ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN TATANIAGA TEMBAKAU VOOR OOGST KASTURI PADA GABUNGAN KELOMPOK TANI PERMATA VII DESA PAKUSARI, KECAMATAN PAKUSARI, KABUPATEN JEMBER, PROVINSI JAWA TIMUR
DEVI NITASARI H34077010
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
RINGKASAN
DEVI NITASARI. Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Pada Petani Gabungan Kelompok Tani Permata VII Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Departemen Agribisnis., Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan TINTIN SARIANTI). Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Salah satu komoditas pertanian dalam mendukung kehidupan ekonomi bangsa Indonesia adalah perkebunan. Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu merupakan sumber pendapatan negara melalui devisa negara, cukai, pajak, serta sumber pendapatan petani, dan dapat menciptakan lapangan kerja. Penelitian ini dilakukan di Desa Pakusari Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur pada petani Gabungan Kelompok Tani Permata VII. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Pakusari tersebut merupakan salah satu sentra tembakau voor oogst kasturi dan merupakan gabungan kelompok tani yang memiliki anggota terbanyak serta luas lahan yang tertinggi di Kecamatan Pakusari. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keragaan usahatani tembakau voor oogst kasturi, menganalisis pendapatan petani tembakau voor oogst kasturi berdasarkan skala usaha, menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga dan efisiensi tataniaga dalam usahatani tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. Data yang digunakan terdiri data primer dan data skunder. Jumlah responden usahatani sebanyak 35 orang secara acak sederhana dengan menggunakan undian namanama petani. Penarikan sampel responden saluran tataniaga menggunakan metode snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran tataniaga mulai dari petani ke konsumen akhir. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitataif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang usahatani dan saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada angota Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan, analisis R/C rasio, dan analisis efisiensi tataniaga yang terdiri dari marjin tataniaga, farme’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Input yang digunakan pada usahatani tembakau voor oogst kasturi terdiri dari bibit, pupuk pestisida dan tenaga kerja. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk Urea, ZA, SP36, Drusband, Lanet dan Agrotanik. Pemanenan dilakukan pada saat tembakau umur 90 hari dan pemanenan dilakukan empat kali. Berdasarkan hasil analisis, penerimaan yang diperoleh petani tembakau voor oogst kasturi pada luasan satu hektar rata-rata dengan luas lahan skala besar (>5.336 m2) untuk musim panen 2010 adalah sebesar 1.437,92 kilogram sedangkan skala kecil sebesar 1.408,55 kilogram tembakau kering yang sudah di unting. Hasil penerimaan pada luas lahan skala besar sebesar Rp 35.097.519,95 dan penerimaan pada luas lahan skala kecil sebesar Rp 33.981.464,75. Hal tersebut menggambarkan bahwa penerimaan luas lahan skala besar dan skala kecil tidak
jauh berbeda karena hasil output pada luas lahan skala besar tidak maksimal meskipun luas lahan yang di usahakan cukup besar, sedangkan pada luas lahan skala kecil menunjukkan bahwa hasil output stabil karena skala yang diusahakan kecil. Pada luas lahan skala besar biaya total yang dikeluarkan petani tembakau voor oogst kasturi adalah sebesar Rp 26.329.170,97/ha sedangkan pada luas lahan skala kecil biaya total adalah sebesar Rp 28.242.546,60/ha. Biaya tersebut merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Nilai R/C rasio atas penggunaan biaya skala besar sebesar 1,33, sedangkan nilai R/C rasio atas penggunaan biaya skala kecil sebesar 1,20. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani tembakau voor oogst kasturi menguntungkan karena bissa menutupi semua biayabiaya yang dikeluarkan dalam usahatani tersebut. Terdapat empat saluran yang terjadi pada tataniaga tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari yaitu terdiri dari ; saluran I (Petani – PT. Sampoerna); saluran II (Petani – PT. Djarum); saluran III (Petani – Pedagang – PT. Sampoerna) dan saluran IV (Petani – Pedagang – PT. Djarum). Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga tembakau voor oogst kasturi menjalankan semua fungsi yang ada yaitu fungsi pertukaran, fungsi pengadaan secara fisik dan fungsi pelancar. Struktur pasar yang terjadi pada petani dan pedagang yaitu mendekati pasar persaingan oligopsoni. Perilaku pasar dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran serta kerjasama antara lembaga pemasaran. Jika dibandingkan antara keempat saluran yang terdapat pada saluran tataniaga tersebut diketahui bahwa margin tataniaga pada setiap saluran tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari berbeda. Total margin tataniaga pada saluran I, saluran II, saluran III dan saluran IV masing-masing adalah Rp 3.632,00; Rp 8.273,00; Rp 1.375,00 dan Rp 2.675,00. Biaya tataniaga yang dikeluarkan tergantung kapasitas tembakau yang dikelola. Biaya untuk tataniaga berupa biaya pengemasan, tenaga angkut,transportasi, biaya Koran dan tali rafia. Farmer’s share terbesar terdapat pada saluran I dan saluran II yaitu sebesar 100 persen sedangkan farmer’s share yang paling rendah terdapat pada saluran IV yaitu 88,85 persen. Nilai rasio keuntungan dan biaya tertinggi terdapat pada saluran II yaitu 4,36 persen yang artinya bahwa setiap Rp 1,00 per kilogram biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 436,00 per kilogram tembakau voor oogst kasturi. Bila marjin pemasaran dijadikan ukuran efisiensi maka saluran I yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu Rp 1.375,00. Bila farmer’s share yang dijadikan ukuran efisiensi makan saluran I dan saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu 100 persen. Bila rasio keuntungan biaya dijadikan ukuran efisien maka saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu sebesar 4,36. Usahatani tembakau voor oogst kasturi menguntungkan, akan lebih menguntungkan jika didukung oleh faktor cuaca yaitu sinar matahari. Harga tembakau dipengaruhi oleh kualitas tembakau maka petani harus bisa memisahkan tembakau bagus dan jelek agar harga yang diberikan tidak rendah. Tembakau voor oogst kasturi mempunyai prospek yang besar bagi petani maka disarankan pemerintah ikut membantu petani dengan memberikan bantuan seperti bibit tembakau dan modal.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN TATANIAGA TEMBAKAU VOOR OOGST KASTURI PADA GABUNGAN KELOMPOK TANI PERMATA VII DESA PAKUSARI, KECAMATAN PAKUSARI, KABUPATEN JEMBER, PROVINSI JAWA TIMUR
DEVI NITASARI H34077010
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Proposal
: Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur.
Nama
: Devi Nitasari
NIM
: H34077010
Menyetujui, Pembimbing
Tintin Sarianti, SP, MM NIP. 19750316 200501 2 001
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010
Devi Nitasari H34077010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 25 Desember 1986. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Much. Lutfi Sahri dan Ibunda Hj. Zahrotus Sofiah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD 01 Pakusari Jember pada tahun 1995 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP 01 Pakusari Jember. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Muhammadiyah 03 Jember diselesaikan pada tahun 2004. Penulis diterima menjadi Diploma Politeknik Negeri Jember di Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian pada tahun 2004. Penulis lulus program diploma pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis diterima pada Departemen agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi jawa Timur”. Penelitian ini bertujuan menganalisis keragaan usahatani dan pendapatan usahatani tembakau voor oogst kasturi serta saluran tataniaga terhadap anggota petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari. Namun demikian sangat disadari masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi.
Bogor, Desember 2010 Devi Nitasari
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kessabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si dan Ir. Harmini, M.Si Selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Dwi Rachmina, Ms yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. 4. Silvi Ervina, selaku pembahas yang telah memberikan masukan dan saran atas penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih atas saran-sarannya yang bermanfaat. 5. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 6. Kepada Ketua Gapoktan Permata VII bapak Moch. Lutfi Sahri serta para petani, terima kasih atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan. 7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.
Bogor, Desember 2010 Devi Nitasari
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ...............................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
vi
I
II
III
IV
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ........................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 1.4. Kegunaan Penelitian ........................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................
1 5 11 11 11
TIJNAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Tembakau .............................................. 2.2. Peran Tembakau dalam Perekonomian Nasional, Sosial dan Budaya ............................................................... 2.3. Kajian Penelitian Terdahulu ...............................................
13 14
KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................. 3.1.1. Usahatani ................................................................... 3.1.2. Klasifikasi Usahatani ................................................ 3.1.3. Teori Produksi ........................................................... 3.1.4. Teori Biaya ............................................................... 3.1.5. Teori Pendapatan ...................................................... 3.1.6. ImbanganPenerimaan dan Biaya ............................. 3.1.7. Konsep Tataniaga ..................................................... 3.1.7.1. Saluran Tataniaga ........................................ 3.1.7.2. Fungsi Tataniaga ........................................... 3.1.7.3. Struktur Pasar .............................................. 3.1.7.4. Perilaku Pasar .............................................. 3.1.7.5. Efisiensi Tataniaga ....................................... 3.1.7.6. Margin Tataniaga .......................................... 3.1.7.7. Farmer’s Share ............................................. 3.1.7.8. Rasio Keuntungan dan Biaya ...................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................
20 20 22 23 25 26 27 28 29 30 31 33 34 34 36 36 36
METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................. 4.2. Jenis dan Sumber Data ....................................................... 4.3. Metode Penarikan Responden ............................................ 4.4. Metode Pengumpulan Data ................................................ 4.5. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data .......................
39 39 40 41 41
12
4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani ................................ 4.5.1.1. Penerimaan Usahatani .................................. 4.5.1.2. Biaya Usahatani ........................................... 4.5.1.3. Pendapatan Usahatani .................................. 4.5.1.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya .................................................... 4.5.2. Analisis Tataniaga .................................................... 4.5.2.1. Analisis Saluran Tataniaga .......................... 4.5.2.2. Analisis Fungsi-Fungsi Tataniaga ............... 4.5.2.3. Analisis Struktur Pasar ................................ 4.5.2.4. Analisis Perilaku Pasar ................................ 4.5.2.3. Marjin Tataniaga .......................................... 4.6. Definisi Operasional ........................................................... V
VI
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah ............................................................... 5.2. Keadaan Penduduk ............................................................. 5.3. Gambaran Umum Gabungan Kelompok Tani Permata VII ........................................................................ 5.4. Karateristik Petani Responden Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII ............................................. 5.4.1. Usia Petani ............................................................... 5.4.2. Tingkat Pendidikan Petani ....................................... 5.4.3. Pengalaman Berusahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi ................................ 5.4.4. Luas Lahan dan Status Lahan .................................. 5.5. Karakteristik Pedagang ....................................................... 5.5.1. Usia Pedagang ......................................................... 5.5.2. Tingkat Pendidikan Pedagang ................................. 5.5.3. Pengalaman Berdagang Tembakau ......................... HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Keragaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi ............................................................................... 6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi .......................................... 6.2.1. Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi ................................................. 6.2.2. Biaya Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi ................................................. 6.2.3. Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi ................................................. 6.3. Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi ............................................................ 6.3.1. Saluran Tataniaga I .................................................. 6.3.2. Saluran Tataniaga II ................................................ 6.3.3. Saluran Tataniaga III ............................................... 6.3.4. Saluran Tataniaga IV ............................................... 6.3.5. Fungsi-Fungsi Tataniaga .........................................
41 42 42 44 44 45 45 46 46 46 47 48 51 52 54 56 56 57 58 58 60 60 60 61
62 70 71 73 74 77 78 79 79 80 80
6.3.5.1. Petani .......................................................... 6.3.5.2. Pedagang .................................................... 6.3.6. Struktur Pasar .......................................................... 6.3.7. Perilaku Pasar .......................................................... 6.3.7.1. Praktek Pembelian dan Penjualan ............... 6.3.7.2. Penentuan Harga dan Cara Pembayaran ......................................... 6.3.7.3. Kerjasama Antara Lembaga Tataniaga ..................................................... 6.3.8. Marjin Tataniaga ..................................................... 6.3.9. Farmer Share .......................................................... 6.3.10. Rasio Keuntungan dan Biaya ................................ VII
81 83 85 86 86 87 88 88 91 92
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ........................................................................ 7.2. Saran ..................................................................................
94 95
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
97
LAMPIRAN ..........................................................................................
99
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
Halaman
Produksi Perkebunan di Indonesia Menurut Komoditi Tahun 2004-2008 .....................................................
2
Luas dan Produksi Tembakau seluruh Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2008 ...................................................
3
Luas Areal dan Produksi Menurut Jenis Tembakau di Jawa Timur Tahun 2008 ............................................................
4
Luas dan Produksi Tembakau Voor Oogst Kasturi di Kabupaten Jember Tahun 2007-2009 .......................................
6
Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Tembakau Voor Oogst Kasturi Menurut Kelompok Tani Tahun 2009 .....................................................
7
Nama Gapoktan Kecamatan Pakusari, Jumlah Anggota dan Luas Lahan Sawah Anggota Gabungan Kelompok Tani Tahun 2010 ......................................
39
Komponen Penyusunan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi....................................................
45
Luas Lahan dan Persentase Menurut Penggunaan di Desa Pakusari Tahun 2009 .....................................................
52
Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Pakusari Tahun 2009 .........................................................
53
10. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Pakusari Tahun 2009 .........................................................
53
11. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan Usia pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010......................................................
57
12. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 .................................
57
13. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Tembakau pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 ................................................................................
58
14. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan Luas Lahan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 ................................
59
2. 3. 4. 5.
6.
7. 8. 9.
15. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan Status Lahan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 ................................
59
16. Sebaran dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Usia Tahun 2010 ...................................
60
17. Sebaran dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ...........................
61
18. Sebaran dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Pengalaman Berdagang Tembakau Tahun 2010 ...............................................................
61
19. Pola Tanaman disetiap Kelompok Tani Gapoktan Permata VII Tahun 2010 ...........................................
66
20. Hasil Output dan Input yang digunakan dalam Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar Tahun 2010 ..............................................................
68
21. Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Tahun 2010 ..............................
69
22. Perhitungan Penyusutan Alat Pertanian Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Tahun 2010 ..............................
70
23. Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar dengan Luas Lahan Skala Besar (>5.336) Tahun 2010 ..............................................
71
24. Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar dengan Luas Lahan Skala Kecil (<5.336) Tahun .......................................................
72
25. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi per Hektar Rata-rata Sakala Besar pada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010 ........................
75
26. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi per Hektar Rata-rata Sakala Kecil pada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010 ........................
76
27. Fungsi-fungi Tataniaga dari Setiap Lembaga Tataniaga yang Terlibat dalam Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 .........................................................
81
28. Farmer’s Share pada Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi terhadap Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 ................................
91
29. Rasio Keuntungan Biaya dan Biaya dan Biaya Lembaga Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi terhadap Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 .....................................................
92
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kurva Hubungan Biaya dengan Tingkat Produksi .....................
26
2. Kurva Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total .................................................................
27
3. Saluran Pemasaran Barang-barang Konsumen ...........................
29
4. Marjin Tataniaga ........................................................................
35
5. Kerangka Pemikiran Operasional ...............................................
38
6. Kegiatan Perkumpulan Rutin Pengurus Gapoktan Permata VII ................................................................
55
7. Proses Pemanenan Tembakau Voor Oogst Kasturi ........................................................................................
63
8. Pengangkutan Tembakau dan pensujenan Tembakau ...................................................................................
64
9. Proses Penjemuran Tembakau Voor Oogst Kasturi ........................................................................................
64
10. Proses Pemeraman Tembakau Voor Oogst Kasturi ........................................................................................
65
11. Proses Pengemasan tembakau Voor Oogst Kasturi ........................................................................................
65
12. Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kastruri .......................................................................................
78
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Ekspor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Ekspor) Tahun 2008-2009 ................................
100
2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Ekspor) Tahun 2008-2009 ................................
100
3. Rekapitulasi Areal Tembakau kabupaten Jember Tahun 2007-2009 .......................................................................
101
4. Nama Responden, kelompok Tani, Alamat Dan Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010 .................................................................................
103
5. Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII Skala Besar (>5.336 m2) Tahun 2010 ........................................
104
6. Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII Skala Besar (>5.336 m2) Tahun 2010 ........................................
105
7. Nama, Alamat, Umur, Pendidikan, Pengalaman Dan Tujuan Penjualan Tembakau di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember Tahun 2010 ................................................................................
106
8. Biaya Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar Rata-rata Skala Besar pada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010 ...........................................
107
9. Biaya Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar Rata-rata Skala Kecilpada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010 ...........................................
110
10. Nama Responden, Tujuan Penjualan, Hasil Tembakau Harga Jual Petani di Setiap Saluran Tataniaga Tahun 2010 ....................................
112
11. Margin Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi pada Anggota Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari Tahun 2010 ......................
118
12. Rincian Biaya Tataniaga yang dikeluarkan oleh Masing-masing Lembaga Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Tahun 2010 ................................................
119
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang berlimpah sektor pertanian sangatlah tepat sebagai sektor unggulan dalam pertahanan nasional. Salah satu komoditas pertanian dalam mendukung kehidupan ekonomi bangsa Indonesia adalah perkebunan. Perkebunan menempati posisi yang penting sebagai produk pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari perkembangan ekspor dan impor komoditi pertanian dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009. Perkembangan ekspor dapat dilihat pada Lampiran 1 sedangkan perkembangan impor dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan data tahun 2008 volume ekspor perkebunan sebesar 25.182.681 ton meningkat pada tahun 2009 sebesar 27.864.811 ton (10,65 %). Sedangkan nilai ekspor pada tahun 2008 sebesar US$ 27.369.363.000 menurun menjadi US$ 21.581.669.000 pada tahun 2009 (-21,15%). Peluang pasar komoditas perkebunan cukup besar, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Disamping volume ekspor yang meningkat volume impor tahun 2008 ke tahun 2009 juga meningkat yaitu sebesar 2.683.739 ton menjadi 2.963.532 ton (10,42%). Sedangkan nilai impor menurun yaitu sebesar US$ 4.535.918.000 pada tahun 2008 menjadi US$ 3.949.191.000 pada tahun 2009 (-12,93%). Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan ekspor juga diikuti dengan perkembangan impor yang seharusnya produk perkebunan dalam negeri diarahkan untuk menjadi produk yang mampu mensubstitusi impor. Selain didukung oleh sektor ekspor dan impor perkebunan, komoditas dari setiap komoditi juga memberikan peran yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil produksi yang dikembangkan setiap tahun. Komoditas perkebunan yang dihasilkan oleh Indonesia meliputi tanaman karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, teh, lada, cengkeh, kakao, tembakau dan tebu. Tabel 1 menunjukkan bahwa peningkatan produksi tembakau lebih tinggi dibandingkan dengan the yaitu sebesar 0,15 persen sedangkan tembakau
mengalami peningkatan produksi sebesar 2,92 persen. Dengan demikian tembakau mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan yaitu dengan semakin meningkatnya produksi tembakau.
Tabel 1. Produksi Perkebunan di Indonesia Menurut Komoditas Tahun 20042007 No
Keterangan
1.
Karet
2005
Pertumbuhan pertumbuhan 2007 2008* terhadap 2006 (%) 2.921.872 6,05
2006
2007
2.270.891
2.637.231
2.755.172
11.861.615
17.350.848
17.664.725
18.089.503
2,40
3.096.844
3.131.158
3.193.266
3.247.180
1,69
3.
Kelapa Sawit Kelapa
4.
Kopi
640.365
682.158
676.475
682.938
0,96
5.
Teh
166.091
146.858
150.623
150.851
0,15
6.
Lada
78.328
77.533
74.131
79.726
7,55
7.
Cengkeh
78.350
61.408
50.404
80.929
0,65
8.
Kakao
748.828
769.386
740.006
792.761
7,13
9.
Tembakau
153.470
146.265
164.851
169.668
2,92
2.241.782
2.307.027
2.623.786
2.800.946
6,75
2.
10. Tebu
Keterangan : * = angka sementara Sumber : diolah Departemen Pertanian, 2009
Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu merupakan sumber pendapatan negara melalui devisa negara, cukai, pajak, serta sumber pendapatan petani, dan dapat menciptakan lapangan kerja. Ditinjau dari aspek komersial, komoditas tersebut merupakan bahan baku industri dalam negeri sehingga keberadaannya perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan. Sebagaimana diketahui tanaman tembakau merupakan salah satu komoditi yang strategis dari jenis tanaman semusim perkebunan.
1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. www.deptan.go.id 21 Mei 2010
2
Peran tembakau bagi masyarakat cukup besar, hal ini karena aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan sejumlah penduduk untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan1. Produksi tembakau menurut provinsi hampir seluruh (91%) produksi tembakau Indonesia berasal dari tiga provinsi. Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi tembakau terbanyak adalah di Provinsi Jawa Timur (46,20%) kemudian Nusa Tenggara Barat (30,83%) dan Jawa Tengah (15,31%) dan sisanya di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumtera Utara, D.I. Yogyakarta, Sumatera Barat, Bali, Aceh, Nusa Tenggara Timur, Lampung dan Sumatera Selatan.
Tabel 2. Luas dan Produksi Perkebunan Rakyat Tembakau Seluruh Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2008 Persentase Pertumbuhan Provinsi Luas (Ha) Produksi (Ton) Produksi (%) Jawa Timur 106.998 76.426 46,20 Jawa Tengah
36.777
25.329
15,31
Nusa Tenggara Barat
31.384
51.006
30,83
Jawa Barat
8.116
6.769
4,09
Sulawesi Selatan
3.209
1.133
0,68
D.I Yogyakarta
1.716
1.286
0,78
Sumatera Barat
1.362
1.199
0,72
Bali
1.006
1.806
1,09
Aceh
831
236
0,14
Nusa Tenggara Timur
261
32
0,02
Sumatera Utara
212
119
0,07
Jambi
80
25
0,02
Lampung
64
44
0,03
Sumatera Selatan
46
13
0,01
192.062
165.423
100,0
Jumlah Keseluruhan
Sumber: Diolah dari Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009
3
Ada delapan jenis tembakau di Jawa Timur yaitu Tembakau Voor Oogst Kasturi, Tembakau Na Oogst, Tembakau Paiton, Tembakau Madura, White Burly, Virginia, dan Tembakau Jawa. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan 2009, jenis tembakau Voor Oogst (VO) Kasturi yang dibudidayakan pada tahun 2008 dengan luas lahan 5.051 ha dan produksi sebesar 4.117 ton. Walaupun luas dan produksi tembakau voor oogst kasturi lebih kecil dibandingkan dengan tembakau madura, tembakau jawa, tembakau virginia dan tembakau paiton tetapi tembakau voor oogst kasturi banyak diproduksi dibandingkan dengan tembakau na oogst, white burley dan tembakau lumajang. Luas areal dan produksi menurut jenis tembakau di Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Menurut Jenis Tembakau di Jawa Timur Tahun 2008 Produksi Produktivitas No Jenis Tembakau Luas (ha) (ton) (ton/ha) 1. Tembakau Madura 56.351 32.323 0,57 2.
Tembakau Jawa
21.084
10.742
0,51
3.
Tembakau Virginia
10.639
10.109
0,95
4.
Tembakau Paiton
9.804
13.427
1,37
5.
Tembakau Voor Oogst Kasturi
5.051
4.117
0,82
6.
Tembakau Na Oogst
2.807
3.399
1,21
7.
Tembakau White Burley
1.178
2.209
1,87
8.
Tembakau Lumajang
84
100
1,19
Sumber: Diolah dari Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009
Tanaman tembakau Voor Oogst kasturi dibudidayakan di daerah Jawa Timur tersebar di beberapa Kabupaten yaitu di Kabupaten Lumajang, Bondowoso, Situbondo dan Jember. Kabupaten yang menjadi sentra tembakau voor oogst kasturi adalah Kabupaten Jember. Produksi unggulan perkebunan Jember adalah komoditi tembakau. Tanaman ini telah lama dibudidayakan hampir diseluruh kawasan di Kabupaten Jember, sehingga wajar dalam pengembangannya selalu menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Jember. Hal ini memberikan kontribusi yang positif terhadap pendapatan petani tembakau. 4
Dari total 31 Kecamatan di Kabupaten Jember hampir seluruh dari Kecamatan menjadi area penanaman tembakau sebagai tumpuan perekonomian, hanya terdapat 10 Kecamatan yang tidak membudidayakan tembakau sebagai tumpuan perekonomian. Luas areal jenis tembakau voor oogst kasturi paling besar dibandingkan dengan jenis tembakau lainnya. Tahun 2007 sampai dengan 2008 luas tembakau voor oogst
kasturi mengalami kenaikan yaitu 3.181 ha
menjadi 5.739,85 ha. Salah satu Kecamatan yang membudidayakan tembakau voor oogst kasturi adalah Kecamatan Pakusari dengan luas lahan tahun 2007 sebesar 516 ha meningkat pada tahun 2008 menjadi 581 ha. Rekapitulasi areal tembakau menurut Kecamatan tahun 2007-2008 pada Lampiran 3. Terdapat tujuh desa di Kecamatan Pakusari yang setiap Desa terbentuk kelompok tani. Salah satu Desa yang membudidayakan tembakau adalah Desa Pakusari. Ada delapan kelompok tani di Desa Pakusari yang digabung dalam satu kelompok tani yang diberi nama Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Permata VII yang didirikan pada tanggal 29 Januari 2009. Sampai saat ini anggota Gapoktan Permata VII berjumlah 792 orang. Gapoktan Permata VII memiliki anggota terbanyak dari Gapoktan yang ada di Kecamatan Pakusari serta luas lahan sawah yang tertinggi. Komoditas utama yang diproduksi oleh anggota Gapoktan Permata VII adalah padi, cabai, jagung, dan tembakau. Komoditas tembakau voor oogst kasturi adalah salah satu komoditas yang paling banyak diproduksi oleh petani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII pada musim kemarau. Tembakau voor oogst kasturi sudah diproduksi setiap tahun bahkan sebagian petani menanam tembakau secara turun temurun karena menaman tembakau voor oogst kasturi menjadi warisan nenek moyang. Jalur tataniaga yang dilakukan oleh petani untuk menjual hasil tembakau adalah dari petani ke pedagang dan petani ke pabrik tembakau kecil atau ke pabrik tembakau besar.
1.2
Perumusan Masalah Tahun 2010 ada peningkatan bagi hasil cukai rokok dan tembakau untuk
Jember. Pada tahun 2009 Jember mendapat Rp 8,7 miliar, meningkat pada tahun 2010 sebesar Rp 9,02 miliar dari sektor ini. Penambahan bagi hasil tersebut 5
direspon baik oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jember. Secara keseluruhan, daerah-daerah lain di Jawa Timur salah satunya di Kabupaten Lumajang, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo juga mengalami peningkatan. Penambahan bagi hasil cukai membawa konsekuensi yaitu perbaikan mutu tembakau dan rokok produk Jember. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jember diharuskan meningkatkan kualitas pabrik rokok lokal, baik dari sisi bahan baku maupun produksi2. Dalam perkembangan pengusahaan tembakau di Kabupaten Jember, luas dan produksi tembakau berfluktuatif. Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2007 mengalami penurunan luas dan produksi tembakau voor oogst
kasturi
karena pada tahun 2006 petani mengalami kerugian. Kerugian tersebut disebabkan oleh faktor alam sehingga tembakau petani menjadi rusak dan harga tembakau menjadi rendah dipasaran. Pada tahun 2007 petani beralih pada tanaman lain karena melihat pengalaman pada tahun 2006 harga tembakau rendah sementara biaya produksi semakin meningkat sehingga pada tahun 2007 produksi tembakau voor oogst kasturi menurun. Pada tahun 2007 banyak petani yang tidak memproduksi tembakau voor oogst kasturi dengan demikian pasokan tembakau menjadi berkurang sehingga harga tembakau pada tahun 2007 menjadi meningkat. Tahun 2008 dan 2009 luas dan produksi tembakau voor oogst kasturi mengalami peningkatan dikarenakan harga tembakau voor oogst kasturi mulai naik berawal dari tahun 2007 walaupun biaya produksi juga semakin meningkat.
Tabel 4. Luas dan Produksi Tembakau Voor Oogst Kasturi di Kabupaten Jember Tahun 2007-2009 Tahun Luas (ha) Produksi (kw) Produktivitas (Kw/Ha) 2005
2.659,40
40.422,88
15,20
2006
3.566,00
60.265,40
16,90
2007
3.181,00
32.128,10
10,10
2008
6.423,90
96.358,50
15,00
2009
8.901,00
125.064,90
14,05
Sumber: Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Konversi SDA Kabupaten Jember, 2010 2
Tembakau Beri Rp 9,02 M untuk Jember . beritajatim.com. 22 Juni 2010
6
Petani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII melakukan produksi tembakau voor oogst kasturi sekali dalam setahun yaitu pada musim kemarau. Jumlah produksi tanaman adalah 14.000-15.000 tanaman per hektar. Ada lima kelompok tani yang memproduksi tembakau voor oogst kasturi yaitu kelompok tani sejahtera I, Sejahtera II, Gempal II, Harapan dan Karya Tani. Tiga kelompok tani lainnya menanam padi dan jagung yaitu kelompok tani Tegal Ajung I, Tegal Ajung II dan Tegal Ajung III. Luas lahan yang dimiliki oleh petani mempengaruhi hasil produksi tembakau voor oogst kasturi. Luas lahan yang paling besar yaitu pada kelompok tani Gempal II dan yang paling kecil pada luas lahan karya tani. Lokasi di daerah Gempal II merupakan persawahan yang digunakan untuk memproduksi tembakau voor oogst kasturi sementara lokasi pada kelompok tani Karya Tani merupakan lahan pekarangan dan tegalan yang ditanami buah-buahan seperti rambutan, mangga, durian serta tanaman lainnya sehingga luas lahan sawah yang ditanami tembakau voor oogst kasturi hanya enam hektar. Luas tanam, produksi dan produktivitas tembakau voor oogst kasturi menurut kelompok tani tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Tembakau Voor Oogst Kasturi Menurut Kelompok Tani Tahun 2009 Produktivitas Hasil Produksi Tanaman No Nama Kelompok Tani Luas (Ha) Tanaman Tembakau Tembakau (Kw) (Kw/Ha) 1. Tani Sejahtera I 38 539,6 14,2 2.
Tani Sejahtera II
31,2
452,4
14,5
3.
Gempal II
56,6
837,68
14,8
4.
Harapan
52
754
14,5
5.
Karya Tani
6
85,8
14,3
Sumber: Gabungan Kelompok Tani Permata VII, 2009
Tembakau voor oogst kasturi adalah tanaman yang paling banyak diproduksi pada waktu musim kemarau. Sedangkan tanaman padi yang diproduksi oleh petani pada saat musim kemarau tidak begitu banyak dikarenakan kekurangan air. Petani yang memproduksi padi setiap tahun adalah petani yang 7
mempunyai lahan sawah dengan banyak air atau irigasi yang cukup baik, sehingga petani tidak memproduksi tembakau voor oogst kasturi. Menurut petani yang memproduksi padi, tanaman padi adalah tanaman yang mudah untuk diproduksi selain biaya produksi tidak terlalu tinggi perawatan juga tidak terlalu sulit. Pendapatan yang dihasilkan oleh petani tergantung hasil produksi yang diperoleh. Jika hasil padi bagus atau tidak terserang hama dan penyakit maka hasil akan diperoleh tinggi sedangkan harga padi yang diterima petani cukup tinggi yaitu sebesar Rp 230.000 per kwintal. Petani yang memproduksi jagung adalah petani yang kekurangan modal untuk memproduksi tembakau voor oogst kasturi dan lahan sawah yang dimiliki jauh dari irigasi. Harga jagung per kwintal adalah Rp 125.000 per kwintal. Menghadapi permasalahan yang disebabkan karena adanya biaya usahatani yang semakin meningkat dalam pembudidayaan tembakau voor oogst kasturi sehingga berdampak kepada penjualan hasil tembakau voor oogst kasturi tidak membuat anggota Gapoktan Permata VII beralih ketanaman lainnya. Permasalahan yang dihadapi petani tembakau voor oogst kasturi dari tahun ketahun selalu sama, dimana harga jual di pasaran sangat bergantung pada pihak pabrik tembakau dan harga yang diberikan kepada petani tergantung pada kualitas tembakau voor oogst kasturi yang dijual. Selain biaya produksi semakin meningkat masalah yang dihadapi oleh petani tembakau voor oogst kasturi untuk mempertahankan kualitas agar tembakau voor oogst kasturi mempunyai kualitas yang tinggi adalah faktor alam. faktor alam yang terjadi adalah musim penghujan yang masuk pada musim kemarau, dimana petani masih melakukan proses budidaya dan pengeringan tembakau voor oogst kasturi. Petani yang terlambat melakukan panen karena hujan berakibat pada hasil tembakau voor oogst kasturi yaitu tembakau voor oogst kasturi akan menjadi busuk dan kualitas akan menjadi jelek sehingga harga tembakau voor oogst kasturi akan menjadi rendah. Pendapatan yang dihasilkan petani tembakau voor oogst kasturi ditentukan oleh produksi yang dihasilkan, biaya produksi yang dikeluarkan dan harga output yang diterima pada saat panen. Biaya produksi dalam kegiatan budidaya tembakau voor oogst kasturi cenderung semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari harga pupuk, bibit tembakau voor oogst kasturi serta biaya tenaga kerja yang semakin 8
meningkat. Saat ini yaitu tahun 2010 harga bibit per 1.000 pohon sebesar Rp 50.000 hingga Rp 60.000, padahal pada tahun 2009 hanya sebesar Rp 15.000–Rp 20.000 per 1.000 pohon. Apabila petani tidak menerapkan pola produksi yang baik dan efisien maka petani akan memperoleh kerugian dengan penerimaan yang rendah. Petani menjual tembakau voor oogst kasturi kering dengan empat sampai lima tahapan atau panen. Tingginya harga tembakau voor oogst kasturi yang ditawarkan pabrik tembakau saat ini di daerah Jember cukup merangsang pedagang atau petani tembakau luar daerah untuk menjual hasil produksinya ke Kabupaten Jember. Karena banyaknya tembakau yang masuk ke pabrik Kabupaten Jember maka menyebabkan kelebihan produksi, sehingga sering mendengar bahwa sebagian produksi tidak terbeli atau terbeli dengan sangat murah. Harga tembakau voor oogst kasturi yang diterima petani jika petani menjual ke pedagang sesuai dengan kualitas, yaitu panen pertama dengan harga Rp 8000-12.000 per kilogram, panen kedua dengan harga Rp 12.000-18.000 per kilogram, panen ketiga dengan harga Rp 18.000-23.000 per kilogram, dan panen yang ke empat dan terakhir dengan harga Rp 23.000-29.000 per kilogram. Sementara harga yang dibayarkan konsumen akhir (pabrik) lebih besar dibandingkan harga dari pedagang. Petani dapat mengalami kerugian apabila harga tembakau voor oogst kasturi kering dibeli di bawah harga yang diharapkan karena kualitas yang rendah. Tataniaga produk tembakau dilakukan petani biasanya melalui pedagang pengumpul, pedagang besar atau langsung dijual ke pabrik tembakau, dengan melakukan produk pengeringan dan pengebalan produk. Tetapi untuk tataniaga produk tembakau voor oogst kasturi hanya melalui pedagang saja, dan pedagang langsung menjual ke pabrik tembakau. Sifat dari tembakau ini adalah fancy Product, artinya petani tidak mengetahui kualitas dari tembakau yang dihasilkan, sifat inilah yang menyebabkan petani pada posisi yang kurang menguntungkan. Penjualan terjadi kesepakatan antara petani, padagang dan pabrik sebagai konsumen akhir, yaitu pabrik Gudang Garam, Djarum, Bentoel, Sampoerna, dan pabrik-pabrik lokal lainnya. 9
Usahatani tembakau voor oogst kasturi membutuhkan biaya yang cukup tinggi, disamping biaya bibit dan harga pupuk yang semakin meningkat upah tenaga kerja juga meningkat. Sedangkan harga tembakau voor oogst kasturi tergantung pada pedagang atau pabrik tembakau. Semakin banyak tembakau yang ada di pasar atau semakin berlimpahnya tembakau voor oogst kasturi yang dihasilkan oleh petani maka harga tembakau voor oogst kasturi semakin rendah. Petani akan mendapatkan harga yang maksimal jika petani menjual tembakau voor oogst kasturi langsung ke pabrik tembakau dibandingkan dengan petani menjual ke pedagang tembakau. Pedagang tembakau akan mengambil keuntungan sebesar 20 sampai 30 persen. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji dan ditelusuri lebih dalam mengenai pendapatan petani dan saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII untuk menganalisis pendapatan petani dan saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi. Apakah saluran tataniaga yang dilakukan petani sudah efisien.
Maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana keragaan usahatani tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember? 2. Seberapa besar pendapatan petani tembakau voor oogst kasturi menurut luas lahan yang dimiliki oleh petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember? 3. Apakah saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember sudah efisien?
10
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk : 1.
Menganalisis keragaan usahatani tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember.
2.
Menganalisis pendapatan petani tembakau voor oogst kasturi menurut luas lahan petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember.
3.
Menganalisis saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa kegunaan, antara lain :
1.
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari khususnya mengenai pendapatan usahatani dan tataniaga tembakau voor oogst kasturi sehingga dapat melakukan usaha-usaha perbaikan dalam budidaya untuk meningkatkan pendapatan.
2.
Sebagai bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
3.
Sebagai sarana bagi penulis untuk melatih kemampuan dalam menganalisa masalah berdasarkan fakta dan data yang tersedia yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan difokuskan hanya pada tembakau jenis voor oogst
kasturi yang dilakukan oleh petani gabungan kelompok tani Permata VII di Desa Pakusari, kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. Batasan penelitian mengenai usahatani ini hanya pada pendapatan petani dan jalur tataniaga yang dilakukan oleh patani.
11
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gambaran Umum Tembakau Tembakau adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman dari
genus Nicotiana. Tembakau dapat dikonsumsi, digunakan sebagai pestisida, dan dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Jika dikonsumsi, pada umumnya tembakau dibuat menjadi rokok, tembakau kunyah, dan sebagainya. Tembakau telah lama digunakan sebagai entheogen di Amerika. Kedatangan bangsa Eropa ke Amerika Utara mempopulerkan perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang. Kepopuleran ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat bagian selatan. Setelah Perang Saudara Amerika Serikat, perubahan dalam permintaan dan tenaga kerja menyebabkan perkembangan industri rokok. Produk baru ini dengan cepat berkembang menjadi perusahaanperusahaan tembakau hingga terjadi kontroversi ilmiah pada pertengahan abad ke20. Dalam Bahasa Indonesia tembakau merupakan serapan dari bahasa asing. Bahasa Spanyol "tabaco" dianggap sebagai asal kata dalam bahasa Arawakan, khususnya dalam bahasa Taino di Karibia, disebutkan mengacu pada gulungan daun-daun pada tumbuhan ini (menurut Bartolome de Las Casas, 1552) atau bisa juga dari kata "tabago", sejenis pipa berbentuk y untuk menghirup asap tembakau (menurut Oviedo, daun-daun tembakau dirujuk sebagai Cohiba, tetapi Sp. tabaco (juga It. tobacco) umumnya digunakan untuk mendefinisikan tumbuhan obatobatan sejak 1410, yang berasal dari Bahasa Arab "tabbaq", yang dikabarkan ada sejak abad ke-9, sebagai nama dari berbagai jenis tumbuhan. Kata tobacco (bahasa Inggris) bisa jadi berasal dari Eropa, dan pada akhirnya diterapkan untuk tumbuhan sejenis yang berasal dari Amerika3. Tembakau kasturi merupakan salah satu tipe tembakau yang diolah secara krosok (leaf type) atau lembaran-lembaran daun. Tembakau Kasturi ini adalah salah satu tanaman tembakau yang dibudidayakan pada musim kemarau atau dikenal dengan istilah Voor Oogst (VO) dengan cara pengeringan menggunakan 3
Tembakau. www.wikipedia.com. Diakses tanggal 18 Mei 2010
bantuan sinar matahari lansung (sun cured). Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah Jember dan Bondowoso (Jawa Timur). Dari varietas tembakau kasturi yang ada beberapa yang sering dipakai oleh petani di Jember dan Bondowoso adalah varietas jepon, mawar, marakot dan baleno. Aktivitas pembuatan bedengan untuk tembakau ini dimulai pada musim kemarau, dilanjutkan dengan proses penanaman. Panen raya tembakau voor oosgt kasturi pada awal musim hujan4.
2.2
Peran Tembakau Dalam Perekonomian Nasional, Sosial dan Budaya Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan perkebunan (2008),
tembakau adalah komoditas yang bernilai ekonomis tinggi. Sebagai bahan baku yang dibutuhkan oleh industri rokok dan cerutu, maka peran tembakau dalam perekonomian nasional sangat tinggi. Sumber-sumber penerimaan Negara yang berasal dari tembakau dan industri hasil tembakau berupa cukai dan devisa ekspor. Cukai berasal dari pajak penjualan tembakau, sedangkan devisa berasal dari pajak ekspor tembakau atau rokok. Selain dari cukai dan devisa yang memberi peran terhadap pendapatan negara, tembakau dan industri hasil tembakau juga mempunyai kontribusi terhadap Pendapatan Hasil Daerah (PAD), seperti tumbuhnya warung, pedagang eceran, dan industri penunjang lainnya (seperti tali, keranjang tembakau, tikar untuk membungkus tembakau). Besarnya kontribusi terhadap PAD pada masing-masing sentra produksi ini akan ditentukan oleh jenis tembakau dan luas areal pengembangan tembakau. Namun demikian informasi kuantitatif peran tembakau dan industri hasil tembakau terhadap perekonomian daerah belum tersedia. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hastari (2009), tembakau merupakan
komoditas
yang
kontroversi.
Tanaman
tembakau
dikatakan
kontroversial mengingat disatu pihak peran tembakau dan industri hasil tembakau memegang peran penting dalam perekonomian negara dan dipihak lain produk yang dihasilkan membahayakan bagi kesehatan. Peran tembakau dan industri hasil tembakau dalam kehidupan sosial ekonomi seperti: penyedia lapangan kerja, 4
Tembakau Kasturi .www.ijo royo2 blog.com. Diakses tanggal 18 Mei 2010
13
sumber pendapatan petani dan buruh, pedagang, pendapatan daerah, cukai dan devisa negara. Sebagai komoditas yang bernilai ekonomis tinggi, maka pengelolaan tanaman tembakau dilakukan dengan sangat insentif, sehingga banyak melibatkan tenaga kerja mulai dari pembibitan, tanaman, panen sampai prosesing. Demikian juga industri rokok, sangat juga melibatkan bidang yang terkait dengan industri tembakau antara lain: cengkeh, penjualan rokok, percetakan, dan transportasi, yang semuanya itu menyerap tenaga kerja yang banyak. Tenaga kerja yang dapat terserap mulai dari petani tembakau sampai dengan tenaga jasa transportasi rokok sekitar 6,4 juta tenaga kerja. Pertembakauan Indonesia dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik rokok dalam negeri yang terus meningkat dan untuk antisipasi peluang ekspor ke pasar tembakau internasional. Ekspor tembakau Indonesia didominasi oleh bahan baku pembuat cerutu (na-oogst), sedangkan untuk keperluan konsumsi dalam negeri didominasi jenis tembakau bahan sigaret (voor oogst) lebih dari 90%. Bahan sigaret yang diekspor adalah sisa pasar lokal mutunya tidak memenuhi kriteria untuk kebutuhan pabrik rokok dalam negeri. Impor tembakau terus meningkat dari tahun ke tahun seiring perkembangan produksi pabrik rokok lokal, utamanya jenis Virginia, White burley, dan Oriental.
2.3
Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis tembakau maupun
saluran tataniaga tembakau masih belum banyak dilakukan. Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan analisis tembakau maupun saluran tataniaga tembakau yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sumbara (2008) yang berjudul pendapatan usahatani tembakau Mole dan Virginia di Kabupaten Garut, penelitian yang dilakukan oleh sumbara menyatakan bahwa bertani tembakau mole bagi sebagian besar masyarakat di Desa Ciburial merupakan kegiatan yang bersifat turun menurun sedangkan tembakau virginia baru panen perdana pada tahun 2007. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan di Desa Pakusari bahwa sebagian besar petani Gapoktan Permata VII melakukan kegiatan tembakau voor oogst kasturi bersifat turun menurun. 14
Proses pembudidayaan tembakau mole, virginia maupun tembakau voor oogst kasturi hampir sama yaitu dimulai dengan pengolahan lahan dan ditanam pada jarak yang sesuai dengan luas lahan. Penggunaan pupuk dan pestisida relatif menggunakan pupuk dan pestisida yang sama hanya saja varietas bibit yang berbeda. Pada tembakau virginia, proses pengolahan untuk merubah daun basah menjadi daun kering (krosok) digunakan oven atau biasa disebut dengan pengovenan sedangkan pada tembakau voor oogst proses pengeringan dilakukan dengan cara bantuan sinar matahari. Tembakau virginia dan tembakau mole diproses dengan cara dirajang sedangkan tembakau voor oogst kasturi diproses dengan cara lembar daun yang dijemur dan disortasi sesuai dengan kualitas tembakau. Tembakau virginia dijual dalam bentuk tembakau ovenan, tembakau mole dijual dalam bentuk rajangan dan daun basah sedangkan tembakau voor oogst kasturi dijual dengan bentuk tembakau kering yang sudah di unting (gagang tembakau voor oogst kasturi diikat dengan menggunakan bambu tipis). Analisis pendapatan pada tembakau mole dihitung dengan membedakan penjualan tembakau daun basah dan rajangan per hektar, tembakau virginia dihitung dengan hasil tembakau ovenan sedangkan tembakau voor oogst kasturi dihitung berdasarkan luas lahan skala besar dan skala kecil. R/ C rasio tembakau mole sebesar 1,89 (daun basah) dan 2,03 (rajangan) sedangkan virginia sebesar 2,89. Nilai R/C rasio pada tembakau voor oogst kasturi berdasarkan luas lahan skala besar pada penelitian ini menghasilkan 1,33 dan skala kecil sebesar 1,20. Hal tersebut menjelaskan bahwa biaya yang dikeluarkan tembakau voor oogst kasturi lebih kecil dibandingkan tembakau mole dan virginia. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian terdahulu bahwa peneliti dapat melihat perbedaan dari proses pengolahan tembakau dan proses analisis yang dilakukan. Hal tersebut menjadi bahan informasi dan ilmu yang baru bagi peneliti maupun peneliti yang akan
dilakukan
selanjutnya
tentang
tembakau
untuk
dijadikan
bahan
perbandingan. Penelitian tentang tembakau yang dilakukan oleh Kertawati (2008) dengan judul penelitian analisis sistem tataniaga tembakau Mole (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat). Proses pembudidayaan dan pengolahan sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumbara yaitu dengan 15
cara dirajang, Kertawati menambahkan bahwa proses panen dibagi berdasarkan kualitas, yaitu kualitas satu dan dua (pucuk) tujuh lembar, kualitas tiga dan empat (tengah dan atas) enam lembar, kualitas lima (daun kepel) dua lembar dan kualitas enam (koseran) sebanyak tiga lembar. Pemanenan yang dilakukan sama dengan pemanenan tembakau voor oogst kasturi yaitu berdasarkan kualitas hanya saja sebutan panen yang berbeda. Pengklarifikasian tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari yaitu panen pertama disebut tembakau kusiran, kedua eksport, ketiga semi lokal dan ke empat lokal. Jarak panen pertama dan kedua adalah satu minggu setelah panen pertama. Pola tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial dijual dalam bentuk rajangan. Terdapat empat pola saluran tataniaga yang dilakukan oleh petani tembakau mole. Saluran tataniaga yang terjadi adalah saluran tataniaga I : petani, Bandar, dan Pabrik Rokok (PT Djarum); saluran II : petani, pedagang pengumpul, bandar dan pabrik rokok (PT Sampoerna); saluran iii : petani,
pedagang
pengumpul, pabrik guntingan, pedagang pengecer dan pedagang luar daerah; dan saluran iv : petani, pedagang pengecer dan konsumen. Sedangkan pola saluran tataniaga yang terjadi di Desa Pakusari pada tembakau voor oogst kasturi hanya melibatkan pedagang dan dua pabrik tembakau (PT Saempoerna dan PT Djarum). Saluran tataniaga yang paling efisien pada tembakau mole adalah saluran tataniaga saluran I dimana marjin tataniaga terkecil, farmer’s share terbesar dan pola saluran terpendek. Sedangkan pada tembakau voor oogst kasturi saluran yang efisien adalah saluran III berdasarkan marjin, saluran I dan saluran II jika diukur dengan farmer’s share dan saluran II jika di ukur dengan rasio keuntungan dan biaya. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Kertawati adalah informasi yang ada di Desa Ciburial terdapat banyak lembaga tataniaga tidak hanya dengan saluran tataniaga yang dilakukan pada tembakau voor oogst kasturi hanya pedagang dan pabrik tembakau saja. Penelitian tentang tembakau lainnya yang dilakukan oleh Hastari (2009) yang berjudul struktur pendapatan usahatani tembakau Temanggung sistem rotasi dengan jagung dan kacang tanah studi kasus di Desa Wonotirto Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Hasil penelitian Hastari menyatakan 16
bahwa usahatani tembakau temanggung sebagian besar dilakukan oleh petani menengah ke atas mengingat usahatani tersebut membutuhkan modal yang cukup tinggi untuk memenuhi input produksi. Penelitian tersebut juga membandingkan pendapatan non tembakau yaitu jagung dan kacang tanah. Proses pengolahan tembakau temanggung sama dengan tembakau mole yaitu dengan proses perajangan. Tetapi yang membedakan adalah proses pemanenan yang dilakukan oleh petani tembakau temanggung sebanyak tujuh sampai delapan kali dari daun terendah. Hasil analisis yang dilakukan bahwa usahatani tembakau temanggung tidak mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan total usahatani, kontribusinya yaitu sebesar 19,19 persen, dan dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa usahatani tembakau temanggung tidak menguntungkan untuk di usahakan dimana R/C rasio sebesar 0,94. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya biaya input. Dibandingkan dengan tembakau temanggung, jagung lebih memberikan kontrobusi yang besar terhadap pendapatan total yaitu sebesar 41,19 persen dan kacang tanah sebesar 39,62 persen. Dengan hasil yang diperoleh saran yang diberikan oleh peneliti adalah petani di Desa Wonotirto mengganti pola tanam dalam satu tahun, dimana pada musim kemarau petani bias berusahatani tembakau temanggung disaran untuk mengganti pada usahatani lainnya seperti usahatani jagung. Dari ketiga penelitian yang berkaitan dengan tembakau perbedaan lainnya adalah tempat penelitian, waktu penelitian dan responden yang diambil untuk dijadikan sampel. sedangkan persamaannya adalah alat analisis yang digunakan oleh Sumbara dan Hastari yaitu analisis pendapatan usahatani serta analisis R/C rasio. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kertawati sama dengan penelitian ini yaitu tentang saluran tataniaga. Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis pendapatan dan tataniaga adalah penelitian yang dilakukan oleh Zalukhu (2009) dengan judul analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional kasus padi varietas Bondoyudo pada gapoktan tani bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani, pendapatan usahatani, menganalisis faktor-faktor produksi dan menganalisis 17
efisiensi tataniaga beras di Kecamatan Cibungbulang. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,66. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu satuan biaya akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,66 satuan penerimaan. Saluran tataniaga terdiri dari tiga saluran yaitu (1) petani – pedagang pengumpul – konsumen; (2) petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – konsumen dan (3) petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pengecer – konsumen. Saluran tataniaga yang memiliki nilai farmer’s share dan rasio keuntungan/biaya yang paling besar dan nilai margin tataniaga paling kecil adalah pada saluran 1. Dengan demikian, saluran 1 lebih efisien dibanding saluran tataniaga lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Riyanto (2005), yang berjudul analisis pendapatan cabang usahatani dan pemasaran padi (Kasus: Tujuh Desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah). Berdasarkan hasil analisis diketahui pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani kelompok I, II, dan III bernilai positif dan lebih besar dari pendapatan atas biaya totalnya. Apabila dilihat dari perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C rasio) atas biaya tunai dan biaya totalnya maka diketahui ternyata nilai R/C rasio yang diperoleh petani di kelompok I lebih rendah dari petani yang ada pada kelompok II dan III. Adapun nilai R/C rasio yang diperoleh petani pada kelompok I tersebut adalah sama dengan 1,81 untuk R/C rasio atas biaya tunai dan 1,34 untuk R/C rasio atas biaya total. Dari sisi pemasarannya diketahui bahwa ada dua pola pemasaran yaitu pemasaran pola I marjin pemasaran terbesar yaitu sebesar 582,50 dibandingkan dengan pemasaran pola II dilihat dari rasio antara biaya dan keuntungannya. Dengan demikian pemasaran pola I lebih efisien dibandingkan dengan pemasaran pola II, tetapi pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani adalah pemasaran pola II, yaitu sebesar 63,33 persen dari total petani. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah pada alat analisis yaitu analisis pendapatan dan R/C rasio serta analisis tataniaga yang meliputi saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, efisiensi tataniaga, margin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Sedangkan perbedaannya adalah komoditas yang diteliti, tempat penelitian dan waktu penelitian. Dari persamaan dan perbedaan tersebut manfaat yang dapat diambil oleh peneliti 18
adalah alat analisis yang digunakan apakah hasil yang diperoleh akan sama dengan penelitian yang terdahulu walaupun dengan komoditas yang berbeda, serta untuk mengetahui apakah analisis tataniaga pada Gapoktan Permata VII memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan analisis tataniaga pada penelitian terdahulu.
19
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan
menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman semusim maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun tanaman non-pangan serta digunakan untuk memelihara ternak dan ikan. Menurut Suratiyah (2006), Pertanian dapat mengandung dua arti yaitu (1) dalam arti sempit atau sehari-hari diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam dan (2) dalam arti luas diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis. Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Berikut ini adalah beberapa definisi ilmu usahatani menurut beberapa pakar (dalam Suratiyah, 2006), yaitu: (a) Menurut Daniel (2002) Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil optimal dan kontinyu.
(b) Menurut Efferson Ilmu
usahatani
merupakan
ilmu
yang
mempelajari
cara-cara
mengorganisasikan unit usahatani dipandang dari sudut efisiensi dan pendapatan yang kontinyu. (c) Menurut Vink (1984) Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggitingginya. (d) Menurut Prawirokusumo (1990) Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani atau peternak tersebut. Menurut Soekartawi (2006), ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif
bila petani atau produsen dapat
mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Tujuan
usahatani
adalah
memaksimumkan
keuntungan
atau
meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Ciri usahatani Indonesia adalah: 1) sempitnya lahan yang dimiliki petani, 2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, 4) tingkat pendapatan petani yang rendah Soekartawi et al. (1986).
21
3.1.2
Klasifikasi Usahatani Menurut Suratiyah (2006), klasifikasi usahatani terjadi karena adanya
perbedaan faktor fisik, ekonomis dan faktor-faktor lain. Faktor fisik antara lain iklim, topografi, ketinggian diatas permukaan air laut, dan jenis tanah. Adanya faktor
fisik
menyebabkan
adanya
tempat-tempat
tertentu
yang
hanya
mengusahakan tanaman tertentu pula karena pada dasarnya masing-masing jenis tanaman selalu membutuhkan syarat-syarat yang tertentu pula. Faktor ekonomis antara lain permintaan pasar, pembiayaan, modal yang tersedia, dan risiko yang dihadapi, akan membatasi petani dalam berusahatani. Faktor lainnya antara lain hama penyakit, sosiologis, pilihan pribadi, dan sebagainya akan menentukan dan membatasi usahatani. Ketiga faktor tersebut dalam prakteknya akan saling kait mengait sehingga menghasilkan suatu hasil tertentu. Hal-hal yang saling terkait ini menentukan jenis usahatani. Untuk meningkatkan usahatani maka faktor-faktor yang menonjol atau berpengaruh perlu mendapat perhatian. Hal ini agar upaya perbaikan yang dilakukan sesuai dengan target dan hasil yang ingin dicapai. Klasifikasi usahatani menurut Suratiyah (2006) dapat dibedakan menurut corak dan sifat, organisasi, pola, serta tipe usahatani. Klasifikasi usahatani tersebut adalah sebagai berikut: 1. Corak dan sifat Menurut corak dan sifat dibagi menjadi dua, yakni komersial dan subsistence. Usahatani komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk sedangkan usahatani subsistence hanya memenuhi kebutuhan sendiri. 2. Organisasi Menurut organisasinya usahatani dibagi menjadi tiga yakni, individual, kolektif dan kooperatif. a)
Usaha individual ialah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri.
b) Usaha kolektif ialah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok, kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura ataupun keuntungan.
22
c)
Usaha kooperatif ialah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual, hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan pembuatan saluran.
3. Pola Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi tiga, yakni usahatani khusus, usahatani tidak khusus, dan usahatani campuran. a)
Usahatani khusus ialah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, misalnya usahatani peternakan, usahatani perikanan, dan usahatani tanaman pangan.
b) Usahatani tidak khusus ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama, tetapi dengan batas yang tegas. c)
Usahatani campuran ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi.
4. Tipe Menurut tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan komoditas yang diusahakan, misalnya usahatani ayam, usahatani kambing, usahatani jagung. Tiap jenis ternak dan tanaman dapat merupakan tipe usahatani.
3.1.3
Teori Produksi Teori produksi menerangkan sifat hubungan di antara tingkat produksi
yang akan dicapai dengan jumlah faktor-faktor produksi yang digunakan. Menurut Sukirno (2002), hubungan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan kepada empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan. Dalam menganalisis mengenai produksi, selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi yang belakangan di nyatakan (tanah, modal dan keahlian keusahawanan) adalah tetap jumlahnya. Hanya tenaga kerja yang dipandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya. Dengan demikian, di dalam menggambarkan hubungan di antara faktor produksi yang digunakan dan
23
tingkat produksi yang dicapai, yang di gambarkan adalah hubungan di antara jumlah tenaga kerja yang digunakan dan jumlah produksi yang dicapai. Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut sebagai output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus, yaitu seperti berikut: Q = f ( K, L, R, T) di mana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawanan, R adalah kenyataan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat produksinya. Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda juga (Sukirno, 2002). Sukirno (2002), juga menyatakan tentang hukum hasil lebih yang semakin berkurang yaitu merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari hubungan di antara tingkat produksi dan tenaga kerja yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Hukum hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) dan terus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang. Dan akhirnya akan mencapai nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun.
24
3.1.4
Teori Biaya Usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi
kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi yang lain termasuk terhadap pihak ketiga dan dapat menjaga kelestarian usahanya. Menurut Sukirno (2002), biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh suatu usaha untuk memperoleh faktorfaktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan pada usaha tersebut. Biaya total adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Konsep biaya total dibedakan kepada tiga pengertian yaitu biaya total (TC/total cost), biaya tetap total (TFV/total fixed cost), dan biaya berubah total (TVC/total variable cost). Biaya total (TC) didapat dari menjumlahkan biaya tetap total (TFC) dan biaya berubah total (TVC). Biaya tetap total (TFC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi (input) yang tidak dapat diubah jumlahnya sedangkan biaya berubah total (TVC) merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya. Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut dengan fungsi biaya. Hubungan antara biaya produksi dengan tingkat produksi dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa Kurva TFC berbentuk horisontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun banyaknya barang yang diproduksi, sedangkan kurva TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal tersebut menggambarkan bahwa pada ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan semakin besar produksi semakin besar nilai biaya berubah total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC dan kurva TC bermula dari pangkal TFC.
25
C
TC
TVC
TFC
0
Y
Keterangan: C
: Biaya Produksi
TC
: Total Cost (biaya total)
TVC
: Total Variable Cost (biaya yang berubah)
TFC
: Total Fixed Cost (biaya tetap total)
Y
: Jumlah Produksi
Gambar 1. Kurva Hubungan Biaya dengan Tingkat Produksi Sumber : Sukirno (2002)
3.1.5
Teori Pendapatan Keberhasilan usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang
diperoleh petani atau pengusaha dalam mengelola usahatani. Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Bagi petani atau pengusaha, analisis ini berfungsi membantu mereka dalam mengukur apakah kegiatan usahatani mereka pada saat ini berhasil atau tidak. Pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan serta biaya yang dikeluarkan untuk melakukan usahatani. Menurut Sukirno (2002), menyatakan bahwa seluruh pendapatan yang diterima petani dari menjual barang yang diproduksinya dinamakan hasil penjualan total (TR/total revenue). Hasil penjualan total diperoleh dari jumlah produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga produksi. Keuntungan yang maksimum dari hasil produksi akan dicapai apabila perbedaan nilai antara hasil penjualan total dengan biaya total adalah yang paling maksimum. 26
Grafik yang menggambarkan biaya total dan hasil penjualan total dapat dilihat pada Gambar 2.
Rp
TR TC
TFC
0
BEP
Produksi (Y)
Gambar 2. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Sumber : Sukirno (2002)
Gambar 2 menunjukkan bahwa kurva TC di asumsikan berada di atas kurva TR. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut mengalami keuntungan. Perpotongan antara titik TR dan titik TC pada tingkat produksi suatu usahatani merupakan titik impas atau break even point (BEP) dimana produksi tidak mengalami keuntungan atau kerugian. Bila produksi mencapai di sekitar 0Y 1 , maka usahatani tersebut rugi karena TR < TC, sedangkan bila produksi berada di 0Y maka usahatani tersebut untung karena TR > TC.
3.1.6
Imbangan Penerimaan dan Biaya Selain pendapatan usahatani diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai
efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) atas setiap biaya (C) yang dikeluarkan (rasio R/C). R/C menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam usahatani. Menurut Soekartawi (2006), Analisis imbangan penerimaan dan biaya dikenal dengan R/C Ratio (Return Cost Ratio), dihitung dengan cara 27
membandingkan penerimaan total dengan biaya total. Secara teoritis dengan R/C=1 berarti usaha tidak untung dan tidak pula rugi (impas).
3.1.7
Konsep Tataniaga Tataniaga adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan
dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial. Mubyarto (1989), menyatakan bahwa istilah tataniaga di Negara kita diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi yaitu suatu macam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Sedangkan menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan bergerak barang-barang dan jasa dari produsen sampai ke konsumen. Tataniaga adalah proses sosial dan manajerial dimana pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain. Tataniaga (marketing) sebagai proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Amstrong, 2006 ). Menurut Asosiasi pemasaran Amerika dalam Kotler (2005) mendefinisikan tataniaga adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, dan penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi. Menurut (Kotler dan Amstrong, 2006 ) konsep paling dasar yang mendasari tataniaga adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan (needs)
manusia
adalah keadaan dari perasaan kekurangan, keinginan (wants) merupakan kebutuhan manusia yang terbentuk oleh budaya dan kepribadian seseorang. Keinginan terbentuk oleh masyarakat dan dipaparkan dalam bentuk objek yang bisa memuaskan kebutuhan. Ketika didukung oleh daya beli, keinginan menjadi permintaan (demand).
28
Berdasarkan beberapa definisi yang dinyatakan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan akhir dari tataniaga adalah menempatkan barang-barang ke tangan konsumen.
3.1.7.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga adalah seperangkat organisasi yang saling bergantung yang terlibat dalam proses menyediakan produk atau layanan sehingga dapat digunakan atau dikonsumsi (Anne T. Coughlan et.al diacu dalam Kotler et.al, 2005). Kebanyakan produsen tidak menjual produk mereka secara langsung kepada pengguna akhir, antara produsen dan pengguna akhir terdapat seperangkat perantara yang melaksanakan fungsi yang berbeda-beda. Para perantara ini membentuk saluran tataniaga. Produsen dan pelanggan akhir adalah bagian dari setiap saluran. Adapun gambaran
beberapa
saluran
pemasaran
barang-barang
konsumen
dapat
ditunjukkan oleh Gambar 3.
Saluran Pemasaran Barang-barang Konsumen
Pabrik
Pabrik
Pabrik
Pabrik
Pedagang Besar
Pedagang Besar
Pekerja Borongan
Pedagang Eceran
Konsumen
Konsumen
Pedagang Eceran
Konsumen
Pedagang Eceran
Konsumen
Gambar 3. Saluran Pemasaran Barang-barang Konsumen Sumber : Kotler et.al ( 2005)
29
3.1.7.2 Fungsi Tataniaga Tataniaga merupakan suatu proses dari pada pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang tertuju untuk memindahkan barang-barang atau jasajasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga fungsi, yaitu: 1. Fungsi Pertukaran yang terdiri dari penjualan dan pembelian. 1) Penjualan Sasaran penjualan adalah mengalihkan barang kepada pihak pembeli dengan harga yang memuaskan. 2) Pembelian Salah satu kegiatan yang paling utama dari pembelian adalah penentuan macam, jumlah dan kualitas barang-barang yang akan dibeli. 2. Fungsi pengadaan secara fisik yang terdiri dari pengangkutan dan penyimpanan. 1) Pengangkutan Pengangkutan (transport) yaitu pemindahan barang-barang dari tempat produksi atau tempat penjualan ke tempat-tempat di mana barang-barang tersebut akan dipakai. 2) Penyimpanan Penyimpanan berarti menahan barang-barang selama jangka waktu antara dihasilkan atau diterima sampai dengan dijual. 3. Fungsi pelancar terdiri dari permodalan, penanggungan risiko, standarisasi dan grading, dan informasi pasar. 1) Permodalan Mencari dan mengurus modal uang yang berkaitan dengan transaksitransaksi dalam arus barang dari sektor produksi sampai sektor konsumsi. 2) Penanggungan Risiko Risiko dapat diartikan sebagai ketidak pastian dalam hubungannya dengan ongkos, kerugian atau kerusakan. 3) Standarisasi dan Grading Standarisasi merupakan penentuan atau penetapan standart golongan (kelas atau derajad) untuk barang-barang. Standard adalah suatu ukuran 30
atau ketentuan mutu yang diterima oleh umum sebagai suatu yang mempunyai nilai tetap. Suatu standard ditentukan atas dasar ciri-ciri produk yang dapat berpengaruh pada nilai komersil daripada barang. 4) Informasi Pasar. Fungsi informasi pasar mencakup tindakan-tindakan yaitu pengumpulan informasi, komunikasi, penafsiran dan pengambilan keputusan sesuai dengan rencana serta kebijaksanaan perusahaan, badan atau orang yang bersangkutan. Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu sebagai berikut: 1. Pendekatan fungsi (Functional Approach), terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan) dan fungsi fasilitas (standarisasi dan grading, penanggungan risiko, pembiayaan dan informasi pasar). 2. Pendekatan kelembagaan (Institutional approach), terdiri dari pedagang, pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi yang memberikan fasilitas tataniaga. 3. Pendekatan perilaku (Behavioural Approach), merupakan kelengkapan dari kedua fungsi di atas yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga tataniaga. Terdiri dari pendekatan input-output, power dan adaptive behaviour system.
3.1.7.3 Struktur Pasar Struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengembalian keputusan oleh perusahaan, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat-syarat untuk masuk ke dalam pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Pada dasarnya dikenal empat struktur pasar dipandang dari sudut banyaknya penjual atau produsen dipasar itu, Gasperz (2001) yaitu:
31
1. Pasar Persaingan Sempurna (pure or perfect competition) Perusahaan yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna sering disebut sebagai penerima harga (price takers), karena harga produk ditetapkan oleh kekuatan pasar berdasarkan konsep pada keseimbangan pasar. Suatu pasar persaingan sempurna dikatakan ada, apabila terdapat beberapa karakteristik berikut : a. Produk dari setiap perusahaan dalam pasar persaingan sempurna identik dengan produk dari setiap perusahaan lain. Dengan kata lain pasar persaingan sempurna ditandai dengan suatu komoditi yang homogen (standarisasi sempurna) yang dijual di pasar itu. b. Setiap perusahaan dalam industri harus menjadi sedemikian kecil relative terhadap pasar total, sehingga setiap perusahaan tidak dapat mempengaruhi harga pasar dari produk melalui perubahan outputnya yang dijual di pasar. Namun apabila semua produsen bertindak secara bersama, perubahan dalam kuantitas output secara pasti akan mempengaruhi harga pasar. c. Tidak terdapat pembatasan masuk atau keluar pergi bagi perusahaan dalam industri yang berada pada pasar persaingan sempurna. d. Setiap perusahaan memiliki pengetahuan yang lengkap tentang produk dan pasar. Dengan demikian masing-masing perusahaan dalam pasar persaingan sempurna mengetahui metode produksi yang meminimumkan biaya total produksi, harga output, dan harga input. 2. Pasar Persaingan Monopoli (monopoly) Perusahaan yang beroperasi dalam pasar monopoli memiliki kekuatan pasar yang besar untuk menentukan harga produk, karena dalam pasar monopoli hanya terdapat satu perusahaan yang beroperasi. Kekuatan pasar tersebut didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga produk tanpa kehilangan penjualan produk yang berarti. 3. Pasar Oligopoli (oligopoly) Apabila dalam suatu pasar hanya terdapat beberapa penjual yang mendominasi pasar serta tindakan dari salah satu perusahaan akan menyebabkan perusahaan lain beraksi, pasar itu ditandai dengan struktur oligopoli. Apabila hanya terdapat dua perusahaan dalam pasar itu, pasar itu disebut duopoli, sehingga 32
duopoli merupakan bentuk khusus dari ologopoli yang hanya terdiri dari dua perusahaan dalam pasar. Karakteristik yang paling utama dari struktur pasar oligopoli adalah: a. Adanya ketersaling gantungan antar perusahaan dalam pasar. b. Terdapat sejumlah kecil perusahaan yang memiliki kekuatan pasar. c. Terdapat hambatan bagi perusahaan baru untuk memasuki pasar. 4. Pasar Monopolistik (monopolistic competation) Pasar
monopolistik
merupakan
produk-produk
yang
dijual
oleh
perusahaan tidak homogen murni atau produk diferensiasi yang dapat dibedakan antara produk yang satu dengan produk yang lain. Karekteristik dasar dari pasar persaingan monopolistik adalah sebagai berikut : a. Terdapat sejumlah besar perusahaan dalam pasar persaingan monopolistik dan pangsa pasar dari masing-masing perusahaan itu relative terhadap pangsa pasar total, sehingga tidak ada perusahaan yang mampu mempengaruhi harga pasar persaingan monopolistik itu. b. Tidak ada hambatan bagi perusahaaan-perusahaan untuk memasuki atau keluar dari pasar persaingan monopolistik itu. c. Produk-produk yang dijual oleh perusahaan-perusahaan dalam persaingan monopolistik adalah serupa, namun tidak homogen murni. Tetapi produkproduk tersebut merupakan produk diferensiasi yang dapat dibedakan berdasarkan corak, bentuk, kemasan, penampilan, model, kualitas, dan lainlain.
3.1.7.4 Perilaku Pasar Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa secara umum perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga, kemampuan pasar untuk menerima sejumlah komoditi yang dijual, stabilitas pasar, sistem pembayaran dan kerjasama diantara berbagai lembaga tataniaga. Kohl dan Uhl (2002), menjelaskan bahwa dalam menggambarkan perilaku pasar, terdapat empat hal yang harus diperhatikan yaitu: (1) Input-input system, 33
sistem input-input ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan dalam mengelola sejumlah input menjadi satu set output, (2) Power system, sistem kekuatan ini menjelaskan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem tataniaga, misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem tataniaga sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat sebagai penentu harga, (3) Communications system, sistem komunikasi ini mempelajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan informasi dan, (4) system for adapting to internal and external change, sistem adaptif menerangkan bagaimana perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada suatu sistem tataniaga agar dapat bertahan di pasar.
3.1.7.5 Efisiensi Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), efisiensi tataniaga berhubungan dengan penetapan hubungan input dan output dari sistem tataniaga. Pengertian output adalah jumlah kepuasan konsumen yang diciptakan oleh sistem tataniaga, sedang input terdiri dari usaha-usaha individu untuk menghasilkan kepuasan konsumen sebagai output. Cara-cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan efisiensi tataniaga adalah sebagai berikut: a. Menghilangkan persaingan yang tidak bermanfaat b. Mengurangi jumlah midlemen pada saluran vertikal c. Memakai metode cooperative d. Memberi bantuan kepada konsumen e. Standarisasi dan simplifikasi
3.1.7.6 Margin Tataniaga Marjin tataniaga berbeda-beda antara satu komoditi hasil pertanian dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan jasa yang diberikan pada berbagai komoditi mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa margin tataniaga menggambarkan perbedaan harga di tingkat konsumen (Pr) dengan harga di tingkat produsen (Pf). Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu 34
dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat semakin besar perbedaan harga antara produsen dengan harga di tingkat konsumen. Secara grafis margin tataniaga dapat dilihat pada Gambar 4.
P
Sr
Pr ------------------
Sf
MP Pf ------------------
Dr
Df 0
Qrf
Q
Keterangan: Pr : Harga ditingkat pengecer Sr
: Penawaran ditingkat pengecer
Dr
: Permintaan di tingkat pengecer
Pf
: Harga di tingkat petani
Sf
: penawaran di tingkat petani
Df
: Permintaan di tingkat petani
Qrf
: Jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pengecer
Gambar 4. Marjin Tataniaga Sumber : Dahl dan Hammond (1977)
Margin tataniaga pada suatu saluran tataniaga tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari margin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi tataniaga adalah dengan membandingkan persentase atau bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayarkan konsumen akhir dan rasio keuntungan dan biaya. 35
3.1.7.7 Farmer’s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Jika harga yang ditawarkan pedagang atau lembaga tataniaga semakin tinggi, maka bagian yang diterima petani (farmer’s share) akan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan petani menjual komoditinya dengan harga yang relatif rendah. Semakin besar marjin maka penerimaan petani semakin kecil.
3.1.7.8 Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio dan keuntungan biaya tataniaga adalah besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus 1987).
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Petani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII memproduksi
tanaman tembakau voor oogst kasturi di musim kemarau. Banyaknya produksi tergantung pada luas lahan yang dimiliki oleh setiap anggota petani. Keberhasilan usahatani tembakau dapat dilihat dari segi kualitas dan kuantitas produksi yang dihasilkan. Untuk menghasilkan kualitas dan kuantitas tembakau voor oogst kasturi banyak masalah yang dihadapi oleh petani yaitu harga pupuk, bibit tembakau voor oogst kasturi serta biaya tenaga kerja yang semakin meningkat. Banyaknya masalah yang dihadapi oleh petani berdampak pada hasil produksi, karena biaya pupuk semakin mahal sehingga pupuk yang diberikan ke tanaman berkurang. Kekurangan pupuk akan mengakibatkan produksi dan hasil produksi kurang bagus, secara langsung akan mempengaruhi pendapatan usahatani yang diperoleh petani. Rendahnya harga tembakau akan menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Tataniaga produk tembakau voor oogst kasturi dilakukan petani biasanya melalui pedagang atau langsung dijual ke pabrik tembakau. Harga 36
ditingkat pedagang berbeda-beda begitu pula dengan harga ditingkat pabrik juga berbeda. Penelitian ini menganalisis pendapatan usahatani tembakau voor oogst kasturi dan saluran tataniaga yang dilakukan oleh anggota petani. Pendapatan usahatani di analisis berdasarkan luas lahan skala besar (>5.336 m2) dan luas lahan skala kecil (<5.336 m2). Pendapatan usahatani tembakau voor oogst kasturi diukur dengan mengurangkan penerimaan total dengan biaya total. Biaya dalam usahatani meliputi biaya sarana produksi, biaya penyusutan alat-alat produksi, biaya tenaga kerja dan lain-lain. Pendapatan usahatani ini diharapkan bernilai positif atau menguntungkan bagi petani tembakau voor oogst kasturi. Salah satu ukuran untuk mengetahui efisiensi usahatani adalah analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) yang terdiri dari R/C skala besar dan R/C atas skala kecil. Jika hasil R/C lebih besar dari satu maka usahatani ini efisien untuk diusahakan, tetapi jika R/C lebih kecil dari satu maka usahatani ini tidak efisien untuk diusahakan, sedangkan jika R/C sama dengan satu maka usahatani ini Break Event Point (BEP). Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) ini akan dilakukan pada usahatani tembakau voor oogst kasturi. Tataniaga tembakau voor oogst kasturi akan diukur dengan menganalisis saluran tataniaga, lembaga tataniaga yang turut terlibat, fungsi tataniaga terhadap setiap pola dan lembaga tataniaga yang terlibat, struktur pasar, perilaku pasar dan efisiensi tataniaga. Setelah diketahui fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masingmasing lembaga tataniaga maka dihitung nilai biaya tataniaga yang dikeluarkan sehingga farmer’s share atau keuntungan yang diperoleh dari masing-masing lembaga tataniaga dapat diketahui. Dengan demikian nilai total margin tataniaga dan efisiensi tataniaganya dapat diketahui. Berdasarkan nilai margin tataniaga tersebut dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga. Alur kerangka pemikiran operasional penelitian disajikan dalam Gambar 5.
37
Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi
- Gapoktan Permata VII merupakan Gapoktan yang mempunyai anggota terbanyak dari Gapoktan yang ada di Kecamatan Pakusari - Biaya produksi yang semakin mahal (bibit, pupuk, tenaga kerja) - Pola saluran tataniaga yang bervariasi - Adanya tingkat perbedaan harga dalam setiap saluran tataniaga
Keragaan Usahatani
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Tataniaga
Skala Besar dan Skala Kecil
- Penerimaan : Harga x Produksi
- Saluran Tataniaga
- Total Biaya : Biaya Tetap + Biaya
- Fungsi-fungsi Tataniaga
Variabel
- Struktur Pasar
- Pendapatan
- Perilaku Pasar
- Analisis R/C rasio
- Efisiensi Tataniaga -
Margin Tataniaga
-
Farmer’s share
-
Rasio Keuntungan dan biaya
Informasi dan Rekomendasi Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
38
IV METODE PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pakusari Kecamatan Pakusari, Kabupaten
Jember, Provinsi Jawa Timur pada petani Gabungan Kelompok Tani Permata VII. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Pakusari tersebut merupakan salah satu sentra tembakau voor oogst kasturi dan merupakan gabungan kelompok tani yang memiliki anggota terbanyak serta luas lahan yang tertinggi di Kecamatan Pakusari (Tabel 6). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010-Agustus 2010.
Tabel 6. Nama Gapoktan Kecamatan Pakusari, Jumlah Anggota dan Luas Lahan Sawah Anggota Gabungan Kelompok Tani Tahun 2010 Jumlah Luas Lahan Nama Kelompok Anggota No Desa Sawah (ha) Tani kelompok tani 1 Pakusari Permata VII 792 336,6 2
Kertosari
Permata VI
784
324,72
3
Sumber Pinang
Permata V
493
331
4
Jatian
Permata IV
261
244
5
Subo
Permata III
270
150
6
Bedadung
Permata II
197
211
7
Patemon
Permata I
138
150
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember, 2010
4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuisioner kepada ketua Gapoktan Permata VII, petani Gapoktan Permata VII dan pedagang. Data primer adalah data pada bulan Mei-Agustus 2010 diantaranya luas lahan, tenaga kerja, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam produksi, harga tembakau voor oogst kasturi, penerimaan usahatani, karateristik responden, dan jalur tataniaga produk. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui data historis yang diperoleh
dari Gapoktan Permata VII, literatur-literatur, buku teks dan instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Jember, perpustakaan LSI IPB, perpustakaan Program Sarjana Agribisnis penyelenggara Khusus FEM IPB, bahan pustaka lain yang relevan, serta dari berbagai situs yang mendukung.
4.3
Metode Penarikan Responden Petani yang menjadi responden pada penelitian ini adalah anggota
Gapoktan permata VII. Pemilihan petani responden ini diperoleh dari data nama petani yang merupakan anggota kelompok tani yang memproduksi tembakau voor oogst kasturi. Informasi petani dapat diperoleh dari kelompok tani maupun insatansi yang terkait. Penarikan responden dilakukan dengan metode stratified sample karena populasi dibagi dalam kelompok yang homogen lebih dahulu atau dalam strata, kemudian anggota sampel ditarik dari setiap strata. Gapoktan permata VII mempunyai delapan kelompok tani, jumlah anggota petani Gapoktan Permata VII sebanyak 792, yang terdiri dari 520 petani yang memproduksi tembakau voor oogst kasturi. Alasan menggunakan metode tersebut dengan pertimbangan bahwa kelompok tani yang membudidayakan tembakau voor oogst kasturi ada lima kelompok tani dan penarikan responden diambil sampel sebanyak 35 orang petani yang memproduksi tembakau voor oogst kasturi, supaya penarikan menjadi rata maka setiap kelompok tani diambil responden sebanyak tujuh responden. Penarikan responden dilakukan secara acak sederhana menggunakan undian nama-nama petani berdasarkan setiap kelompok tani dan setiap nama kelompok tani diambil sampel sebanyak tujuh orang. Nama-nama responden berdasarkan kelompok tani dan luas lahan yang dimiliki petani dapat dilihat pada Lampiran 4. Penarikan sampel responden saluran tataniaga menggunakan metode snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran tataniaga tembakau voor oogst berdasarkan informasi yang di dapat dari pelaku pasar sebelumnya dari tingkat petani sampai pabrik tembakau.
40
4.4
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
melakukan penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung (observasi) dan metode kuisioner diisi langsung oleh peneliti sesuai dengan hasil wawancara yang diperoleh dari responden. Pengamatan langsung dilakukan dengan mengamati proses terjadinya beberapa kegiatan budidaya dan kegiatan tataniaga yang berlangsung dilokasi penelitian. Penelitian ini juga melakukan wawancara dengan ketua Gapoktan Permata VII, para anggota petani Gapoktan, pedagang dan salah satu dari pekerja pabrik tembakau untuk mengetahui kegiatan tataniaga dan kegiatan usaha tembakau voor oogst kasturi.
4.5
Metode Pengolahan Data dan Analisis Data Data primer dan data sekunder yang sudah diperoleh dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum tentang Gapoktan permata VII, kegiatan produksi tembakau voor oogst kasturi, sistem tataniaga pada usahatani tembakau voor oogst kasturi di lokasi penelitian dan beberapa hal lain yang terkait diuraikan secara deskriptif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan analisis pendapatan dan analisis R/C rasio. Analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio dibedakan berdasarkan luas lahan yang dimiliki oleh responden yaitu luasan lahan skala besar diatas 5.336 m2 dan luasan lahan skala kecil dibawah 5.336 m2. Luas lahan petani Gapoktan Permata VII skala besar dapat di lihat pada Lampiran 5 dan Luas lahan petani Gapoktan Permata VII skala kecil dapat di lihat pada Lampiran 6. Analisis pendapatan, analisis R/C rasio, analisis marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga dihitung dengan menggunakan alat bantu berupa kalkulator dan komputer window XP 2007.
4.5.1
Analisis Pendapatan Usahatani Keuntungan usahatani tembakau voor oogst kasturi dikaji dalam dua
indikator yaitu pendapatan usahatani dan R/C rasio. Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu pendapatan petani berdasarkan luas lahan skala besar dan 41
pendapatan petani berdasarkan luas lahan skala kecil. R/C rasio juga dianalisis berdasarkan luas lahan skala besar dan skala kecil. Perhitungan analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio tersebut menggunakan penjabaran rumus diuraikan sebagai berikut:
4.5.1.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi dibagi ke dalam dua bagian yaitu penerimaan usahatani dengan luas lahan skala besar dan luas lahan skala kecil. Menurut Soekartawi (2006), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual yaitu dengan rumus: TRi = Yi. Pyi Keterangan: TR
= Total penerimaan (Rp)
Y
= Produksi yang diperoleh dalam usahatani (Kg)
Py
= Harga Y (Rp)
4.5.1.2 Biaya Usahatani Menurut Soekartawi (2006), Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap ini didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Disisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, sedangkan jumlah dari biaya tetap (fix cost) dan biaya variabel (variable cost) disebut biaya total (total cost). Perhitungan biaya tetap dan biaya variabel yaitu sebagai berikut: Cara menghitung biaya tetap, (Soekartawi, 2006). n
FC =
∑ (X . Px ) i
i
x=1
42
Keterangan: FC
= Biaya tetap
Xi
= Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap
Px i
= Harga input
n
= Macam input
Rumus biaya tetap juga bisa digunakan untuk menghitung biaya variabel. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), maka rumus yang dipakai adalah sebagai berikut: TC = FC + VC
FC biasanya diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam usahatani yangbesar kecilnya tidak tergantung dari besar kecilnya output yang diperoleh. Misalnya pada produksi tembakau voor oogst kasturi adalah pajak, alat-alat pertanian, sewa lahan dan mesin. Sedangkan VC (biaya tidak tetap) diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk usahatani yang besar kecilnya dipengaruhi oleh perolehan output, misalnya sarana produksi tembakau voor oogst kasturi dan tenaga kerja. Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani tembakau voor oogst kasturi menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya penyusutan alat-alat yang digunakan dalam usahatani tembakau voor oogst kasturi dihitung dengan cara
harga pembelian yang dikalikan dengan jumlah alat
dikurangi nilai sisa kemudian dibagi dengan jangka usia ekonomis pemakaian. Metode yang digunakan adalah Metode Garis Lurus, metode ini digunakan dengan asumsi nilai sisa dianggap nol. Rumus yang digunakan yaitu: (Nb – Ns) Biaya Penyusutan = n Keterangan :
Nb Ns n
= Nilai pembelian (Rp) = Nilai sisa (Rp) = Jangka usia ekonomis (tahun) 43
4.5.1.3 Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani dibagi kedalam dua bagian yaitu pendapatan usahatani berdasarkan luas lahan skala besar dan luas lahan skala kecil. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Soekartawi (2006). Dapat dihitung dengan rumus: π = TR - TC
Keterangan:
= Pendapatan (Rp)
4.5.1.4 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Analisis imbangan penerimaan dan biaya atau R/C
ditujukan untuk
mengetahui efisiensi usahatani yang diketahui dari perbandingan antara total penerimaan pada masing-masing usahatani dan jumlah biaya. Analisis R/C rasio dibagi ke dalam dua bagian yaitu R/C rasio berdasarkan luas lahan skala besar dan luas lahan skala kecil. Analisis (R/C) rasio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya usahatani. Analisis ini tidak memiliki satuan khusus (rasio). Soekartawi (2006), pernyataan tersebut dapat dinyatakan secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut: a = R/C
R = Py.Y C = FC + VC a = { (Py.Y)/(FC+VC)}
Keterangan : R
= Penerimaan
C
= Biaya
Py
= Harga output
Y
= Output 44
FC = Biaya tetap (fixed cost) VC = Biaya variabel (variable cost)
R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang dilakukan dalam usahatani tembakau voor oogst kasturi. Semakin tinggi nilai R/C, maka
usahatani
tembakau
voor
oogst
kastuti
tersebut
akan
semakin
menguntungkan. Jika nilai R/C lebih dari satu (R/C > 1) maka usahatani tersebut menguntungkan untuk diusahakan, sementara jika R/C kurang dari satu (R/C < 1) maka usahatani tersebut tidak menguntungkan. Secara rinci komponen penyusunan usahatani tembakau voor oogst kasturi dapat disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Komponen Penyusun Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi A Penerimaan Total Harga x hasil panen yang dijual (Kg) a. Biaya sarana produksi: - Bibit B
Biaya variabel (VC)
- Pupuk, dll b. Upah tenaga kerja di luar keluarga dan dalam keluarga c. Sewa alat bajak a. Sewa Lahan
C
Biaya Tetap (FC)
b. Penyusutan c. Pajak d. Bunga Pinjaman
D
Total Biaya (TC)
B+C
E
Pendapatan
A–D
F
R/C rasio
A/D
Sumber: soekartawi, 2006
4.5.2
Analisis Tataniaga
4.5.2.1 Analisis Saluran Tataniaga Analisis saluran tataniaga dilakukan dengan cara mengidentifikasikan lembaga tataniaga yang terlibat serta mendeskripsikan alur tataniaga yang terjadi 45
dalam bentuk skema. Skema tataniaga dapat terbentuk beberapa pola alur tataniaga yang terjadi pada petani tembakau voor oosgt kasturi di Desa Pakusari. Kemudian diidentifikasi kedalam fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan masingmasing lembaga tataniaga dalam proses penyaluran tembakau voor oosgt kasturi dari petani sampai ke konsumen dalam bentuk produk tertentu sehingga dapat meningkatkan nilai guna.
4.5.2.2 Analisis Fungsi-fungsi Tataniaga Analisis fungsi tataniaga digunakan untuk mengetahui kegiatan tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga dalam proses menyalurkan tembakau voor oogst kasturi dari produsen sampai ke konsumen. Analisis fungsi tataniaga dapat dilihat dari fungsi pertukaran, fungsi pengadaan secara fisik dan fungsi pelancar.
4.5.2.3 Analisis Struktur Pasar Metode analisis struktur pasar digunakan untuk mengetahui apakah struktur pasar cenderung mendekati bentuk pasar persaingan sempurna atau tidak sempurna. Untuk mengetahui analisis struktur pasar tembakau voor oogst kasturi dapat dilakukan pengamatan dan penelusuran terhadap jumlah lembaga tataniaga, mudah tidaknya memasuki pasar, sifat dan produk serta sistem informasi pasar.
Analisis Perilaku Pasar Analisis struktur pasar digunakan untuk meliput kegiatan yang tercipta diantara lembaga-lembaga tataniaga. Analisis perilaku pasar tersebut meliputi praktek pembelian dan penjualan yang mencakup: a.
Praktek pembelian dan penjualan di tingkat petani, pedagang dan pabrik.
b.
Sistem penentuan harga ditingkat petani, pedagang, dan pabrik.
c.
Kerjasama antar lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga tembakau voor oogst kasturi.
46
4.5.2.4 Marjin Tataniaga Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga yang diterima petani (produsen) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Untuk menganalisis marjin tataniaga dalam penelitian ini, data harga yang digunakan adalah harga tingkat petani dan harga di tingkat lembaga tataniaga, secara matematis rumus yang digunakan dalam perhitungan marjin tataniaga (Dahl and Hammond, 1977), yaitu: M m = Pr – Pf
Dimana: Mm = Marjin tataniaga di tingkat petani Pr
= Harga di tingkat kelembagaan tataniaga dari petani
Pf
= harga di tingkat petani
Berdasarkan rumus di atas, marjin pada setiap tingkat lembaga tataniaga dapat dihitung selisih antara harga jual dengan harga beli pada setiap tingkat lembaga tataniaga, dapat dirumuskan sebagai berikut: Mmi = Ps – Pb Dimana: Mmi = Marjin tataniaga pada setiap tingkat lembaga tataniaga Ps
= Harga jual setiap tingkat lembaga tataniaga
Pb
= Harga beli pada setiap lembaga tataniaga
Marjin
tataniaga
mengandung
komponen
biaya
dan
komponen
keuntungan, maka: Mmi = ci +
i
Dimana: c
= Biaya tataniaga = keuntungan lembaga tataniaga 47
Saluran tataniaga yang efisien ditujukan oleh perolehan marjin setiap pelaku pasar yang merata.
1.
Farmer’s Share Farmer’s share adalah proporsi dari harga yang diterima petani produsen
dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir yang dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share berhubungan dengan marjin tataniaga, artinya semakin tinggi marjin tataniaga maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah. Farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut: Pf Fs =
x 100% Pr
Dimana: Fs = Farmer’s share
2.
Rasio Keuntungan dan biaya Distribusi marjin tataniaga dapat dilihat dengan persentase keuntungan
terhadap biaya (rasio B/C) yang dikeluarkan pada masing-masing saluran tataniaga, rumus yang digunakan yaitu:
i
B/C rasio =
x 100% ci
dimana: i=
Keuntungan lembaga tataniaga ke-i
c i = Biaya lembaga tataniaga ke-i
4.6
Definisi Operasional Beberapa variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi pendapatan
usahatani dan tataniaga tembakau voor oogst kasturi antara lain: 1. Umur tembakau voor oogst kasturi adalah jumlah hari atau lamanya antara tanam dan panen.
48
2. Musim tanam tembakau voor oogst kasturi yang digunakan pada penelitian dilakukan adalah bulan Mei-Agustus 2010. 3. Pensujenan adalah proses penusukan tembakau dengan menggunakan sujen dengan kapasitas enam sampai delapan buah daun tembakau voor oogst kasturi. 4. Sujen terbuat dari bambu yang salah satu ujungnya tajam dan tipis berukuran kurang lebih 30 cm. 5. Pemeraman awal adalah proses pemeraman selama dua hari dengan cara digantung dan pemeraman ke dua adalah proses pemeraman dengan cara menutup tembakau dengan plastik atau terpal. 6. Hasil produksi adalah hasil produksi fisik berupa daun kering tembakau voor oogst kasturi dalam satu kilogram. 7. Untingan tembakau adalah tembakau kering yang sudah disortasi dengan cara mengikat gagang tembakau menggunakan bambu tipis. 8. Harga jual petani dalam analisis usahatani adalah harga tembakau voor oogst kasturi yang diterima petani dalam satuan Rp/kilogram. 9. Harga beli pedagang atau lembaga tataniaga adalah harga tembakau voor oogst kasturi yang bersedia dibayar pada masing-masing lembaga dalam satuan Rp/kilogram. 10. Penerimaan usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumber daya yang digunakan dalam usahatani yaitu hasil panen tembakau voor oogst kasturi yang dijual. 11. Pengeluaran total usahatani terdiri dari biaya variabel dan biaya tunai. 12. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk membeli inputinput
dalam memproduksi tembakau voor oogst kasturi, biaya variabel
dipengaruhi oleh jumlah produksi. 13. Biaya tenaga kerja dalam keluarga juga diperhitungkan ke dalam biaya variabel. 14. Biaya tetap adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi. 15. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan total usahatani dikurangi biaya total.
49
16. Margin pemasaran merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen. 17. Farmer’s share merupakan perbandingan antara harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen.
50
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1
Keadaan Wilayah Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur yaitu di
Desa Pakusari Kecamatan Pakusari. Desa Pakusari memiliki lima Dusun yaitu Dusun Gempal I, Dusun Gempal II, Dusun Kerajan, Dusun Rowo dan Dusun Sumber suko. Luas kesuburan tanah di Desa Pakusari sebesar 535,4 ha terdiri dari subur sebesar 293 ha, sedang sebesar 43,6 ha dan tidak subur atau kritis sebesar 198,8 ha. Desa Pakusari merupakan daerah dataran dengan ketinggian 143 meter diatas permukaan laut dan curah hujan 2007 mm per tahun. Luas dataran di desa Pakusari sebesar 592.700 ha dan luas perbukitan atau pegunungan sebesar 45 ha. Desa Pakusari mempunyai bata-batas wilayah sebagai berikut : •
Sebelah Utara
: Desa Jatian dan Subo
•
Sebelah Selatan
: Desa Mayang dan Merawan
•
Sebelah Barat
: Desa Kertosari
•
Sebelah Timur
: Desa Mayang
Jarak ke Ibu Kota Kecamatan terdekat adalah 6 kilometer, sedangkan jarak ke Ibu Kota Kabupaten/Kota terdekat adalah 12 kilometer. Jarak tersebut ditempuh melalui jalan dengan kondisi aspal yang baik. Waktu tempuh ke Ibu Kota Kecamatan terdekat selama 0,25 jam sedangkan waktu tempuh ke Ibu Kota Kabupaten/Kota terdekat selama 0,5 jam. Desa Pakusari memiliki luas wilayah sebesar 637,39 ha dengan penggunaan tanah pemukiman sebesar 82,9 ha, pertanian sawah sebesar 336,6 ha, ladang/tegalan sebesar 198,8 ha, perkebunan 3 ha, untuk bangunan sebesar 10,8 ha, rekreasi dan olahraga sebesar 0,8 ha, rawa sebesar 0,5 ha dan pemakaman sebesar 4 ha dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Luas Lahan dan Persentase Menurut Penggunaan di Desa Pakusari Tahun 2009 Jenis Penggunaan Luas Lahan (Ha) Persentae (%) Pemukiman
82,9
13,01
Pertanian sawah
336,6
52,81
Ladang/Tegalan
198,8
31,19
3
0,47
Untuk Bangunan
10,8
1,69
Rekreasi dan Olahraga
0,8
0,12
Rawa
0,5
0,08
4
0,63
637,39
100
Perkebunan
Pemakaman Jumlah Sumber : Bapemas Kabupaten Jember, 2009
5.2
Keadaan Penduduk Desa Pakusari memiliki jumlah penduduk menurut data di profil Desa
Pakusari tahun 2009 adalah sebesar 8.825 jiwa terdiri dari 4.198 jiwa laki-laki dan 4.627 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 3.134 kepala keluarga. Tingkat pendidikan yang dimiliki penduduk Desa Pakusari, sebagian besar adalah lulusan SD/Sederajat dengan jumlah 1.332 orang, selanjutnya adalah tamatan SLTP/Sederajat dengan jumlah 1.071 orang, SLTA/Sederajat 864 orang, tidak tamat SD/Sederajat 511 orang, usia 10 tahun ke atas yang buta huruf 217 orang, lulusan sarjana atau S-1 49 orang, lulusan D-2 sebanyak 31 orang, lulusan D-1 sebanyak 23 orang, dan D3 sebanyak 21 orang. Gambaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
52
Tabel 9. Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Pakusari tahun 2009 Keterangan Jumlah (Orang) Persentase (%) Usia 10 tahun ke atas yang buta huruf
217
5,27
Tidak tamat SD/Sederajat
511
12,41
SD/Sederajat
1.332
32,34
SLTP/Sederajat
1.071
26,00
SLTA/Sederajat
864
20,97
Diploma 1
23
0,56
Diploma 2
31
0,75
Diploma 3
21
0,51
Sarjana
49
1,19
Jumlah
4.119
100
Sumber : Bapemas Kabupaten Jember, 2009
Ditinjau dari mata pencaharian penduduk di Desa Pakusari sektor pertanian merupakan sektor utama dibanding sektor lain (perdagangan dan jasa). Gambaran tentang mata pencaharian penduduk dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Pakusari Tahun 2009 Keterangan Jumlah (Orang) Persentase (%) Petani
2.857
50,44
Pekerja disektor Jasa/Perdagangan
801
14,15
Pekerja disektor industri
28
0,49
1.860
32,84
Perkreditan rakyat
1
0,02
Jasa perdagangan
89
1,57
Jasa keterampilan
28
0,49
5.664
100
Jasa pemerintahan/non pertanian
Jumlah Sumber : Bapemas Kabupaten Jember, 2009
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk di Desa Pakusari adalah petani yaitu sebesar 2.857 orang, jasa pemerintah/non pemerintah sebanyak 1.860 orang, pekerja disektor jasa atau perdagangan yaitu 53
801 orang, jasa keterampilan sebanyak 214 orang, jasa perdagangan sebanyak 89 orang, pekerja disektor industri sebanyak 28 orang dan perkreditan rakyat sebanyak satu orang. Sebagian besar lahan penduduk di wilayah penelitian yaitu di Desa Pakusari dimanfaatkan untuk sektor pertanian/usahatani seperti tanaman palawija (kedelai, kacang tanah, kacang panjang, kacang hijau, jagung, ubi kayu, tomat, terong), tanaman padi, tanaman buah-buahan (mangga, rambutan, pepaya, durian, dan pisang), tanaman obat-obatan yaitu kunyit, tanaman perkebunan rakyat (kelapa, kopi, pinang, tembakau dan tebu) dan tanaman perkebunan swasta/negara yaitu tanaman tebu. Keadaan tanah mendukung bagi pengembangan komoditi tersebut.
5.3
Gambaran Umum Gabungan Kelompok Tani Permata VII Dalam rangka peningkatan kemampuan setiap kelompok tani agar lebih
berdaya guna, lebih kuat dan mandiri, maka di Desa Pakusari Kecamatan Pakusari dibentuk suatu wadah yang disebut Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang selanjutnya diberi nama Permata VII. Gapoktan Permata VII didirikan pada tanggal 29 Januari 2009 yang terdiri dari delapan kelompok tani yaitu kelompok tani harapan yang berada di Dusun Kerajan, kelompok tani gempal II di Dusun Gempal II, kelompok tani tegal ajung I,II dan III di Dusun Gempal I, kelompok tani sejahtera I dan II di Dusun Sumber Suko dan kelompok tani karya tani di Dusun Rowo. Gapoktan Permata VII terdiri dari ketua, wakil ketua, sekertaris, bendahara, unit usaha pemasaran, unit usaha produksi dan pengolahan, unit usaha sarana produksi pertanian, unit usaha permodalan, dan hubungan masyarakat (Humas). Anggota kelompok tani yang aktif sebanyak 792 orang, tiga kelompok tani yaitu tegal ajung I, II, dan III memproduksi tanaman padi sementara lima kelompok tani lainnya membudidayakan tanaman tembakau voor oogst kasturi. Peranan anggota kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII selalu aktif dengan adanya program-program yang diberikan oleh pemerintah Kabupaten Jember. Setiap tanggal satu ketua kelompok tani dan semua pengurus Gapoktan Permata VII mengadakan perkumpulan rutin yang disebut dengan
54
arisan. Kegiatan perkumpulan rutin pengurus Gapoktan Permata VII dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Kegiatan Perkumpulan Rutin Pengurus Gapoktan Permata VII
Perkumpulan yang diadakan sebulan sekali tersebut dihadiri oleh PPL (Petugas Penyuluh Lapang). Pertemuan yang dilakukan membahas tentang tanaman yang diproduksi pada waktu tersebut, pemberian informasi tentang tanaman, berdiskusi dan bertukar pendapat tentang tanaman yang bermasalah. Pertemuan tersebut juga membahas solusi yang harus dilakukan jika ada tanaman petani
yang
bermasalah
serta
membahas
tentang
kelancaran
PUAP
(Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan). Petugas Penyuluh Lapang tersebut sangat membantu petani dalam memudahkan petani untuk memproduksi tanaman karena dengan adanya penyuluhan yang diadakan oleh pemerintah petani dapat mengambil teori atau cara yang diberikan untuk memproduksi tanaman. Penyuluhan yang pernah dilakukan oleh pemerintah adalah penyuluhan tentang tanaman padi, jagung, dan tembakau. Manfaat yang diperoleh oleh petani dengan menjadi anggota kelompok tani adalah petani dapat berkonsultasi dengan PPL tentang tanaman yang diproduksi sehingga tanaman tersebut menjadi lebih baik dengan adanya informasi yang diberikan oleh PPL tersebut. Menjadi anggota kelompok tani, petani mendapatkan bantuan dari pemerintah memalui program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) dan pinjaman pupuk yang dikelola oleh ketua Gapoktan permata VII. 55
Program PUAP sangat membantu petani dengan adanya pinjaman yang diberikan untuk penambahan modal dalam budidaya tanaman yang dilakukan oleh petani, selain petani pinjaman modal PUAP dilberikan kepada anggota kelompok tani melijo (warung). Setiap anggota kelompok tani mendapatkan pinjaman Rp 1.000.000 untuk petani dan Rp 800.000 untuk melijo (warung), namun tidak semua anggota kelompok tani mendapatkan pinjaman tersebut. Pinjaman PUAP tersebut selama empat bulan dengan bunga yang diberikan sebesar 2 persen per bulan yaitu Rp 20.000 dari pinjaman untuk petani dan Rp 16.000 dari pinjaman untuk melijo (warung). Bunga yang dibayarkan oleh setiap anggota kelompok tani dikembangkan oleh pengurus Gapoktan Permata VII dengan membeli pupuk urea dan pupuk ZA. Pupuk tersebut dipinjamkan kepada anggota kelompok tani per panen tanaman yaitu selama empat bulan.
5.4
Karateristik Petani Responden Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani adalah faktor
internal usahatani yaitu petani, ketersedian input usahatani dan teknologi. Faktor internal usahatani tersebut meliputi usia petani, tingkat pendidikan petani, pengalaman berusahatani tembakau, luas lahan dan status lahan.
5.4.1
Usia Petani Dari data yang diperoleh secara umum usahatani tembakau pada anggota
Gabungan Kelompok Tani Permata VII di Desa Pakusari diusahakan oleh petani dengan usia rata-rata 41 tahun dengan kisaran usia 25 sampai 65 tahun. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan jumlah petani responden tembakau yang berusia kurang dari 30 tahun sebanyak 2 orang atau sebanyak 5,71 persen, sedangkan petani yang berusia diantara 30 sampai 50 tahun sebanyak 28 orang atau sebanyak 80 persen dan petani yang berusia diatas 50 tahun sebanyak 5 orang atau sebanyak 14,29 persen. Hal tersebut dapat mempengaruhi pada produktivitas usahatani tembakau, karena umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang dalam bekerja. Usia petani juga akan mempengaruhi lamanya pengalaman petani dalam menjalankan usahatani 56
tembakau. Seluruh petani berjenis kelamin laki-laki. Persentase petani berdasarkan sebaran usia dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 Usia (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
5.4.2
<30
2
5,71
30-50
28
80
>50
5
14,29
jumlah
35
100
Tingkat Pendidikan Petani Dilihat dari tingkat pendidikan petani responden berpendidikan dasar (SD)
yaitu sebanyak 13 orang atau sebanyak 37,14 persen, diikuti tidak tamat SD sebanyak 12 orang atau sebesar 34,29 persen, SLTA yaitu sebanyak 6 orang atau sebanyak 17,14 persen dan pendidikan lulusan SLTP sebanyak 4 orang atau sebanyak 11,43 persen. Sebaran jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Tidak Tamat SD
12
34,29
SD
13
37,14
SLTP
4
11,43
SLTA
6
17,14
Jumlah
35
100
Penggolongan petani responden berdasarkan tingkat pendidikan tersebut dilakukan untuk melihat sejauh mana hubungan antara tingkat pendidikan dengan
57
usahatani yang diusahakan. Dari hasil yang diperoleh menyatakan bahwa ada pendidikan tidak berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh petani.
5.4.3
Pengalaman Berusahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Petani tembakau pada Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari tersebut
memiliki pengalaman dan alasan usahatani tembakau yang berbeda, alasan usahatani tembakau dikarenakan karena faktor keturunan. Pada umumnya semakin lama pengalaman petani dalam suatu usahatani maka semakin baik petani tersebut mengelola usahataninya. Dari hasil wawancara pada petani responden didapat data bahwa pengalaman berusahatani tembakau terkecil adalah empat tahun dan maksimal 40 tahun, dengan rata-rata pengalaman yaitu 22 tahun. Petani yang mempunyai pengalaman usahatani tembakau kurang dari 20 tahun sebanyak 15 orang atau sebanyak 42,86 persen, sedangkan petani yang mempunyai pengalaman usatani antara 20 sampai 40 tahun sebanyak 19 orang atau sebanyak 54,28 persen dan petani yang mempunyai pengalaman usahatani tembakau lebih dari 40 tahun sebanyak satu orang atau sebanyak 2,86 persen. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman berusahatani tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 Pengalaman Berusahatani Jumlah Responden Persentase (%) (Tahun) (Orang) <20 15 42,86
5.4.4
20-40
19
54,28
<40
1
2,86
Jumlah
35
100
Luas Lahan dan Status Lahan Petani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari
memiliki luas lahan yang paling sedikit sekitar 1.500 meter persegi dan maksimal 18.500 meter persegi, dengan rata-rata luas lahan yang dimiliki yaitu sebesar
58
5.336 meter persegi. Petani yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 4.000 yaitu sebanyak 12 orang atau sebanyak 34,29 persen, sedangkan petani yang memiliki lahan 4.000 sampai 8.000 yaitu sebanyak 20 orang atau sebanyak 57,14 persen dan petani yang memiliki lahan lebih dari 8.000 yaitu sebanyak 3 otang atau sebanyak 8,57 persen. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan pada Tabel 14.
Tabel 14. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Luas Lahan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 Luas Lahan (m2) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) <4.000
12
34,29
4.000 – 8.000
20
57,14
>8.000
3
8,57
Jumlah
35
100
Luas lahan dapat menentukan keuntungan dan efisiensi produksi sehingga dapat mempengaruhi pendapatan. Dari hasil wawancara dengan petani responden di Desa Pakusari lahan yang dimiliki oleh petani responden sebagian besar adalah milik sendiri yaitu sebanyak 32 orang atau sebanyak 91,43 persen dan sebagian kecil adalah lahan sewa yaitu sebanyak 3 orang atau sebanyak 8,57. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan status lahan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Lahan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 Status Lahan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Milik sendiri
32
91,43
Sewa
3
8,57
Jumlah
35
100
59
5.5
Karakteristik Pedagang Pedagang yang telah ditelusuri terdapat enam orang yaitu pedagang. Dari
hasil wawancara pedagang langsung menjual tembakau ke pabrik tembakau yaitu PT Saemporna dan PT Djarum. Nama Pedagang tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Lampiran 7.
5.5.1
Usia Pedagang Dari data yang diperoleh secara umum pedagang yang paling muda yaitu
berusia 25 tahun, sedangkan pedagang yang paling tua yaitu berusia 50 tahun dengan rata-rata usia pedagang berusia 40 tahun. Pedagang tembakau yang berusia kurang dari 28 tahun sebanyak satu orang atau sebanyak 16,67 persen, sedangkan pedagang yang berusia antara 28 sampai 48 sebanyak empat orang atau sebanyak 66,66 persen, dan pedagang yang berusia lebih dari 48 sebanyak satu orang atau sebanyak 16,67 persen, Seluruh pedagang berjenis laki-laki. Berikut data mengenai data persentase responden berdasarkan usia pedagang dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Sebaran jumlah dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Usia Tahun 2010 Usia (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
5.5.2
<28
1
16,67
28-48
4
66,66
>48
1
16,67
jumlah
6
100
Tingkat Pendidikan Pedagang Dilihat dari tingkat pendidikan sebagian besar pedagang responden
berpendidikan dasar yaitu sebanyak tiga orang atau sebanyak 50 persen, selanjutnya tidak tamat SD sebanyak satu atau sebanyak 16,67 persen dan lulusan SLTP serta SLTA sebanyak masing-masing satu orang atau sebanyak 16,67 persen. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 17.
60
Tabel 17. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Tidak tamat SD 1 16,67
5.5.3
SD
3
50
SLTP
1
16,67
SLTA
1
16,67
Jumlah
6
100
Pengalaman Berdagang Tembakau Dari hasil wawancara yang diperoleh, pedagang tembakau minimal
mempunyai pengalaman berdagang selama 15 tahun sedangkan maksimal pengalamannya yaitu 40 tahun dengan rata-rata pengalaman berdagang tembakau yaitu 26 tahun. Pengalaman pedagang tembakau kurang dari 18 tahun sebanyak dua orang atau sebanyak 33,33 persen, sedangkan pengalaman pedagang tembakau antara 18 sampai 38 sebanyak tiga orang atau sebanyak 50 persen, dan pengalaman pedagang lebih dari 38 sebanyak satu orang atau sebanyak 16,67 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pedagang termasuk pedagang yang sudah cukup berpengalaman sehingga semakin lama pengalaman berdagang maka semakin mudah untuk melakukan transaksi atau informasi mengenai harga yang berlaku. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman berdagang tembakau dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Pengalaman Berdagang Tembakau Tahun 2010 Pengalaman Berusahatani Jumlah Responden Persentase (%) (Tahun) (Orang) <18 2 33,33 18-38
3
50
>38
1
16,67
Jumlah
35
100
61
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1
Keragaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Sebagian besar masyarakat di Desa Pakusari adalah petani. Petani yang
tergabung didalam kelompok tani sebagian besar membudidayakan tembakau voor oogst kasturi, kegiatan tersebut merupakan sifat turun menurun sejak dulu. Kegiatan pembudidayaan tembakau voor oogst kasturi diwarisi dari orang tuanya, sejak masih kecil mereka sudah diikut sertakan dalam pembudidayaan tembakau voor oogst kasturi sehingga secara tidak langsung mereka sudah mempelajari teknik budidaya dan pengolahan usahatani tembakau voor oogst kasturi. Proses penanaman tembakau voor oogst kasturi dimulai dengan pengolahan lahan yang dilakukan dengan menggunakan mesin pembajak sawah, penggemburan tanah dilakukan sampai tanah menjadi halus kemudian tanah didiamkan selama dua hari sebelum penanaman. Pengolahan dilakukan pada lahan sawah yang basah sementara ada sebagian petani yang tidak mengolah lahan tersebut dikarenakan lahan sudah kering sehingga langsung melakukan penanaman tembakau voor oogst kasturi. Kelompok tani yang tidak melakukan pengolahan lahan seperti kelompok tani harapan dimana letak sawah tidak perlu dilakukan pembajakan. Penanaman tembakau voor oogst kasturi dilakukan pada waktu sore hari. Jarak tanam 100 cm x 90 cm, 90 cm x 60 cm atau 80 cm x 60 cm. Jarak bedengan 90 cm x 90 cm dan di antara bedengan dibuat selokan dengan lebar 50 cm dan dalam 25 cm. Tanah dari galian selokan digunakan untuk menambah tinggi bedengan. Secara umum tembakau voor oogst kasturi pada lokasi pengamatan ditanam mulai awal bulan April sampai dengan awal bulan Agustus. Umur pembibitan yaitu selama 40 hari sedangkan umur tanaman tembakau voor oogst kasturi mulai dari tanam pertama sampai dengan panen pertama adalah 90 hari. Pada umur 90 hari tembakau siap untuk dilakukan pemanenan dengan kondisi daun yang sudah tua. Tembakau voor oogst kasturi merupakan tanaman tahunan dan ditanam sekali dalam setahun. Tembakau voor oogst kasturi dipanen empat kali yaitu panen pertama dilakukan pada tembakau voor oogst kasturi berumur 90 hari dan panen selanjutnya dilakukan seminggu setelah panen pertama sampai panen
terakhir. Panen pertama dimulai dengan memetik daun tembakau yang paling bawah sekitar tiga sampai empat lembar tembakau, dan panen kedua sampai panen terakhir dilakukan pemetikan yang sama. Satu pohon tembakau voor oogst kasturi memiliki daun sebanyak 15-20 lembar daun tembakau. Pemanenan tembakau voor oogst kasturi dilakukan pada saat pagi hari karena jika dipanen pada siang hari tembakau daun tembakau yang sudah merah di pohon akan menjadi keras.. Proses pemanenan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Proses Pemanenan Tembakau Voor Oogst Kasturi
Tembakau yang sudah dipanen diangkut ke gudang tembakau untuk disujen (menusuk tembakau dengan menggunakan bambu lancip). Tempat proses tembakau voor oogst kasturi setelah panen disebut dengan gudang oleh petani. Gudang sebuah tempat petani melakukan kegiatan pensujenan, pemeraman awal sortasi dan pengemasan. Gudang tersebut terbuat dari bambu dengan atap terpal atau plastik. Daun tembakau voor oogst kasturi yang di sujen sebanyak 5-8 lembar, hasil dari pensujenan tembakau dipisah antara tembakau voor oogst kasturi yang merah dan hijau karena tembakau voor oogst kasturi yang merah dilakukan penjemuran lebih awal. Pengangkutan dan pensujenan Tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Gambar 8.
63
Gambar 8. Pengangkutan Tembakau dan Pensujenan Tembakau
Setelah proses pensujenan selanjutnya adalah proses pemeraman. Pemeraman tembakau ada dua tahap yaitu tahap pertama pada saat tembakau selesai di sujen dilakukan dengan cara digantung selama kurang lebih enam hari, proses pemeraman ini dilakukan supaya warna tembakau menjadi cerah atau berubah menjadi merah disebut juga proses pemasakan tembakau. Proses pemeraman pertama dan proses pemeraman kedua dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Proses Pemeraman Pemeraman dan Pemeraman Kedua Tembakau
Setelah dilakukan Pemeraman awal proses selanjutnya adalah penjemuran secara langsung dengan menggunakan bantuan sinar matahari. Proses pengeringan turut menentukan kualitas akhir daun yang diperoleh, proses pengeringan memerlukan waktu rata-rata sekitar dua hari. Pemeraman tahap dua dilakukan setelah tembakau voor oogst kasturi dijemur dengan menutupi tembakau voor oogst kasturi dengan terpal atau plastik. Tujuan dari pemeraman kedua tersebut untuk membusukkan batang tembakau selama dua hari kemudian dilakukan penjemuran kembali selama dua hari. Proses selanjutnya setelah penjemuran ke
64
dua atau tembakau voor oogst kasturi yang telah kering dilakukan sortasi. Proses penjemuran dan Proses pemeraman tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Proses Penjemuran Tembakau Voor Oogst Kasturi
Proses pengemasan tembakau voor oogst kasturi dilakukan setelah proses sortasi (racak) berdasarkan ukuran dan kualitas tembakau voor oogst kasturi untuk kemudian diunting sesuai ukuran dan kualitas (bagus dan jelek tembakau voor oogst kasturi). Tembakau voor oogst kasturi yang telah disortasi kemudian diunting sesuai dengan ukuran dan kualitas. Pengemasan tembakau voor oogst kasturi dilakukan pada malam hari karena jika dilakukan pada siang hari tembakau voor oogst kasturi akan menjadi keras dan daun tembakau voor oogst kasturi menjadi rusak atau hancur. Proses Pengemasan tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Proses pengemasan Tembakau Voor Oogst Kasturi
65
Setelah dilakukan pengemasan petani melakukan proses penjualan ke pabrik tembakau dengan menggunakan mobil pick up. Petani yang melakukan penjualan ke pedagang tidak melakukan proses pengemasan, biaya angkut dan transportasi karena pedagang langsung membeli tembakau langsung ditempat petani. Biaya pengangkutan dan transportasi ditanggung oleh pedagang. Para petani tembakau voor oogst kasturi yang tergabung dalam gabungan kelompok tani permata VII umumnya melakukan pergiliran tanaman. Setiap kelompok tani melakukan pergiliran tanaman yang berbeda sesuai dengan letak lahan yang dimiliki oleh petani. Sebelum menanam tembakau voor oogst kasturi petani rata-rata disetiap kelompok menanam padi kemudian tembakau voor oogst kasturi dan selanjutnya adalah jagung, cabai serta padi. Pola pergiliran tanaman setiap kelompok tani dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Pola Tanaman disetiap Kelompok Tani Gapoktan Permata VII Tahun 2010 Kel. Tani Sejahtera I Sejahtera II Gempal II Harapan Karya Tani
Jan pd pd pd pd pd
Feb pd pd pd pd pd
Mar pd pd pd pd pd
Apr pd pd pd pd pd
Mei vo vo vo vo vo
Bulan Jun Jul vo vo vo vo vo vo vo vo vo vo
Agu vo vo vo vo vo
Sep pd jg pd cb jg
Okt pd jg pd cb jg
Nov pd jg pd cb jg
Des pd jg pd cb jg
Keterangan: cb = Tanaman Cabai vo = Tanaman Tembakau Voor Oogst Kasturi pd = Tanaman Padi jg = Tanaman Jagung
Setiap kelompok tani melakukan pola tanaman yang berbeda, pembibitan tembakau dimulai pada bulan akhir april dan pemanenan dimulai pada akhir agustus. Varietas tembakau voor oogst kasturi yang ditanam oleh petani adalah varietas Jepon, Mawar, dan Merakot. Meskipun varietas tersebut berbeda-beda tetapi hasil yang diperoleh sama, dan pasar tembakau tidak membandingkan varietas mana yang lebih bagus. Perolehan bibit yang digunakan oleh petani sebagian besar adalah membeli bibit dari petani lainnya dengan harga yang
66
relative sama. Harga bibit tembakau voor oogst kasturi varietas Jepon, Mawar, dan Merakot adalah sama yaitu dengan harga Rp 50.000 per 1.000 pohon. Harga yang relatif mahal dikarenakan bibit semakin sulit untuk didapatkan bukan karena varietas yang diinginkan petani. Para petani tembakau voor oogst kasturi pada umumnya menggunakan beberapa jenis pupuk yaitu pupuk Urea, SP 36 dan ZA. Pemupukan dilakukan tiga sampai empat kali pemupukan yaitu pada saat tanaman tembakau berumur 15 hari dengan menggunakan pupuk Urea dan SP36, pemupukan kedua pada saat tanaman berumur 30 hari dengan menggunakan pupuk ZA, dan pemupukan yang ketiga pada saat tanaman berumur 40 hari dengan diberikan pupuk ZA kembali. Dosis yang digunakan disesuaikan dengan kondisi tanaman dan kapasitas tanaman. Sebagian besar petani mendapatkan pupuk Urea melalui ketua kelompok tani, karena anggota kelompok tani diberikan pinjaman pupuk Urea yang dibayarkan diakhir panen tembakau. Harga pupuk Urea adalah Rp 2.000 per kg, SP 36 Rp 2.000 per kg dan ZA sebesar Rp 1.400 per kg. Untuk pengendalian hama dan penyakit petani tembakau voor oogst kasturi menggunakan pestisida kimia. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan. Obat-obatan yang digunakan adalah Drusband, Lanet dan Agrotanik (pupuk daun). Menurut data yang didapat dilapangan hanya beberapa petani yang menggunakan pupuk daun, karena dari pengalaman yang telah dilakukan yaitu tanaman tanpa pupuk daun juga mendapatkan hasil yang bagus. Petani yang menggunakan pupuk daun dikarenakan sudah terbiasa menggunakan nya supaya menghasilkan tanaman daun tembakau yang bagus. Jenis pestisida yang diberikan berdasarkan pengalaman petani yang telah lama membudidayakan tembakau voor oogst kasturi dan berdasarkan tanaman yang ditanam. Harga untuk obat-obatan seperti Drusband Rp 12.500 per botol isi 100 ml, Lanet Rp15.000 per bungkus isi 100 gram, Agrotanik (pupuk daun) Rp 25.000 per botol isi 1 liter. Penyemprotan hama dan penyakit pada tembakau voor oogst kasturi dilakukan tiga sampai dengan empat kali penyemprotan. Penyemprotan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 10 hari dengan menggunakan Drusband dan Lanet, selanjutnya pada umur 20 hari dengan menggunakan pestisida yang sama yaitu Drusband dan Lanet, dan penyemprotan ke tiga ke empat pada umur
67
30 dan 40 hari yaitu dengan menggunakan Dulsband, Lanet dan Agrotanik (pupuk daun). Output yang dihasilkan dari tembakau voor oogst kasturi adalah tembakau kering. Petani mengklarifikasikan sendiri jenis tembakau kering yang dihasilkan. Hasil panen pertama disebut dengan tembakau voor oogst kasturi Hank, hasil panen kedua disebut tembakau voor oogst kasturi Eksport, hasil panen ketiga disebut tembakau voor oogst kasturi Semi lokal dan hasil panaen ke empat disebut tembakau voor oogst kasturi Lokal. Hasil output dan input yang digunakan dalam usahatani tembakau voor oogst kasturi per hektar dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Hasil Output dan Input yang digunakan dalam Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi per Hektar Tahun 2010 No Komponen Jumlah Satuan % A
Output : Tembakau Hank
274,36
Kg
7,51
Tembakau Eksport
283,01
Kg
19,95
Tembakau Semi Lokal
392,85
Kg
30,86
Tembakau Lokal
470,92
Kg
41,68
1.421,14
Kg
100
15.466,25
Buah
100
Jumlah B
Input : Bibit Pupuk
100
a. Pupuk Urea
644,46
Kg
62,08
b. Pupuk ZA
350,23
Kg
33,74
c. Pupuk SP36
43,36
Kg
4,18
Hama dan Penyakit a. Drudband
100 620,87
Ml
98,62
b. Lanet
6,55
Ons
1,04
c. Agrotonik
2,13
Liter
0,34
Tenaga kerja yang paling banyak dibutuhkan dalam pembudidayaan tembakau voor oogst kasturi adalah tenaga kerja pada proses penyiangan rumput,
68
dimana pada proses penyiangan rumput dilakukan pembuatan bedengan. Petani responden yang tidak melakukan pembajakan sawah pada proses awal penanaman akan lebih membutuhkan tenaga kerja yang banyak pada proses penyiangan rumput karena tanah terlalu keras. Sedangkan tenaga kerja yang paling banyak dibutuhkan setelah proses panen adalah tenaga kerja penjemuran. Kebutuhan tenaga kerja usahatani tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Kebutuhan Tenaga Kerja Pada Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Tahun 2010 Kebutuhan Tenaga Kerja (HOK/Ha) % Dalam Keluarga Pria Want GTR
1.
Kegiatan Usahatani Pengolahan Lahan Penanaman
2.
Penyulaman
0,42
0
0,42
0,17
3,14
2,69
0
5,83
2,33
3.
Penyiangan
54,50
0
54,50
22,22
8,10
0
0
8,10
3,24
4.
Topping
9,89
2,53
12,42
5,07
12,26
10,78
0
23,04
9,22
5.
Pemupukan
5,62
0,78
6,40
2,61
8,84
7,75
0
16,59
6,64
3,74
0
3,74
1,53
7,51
0
0
7,51
3,00
2,56
0
2,56
1,05
7,05
0
0
7,05
2,82
16,63
19,63
36,26
14,81
10,11
8,91
0
19,02
7,61
No
Luar Keluarga Pria Want
Jml
Jml
%
5,40
0
5,40
2,21
0,19
0
0
0,19
0,08
2,70
0,51
3,25
1,33
3,22
2,65
37,34
43,21
17,29
8.
Penyemprota n HPT Pengaturan air Pemanenan
9.
Penjusenan
0
49,44
49,44
20,20
0
10,37
0
10,37
4,15
10.
Penjemuran
32,87
26,46
59,33
24,24
49,00
44,18
0
93,18
37,28
11.
Sortasi
0
4,20
4,20
1,72
0
8,91
0
8,91
3,56
12.
Pengemasan
6,98
0
6,98
2,85
6,96
0
0
6,96
2,78
244,80
100
249,96
100
6. 7.
Jumlah
Peralatan yang digunakan oleh petani responden pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII pada umumnya merupakan milik sendiri. Adapun macam-macam peralatan yang digunakan untuk budidaya tembakau voor oogst kasturi adalah cangkul, arit, cor/ ember, tangki racun, dan mesin air. Rata-rata jumlah alat yang dimiliki petani adalah cangkul 1 buah, arit 1 buah, cor/ember 3 buah, tangki racun 1 buah, dan mesin air 1 buah. Rata-rata harga cangkul adalah Rp 28.714, arit sebesar Rp 18.286, ember sebesar Rp 10.000, tangki racun sebesar Rp 203.571, dan mesin air sebesar Rp 185.714. Sedangkan untuk membuat tempat
69
penyimpanan tembakau petani membuat semacam gubuk dari bambu yang menggunakan terpal atau plastik. Terpal dan plastik juga digunakan untuk menutup tembakau yang sudah kering. Penyusutan alat pertanian dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Perhitungan Penyusutan Alat Pertanian Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Tahun 2010 Umur Nilai Harga Beli Jumlah No Nama Alat Ekonomis Penyusutan (Rp) (Buah) (Tahun) (Rp) 1 Cangkul 28.714 1 6 4.785,67 2
Arit
18.286
1
5
3.766,92
3
Tangki Racun
203.571
1
5
40.714,20
4
Ember
10.000
3
0
0
5
Mesin Air
185.714
1
4
46.428,50
6
Terpal
250.857
4
3
362.906,46
7
Plastik
66.714
2
0
0
763.856
13
Jumlah
6.2
458.601,74
Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Kegiatan usahatani tembakau voor oogst kasturi dikaji dalam dua indikator
yaitu pendapatan usahatani dan R/C Rasio. Tembakau voor oogst kasturi berdasarkan pendapatan yaitu merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya-biaya usahatani yang dikeluarkan. Perhitungan pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu pendapatan usahatani dengan luas lahan skala besar dan luas lahan skala kecil. Biaya total terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani tembakau voor oogst kasturi adalah biaya yang dibayar secara tunai ataupun tidak tunai yaitu komponen-komponen lain milik sendiri seperti lahan milik sendiri, tenaga kerja dalam keluarga, dan komponen-komponen lainnya yang merupakan milik sendiri.
70
6.2.1
Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Penerimaan usahatani dihitung pertama kali untuk bisa menganalisis
pendapatan usahatani. Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Hasil penjualan tembakau yang merupakan output dalam usahatani merupakan pendapatan kotor sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang digunakan dalam usahatani. Pada analisis penerimaan ini peneliti menggunakan asumsi bahwa tembakau yang dihasilkan oleh petani seluruhnya dijual dan tidak menjadi konsumsi petani itu sendiri. Petani tembakau voor oogst kasturi pada umumnya menjual hasil panennya dalam bentuk tembakau kering yang telah dipilih sesuai dengan jenis tembakau. Petani menjual hasil panennya dengan empat jenis tembakau yaitu jenis hank, eksport, semi lokal dan lokal. Analisis penerimaan dibagi dua yaitu analisis penerimaan dengan luas lahan skala besar dan luas lahan skala kecil. Penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi dengan luas lahan skala besar adalah luas lahan yang dimiliki petani diatas rata-rata yaitu sebesar 5.336 meter persegi. Petani yang membudidayakan tembakau voor oogst kasturi luas lahan di atas rata-rata sebanyak 15 orang. Penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi per hektar dengan luas lahan skala besar dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar dengan Luas Lahan Skala Besar (>5.336 m2) Tahun 2010 Jenis Harga No Jumlah (Kg) % Nilai (Rp) Tembakau satuan (Rp) 1 Hank 277,51 19,30 9.500 2.636.345,08 2
Eksport
287,67
20,01
24.300
6.990.381,30
3
Semi lokal
393,57
27,37
27.300
10.744.461,38
4
Lokal
479,17
33,32
30.733
14.726.332,18
1.437,92
100
Penerimaan
35.097.519,95
Dari Tabel 23 dapat diketahui bahwa penerimaan yang diperoleh petani tembakau voor oogst kasturi pada luasan satu hektar rata-rata dengan luas lahan skala besar (>5.336 m2) untuk musim panen 2010 adalah sebesar 1.437,92 kg tembakau kering yang sudah di unting. Hasil tersebut dibagi empat kualitas dan
71
disetiap kualitas tembakau berbeda-beda. Hasil tembakau voor oogst kasturi pertama yaitu tembakau kualitas hank rata-rata sebesar 277,51 kg dengan harga rata-rata Rp 9.500/kg, tembakau eksport rata-rata sebesar 287,67 kg dengan harga rata-rata Rp 24.300/kg, tembakau semi lokal rata-rata sebesar 393,57 kg dengan rata-rata harga Rp 27.300/kg, dan tembakau jenis lokal rata-rata sebesar 479,17 kg dengan harga Rp 30.733/kg. Penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi dengan luas lahan skala kecil adalah luas lahan yang dimiliki petani dibawah rata-rata yaitu sebesar 5.336 meter persegi. Petani yang membudidayakan tembakau voor oogst kasturi dengan luas lahan dibawah rata-rata sebanyak 20 petani. Penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi per hektar dengan luas lahan skala kecil dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar dengan Luas Lahan Skala Kecil (<5.336 m2) Tahun 2010 Jenis Harga No Jumlah (Kg) % Nilai (Rp) Tembakau satuan (Rp) 1 Hank 271,99 19,31 9.375 2.549.906,25 2
Eksport
279,52
19,84
24.275
6.785.348,00
3
Semi lokal
392,30
27,85
26.900
10.552.870,00
4
Lokal
464,74
33,00
30.325
14.093.340,50
1.408,55
100
Penerimaan
33.981.464,75
Tabel 24 menunjukkan bahwa penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi pada luas lahan skala besar berbeda dengan penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi dengan luas lahan skala kecil karena rata-rata luas lahan pada skala besar berbeda yaitu 7.750 meter persegi dan rata-rata luas lahan skala kecil 3.525 meter persegi. Hasil tembakau voor oogst kasturi pertama yaitu tembakau kualitas hank rata-rata sebesar 271,99 kg dengan harga rata-rata Rp 9.375/kg, tembakau eksport rata-rata sebesar 279,52 kg dengan harga rata-rata Rp 24.275/kg, tembakau semi lokal rata-rata sebesar 392,30 kg dengan rata-rata harga Rp 26.900/kg, dan tembakau jenis lokal rata-rata sebesar 464,74 kg dengan harga Rp 30.325/kg. Hasil penerimaan pada luas lahan skala besar sebesar Rp
72
35.097.519,95 dan penerimaan pada luas lahan skala kecil sebesar Rp 33.981.464,75. Hal tersebut menggambarkan bahwa penerimaan luas lahan skala besar dan skala kecil tidak jauh berbeda karena hasil output pada luas lahan skala besar tidak maksimal meskipun luas lahan yang di usahakan cukup besar, sedangkan pada luas lahan skala kecil menunjukkan bahwa hasil output stabil karena skala yang diusahan kecil. Hasil tinjauan di lapangan bahwa tidak semua tembakau voor oogst kasturi menghasilkan hasil yang maksimal dikarenakan curah hujan dan kurangnya perawatan dari petani yaitu pupuk yang diberikan petani terbatas. Banyak tembakau voor oogst kasturi petani khususnya pada luas lahan skala besar mengalami penurunan hasil dan kualitas yang tidak bagus karena terlambat panen dan terjadinya hujan, sehingga petani tidak mampu mengatasi kondisi tersebut. Terjadinya hujan mengakibatkan banyaknya tembakau voor oogst kasturi rusak atau busuk sehingga kualitas tembakau jelek dan hasil kering menjadi hitam dan harga tembakaupun menjadi rendah.
6.2.2
Biaya Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Biaya usahatani tembakau voor oogst kasturi dikaji dalam dua bagian
yaitu biaya usatani dalam luas lahan skala besar (>5.336 m2) dan luas lahan skala kecil (<5.336 m2). Biaya usahatani tembakau voor oogst kasturi terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya lahan, sewa bajak, penyusutan alat, pajak dan bungan pinjaman gapoktan, sedangkan biaya variabel terdiri dari sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga maupun didalam keluarga dan inputinput yang dikeluarkan untuk proses pembudidayaan ataupun proses pasca panen. Pada luas lahan skala besar biaya total yang dikeluarkan petani tembakau voor oogst kasturi yang menjual dalam bentuk daun kering dalam satu musim tanam adalah sebesar Rp 26.329.170,97/ha. Biaya tersebut merupakan hasil penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 7.127.774,97/ha atau sebesar 27,07 dari total biaya yang dikeluarkan dalam satu musim tanam yaitu antara bulan Mei-Agustus, sedangkan biaya variabel adalah sebesar Rp 19.201.396,36/ha atau sebesar 72,93 persen dari total biaya yang dikeluarkan dalam satu tanam. Biaya yang banyak digunakan
73
adalah biaya pada tenaga kerja karena tenaga kerja dalam keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya variabel. Pada luas lahan skala kecil biaya total yang dikeluarkan petani untuk memproduksi tembakau voor oogst kasturi adalah sebesar Rp 28.242.546,60/ha. Biaya tersebut merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan petani adalah sebesar Rp Rp 6.970.837,94/ha atau sebesar 24,68 persen sedangkan biaya variabel yang dikeluarkan petani tembakau voor oogst kasturi adalah sebesar Rp 21.271.708,66/ha atau sebesar 75,32 persen. Dilihat dari biaya total berdasarkan luas lahan skala besar dan kecil, biaya yang paling tinggi adalah biaya luas lahan skala kecil. Berdasarkan hasil wawancara pada petani yang mempunyai luas lahan dibawah rata-rata yaitu petani yang digolongkan pada skala kecil memproduksi tembakau voor oogst kasturi menggunakan tenaga dalam keluarga yaitu mulai proses penyulaman, topping, pemupukan, penyemprotan hama dan penyakit serta pengaturan air sehingga perawatan tembakau lebih banyak dalam tenaga kerja. Jadi biaya tenaga kerja petani yang memproduksi dengan luas lahan skala kecil menjadi lebih besar dibandingkan dengan biaya tenaga kerja luas lahan skala besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa biaya total berdasarkan luas lahan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan oleh petani, tetapi jika tenaga kerja dalam keluarga tidak diperhitungkan maka biaya total pada luas lahan skala kecil lebih rendah dibandingkan dengan biaya total skala besar. Perhitungan biaya tembakau voor oogst kasturi per rata-rata hektar berdasarkan luas lahan sakala besar dapat di lihat Lampiran 8 dan Perhitungan biaya tembakau voor oogst kasturi per rata-rata hektar berdasarkan luas lahan skala kecil dapat di lihat Lampiran 9.
6.2.3
Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Pendapatan usahatani tembakau voor oogst kasturi dianalisis dalam dua
bagian yaitu pendapatan usahatani berdasarkan luas lahan skala besar (>5.336 m2) dan pendapatan usahatani berdasarkan luas lahan skala kecil (<5.336 m2). Pendapatan diperoleh dari hasil pengurangan penerimaan petani terhadap komponen biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani.
74
Rata-rata penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi per hektar berdasarkan luas lahan skala besar sebesar Rp 35.097.742,95 yang dijual dalam bentuk daun kering. Penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi berdasarkan luas lahan skala besar dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar Rata-rata Skala Besar Pada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010 Komponen Nilai (Rp) % A
Penerimaan
35.097.742,95
100
B
Total Biaya Tetap
7.127.774,97
27,07
C
Total Biaya Variabel
19.201.396,36
72,93
D
Jumlah total biaya (B+C)
26.329.170,97
100
E
Pendapatan (A-D)
F
R/C Rasio (A/D)
8.768.571,98 1,33
Analisis imbangan penerimaan dan biaya tunai (R/C) dilakukan untuk melihat apakah biaya yang telah dikeluarkan menghasilkan cukup penerimaan untuk memperoleh keuntungan, serta untuk menilai efisiensi biaya yang telah dikeluarkan. Tabel 25 menunjukkan bahwa nilai R/C rasio atas penggunaan biaya sebesar 1,33, hal tersebut menjelaskan bahwa setiap satu rupiah biaya input yang dikeluarkan petani maka akan menerima 1,33 rupiah. Rata-rata penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi per hektar berdasarkan luas lahan skala kecil sebesar Rp 33.981.364,75 yang dijual dalam bentuk daun kering. Penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi berdasarkan luas lahan skala besar dapat dilihat pada Tabel 26.
75
Tabel 26. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar Rata-rata Skala Kecil Pada Petani Gapoktan Permata VII TAhun 2010 Komponen Nilai (Rp) % A
Penerimaan
33.981.364,75
100
B
Total Biaya Tetap
6.970.837,94
24,68
C
Total Biaya Variabel
21.271.708,66
75,32
D
Jumlah total biaya (B+C)
28.242.546,60
100
E
Pendapatan (A-D)
F
R/C Rasio (A/D)
5.738.818,15 1,20
Tabel 26 menunjukkan bahwa nilai R/C rasio atas penggunaan biaya sebesar 1,20, hal tersebut menjelaskan bahwa setiap satu rupiah biaya input yang dikeluarkan petani maka akan menerima 1,20 rupiah. Pendapatan yang diterima petani berdasarkan luas lahan skala besar lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan yang diterima petani berdasarkan luas lahan skala kecil. hal tersebut menunjukkan bahwa luas lahan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani, karena semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin tinggi jumlah produksi yang di usahakan. Dari hasil wawancara kepada petani, petani menyatakan bahwa hasil produksi tembakau voor oogst kasturi tahun 2010 tidak maksimal dikarenakan bibit yang semakin meningkat sehingga petani tidak menyiangi tanaman yang mati, pemberian pupuk yang terbatas dikarenakan pupuk semakin mahal sehingga pertumbuhan tanaman tembakau menjadi tidak maksimal serta adanya musim penghujan di daerah tersebut menyebabkan tembakau voor oogst kasturi telat panen dan tidak bisa cepat dikeringkan sehingga menyebabkan kualitas tembakau jelek dan harga tembakau voor oogst kasturi rendah. Hal tersebut yang menyebabkan pendapatan petani tahun 2010 menjadi menurun. Menurut beberapa petani, pendapatan pada tahun 2009 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu dua kali lipat dari hasil tahun 2010. Berdasarkan analisis yang dilakukan petani tidak mengalami kerugian dikarenakan biaya usahatani bisa ditutupi dengan hasil perolehan penjualan tembakau voor oogst kasturi. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa 76
usahatani tembakau voor oogst kasturi berdasarkan luas lahan skala besar dan luas lahan skla kecil merupakan usahatani yang menguntungkan secara ekonomi karena usahatani tersebut memiliki R/C rasio atas biaya total lebih besar dari 1 (R/C rasio > 1), maka dapat dikembangkan lebih lanjut lagi.
6.3
Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada petani tembakau voor
oogst kasturi yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari secara garis besar dilakukan secara mandiri atau penjualan tembakau dilakukan dengan menjual tembakau ke pabrik dan dengan menjual ke pedagang. Dalam saluran penjualan petani tembakau voor oogst kasturi melakukan penjualan secara individu. Menurut hasil wawancara yang diperoleh ada dua pabrik tembakau yang dituju oleh petani yaitu PT Sampoerna dan PT Djarum. Pabrik tersebut sudah menjadi tujuan penjualan sebagian petani setiap tahun. Sementara petani yang tidak menjual tembakau ke pabrik tembakau langsung menjual ke pedagang atau pedagang langsung datang ke petani. Pola tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada petani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari dalam bentuk tembakau kering yang sudah diikat (unting). Penjualan tembakau voor oogst kasturi yang terjadi pada petani Gapoktan Permata VII hingga ke konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu enam pedagang dan dua pabrik. Terdapat empat pola saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi yang dilalui dalam tataniaga pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, yaitu : a. Petani → Pabrik (PT Sampoerna) b. Petani → Pabrik (PT Djarum) c. Petani → Pedagang → Pabrik (PT Sampoerna) d. Petani → Pedagang → Pabrik (PT Djarum) Empat saluran tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.
77
Saluran III 20,75 % Pedagang Saluran I 23,63 %
PT Sampoerna
Petani Saluran II 30,15 %
PT Djarum
Saluran IV 25,47 % Pedagang Gambar 12. Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi
Jumlah petani yang memasarkan tembakau voor oogst kasturi ke saluran I sebanyak delapan orang dengan hasil tembakau voor oogst kasturi sebanyak 23,63 persen dari total keseluruhan hasil tembakau voor oogst kasturi, saluran II sebanyak sembilan orang dengan hasil tembakau voor oogst kasturi sebanyak 30,15 persen. Saluran III sebanyak delapan orang dengan hasil tembakau voor oogst kasturi sebanyak 20,75 persen dan saluran IV sebanyak sepuluh orang dengan hasil tembakau voor oogst kasturi sebanyak 25,47 persen. Nama responden, tujuan penjualan, hasil tembakau dan harga jual petani di setiap saluran tataniaga dapat dilihat pada Lampiran 10.
6.3.1
Saluran Tataniaga I Saluran tataniaga I merupakan saluran tataniga yang paling pendek
dibandingkan saluran tiga dan saluran empat. Volume penjualan sebanyak 5.684 kg atau sebanyak 23,63 persen. Petani menjual langsung kepada pabrik yaitu PT Sampoerna. Alasan petani menggunakan saluran ini adalah harga tembakau di PT Sampoerna lebih tinggi dibandingkan dijual kepada pedagang. PT Sampoerna pada saluran ini masih berada di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari Kabupaten Jember. Sistem pembelian antara petani dan PT Sampoerna dilakukan secara tunai dan petani melakukan kegiatan pengangkutan karena tembakau voor oogst kasturi sudah dikemas dalam bentuk bal oleh petani. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan mobil pick up jika patani masingmasing petani menjual hasil tembakau voor oogst kasturi lebih dari satu kwintal
78
tetapi jika tembakau voor oogst kasturi kurang dari satu kwintal petani menggunakan sepeda motor karena letak lokasi tujuan penjualan sangat dekat dengan petani.
6.3.2
Saluran Tataniaga II Saluran tataniaga II sama dengan saluran tataniaga I tetapi pabrik yang
dituju berbeda yaitu PT Djarum. Petani yang menggunakan saluran ini dengan volume penjualan sebanyak 8.158 kg atau sebanyak 30,15 persen. Petani menjual langsung kepada PT Djarum sebagai konsumen akhir dengan alasan bahwa setiap tahun petani menjual hasil tembakaunya kepada PT Djarum dan harga yang diberikan oleh PT Djarum lebih tinggi dibandingkan dijual ke pedagang. Sistem pembayaran dilakukan adalah secara tunai. PT Djarum berada diluar Desa Pakusari yaitu Desa Tamanan, Kecamatan Tamanan Kabupaten Bondowoso. Kegiatan pengangkutan dilakukan petani dengan menggunakan mobil pick up. Tembakau sudah dikemas dalam bentuk bal.
6.3.3
Saluran Tataniaga III Volume penjualan saluran tataniaga III sebanyak 4.990 kg atau sebanyak
20,75 persen.. Saluran tataniaga III ini terdiri dari petani, pedagang dan pabrik tembakau yaitu PT Sampoerna. Petani menjual hasil produksinya ke pedagang yang mendatangi petani. Petani yang menjual ke pedagang adalah petani yang hasil tembakau voor oogst kasturi di bawah tiga kwintal. Alasan petani menjual kepedagang adalah penjualan yang cepat tanpa mengeluarkan biaya untuk pengemasan, pengangkutan atau transportasi karena hasil tembakau tidak terlalu banyak. Harga yang ditawarkan oleh pedagang tidak jauh berbeda dengan harga yang ditawarkan oleh pabrik. Sistem pembayaran yang dilakukan antara petani dan pedagang adalah secara tunai. Pedagang pada saluran ini langsung menjual barangnya ke pabrik PT Sampoerna setelah melakukan pengemasan tembakau karena tidak mengemas tembakau jika dijual ke pedagang. Pengangkutan tembakau voor oogst kasturi dilakukan dengan menggunakan mobil pick up. Biaya pengemasan atau pengebalan, biaya transportasi dan pengangkutan tembakau dari mobil pick up ke 79
dalam pabrik ditanggung oleh pedagang. Biaya transportasi yang dikeluarkan tidak terlalu mahal dikarenakan PT Sampoerna masih berada di Desa Pakusari. Alasan pedagang menjual ke pabrik PT Sampoerna adalah setiap tahun pedagang sudah menjadi langganan pabrik tersebut dan lokasi pabrik tidak begitu jauh.
6.3.4
Saluran Tataniaga IV Petani yang menggunakan saluran ini, volume penjualan tembakau voor
oogst kasturi adalah sebanyak 7.657 kg atau sebanyak 25,47 persen yaitu saluran yang paling banyak digunakan oleh petani responden. Saluran IV ini terdiri dari petani, pedagang dan pabrik yaitu PT Djarum. Petani menjual hasil produksinya ke pedagang yang mendatangi petani. Petani yang melakukan saluran IV adalah petani yang hasil tembakaunya di bawah empat kwintal. Alasan petani menjual ke pedagang adalah penjualan yang cepat tanpa mengeluarkan biaya untuk pengemasan, pengangkutan atau transportasi karena hasil tembakaunya tidak terlalu banyak sehingga menghemat biaya untuk pengiriman ke pabrik. Harga yang ditawarkan oleh pedagang tidak jauh berbeda dengan harga yang ditawarkan oleh pabrik. Sistem pembayaran yang dilakukan antara petani dan pedagang adalah secara tunai. Pedagang menjual hasil tembakaunya kepada PT Djarum, biasanya pedagang masih mengumpulkan hasil tembakau yang dibeli dari orang lain untuk dijual bersamaan sehingga tidak mengeluarkan biaya transportasi yang mahal. Biaya transportasi lebih mahal dibandingkan dengan saluran tataniaga III dikarenakan lokasi begitu jauh dari Desa Pakusari. Alasan pedagang menjual hasil tembakaunya dikarenakan
pedagang sudah
setiap
tahun
menjual
hasil
tembakaunya ke PT Djarum meskipun lokasinya jauh dari Desa Pakusari.
6.3.5
Fungsi-fungsi Tataniaga Fungsi tataniaga merupakan suatu proses dari pada pertukaran yang
mencakup serangkaian kegiatan yang tertuju untuk memindahkan barang-barang atau jasa-jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi. Fungsi-fungsi tataniaga terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi pengadaan secara fisik dan fungsi pelancar. Fungsi-fungsi tataniaga dari setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniga 80
tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kecamatan Pakusari dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Fungsi-fungsi Tataniaga dari Setiap Lembaga Tataniaga yang Terlibat dalam Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 Lembaga Tataniaga Fungsi Tataniaga Petani Pedagang Fungsi Pertukaran Pembelian
-
√
Penjualan
√
√
Pengemasan
√
√
Penyimpanan
-
*
Pengangkutan
√
√
Permodalan
√
√
Penanggungan Risiko
√
√
Sortasi dan Grading
√
√
Informasi Harga
√
√
Fungsi Pengadaan Secara Fisik
Fungsi Pelancar
Keterangan : - : Kegiatan yang tidak dilakukan * : Kegiatan yang kadang-kadang dilakukan √ : Kegiatan yang dilakukan
6.3.5.1 Petani Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani tembakau voor oogst kasturi yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari meliputi fungsi pertukaran berupa fungsi penjualan, fungsi pengadaan secara fisik berupa pengemasan dan pengangkutan, serta fungsi pelancar berupa permodalan, penanggungan risiko, sortasi dan grading, dan informasi harga. a. Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani tembakau voor oogst kasturi yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari adalah penjualan. Petani yang menjual hasil produksinya langsung ke pedagang sebanyak 46,22
81
persen sedangkan petani yang langsung menjual hasil produksinya langsung ke pabrik sebanyak 53,78 persen (PT Sampoerna dan PT Djarum). Saluran tataniaga yang dilakukan petani ada dua yaitu petani menjual hasilnya produksi ke pedagang dan petani menjual hasil produksinya langsung ke pabrik (PT Sampoerna dan PT Djarum). Penentuan harga jika petani menjual hasil produksi ke pedagang berdasarkan kesepakatan tawar menawar dan sistem pembayaran yang dilakukan oleh pedagang dilakukan dengan tunai. Kualitas tembakau yang dijual ke pedagang adalah tembakau hank, eksport, semi lokal dan lokal. b. Fungsi Pengadaan Secara Fisik Fungsi fisik yang dilakukan petani adalah pengemasan atau pengebalan dan pengangkutan. Tembakau voor oogst kasturi yang sudah kering di sortasi sesuai dengan kualitas, panjang dan pendeknya tembakau kemudian dikemas dalam bentul bal. Kegiatan pengemasan dilakukan dengan menggunakan tali rafia dan koran sebagai alas dan tutup tembakau voor oogst kasturi. Kegiatan pengangkutan dilakukan jika petani menjual langsung ke pabrik tembakau. Pengangkutan dilakukan menggunakan mobil pick up. Sedangkan kegiatan penyimpanan tidak pernah dilakukan oleh petani. c. Fungsi Pelancar Fungsi pelancar yang dilakukan oleh petani adalah permodalan, penanggungan risiko, sortasi dan grading dan informasi harga. Fungsi sortasi dan grading dilakukan petani setelah tembakau voor oogst kasturi kering, yaitu dengan memilih daun tembakau berdasarkan kualitas, panjang dan pendeknya tembakau untuk memenuhi permintaan pabrik. Sedangkan panjang dan pendeknya tembakau mempermudah dalam pengemasan. Fungsi permodalan adalah fungsi pembiayaan yang dikeluarkan oleh petani berupa biaya pengemasan, biaya pengangkutan tembakau dan transportasi jika petani melakukan penjualan langsung ke pabrik tembakau yaitu PT Sampoerna dan PT Djarum. Penjualan yang di lakukan petani sebanyak dua kali dan tiga kali yaitu panen pertama dan panen kedua biasanya dijual secara bersamaan, apalagi petani yang hanya mempunyai hasil tembakau voor oogst kasturi yang dibawah satu kwintal.
82
Informasi harga petani biasanya diketahui dari petani lain, pedagang dan harga ditentukan oleh pabrik. Sedangkan untuk penanggungan risiko yang dialami oleh petani adalah penurunan harga dari pembeli sementara biaya kegiatan usahatani makin meningkat. Risiko yang lain adalah tembakau yang dijual ke pabrik tidak sesuai dengan yang diminta pabrik sehingga pihak pabrik menurunkan harga. Tembakau yang tidak diterima oleh pabrik dibawa pulang kembali oleh petani untuk dijual ke pihak lain yaitu ke pabrik lain atau ke pedagang.
6.3.5.2 Pedagang Dalam penelitian ini pedagang terdapat enam orang. Petani menjual hasil tembakaunya pada pedagang yang dekat dengan tempat tinggal petani, jadi setiap Dusun ada beberapa pedagang. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang yaitu fungsi pertukaran yang berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi pengadaan secara fisik berupa fungsi penyimpanan dan pengangkutan, dan fungsi pelancar berupa permodalan, sortasi dan grading, penanggungan risiko serta informasi harga. a. Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian yang dilakukan oleh pedagang adalah membeli tembakau voor oogst kasturi dari petani yang sudah dikenal di Dusun pedagang tinggal. Dua orang dari Dusun Kerajan, dua orang dari Dusun Gempal, satu orang pedagang dari Dusun Sumber Suko dan satu orang pedagang dari Dusun Rowo. Penentuan harga yang dilakukan dalam pembelian tersebut ditentukan setelah pedagang melihat kualitas tembakau kemudian jika pedagang sudah cocok dengan kualitas yang diinginkan maka selanjutnya melakukan proses tawar menawar. Tawar menawar yang dilakukan berdasarkan informasi harga yang telah diketahui sebelumnya. Pedagang melakukan fungsi penjualan ke pabrik tembakau dengan harga yang berlaku di pabrik tersebut sesuai dengan kualitas tembakau.
83
b. Fungsi Pengadaaan secara Fisik Fungsi pengadaan secara fisik yang dilakukan oleh pedagang adalah pengemasan, penyimpanan dan fungsi pengangkutan. Pedagang mengemas kembali tembakau voor oogst kasturi yang dibeli dari petani, karena petani yang menjual ke pedagang tidak melakukan pengemasan hanya melakukan sortasi tembakau. Sebagian pedagang kadang-kadang menyimpan tembakaunya untuk dijual bersamaan dengan hasil pembelian dari petani lainnya, sehingga tidak menghabiskan biaya pengangkutan dan transportasi yang tinggi. Pedagang membawa tembakau voor oogst kasturi dengan menggunakan alat transportasi berupa mobil pick up. Biaya pengangkutan tersebut adalah biaya pengangkutan pada saat pembelian dan pengangkutan dari mobil ke tempat pedagang sedangkan biaya transportasi adalah sewa mobil sudah termasuk bensin dan supir. Biaya yang dikeluarkan sesuai dengan jarak yang dituju. Biaya pengangkutan dari mobil ke dalam pabrik juga tergantung banyaknya tembakau yang diangkut. Pedagang yang menjual tembakau voor oogst kasturi ke PT Sampoerna lebih kecil biayanya dibandingkan pedagang yang menjual tembakau voor oogst kasturi ke PT Djarum karena PT Djarum lebih jauh lokasinya dibandingkan PT Sampoerna yang masih berada di Desa Pakusari. Biaya sewa mobil pick up ke PT Sampoerna sebesar Rp 50.000 sedangkan biaya sewa mobil pick up
ke PT
Sampoerna sebesar Rp 100.000. c. Fungsi Pelancar Fungsi pelancar yang diilakukan oleh pedagang adalah sortasi dan grading, permodalan, penggungan risiko dan informasi harga. Sortasi dan grading dilakukan oleh pedagang dengan mengklasifikasikan kualitas tembakau voor oogst kasturi yang dibeli dari petani. Sedangkan untuk permodalan, pedagang melakukan permodalan berupa pembiayaan untuk biaya pengangkutan dari mobil pick up ke dalam pabrik tembakau. Penanggungan risiko yang dialami pedagang jika tembakau yang dijual ke pabrik tidak sesuai dengan yang diinginkan pabrik sehingga harga yang ditawarkan oleh pabrik menjadi rendah atau tidak sesuai dengan harga pasar. Harga ditentukan oleh pabrik yang menjadi tujuan penjualan.
84
6.3.6
Struktur Pasar Analisis
struktur
pasar
dalam
penelitian
ini
dilakukan
dengan
memperlihatkan sifat produk yang dipasarkan, jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, informasi pasar yang berkaitan dengan harga dan kondisi pasar serta hambatan keluar masuknya pasar. Secara umum struktur pasar tembakau voor oogst kasturi sebagai berikut : •
Sifat produk yang diperjual belikan adalah homogen.
•
Jumlah petani tembakau voor oogst kasturi sebanyak 35 dan pedagang tembakau sebanyak 6 orang.
•
Umumnya petani mengetahui informasi harga, tetapi tergantung bagaimana permintaan di pasar dan tawar menawar dengan lembaga tataniaga.
•
Petani bebas menjual hasil tembakau voor oogst kasturi ke pedagang manapun. Berdasarkan struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing lembaga
tataniaga berbeda-beda antara lain : a. Petani Produk petani tembakau bersifat homogen, hal ini terlihat dari jenis tembakau yang dihasilkan yaitu jenis tembakau voor oogst kasturi. Jumlah petani responden lebih banyak daripada pedagang karena siapupun bisa berusahatani tembakau voor oogst kasturi. Pedagang yang ada dilokasi penelitian juga lebih sedikit dibandingkan dengan petani tembakau voor oogst kasturi. Informasi harga yang dimiliki petani cukup baik, petani tidak memerlukan biaya untuk mendapatkan informasi tentang harga. Petani mendapatkan informasi tentang harga dari pedagang atau langsung dari pabrik dan dari petani lainnya. Penentuan harga yang terjadi adalah proses tawar menawar tetapi tetap petani sebagai penerima harga karena pedagang telah menetapkan harga sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Keluar masuknya pasar sangat mudah karena petani bisa menjual tembakau ke pedagang manapun atau ke pabrik tembakau. Dari uraian yang telah dipaparkan maka disimpulkan bahwa struktur pasar yang dihadapi oleh petani tembakau voor oogst kasturi pada anggota Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari mendekati struktur pasar oligopsoni.
85
b. Pedagang Sifat produk yang dibeli pedagang adalah homogen, hal tersebut terlihat dari jenis produk yaitu tembakau voor oogst kasturi. Informasi harga yang diperoleh pedagang yaitu dari pedagang lain atau pabrik tembakau. Penentuan harga yang terjadi telah ditetapkan pabrik tembakau sesuai dengan kualitas tembakau, jadi pedagang hanya sebagai price taker (penerima harga). Keluar masuknya pasar bagi pedagang mudah karena pedagang bisa melakukan penjualan ke pabrik manapun tetapi dalam penelitian ini tujuan penjualan pedagang hanya pada PT Sampoerna dan PT Djarum. Pabrik penjualan tembakau dalam penelitian ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pedagang namun pabrik tersebut berskala besar sehingga mempengaruhi penerapan harga. Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa struktur pasar yang dihadapi pedagang di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari mengarah pada pasar oligopsoni.
6.3.7
Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga tataniaga dalam struktur
pasar tertentu. Analisis perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga dan pembayaran serta kerjasama antara lembaga tataniaga.
6.3.7.1 Praktek Pembelian dan Penjualan Cara penjualan dilakukan secara mandiri, sebagian petani menjual langsung ke pabrik tembakau yaitu sebanyak 53,78 persen dari totol penjualan sebagian lagi menjual ke pedagang tembakau yaitu sebanyak 46,223 persen. Pabrik tembakau yang yang menjadi tujuan penjualan petani responden adalah pabrik tembakau Sampoerna dan pabrik tembakau Djarum. Petani langsung mendatangi pabrik dengan membawa hasil tembakau yang sudah diunting dengan menggunakan pick up. Rata-rata petani menjual tembakau voor oogst kasturi ke pabrik PT Sampoerna sekitar 100 sampai 900 kg. Sedangkan rata-rata petani
86
menjual tembakau voor oogst kasturi ke pabrik PT Djarum relative sama yaitu sekitar 100 sampai 900 kg. Petani dapat menjual tembakau voor oogst kasturi ke pedagang manapun tetapi petani responden lebih memilih pedagang yang ada di sekitar petani tinggal. Pedagang membeli tembakau voor oogst kasturi dengan langsung mendatangi petani serta melakukan penjualan langsung ke pabrik tembakau yaitu PT Sampoerna dan PT Djarum. Setelah melakukan pengemasan atau pengebalan pedagang menjual tembakau voor oogst kasturi rata-rata sekitar 100 sampai 700 kg, baik ke PT Samporna ataupun ke PT Djarum.
6.3.7.2 Penentuan Harga dan Cara Pembayaran Penentuan harga di tingkat petani ditentukan sacara tawar menawar dengan pembeli sampai menemukan harga yang pas bagi pembeli dan penjual, jika petani tidak cocok dengan harga yang ditawarkan oleh pembeli petani tidak menjual hasil tembakaunya kepada pembeli tersebut. Cara pembayaran yang dilakukan secara tunai. Harga jual yang diterima oleh petani tergantung jenis tembakau yang dijual. Harga jual disesuaikan dengan harga yang ada di pasaran yaitu sekitar Rp 7.000- Rp 29.000 per kg. Petani yang menjual tembakau voor oogst kasturi ke PT. Sampoerna sekitar Rp 10.000- Rp 32.000 per kg, sedangkan harga yang ditentukan oleh PT Djarum lebih tinggi dibandingkan PT Sampoerna yaitu sekitar Rp 11.000- Rp 34.000 per kg. Pedagang menjual tembakau voor oogst kasturi ke pabrik tembakau (PT Sampoerna dan PT Djarum) dengan harga yang ditentukan oleh masing-masing pabrik. Pedagang menjual hasil tembakaunya sesuai dengan jenis dan kualitas tembakau. Hal yang sering terjadi adalah pedagang atau petani yang menjual langsung ke pabrik tembakau melakukan kecurangan, seperti kualitas yang rendah dimasukkan ke dalam pengebalan kualitas yang tinggi sehingga pihak pabrik tidak membeli atau memberikan harga yang rendah. Dengan adanya hal tersebut petani membawa kembali hasil tembakau yang tidak diterima di pabrik atau tembakau yang diberikan harga rendah dengan memisah kembali kualitas rendah dan kualitas yang tinggi.
87
6.3.7.3 Kerjasama antar Lembaga Tataniaga Kerjasama yang terjadi antara petani dengan pedagang sudah cukup lama terjalin karena pedagang tersebut adalah tetangga petani atau teman petani, sehingga sudah begitu kenal dan sudah tercipta rasa kepercayaan dalam kegiatan penjualan dan pembelian tembakau voor oogst kasturi. Begitu pula kerjasama antara petani dengan pabrik tembakau atau pedagang dengan pabrik tembakau sudah terjalin begitu lama, pabrik yang menjadi tujuan penjualan petani dan pedagang adalah pabrik yang sudah setiap tahun menjadi tujuan penjualan. Dari pernyataan responden tersebut maka perilaku pasar tembakau di Desa Pakusari bersifat terbuka dan siapapun (petani dan pedagang) bisa langsung masuk ke dalam pasar tembakau tergantung pada kualitas tembakau voor oogst kasturi yang diinginkan pabrik tembakau. Penjual harus memperoleh kepercayaan dari pembeli sehingga terjalin kerjasama yang baik.
6.3.8
Marjin Tataniaga Saluran I adalah saluran yang paling pendek yaitu saluran antara petani ke
pabrik tembakau (PT Sampoerna), biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya produksi yaitu sebesar Rp 19.755 per kg. Biaya tataniaga yang dikeluarkan terdiri dari biaya pengemasan rata-rata sebesar Rp 400,02 per kg, upah pengemasan yang diberikan oleh petani ke pekerja tergantung banyaknya tembakau yang di kemas, upah yang diberikan jika tembakau di bawah 200 kwintal sebesar Rp 15.000, tembakau anatara 200-300 kwintal sebesar Rp 20.000, tembakau antara 300-500 kwintal sebesar Rp 25.000 dan tembakau diatas 500 kwintal sebesar Rp 30.000. Pengemasan dilakukan petani sendiri dan satu orang tenaga kerja, tetapi dalam perhitungan biaya pengemasan tenaga kerja petani juga diperhitungkan. Biaya transportasi rata-rata sebesar Rp 328,37 per kg, biaya transportasi adalah biaya sewa mobil pick up yaitu sebesar Rp 50.000 dengan penjualan di atas 200 kg tembakau dan petani yang melakukan penjualan di bawah 175 kg menggunakan sepeda motor karena lokasi PT Sampoerna tidak terlalu jauh. Biaya angkut rata-rata sebesar Rp 279,16 per kg. Biaya angkut yang dilakukan adalah biaya angkut tembakau ke mobil pick up dan dari mobil pick
88
pick up ke dalam pabrik. Upah yang diberikan oleh petani ke tenaga angkut sesuai dengan banyaknya tembakau yang diangkut. Tenaga angkut yang berada di sekitar pabrik langsung membantu petani untuk memasukkan tembakau ke dalam pabrik dan tenaga angkut tersebut ada beberapa orang. Petani memberikan upah kepada satu orng dan biasanya tenaga angkut langsung membagikan upah tersebut kepada tenaga angkut yang membantu mengangkut tembakau tersebut dengan pembagian yang rata sesuai dengan yang diberikan petani. Biaya tenaga angkut dari tempat petani dengan biaya tenaga angkut selisih Rp 5.000 tetapi ada beberapa petani memberikan upah yang sama dengan biaya angkut dari tempat petani ke mobil. Pada saluran II petani melakukan penjualan ke pabrik tembakau (PT Djarum). Keuntungan yang diperoleh pada saluran ini yaitu rata-rata sebesar Rp 8.273 per kg. Biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan oleh petani pada saluran II sebesar Rp 16.963 per kg. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya pengemasan tembakau rata-rata sebesar Rp 359,90 per kg, biaya pengemasan sama dengan biaya pada saluran satu yaitu sesuai dengan kapasitas tembakau voor oogst kasturi. Biaya transportasi rata-rata sebesar Rp 712,05 per kg, jarak lokasi tujuan penjualan berada di luar Desa Pakusari, untuk biaya transportasi yaitu menyewa mobil pick up sebesar Rp 100.000, kapasitas mobil maksimal satu ton. Ada beberapa petani yang menjual hasil tembakaunya di bawah satu kwintal membayar biaya transportasi sebesar Rp 50.000 dan Rp 75.000 jika petani menjual tembakaunya diantara 100-200 kwintal dengan menyewa mobil pick up dengan petani lain yang menjual ke pabrik PT Sampoerna. Petani yang melakukan kerjasama dalam penjualan juga melakukan sistem upah tenaga kerja secara kerjasama yaitu membagi berapa petani yang melakukan penjualan tersebut dengan biaya yang telah dikeluarkan untuk biaya tenaga pengangkutan. Biaya tenaga angkut sebesar Rp 257,27 per kg. Total biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran II sebesar Rp 1.544 per kg. Marjin tataniaga pada saluran II yaitu sebesar Rp 8.273 per kg. Marjin pada saluran II besar di karenakan petani tidak menggunakan jasa pedagang untuk melakukan penjualan dengan kata lain petani menjual hasil tembakau voor oogst kasturi langsung ke konsumen akhir yaitu pabrik PT Sampoerna, sehingga keuntungan 100 persen milik petani.
89
Biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan oleh petani pada saluran III yaitu rata-rata sebesar Rp 17.516 per kg. Petani menjual hasil tembakau melalui perantara sehingga petani pada saluran III tidak melakukan biaya tataniaga. Biaya tataniaga dibebankan kepada pedagang yaitu total biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang yaitu rata-rata sebesar Rp 763 per kg terdiri dari biaya pengemasan rata-rata sebesar Rp 202,84 per kg, biaya transportasi rata-rata sebesar Rp 265,53 per kg, biaya transportasi sama dengan biaya sewa mobil dengan saluran I karena pabrik tujuannya sama yaitu PT Sampoerna. Biaya tenaga angkut rata-rata sebesar Rp 231,15 per kg, biaya koran sebagai alas tembakau rata-rata sebesar Rp 47,42 per kg dan biaya tali rafia sebagai pengikat tembakau dalam pengemasan rata-rata sebesar Rp 17,36 per kg. Sedangkan keuntungan yang diperoleh pedagang yaitu sebesar Rp 612,00 per kg, mendapatkan marjin sebesar Rp 1.375,00 per kg. Keuntungan pedagang pada saluran III rendah dikarenakan harga yang ditawarkan petani tinggi sedangkan harga yang diberikan oleh pabrik tembakau rendah, hal tersebut dikarenakan pedagang masih mencampur tembakau bagus dan jelek sehingga banyak tembakau yang bagus diberi harga rendah. Pedagang yang menjual dengan harga yang berikan pabrik adalah pedagang yang memperhitungkan kembali biaya pengemasan jika tembakau dibawa pulang kembali oleh pedagang. Keuntungan pedagang pada saluran IV yaitu sebesar Rp 1.640,00 per kg, sedangkan marjin yang didapat sebesar Rp 2.675 per kg. Biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan petani pada saluran IV yaitu sebesar Rp 18.647 per kg. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang terdiri dari biaya pengemasan rata-rata sebesar Rp 217,57 per kg, biaya transportasi rata-rata sebesar Rp 414,90 per kg, biaya transportasi sama dengan biaya sewa mobil saluran II karena lokasi penjualan sama yaitu PT Djarum. Pedagang melakukan penjualan sebanyak sekali dan dua kali, sehingga lebih menghemat biaya. Biaya tenaga angkut rata-rata sebesar Rp 290,29 per kg, biaya tenaga angkut adalah biaya yang dikeluarkan pedagang dari tempat petani ke tempat pedagang dan biaya tenaga angkut dari tempat pedagang ke pabrik tembakau yang menjadi tujuan penjualan. Upah yang diberikan rata-rata sama dengan saluran I, II dan saluran III. Biaya koran rata-rata sebesar Rp 84,31 per kg dan rata-rata biaya rafia sebesar Rp 27,88 per kg. Biaya
90
Koran dan tali rafia untuk semua saluran tergantung kapasitas tembakau voor oogst kasturi yang dikemas. Total biaya tataniaga yang paling kecil terdapat pada saluran III, yaitu rata-rata sebesar Rp 763 per kg, sedangkan total biaya tataniaga terbesar terdapat pada saluran II yaitu rata-rata sebesar Rp 1.543 per kg. Hal tersebut dikarenakan hasil perolehan tembakau voor oogst kasturi juga lebih banyak dibandingkan dengan saluran yang lain yaitu rata-rata sebesar 906,44 kg. Biaya tataniaga yang dikeluarkan setiap petani berdasarkan kapasitas tembakau yang akan dijual. Biaya tataniaga dan Besarnya marjin pada setiap saluran disajikan dalam lampiran 11 serta rincian biaya tataniaga yang dikeluarkan disajikan pada lampiran 12.
6.3.9
Farmer’s Share Farmer’s share adalah proporsi dari harga yang diterima petani produsen
dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Farmer share yang diterima pada saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Tabel 28.
Table 28. Farmer’s Share pada Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi terhadap Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010. Saluran Tataniaga Harga ditingkat Harga di Tingkat Farmer’s Petani (Rp/Kg) Konsumen (Rp/Kg) Share (%) Saluran Tataniaga I 23.359 23.359 100,00 Saluran Tataniaga II 25.236 25.236 100,00 Saluran Tataniaga III 21.438 22.814 93,97 Saluran Tataniaga IV 21.325 24.000 88,85
Besarnya bagian harga yang diterima oleh petani pada saluran tataniaga I dan saluran tataniaga II sama yaitu 100 persen dan merupakan bagian yang terbesar yang diterima petani dari semua saluran tataniaga. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat banyak petani yang menjual tembakau voor oogst kasturi pada saluran I dan II karena petani menjual langsung ke pabrik tembakau yang sebagai konsumen akhir serta saluran tersebut dapat digunakan sebagai alternatif saluran tataniaga. Pada saluran tataniaga III bagian harga yang diterima oleh petani tidak jauh beda dengan saluran tataniaga I dan II yaitu sebesar 93,97 persen, sedangkan saluran yang paling kecil adalah saluran IV yaitu sebesar 88,85 persen.
91
6.3.10 Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya tataniaga adalah besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan pada masing-masing lembaga tataniaga. Keuntungan lembaga tataniaga merupakan selisih antara marjin tataniaga dengan biaya tataniaga yang dikeluarkan pada setiap lembaga tataniaga. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien. Semakin tinggi nilai rasio maka semakin besar dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Rasio Keuntungan Biaya dan Biaya Lembaga Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi terhadap Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010. Saluran Tataniaga Lembaga Tataniaga Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV Petani Keuntungan
2.395
6.729
Biaya Tataniaga
1.237
1.544
1,94
4,36
Rasio Keuntungan Biaya Pedagang Keuntungan
612
1.640
Biaya Tataniaga
763
1.035
Rasio Keuntungan Biaya
0,80
1,58
Total Keuntungan
2.395
2.395
612
1.640
Biaya Tataniaga
1.237
1.544
763
1.035
1,94
4,36
0,80
1,58
Rasio Keuntungan Biaya
Suatu saluran tataniaga dikatakan efisien apabila penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga tataniaga merata. Artinya setiap Rp 100 biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan yang tidak berbeda jauh antara satu lembaga dengan lembaga yang lain yang terdapat pada saluran tataniaga tersebut.
92
Terlihat bahwa pada Tabel 29, nilai total rasio keuntungan dan biaya tataniaga tembakau voor oogst kasturi yang terbesar terdapat pada saluran II yaitu sebesar 4,36. Arti dari rasio 4,36 bahwa setiap Rp 100 per kg biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 436 per kg tembakau voor oogst kasturi. Sedangkan nilai total rasio keuntungan dan biaya tataniaga yang terkecil terdapat pada saluran III yaitu sebesar 0,80, artinya untuk setiap Rp 100 per kg biaya tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga tersebut hanya memperoleh keuntungan sebesar Rp 80 per kg tembakau voor oogst kasturi. Sistem tataniaga dikatakan efisien apabila tataniaga tersebut dapat memberikan keuntungan secara merata dan memberikan kepuasan pada pihakpihak yang terlibat yaitu produsen, lembaga-lembaga tataniaga dan konsumen akhir. Bila marjin tataniaga dijadikan ukuran efisiensi maka saluran III yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu Rp 1.375,00. Bila farmer’s share yang dijadikan ukuran efisiensi makan saluran I dan saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu 100 persen. Bila rasio keuntungan biaya dijadikan ukuran efisien maka saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu sebesar 4,36. Saluran I dan saluran II memiliki nilai farmer’s share yang paling tinggi, tetapi pada faktanya dilapangan menunjukkan bahwa tidak semua petani melakukan saluran I dan saluran II, hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor, seperti petani ingin mendapatkan uang cepat dan mudah tanpa harus melakukan pengemasan yaitu dengan mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja pengemasan, mengeluarkan biaya transportasi sedangkan tembakau yang dijual petani dibawah satu kwintal atau dua kwintal. Petani melakukan penjualan ke pedagang sekali atau dua kali penjualan. Biaya lain yang harus di keluarkan petani jika menjual ke pabrik tembakau adalah biaya tenaga angkut, biaya Koran dan biaya membeli tali rafia untuk pengemasan sementara petani membutuhkan modal kembali untuk usaha selanjutnya. Pertimbangan lain mengapa petani menjual hasil tembakaunya ke pedagang adalah selisih harga yang ditawarkan pedagang tidak jauh berbeda dengan harga yang di tentukan oleh pabrik tembakau.
93
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Hasil penelitian mengenai pendapatan usahatani dan tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari dapat disimpulkan bahwa Petani yang tergabung didalam kelompok tani sebagian besar membudidayakan tembakau voor oogst kasturi, kegiatan
tersebut
merupakan
sifat
turun
menurun
sejak
dulu.
Proses
pembudidayaan dimulai dari pengolahan lahan, perawatan selama 90 hari, panen sebanyak empat kali, pensujenan, pemeraman pertama, penjemuran, pemeraman kedua, sortasi, pengemasan dan penjualan. Hasil produksi yang diperoleh oleh petani tergantung pada kapasitas tanaman dan luas lahan yang dikelola. Hasil analisis menunjukkan rata-rata pendapatan berdasarkan luas lahan skala besar adalah Rp 8.768.571,98, sedangkan pendapatan berdasarkan luas lahan skala kecil sebesar Rp 5.738.818,15. Nilai R/C rasio luas lahan skala besar sebesar 1,33 dan nilai R/C rasio luas lahan skala kecil adalah 1,20. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani tembakau voor oogst kasturi menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh menutupi semua biaya yang dikeluarkan. Pola saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada anggota Gapoktan Permata VII terdapat empat saluran yaitu saluran I (Petani - PT Sampoerna), Saluran II (Petani - PT Djarum), Saluran III (Petani – Pedagang - PT Sampuerna) dan Saluran IV (Petani – Pedagang - PT Djarum). Saluran yang paling banyak dilakukan petani responden adalah saluran IV yaitu saluran yang menggunakan pedagang sebanyak 10 orang dengan volume penjualan sebanyak 7.657 kilogram atau sebanyak 25,47 persen. Semua lembaga tataniaga pada sistem tataniaga bahwa tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari melakukan semua fungsi tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fungsi pengadaan secara fisik dan fungsi pelancar. Struktur pasar yang dihadapi petani dan pedagang mengarah pada struktur pasar oligopsoni. Perilaku pasar yang terjadi adalah praktek penjualan dan pembelian secara individu, penentuan harga ditentukan oleh pabrik tembakau dan kerjasama antara lembaga tataniaga sudah terjalin cukup lama.
Marjin tataniaga pada saluran I, saluran II, saluran III dan saluran IV masing-masing adalah Rp 3.632,00; Rp 8.273,00; Rp 1.375,00 dan Rp 2.675,00. Farmer’s share yang diterima masing-masing saluran I, saluran II, saluran III dan saluran IV adalah 100 persen, 100 persen, 93,97 dan 88,85. Rasio keuntungan biaya yang diperoleh pada saluran I, saluran II, saluran III dan saluran IV masingmasing adalah 1,94; 4,36; 0,80 dan 1,58. Sistem tataniaga dikatakan efisien apabila tataniaga tersebut dapat memberikan keuntungan secara merata dan memberikan kepuasan pada pihakpihak yang terlibat yaitu produsen, lembaga-lembaga tataniaga dan konsumen akhir. Bila marjin tataniaga dijadikan ukuran efisiensi maka saluran III yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu Rp 1.375,00. Bila farmer’s share yang dijadikan ukuran efisiensi makan saluran I dan saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu 100 persen. Bila rasio keuntungan biaya dijadikan ukuran efisien maka saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu sebesar 4,36.
7.2 Saran Dari kesimpulan tersebut penulis menyarankan beberapa saran sebagai berikut : 1. Petani ataupun pedagang benar-benar memisahkan kualitas tembakau voor oogst kasturi yang disortasi agar tembakau yang bagus tidak masuk ke tembakau yang jelek sehingga harga tembakau tidak menjadi rendah. 2. Sebaiknya penjualan tembakau voor oogst kasturi dilakukan secara berkelompok dalam kelompok tani atau kerjasama antar petani agar bisa meminimalkan biaya yang dikeluarkan seperti biaya transportasi dalam penyewaan mobil. Adanya kerjasama dalam melakukan penjualan ke pabrik tembakau maka biaya yang dikeluarkan menjadi lebih rendah dibandingkan petani melakukan penjualan secara individu. Alasan yang lain adalah petani yang hasil tembakau voor oogst kasturinya sedikit akan ikut terbantu dengan tidak mengeluarkan biaya yang tinggi.
95
3. Adanya bantuan dari pemerintah berupa bibit yang berkualitas serta bantuan modal dengan bunga yang rendah secara merata pada petani karena modal untuk budidaya tembakau voor oogst kasturi besar.
96
DAFTAR PUSTAKA
Bapemas Kabupaten Jember. 2009. Profil Desa Pakusari. Jember. Dahl, D.C. and Hammond, J.W. 1977. Market and Price Analysis The Agriculture Industries. Mc. Graw-Hill Inc. New York. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2008. Produksi Tembakau Menurut Provinsi, Indonesia. Jakarta. Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Konservasi SDA Kabupaten Jember. 2009. Luas dan Produksi Tembakau Voor Oogst Kasturi. Jember Gasprez, Vincent. 2001. Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Bisnis. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Hastari. 2009. Struktur Pendapatan Usahatani Tembakau Temanggung Sistem rotasi dengan jagung dan Kacang Tanah (Kasus di Desa Wonotirto Kecamatan Bulu Babupaten Temanggung, Jawa Tengah) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hanafiah dan Saefuddin.2006. Tata Niaga Hasil Perikanan. Ui Press Kertawati. 2008. Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kotler. P. 2005. Manajemen Pemasaran. Jilid I. Jakarta. PT. Indeks Kelompok Gramedia. Kotler. P, Amstrong G. 2006. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi 12. Jilid I. Jakarta. Penerbit Erlangga. Kotler et all. 2005. Manajemen Pemasaran Sudut Pandang Asia Jilid 2. Jakarta. PT. Indeks Kelompok Gramedia. Limbong WH, Sitorus P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Mubyarto.1989. Pengantar Ilmu Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2008. Prosiding Lokakarya Nasional Agribisnis Tembakau Surabaya, 7 Juni 2007. Bogor. Agro Inovasi. Riyanto. 2005. Analisis pendapatan Cabang Usahatani dan Pemasaran Padi (Kasus: Tujuh Desa, Kecamatan salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soeharjo, A dan Patong, Dahlan. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. UI Press Soekartawi et al. 1986. Ilmu Usahatani. UI Press Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi Edisi Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Statistik Pertanian. 2009. Departemen Pertanian. Jakarta. Sumbara, B. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Mole dan Virginia di Kabupaten Garut [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suratiyah. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya Zulukhu. 2009. Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul Nasional (Kasus Varietas Bondoyudo pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
98
LAMPIRAN
Lampiran 1. Ekspor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Ekspor) Tahun 2008-2009
Sub Sektor Tanaman pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Total ekspor
2008 Volume (Ton) 812.330 524.485 25.105.773 458.900 23.958.028
Nilai (000 US$) 348.914 433.920 27.369.363 1.148.170 29.300.367
2009 Volume (Ton) 786.636 447.609 27.864.811 473.182 29.572.238
Nilai (000 US$) 321.280 379.739 21.581.669 754.913 23.037.601
Pertumbuhan 2009 Terhadap 2008 (%) Volume (Ton) Nilai (US$) - 3,16 - 7,92 -14,66 - 12,49 10,65 - 21,15 -25,52 - 34,25 8,90 -21,37
Sumber: BPS diolah Pusdatin, 2010
Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Tahun 2008-2009
Sub Sektor Tanaman pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Total ekspor
2008 Volume (Ton) 7.414.295 1.429.967 2.683.739 1.065.235 12.593.235
Nilai (000 US$) 3.526.961 926.044 4.535.918 2.352.219 11.341.142
2009 Volume (Ton) 7.788.214 1.524.666 2.963.532 1.124.737 13.401.149
Nilai (000 US$) 2.737.862 1.077.463 3.949.191 2.132.800 9.897.316
Pertumbuhan 2009 Terhadap 2008 (%) Volume (Ton) Nilai (US$) 5,04 - 22,37 6,62 16,35 10,42 -12,93 5,58 -9,33 6,41 -12,73
Sumber: BPS diolah Pusdatin, 2010
100
Lampiran 3. Rekapitulasi Areal Tembakau Kabupaten Jember Tahun 2007-2008
No
Tembakau
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Kaliwates Patrang Sumbersari Kalisat Ledokombo Sumberjambe Arjasa Jelbuk Pakusari Sukowono Mayang Silo Mumbulsari Temporejo Balung Ambulu Wuluhan Rambipuji Panti Sukorambi Jenggawah Ajung Tanggul Semboro Bangsalsari Sumberbaru Kencong Jombang
Na Oogst 2007 2008 2,00 5,00 256,00 405,00 90,00 136,50 272,45 1.021,75 726,75 736,75 513,00 281,05 285,00 209,00 6,50 156,50 27,50 -
VO Kasturi 2007 2008 5,00 35,00 80,00 5,00 125,00 502,00 1.575,00 527,00 804,00 186,00 590,00 141,00 121,60 15,00 7,50 516,00 581,00 272,00 1.089,00 56,00 75,00 53,00 97,00 71,00 10,00 73,00 12,00 427,00 263,75 257,00 223,00 1,00 35,00 -
Jenis Tembakau (ha) Rajang White Burley 2007 2008 2007 2008 1,00 4,00 5,00 2,00 393,00 760,50 792,00 983,70 10,50 15,00 2,00 137,00 341,60 17,00 13,75 8,00 25,25 14,00 33,00 7,00 25,00 2,00 -
Virginia 2007 2008 16,00 12,00 14,00 15,00 1,50 21,00 16,00 11,00 17,00 -
Jumlah 2007 35,00 5,00 503,00 531,00 191,00 543,00 807,00 931,50 287,00 74,00 65,00 71,00 227,00 286,45 1.491,50 1.047,75 297,05 220,00 176,50 -
Jumlah 2008 7,00 85,00 381,00 1.575,00 804,00 592,00 882,10 991,20 581,00 1.089,00 75,00 97,00 100,00 490,10 25,00 6,50 62,50 -
101
No 29 30 31
Tembakau Umbulsari Gumukmas Puger Jumlah
Na Oogst 2007 2008
122,50
90,00
3.205,00
2.138,25
VO Kasturi 2007 2008 44,00 46,00 3.181,00
5.739,85
Jenis Tembakau (ha) Rajang White Burley 2007 2008 2007 2008 4,00 8,50 12,00 1.351,75
2.148,05
96,00
21,00
Virginia 2007 2008 -
Jumlah 2007
122,00
7.955,75
1,50
175,00
Jumlah 2008 152,00 10.048,6 5
Sumber : Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Kontroversi SDA Kabupaten Jember, 2009 Keterangan: tidak ada produksi (-)
102
Lampiran 4. Nama Responden, Kelompok Tani, Alamat dan Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 jumlah Rata2
Nama Responden Kusyono Suntono Sairi Imam Asmo Abu Kasim Sutama Junaidi P. Ida Riman Sun Aan Miskali Musliha Heri Yus H. Samsul Malut Sukarman Supandi Umar Mahmud Agus Taufiq Holik Aziz P. Linda Gozali Weryadi Saini Nurun Suliman Muther Andrik Rofiki
Nama Kelompok Tani
Alamat
Gempal II Gempal II Gempal II Gempal II Gempal II Gempal II Gempal II Harapan Harapan Harapan Harapan Harapan Harapan Harapan Sejahtera II Sejahtera II Sejahtera II Sejahtera II Sejahtera II Sejahtera II Sejahtera II Karya Tani Karya Tani Karya Tani Karya Tani Karya Tani Karya Tani Karya Tani Sejahtera I Sejahtera I Sejahtera I Sejahtera I Sejahtera I Sejahtera I Sejahtera I
Dsn Gempal Dsn Gempal Dsn Gempal Dsn Gempal Dsn Gempal Dsn Gempal Dsn Gempal Dsn Kerajan Dsn Kerajan Dsn Kerajan Dsn Kerajan Dsn Kerajan Dsn Kerajan Dsn Kerajan Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko Dusun Rowo Dusun Rowo Dusun Rowo Dusun Rowo Dusun Rowo Dusun Rowo Dusun Rowo Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko Dsn Sumber Suko
luas lahan (m2) 7,500 18,500 7,500 6,000 3,000 7,000 2,000 6,500 3,500 3,500 2,500 4,500 4,500 5,000 3,000 1,500 9,000 4,000 3,000 4,000 6,500 3,000 3,000 3,500 10,000 2,000 5,000 7,000 6,000 6,000 6,500 6,000 5,000 6,250 5,000 186,750 5,336
103
Lampiran 5. Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII Skala Besar (>5.336 m2) Tahun 2010
No
Nama Responden
luas lahan (m2)
tanaman
bibit sulam
jumlah bibit
jenis tan
status lahan
tujuan penj
1
Kusyono
7.500
11.000
1.000
12.000
Jepon
milik sendiri
pedagang
2
Suntono
18.500
24.000
2.000
26.000
Merakot
milik sendiri
PT. Djarum
3
Sairi
7.500
10.000
750
10.750
Merakot
milik sendiri
pedagang
4
Imam
6.000
8.000
500
8.500
Merakot
milik sendiri
Sampoerna
5
Abu Kasim
7.000
10.000
500
10.500
Merakot
milik sendiri
PT. Djarum
6
Junaidi
6.500
7.000
500
7.500
Merakot
milik sendiri
Sampoerna
7
H. Samsul
9.000
12.000
1.000
13.000
Mawar
milik sendiri
pedagang
8
Umar
6.500
7.000
700
7.700
Sempores
milik sendiri
PT. Djarum
9
Holik
10.000
16.500
1.500
18.000
Sempores
milik sendiri
Sampoerna
10
Gozali
7.000
10.000
1.000
11.000
Sempores
milik sendiri
pedagang
11
Weryadi
6.000
10.000
750
10.750
Merakot
milik sendiri
pedagang
12
Saini
6.000
10.000
1.000
11.000
Merakot
milik sendiri
PT. Djarum
13
Nurun
6.500
10.000
1.000
11.000
Merakot
milik sendiri
PT. Djarum
14
Suliman
6.000
10.000
1.000
11.000
Merakot
milik sendiri
pedagang
15
Andrik
6.250
10.000
1.000
11.000
Merakot
milik sendiri
pedagang
104
Lampiran 6. Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII Skala Kecil (<5.336 m2) Tahun 2010
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Responden Asmo Sutama P. Ida Riman Sun Aan Miskali Musliha Heri Yus Malut Sukarman Supandi Mahmud Agus Taufiq Aziz P. Linda Muther Rofiki
Luas Lahan (m2) Tanaman 3.000 4.000 2.000 3.000 3.500 5.000 3.500 5.000 2.500 3.500 4.500 6.000 4.500 6.000 5.000 6.500 3.000 4.000 1.500 2.000 4.000 5.500 3.000 4.500 4.000 5.500 3.000 4.000 3.000 4.000 3.500 5.000 2.000 3.000 5.000 6.500 5.000 8.000 5.000 8.000
Bibit Sulam 500 250 500 500 250 500 500 500 200 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500
Jumlah Bibit 4.500 3.250 5.500 5.500 3.750 6.500 6.500 6.500 4.500 2.200 6.000 5.000 6.000 4.500 4.500 5.500 3.500 7.000 8.500 8.500
Jenis Tan Merakot Mawar Merakot Merakot Merakot Merakot Merakot Merakot Sempores Sempores Mawar Mawar Mawar Merakot Merakot Merakot Sempores Sempores Merakot Merakot
Status Lahan milik sendiri milik sendiri sewa milik sendiri milik sendiri milik sendiri milik sendiri milik sendiri milik sendiri milik sendiri sewa milik sendiri sewa milik sendiri milik sendiri milik sendiri milik sendiri milik sendiri milik sendiri milik sendiri
Tujuan Penj pedagang pedagang pedagang pedagang pedagang Sampoerna pedagang Sampoerna pedagang PT. Djarum PT. Djarum PT. Djarum pedagang Sampoerna Sampoerna Sampoerna pedagang pedagang pedagang PT. Djarum
105
Lampiran 7. Nama Pedagang, Alamat, Umur, Pendidikan, Pengalaman dan Tujuan Penjualan Tembakau di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember Tahun 2010
No 1 2 3 4 5 6
Nama Pedagang Musliha Aan Imam Julis H. Lutfi H. Rahman
Alamat Dusun Kerajan Dusun Kerajan Dusun Gempal Dusun Sumber suko Dusun Gempal Dusun Rowo
Umur 45 25 40 36 48 50
Pendidikan SD SLTA Tidak tamat SD SD SLTP SD
Pengalaman (Tahun) 40 15 28 16 28 30
Tujuan Penjualan PT. Saemporna PT. Saemporna PT. Djarum PT. Djarum PT. Djarum PT. Saemporna
106
Lampiran 8. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Rata-rata Hektar Berdasarkan Luas Lahan Skala Besar pada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010
Komponen B
Biaya Variabel a. Sarana Produksi 1. Bibit 2. Pupuk Urea 3. Pupuk ZA 4. Pupuk SP36 5. Drusband 6. Lanet 7. Agrotanik Jumlah b. T.K Luar Keluarga 1. Pengolahan Lahan 2. Penanaman a. Pria b. Wanita 3. Penyulaman a. Pria 4. Penyiangan 5. Topping a. Pria b. Wanita 6. Pemupukan a. Pria b. Wanita 7. Penyemprotan HPT 8. Pengaturan air 9. Panen a. Pria b. Wanita 10. Pensujenan 11. Penjemuran a. Pria b. Wanita 12.Sortasi 13. Pengebalan Jumlah c. T.K Dalam keluarga 1. Pengolahan Lahan
Jumlah
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
%
11.980,00 577,75 407,13 44,98 625,56 7,44 3,44
Buah Kg Kg Kg ml Ons Liter
50 2.000 2.000 1.600 12.500 15.000 25.000
599.000,00 1.155.492,33 814.269,79 71.975,98 7.819.547,57 111.558,75 86.118,48 10.657.962,89
2,28 4,39 3,09 0,27 29,70 0,42 0,33 40,48
5,77
HKP
17.500
101.044,46
0,38
4,17 1,18
HKP HKW
12.500 12.500
52.125,00 14.750,00
0,20 0,06
0,97 50,33
HKP HKP
12.500 17.500
12.125,00 880.775,00
0,05 3,35
10,48 3,95
HKP HKW
17.500 17.500
183.400,00 69.125,00
0,70 0,26
7,64 1,16 4,28 3,48
HKP HKW HKP HKP
25.000 25.000 25.000 20.000
191.000,00 29.000,00 107.000,00 69.600,00
0,73 0,11 0,41 0,26
16,86 19,00 50.070
HKP HKW 100 Sujen
22.500 17.500 1.500
379.350,00 332.500,00 751.050,00
1,44 1,26 2,85
41,89 26,46 734,60 1,56
HKP HKW Kg HKP
15.000 15.000 900 13.722
628.350,00 396.900,00 661.140,00 21.406,32 4.880.640,78
2,39 1,51 2,51 0,08 18,54
0,44
HKP
17.500
7.700,00
0,03
107
Komponen 2. Penanaman a. Pria b. Wanita c. Gotong Royong 3. Penyulaman a. Pria b. Wanita 4. Penyiangan 5. Topping a. Pria b. Wanita 6. Pemupukan a. Pria b. Wanita 7. Penyemprotan HPT 8. Pengaturan air 9. Panen
Jumlah
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
%
1,61 1,41 22,91
HKP HKW HKP
12.500 12.500 12.500
20.125,00 17.625,00 286.375,00
0,08 0,07 1,09
1,52 1,41 4,06
HKP HKW HKP
12.500 12.500 17.500
19.000,00 17.625,00 71.050,00
0,07 0,07 0,27
5,94 5,38
HKP HKW
17.500 17.500
103.950,00 94.150,00
0,39 0,36
4,46 3,75 2,54 3,94
HKP HKW HKP HKP
25.000 25.000 25.000 20.000
111.500,00 93.750,00 63.500,00 78.800,00
0,42 0,36 0,24 0,30
a. Pria
3,58
HKP
22.500
80.550,00
0,31
b. Wanita
3,22
HKW
17.500
56.350,00
0,21
7.432
100 sujen
1.500
111.480,00
0,42
a. Pria
21,87
HKP
15.000
328.050,00
1,25
b. Wanita
23,96
HKW
15.000
359.400,00
1,37
703,32 1,56
Kg HKP
900 13.722
29,29 111,33 5,98 1,60
Kg Buah Kg Kg
900 5.000 5.000 9.000
632.988,00 21.406,32 2.575.374,32 324.240,37 26.361,00 556.650,00 29.900,00 14.400,00 90.000,00 45.867,00 1.087.418,37 19.201.396,36
2,40 0,08 9,78 1,23 0,10 2,11 0,11 0,05 0,34 0,17 4,13 72,93
5.300.000,00 1.321.266,67 434.363,94 31.000,00
20,13 5,02 1,65 0,12
10. Pensujenan 11. Penjemuran
C
12. Sortasi 13. Pengebalan Jumlah d. Pengairan sawah e. Sujen f. Bambu g. Koran h. Tali Rafia i. Transportasi j. Biaya angkut Jumlah Jumlah Total Biaya Variabel Biaya Tetap a. Lahan b. Penyusutan alat c. Sewa alat bajak d. Pajak Lahan
4
bulan
7.750
108
Komponen e. Bunga Pinjaman Gapoktan Jumlah Biaya Tetap D Jumlah Total Biaya (B+C)
Jumlah
Satuan 4
bulan
Harga Satuan (Rp) 10.286
Nilai (Rp)
%
41.144,00 7.127.774,61 26.329.170,97
0,16 27,07 100
109
Lampiran 9. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Rata-rata Hektar Berdasarkan Luas Lahan Skala Kecil pada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010
Komponen B
Jumlah
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
%
Biaya Variabel a. Sarana Produksi 1. Bibit
5.385,00
Buah
50
269.250,00
0,95
2. Pupuk Urea
694,50
Kg
2.000
1.389.000,00
4,92
3. Pupuk ZA
307,56
Kg
2.000
615.120,00
2,18
42,14
Kg
1.600
67.424,00
0,24
617,34
ml
12.500
7.716.750,00
27,32
4. Pupuk SP36 5. Drusband 6. Lanet
5,88
Ons
15.000
88.200,00
0,31
7. Agrotanik
1,44
Liter
25.000
36.000,00
0,13
10.181.744,00
36,05
Jumlah b. T.K Luar Keluarga 1. Pengolahan Lahan
5,12
HKP
17.500
89.600,00
0,32
2. Penanaman
1,67
HKP
12.500
20.875,00
0,07
3. Penyulaman
-
4. Penyiangan
57,63
HKP
17.500
1.008.525,00
3,57
a. Pria
9,45
HKP
17.500
165.375,00
0,59
b. Wanita
1,47
HKW
17.500
25.725,00
0,09
a. Pria
4,10
HKP
25.000
102.500,00
0,36
b. Wanita
0,50
HKW
25.000
12.500,00
0,04
7. Penyemprotan HPT
3,32
HKP
25.000
83.000,00
0,29
8. Pengaturan air
1,88
HKP
20.000
37.600,00
0,13
a. Pria
16,45
HKP
22.500
370.125,00
1,31
b. Wanita
20,11
HKW
17.500
351.925,00
1,25
45.317
100 Sujen
1.500
679.755,00
2,41
a. Pria
26,11
HKP
15.000
391.650,00
1,39
b. Wanita
26,02
HKW
15.000
390.300,00
1,38
12.Sortasi
240,60
Kg
900
216.540,00
0,77
8.896
25.976,32
0,09
3.971.971,32
14,06
-
-
5. Topping
6. Pemupukan
9. Panen
10. Pensujenan 11. Penjemuran
13. Pengebalan
2,92
HKP
Jumlah c. T.K Dalam keluarga 1. Pengolahan Lahan
-
2. Penanaman a. Pria
4,43
HKP
12.500
55.375,00
0,20
b. Wanita
3,58
HKW
12.500
44.750,00
0,16
48,16
HKP
12.500
602.000,00
2,13
c. Gotong Royong 3. Penyulaman
110
Komponen a. Pria b. Wanita
Jumlah
Satuan
Harga Satuan (Rp)
4,36
HKP
12.500
Nilai (Rp)
%
54.500,00
0,19
3,65
HKW
12.500
45.625,00
0,16
11,13
HKP
17.500
194.775,00
0,69
a. Pria
17,00
HKP
17.500
297.500,00
1,05
b. Wanita
14,84
HKW
17.500
259.700,00
0,92
a. Pria
12,13
HKP
25.000
303.250,00
1,07
b. Wanita
10,75
HKW
25.000
268.750,00
0,95
7. Penyemprotan HPT
11,23
HKP
25.000
280.750,00
0,99
9,38
HKP
20.000
187.600,00
0,66
a. Pria
15,00
HKP
22.500
337.500,00
1,20
b. Wanita
13,17
HKW
17.500
230.475,00
0,82
10.821
100 sujen
1.500
162.315,00
0,57
69,35
HKP
15.000
1.040.250,00
3,68
53,35
HKW
15.000
800.250,00
2,83
900
1.051.200,00
3,72
8.896
25.976,32
0,09
6.242.541,32
22,10
172.873,02
0,61
900
26.649,00
0,09
4. Penyiangan 5. Topping
6. Pemupukan
8. Pengaturan air 9. Panen
10. Pensujenan 11. Penjemuran a. Pria b. Wanita 12. Sortasi 13. Pengebalan
1.168,00 2,92
Kg HKP
Jumlah d. Pengairan sawah e. Sujen f. Bambu
29,61
Kg
108,08
Buah
5.000
540.400,00
1,91 0,13
g. Koran
7,09
Kg
5.000
35.450,00
h. Tali Rafia
1,82
Kg
9.000
16.380,00
0,06
i. Transportasi
57.750,00
0,20
j. Biaya angkut
25.950,00
0,09
875.452,02
3,10
21.271.708,66
75,32
a. Lahan
5.550.000,00
19,65
b. Penyusutan alat
1.138.143,50
4,03
Jumlah Jumlah Total Biaya Variabel C
Biaya Tetap
207.694,44
0,74
e. Pajak Lahan
c. Sewa alat bajak 4
bulan
7.750
31.000,00
0,11
f. Bunga Pinjaman Gapoktan
4
bulan
11.000
44.000,00
0,16
6.970.837,94
24,68
28.242.546,60
100
Jumlah Biaya Tetap D
Jumlah Total Biaya (B+C)
111
Lampiran 10. Nama responden, Tujuan Penjualan , hasil tembakau harga jual petani di setiap saluran tataniaga Tahun 2010
1. Saluran I (Petani – PT Sampoerna)
1
Imam
PT Sampoerna
152
9.500
160
Hasil Tembakau (Kg) – Harga Jual Petani (Rp) Semi Harga Harga Lokal Harga Lokal 24.000 219 27.000 266 31.000
2
Junaidi
PT Sampoerna
133
9.000
140
24.000
190
28.000
233
31.500
696
92.500
3
Aan
PT Sampoerna
114
10.000
120
25.000
165
25.000
200
31.000
599
91.000
4
Musliha
PT Sampoerna
124
10.000
130
25.000
178
29.000
215
30.500
647
94.500
5
Mahmud
PT Sampoerna
76
10.000
80
25.000
110
28.500
125
31.000
391
94.500
6
Agus
PT Sampoerna
80
9.500
80
26.000
110
28.000
130
31.500
400
95.000
7
Taufiq
PT Sampoerna
100
9.500
100
25.500
145
28.000
165
31.000
510
94.000
8
Holik
PT Sampoerna
314
9.000
330
25.500
450
28.500
550
31.500
1.644
94.500
Jumlah
5.684
747.500
Rata-rata
710,50
93.438
No
Nama Responden
Tujuan penjualan
Rata-rata harga tembakau
Hank
Harga
Eksport
Jumlah Tembakau 797
Jumlah Harga 91.500
23.359
112
2. Saluran II (Petani - PT Djarum) Hasil Tembakau (Kg) – Harga Jual Petani (Rp) No
Nama Responden
Tujuan penjualan
1
Suntono
PT. Djarum
456
11.000
480
27.000
656
30.000
800
33.000
Jumlah Tembakau 2.392
2
Abu Kasim
PT. Djarum
192
11.500
200
26.000
273
29.000
335
33.500
1.000
100.000
3
Yus
PT. Djarum
38
11.000
45
28.000
55
30.000
70
33.500
208
102.500
4
Malut
PT. Djarum
105
11.000
110
27.000
150
30.000
180
33.500
545
101.500
5
Sukarman
PT. Djarum
86
12.000
92
28.000
123
31.000
150
33.000
451
104.000
6
Umar
PT. Djarum
133
11.000
140
26.000
185
30.000
235
33.500
693
100.500
7
Saini
PT. Djarum
193
10.500
205
27.500
273
30.000
335
33.000
1.006
101.000
8
Nurun
PT. Djarum
198
11.000
200
28.000
275
29.000
335
32.000
1.008
100.000
9
Rofiki
PT. Djarum
155
11.000
160
28.000
275
26.000
265
33.000
855
98.000
Jumlah
8.158
908.500
Rata-rata
906,44
100.944
Rata-rata harga tembakau
Hank
Harga
Eksport
Harga
Semi Lokal
Harga
Lokal
Harga
Jumlah Harga 101.000
25.236
113
3. Saluran II (Petani - Pedagang - PT Sampoerna)
Petani – Pedagang Hasil Tembakau (Kg) – Harga Jual Petani (Rp) No
Nama Responden
Tujuan penjualan
1
Kusyono
Pedagang
209
9.000
220
22.000
300
26.000
367
29.000
Jumlah Tembakau 1.096
2
P. Ida
Pedagang
95
8.000
100
23.000
137
26.000
167
29.000
499
86.000
3
Riman
Pedagang
98
9.000
92
23.000
140
26.000
165
29.000
495
87.000
4
Sun
Pedagang
67
9.500
70
23.000
95
25.000
115
29.000
347
86.500
5
Miskali
Pedagang
117
9.000
110
22.000
165
25.500
200
29.000
592
85.500
6
Aziz
Padagang
60
8.000
60
23.000
85
26.000
100
29.000
305
86.000
7
P. Linda
Pedagang
128
8.000
135
22.500
178
25.500
215
29.000
656
85.000
8
Gozali
Pedagang
195
8.500
200
22.000
275
25.000
330
28.500
1.000
84.000
Jumlah
4.990
686.000
Rata-rata harga
623,75
85.750
Rata-rata harga tembakau
Hank
Harga
Eksport
Harga
Semi Lokal
Harga
Lokal
Harga
Jumlah Harga 86.000
21.438
114
Pedagang – PT Sampoerna Hasil Tembakau (Kg) – Harga Jual Petani (Rp) No
Nama Pedagang
Tujuan penjualan
1
Imam
PT.Sampoerna
209
10.000
220
23.000
300
28.000
367
30.000
Jumlah Tembakau 1.096
2
Aan
PT.Sampoerna
95
9.500
100
24.000
137
28.000
167
31.000
499
92.500
3
Aan
PT.Sampoerna
98
9.500
92
24.000
140
28.000
165
31.000
495
92.500
4
Musliha
PT.Sampoerna
67
10.000
70
24.000
95
27.000
115
31.000
347
92.000
5
Musliha
PT.Sampoerna
117
9.500
110
23.000
165
27.000
200
31.000
592
90.500
6
H. Rahman
PT.Sampoerna
60
9.500
60
24.000
85
28.000
100
30.000
305
91.500
7
H. Rahman
PT.Sampoerna
128
9.500
135
24.000
178
27.000
215
30.000
656
90.500
8
H. Rahman
PT.Sampoerna
195
9.500
200
23.000
275
27.000
330
30.500
1.000
89.500
Jumlah
4.990
730.000
Rata-rata
623,75
91.250
Rata-rata harga tembakau
Hank
Harga
Eksport
Harga
Semi Lokal
Harga
Lokal
Harga
Jumlah Harga 91.000
22.813
115
4. Saluran II (Petani - Pedagang - PT Djarum)
Petani – Pedagang No
Nama Responden
Tujuan penjualan
Hasil Tembakau (Kg) – Harga Jual Petani (Rp)
1
Sairi
Pedagang
190
9.500
183
23.000
275
26.500
330
29.500
Jumlah tembakau 978
2
Asmo
Pedagang
76
7.000
80
21.000
109
26.500
133
29.000
398
83.500
3
Sutama
Pedagang
57
8.000
50
23.000
82
25.000
100
29.000
289
85.000
4
Heri
Pedagang
78
8.500
82
22.500
110
26.000
130
29.000
400
86.000
5
H. Samsul
Pedagang
228
8.500
240
23.000
328
25.500
400
28.500
1.196
85.500
6
Supandi
Padagang
109
9.500
112
22.000
150
25.500
185
28.500
556
85.500
7
Suliman
Pedagang
200
8.000
210
22.000
275
25.000
335
29.000
1.020
84.000
8
Muther
Pedagang
157
9.000
165
23.000
220
25.500
265
29.000
807
86.500
9
Andrik
Pedagang
198
8.000
200
22.500
275
25.000
335
29.000
1.008
84.500
10
Weryadi
Pedagang
195
8.500
200
22.000
280
25.000
330
28.500
1.005
84.000
Jumlah
7.657
853.000
Rata-rata
765,70
85.300
Rata-rata harga tembakau
Hank
Harga
Eksport
Harga
Semi Lokal
Harga
Lokal
Harga
Jumlah Harga 88.500
21,325
116
Pedagang – PT Djarum No
Nama Responden
Tujuan penjualan
Hasil Tembakau (Kg) – Harga Jual Petani (Rp)
1
H. Lutfi
PT.Djarum
190
12.000
183
25.000
275
28.000
330
32.000
Jumlah Tembakau 978
2
H. Lutfi
PT.Djarum
76
12.000
80
24.000
109
28.000
133
31.000
398
95.000
3
H. Lutfi
PT.Djarum
57
12.000
50
25.000
82
28.000
100
31.000
289
96.000
4
Julis
PT.Djarum
78
12.000
82
26.000
110
28.000
130
31.000
400
97.000
5
Julis
PT.Djarum
228
12.000
240
25.000
328
28.000
400
31.000
1.196
96.000
6
Julis
PT.Djarum
109
12.000
112
26.000
150
28.000
185
32.000
556
98.000
7
Julis
PT.Djarum
200
12.000
210
24.000
275
28.000
335
31.000
1.020
95.000
8
Imam
PT.Djarum
157
12.000
165
25.000
220
28.000
265
31.000
807
96.000
9
Imam
PT.Djarum
198
12.000
200
25.000
275
28.000
335
31.000
1.008
96.000
10
Imam
PT.Djarum
195
12.000
200
24.000
280
28.000
330
30.000
1.005
94.000
Jumlah
7.657
960.000
Rata-rata
765,70
96.000
Rata-rata harga tembakau
Hank
Harga
Eksport
Harga
Semi Lokal
Harga
Lokal
Harga
Jumlah Harga 97.000
24.000
117
Lampiran 11. Marjin Tataniaga Tembakau Voor OOgst Kasturi pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember Tahun 2010
Unsur Marjin Petani Biaya Produksi Biaya Tataniaga Keuntungan Tataniaga Harga Jual Marjin Rasio Keuntungan Biaya B Pedagang Harga Beli Biaya Tataniaga Keuntungan Harga Jual Marjin Rasio Keuntungan Biaya C Pabrik (PT. Sampoerna) Harga Beli D Pabrik (PT. Djarum) Harga Beli Total Biaya Tataniaga Total Keuntungan Total Marjin Tataniaga
Saluran I Nilai Persen (Rp/Kg) (%)
Saluran II Nilai Persen (Rp/Kg) (%)
Saluran III Nilai Persen (Rp/Kg) (%)
Saluran IV Nilai Persen (Rp/Kg) (%)
A
19.727 1.237 2.395 23.359 3.623 1,94
23.359
1.237 2.395 3.632
84,85 5,29 10,25 100,00 15,55 0,01
16.963 1.544 6.729 25.236 8.273 4,36
67,22 6,12 26,67 100,00 32,78 0,02
100,00 25.236 1.544 6.729 8.273
17.516 0
18.647 0
21.438
93,97
21.325
88,85
21.438 763 612 22.813 1.375 0,80
93,97 3,35 2,68 100,00 6,03 0.00
21.325 1.035 1.640 24,000 2.675 1,58
88,85 4,31 6,83 100,00 11,15 0,01
22.813
100,00 24.000 1.035 1.640 2.675
100,00
100,00 763 612 1.375
Keterangan: Harga jual dan harga beli adalah harga rata-rata dari setiap saluran tataniaga
118
Lampiran 12. Rincian Biaya Tataniaga yang Dikeluarkan Oleh Masing-masing Lembaga Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Tahun 2010 Lembaga Tataniaga Petani (Saluran I)
Unsur Biaya Sarana Produksi Tenaga Kerja Lain-lain
Jumlah
Jumlah Petani (Saluran II)
Biaya Pengemasan Biaya Transportasi Biaya tenaga angkut Koran Tali Rafia Biaya Tataniaga Sarana Produksi Tenaga Kerja Lain-lain
Jumlah
Jumlah Petani (Saluran III)
Jumlah Petani (Saluran IV)
Jumlah Pedagang (saluran III)
Jumlah Pedagang (saluran IV)
Jumlah
Biaya Pengemasan Biaya Transportasi Biaya tenaga angkut Koran Tali Rafia Biaya Tataniaga Sarana Produksi Tenaga Kerja Lain-lain Sarana Produksi Tenaga Kerja Lain-lain Biaya Pengemasan Biaya Transportasi Biaya tenaga angkut Koran Tali Rafia Biaya Tataniaga Biaya Pengemasan Biaya Transportasi Biaya tenaga angkut Koran Tali Rafia Biaya Tataniaga
Jumlah (Rp/kg) 13.654,13 5.562,35 510,42 19.727 400,02 382,37 279,16 120,16 54,87 1.237 11.063,96 5.424,58 474,89 16.963 359,90 712,05 257,27 142,46 72,08 1.544 11.422,46 5.564,45 528,89 17.516 12.021,16 6.116,14 510,16 18.647 201,84 265,53 231,15 47,42 17,36 763 217,57 414,90 290,59 84,31 27,88 1.035 199