EKSPLORASI MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT DI DAERAH PESISIR KOTA MANADO Oksfriani Jufri Sumampouw1,4, Soemarno2,4, Sri Andarini3,4, Endang Sriwahyuni3,4, Jeini Ester Nelwan2,4 1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado 2 Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang 3 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 4 Program Doktor Kajian Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang Email add:
[email protected] Abstrak Daerah pesisir merupakan salah satu daerah yang banyak memiliki masalah khususnya di bidang kesehatan masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk menggali tentang masalah-masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di Kota Manado Sulawesi Utara sebagai salah satu kota pesisir di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang dilakukan melalui observasi lapangan dan penelusuran kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah kesehatan di daerah pesisir kota Manado yaitu masalah lingkungan, perilaku dan sosial. Kata kunci: Penelitian eksploratif, wilayah pesisir, observasi lapangan, studi kepustakaan Abstract Coastal areas is the one area that many have problems, especially in the public health. This study was conducted to explored public health problems that occur in the city of Manado in North Sulawesi as one of the coastal cities in Indonesia. This is an exploratory study conducted through field observations and literature review. The results showed that the health problems in the coastal city of Manado that is environmental, behavioral and social. Keywords: Explorative research, coastal area, field observation, literature review Latar belakang Banyak masyarakat berpikir bahwa laut termasuk di dalamnya wilayah pesisir merupakan tempat sampah yang ideal. Laut yang luas diperkirakan mampu menghancurkan atau melarutkan setiap bahanbahan yang dibuang ke perairan laut. Faktanya, laut merupakan suatu sistem ekologis yang mempunyai kemampuan daya urai yang terbatas. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan ini menghasilkan produk-produk yang diperlukan bagi kehidupannya dan menghasilkan produk sisa (limbah) yang dapat menjadi bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan sampai ke daerah pesisir dan laut. Hal ini dapat menyebabkan masalah pada lingkungan dan masalah kesehatan masyarakat khususnya masyarakat pesisir dan laut (Supriharyono, 2002; Misran, 2002). Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks. Hal ini saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah "sehat-sakit". Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat. Hendrik L. Blum seorang pakar di bidang kedokteran pencegahan mengatakan bahwa status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 hal yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik (keturunan) (Notoatmodjo, 2011). Faktor-faktor ini, berpengaruh langsung pada kesehatan dan saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan dapat tercapai secara optimal jika keempat faktor ini secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal) maka status kesehatan dapat tergeser ke arah di bawah keadaan optimal (Sarudji, 2006).
Penelitian tentang pencemaran lingkungan global telah dilakukan. Beberapa diantaranya yaitu penelitian tentang pemanasan global yang disebabkan oleh adanya emisi gas rumah kaca (GRK) dan upaya penanggulangannya. Upaya penanggulangan dilakukan melalui pembatasan GRK pada lebih dari 100 negara. Selain itu, dilakukan kajian tentang dampak pemanasan global terhadap lingkungan seperti pada lautan Pasifik di daerah tropis seperti terjadinya El Nino dan pengasaman laut (Meinshausen et al, 2009; Collins et al, 2010). Penelitian yang mengevaluasi kualitas lingkungan di Indonesia juga telah banyak. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengevaluasi tentang masalah pencemaran air khususnya sumber dan penanggulangan yang dilakukan di Jakarta. Selanjutnya, untuk menentukan tingkat pencemaran air sungai di Desa Awang Bangkal nutrition value coefficient. Penelitian lainnya juga telah dilakukan dan menemukan adanya pencemaran pada sungai dan situ di DKI Jakarta (Yudo & Said, 2011; Rahman & Kairoh, 2012; Hendrawan, 2010). Selanjutnya pemantauan pencemaran lingkungan di Sulawesi Utara telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Lensun & Tumembow (2013) melakukan pemantauan pencemaran pada air sungai Tondano menemukan adanya pencemaran terhadap air sungai Tondano di Kelurahan Ternate Baru Kota Manado khususnya untuk parameter Biological Oxygen Demand (BOD) dan kekeruhan. Penelitian dari Tatangindatu et al (2013) di Danau Tondano menemukan adanya pencemaran berdasarkan parameter fisika dan kimia air di danau Tondano Minahasa yaitu kandungan fosfat dan BOD. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan kota pesisir di salah satu negara berkembang Asia Tenggara (studi kasus di kota Manado Sulawesi Utara, Indonesia) Metode penelitian Jenis penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif melalui observasi lapangan dan penelusuran kepustakaan. Lokasi penelitian Lokasi penelitian yaitu di kota Manado yang terletak di antara 1º. 30’- 1[B1]º . 40’ Lintang utara dan 124º 40’- 126[B2]º50’ Bujur Timur dan berbatasan dengan sebelah Utara dengan Kecamatan Wori (Kab. Minahasa) dan Teluk Manado, sebelah Timur dengan Kecamatan Dimembe, sebelah Selatan dengan Kecamatan Pineleng dan sebelah Barat dengan Teluk Manado / Laut Sulawesi. Secara administratif Kota Manado terbagi kedalam sembilan wilayah kecamatan dan delapan puluh tujuh kelurahan/desa. Kota Manado memiliki luas wilayah sebesar 157,26 km2, dimana kecamatan Mapanget memiliki luas wilayah terbesar yaitu 58,21 km2 (37%), Bunaken sebsar 28,35 km2 (28%) dan luas wilayah terkecil yaitu kecamatan Sario sebesar 1,75 km2 (2%) (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi penelitian (Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Manado, 2010) Intrumen penelitian Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner dan kamera. Analisis data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil dan Pembahasan Kota Manado merupakan kota pesisir yang terancam kualitas lingkungannya. Hal ini terjadi karena adanya pembuangan air limbah ke sungai-sungai dan saluran air kota Manado. Di sisi lain, kota Manado memiliki penduduk lebih dari 20 ribu jiwa dan populasinya terus meningkat karena masyarakat mendapatkan kemudahan akses ke kawasan alam (pantai, sungai dan pulau), kemudahan akses pelayanan dan ketenagakerjaan dan ketersediaan perumahan. Pesatnya pertumbuhan kota pantai sejak 10 tahun terakhir diikuti dengan permasalahan kesehatan. Menurut data Bappeda Kota Manado (2010), keadaan tanah di Manado 37,95% berombak dan dataran landai sebesar 40,16 % dari luas wilayah. Sisanya dalam keadaan tanah berombak berbukit dan bergunung. Selain itu, sebesar 92,15 % dari luas wilayah Kota Manado terletak pada ketinggian 0-240 dari permukaan laut. Hal ini disebabkan tekstur alam Kota Manado yang berbatasan dengan pantai dan dengan kontur tanah yang berombak dan berbukit. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah Kota Manado sebagian besar terdiri dari wilayah pesisir dan pulau. Selain itu, jumlah penduduk di Manado semakin bertambah. Untuk tahun 2010 berdasarkan hasil sensus penduduk jumlah penduduk kota Manado sebanyak 439.660 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak ditemukan di kecamatan Tikala sebanyak 72.537 jiwa, Malalayang sebanyak 64.172 jiwa dan paling sedikit ditemukan pada kecamatan Bunaken sebanyak 22.007 jiwa. Kepadatan penduduk di kota Manado cukup tinggi. Dengan luas wilayah 157,26 km2, berarti kepadatan penduduknya mencapai 2.796 jiwa/km2. Tingkat kepadatan tertinggi yaitu di kecamatan Sario sebanyak 14.401 jiwa/Km2, kecamatan Tuminting sebanyak 12.833 jiwa/km2 dan paling sedikit di kecamatan Bunaken sebesar 776 jiwa/km2. Ketiga kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang terletak di pesisir pantai kota Manado dan salah satu daerah kepulauan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan kota Manado pada tahun 2008 dan 2009 terdapat 5 penyakit yang berhubungan dengan kualitas lingkungan yang buruk yaitu malaria, kusta, tuberkulosis (TB), demam berdarah dengue (DBD) dan diare yang prevalensinya cukup tinggi (Gambar 2).
2000
1827 1787
1800 1600
1471
Frequency
1400 1200
1015
1000 600 400
2008
674
800 546 360
2009 335 82 93
200 0 Malaria
Leprosy
TB Disease
DHF
Diarrhea
Gambar 2. Prevalensi penyakit berbasis lingkungan di kota Manado. Berdasarakan data tersebut terlihat bahwa, kejadian malaria tercatat pada tahun 2008 sebayak 546 penderita dan tahun 2009 sebanyak 360 penderita. Kusta terjadi peningkatan dari 82 penderita pada tahun 2008 menjadi 93 penderita pada tahun 2009. Tuberkulosis terjadi penurunan signifikan yaitu 1471 penderita pada 2008 menjadi 335 penderita pada 2009. Demam berdarah dengue terjadi peningkatan yang signifikan yaitu pada tahun 2008 sebanyak 674 penderita menjadi 1015 penderita pada tahun 2009. Diare juga mengalami peningkatan yaitu 1787 penderita pada tahun 2008 menjadi 1827 penderita pada tahun 2009 (Dinas Kesehatan Kota Manado, 2010). Meningkatnya penyakit menular yang berbasis lingkungan seperti diare, demam berdarah dengue, malaria, tuberkulosis dan lainnya. Selain perubahan lingkungan seperti isu pemanasan global, beberapa hal juga menjadi penyebab kejadian ini seperti yang telah dijelaskan di atas seperti tingkat kepadatan tinggi, kemiskinan, perilaku hidup bersih yang rendah dan kondisi lingkungan yang buruk. Teori dari Hendrik Blum dan Marc Lalonde menunjukkan bahwa status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu lingkungan, perilaku kesehatan, pelayanan kesehatan dan genetik. Hendrik L. Blum dalam Planning for Health, Development and Application of Social Change Theory secara jelas menyatakan bahwa determinan status kesehatan masyarakat merupakan hasil interaksi domain lingkungan, perilaku dan genetika serta bukan hasil pelayanan medis semata-mata. Berdasarkan teori ini, terlihat bahwa konsep status kesehatan seseorang bahkan suatu masyarakat, dipengaruhi oleh empat faktor terdiri lingkungan 45%, perilaku 30% disusul jasa layanan kesehatan 20%, serta faktor genetik atau keturunan hanya berpengaruh 5% (Sarudji, 2006). Ada banyak hal yang diduga menjadi penyebab tingginya masalah kesehatan di kota Manado. Penulis mengelompokkannya dalam 3 kelompok yaitu lingkungan, perilaku dan sosial yang disebut sebagai determinan kesehatan. 1. Determinan lingkungan Masalah lingkungan yang paling utama di kota Manado yaitu banjir. Pada bulan Maret 2009 terjadi banjir dimana ketinggian air banjir merendam ratusan rumah di Kelurahan Bailang, Kecamatan Bunaken, dan di Kelurahan Mahawu, Kecamatan Tuminting, mencapai 1 meter atau setinggi pinggang orang dewasa. Hal ini terjadi juga di bulan Desember 2010 dimana sejumlah daerah yang tenggelam di antaranya Dendengan Dalam, Kampung Ternate, Wonasa, Komo Luar di Kecamatan Tikala. Selanjutnya, pada Desember 2011 terjadi banjir dimana sebanyak 30 rumah di Kelurahan Ternate Tanjung, Kecamatan Singkil, tergenang air Sungai Tondano yang naik setinggi 160 cm karena hujan deras yang terus mengguyur Manado. Banjir semakin parah pada tahun 2013. Sampai saat ini Manado telah 2 kali dilanda banjir yaitu pada Februari 2013 yang melanda 6 kecamatan yaitu Malalayang, Tuminting, Sario, Wenang,
Tikala dan Singkil dengan 1000 rumah terendam air dan 3873 jiwa terkena dampak. Selanjutnya pada Juli 2013 terjadi banjir walaupun hanya skala kecil (Indosiar, 2009; SCTV, 2010; Tribun Manado, 2011; VoA, 2013; Kompas, 2013) Hasil observasi awal dari penulis di pesisir pantai kota Manado terlihat potret status kesehatan lingkungan (sanitasi dasar) yang rendah seperti keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan, kepadatan rumah yang tinggi, air bersih yang minim, jamban yang langsung ke daerah pantai/sungai, dan lainnya (Gambar 2).
Gambar 2. Keadaan sebagian rumah penduduk yang ada di daerah pesisir yang berlantai tanah, tanpa plafon dan pekarangan yang tidak bersih
Gambar 3. Salah satu jamban yang digunakan warga yang tidak tertutup rapat dan digunakan bersama
Gambar 3. Kepadatan pemukiman yang tinggi sehingga jarak antara rumah tidak ada. Selain itu, ditemukan air sisa cucian yang dibuang begitu saja ke tanah
Gambar 3. Keadaan pemukiman yang berada di muara sungai yang sebagian besar saluran pembuangan untuk limbah rumah tangga, sampah dan jamban menuju ke sungai
Penelitian yang dilakukan oleh Sumampouw (2008) tentang tingkat pencemaran bakteri indikator polusi di pesisir pantai kota Manado menunjukkan bahwa tingkat distribusi terendah Koliform diperoleh di Mega Mall (80 MPN/100 ml) dan tertinggi ditemukan di Malalayang II (4,7 x 103 MPN/100 ml). Sementara itu, Total E. coli terendah yaitu 10 MPN/100 ml di Mega Mall dan Malalayang III dan nilai tertinggi 80 MPN/100ml ditemukan di Sungai Tondano. Maunsada (2010) menemukan bahwa kandungan E. coli pada air sumur gali yang digunakan oleh masyarakat di Kelurahan Tuminting melebihi standar baku mutu air bersih sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 dan air minum sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jarak sumur dengan septik tank dan konstruksi sumur gali dengan kandungan E. coli. Menurut Sumampouw dan Risjani (2014), bakteri merupakan salah satu indikator terjadinya pencemaran lingkungan. Lasut et al (2005) menemukan bahwa kualitas air sungai di kota Manado telah tercemar yang disebabkan oleh adanya pembuangan air limbah yang bersumber dari perumahan kota dan dari daerah pertanian Kabupaten Minahasa. Hal ini menunjukkan bahwa ketiadaan pengolahan air limbah rumah tangga yang ada di kota Manado sehingga air limbah harus dibuang ke sungai. Hasil pengamatan di lapang terlihat bahwa adanya pembuangan air limbah rumah tangga ke sungaisungai dan saluran air kota Manado. Hal ini menyebabkan tercemarnya air sungai dan air laut di daerah pesisir kota Manado, sehingga diduga menyebabkan gangguan lingkungan seperti mengganggu jaring makanan pada ekosistem sungai dan pesisir. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini menyebabkan daya dukung lingkungan terhadap kehidupan masyarakat menjadi berkurang, seperti ketersediaan air bersih, udara berkualitas, dan lainnya. Padatnya penduduk juga menyebabkan penularan penyakit berbasis lingkungan lebih cepat dan luas. Tercemarnya lingkungan pesisir dengan limbah rumah tangga. Hal ini bisa terjadi karena berdasarkan hasil observasi awal, terlihat banyaknya limbah rumah tangga seperti sisa air cucian, kotoran hewan, kotoran manusia dan lainnya di air sungai, tanah, perairan pesisir dan daerah perumahan. Beberapa bakteri yang bisa menjadi indikator pencemaran yaitu kelompok bakteri Koliform. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan seperti penelitian dari Tilaar (2008) yang menemukan bahwa tingginya jumlah E. coli memiliki korelasi dengan buangan tinja
manusia dan hewan yang ada pada sumber air (dalam hal ini air sungai Ranoyapo). E. coli merupakan bakteri yang memiliki habitat pada saluran usus manusia dan hewan, dan bakteri ini dapat menyebabkan penyakit yang dikenal dengan traveler’s diarrhea. Dengan demikian pada kebanyakan kasus keracunan, bakteri ini sering memberikan masalah bagi para pelancong yang singga di tempat tersebut. Selanjutnya, kandungan E. coli memiliki kaitan erat dengan kandungan koliform. Daerah yang memilki jumlah koliform tertinggi cenderung menunjukkan peningkatan E. coli. Hasil yang diperoleh memiliki kecenderungan yang sama seperti dilaporkan oleh Ijong (2004) tentang monitoring koliform dan E. coli di perairan pantai Bunaken. Athena et al (2004) yang melakukan penelitian tentang kandungan bakteri koliform dan E. coli pada air minum dari depot air minum isi ulang di Jakarta, Tangerang dan Bekasi menunjukkan bahwa kandungan kedua jenis bakteri ini mencapai 1.600 MPN/100 mL sehingga tidak sesuai dengan standar untuk air minum. Penelitian yang dilakukan oleh Marwati et al (2007) tentang kualitas air sumur gali ditinjau dari kondisi lingkungan fisik dan perilaku masyarakat di wilayah Puskesmas Denpasar Selatan menunjukkan bahwa kandungan total koliform telah melampaui baku mutu yang ada sehingga untuk mengkonsumsi sebagai air minum harus terlebih dahulu dimasak dengan benar. 2. Determinan perilaku Penelitian dari Lasut (2010) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat di kecamatan Wenang berada di tingkat 'menengah' (49%) dan kecamatan Molas pada derajat 'rendah' (27,3%) dalam isu tentang lingkungan dan polusi. Pengetahuan masyarakat tentang 'mengapa toilet harus digunakan?' diperoleh bahwa tingkat pengetahuan masyarakat di kecamatan Wenang dan Molas berada pada level 'tinggi'. Hal ini berarti bahwa masyarakat di kedua kecamatan tersebut tahu untuk menggunakan toilet sebagai tempat membuang hajat mereka. Selain itu, tingkat pengetahuan masyarakat tentang 'isu-isu lingkungan yang berkaitan dengan limbah' berada pada tingkat yang 'tinggi' sebesar 88,8% untuk Wenang dan 80,0% untuk Molas. Namun, pengetahuan tentang dampak pada air limbah air minum masuk pada tingkat 'menengah’ (44,7%) untuk Wenang dan 'rendah' (29,7%) untuk Molas. Hasil lainnya juga menemukan bahwa masyarakat di kota Manado memiliki persepsi pada tingkat ‘sedang’ dalam upaya meningkatkan kegiatan pengelolaan limbah cair yang ada, namun partisipasi masyarakat untuk mencegah dan memitigasi setiap masalah limbah cair yang muncul masih ‘kurang’. Penelitian ini merekomendasikan bahwa peran pemerintah sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan keterlibatan masyarakat (Lasut, 2010). Rendahnya tindakan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) di Kota Manado. Sulawesi utara berdasarkan hasil Riskesdas 2010 terlihat bahwa sebanyak 11,8% rumah tangga sulit mengakses air bersih pada musim kemarau, 8,5% kualitas fisik air minum masih di bawah standar, 41,9% sumber air rumah tagga tanpa air kemasan (masih menggunakan sumber air tanah dan ledeng), 28,1% rumah tangga masih kurang baik mengakses pada air minum berkualitas. Selain itu, terlihat bahwa sebesar 12,5% rumah tangga tidak memiliki fasilitas tempat buang air besar dan 13,6% masih melakukan pembuangan tinja secara sembarangan. Selanjutnya untuk kesehatan perumahan ditemukan sebesar 64,0% rumah tangga memiliki rumah yang kurang sehat (Kementerian Kesehatan RI 2010). Berdasarkan data di atas terlihat masih banyak masalah kesehatan lingkungan di Sulawesi Utara. Berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat STBM Indonesia, provinsi Sulawesi Utara menempati urutan ke-3 terbawah untuk jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM. Menurut Kepmenkes no 852/2008, STBM merupakan pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Rendahnya perilaku masyarakat khususnya yang berhubungan dengan STBM berdasarkan pada indikator output yaitu: a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar (jamban). b. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga.
c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar. d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar. e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar Penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara perilaku hidup bersih dan sehat dan kualitas sumber air dengan kejadian diare (Efriani 2008). Subagijo (2006) memperoleh hasil bahwa perilaku masyarakat yang tidak baik 3,5 kali lebih besar risiko terkena diare daripada mereka yang berperilaku hidup bersih dan sehat yang baik. Sinthamurniwaty (2006) menunjukkan bahwa perilaku mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar merupakan faktor protektif diare. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi program dan aplikasi sanitasi total berbasis masyarakat (STBM). Program ini hanya terdapat di Indonesia karena produk dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2008 dan mulai diterapkan sampai sekarang. Dunggio (2012) yang melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tentang penggunaan jamban di desa modelomo Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango menemukan bahwa tingkat pengetahuan responden “rendah”, penggunaan jamban “rendah”, sikap responden terhadap penggunaan jamban “buruk” dan kondisi jamban “buruk”. Selanjutnya, Badu (2012) yang melakukan penelitian tentang gambaran sanitasi dasar pada masyarakat nelayan di Kelurahan Pohe Kecamatan Hulonthalangi Kota Gorontalo Tahun 2012 menemukan bahwa sanitasi dasar yang memenuhi syarat yaitu sarana penyediaan air bersih, sarana jamban keluarga dan sarana pembuangan air limbah, sedangkan yang tidak memenuhi syarat yaitu sarana pembuangan sampah. Siregar (2010) menemukan bahwa bentuk kepedulian masyarakat dilakukan melalui perilaku masyarakat yang selalu bertanggungjawab dan memperhatikan kepentingan orang lain, peran dan tindakannya terlibat dalam 8 proses perbaikan sanitasi lingkungan dan kepedulian masyarakat dimotivasi oleh peran pelopor yang memberikan pemahaman bagi masyarakat dalam perbaikan sanitasi lingkungan permukiman kumuh di Kelurahan Matahalasan Kota Tanjungbalai. Budiman et al (2011) menemukan bahwa ada hubungan signifikan penerapan STBM dengan dengan kejadian diare pada balita. Gaffar (2010) menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi respon/sikap masyarakat dalam penyediaan fasilitas sanitasi (MCK) di kawasan permukiman nelayan Kelurahan Takatidung Kabupaten Polewali Mandar yaitu pengetahuan, kepuasan, pelibatan masyarakat (pemeliharaan, pengelolaan, kontribusi). Yudo (2005) menemukan bahwa pengelolaan air minum berbasis masyarakat mulai dari tahap identfikasi, pembangunan, pengelolaan dan pemeliharaan melibatkan peran aktif masyarakat setempat. Jauhar (2012) mengatakan bahwa setengah kepala keluarga dalam penelitiannya berperilaku kurang dalam penggunaan jamban dan seluruh KK menggunakan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan pasca metode pemicuan. Pebriani et al (2013) menemukan bahwa pengetahuan, sikap dan kondisi jamban berhubungan dengan penggunaan jamban dan kejadian diare di Desa Tualang Sembilar Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara. Menurut Masli (2010) bahwa ada hubungan antara pengetahuan, sikap dan pendapatan dengan partisipasi sedangkan pendidikan tidak berhubungan dengan partisipasi. Penelitian dari Sitepu (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petugas pemadam kebakaran terhadap prosedur tetap pencegahan dan penanggulangan kebakaran gedung Departemen Kesehatan RI tahun 2005 menemukan bahwa pelatihan, pengetahuan, tingkat pendidikan dan lama kerja berhubungan dengan persepsi. Semenza et al (2008) tentang persepsi masyarakat tentang perubahan iklim menemukan bahwa individu dengan perhatian yang tinggi, tingkat pendidikan lebih tinggi dan berusia lebih muda berhubungan dengan persepsi publik tentang perubahan iklim. Ha-Duong et al (2009) dalam penelitiannya tentang persepsi masyarakat tentang Carbon Capture & Storage (CCS) di Perancis menemukan bahwa usia, jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan berkorelasi penting dengan persepsi masyarakat tentang CCS. Connor (2010) melakukan penelitian bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi orang tentang teknologi gen, dimana data berasal dari survey menggunakan email pada daerah berbahasa Jerman di Swiss (N=830). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tiga jenis pengetahuan yang berbeda secara substansial mempengaruhi persepsi risiko atau manfaat yang dirasakan dari teknologi gen. Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa pengetahuan dan pengalaman yang menentukan persepsi orang tentang teknologi gen. Doria (2010) yang membahas persepsi tentang kualitas air minum dari berbagai faktor dimana ditemukan bahwa pengelola air dan pembuat kebijakan harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti 1) estetis dalam hal ini segala sesuatu yang berhubungan dengan organoleptik (inderawi seperti perasa, penciuman dan pendengaran) sering memainkan peran utama dan harus dikelola dengan hati-hati. 2) pengalaman sebelumnya harus dipertimbangkan ketika merencanakan perubahan pada sistem pasokan dan mengembangkan standar kualitas. 3)Strategi komunikasi yang dirancang dengan hati-hati harus digunakan untuk berkomunikasi dengan konsumen, terutama yang berkaitan dengan perubahan diramalkan dalam penyediaan dan selama acara mengganggu. Kellens et al (2011) yang melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat mengenai risiko banjir di daerah pantai Belgia menemukan bahwa pengetahuan tentang persepsi risiko publik dianggap sebagai aspek penting dalam manajemen risiko banjir modern seperti mengarahkan pengembangan strategi mitigasi banjir yang efektif dan efisien. Selain itu, karakteristik responden seperti usia, jenis kelamin, dan pengalaman dengan bahaya banjir sebelumnya mempengaruhi persepsinya terhadap risiko banjir. Tilburt et al (2011) yang mengidentifikasi 1.928 judul tentang persepsi risiko kanker yang menemukan 53 artikel memenuhi kriteria. Sebagian besar (92%) menggunakan desain observasional dan terfokus pada perempuan (70%) dengan riwayat keluarga atau merenungkan tes genetik untuk kanker payudara. Dari 53 studi, 36 difokuskan pada pasien yang tidak memiliki pengujian genetik untuk risiko kanker, termasuk 17 studi pasien yang telah menjalani tes genetik untuk risiko kanker. Riwayat keluarga kanker, tes profilaksis sebelumnya dan perawatan, dan usia yang lebih muda dikaitkan dengan persepsi risiko kanker. Wang & Ha (2011) yang melakukan penelitian untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pra-layanan Pendidikan (PE) guru Fisika tentang Teaching Games for Understanding (TGfU) di Hong Kong. Faktor individu seperti pengetahuan permainan, keyakinan guru, pengalaman belajar dan mengajar dan faktor sosial termasuk kebijakan pemerintah, dukungan guru dan budaya profesional diidentifikasi sebagai pengaruh utama dalam persepsi guru tentang TGfU. Tura (2012) yang melakukan penelitian tentang persepsi pasien terhadap mutu pelayanan Balai Pengobatan Umum Puskesmas dengan kunjungan tinggi dan kunjungan rendah di Kota Jambi menemukan bahwa ada hubungan antara umur, pendidikan dan sumber pembiayaan dengan persepsi mutu pelayanan Hamzah (2013) melakukan penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan persepsi pasien terhadap perilaku caring perawat di Instalasi Perawat Inap RSU Massenrempulu Enrekang menemukan bahwa adanya hubungan antara tingkat pendidikan, lama perawatan, dan faktor ekonomi pasien dengan persepsi pasien. Supriyanto (2012) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat persepsi masyarakat penggunaan layanan UGD Rumah Sakit Haji Jakarta menemukan bahwa adanya hubungan antara SDM dan lingkungan dengan persepsi. Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional ialah faktorfaktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor struktural ialah faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam mempresepsikan sesuatu (Hamka 2002). Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu faktor perceiver, obyek yang dipersepsi dan konteks situasi persepsi dilakukan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi. Noviansyah et al (2006) mengatakan bahwa pendidikan, pengetahuan, pengalaman, motivasi dan sosialisasi berhubungan dengan persepsi masyarakat tentang Program Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin. Febrianti et al (2007) tentang analisis harapan dan persepsi konsumen terhadap dimensi website hotel bintang lima di Surabaya menemukan bahwa persepsi konsumen berhubungan dengan informasi yang diterima. 3. Determinan sosial
Salah satu indikator dalam determinan sosial yaitu tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan menentukan pada tinggi rendahnya tingkat kemiskinan. Menurut BPS Kota Manado (2010), tingkat kemiskinan di daerah pesisir dan kepulauan kota Manado termasuk tinggi, hal ini terlihat di kecamatan Bunakan ditemukan sebanyak 1.353 rumah tangga miskin atau sekitar 23,8% dari jumlah rumah tangga di kecamatan tersebut. Tingginya jumlah keluarga miskin. Kemiskinan juga menjadi salah satu masalah di daerah pesisir kota Manado. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa penilaian status kesehatan masyarakat salah satunya dinilai dari tingkat pendapatan. Hal ini disebabkan karena dengan tingginya tingkat pendapatan maka akses terhadap layanan kesehatan yang prima akan mudah diperoleh. Selain itu, tingginya pendapatan dapat membuat masyarakat memodifikasi lingkungan rumah dan sekitarnya (termasuk jamban dan sumur) sehingga sesuai dengan syarat yang ditentukan. Determinan sosial-ekonomi kesehatan merupakan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi yang melatari kehidupan seorang, yang mempengaruhi kesehatan. Cabang epidemiologi yang mempelajari hal ini yaitu epidemiologi sosial. Epidemiologi sosial mempelajari karakteristik spesifik dari kondisi-kondisi sosial dan mekanisme dari kondisi-kondisi sosial itu dalam mempengaruhi kesehatan. Epidemiologi sosial mempelajari peran variabel di tingkat individu, misalnya, gender, umur, pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, status sosial, posisi dalam hirarki sosial. Selain itu, epidemiologi sosial juga mempelajari peran variabel-variabel sosial, seperti kondisi kerja, pendapatan absolut wilayah, distribusi pendapatan, kesenjangan pendapatan, perumahan, ketersediaan pangan, modal sosial, eksklusi sosial, isolasi sosial, kebijakan kesehatan tentang penyediaan pelayanan kesehatan (misalnya, akses universal terhadap pelayanan kesehatan), dan pembiayaan pelayanan kesehatan (misalnya, ketersediaan jaring pengaman sosial) (Murti, 2010). Determinan sosial kesehatan, seperti kemiskinan, ketiadaan akses terhadap pelayanan kesehatan, kekurangan akses terhadap pendidikan, stigma, rasisme, bias gender, merupakan beberapa di antara faktor-faktor penting yang melatari dan menyumbang terjadinya ketimpangan kesehatan. Sebagai contoh, kebijakan publik yang tidak pro masyarakat miskin, ketidakadilan akses kepada pendidikan, dan ketiadaan skema jaminan kesehatan yang melindungi risiko finansial dari pengeluaran kesehatan katastrofik, merupakan faktor-faktor sosial di tingkat makro yang menyebabkan keluarga mengalami kemiskinan struktural. Kemiskinan selanjutnya akan memaksa masyarakat miskin untuk hidup di lingkungan tempat tinggal yang buruk, lingkungan hidup yang seadanya dan tidak sehat, lingkungan tempat tinggal yang meningkatkan risiko terkena penyakit (Solar & Irwin, 2007). Miller et al (2007) yang melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat tentang carbon sequestration di Australia menemukan bahwa jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur dan pendapatan mempengaruhi persepsi masyarakat. Hal ini terlihat bahwa dibandingkan dengan pria, wanita kurang menerima Carbon Capture & Storage (CCS) dan lebih peduli tentang keselamatan, risiko dan efektivitas. Namun ada hal-hal yang melatarbelakangi hal ini yaitu para perempuan lebih sering menjauhkan diri dari memberikan pendapat. Selanjutnya, Faktor tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi dimana diperoleh bahwa responden dengan pendidikan yang lebih lebih tinggi, lebih menyadari tentang gas rumah kaca dan mendukung CCS. Faktor umur juga mempengaruhi persepsi masyarakat dimana responden yang lebih muda lebih percaya bahwa penyedia informasi mengatakan kebenaran tentang CCS. Selanjutnya, jenis pekerjaan atau posisi responden mempengaruhi persepsi. Hal ini terlihat pada responden yang memegang posisi eksekutif atau pekerjaan intelektual yang lebih sering mendukung teknologi dibandingkan dengan kategori pekerjaan lain. Hal ini juga berlaku untuk responden berdasarkan tingkat pendapatan dimana responden dengan tingkat pendapatan tertinggi lebih sering mendukung teknologi dibandingkan dengan kategori pekerjaan lain. Penelitian dari Macedo et al (2012) tentang persepsi masyarakat terhadap pariwisata berkelanjutan berbasis lingkungan yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor manusia yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan perencanaan kota untuk pariwisata ramah lingkungan di Polo Costa das Dunas terletak di Rio Grande do Norte (Brazil). Hasil menunjukkan bahwa pengaruh politik yang positif melalui keterlibatan yang lebih besar dari pejabat kota, fleksibilitas bagi walikota kota dapat
mempengaruhi persepsi masyarakat untuk mencapai dan mempertahankan secara efektif kesinambungan pariwisata berkelanjutan. Vignola et al (2013) yang melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat tentang perubahan iklim yang mewakili masyarakat Kosta Rika menyatakan bahwa sebagian besar responden (> 85%) sangat prihatin tentang perubahan iklim secara umum dan merasa dampaknya lebih mengkhawatirkan bagi orang-orang terjauh (misalnya di negara maju negara atau di antara generasi mendatang). Di tingkat lokal, responden merasa bahwa terjadi kekurangan makanan (10,5%) dan air (16,1%), kemiskinan (11,3%) dan gelombang panas (11,7%) merupakan dampak yang paling diketahui dari perubahan iklim. Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa pemahaman tentang perubahan iklim mempengaruhi persepsi mereka. Kesimpulan Masalah kesehatan di kota Manado sebagai salah satu kota pesisir negara berkembang di Asia Tenggara dapat dibagi dalam 3 bagian besar yaitu determinan lingkungan, perilaku dan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya peran serta pemerintah dan masyarakat dalam upaya mengatasi masalah kesehatan masyarakat.
Daftar Pustaka Athena, S. M., Anwar, H.D., & Haryono,M. 2004. The Number of Total Coli and Escherichia coli/ Fecal Coli in Refill Drinking Water Depot in Jakarta, Tangerang and Bekasi. Buletin Penelitian Kesehatan Volume 32(4) hal 135-143 Badu, A. 2012. Gambaran Sanitasi Dasar Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pohe Kecamatan Hulonthalangi Kota Gorontalo Tahun 2012. Public Health Journal. Vol 1(1): 1-5 Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Manado. 2010. Manado in Figures. Pemerintah Manado Badan Pusat Statistik Kota Manado. 2010. Manado dalam Angka 2010. Manado Budiman, B., Juhaeriah, J., Abdilah, A.D., dan Yuliana, B. 2011. Hubungan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara. Prosiding SNaPP: Sains, Teknologi, dan Kesehatan. Vol 2(1) (online) diakses dari http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/Sains/article/view/50#.UkDmnNJBKoU pada 17 Juni 2013 Collins, M., S. An, W. Cai, A. Ganachaud, E. Guilyardi, F. Jin, M. Jochum, M. Lengaigne, S. Power, A. Timmermann, G. Vecchi & A. Wittenberg. 2010. The impact of global warming on the tropical Pacific Ocean and El Nino. Nature Geoscience. Vol. 3 : 391-397 Connor, M. 2010. Factors Influencing People’s Acceptance of Gene Technology: The Role of Knowledge, Health Expectations, Naturalness, and Social Trust. Science Communication. Vol. 32 (4): 514-538 Dinas Kesehatan Kota Manado. 2010. Prevalensi 5 Penyakit Lingkungan. Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Manado Doria, M.F. 2010. Factors influencing public perception of drinking water quality. Water Policy. Vol 12 No 1 pp 1–19 (online) http://www.iwaponline.com/wp/01201/wp012010001.htm Dunggio, N.C.D. 2012 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tentang penggunaan jamban di desa modelomo Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango.Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan. Universitas Negeri Gorontalo. Efriani, E. 2008. Hubungan Antara Penggunaan Sumber Air dan Kebiasaan PHBS dengan Kejadian Diare di Desa Sawahan Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2008. (online) diakses dari http://etd.eprints.ums.ac.id/2749/1/J410040014.pdf pada 04 Oktober 2013 Febrianti, E., I.E. Setyawan & S. Thio. 2007. Analisis Harapan Dan Persepsi Konsumen Terhadap Dimensi Website Hotel Bintang Lima Di Surabaya. Jurnal Manajemen Perhotelan. Vol. 3(2): 102-113
Gaffar, A. 2010. Respon Masyarakat Terhadap Penyediaan Fasilitas Sanitasi (MCK) di Kawasan Permukiman Nelayan Kelurahan Takatidung Kabupaten Polewali Mandar. Masters Tesis. Universitas Diponegoro Ha-Duong, M., Nadaı, A., & Campos, A.S. 2009. A survey on the public perception of CCS in France. International Journal of Greenhouse Gas Control. Vol. 3 (2009): 633–640 Hamka, M. 2002. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengawasan Kerja dengan Motivasi Berprestasi. Universitas Muhammadiyah Fakultas Psikologi. Surakarta Hamzah, H. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Pasien Terhadap Perilaku Caring Perawat Di Istalasi Perawat Inap RSU Massenrempulu Enrekang. Media Keperawatan. 1(2): 10-15 Hendrawan, D. 2010. Kualitas air sungai dan situ di DKI Jakarta. Makara of Technology Series. Vol. 9(1): 5-12 Ijong, F.G., 2004. Laju Oksidasi Merkuri oleh Thiobacillus Diisolasi dari Perairan Pantai Teluk Manado. Seminar Nasional Hasil Penelitian Dasar, Ditjen-DIKTI DIKNAS, Jakarta Indosiar. 2009. Manado dilanda Banjir: Ratusan warga Mengungsi. Diakses dari http://www.indosiar.com/fokus/manado-dilanda-banjir_59985.html pada 27 September 2013 Jauhar, M. 2012. Gambaran Perilaku Masyarakat Tentang Penggunaan Jamban Dan Kondisi Jamban Pasca Metode Pemicuan Di Desa Pamulihan Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut. Skripsi. Universitas Padjadjaran. Fakultas Ilmu Keperawatan (online) diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/archives/126651/# pada 27 September 2013 Kellens, W., Zaalberg, R., Neutens, T., Vanneuville, W., & De Maeyer, P. 2011. An Analysis of the Public Perception of Flood Risk on the Belgian Coast. Risk Analysis. Vol. 31(7): 1055–1068 Kompas. 2013. Manado Kembali Terendam Banjir. Edisi Sabtu, 20 Juli 2013 11:34 WIB. Diakses dari http://regional.kompas.com/read/2013/07/20/1134312/Manado.Kembali.Terendam.Banjir pada 27 September 2013 Lasut, M.T., Jensen, K.R., Arai, T., Miyazaki, N., 2005. An assessment of water quality along the rivers load to the Manado Bay, North Sulawesi, Indonesia. Coastal Marine Science 29(2): 124-132. Lasut, M.T. 2010. The Status of Wastewater Management in The City of Manado, North Sulawesi, Indonesia: Community’s Environmental Knowledge and Attitude. Jurnal Lasallian 7(1): 65-80 Lensun, M., & Tumembouw, S.S. 2013. Tingkat pencemaran air sungai Tondano di Kelurahan Ternate Baru Kota Manado. E-Journal Budidaya Perairan. Vol. 1(2): 10-19 Macedo, R. F., Medeiros, V. C. F. de A., & Enders, W. T. 2012. Human factors that influence the success or failure of environmentally sustainable tourism: public perception of managers of the Pólo Costa das Dunas do Rio Grande do Norte-Brazil. Journal of Estudios y Perspectivas en Turismo. Vol. 21(6): 1433-1455 (online) http://www.estudiosenturismo.com.ar/PDF/V21/N06/v21n6a05.doc.pdf Marwati, N.M., N.K. Mardani dan I.K. Sundra. 2007. Kualitas Air Sumur Gali dan Perilaku Masyarakat di Wilayah Puskesmas Denpasar Selatan. Jurnal Ecotrophic Volume 3(2) hal 55-60 Masli, J., Suwarni, A., dan Suharman. 2010. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengadaan Jamban Keluarga melalui Community Lead Total Sanitation. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat. Vol 26 (3) diakses dari http://www.berita-kedokteranmasyarakat.org/index.php/BKM/article/view/229 pada 27 September 2013 Maunsada, A. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kandungan Escherichia coli pada Air Sumur Gali di Kelurahan Tuminting Kecamatan Tuminting Kota Manado Tesis. Unpublished. Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado Meinshausen, M., N. Meinshausen, W. Hare, S.C.B. Raper, K. Frieler, R. Knutti, D.J. Frame & M.R. Allen. 2009. Greenhause-gas emission targets for limiting global warming to 2oC. Nature. Vol. 458: 1156-1162 Miller, E., Bell, L., Buys, L., 2007. Public perception of carbon sequestration in Australia: sociodemographic predictors of knowledge, engagement and trust. Australian Journal of Emerging Technologies and Society. Vol. 5 (1), 15–33
Misran, 2002. Aplikasi Teknologi Berbasisikan Membran Dalam Bioteknologi Kelautan: Pengendalian Pencemaran (http://library.usu.ac.id, diakses 23 maret 2007) Murti, B., 2010. Determinan Sosio-Ekonomi, Modal Sosial, dan Implikasinya Bagi Kesehatan Masyarakat. Pidato Guru Besar Universitas Sebelas Maret Solo Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta Noviansyah, Kristiani & Dewi, F.S.T. 2006. Persepsi masyarakat terhadap Program Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 22(3): 115-123 Pebriani, R. A., Dharma, S., & Naria, E. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Jamban Keluarga Dan Kejadian Diare Di Desa Tualang Sembilar Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2012. Lingkungan dan Kesehatan Kerja. Vol. 2(3) Rahman, A & Kairoh, L.W. 2012. Penentuan tingkat pencemaran sungai di Desa Awang Bangkal berdasarkan Nutrition Value Coeficient dengan menggunakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.) sebagai Bioindikator. Ekosains. Vol. 4(1): 10-19 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Riset kesehatan dasar tahun 2010. Jakarta Sarudji, D. 2006. Kesehatan Lingkungan. Cetakan Pertama. Media Ilmu. Surabaya SCTV. 2010. Pontianak dan Manado Terendam Banjir. Edisi 10/12/2010 23:11. Diakses dari http://news.liputan6.com/read/310823/pontianak-dan-manado-terendam pada 27 September 2013 Semenza, J. C., Wilson, D. J., Parra, J., Bontempo, B. D., Hart, M., Sailor, D. J., & George, L. A. 2008. Public perception and behavior change in relationship to hot weather and air pollution. Environmental Research, Vol. 107(3), 401-411 Sinthamurniwaty. (2006) Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi Kasus di Kabupaten Semarang). http://eprints.undip.ac.id/15323/1/SINTAMURNIWATYE4D002073.pdf diperoleh 23 April 2011 Siregar, T.J. 2010. Kepedulian Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi Lingkungan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Matahalasan Kota Tanjungbalai. Masters Tesis. Universitas Diponegoro Sitepu, B. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Petugas Pemadam Kebakaran terhadap Prosedur Tetap Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Gedung Departemen Kesehatan RI tahun 2005. (online) http://grey.litbang.depkes.go.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-res-2007budimansit-2378 Solar, O. and Irwin, A. 2007. A conceptual framework for action on the social determinants of health. Discussion paper for the commission on social determinants of health. WHO Commission on Social Determinants f Health. (online) Diakses dari http://www.who.int/social_determinants/resources/csdh_framework_action_05_07.pdf pada 10 September 2013 Subagijo. (2006) Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Diare Yang Beobat ke Puskesmas Purwokerto Barat Tahun 2006. http://eprints.undip.ac.id/4599/1/2815.pdf diperoleh 20 April 2011 Sumampouw, O.J. 2008. Tingkat Pencemaran Bakteri Polusi di Pesisir Pantai Manado. Media Kesehatan Jurnal Kesehatan Masyarakat Unsrat. Vol. 2(1): 1-8 Sumampouw, O.J. and Y. Risjani. 2014. Bacteria as Indicators of Environmental Pollution: Review. International Journal of Ecosystem. 4(6): 251-258 Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka. Jakarta Supriyanto, E. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Persepsi Masyarakat Penggunaan Layanan UGD Rumah Sakit Haji Jakarta. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Muhammadiah Jakarta Tatangindatu, F., Kalesaran, O., & Rompas, R. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. E-Journal Budidaya Perairan. Vol. 1(2): 1-10
Tilburt, J.C., James, K.M., Sinicrope, P.S., Eton, D.T., Costello, B.A., Carey, J., Lane, M.A., Ehlers, S.L., Erwin, P.J., Nowakowski, K.E., & Murad, M.H. 2011. Factors Influencing Cancer Risk Perception in High Risk Populations: A Systematic Review. Hereditary Cancer in Clinical Practice. Vol. 9(2) (online) http://www.hccpjournal.com/content/9/1/2 Tribun Manado. 2011. Banjir dan Longsor Kembali Terjang Manado. Edisi Senin, 21 Februari 2011 23:56 WIB. Diakses dari http://www.tribunnews.com/regional/2011/02/21/banjir-dan-longsorkembali-terjang-manado pada 27 September 2013 Tura, Y.F. 2012. Persepsi pasien terhadap mutu pelayanan Balai Pengobatan Umum Puskesmas dengan kunjungan tinggi dan kunjungan rendah di Kota Jambi. Tesis. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Gadjah Mada Wang, L & Ha, A.S. 2011. Factors influencing pre-service teachers' perceptionof teaching games for understanding: a constructivist perspective. Sport, Education and Society. Vol. 17(2): 261-280 Vignola, R., Klinsky, S., Tam, J., & McDaniels, T. 2013. Public perception, knowledge and policy support for mitigation and adaption to Climate Change in Costa Rica: Comparisons with North American and European studies. Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change. Vol. 18(3): 303-323 (online) http://link.springer.com/article/10.1007/s11027-012-9364-8 Voice of America. 2013. Tanah Longsor dan Banjir di Manado, 25 orang meninggal dunia. Edisi Sabtu, 28 September 2013 Waktu Washington, DC: 03:30. Diakses dari http://www.voaindonesia.com/content/tanah-lonsor-dan-banjir-di-manado-25meninggal/1605790.html pada 27 September 2013 Yudo, S., & Said, N.I. 2011. Masalah Pencemaran Air di Jakarta, Sumber dan Alternatif Penanggulangannya. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 2(2): 33-40