KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA)
AHMAD MANSUR
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kinerja Pengawas Kapal Ikan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta)” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari kutipan dari karya yang diterbitkan dari penulisi lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Juli 2007
Ahmad Mansur C551040194
ABSTRAK Ahmad Mansur. Kinerja Pengawas Kapal Ikan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta) Dibimbing oleh Budhi Hascaryo Iskandar sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Domu Simbolon sebagai Anggota Pengawasan terhadap kapal perikanan yang dilakukan di pelabuhan pangkalan diharapkan mampu mencegah terjadinya pelanggaran atau kejahatan di bidang perikanan. Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Dengan Penelitian ini diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran di bidang perikanan yang pada akhirnya akan terwujud kelestarian sumberdaya ikan. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja pengawas; dan (2) mengetahui tingkat kinerja pengawas perikanan dan menentukan cara meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Metodologi yang digunakan adalah : (1) Analisis diskriptif dan perhitungan rata-rata bobot nilai setiap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas yang sudah ditentukan; (2) Analisis Rank Spearman untuk mengetahui tingkat hubungan dari masing-masing faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja pengawas; (3) metode Proses Hierarki Analitik (PHA) untuk meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Dari hasil penelitian ini didapat bahwa tingkat kinerja dari pengawas perikanan di PPSNZJ kurang baik. Peningkatan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kecakapan penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan.
Kata Kunci:
Pengawas, kapal ikan, tingkat kinerja, PPS Nizam Zachman Jakarta.
ABSTRACT A Study on The Performance of Fishing Vessel Supervisor (Case Study in Jakarta Ocean Fishing Port). Supervised by Budhi Hascaryo Iskandar and Domu Simbolon
The observation on fishing vessel is expected by prevent illegal fishing.. The aims of this research are : (1) To evaluate factors having an effect on to supervisor performance; and (2) To know of performance fishing vessel supervisor and determine the research are : (1) To evaluate factors having an effect on the supervisor performances ; and (2) To determine the way of improving performance fishing vessel supervisor in Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port. The analysis method that used are : (1) Analysis of descript an anumeration of weight mean asses every factor having an effect on to determined supervisor performance; (2) Process Hierarki Analytic (PHA) to increase performance of fishing vessel supervisor in Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port. The research result shows that the performance of supervisor can be improved by enrichment the knowledge of the supervisor especially in the field of fisheris law. The research result shows that the performance of supervisor in Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port can be improved knowledge and punish the are of supervisor fishery.
Keyword : Performance, Fishing Vessel Supervisor, Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA JAKARTA)
AHMAD MANSUR
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Penelitian
: Kinerja Pengawas Kapal Perikanan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta)
Nama Mahasiswa
: Ahmad Mansur
Nomor Pokok
: C551040194
Program Studi
: Teknologi Kelautan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. Ketua
Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si. Anggota
Diketahui,
Program Studi Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc.
Tanggal Ujian :
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis tepat pada waktunya dengan judul “ Kinerja Pengawas Kapal Perikanan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta)”. Selama penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si dan Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan. 2. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si selaku penguji luar komisi atas masukanmasukan untuk perbaikan tesis penulis. 3. Prof. Dr. John Haluan, M.Sc sebagai ketua Program Studi atas arahannya selama menyelesaikan studi. 4. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Program Studi Teknologi Kelautan atas bantuan kelancaran selama proses menyelesaikan studi. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak terdapat kesalahan baik dari segi isinya maupun dari segi penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak untuk perbaikan tesis ini.
Bogor, Juli 2007
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 16 Mei 1974 sebagai putra ke 7 (tujuh) dari 9 (sembilan) bersaudara pasangan Bapak H. Misbah Malibary dan Hj. Ibu Ulfah. Pendidikan penulis dari SD hingga SLTA ditempuh di Kota Pekalongan dan SMA ditempuh di SUPM Negeri Tegal. Setelah tamat dari SMA tahun 1992, penulis diterima sebagai CPNS di Dinas Perikanan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1995 penulis mendapat tugas belajar di Universitas Brawijaya Malang. Tahun 2000 alih tugas di Departemen Kelautan dan Perikanan dan pada saat ini bekerja sebagai Staf Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanan Pembangunan Kelautan Perikanan, SPs-IPB. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian tesis yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana pada tanggal 4 Agustus 2007 dengan judul tesis “Kinerja Pengawas Kapal Perikanan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta)”.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................
i
PRAKATA .......................................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iii DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix 1 PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................ Perumusan Permasalahan ................................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 1.5 Kerangka Pemikiran.................................................................................. 1.6 Hipotesis ..................................................................................................
1 4 6 6 7 9
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis .................................................................................................... 10 2.2 Kinerja ...................................................................................................... 10 2.3 Pengawas Perikanan.................................................................................. 11 2.4 Pengawasan ............................................................................................... 13 2.5 Pengawasan Kapal Perikanan ................................................................... 17 2.6 Obyek Pengawasan ................................................................................... 20 2.7 Kapal Perikanan ........................................................................................ 21 2.8 Dukungan Dalam Pengawasan Kapal Perikanan ...................................... 24 2.8.1 Hukum dan kelembagaan ................................................................ 24 2.8.2 Dukungan sumberdaya .................................................................... 26 2.8.3 Dukungan peran serta stakeholder .................................................. 27 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 29 3.2 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 29 3.3 Analisa Data ............................................................................................. 32 3.3.1 Penetapan indikator kinerja pengawas ............................................ 32 3.3.2 Peningkatan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ ..................... 36
iv
Halaman
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta .......... 42 4.2 Fasilitas dan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta ......................................................................... 45 4.2.1 Fasilitas pokok (dasar) ................................................................... 45 4.2.2 Fasilitas fungsional ......................................................................... 46 4.2.3 Fasilitas penunjang.......................................................................... 46 4.3 Pengelola Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta ................................. 48 4.3.1 Unit pelaksana teknis PPSNZJ ...................................................... 48 4.3.2 Perum prasarana perikanan samudera .......................................... 51 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Materi pengawasan ................................................................................. 54 4.4.1 Dokumen perizinan usaha perikanan ............................................ 54 4.4.2 Pemeriksaan fisik kapal perikanan ............................................... 57 4.4.3 Pemeriksaan alat penangkap ikan ................................................. 60 4.4.4 Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan ................................... 60 4.4.5 Pemeriksaan daerah operasi penangkapan ................................... 61 4.4.6 Pemeriksaan nakhoda dan anak buah kapal (ABK) ...................... 61 4.4.7 Pemeriksaan penerapan log book perikanan (LBP) dan surat laik operasi (SLO) kapal perikanan .............................. 61 4.4.8 Pemeriksaan penerapan vessel monitoring system (VMS) ........... 61 5.2 Pengawasan Kapal Perikanan ................................................................ 62 5.1.1 Prosedur pengawasan kapal perikanan secara normatif ................ 62 5.1.2 Prosedur pengawasan kapal perikanan secara emperis di PPSNZJ. 66 5.1.2.1 Prosedur pengawasan kapal masuk di PPSNZJ ............... 66 5.1.2.2 Prosedur pengawasan kapal keluar di PPSNZJ ................. 68 5.3 Kondisi Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pengawas Perikanan ....... 70 5.3.1 Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan .............................. 70 5.3.2 Kemampuan pemeriksaan fisik kapal ............................................ 71 5.3.3 Kecakapan pengawas perikanan dalam hal penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan ................................... 72 5.3.4 Kemampuan kecepatan pemeriksaan oleh pengawas perikanan ...................................................................................... 73 5.3.5 Kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas perikanan .................. 74 5.3.6 Kesungguhan pemeriksaan oleh pengawas perikanan .................. 75 5.3.7 Ketersediaan anggaran biaya ......................................................... 76 5.3.8 Kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ ............................. 76 5.4 Stakeholder di PPSNZJ .......................................................................... 78 5.5 Strategi Peningkatan Kinerja Pengawas Kapal Perikanan di PPSNZJ .. 79
v
Halaman
6 PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pengawas Perikanan ........ 82 6.1.1 Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan ............................. 82 6.1.2 Pemeriksaan fisik kapal ................................................................. 83 6.1.3 Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum ..................................................................................... 86 6.1.4 Kecepatan Pemeriksaan kapal perikanan ..................................... 87 6.1.5 Kualitas hasil pemeriksaan ........................................................... 88 6.1.6 Kesungguhan dalam Pemeriksaan ................................................. 89 6.1.7 Ketersediaan Anggaran Biaya ...................................................... 91 6.1.8 Sarana Prasarana .......................................................................... 92 6.1.9 Hukum dan kelembagaan ............................................................. 93 6.1.10 Jumlah pengawas ......................................................................... 94 6.1.11 Dukungan stakeholder dan instansi terkait .................................. 94 6.2 Hubungan antara Faktor-Faktor yang Menentukan Tingkat Kinerja Pengawas Perikanan ................................................................ 96 6.3 Proses Peningkatan Kinerja Pengawas Kapal Perikanan di PPSNZJ..... 99 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 101 7.2 Saran ....................................................................................................... 101 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Jumlah kapal yang masuk dan keluar di PPSNZJ tahun 2005 ....................... 4 2. Rincian data primer yang dikumpulkan selama penelitian ........................... 30 3. Rincian data sekunder yang dikumpulkan selama penelitian ......................... 31 4. Penetapan bobot nilai indikator kinerja pengawas perikanan ......................... 33 5. Skor penetapan priorutas dalam AHP ............................................................. 38 6. Matrik berbanding berpasangan ...................................................................... 39 7. Sarana atau fasilitas pelabuhan di PPSNZJ .................................................... 47 8. Pelabuhan yang berwenang menerbitkan surat ukur ....................................... 58 9. Tingkat kinerja pengawas di PPSNZJ ............................................................. 77 10. Dukungan partisipasi stakeholder dalam pengawasan kapal perikanan ......... 78 11. Perbandingan prioritas antara pihak yang berkepentingan ............................ 80 12. Perbandingan prioritas antara faktor pengawas dengan pihak yang berkepentingan ............................................................................................... 80 13. Prioritas tindakan untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan ............. 81 14. Alokasi anggaran biaya pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005 ......... 90 15. Realisasi anggaran pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005. ................ 91 16. Fasilitas sarana prasarana pengawasan di PPSNZJ tahun 2005 ...................... 92
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian ...................................................................... 9 2. Hierarki peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ....................................... 37 3. Diagram alir pendekatan penelitian ................................................................ 41 4. Peta lokasi PPSJ (PPSNZJ) ............................................................................ 44 5. Struktur organisasi UPT PPSNZJ................................................................... 50 6. Struktur Organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta ............................................................................................... 52 7. Mekanisme pengawasan di darat saat kapal perikanan merapat di pelabuhan ................................................................................................... 63 8. Mekanisme operasi pengawasan di laut dengan kapal pengawas .................. 65 9. Prosedur pengawasan kapal masuk di PPSNZJ ............................................. 67 10. Prosedur pengawasan kapal keluar di PPSNZJ .............................................. 69 11. Penilaian pengawas terhadap indikator kemampuan pemeriksaan dokumen kapal .............................................................................................................. 70 12. Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kemampuan pemeriksaan fisik kapal ...................................................................................................... 71 13. Sebaran penilaian kecakapan pengawas terhadap indikator penguasaan pengetahuan dan hukum perikanan ............................................................... 72 14. Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kemampuan kecepatan pemeriksaan ................................................................................................... 73 15. Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kualitas hasil pemeriksaan.. 75 16. Sebaran penilaian pengawas berdasarkan indikator kesungguhan Pemeriksaan.................................................................................................... 76 17. Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator ketersediaan anggaran biaya pemeriksaan .......................................................................... 76 18. Hierarki cara meningkatkan kinerja pengawasan kapal perikanan di PPSNZJ ............................................................................ 99
viii
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal patroli, baik yang dimiliki Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) maupun bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), dan Polisi Air. Pengawasan di darat yaitu di pelabuhan pangkalan dilakukan oleh petugas pengawas perikanan. Pengawasan kapal perikanan di pelabuhan pangkalan dimulai pada tahun 1994, yaitu dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Dirjen Perikanan Nomor 320 tahun 1994 tentang Penunjukkan Petugas Pengawas Kapal Ikan dan Nomor 420 tahun 1994 tentang Petunjuk Operasional bagi Pengawas Kapal Ikan, selanjutnya diperkuat dan disempurnakan dengan SK Menteri Pertanian Nomor 996 tahun 1999 perihal yang sama. Sejalan dengan perkembangan kebijakan negara Indonesia pada tahun 2000, terbentuk Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan yang salah satu tugas pokok dan fungsi di dalamnya adalah Direktur Jenderal Pengawasan dan Perlindungan yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan kapal perikanan. Sebagai dasar pelaksanaan petugas pengawas perikanan di lapangan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 44/MEN/2001 tentang Pengalihan Pembinaan Teknis Pengawas Perikanan dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Selanjutnya tahun 2002 dilakukan penyempurnaan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 996 tahun 1999 tentang petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Sumberdaya Ikan menjadi Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan dan Nomor : KEP. 03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Dirjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.10/DJ-PSDKP/V/2004 tentang Pedoman Tata Cara Pengisian Log Book Perikanan dan Lembar Laik Operasional Kapal Perikanan.
Beberapa kebijakan tersebut dikeluarkan dengan tujuan sebagai langkah untuk mengurangi pelanggaran yang terjadi di lapangan, sehingga pelaksanaan pengawasan dapat optimal terutama pengawasan terhadap kapal perikanan di pelabuhan pangkalan. Pada umumnya kegiatan penangkapan dimulai dari pelabuhan pangkalan sebagai pusat dimulainya aktivitas kegiatan bagi kapal perikanan yang meliputi pengisian bahan bakar minyak, perbekalan logistik, pendaratan hasil tangkapan, pergantian ABK dan sebagainya. Pengawasan terhadap kapal perikanan dilakukan di pelabuhan pangkalan diharapkan mampu mencegah terjadinya pelanggaran atau kejahatan di bidang perikanan melalui kegiatan pemeriksaan dokumen perizinan, pemeriksaan fisik kapal di lapangan dan alat tangkap serta ikan hasil tangkapan yang dituangkan dalam bentuk surat laik operasi (SLO) sebagai dasar persyaratan penerbitan surat izin berlayar (SIB) dan laporan penangkapan atau Log Book Perikanan (LBP) pada saat melakukan operasi penangkapan ikan di laut wajib diisi dengan benar oleh nakhoda, selanjutnya diserahkan kepada pengawas perikanan pada saat mendarat kembali ke pelabuhan pangkalan. Data dan informasi dari proses pengawasan kapal perikanan selanjutnya dianalisis dan apabila ditemukan adanya indikasi terjadi pelanggaran perikanan dilakukan penyidikan. Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta adalah salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia yang termasuk pelabuhan tipe A. Pelabuhan ini merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang berskala industri, yaitu industri penangkapan ikan yang mempunyai fasilitas yang lengkap sebagai ujung tombak dalam mengadakan aktivitas penangkapan ikan. Disamping itu pelabuhan ini merupakan pelabuhan pangkalan bagi kapal perikanan dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan sesuai dengan perizinan yang dimilikinya. Sebagai pelabuhan yang strategis dan mempunyai fasilitas yang lengkap, jumlah kapal yang berpangkalan cenderung lebih banyak dibanding dengan pelabuhan yang tidak strategis dan tidak mempunyai fasilitas yang lengkap. Dilain pihak dengan banyaknya jumlah kapal yang berpangkalan akan mendorong terjadinya upayaupaya pelanggaran di bidang perikanan.
2
Menurut data base Ditjen Perikanan Tangkap 2004, bahwa kapal perikanan yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) berjumlah 1.769 unit (sampai dengan Nopember 2004) yang sebagian besar menggunakan alat tangkap long line dengan intensitas keluar masuk kapal di pelabuhan tersebut sekitar 15 kapal perhari. Hal ini diperlukan suatu kinerja pengawas perikanan dalam menerapkan mekanisme kerja pengawasan secara normatif (sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku) agar dapat mencegah terjadinya pelanggaran dan kejahatan perikanan. Namun pada kenyataannya pengawas perikanan belum melakukan pemeriksaan kapal perikanan secara optimal terhadap keluar masuknya kapal perikanan di PPSNZJ, sehingga belum terlihat tingkat ketaatan kapal perikanan terhadap kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan tingkat kinerja pengawas terutama keterbatasan faktor internal dan eksternal. Diantaranya, faktor kecakapan, pengalaman, kemampuan dalam memeriksa kapal perikanan, dan jumlah pengawas yang tidak sebanding dengan jumlah kapal serta lemahnya dukungan hukum, kelembagaan, biaya, sarana prasarana, dan anggaran biaya. Melihat kenyataan di lapangan, bahwa kapal perikanan yang berpangkalan di PPSNZJ cukup banyak dan kinerja pengawas perikanan yang belum optimal, maka tidak menutup kemungkinan pengawas perikanan hanya sebagian melaksanakan tugasnya dan tidak dilakukan pemeriksaan secara keseluruhan, baik dari segi perizinan maupun fisik kapal. Kondisi ini mampu membuka peluangpeluang terjadinya pelanggaran di bidang perikanan, terutama kapal-kapal asing yang masuk ke pelabuhan tanpa melalui prosedur yang berlaku dan tidak menyerahkan dokumen perizinannya serta laporan perjalanan (Log Book Perikanan). Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta dengan harapan dapat mencegah terjadinya pelanggaran di bidang perikanan yang pada akhirnya akan terwujud kelestarian sumberdaya ikan.
3
1.2 Perumusan Permasalahan Pengawas perikanan dalam melaksanakan pengawasan kapal perikanan dimulai sejak kapal menyampaikan laporan kedatangan atau keberangkatan kapal di pelabuhan dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap dokumen perizinan kapal perikanan, fisik kapal perikanan, alat penangkapan ikan, peralatan kapal, komposisi ABK, kegiatan dan hasil penangkapan dan atau pengangkutan, ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau pelabuhan lapor, penerapan Log Book Perikanan (LBP) dan surat Laik Operasi (SLO) kapal perikanan, penerapan Vessel Monitoring System (VMS). Hal tersebut mempunyai tujuan untuk memastikan bahwa setiap kapal perikanan yang masuk pelabuhan dan membongkar hasil tangkapannya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan telah sesuai dengan ketentuan dan perizinan yang dimilikinya. Disamping itu memastikan bahwa setiap kapal perikanan yang akan keluar pelabuhan untuk melakukan operasi penangkapan ikan telah laik tangkap dan secara teknis adminstrasi telah memenuhi syarat untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Keberhasilan pelaksanaan pengawasan ditentukan oleh tingkat kinerja pengawas perikanan yang merupakan ujung tombak dalam operasional di lapangan. Berdasarkan laporan tahunan pengawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta 2005, data jumlah kapal yang dilakukan pemeriksaan oleh pengawas perikanan selama kurun waktu tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah kapal yang masuk dan keluar PPSNZJ berdasarkan jenis alat tangkap tahun 2005 ALAT TANGKAP
JUMLAH KAPAL (Unit) MASUK 1.606 180 90 63 183 9 2 2.133
Long line Purse seine Gill net Bouke ami Kapal angkut Kapal ekspor Kapal riset JUMLAH
KELUAR
Sumber : Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta, 2006
4
1.635 289 115 133 213 8 2 2.395
Berdasarkan
hasil
pemeriksaan
ditemukan
pelanggaran
terhadap
ketidaksesuaian izin pangkalan sebanyak 102 kapal dengan jenis kapal angkut sebanyak 27 unit, purse seine 37 unit, bouke ami 24 unit, gill net 10 unit dan long line 4 unit kapal. Disamping itu ditemukan juga pelanggaran mengenai kelengkapan Tanda Pelunasan Pungutan Perikanan (TPPP) yang belum melunasi kewajiban membayar Pungutan Perikanan sebanyak 115 kapal. Ditjen PSDKP (2005) mengemukakan bahwa pelanggaran yang terjadi di lapangan sebagian besar memanipulasi ukuran kapal, nama, nomor mesin dan sebagainya terkait fisik kapal, yang merupakan tahap pertama untuk melakukan illegal fishing. Hal ini mengindikasikan bahwa pengawas perikanan di PPSNZJ umumnya hanya melakukan pemeriksaan dokumen perizinan tanpa melakukan pemeriksaan fisik kapal secara optimal. Pelanggaran bersifat administratif seharusnya dapat diangkat sebagai tindak pidana perikanan. Namun pengawas perikanan di PPSNZJ masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang dapat menghambat dalam melaksanakan tugasnya, baik berupa faktor internal maupun eksternal. Beberapa permasalahan faktor internal pengawas perikanan meliputi : 1) Kemampuan
pemeriksaan
dokumen
perizinan
dan
sebagainya
yang
berpengaruh pada ketepatan membedakan keabsahan atau ketidakabsahan serta laik tidaknya kapal perikanan dalam melakukan operasional pemanfaatan sumberdaya perikanan. 2) Kecakapan pengawas perikanan dalam penguasaan bidang pengetahuan dan bidang hukum akan berpengaruh pada penindakan dalam mengambil suatu keputusan hasil pemeriksaan kapal perikanan dan jenis pelanggaran terhadap kewajiban peraturan yang berlaku. 3) Kecepatan dalam kaitannya waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan kapal perikanan terhadap ketentuan ketaatan yang harus dipenuhi oleh kapal perikanan sesuai yang berlaku. 4) Kualitas
hasil
pemeriksaan
yang
memungkinkan
peluang
terjadinya
pelanggaran perikanan dan tidak memberikan manfaat terhadap operasional pengawasan. 5) Kesungguhan dalam pemeriksaan kapal perikanan menimbulkan praktek kolusi antara pengawas atau oknum dengan pihak pemanfaat sumberdaya ikan dan hanya berorientasi formalitas legalitas. 5
1) 2) 3)
4) 5)
Beberapa permasalahan faktor eksternal pengawas perikanan meliputi : Ketersediaan anggaran biaya yang mampu menumbuhkan motivasi para pengawas untuk melaksanakan tugas dan fungsinya lebih efektif Sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pengawasan kapal perikanan yang berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan Hukum dan kelembagaan dalam penugasan pengawas perikanan sangat berpengaruh terhadap kewenangan yang dimiliki dalam pelaksanaan pengawasan Jumlah pengawas dibandingkan dengan jumlah kapal yang akan berpengaruh terhadap sistem pelayanan pengawasan yang dilakukan. Dukungan stakeholder dan instansi terkait
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, perlu adanya suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melaksanakan pengawasan kapal perikanan. Hal ini diharapkan dapat memecahkan pola pengawasan di PPSNZJ yang sesuai dan optimal, sehingga akan terwujud ketertiban usaha yang berdampak pada penurunan pelanggaran. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, sehingga diharapkan tingkat pelanggaran yang terjadi dapat menurun dan kerugian negara dapat tercegah. Lebih khusus tujuan penilitan ini adalah : 1) Mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja pengawas; 2) Mengetahui tingkat kinerja pengawas perikanan dan menentukan cara meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis maupun akademis sebagai berikut : 1) Bagi kepentingan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain tetapi dengan karakteristik dan kondisi sosial ekonomi yang berbeda; 2) Bagi kepentingan praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi instansi terkait dalam rangka menyusun keputusan pengawas perikanan dalam pembentukan kelembagaan pengawasan; 3) Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), diharapkan ada jalan keluar cara pengawasan yang optimal di PPSNZJ, yang nantinya cara tersebut dapat diterapkan di pelabuhan perikanan lainnya. 6
1.5 Kerangka Pemikiran Berdasarkan pasal 66 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa pengawasan perikanan dilakukan oleh Pengawas Perikanan yang bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan perundangundangan di bidang perikanan. Kegiatan operasional pengawasan diterapkan melalui
konsep
dikembangkan
Monitoring, oleh
Controling
Departemen
dan
Kelautan
Surveilance
dan
(MCS)
yang
Salah
satu
Perikanan.
pengembangan konsep MCS tersebut dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan, dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/29/MEN/2003 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya diharapkan mengacu pada Standar Operasi dan Prosedur (SOP) Pengawasan kapal perikanan agar operasional pengawasan di lapangan dapat dilaksanakan seoptimal mungkin. Untuk maksud tersebut dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/06/DJ-PSDKP/IV/2004 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pengawasan Penangkapan dan atau Pengangkutan Ikan. Adapun ruang lingkup standar operasional prosedur tersebut meliputi : 1) Pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan; 2) Pemeriksaan fisik kapal perikanan; 3) Pemeriksaan alat penangkapan ikan; 4) Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan; 5) Pemeriksaan peralatan lainnya; 6) Pemeriksaan jumlah dan komposisi ABK asing; 7) Pemeriksaan kegiatan dan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan; 8) Ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan/atau pelabuhan lapor; 9) Pengawasan jalur penangkapan ikan; 10) Pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan; 11) Pengawasan penerapan LBP dan SLO kapal perikanan; 12) Pengawasan penerapan Vessel Monitoring System (VMS).
7
Pada kenyataannya pengawas perikanan dalam melaksanakan tugasnya belum dapat optimal sebagaimana diamanatkan oleh SOP tersebut. Hasil pengawasan yang belum optimal sangat dipengaruhi oleh tingkat kinerja pengawas terutama keterbatasan faktor internal dan eksternal, yang meliputi aspek-aspek yang terkait dengan faktor kecakapan, pengalaman, kemampuan dalam memeriksa kapal perikanan, dan jumlah pengawas yang tidak sebanding dengan jumlah kapal serta lemahnya dukungan hukum, kelembagaan, biaya, sarana prasarana, dan anggaran biaya. Oleh karena itu perlu adanya suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melakukan kegiatan pengawasan kapal perikanan untuk mengetahui seberapa jauh mekanisme kerja pengawasan kapal ikan secara empiris dapat mencapai tingkat kinerja pengawas perikanan dalam mencapai tujuan pengawasan yang dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Analisis mengenai tingkat kinerja pengawas perikanan dapat dilakukan dengan cara analisis deskriptif dan penghitungan rata-rata bobot nilai setiap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas yang sudah ditentukan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas di bagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Setiap faktor tersebut terdiri dari beberapa subfaktor, dimana setiap subfaktor tersebut diberi bobot nilai yang akan mencerminkan bobot nilai dari faktor tersebut. Bobot nilai tersebut adalah: 1 = tidak baik; 2 = kurang baik; 3 = cukup baik; 4 = baik; 5 = sangat baik. Ratarata yang didapat akan menunjukkan tingkat kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ, yaitu tidak baik, kurang baik, cukup baik, baik, dan sangat baik. Antara faktor internal dan eksternal kemungkinan terdapat korelasi atau hubungan yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. Hubungan atau korelasi antara faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ dapat diketahui dengan menggunakan metode rank spearman. Metode ini mampu memperlihatkan seberapa besar hubungan keduanya dalam mempengaruhi kineja pengawas perikanan. Peningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ dianalisis dengan mentode Proses Hierarki Analitik (PHA). Analisis ini dipakai karena sifatnya yang dapat menyederhanakan permasalahan yang kompleks dengan cara membaginya ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Dari PHA ini akan diperoleh prioritas program kerja untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. 8
1.6 Hipotesis Kinerja pengawas perikanan dapat mempengaruhi terhadap tingkat pelanggaran oleh kapal perikanan. Diharapkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ bisa optimal, sehingga pelanggaran oleh kapal perikanan dapat dihindari. Pengelolaan Potensi SDI
Peraturan atau Perundangan
Perizinan Perikanan Pengawasan (MSC) Penegakan Hukum
Ruang Lingkup Pengawasan Standar Operasional dan Prosedur (SOP)
Aktivitas Pengawasan Kapal Perikanan Secara Empiris
Pengawasan Perikanan secara Non Aktif
Faktor-Faktor Kinerja Pengawas (Internal dan Eksternal)
Kinerja Pengawas Optimal
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
9
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Soedjadi (1996) menyatakan bahwa, analisis adalah rangkaian kegiatan pemikiran yang logis, rasional, sistematis dan obyektif dengan menerapkan metodologi atau teknik ilmu pengetahuan, untuk melakukan pengkajian, penelaahan, penguraian, pemerincian dan pemecahan terhadap suatu obyek atau sasaran sebagai satu kebulatan komponen yang utuh ke dalam sub-sub komponen yang lebih kecil, sehingga dapat diperoleh kejelasan-kejelasan tentang fakta, data dari informasi tentang obyek tertentu. Berkaitan dengan penelitian ini, maka analisis yang dimaksud adalah serangkaian kegiatan menguraikan, menelaah dan mengkaji aspek-aspek yang mendukung pelaksanaan kegiatan pengawasan kapal perikanan. Aspek-aspek tersebut adalah mekanisme kerja, dukungan sumberdaya, dukungan hukum dan kelembagaan serta dukungan peran serta stakeholder yang terkait.
2.2 Kinerja Kinerja berasal dari bahasa sansekerta kinarya yang berarti hasil karya atau hasil kerja. Hasibuan (1994) menyatakan bahwa prestasi kerja (kinerja) merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta ketepatan waktu. Prestasi kerja ini adalah gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi. Ukuran-ukuran kinerja yang digunakan sangat banyak jenisnya. Menurut Furtwengler (2002), kinerja dapat diukur dalam empat hal, yaitu sebagai berikut : 1) Kecepatan Dalam suatu kegiatan pengawasan diperlukan petugas pengawas yang kinerjanya harus cepat, dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai atau lebih awal dari deadline serta bebas dari kesalahan;
2) Kualitas Kecepatan dalam menghasilkan suatu output pengawasan sumberdaya tanpa disertai kualitas yang dihasilkan tersebut adalah sia-sia. Kualitas yang buruk memungkinkan peluang terjadinya pelanggaran perikanan atau illegal fishing; 3) Layanan Layanan yang buruk selama kegiatan pengawasan dilakukan, maka akan menghapus manfaat yang dicapai dari kecepatan dan kualitas; 4) Nilai Nilai adalah suatu kualitas yang dapat dirasakan yang lebih baik dari yang mereka bayarkan. Ukuran-ukuran kecepatan, kualitas, layanan, dan nilai akan memberikan gambaran mengenai tingkat kinerja dari sumberdaya pengawas pada suatu lembaga satuan pengawas. Tingkat kinerja merupakan prestasi kerja pengawas terkait dengan sikap kerja, pengetahuan dan ketrampilan, serta kesempatan atau peluang. Sikap kerja itu sendiri dipengaruhi oleh motivasi, yang dilandasi oleh sistem budaya atau tradisi, hubungan manajemen dan partisipasi. Pengetahuan dan ketrampilan dipengaruhi oleh sistem pendidikan dan latihan serta pengalaman. Menurut Furtwengler (2002), ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja karyawannya, antara lain : membuat ukuran kinerja karyawan, mendorong pengembangan karyawan dan mengupayakan kepuasan karyawan. 2.3 Pengawas Perikanan Menurut DKP berdasarkan SK Nomor KEP/59/MEN/SJ/2002 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Administrasi Kepegawaian Jabatan Fungsional Pengawas Perikanan, pengawas perikanan adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan perikanan. Pengawasan Perikanan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap kegiatan usaha perikanan dengan tujuan untuk memastikan apakah pelaksanaan rangkaian usaha perikanan telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk didalamnya kegiatan pemantauan, pemeriksaan, bimbingan teknis, sosialisasi, inspeksi, penilikan, analisis, dan evaluasi.
11
Pengawas Perikanan Bidang penangkapan Ikan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan penangkapan ikan meliputi dokumen perizinan usaha penangkapan, operasi kapal perikanan, alat penangkapan dan alat bantu penangkapan, hasil tangkapan, anak buah kapal, log book perikana, daerah penangkapan, pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan serta yang berkaitan dengan penangkapan lainnya. Pengawas Perikanan terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Non PPNS. Pengawas diutamakan yang telah berstatus PPNS Perikanan, sehingga mempunyai kewenangan melakukan tindakan penyidikan secara langsung dalam hal ditemukan bukti awal telah terjadi pelanggaran perikanan. Syarat sebagai PPNS yang sah adalah : 1) Telah mengikuti pelatihan penyidikan di Mabes Polri dan dinyatakan lulus; 2) Mendapat sertifikat sebagai penyidik PNS melalui Menteri Kehakiman; 3) Telah melakukan sumpah jabatan sebagai PPNS didepan Pejabat yang berwenang. Pengawasan kapal ikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan harus didukung oleh sumber-sumber yang akan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika dan efektifitas keberhasilan suatu organisasi. Kondisi tersebut mengakibatkan kegiatan pengawasan kapal ikan tidak dapat dihitung dengan asas biaya dan manfaat, karena yang penting adalah pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya dan lingkungan dalam upaya menciptakan peluang kepada masyarakat saat ini secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Suatu organisasi atau lembaga tidak dapat efektif melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa didukung dengan sumberdaya yang memadai, sumberdaya tersebut adalah : 1) Tenaga pelaksana dalam hal ini adalah petugas pengawas perikanan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang dan mempunyai kapasitas dan kemampuan yang cakap dan terampil; 2) Uang atau biaya dalam hal ini adalah tersediannya biaya atau anggaran yang jelas sumber atau mata anggarannya sehingga dapat direncanakan untuk membiayai pelaksanaan pengawasan secara berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu. Tanpa tersedianya biaya, niscaya pengawasan tidak akan dapat terselenggaranya secara efektif, sistematis dan terukur untuk mencapai target dan tujuan pengawasan kapal ikan; 12
3) Bahan atau alat pengawasan dalam hal ini adalah LBP, alat-alat ukur, barcode, alat dokumentasi dan sebagainya. Tanpa adanya dukungan bahan dan alat bantu pengawasan niscaya pengawasan tidak akan menghasilkan output positif dan berguna, sehingga sulit untuk mendapat simpati dan peran serta masyarakat; 4) Sarana pengawasan dalam ha ini adalah berupa kantor dan perlengkapannya, sarana transportasi, sarana penyidikan termasuk gedung penyimpanan barang bukti dan ruang tahanan, dan kapal pengawas untuk patroli; 5) Metode atau tatacara dalam hal ini adalah pedoman yang tertuang dalam standar operasi dan prosedur pengawasan penangkapan ikan yang mengacu pada SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksana Pengawasan Penangkapan Ikan. 6) Waktu pengawasan kapal ikan dalam hal ini adalah waktu kerja pengawas perikanan, waktu kerja pengawasan harus diupayakan selama 24 jam dan dapat dilakukan dengan jadual piket antar satuan piket pengawas sekurangkurangnya harus ada satu orang yang berstatus PPNS. 2.4 Pengawasan Handoko
(1993)
menyatakan
bahwa
yang
dimaksud
pengawasan
(controlling) adalah suatu proses yang dilakukan untuk menjamin bahwa tujuan suatu organisasi dan manajemen dapat dicapai. Pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelasanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan sebelumnya. Jelasnya pengawasan harus berpedoman terhadap rencana (planning) yang telah diputuskan, perintah (order) terhadap pelaksanaan pekerjaan (performance), tujuan dan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan sebelumnya (Farlan, 1989 diacu dalam Handayaningrat, 1994). Handayaningrat (1994) menyatakan pengawasan dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidak-sesuaian, penyelewengan dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Jadi maksud pengawasan bukan mencari kesalahan tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan. Tujuan pengawasan adalah agar pelaksaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 13
Macam-macam Pengawasan (Handayaningrat, 1994) 1) Pengawasan dari dalam adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat atau unit pengawasan yang dibentuk di dalam organisasi itu sendiri, aparat pengawas bertindak untuk dan atas nama pimpinan organisasi. Aparat pengawas ini bertugas mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan oleh pimpinan organisasi untuk perbaikan atau kebijaksaan lebih lanjut; 2) Pengawasan dari luar adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat atau unit dari luar organisasi itu. Aparat atau unit pengawasan bertindak atas nama atasan dari pimpinan organisasi itu, atau atas nama pimpinan organisasi itu atas permintaannya; 3) Pengawasan
preventif
adalah
pengawasan
sebelum
suatu
rencana
dilaksanakan, pengawasan untuk mencegah terjadinya kekeliruan, kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan; 4) Pengawasan represif, pengawasan kapal ikan dimaksudkan untuk memastikan bahwa tidak terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam pelaksanaan izin oleh kapal ikan tersebut, berupa surviellane dengan cara melakukan pemeriksaan secara langsung pelaksanaan kegiatan kapal ikan tersebut di laut. Pengawasan kapal ikan sebagai pengawasan represif dapat menggunakan beberapa sistem (Handayaningrat, 1994) yaitu : 1) Sistem komparatif yaitu mempelajari laporan penangkapan ikan (Fishing Log Book) dibandingkan dengan lamanya trip penangkapan dan jenis ikan yang tertangkap,
mengadakan
analisa
dan
memberikan
penilaian
serta
penyempurnaan; 2) Sistem verifikatif yaitu pemeriksaan berdasarkan pedoman atau petunjuk teknis dan dibuat laporan periodik, melihat perkembangan dan penilaian hasil pelaksanaan serta memutuskan tindakan-tindakan lebih lanjut; 3) Sistem Inspekstif yaitu dengan cara mengecek kebenaran dari suautu laporan penangkapan ikan dengan pemeriksaan di tempat (on the spot inspection); 4) Sistem investigative yaitu pemeriksaan dengan titik berat pada penyelidikan atau penelitian yang lebih mendalam terhadap indikasi adanya pelanggaran perikanan, baik dari laporan masyarakat atau dari pengamatan langsung di lapangan, tujuannya untuk memberi keyakinan tentang kebenaran laporan atau dugaan pelanggaran yang telah diterima sebelumnya. Keempat sistem tersebut saat ini dipergunakan dalam pelaksanaan kebijakan pengawasan kapal ikan di Indonesia dan di kenal dengan sebutan system MCSI singkatan dari Monitoring, Controlling, Surveilance dan Investigation. 14
Pengertian MCS, secara umum dipakai sebagaimana disepakati dalam konferensi FAO tahun 1981 di Roma dengan uraian sebagai berikut : 1) Monitoring – the continuous requirement for the measurement of fishing effort characteristics and resources yields; 2) Control – the regulatory conditions under which the exploitation of the resource may be conducted; 3) Surveillance – the degree and types of observation reguired to maintaian compliance with the regulatory control imposed on fishing activities. MCS bagi setiap negara berbeda tergantung dari pola dan strategi pembangunan Negara yang bersangkutan. Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, mendefinisikan MCS adalah sebagai berikut: 1) Monitoring (Pemantauan) adalah pencarian dan pengumpulan data, informasi, fakta yang dilakukan setiap saat secara berkelanjutan untuk memperoleh kejelasan serta akibat peristiwa yang terjadi; 2) Controlling (Pemeriksaan) adalah upaya menemukan terjadinya sebuah peristiwa yang dilakukan di luar ketentuan perundang-undangan yang berlaku; 3) Surveillance (Pengamatan) adalah tindakan hukum yang dilakukan terhadap suatu peristiwa tindak pidana yang disengaja atau tidak disengaja oleh seseorang atau badan hukum. Metode Pengawasan terdiri dari enam jenis (Handayaningrat, 1994) : 1) Pengawasan langsung adalah apabila aparat pengawasan atau pimpinan organisasi melakukan pemeriksaan langsung pada tempat pelaksanaan pekerjaan, baik dengan sistem inspektif, verifikatif maupun investigatif. Metode ini dimaksudkan agar segera dapat dilakukan tindakan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pekerjaan; 2) Pengawasan tidak langsung adalah apabila aparat pengawasan atau pimpinan organisasi melakukan pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan hanya melalui laporan-laporan yang masuk padanya. Laporan dapat berupa deretan angkaangka statistik dan lain-lain tentang kemajuan pelaksanaan pekerjaan. Kelemahan laporan ini tidak segera mengetahui kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar;
15
3) Pengawasan formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh unit atau aparat pengawas yang bertindak atas nama pimpinan organisasi itu atau atasan dari pimpinan organisasi itu. Dalam pengawasan ini telah diatur prosedur, hubungan dan tata kerja, dan periode waktunya. Aparat pengawasan ini harus melakukan pengawasan dan pelaporan pengawasannya secara periodik, laporan harus disertai saran-saran perbaikan atau penyempurnaan; 4) Pengawasan informal adalah pengawasan yang tidak melalui saluran formal atau prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan informal ini biasanya dilakukan oleh Pejabat Pimpinan dengan melalui kunjungan yang tidak resmi (pribadi), atau secara incginito. Hal ini berguna untuk menghindari kekakuan hubungan antara atasan dan bawahan, sehingga tercipta suasana keterbukaan dalam memperoleh informasi tentang pelaksanaan pekerjaan, usul dan saransaran dari bawahan; 5) Pengawasan adminstratif adalah pengawasan meliputi bidang keuangan, kepegawaian dan material; 6) Pengawasan teknis adalah pengawasan terhadap hal-hal yang bersifat fisik, misalnya pemeriksaan terhadap pembangunan gedung, pembuatan kapal dan sebagainya; Prinsip-prinsip pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah : 1) Pengawasan berorientasi pada tujuan organisasi; 2) Pengawasan harus obyektif, jujur dan mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi; 3) Pengawasan
harus
berorientasi
pada
kebenaran
menurut
peraturan
perundangan yang berlaku (wetmatigheid), berorientasi pada kebenaran atas prosedur yang telah ditetapkan (rechtmatigheid), dan berorientasi terhadap tujuan atau manfaat dalam pelaksanaan pekerjaan (doelmatifheid); 4) Pengawasan harus menjamin daya guna dan hasil guna pekerjaan; 5) Pengawasan harus berdasarkan atas standar yang obyektif,teliti dan tepat; 6) Pengawasan harus bersifat terus menerus; 7) Hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik terhadap perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan, perencanaan dan kebijaksanaan dimasa depan. 16
Syarat-syarat pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah : 1) Menentukan standar pengawasan yang baik dan dapat dilaksanakan; 2) Menghindari adanya tekanan, paksaan yang menyebabkan penyimpangan dari tujuan pengawasan itu sendiri; 3) Melaksanakan koreksi rencana yang dapat digunakan untuk mengadakan perbaikan serta penyempurnaan rencana yang akan datang. Prosedur pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah : 1) Observasi pemeriksaan dan pemerikasaan kembali; 2) Pemberian contoh; 3) Catatan dan laboran; 4) Pembatasan wewenang; 5) Menentukan peraturan-peraturan, perintah-perintah dan prosedur; 6) Anggaran; 7) Sensor dan tindakan disiplin. 2.5 Pengawasan Kapal Perikanan Pengawasan kapal perikanan adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pengawas yang ditunjuk Menteri Kelautan dan Perikanan atau pejabat yang ditunjuk dan Gubernur Propinsi atau Pejabat yang ditunjuk atas nama pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang masuk, membongkar ikan hasil tangkapan serta kapal perikanan yang keluar pelabuhan dengan tatacara dan prosedur sebagaimana ditetapkan. Pelaku utama pengawasan kapal perikanan adalah pemerintah atau petugas yang ditunjuk atas nama pemerintah. Pertimbangan pemerintah utamanya adalah efektifitas dan bukan efisiensi, karena sulit untuk mengukur efisiensi dalam pekerjaan pemerintah, (Handayaningrat,1994). Pengawasan kapal perikanan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan harus didukung oleh sumber-sumber yang akan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan serta memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika dan evektivitas keberhasilan suatu organisasi. Soedjadi (1995) menyatakan bahwa, organisasi tak mungkin dapat melaksanakan tugasnya tanpa didukung dengan sumber-sumber atau sarana-sarana yang akan didayagunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Sumber-sumber tersebut adalah : 17
1) Manusia atau tenaga kerja; 2) Uang atau biaya; 3) Bahan-bahan atau meterial; 4) Mesin dan peralatan; 5) Metode; 6) Waktu. Ketentuan hukum yang berkaitan dengan pengawasan adalah sebagai berikut : 1) Berkaitan dengan perizinan perikanan meliputi : (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Eksklusif Ekonomi Indonesia (ZEEI); (2) Undang-Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia; (3) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2002 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; (4) Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan; (5) Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2002 tentang usaha perikanan; (6) Peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2002 tentang usaha perikanan; (7) Peraturan Pemerintah nomor 22 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; (8) Keputusan
Menteri
Kalautan
Nomor
KEP/10/MEN/2003
tentang
Perizinan Usaha Penangkapan Ikan; 2) Berkaitan dengan fisik kapal (1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992 tentang pelayaran; (2) Keputusan Menteri Keluatan dan Perikanan Nomor KEP/60/MEN/2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di ZEEI; (3) Keputusan Menteri Keluatan dan Perikanan Nomor KEP/28/MEN/2003 tentang Produktifitas Kapal Penangkap Ikan. 3) Berkaitan dengan alat penangkapan ikan (1) Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; (2) Undang-Undang Nomor 23 tahun1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup; (3) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/28/MEN/2003 tentang Produktifitas Kapal Penangkap Ikan; (4) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 10/1982 tentang Pukat Udang; (5) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 340/1990K tentang Pukat Ikan; (6) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 340/1990 tentang Long Line. 18
4) Berkaitan dengan ABK (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP/781/MEN/1985 tentang Pembatasan penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP); (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER/03/MEN/1985 tentang pemberian Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang; (3) Keputusan menteri Kehakiman Nomor M.02.IZ.01.10 tahun 1995 tentang Kemudahan
Keimigrasian
diganti
dengan
:
Keputusan
Menteri
Kehakiman dan HAM Nomor M. 01.IZ.01.10 tahun 2003 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Nomor M.02.IZ.01.10 tahun 1995 tentang Visa Singgah,Visa Tinggal Terbatas, Izin Masuk dan Izin Keimigrasian; (4) Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor F-658.IZ.01.10 tahun 2003 tentang Kemudahan Khusus Keimigrasian. 5) Berkaitan dengan Daerah Penangkapan dan jalur-jalaur penangkapan Ikan (1) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 995/Kpts/IK.210/9/99 tentang Potensi Sumberdaya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) Di Wilayah Perikanan Republik Indonesia; (2) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 995/Kpts/IK.210/9/99 tentang JalurJalur Penangkapan Ikan. 6) Berkaitan dengan Penerapan LBP dan SLO (1) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan pengawasan penangkapan Ikan; (2) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002 tentang log book penangkapan dan Pengangkutan Ikan. 7) Berkaitan dengan VMS (1) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/29/MEN/2003 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan; (2)
Pelatihan teknis pemasangan VMS.
19
2.6 Obyek Pengawasan Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004, obyek pengawasan perikanan meliputi : 1) Penangkapan dan atau pengangkutan ikan ( pasal 7 ayat (2); pasal 8 ayat (1), (2), dan (3); pasal 9 ; pasal 27 ; pasal 28, pasal 31 ; pasal 38 ; pasal 43 ; pasal 44); 2) Pembudidayaan ikan ( pasal 7 ayat (2) ; pasal 8 ayat (4) dan (5) ; pasal 12 ayat (1), (2), (3), dan (4) ); 3) Pengangkutan ikan hidup antar pulau dalam wilayah Republik Indonesia atau antara wilayah Republik Indonesia dengan negara lain (pasal 7 ayat (2)); 4) Suaka perikanan (pasal 7 ayat (2)); 5) Jenis ikan yang dilindungi (pasal 7 ayat (2)); 6) Plasma nutfah ( pasal 7 ayat (2) ; pasal 14 ayat (4)); 7) Penggunaan bahan dan atau atau alat dan atau atau cara dan atau atau bangunan yang merugikan dan atau atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan da atau atau lingkungannya (pasal 7 ayat (2) dan pasal 8 ayat (5)); 8) Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya (pasal 7 ayat (2)); 9) Penaatan persyaratan atau standard operasional prosedur penangkapan ikan (pasal 7 ayat (2)); 10) Wabah, hama dan penyakit ikan (pasal 7 ayat (2); pasal 21; pasal 23; pasal 26); 11) Distribusi dan pemasaran hasil perikanan ( pasal 16 ayat (1) ; pasal 26); 12) Penanganan dan pengolahan hasil perikanan ( pasal 20 ayat (3)); 13) Penelitian perikanan ( pasal 55);
Hal ini sejalan dengan yang tertuang dalam pasal 66 ayat (1) bahwa pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan. Didalam penjelasan Pasal 66 ayat (1) dinyatakan bahwa pengawas perikanan antara lain pengawas penangkapan, pengawas perbenihan, pengawas budidaya, pengawas hama dan penyakit ikan, dan pengawas mutu.
20
Obyek pengawasan kapal perikanan meliputi : 1) Pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan 2) Pemeriksaan fisik kapal perikanan 3) Pemeriksaan alat penangkapan ikan 4) Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan 5) Pemeriksaan peralatan lainnya 6) Pemeriksaan jumlah dan komposisi Awak Buah kapal (ABK) Asing 7) Pemeriksaan kegiatan dan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan 8) Ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau atau pelabuhan lapor 9) Pengawasan jalur penangkapan ikan 10) Pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan 11) Pengawasan penerapan Log Book Perikanan (LBP) dan Surat Laik Operasi (SLO) kapal perikanan 12) Pengawasan penerapan Vessel Monitoring System (VMS)
2.7 Kapal Perikanan Menurut Nomura & Yamazaki (1997) bahwa kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas penangkapan atau mengumpulkan sumberdaya penangkapan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, serta penggunaan dalam beberapa aktivitas seperti riset, training dan inspeksi sumberdaya perairan. Lebih lanjut Fyson (1985) mengemukakan bahwa kapal perikanan adalah kapal yang dibangun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha penangkapan ikan dengan ukuran, rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dalam rencana operasi. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan
untuk
melakukan
penangkapan
ikan,
mendukung
operasi
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan,pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan.
21
Code of Conduct for Responsible Fisheries pada artikel 8.2.1 menerangkan bahwa negara pemegang bendera harus menjaga dokumen atau data kapal ikan yang diberi hak mengibarkan benderanya dan kewenangan melakukan penangkapan ikan serta harus menunjukkan beberapa rincian data kapal, kepemilikan dan kewenangan menangkap ikan. Artikel 8.2.3 disebutkan bahwa kapal-kapal ikan yang diberi wewenang melakukan penangkapann ikan pada perairan laut bebas atau di dalam perairan di bawah yuridiksi negara lain dari pada negara pemegang bendera, harus ditandai dengan keseragaman dan sistem penandaan kapal yang dikenal secara internasional seperti spesifikasi FAO dan petunjuk penandaan dan identifikasi kapal-kapal ikan. Kapal perikanan, harus menunjukkan informasi tentang : 1) Pihak yang memberi izin; 2) Ukuran (GT); 3) Daerah penangkapan; 4) Keterangan pemilik. Kapal perikanan dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004 disebutkan bahwa setiap kapal perikanan yang digunakan untuk menangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib dilengkapi surat izin penangkapan ikan (SIPI) dan setiap kapal perikanan yang digunakan untuk mengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib dilengkapi SIKPI. Setiap kapal perikanan yang akan melakukan kegiatan perikanan wajib memiliki surat laik operasi kapal perikanan dari pengawas perikanan setelah dipenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan teknis sebagai persyaratan untuk mendapatkan surat izin berlayar dari syahbandar. Fungsinya kapal perikanan meliputi : 1) Kapal penangkap ikan; 2) Kapal pengangkut ikan; 3) Kapal pengolah ikan; 4) Kapal latih perikanan; 5) Kapal penelitian atau eksplorai perikanan; 6) Kapal pendukung operasi penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan.
22
Fyson (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi desain suatu kapal ikan yaitu : 1) Tujuan penangkapan; 2) Alat dan metode penangkapan; 3) Kelaiklautan dari kapal dan keselamatan awak kapal; 4) Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan desain kapal ikan; 5) Pemilihan material yang tepat untuk kontruksi; 6) Penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan; 7) Faktor-faktor ekonomi. Nomura dan Yamazaki (1977) menyatakan bahwa sifat operasi kapal ikan selalu berpindah-pindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lain, sehingga kapal ikan harus mempunyai kontruksi yang kuat. Disamping itu, kondisi laut dan getaran mesin kapal akan mempengaruhi kekuatan kontruksi kapal. Persyaratan minimal untuk kapal ikan ketika melakukan operasi penangkapan adalah sebagai berikut : 1) Memiliki kekuatan struktur badan kapal; 2) Memiliki stabilitas yang tinggi; 3) Memiliki fasilitas untuk penyimpanan. Karakteristik yang membedakan kapal ikan dengan jenis kapal lainnya (Nomura dan Yamazaki, 1977) adalah : 1) Kecepatan kapal Membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mengejar kelompok ikan serta membawa hasil tangkapan yang segar dalam waktu yang pendek atau kisaran kecepatan dalam operasi sangat bervariasi. 2) Kemampuan olah gerak kapal Membutuhkan olah gerak yang baik pada saat pengoperasian alat tangkap, seperti kemampuan steerability yang baik, radius putaran (turning circle) yang kecil dan daya dorong mesin (propulsion engine) yang dapat dengan mudah untuk bergerak maju dan mundur. 3) Kelaik lautan Laik (layak) digunakan untuk operasi penangkapan ikan dan cukup tahan untuk melawan kekuatan angin, gelombang, memiliki stabilitas yang baik dan gaya apung yang cukup diperlukan untuk menjamin keamanan dalam pelayaran.
23
4) Luas area pelayaran Area pelayaran kapal ikan luas karena pelayarannya ditentukan oleh pergerakan kelompok ikan, daerah musim, berpindahan daerah penangkapan ikan dan lain-lain. 5) Kontruksi badan kapal yang kuat Kontruksi harus kuat karena dalam operasi penangkapan ikan akan menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah dan tahan terhadap getaran yang disebabkan oleh kerja mesin atau menahan faktor internal dan eksternal. 6) Daya dorong mesin Membutuhkan daya dorong mesin yang cukup besar, dengan volume mesin yang kecil dan getaran mesin yang kuat. 7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan Penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu dengan fasilitas ruang pendingin, ruang pembekuan atau dengan es untuk menghindari pengaruh luar yang akan menurunkan mutu ikan. Pengolahan ikan membutuhkan mesin-mesin untuk pengolahan (pengalengan dan pengolahan tepung ikan) pada ikan. 8) Mesin-mesin penangkapan Umumnya dilengkapi dengan alat bantu penangkapan untuk membentuk kelancaran operasi penangkapan ikan seperti winch, power block, line hauler dan sebagainya. 2.8 Dukungan Dalam Pengawasan Kapal Perikanan 2.8.1 Hukum dan kelembagaan Dukungan hukum yang dimaksud adalah berupa landasan hukum yang menjadi dasar hukum kebijakan pengawasan sampai dengan aturan-aturan pelaksanaan pengawasan kapal perikanan di lapangan, sehingga secara hukum dapat dibenarkan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kebijakan Pengawasan kapal ikan adalah kegiatan yang bersifat mengikat dan wajib diindahkan terutama oleh pihak-pihak yang terkait oleh karena itu dasar hukum kebijakannya harus berupa undang-undang dan Peraturan Pemerintah untuk tingkat nasional dan peraturan daerah untuk tingkat propinsi, sedang peraturan pelaksanaannya harus oleh pejabat yang berwenang.Dukungan Kelembagaan yang dimaksud adalah lembaga atau
organisasi
pengawas
perikanan
dan
kelembagaan
atau
proses
memasyarakatkan kegiatan pengawasan kapal perikanan, artinya kelembagaan mempunyai dua makna yaitu sebagai wadah dan sebagai proses.
24
Dahuri, et. al (1996) menyatakan bahwa kelembagaan dapat diartikan dalam dua bagian, pertama kelembagaan sebagai institut yaitu lembaga atau organisasi berbadan hukum untuk mengelola suatu kegitan. Kelembagaan sebagai institut dikembangkan dalam tiga aspek yaitu : 1) Peningkatan kemampuan aparatur yang bekerja pada lembaga tersebut dan memobilisasi tenaga untuk bekerja di lembaga tersebut; 2) Menyediakan fasilitas ruang kantor, peralatan dan bahan serta fasilitas lainnya untuk mengoperasikan lembaga tersebut; 3) Penyediaan dana operasional dan pemeliharaan serta pembangunan untuk membiayai kegiatan lembaga tersebut. Kedua, kelembagaan sebagai proses pelembagaan nilai-nilai yang dikembangkan dengan memasyarakatkan hasil-hasil yang dikerjakan oleh lembaga tersebut ke masyarakat (target atau pengguna jasa lembaga tersebut). Nilai-nilai yang dilembagakan bisa berupa peraturan perundangan, peraturan daerah, seperti tata ruang wilayah pesisir, petunjuk teknis operasional bagi pengawas perikanan, informasi potensi sumberdaya ikan dan bentuk-bentuk lainnya yang dihasilkan oleh lembaga tersebut. Pengembangan dukungan sumberdaya dalam pengawasan kapal perikanan yang diperlukan antara lain, 1) Peningkatan kemampuan petugas pengawas perikanan, 2) Penyediaan sarana kantor dan perlengkapannya, 3) Penyediaan peralatan dan bahan pengawasan, 4) Penyediaan dana operasional dan pemeliharaan serta pengadaan fasilitas lain yang mendukung efektifitas pengawasan kapal perikanan. Disamping dukungan sumberdaya tersebut yang tak kalah penting harus diperhatikan adalah dalam proses rekruitmen petugas pengawas perikanan, seperti diketahui kegiatan pengawasan adalah kegiatan yang bersifat mengikat dan mempunyai kekuatan memaksa, maka petugas pengawas perikanan yang ditunjuk harus memenuhi beberapa persyaratan dan kesiapan mental dan fisik yang memadai, sehingga mampu menjawab tantangan dalam pelaksanaan tugas di lapangan.
25
2.8.2 Dukungan sumberdaya Soedjadi (1995) menyatakan suatu organisasi atau lembaga tidak dapat efektif melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa didukung dengan sumberdaya yang memadai, sumberdaya tersebut adalah : 1) Tenaga pelaksana Tenaga pelaksana dalam hal ini adalah petugas pengawas perikanan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang dan mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai pengawas perikanan yang cakap dan terampil. Pengawas perikanan diutamakan yang telah berstatus PPNS yang mempunyai kartu anggota dan telah disumpah oleh pejabat yang berwenang sehingga sah secara hukum dapat melakukan tindakan penyidikan lebih lanjut bila ditemukan adanya bukti awal telah terjadi pelanggaran perikanan. Tanpa kewenangan yang bersifat memaksa dan sah secara hukum, niscaya kegiatan pengawasan tidak akan berjalan efektif sebagaimana diharapkan. 2) Uang atau biaya Tersedianya biaya atau anggaran yang jelas sumber atau mata anggarannya sehingga dapat direncanakan untuk membiayai pelaksanaan pengawasan secara berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu, termasuk untuk biaya operasional penyelidikan dan penyidikan. Tanpa tersedianya biaya, niscaya pengawasan tidak akan dapat terselenggara secara efektif, sistematis dan terukur untuk mencapai target dan tujuan pengawasan kapal perikanan. 3) Sarana dan prasarana pengawasan Sarana
dan
prasarana
pengawasan
yang
ada
berupa
kantor
dan
perlengkapannya, sarana transportasi, sarana penyidikan termasuk gudang penyimpanan barang bukti dan ruang tahanan bila diperlukan, kapal pengawas, alat komunikasi (SSB), CDB, VMS dan lain sebagainya. Sarana prasarana tersebut mutlak diperlukan sebagai dukungan dalam proses kegiatan pengawasan kapal perikanan. 4) Bahan atau alat pengawasan Bahan atau alat pengawasan berupa alat pengawasan berupa Log Book perikanan dan surat laik operasi, alat-alat ukur, alat dokumentasi, barcode dan sebagainya. Tanpa adanya dukungan bahan dan alat bantu pengawasan, niscaya pengawasan tidak akan menghasilkan output positif dan berguna, sehingga sulit untuk mendapat simpati apalagi peran serta masyarakat.
26
5) Metode atau tata cara Pedoman yang tertuang dalam standar operasional pengawasan yang ada harus mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Sumberdaya Perikanan. 6) Waktu pengawasan kapal perikanan Waktu kerja para pengawas perikanan harus diupayakan selama 24 jam dan dapat dilakukan dengan jadual piket antar satuan pengawas. Setiap satuan piket pengawas sekurang-kurangnya harus ada satu orang yang berstatus PPNS. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya cacat hukum dalam pelaksanaan pengawasan, terutama dalam hal pemeriksaan fisik kapal, pemeriksaan alat tangkap serta dokumen perizinan. 2.8.3 Dukungan peran serta stakeholder Pengawasan kapal perikanan mutlak memerlukan dukungan masyarakat, oleh karena itu peran serta pihak-pihak terkait (stakeholder) sangat diperlukan. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan langsung yang berupa peran aktif atau informasi yang dibutuhkan dalam prses pengawasan, atau dukungan tak langsung berupa sikap positif dan tidak mempersulit atau menghalangi-halangi proses pengawasan kapal perikanan, mulai dari proses perencanaan sampai proses pelaksanaan. Terciptanya peran serta stakeholder sangat dipengaruhi oleh mekanisme pengawasan, yaitu bagaimana kinerjanya pengawas perikanan, bagaimana dukungan sumberdaya yang dimiliki, sehingga outputnya akan diperhatikan dan diterima masyarakat sebagai suatu hal yang posistif dan wajar untuk diapresiasi. Dalam hal pengawasan kapal perikanan bahwa kinerja pengawas harus dilakukan semata-mata demi kepentingan publik dengan menjunjung tinggi asas keadilan (Soedjadi, 1995) Indikator peran serta stakeholder dalam proses penelitian ini adalah : 1) Adanya dukungan Kepala Pelabuhan Perikanan dalam bentuk penyediaan: (1) Dukungan sumberdaya untuk melaksanakan pengawasan; (2) Kewenangan pengawas dalam menolak masuknya kapal perikanan yang illegal; (3) Kantor khusus pengawas perikanan beserta perlengkapannya; (4) Honor rutin setiap bulan atau insentif kepada pengawas perikanan. 27
2) Adanya dukungan dari syahbandar pelabuhan dalam bentuk menerima Surat Laik Operasi dari Pengawas sebagai dasar penerbitan Surat Ijin Berlayar (SIB). 3) Kesediaan bekerja sama dari nakhoda dalam memberikan data, fakta dan informasi yang diperlukan dalam pengawasan sehingga memudahkan dan memperlancar proses pengawasan diatas kapal serta kesediaan mengisi Log Book perikanan. 4) Adanya dukungan dari lembaga nelayan (HNSI dan POKMASWAS) dalam bentuk menerima dan membantu pengawasan dalam proses kegiatan pengawasan (Dahuri et. al (1996).
28
3 METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Februari 2006 sampai dengan Juli 2006 di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Kegiatan penelitian ini meliputi tahap studi pustaka, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penilaian hasil. Penelitian di lapangan dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2006. Dasar pertimbangan pemilihan PPSNZJ sebagai lokasi penelitian karena pelabuhan tersebut mempunyai aktifitas kapal panangkapan ikan yang relatife tinggi. PPSNZJ juga merupakan salah satu pelabuhan perikanan tingkat samudera dan terbesar di Indonesia yang memiliki fasilitas yang paling lengkap, sehingga diharapkan data dan informasinya dapat mewakili dan mencerminkan kegiatan pengawasan di pelabuhan lainnya. 3.2 Metode Pengumpulan Data Berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif studi kasus, dengan harapan dapat menemukan dan mengkaji aspek-aspek pengawasan yang dilakukan di lapangan. Menurut Suryabrata (1995), keunggulan penelitian kasus terutama sangat berguna untuk informasi mengenai latar belakang permasalahan guna perencanaan penelitian yang lebih besar karena intensif sifatnya dan studinya menerangkan variabel-variabel yang penting, proses-proses dan interaksi-interaksi yang memerlukan perhatian lebih luas. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung dihimpun berdasarkan wawancara yang bersifat kualitatif dan kuantitatif, serta pengamatan langsung terhadap aktivitas pengawasan kapal perikanan secara keseluruhan yang dimulai dari kapal masuk ke pelabuhan sampai dengan kapal keluar dari pelabuhan. Wawancara dilakukan kepada stakeholder yang ada, terutama pengawas perikanan dan nelayan. Jumlah responden sebanyak 8 orang. Responden yang mewakili pengawas perikanan dan nelayan ditentukan secara purposive sampling. Wawancara terhadap responden dilakukan guna mendapatkan gambaran dan keterangan mengenai aktivitas yang berkaitan dengan proses pengawasan.
Pengamatan terhadap pengawas perikanan ketika melakukan pemeriksaan terhadap kapal yang akan masuk PPSNZJ dan yang akan keluar PPSNZJ. Pengamatan dilakukan sebanyak delapan kali ulangan (hari) karena data yang didapat sudah mampu menggambarkan keadaan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. Pengamatan langsung ini juga sebagai kontrol atau mencocokkan data hasil wawancara dari pihak pengawas perikanan dan nelayan. Data dan sumber data primer yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Rincian data primer yang dikumpulkan selama penelitian No 1
2
3
4
5 6
7
Data Waktu pemeriksaan kapal perikanan - Memeriksa dokumen - Pemeriksaan ikan - Memeriksa fisik kapal - Memeriksa alat tangkap - Memeriksa daerah penangkapan - Memeriksa ABK Kemampuan pengawas dalam pemeriksaan - Kemampuan memeriksa dokumen - Kemampuan pemeriksaan ikan - Kemampuan memeriksa fisik kapal - Kemampuan memeriksa alat tangkap - Kemampuan memeriksa daerah penangkapan - Kemampuan memeriksa ABK Biaya pelaksanaan Pengawasan - Honor pengawas - Biaya pencetakan log book - Biaya koordinasi - Biaya pengawasan ketaatan kapal Sarana pengawasan - Kantor pengawasan - Perlengkapan kantor - Sarana komunikasi atau SSB - Sarana telephon - Alat barcode - Speed boat Waktu pengawasan - Pembagian regu atau plug - Waktu pelayanan Tindakan pengawas tehadap pelanggaran - Pembinaan - Peringatan - Proses hukum Hasil pengawasan - Data ketaatan kapal di pangkalan - Data statistik tentang pelanggaran yang ditemukan - Data statistik tentang jenis dan ukuran kapal masuk dan keluar pelabuhan - Data statistik tentang jenis ikan yang masuk dan keluar pelabuhan
30
Sumber Wawancara dengan pengawas perikanan dan nelayan
Pengamatan, pengukuran, wawancara dengan pengawas perikanan dan nelayan Pengukuran dan wawancara dengan pengawas perikanan
Pengamatan, pengukuran dan wawancara dengan pengawas perikanan Pengukuran dan wawancara dengan pengawas perikanan Pengukuran dan wawancara dengan pengawas perikanan dan nelayan
Pengukuran dan wawancara dengan pengawas perikanan
Data sekunder diperoleh melalui pustaka dan data dari PPSNZJ dan DKP. Data ini nantinya digunakan sebagai informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku dan kelembagaan terkait dengan pengawasan perikanan. Data sekunder lain yang diperlukan adalah data statistik. Data dan sumber data sekunder yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3 Rincian data sekunder yang dikumpulkan selama penelitian No 1
2
3
4
5
Data Keragaan pelabuhan perikanan lokasi penelitian - Lembaga pengelola dan status pelabuhan - Fasilitas pelabuhan - Kelembagaan di pelabuhan - Potensi kapal perikanan - Produksi ikan yang masuk pelabuhan Mekanisme pengawasan normatif - Dasar hukum pengawasan kapal perikanan - Prosedur pelaksanaan tugas pengawas - Tatacara pemeriksaan dokumen perizinan - Tatacara pemeriksaan fisik kapal - Tatacara pemeriksaan alat tangkap - Tata cara pemeriksaan hasil kegiatan penangkapan dan pengangkutan - Tatacara pengawasan komposisi ABK Partisipasi Stakeholder - Kesedian nakhoda menerima dan melayani pemeriksaan dokumen - Kesedian nakhoda dan pemilik kapal menerima dan melayani pemeriksaan fisik kapal. - Kesediaan nakhoda mengisi log book - Dukungan POLRI dan WASKI - Dukungan KAMTIB dan WASKI - Dukungan syahbandar Hukum dan kelembagaan - Penugasan aparatur - Keputusan pemberlakuan kebijakan - Pola sosialisasi kebijakan - Koordinasi dengan departemen - Kordinasi dengan kepala pelabuhan - Koordinasi dgn Dinas Propinsi atau Kodya - Koordinasi dengan syahbandar - Kordinasi dengan pengelola TPI - Kordinasi dengan POLRI - Koordinasi dengan HNSI - Kordinasi dengan LSM perikanan lain - Koodinasi dengan koperasi mina Data statistik - Data statistik tentang jenis dan ukuran kapal masuk dan keluar pelabuhan - Data statistik tentang jenis ikan yang masuk dan keluar pelabuhan
31
Sumber
PPSNZJ dan DKP
PPSNZJ dan DKP
PPSNZJ dan DKP
PPSNZJ dan DKP
PPSNZJ
3.3 Analisis Data 3.3.1 Penetapan indikator kinerja pengawas Faktor internal yang mempengaruhi kinerja pengawas merupakan faktor yang berasal dari dalam diri pengawas itu sendiri. Berdasarkan tujuan penelitian, faktor internal yang diduga berhubungan dengan kinerja pengawas kapal perikanan adalah 1) kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal; 2) kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum yang berkaitan dengan perikanan; 3) kecepatan dalam kaitannya waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan kapal perikanan; 4) kualitas hasil pemeriksaan; 5) kesungguhan dalam pemeriksaan. Faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja pengawas merupakan faktor yang berasal dari luar dimana turut mempengaruhi kinerja dari pengawas. Faktorfaktor tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kinerja dari pengawas. Faktor tersebut adalah 1) Ketersediaan anggaran biaya untuk melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan; 2) Sarana dan prasarana yang digunakan untuk melakukan pengawasan; 3) Hukum dan kelembagaan; 4) Jumlah pengawas; dan 5) Dukungan stakeholder dan instansi terkait. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan penghitungan rata-rata bobot nilai setiap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan yang sudah ditentukan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ di bagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Setiap faktor tersebut terdiri dari beberapa subfaktor, dimana setiap subfaktor diberi bobot nilai yang akan mencerminkan bobot nilai dari faktor tersebut. Bobot nilai tersebut adalah 1 = tidak baik; 2 = kurang baik; 3 = cukup baik; 4 = baik; 5 = sangat baik. Pemberian bobot nilai dari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas dilakukan pengulangan sebanyak delapan kali. Banyaknya pengulangan didasarkan pada data yang diambil sudah mampu menggambarkan kondisi yang ada. Data dari pengulangan tersebut dihitung rata-rata setiap faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas. Nilai rata-rata yang diperoleh akan memberikan keterangan mengenai tingkat kinerja pengawas di PPSNZJ.
32
Tabel 4 Penetapan Bobot Nilai Indikator Kinerja Pengawas Perikanan Ulangan
Faktor Internal X2 X3 X4
X1
X5
X6
Faktor eksternal X7 X8 X9
X10
1 2 3 4 5 6 7 8 Ratarata
Ada kemungkinan terdapat korelasi atau hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas, dimana hubungan antar faktor-faktor tersebut menunjukkan saling berpengaruhnya kedua faktor dalam menentukan tingkat kinerja pengawas. Korelasi atau hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas dapat diketahui dengan menggunakan metode rank spearman. Langkah-langkah penghitungan metode rank spearman adalah sebagai berikut: 1) Pengukuran tingkat kinerja, dimana pengukuran dilakukan pada semua faktor; 2) Setiap faktor harus diketahui perbedaannya dengan mengurangkan kedua faktor tersebut; 3) Perbedaan setiap pasang faktor yang telah dihitung dikuadratkan kemudian dijumlahkan. 4) Jika proporsi angka tidak sama dalam pengamatan, rumus yang digunakan adalah :
σ ∑ di 2
rs = 1 –
N3 −N
Jika dalam penelitian terdapat angka sama maka rumus yang digunakan adalah :
∑x +∑ y +∑ d ∑x ∑ y 2
rs=
2
2
2
2
2
dimana :
33
∑ x2 =
N3 N − 12
∑T
∑ y2 =
N3 N − 12
∑T
x
dan
y
Faktor-faktor korelasi yang berangka sama :
t3 − t T= 12 Keterangan : rs = koefesien korelasi x = variabel bebas y = variabel tidak bebas N = jumlah sampel d = selisih antara rank x dan rank y Tx = faktor korelasi x Ty = faktor korelasi y T = banyak pengamatan yang berangka sama pada suatu rangking tertentu. Statistik uji yang digunakan adalah uji t, yang mana sebelumnya harus di uji homogenitas karena jumlah sampel lebih kecil dari sepuluh maka rumus yang dugunakan adalah : thit =
N −2 1 − rs
Wilayah kritis, thit yang diperoleh dibandingkan dengan ttabel jika : thit > ttabel thit < ttabel
tolak H0 `
terima H0
Hipotesis : H0 : tidak ada hubungan antara kedua faktor dalam menentukan kinerja pengawas H1 : kedua faktor ada hubungannya dalam menentukan kinerja pengawas. Tingkat signifikasi yang digunakan adalah 0,05 dengan derajat bebas N-2
34
Nilai rs berada pada selang -1
0,05 maka gagal tolak Ho (tidak ada hubungan antara kedua faktor).
35
3.3.2 Peningkatan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ
Guna meningkatkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ digunakan mentode Proses Hierarki Analitik (PHA). Menurut (Saaty, 1991) bahwa pengambilan
keputusan
dengan
PHA
dilakukan
melalui
pendekatan
sistem.Pendekatan sistem ini berusaha melihat permasalahan yang kompleks menjadi persolaan yang sederhana dengan cara membaginya ke dalam bagianbagian yang lebih kecil. Pemahaman terhadap situasi dan kondisi sistem membantu untuk melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan. Prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan PHA, yaitu 1) menyusun hierarki, 2) menetapkan prioritas, dan 3) konsistensi logis. Proses pembuatan PHA dimulai dengan menata elemen suatu persoalan dalam bentuk hierarki. Setelah itu, dibuat perbandingan berpasangan antar elemen dari suatu tingkat sesuai dengan kriteria yang berada setingkat lebih tinggi. Berbagai perbandingan ini akan menghasilkan prioritas yang akhirnya melalui sintesis menghasilkan prioritas yang menyeluruh. Langkah-langkah pembuatan PHA adalah sebagai berikut: 1)
Menentukan sasaran atau tujuan menyeluruh dari suatu masalah yang dianalisis (hierarki bagian paling atas);
2)
Membuat hierarki dimana didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling berhubungan (bagian tengah merupakan kriteria);
3)
Menentukan tindakan terakhir atau rencana alternatif guna mencapai tujuan yang sudah ditentukan;
4)
Menetapkan prioritas antara 1-9 terhadap elemen yang sudah ada, dimana skor tersebut menjelaskan tingkat kepentingan elemen terhadap rencana sasaran atau tujuan menyeluruh yang sudah ditentukan;
5)
Menguji konsistensi penetapan prioritas yang sudah dilakukan;
6)
Melihat nilai tertinggi dari masing-masing tindakan terakhir atau rencana alternatif, dimana nilai tertinggi merupakan rencana alternatif yang direkomendasikan.
36
(1) Menyusun hierarki
Dalam menyusun hierarki, harus menyusun rincian relevan yang cukup untuk menggambarkan persoalan dengan sebaik mungkin. Dalam hal ini, rincian relevan yang dimaksud dalam menyusun hierarki tingkat pertama adalah adanya fokus yang akan diidentifikasi yaitu peningkatan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. Tingkat kedua adalah pihak yang berkepentingan, dalam hal ini pemerintah sebagai pembuat peraturan dan undang-undang, pengelola PPSNZJ selaku pelaku pengawas perikanan, nakhoda atau pemilik kapal selaku pihak yang mendukung kelancaran pengawasan, dan syahbandar selaku pihak yang memberikan kontribusi dalam melakukan pengawasan. Tingkat ketiga adalah sumberdaya manusia yang melakukan pengawasan. Dalam hal ini
motivasi kerja, penguasaan materi, dan jumlah pengawas.
Tingkat keempat adalah program tindakan, yaitu kecakapan pengawas, dukungan stakeholder, kesungguhan pengawas. Peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ
Pihak yang berkepentinga n
Sumberdaya manusia
Program tindakan
Pemerintah
Motivasi kerja
Kecakapan pengawas
Pengelola PPSNZJ
Nakhoda kapal
Penguasaan materi
Perum
Jumlah pengawas
Dukungan stakeholder
Kesungguhan pengawas
Gambar 2 Hierarki peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ.
37
(2) Menetapkan prioritas
Menetapkan prioritas untuk membandingkan tingkat kepentingan dari berbagai pertimbangan yang ada. Perbandingan dilakukan dengan membuat penilaian tentang kepentingan relatif antara kedua elemen pada suatu tingkatan tertentu berdasar elemen yang ada di satu tingkat diatasnya. Penilaian disajikan dalam bentuk matrik berbanding berpasangan dan dibuat untuk setiap tingkat hierarki. Prioritas setiap elemen diperoleh dengan menghitung berbagai pernyataan yang telah dibuat. Langkah dalam menentukan prioritas yaitu membuat matrik berbanding berpasangan dan mensintesis berbagai pertimbangan. Penjelasan nilai skor yang digunakan untuk menetapkan prioritas antara 1-9 sebagaimana disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Skor penetapan prioritas dalam AHP Intensitas pentingnya
Definisi
Penjelasan
1
Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangkan sama besar sifat tersebut 3 Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman dan pertimbangan penting dari elemen yang sedikit menyokong satu elemen lainnya atas elemen lainnya 5 Elemen yang satu sangat Pengalaman dan pertimbangan penting dari elemen yang menyokong satu elemen atas lainnya elemen lainnya 7 Elemen yang satu jelas lebih Satu elemen dengan kuat penting dari elemen yang disokong dan dominasi terlihat lainnya dalam praktek 9 Elemen yang satu sedikit lebih Bukti yang menyokong elemen penting dari elemen yang yang satu atas yang lain memiliki lainnya tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai diantara dua Kompromi diperlukan diantara pertimbangan yang berdekatan dua pertimbangan Sumber: Saaty, 1991. (3) Membuat matrik berbanding berpasangan
Penilaian tingkat kepentingan diperiksa dari suatu elemen yang berada di sebelah kiri dibandingkan dengan suatu elemen yang berada di baris atas matriks. Penilaian perbandingan berdasarkan pada pertanyaan seberapa kuat suatu elemen berkontribusi, mendominasi, mempengaruhi atau menguntungkan tujuan yang sudah ditetapkan dalam matrik berbanding berpasangan (Tabel 6).
38
Tabel 6 Matrik berbanding berpasangan C
A1
A2
A3
A4
......
An
A1
1
a12
a13
a14
.....
a1n
A2
1/a12
1
a23
a24
.....
a2n
A3
1/a13
a/a23
1
a34
....
a3n
A4
1/a14
1/a24
1/a34
1
.....
a4n
An
1/a1n
1/a2n
1/a3n
1/a4n
.....
1
Keterangan : C
: Kriteria atau sifat yang digunakan untuk pembandingan
A1, A2,...,An : Elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat dibawah C. a12, a13,...,1 : Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj. (4) Mensintesis Berbagai Pertimbangan
Prioritas menyeluruh dari berbagai pertimbangan dalam permasalahan pengambilan keputusan, diperoleh dengan cara mensintesis terhadap keseluruhan pertimbangan. Sintesis dilakukan dengan menghitung setiap nilai yang sudah ditetapkan. Penghitungannya sebagai berikut : 1. Formulasi dengan menggunakan rata-rata aritmetik.
- Menjumlahkan semua nilai-nilai dalam setiap kolom (NKa) n
NKa =
∑ aij (k ) kj =1
Keterangan : NKa
= Nilai kolom ke-a
Aij
= Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j
N
= Jumlah elemen.
Membagi entri dalam setiap kolom dengan jumlah pada kolom untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Naij) Naij =
aij Nkj
Keterangan : Naij
: Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris i dan kolom j
Aij
: Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j
Nkj
: Nilai kolom ke j.
39
Vektor prioritas dari setiap elemen, diperoleh dengan merata-ratakan nilai sepanjang baris (Vpi) n
Vpi =
∑ j =1
Naij n
∑ Naij j =1
Keterangan : Vpi
: Vektor prioritas dari elemen i
Ndij
: Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris i dan kolom j.
2. Konsistensi
Dalam persoalan pengambilan keputusan, konsistensi penting untuk diperhatikan.
Konsistensi
ini
bertujuan
untuk
menilai
seberapa
besar
kekonsistensian penialain satu variabel dengan faktor yang lain. Jika nilai konistensi tinggi, maka penilaian antar variabel sudah baik. Ratio konsistensi dihitung dengan rumus sebagai berikut : (1) Perhitungan akar ciri nilai eigen (eigen value) maksimum dengan rumus : VA = aij x Vp dengan Va = (V aij) Keterangan : VA adalah vektor antara VB =
VA dengan VB = V bi VP
Dimana : VB adalah nilai eigen n
∑VB i =1
Amax =
n
(2) Perhitungan indeks konsistensi (C1), dengan rumus : Cl =
λmaks − n n −1
(3) Perhitungan rasio konsistensi (CR), dengan rumus : CR =
CL RI
40
Mulai
- Potensi Sumberdaya Ikan - Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Pengawasan Kapal Perikanan
- Ruang Lingkup Pengawasan - Standar Operasional Prosedur (SOP)
Aktifitas Pengawasan Kapal Perikanan (empiris)
Tidak
Cukup
Ya Faktor Kinerja Pengawas Internal dan Eksternal
Analisa Kinerja Pengawas Perikanan - Rank Sparman - Rata-rata - PHA
Kinerja Pengawas Perikanan
Tidak Cukup
- Ketidaktertiban usaha - Illegal fishing meningkat - Potensi SDI rusak
Ya
Pola Pengawasan Berdasarkan Kinerja Pengawas Perikanan
Selesai
Gambar 3 Diagram alir pendekatan penelitian.
41
4
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) terletak di Teluk Jakarta tepatnya di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara yang secara geografis terletak pada 06005'-06007' LS dan 106050'-106050' BT. Kelurahan Penjaringan di Jakarta Utara mempunyai batas administratif sebagai berikut : 1) Sebelah utara
: Laut Jawa, Jalan Pluit Selatan (wilayah Kelurahan Pluit);
2) Sebelah selatan
: Jalan Bandengan Utara;
3) Sebelah barat
: Waduk Pluit Sebelah Barat, Jalan Jembatan Tiga dan Kali Muara Karang;
4) Sebelah timur
: Alur Pelabuhan Sunda Kelapa, Kali Jelakeng (wilayah Kelurahan Ancol).
Kelurahan Penjaringan merupakan salah satu kawasan perusahaan yang terdapat di Jakarta Utara. Hal ini terlihat dari penggunaan lahan yang sebagian besar dipergunakan untuk perusahaan yaitu seluas 243,27 Ha atau 61,52 % dari luas kelurahan ini, sedangkan lahan pemukiman 31,46 % dan sisanya 7,02 % dipergunakan untuk industri. Luas lokasi PPSNZJ adalah 98 ha atau 25,29 % dari total luas kelurahan ini. PPSNZJ termasuk pelabuhan tipe A dengan luas keseluruhan arealnya mencapai 98 Ha yang terbagi dalam tiga kawasan yaitu kawasan industri 48 Ha, kawasan Perum dan UPT PPSNZJ 10 Ha dan kawasan kolam pelabuhan 40 Ha. Tanah daratan yang ada di PPSNZJ merupakan tanah merah hasil reklamasi yang telah dilakukan. PPSNZJ diresmikan pada tanggal 17 Juli 1984 oleh Presiden Republik Indonesia. Perencanaan pembangunan PPSNZJ dimulai sejak tahun 1972. Studi kelayakannya dilakukan oleh pemerintah Jepang melalui Overseas Technical Cooperation Agency (OTCA) of Japan
sekarang dikenal sebagai Japanese
International Cooperation Agency (JICA). PPSNZJ mulai dibangun tahun 1980 dengan pembiayaan bantuan Pemerintah Jepang melalui Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) dan dana APBN. Perencanaan teknis pembangunan pelabuhan dilaksanakan oleh Pacific Concultant International dari Jepang yang bekerjasama dengan PT. Inconeb dari Indonesia.
Pembangunan awal PPSNZJ dilaksanakan dalam beberapa tahapan pembangunan, yaitu sebagai berikut : 1) Pembangunan tahap I (5 Maret 1980 s/d 31 Desember 1982), meliputi pembangunan fasilitas dasar, yaitu pembuatan kolam pelabuhan, dermaga, penahan gelombang, lampu navigasi, dan reklamasi tanah; 2) Pembangunan tahap II (22 Maret 1982 s/d 31 Maret 1984), terdiri dari pembangunan fasilitas fungsional (gedung pelelangan ikan, cold syorage, pabrik es, kantor pelabuhan, dermaga bongkar muat, mesin pendingin, pembangkit listrik, galangan kapal dan sarana lainnya); 3) Pembangunan tahap III (1984 – 1992), meliputi pembangunan fasilias penunjang (Pembangunan jalan komplek PPSNZJ, perkantoran, masjid, pos polisi, pertokoan dan tempat pemrosesan ikan, selanjutnya tahun 1988 – 1992 perpanjangan dermaga sepanjang 150 meter, perluasan cold storage, kantor Perum PPSNZJ Jakarta, gedung pemasaran ikan, tempat penginapan, MCK, dan industri pengolahan ikan); 4) Pembanguna tahap IV (1993 s/d 2001), meliputi empat paket yaitu : (1)
Paket I (pengurukan pasir dan pekerjaan penimbunan);
(2)
Paket II (pembangunan dermaga dengan kedalaman air 7,5 meter, fasilitas perbaikan kapal, sistem pembuangan air kotor laut, perbaikan revetment, dan pemasangan fasilitas listrik dan air di dermaga);
(3)
Paket III (pembangunan gedung Muara Baru Centre A, kontruksi gedung Muara Baru B, pekerjaan jalan, area parkir dan sistem drainase di Muara Baru Centre area, pekerjaan walkyway sepanjang jalan di area PPSNZJ beserta perlengkapannya);
(4)
Paket IV meliputi pengadaan Handling Equipment (forklift) 8 unit, towing tractor 3 unit, truck crane 2 unit, dump truck 2 unit dan garbage car 12 unit).
43
Gambar 4 Peta lokasi PPS Nizam Zachman Jakarta (Laporan Tahunan PPSNZJ, 2005).
44
4.2 Fasilitas dan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Fasilitas-fasilitas PPSNZJ yang disiapkan untuk melayani pengguna jasa adalah fasilitas pokok (dasar), fungsional dan penunjang. 4.2.1 Fasilitas pokok (dasar) Fasilitas pokok (dasar) yang tersedia di PPSNZJ meliputi kolam pelabuhan, pemecah gelombang (break water), dermaga atau jetty, turap (revetment) dan tanah industri perikanan. Keadaan fasilitas pokok (dasar) yang ada sampai saat ini kondisinya sudah cukup baik, setelah adanya perbaikan yang dilakukan oleh Proyek Pengembangan PPSNZJ Tahap IV. Adapun fasilitas dasar yang terdapat di PPSNZJ terdiri dari : 1) Kolam Pelabuhan Dengan telah diselesaikannya pekerjaan kolam pelabuhan sebesar 356.383 m3 dan alur masuk pelabuhan sebesar 102.409 m3 oleh Proyek Pembangunan PPSNZJ Tahap IV, maka kedalaman kolam pelabuhan menjadi 4,5-7 m. Kondisi ini diharapkan kapal perikanan dengan bobot 1.500 GT dapat merapat di dermaga PPSNZJ. 2) Dermaga atau jetty PPSNZJ mempunyai dermaga yang panjangnya 2.224 m, dimana 1.524 m dermaga dan 150 m jetty merupakan hasil pekerjaan Proyek Tahap I dan II serta jetty 200 m hasil pekerjaan Proyek Pembangunan PPSNZJ Tahap IV. Panjang dermaga 2.224 m mampu menampung tambat labuh kapal sebanyak rata-rata 281 buah kapal per hari. 3) Tanah industri Luas tanah industri di pelabuhan sebesar 40 ha dan telah disewakan seluruhnya kepada investor sebanyak 39 perusahaan dan satu perorangan. Pengusaha yang menyewa lahan tanah industri bergerak di bidang industri pengolahan ikan, cold storage, canning, pabrik es, industri pembuatan kapal dan galangan kapal. 4) Pemecah gelombang (Break Water) Pemecah gelombang terdiri dari dua bangunan yaitu yang terletak di sebelah barat sepanjang 751 m, dan di sebelah timur sepanjang 290 m. Kondisi pemecah gelombang sampai saat ini masih dapat berfungsi dengan baik. 45
5) Turap (revetment) Turap terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu sebelah barat sepanjang 1.324 m dan sebelah Timur sepanjang 1.510 m. Turap sebelah barat bagian utara yang rusak sepanjang 160 m dan turap sebelah timur sepanjang 1.510 m telah diperbaiki oleh Proyek Pembangunan PPS JakartaTahap IV. 4.2.2 Fasilitas fungsional Fasilitas fungsional yang ada di PPSNZJ adalah: 1) Tempat pelelangan ikan (TPI) mempunyai luas 3.367 m2, tempat ini merupakan tempat kegiatan pelelangan ikan hasil tangkapan. Penyelenggaraan lelang dilaksanakan oleh petugas Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta. 2) Pabrik es yang dikelola oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera (PPPS) dengan kapasitas 150 ton/hari, untuk memenuhi kebutuhan nelayan ada juga pabrik es yang dikelola oleh swasta dengan kapasitas 240 ton/hari. 3) Gudang pendingin (cold storage), gudang pendingin yang ada didalam pelabuhan dan dikelola oleh PPPS mempunyai kapasitas 1.000 ton. Pemakaian gudang pendingin oleh pihak ketiga dilakukan dengan sistem sewa. 4) Ruang Procesing, ruangan ini dipergunakan untuk memproses ikan-ikan yang akan diperdagangkan baik untuk tujuan ekspor maupun lokal. 4.2.3 Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang yang ada di PPSNZJ antara lain kantor UPT, PPPS, pos pelayanan terpadu, balai penyuluhan nelayan, MCK, sarana peribadatan, pos keamanan dan penerangan jalan seluruh kawasan pelabuhan. Fasilitas penunjang ini berfungsi guna memperlancar aktivitas yang ada di dalam PPSNZJ. Fasilitas yang ada di PPSNZJsudah cukup baik, namun masih perlu lagi peningkatan kapasitas fasilitas guna meningkatkan pelayanan bagi masyarakat, seperti peningkatan kapasitas slipway sehinga tidak ada lagi kapal yang melakukan perbaikan di area kolam pelabuhan. Berikut Tabel 7 merupakan informasi mengenai fasilitas kepelabuhan, kapasitas beserta pengelolaannya yang ada di PPSNZJ.
46
Tabel 7 Sarana atau fasilitas pelabuhan di PPSNZJ No 1 2
3 4
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Jenis Sarana atau Fasilitas Kolam Pelabuhan - Luas - Kedalaman Pemecah Gelombang (Breakwater) - Sisi Kiri - Sisi Kanan Dermaga/Jetty Tanah - Hak Pakai - Hak Pengelolaan/Industri
Kapasitas
Pengelola PPS NZ/Perum PPS
40 ha -4,5 s/d – 7,5 m PPS NZ/Perum PPS 750 290 1.874 m
PPS NZ/Perum PPS Perum PPS
31 ha 40 ha
Turap(Revetment) - Sisi Barat - Sisi Timur Jalan Kawasan Pelabuhan Saluran Pembuangan Air Gedung TPI Gedung PPI 992 Lapak Gudang Ikan 29 Unit Ruang Pengepakan Ikan 56 Unit Ruang Pengolahan Ikan 18 Unit Gudang Perbekalan Kapal 5 Unit Balai Pertemuan Nelayan Rambu Navigasi (hijau dan merah) Gedung Kantor UPT/PPS NZ Kantor Pelayanan Terpadu Pos Jaga Permanen Pos Jaga Terpadu Pos Kamla Mushola Lapangan Parkir GPKN Perahu Sampah Gedung Penunjang Kegiatan Nelayan Dock/Slipway - Kapasitas 500 GT - Kapasitas 50 GT Perbengkelan Cold Storage Dump-Truck Crane-Truck Towing-Tractor Fork Lift Solar Fork Lift Battery Pabrik Es MCK/Toilet Pos Keamanan Foul Seawater Cleaning Unit Pengolah Limbah Cair (UPL) Tuna Landing center (TLC) 29 Unit
PPS NZ 1.480 ha 1.560 ha 53.256 m 9.611,25 m 3.367 m22 6.431 m 1.374 m2 1.120 m22 26.245 m2 1.620 m
PPS NZ PPS NZ Perum PPS Perum PPS Perum PPS Perum PPS Perum PPS Perum PPS
234 m2 2 Unit
PPS NZ PPS NZ
969,50 m22 1.682 m 349,50 m22 84,50 m2 32,40 m 2 unit 2.094,701 m2 1 Unit 6.730 m (114 Unit)
PPS NZ PPS NZ PPS NZ PPS NZ PPS NZ PPS NZ PPS NZ PPS NZ PPS NZ/Perum PPS Perum PPS
47
2 Unit 1 Unit 6 Unit (1.390 m) 1.000 ton 2 unit 2 unit 3 unit 3 unit 5 unit 200 ton 15 unit 150 m2 2 8.450 m3 1.000 m
Perum PPS Perum PPS PPS NZ PPS NZ PPS NZ PPS NZ Perum PPS Perum PPS PPS NZ PPS NZ PPS NZ PPS NZ
13.143 m2
PPS NZ/Perum PPS
Lanjutan No Jenis Sarana atau Fasilitas 39 Instalasi Penyaluran Air Bersih 40 Stasiun pengisian Bahan Bakar untuk Bunker (SPBB) 4 Unit 41 Instalasi Penyaluran Daya 42 Listrik 43 Telepon 44 Bangunan Pompa 45 Sea Water Intake 46 Kios Pedagang Kaki 5 47 Kawasan PPS Jakarta Sumber : UPT PPSNZJ Tahun 2006 4.3
Kapasitas 1.200 ton 15.000 ton/bulan
Pengelola Perum PPS Swasta/Perum PPS
5.206 KVA 400 KVA 168 SST 5 SST 1 unit 1 unit 107 unit 110 ha
Perum PPS PPS NZ Perum PPS PPS NZ PPS NZ PPS NZ PPS NZ PPS NZ/Perum PPS
Pengelola Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
4.3.1 Unit pelaksana teknis PPSNZJ Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.26.1/ MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan, bahwa PPSNZJ adalah UPT Departemen Kelautan dan Perikanan di bidang prasarana pelabuhan perikanan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Sesuai dengan perannya sebagai unit pelayanan teknis, PPSNZJmemiliki visi, isi dan tujuan yang sesuai dengan perannya. Visi PPSNZJ merupakan bagian yang integral dari visi Departemen Kelautan dan Perikanan. Visi ini merupakan kesepakatan bersama antara seluruh staf, instansi terkait dan swasta yang berada di kawasan pelabuhan. Adapun visi PPSNZJ
adalah
terwujudnya
PPSNZJ
sebagi
pusat
pertumbuhan
dan
pengembangan ekonomi perikanan terpadu. Misi PPSNZJ adalah sebagai berikut : 1)
Menciptakan lapangan kerja dan iklim usaha yang kondusif;
2)
Pemberdayaan masyarakat perikanan;
3)
Meningkatkan mutu, keamanan pangan dan nilai tambah;
4)
Menyediakan sumber data dan informasi perikanan;
5)
Meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan; Tujuan pembangunan yang hendak dicapai dalam operasional PPSNZJ
merupakan penjabaran dan penjelasan dari tugas pokok dan fungsi serta misi yang sudah ditetapkan. Adapun tujuan pembangunan PPSNZJ adalah :
48
1)
Meningkatkan kemampuan armada perikanan samudera;
2)
Meningkatkan ekspor hasil-hasil perikanan untuk menambah devisa negara dari sektor non migas;
3)
Menyediakan lahan untuk kegiatan industri perikanan dalam rangka meningkatkan nilai tambah produksi perikanan;
4)
Menciptakan lapangan kerja;
5)
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya sekitar PPSNZJ melalui pertumbuhan usaha perekonomian seperti pertokoan, perbengkelan dan lainnya;
6)
Melaksanakan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan statistik perikanan dalam rangka pengembangan dan pengolahan sistem informasi dan publikasi perikanan;
7)
Meningkatkan pengawasan, keamanan, ketertiban dan kebersihan di kawasan pelabuhan. PPSNZJ dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan yang membawahi bagian
tata usaha, bidang pengembangan, bidang tata operasional dan kelompok jabatan fungsional. Kelompok jabatan fungsional yang ada di PPSNZJ adalah jabatan fungsional untuk Pengawasan Sumberdaya Ikan (WASDI), sedangkan kelompok jabatan fungsional lainnya belum terealisasi. Susunan organisasi UPT PPSNZJ sesuai dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.26.1/MEN/2001 saat ini disajikan pada Gambar 5:
49
KEPALA BAGIAN TATA USAHA SUBBAGIAN UMUM
SUBBAGIAN KEUANGAN
BIDANG PENGEMBANGAN
BIDANG TATA OPERASIONAL
SEKSI SARANA
SEKSI KESYAHBANDARAN PERIKANAN
SEKSI TATA PELAYANAN
SEKSI PEMASARAN DAN INFORMASI KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Gambar 5 Struktur organisasi UPT PPS Nizam Zachman Jakarta. Tugas PPSNZJ memfasilitasi produksi, pemasaran hasil perikanan tangkap dan pengawasan sumberdaya ikan. Fungsi yang dijalankan UPT PPSNZJ di dalam melaksanakan tugasnya adalah sebagai berikut : 1) Perencanaan,
pengembangan,
pemeliharaan
serta
pemanfaatan
sarana
pelabuhan perikanan; 2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan; 3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan; 4) Pengembangan dan fasilitas pemberdayaan masyarakat perikanan; 5) Pelaksanaan fasilitas dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan; 50
6) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan, pemasaran, dan mutu hasil perikanan; 7) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan statistik perikanan; 8) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya; 9) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari; 10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.26.1/ MEN/2001 pada Bab 1 pasal 3 terdapat 3 (tiga) fungsi tambahan pelabuhan perikanan yaitu : 1) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari; 2) Pelaksanaan pengawasan mutu hasil perikanan; 3) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset.
4.3.2 Perum prasarana perikanan samudera (PPPS) PPPS didirikan berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No. 2 Tahun 1990 selanjutnya disempurnakan dengan PP Nomor 23 tahun 2000 adalah sebuah BUMN yang mempunyai misi sebagai pelayan umum dalam bidang penyediaan jasa sarana dan prasarana pelabuhan perikanan. BUMN tersebut ditugaskan mengusahakan sembilan pelabuhan perikanan sebagai cabang perusahaan dengan kantor pusat di Jakarta. Adapun pelabuhan perikanan yang diusahakan sebagai Cabang Perum Prasarana Perikanan Samudera adalah PPSNZJ, PPN Pekalongan, PPN Belawan, PPN Brondong, PPP Lampulo, PPP Prigi, PPP Tarakan, PPP Banjarmasin, dan PPP Pemangkat. PPPS cabang Jakarta adalah salah satu cabang dari Perum Prasarana Perikanan Samudera yang berada di area PPSNZJ. Struktur organisasi perum prasarana perikanan samudera cabang Jakarta seperti pada Gambar 6.
51
Kepala Cabang
Subbag Tata Usaha
Urusan RT & Perlengkapan
Urusan Tata Laksana Urusan Keuangan Urusan Kepegawaian
Seksi Pelayanan Usaha
Seksi Teknik
Subseksi Cold Storage
Subseksi Aneka sarana
Subseksi Galangan dan Tata Kapal
Subseksi Instalasi
Subseksi Perbekalan Kapal
Subseksi Fasilitas Pendingin
Subseksi Aneka Jasa
Subseksi Galangan dan Bengkel
Gambar 6 Struktur organisasi perum prasarana perikanan samudera cabang Jakarta.
52
Pelayanan terhadap industri penangkapan ikan terhadap kebutuhan perbekalan dilakukan oleh Seksi Pelayanan Usaha Subseksi Perbekalan sedangkan untuk kebutuhan perbaikan kapal pada Seksi Teknik Subseksi Galangan dan Bengkel Kapal. Pengelolaan terhadap industri pengolahan juga dilakukan oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera seperti sewa lahan dan sewa bangunan yang ditangani oleh Subseksi Aneka Jasa. Sewa lahan yang dibebankan kepada industri pengolahan adalah Rp 1.500/m2/tahun. Apabila membangun bangunan diatas tanah tersebut maka dikenakan beban sebesar Rp 8.610/m2 yang dibayarkan sekali saja saat bangunan berdiri. PPPS merupakan suatu perusahaan yang bersifat menyediakan pelayanan bagi kepentingan umum dan sekaligus bertujuan mendapatkan keuntungan. Tujuan dari Perum Prasarana Perikanan adalah untuk : 1) Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan; 2) Mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk mendorong usaha industri perikanan dan pemasaran hasil perikanan; 3) Memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil perikanan dan sistem rantai dingin dalam bidang perikanan; dan 4) Menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai komponen kegiatan nelayan dan masyarakat perikanan.
53
5 HASIL PENELITIAN
5.1 Materi pengawasan 5.1.1 Dokumen perizinan usaha perikanan Pemeriksaan dokumen perizinan usaha perikanan dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/10/MEN/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Izin Usaha Tetap (IUT) dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) khusus untuk perusahaan yang berstatus PMA (Penamanam Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) sesuai spesifikasi yang dikeluarkan instansi yang bersangkutan. 1) Surat izin usaha perikanan (SIUP) Surat izin usaha perikanan tidak dilakukan pemeriksaan dalam pengawasan penangkapan ikan baik di darat maupun di laut, namun pemeriksaan dilakukan lebih lanjut apabila dijumpai adanya dugaan pidana perikanan. Hal ini menyangkut kecepatan dalam pemeriksaan kapal kapal perikanan. Kebenaran dan keaslian dokumen SIUP harus diketahui oleh pengawas perikanan, supaya tidak melakukan kesalahan pada saat melakukan pemeriksaan. Dokumen SIUP mempunyai bentuk dan ciri-ciri khusus. Bentuk dan ciri-ciri dokumen SIUP di buat sedemikian rupa supaya dalam pemeriksaannya bisa cepat dan tidak mudah ditiru. SIUP untuk perusahaan perikanan indonesia (SIUP-I) mempunyai persamaan ciri-ciri dengan SIUP untuk perusahaan perikanan asing (SIUP-A). Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut : (1) Cetakan dasar halaman depan berupa garis-garis relief yang membentuk tulisan “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN” yang pada bagian bawah diberi cetakan optical variable ink (OVI); (2) Logo Departemen Kelautan dan Perikanan (sparasi) dikombinasi dengan teks “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”; (3) Bingkai berupa hiasan garis-garis halus dan ornamen yang membentuk bunga pada setiap sudut yang diapit mikroteks “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN” yang dicetak dengan teknik cetak Intaglio yang terasa kasar pada saat diraba;
(4) Kop berupa tulisan REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN simetris dibawah logo; (5) Adanya invisible ink berupa logo Departemen Kelautan Dan Perikanan; (6) Adanya nomor seri terdiri dari 1 (satu) huruf dan 6 (enam) angka dipojok kiri bawah; dan (7) Adanya nomor perforasi.
2) Surat izin penangkapan ikan (SIPI) SIPI yang ada di Indonesia mempunyai beberapa jenis, yaitu SIPI-OI yang diberikan bagi kapal penangkap ikan berbendera Indonesia dan dioperasikan secara tunggal yang diusahakan oleh perusahaan perikanan Indonesia. SIPI-GI diberikan bagi kapal penangkap ikan berbendera Indonesia dan dioperasikan dalam satuan armada penangkapan. SIPI-LI diberikan bagi kapal penangkapan ikan berbendera Indonesia yang berfungsi sebagai kapal lampu atau light boat dan dioperasikan secara armada atau group penangkapan. SIPI-OA diberikan bagi kapal penangkapan ikan berbendera asing dan dioperasikan secara tunggal yang diusahakan oleh perusahaan perikanan asing. SIPI-GA diberikan bagi kapal penangkapan ikan berbendera asing yang dioperasikan secara armada atau group penangkapan. SIPI-LA diberikan bagi kapal penangkapan ikan berbendera asing yang berfungsi sebagai kapal lampu atau light boat dan dioperasikan secara armada atau group penangkapan). Ciri-ciri dokumen beberapa jenis macam SIPI di atas adalah sebagai berikut : Halaman Depan : (1)
Cetakan dasar halaman depan berupa garis-garis relief yang membentuk tulisan “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN” yang pada bagian bawah diberi cetakan optical variable ink (OVI);
(2)
Logo Departemen Kelautan dan Perikanan (sparasi) dikombinasi dengan teks “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”;
(3)
Bingkai berupa hiasan garis-garis halus dan ornamen yang membentuk bunga pada setiap sudut yang diapit mikroteks “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN” yang dicetak dengan teknik cetak Intaglio yang terasa kasar pada saat diraba;
55
(4)
Kop
berupa
tulisan
REPUBLIK
INDONESIA
DEPARTEMEN
KELAUTAN DAN PERIKANAN simetris dibawah logo; (5)
Invisible ink berupa logo Departemen Kelautan Dan Perikanan;
(6)
Adanya nomor seri terdiri dari 1 (satu) huruf dan 6 (enam) angka dipojok kiri bawah; dan
(7)
Adanya nomor perforasi.
Halaman Belakang : (1)
Cetakan dasar halaman depan berupa garis-garis relief yang membentuk tulisan “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”;
(2)
Bingkai halaman belakang berupa hiasan garis-garis halus dan ornamen yang membentuk bunga pada setiap sudut yang diapit mikroteks “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”.
3) Tanda pelunasan pungutan hasil perikanan (PHP) Ciri-ciri dokumen PHP mempunyai kesamaan dengan surat izin usaha perikanan. Hal ini mempermudah pengawas perikanan dalam mengenal PHP asli atau tidaknya karena mempunyai kesamaan dengan dokumen SIUP.
4) Stiker barcode Ciri-ciri striker berkode yang ada adalah sebagai berikut : (1)
Cetakan dasar berupa garis-garis relief yang “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”;
(2)
Logo Departemen Kelautan dan Perikanan (sparasi) dikombinasi dengan teks “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”;
(3)
Kop
berupa
tulisan
REPUBLIK
INDONESIA
DEPARTEMEN
KELAUTAN DAN PERIKANAN simetris dibawah logo; (4)
Invisible ink berupa logo Departemen Kelautan dan Perikanan;
(5)
Garis vertikal dan garis kotak dibagian bawah dibuat dari mikroteks “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”;
(6)
Nomor seri terdiri dari 1 (satu) huruf dan 6 (enam) angka dipojok kiri bawah.
56
5.1.2 Pemeriksaan fisik kapal perikanan Pengawas perikanan dalam melakukan pemeriksaan kapal meliputi : 1) Ukuran kapal, yaitu panjang (LOA), lebar (B) dan tinggi atau dalam (D) kasko kapal dan ruangan-ruangan diatas dek kapal untuk mengetahui ukuran
kapal
(GT)
sebenarnya.
Berdasarkan
KEPMEN
Nomor
KEP.10/MEN/2003 pasal 16 bahwa perhitungan tonase kapal ditetapkan sebagai berikut : (1) Kapal yang panjangnya lebih dari atau sama dengan 24 m, ditetapkan berdasarkan rumus internasional untuk pengukuran grostonase (international formula for gross tonnage measurement), yaitu ; GT = K x V; (2) Kapal yang panjangnya kurang dari 24 m, ditetapkan dengan rumus : GT = (L x B x D x Cd) : 2,83; Keterangan : L = LDL; B = BDL; D = Depth; Cd = Coefisien blok (pukat ikan = 0,8; purse seine = 0,6 s/d 0,8; long line = 0,6 dan untuk yang lain 0,5-0,6). Untuk kapal berbendera Indonesia rumus grosstonase disesuaikan dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut, sedangkan
untuk
kapal
berbendera
asing
berdasarkan
standar
Internasional; 2) Volume palkah ikan; 3) Spesifikasi mesin kapal: merk, nomor mesin dan kekuatan mesin (PK); 4) Identifikasi kapal, terdiri dari nama kapal, bendera kapal khusus untuk kapal ikan asing dan kode surat ukur. Surat ukur dikeluarkan oleh pelabuhan tertentu. Lokasi dan kode pengukuran pelabuhan yang berwenang menerbitkan surat ukur selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
57
Tabel 8 Pelabuhan yang berwenang menerbitkan surat ukur
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
Kode Lokasi Pengukuran No Anyer Lor Aa 77. Morotai Ambon M Ma 78. Meulaboh Ampenan/Lembar Pa 79. Maumere Atapupu Oob 80. Muara Sabak Banten Ab 81. Nipah Pjng Bengkulu B Bb 82. Panjang Belinyu E Eb 83. Palembang Banjarmasin I Ia 84. Palopo Balikpapan I Id 85. Pngkl. Balam Bajo’e L Li 86. Pekalongan Bau-Bau L Ln 87. Penuba Bulukumba L Lq 88. Pulau Sambu Bandaneira M Mb 89. Pulau Tello Batam P Pm 90. Pontianak Bawean/Sangkapura Kc 91. P o s o Banggai K Kj 92. Pemangkat Bitung K Kb 93. Pemanukan Biak M Ml 94. Palangkaraya Banyuwangi/Meneng Na 95. Pare-pare Besuki Nb 96. Polewali Bima O Ox 97. Probolinggo Bintuhan B Bd 98. Pasuruan Buleleng Pb 99. Panarukan Benoa Pd 100. Pkl. Brandan Belawan P Pa 101. Pkln. Susu Bengkalis P Pd 102. Pekanbaru Bagan Siapi-api P Pf 103. R a h a Calang Q Qh 104. Rembang Cirebon Da 105. Rengat Cilacap Qa 106. Sunda Kelapa Dabo/Singkep G Gb 107. Semarang Donggala K Ki 108. Sambas Dobo M Md 109. Sampit Dumai P Pj 110. Samarinda Ende O Oe 111. Surabaya Fak Fak M Mn 112. S o r o n g Gresik Kb 113. Sumbawa/Badas Gorontalo K Kc 114. Slt. Panjang Geser M Mp 115. Sabang Gunung Sitoli S Sh 116. Sangkulirang Lokasi
58
Kode Pengukuran M Mv Q Qi O On R Rb R Rd C Ca D Da L Lk E Ed Fp G Gc G Gd S Si H Ha K Kf H Hc Bb I Ie L Lv L Lw Mp Mg Np P Pc P Po P Ph L Lp Ia P Pk Bc Ga H Hb I Ib I Ik Ka M Mj O Os P Pe Q Qb I Io
Lanjutan Tabel 8. No 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76.
Lokasi Jepara Juwana Jayapura Jambi Jampea Ketapang Kotabaru Kalianget Kalabahi Kamal Kolaka Kolonedale Kendari Kupang Kuala Tungkal Kuala Beukah Kuala Mandah Kumai Krui Kwandang Luwuk Labuha Larat Labuhan Bilik Lhok Seumawe Langsa Larantuka Majene Mamuju/Awerange Malili Manokwari Muko-muko Muntok Manado Makasar Merauke
Kode Pengukuran Gb Gc M Mm R Rc L Lj H He I It Lc O Oa La L Lm K Kk L Lo O Ok R Ra Q Qf R Re I Ic B Be K Kd K Kh M Mf M Mr P Pi Q Qc Q Qg O Of L Lt L Lx L Ll M Mk B Ba E Ea K Ka L La M Mq
No
117. Sanana 118. Saumlaki 119. Sinabang 120. Sibolga 121. Sigli 122. Singkawang 123. Teluk Bayur 124. Tg. Priok 125. Tegal 126. + 127. Tg. Pandan 128. Tg. Laut 129. Tg. Pinang 130. TB. Karimun 131. Tarempa 132. Tg. Uban 133. Tarakan 134. Tg. Redep 135. Tg. Laut 136. Tahuna 137. Tilamuta 138. Toli-toli 139. Tobelo 140. T u a l 141. Ternate 142. T e p a 143. TB. Asahan 144. Tembilahan 145. Ulee Lehue 146. W a h a i 147. W e d a 148. Waingapu 149. Wonreli 150. Sei Kolak Kijang 151. Pangkalan Bun
Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2003.
59
Lokasi
Kode Pengukuran M Mg M Ms Q Qe S Sd Q Qd H Hd A Aa Ba Ft H Hf F Fa I Ip G Ga G Ge G Gf G Gg I Im I In I Ip K Ke K Kl K Kg M Mh M Mc M Me M Mt P Pb P Pg Q Qm M Mo M Mi O Ow O Oz P Pq I Iu
5) Pemeriksaan design dan kelengkapan navigasi. Bagi kapal berukuran di atas 30 GT dan atau mesin berkekuatan di atas 90 PK dilakukan juga pemeriksaan terhadap gambar rencana umum (general arragement), kesesuaian tata letak ruang mesin (engine room) dan palkah dengan gambar rencana umum, serta kelengkapan alat navigasi dan komunikasi. 6) Pemeriksaan terhadap alat keselamatan, seperti lift jaket, lift craft, alat pemadam kebakaran dan lain-lain dimana jumlahnya harus sesuai dengan jumlah awak kapal. 7) Pemeriksaan peralatan pendukung penangkapan ikan.
5.1.3
Pemeriksaan alat penangkap ikan Pemeriksaan yang dilakukan terhadap alat penangkap ikan bisanya berupa
pemeriksaan ukuran mata jaring (mess size), bahan alat tangkap, daerah pengoperasian, cara pengoperasian dan untuk jenis alat tertentu harus dilengkapi dengan baycatch excluder device (BED). Pengawasan alat penangkapan ikan ini bertujuan untuk mencegah eksploitasi sumberdaya ikan yang tidak ramah lingkungan, sehingga menimbulkan kerusakan sumberdaya yang ada.
5.1.4 Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan Alat bantu penangkapan ikan biasanya berupa lampu dan rumpon. Penggunaan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan baik yang dipasang di kapal maupun terpisah meliputi jumlah dan kekuatan lampu harus sesuai dengan perizinannya. Ketentuan pemasangan rumpon diatur oleh Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/30/MEN/2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon, yang meliputi: 1) Perizinan pemasangan rumpon (Pusat dan Pemerintah Daerah); 2) Jarak pemasangan antara rumpon satu dengan rumpon lain kurang dari 10 (sepuluh) mil laut; 3) Pemasangan tidak boleh mengganggu alur pelayaran; 4) Pemasangan tidak mengganggu pergerakan ikan; dan 5) Pemasangan tidak mengakibatkan efek pagar (zig-zag).
60
5.1.5 Pemeriksaan daerah operasi penangkapan Pemeriksaan
daerah
operasi
penangkapan
dapat
diketahui
dengan
mencocokkan dengan dokumen izin dari kapal yang bersangkutan dan jalur penangkapan ikan. Pencocokkan tersebut dapat dilihat dari data penerapan VMS dan isian log book perikanan, jenis dan ukuran alat penangkap ikan dan alat bantu penangkapan ikan. Jika memungkinan juga dapat dilihat dari buku jurnal penangkapan kapal tersebut.
5.1.6 Pemeriksaan nakhoda dan anak buah kapal Pemeriksaan dilakukan guna mengetahui kesesuaian kesesuaian jumlah nakhoda dan komposisi ABK (asing dan Indonesia) dengan dokumen izin kapal. Dilakukan juga pemeriksaan identitas nakhoda dan ABK asing serta kelengkapan dan keabsahan dokumen perizinan yang dipersyaratkan (izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA) dan kemudahan khusus keimigrasian (DAHSUSKIM).
5.1.7 Pemeriksaan penerapan LBP dan SLO kapal perikanan Pemeriksaan penerapan LBP dan SLO bagi kapal penangkap ikan harus dilakukan dengan mengacu pada ketentuan penerapan LBP dan SLO yang diamanatkan pasal 43 Undang Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan serta
Surat
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
KEP/03/MEN/2002 Tentang LOP dan pengangkutan ikan, yaitu pemeriksaan terhadap form LBP, form hasil pemeriksaan kapal dan form SLO. SLO asli harus berada di atas kapal dan berlaku untuk satu trip operasi. 5.1.8 Pemeriksaan penerapan vessel monitoring system (VMS) Penerapan VMS pada dasarnya adalah untuk mengetahui posisi dan olah gerak kapal perikanan selama melakukan penangkapan ikan. Pemeriksaan penerapan VMS dilakukan di pelabuhan pangkal maupun pada saat kapal melakukan operasi di laut yang prosedur dan tata cara pelaporannya mengacu pada standar operasional dan prosedur vessel monitoring system yang telah baku.
61
5.2 Pengawasan Kapal Perikanan 5.2.1 Prosedur pengawasan kapal perikanan secara normatif Pengawasan terhadap kapal penangkap atau pengangkut ikan, dapat dilakukan di darat atau di pelabuhan pangkalan kapal perikanan melalui pemeriksaan dokumen perizinan, pemeriksaan fisik kapal dan alat penangkap ikan serta alat bantu penangkap. Pengawasan pada saat kapal beroperasi di tengah laut dilakukan dengan cara menggelar operasi pengawasan dengan kapal pengawas. Pengawasan kapal perikanan dalam standar operasional dan prosedur (SOP) adalah proses dan mekanisme pengawasan bagi kapal penangkapan ikan dan atau kapal pengangkut ikan yang dilaksanakan pada saat kapal berada di pelabuhan dan beroperasi di laut. Pelaksanaan operasi pengawasan kapal perikanan di pelabuhan mengikuti prosedur dan mekanisme sebagai berikut (Gambar 7). 1)
Pengecekan keabsahan dan kelengkapan dokumen perizinan usaha perikanan dari kapal perikanan dan fisik kapal oleh pengawas kapal perikanan;
2)
Apabila ditemukan dugaan pelanggaran penggunaan dokumen perizinan, pengawas kapal perikanan meminta klarifikasi kepada Ditjen P2SDKP (Dinas Perikanan di daerah sesuai jenis izin yang dikeluarkannya) mengenai status perizinan kapal perikanan dimaksud dan analisa jenis pelanggaran. Jika ditemukan ada dugaan tindak pidana umum, ditindak lanjuti dengan cara berkoordinasi dengan instansi terkait. (2) Jika ditemukan dugaan tindak pidana perikanan, pengawas kapal perikanan menyampaikan informasi kepada Ditjen P2SDKP (Dinas Perikanan) dan membuat berita acara penyerahan calon tersangka dan barang bukti kepada PPNS perikanan setempat dan atau kepala dinas atau kepala UPT setempat; (3) Ditjen P2SDKP menginformasikan kepada Ditjen Perikanan Tangkap kaitannya dengan proses administrasi perizinan kapal dimaksud dan kepada Ditjen Imigrasi tembusan kepada Departemen Luar Negeri, Kedutaan besar Negara terkait dan pemerintah daerah setempat untuk penanganan anak buah kapal asing; (4) Proses penyidikan dilakukan oleh PPNS perikanan yang ditunjuk dan melaporkan progres penanganan dugaan tindak pidana perikanan kepada Ditjen P2SDKP;
62
Kapal Melapor & Menyerahkan Dokumen
Memeriksa Kelengkapan Dokumen
-
Kapal Penangkapan Form kedatangan LBP SLO & SIB SIPI
Kapal pengangkut - Form kedatangan - LBP - SLO & SIB - SIKPI
Tdk
Dokumen Lengkap ?
Klarifikasi Kelengkapan Dokumen
Ya Memeriksa : • Keaslian & masa berlaku dokumen perizinan • Hasil tangkapan/angkutan di kapal dibandingkan dengan LBP
• Tanpa LBP & SLO dr pelabuhan yg blm ada pengawas • Tanpa SIB dari pelabuhan yang belum ada syahbandar
• Tanpa SIPI/SIKPI, Ya
Pidana
• Tanpa SIB dari pelabuhan yang ada sahbandar, Pidana • Tanpa LBP & SLO dari pelabuhan yg ada pengawas
Tunda Bongkar Muat dan Klarifikasi
Tdk
Hasil Pemeriksaan Sesuai ?
Dugaan Pelanggaran ?
Tdk
Ya Tdk Diizinkan Bongkar muat
Memeriksa Keabsahan Dokumen Perizinan Melalui Validasi Data Perizinan
Dokumen Absah ? Ya
Dugaan Pelanggaran ?
Tunda Bongkar Muat
• Tidak asli, pidana • Masa berlaku habis saat di
Ya
pelabuhan, dilarang operasi tangkap/angkut • Hasil tangkapan di kapal tidak sesuai dengan LBP
Tdk Penyidikan
• • • • •
• Tidak absah, pidana
Diizinkan Melakukan Persiapan Operasi
Proses pemberkasan (SPDP dst) Proses penyitaan Proses penahanan Proses lelang Penyerahan berkas ke Jaksa Penuntut Umum
Gambar 7 Mekanisme pengawasan di darat saat kapal perikanan merapat di pelabuhan. 63
3)
Pemeriksaan LBP dan SLO kapal perikanan. Apabila ditemukan kapal perikanan yang tidak memiliki SLO dan tidak menerapkan LBP diberikan surat peringatan dan dapat diberikan sanksi administratif perizinan atas pelanggaran yang dilakukannya. Apabila hasil pemeriksaan SLO dan LBP telah sesuai dengan kenyataan, maka kapal diperbolehkan membongkar muatannya. Mekanisme operasi pengawasan di laut dengan menggunakan kapal
biasanya dilakukan dengan menggunakan kapal pengawas kapal perikanan (Gambar 8). Pengawas kapal perikanan di laut dengan cara menghentikan kapal perikanan untuk melakukan pemeriksaan dokumen izin dan fisik kapal. Jika terdapat dugaan pelanggaran dan terbukti tindak pidana perikanan maka kapal akan diarahkan untuk merapat ke pelabuhan terdekat dan jika tidak ada dugaan melakukan pelanggaran kapal diizinkan melanjutkan operasi penangkapan.. Di pelabuhan,
pengawas
kapal
perikanan
membuat
laporan
kejadian
dan
menyerahkan calon tersangka beserta barang buktinya kepada satuan kerja (SATKER) PSDKP untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pelanggaran yang ada tidak sampai tindakpidana perikanan, maka hanya dikenai sanksi administrasi.
64
Nakhoda Menghentikan kapal perikanan atas permintaan pengawas perikanan
Pengawas Perikanan Pemeriksaan dokumen izin dan fisik kapal perikanan
Kapal Perikanan Kapal diizinkan untuk melanjutkan operasi
Dugaan awal pelanggaran
Tidak terbukti tindak pidana perikanan
Terbukti tindak pidana perikanan
Pengawas Perikanan
Kapal Perikanan
Pembuatan laporan kejadian dan ditandatangani pengawas dan nakhoda kapal perikanan
Merapat ke pelabuhan terdekat
Pengawas Perikanan
Kapal Perikanan
Pembuatan lap. Kejadian dan menyerahkan calon tersangka kekepala UPT/satker PSDKP berikut barang bukti
Kapal diizinkan untuk melanjutkan operasi
Penyidik • Surat peringatan (1,2,3) • Pembekuan izin • Pencabutan izin
Gambar 8 Mekanisme operasi pengawasan di laut dengan kapal pengawas.
65
5.2.2 Prosedur pengawasan kapal perikanan secara empiris di PPSNZJ Aplikasi prosedur pengawasan kapal perikanan di pelabuhan perikanan dapat berbeda-beda tergantung seberapa jauh efektivitas pengawasan dan seberapa optimal mekanisme kerja tersebut dapat diterapkan di pelabuhan tertentu. Sedangkan aplikasi prosedur pengawasan kapal perikanan di PPSNZJ disesuaikan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No: KEP/02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan dan Standar Operasi dan Prosedur Pengawasan Penangkapan Ikan. Prosedur tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai prosedur baku dalam pelayanan kapal masuk dan keluar pelabuhan dan berlaku bagi seluruh kapal yang beraktifitas di PPSNZJ. 5.2.2.1 Prosedur pengawasan kapal masuk di PPSNZJ Tahapan dan prosedur pengawasan kapal yang masuk di PPSNZJ adalah sebagai berikut (Gambar 9): 1) Setiap kapal yang masuk ke PPSNZJ wajib melapor kedatangan kapalnya ke pengawas kapal ikan dengan membawa dokumen yang wajib dimiliki setiap kapal penangkap ikan, meliputi SIPI atau SIKPI, LBP dan SLO dan dokumen kapal lainnya seperti surat izin berlayar, sertifikat pengawakan dan keselamatan kapal, surat ukur, gross akte, cargo manivest, dan daftar ABK; 2) Pengawas kapal perikanan segera melakukan pemeriksaan kapal sebelum kegiatan bongkar ikan dilaksanakan. Pemeriksaan kapal ikan yang dimaksud adalah pemeriksaan dokumen dan kapal. Pemeriksaan kapal meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan ikan, pemeriksaan alat tangkap, pemeriksaan daerah penangkapan ikan dan pemeriksaan ABK kapal. Pemeriksaan dokumen difokuskan pada pemeriksaan keabsahan dan masa berlaku dokumen. Pemeriksaan kapal difokuskan pada kesesuaian atau kecocokan antara spesifikasi dalam dokumen dengan kenyataan fisik di kapal. Pemeriksaan ikan difokuskan pada jenis dan ukuran ikan yang dominan dikaitkan dengan alat tangkap dan daerah penangkapan yang tertera dalam SPI atau SIPI dan LBP. Pemeriksaan alat tangkap ikan difokuskan pada spesifikasi dan ukuran alat tangkap antara yang tertera dalam izin dengan kenyataan fisik alat tangkap. Pemeriksaan penangkapan difokuskan pada kesesuaian antara yang tertera dalam izin dengan yang tercatat dalam LBP dikaitkan dengan jenis dan ukuran yang dominan di atas kapal. Pemeriksaan ABK difokuskan pada daftar ABK dengan ABK di atas kapal; 3) Hasil pemeriksaan dicatat dalam jurnal pemeriksaan kapal masuk sebagai bahan pemeriksaan pada saat kapal akan keluar pelabuhan; 4) Jika ditemukan adanya pelanggaran, pengawas kapal perikanan memberikan teguran awal lisan atau tertulis. 66
Nakhoda
- Melapor kedatangan kapal - Meyerahkan dokumen kapal - Melaporkan penangkapan
Pengawas Pemeriksaan dokumen kapal (fisik kapal, alat tangkap, hasil tangkapan, daerah penangkapan dan ABK)
Pemeriksaan Dokumen
Pemeriksaan Alat Tangkap
Pemeriksaan Kapal
Keabsahan dan masa berlaku dokumen
Kesamaan spesifikasi dan ukuran alat tangkap dalam izin dengan kenyataan fisik alat tangkap
Kesesuaian antara spesifikasi dalam dokumen dengan kenyataan fisik di kapal
Pemeriksaan Ikan
Pemeriksaan Penangkapan
Kesesuaian jenis dan ukuran ikan yang dominan dengan alat tangkap dan daerah penangkapan yang tertera dalam SPI atau SIPI dan LBP
Kesesuaian izin dengan yang tercatat dalam LBP dikaitkan dengan jenis dan ukuran yang dominan
Pengawas Dicatat dalam jurnal pemeriksaan kapal masuk sebagai bahan pemeriksaan Pengawas - Rekomendasi untuk bongkar ikan kepada petugas TPI - Menyerahkan dokumen kapal ke nakhoda
tidak
Pelanggaran?
Iya Pengawas Petugas TPI Membongkar dan melelang ikan
- Teguran lisan atau tertulis - Pemeriksaan awal - Berkoordinasi dengan POLRI
Gambar 9 Prosedur pengawasan kapal masuk di PPSNZJ. 67
5.2.2.2 Prosedur pengawasan kapal keluar PPSNZJ 1) Setiap kapal ikan yang akan keluar pelabuhan untuk melakukan operasi penangkapan ikan, wajib lapor ke pengawas kapal perikanan dengan membawa dokumen kapal ikan yang wajib dimiliki oleh kapal ikan yang akan melakukan operasi penangkapan ikan, berupa SIPI atau SPI asli, salinan IUP yang dilegalisir, PPKA bagi kapal asing, LBP, lembar laik tangkap operasional, surat izin berlayar disamping pas kapal dan surat ukur kapal; 2) Pengawas
kapal
perikanan
melakukan
pemeriksaan
dokumen
untuk
memastikan bahwa kapal ikan telah dilengkapi dengan dokumen yang sah dan berlaku; 3) Pengawas kapal perikanan melakukan pemeriksaan kapal untuk memastikan kecocokan antara spesifikasi yang ada di dokumen dengan spesifikasi yang ada di atas kapal, termasuk pemeriksaan ABK, pemeriksaan daerah penangkapan dan pemeriksaan alat tangkap; 4) Pengawas kapal perikanan memberikan rekomendasi hasil pengawasan berupa lembar laik tangkap operasional (LLTO) dan digunakan sebagai dasar bagi syahbandar untuk menerbitkan surat izin berlayar (SIB) bagi kapal ikan yang bersangkutan; 5) Pengawas kapal perikanan memberikan LBP untuk diisi secara benar oleh nahkoda kapal selama proses penangkapan ikan di daerah penangkapan, selanjutnya wajib diserahkan kepada pengawas kapal ikan pada saat kapal masuk pelabuhan; 6) Jika ditemukan adanya bukti awal telah terjadi pelanggaran perikanan, maka pengawas kapal perikanan melakukan tindakan yang berupa teguran lisan, teguran tertulis dan yang terberat adalah penundaan keberangkatan kapal. Tindakan penyidikan belum dapat dilakukan oleh pengawas kapal perikanan, karena tindakan ini memerlukan dukungan kepada pelabuhan dalam bentuk surat perintah penyidikan, surat perintah dari pimpinan SATMINKAL dalam hal ini kepala pelabuhan.
68
Intensitas
pelaksanaan
pemeriksaan
kapal
keluar
PPSNZJ
sangat
dipengaruhi oleh hasil pemeriksaan pada saat kapal tersebut masuk PPSNZJ yang telah dicatat dalam jurnal pemeriksaan kapal masuk pelabuhan. Jika hasil pemeriksaan kapal masuk tidak ditemukan pelanggaran, maka pemeriksaan pada saat kapal akan keluar pelabuhan relatif singkat karena pemeriksaan yang dilakukan seperlunya saja. Lebih jelasnya mengenai prosedur pengawasan kapal keluar di PPSNZJ dapat dilihat pada Gambar 10 berikut.
Nakhoda
- Melapor keberangkatan kapal - Meyerahkan dokumen kapal
Pengawas Pemeriksaan dokumen kapal dan fisik kapal
Pemeriksaan Dokumen
Pemeriksaan fisik kapal
Keabsahan, masa berlaku dokumen dan kelengkapan dokumen ABK
Pemeriksaan fisik kapal, alat tangkap, daerah penangkapan, dan komposisi ABK
Pengawas - Memberikan LLTO ke syahbandar sebagai dasar SIB - Memberikan LBP ke Nakhoda
Tidak
Pelanggaran?
Iya Pengawas - Teguran lisan atau tertulis - Penundaan keberangkatan kapal
Gambar 10 Prosedur pengawasan kapal keluar PPSNZJ.
69
5.3 Kondisi Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pengawas kapal perikanan 5.3.1 Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan Pengawas kapal perikanan setelah menerima kedatangan kapal segera melaksanakan pemeriksaan dokumen perizinan sebelum membongkar ikan hasil tangkapan. Pemeriksaan difokuskan pada ciri-ciri keabsahan masing-masing dokumen. Pengawasan meliputi nomor SIPI, SIKPI, IUP, masa berlaku, pelabuhan pangkalan, daerah penangkapan, alat penangkap ikan, spesifikasi kapal, dan pemeriksaan tanda pelunasan PHP. Dalam memeriksa suatu dokumen perizinan sangat ditentukan oleh kemampuan pengawas; dimana kemampuan pengawas dapat menentukan kebenaran keabsahan dokumen perizinan dalam mewujudkan tujuan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan. Kemampuan pengawas kapal perikanan dalam memeriksa dokumen perizinan dapat dilihat pada Gambar 11 berikut. 120
Frekuensi (%)
100
A = Keaslian dokumen B = Identitas kapal C = Alat penangkap Ikan D = Daerah penangkapan ikan E = Pelabuhan pangkalan F = Spesifikasi kapal G = Masa berlaku Izin
80 60 40 20 0 A
B
C
D
E
F
G
Indikator
Tidak baik
Kurang baik
Cukup baik
Baik
Sangat baik
Gambar 11 Penilaian pengawas terhadap indikator kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan. Dari Gambar 11 terlihat bahwa kemampuan pengawas kapal perikanan memberikan informasi bahwa pengawas kapal perikanan cukup baik hingga sangat baik dalam pemeriksaan dokumen perizinan terkait dengan keaslian dokumen, identitas kapal, dan pelabuhan pangkalan. Dilain pihak, kemampuan pengawas bervariasi dari kurang baik hingga baik dalam memeriksa dokumen alat penangkapan ikan. Kemampuan pengawas bervariasi dari tidak baik hingga kurang baik dalam pemeriksaan DPI dan spesifikasi kapal. Kemampuan pengawas kurang baik dalam memeriksa dokumen masa berlaku kapal.
70
5.3.2 Kemampuan pemeriksaan fisik kapal Pengawas dalam melakukan pemeriksaan fisik kapal meliputi ukuran kapal (gross tonase), spesifikasi mesin kapal (merk, nomor mesin dan kekuatan mesin dan bahan kapal), identitas kapal (nama kapal, bendera kapal, tanda selar), desain dan kelengkapan navigasi, dan alat keselamatan. Disamping itu dilakukan pemeriksaan terhadap alat tangkap, peralatan pendukung penangkapan ikan, alat bantu penangkapan ikan, daerah operasi penangkapan, komposisi nakhoda dan ABK, penerapan LBP dan SLO kapal perikanan, penerapan VMS. Hasil penelitian dilapangan mengenai kemampuan pengawas kapal perikanan dalam memeriksa fisik kapal dapat dilihat pada Gambar 12 berikut. 120
Frekuensi (%)
100 80 60 40 20 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Indikator
Tidak baik
Kurang baik
Cukup baik
A = Ukuran Kapal B = Spesifikasi Mesin Kapal C = Identitas Kapal D = Design dan Kelengkapan Navigasi E = Alat Penangkap Ikan F = Peralatan Pendukung Penangkapan Ikan G = Alat Bantu Penangkapan Ikan H = Komposisi Penangkapan I = Penerapan LBP dan SLO J = Penerapan VMS
Baik
Sangat baik
Gambar 12 Sebaran penilaian pengawas kapal perikanan terhadap indikator kemampuan pemeriksaan fisik kapal Dari Gambar 12 terlihat bahwa kemampuan pengawas kapal perikanan memberikan informasi bahwa pengawas kapal perikanan kurang baik dalam memeriksa ukuran kapal, design dan kelengkapan navigasi. Pengawas kapal perikanan tidak baik hingga kurang baik dalam memeriksa dokumen spesifikasi mesin kapal. Pengawas kapal perikanan baik dalam memeriksa dokumen identitas kapal dan komposisi penangkapan. Pengawas kapal perikanan kurang baik hingga sangat baik dalam memeriksa dokumen alat penangkapan ikan. Kemampuan pengawas bervariasi dari baik hingga sangat baik dalam pemeriksaan peralatan pendukung penangkapan ikan, alat bantu penangkapan ikan, dan penerapan LBP dan SLO. Kemampuan pengawas sangat baik dalam memeriksa penerapan VMS.
71
5.3.3
Kecakapan pengawas kapal perikanan dalam hal penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan Kecakapan pengawas kapal perikanan yang dimaksud, meliputi penguasaan
pengetahuan bidang alat penangkapan ikan, jenis-jenis ikan dan penyebarannya, wilayah pengelolaan perikanan, fisik kapal, perizinan perikanan dan perizinan perkapalan dan sebagainya. Sedangkan penguasaan hukum yang berkaitan dengan bidang perikanan meliputi ketentuan perizinan perikanan dan persyaratan teknis kapal, jenis-jenis alat tangkap yang diperbolehkan dan dilarang, daerah penangkapan dan daerah terlarang dan sebagainya. Adapun sebaran terhadap kecakapan pengawas kapal perikanan dalam hal penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan dapat dilihat pada Gambar 13. A = Jenis alat penangkap ikan B = Jenis ikan dan penyebarannya
120
Frekuensi (%)
100
C = Wilayah pengelolaan perikanan D = Jenis fisik kapal perikanan
80 60
20
E = Perizinan perikanan F = Perizinan perkapalan G = Peraturan perizinan perikanan
0
H = Peraturan perkapalan I = Peraturan tenaga kerja
40
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Indikator Tidak baik
Kurang baik
Cukup baik
Baik
Sangat baik
J = Peraturan pemanfaatan SDI K = Peraturan perairan L = Peraturan pengawasan dan penegakan hukum
Gambar 13 Sebaran penilaian kecakapan pengawas terhadap indikator penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan. Dari Gambar 13 terlihat bahwa kecakapan pengawas kapal perikanan tidak baik dalam penguasaan hukum mengenai peraturan perairan dan baik dalam penguasaan hukum mengenai peraturan pengawasan. Dilain pihak, kecakapan pengawas kapal perikanan bervariasi dari kurang baik hingga baik dalam penguasaan mengenai jenis alat penangkap ikan dan perizinan perkapalan. Kecakapan pengawas kapal perikanan bervariasi dari sangat tidak baik hingga tidak baik dalam penguasaan mengenai jenis ikan dan penyebarannya dan peraturan perkapalan. Kecakapan pengawas kapal perikanan bervariasi dari
72
tidak baik hingga baik dalam pengetahuan mengenai wilayah pengelolaan perikanan. Kecakapan pengawas kapal perikanan bervariasi dari tidak baik hingga kurang baik dalam penguasaan pengetahuan mengenai jenis fisik kapal perikanan, peraturan tenaga kerja, dan peraturan pemanfaatan SDI. Kecakapan pengawas kapal perikanan bervariasi dari sangat baik hingga sangat baik dalam penguasaan pengetahuan mengenai perizinan perikanan dan peraturan perizinan perikanan. 5.3.4 Kemampuan kecepatan pemeriksaan Penilaian kecepatan pemeriksaan pengawas kapal perikanan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada saat pemeriksaan dokumen perizinan kapal, fisik kapal, alat penangkapan ikan, alat bantu penangkapan ikan, peralatan lainnya, jumlah dan komposisi awak buah kapal asing, kegiatan dan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan, ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau pelabuhan lapor, jalur penangkapan ikan, daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan, pemeriksaan penerapan LBP dan SLO kapal perikanan, pemeriksaan penerapan VMS. Selengkapnya sebaran penilaian kecepatan pemeriksaan pengawas terhadap indikator tersebut dapat dilihat pada Gambar 14 berikut.
100 90
Frekuensi (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 A Tidak baik
B
C
D
Kurang baik
E
F G Indikator Cukup baik
H
I
Baik
J
K
L
Sangat baik
A = Pemeriksaan dokumen perizinan kapal B = Pemeriksaan fisik kapal C = Pemeriksaan alat penangkapan ikan D = Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan E = Pemeriksaan peralatan lainnya F = Pemeriksaan jumlah ABK asing G = Pemeriksaan hasil tangkapan & pengangkutan H = Ketaatan di pelabuhan I = Pemeriksaan jalur operasi J = Pemeriksaan DPIdan pengangkutan ikan K = pemeriksaan penerapan LBP dan SLO L = pemeriksaan penerapan VMS
Gambar 14 Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kecepatan pemeriksaan.
73
Dari Gambar 14 terlihat bahwa kecepatan pengawas kapal perikanan dalam memeriksa jumlah ABK asing dari baik hingga sangat baik. Kecepatan pengawas kapal perikanan dalam memeriksa penerapan LBP dan SLO dari kurang baik sampai sangat baik. Kecepatan pengawas kapal perikanan dalam memeriksa dokumen perizinan kapal dan penerapan VMS bervariasi dari kurang baik hingga baik. Kecepatan pengawas kapal perikanan untuk memeriksa fisik kapal, alat penangkapan ikan, dan hasil tangkapan serta pengangkutannya bervariasi dari tidak baik sampai kurang baik. Kecepatan pengawas kapal perikanan dalam memeriksa alat bantu penangkapan ikan, ketaatan di pelabuhan, pemeriksaan jalur operasi penangkapan, dan jalur DPI beserta pengangkutan ikan dari tidak baik sampai kurang baik. Kecepatan pengawas kapal perikanan dalam memeriksa peralatan lainnya dari sangat tidak baik hingga kurang baik.
5.3.5 Kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan Pemeriksaan kapal perikanan yang dilakukan oleh pengawas harus sesuai dengan
prosedur
dan
mekanisme
yang
ditetapkan,
agar
menghasilkan
pemeriksaan.yang berkualitas. Pengawas dalam melakukan pemeriksaan kapal perikanan berdasarkan beberapa hal, diantaranya kelengkapan, relevansi, akurasi, validitas data dan infomasi. Pengawas kapal perikanan dalam melakukan pemeriksaan hanya melihat kelengkapan data dan tidak melakukan pencocokan antara data yang saling berkaitan mempunyai relevansi atau tidak. Disamping itu pengawas tidak memperhatikan akurasi dan validasi data dalam pemeriksaan kapal perikanan dan yang lebih diperhatikan adalah kelengkapan data. Sebaran penilaian pengawas berdasarkan indikator kualitas hasil pemeriksaan lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 15 berikut.
74
Frekuensi (%)
100 90 80 70 60
A = Kelengkapan data B = Relevansi data C = Akurasi data D = Validitas data E = Quality control
50 40 30 20 10 0 A
B
C
D
E
Indikator
Tidak baik
Kurang baik
Cukup baik
Baik
Sangat baik
Gambar 15 Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kualitas hasil pemeriksaan. Dari Gambar 15 terlihat bahwa kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan mengenai akurasi data dari kurang baik sampai baik. Kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan mengenai kelengkapan data dari tidak baik hingga baik. Kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan mengenai relevansi data dan validasi data dari tidak baik hingga kurang baik Kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan mengenai quality kontrol dari sangat tidak baik hingga tidak baik.
5.3.6 Kesungguhan pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan Pengawas di PPSNZJ dalam melaksanakan tugasnya tidak mempunyai kesungguhan dalam pemeriksaan kapal perikanan. Hal ini terlihat dari rendahnya kemauan atau kesungguhan pengawas untuk bekerja keras memeriksa ketiga indikator penilaian. Pengawas kapal perikanan hanya melakukan tugas semaunya saja karena penawasan dari atasan yang masih kurang. Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kesungguhan pemeriksaan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 16 berikut.
75
100
Frekuensi (%)
90 80
A = Kemauan untuk bekerja keras B = Kemauan bekerjasama dengan sesama karyawan C = Kemauan memiliki tanggung jawab
70 60 50 40 30 20 10 0 A
Tidak baik
B Indikator
Tidak baik
C
Baik
Cukup baik
Sangat baik
Gambar 16 Sebaran penilaian pengawas berdasarkan indikator kesungguhan pemeriksaan. Dari Gambar 16 terlihat bahwa kesungguhan pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan dalam hal kemauan bekerjasama dengan sesama karyawan dari tidak hingga sampai baik. Kesungguhan pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan dalam hal kemauan untuk bekerja keras dan kemauan memiliki tanggung jawab dari tidak baik hingga kurang baik. 5.3.7 Ketersediaan anggaran biaya Penilaian mengenai ketersediaan anggaran biaya meliputi jumlah anggaran, penggunaan anggaran, realisasi anggaran, dan kesiapan anggaran. Selengkapnya disajikan pada Gambar 17 berikut. 120
Frekuensi (%)
100
A = Jumlah anggaran B = Penggunaan anggaran C = Realisasi anggaran D =Kesiapan anggaran
80 60 40 20 0 A
B
C
D
Indikator
Sangat tidak baik
Tidak baik
Kurang baik
Baik
Sangat baik
Gambar 17 Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator ketersediaan anggaran biaya 76
Dari Gambar 17 terlihat bahwa jumlah anggaran yang tersedia sangat memadai dalam mendukung kinerja pengawas di PPSNZJ. Namun dalam penggunaan anggaran dan kesiapan anggaran tidak mampu mendukung kinerja pengawas kapal perikanan. Oleh karena dalam penggunaan anggaran kurang sesuai dengan kebutuhan dalam operasional pengawasan. Sehingga berpengaruh terhadap realisasi anggaran yang kurang mendukung kinerja pengawas kapal perikanan. 5.3.8
Kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ Tingkat kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dievaluasi meliputi kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan dokumen kapal (X1), kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan (X2), kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan (X3), kualitas hasil pemeriksaan (X4), kesungguhan dalam pemeriksaan (X5). Faktor eksternal meliputi ketersediaan anggaran biaya (X6), sarana dan prasarana (X7), hukum dan kelembagaan (X8), jumlah pengawas (X9), dan dukungan stakeholder dan instansi terkait (X10). Tingkat kinerja pengawas kapal perikanan dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9 Tingkat kinerja pengawas di PPSNZJ X1
Faktor Internal X2 X3 X4
X6
Faktor eksternal X7 X8 X9
X5
X10
1
3,47
3,17
2,67
2,60
3,00
2,75
2,50
3,00
2,50
2,50
2
3,53
3,33
2,92
2,80
3,33
2,75
2,50
3,00
2,50
2,63
3
3,41
2,92
2,50
2,40
2,67
2,75
2,50
3,00
2,50
2,25
4
3,41
2,92
2,42
2,40
2,67
2,75
2,50
3,00
2,50
2,25
5
3,53
3,33
2,92
2,80
3,00
2,75
2,50
3,00
2,50
2,50
6
3,47
3,17
2,83
2,60
3,00
2,75
2,50
3,00
2,50
2,50
7
3,41
2,83
2,50
2,40
2,67
2,75
2,50
3,00
2,50
2,25
8
3,47
3,25
2,67
2,60
2,67
2,75
2,50
3,00
2,50
2,50
Rata-rata
3,46
3,11
2,68
2,58
2,88
2,75
2,50
3,00
2,50
2,42
Ulangan
Bobot nilai : 1 = Sangat tidak baik 2 = Tidak baik 3 = Kurang baik
4 = Baik 5 = Sangat Baik
77
Dari Tabel 9 terlihat bahwa tingkat kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ terhadap kesepuluh indikator penilaian tersebut berkisar dari tidak baik (2,42) hingga baik (3,46). Namun secara umum didominasi oleh tingkat kinerja tidak baik dan kurang baik. Hasil dari uji korelasi antara faktor-faktor yang menentukan tingkat kinerja pengawas kapal perikanan dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari Lampiran 2 terlihat bahwa hubungan yang kuat terjadi antara faktor X1 dan X4 (1,00), X1 dan X2 (0,962), X1 dan X3 (0,962), X1 dan X5 (0,842), X2 dan X4 (0,962), X3 dan X4 (0,962), X2 dan X3 (0,962), X1 dan X10 (0,932), X4 dan X10 (0,932), X2 dan X10 (0,896), X3 dan X10 (0,896), X2 dan X3 (0,889), X3 dan X5 (0,857), X5 dan X10 (0,850), dan X4 dan X5 (0,842). Sedangkan hubungan yang agak kuat hanya terjadi pada faktor X2 dan X5 (0,717). 5.4 Stakeholder di PPSNZJ Keberadaan kelembagaan yang ada di PPSNZJ sangat mendukung kelancaran pengawas kapal perikanan dalam menjalankan tugasnya. Kelembagaan yang mendukung diantaranya pelabuhan perikanan, syahbandar, POLRI, kamtib pelabuhan, dan HNSI. Hasil pengamatan dan wawancara terhadap pihak terkait mamberikan informasi bahwa terdapat stakeholder yang ada sebagian tidak mampu mendukung kinerja pengawas. Selengkapnya mengenai dukungan partisipasi stakeholder dalam pengawasan kapal perikanan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Dukungan stakeholder dalam pengawasan kapal perikanan No 1
2 3
Dimensi
Hasil Evaluasi
Dukungan kepala pelabuhan dalam pelaksanaan pengawasan kapal perikanan dalam bentuk : - Pemberian kewenangan menerbitkan rekomendasi bongkar ikan - Pemberian kewenangan menerbitkan laik operasi. - Pengadaan kantor khusus dan perlengkapannya Kesediaan syahbandar mendukung pengawasan kapal dengan menerima SLO dari pengawas sebagai SIB Kesediaan instansi POLRI membantu pengawas dalam melakukan pemeriksaan kapal perikanan
1
78
5 4
Lanjutan No 4 5 6
7 8 9
Dimensi
Hasil Evaluasi
Kesediaan kamtib pelabuhan membantu operasional pengawasan kapal perikanan Kesediaan lembaga HNSI di pelabuhan mendukung pengawasan kapal dalam bentuk dukungan moril Kesediaan pemilik kapal dan nakhoda kapal menerima dan proses pengawasan kapal perikanan, baik dalam tahap pemeriksaan dokumen maupun tahap pemeriksaan fisik di atas kapal Kesediaan nakhoda mengisi LBP dan menyerahkan ke pengawas pada saat kapal masuk pelabuhan Kesediaan masyarakat nelayan melapor dan membantu pengawas dalam hal terjadi pelanggaran perikanan di lapangan Kesediaan pemilik kapal dan nakhoda menerima dan mematuhi SLO kapal perikanan sebagai hasil pengawasan
3 1 2
2 2 2
Dari Tabel 10 terlihat bahwa sebagian besar stakeholder tidak mendukung pengawas dalam menjalankan tugasnya. Hanya syahbandar dan POLRI saja yang mampu mendukung atau membantu pengawas dalam melaksanakan pengawasan perikanan. Selainnya, kurang mampu mendukung kegiatan pengawasan, seperti nakhoda jarang mengisi SLO dan LBP. 5.5 Strategi Peningkatan Kinerja Pengawas Kapal Perikanan di PPSNZJ Kinerja pengawas di PPSNZJ dilihat dari 10 faktor yang ada dapat dikatakan kurang baik. Kondisi ini mengharuskan pihak yang berkepentingan harus mencari jalan keluar dari masalah ini. Perlu rumusan alternatif jalan keluar yang sesuai di PPSNZJ yang mampu diterapkan secara optimal oleh petugas pengawas kapal perikanan. Strategi alternatif yang dirumuskan adalah (1) kecakapan pengawas, (2) dukungan stakeholder dan pemerintah, dan (3) kesungguhan pengawas. Tujuan atau fokus dari permasalahan yang terkait dengan rendahnya tingkat kinerja pengawas adalah bagaimana cara meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Kriteria yang ada adalah pihak yang berkepentingan meliputi (1) pemerintah, (2) pengelola PPSNZJ (3) nakhoda atau pemilik kapal, dan (4) syahbandar, sedangkan kriteria pengawas meliputi (1) motivasi kerja, (2) penguasaan materi, dan (3) jumlah pengawas. 79
Hasil dari perhitungan PHA untuk perbandingan prioritas antara pihak yang berkepentingan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11 Perbandingan prioritas antara pihak yang berkepentingan No
Pihak yang berkepentingan
Vektor Prioritas (VP)
1
Pemerintah (P)
0,487*
2
Pihak pelabuhan (Pl)
0,304
3
Nakhoda/pemilik kapal (N)
0,116
4
Syahbandar (Ps)
0,092
Keterangan: *
: Prioritas pembobot tertinggi Pada Tebel 11 diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah
merupakan pihak yang paling mempengaruhi peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ dengan nilai vektor prioritas 0,487. Pihak pelabuhan menempati urutan prioritas kedua dengan vektor prioritas 0,304. Nakhoda atau pemilik kapal menempati urutan prioritas ke-tiga dengan vektor prioritas 0,116. Syahbandar menempati urutan prioritas keempat dengan vektor prioritas 0,092. Kinerja pengawas kapal perikanan ditentukan oleh faktor motivasi, penguasaan materi, dan jumlah pengawas. Perbandingan prioritas antara pihak yang berkepentingan terhadap kriteria pengawas di PPSNZJ dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12 Perbandingan prioritas antara faktor pengawas dengan pihak yang berkepentingan di PPSNZJ Vektor Prioritas (VP) P
N
S
M
0,059
0,188*
0,018
0,025
Pm
0,315*
0,047
0,038
0,050*
0,111
0,068
0,059*
0,015
Jp Keterangan: * M Pm Jp
Pl
: : : :
Prioritas pembobot tertinggi Motivasi Penguasaan materi Jumlah pengawas
P Pl N S
80
: : : :
Pemerintah Pihak pelabuhan Nakhoda atau pemilik kapal Syahbandar.
Dari Tabel 12 terlihat bahwa pada tingkat pengawas, perlu ditingkatkan penguasaan materi seorang pengawas dengan dukungan pihak pelabuhan. Selanjutnya prioritas kedua adalah kemungkinan motivasi pengawas dan untuk itu dibutuhkan dukungan pemerintah. Prioritas ketiga adalah peningkatan jumlah pengawas dan untuk itu diperlukan dukungan nakhoda atau pemilik kapal. Alternatif tindakan untuk memperbaiki kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ meliputi peningkatan kecakapan pengawas, peningkatan dukungan stakeholder dan pemerintah, serta peningkatan kesungguhan pengawas. Adapun prioritas ketiga alternatif tindakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Prioritas tindakan untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ Vektor Prioritas (VP) P-Pm
Pl-M
N-Jp
S-Pm
Jumlah
Kp
0,382*
0,197
0,023*
0,070*
0,674**
Ds
0,122
0,132*
0,058
0,026
0,340
Ksp Keterangan:
0,240
0,069
0,013
0,013
0,336
Kp Ds Ksp * **
: Kecakapan pengawas : Dukungan stakeholder dan pemerintah : Kesungguhan pengawas : Prioritas pembobot tertinggi : Alternatif tindakan yang direkomendasikan. Dari Tabel 13 terlihat bahwa tindakan yang menempati prioritas pertama
untuk memperbaiki kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ adalah memperbaiki kecakapan pengawas. Prioritas kedua adalah meningkatkan dukungan stakeholder dan pemerintah, dan urutan terakhir adalah meningkatkan kesungguhan pengawas perikanan itu sendiri.
81
6 PEMBAHASAN
6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pengawas Kapal Perikanan 6.1.1 Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan Faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal nilainya adalah 3,46 yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang baik atau bisa dikatakan juga cenderung mendekati baik. Hal ini disebabkan oleh, pengawas tidak memeriksa dokumen dengan kondisi aslinya karena beranggapan akan menyita waktu. Dari Gambar 11 terdapat indikator yang kurang mampu dilakukan oleh pengawas perikanan di PPSNZJ dalam hal pemeriksaan dokumen perizinan. Indikator tersebut adalah dokumen alat penangkapan ikan, dokumen mengenai DPI, dokumen spesifikasi kapal, dan dokumen mengenai masa berlaku kapal. Pengawas perikanan kurang mampu untuk memeriksa data alat tangkap yang tertera pada SIPI. Hal ini dikarenakan, pengawas kurang memiliki pengetahuan mengenai identifikasi dan jenis alat tangkap yang diperbolehkan dan dilarang, serta kaitannya alat tangkap dengan daerah penangkapan dan pelabuhan pangkalan. Pengawas perikanan kurang mampu memeriksa daerah penangkapan ikan kapal perikanan yang sedang diperiksanya. Hal ini dikarenakan belum memiliki pengetahuan dan memahami cara pemeriksaan data daerah penangkapan yang tertera pada SIPI dikaitkan dengan alat tangkap dan hasil tangkapan. Pemeriksaan hanya bersifat pendataan mengenai daerah penangkapan, sehingga data mengenai daerah penangkapan atau daerah muat singgah yang tertera pada SIPI atau SIKPI sudah dianggap benar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengawas perikanan di PPSNZJ tidak mampu memeriksa data spesifikasi kapal. Pengawas perikanan hanya melakukan pendataan ukuran kapal, bahan kapal, kekuatan mesin. Hal ini terjadi karena pengawas kurang memiliki pengetahuan tentang spesifikasi kapal. Bahkan beranggapan bahwa data spesifikasi kapal merupakan wewenang dari instansi lain, sehingga mengenai spesifikasi kapal yang tertera pada SIPI atau SIKPI sudah dianggap benar sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengawas perikanan kurang mampu untuk memeriksa data masa berlaku izin yang tertera pada SIPI. Hal ini dikarenakan pengawas kurang memahami ketentuan masa berlaku izin disesuaikan dengan masing-masing alat tangkap dan jenis kapal perikanan (KII atau KIA). Indikasi lainnya, dengan adanya penyelewengan ketentuan; dimana sekurang-kurangnya 1 bulan akan habis masa berlaku izinnya tetap melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan di laut dan diberikan SIB dari syahbandar. Pada saat kapal datang dari laut masa berlaku izinnya sudah habis. Kondisi ini juga mengindikasikan kekurangtegasan pengawas perikanan dalam menjalankan aturan yang berlaku. Harus ada peningkatan kemampuan dari pengawas perikanan supaya kecurangan yang ada tidak terus terjadi. 6.1.2 Pemeriksaan fisik kapal Dari Gambar 12 terdapat indikator yang kurang mampu dilakukan oleh pengawas perikanan di PPSNZJ dalam hal pemeriksaan fisik kapal. Indikator tersebut adalah pemeriksaan ukuran kapal, spesifikasi mesin kapal, design dan kelengkapan navigasi, dan alat penangkapan ikan. Pengawas perikanan kurang mampu dalam memeriksa ukuran kapal. Hal ini terjadi karena mereka beranggapan bahwa pengukuran ukuran kapal diterbitkan oleh intansi lain dan pengukurannya berpedoman pada dasar kewenangannya berlaku di instansi tersebut. Pengawas perikanan tidak mengetahui cara pengukuran kapal yang sebenarnya. Oleh karena selama ini jika terjadi penyimpangan ukuran kapal yang diperiksa tidak dapat dilakukan penindakan langsung oleh pengawas karena kewenangan berada pada instansi lain yakni Ditjen Perhubungan Laut. Perlu pembekalan pengetahuan kepada pengawas perikanan di PPSNZJ mengenai cara menentukan ukuran kapal. Pemeriksaan spesifikasi mesin kapal terutama merk, nomor mesin dan kekuatan mesin dan bahan kapal sangat penting. Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan dokumen perizinan. Pada umumnya kapal-kapal illegal fishing menggunakan satu dokumen perizinan yang resmi/legal, namun izin tersebut dilakukan duplikasi dokumen untuk digunakan kapal-kapal illegal fishing lainnya, sehingga pengawas harus mampu memeriksa fisik spesifikasi kapal dari masingmasing kapal perikanan terutama pada merk, nomor seri mesin dan kekuatan mesin dikaitkan dengan data yang tertera pada SIPI/SIKPI.
83
Pengawas perikanan tidak dan kurang mampu dalam melakukan pemeriksaan spesifikasi kapal. Pemeriksaan yang dilakukan hanya bersifat pendataan dan tidak melakukan pencocokan pada nomor mesin, kekuatan dan merek mesin. Hal ini terjadi karena mereka beranggapan bahwa nomor dan merek mesin bisa dilakukan perubahan setiap saat apabila mesin kapal mengalami kerusakan seperti halnya yang selama ini mesin kapal diganti dengan mesin jenis lain misalnya bagi KIA diganti dengan mesin truk atau dumping yang memiliki kekuatan mesin sama atau lebih besar dari mesin kapal sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengawas perikanan di PPSNZJ belum menunjukkan pencegahan upaya duplikasi dokumen perizinan kapal perikanan yang selama ini dilakukan oleh pelaku illegal fishing. Pemeriksaan desain kapal dilakukan terhadap kapal berukuran di atas 30 GT dan atau mesin berkekuatan di atas 90 PK terutama pada KIA dilakukan pemeriksaan gambar rencana umum (general
arragement) yang biasanya
terpasang pada dinding kapal terhadap kesesuaian tata letak ruang mesin, palkah dan sebagainya. Apabila dalam pemeriksaan terdapat perbedaan antara general arragement dengan tata ruang pada kapal, maka dapat diindikasikan bahwa kapal tersebut telah dilakukan perubahan bentuk desain dan dikaitkan dengan data pada gross akte apakah telah dilakukan perubahan desain kapal sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemeriksaan kelengkapan alat navigasi dan komunikasi harus sesuai dengan izin yang ada. Pengawas perikanan kurang mampu dalam pemeriksaan desain kapal dan kelengkapan navigasi. Pengawas di PPSNZJ sebagian mengetahui kaitannya gambar rencana umum (general arragement) dengan desain kapal atau bentuk kapal secara fisik. Namun di lapangan sebagian besar gambar rencana umum (general arragement) pada kapal perikanan tidak di pasang pada dinding kapal dan tidak terlalu cukup besar penyimpangannya, sehingga pengawas perikanan menganggap data desain kapal sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengawas perikanan harus memberikan teguran kepada nakhoda untuk menempel gambar rancangan umum kapal di tempat yang seharusnya. Pengawas perikanan juga harus mempunyai pengetahuan yang baik mengenai cara membaca gambar rancangan umum kapal terkait desain dan kelengkapan navigasi. 84
Pemeriksaan alat penangkapan ikan yang meliputi panjang jaring, panjang bagian kantong, mesh size kantong dan sebagainya disesuaikan dengan spesifikasi dan komponen yang tertera pada SIPI dari masing-masing alat penangkap ikan yang diizinkan. Pengawas perikanan kurang mampu dalam memeriksa alat penangkap ikan. Pengawas perikanan pada umumnya hanya memeriksa jenis alat tangkap, tidak mengukur panjang jaring, mesh kantong, sehingga tidak menutup kemungkinan masih terjadinya pelanggaran pada panjang jaring. Pengawas perikanan di PPSNZJ beranggapan hanya membuang waktu saja dan mereka sudah percaya pada dokumen perizinannya. Pemeriksaan alat tangkap sangat penting untuk dilakukan karena terkait dengan kelestarian sumberdaya ikan. Pada saat mengukur alat tangkap, perlu dibantu oleh pihak lain, seperti ABK atau lainnya supaya lebih cepat. Indikasi pelanggaran biasanya dapat dimulai dari ukuran kapal yaitu ukuran kapal yang tertera pada SIPI atau SIKPI lebih kecil dari fisik kapal. Hal ini untuk menghindari ketentuan dalam proses penerbitan izin kapal yang berkaitan dengan pungutan dan kewenangan pemberi izin. Apabila hal tersebut terjadi maka negara akan kehilangan penerimaan dari sektor pungutan perikanan. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004 bahwa praktek-praktek illegal fishing antara lain: penangkapan dengan menggunakan bahan atau alat berbahaya atau menggunakan alat tangkap yang dilarang pengoperasiannya di Indonesia, mengunakan alat tangkap tidak pada jalur yang diperbolehkan dan penggunaan alat tangkap yang desain dan konstruksinya tidak sesuai dengan ijin penggunaannya dan kegiatan at sea transhipment yang langsung dibawa ke luar negeri. Lebih lanjut Ditjen PSDKP (2005) mengemukakan bahwa pelanggaran yang terjadi di lapangan sebagian besar memanipulasi ukuran kapal, nama, nomor mesin dan sebagainya terkait fisik kapal, yang merupakan tahap pertama untuk melakukan illegal fishing. Hal ini mengindikasikan bahwa pengawas perikanan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta umumnya hanya melakukan pemeriksaan dokumen perizinan tanpa melakukan pemeriksaan fisik kapal secara optimal.
85
6.1.3 Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum Tingkat kinerja pengawas dilihat dari kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan nilainya 3,11 yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang baik. Di lapangan memperlihatkan bahwa pengawas hanya memiliki pengetahuan dan kecakapan yang biasa saja akibat kurangnya pelatihan dan pendidikan yang mereka peroleh. Dalam pelaksanaan kegiatan operasional pengawasan yang optimal dibutuhkan suatu kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum yang berkaitan dengan bidang perikanan. Kecakapan pengawas perikanan dapat dilihat dari pendidikan formal dan non-formal pengawas perikanan, antara lain : (1) Tingkat pendidikan formal (SLTP, SLTA, Diploma, Sarjana); (2) Jenis pendidikan formal (perikanan atau non perikanan); (3) Pendidikan dan latihan pengawasan sumberdaya ikan; (4) Diklat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS); (5) Kursus perwira pemeriksa (SUSPARIKSA); (6) Coacing clinic PPNS ; dan (7) Peningkatan kemampuan penegak hukum perikanan Dari Gambar 13 terlihat bahwa kecakapan pengetahuan pengawas terbatas, terkait dengan jenis ikan dan penyebarannya, jenis fisik kapal perikanan, pengetahuan bidang terkait dengan peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, dan peraturan dirjen. Kondisi ini disebabkan karena tingkat pendidikan dan pelatihan belum sepenuhnya didapat oleh pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Mengingat kegiatan pengawasan sumberdaya perikanan bertujuan untuk mengawasi tertib pelaksanaan peraturan di bidang perikanan, maka pengawas diharapkan dapat menguasai hukum dibidang perikanan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan pengawasan. Di lapangan menunjukkan kecakapan penguasaan hukum hanya terbatas pada pengetahuan mengenai Undang-Undang tentang perikanan dan keputusan bersama atau MOU yang berkaitan dengan perizinan perikanan. Kondisi ini mengharuskan pihak pemerintah untuk mengadakan pelatihan dan pendidikan penyetaraan kemampuan para pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. 86
6.1.4 Kecepatan pemeriksaan kapal perikanan Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan nilainya 2,68 yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang. Kondisi ini disebabkan oleh jumlah pangawas yang masih kurang, sehingga pengawas dalam melakukan pengecekan dokumen dan lainnya lambat. Pengawas kapal perikanan dalam melakukan pemeriksaan kapal perikanan harus sesuai dengan prosedur mekanisme pengawasan, yang sekiranya tidak menghambat keberangkatan kapal ke laut atau pembongkaran hasil tangkapan ikan saat datang ke pelabuhan. Apabila waktu pemeriksaan yang dilakukan pengawas dalam pemeriksaan baik dokumen maupun fisik kapal dan sebagainya membutuhkan waktu yang lama, maka akan terjadi kemunduran mutu ikan yang berdampak pada harga ikan. Sedangkan, pada kapal perikanan yang akan berangkat ke laut untuk melakukan penangkapan ikan akan kehilangan waktu musim ikan serta menambah biaya tambat labuh kapal di pelabuhan. Pada Gambar 14 terdapat indikator yang memperlihatkan pengawas kapal perikanan kurang cepat dalam melakukan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan, pemeriksaan fisik kapal perikanan, pemeriksaan alat penangkapan ikan, pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan, pemeriksaan peralatan lainnya, pemeriksaan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan, ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau pelabuhan lapor, pemeriksaan jalur penangkapan ikan, pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan. Kurang cepatnya pemeriksaan disebabkan oleh ketidaksungguhan pengawas di lapangan, pemahaman atau kecakapan yang masih kurang, dan kurangnya bantuan dari pihak lain. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas dapat optimal berdasarkan pembagian piket atau regu (kelompok) dari jam kerja atau jam piket pengawas yang ditetapkan sesuai dengan jumlah kapal yang berpangkalan di pelabuhan tersebut. Peran serta nakhoda dan pemilik kapal dengan memberikan data yang lengkap dan sesuai dengan peraturan juga perlu ditingkatkan guna mempercepat proses pemeriksaan. Kelambatan atau kurang cepatnya waktu pemeriksaan dapat berdampak pada menghilangnya unsur-unsur prosedur mekanisme pemeriksaan kapal perikanan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
87
6.1.5 Kualitas hasil pemeriksaan Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor kualitas hasil pemeriksaan nilainya 2,58 yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang. Kondisi ini disebabkan oleh ketidakakuratan data hasil pengawasan per kapal yang dilakukan. Disamping itu pengawas tidak memperhatikan akurasi dan validasi data dalam pemeriksaan kapal perikanan dan yang lebih diperhatikan adalah kelengkapan data. Pemeriksaan kapal perikanan yang dilakukan oleh pengawas harus sesuai dengan
prosedur
pemeriksaan.yang
dan
mekanisme
berkualitas.
yang
Pengawas
ditetapkan, harus
agar
mempunyai
menghasilkan kelengkapan
informasi dan relevansi data terhadap obyek yang diperiksa, agar tidak terdapat suatu penyimpangan dalam melakukan colecting atau identifikasi data. Pengawas kapal perikanan harus mempunyai akurasi dan validitas data, sehingga pengawas dalam melakukan pemeriksaan dapat menunjukkan tingkat legalitas hasil pemeriksaan. Dengan harapan tingkat akurasinya dapat dijadikan suatu dasar dalam pengambilan keputusan hasil pemeriksaan atau kebijakan untuk selanjutnya dalam kegiatan pengawasan. Pada Gambar 15 terdapat indikator yang memperlihatkan kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan di PPSNZJ kurang baik, yaitu kelengkapan data, relevansi data, akurasi data, validitas data, dan quality kontrol. Kondisi tersebut disebabkan oleh kekurangseriusan pengawas dalam melakukan pemeriksaan, pengetahuan atau kecakapan pengawas yang masih kurang, dan kurangnya dukungan nakhoda atau pemilik kapal. Bahkan setiap hasil pemeriksaan kapal perikanan dari pengawas tidak dilakukan pemeriksaan ulang terlebih dahulu oleh koordinator pengawas sebagai quality control sebelum dijadikan suatu keputusan hasil pemeriksaan, sehingga hasil pemeriksaan belum menunjukkan kualitas yang sangat baik. Pengawas tidak memperhatikan akurasi dan validasi data dalam pemeriksaan kapal perikanan. Bahkan setiap pemeriksaan kapal perikanan dari pengawas tidak dilakukan pemeriksaan ulang. Perlu adanya dukungan dari nakhoda dan pemilik kapal dengan mengisi LBP yang akurat, sehingga didapat data yang akurat juga. Peningkatan kecakapan pengawas kapal perikanan di PPSNZJ juga perlu ditingkatkan dengan mengadakan pelatihan dan pendidikan. 88
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, 2000 bahwa permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi: (a) data dan informasi tentang potensi dan pemanfaatan sumberdaya ikan laut belum akurat, (b) penyalahgunaan dan
pelanggaran
perijinan,
(c)
lemahnya pengawasan,
(d)
tersebarnya
kewenanganan di beberapa instansi terkait. 6.1.6 Kesungguhan dalam pemeriksaan Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor kesungguhan dalam pemeriksaan bernilai 2,88, yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang baik. Kondisi ini disebabkan oleh gaji atau penghasilan yang mereka peroleh masih rendah. Disamping itu karier pengawas belum mendapatkan perhatian dan dukungan dari atasan atau pimpinan. Dari Gambar 16 terlihat bahwa pengawas kapal perikanan di PPSNZJ kurang sungguh-sungguh dalam pemeriksaan. Kemauan pengawas untuk bekerja keras, kemauan untuk bekerjasama, dan kemauan memiliki tanggung jawab yang masih rendah. Kondisi ini disebabkan oleh pengawas beranggapan bahwa bekerja keras belum tentu mendapat imbalan sesuai dengan yang diharapkan, terutama imbalan materi karena pengawas kapal perikanan di PPSNZJ berstatus PNS yang bergaji standar. Disamping itu karier pengawas belum mendapatkan perhatian dan dukungan dari atasan atau pimpinan, sehingga dalam melakukan pemeriksaan hanya bersifat pendataan dan kelengkapan data tanpa memperhatikan SOP pengawasan. Perlu adanya perhatian yang serius untuk meningkatkan penghasilan pengawas kapal perikanan di PPSNZJ supaya kinerja mereka dapat maningkat. Disamping itu, perlu pembentukan mental yang kuat mengenai tanggung jawab pekerjaan sebagai pengawas perikanan. 6.1.7 Ketersediaan anggaran biaya Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor ketersediaan anggaran biaya nilainya 2,75 yang artinya masih kurang mendukung pengawasan. Hal ini disebabkan oleh, penggunaan dan realisasi anggaran biaya, masih terdapat sisa anggaran tiap tahunnya, sehingga keduanya tidak dan kurang memberikan dukungan yang maksimal terhadap kinerja pengawas. Kesiapan anggaran sering terlambat turunnya, sehingga tidak memberikan dukungan yang maksimal terhadap kinerja pengawas di PPSNZJ.
89
Biaya pengawasan merupakan masalah penting yang harus diperhatikan agar pengawasan tetap dapat dilaksanakan, pengawasan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yaitu untuk mengawasi tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang perikanan. Akibat ketidakoptimalan pengawasan perikanan, negara mengalami kerugian yang mencapai US$ 2– 4 milliar per tahun akibat praktek illegal fishing. Perlu adanya tindakan guna menekan praktek illegal fishing. Harapan ini dapat dicapai apabila pengawas mampu bekerja secara optimal yang didukung dengan ketersediaan anggaran biaya pengawasan yang sesuai, sehingga dapat digunakan
untuk
membiayai pelaksanaan pengawasan perikanan secara berkesinambungan. Alokasi anggaran biaya pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005 meliputi penyiapan operasional, pemeliharaan, sistem dan sarana prasarana pengawasan, operasional pengawasan sumberdaya ikan, pengembangan sistem pengawasan berbasis masyarakat, dan pentaatan dan penegakan hukum. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14 berikut. Tabel 14 Alokasi anggaran pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005 No
Kegiatan
Jumlah (Rp)
1
Penyiapan operasional, pemeliharaan, sistem dan sarana prasarana pengawasan
532.100.000,-
2
Operasional Pengawasan Sumberdaya Ikan
63.800.000,-
3
Pengembangan Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat
62.100.000,-
4
Pentaatan dan Penegakan Hukum Jumlah
82.000.000,740.000.000,-
Sumber : UPT PPSNZJ, 2006 Realisasi anggaran biaya tersebut di atas pada tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp. 651.782.765,- (88,08 %), yang berarti sisa anggaran sebesar Rp 88.217.205 atau 11.92 %. Hal ini terjadi karena keterbatasan tenaga dan waktu membuat realisasi anggaran tersebut. Sisa anggaran terjadi pada berbagai kegiatan seperti disajikan pada Tabel 15.
90
Tabel 15 Realisasi anggaran pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005 No
Kegiatan
Realisasi (Rp)
Sisa (Rp)
1
Penyiapan operasional, pemeliharaan, sistem dan sarana prasarana pengawasan
2
Operasional pengawasan sumberdaya ikan
37.351.150,- 26.448.850,-
3
Pengembangan sistem pengawassan berbasis masyarakat
42.027.000,- 20.073.000,-
4
Pentaatan dan penegakan hukum
58.575.500,- 23.424.500,-
Jumlah
513.829.115,- 18.270.885,-
651.782.765,- 88.217.235,-
Sumber : UPT PPSNZJ, 2006 Anggaran biaya pengawasan dilihat dari faktor jumlah anggaran sudah baik atau mendukung aktivitas pemeriksaan, akan tetapi dilihat dari realisasi dan kesiapan anggaran kurang mendukung aktivitas pemeriksaan (Gambar 17). Realisasi dan kesiapan anggaran masih menjadi kendala dalam mendukung kegiatan pengawasan. Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan analisa data sekunder, masih terdapat sisa anggaran tiap tahunnya, sehingga keduanya tidak dan kurang memberikan dukungan yang maksimal terhadap kinerja pengawas. Kesiapan anggaran sering terlambat turunnya, sehingga tidak memberikan dukungan yang maksimal terhadap kinerja pengawas di PPSNZJ. Perlu penetapan anggaran dan untuk pengawasan yang baru dan sesuai dengan kebutuhan, supaya kinerja pengawas dapat optimal dan ketersediaan dana juga harus selalu ada. Perencanaan pengalokasian dana juga perlu diperbaiki, supaya dana yang ada dapat digunakan semua secara optimal. 6.1.8 Sarana prasarana Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor sarana dan prasarana nilainya 2,5 yang artinya masih kurang mendukung pengawasan. Hal ini disebabkan oleh, sarana prasarana yang ada kondisinya kurang dan anggaran biaya operasional masih kurang. Sarana prasarana sangat penting untuk menunjang pelaksanaan kegiatan pengawasan yang optimal. Pada umumnya sarana prasarana yang diperlukan pengawas dalam melakukan pemeriksaan kapal perikanan diantaranya alat barcode, sinar ultraviolet, kaca pembesar, alat pengukur jaring, meteran, camera, form LBP dan LLO, kendaraan motor roda dua, speed boad, pos pengawasan, darmaga spead boad, dan sebagainya. Fasilitas sarana prasarana pengawasan di PPSNZJ dapat dilihat pada Tabel 16. 91
Tabel 16 Fasilitas sarana prasarana pengawasan di PPSNZJ tahun 2005 No
Sarana Prasarana
Jumlah (buah)
Keterangan
1
Barcode
2
Baik
2
Sinar ultraviolet
2
Baik
3
Kaca pembesar
2
Baik
4
Alat pengukur jaring
1
Baik
5
Meteran 50 m
1
Baik
6
Form LBP dan SLO
1500
Baik
7
Kendaraan roda dua
1
Baik
8
Kendaraan roda empat
1
Baik
9
Spead boad
1
Baik
10
Pos pengawasan
1
Baik
11
Darmaga spead boad
1
Baik
12
Mess ABK
1
Baik
13
Ruang tahanan
1
Baik
14
Kantor pengawasan
1
Baik
Sumber : Data Primer, 2006 Hasil pengamatan dan wawancara terhadap pihak terkait memberikan informasi bahwa jumlah sarana dan prasarana yang ada kurang mampu dalam menunjang kinerja pengawas. Hal ini terkait dengan jumlah dan kecanggihan alat yang digunakan, meskipun sarana yang ada sudah cukup lengkap. Hal ini disebabkan operasional sarana prasarana tidak menunjang kinerja pengawas karena jarang difungsikan. Penggunaannya hanya sesekali saja. Begitu juga dengan cara dan biaya pemeliharaan sarana prasarana tidak menunjang kinerja pengawas. Hal ini dikarenakan biaya pemeliharaan sarana prasarana yang kecil dan pemeliharaan sarana prasarana tidak dilakukan sebagaimana mestinya, sehingga terdapat sarana prasarana yang kurang baik kondisinya. Perlu pendataan ulang mengenai sarana prasarana yang rusak dan belum lengkap, yang nantinya akan diperbaiki dan dilengkapi. Penyusunan dan perencanaan anggaran operasional juga sangat penting dilakukan, guna mendukung kelancaran aktivitas pemeriksaan.
92
6.1.9 Hukum dan kelembagaan Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor hukum dan kelembagaan nilainya 3,00 yang artinya kurang mendukung aktivitas pengawasan. Begitu juga dilihat dari faktor jumlah pengawas nilainya 2,5 yang artinya masih kurang mendukung aktivitas pengawasan. Keberadaan hukum yang ada sebenarnya sudah mampu memberikan landasan petugas dalam melakukan pengawasan, tetapi dengan
adanya
sumberdaya
manusia
(petugasnya)
yang
terbatas
dan
pengetahuannya yang masih relatif kurang menyebabkan kinerja pengawas masih kurang baik. Dukungan
hukum
dan
kelembagaan
mutlak
diperlukan
dalam
mengefektifkan pelaksanaan pengawasan kapal perikanan di pelabuhan perikanan. Diperlukan suatu dukungan hukum bersifat mengikat dan wajib diindahkan yang menjadi dasar pelaksanaan pengawasan di lapangan, sehingga secara hukum dapat dibenarkan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kelembagaan pengawas merupakan hal yang penting untuk kelancaran pelaksanaan pengawasanan sumberdaya kelautan dan perikanan. Untuk mencapai tujuan pengawasan sangat ditentukan oleh dukungan kelembagaan yang ada. Selama ini kelembagaan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan masih melekat dalam struktur organisasi pelabuhan perikanan atau di Dinas Kelautan dan Perikanan setempat dan UPT. Hasil pengamatan dan wawancara terhadap pihak terkait memberikan penilaian bahwa dasar hukum pengawas dan kewenangannya sangat mendukung kinerja pengawas di PPSNZJ. Sedangkan SOP pengawasan, struktur organisasi pengawas, pembinaan pengawas, dan jenjang karir pengawas masih kurang memadai dalam meningkatkan kinerja pengawas. Pembinaan pengawas yang jarang dilakukan, mengakibatkan kemampuan dan semangat dari pengawas yang rendah. Begitu juga dengan jenjang karir pengawas yang kurang memberikan harapan kehidupan di masa depan, mengakibatkan kinerja pengawas menjadi rendah. Perlu adanya penetapan mengenai pembinaan dan jenjang karir pengawas kapal perikanan di PPSNZJ yang menjanjikan guna menjaga motivasi mereka untuk bekerja lebih baik.
93
6.1.10 Jumlah pengawas Jumlah pengawas kapal perikanan di PPSNZJ kurang mendukung peningkatan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Kondisi ini dapat dilihat dari jumlah kapal dengan jumlah pengawas tidak sebanding dengan jumlah kapal yang merapat, sehingga menurunkan motivasi karena beban kerja yang tidak sebanding dengan imbalan yang diterima baik berupa materi maupun prestasi. Dilihat dari jumlah kapal yang berpangkalan di PPSNZJ tidak sebanding dengan jumlah pengawas, yang seharusnya satu orang dibanding tujuh kapal (Ditjen PSDKP, 2005) dan kenyataannya di PPSNZJ adalah satu orang dibanding sepuluh kapal. Disamping itu penilaian prestasi kerja bagi pengawas sampai sekarang belum dirasakan oleh pengawas dan belum mendapat jaminan sosial yang layak. Mengingat jumlah kapal masuk dan keluar pelabuhan yang diperiksa oleh pengawas tidak sebanding, maka pengawas dalam melakukan tugasnya tidak sepenuhnya mengutamakan unsur-unsur prosedur dan mekanisme pengawasan. Jumlah pengawas yang kurang mengakibatkan ada waktu tertentu yang dalam pelaksanaan pengawasan kurang optimal. Sebagai contoh, jika kapal datang sore hari dan pengawas kapal ingin pulang (terkait jam kerja) maka pengawasan hanya
dilakukan
sekedarnya
saja.
Kondisi
inilah
yang
menyebabkan
ketidakoptimalan kinerja pengawas di PPSNZJ. Perlu penambahan pengawas kapal
perikanan
di
PPSNZJ
guna
meminimalkan
pelanggaran
akibat
ketidakseriusan pengawas kapal perikanan dalam melakukan pemeriksaan. 6.1.11 Dukungan stakeholder dan instansi terkait Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor dukungan stakeholder dan instansi terkait nilainya 2,42 yang artinya keberadanya tidak mendukung aktivitas pengawasan. Kondisi ini disebabkan, stakeholder dan instansi terkait belum sadar dalam mendukung pengawasan. Partisipasi stakeholder di PPSNZJ dapat terbangun atas prakarsa pengawas perikanan dan didukung kepala pelabuhan serta intansi terkait di pelabuhan (syahbandar, POLRI, imigrasi kamtib), sehingga lembaga nelayan dan pemilik kapal perikanan menerima dan mengikutinya. Partisipasi HNSI dan pemilik kapal serta nakhoda kapal terbangun karena adanya kewenangan pengawas dalam memberikan SLO kapal perikanan sebagai syarat penerbitan SIB dari syahbandar.
94
Hasil pengamatan dan wawancara terhadap pihak terkait mamberikan informasi bahwa sebagian stakeholder yang ada tidak mampu mendukung kinerja pengawas. Sebagai contoh, banyak dari nakhoda yang tidak mengisi LBP sehingga keberadaan nakhoda tidak mendukung kinerja pengawas.Hal ini disebabkan kesadaran nakhoda atau pemilik kapal yang masih rendah. Kepala pelabuhan juga jarang sekali memberikan motivasi dan perhatian kepada pengawas. Keberadaan HNSI juga kurang membantu dalam pengawasan kapal perikanan. Tetapi ada juga stakeholder yang mampu mendukung kinerja pengawas, seperti halnya keikutsertaan POLRI dalam membantu pengawas dalam memeriksa kapal perikanan. Dukungan
stakeholer
di
pelabuhan
sangat
menentukan
efektifitas
pelaksanaan pengawasan kapal perikanan di pelabuhan, dan pada gilirannya akan menumbuhkan partisipasi masyarakat secara lebih luas. Selanjutnya agar partisipasi dukungan stakeholder dapat terwujud secara proporsional perlu diciptakan sistem partisipasi dukungan melalui langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain : 1) Membangun persepsi masyarakat terutama stakeholder terkait tentang kebijakan pengawasan kapal perikanan, melalui langkah sosialisasi secara terus menerus dengan berbagai bentuk dan kesempatan dengan tujuan menjelaskan maksud dan tujuan serta manfaatnya bagi masyarakat saat ini dan masa yang akan datang dalam rangka menjaga kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan. 2) Membangun kemauan para stakeholder terutama yang berkaitan langsung, dalam pelaksanaan kebijakan pengawasan kapal perikanan dengan cara menumbuhkan motivasi sesuai kebutuhannya. 3) Membangun kemampuan para stakeholder agar dapat mengekspresikan kemauannya, dalam bentuk partisipasi aktif, dilakukan dengan cara penjelasan tentang teknis pengawasan kapal perikanan, yaitu pemeriksaan dokumen dan fisik kapal dan tentang bentuk partisipasi dan cara berpartisipasi. Membangun kondisi lingkungan yang kondusif agar para stakeholder terdorong untuk partisipasi aktif dalam pengawasan kapal perikanan, kondisi lingkungan yang dimaksud antara lain kondisi kelembagaan, perangkat hukum, dukungan sumberdaya (pengawas perikanan, biaya tersedia memadai, sarana memadai dan waktu).
95
Secara umum, kinerja pengawas di PPSNZJ dilihat dari 10 faktor yang ada masih kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kekurangan kinerja pengawas di PPSNZJ baik dari faktor internal dan eksternal. Untuk itu, perlu dirumuskan alternatif jalan keluar supaya pengawasan oleh petugas di PPSNZJ berjalan optimal. 6.2 Hubungan antara Faktor-Faktor yang Menentukan Tingkat Kinerja Pengawas Perikanan Dari Lampiran 2 terlihat bahwa nilai korelasi untuk ketersediaan anggaran biaya, sarana dan prasarana, hukum dan kelembagaan, serta jumlah pengawas tidak ada nilainya. Hal ini tidak berarti faktor tersebut tidak mempengaruhi tingkat kinerja pengawas, melainkan faktor tersebut memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja pengawas. Tidak adanya nilai disebabkan oleh, faktorfaktor tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan peraturan-peraturan, sehingga penilaiannya tidak mengalami perubahan pada setiap ulangannya. Nilai korelasi yang tertinggi adalah 100 % atau 1,00, yaitu korelasi antara faktor kualitas hasil pemeriksaan dengan faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan dokumen kapal. Dimana, kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal oleh pengawas akan menentukan baik tidaknya kualitas hasil pemeriksaan. Dari pembahasan sebelumnya, bahwa kemampuan pengawas dalam memeriksa dokumen perizinan dan fisik kapal kurang baik, sehingga kualitas hasil pemeriksaannya pun kurang baik juga. Tingkat hubungan antara faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal dan faktor kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,962. Hal ini dikarenakan, oleh kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan akan mempengaruhi kemampuan pengawas dalam memeriksa dokumen perizinan dan dokumen kapal. Tingkat hubungan antara faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal dengan kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,962. Hal ini berarti, kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal akan mempengaruhi kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan. 96
Tingkat hubungan antara faktor kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan dengan kualitas hasil pemeriksaan adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,962. Hal ini berarti, kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan akan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan. Tingkat hubungan antara faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal dengan dukungan stakeholder dan instansi terkait adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,932. Hal ini berarti, dukungan stakeholder dan instansi terkait kecakapan pengawas akan mempengaruhi tingat penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan. Dengan adanya bantuan dari pihak lain (POLRI) dan perhatian dari pimpinan, maka kecakapan dalam memeriksa kapal perikanan dapat dijalankan dengan baik. Tingkat hubungan antara faktor kualitas hasil pemeriksaan dengan dukungan stakeholder dan instansi terkait adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,932. Jika ada dukungan dari stakeholder dan instansi terkait, maka akan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan. Tingkat hubungan antara faktor kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan dengan dukungan stakeholder dan instansi terkait adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya 0,896. Dukungan stakeholder dan instansi terkait akan mempengaruhi kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan. Semakin besar dukungan stakeholder dan instansi terkait, maka akan semakin mendukung dalam meningkatkan kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan. Tingkat hubungan antara faktor kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan dengan dukungan stakeholder dan instansi terkait adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,896. Jika ada dukungan dari stakeholder dan instansi terkait, maka akan mempengaruhi kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan.
97
Tingkat hubungan antara faktor kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan dengan kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya 0,889. Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan akan mempengaruhi kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan. Semakin cakap pengawas tersebut, maka waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan akan semakin cepat juga. Tingkat hubungan antara faktor kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan dengan kualitas hasil pemeriksaan adalah kuat atau erat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,889. Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan akan mempengaruhi kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan. Semakin cakap pengawas tersebut, maka waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan akan semakin cepat juga. Tingkat hubungan antara faktor kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan dengan kesungguhan dalam pemeriksaan adalah kuat atau erat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,857. Kesungguhan dalam pemeriksaan kapal perikanan akan mempengaruhi kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan. Tingkat hubungan antara faktor kesungguhan dalam pemeriksaan dengan dengan dukungan stakeholder dan instansi terkait adalah kuat atau erat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,850. Jika ada dukungan dari stakeholder dan instansi terkait maka pengawas akan semakin bersungguh-sungguh daalam melakukan pemeriksaan. Tingkat hubungan antara faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal dengan kesungguhan dalam pemeriksaan adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,842. Kemampuan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan akan mempengaruhi kecepatan kesungguhan pengawas dalam pemeriksaan kapal. Tingkat hubungan antara faktor kualitas hasil pemeriksaan dengan kesungguhan dalam pemeriksaan adalah kuat atau erat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,842. Jika pengawas dalam melakukan pemeriksaan kapal perikanan bersungguh-sungguh, maka kualitas hasil pemeriksaannya akan semakin baik. 98
Tingkat hubungan antara faktor kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan dengan kesungguhan pengawas dalam memeriksa kapal perikanan agak kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,717. Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan akan mempengaruhi kesungguhan pengawas dalam memeriksa kapal perikanan.
6.3 Proses Peningkatan Kinerja Pengawas Kapal Perikanan di PPSNZJ Tujuan atau fokus dari permasalahan yang terkait dengan rendahnya tingkat kinerja pengawas adalah bagaimana cara meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Hasil hierarki cara meningkatkan kinerja pengawasan kapal perikanan di PPSNZJ dapat dilihat pada Gambar 18 berikut. Fokus:
Peningkatan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ
Pihak yang berkepentingan:
Pemerintah (0,487)
Pengawas:
Program tindakan:
Pengelola PPSNZJ (0,304)
Motivasi kerja (0,292)
Kecakapan pengawas (0,674)
Nakhoda atau Pemilik kapal (0,116)
Penguasaan materi (0,452)
(0,092)
Jumlah pengawas
Dukungan stakeholder (0,340)
Syahbandar
(0,256)
Kesungguhan pengawas (0,336)
Gambar 18 Hierarki cara meningkatkan kinerja pengawasan kapal perikanan di PPSNZJ
99
Gambar 18 diatas memberikan informasi bahwa pemerintah merupakan pihak yang sangat mempengaruhi peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ, dengan nilai vektor prioritas 0,487. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan peraturan-peraturan yang sesuai dengan keadaan di lapangan. Sebagai contoh, pemerintah bisa membuat peraturan mengenai sanksi yang berat terhadap pengawas yang melalaikan tugasnya, sehingga pengawas dalam melaksanakan tuganya bersungguh-sungguh. Perlu juga pemerintah melakukan penekanan dan kontrol yang berkelanjutan terhadap peraturan yang sudah dibuatnya. Dari Tabel 12 dan Gambar 18 terlihat bahwa vektor prioritas tertinggi terdapat pada hubungan antara pemerintah dengan kemampuan materi dengan nilai 0,315. Dalam hal ini , pemerintah bisa membuat kebijakan atau aturan-aturan mengenai tingkat kinerja pengawas, salah satunya adalah bagaimana caranya meningkatkan pemahaman pengawas tentang materi yang terkait pengawasan kapal perikanan. Kemungkinan bisa dilakukan pelatihan dan pembinaan terhadap pengawas pada selang waktu tertentu. Kondisi ini diharapkan akan mampu meningkatkan kinerja pengawas di PPSNZJ. Akan tetapi, tidak hanya kedua faktor tersebut saja yang mampu meningkatkan kinerja pengawas. Pihak pelabuhan juga bisa memberikan motivasi kepada pengawas dengan jalan memberikan gaji tambahan (bonus) dan lainnya. Penyesuaian jumlah pengawas dengan jumlah nakhoda atau setiap kapal yang datang juga perlu dilakukan, guna meningkatkan kinerja dari pengawas. Ketidaksesuaian perbandingan jumlah yang ada mampu menurunkan kinerja pengawas. Teguran dan koreksian terhadap pengawas oleh syahbandar juga harus dilakukan. Peningkatan kinerja pengawas dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kecakapan pengawas, meningkatkan dukungan stakeholder, dan meningkatkan kesungguhan pengawas. Akan tetapi, alternatif tersebut harus diberikan prioritas mana yang paling penting. Gambar 18 memberikan informasi bahwa peningkatan kecakapan pengawas merupakan strategi yang diprioritaskan guna meningkatkan kinerja dari pengawas. Peningkatan kecakapan ini harus dilakukan pemerintah dengan baik, melalui kegiatan pelatihan dan pendidikan yang sesuai. Diharapkan, jika kecakapan pengawas itu tinggi maka kinerja pengawas pun ikut tinggi. Kondisi ini juga harus didukung dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang ketat dan kontrol mengenai pengoptimalan pengawasan kapal perikanan. Pihak pelabuhan hendaknya selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada pengawas kapal perikanan yang bertugas. 100
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Kinerja pengawas kapal perikanan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta masih rendah akibat beberapa kendala, diantaranya dukungan stakeholder dan instansi terkait, jumlah pengawas, sarana dan prasarana, kualitas hasil pemeriksaan, kecepatan waktu pemeriksaan, ketersediaan anggaran. Aspek hukum dan kelembagaan, kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan, kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam meningkatkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ Tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta adalah dengan cara peningkatan pelatihan dan pendidikan bagi pengawas perikanan.
7.2 Saran Pengawas perikanan menghadapi beberapa kendala dalam melaksanakan operasional pengawasan di lapangan. Hal ini sangat diperlukan suatu pengembangan pengawas perikanan dan mengupayakan kepuasan dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu perlu meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi pengawas perikanan, agar kemampuan dalam melaksanakan tugas dengan baik. Untuk melihat hasil kinerja pengawas perikanan perlu dibuat ukuran kinerja pengawas yang dapat dijadikan tolok ukur dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan kapal perikanan yang melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan.
DAFTAR PUSTAKA
Arep, Ishak, dan H. Tanjung, 2002 Manajemen Sumberdaya Manusia. Universitas Trisakti. Jakarta. 89 hal. Dahuri. R, Rais, Yacub, Ginting. Sapta Putra, Sitepu.M.J, 1996, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, PPLH IPB, Ditjen Bangda Depdagri, ADB, Bogor. 112 hal Dahuri, R.2003, Paradigma pembangunan Indonesia berwawasan kelautan, Orasi ilmiah Guru Besar Program Pesisir dan Lautan, IPB, Dunn. W.N, 2000, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, gajahmada University Press, Yogyakarta. 96 hal. DKP. Laporan Tahunan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, 2005. Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta Darmawan dan Whita, R. 1997. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Armada Perikanan Tangkap Nasional. Bulletin PSP. Vol. VI. (3). Hal. 41 – 53. Fyson.J.1985. Design of Smail Fishing Vessels. Fishing News Book Ltd. Farnhan, Survey. England FAO.1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. ROMA. Furtwengler, 2002. Manajemen Sumberdaya Manusia. BPFE, Yogyakarta Gaspersz, V. 1992. Analisis sistem terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Tarsito. Bandung. Handayaningrat, 1994, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, CV. Haji Mas Agung, Jakarta Handoko, W. 2004. Kebijakan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Jurnal Hukum International. Edisi Khusus. Desember 2004. Hal. 107– 128. Haluan, J. 1985. Proses Optimasi Dalam Operasi Penangkapan Ikan. Pedoman Kuliah Metode Penangkapan Ikan II (bagian Pertama). Sistem jarak Jauh melalui Satelit Sisdiksat Intim. Bogor.
Haluan, J. Tri Wiji Nurani, Sugeng Hari Wisuda, Eko Sri Wiyono, Mustaruddin. Manajemen Operasi. Teori dan Praktek pada Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor. Hillier, F.S. and G.J. Lieberman. 1990 Introduktion To Peration Research, Fifthy Edition. McGraw-Hill, Inc.Jurong, Singapore. Handoko, T. Hani, 1993. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Edisi Ke 3, BPFE, Yogyakarta. Hasibuan, Malayu S.P, 1994. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktifitas. Bumi Aksara. Bandung. Hasibuan, Malayu S.P, 2006. Manajemen Sumberdaya Manusia. Edisi Revisi, PT. Bumi Aksara. Bandung Kesteven, G.L. 1973. Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction to Fisheries Science. FAO Fisheries Teghnical Paper No:118 Foof and Agricultural Organization of the United Nations. Rome, 43 p. Manggabarani. H. 2005. Respon Stakehlder Terhadap Faktor Internal dan Eksternal Dalam Pembangunan Perikanan di Kota Makssar. Bulletin PSP, Vol. XIV. No.2. Oktober 2005. ISSN 0251 – 286X, Terakreditasi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal. 15 – 23. Nomura, M dan T. Yamazaki, 1975. Fishing Techniques. Japan Internacional Coorporation Agency, Tokyo. Japan. Nomura, M dan T. Yamazaki, 1977. Fishing Tehniques I. Japan Internacional Agency. Tokyo 206 p. Nikijuluw,V.2002. Rezim Cidesindo. Jakarta.
Pengelolaan
Sumberdaya
Perikanan.
Pustaka
Nikijuluw, V. 2005. Politik Ekonomi Perikanan. Feraco. Jakarta Pasaribu.B.P.1985. Keadaan Umum Kapal Ikan di Indonesia. Prosiding Pengembangan Kapal Ikan di Indonesia. Dalam Rangka Implementasi Wawasan Nusantara IPB. Bogor. Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ), 2005. Laporan Pengawasan Kapal Perikanan. Jakarta. Subagyo P, Marwan Asri, T. Hani Handoko. Dasar-dasar Operastions Research. Edisi Kedua. BPFE Yogyakarta.
Subani, W dan HR Barus 1988/1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Idonesia ( Fishing Gear for marine Fish and Shrimp in Indonesia). Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor 50 Th. 1988/1989. Edisi Khusus BPPLBadan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Deptan. Jakarta. 248 hal. Suharyanto, I. Jaya, M.F.A Sondita, J. haluan dan D.R. Monintja, 2005. Evaluasi Kapasitas Masyarakat Untuk Berpartisipasi Dalam Manajemen Perikanan Parsipatif. Bulletin PSP, Vol. XIV. No. 2. April 2005. ISSN 0251 – 286X, Terkareditasi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal. 24 – 35. Soedjadi F.X,1989, O dan M Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen. Gunung Agung. Yakarta. Soedjadi F.X, 1992. Analisis Manajemen Modern, CV. Haji mas Agung, Jakarta Singarimbun. M, Effendi. Sofyan, 1989, Metode Penelitian Survei, LP3S, Jakarta Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP. 02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksana Pengawasan Penangkapan Ikan. Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP. 03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP 59/MEN/SJ/2002 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Administrasi Kepegawaian Jabatan Fungsional Pengawas Perikanan Surat Keputusan Dirjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.10/DJ-PSDKP/V/2004 tentang Pedoman Tata Cara Pengisian Log Book Perikanan dan Lembar Laik Operasional Kapal Perikanan Unus F,. Darmawan dan Yopi N. 2005. Analisa Kebijakan Internasional Mengenai Keselamatan Nelayan Kapal Ikan. Bulletin PSP, Vol. XIV. No. 1. April 2005. ISSN 0251 – 286X, Terakreditasi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal. 46 – 63. UNCLOS.1982. United Nations Convention On The Law Of The Sea. UU No. 26 Tahun 1992. Tentang Pelayaran. UU No. 6 Tahun 1996. Tentang Perairan Indonesia. UU No. 31 Tahun 2004. Tentang Perikanan. UU No. 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintah Daerah
Lampiran 1. Faktor Internal Berdasarkan Kemampuan Pemeriksaan Dokumen Perizinan dan Fisik Kapal a. Kemampuan Pemeriksaan Dokumen Perizinan No Indikator 1 Keaslian Dokumen 2 Identitas Kapal 3 Alat penangkap Ikan Daerah Penangkapan 4 Ikan 5 Pelabuhan Pangkalan 6 Spesifikasi Kapal 7 Masa Berlaku Izin
1
2
3
Nilai 4 5 4 3 4 5 3 3
3 4 4
3 5 3
4 4 3
2 5 2 3
3 4 3 3
3 4 2 3
3 4 2 3
3
b. Kemampuan Pemeriksaan Fisik Kapal 1 Ukuran Kapal 3 3 Spesifikasi Mesin 2 Kapal 2 3 3 Identitas Kapal 4 4 Design dan Kelengkapan 4 Navigasi 3 3 5 Alat Penangkap Ikan 3 3 Peralatan Pendukung 6 Penangkapan Ikan 4 4 Alat Bantu 7 Penangkapan Ikan 4 4 Komposisi 8 Penangkapan 4 4 Penerapan LBP dan 9 SLO 5 4 10 Penerapan VMS 4 4 3,47 3,53 Rata-rata 1,a dan 1,b
6
7
8
3 4 4
4 4 3
3 4 4
3 4 3 3
2 5 2 3
3 4 2 3
2 5 2 3
3
3
3
3
3
2 4
2 4
3 4
2 4
2 4
2 4
3 3
3 3
3 3
3 3
3 3
3 3
3
3
4
4
3
4
5
5
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4 4 3,41
4 4 3,41
4 4 3,53
5 4 3,47
4 4 3,41
5 4 3,47
Lampiran 2. Faktor Internal Berdasarkan Kecakapan Penguasaan Pengetahuan dan hukum bidang Perikanan a. Kecakapan Penguasaan Pengetahuan bidang Perikanan No Indikator 1 Jenis Alat Penangkap Ikan Jenis Ikan dan 2 Penyebarannya Wilayah pengelolaan 3 Perikanan Jenis Fisik Kapal Perikanan 4 5 Perizinan Perikanan 6 Perizinan Perkapalan
1 4
2 4
3 3
Nilai 4 5 3 4
2
2
1
1
2
2
1
2
4
4
2
2
4
4
2
4
2 4 4
3 4 3
2 5 4
2 5 4
3 4 3
2 4 4
2 5 4
2 4 4
5 2 2
5 2 3
5 1 2
4 2 2
5 2 2
2 3
3 3
3 3
2 3
3 3
4
4
4
4
4
b. Kecakapan Penguasaan Hukum Tentang Perikanan Peraturan perizinan 1 perikanan 5 5 5 2 Peraturan perkapalan 1 2 2 3 Peraturan tenaga kerja 2 3 2 Peraturan pemanfaatan SDI 4 3 3 2 5 Peraturan perairan 3 3 3 Peraturan pengawasan dan 6 penegakan hukum 4 4 4 Rata-rata 2a dan 2b
6 4
7 3
8 4
3,17 3,33 2,92 2,92 3,33 3,17 2,83 3,25
Lampiran 3. Faktor Internal Berdasarkan Kecepatan Pemeriksaan Kapal Perikanan
No Indikator 1 Pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan 2 Pemeriksaan fisik kapal perikanan 3 Pemeriksaan alat penangkapan ikan 4 Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan 5 Pemeriksaan peralatan lainnya 6 Pemeriksaan jumlah dan komposisi Awak Buah kapal (ABK) Asing 7 Pemeriksaan kegiatan dan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan 8 Ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan/atau pelabuhan lapor 9 Pemeriksaan jalur penangkapan ikan 10 Pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan 11 pemeriksaan penerapan Log Book Perikanan (LBP) dan Surat Laik Operasi (SLO) kapal perikanan 12 pemeriksaan penerapan Vessel Monitoring System (VMS) Rata-rata
1
2
Nilai 4 5 3 4
3
3
3
3
4
3 4
6
7
8
1
2
1
2
2
1
2
1
2
2
1
1
2
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
3
2
1
2
2
2
2
2
3
4
5
5
4
4
5
5
4
1
2
1
2
1
2
2
1
2
3
2
3
3
3
3
2
3
3
2
2
3
3
3
2
3
3
2
2
3
3
2
2
5
4
4
3
5
5
4
5
4
4
4
3
4
4
3
4
2,67 2,92 2,5 2,42 2,92 2,83 2,67 2,58
Lampiran 4. Faktor Internal Berdasarkan Kualitas Hasil dan Kesungguhan Pemeriksaan a. Kualitas Hasil Kualitas Pemeriksaan 1
2
3
Nilai 4 5
6
7
8
1 Kelengkapan Data
3
3
3
3
3
3
3
4
2 Relevansi Data
2
2
2
3
3
2
2
3
3 Akurasi Data
4
3
3
3
2
4
3
4
4 Validitas Data
3
3
2
2
2
2
3
2
5 Quality Control
1
2
2
1
2
2
1
1
2,6
2,6
2,4
2,4
2,4
2,6
2,4
2,8
1 3
2 3
3 3
4 3
5 2
6 3
7 3
8 3
2
2
3
2
3
4
3
3
3
2
3
3
3
3
3
2
No
Indikator
Rata-rata
b. Kesungguhan Pemeriksaan Nilai No Indikator 1 Kemauan untuk bekerja Keras 2 Kemauan Bekerjasama Dengan Sesama Karyawan 3 Kemauan memiliki Tanggung Jawab Rata-rata
2,67 2,33 3,00 2,67 2,67 3,33 3,00 2,67
Lampiran 5. Faktor Ekternal Kinerja Pengawas Perikanan di PPSJ 1. Ketersediaan Anggaran Biaya Nilai 1 2 3 4 5 No Indikator 1 Jumlah anggaran 4 4 4 4 4 2 Penggunaan anggaran 2 2 2 2 2 3 Realisasi anggaran 3 3 3 3 3 4 Kesiapan anggaran 2 2 2 2 2 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75 Rata-rata
6
7
8
4 2 3 2 2,75
4 2 3 2 2,75
4 2 3 2 2,75
2. Sarana dan Prasarana No 1 2 3 4
Indikator Jumlah sarana prasarana Kondisi sarana prasarana Kecanggihan Peralatan Biaya pemeliharaan Rata-rata
1 3 4 2 1 2,5
2 3 4 2 1 2,5
3 3 4 2 1 2,5
Nilai 4 3 4 2 1 2,5
5 3 4 2 1 2,5
6 3 4 2 1 2,5
7 3 4 2 1 2,5
8 3 4 2 1 2,5
3. Hukum dan Kelembagaan No Indikator 1 Dasar hukum wewenang 2 Perintah penugasan 3 Prosedur pengawasan 4 Pelimpahan wewenang 5 Independen 6 Struktur organisasi Rata-rata
1 2 5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 3 3 3,00 3,00
Nilai 4 5 6 7 8 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 3 3 3 3 3 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00
3 5 4 3 2 1 3 3,00
4. Jumlah Pengawas No 1 2
Indikator Jam kerja Motivasi kerja Rata-rata
1
2
3
3 2 2,5
3 2 2,5
3 2 2,5
Nilai 5 3 3 2 2 2,5 2,5
4
6
7
3 2 2,5
3 2 2,5
8 3 2 2,5
5. Dukungan Stakeholder dan Instansi Terkait No 1 2 3 4 5 6 7 8
Indikator 1 2 3 Membangun persepsi 1 1 1 Kemauan stakholder 5 5 5 Kemampuan stakholder 3 4 3 Partisipasi stakholder 2 2 2 Pelimpahan Rekomendasi bongkar ikan 2 2 1 Dukungan POLRI dalam Pengawasan 2 2 2 Dukungan HUBLA dalam SIB 3 3 2 Dukungan HNSI dalam pengawasan 2 2 2 Rata-rata 2,5 2,63 2,25
Nilai 4 5 6 7 8 1 1 1 1 1 5 5 5 5 5 3 3 3 3 4 2 2 2 2 3 1 1 1 2 1 2 2 2 1 2 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 2,25 2,5 2,5 2,25 2,5
Lampiran 6. Tingkat Kinerja Pengawas di PPSJ Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata
X1 3,47 3,53 3,41 3,41 3,53 3,47 3,41 3,47 3,46
Faktor Internal X2 X3 X4 3,17 2,67 2,60 3,33 2,92 2,80 2,92 2,50 2,40 2,92 2,42 2,40 3,33 2,92 2,80 3,17 2,83 2,60 2,83 2,50 2,40 3,25 2,67 2,60 3,11 2,68 2,58
X5 3,00 3,33 2,67 2,67 3,00 3,00 2,67 2,67 2,88
X6 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75
Faktor eksternal X7 X8 X9 2,50 3,00 2,50 2,50 3,00 2,50 2,50 3,00 2,50 2,50 3,00 2,50 2,50 3,00 2,50 2,50 3,00 2,50 2,50 3,00 2,50 2,50 3,00 2,50 2,50 3,00 2,50
X10 2,50 2,63 2,25 2,25 2,50 2,50 2,25 2,50 2,42
Keterangan: X1 = Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan dokumen kapal X2 = Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan X3 = Kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan X4 = Kualitas hasil pemeriksaan X5 = Kesungguhan dalam pemeriksaan X6 = Ketersediaan anggaran biaya X7 = Sarana dan prasarana X8 = Hukum dan kelembagaan X9 = Jumlah pengawas X10 = Dukungan stakeholder dan instansi terkait Bobot nilai : 1 = Sangat tidak baik 2 = Tidak baik 3 = Kurang baik 4 = Baik 5 = Sangat baik
Lampiran 7. Hasil uji korelasi antara faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pengawas perikanan dengan metode Rank Spearman X1Correlation Coefficient
X1 1,000
X2 ,962
X3 X4 ,962 1,000
X5 ,842
X6 ,
X7 ,
X8 ,
X9 X10 , ,932
,000 8 ,889
, 8 ,962
,009 8 ,717
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, ,001 8 8 , ,896
, ,003 8 8 ,889 1,000
,000 8 ,962
,045 8 ,857
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, ,003 8 8 , ,896
,007 8 ,842
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, ,003 8 8 , ,932
Sig. (2-tailed) N X2Correlation Coefficient
, ,000 8 8 ,962 1,000
Sig. (2-tailed) N X3Correlation Coefficient
,000 8 ,962
Sig. (2-tailed) N X4Correlation Coefficient
,000 8 1,000
,003 8 ,962
, ,000 8 8 ,962 1,000
Sig. (2-tailed) N X5Correlation Coefficient
, 8 ,842
,000 8 ,717
,000 8 ,857
, ,009 8 8 ,842 1,000
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, ,001 8 8 , ,850
Sig. (2-tailed) N X6Correlation Coefficient
,009 8 ,
,045 8 ,
,007 8 ,
,009 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, ,008 8 8 , ,
Sig. (2-tailed) N X7Correlation Coefficient
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
Sig. (2-tailed) N X8Correlation Coefficient
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
Sig. (2-tailed) N X9Correlation Coefficient
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
Sig. (2-tailed) N X10Correlation Coefficient
, 8 ,932
, 8 ,896
, 8 ,896
, 8 ,932
, 8 ,850
, 8 ,
, 8 ,
, 8 ,
, , 8 8 , 1,000
Sig. (2-tailed) ,001 ,003 ,003 ,001 N 8 8 8 8 ** Correlation is significant at the .01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the .05 level (2-tailed). Keterangan:
,008 8
, 8
, 8
, 8
, 8
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
, 8
= Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan dokumen kapal = Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan = Kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan X7 = Sarana dan prasarana = Kualitas hasil pemeriksaan X8 = Hukum dan kelembagaan = Kesungguhan dalam pemeriksaan X9 = Jumlah Pengawas = Ketersediaan anggaran biaya X10 = Dukungan stakeholder dan instansi terkait = Sarana dan prasarana
Lampiran 8 Hasil Penghitungan PHA untuk meningkatkan tingkat kinerja pengawas perikanan di PPSJ 1. Matriks yang Membandingan Kriteria Pihak yang Berkepentingan P P Pl N S Jumlah
Pl
N
1 2 0,5 1 0,2 0,25 0,25 0,3333 1,95 3,583
5 4 1 0,5 10,5
S 4 3 2 1 10
P 0,512 0,256 0,102 0,128
Pl 0,558 0,279 0,069 0,093
N 0,476 0,380 0,095 0,047
Vektor S Prioritas Keterangan: 0,4 0,486 Pemerintah (P) 0,3 0,304 Pelabuhan (Pl) 0,2 0,116 Nakhoda (N) 0,1 0,092 Syahbandar (S)
2. Matriks yang Membandingkan Kriteria Sumberdaya Manusia Berdasarkan Kriteria Pemerintah P M Pm Jp Jumlah
M Pm 1 0,2 5 1 2 0,333333 8 1,533333
Jp 0,5 3 1 4,5
M 0,125 0,625 0,25
Pm 0,130435 0,652174 0,217391
Jp 0,111111 0,666667 0,222222
Vektor Prioritas 0,122182 0,647947 0,229871
Keterangan: Motivasi (M) Penguasaan materi (Pm) Jumlah pengawas (Jp)
3. Matriks yang Membandingkan Kriteria Sumberdaya Manusia Berdasarkan Kriteria Pihak Pelabuhan Pl M Pm Jp Jumlah
M
Pm
1 0,333333 0,25 1,583333
Jp 3 1 2 6
4 0,5 1 5,5
M 0,631579 0,210526 0,157895
Pm 0,5 0,166667 0,333333
Vektor Jp Prioritas 0,727273 0,619617 0,090909 0,156034 0,181818 0,224349
4. Matriks yang Membandingkan Kriteria Sumberdaya Manusia Berdasarkan Kriteria Pihak Nakhoda atau pemilik kapal N M Pm Jp Jumlah
M 1 4 2 7
Pm 0,25 1 3 4,25
Jp 0,5 0,333333 1 1,833333
M 0,142857 0,571429 0,285714
Pm 0,058824 0,235294 0,705882
Vektor Jp Prioritas 0,272727 0,158136 0,181818 0,329514 0,545455 0,51235
5. Matriks yang Membandingkan Kriteria Sumberdaya Manusia Berdasarkan Kriteria Pihak Syahbandar S M Pm Jp Jumlah
M 1 4 0,333333 5,333333
Pm 0,25 1 0,5 1,75
Jp 3 2 1 6
M 0,1875 0,75 0,0625
Pm 0,142857 0,571429 0,285714
Vektor Prioritas 0,5 0,276786 0,333333 0,551587 0,166667 0,171627 Jp
Lanjutan Lampiran 8. 6. Pengelompokan Vektor Prioritas Kriteria Sumberdaya Manusia P 0,486788 0,122182 0,647947 0,229871
M Pm Jp
Pl 0,304108 0,619617 0,156034 0,224349
N 0,116892 0,158136 0,329514 0,51235
S 0,092212 0,276786 0,551587 0,171627
Masing-masing nilai pada kriteria sumberdaya manusia di kalikan dengan vektor prioritas berbagai pihak terkait. 7. Hasil dari Perkalian Kriteria Sumberdaya Manusia dengan Vektor Prioritas Berbagai Pihak Terkait. P 0,059477 0,315413 0,111898
M Pm Jp
Pl 0,188431 0,047451 0,068226
N 0,018485 0,038518 0,05989
S 0,025523 0,050863 0,015826
N-Jp 0,05989
S-Pm 0,050863
jumlah 0,614596
8. Nilai Tertinggi dari Lampiran 2.7 P-Pm 0,315413
Pl-M 0,188431
Nilai tertinggi harus dinormalisasi dengan cara membagi nilai-nilai tersebut dengan jumlahnya 9. Nilai Tertinggi yang Sudah di Normalisasi P-Pm
Pl-M
0,513203
N-Jp
0,306593
0,097446
S-Pm 0,082758
10. Matriks yang Membandingkan Tindakan Alternatif Berdasarkan Kriteria Pemerintah-Penguasaan Materi P-Pm Kp Ds Ksp Jumlah
Kp
Ds
1 0,333333 0,5 1,833333
Ksp 3 1 2 6
Keterangan: Kecakapan pengawas (Kp) Dukungan stakeholder (Ds) Kesungguhan pengawas (Ksp)
2 0,5 1 3,5
Kp 0,1875 0,0625 0,09375
Ds 1,714286 0,571429 1,142857
Vektor Ksp Prioritas 0,333333 0,74504 0,083333 0,239087 0,166667 0,467758
Lanjutan Lampiran 8. 11. Matriks yang Membandingkan Tindakan Alternatif Berdasarkan Kriteria Pihak Pelabuhan -Motivasi Pl-M Kp Ds Ksp Jumlah
Kp
Ds
1 0,333333 2 3,333333
Ksp 0,2 4 1 5,2
3 1 0,25 4,25
Kp 0,1875 0,0625 0,375
Ds 1,714286 0,571429 0,142857
Vektor Ksp Prioritas 0,033333 0,64504 0,666667 0,433532 0,166667 0,228175
12. Matriks yang Membandingkan Tindakan Alternatif Berdasarkan Kriteria Nakhoda atau nelayan-Jumlah Pengawas N-Jp Kp Ds Ksp Jumlah
Kp 1 3 0,5 4,5
Ds 0,333333 1 0,25 1,583333
Ksp 2 4 1 7
Kp 0,1875 0,5625 0,09375
Ds 0,190476 0,571429 0,142857
Vektor Ksp Prioritas 0,333333 0,237103 0,666667 0,600198 0,166667 0,134425
13. Matriks yang Membandingkan Tindakan Alternatif Berdasarkan Kriteria Syahbandar-Penguasaan Materi S-Pm Kp Ds Ksp Jumlah
Kp
Ds
1 0,333333 0,25 1,583333
Ksp
3 1 0,5 4,5
4 2 1 7
Kp 0,1875 0,0625 0,046875
Ds 1,714286 0,571429 0,285714
Vektor Ksp Prioritas 0,666667 0,856151 0,333333 0,322421 0,166667 0,166419
14. Pengelompokan Vektor Prioritas Tindakan Alternatif
Kp Ds Ksp
P-Pm 0,513203 0,74504 0,239087 0,467758
Pl-M 0,306593 0,64504 0,433532 0,228175
N-Jp 0,097446 0,237103 0,600198 0,134425
S-Pm 0,082758 0,856151 0,322421 0,166419
Masing-masing nilai pada tindakan alternatif di kalikan dengan vektor prioritas berbagai pihak terkait-Sumberdaya Manusia. 15. Hasil dari Perkalian Alternatif Tindakan dengan Vektor Prioritas Berbagai Pihak Terkait-Sumberdaya manusia Kp Ds Ksp
P-Pm 0,382357 0,1227 0,240055
Pl-M 0,197764 0,132918 0,069957
N-Jp 0,023105 0,058487 0,013099
Keterangan: *) tindakan alternatif yang disarankan
S-Pm 0,070854 0,026683 0,013773
Jumlah 0,674079* 0,340788 0,336883