VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1
Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi
usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani Pondok Menteng dalam satu tahun. Nilai penerimaan merupakan hasil perkalian jumlah produksi dengan harga jual sayuran. Harga jual sayuran ditetapkan oleh Gapoktan Rukun Tani, yaitu tempat dimana para petani menjual hasil produksi sayurannya. Penerimaan rata-rata usahatani sayuran per hektar petani luas dan petani sempit dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Penerimaan Usahatani Per Hektar Per Tahun Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 No
1 2 3
Petani Luas
Jenis Sayuran
MT I
MT II
Petani Sempit MT III
MT I
MT II
MT III
Cabai Keriting Buncis
-
-
32,622,419
-
-
-
10,671,377
-
5,480,308
16,835,359
7,372,745
6,430,364
14,264,154
-
7,593,785
11,113,613
-
7,997,647
Kacang Panjang
4
Tomat
2,396,923
9,098,385
-
4,403,961
21,986,314
2,152,941
5
Timun
-
1,510,062
1,498,077
-
1,237,235
4,335,779
-
2,007,423
2,546,731
1,787,118
2,683,950
8,049,667
Caisin
13,595,747
13,649,789
11,264,559
16,090,420
16,090,420
14,977,143
Total
40,928,202
26,265,659
61,005,878
50,230,471
49,370,664
43,943,541
6 7
Jagung manis
Berdasarkan Tabel 25, diketahui bahwa penerimaan usahatani petani luas dan petani sempit bervariasi. Petani sempit memiliki penerimaan yang lebih besar daripada petani luas untuk setiap musim tanam. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas usahatani sayuran petani sempit lebih tinggi dibandingkan dengan petani luas. Penerimaan terbesar diperoleh oleh petani luas, yaitu sebesar Rp 61.005.878 pada MT III. Sedangkan pada MT I dan MT II, penerimaan petani luas adalah sebesar Rp 40.928.202 dan Rp 26.265.659. Komoditas cabai keriting merupakan komoditas unggulan petani luas. Hal ini dapat dilihat dari angka
penerimaan dari komoditas cabai keriting, dimana komoditas cabai keriting memberikan penerimaan yang terbesar pada MT III, yaitu sebesar 32.622.419. Total penerimaan petani sempit pada MT I, MT II, dan MT III berturutturut adalah Rp 50.230.471, Rp 49.370.664, dan Rp 43.943.541. Pada petani sempit, penerimaan terbesar pada MT I berasal dari komoditas buncis sebesar Rp 16.835.359 dengan pendapatan terkecil dari komoditas jagung manis sebesar Rp 1,787,118. Pada MT II, penerimaan terbesar berasal dari komoditas tomat sebesar Rp 21.986.314 dan penerimaan terkecil sebesar Rp 1.237.235 dari tanaman timun. Penerimaan terbesar pada MT III berasal dari komoditas caisin sebesar Rp 14.977.143 dan pendapatan terkecil dari tomat sebesar Rp 2.152.941.
6.2
Pengeluaran Usahatani Pengeluaran usahatani sayuran petani di Kelompok Tani Pondok Menteng
terdiri dari biaya-biaya input seperti bibit, pupuk, dan obat-obatan, biaya tenaga kerja, dan sewa lahan. Bibit, pupuk, dan obat-obatan yang digunakan oleh petani sebagian besar diperoleh dari Gapoktan Rukun Tani. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng adalah tenaga kerja luar keluarga yang terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Penggunaan rata-rata input usahatani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan Tabel 26, dapat diketahui bahwa komponen biaya terbesar untuk petani luas dan petani sempit adalah biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja pada petani sempit lebih besar dibandingkan dengan petani luas. Hal ini terjadi karena petani sempit mengharapkan penerimaan yang lebih tinggi dari kegiatan usahataninya. Namun, keterbatasan tenaga kerja keluarga menyebabkan petani harus menggunakan tenaga kerja luar keluarga yang menimbulkan bertambahnya biaya tenaga kerja keluarga. Upah tenaga kerja yang diberikan oleh petani adalah Rp 20.000,00 hingga Rp 32.000,00 per hari untuk tenaga kerja pria dan Rp 10.000,00 hingga Rp Rp 16.000,00 per hari untuk tenaga kerja wanita.
66
Tabel 26. Penggunaan Input Usahatani Sayuran Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 No
Uraian
Petani Luas
Petani Sempit
MT I
MT II
MT III
MT I
MT II
MT III
1
Benih
1,039,816
1,088,023
2,216,167
1,172,444
2,086,611
1,424,965
2
Pupuk
8,182,952
5,160,634
10,528,920
7,902,210
8,545,405
7,063,405
3
Obat-obatan
2,627,379
1,561,327
5,523,870
2,783,535
2,712,576
2,584,046
4
Tenaga Kerja
20,490,399
11,734,105
24,686,091
31,439,559
27,503,592
25,445,861
5
Sewa Lahan
2,163,194
2,163,194
2,163,194
1,766,111
1,766,111
1,766,111
6
Perlengkapan
3,051,274
1,817,193
7,183,644
3,110,861
2,407,395
3,153,718
965,387
965,387
965,387
252,355
252,355
252,355
38,520,401
24,489,864
53,267,274
48,427,076
45,274,045
41,690,462
7
Penyusutan Peralatan Total
Komponen biaya terkecil adalah penyusutan peralatan, baik untuk petani luas maupun petani sempit. Dalam hal ini, biaya penyusutan peralatan petani luas lebih besar jika dibandingkan dengan petani sempit. Hal tersebut terjadi karena jumlah peralatan yang dimiliki oleh petani luas lebih banyak daripada petani sempit. Pada umumnya, para buruh tani membawa peralatan sendiri pada saat melakukan kegiatan usahatani. Sehingga petani tidak perlu menyediakan peralatan dalam jumlah yang banyak. Umur ekonomis peralatan yang dimiliki oleh petani relatif sama. Adapun jenis peralatan yang digunakan dalam kegiatan usahatani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng terdiri dari cangkul dengan umur ekonomis empat tahun, koret dengan umur ekonomis tiga tahun, parang dengan umur ekonomis tiga tahun, ember dengan umur ekonomis satu tahun, ajir dengan umur ekonomis satu tahun, dan sprayer dengan umur ekonomis empat tahun. Besarnya biaya pengadaan benih tergantung pada jenis sayuran yang diusahakan, dimana harga benih untuk setiap jenis sayuran berbeda. Harga benih cabai keriting adalah Rp 120.000,00 per sachet, buncis seharga Rp 30.000,00 per liter, kacang panjang seharga Rp 135.000,00 per kilogram, tomat seharga Rp 120.000,00 per sachet, timun seharga Rp 33.000,00 per sachet, jagung manis seharga Rp 135.000,00 per kilogram untuk jenis Jambore, seharga Rp 370.000,00 per kilogram untuk jenis Bonanza, seharga Rp 180.000,00 untuk jenis Sweetboy, dan caisin seharga Rp 100.000,00 per kilogram. Jumlah biaya pengadaan benih petani sempit lebih besar jika dibandingkan dengan petani luas. Hal ini terjadi 67
karena petani sempit kurang mampu mengukur kebutuhan pupuk yang akan digunakan. Pupuk yang digunakan terdiri dari pupuk kandang dan pupuk kimia. Pupuk kandang yang digunakan berasal dari kotoran ternak yang telah diolah terlebih dahulu. Harga pupuk kandang adalah Rp 280 per kilogram. Pupuk kimia terdiri dari NPK dengan harga Rp 2.500 per kilogram, Urea dengan harga Rp 1.740 per kilogram, SP 36 dengan harga Rp 1.500 per kilogram, KCL dengan harga Rp 1.700 per kilogram, TSP dengan harga Rp 1.200 per kilogram, ZA dengan harga Rp 1.700 per kilogram, dan kapur Dolomit dengan harga Rp 300 per kilogram. Dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman, pada umumnya petani melakukan kegiatan penyemprotan. Adapun jenis obat-obatan yang digunakan antara lain Curacrol, Lanet, Antracol, Pelengket, Atonik, Supergro, Decis, Cardan, Sevin, Agrimex, Winder, Delouise, Gandazil D, Gandazil B, Detan, Bion M, dan Puradan. Besarnya biaya yang dikeluarkan dalam pengadaan pupuk dan obatobatan pada petani luas dan petani sempit relatif sama. Hal tersebut tergantung pada kebiasaan petani dalam menggunakan pupuk dan obat-obatan. Komponen biaya lain yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya sewa lahan dan biaya perlengkapan. Sewa lahan yang dibebankan kepada petani berbeda berdasarkan lokasi dan keadaan lahan. Lahan yang dekat dengan pemukiman dan sumber air, biasanya dikenakan biaya sewa yang lebih mahal. Biaya perlengkapan yang dikeluarkan tergantung pada jenis perlengkapan yang digunakan. Perlengkapan yang digunakan oleh petani terdiri dari karung, mulsa, tali rapia, dan karet gelang. Karung digunakan sebagai wadah sayuran pada saat pemanenan, mulsa digunakan untuk menutupi bedengan cabai keriting pada saat persemaian, tali rapia untuk mengikatkan batang tanaman pada ajir yang dipasang agar tanaman tumbuh dengan tegak. Karet gelang digunakan untuk mengikat hasil panen kacang panjang, dimana satu ikat terdiri dari satu kilogram.
6.3
Pendapatan Usahatani dan R/C Ratio Pendapatan usahatani merupakan salah satu indikator dari keberhasilan
kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani juga dapat memberikan gambaran mengenai keuntungan dari kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani sayuran di 68
Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan usahatani yang dilakukan. Selain analisis terhadap pendapatan usahatani, analisis R/C ratio juga dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat berapa penerimaan yang akan diperoleh petani dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani sayuran. Analisis R/C ratio juga digunakan untuk melihat keberhasilan usahatani petani responden. Pendapatan usahatani dan R/C ratio per hektar golongan petani luas dan petani sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Pendapatan Usahatani Sayuran Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 No
Uraian
Petani Luas
Petani Sempit
MT I
MT II
MT III
MT I
MT II
MT III
1
Penerimaan
40,928,202
26,265,659
61,005,878
50,230,471
49,370,664
43,943,541
2
Total Biaya
38,520,401
24,489,864
53,267,274
48,427,076
45,274,045
41,690,462
3
Pendapatan
2,407,801
1,775,795
7,738,604
1,803,395
4,096,619
2,253,078
4
R/C Ratio
1.06
1.07
1.15
1.04
1.09
5
R/C Ratio
1.10
1.05
1.06
Usahatani petani luas mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi daripada petani sempit. Hal ini dapat dilihat dari nilai pendapatan dan nilai R/C petani luas yang yang lebih besar daripada petani sempit. Pendapatan terbesar diperoleh oleh petani luas pada MT III, yaitu sebesar Rp 7.738.604. Hal ini terjadi karena pada musim tanam tersebut, petani luas melakukan kegiatan usahatani cabai keriting, dimana rata-rata nilai jual cabai keriting lebih tinggi dibandingkan sayuran lainnya. Sedangkan petani sempit tidak mengusahakan cabai keriting karena adanya keterbatasan lahan dan biaya yang cukup tinggi dalam mengusahakan cabai keriting. Meskipun penerimaan petani sempit lebih besar dibandingkan dengan petani luas, namun pendapatan petani luas lebih besar daripada petani sempit. Hal tersebut terjadi karena total biaya yang dikeluarkan oleh petani sempit juga lebih besar. Seperti yang telah diuraikan pada Tabel 26, biaya input terbesar yang dikeluarkan oleh petani sempit adalah biaya tenaga kerja. Besarnya biaya tenaga 69
kerja yang dikeluarkan terjadi karena petani sempit berusaha untuk meningkatkan pendapatan usahataninya. Petani sempit melakukan perawatan berupa pemupukan dan penyemprotan pestisida dengan frekuensi yang lebih besar, sehingga membutuhkan tenaga kerja untuk melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan tenaga kerja tersebut berdampak pada bertambahnya biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan sehingga tingkat pendapatannya pun berkurang. Berdasarkan nilai R/C yang diperoleh, penerimaan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh petani luas dan petani kecil tidak berbeda jauh. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani luas memberikan penerimaan yang relatif sama dengan petani sempit. Nilai R/C petani luas adalah 1,10 yang artinya, dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,10. Sedangkan nilai R/C ratio petani sempit adalah 1,06 yang artinya, dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani sempit dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,06. Analisis pendapatan dan R/C ratio lebih jauh dianalisis per petani. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan usahatani per petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerimaan rata-rata, maksimal dan minimum petani sempit lebih besar daripada petani luas. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani sempit lebih tinggi daripada petani luas. Sedangkan biaya usahatani rata-rata petani sempit lebih besar daripada petani luas. Perbedaan biaya ini dipengaruhi oleh penggunaan input dan tenaga kerja usahatani. Selain itu, petani sempit juga memiliki pendapatan yang lebih tinggi daripada petani luas baik pada pendapatan rata-rata maupun pendapatan maksimumya. Nilai rata-rata R/C ratio petani luas adalah 1,17 dengan nilai maksimal sebesar 1,44 dan nilai minimal sebesar 0.65. Sedangkan nilai rata-rata R/C ratio petani sempit adalah 1,22 dengan nilai maksimal sebesar 1,65 dan nilai minimal sebesar 0,65. Hal ini menunjukkan bahwa petani sempit lebih efisien daripada petani luas jika dilihat dari R/C ratio rata-ratanya. Perbedaan nilai R/C ratio petani luas dan petani sempit dapat dijelaskan dengan melihat faktor-faktor produksi yang digunakan. Penggunaan pupuk dan benih petani sempit lebih besar daripada petani luas. Penggunaan tenaga kerja petani sempit juga lebih banyak daripada petani luas. Hal ini menunjukkan bahwa 70
pemeliharaan yang dilakukan petani sempit lebih intensif sehingga mampu menghasilkan penerimaan yang besar. Hasil analisis pendapatan dan R/C ratio per petani dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Ratio Per Hektar Per Tahun Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 No 1
2
3
Uraian
Petani Luas
Petani Sempit
n= 13
n=17
Penerimaan Maksimal
155,775,000
197,320,000
Minimal
102,317,500
117,108,000
Rata-rata
128,199,738
134,731,396
Maksimal
199,942,667
282,276,583
Minimal
81,231,992
70,863,167
Rata-rata
115,416,198
117,077,921
42,675,708.33
64,872,541.67
Minimal
(69,932,666.67)
(99,899,916.67)
Rata-rata
12,783,539.54
17,653,474.82
Maksimal
1.44
1.65
Minimal
0.65
0.65
Rata-rata
1.17
1.22
Biaya
Pendapatan Maksimal
4
R/C Ratio
Berdasarkan hasil perhitungan indeks diversifikasi, petani sempit memiliki nilai tingkat diversifikasi yang lebih tinggi daripada petani luas. Hal ini menunjukkan bahwa petani sempit lebih berdiversifikasi daripada petani luas. Akan tetapi, pendapatan usahatani petani luas lebih besar daripada petani sempit. Artinya, hubungan antara diversifikasi dengan tingkat pendapatan tidak selalu positif. Nilai rata-rata indeks diversifikasi petani luas adalah 0,769 dengan nilai minimal sebesar 0,723 dan nilai maksimal sebesar 0,820. Sedangkan nilai indeks diversifikasi petani sempit adalah sebesar 0,800 dengan nilai minimal sebesar 0,788 dan nilai maksimal sebesar 0,821. Nilai indeks diversifikasi petani luas dan petani sempit dapat diihat pada Tabel 29.
71
Tabel 29. Indeks Diversifikasi Usahatani Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 Petani Luas
Petani Sempit
(n=13)
(n=17)
Minimal
0.723
0.788
Maksimal
0.820
0.821
Rata-rata
0.769
0.800
Uraian
Pada tingkat usahatani, diversifikasi dilakukan dengan tujuan untuk menghindari faktor risiko dan ketidakpastian, baik terhadap produksi maupun harga. Oleh karena itu, apabila petani tidak hanya mengusahakan satu jenis komoditi tertentu, maka variasi pendapatan akan lebih banyak. Dengan demikian, diversifikasi merupakan keputusan yang tepat untuk mengurangi risiko usahatani. Hasil perhitungan imbalan terhadap tenaga kerja (return to labor) dan imbalan terhadap modal (return to capital) petani luas dan petani sempit dapat dilihat pada Tabel 30. Berdasarkan Tabel 30 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata imbalan terhadap tenaga kerja petani luas maupun petani sempit lebih tinggi dari nilai upah rata-rata tenaga kerja di Kelompok Tani Pondok Menteng, yakni Rp 18.000 per hari. Hal ini menunjukkan bahwa pilihan petani responden untuk melakukan kegiatan usahatani sayuran sudah tepat daripada menjadi buruh tani. Hasil perhitungan Return to Capital menunjukkan bahwa pilihan petani responden untuk menginvestasikan modalnya pada kegiatan usahatani yang dilakukan sudah tepat. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata Return to Capital yang lebih besar daripada nilai suku bunga pinjaman yang berlaku, yakni 9.06 persen (Suku Bunga Dasar Kredit, September 2012, Bank Indonesia). Tabel 30. Return to Labor dan Return to Capital Petani Luas dan Petani Sempit Agustus 2011-Juli 2012 Uraian
Petani Luas Return to Labor
Petani Sempit
Return to Capital
Return to Labor
Return to Capital
Maksimal
42,368.28
175.26
40,122.42
126.63
Minimal
7,823.07
(56.33)
9,412.75
(144.55)
Rata-rata
27,844.94
55.37
26,824.33
24.52
72