2.731,82
2.665,95
Tongkol Tuna Mata Besar
2.817.769,80
2.548.361,20
2.400.857,00
3.806.818,60
3.158.915,50
-
941.203,90
748.302,10
2.233.172,15
10.854.744,81
-
-
-
-
339.743,00
39
Tuna Sirip Biru Tuna Sirip Kuning
-
1.199.936,40
820.349,40
2.502.153,51
5.871.209,76
40
Udang
-
-
-
4.292,25
998.786,69
9.902.285,60
15.493.915,70
12.260.104,00
32.896.905,54
58.981.598,71
37 38
JUMLAH
138
Lampiran 2 Jenis Ikan yang Diekspor pada Periode Tahun 2006-2010 No
Jenis Ikan
1
Tuna Sirip Kuning
2
Cakalang
3
Layang
4
Tuna Mata Besar
-
5
Tenggiri
6
2006
2007
2008
2009
2010
-
236.910,52
161.966,42
494.014,92
1.159.187,57
31.991,21
325.428,88
256.763,19
937.644,24
876.314,60
199,39
27.523,85
7.256,51
872.230,37
-
65.160,27
51.805,53
154.604,23
751.482,33
350.820,96
264.521,04
233.350,32
194.887,06
391.300,73
Lemadang
11.499,92
18.675,76
13.354,08
45.935,35
280.755,26
7
Marlin
29.487,84
100.096,92
85.462,02
105.525,66
229.568,38
8
Meka
20.864,64
57.537,60
36.097,92
109.774,27
189.121,92
9
Cumi-cumi
9.351,60
5.980,50
5.732,10
28.013,97
187.298,73
28.179,36
18.943,92
76.451,21
177.171,84
10
Albakora
-
11
Layaran
119.768,84
126.779,64
12
Kakap Batu
-
-
-
-
115.758,77
13
Gindara
-
-
-
-
92.645,73
14
Cucut
15
38.883,83
98.081,87
67.067,15
9.520,17
30.834,21
18.465,48
35.054,32
67.478,60
Tongkol
51.810,61
46.856,96
44.144,79
69.996,34
58.083,29
16
Manyung
22.240,00
22.452,00
19.598,00
33.862,20
53.800,60
17
Bawal Hitam
14.258,00
382
19.190,00
11.935,20
24.733,20
18
Kurisi
19
Belanak
20
Kakap Merah
21
Udang
-
22
Bawal Putih
-
23
Golok-golok
24
Selar
25
Lemuru
26
Kakap Putih
27
Alu-alu
28
Sembilang Karang
29
Gabus Laut
30
Pari
31
Talang-talang
32
Kerapu Karang
33
Cendro
-
-
-
57
20,9
947,43
320,76 70.441,92
-
-
21.653,10 220,78
17.010,89
793,88
16.651,60
-
66,38
15.445,16
-
5.524,94
9.631,08
1.858,23
34.884,49
34.494,44
27.749,90
22.827,00
8.107,85
310
620
2.408,00
10.311,80
6.171,00
254,98
86,27
816,82
4.955,22
5.392,51
113,33
3.487,25
-
322,71
-
602,64
-
602,64 -
894,1
3.130,85
1.047,00
2.367,40
104
2.883,00
3.939,00
2.108,80
2.196,30
2.220,15
1.615,65
10.011,71
22.069,47
1.792,63
592,87
536,35
476,09
570,46
318,4
48,96
130,56
18,62
90,14
32,59
103,36
1.044,96
65,67
56,15
139
Lampiran 3 Tujuan Ekspor Ikan dari PPSNZJ Periode 2005 – 2009 (ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
140
Negara Afrika Albania Algeria Amerika Australia Austria Bahrain Belanda Belgia Canada China Colombo Curacao Cyprus Denmark Dominika Finlandia Hawai Hongkong India Inggris Iran Israel Italia Jepang Jerman Jordania Korea Kroasia Kuwait Libanon Makau Maladewa Malaysia Maldavis Malta Mauritius Mesir Mexico Panama Perancis
2005 -
2006 -
-
-
8.383,00
9.783,25 -
2007
1.105,92 1.540,34 641,68 474,63 361,99 868,06 394,41 272,73 789,18 529,03 241,92 465,78 7.961,67 8.331,47 1.074,66 454,49 573,59 288,81 372,24 543,42 -
2008 23,00 56,13 5.505,96 321,59
6.778,35 408,85 -
315,27 556,68 242,42 1.054,70
-
144,61 552,88 66,89 2.667,88 -
113,42
9,96 25,04 0,68 8,22 134,16
115,61 -
271,66
104,13 626,08 872,15 602,55 9.243,74 99,26 0,81 1.384,68
360,39 333,47 8.263,39 117,75 2.462,73 -
-
172,81 480,88 -
2,48 10,69 0,75 0,04 100,87 11,50 13,12 107,79 101,61 446,62 18,50 50,62
2009 0,01 16,17 46,85 6.801,89 349,13 31,26 27,99 307,02 537,31 78,24 6.336,05 25,00 0,01 17,77 15,10 29,16
394,89 27,22 409,18 2.164,86 878,57 216,23 11.363,60 25,20 26,84 1.555,39 61,05 18,84 19,06
521,97 26,33 27,15 17,84 490,23 21,00 53,43
No 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Negara Peru Philipina Puerto Rico Portugal Rumania Rusia Selandia Baru Singapura Spanyol Srilanka Swedia Swiss Taiwan Thailand Tunisia Turkey UEA Ukraina Uruguay Venezuela Vietnam Yordania Yunani Lainnya TOTAL
2005 -
2006 -
2.108,89 2.276,73 435,21 270,20 339,05 786,15 2.087,35 1.565,51 28.195,52 27.125,84
2007 -
2008 73,92 15,82 7,40 -
78,82
383,39 5,00 3.205,39 65,04 223,09 16,58 0,01 1.288,56 2.304,31 54,00 7,00 76,95 91,97 267,61 0,00 608,26
2.035,32 219,70 148,87 1.313,05 1.274,74 514,73 -
2009 26,40 282,67 15,73 92,40 517,41 3.235,86 49,06 1.211,06 14,19 9.665,51 3.878,02 593,17 102,39 1,08 211,40 2.432,45 0,20 12,15
20,54 505,59 28.139,20 32.029,79
55.278,99
141
Lampiran 7 Analisis Kelayakan Ekonomi Kapal Kontainer 3.000 GT NPV TUJUAN
KAPASITAS KONTAINER
SHIPPING
TRIP
NILAI SISA
PEMASUKAN
BENEFIT
USA/EROPA 26.000.000
100
10
200.000.000
26.000.000.000
26.200.000.000
10.000.000
100
24
200.000.000
24.000.000.000
24.200.000.000
JEPANG
JENIS
PAJAK USAHA*
BIAYA*
PAJAK BADAN*
COST*
NET BENEFIT*
DF 12%
NPV
USA/ EROPA 14.200.000
2.600.000
650.000
17.450.000
8.750.000
0,104
907.084.194
16.600.000
2.400.000
600.000
19.600.000
4.600.000
0,104
476.867.119
JEPANG
*(dalam ribu)
B/C RATIO TUJUAN EKSPOR USA/EROPA
BENEFIT*
COST*
28.800.000
17.450.000
DF 12%
PV ( B )
PV ( C )
BCR
0,104 2.985.602.834 1.808.985.051
1,65043
JEPANG 24.200.000 19.600.000.
0,104 2.508.735.715 2.031.868.596 1,234694
* (dalam ribu)
147
Lampiran 7 (lanjutan) Internal Rate of Return TUJUAN USA/EROPA
ARUS KAS
DF 12%
NPV1
DF 18%
NPV2
IRR
8.750.000.000
0,104 907.084.194
0,037 319.424.267
21,26%
4.600.000.000
0,104 476.867.119
0,037 167.925.900
16,67%
JEPANG
Return of Investment dan Pay Back Period
TUJUAN
NET BENEFIT
INVESTASI
ROI
PBP (TH)
Tujuan USA/EROPA 8.750.000.000 17.450.000.000
50,14%
2,00
4.600.000.000 19.600.000.000
23,47%
4,26
Tujuan Jepang
148
Lampiran 8 Penilaian Faktor Internal dan Eksternal dan Pembobotan Strategi Uraian faktor-faktor internal dan eksternal Nilai Kekuatan 1. PPSNZJ layak sebagai pusat pemasaran ekspor 4 impor perikanan berdasarkan 3 komponen kelayakan. 2. PPSNZJ sebagai salah satu titik pertumbuhan ekonomi untuk DKI Jakarta dan sekitarnya
Bobot
Rating
0,36
4
1,45
4
0,36
4
1,45
3
0,27
3
0,82
0,30
3
0,90
0,40
4
1,60
0,30
3
0,90
3. Pemerintah Indonesia ikut menandatangani Port State Agreement yang diinisiasi oleh Food Agriculture Organization (FAO) Kelemahan 1. Pemanfaatan beberapa fasilitas yang belum 3 optimal seperti ruang penanganan ikan dan kapasitas ruang pendingin yang tidak sesuai pada saat musim puncak 2. Instansi terkait dengan kegiatan ekspor (bea 4 cukai, imigrasi dan perbankan) belum tersedia secara lengkap di PPSNZJ 3. Terdapat 15 atribut yang dinilai penting oleh 3 pelaku usaha dan kinerjanya rendah dari PPSNZJ, atribut-atribut tersebut harus menjadi prioritas PPSNZJ dalam pengembangannya Kekuatan – kelemahan Peluang 1. Permintaan internasional akan ikan terus meningkat 2. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat
Skor
0,33
4
0,36
4
1,45
3
0,27
4
1,09
3. Kebijakan pemerintah dalam peningkatan 4 produksi budidaya ikan untuk memenuhi permintaan ikan Ancaman 1. Aksesibilitas menuju dan keluar PPSNZJ tidak 3 efisien dan mengganggu distribusi pemasaran ikan
0,36
4
1,45
0,30
3
0,90
4
0,40
3
1,20
3
0,30
2
0,60
2. Isu tentang overfishing di perairan Indonesia 3. Persyaratan internasional terhadap produk komoditi ekspor perikanan yang semakin ketat Peluang – Ancaman
1,30
149
Lampiran 8 (lanjutan) Matriks QSPM Faktor Kekuatan (Strength) S1
Bobot
Strategi 1 AS WAS
Strategi 2 AS WAS
Strategi 3 AS WAS
Strategi 4 AS WAS
Strategi 5 AS WAS
Strategi 6 AS WAS
Strategi 7 AS WAS
0,22
0,36
3,00
1,08
2,00
0,72
2,00
0,72
3,00
1,08
4,00
1,44
3,00
1,08
3,00
S2
0,22
0,36
2,00
0,72
3,00
1,08
2,00
0,72
3,00
1,08
3,00
1,08
3,00
1,08
2,00
S3
0,17
0,27
4,00
1,08
2,00
0,54
3,00
0,81
3,00
0,81
4,00
1,08
3,00
0,81
3,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Kelemahan (Weakness) W1
0,30
0,30
3,00
0,90
2,00
0,60
4,00
1,20
4,00
1,20
4,00
1,20
2,00
0,60
2,00
W2
0,40
0,40
4,00
1,60
1,00
0,40
2,00
0,80
2,00
0,80
1,00
0,40
2,00
0,80
4,00
W3
0,30
0,30
2,00
0,60
3,00
0,90
3,00
0,90
2,00
0,60
3,00
0,90
3,00
0,90
2,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Peluang (opportunity) O1
0,36
0,36
3,00
1,08
3,00
1,08
3,00
1,08
3,00
1,08
1,00
0,36
2,00
0,72
3,00
O2
0,27
0,27
2,00
0,54
3,00
0,81
2,00
0,54
2,00
0,54
1,00
0,27
2,00
0,54
2,00
O3
0,36
0,36
2,00
0,72
3,00
1,08
3,00
1,08
3,00
1,08
1,00
0,36
2,00
0,72
2,00
145
Faktor Ancaman threats) T1
Bobot
Strategi 1 AS WAS
Strategi 2 AS WAS 0,00
Strategi 3 AS WAS 0,00
Strategi 4 AS WAS 0,00
Strategi 5 AS WAS 0,00
Strategi 6 AS WAS 0,00
Strategi 7 AS WAS 0,00
0,30
0,30
3,00
0,90
1,00
0,30
2,00
0,60
2,00
0,60
1,00
0,30
3,00
0,90
2,00
T2
0,40
0,40
3,00
1,20
2,00
0,80
3,00
1,20
2,00
0,80
2,00
0,80
3,00
1,20
3,00
T3
0,30
0,30
3,00
0,90
3,00
0,90
3,00
0,90
2,00
0,60
1,00
0,30
2,00
0,60
2,00
TOTAL
11,32
9,21
10,55
10,27
8,49
9,95
146
Lampiran 9 Analisis Perhitungan Tingkat Pemanfaatan Fasilitas 1)
Dermaga
Pengukuran tingkat penggunaan dermaga menurut Latif (2003), dapat diketahui dengan menghitung BOR (”Berth Occupancy Ratio”): BOR = λ x (Ts/N) x 100% Keterangan : BOR : Ratio tingkat penggunaan dermaga (%) λ : Rata-rata kunjungan kapal (kapal/jam). Ts : Rata-rata waktu pelayanan dermaga (jam/kapal) N : Jumlah tambatan di dermaga. Perhitungan : Kunjungan kapal yang masuk PPSNZJ rata-rata 10 kapal per hari dengan tingkat pelayanan rata-rata 5 hari ( 1 hari = 24 jam) untuk setiap kapal dan terdapat 36 tambatan (28 tuna landing centre dan 8 transit sheed). Maka : BOR = 10/24 x ((5x24)/36) x 100% = 0,417x3.333 x100% = 139 % atau Tingkat Penggunaan Dermaga 39% diatas kapasitasnya. 2) Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan dapat diukur luasnya dengan menggunakan rumus : L = Lt + (3 x n x l x b) Keterangan : L : Luas kolam pelabuhan (m2) Lt : Luas kolam untuk memutar kapal (m2) n : Jumlah maksimum kapal yang dapat berlabuh (buah) l : Panjang kapal rata-rata (meter) b : Lebar kapal terbesar (meter) Lt merupakan luas kolam pelabuhan yang dapat digunakan kapal untuk melakukan putaran. Besarnya pemutaran minimun satu kali panjang kapal terbesar. Luas kolam ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus luas lingkaran sebagai berikut : Lt : π r2 Keterangan : Lt : Luas kolam untuk memutar kapal (m2) Π : 3,14 r : Panjang kapal terbesar (meter)
157
Lampiran 9 (lanjutan) Perhitungan : Rata-rata kapal yang memanfaatkan kolam mempunyai panjang 26 m dengan panjang kapal terbesar adalah 70 meter dengan lebar 30 meter. Jumlah kapal maksimal yang dapat berlabuh 285 kapal. Luas Kolam yang ada 40 Ha. - Lt = 3,14 x (70)2 = 15.386 m2. - L = 15.386 + (3 x 285 x 26 x 30) = 15.386 + 666.900 = 682.286 m2 = 68,23 Ha. Maka Kapasitas Terpakai = 68,23/40 x 100% = 170,6 % atau Kolam pelabuhan menampung kapal 70,6 % melebihi dari kapasitasnya.
3) Gedung pelelangan Luas gedung pelelangan ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : L = f /r. P/n Keterangan : L : Luas gedung pelelangan (m2) f : Koefisien ruangan rata-rata P : Produksi rata-rata per hari (ton) n : Intensitas lelang per hari (kali) r : Perbandingan ruang lelang dengan gedung lelang (0,27-0,394). Perhitungan : Luas Gedung TPI 3.367 m2 (Ruang Lelang 30% = 1.010 m2), Koefisien ruangan ratarata dengan komuditas jenis ikan sedang (tongkol) dengan cara peragaan disusun (Bambang Murdiyanto, 2004) sebesar 14 (f). Produksi rata-rata per hari yang dilelang = 16.010/365 = 43,86 ton/hari (P). Intensitas lelang per hari = 3 kali (n), dan perbandingan ruang lelang dengan Gedung TPI = 30% (r). L = (14/0,30) x (43,86/3) = 46,67 x 14,62 = 682,32 m2. Kapasitas Ruang Lelang yang terpakai = (682,32/1010) x 100% = 67,56 %. Maka Kapasitas Ruang Lelang yang Terpakai = 67,56 % atau kurang 32,44% dari kapasitasnya.
158
Lampiran 10 Metode Logarithmic sebagai Peramalan Jumlah Ekspor Ikan pada tahun 2011 dan 2012 Tahun Tahun ke2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1 2 3 4 5 6 7
Jumlah Ekspor 27.125,81 28.139,20 32.029,79 55.278,94 60.020,20 58.046,87 61.285,57
70.000
Jumlah ekspor (ton)
60.000 50.000 R² = 0,7111 40.000 30.000 20.000 10.000 0
1
2
3 Tahun
4
5
6
159
Lampiran 11 Nilai harapan dan kepuasan dari pelaku usaha terhadap fasilitas dan pelayanan PPSNZJ 1) Dimensi tangibility Analisis tingkat kepuasan pelaku usaha Skor Kepuasan
No
Deskripsi
1
Kemudahan menjangkau lokasi PPSNZJ
2,60
2,10
-0,50
2 3 4 5
Kemudahan akses di dalam PPSNZJ Keamanan lingkungan PPSNZJ Kebersihan lingkungan PPSNZJ Kondisi fasilitas pra produksi 5.1 Penjualan bahan baku 5.2 BBM Kondisi fasilitas produksi/pengolahan 6.1 Tempat penanganan ikan 6.2 Areal usaha/industry 6.3 Listrik 6.4 Air bersih Ketersediaan fasilitas ekspor ikan Ketersediaan fasilitas health certificate untuk komoditi ikan Rata-rata
2,53 2,97 4,10
2,13 2,93 2,77
-0,40 -0,03 -1,33
3,20 3,47
3,30 3,37
0,10 -0,10
2,00 2,97 3,43 2,20 1,90
2,27 2,17 2,27 2,00 1,93
0,27 -0,80 -1,17 -0,20 0,03
1,97
2,03
0,07
2,78
2,44
-0,34
6
7 8
Harapan
Selisih
Tingkat kepuasan dimensi tangibility adalah :
160
Lampiran 11 (lanjutan) 2) Dimensi Reliability Analisis tingkat kepuasan pelaku usaha No
Deskripsi
1
Kapasitas fasilitas pra produksi 1.1 Penjualan bahan baku 1.2 BBM Kapasitas fasilitas produksi/pengolahan 2.1 Tempat penanganan ikan 2.2 Areal usaha/industri 2.3 Listrik 2.4 Air bersih Kelengkapan fasilitas ekspor Kecepatan pelayanan pengelola dalam proses dokumen kapal Kecepatan pelayanan pengelola dalam proses ekspor (SHTI) Kecepatan pelayanan fasilitas health certificate untuk kegiatan ekspor ikan Rata-rata
2
3 4 5 7
Harapan
Skor Kepuasan
Selisih
3,07 3,13
2,53 3,23
-0,53 0,10
2,27 2,53 3,43 2,57 2,57
2,27 2,13 2,43 2,27 1,70
0,00 -0,40 -1,00 -0,30 -0,87
3,23
2,73
-0,50
3,13
3,13
0,00
2,87
2,90
0,03
2,88
2,53
-0,35
Tingkat kepuasan dimensi reliability adalah :
3) Dimensi Responsiveness Analisis tingkat kepuasan pelaku usaha No
Skor
Pertanyaan Harapan 1 Kesediaan pengelola dalam memberikan pelayanan 2 Respon pengelola dalam memberikan pelayanan 3 Kepedulian pengelola dalam operasional PPSNZJ Skor rata-rata
Kepuasan
Selisih
3,43
2,77
-0,67
2,87
2,57
-0,30
2,63
2,17
-0,47
2,98
2,50
-0,48
Lampiran 11 (lanjutan) 161
Tingkat kepuasan dimensi responsiveness :
4) Dimensi Assurance Analisis tingkat kepuasan pelaku usaha No
Skor
Pertanyaan
1 Keramahan staf dalam memberikan pelayanan 2 Pengetahuan dan ketrampilan staf yang memberikan pelayanan 3 Jaminan ketepatan waktu selesai proses dokumen dan ekspor Skor rata-rata
Harapan Kepuasan Selisih 2,87 3,63
0,77
2,73
2,57
-0,17
2,80
3,03
0,23
2,80
3,08
0,28
Tingkat kepuasan dimensi assurance :
5) Dimensi Empathy Analisis tingkat kepuasan pelaku usaha No
Skor
Pertanyaan Harapan
1 Adanya prosedur pelayanan yang cepat, sederhana, mudah dan jelas untuk pelayanan dokumen kapal 2 Adanya prosedur pelayanan yang cepat, sederhana, mudah dan jelas untuk pelayanan ekspor 3 Keluhan dan saran ditangapi dengan baik Skor rata-rata
Kepuasan
Selisih
2,97
2,10
-0,87
2,97 2,87
2,63 2,40
-0,33 -0,47
2,93
2,38
-0,56
Tingkat kepuasan dimensi empathy :
162
Lampiran 12 Analisis Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Terhadap Fasilitas dan Jasa Pelayanan dengan Importance Performance Analysis (IPA) No 1 2 3 4 5 6 7
Deskripsi Kemudahan menjangkau lokasi PPSNZJ Kemudahan akses di dalam PPSNZJ Keamanan lingkungan PPSNZJ Kebersihan lingkungan PPSNZJ Kondisi penjualan bahan baku pada fasilitas pra produksi Kondisi BBM pada faslitas pra produksi Kondisi tempat penanganan ikan pada fasilitas produksi/pengolahan 8 Kondisi areal usaha/industri pada fasilitas produksi/pengolahan 9 Kondisi listrik pada fasilitas produksi/pengolahan
10 11 12 13 14 15
Kondisi air bersih pada fasilitas produksi/pengolahan Ketersediaan fasilitas ekspor ikan Ketersediaan fasilitas health certificate untuk komoditi ikan Kapasitas penjualan bahan baku pada fasilitas pra produksi Kapasitas BBM pada fasilitas pra produksi Kapasitas tempat penanganan ikan pada fasilitas produksi/pengolahan 16 Kapasitas areal usaha/industri pada fasilitas produksi/pengolahan 17 Kapasitas listrik pada fasilitas produksi/pengolahan 18 Kapasitas air bersih pada fasilitas produksi/pengolahan 19 Kelengkapan fasilitas ekspor 20 Kecepatan pelayanan pengelola dalam proses dokumen kapal 21 Kecepatan pelayanan pengelola dalam proses ekspor (SHTI) 22 Jam pelayanan yang disediakan pengelola 23 Kecepatan pelayanan fasilitas health certificate untuk kegiatan ekspor ikan 24 Kesediaan pengelola dalam memberikan pelayanan 25 Respon pengelola dalam memberikan pelayanan 26 Kepedulian pengelola dalam operasional PPSNZJ 27 Keramahan staf dalam memberikan pelayanan 28 Pengetahuan dan ketrampilan staf yang memberikan pelayanan 29 Jaminan ketepatan waktu proses dokumen dan ekspor 30 Adanya prosedur pelayanan yang cepat, sederhana, mudah dan jelas untuk pelayanan dokumen kapal 31 Adanya prosedur pelayanan yang cepat, sederhana, mudah dan jelas untuk pelayanan ekspor 32 Keluhan dan saran ditangapi dengan baik Rata-rata
Kepuasan 2,10 2,13 2,93 2,77 3,30 3,37
Kepentingan 2,57 2,80 3,87 4,10 3,67 4,33
2,27
3,87
2,17
3,30
2,27 2,00 1,93 2,03 2,53 3,23
3,50 3,80 4,17 3,97 3,73 4,10
2,27 2,13
3,47 3,93
2,43 2,27 1,70
4,30 4,17 3,73
2,73 3,13 2,20
4,07 4,00 3,90
2,90 2,77 2,57 2,17 3,63 2,57 3,03
4,20 3,87 4,47 4,13 4,03 3,93 4,40
2,10
4,30
2,63 2,40 2,53
3,77 3,87 3,83
163
Lampiran 13 : Alur Bongkar Kapal Tuna Segar/Beku di PPSNZJ
157
Lampiran 14 Alur Bongkar Kapal Non Tuna (Tradisional) di PPSNZJ
158
Lampiran 15 Prosedur Kapal Masuk Pelabuhan
Lampiran 16 Prosedur Penerbitan SKP (Sertifikat Kelayakan Pengolahan) 159
UPI
PERMOHONAN SKP
NO
UPI
Dinas KP Provinsi
EVALUASI DOKUMEN
DAERAH 3 Bulan
YES
Tindakan Perbaikan (Mak. 3 Bulan)
NO
PEMBINAAN AWAL (Pra-SKP)
Pembinaan Mutu Daerah YES
USULAN ke DIRJEN
Supervisi Pembina Mutu Pusat terhadap sistem pembinaan daerah
EVALUASI DOKUMEN
Dinas KP Propinsi
Sekretariat Pantek
PUSAT
YES
Pantek SKP
Bahan kaji ulang manajemen sistem penerbitan SKP
Rekomendasi Penerbitan SKP PENERBITAN SKP
Pantek SKP
10 Hari
DIRJEN
160
Lampiran 17 Prosedur Penerbitan Sertifikat HACCP
UNIT PENGOLAHAN IKAN
INSPEKSI
TINDAKAN PERBAIKAN
INSPEKTUR (Pusat & Daerah)
APLIKASI
LAPORAN PENUGASAN
DJP2HP
SERTIFIKAT HACCP
UPT KARANTINA IKAN
SKP
161
Lampiran 18 Alur Ekspor Hasil Tangkapan Ikan di PPSNZJ
162
Lampiran 19
163
Lampiran 20
164