VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1.
Stakeholder Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Stakeholders dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan
adalah para pihak atau aktor yang terkait dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Stakeholders ini terdiri dari pemerintah, kelompok nelayan dan swasta/pengusaha perikanan. 6.1.1 Identifikasi Stakeholder Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh 12 stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Stakeholder tersebut dibedakan menjadi stakeholder yang mempunyai kepentingan dan memberikan pengaruh secara langsung terhadap kegiatan pengelolaan perikanan serta stakeholder yang mempunyai kepentingan lain dan memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan. Stakeholder dengan berbagai peran dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Identifikasi Stakeholder dan Perannya No Stakeholder Peranan 1 Dinas Kelautan dan - Menetapkan kebijakan dalam pengelolaan Perikanan (DKP) sumberdaya perikanan Provinsi Banten - Melakukan perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan - Melakukan pembinaan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan - Melakukan koordinasi dan fasilitasi dalam rangka kelancaran pengelolaan perikanan - Memberikan dukungan pendanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan - Melakukan pemantauan dan evaluasi
48
Lanjutan Tabel 15. No 2
Stakeholder Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pandeglang
-
-
-
3
UPT (Unit Pelaksana Teknis) PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Kecamatan Labuan
-
-
-
4
TPI (Tempat Pelelangan Ikan)
-
5
Rukun Nelayan
-
6
HNSI Labuan
-
-
Peranan Menetapkan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan Melakukan koordinasi dan fasilitasi aktifitas yang mendorong kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan Memberikan dukungan pendanaan pengelolaan sumberdaya perikanan Melakukan pemantauan dan evaluasi Menyelenggarakan pengelolaan dan pembinaan kegiatan Pangkalan Pendaratan Ikan dan Tempat Pelelangan Ikan Bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan dan pengelolaan sarana pokok dan penunjang Menyelengggarakan pelaksanaan teknis terhadap kapal perikanan, ketertiban dan kebersihan. Membantu memasarkan hasil perikanan Memberikan perlindungan bagi nelayan dalam hal penentuan harga Memberikan masukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan Saluran untuk mengakomodir permasalahan yang ada di dalam kehidupan melaut nelayan Sarana silaturahmi antar nelayan Wadah untuk menampung informasi dari masyarakat Mediator antara nelayan yang menjadi anggotanya dengan pihak-pihak yang berkepentingan Memberikan masukan hal-hal yang terkait dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
49
Lanjutan Tabel 15. No 7
Stakeholder Koperasi Perikanan
-
8 9
Bakul/Nelayan Pengumpul Langgan/Juragan
-
-
10
Industri Pengolah Ikan
-
11
Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Sumberdaya Perikanan Labuan
-
Satpolair
-
12
-
Peranan Meningkatkan sarana dan prasarana produksi Pemasaran hasil tangkapan Menciptakan iklim yang mendukung penyediaan tempat usaha Melakukan penyuluhan dan memberikan informasi lainnya. Pengumpul hasil tangkapan nelayan Memberi pinjaman kepada pihak nelayan yang ingin memulai usaha dalam bidang perikanan Memberikan keperluan nelayan sebelum mereka melaut, dapat berupa bahan makanan, umpan maupun kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh nelayan dalam menangkap ikan Konsumen hasil tangkapan para nelayan sebagai bahan baku industrinya Mengawasi pemanfaatan sumberdaya perikanan, terutama pemanfaatan oleh nelayan luar melakukan pengawasan terhadap aktivitasaktivitas masyarakat yang mencemari lingkungan pesisir seperti membuang sampah, limbah manusia dan lain-lain Menjaga keamanan dan ketertiban Pengawas dan penegak hukum
Sumber: Data diolah, 2010 6.1.2 Pengaruh dan Kepentingan Stakeholder Stakeholder yang telah teridentifikasi memiliki nilai kepentingan dan pengaruh (Lampiran 4). Hasil pemetaan stakeholder berdasarkan derajat kepentingan dan pengaruhnya di dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan dapat dilihat pada Gambar 9.
50
Gambar 9. Pemetaan Stakeholder Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Labuan Ket : 1) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten (DKP Provinsi banten), 2) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (DKP Kabupaten Pandeglang), 3) Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPI dan TPI Kecamatan Labuan, 4) Tempat Pelelangan Ikan (TPI), 5) Aparat Desa, 6) Pemerintah Kecamatan, 7) Kelompok Rukun Nelayan, 8) HNSI, 9) Koperasi Perikanan, 10) Bakul/Pedagang Pengumpul, 11) Langgan/Juragan, 12) Industri Pengolah Ikan, 13) Perbankan, 14) Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Sumberdaya Perikanan Labuan, 15) Satpolair
6.1.2.1 Subjects Subjects memiliki kepentingan yang besar, akan tetapi memiliki pengaruh yang kecil dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Kuadran ini ditempati oleh bakul/pedagang pengumpul, langgan/juragan dan industri pengolah ikan. 1.
Kepentingan Berdasarkan hasil analisis stakeholder, diperoleh hasil bahwa stakeholder
pada kuadran subjects yang memiliki nilai kepentingan tertinggi adalah industri pengolah ikan. Stakeholder lainnya adalah bakul/pedagang pengumpul dan langgan/juragan.
51
Jika dilihat dari keterlibatan stakeholder, ketiga kelompok dalam kuadran ini tidak memiliki keterlibatan dalam perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan/evaluasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Bakul/pedagang pengumpul, langgan/juragan dan industri pengolah ikan mendapat manfaat dari keberadaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan yaitu sebagai sumber mata pencaharian. Keberadaan sumberdaya perikanan dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Selain itu, kelompok juragan/langgan dan kelompok industri pengolah ikan berharap dengan adanya pengelolaan sumberdaya perikanan, memberikan manfaat dalam menjaga keberlanjutan sumberdaya perikanan sehingga dapat digunakan pada masa yang akan datang. Dilihat dari sumberdaya yang disediakan, ketiga kelompok dalam kuadran subjects ini, menyediakan sumberdaya manusia dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, yaitu sebagai pihak pengumpul atau konsumen hasil tangkapan nelayan. Jadi, kelompok ini berperan dalam membantu nelayan memasarkan hasil tangkapannya. Selain itu, kelompok juragan/langgan merupakan pihak yang membantu nelayan dalam memberi pinjaman untuk memulai usaha dalam bidang perikanan serta memberikan keperluan nelayan sebelum mereka melaut, dapat berupa bahan makanan, umpan maupun kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh nelayan dalam menangkap ikan. Dilihat dari fokus pengelolaan, pihak bakul/pedagang pengumpul, langgan/juragan dan industri pengolah ikan cukup menjadikan sumberdaya perikanan sebagai fokus pengelolaannya, karena kelompok ini memiliki fokus
52
dibidang lain, yaitu pekerjaan selain pengumpul dan konsumen hasil tangkapan ikan. Tingkat ketergantungan kelompok
dalam kuadaan ini terkait dengan
kebutuhan akan hasil tangkapan ikan sebagai bahan baku untuk usahanya yaitu untuk pengasinan dan pembuatan ikan pindang dan sebagai sumber pendapatan. 2.
Pengaruh Besarnya pengaruh yang dimiliki oleh masing-masing stakeholder dalam
kuadran subjects rendah. Kelompok dalam kuadran ini tidak memiliki kewenangan dalam mengendalikan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Dalam hal aturan dan kebijakan, stakeholders dalam kuadran ini hanya berperan dalam pelaksanaan aturan dan kebijakan yang terkait sumberdaya perikanan. Jika melanggar aturan dan kebijakan akan mendapat hukuman. Peranan dan partisipasi stakeholders dalam kuadran ini adalah sebagai pihak yang membantu usaha penangkapan ikan oleh nelayan sebagai pengumpul dan konsumen. Sedangkan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan untuk menjaga kelestarian sumberdaya perikanan tidak memberikan kontribusi yang berarti tetapi terlibat dalam pemanfaatan hasil perikanan. Stakeholders yang berada dalam kudaran subjects ini tidak memiliki kemampuan dalam berinteraksi baik dalam mengadakan forum, kerjasama ataupun mengubah arah pengelolaan sumberdaya perikanan. 6.1.2.2 Players Players merupakan stakeholder yang paling aktif dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan karena memiliki kepentingan dan
53
pengaruh yang besar. Kuadran ini ditempati oleh DKP Provinsi Banten, DKP Kabupaten Pandeglang, UPT PPI dan TPI Kecamatan Labuan, Tempat pelelangan Ikan (TPI), Kelompok Rukun Nelayan, HNSI, Koperasi Perikanan dan POKMASWAS Sumberdaya Perikanan Labuan. 1.
Kepentingan Jika dilihat dari aspek keterlibatan, pihak DKP Provinsi Banten dan DKP
Kabupaten Pandeglang terlibat dalam semua proses pengelolaan sumberdaya perikanan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Stakeholder lainnya yaitu UPT PPI dan TPI Kecamatan Labuan, Tempat pelelangan Ikan (TPI), Kelompok Rukun Nelayan, HNSI, Koperasi Perikanan dan POKMASWAS Sumberdaya Perikanan Labuan hanya terlibat dalam pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan sumberdaya perikanan. Keberadaan sumberdaya perikanan memberikan manfaat yang berbedabeda kepada stakeholder yang terlibat dalam pengelolaanya. Pihak DKP Provinsi Banten, DKP Kabupaten Pandeglang , UPT PPI dan TPI Kecamatan Labuan, dan Tempat Pelelangan Ikan mendapat manfaat dalam penerimaan daerah dan keberadaan sumberdaya perikanan membuka peluang untuk berinteraksi dengan pihak luar dengan potensi sumberdaya perikanan yang ada. Rukun nelayan, HNSI, Koperasi Perikanan dan POKMASWAS Sumberdaya Perikanan Labuan mendapat manfaat sebagai sumber mata pencaharian dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, dengan adanya pengelolaan sumberdaya perikanan, stakeholder dalam kudaran ini mendapat manfaat dalam hal keberlanjutan sumberdaya perikanan sehingga dapat digunakan pada masa yang akan datang.
54
Stakeholder dalam kuadran ini memberikan berbagai sumberdaya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan baik sumberdaya manusia, dana, fasilitas maupun informasi. Pihak DKP, baik DKP Provinsi Banten maupun Kabupaten Pandeglang melakukan perencanaan pengelolaan perikanan, melakukan pembinaan, dan memberikan bantuan pendanaan serta melakukan pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Pihak UPT PPI dan TPI Kecamatan Labuan melakukan pembinan, pemeliharaan sarana dan prasarana perikanan serta pelaksanaan teknis terhadap kapal perikanan. Pihak TPI dan Koperasi perikanan terlibat dalam pemasaran hasil tangkapan dan membantu usaha penangkapan ikan nelayan. Rukun nelayan dan HNSI memberikan masukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan serta menjadi wadah untuk menampung aspirasi masyarakat serta saluran untuk mengakomodir permasalahan dalam kehidupan melaut. Pengelolaan sumberdaya perikanan menjadi prioritas dari stakeholders dalam kuadran ini. Kegiatan-kegiatannya difokuskan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan supaya dapat memberikan manfaat baik dari segi ekonomi maupun keberlanjutan sumberdaya perikanan. Sumberdaya perikanan menjadi fokus pengelolaan karena memiliki ketergantungan pada keberadaan sumberdaya perikananan, baik sebagai lokasi penangkapan, hasil tangkapan, maupun untuk konservasi atau perlindungan sumberdaya perikanan. 2.
Pengaruh Besarnya pengaruh yang dimiliki oleh masing-masing stakeholder dalam
kuadran players tinggi. Kelompok dalam kuadran ini memiliki kewenangan dalam mengendalikan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan.
55
Stakeholders yang berperan dalam menetapkan aturan dan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan baik yang terkait usaha penangkapan dan pelestarian sumberdaya perikanan adalah pihak DKP Provinsi Banten dan DKP Kabupaten pandeglang. Sedangkan pihak yang melaksanakan aturan dan kebijakan adalah UPT PPI dan TPI Kecamatan Labuan, Tempat pelelangan Ikan (TPI), Kelompok Rukun Nelayan, HNSI, Koperasi Perikanan dan POKMASWAS Sumberdaya Perikanan Labuan. Selain itu, pengawasan dan pemantauan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan juga dilakukan oleh semua stakeholders dalam kuadran players. Stakeholders dalam kuadran ini memiliki kemampuan dalam berinteraksi. Masing-masing kelompok selalu mengadakan forum untuk membicarakan masalah-masalah dalam pengelolaan perikanan dan mengadakan pertemuan serta sosialisasi dengan masyarakat. Akan tetapi yang memiliki wewenang dalam mengubah arah pengelolaan adalah pemerintah yaitu DKP Provinsi Banten dan DKP Kabupaten Pandeglang. Dari segi kewenangan, stakeholders dalam kuadran ini memiliki kewenangan yang berbeda-beda. DKP Provinsi Banten dan DKP Kabupaten Pandeglang memiliki kewenangan dalam perlindungan/pengawasan sumberdaya perikanan, pembangunan sarana dan prasarana perikanan, pemberdayaan masyarakat dan pelayanan perizinan. Tempat Pelelangan Ikan dan Koperasi Perikanan melakukan pengawasan dan pemberdayaan masyarakat dalam hal memberikan perlindungan bagi nelayan dalam penentuan harga hasil tangkapan. UPT PPI dan TPI Kecamatan Labuan melakukan pengawasan dan pelayanan perizinan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Rukun
56
Nelayan, HNSI dan POKMASWAS Sumberdaya Perikanan Labuan melakukan pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Kontribusi yang diberikan stakeholders dalam kuadran ini terdiri dari sumberdaya manusia, fasilitas, dana dan informasi. Masing-masing pihak melakukan
kegiatan-kegiatan
yang
mendukung
pengelolaan
sumberdaya
perikanan. Masing-masing kelompok ini mengadakan progran penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat, memberikan informasi yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya perikanan, serta pelatihan dan penyediaan fasilitas dalam usaha perikanan. 6.1.2.3 Bystanders Bystanders
merupakan stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh
yang rendah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Kuadran ini ditempati oleh Aparat Desa, Pemerintah Kecamatan dan Perbankan (Bank BRI Labuan) . 1.
Kepentingan Dilihat dari keterlibatan, manfaat yang diperoleh, sumberdaya yang
disediakan, fokus pengelolaan dan tingkat ketergantungan terhadap keberadaan sumberdaya perikanan, stakeholders dalam kuadran ini memiliki nilai yang sangat rendah. Kelompok ini hanya menjalankan tugas-tugas administrasi yang menyangkut masalah kependudukan. Kelompok ini tidak terlalu bergantung terhadap sumberdaya perikanan karena memiliki mata pencaharian diluar bidang perikanan.
57
2.
Pengaruh Dilihat dari penetapan dan pelaksanaan aturan/kebijakan, peranan,
kemampuan dalam interaksi, kewenangan dan kapasitas sumberdaya yang disediakan, stakeholders dalam kuadran ini memiliki nilai yang sangat rendah, dan tidak memberikan kontribusi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. 6.1.2.4 Actors Actors merupakan stakeholder yang memiliki kepentingan yang rendah, tetapi memiliki pengaruh yang tinggi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Kuadran ini ditempati oleh satuan polisi perairan. 1.
Kepentingan Polisi perairan terlibat dalam pengawasan sumebrdaya perikanan di
Kecamatan Labuan. Kelompok ini mengadakan koordinasi teknis di lapangan dengan pihak pemerintah dan kelompok nelayan dalam pengawasan dan pemantauan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Kelompok ini menyediakan aparat untuk mengawasi sumberdaya perikanan serta fasilitas berupa speed boat. 2.
Pengaruh Kelompok ini berpengaruh besar dalam pengawasan dan penegakan
hukum dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, tetapi tidak bergantung pada keberadaan sumberdaya perikanan. Polisi perairan berperan dalam menangani berbagai masalah kriminal serta tindakan-tindakan merusak yang terjadi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan.
58
Berdasarkan analisis stakeholder di atas, aktor-aktor yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan dikelompokkan menjadi: 1.
Kelompok Nelayan, terdiri dari Rukun Nelayan dan HNSI
2.
Pemerintah, yaitu DKP Provinsi banten, DKP Kabupaten Pandeglang, UPT PPI dan TPI Kecamatan Labuan dan Tempat Pelelangan Ikan.
3.
Kelompok Usaha/Swasta, terdiri dari Bakul/Pedagang Pengumpul, Bakul/Juragan, Industri Pengolah Ikan dan Koperasi perikanan.
4.
Kelompok Keamanan, terdiri dari Kelompok
Masyarakat Pengawas
Sumberdaya Perikanan Labuan dan Satpolair Pos Labuan. 6.1.3 Hubungan antar Stakeholder Dalam
menganalisis
hubungan
antar
aktor
dalam
kelembagaan
pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan dapat dikelompokkan menjadi dua level, yaitu: 1)
Level Penentu Kebijakan (Colective Choice Level) Level ini berperan dalam penentuan berbagai kebijakan yang perlu
dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Pada level ini kelompok yang terlibat adalah pemerintah meliputi DKP Provinsi Banten yang berkoordinasi dengan DKP Kabupaten Pandeglang. Kelompok ini berperan dalam menyusun dan menentukan kebijakan dan aturan main formal dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. 2)
Level Operasional (Operational Choice Level) Level ini berperan dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan yang
telah ditetapkan. Selain itu, level ini juga bertugas memberi dukungan dan
59
mengkoordinasikan aspek usaha pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Kelompok ini terdiri atas : 1) Kelompok nelayan 2) Kelompok swasta/usaha 3) Kelompok keamanan 4) Kelompok pemerintah, yaitu UPT PPI dan TPI Kecamatan Labuan dan Tempat Telelangan Ikan. Hubungan antar kelembagaan dan aktor pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilihat pada Gambar 10. Collective Choice Level Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi banten
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang
Kelompok Pemerintah
Operational Choice Level
Kelompok keamanan
Satpolair (Satuan Polisi Perairan), Kelompok Masyarakat Pengawas Sumberdaya Perikanan Labuan
Tempat Pelelangan Ikan
UPT PPI dan TPI
Aksess Dana
Kelompok Nelayan
HNSI dan Rukun Nelayan
Kelompok Usaha/Swasta
Nelayan Pengolah Ikan, Bakul/Pedagang Pengumpul, Langgan/Juragan, Koperasi Perikanan
Gambar 10. Hubungan antar Kelembagaan dan Aktor Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Ket: : Garis Koordinasi : Garis Koordinasi Teknis di lapangan : Garis Instruksi : Garis Konsultasi Pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan dilakukan oleh berbagai pihak. Semua pihak yang disebutkan di atas memiliki peranan yang berbeda. Masing-masing aktor di dalam pengelolaan sumberdaya
60
perikanan saling berinteraksi satu-sama lain sesuai dengan perannya. Tipe pengelolaan sumberdaya perikanan di kecamatan Labuan tergolong ke dalam tipe konsultatif dan instruktif. Pada tipe konsultatif, terdapat mekanisme dialog antar pemerintah dan pelaku perikanan tetapi pengambilan keputusan masih dilakukan pemerintah. Sedangkan tipe instruktif, terjadi ketika terdapat komunikasi dan tukar informasi yang minimal antara pemerintah dan pelaku perikanan. Proses perencanaan dan pembuatan kebijakan seharusnya melalui proses dialogis yang melibatkan semua pihak yang terkait, baik pemerintah, nelayan, maupun swasta, akan tetapi karena kurangnya komunikasi, bimbingan dan informasi seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Komunikasi antara aparat pemerintah dengan masyarakat tidak berjalan dengan baik. Selain itu, pengambilan keputusan tetap berada di tangan pemerintah. Masyarakat tidak memiliki proporsi yang cukup untuk menetapkan keputusan. Hubungan kerjasama antar stakeholder yang berbeda kepentingan dapat dikatakan jarang. Sering kali tidak ada koordinasi antar stakeholder. Hal ini disebabkan belum adanya suatu lembaga formal yang khusus mengkoordinasikan masing-masing kepentingan di antara aktor. Pola hubungan antara masyarakat dan pemerintah diwakili oleh lembagalembaga-lembaga yang ada. Lembaga pemerintah diwakili oleh Dinas Kelautan dan Perikanan sedangkan pihak masyarakat diwakili oleh pihak kelompok nelayan. Kewenangan lembaga pemerintah ditujukan untuk melegalisir peraturanperaturan yang telah disepakati dan dibuat secara bersama. Adanya peraturan yang telah dilegalisasi oleh pemerintah menjadi sebuah pegangan kuat untuk dipatuhi bukan hanya oleh masyarakat nelayan setempat namun juga ditujukan untuk
61
masyarakat nelayan dari daerah lain yang menangkap ikan di Kecamatan Labuan. Peraturan tersebut seharusnya memiliki kekuatan hukum yang mengikat semua stakeholders di dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan mendapatkan pengawasan dari pemerintah dan masyarakat nelayan. Satpolair dan POKMASWAS merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas permasalahan pengamanan dan penegakan hukum. Proses pengawasan terus berlangsung setiap harinya bersamaan dengan aktivitas nelayan ketika mencari ikan. Selama ini kegiatan pengawasan kurang berlangsung dengan baik karena keterbatasan sumberdaya. Pengawasan yang dilakukan menggunakan motor boat/kapal cepat. Pengawasan tidak dapat dilakukan setiap hari karena luasnya wilayah dan terbatasnya petugas. Minimnya pengawasan menyebabkan tidak terkontrolnya kegiatan penangkapan ikan. Hal ini semakin parah oleh pemahaman masyarakat yang menganggap sumberdaya laut adalah milik bersama. Hasil tangkapan menurun dari hari ke hari. Permasalahan terjadi karena sumberdaya yang open access, pertambahan jumlah nelayan, dan homogenitas kegiatan perikanan. Terjadi kerusakan laut secara perlahan-lahan, menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan nelayan lokal. Kelembagaan lokal lainnya yang berperan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah Kelompok Nelayan dan Kelompok usaha/swasta. Kelompok nelayan lebih bersifat sebagai lembaga yang merepresentasikan nelayan di dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya. Kelompok nelayan merupakan wadah yang menampung segala informasi yang dibutuhkan sebagai dasar pembuatan kebijakan. Informasi-informasi yang diberikan oleh anggota masyarakat nelayan
62
disampaikan kepada pemerintah melalui kelompok nelayan. Akan tetapi, karena kurangnya forum dan pertemuan, informasi-informasi itu seringkali tidak tersampaikan. Kelompok usaha/swasta, berperan sebagai lembaga ekonomi lokal yang mengatur tentang pemasaran dan penyediaan segala kebutuhan operasional nelayan. Hasil analisis kualitatif dari hasil penelitian di Kecamatan Labuan menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan di daerah ini menerapkan sistem co-management. Adanya pendampingan terhadap masyarakat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah. Pendampingan dilakukan untuk memberikan arahan dan bimbingan serta melakukan upaya peningkatan kemampuan sumberdaya manusianya. Sehingga mampu mengelola sumberdaya dengan lebih baik. Akan tetapi yang terjadi selama ini, tidak terjalin hubungan kerjasama yang baik antara pemerintah dengan para pelaku perikanan. Pemerintah daerah menerapkan pengelolaan tipe konsultatif dan instruktif dimana proses perencanaan dan pembuatan kebijakan seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena kurangnya komunikasi. 6.1.4 Konflik Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berdasarkan hasil analisis konflik, ada beberapa konflik yang terjadi di Kecamatan Labuan. Dari hasil analisis konflik, terdapat tiga sumber yang menjadi penyebab terjadinya konflik dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan yaitu konflik alat tangkap, pelanggaran jalur penangkapan dan penggunaan bom dalam penangkapan ikan seperti pada Tabel 16.
63
Tabel 16. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Labuan No Tahun Penyebab Konflik Pihak yang Penyelesaian terlibat 1 2007Amarah terhadap Nelayan Labuan, Cantrang 2009 penggunaan cantrang Nelayan Tegal, DKP untuk yang digunakan oleh Kabupaten sementara nelayan pendatang, Pandeglang, tidak boleh nelayan lokal tidak Pokmaswas, dioperasikan menggunakan cantrang Satpolair di sekitar adalah untuk perairan mempertahankan Kecamatan keberlanjutan Labuan. sumberdaya karena cantrang dianggap sejenis trawl dan belum adanya izin yang membolehkan alat tangkap cantrang beroperasi di wilayah kecamatan Labuan 2 2008Pelanggaran jalur Satpolair, Nelayan Belum sekarang penangkapan purse purse seine, DKP Terselesaikan seine Kabupaten sampai Pandeglang sekarang 3 2005Penggunaan Bom Nelayan lokal, Musyawarah 2009 dalam Penangkapan nelayan pendatang, kekeluargaan, ikan Satpolair vonis penjara Sumber : Diolah dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2009) dan data primer (2010) Pertama, nelayan pendatang dari Tegal yang menggunakan cantrang ditentang keras oleh nelayan lokal. Penggunaan cantrang ditentang keras karena penggunaan teknologi penangkapan ikan yang berbeda dengan masyarakat lokal. Berbagai upaya dilakukan oleh nelayan lokal untuk menolak kehadiran nelayan cantrang. Penggunaan cantrang dinilai sangat merugikan nelayan lokal, disamping itu
telah
meningkatnya
pengetahuan
masyarakat
tentang
keberlanjutan
sumberdaya perikanan dan belum ada undang-undang yang merekomendasikan alat tangkap tersebut boleh dioperasikan di Kecamatan Labuan. Konflik terjadi tahun 2007, terjadi aksi pembakaran kapal melibatkan banyak orang. Pembakaran
64
terjadi karena nelayan Kecamatan Labuan merasa kesal sudah memperingatkan nelayan Tegal untuk tidak menggunakan alat tangkap cantrang. Nelayan Labuan membakar satu dari lima kapal yang berhasil ditangkap yang beroperasi. Alat tangkapnya ditahan sebagai barang bukti. Dalam mengatasi konflik tersebut pihak Dinas Kelautan dan Perikanan melakukan beberapa cara yaitu mengecek ulang dengan melakukan pengawasan ke lokasi kejadian bersama-sama nelayan Labuan dan pihak satpolair, menseleksi surat menyurat perizinan mengenai aktifitas penangkapan dari Kabupaten Tegal, pihak nelayan dari Tegal wajib lapor kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang apabila akan melakukan aktifitas penangkapan di perairan wilayah Labuan. Alat tangkap cantrang tersebut disita oleh masyarakat setempat kemudian pihak Dinas Perikanan dan Kelautan bekerjasama dengan Polair memberikan pembinaan, diberi peringatan dan apabila kembali lagi akan ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pandeglang melayangkan surat kepada Kadis Kelautan dan Perikanan Tegal sehubungan dengan permohonan izin andon, dengan beberapa ketentuan yang dipersyaratkan yaitu: 1. Tetap mengacu pada UU RI No. 31 tentang perikanan pasal 6 ayat (2) 2.
Kep.Men.Tan.
Nomor
392/KPTS/IK.120/4/99
tentang
jalur-jallur
penangkapan Ikan Sampai saat ini untuk sementara alat tangkap cantrang tidak boleh dioperasikan di sekitar perairan Kecamatan Labuan. Pokmaswas yang berkepentingan dalam melakukan pengelolaan kolaboratif secara intensif
65
melakukan pengawasan dan segera melaporkan kepada Dinas Perikanan jika cantrang masuk ke wilayah Kecamatan Labuan. Kedua, Sejak tahun 2008, terjadi bentrok antara satpolair , pihak DKP Kabupaten Pandeglang dengan nelayan purse seine. Pada awal terjadi pelanggaran jalur tangkapan, 3 ABK, 1 kapal nelayan diamankan, dan alat tangkap. Awalnya hanya diselesaikan dengan musyawarah kekeluargaan, akan tetapi karena sering terulang, maka divonis penjara. Pihak DKP dan satpolair mengadakan pertemuan dengan nelayan purse seine dan memberikan arahan dan bimbingan. Akan tetapi, sering terulang sehingga penyelesaiannya melalui jalur hukum yaitu tindakan pidana ringan yaitu vonis 6 bulan penjara terhadap nelayan. Sampai sekarang bentrok masih sering terjadi antara satpolair dengan nelayan karena nelayan tetap menganggap bahwa mereka bebas menangkap ikan di wilayah yang mereka mau. Penjelasan mengenai jalur penangkapan ikan tidak bisa diterima oleh pihak nelayan. Seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 392/Kpts/IK.120/4/99 tentang jalur penangkapan ikan. SK Mentan ini merupakan suatu upaya menuju kepada kegiatan penangkapan yang lebih teratur sehingga dapat menjamin keberlanjutan usaha dan mencegah timbulnya konflik perebutan daerah penangkapan ikan. Pelaksanaan penetapan jalur penangkapan tersebut di lapangan hingga saat ini masih sulit dilakukan, karena lemahnya sosialisasi dan pelaksanaan pengawasan. Ketiga, tahun 2005 - 2009 terjadi konflik antara nelayan Labuan dengan nelayan pendatang yang menggunakan bom dan diperkirakan telah merusak habitat ikan di sekitar wilayah perairan Kecamatan Labuan. Namun kasus penggunaan bom ini seringkali tidak dapat dibuktikan oleh nelayan setempat,
66
karena sulit menemukan barang bukti. Nelayan pendatang yang menggunakan bom menggunakan kapal bermesin cepat (sejenis mesin speed boat), sehingga tidak berhasil mengejar unit kapal yang terlihat memasuki wilayah wilayah perairan Labuan. Selain itu, nelayan yang dicurigai melakukan penangkapan ikan menggunkan bom biasanya barang bukti langsung dibuang sehingga mereka tidak dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan aturan. Selain itu, polisi perairan juga tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk mengatasi berbagai pelanggaranpelanggaran yang terjadi di laut. 6.2
Kelembagaan sebagai Aturan Main dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
6.2.1 Kelembagaan Formal Pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan mengacu pada aturan yang telah disahkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Beberapa dasar hukum dan peraturan perundang-perundangan yang menjadi acuan dari kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan adalah : a.
Undang-undang No 31 tahun 2004 tentang Perikanan direvisi dengan Undang-undang No 45 tahun 2009 tentang Perikanan Undang-undang ini memuat beberapa aturan mengenai pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan dengan mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian dan keberlangsungan (sustainable), sehingga dapat mewujudkan pembangunan nasional dengan berdasarkan pada asas keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatan serta peningkatan taraf hidup nelayan dan petani kecil. Dengan demikian, pola pemanfaatan sumberdaya ikan harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan. UU No 45 Tahun 2009 merupakan revisi terhadap UU No 31 Tahun
67
2004, pada pasal 2 mengenai asas dan tujuan pengelolaan perikanan ditambahkan mengenai pembangunan yang berkelanjutan.
Pengaturan Izin Penangkapan Pengaturan izin sudah didelegasikan kepada pemerintah daerah, sesuai
dengan kewenangannya. Izin penangkapan meliputi Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian SIPI, SIUP dan SIKPI diatur dengan Peraturan Menteri.
Pengaturan Pungutan Perikanan Setiap orang yang memperoleh manfaat langsung dari sumberdaya
perikanan dikenakan pungutan perikanan. Besarnya pungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perikanan Pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan beserta dengan
masyarakat. Pemerintah mengadakan sarana dan prasarana pengawasan perikanan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawas perikanan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pengaturan Zonasi dan Jalur Penangkapan Ikan Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan,
Menteri menetapkan jenis, jumlah, ukuran dan penempatan alat bantu penangkapan ikan, daerah, jalur dan waktu atau musim penangkapan ikan.
Sanksi terhadap Pelanggaran Setiap orang yang sengaja melakukan tindakan pelanggaran dalam bidang
perikanan akan dikenankan hukum pidana penjara dan denda (Lampiran 5).
68
Menjaga Kelestarian Sumberdaya Perikanan Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya seperti penggunaan bahan kimia, bahan biologis dan bahan peledak.
Bentuk Usaha Perikanan Usaha perikanan dilaksanakan dalam sistem bisnis perikanan yang meliputi
praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran. Ketentuan lebih lanjut mengenai praproduksi, produksi, pengolahan dan pemasaran diatur dalam Peraturan Menteri. b.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1O/Men/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan
:
Kep.
Izin penangkapan meliputi Izin Usaha Perikanan (IUP), Surat Penangkapan Ikan (SPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). IUP berlaku selama perusahaan masih melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pengangkutan ikan. SPI berlaku selama 3 tahun untuk penangkapan ikan dengan menggunakan jenis alat tangkap Pukat Cincin, Rawai Tuna, Jaring Insang Hanyut, atau Huhate dan 2 tahun untuk alat tangkap lain. SIKPI berlaku selama 3 tahun. c.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep. 58/Men/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) merupakan pelaksana
pengawasan di tingkat lapangan yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, nelayan, petani ikan serta masyarakat maritim lainnya. Pemerintah dan atau pemerintah daerah wajib memfasilitasi pemberdayaan POKMASWAS melalui pembinaan, bimbingan dan pelatihan bagi peningkatan
69
kemampuan
POKMASWAS.
Masyarakat
atau
anggota
POKMASWAS
melaporkan informasi adanya dugaan pelanggaran dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan kepada aparat pengawas terdekat seperti: Koordinator PPNS, Kepala Pelabuhan perikanan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Satpol-Airud (atau Polisi terdekat), TNI-AL terdekat atau Petugas karantina di pelabuhan dan PPNS. d.
Keputusan Menteri Pertanian No. 392/ Kpts/ IK. 120/4/1999 Tentang Jalur Penangkapan Ikan Jalur-jalur penangkapan ikan sebagaimana yang tertuang dalam SK Menteri
Pertanian No. 392/Kpts/ IK. 120/ 4/ 1999 yaitu: a)
Jalur I (Perairan pantai diukur dari permukaan air laut pada surut terendah pada setiap pulau s/d 6 mil ke arah laut) - Dari 0 s/d 3 Mil laut, diperbolehkan untuk alat penangkapan ikan yang menetap, alat penangkapan ikan tidak menetap yang tidak dimodifikasi, dan kapal perikanan tanpa motor yang panjangnya ≤ 10 meter. Disamping itu wajib diberi tanda pengenal, yaitu: tanda pengenal jalur dengan cat warna putih ≥ ¼ lambung kiri dan kanan kapal, serta tanda pengenal alat tangkap. - Dari 3 s/d 6 Mil laut, diperbolehkan untuk alat penangkapan ikan yang tidak menetap. Kapal yang diperbolehkan yaitu panjangnya ≤ 10 meter tanpa dan/atau dengan motor tempel, motor tempel dan motor dalam ≤ 5 GT dengan panjang ≤ 12 meter, kapal pukat cincin (Purse Seine) ≤ 150 meter. Jaring berupa Drift Gill Net (jaring insang hanyut) ≤ 1.000 meter dan wajib diberi tanda pengenal jalur dengan cat merah ≥ ¼ lambung kiri dan kanan kapal, serta tanda pengenal alat tangkap (ditetapkan oleh Dirjenkan).
70
b)
Jalur II (6 s/d 12 Mil laut), diperbolehkan untuk kapal perikanan motor dalam ≤ 60 GT, Pukat Cincin ≤ 600 meter dengan kapal tunggal (bukan grup) atau ≤ 1.000 dengan 2 kapal/ ganda (bukan grup), Tuna Long Line ≤ 1.200 mata pancing, Jaring Insang Hanyut ≤ 2.500 meter. Wajib diberi tanda pengenal, yaitu: tanda pengenal jalur dengan warna oranye ≥ ¼ lambung kiri dan kanan kapal, dan tanda pengenal alat tangkap (ditetapkan oleh DirjenKan).
c)
Jalur III (12 s/d 200 Mil laut atau batas terluar ZEE), diperbolehkan untuk kapal perikanan berbendera Indonesia ≤ 200 GT, kecuali yang menggunakan Pukat Cincin besar di Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Flores, dan Laut Sawu dilarang untuk semua ukuran,kapal perikanan berbendera Indonesia ≤ 200 GT di ZEE Selat Malaka, kecuali yang menggunakan Pukat Ikan (Fish Net) ≥ 60 GT. Untuk perairan ZEE di luar ZEE Selat Malaka: - Kapal perikanan berbendera Indonesia dan asing ≤ 350 GT. - Kapal perikanan > 350-800 GT yang menggunakan Pukat Cincin hanya boleh beroperasi diluar > 100 Mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia. - Kapal perikanan yang menggunakan Pukat Cincin dengan sistem grup hanya boleh beroperasi > 100 Mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia. - Kapal perikanan berbendera asing berdasarkan Peraturan pada PerundangUndangan yang berlaku.
71
e.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap
Pengaturan Izin Penangkapan Setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan penangkapan ikan
dalam satuan armada penangkapan ikan wajib memiliki SIUP dan SIKPI dalam satuan armada penangkapan ikan. Setiap kapal penangkap ikan dan/atau kapal lampu dilengkapi dengan SIPI.
Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perikanan Pembinaan terhadap kegiatan usaha perikanan meliputi pembinaan
pengelolaan usaha, sarana dan prasarana, teknik penangkapan dan produksi, dan mutu hasil perikanan. Pengawasan dan pengendalian dilakukan dengan sistem pemantauan, pengendalian, dan pemeriksaan lapangan terhadap operasional dan dokumen kapal perikanan, UPI, dan ikan hasil tangkapan oleh pengawas perikanan.
Pengadaan Kapal Penangkap Ikan Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang telah memiliki SIUP dapat
mengadakan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan,baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Pengaturan Pendaratan Ikan Setiap kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan harus
mendaratkan ikan hasil tangkapan di pelabuhan pangkalan yang tercantum dalam SIPI dan/atau SIKPI.
72
f.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan PER.17/MEN/2006 tentang Usaha Perikanan Tangkap
Peraturan Izin Penangkapan Setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan penangkapan ikan
dalam satuan armada penangkapan ikan wajib memiliki SIUP atau APIPM, SIPI, dan SIKPI dalam satuan armada penangkapan ikan. Satuan armada penangkapan ikan terdiri dari kapal penangkap, kapal pengangkut ikan, dengan atau tanpa kapal lampu.
Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perikanan Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha perikanan di bidang
penangkapan dan pengangkutan ikan dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya. Pembinaan meliputi pembinaan pengelolaan usaha, sarana dan prasarana, teknik penangkapan dan produksi, dan mutu hasil perikanan.
Pengadaan Kapal Penangkap Ikan Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang telah memiliki SIUP dapat
mengadakan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan,baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Sanksi terhadap Pelanggaran Setiap orang atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan tangkap
yang melakukan pelangaaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenankan sanksi administratif atau sanksi pidana. Sanksi administratif dapat berupa peringatan tertulis, pembekuan, atau pencabutan SIUP, SIPI dan SIKPI.
73
g.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Perikanan
Pengaturan Pungutan Perikanan
Usaha
Pungutan Pengusahaan Perikanan ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (GT) dikalikan ukuran GT kapal menurut jenis kapal perikanan yang digunakan. Bagi perusahaan perikanan skala kecil berdasarkan rumusan 1% (satu perseratus) dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan dan bagi perusahaan perikanan skala besar berdasarkan rumusan 2,5% (dua setengah perseratus) dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan. Untuk kegiatan pembudidayaan ikan sebesar 1% (satu perseratus dikalikan harga jual ikan hasil pembudidayaan.
Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perikanan Pembinaan terhadap kegiatan usaha perikanan di bidang penangkapan ikan
dan pengangkutan ikan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya. Pembinaan meliputi pembinaan iklim usaha, sarana usaha, tekni produksi, pemasaran, dan mutu hasil perikanan. Pengawasan dilakukan terhadap kegiatan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan serta penanganan hasil perikanan. h.
Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 6 Tahun 2004 tentang Izin Usaha Perikanan
Peraturan Izin Penangkapan Setiap Warga Negara Indonesia, Badan Hukum atau Koperasi, yang
melakukan kegiatan usaha perikanan wajib memiliki SIUP. Perusahaan Perikanan yang telah memperoleh SIUP, sebelum melakukan usaha penangkapan ikan dan pengangkutan ikan wajib memiliki SIPI atau SIKPI untuk setiap kapal yang
74
dipergunakan. SIUP berlaku selama perusahaan perikanan yang bersangkutan masih melakukan usaha perikanan. SIPI berlaku selama 3 tahun untuk penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap pukat cincin, rawai tuna, jaring insang hanyut, atau huhate dan 2 (dua) tahun untuk jenis alat tangkap lainnya, SIKPI berlaku selama 3 tahun.
Pengaturan Pungutan Perikanan Perusahaan Perikanan yang memiliki SIUP, SIPI, dan SIKPI dikenakan
retribusi Izin Usaha Perikanan. Struktur dan besarnya tarif retribusi Izin Usaha Perikanan terlampir dalam Lampiran 5.
Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perikanan Pembinaan dan pengawasan terhadap Perusahaan Perikanan dilakukan oleh
Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Kepala Dinas.
Sanksi terhadap Pelanggaran Setiap orang yang melanggar dipidana dengan pidana kurungan paling lama
6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000 (lima puluh juta).
Menjaga Kelestarian Sumberdaya
1.
Untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan, dilarang menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, listrik, racun atau sejenisnya, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan dan dilarang melakukan kegiatan usaha perikanan di daerah tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah kecuali untuk kegiatan penelitian dan survey.
75
2.
Dilarang menggunakan alat penagkap ikan trawl, mini trawl, atau alat tangkap lain yang telah dimodifkasi namun penggunaannya mirip trawl atau alat tangkap lain yang dilarang Pemerintah.
3.
Dilarang melakukan Usaha Perikanan pada daerah selain yang telah ditentukan dalam SIUP.
4.
Dilarang menggunakan alat tangkap statis dijalur pelayaran atau lalu lintas kapal.
Bentuk Usaha Perikanan Usaha Perikanan meliputi usaha penangkapan ikan, usaha pembudidayaan
ikan, usaha pengangkutan ikan, usaha pengolahan ikan dan usaha pemasaran ikan. i.
Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang No 12 Tahun 2001 tentang Retribusi pasar Grosir dan Pertokoan Diperuntukkan Bagi Penyelenggaraan Pelelangan Ikan. Besarnya biaya retribusi pelelangan, ditetapkan sebesar 4% (empat
perseratus) dari harga /nilai kotor atau raman pelelangan dan atau transaksi sebagai jenis barang di tempat pasar grosir yang dibebankan kepada: a. Pembeli/bakul sebesar 2% (dua perseratus) b. Penjual/Nelayan sebesar 2%(dua perseratus) Pungutan lain dalam kegiatan pelelangan ikan ditentukan berdasarkan musyawarah nelayan yang besarnya tidak lebih dari 4% (empat perseratus) dan hasilnya dituangkan dalam Keputusan Kepala Daerah/Kepala Dinas atas nama Kepala Daerah: a. Biaya pelelangan Ikan 2% b. Dana Sosial yang terdiri dari : - Tabungan Nelayan 1%
76
- Dana Paceklik 0,5% - Dana kecelakaan di laut dan asuransi nelayan 0,5% Aturan formal di atas mengatur sekitar sepuluh aspek pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Kesepuluh aspek tersebut adalah Pengaturan izin penangkapan, Pengaturan pungutan perikanan, Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perikanan, Pengaturan zonasi dan jalur penangkapan ikan, Pengaturan alat penangkapan dan upaya penangkapan ikan, Pengadaan kapal penangkap ikan, Pengaturan pendaratan ikan, Sanksi terhadap pelanggaran, Menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dan Bentuk usaha perikanan. Kesepuluh aspek tersebut dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Aspek Pengelolaan Aturan Formal dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Labuan No Aspek Tingkat Keterangan Pengelolaan Pusat Daerah 1 Pengaturan izin X X Pengaturan izin penangkapan penangkapan telah diatur di tingkat provinsi, akan tetapi masih terdapat banyak kapal yang tidak memiliki surat izin dan sudah melewati masa berlaku. 2 Pengaturan X X Retribusi pelelangan tidak pungutan berjalan dengan lancar karena perikanan dianggap memberatkan oleh nelayan, sehingga seringkali nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI untuk menghindari pungutan restribusi 3 Pembinaan dan X X Pembinaan telah dilakukan pengawasan melalui sosialisasi, penyuluhan terhadap usaha serta pelatihan kegiatanperikanan kegiatan yang mendukung usaha perikanan. Pengawasan oleh pemerintah dan masyarakat telah dilakukan, tetapi belum maksimal karena keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.
77
Lanjutan Tabel 17. No 4
5
6
Aspek Tingkat Pengelolaan Pusat Daerah Pengaturan x zonasi dan jalur penangkapan ikan
Pengaturan alat x penangkapan dan upaya penangkapan ikan Pengadaan kapal x penangkap ikan
7
Pengaturan pendaratan ikan
x
8
Sanksi terhadap x pelanggaran
x
9
Menjaga kelestarian sumberdaya perikanan
x
x
10
Bentuk usaha x perikanan
x
Keterangan Nelayan di Kecamatan Labuan belum memiliki sistem pengaturan atau pranata sosial (aturan masyarakat adat) yang ketat mengenai daerah perairan yang mana yang diperbolehkan dan daerah perairan laut yang dilarang dimasuki nelayan, dan pengaturan kawasan seperti zona preservasi, konservasi dan pemanfaatan Peraturan formal di tingkat provinsi telah mengatur jenisjenis alat tangkap apa saja yang boleh digunakan. Tidak diatur dalam aturan formal tingkat provinsi dan kabupaten Pendaratan ikan masih belum tertata rapi. Kapal didaratkan di pinggir pantai karena belum memiliki pelabuhan untuk pendaratan kapal. Belum maksimal dalam penegakan hukum. Beberapa tindakan pelanggaran masih diselesaikan melalui jalur musyawarah. Sebagian masyarakat pesisir sudah menjaga kelestarian sumberdaya perikanan, akan tetapi masih terdapat beberapa tindakan yang merusak baik penangkapan dengan menggunakan bom atau potas. Selain itu, daerah pantai Labuan masih dipenuhi sampah-sampah rumah tangga. Usaha perikanan meliputi penangkapan, pemasaran dan pengolahan ikan.
78
Beberapa aturan-aturan yang berlaku sudah diatur dalam peraturan formal di tingkat Provinsi dan Kabupaten. Peraturan perundang-perundangan yang berlaku telah mengatur sumberdaya perikanan, baik untuk tujuan ekonomi dan konservasi (perlindungan terhadap sumberdaya perikanan). Dari hasil analisis peraturan perundangan tersebut, sudah terlihat bahwa telah ada peraturan formal tentang pengelolaan sumberdaya perikanan. Akan tetapi yang menjadi masalah selama ini adalah bukan pada banyaknya peraturan, tetapi pada kepatuhan terhadap aturan-aturan tersebut serta pengetahuan terhadap aturan-aturan yang ada. Kegiatan perikanan di Kecamatan Labuan seperti terlepas dari berbagai aturan dan kebijakan tersebut. Tidak ada ketergantungan terhadap aturan formal yang berlaku. Peraturan yang berlaku sangat banyak, tetapi tidak ada pengawasan dan sistem hukum yang optimal. Kurangnya sosialisasi aturan-aturan formal pada seluruh masyarakat mengenai pengelolaan sumberdaya perikanan juga menyebabkan aturan merupakan hal yang kurang berpengaruh pada pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Selain itu, berbagai aturan yang diberlakukan dan dibentuk oleh pemerintah tanpa melibatkan masyarakat. Maka yang terjadi kemudian adalah kurangnya pemahaman masyarakat akan peraturan-peraturan yang ada dan berdampak pula pada rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut. Tidak adanya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan aturan tersebut juga berarti pengabaian terhadap pengetahuan lokal (local knowledge) masyarakat setempat mengenai pengelolan sumberdaya perikanan.
79
6.2.2 Kelembagaan Informal Kearifan lokal berupa norma atau aturan tidak tertulis yang dikatakan dapat mendukung usaha-usaha pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan, antara lain adalah : pertama, adanya larangan untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan pada setiap hari Jum'at. Mayoritas penduduk yang beragama Islam menjadikan aturan ini melekat pada kegiatan perikanan yang masyarakat jalankan. Menurut masyarakat setempat, hari Jumat adalah hari yang dikhususkan untuk beribadah. Sehingga pada hari tersebut, nelayan yang biasanya pergi melaut akan menggunakan waktunya untuk memperbaiki alat-alat yang digunakan pada kegiatan perikanan yang mereka lakukan. Kebiasan untuk tidak melaut pada hari Jumat ini juga berdampak baik bagi lingkungan, karena memberikan sedikit waktu bagi pemulihan kondisi alam. Hari jumat juga digunakan untuk bertemu dan bersilaturahmi dengan anggota masyarakat yang lain. Bagi para nelayan, hari Jumat merupakan satu-satunya waktu yang dapat mereka gunakan untuk dudukduduk bersama sambil minum kopi. Kedua, perasaan sebagai bagian dari suatu komunitas untuk tujuan pemerataan sumberdaya. Nelayan yang memiliki tingkat teknologi yang lebih tinggi biasanya akan menghindari daerah penangkapan yang sama dengan nelayan tradisional. Ketiga, masyarakat nelayan mengizinkan bagi nelayan dari daerah luar untuk menangkap ikan di daerah mereka dengan syarat mereka menghormati seluruh masyarakat yang tinggal di Labuan dan menggunakan alat tangkap yang sama dengan nelayan-nelayan dari daerah setempat. Keempat, adanya kesepakatan bagi para pelaku tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nelayan lain, seperti aktivitas pencurian ikan dan alat tangkap serta perusakan alat tangkap. Kelima, dilarang melakukan
80
pencemaran atau penangkapan ikan tidak ramah lingkungan, misalnya dengan bom, potasium, dan lain-lain. Larangan ini dicetuskan atas dasar kesadaran masyarakat setempat akan bahaya penggunaan bom dan potasium bagi keberlangsungan sumberdaya perikanan. Keenam, adanya aturan berbagi yaitu dalam penangkapan ikan-ikan pelagis yang tampak dari permukaan, seperti jenis tongkol, apabila ikan tersebut tertangkap sebagai hasil kerja dari beberapa kapal penangkap, maka ikan yang diperoleh harus dibagi dua antara kapal yang menangkap ikan dengan kapal yang pertama kali melihat disana memburu gerombolan ikan tersebut. Ketujuh, tidak boleh berbicara kotor dan kasar ketika berada ditengah laut. Kearifan tradisional dalam pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan kebiasaan yang berlaku secara turun temurun oleh masyarakat dan belum menjadi hukum tertulis. Legalitasnya berasal dari kepercayaan, jika tidak ditaati akan ada peringatan dari yang maha kuasa. Kearifan lokal lambat laun mengalami kepunahan, semakin memudarnya aturan-aturan tak tertulis/kesepakatan yang pernah ada. Tabel 18. Aturan-aturan informal perikanan di Kecamatan Labuan No 1
2
3
dalam pengelolaan sumberdaya
Aturan Informal Larangan melakukan aktivitas penangkapan ikan pada setiap hari Jum'at. Nelayan yang memiliki tingkat teknologi yang lebih tinggi biasanya menghindari daerah penangkapan yang sama dengan nelayan tradisional. Masyarakat nelayan mengizinkan bagi nelayan dari daerah luar untuk menangkap ikan di daerah mereka.
Sosial
Tujuan Ekonomi Konservasi X
X
X
X
X
X
81
Lanjutan Tabel 18. No
Aturan Informal
Kesepakatan bagi para pelaku tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nelayan lain. 5 Dilarang melakukan pencemaran atau penangkapan ikan tidak ramah lingkungan. 6 Adanya aturan berbagi 7 Tidak boleh berbicara kotor di tengah laut Sumber: Data diolah (2010)
Sosial
4
Tujuan Ekonomi Konservasi X
X
X X
X
X
Sebagian aturan-aturan informal tersebut sudah mulai memudar. Aturanaturan formal ini dulunya cukup efektif dalam mereduksi dan mencegah konflikkonflik dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Aturan-aturan informal tersebut memiliki tujuan implisit yang mungkin tidak disadari oleh masyarakat nelayan dan sangat mendukung dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu untuk tujuan sosial, ekonomi dan konservasi. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya suatu mekanisme kontrol sosial yang ada di masyarakat berupa kearifan lokal. Akan tetapi, aturan-aturan informal ini sudah mulai memudar dan mungkin tidak akan bertahan lama apabila tidak segera dikukuhkan menjadi aturan formal dan diakui oleh pemerintah. Pada umumnya, nelayan di Kecamatan Labuan belum memiliki sistem pengaturan atau pranata sosial (aturan masyarakat adat) yang ketat mengenai daerah perairan yang mana yang diperbolehkan dan daerah perairan laut yang dilarang dimasuki nelayan, dan pengaturan kawasan seperti zona preservasi, konservasi dan pemanfaatan. Dengan kata lain, di Kecamatan Labuan berlaku status rezim open access (no property rights) dalam pemanfaatan sumberdaya ikan, yang khusus berlaku dikalangan internal masyarakat Kecamatan Labuan,
82
karena memang tidak ditemukan kelembagaan adat yang mengatur fishing ground yang buka dan tutup (close and open season) untuk kegiatan perikanan berdasarkan daerah penangkapan ikan pada lokasi tertentu. Masyarakat di Kecamatan Labuan tidak mengenal klaim atas kepemilikan laut sehingga merupakan
sumberdaya
yang
bersifat
common
property/milik
bersama.
Masyarakat menganut paham ‘laut merupakan milik bersama dan boleh dimanfaatkan oleh siapa saja’. 6.3
Biaya Transaksi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Labuan Berdasarkan hasil analisis aktor terlihat bahwa aktor pemain utama dalam
kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah kelompok pemerintah dan kelompok nelayan. Oleh karena itu, analisis biaya transaksi yang dilakukan dalam penelitian ini difokuskan pada kelompok tersebut. 6.3.1 Kelompok Pemerintah Secara sistematis biaya transaksi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan dapat dilihat pada Gambar 11. Biaya Transaksi
Biaya informasi
Biaya Konsultasi Masterplan Minapolitan
Biaya operasional bersama
Biaya Pertemuan
Biaya Sosialisasi
Biaya pengambilan keputusan
Biaya Pembangun an sarana dan prasarana perikanan
Biaya Pembinaan dan pelatihan iklim usaha, sarana usaha, tekhnik produksi, pemasaran dan mutu hasil perikanan
Biaya pengawasan dan perizinan
Biaya pelatihan pengadaan sarana dan prasarana budidaya ikan
Gambar 11. Biaya Transaksi Pemerintah dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Labuan
83
Berdasarkan Gambar 11 di atas, total biaya transaksi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi : (1) biaya informasi yaitu biaya konsultasi masterplan minapolitan, (2) biaya pengambilan keputusan yaitu biaya pertemuan dan biaya sosialisasi dan (3) biaya operasional bersama yaitu biaya pembangunan sarana dan prasarana perikanan, biaya pembinaan dan pelatihan iklim usaha, sarana usaha, tekhnik produksi, pemasaran dan mutu hasil perikanan, biaya pengawasan dan perizinan, serta biaya pelatihan pengadaan sarana dan prasarana budidaya ikan. Besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Biaya Transaksi Pemerintah dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Labuan No Jenis Biaya Biaya Per tahun (Rp) 1 Biaya Informasi - Biaya konsultasi masterplan 4.993.600 minapolitan 2 Biaya Pengambilan Keputusan - Biaya Pertemuan 15.000.000 - Biaya Sosialisasi 17.500.000 32.500.000 3 Biaya Operasional Bersama - Biaya Pembangunan sarana dan 40.221.800 prasarana perikanan - Biaya Pembinaan dan pelatihan iklim 121.700.000 usaha, sarana usaha, tekhnik produksi, pemasaran dan mutu hasil perikanan - Biaya pengawasan dan perizinan 13.695.000 - Biaya pelatihan pengadaan sarana dan 21.700.000 prasarana budidaya ikan 197.316.800 Total Biaya Transaksi 234.810.400 Sumber : Diolah dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA SKPD) Belanja Aparatur dan Publik Tahun Anggaran 2010 Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang
84
Berdasarkan Tabel 19 di atas, total biaya transaksi yang dikelurkan oleh pemerintah setiap tahunnya sekitar Rp 234.810.400. Biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya operasional bersama sebesar Rp 197.316.800. Hal ini disebabkan banyaknya jenis-jenis biaya transaksi yang harus dikeluarkan dalam kegiatan operasional pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. 6.3.2 Kelompok Nelayan Secara sistematis biaya transaksi yang dikeluarkan oleh kelompok nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan dapat dilihat pada Gambar 12 Biaya Transaksi
Biaya Operasional Bersama
Biaya Pengambilan Keputusan
Biaya Pertemuan
Biaya Koordinasi
Biaya Sosialisasi
Biaya Pelatihan
Biaya Pengawasan
Gambar 12. Biaya Transaksi Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Labuan Berdasarkan Gambar 12 di atas, total biaya transaksi yang dikeluarkan oleh nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi : (1) biaya pengambilan keputusan yaitu biaya pertemuan, biaya koordinasi dan biaya sosialisasi dan (2) biaya operasional bersama yaitu biaya pelatihan dan biaya pengawasan. Besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilihat pada Tabel 20.
85
Tabel 20. Biaya Transaksi Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Labuan No Jenis Biaya Biaya per Tahun (Rp) 1 Biaya pengambilan Keputusan - Biaya Pertemuan 4.025.000 - Biaya Koordinasi 1.250.000 - Biaya Sosialisasi 500.000 5.775.000 2 Biaya Operasional Bersama - Biaya pelatihan 625.000 - Biaya pengawasan 1.000.000 1.625.000 Total Biaya 7.400.000 Sumber : Data primer diolah, 2010 Berdasarkan tabel di atas, total biaya transaksi yang dikeluarkan oleh nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan setiap tahunnya sekitar Rp 7.400.000. Biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya pengambilan keputusan sebesar 5.775.000. Biaya transaksi yang dikeluarkan nelayan jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya transaksi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan nelayan tidak terlalu banyak mengeluarkan uang untuk beberapa kegiatan, seperti pembangunan sarana dan pasarana, pengawasan sumberdaya perikanan dan biaya pembinaan.
86