PENENTUAN TITIK-TITIK PENGENDALIAN KRITIS PENANGANAN IKAN TUNA DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA
NURHIDAYAH NINGSIH
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Titik-Titik Pengendalian Kritis Penanganan Ikan Tuna di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Nurhidayah Ningsih NIM C44070014
ABSTRAK NURHIDAYAH NINGSIH. Penentuan Titik-Titik Pengendalian Kritis Penanganan Ikan Tuna di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan BUDY WIRYAWAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi titik pengendalian kritis proses penanganan ikan tuna di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta sesuai dengan konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, pada saat penanganan ikan tuna di atas kapal dan penanganan saat didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta. Data dikumpulkan melalui observasi langsung pada saat penanganan ikan, wawancara yang dipandu dengan kuesioner serta pengumpulan data sekunder dari pelabuhan untuk mendukung data primer. Teknik pengolahan data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif dengan memakai analisis pengambilan keputusan decision tree (pohon keputusan). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa identifikasi titik pengendalian kritis (critical control pointCCP) pada proses penanganan ikan tuna segar dengan decision tree diketahui bahwa pengangkatan ikan ke atas kapal; mematikan ikan; pembuangan darah, insang dan isi perut; penyimpanan di palka; pembongkaran dan penyimpanan dalam bak penampung merupakan CCP. Kata kunci :
HACCP, ikan tuna, penanganan, pohon keputusan titik pengendalian kritis (CCP)
ABSTRACT NURHIDAYAH NINGSIH. Determination of Critical Control Points of Fresh Tuna Handling in Fishing Port Nizam Zachman Jakarta. Supervised by TRI WIJI NURANI and BUDY WIRYAWAN. The purpose of this study was to identify the critical control points of tuna handling processes in the fishing port Nizam Zachman Jakarta with the HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Research method used was a case study during the handling of tuna on board and in fishing port Nizam Zachman Jakarta. Data were collected through observation when handling fish tuna, interviews guided by a questionnaire and secondary data collection from the fishing port to support the primary data. The decision tree has been applied to analysis critical control point-CCP during process of tuna handling. Results of the study showed that the identification of critical control points in the process of handling fresh tuna with a decision tree was known that the gaffing and landing of fish to the board; killing; bleeding, gilling and gutting; onboard storage; unloading and storage in tuna landing center are critical control points- CCP. Keywords:
critical control points (CCP), decision tree, HACCP, handling, tuna
PENENTUAN TITIK-TITIK PENGENDALIAN KRITIS PENANGANAN IKAN TUNA DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERANIZAM ZACHMAN JAKARTA
NURHIDAYAH NINGSIH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Penentuan Titik-Titik Pengendalian Kritis Penanganan lkan Tuna di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Nama Nurhidayah Ningsih C44070014 NIM Program Studi: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
uram MSi Pembimbing I
Diketahui oleh
. iryawan, MSc , Ketua Departemen
/'
Tanggal Lulus:
2 13
Judul Skripsi : Penentuan Titik-Titik Pengendalian Kritis Penanganan Ikan Tuna di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Nama : Nurhidayah Ningsih NIM : C44070014 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Dr Ir Tri Wiji Nurani, MSi Pembimbing I
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Penentuan Titik-Titik Pengendalian Kritis Penanganan Ikan Tuna di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Dr Ir Tri Wiji Nurani, MSi dan Bapak Dr Ir Budy Wiryawan, MSc selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, nasihat dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini; 2. Dr Ir Anwar Bey Pane, DEA selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama masa studi penulis; 3. Prihatin Ika Wahyuningrum, SPi MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan terhadap penulisan skripsi ini dan motivasi terhadap penulis; 4. Ibu Vita Rumanti,SPi MT selaku komisi pendidikan yang telah memberikan kritik, saran dan motivasi terhadap penulisan skripsi ini; Pihak manajemen, staff dan karyawan PPS Nizam Zachman Jakarta atas 5. segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian; 6. Pihak manajemen, staff dan karyawan Laboratorium Pembina dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) DKI Jakarta atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian; Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Angkasa Pura II atas beasiswa 7. yang diberikan sebagai dukungan materil untuk penulis selama studi; 8. Kedua orang tua, kakak dan adik yang selalu memberi harapan yang sangat besar terhadap penulis, doa dan kasih sayang yang tiada henti; 9. Teman-teman seperjuangan PSP 44 dan semua teman serta sahabat atas segala dorongan, inspirasi dan semangat kepada penulis; 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Agustus 2013 Nurhidayah Ningsih
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2 METODOLOGI 3 Prosedur Analisis Data ........................................................................................ 4 Analisis Proses Penanganan Tuna Segar ......................................................... 4 Analisis Penilaian Sanitasi, Higiene dan Kelayakan Dasar ............................. 4 Analisis Identifikasi Titik Pengendalian Kritis (CCP) .................................... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Kegiatan Operasi Penangkapan ........................................................................... 7 Penanganan Ikan Tuna ........................................................................................ 9 Penilaian Sanitasi, Higiene dan Kelayakan Dasar ............................................. 13 Identifikasi Titik Pengendalian Kritis (CCP) .................................................... 20 KESIMPULAN DAN SARAN 40 Kesimpulan ........................................................................................................ 40 Saran .................................................................................................................. 40 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41 LAMPIRAN ...........................................................................................................43 RIWAYAT HIDUP ................................................................................................45
DAFTAR TABEL 1 Deskripsi produk ikan tuna segar yang terdapat di PPS Nizam Zachman Jakarta............................................................................................................. 20 2 Analisis bahaya pengangkatan ikan ke atas kapal .......................................... 22 3 Analisis bahaya mematikan ikan tuna ............................................................ 24 4 Analisis bahaya pembuangan darah, insang dan isi perut .............................. 25 5 Analisis bahaya pembersihan dan pencucian ikan di atas kapal .................... 26 6 Analisis bahaya penyimpanan di palka .......................................................... 27 7 Analisis bahaya pembongkaran ...................................................................... 28 8 Analisis bahaya pendistribusian ke transit tuna ............................................. 31 9 Analisis bahaya sortasi ................................................................................... 32 10 Analisis bahaya pembersihan dan pencucian ................................................. 33 11 Analisis bahaya penimbangan ........................................................................ 34 12 Analisis bahaya penyimpanan dalam bak penampung ................................... 35 13 Analisis bahaya pengemasan .......................................................................... 36 14 Decision tree proses penanganan ikan tuna segar .......................................... 37 15 Hasil uji mikrobiologi produk ikan tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta..... 38
DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi penelitian ........................................................................................ 3 2 Proses penanganan tuna segar (Thunnus spp.) di PPS Nizam zachman Jakarta............................................................................................................... 5 3 Diagram pohon keputusan untuk penentuan titik pengendalian kritis ............. 6 4 Yellowfintuna dan bigeyestuna di PPS Nizam Zachman Jakarta...................... 9 5 Kondisi permukaan kapal saat pembongkaran ............................................... 14 6 Palka penyimpanan ikan tuna hasil tangkapan ............................................... 15 7 Peralatan yang digunakan pada saat penanganan ikan di atas kapal .............. 16 8 Kondisi lantai tempat penerimaan tuna yang tergenang air ........................... 17 9 Penyimpangan selama proses pengangkutan ................................................. 18 10 Kondisi toilet dan tempat cuci tangan di TLC ............................................... 19 11 Diagram alir penanganan ikan tuna segar mulai dari atas kapal sampai pengiriman ekspor .......................................................................................... 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis titik pengendalian kritis (Critical Control Point- CCP) ................... 43
PENDAHULUAN Latar Belakang Perikanan tuna telah menjadi suatu industri pangan yang menguntungkan dan dapat bersaing dengan industri-industri lainnya. Ikan tuna merupakan salah satu komoditas produk perikanan Indonesia (setelah udang) yang mempunyai nilai ekonomis penting, bernilai jual tinggi, dan salah satu penghasil pendapatan negara dari sektor perikanan. Potensi perikanan tuna di Perairan Indonesia masih cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan volume produksi ikan tuna pada tahun 2007 yaitu 121.316 ton. Volume produksi ikan tuna kini naik 29,49% bila dibandingkan dengan volume produksi ikan tuna tahun 2006. Sedangkan nilai ekspornya mencapai US$ 304.348.000 pada tahun 2007 atau naik 21,47% dari tahun 2006 (DKP 2011). Menurut Hanim (2007), Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta merupakan salah satu lokasi industri pengolahan ikan modern di Teluk Jakarta, selain memenuhi kebutuhan masyarakat lokal juga untuk ekspor. Ikan tuna menjadi ikan yang paling banyak diproduksi dibandingkan jenis ikan lainnya. Pada tahun 2009 spesies ikan tuna yang didaratkan melalui kapal di PPS Nizam Zachman Jakarta mencapai 82% dari seluruh jenis ikan yang didaratkan (DKP 2009). Walaupun mengalami peningkatan ekspor secara signifikan, industri tuna Indonesia masih menghadapi tantangan yaitu berupa penolakan oleh negara importir terkait dengan keamanan pangan. Laporan Food and Drugs Administration Amerika Serikat (US-FDA) menunjukkan terdapat 7 kasus pada tahun 2007 dan 13 kasus pada tahun 2008 terkait penolakan ekspor tuna Indonesia karena standar mutu yang tidak terpenuhi.Berdasarkan catatan Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) Uni Eropa pada tahun 2007 ada sebanyak 22 kasus ekspor tuna Indonesia yang mengandung histamin melebihi batas keamanan pangan (FDA 2009). Tingkat kerusakan produk ikan tuna segar sudah mulai terjadi dari tahap penangkapan dan penanganan ikan di kapal, tahap pembongkarannya di tempat pendaratan ikan/tuna landing center (TLC) hingga tahap pendistribusian ke konsumen. Oleh karena itu, upaya mempertahankan kualitas ikan tuna perlu dilakukan secara intensif untuk meningkatkan akses pasar ke negara atau kawasan tujuan ekspor. Keamanan pangan masih merupakan masalah penting dalam bidang pangan di Indonesia sehingga perlu mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan pangan. Dengan memberlakukan sistem pengawasan mutu berdasarkan konsep hazard analysis critical control point (HACCP) dapat memberikan jaminan keamanan makanan (food safety), mutu (wholesomenes) serta menghindari kemungkinan timbulnya kerugian secara ekonomis (economic fraud). HACCP merupakan suatu jaminan mutu yang didasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, namun dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol
2 bahaya-bahaya tersebut. Analisis bahaya (hazard analysis) adalah penentuan titiktitik bahaya yang mungkin ada pada alur proses produksi bahan pangan. Penentuan titik pengendalian kritis (critical control point- CCP) perlu dilakukan karena tidak semua titik bahaya yang dijumpai berpengaruh buruk terhadap mutu pangan yang dihasilkan (Thaheer 2008). Bertitik tolak pada prinsip-prinsip dan konsep HACCP yang menekankan pada analisis bahaya dan penentuan titik-titik bahaya, maka perlu ada kajian ilmiah dalam menganalisis bahaya yang mungkin timbul dan dapat membahayakan konsumen serta melakukan pengamatan untuk menentukan titiktitik pengendalian kritis dalam tahap penanganan ikan tuna segar mulai dari penanganan di atas kapal sampai dengan penanganan saat di pelabuhan. Batasan penanganan di atas kapal diamati pada saat pembongkaran ikan tuna. Penanganan saat di pelabuhan adalah perlakuan ikan sejak ikan didaratkan sampai didistribusikan untuk tujuan ekspor. Ruang lingkup penelitian ini adalah mengamati proses penanganan ikan tuna segar saat di atas kapal serta saat penerimaan dan penanganan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta.
Tujuan Penelitian 1) 2) 3)
Mendeskripsikan penanganan ikan tuna mulai dari hauling ke atas kapal sampai dengan penanganan di pelabuhan; Menentukan kelayakan persyaratan dasar penerapan HACCP di transit tuna; Menentukan titik pengendalian (critical point-CP) dan titik pengendalian kritis (critical control point-CCP) penanganan tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta.
Manfaat Penelitian 1) 2)
3)
Memberikaninformasi yang berguna bagi pihak yangterkaitperikanan tuna dalam kegiatan penanganan tuna di PPS Nizam Zachman; Mengurangi atau meminimumkan kesalahan pada proses penanganan produk ikan tuna yang dapat menurunkan mutu ikan di PPS Nizam Zachman; Untuk meningkatkan keamanan pangan dan mutu ikan tuna melalui perbaikan manajemen mutu sehingga mampu bersaing dan dapat diterima di pasar internasional.
3
METODOLOGI Pengambilan data lapang penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2011. Lokasi penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, pada saat penanganan ikan tuna segar di atas kapal tuna longline dan penanganan saat didaratkan di tempat pendaratan tuna/tuna landing center (TLC) di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)NizamZachmanJakarta.Metode pengambilan data dilakukan melalui observasi atau pengamatan langsung, studi pustaka dan wawancara yang dibantu dengan bantuan kuesioner serta diskusi. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan secara langsung terhadap proses pembongkaran di atas kapal dan proses penanganan ikan tuna di pelabuhan. Sample yang digunakan berupa 3 kapal longline tuna segar dan 1 tempat pendaratan tuna/TLC di PPS Nizam Zachman Jakarta. Pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan secara acak, dengan metode purposive sampling.Dengan metode purposive sampling ini penentuan responden dilakukan berdasarkan pertimbangan peneliti dengan mengacu pada maksud dan tujuan peneliti. Responden berjumlah 15 orang meliputi kapten kapal, awak kapal longline yang bertanggung jawab pada proses penanganan ikan tuna di atas kapal, pemilik tempat pendaratan tuna dan karyawan tempat pendaratan tuna. Jumlah Pengambilan sampel ikan tuna segar diambil pada saat dilakukan pembongkaran dan pada saat penanganan ikan tuna segar di tempat pendaratan ikan tuna/TLC. 1) Pengumpulan data primer meliputi: (1) Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap proses pembongkaran dan proses penanganan ikan tuna di TLC; (2) Mengamati kegiatan penanganan ikan tuna segar; (3) Melakukan pengambilan data secara organoleptik; dan (4) Wawancara dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan kegiatan penanganan ikan tuna.
4
2)
Pengumpulan data sekunder: (1) Pengumpulan data dan informasi hasil produksi dan kegiatan lainnya dari pihak atau instansi setempat. (2) Melakukan studi literatur yaitu mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah: 1) Pengamatan proses penanganan ikan tuna segar; 2) Penilaian sanitasi, higiene dan kelayakan dasar; dan 3) Identifikasi titik pengendalian kritis (critical control point-CCP).
Prosedur Analisis Data AnalisisProses Penanganan Tuna Segar Proses penanganan tuna pasca tangkap sampai penanganan di pelabuhan diamati berdasarkan tahapnya. Tahap tersebut dituangkan dalam bentuk diagram alir proses penanganan tuna pasca tangkap sampai penanganan di pelabuhan. Tujuan dari tahap pengamatan ini adalah untuk mengetahui proses penanganan tuna dan menentukan tahap-tahap yang memiliki peluang terjadinya risiko bahaya. Penentuan tersebut dilakukan dengan cara melihat waktu, suhu, sanitasi dan higiene lingkungan serta aktivitas penanganan ikan. Perolehan informasi mengenai proses penanganan tuna segar di atas kapal diperoleh melalui hasil wawancara dan studi literatur, tidak melalui pengamatan langsung di lapangan karena keterbatasan penulis. Penanganan ikan tuna di tempat pendaratan tuna/TLC di PPS Nizam Zachman Jakarta diperoleh melalui pengamatan langsung ke lapangan. Hasil pengamatan lapang dan wawancara pada saat pengamatan, dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif serta digambarkan dalam bentuk diagram alir. AnalisisPenilaian Sanitasi dan Higiene Penilaian sanitasi, higiene (kapal) dan kelayakan dasar (transit) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi sanitasi dan higiene serta proses pengolahan yang baik dengan peluang terjadinya bahaya. Penilaian kelayakan dasar mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Wahyudi (2011). Penilaian dilakukan secara analisis deskriptif dengan mengacu KEP 01/MEN/2007(DKP2007). AnalisisIdentifikasi Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point CCP) Langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan CCP adalah sebagai berikut: 1) Analisis Bahaya Analisis bahaya adalah tahap awal dari perencanaan sistem hazard analysis critical control point (HACCP). Analisis bahaya merupakan proses pengumpulan dan penilaian informasi mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan mana yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani. Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi bahaya-bahaya terhadap keamanan produk yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan pencegahan yang diperlukan untuk
5 mengendalikan bahaya atau risiko potensial yang membahayakan. The Codex Alimentarius Commission and the FAO/WHO Food Standards Programme (1999) mengelompokan bahaya ke dalam tiga kelompok yaitu bahaya biologi, kimia dan fisik. Menurut FDA (2011), sebuah potensi bahaya dapat dikatakan signifikan pada proses pengolahan atau penanganan jika (1) bahaya cukup mungkin diperkenalkan pada tingkat yang tidak aman pada proses pengolahan; atau (2) bahaya cukup mungkin dapat meningkatkan ke yang tidak aman tingkat di proses pengolahan; atau (3) itu adalah langkah signifikan pada pengolahan atau penanganan dan dapat dicegah, dihilangkan, atau dikurangi ke tingkat yang dapat diterima di pengolahan saat ini atau proses penanganan. 2) Identifikasi titik pengendalian kritis pada proses produksi penanganan hasil tangkapan ikan tuna. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan (2011), tahapan proses penanganan ikan tuna dimulai dari penangkapan ikan, penanganan di atas kapal, pendaratan di pelabuhan perikanan sampai dengan pendistribusiaannya dapat dilihat pada Gambar 2. Penangkapan tuna
Menetapkan suhu palka
Pembongkaran tuna di pelabuhan
Pendistribusian ke bandara untuk diekspor
Hauling dan membunuh tuna yang masih hidup
Pemasukan tuna ke dalam palka yang telah diisi dengan air laut
Kegiatan membersihkan insang dan isi perut
Penyortiran tuna segar di gedung TLC
Pendistribusian tuna ke gedung TLC
Packaging (Pengemasan) dalam box
Pencucian tuna dengan air laut
ke
Pencucian tuna dan pemotongan sirip
Sumber: Hasibuan 2011
Gambar 2 Proses penanganan tuna segar (Thunnus spp.) di PPS Nizam Zachman Jakarta
6 Identifikasi titik pengendalian kritis dilakukan setelah melalui tahap analisis bahaya. Jika bahaya signifikan, analisis selanjutnya untuk menentukan titik kendali kritis pada tahap penanganan ikan tuna setelah selesai ditangkap, penanganan di atas kapal dan penanganan di pelabuhan dengan menggunakan decision tree (pohon keputusan). Pohon keputusan untuk mengidentifikasi CCP digunakan pada semua tahap penanganan ikan tuna. Namun bahaya signifikan bisa tidak menjadi CCP jika dapat diatasi dengan pelaksanaan GMP atau SSOP yang baik. Diagram pohon keputusan adalah seri pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan secara logis memutuskan apakah CCP atau bukan. Dengan menggunakan diagram ini membawa pola pikir analisis yang terstruktur dan memberikan jaminan pendekatan yang konsisten pada setiap tahap dan setiap bahaya yang teridentifikasi (Winarno 2012).Untuk membantu menemukan dimana seharusnya CCP yang benar, Codex Alimentarius Commission GL/32 1998, telah memberikan diagram pohon keputusan CCP digambarkan pada Gambar 3. Q1: Apakah ada pengendalian yang telah telah dilakukan ? Ubah proses, tahapan atau produk
Ya Apakah pengendalian pada tahap ini penting untuk keamanan pangan ?
Ya Bukan CCP
Tidak
Stop
Q2: Apakah tahap ini dirancang untuk menghilangkan atau mengurangi munculnya potensi bahaya hingga ke tingkat yang dapat diterima?
Ya
Tidak Q3: Mungkinkah kontaminasi dengan potensi bahaya yang teridentifikasi ada pada konsentrasi berlebihan atau dapatkah meningkat hingga ke tingkat yang tidak dikehendaki?
Ya
Tidak
Bukan CCP
Stop
Q4: Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan potensi bahaya yang teridentifikasi hingga ketingkat yang dapat diterima?
Ya Bukan CCP
Tidak
Critical Control Point
Stop
Gambar 3 Diagram pohon keputusan untuk penentuan titik pengendalian kritis
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan Operasi Penangkapan Unit penangkapan ikan tuna segar di PPS Nizam Zachman Jakarta terdiri dari kapal longline, alat tangkap longlinedan nelayan. Unit penangkapan ikan tuna segar dijelaskan sebagai berikut: 1) Kapal longline Kapal yang digunakan dalam kegiatan tuna segar (fresh tuna) di PPS Nizam Zachman Jakarta yaitu kapal dengan tipe bagan siapi-api. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurani dan Wisudo (2007), kapal tipe bagan siapi-api di PPS Nizam Zachman Jakarta secara umum memiliki ukuran panjang kapal 22-27 m, lebar 5-8 m, dalam 1,50-3,40 m dan draft 0,90-2,80 m. Konstruksi kapal longline yang diteliti sebagian besar terbuat dari material kayu. Daya tahan dari kapal ini mencapai 10-12 tahun tergantung dari pemilik melakukan perawatan terhadap kapal hingga dapat bertahan lama dan tidak cepat mengalami kerusakan. Bahan bakar utama yang digunakan adalah solar yang diperoleh dari SPBU di PPS Nizam Zachman Jakarta. Konstruksi tata ruang kapal tuna longline yang terdapat di PPS Nizam Zachman Jakarta adalah bagian haluan untuk menyimpan peralatan, ruang istirahat ABK di bagian anjungan, bagian buritan kapal digunakan untuk tempat perbekalan ABK, dapur dan setting operasi penangkapan, ruang mesin berada di bagian bawah buritan kapal, palka di bagian tengah kapal dan proses penanganan ikan dilakukan di bagian geladak kapal. Dalam penanganan ikan segar di atas kapal, proses penyimpanan ikan sangat penting diperhatikan untuk menjaga suhu tubuh ikan dan kesegaran ikan. Metode pendinginan ikan tuna segar pada kapal tuna longline yang diteliti dilakukan dengan menggunakan es curai. Es curai telah disiapkan sebelum berangkat ke daerah penangkapan. Lama penangkapan disesuaikan dengan banyaknya es curai yang dibawa oleh nelayan. 2) Alat Tangkap Longline Longline menurut buku Statistik Perikanan Nasional adalah rawai yang terdiri dari sederetan tali-tali utama dan pada tali utama pada jarak tertentu terdapat beberapa tali cabang yang pendek dan lebih kecil diameternya. Menurut Subani dan Barus (1989) dalam satu perangkat rawai tuna bisa terdiri dari ribuan mata pancing dengan panjang tali mencapai puluhan km (15-75 km). Menurut Standarisasi Nasional Indonesia (BSN) (2008) melalui SNI 7277.4:2008, rawai tuna termasuk kedalam kelompok jenis alat penangkap ikan pancing yang merupakan kelompok alat penangkap ikan yang terdiri dari tali dan mata pancing dan atau sejenisnya, dilengkapi dengan umpan alami, umpan buatan atau tanpa umpan, digunakan untuk menangkap ikan tuna. Alat tangkap longline di PPS Nizam Zachman Jakarta menggunakan material jenis tali monofilamen. Menurut Murdaniel (2007), jenis longline monofilamen memiliki beberapa keuntungan dibandingkan jenis multifilamen, yaitu: (1) Harganya lebih murah; (2) Lebih mudah dalam perakitan; (3) Lebih ringan sehingga lebih sesuai untuk subsurface longline dengan tujuan hasil tangkapan utama adalah yellowfin tuna; dan
8 (4)
Lebih kecil, halus dan transparan. Pada penangkapan tuna segar (fresh tuna) yang diteliti, satu basket terdiri dari 6-7 pancing, dengan main line 50-75 meter. Konstruksi alat longline terdiri dari tali utama (main line), tali cabang (branch line), pancing (hook), tali pelampung (floating line), pelampung (float), lampu-lampu pelampung (floating lights), bendera (flag) dan tiang bambu (pole). Penyimpanan branch line dan main line dengan cara dimasukkan ke boks atau dikenal nelayan dengan nama “blong”. Satu boks terdapat 50 pancing (branch line) dan setiap 51 main line dimasukkan dalam satu boks dan dimasukkan ke gudang (whell house) dan di haluan kapal. Daya tahan dari alat tangkap longline ini antara 3-5 tahun operasi. Daya tahan ini dipengaruhi bagaimana cara perawatan, penyimpanan dan saat penggunaan alat ini sewaktu dalam operasi. 3) Nelayan Menurut Undang-Undang No. 45 tahun 2009 Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Karena orang yang terlibat langsung dalam kegiatan penangkapan, sehingga termasuk salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan operasi penangkapan. Nelayan yang terdapat pada kapal perikanan dikenal dengan nama Anak Buah Kapal (ABK).Nelayan yang ada di PPS Nizam Zachman Jakarta terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pemilik dan kelompok buruh. Nelayan pemilik merupakan nelayan yang memiliki kapal dan tidak ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Nelayan pemilik biasanya tinggal di Jakarta dan mempunyai kapal lebih dari satu kapal. Nelayan buruh yaitu nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan di laut. Nelayan yang bekerja pada kapal longline berasal dari Tegal, Indramayu, Semarang, Purworejo, Pemalang, Jakarta, Sulawesi, dan Papua.Pada kapal fresh tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta, jumlah ABK berkisar antara 10-15 orang. Daerah penangkapan untuk kapal fresh tuna di PPS Nizam Zachman biasa dilakukan di sekitar perairan Indonesia bagian barat meliputi Samudera Hindia dan perairan selatan Jawa hingga mencapai wilayah Sulawesi. Kegiatan operasi penangkapan ikan dengan longline meliputi tiga tahap kegiatan (Nurani dan Wisudo 2007), yaitu: (1) Setting Sebelum setting dilakukan, terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan yang meliputi penyiapan umpan, alat tangkap, dan alat bantu penangkapan. Setting dimulai pada pagi hari sekitar pukul 01.00 sampai pukul 06.00 WIB. Setting alat dilakukan oleh ABK di bagian buritan kapal. Pelepasan pancing diawali dengan penurunan radio bouy pertama dan penebaran tali utama dan talitali cabang yang telah dipasangi umpan dan telah disambung dengan tali utama, selanjutnya diikuti dengan basket-basket berikutnya hingga basket terakhir yang dipasang pelampung bendera. (2) Drifting Drifting berlangsung 4-6 jam setelah pelepasan pancing. Saat drifting, longline dibiarkan terhanyut terbawa arus air. Pada saat drifting, mesin kapal dimatikan. (3) Hauling Proses hauling biasanya dilakukan pukul 07.00 WIB. Lama dari hauling tidak dapat ditentukan tergantung dari banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh
9 pada saat pengangkatan ikan. Penarikan longline saat hauling dibantu dengan line hauler. Penarikan pancing dilakukan dibagian depan kapal dengan alat penarik (line hauler). Menurut Sjarif et al. (2010) secara garis besar, kegiatan penarikan pancing berturut dimulai dari tiang bendera, pelampung, tali pelampung serta pemberat diangkat ke atas geladak kapal, tali utama berikut tali cabang beserta mata pancingnya dan begitu seterusnya sampai keseluruhan satuan pancing terangkat ke atas geladak kapal.
Penanganan Ikan Tuna Penanganan pasca panen produk tuna segar sangat penting diperhatikan karena akan mempertahankan mutu ikan pada tahap selanjutnya. Berdasarkan hasil pengamatan, penanganan ikan tuna segar di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta dibagi menjadi dua tahap, yaitu penanganan di atas kapal dan penanganan di pelabuhan. Hasil pengamatan menunjukkan proses penanganan ikan tuna segar baik di atas kapal maupun di PPS Nizam Zachman Jakarta sudah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan BSN (2006d) SNI 01-2693.32006, rangkaian kegiatan penanganan dilakukan untuk mendapatkan produk yang baik dan mempunyai jaminan mutu. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan pada kapal longline dan tempat pendaratan tuna/Tuna Landing Center (TLC) di PPS Nizam Zachman Jakarta, ikan tuna segar yang ditangkap dan didaratkan adalah ikan tuna jenis yellowfin tuna (Thunnus albacares) dan big eye tuna (Thunnus obessus). Waktu yang digunakan untuk melaut adalah 1 bulan sampai 6 bulan. Jumlah ikan yang berhasil ditangkap tidak menentu tetapi dapat mencapai 600 ekor ikan tuna. Ikan tuna didaratkan dalam bentuk ikan utuh yang sudah disiangi isi perut dan insangnya. Proses penanganan ikan tuna di pelabuhan dilakukan dan dikontrol oleh perusahaan tempat pendaratan tuna/TLC. Ikan tuna segar yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta adalah ikan tuna jenis yellowfin tuna (Thunnus albacares) dan big eyes tuna (Thunnus obesus) dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Yellowfintuna dan bigeyestuna di PPS Nizam Zachman Jakarta Penanganan ikan tuna di atas kapal (pasca penangkapan) sangat penting karena akan mempertahankan mutu ikan selama tahap penanganan, pengolahan,
10 distribusi sampai siap untuk dikonsumsi. Sesuai yang dikemukakan Sjarif et al. (2010) tujuan penanganan ikan diatas kapal adalah bagaimana menjaga kondisi kesegaran ikan di atas kapal tetap terjaga sejak ikan mati sampai dengan selesainya keadaan rigormortis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tahap-tahap penanganan ikan tuna segar di atas kapal hampir sama dengan pustaka yang dikemukakan oleh Blanc et al. (2005). Berdasarkan hasil wawancara, proses penanganan ikan tuna dilakukan di bagian geladak kapal dan sebelum melakukan penanganan ikan di atas kapal para pekerja mempersiapkan peralatan yang akan digunakan. Hal ini untuk memudahkan dan mempercepat proses penanganan. Proses penanganan ikan tuna di atas kapal yang dilakukan sebagai berikut: 1) Pengangkatan ikan ke atas kapal Berdasarkan hasil wawancara proses pengangkatan ikan tuna dilakukan pada pagi hari dan sore hari. ABK dan pekerja sudah terlebih dahulu menyiapkan peralatan yang diperlukanseperti ganco, busa, pisau tajam, dan sarung tangan. Bagian atas kapal yang diteliti menggunakan penutup terpal untuk menghindari sengatan matahari langsung. Sengatan matahari langsung pada ikan dapat meningkatkan suhu tubuh ikan. Nelayan yang bekerja menggunakan sarung tangan agar tidak menimbulkan tanda atau bekas tangan. Menurut Blanc et al. (2005), tidak digunakan sarung tangan akan dapat meninggalkan tanda atau bekas telapak tangan. Ikan tuna yang tertangkap, ditarik dan diangkat ke atas kapal dengan menggunakan ganco. Ganco yang digunakan oleh nelayan yang melakukan pembongkaran di PPS Nizam ZachmanJakarta adalah ganco bertangkai ± 200 cm, bermata tajam dan terbuat dari bahan tahan karat. Bagian yang diganco untuk pengangkatan adalah operculum atau pada bagian sisi punggung ikan tuna. Setelah diangkat ikan tuna diletakkan di atas geladak yang telah diberi busa terlebih dahulu untuk menghindari kerusakan fisik ikan. Kemudian ikan tuna dilepaskan dari mata pancingnya. 2) Mematikan ikan tuna Setelah ikan diangkat dari dalam laut, harus sesegera mungkin dimatikan atau dibunuh. Ikan tuna dibunuh dengan menusuk pusat syaraf (otak) dari belakang mata menggunakan alat penusuk semacam jarum yang disebut spike/supaikikemudian paku diputar-putar untuk merusak otak. Menurut Blanc et al. (2005), alat tusuk (semacam paku) ditusukkan pada bagian lunak tersebut dengan sudut kemiringan 45oC dan mendorongnya ke dalam rongga otak. Penusukan pada tempat yang tepat, ikan akan menunjukkan rontaan terakhir kalinya sebelum lemas. 3) Pengeluaran darah, insang dan isi perut Ikan tuna yang sudah mati kemudian dilakukan proses pengeluaran darah. Menurut Irianto (2008), pengeluaran darah bertujuan untuk mengurangi ketengikan pada saat penyimpanan di palka. Pembuangan darah yang dilakukan segera setelah ikan dimatikan dapat memperbaiki penampakan daging dan memperpanjang umur simpan (Blanc et al. 2005). Kemudian perut ikan tuna dibelah dari sirip perut ke arah dubur. Isi perut dikeluarkan dengan memotong usus di bagian dekat anus dan ikan di balik dengan posisi perut di bawah, agar sisa-sisa darah dari rongga perut keluar. Pemotongan insang dilakukan dengan cara membuka penutup insang, kemudian insang dipotong dari bagian bawah dan selaput insang.
11
4)
Pembersihan dan pencucian Setelah itu, ikan dicuci hingga bersih menggunakan sikat halus. Pencucian dilakukan pada rongga perut, rongga insang, dan permukaan tubuh ikan. Tujuan pencucian ialah mencegah timbulnya bakteri pada waktu penyimpanan (Sjarif et al. 2010). Pembersihan dan pencucian ikan tuna hasil tangkapan dilakukan setelah ikan disiangi, gunanya untuk membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. Pembersihan dan pencucian dilakukan dengan menggunakan air laut yang dipompa. Ketika ikan dicuci, air yang digunakan adalah air minum atau dengan air laut bersih (DKP 2007). 5) Penyimpanan di palka kapal Proses terakhir, ikan tuna yang sudah bersih ditempatkan dalam palka. Sebelum dilakukan penyimpanan ikan tuna dalam palka, ikan tuna harus dipastikan dalam kondisi yang bersih. Kapal tuna yang di teliti proses penyimpanan dilakukan dengan menggunakan es curai. Es curai yang digunakan berasal dari pabrik es di pelabuhan. Lamanya waktu berlayar pada kapal tersebut disesuaikan dengan jumlah dan mutu es yang dibawa. Kemudian es langsung dimasukkan ke dalam masing-masing palka, sehingga terlindung dari kontaminasi. Ikan disusun dalam palka pendingin diatur sedemikian rupa sehingga ikan selalu tidak bersentuhan dengan dinding sekat palka, selalu ditutup es curai, dan ekor ikan selalu mengarah ke lubang palka. Hal ini untuk memudahkan saat pembongkaran nantinya. Ikan di dalam palka dikelompokkan menurut mutu dan atau saat tangkapan. Suhu palka waktu penyimpanan ikan segar di jaga maksimal 5oC. Proses penyimpanan ikan dalam palka di kapal tuna longline yang diteliti dilakukan selama 2 bulan. Menurut Lafi dan Novita (2005), penyimpanan ikan dengan pendinginan menggunakan es curai dilakukan dengan cara menyusun ikan secara bulking (gundukan). Penyusunan cara ini dilakukan dengan memberikan lapisan es pada dasar palka kemudian baru ikannya diletakkan di atas es. Khusus pada kapal bagan siapi-api, jumlah lapisan maksimal ikan dan es adalah tiga lapisan untuk ikan hasil tangkapan sendiri. Proses penyimpanan dengan es curai lebih cepat dingin tanpa mengubah keadaan ikan. 6) Pembongkaran Proses pembongkaran fresh tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta dilakukan pada pagi hari sekitar jam 08.00 WIB sampai dengan 14.00 WIB. Pembongkaran ikan dari palka kapal dilakukan segera setelah kapal merapat ketempat pembongkaran. Proses pembongkaran ikan tuna pada kapal yang diteliti tidak menggunakan alat katrol melainkan menggunakan tali tambang yang diujungnya terdapat pengait kemudian diangkat ke geladak kapal dengan menggunakan tenaga manusia. Proses pengangkatan ikan satu persatu dari palka kapal dan dipindahkan ke bagian geladak. Proses pembongkaran terkadang di awasi oleh pihak perusahaan transit tuna. Pada saat pembongkaran juga masih digunakan skop untuk membongkar es yang berada di dalam palka. Selama proses pembongkaran dilakukan bagian atap kapal diberi terpal atau pelindung untuk melindungi ikan dari sinar matahari langsung. Sebelum dilakukan pembongkaran biasanya dilakukan pengecekan suhu ikan di dalam palka untuk memastikan suhu dalam palka terjaga dengan baik.
12 Penanganan ikan tuna di pelabuhan merupakan penanganan lanjutan ketika ikan sampai di pelabuhan. Tahap proses penangan ikan tuna segar di pelabuhan (ketika didarat) juga tetap memperhatikan prinsip penanganan yaitu bersih, cepat, hati-hati dan dalam rantai dingin. Hal ini untuk menjaga mutu dan kesegaran ikan tuna. Proses penanganan ikan tuna segar di pelabuhan terdiri dari berbagai tahap mulai dari pendistribusian ikan tuna ke tempat transit hingga tahap pengiriman ikan untuk di ekspor ke negara tujuan. Tahap penanganan ikan tuna di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman adalah sebagai berikut: 1) Pemindahan ikan tuna ke TLC Ikan tuna yang sudah dibongkar dipindahkan ke tempat transit yang telah tersedia.Proses pemindahan ikan tuna segar menggunakan papan peluncur yang ditutupi terpal atau penutup pada bagian atas untuk melindungi ikan dari sinar matahari langsung.Ikan yang sudah dikeluarkan dari palka diangkat ke geladak, diangkut satu persatu ke papan peluncur. Setelah melewati papan peluncur ikan didistribusikan ke tempat transit dengan menggunakan alat seperti troli. Hal ini dikarenakan papan peluncur yang ada panjangnya tidak mencukupi untuk sampai ke tempat transit. Di tempat penerimaan tuna dilakukan pemotongan sirip ikan. Sirip ikan dipotong secara manual dari arah ekor ke kepala. Menurut Sjarifet al. (2010), tujuan dari pemotongan sirip adalah untuk mendapatkan ikan tuna segar yang bersih dari sirip serta bebas dari kontaminasi bahaya kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri. 2) Sortasi Setelah dipindahkan ke tempat pendaratan tuna/TLC, selanjutnya ikan tuna di sortasi. Sortasiikan tuna dilakukan untuk memilih ikan tuna segar yang memenuhi standar kualitas ekspor. Berdasarkan hasil pengamatan, sortasi mutu dilakukan dengan mengecek kualitas daging tuna menggunakan checker (alat berbentuk besi panjang yang dapat mengambil irisan daging tunapada bagian belakang sirip pektoral dan pangkal ekor. Proses sortasi juga dilakukan secara organoleptik (penampakan, kulit, mata, tekstur dan kekenyalan daging, serta warna daging). Proses sortasi dilakukan oleh pekerja yang telah mengerti dan memahami kualitas ikan tuna yang memenuhi kualitas ekspor. Ikan tuna yang tidak memenuhi kualitas ekspor akan langsung didistribusikan untuk wilayah lokal. 3) Pembersihan dan pencucian Ikan tuna yang memenuhi kualitas ekspor diproses selanjutnya dengan membersihkan sisa bagian isi perut dan insang. Pembuangan isi perut dan insang akan menyebabkan ikan kotor karena darah, oleh karena itu untuk menghilangkannya perlu dilakukan proses pencucian. Proses pencucian ini dilakukan dengan menyemprotkan air yang mengalir dengan menggunakan selang hingga ikan bersih dari kotoran dan sisa darah yang masih menempel. Kondisi air yang digunakan dalam keadaan bersih dan menggunakan air yang mengalir dari slang. Pembersihan dan pencucian gunanya untuk membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. 4) Penimbangan Ikan selanjutnya ditimbang dan dicatat hasil timbangannya. Penimbangan ini bertujuan untuk menentukan berat ikan yang akan didistribusikan.
13 Penimbangan ikan dilakukan dengan cepat, tepat, hati-hati dan bersih. Sebelum dilakukan penimbangan, timbangan yang akan dipakai dibersihkan dan dikalibrasi terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan penimbangan. 5) Penyimpanan dalam bak es Penyimpanan ikan tuna dilakukan sebelum proses pengiriman (ekspor). Tujuannya adalah menjaga agar suhu tubuh ikan tuna tidak naik. Penyimpanan dilakukan dengan menyusun ikan tuna dalam wadah atau bak penampung yang besar yang telah berisi es curai dan air dengan tetap menjaga suhu bak penampung maksimal 3oC. Ikan tuna disimpan berdasarkan kualitas dan jenis ikan tuna. Proses penyimpanan ikan dalam bak penampung bertujuan untuk menjaga suhu tubuh ikan selama menunggu proses pengemasan berlangsung. Proses penyimpanan dalam bak penampung berlangsung selama 1-3 jam. 6) Pengemasan Proses pengemasan sangat penting karena berpengaruh pada kualitas tuna selama diperjalanan. Tujuan ekspor dari perusahaan pengolahan tuna segar di PPS Nizam Zachman Jakarta adalahJepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.Master cartonyang digunakan untuk pengemasan adalah box karton ukuran 120 x 50 x 40 cm, plastik bening, kertas sterofoam, dan biang es. Pertama-tama box disiapkan lalu diberi dua buah plastik ukuran 2 x 1,5 m dan satu kertas sterofoam ukuran 1,5 x 1,5 m di dalamnya. Kemudian tuna dimasukkan kedalam box tersebut. Tuna yang dimasukkan biasanya berjumlah 1-3 ekor dalam satu box. Biang es di masukkan ke bagian dalam kepala tuna dan di sekitar tubuh tuna untuk mencegah kenaikan suhu tubuh ikan tuna selama perjalanan. Setelah itu di bungkus dengan plastik yang ada di dalam box. Kemudian plastik tersebut di ikat menggunakan selotip. Selanjutnya box tersebut ditutup dan diberi label. Label pada tuna tertulis nomor kapal, berat ikan, jenis ikan, dan grade. Sedangkan label pada kardus adalah tujuan pengiriman, nama pengirim, nama penerima, berat tuna di kemasan, dan grade. Lalu kardus tersebut diikat menggunakan tali plastik dan diberi selotip di kedua ujungnya untuk mencegah udara masuk. Terakhir dimasukkan ke dalam mobil box dan siap di ekspor. Jenis penyortiran tuna tempat pendaratan tuna (TLC) tergantung dari negaratujuan ekspor, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Jepang: perlakuan tuna yang akan dikirim ke Jepang meliputi pembersihanisiperut dan pemotongan sirip kaudal. (2) Uni Eropa: perlakuan tuna yang akan dikirim ke Uni Eropa meliputi pembersihan isi perut, pemotongan sirip kaudal, dan pemotongan sirip ekor. (3) Amerika Serikat: perlakuan tuna yang akan dikirim ke Amerika Serikat meliputi pembersihan isi perut, pemotongan sirip kaudal, pemotongan sirip ekor, dan pemotongan kepala. Menurut (BSN) (2006c) melalui SNI 01-2693.3-2006, suhu pusat ikan tuna segar harus diperhatikan dan dijaga maksimal 4,4oC selama proses penanganan dan pengolahan berlangsung.
Penilaian Sanitasi, Higiene dan Kelayakan Dasar Penilaian sanitasi, higiene serta kelayakan dasar dilakukan terhadap dua tempat, yaitu penilaian kapal selama proses penanganan di atas kapal dan tempat pendaratanikan/TLC di pelabuhan. Dasar hukum penilaian adalah keputusan
14 Menteri Kelautan dan Perikanan nomor:KEP.01/MEN/2007, tentang persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan,dan distribusi (DKP2007). Penilaian sanitasi, higiene dan kelayakan dasar digunakan untuk melihat kesesuaian antara bangunan, fasilitas, dan pekerja saat di atas kapal, pada proses pembongkaran ikan di transit serta di tempat pendaratan tuna/TLC kemudian dibandingkan dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Dalam penelitian ini, penilaian sanitasi dan higiene di atas kapal dan di tempat pendaratan tuna (transit) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi sanitasi dan higiene serta proses pengolahan yang baik di atas kapal dan di TLC dengan peluang terjadinya bahaya. Penilaian dilakukan terhadap kapal penangkapan ikan tuna segar yang melakukan pendaratan ikan tuna longline di PPS Nizam Zachman Jakarta. Penilaian sanitasi di atas kapal dilakukan ketika proses pembongkaran dilakukan. Berikut penjelasan kondisi sanitasi dari kapal tuna yang diteliti ketika proses pembongkaran: 1) Kondisi sanitasi tempat penanganan ikan di atas kapal Proses penanganan ikan tuna segar di atas kapal dilakukan di bagian geladak dan dek kapal. Kapal tuna longline yang diteliti memiliki luasyang cukup untuk penangananikan di atas kapal. Kondisi sanitasi kapal pada saat pembongkaran dalam keaadaan yang kurang baik, karena dek dan geladak kapal terbuat dari kayu yang tidak kedap air dan terdapat sampah sisa buangan makanan yang tidak terpakai. Kondisi ini dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi ikan tuna hasil tangkapan selama dalam proses penanganan ikan tuna di atas kapal. Bagian atas kapal terdapat terpal yang menutupi kapal pada saat proses penanganan ikan dilakukan untuk melindungi produk dari sinar matahari langsung. Akan tetapi, terpal tidak menutupi semua bagian selama proses penanganan, sehingga ikan tuna masih terkena sinar matahari langsung. Hal ini sangat berbahaya karena dapat meningkatkan suhu tubuh ikan. Peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri patogen dan pertumbuhan histamin terutama untuk ikan jenis Scombridae. Kondisi lantai kapal pada saat penanganan di atas kapal dalam keadaan yang kotor, terdapat banyak sisa es curai hasil pembongkaran, tidak kedap air dan terdapat banyak sampah sisa buangan dapat dilihat pada Gambar5.
Gambar 5 Kondisi permukaan kapal saat pembongkaran
15 Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.01/MEN/2007, Kapal penangkapan harus memiliki tempat penerimaan ikan dalam kondisi yang baik/bersih, memiliki luas yang cukup untuk penanganan ikan,terlindung dari lingkungan dan potensi kontaminasi, memiliki permukaan kapal yang mudah dibersihkan, tersedia air bersih,serta memiliki saluran pembuangan air yang memadai (DKP 2007). 2) Kondisi lingkungan kerja Pada saat proses pembongkaran kondisi lingkungan kerja di kapal yang diteliti dalam keadaan yang kurang bersih. Pekerja yang melakukan kegiatan ada yang menggunakan sarung tangan dan ada yang tidak menggunakan sarung tangan. Hal ini dapat menyebabkan kontaminasi silang antara pekerja yang melakukan penanganan dengan produk. Kapal tuna longline yang di teliti tidak memiliki tempat pencucian tangan biasanya awak kapal atau pekerja menggunakanair dari selang untuk mencuci tangan atau mencuci tangan dengan air laut, ada beberapa pekerja yang tidak mencuci tangan serta mencuci tangan tidak menggunakan sabun. Kondisi ini tidak sesuai dengan persyaratan atau standar yang dikeluarkan oleh DKP. Kondisi lingkungan kerja harus dalam keadaan bersih sehingga mencegah terjadinya kontaminasi silang, bahan lantai tidak licin/kedap air dan mudah dibersihkan serta memiliki saluran pembuangan air yang efisien. Harus tersedia sarana pencucian tangan dan disinfektan (kran tidak dioperasikan dengan tangan, pengering sekali pakai, menggunakan sabun/desinfektan) (DKP 2007). 3) Bahan dan wadah pendinginan/penyimpanan beku Proses penyimpanan ikan tuna segar hasil tangkapan dilakukan dalam palka dengan menggunakan es curai. Palka yang digunakan di kapal dimanfaatkan hanya untuk menyimpan ikan tuna hasil tangkapan. Konstruksi bagian bawah dan sisi-sisi palka bagian dalam dilapisi oleh karpet busa untuk menjaga kualitas ikan. Palka yang ada pada kapal juga terpisah dari ruang mesin. Es curai yang digunakan untuk proses pendinginan berasal dari pabrik es yang terdapat di pelabuhan. Hal ini sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan DKP. Es yang digunakan dengan atau tanpa garam harus terbuat dari air minum atau air laut bersih dan ditampung dalam wadah yang khusus. Palka harus terpisah dari ruang mesin dan ruang anak buah kapal untuk menjaga kontaminasi. Palka, tangki atau wadah yang digunakan harus menjamin bahwa kondisi penyimpanan dalam menjaga kesegaran ikan memenuhi persyaratan higienis (DKP 2007). Palka penyimpanan ikan tuna hasil tangkapan pada saat pembongkaran dilakukan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Palka penyimpanan ikan tuna hasil tangkapan
16 4)
Ruanggantidantoilet Ruang ganti dan letak toilet yang terdapat dikapal terpisah dengan area penanganan ikan atau kerja, namun toilet yang terdapat pada kapal tidak dilengkapi dengan sarana pembilas atau pembuangan otomatis. Hal ini akan mempengaruhi sanitasi toilet dan higiene pekerja kapal yang menggunakannya. Awak/pekerja kapal biasanya langsung membuang kotoran toilet ke laut. Persyaratan toilet yang baik adalah tidak berhubungan langsung dengan area kerja. Toilet dilengkapi dengan sarana pembilas/pembuangan otomatis, tersedia sabun dan desinfektan, serta memiiki kran untuk pencucian tangan yang dioperasikan dengan tangan (DKP 2007). 5) Higiene peralatan Peralatan penanganan yang digunakan sudah bersifat tahan lama, dapat dipindahkan serta dapat dipisah-pisahkan, sehingga memudahkan dalam pemeliharaan dan pembersihannya. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan ikan, sudah sesuai dengan ketentuan. Ketentuan tersebut seperti tidak mudah karat, tidak beracun, tahan air, halus dan mudah dibersihkan. Ikan diangkat dari wadah penyimpanan untuk dinaikan ke bagian geladak kapal dengan menggunakan tali yang diberi dengan besi pengait. Pengait besi dimasukkan ke dalam mulut ikan untuk menghidari kerusakan ikan. Kondisi tali dan pengaitnya masih dalam keadaan cukup baik dan layak digunakan, namun beberapa alat penanganan yang digunakan kurang dirawat dan dijaga kebersihannya, sehingga banyak yang sudah berkarat. Alat harus dijaga kebersihannya dan dirawat dengan baik, hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang pada produk melalui peralatan yang digunakan. Peralatan yang digunakan dalam kondisi yang cukup baik dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Peralatan yang digunakan pada saat penanganan ikan di atas kapal 6)
Higiene pekerja Proses pembokaran ikan tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta jauh dari kondisi yang saniter dan higienis. Sanitasi kapal dan higiene pekerja kapal pada saat proses pembongkaran dalam keadaan yang buruk. Kondisi lantai atau geladak kapal yang digunakan untuk meletakan ikan dalam keadaan kotor serta kondisi pekerja kapal jauh dari higienis. Masih ada pekerja yang tidak menggunakan sepatu boat pada saat melakukan proses penanganan, tidak ada yang memakai
17 penutup kepala, sarung tangan serta masih ada pekerja yang merokok di kapal pada saat proses pembongkaran ikan tuna. Higiene pekerja harus benar-benar diperhatikan. Hal ini dimaksudkan agar pekerja yang menangani produk tidak menjadi sumber kontaminasi. Persyaratan bagi pekerja yaitu harus menggunakan pakaian kerja yang lengkap dan bersih, rambut harus ditutup dengan penutup kepala yang rapat, bersih dan dalam kondisi yang baik, tangan dicuci setiap kali akan memulai kerja, serta pekerja dilarang merokok, meludah dan makan diarea penyimpanan serta harus dilengkapi ramburambu tanda larangan tersebut (DKP 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2011), kelayakan dari persyaratan dasar pada kapal longline di PPS Nizam Zachman Jakarta termasuk kedalamgrade/nilai C (kriteria C didapat dari hasil penilaian kelayakan dasar denganmaksimal terjadi tiga sampai empat pelanggaran serius) atau cukup baik. Penilaian dilakukan terhadap unsur persyaratan dasar kelayakan kapal, meliputi lokasi dan lingkungan, desain dan konstruksi kapal serta fasilitas, peralatan dan perlengkapan, operasional penanganan, kebersihan dan kesehatan pekerja, serta sistem manajemen mutu. Menurut Wiryanti dan Witjaksono (2001), grade C adalah tingkat sertifikat paling rendah yang menyatakan hasil penilaian terhadap fisik, SSOP, GMP dan HACCP/PMMT terdapat kriteria serius >2 tetapi maks. 4 dengan catatan total mayor dan serius tidak lebih dari 10. Dengan grade C, UPI dapat melakukan ekspor ke negara mana saja kecuali ke negara yang mempersyaratkan grade A dan B. Penilaian dilakukan ditempat yang menjadi penampung ikan tuna segar, yaitu transit tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta. 1) Kondisi sanitasi tempat pendaratan tuna/TLC Kondisi sanitasi tempat pendaratan tuna/TLC kurang baik walupun lantainya terbuat dari bahan yang kedap air. Hal ini terlihat dari adanya genangan air yang cukup banyak. Genangan air ini karena adanya sisa-sisa penyemprotan ikan untuk membersihkan darah dan kotoran pada ikan yang baru datang. Genangan tersebut dapat menjadi sumber kontaminan mikroorganisme dari campuran air yang terdapat dalam darah dan kotoran, seharusnya dilakukan pembersihan genangan air yang terbentuk setiap kali proses pencucian dilakukan. Akan tetapi, konstruksi dan kondisi bangunan tempat transit tuna sudah cukup baik. Bangunan tempat transit mudah dibersihkan dan terbuat dari bahan yang kedap air. Mempunyai permukaan yang halus dan dirawat dengan baik dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Kondisi lantai tempat penerimaan tuna yang tergenang air
18
2)
Perlindungan terhadap produk Dari hasil pengamatan, proses pendistribusian ikan tuna segar dari kapal ke tempat pendaratan tuna dilakukan dalam keadaan yang tidak baik. Perlindungan terhadap produk selama proses penanganan sangat kurang. Selama proses pendistribusian berlangsung, ikan tidak sepenuhnya terlindung dari kondisi cuaca (sinar matahari dan lainya), hal ini dikarenakan terpal yang digunakan tidak menutupi keseluruhan tempat pengangkutan dari kapal ke dalam transit. Penutupan terpal atau dari plastik diupayakan agar ikan selalu terlindung darisengatan matahari langsung yang dapat menyebabkan kenaikan suhu ikan sehingga menurunkan kualitasnya. Selama proses pendistribusian ikan tuna, tidak ada perlindungan produk dari debu dan gas dari mesin hal ini penting karena debu dan gas dapat mengontaminasiikan. Hal ini juga diperburuk oleh banyaknya asap dari mobil yang digunakan untuk membawa ikan hasil tangkapan keperusahaan. Pada area penanganan produk di tempat pendaratan tuna/TLC tidak diberi pagar dengan sistem pengunci. Penguncian dimaksudkan untuk mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan, serta mencegah terdapatnya binatang di dalam area transit. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang terhadap produk ikan tuna yang didaratkan. Penyimpangan selama proses pengangkutan dapat dilihat pada Gambar 9 tidak adanya perlindungan produk dari sengatan matahari, debu, dan asap dari kendaraan bermotor.
Gambar 9 Penyimpangan selama proses pengangkutan 3)
Es dan Pasokan air Es yang digunakan selama proses penanganan dan penangkapan adalah es yang berasal dari pabrik yang ada di PPS Nizam Zachman Jakarta. Selama proses penanganan ikan tersedia es dalam jumlah yang cukup. Es yang digunakan adalah es curai. Penggunaan es sangat penting karena berfungsi menjaga stabilitas suhu ikan sehingga kualitas ikan tetap terjaga. Dari hasil pengamatan dan wawancara, es yang digunakan berasal dari tempat yang dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi persyaratan higiene. Pasokan air di tempat transit tersedia cukup untuk setiap waktu.
19 4)
Penanganan limbah Penanganan limbah di tempat pendaratan tuna/TLC di PPS Nizam Zachman dalam kondisi yang kurang baik. Terdapat saluran air pembuangan limbah pada transit tuna yang diteliti. Limbah berupa air hasil pencucian yang dilakukan terhadap ikan. Limbah pembuangan juga dapat berasal dari pembuangan daging ikan yang diambil oleh checker untuk penentuan kualitas mutu ikan yang didaratkan. Wadah tempat pembuangan limbah tidak diberi tutup. Penggunaan tutup wadah limbah dimaksudkan untuk mencegah datangnya serangga ke area transit ikan. Tidak ada penutup pada pembuangan limbah akan mengundang serangga untuk datang ke tempat pembongkaran tuna/TLC. Wadah untuk penampungan limbah harus tidak bocor dan tertutup serta mudah dibersihkan dan disanitasi. Limbah tidak boleh dibiarkan menumpuk di ruang pengolahan dan segera diangkat setelah penuh atau setidaknya setiap selesai bekerja (DKP 2007). Toilet dan tempat cuci tangan 5) Dari hasil pengamatan toilet dan tempat cuci tangan di tempat pendaratan/transit ikan dalam kondisi yang kurang baik. Jumlah toilet dan tempat cuci tangan tidak cukup dan terdapat toilet yang tidak berfungsi serta terkadang tidak dilengkapi dengan sabun dan pengering sekali pakai (tissue). Sabun berfungsi sebagai desinfektan untuk membersihkan kotoran. Kondisi toilet dan tempat cuci tangan yang terdapat di tempat pendaratan tuna terdapat pada Gambar 10.
Gambar 10 Kondisi toilet dan tempat cuci tangan di TLC Dari hasil pengamatan terhadap kelayakan tempat transit ikan tuna di pelabuhan termasuk ke dalam grade/C (kriteria C didapat dari hasil penilaian kelayakan dasar dengan kriteria serius >2 tetapi maksimal 4) atau cukup baik. Menurut Wiryanti dan Witjaksono (2001), grade C adalah tingkat sertifikat paling rendah yang menyatakan hasil penilaian terhadap fisik, SSOP, GMP dan HACCP/PMMT terdapat kriteria serius > 2 tetapi maksimal 4 dengan catatan total mayor + serius tidak lebih dari 10. Dengan grade C,UPI dapat melakukan ekspor ke negara mana saja kecuali ke negara yang mempersyaratkan grade A dan B.
20 Identifikasi Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point-CCP) Deskripsi produk adalah sebuah daftar yang berisikan komposisi produk, cara menyimpan, tahapan proses dan sebagainya. Deskripsi produk tuna segar (fresh tuna) yang ditangkap dan didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Deskripsi produk ikan tuna segar yang terdapat di PPS Nizam Zachman Jakarta Elemen Nama Produk Fresh Tuna utuh Nama Species Tuna sirip kuning/madidihang (yellowfin-Thunnus albacares); Tuna mata besar (bigeye–Thunnus obesus) Asal Bahan Baku Penangkapan di laut (Samudera Hindia) dengan alat tangkap longline Karakteristik Produk Akhir Tuna segar utuh (yang telah dibuang bagian dalam perut dan insang) Peruntukan Produk Untuk diekspor dalam bentuk utuh Target Konsumen Konsumen lokal dan internasional Produk jadi kemudian di packaging dengan master carton, plastik bening, kertas stereofoam, dan biang es untuk tetap menjaga suhu tubuh ikan tuna. Spesifikasi pelabelan produk berdasarkan nomor kapal, berat ikan, jenis ikan, dan grade. Label pada kardus adalah tujuan pengiriman, nama pengirim, nama penerima, berat tuna di kemasan, tanggal produksi dan tanggal pengepakan/packaging. Negara importir (konsumen) produk adalah Jepang dan Amerika Serikat. Master cartonyang digunakan untuk pengemasan adalah box karton ukuran 120 x 50 x 40 cm, plastik bening, kertas sterofoam, dan biang es. Pertama-tama box disiapkan lalu diberi dua buah plastik ukuran 2 x 1,5 m dan satu kertas steorofoam ukuran 1,5 x 1,5 m di dalamnya. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.01/MEN/2007, produk segar adalah setiap produk perikanan baik utuh atau produk yang mengalami perlakuan pembuangan isi perut, insang, pemotongan kepala, dan pemfilletan (produk preparasi), termasuk produk yang dikemas secara vacum atau modifikasi atmosfir yang belum mengalami perlakuan selain pendinginan. Diagram alir proses produksi bertujuan untuk menggambarkan urutan atau tahap operasional produk mulai dari tahap penerimaan sampai pemuatan. Diagram alir proses harus menggambarkan bagaimana produk tersebut ditangani. Tujuan dari dibuatnya diagram alir proses produksi tuna segar ini, yaitu sebagai dasar untuk melakukan analisis bahaya pada setiap tahapan proses. Diagram alir proses penanganan ikan tuna segar mulai dari atas kapal hingga pengiriman ekspor digambarkan pada Gambar 11.
21
Penangkapan ikan tuna Pengangkatan ikan ke atas kapal Mematikan ikan Pembuangan darah, insang dan isi perut
Pembersihan dan pencucian Penyimpanan dalam palka
Pembongkaran Pemindahan ikan ke TLC Sortasi
Grade Lokal Pembersihan dan pencucian
Grade Ekspor Pembersihan dan pencucian Penimbangan
Penimbangan Penyimpanan dalam bak penampung Perusahaan pengolahan ikan
Pengemasan
Pengiriman ekspor Gambar 11 Diagram alir penanganan ikan tuna segar mulai dari atas kapal sampai pengiriman ekspor. Keterangan: = Awal proses dan proses akhir = Tahapan proses
22 Analisis bahaya adalah proses pengumpulan dan evaluasi informasi tentang bahaya dan kondisi yang mengarah pada keberadaan bahaya itu untuk memutuskan mana yang jelas-jelas mempengaruhi keamanan pangan (CAC 2003). Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan meginventarisasi bahayabahaya terhadap keamanan produk yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya atau risiko potensial yang membahayakan. Ruang lingkup dalam analisis bahaya ini meliputi seluruh bahaya yang terkait yaitu bahaya biologi, kimia dan fisik. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, analisis bahaya dilakukan terhadap proses penanganan ikan tuna segar baik di atas kapal maupun di PPS Nizam Zachman Jakarta. Kemungkinan potensi terjadinya bahaya potensial hampir pada semua tahap penanganan yang apabila tidak dikendalikan dapat menimbulkan risiko bahaya terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Adapun kemungkinan potensi bahaya pada saat penanganan ikan tuna segar di atas kapal tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pengangkatan ikan ke atas kapal Analisis bahaya pengangkatan ikan ke atas kapal secara rinci di sajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Analisis bahaya pengangkatan ikan ke atas kapal Bahaya Penyebab Kategori Apakah Potensial Bahaya Bahaya Bahaya Potensial, Signifikan? FS WH Ya Tidak Biologi Penyimpangan FS Ya Pertumbuhan suhu bakteri patogen Biologi Kontaminasi bakteri pathogenSal monellspp. E. coli Vibrio cholarea Kimia Histamin Fisik Mata pancing
Kontaminasi alat dan pekerja
FS
-
Ya
-
Penyimpangan suhu Penanganan buruk
FS
WH
Ya
-
-
WH
-
Tidak
Tindakan Pencegahan
Penanganan secara cepat dan selama proses menjaga suhu pusat tuna maksimal 4,4oC. Serta peralatan dan pekerja yang melakukan penanganan dalam keadaan saniter dan higienis.
Penanganan dengan hati-hati
Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
Kemungkinan bahaya potensial yang pertama adalah kontaminasi bakteri patogen dan pertumbuhan bakteri patogen terutama bakteri Salmonella spp., E. coli, dan Vibrio cholera. Bakteri E. coli dan Vibrio cholera dalam produk perikanan terutama ikan tuna segar harus bernilai negatif, sedangkan bakteri
23 Salmonella spp. harus bernilai maksimal <2 (BSN, 2006 melalui SNI 01-2729.12006 dan SNI 01-2693.3-2006). Pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella spp., E. coli, dan Vibrio cholera terjadi akibat penyimpangan suhu dan waktu penanganan. Kategori bahaya kontaminasi bakteri dan pertumbuhan bakteri termasuk dalam bahaya keamanan pangan (food safety). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah melakukan penangkapan ikan pada perairan yang tidak tercemar; peralatan dan pekerja yang melakukan penanganan dalam keadaan saniter dan higienis serta melakukan penanganan ikan dengan memperhatikan prinsip penanganan yaitu cepat, bersih, hati-hati dan dalam rantai dingin serta mempertahankan suhu produk maksimal 4,4oC. Bahaya kimia yang terjadi pada tahap ini adalah pertumbuhan histamin. Kategori bahaya ini adalah keamanan pangan (food safety) dan cacat mutu (wholesomeness). Histamin adalah toksin yang dihasilkan terutama oleh ikan-ikan famili Scombroidae seperti tuna, cakalang, tongkol, marlin, mackerel, dan sejenisnya (Lehane dan Olley 2000). Pertumbuhan histamin dapat terjadi akibat dari penyimpangan suhu ikan, kandungan histidin bebas, lingkungan serta cara penanganan. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah menjaga suhu tubuh ikan maksimal 4,4oC. Potensi bahaya lain pada saat pengangkatan ikan tuna ke atas kapal adalah kerusakan fisik pada produk (ikan tuna) dan tertinggalnya mata pancing pada tubuh ikan. Kerusakan fisik dapat terjadi karena kesalahan penanganan saat mengganco ikan dan menaikan ikan ke atas kapal. Hasil wawancara dan pengamatan menunjukan ikan tuna dinaikan ke atas kapal dengan mengganco bagian operculum ikan dan ketika dinaikan bagian lantai kapal diberi busa untuk menghindari kerusakan fisik serta tidak ada kerusakan fisik yang nyata pada ikan tuna dan tidak ada mata pancing yang tertinggal saat penanganan. Hal ini sesuai dengan pustaka yang dikemukaan Ilyas (1983) dan Blanc et al. (2005) tentang cara menangani ikan di atas kapal, ikan yang tertangkap segera dinaikkan ke geladak kapal yang telah dibersihkan dengan baik dan diberi alas busa atau goni basah untuk menghindari lecet akibat gesekan dengan lantai kapal. Kategori bahaya fisik termasuk ke dalam cacat mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah melaukan proses penanganan dengan hati-hati dan dilakukan pengawasan dan pengontrolan oleh nahkoda kapal. Menurut Sjarif et al. (2010), penanggung jawab penanganan produk di kapal pada umumnya berada di tangan nahkoda sebagai pemegang otoritas di atas kapal. 2) Mematikan ikan tuna Bahaya potensial pertama adalah kerusakan fisik dari kesalahan penanganan dan tertinggalnya paku yang digunakan untuk membunuh ikan. Kesalahan penanganan ketika melakukan proses pembunuhan ikan dapat menyebabkan kerusakan fisik. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah melakukan penanganan yang hati-hati. Cara penanganan yang baik dikemukakan oleh Sjarif, et al. (2010), ikan hasil tangkapan yang masih hidup harus segera dimatikan. Pembunuhan ikan dilakukan pada saat di geladak kapal, ikan ditutup matanya dengan tangan yang memakai sarung tangan, setelah tenang baru dilanjutkan dengan menusukkan pisau atau logam lancip ke dalam otak. Menurut Blanc et al. (2005) agar ikan tenang, ikan dipingsankan oleh pemukul ikan atau alat tumpul lainnya. Ikan dimatikan dengan menggunakan alat tusuk (semacam paku) yang ditusukkan pada bagian lunak dengan sudut kemiringan 45oC. Bahaya ini
24 termasuk dalam kategori bahaya cacat mutu (wholesomeness). Analisis bahaya mematikan ikan tuna secara rinci dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3 Analisis bahaya mematikan ikan tuna Bahaya Penyebab Kategori Potensial Bahaya Bahaya
Biologi: Pertumbuhan bakteri patogen
Penyimpangan suhu
Biologi: Kontaminasi bakteri pathogen Salmonella spp. E. coli S. aureus Kimia Histamin Fisik Tertinggalnya paku di tubuh ikan
Kontaminasi alat dan pekerja
FS
-
Penyimpangan suhu Penanganan buruk
FS
WH
Apakah Tindakan Bahaya Pencegahan Potensial, Signifikan? Ya Tidak Ya Penanganan secara cepat dan selama proses, menjaga suhu pusat tuna Ya - maksimal 4,4oC. Serta peralatan dan pekerja yang melakukan penanganan dalam keadaan saniter dan higienis. Ya -
-
WH
-
FS FS
FH -
Tidak
Penanganan dengan hati-hati
Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
Pada tahap ini juga terjadi kontaminasi bakteri patogen dan pertumbuhan bakteri patogen terutama mikroba Salmonella spp., E. coli, dan Vibrio cholera. Kontaminasi bakteri berasal dari alat dan pekerja yang melakukan kegiatan penanganan dan lingkungan penanganan. Peralatan, pekerja dan lingkungan dapat menjadi sumber kontaminasi bakteri jika tidak dilakukan secara higienis dan saniter. Bahaya kontaminasi dari alat dan pekerja dapat dikendalikan dengan melakukan penanganan secara saniter dan higienis, semuanya dalam kondisi bersih. Menurut Ilyas (1983), Karyawan dan peralatan yang digunakan harus dalam kondisi bersih dan saniter untuk menghindarkan kontaminasi terhadap produk. Pertumbuhan bakteri patogen terjadi karena penyimpangan suhu ikan >4,4oC dan waktu penanganan yang lama. Tindakan pencegahan pada tahap ini dalah melakukan proses mematikan ikan dengan cepat, tepat dan hati-hati dan mempertahankan suhu tubuh ikan maksimal 4,4oC. Bahaya ini termasuk dalam kategori bahaya keamanan pangan (food safety). Bahaya potensial lainnya adalah pertumbuhan histamin. Pertumbuhan histamin terjadi akibat penyimpangan suhu ikan, kandungan histidin bebas, lingkungan serta cara penanganan. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah menjaga suhu tubuh ikan maksimal 4,4oC.
25 3)
Pembuangan darah, insang dan isi perut Analisis bahaya pembuangan darah, insang dan isi perut secara rinci disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Analisis bahaya pembuangan darah, insang dan isi perut Bahaya Penyebab Kategori Apakah Potensial Bahaya Bahaya Bahaya Potensial, Signifikan? FS WH Ya Tidak Biologi: Penyimpangan FS Ya Pertumbuhan suhu bakteri patogen Biologi: Kontaminasi bakteri pathogen Salmonella spp. E. coli S. aureus Kimia Histamin Fisik Tertinggalnya paku di tubuh ikan
Kontaminasi alat dan pekerja
FS
-
Ya
-
Penyimpangan suhu Penanganan buruk
FS
WH
Ya
-
-
WH
-
Tidak
Tindakan Pencegahan
Penanganan secara cepat dan selama proses, menjaga suhu pusat tuna maksimal 4,4oC. Serta peralatan dan pekerja yang melakukan penanganan dalam keadaan saniter dan higienis.
Penanganan dengan hati-hati
Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
Bahaya potensial pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri patogen dan pertumbuhan bakteri patogen terutama mikroba Salmonella spp., E. coli, dan Vibrio cholera. Kontaminasi bakteri berasal dari alat yang digunakan, pekerja serta lingkungan dan cara penanganan, sedangkan pertumbuhan bakteri dapat terjadi akibat penyimpangan suhu ikan >4,4oC dan waktu penanganan. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah dengan melakukan penanganan dengan benar dan memperhatikan rantai dingin dalam penanganan serta dikontrol dan diawasi oleh nahkoda kapal dan tetap mempertahankan suhu tubuh produk maksimal 4,4oC. Untuk ikan yang menunggu giliran untuk dibuang darah, insang dan isi perut diberikan es untuk menjaga suhu tubuh ikan. Kategori bahaya potensial ini adalah bahaya keamanan pangan (food safety). Bahaya lain pada tahap ini adalah pertumbuhan histamin akibat dari penyimpangan suhu ikan yang >4,4oC, waktu penanganan yang lama, kandungan histidin bebas pada ikan, lingkungan serta cara penanganan. Menurut Legowo (2003), histamin adalah bahan kimia yang terbentuk secara alami pada bahan pangan dan membahayakan bagi kesehatan manusia. Menurut Lehane dan Olley (2000), histamin adalah racun yang dihasilkan terutama oleh ikan-ikan famili
26 Scombroidae seperti tuna, cakalang, tongkol, marlin, makarel, dan sejenisnya. Bahaya ini termasuk kategori bahaya keamanan pangan (food safety) dan cacat mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah melakukan proses penanganan dengan memperhatikan prinsip penanganan yaitu bersih, cepat, hati-hati dan dalam rantai dingin serta mempertahankan suhu tubuh ikan maksimal 4,4oC. Bahaya fisik yang terjadi pada tahap ini adalah kerusakan ikan akibat kesalahan penanganan pada saat melakukan pembuangan darah, insang dan isi perut. Bahaya fisik dikategorikan sebagai bahaya cacat mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan adalah melakukan penanganan dengan hati-hati dan diawasi serta dikontrol oleh nahkoda kapal. 4) Pembersihan dan pencucian Analisis bahaya pembersihan dan pencucian secara rinci disajikan pada Tabel 5. Tabel 5Analisis bahaya pembersihan dan pencucian ikan di atas kapal Bahaya Penyebab Kategori Apakah Tindakan Potensial Bahaya Bahaya Bahaya Pencegahan Potensial, Signifikan? FS WH Ya Tidak Biologi: Penyimpangan FS Ya Penanganan Pertumbuhan suhu secara cepat dan bakteri selama proses, patogen menjaga suhu pusat tuna maksimal 4,4oC. Biologi: Kontaminasi FS Ya Kontaminasi alat dan pekerja bakteri pathogen Salmonella spp. E. coli S. aureus Kimia Penyimpangan FS WH Ya Histamin suhu Fisik Penanganan WH Tidak Penanganan Ikan rusak buruk dengan hati-hati Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
Bahaya potensial yang terjadi pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri terutama E. coli apabila air yang digunakan buruk kualitasnya. Kualitas air yang buruk dengan jumlah bakteri banyak dapat menimbulkan kontaminasi bakteri ke dalam ikan. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah mengontrol kualitas air yang digunakan. Pertumbuhan bakteridan pertumbuhan histamin akibat penyimpangan suhu air yang digunakan >4,4oC, kandungan histidin bebas, lingkungan serta cara penanganan. Kategori bahaya pertumbuhan bakteri pada tahap ini adalah bahaya keamanan pangan (food safety), sedangkan pertumbuhan histamin dikategorikan
27 sebagai bahaya keamanan pangan (food safety) dan cacat mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan pada tahap ini adalah mengontrol suhu air yang digunakan dan melakukan penanganan dengan cepat, hati-hati, bersih dan dalam rantai dingin serta menjaga suhu tubuh ikan maksimal 4,4oC. Bahaya potensi lainnya adalah kerusakan fisik ikan. Kerusakan fisik ikan disebabkan karena kesalahan penanganan saat pembersihan dan pencucian. Menurut BSN (2006) melalui SNI 01-2693.3-2006), tujuan dari pencucian ikan tuna hasil tangkapan yang telah disiangi, adalah membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. Tindakan pencegahan proses pencucian dan pembersihan dilakukan dengan hati-hati, cepat, bersih dan dalam rantai dingin. Bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya cacat mutu (wholesomeness). 5) Penyimpanan di palka Analisis bahaya penyimpanan di palka secara rinci disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Analisis bahaya penyimpanan di palka Bahaya Penyebab Kategori Potensial Bahaya Bahaya
Biologi: Pertumbuhan bakteri patogen
Penyimpangan suhu
Biologi: Kontaminasi bakteri pathogen Salmonella spp. E. coli S. aureus Kimia Histamin Fisik Ikan rusak
Kontaminasi alat dan pekerja
FS
-
Apakah Tindakan Bahaya Pencegahan Potensial, Signifikan? Ya Tidak Ya Penanganan secara cepat dan selama proses, menjaga suhu pusat tuna maksimal 4,4oC. Ya -
Penyimpangan suhu Penanganan buruk
FS
WH
Ya
-
-
WH
-
Tidak
FS FS
WH -
Penanganan dengan hati-hati
Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
Bahaya potensial pada tahap ini adalah kontaminasi dan pertumbuhan bakteri. Kontaminasi bakteri patogen dapat terjadi dari es yang digunakan, alat, pekerja, lingkungan dan cara penanganan, sedangkan pertumbuhan bakteri dapat terjadi akibat penyimpangan suhu produk >4,4oC, lingkungan dan cara penanganan. Bahaya pada tahap ini termasuk kedalam bahaya keamanan pangan (food safety). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah mengontrol suhu palka maksimal 4,4oC dan jumlah es yang digunakan serta mengontrol kualitas es. Bahaya kimia pada tahap ini adalah pertumbuhan histamin akibat penyimpangan
28 suhu produk >4,4oC, kandungan histidin bebas, lingkungan dan cara penanganan. Bahaya pada tahap ini termasuk dalam bahaya keamanan pangan (food safety) dan cacat mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah mengontrol suhu palka maksimal 4,4oC dan jumlah es yang digunakan. Bahaya fisik pada tahap ini adalah kerusakan fisik ikan akibat dari penanganan yang salah misalnya ketika penyimpanan ikan terbentur-bentur satu sama lain. Bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya cacat mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah menyusun ikan dengan baik di dalam palka. 6) Pembongkaran Analisis bahaya tahap pembongkaran secara rinci disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Analisis bahaya pembongkaran Bahaya Penyebab Kategori Potensial Bahaya Bahaya
FS FS
WH -
Apakah Bahaya Potensial, Signifikan? Ya Tidak Ya -
Kontaminasi alat dan pekerja
FS
-
Ya
-
Penyimpangan suhu Penanganan buruk
FS
WH
Ya
-
-
WH
-
Tidak
Biologi: Pertumbuhan bakteri patogen
Penyimpangan suhu
Biologi: Kontaminasi bakteri pathogen Salmonella spp. E. coli S. aureus Kimia Histamin Fisik Ikan rusak
Tindakan Pencegahan
Penanganan secara cepat dan selama proses, menjaga suhu pusat tuna maksimal 4,4oC.
Penanganan dengan hatihati
Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
Bahaya potensial pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri dan pertumbuhan bakteri. Kontaminasi bakteri terutama Salmonella spp., E. coli, dan Vibrio cholera terjadi akibat penanganan yang dilakukan tidak saniter dan higienis dari para pekerja yang melakukan kegiatan pembongkaran, lingkungan dan cara penanganan. Pertumbuhan bakteri akibat penyimpangan suhu ikan >4,4oC. Bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya keamanan pangan (food safety). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah melakukan pembongkaran dengan menggunakan prinsip penanganan cepat, hati-hati, bersih dan dalam rantai dingin dan mempertahankan suhu tubuh ikan maksimal 4,4oC. Bahaya yang lain adalah meningkatnya histamin. Pertumbuhan histamin diakibatkan karena penyimpangan suhu ikan >4,4oC yang terjadi pada saat
29 penanganan, kandungan histidin bebas, lingkungan dan cara penanganan. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah pembongkaran dilakukan dengan menerapkan prinsip penanganan cepat, bersih, hati-hati dan selalu dalam keadaan rantai dingin serta menjaga kondisi suhu tubuh produk maksimal 4,4oC. Bahaya lain yang terjadi adalah bahaya fisik yaitu kerusakaan fisik ikan pada saat melakukan pembongkaran. Bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya cacat mutu (wholesomeness). Menurut National Seafood HACCP Alliance (2011), tidak semua kemungkinan bahaya yang terjadi signifikan. Bahaya yang terjadi dapat dikatakan signifikan apabila bahaya tersebut cukup mungkin terjadi dan menimbulkan resiko kesehatan konsumen jika tidak dikendalikan. Signifikan (tingkat keseriusan) dari tiap jenis bahaya kiranya perlu diketahui. Keseriusan bahaya ini dapat ditetapkan dengan berbagai pertimbangan, terutama adanya dampak terhadap kesehatan konsumen dan terhadap reputasi bisnis (Muhandri dan Kadarisman 2008). Proses penanganan ikan tuna segar di atas kapal, bahaya signifikan yang terjadi adalah pertumbuhan dan kontaminasi bakteri patogen. Bahaya ini signifikan pada semua tahap penanganan ikan tuna segar di atas kapal mulai dari pengangkatan ikan ke atas kapal; mematikan ikan; pembuangan darah, insang dan isi perut; pembersihan dan pencucian; penyimpanan dalam palka; dan pembongkaran. Proses pertumbuhan bakteri sangat mudah terbentuk pada penanganan ikan yang buruk di atas kapal. Membiarkan ikan terlalu lama berada di atas kapal tanpa langsung diberikan penanganan dingin akan memudahkan pertumbuhan bakteri tersebut. Menurut Seagrant (2007), ikan tuna tergolong ikan berdarah panas dengan suhu internal yang konstan sekitar 28oC dalam sepanjang hidupnya. Pada kondisi tertentu, misalnya pada saat stress atau meronta ketika ditangkap, suhu tubuh ikan tuna akan mengalami kenaikan menjadi 35oC samapai 40oC. Oleh karena itu suhu tubuh ikan dapat mempercepat terjadinya pertumbuhan bakteri jika suhu ikan tidak di jaga maksimal 4,4oC. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, proses penanganan ikan tuna dilakukan dengan cepat, akan tetapi kondisi sanitasi kapal dan ABK yang melakukan penanganan serta peralatan yang kontak langsung dengan produk kurang higienis dan selama tahap pengangkatan ikan tuna, mematikan ikan tuna, pembuangan darah, insang dan isi perut, serta pembersihan dan pencucian tidak ada pengendalian terhadap suhu tubuh ikan tuna sendiri. Hal ini dikarenakan keterbatasan peralatan dan pengetahuan para ABK yang bekerja. Proses kegiatan penanganan ikan tuna di atas kapal dilakukan berdasarkan pengalaman dan kebiasaan para ABK. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah melakukan proses penangan sesuai dengan prinsip penanganan yaitu cepat, hatihati, bersih dan dalam rantai dingin serta dilakukan pelatihan dan pengetahuan kepada para ABK yang melakukan pekerjaan di atas kapal mengenai cara penanganan yang baik serta menjaga suhu tubuh ikan maksimal 4,4oC. Bahaya kontaminasi bakteri patogen seperti Vibrio cholera, Salmonella spp., E. Coli merupakan bahaya yang signifikan. Menurut Huss et al. (2003), bakteri patogen yang pada umumnya ada pada lingkungan dan ada dalam jumlah yang tidak cukup untuk menyebabkan penyakit ketika dikonsumsi. Bahaya signifikan lainnya adalah pertumbuhan histamin pada ikan tuna. Bahaya pertumbuhan histamin signifikan pada tahap pengangkatan ikan ke atas
30 kapal; mematikan ikan; pembuangan darah, insang dan isi perut; pembersihan dan pencucian; penyimpanan dalam palka; dan pembongkaran. Menurut Sumner et al. (2004), histamin diketahui sebagai penyebab utama scombroid poisoning yang muncul akibat mengkonsumsi hewan famili scombroid sepeti tuna, mackarel, cakalang, bonito dan sejenisnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan histamin meliputi tingkat histidin bebas dalam otot ikan, lingkungan dan cara penangan serta suhu. Menurut Ababouch et al. (1985) dalam Kerr et al. (2002), kandungan histidin bebas pada jaringan ikan tuna lebih tinggi dibandingkan dengan spesies ikan lainnya sehingga meningkatkan potensi peningkatan kadar histamin, khususnya untuk penyimpanan dan penanganan ikan yang buruk. Berdasarkan wawancara dan pengamatan, kondisi sanitasi kapal terutama tempat melakukan penanganan ikan dalam keadaan yang tidak bersih dan ABK yang melakukan penanganan serta peralatan yang kontak langsung dengan produk kurang higienis. Selama proses penanganan ikan di atas kapal tidak ada pengontrolan suhu tubuh ikan tuna, sehingga menyebabkan bahaya pertumbuhan histamin menjadi bahaya yang signifikan yang harus dikendalikan. Menurut Oliveira et al. (2011), kunci untuk pencegahan produksi histamin adalah pendinginan yang cepat dari ikan setelah penangkapan dan suhu ikan harus dikendalikan dan tetap rendah maksimal 4,4oC. Dari hasil pengamatan dilapangan, tidak ditemukan mata pancing dan paku/spike yang digunakan untuk mematikan pada ikan tuna yang ditangkap dan kerusakan fisik yang terjadi. Maka bahaya ini tidak termasuk ke dalam bahaya yang signifikan. Bahaya ini dapat dikendalikan dengan melakukan penanganan yang hati-hati. Adapun kemungkinan potensi bahaya pada saat penanganan ikan tuna segar di tempat pendaratan tuna/TLC adalah sebagai berikut: 1) Pendistribusian ke transit tuna Bahaya potensial yang timbul adalah pertumbuhan bakteri patogen dan kontaminasi bakteri patogen. Pertumbuhan bakteri patogen dapat terjadi akibat penyimpangan suhu ikan >4,4oC. Kontaminasi bakteri patogen terutama terutama E. coli, Salmonella spp., dan Vibrio cholarea terjadi akibat dari alat dan pekerja yang melakukan pendistribusian tidak higienis. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah proses pendistribusian dilakukan dengan cepat, hati-hati, bersih dan dalam rantai dingin dan menjaga suhu ikan maksimal 4,4oC. Bahaya potensial lain adalah pertumbuhan histamin akibat penyimpangan suhu ikan >4,4oC. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah proses pendistribusian dilakukan dengan cepat, hati-hati, bersih dan dalam rantai dingin dan menjaga suhu ikan maksimal 4,4oC. Kategori bahaya biologi dan kimia adalah bahaya keamanan pangan (food safety) dan cacat mutu (wholesomeness). Bahaya fisik yaitu ikan menjadi rusak akibat terbentur-bentur benda keras. Bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya cacat mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah proses pendistribusian dilakukan dengan hati-hati. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan proses pendistribusian ikan tidak semuanya menggunakan terpal atau penutup, sehingga selama beberapa waktu ikan tuna terkena sinar matahari secara langsung sekitar 3-5 menit, hal ini sangat berbahaya karena dapat meningkatkan suhu tubuh ikan. Peningkatan suhu tubuh ikan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan pembentukan histamin pada ikan tuna. Maka bahaya pada tahap ini termasuk bahaya yang signifikan. Bahaya
31 lainnya adalah kerusakan fisik ikan akibat penanganan yang buruk. Tindakan pencegahan adalah proses penanganan ikan dilakukan dengan hati-hati dan cepat. Kategori bahaya pada tahap ini adalah cacat mutu (wholesomeness). Analisis bahaya pendistribusian ikan tuna ke transit tuna secara rinci disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Analisis bahaya pendistribusian ke transit tuna Bahaya Penyebab Kategori Apakah Potensial Bahaya Bahaya Bahaya Potensial, Signifikan? FS WH Ya Tidak Biologi: Penyimpangan FS Ya Pertumbuhan suhu bakteri patogen Biologi: Kontaminasi bakteri pathogen Salmonella spp. E. coli S. aureus Kimia Histamin Fisik Ikan rusak
Kontaminasi alat dan pekerja
FS
-
Ya
-
Penyimpangan suhu Penanganan buruk
FS
WH
Ya
-
-
WH
-
Tidak
Tindakan Pencegahan
Penanganan secara cepat dan selama proses, menjaga suhu pusat tuna maksimal 4,4oC.
Penanganan dengan hatihati
Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
2)
Sortasi Potensi bahaya potensial pada tahap ini berupa bahaya fisik yaitu adanya kesalahan mutu ikan akibat kesalahan dari karyawan saat dilakukan sortasi dan kerusakan ikan akibat penanganan yang kasar. Bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya cacat mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah sortasi dilakukan dengan hati-hati. Bahaya lainnya adalah bahaya biologi yaitu pertumbuhan bakteri patogen dan kontaminasi terutama E.coli, Salmonella spp., Vibrio cholarea akibat penyimpangan suhu ikan >4,4oC dan kehigienisan pekerja dan peralatan yang digunakan kurang bersih. Bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya keamanan pangan (food safety). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah proses sortasi dilakukan dengan menerapkan prinsip penanganan yaitu cepat, bersih, hati-hati dan dalam keadaan rantai dingin. Bahaya lain pada tahap ini adalah pertumbuhan histamin akibat penyimpangan suhu ikan. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah menjaga suhu tubuh ikan maksimal 4,4oC. Bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya keamanan pangan (food safety) dan cacat mutu (wholesomeness). Berdasarkan
32 pengamatan proses sortasi dilakukan dengan cepat dan peralatan yang digunakan dalam keadaan yang bersih dan selalu dibersihkan sebelum digunakan. Suhu ruangan tempat melakukan sortasi selalu dijaga. Akan tetapi lantai tempat melakukan sortasi tergenang oleh air sehingga tidak dalam keadaan bersih yang mengakibatkan bisa terjadinya kontaminasi pada ikan. Kontaminasi ini merupakan bahaya yang termasuk dalam kategori bahaya yang signifikan. Analisis bahaya sortasi secara rinci disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Analisis bahaya sortasi Bahaya Penyebab Potensial Bahaya
FS FS
WH -
Kontaminasi alat dan pekerja
FS
-
Apakah Tindakan Bahaya Pencegahan Potensial, Signifikan? Ya Tidak Tidak Penanganan secara cepat dan selama proses, menjaga suhu pusat tuna o maksimal 4,4 C. Ya -
Penyimpangan suhu Penanganan buruk
FS
WH
-
-
WH
Biologi: Pertumbuhan bakteri patogen
Penyimpangan suhu
Biologi: Kontaminasi bakteri pathogen Salmonella spp. E. coli S. aureus Kimia Histamin Fisik Ikan rusak
Kategori Bahaya
Tidak -Tidak
Penanganan dengan hati-hati
Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
3)
Pembersihan dan pencucian Bahaya pada tahap ini adalah terjadinya pertumbuhan dan kontaminasi bakteri patogen terutama E. coli, Salmonella spp., dan Vibrio cholarea. Kontaminasi bakteri terjadi dari kualitas air yang digunakan. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah mengontrol kualitas air yang digunakan. Pertumbuhan bakteri patogen dan pembentukan histamin terjadi karena penyimpangan suhu air. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah menjaga suhu tubuh ikan maksimal 4,4oC. Bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya keamanan pangan (food safety) dan cacat mutu (wholesomeness). Pada tahap ini terjadi bahaya fisik yang dapat menyebab kerusakan ikan akibat kesalahan penanganan. Tindakan pencegahan yang tepat melakukan proses pembersihan dan pencucian dengan bersih dan hati-hati. Tujuan dari pembersihan dan pencucian adalah untuk menghilangkan kotoran yang ada pada produk (ikan tuna segar). Bahaya potensial yang terjadi bukan merupakan bahaya potensial yang signifikan
33 dalam tahap pembersihan dan pencucian. Dari hasil pengamatan, proses pencucian dan pembersihan dilakukan dengan cepat, bersih dan hati-hati dan masih dalam keadaan rantai dingin. Air yang digunakan juga memenuhi kualitas air yang bersih. Analisis bahaya pembersihan dan pencucian ikan tuna di transit tuna secara rinci disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Analisis bahaya pembersihan dan pencucian Bahaya Penyebab Kategori Apakah Potensial Bahaya Bahaya Bahaya Potensial, Signifikan? FS WH Ya Tidak Biologi: Penyimpangan FS Tidak Pertumbuhan suhu bakteri patogen Biologi: Kontaminasi bakteri pathogen Salmonella spp. E. coli S. aureus Kimia Histamin Fisik Ikan rusak
Kontaminasi alat dan pekerja
FS
-
-
Tidak
Penyimpangan suhu Penanganan buruk
FS
WH
-
Tidak
-
WH
-
Tidak
Tindakan Pencegahan
Penanganan secara cepat dan selama proses, menjaga suhu pusat tuna maksimal 4,4oC.
Penanganan dengan hati-hati
Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
4)
Penimbangan Bahaya yang muncul pada tahap ini yaitu kesalahan penimbangan akibat kesalahan karyawan dan kondisi timbangan yang digunakan dalam keadaan yang tidak baik. Bahaya kesalahan timbangan dimasukkan ke dalam kategori penipuan ekonomi (economic fraud). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah mengkalibrasi timbangan sebelum digunakan dan mengontrol timbangan saat digunakan. Bahaya biologi yang terjadi adalah kontaminasi bakteri dari peralatan dan pekerja. Bahaya pada tahap ini dikategorikan sebagai bahaya keamanan pangan (food safety) dan cacat mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan yang dilakukan peralatan dan pekerja yang melakukan kegiatan dalam keadaan yang saniter dan higienis. Pada tahap ini dapat terjadi bahaya pertumbuhan bakteri dan pertumbuhan histamin akibat penyimpangan suhu ikan >4,4oC. Bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya keamanan pangan (food safety) dan cacat mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah melakukan proses penimbangan dengan cepat, bersih, hati-hati dan dalam rantai dingin serta menjaga suhu ikan >4,4oC. Dari hasil pengamatan, proses penimbangan dilakukan dengan cepat dan hati-hati serta dalam kondisi rantai dingin dan sebelum
34 digunakan timbangan dibersihkan terlebih dahulu. Semua hasil timbangan dicatat di dalam buku catatan agar tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi. Tujuan dari penimbangan untuk mengetahui ukuran ikan yang akan di ekspor agar tidak menimbulkan kerugian. Maka pada tahap ini bahaya potensial yang terjadi tidak signifikan. Analisis bahaya penimbangan secara rinci disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Analisis bahaya penimbangan Bahaya Penyebab Kategori Potensial Bahaya Bahaya
Biologi: Pertumbuhan bakteri patogen Biologi: Kontaminasi bakteri pathogen Salmonella spp. E. coli S. aureus Kimia Histamin Fisik Ikan rusak
Apakah Tindakan Bahaya Pencegahan Potensial, Signifikan? Ya Tidak Tidak Penanganan secara cepat dan selama proses, menjaga suhu tuna Tidak pusat maksimal 4,4oC.
FS FS
WH -
Kontaminasi alat dan pekerja
FS
-
Penyimpangan suhu Penanganan buruk
FS
WH
-
Tidak
-
WH
-
Tidak
Penyimpangan suhu
Penanganan dengan hati-hati
Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
5)
Penyimpanan dalam bak penampung Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri dan kontaminasi bakteri patogen terutama E. coli, Salmonella spp., dan Vibrio cholarea. Bahaya ini termasuk dalam bahaya keamanan pangan (food safety) dan cacat mutu (wholesomeness). Kontaminasi bakteri terjadi dari es dan air yang digunakan dalam proses penyimpanan. Tindakan pencegahan yang harus dilakukan adalah mengontrol kualitas es dan air yang digunakan. Pertumbuhan bakteri terjadi akibat penyimpangan suhu yang terjadi selama penyimpanan. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah mengontrol suhu bak penampungan dan suhu tubuh ikan maksimal 4,4oC. Bahaya lainnya adalah pertumbuhan histamin ikan akibat penyimpangan suhu. Bahaya pertumbuhan histamin termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan cacat mutu (wholesomeness). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah menjaga suhu tubuh ikan maksimal 4,4oC dan mengontrol suhu tempat penyimpanan. Bahaya fisik yang terjadi adalah kerusakan pada ikan, bahaya ini termasuk dalam bahaya cacat mutu (wholesomeness). Bahaya potensial pada tahap ini bukan merupakan bahaya potensial yang signifikan. Dari hasil pengamatan, proses penyimpanan ikan dalam
35 bak penampung bertujuan untuk menjaga suhu tubuh ikan selama menunggu proses pengemasan berlangsung. Proses penyimpanan dalam bak penampung berlangsung selama 1-3 jam. Bak penampungan ikan berisi campuran air dan es curai bersuhu <5oC. Analisis bahaya penyimpanan dalam bak penampung disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Analisis bahaya penyimpanan dalam bak penampung Bahaya Penyebab Kategori Apakah Potensial Bahaya Bahaya Bahaya Potensial, Signifikan? FS WH Ya Tidak Biologi: Penyimpangan FS Ya Pertumbuhan suhu bakteri patogen Biologi: Kontaminasi bakteri pathogen Salmonella spp. E. coli S. aureus Kimia Histamin Fisik Ikan rusak
Kontaminasi alat dan pekerja
FS
-
-
Tidak
Penyimpangan suhu Penanganan buruk
FS
WH
Ya
-
-
WH
-
Tidak
Tindakan Pencegahan
Penanganan secara cepat dan selama proses, menjaga suhu pusat tuna maksimal 4,4oC.
Penanganan dengan hati-hati
Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
6)
Pengemasan Bahaya potensial pada tahap pengemasan adalah adanya kontaminasi bakteri patogen akibat dari pekerja yang tidak higienis serta terjadinya pertumbuhan bakteri patogen akibat penyimpangan suhu ikan maksimal 4,4oC. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety). Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah melakuakan penanganan dengan cepat, bersih, hati-hati dan dalam rantai dingin dan menjaga suhu ikan maksimal 4,4oC. Bahaya lain adalah pertumbuhan histamin karena penyimpangan suhu ikan >4,4oC. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah menjaga suhu ikan maksimal 4,4oC. Kesalahan label juga dapat terjadi dalam pelabelan mengakibatkan timbulnya bahaya penipuan secara ekonomi (economic fraud). Bahaya fisik juga terjadi pada tahap ini terdapatnya benda asing di dalam kemasan seperti rambut atau benda asing lainnya dan adanya kotoran yang menempel pada produk akibat kontaminasi dari bahan pengemas. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah melakukan pengontrolan dan pengawasan saat melakukan proses pengemasan serta pengemasan dilakukan dengan hati-hati. Pada pengamatan yang dilakukan, proses
36 pengemasan selalu ada yang mengawasi dan mengontrol serta dilakukan dengan hati-hati. Maka tahapan ini termasuk ke dalam bahaya potensial yang tidak signifikan. Analisis bahaya pengemasan ikan tuna secara rinci disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Analisis bahaya pengemasan Bahaya Penyebab Kategori Potensial Bahaya Bahaya
Biologi: Pertumbuhan bakteri patogen Salmonella spp. E. coli Vibrio cholarea Biologi: Kontaminasi bakteri pathogen Salmonella spp. E. coli S. aureus Kimia Histamin Fisik Ikan rusak
Apakah Tindakan Bahaya Pencegahan Potensial, Signifikan? Ya Tidak Tidak Penanganan secara cepat dan selama proses, menjaga suhu pusat tuna maksimal 5oC.
FS FS
WH -
Kontaminasi alat dan pekerja
FS
-
-
Tidak
Penyimpangan suhu Penanganan buruk
FS
WH
-
Tidak
-
WH
-
Tidak
Penyimpangan suhu
Penanganan dengan hati-hati
Keterangan: FS= Food Safety; WH= Wholesomeness
Penentuan critical control point (CCP) adalah lanjutan dari analisis bahaya yang dilakukan. Setelah dianalisis, tahap yang memiliki bahaya potensial nyata diidentifikasi menggunakan diagram pohon keputusan CCP (CCP decision tree). Diagram pohon keputusan akan menjawab apakah tahapan yang memiliki bahaya potensial nyata tersebut akan menjadi tahapan yang kritis (critical control pointCCP) atau hanya menjadi tahapan yang dapat dikendalikan (control point-CP). Penggunaan diagram pohon keputusan membawa pola pikir analisis yang terstruktur dan memberikan jaminan pendekatan ysng konsisten pada setiap tahap dan setiap bahaya yang teridentifikasi (CAC 2003). Bahaya potensial nyata yang telah didefinisikan pada tahapan analisis bahaya dapat menjadi CP atau CCP. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan tahapan tersebut atau tahapan berikutnya untuk mereduksi atau mengurangi bahaya yang ditimbulkan. Tahapan yang ditetapkan sebagai critical control point
37 (CCP) dengan menggunakan diagram pohon keputusan pada proses penanganan ikan tuna segar di atas kapal tuna longline adalah pengangkatan ikan ke atas kapal, mematikan ikan, pembuangan darah, insang dan isi perut, penyimpanan dalam palka dan pembongkaran. Tahapan yang ditetapkan sebagai critical control point (CCP) dengan menggunakan diagram pohon keputusan pada proses penanganan ikan tuna segar di tempat pendaratan tuna/TLC adalah penyimpanan dalam bak penampung. Identifikasi CCP dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14Decision Tree proses penanganan ikan tuna segar Tahapan Q1 Q2 Q3 Q4 CCP/Bukan CCP Pengangkatan ikan ke Ya Tidak Ya Tidak CCP atas kapal Mematikan ikan Ya Tidak Ya Tidak CCP Pembuangan darah, Ya Tidak Ya Tidak CCP insang dan isi perut Pembersihan dan Ya Tidak Ya Ya CP pencucian Penyimpanan dalam Ya Ya CCP palka Pembongkaran Ya Ya CCP Sortasi Ya Tidak Ya Ya CP Pembersihan dan Ya Tidak Ya Ya CP penucian Penimbangan Ya Tidak Ya Ya CP Penyimpanan dalam Ya Ya CCP bak penampung Pengemasan Ya Tidak Ya Ya CP Keterangan Q1: Apakah ada pengendalian yang telah dilakukan? Q2: Apakah tahap ini terutama dirancang untuk menghilangkan atau mengurangi munculnya potensi bahaya hingga ke tingkat yang dapat diterima? Q3: Mungkinkan kontaminasi dengan potensi bahaya yang teridentifikasi ada pada konsentrasi yang berlebihan atau dapatkah meningkat hingga ke tingkat yang tidak dikehendaki? Q4: Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan potensi bahaya yang teridentifikasi hingga ke tingkat yang dapat diterima? Untuk menentukan kondisi kualitas fisik ikan tuna pada unit pengolahan ikan (UPI) yaitu dilakukan uji organoleptik dengan skor set yang merupakan suatu set alat penilaian yang terdiri dari indikator-indikator mutu produk. Nilai uji organoleptik ikan tuna ketika berada di atas kapal dilakukan melalui wawancara dengan responden. Responden adalah para ABK dari kapal yang melakukan proses penanganan ikan. Ikan tuna yang ditangkap sebagian besar dalam kondisi masih hidup, sehingga keadaannya masih sangat segar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan (2011), tuna segar yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta memiliki mutu yang bagus. Dari hasil pengamatan dan observasi yang dilakukan menggunakan skor set pada produk ikan tuna segar ketika proses pembongkaran sampai dengan proses
38 pengemasan, diketahui bahwa kualitas dari produk ikan tuna segar memiliki nilai rata-rata uji organoleptik sebesar 7,78. Hal ini dapat dikatakan mutu ikan tuna secara organoleptik dalam keadaan yang baik seperti keadaan mata cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea jernih; warna insang merah kurang cemerlang tanpa lender; sayatan daging cemerlang spesifikasi jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang dinding perut utuh. Tabel 15 Hasil uji mikrobiologi produk ikan tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta No.
Parameter
Standar
1
Organoleptik
2
Mikrobiologi
Hasil Analisis Tuna1
Tuna2
Tuna3
Tuna4
Tuna5
Tuna6
7
7
7
7
7
7
7
TPC
500000
300
200
200
20000
20000
10000
E.colli Vibrio Cholerae
<2
<2
<2
<2
<2
<2
<2
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Salmonella
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Histamin
100
3,56
36,96
1,89
1,38
2,32
1,63
Mercury
100
0,149
0,095
0,088
0,133
0,127
0,259
Pb
0,4
0,178
0,135
0,144
0,119
0,109
0,258
0,1 Cd Sumber: LPPMHP Dki Jakarta
0,011
0,013
0,012
0,009
0,008
0,019
3
Kimia
Uji mikrobiologi dilakukan dengan metode yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Uji TPC menggunakan metode SNI 01-2332.3-2006, uji E. Coli menggunakan metode SNI 01-2332.1-2006, uji V. Cholerae menggunakan metode SNI 01-2332.4-2006 serta uji Salmonella spp. menggunakan metode SNI 01-2332.2-2006. Pengujian dilakukan oleh Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) DKI Jakarta. Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa nilai uji mikrobiologi dan kimia berada di bawah ambang batas jumlah standar yang berlaku. Secara keseluruhan kondisi ikan tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta dalam kondisi baik dan layak ekspor. Berdasarkan hasil uji organoleptik dan uji mikrobiologi pada penanganan ikan tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dikatakan proses penanganan ikan tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta sudah dilakukan dengan baik. Hal ini juga dapat dikatakan proses penanganan ikan tuna segar di atas kapal tuna longline yang diteliti sudah dilakukan dengan baik. Langkah pengujian ini dilakukan dengan maksud untuk memastikan apakah tahapan-tahapan quality control yang dianggap CCP oleh unit pengolahan ikan memang benar sebagai CCP. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan decision tree untuk penanganan ikan tuna di atas kapal. Berdasarkan analisa dengan menggunakan pohon keputusan (decision tree) proses penanganan ikan di atas kapal yang merupakan CCP adalah pengangkatan ikan ke atas kapal, mematikan ikan, pembuangan darah, insang dan isi perut serta penyimpanan dalam palka.
39 1)
Pengangkatan ikan ke atas kapal (1) Terdapat tindakan pengendalian atau tahap berikutnya terhadap bahaya (Q1) (2) Tahap ini tidak dirancang untuk mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat yang dapat diterima (Q2) (3) Resiko bahaya dapat terjadi melewati batas yang dapat diterima atau meningkat sampai batas yang tidak dapat diterima (Q3) (4) Tahap selanjutnya tidak dapat mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan bahaya yang terjadi pada batas yang dapat diterima (Q4) Tahap pengangkatan ikan ke atas kapal termasuk CCP karena jika terbentuk histamin dan pertumbuhan bakteri mengurangi atau menghilangkan histamin dan pertumbuhan bakteri yang sudah ada. 2) Mematikan ikan (1) Terdapat tindakan pengendalian atau tahap berikutnya terhadap bahaya (Q1) (2) Tahap ini tidak dirancang untuk mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat yang dapat diterima (Q2) (3) Resiko bahaya dapat terjadi melewati batas yang dapat diterima atau meningkat sampai batas yang tidak dapat diterima (Q3) (4) Tahap selanjutnya tidak dapat mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan bahaya yang terjadi pada batas yang dapat diterima (Q4) Tahap mematikan ikan termasuk CCP karena jika terbentuk histamin dan pertumbuhan bakteri mengurangi atau menghilangkan histamin dan pertumbuhan bakteri yang sudah ada. 3) Pembuangan darah, insang dan isi perut (1) Terdapat tindakan pengendalian atau tahap berikutnya terhadap bahaya (Q1) (2) Tahap ini tidak dirancang untuk mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat yang dapat diterima (Q2) (3) Resiko bahaya dapat terjadi melewati batas yang dapat diterima atau meningkat sampai batas yang tidak dapat diterima (Q3) (4) Tahap selanjutnya tidak dapat mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan bahaya yang terjadi pada batas yang dapat diterima (Q4) Tahap pembuangan darah, insang dan isi perut termasuk CCP karena jika terbentuk histamin dan pertumbuhan bakteri mengurangi atau menghilangkan histamin dan pertumbuhan bakteri yang sudah ada. 4) Penyimpanan dalam palka (1) Terdapat tindakan pengendalian (Q1) (2) Tahapan ini dirancang untuk mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan resiko bahaya pada tingkat yang dapat diterima (Q2) Pada tahap ini ada upaya untuk mereduksi terjadinya pertumbuhan dan pembentukan histamin dengan melakukan pendinginan di dalam palka serta jika terbentuk histamin dan pertumbuhan bakteri mengurangi atau menghilangkan histamin dan pertumbuhan bakteri yang sudah ada. 5) Pembongkaran (1) Terdapat tindakan pengendalian (Q1) (2) Tahap ini tidak dirancang untuk mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat yang dapat diterima (Q2)
40 (3) Resiko bahaya dapat terjadi melewati batas yang dapat diterima atau meningkat sampai batas yang tidak dapat diterima (Q3) (4) Tahap selanjutnya tidak dapat mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan bahaya yang terjadi pada batas yang dapat diterima (Q4) Tahap pembongkaran termasuk CCP karena jika terbentuk histamin dan pertumbuhan bakteri mengurangi atau menghilangkan histamin dan pertumbuhan bakteri yang sudah ada. 6) Penyimpanan dalam bak penampung (1) Terdapat tindakan pengendalian (Q1) (2) Tahapan ini dirancang untuk mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan resiko bahaya pada tingkat yang dapat diterima (Q2) Tahap penyimpanan dalam bak penampung termasuk CCP karena jika terbentuk histamin dan pertumbuhan bakteri mengurangi atau menghilangkan histamin dan pertumbuhan bakteri yang sudah ada dan pada tahap ini juga ada upaya untuk mereduksi terjadinya pertumbuhan dan pembentukan histamin dengan melakukan pendinginan di dalam bak penampung.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1)
2)
3)
Proses penanganan ikan tuna segar pasca panen dibagi menjadi dua tahap proses yaitu, proses penananganan ikan tuna di atas kapal dan proses penanganan ikan tuna di pelabuhan/tempat pendaratan tuna. Proses penanganan ikan tuna di atas kapal meliputi: pengangkatan ikan ke atas kapal; mematikan ikan; pembuangan darah, insang dan isi perut; pembersihan dan pencucian; penyimpanan dalam palka serta pembongkaran. Proses penanganan ikan tuna segar di pelabuhan meliputi: pendistribusin ke tempat pendaratan tuna/TLC; sortasi; pembersihan dan pencucian; penimbangan; penyimpanan dalam bak penampung serta pengemasan. Hasil penilaian kelayakan dasar di tempat pembongkaran tuna/TLC menunjukan bahwa tempat pembongkaran tuna segar dikategorikan sebagai Unit Pengolahan Ikan (UPI) dengan nilai C dengan jumlah penyimpangan sebanyak 1 penyimpangan minor, 4 penyimpangan mayor dan 3 penyimpangan serius. Berdasarkan analisis bahaya, identifikasi titik kritis (critical point-CP) dan titik kendali kritis (critical control point-CCP) yang telah dilakukan, yang tergolong sebagai CCP adalah tahap pengangkatan ikan ke atad kapal, tahap mematikan ikan, tahap pembuangan darah, insang dan isi perut, tahap penyimpanan dalam palka, tahap pembongkaran dan tahap penyimpanan dalam bak penampung. Saran
1) 2)
Peningkatan mutu sumberdaya manusia tentang pentingnya penerapan sistem manajemen mutu HACCP agar sistem ini mencapai sasaran. Analisis lebih lanjut mengenai evaluasi penerapan program HACCP.
41 3)
Proses pengawasan yang ketat terhadap titik kendali kritis (CCP), sehingga tidak terjadi penyimpangan terhadap batas kritis yang telah ditetapkan dan dapat mempertahankan mutu ikan.
DAFTAR PUSTAKA Blanc M, Aymeric D, and Steve B. 2005. On Board Handling of Sashimi Grade Tuna. New Zealand: Australian Agency for International Development and The Government of France. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006c. Ikan Segar-Bagian 3: Penanganan dan Pengolahan SNI 01-2729.3-2006. Jakarta: BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. Istilah dan Definisi-Bagian 4: Pancing SNI 7277.4-2008. Jakarta: BSN. [CAC] Codex Allimentarius Comission. 2003. CAC/RCP 1-1969 Rev. 4-20031 : Rekomendasi Internasional Prinsip Higiene Bahan Pangan (Recommended International Code of Practice General Principles of Food Hygiene). Rome: CAC. [DKP]. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2011. Statistik Data Indikator Kinerja Umum 2010 Kelautan dan Perikanan. Pusat Data Statistik dan Informasi. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. [FDA] Food and Drug Administration. 2009. FDA Import Refusal. [diacu 2011 Desember].Tersedia dari:http://www.fda.gov. HasibuanMAP. 2011.Pengendalian Mutu Ikan Laut Segar Unggulan Utama yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Utara. [skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigersi Hasil Perikanan Jilid 1. Yogyakarta: Liberty Irianto HE. 2008. Teknologi Penanganan dan Penyimpanan Ikan Tuna Segar di Atas Kapal. Squalen Vol 3 No.2. Lafi Laila, Novita Yopi. 2005. Desain dan Sistem Penyimpanan Palka Ikan pada Kapal Longline Jenis Taiwan dan Bagan Ukuran 50-100 GT di Pelabuhan Samudra Jakarta. Buletin PSP. Volume XV. No.1 April 2005. Lehane L, June Olley. 2000. Histamine Fish Poisoning Revisited. International Journal of Food Microbiology 58 1-37. Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2007. KEPMEN No.01/Men/2007 tentang: Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi. Jakarta: DKP. Murdaniel RPS. 2007. Pengendalian Kualitas Ikan Tuna untuk Tujuan Ekspor di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. [skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nurani TW dan WisudoSH. 2007. Bisnis Perikanan Tuna Longline. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
42 Nurani TW, Iskandar BH, dan Wahyudi GA. 2011. Kelayakan Dasar Penerapan HACCP di Kapal Fresh Tuna Longline. Volume XIV Nomor 2. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Hal 114-122. Seagrant. 2007. Tuna Handling. Di dalam: Workshop tuna handling by EUIndonesia Small Projects Facility; Bali, November 2007. Sumner J, Ross T, Ababouch L. 2004. Application of Risk Assessment in the Fish Industry. Rome: FAO. Sjarif B, Suwardiyono, dan Syahasta DG. 2010. Penangkapan dan Penanganan Ikan Tuna Segar Di Kapal Rawai Tuna. Semarang: Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. Thaheer H. 2008. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jakarta: Bumi Aksara. Winarno FG. 2002. Keamanan Pangan Jilid Ke-1. Bogor: M-BRIO Press.
43
44
45
RIWAYAT HIDUP Nurhidayah Ningsih, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 November 1990, putri ke enam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Djani Asmat dan Ibu Aliyah Ali. Penulis mengawali pendidikan di TK Islam Al-Mutmainnah dan menyelesaikannya pada tahun 1997. Kemudian melanjutkan di SD Negeri 07 Kebon Jeruk Jakarta Barat pada tahun 1998 sampai dengan 2003. Pada tahun 2004, penulis diterima di SMP Negeri 229 Jakarta Barat dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2005. Setelah itu, penulis diterima di SMU Negeri 65 Jakarta Barat dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Metode Operasi Penangkapan Ikan (MOPI). Penulis pernah mengikuti pelatihan HACCP 2011 di Institut Pertanian Bogor dan sebagai peserta Aceh Development international Conference (ADIC) 2011 di Malaysia. Penulis juga aktif dalam kegiatan-kegiatan non akademis. Pada tahun 2008-2009 penulis menjadi anggota Departemen Informasi dan Komunikasi di HIMAFARIN. Pada tahun 2009-2010 penulis menjadi sekretaris umum HIMAFARIN.
Lampiran 1 Analisis Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point-CCP) Alur Proses
Bahaya Signifikan
Pengangkatan ikan ke atas kapal
Biologi: Pertumbuhan patogen Kimia: Histamin Biologi Pertumbuhan patogen Kimia: Histamin Biologi: Pertumbuhan patogen Kimia: Histamin Biologi: Pertumbuhan patogen Kimia: Histamin Biologi: Pertumbuhan patogen Kimia: Histamin
Mematikan ikan
Pembuangan darah, insang dan isi perut
Pembersihan pencucian
dan
Penyimpanan palka
dalam
Pembongkaran
Apakah ada upaya pencegahan pada tahap tsb. atau tahap berikutnya terhadap bahaya yang diidentifikasi? *) Jika TIDAK: bukan CCP dan perlu ada modifikasi ttg. Alur, Tahap dan/atau produknya. *)Jika YA: lanjut ke Q2
Apakah tahap ini mengeliminasi/mereduksi kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat yang dapat diterima? *)Jika YA: CCP *)Jika TIDAK : lanjut ke Q3.
Apakah resiko thd. Bahaya dapat terjadi melewati batas yang dpt diterima, atau dpt meningkat sampai pd batas yan tidak dapat diterima? *)Jika TIDAK: Bukan CCP. *)Jika YA: lanjut ke Q4.
Apakah tahap selanjutnya dapat mengeliminasi bahaya yang diidentifikasikan atau mereduksi kemungkinan terjadinya pada batas yang dpt diterima? *) Jika YA: Bukan CCP *) Jika TIDAK: CCP. Tidak
CCP/CP
Ya
Tidak
Ya
CCP
Ya
Tidak
Ya
Tidak
CCP
Ya
Tidak
Ya
Tidak
CCP
Ya
Tidak
Ya
Ya
CP
Ya
Ya
-
-
CCP
Ya
Tidak
Ya
Tidak
CCP
bakteri
bakteri
bakteri
bakteri
bakteri
Biologi: Pertumbuhan bakteri patogen Kimia: Histamin
43
44
Lanjutan Lampiran 1 Analisis Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point-CCP) 48
Sortasi
Pembersihan pencucian
dan
Penimbangan
Penyimpanan dalam bak penampung
Pengemasan
Biologi: kontaminasi bakteri patogen Salmonella spp. E. Coli Vibrio Cholera Biologi: Pertumbuhan dan kontaminasi bakteri patogen Kimia: Histamin Fisik: Kerusakan ikan Biologi: Pertumbuhan dan kontaminasi bakteri patogen Kimia: Histamin Biologi: Pertumbuhan bakteri patogen Kimia: Histamin Biologi: Pertumbuhan dan kontaminasi bakteri patogen Kimia: Histamin
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
CP
Ya
Ya
CP
Ya
Tidak
Ya
Ya
CP
Ya
Ya
-
-
CCP
Ya
Tidak
Ya
Ya
CP