ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)
Oleh :
TANTRI MAHARANI A14104624
PROGAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Bismillahirrahmaanirrahiim ...
Dan katakanlah : "Ya Tuhan-ku, Masukanlah aku secara masuk yang benar & keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar Dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong " (QS. Al- Israa : 80)
"Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan" (QS. Alam Nasyrah : 6)
"... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujaadilah : 11)
Kupersembahkan sebagian hasil perjalanan hidup ini untuk Bapak, Mama, Kakak-kakakku, Adikku dan Orang-orang yang kukasihi ...
ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)
Oleh :
TANTRI MAHARANI A14104624
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN TANTRI MAHARANI. Analisis Cabang Usahatani dan Sistem Tataniaga Pisang Tanduk (Studi Kasus Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan YAYAH K. WAGIONO.
Pisang tanduk termasuk dalam pisang olahan atau pisang yang dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar, atau dikolak. Keistimewaan pisang tanduk ialah buahnya tahan lama disimpan (tidak cepat busuk), bentuk buahnya besar panjang dan melengkung seperti tanduk dan harganya relatif cukup mahal dibandingkan dengan pisang yang lainnya. Panjangnya dapat mencapai 35 cm. Satu pohon hanya menghasilkan tiga sisir, rata-rata tiap sisirnya terdiri dari 10 buah. Berat per buah mencapai 300 gram, kulit buah tebal berwarna kuning kemerahan berbintik cokelat. Daging buah berwarna kekuningan, rasanya manis. Pisang tanduk ini masih didominasi sistem penjualan yang tradisional. Berdasarkan harga pisang tanduk ditingkat petani di Desa Nanggerang yang langsung di beli oleh tengkulak dari petani berkisar Rp 5.000,00 per tandan sedangkan harga pisang tanduk yang langsung dibeli oleh pedagang jongkok (pengecer) lebih tinggi seharga Rp 16.000,00 sampai dengan Rp 18.000,00 per tandan. Harga pisang tanduk yang masih mentah di pasar Cicurug Sukabumi berkisar Rp 7.500,00 sampai dengan Rp 12.500,00 per tandan. Pedagang pengecer di sepanjang jalan sekitar Sukabumi sampai dengan Ciawi Bogor menjual pisang tanduk sekitar Rp 20.000,00 sampai dengan Rp 25.000,00 per tandan. Harga pisang tanduk dapat meningkat tinggi sebesar Rp 45.000,00 sampai Rp 65.000,00 per tandan biasanya pada saat menjelang bulan puasa ramadhan. Rendahnya harga ditingkat petani menyebabkan petani kurang untuk melakukan usahatani pisang sebagai sumber pendapatannya. Permasalahan yang yang dihadapi oleh petani pisang tanduk di Desa Nanggerang yaitu sebagian besar penduduk di Desa Nanggerang berprofesi sebagai petani. Pada umumnya penduduk setempat memanfaatkan lahan pertanian dengan bercocok tanam dengan pola tumpangsari. Komoditas pertanian yang umum ditanam adalah jagung, singkong, dan pisang. Pisang khususnya pisang tanduk yang dihasilkan oleh petani hanya sebagai tanaman sampingan karena dengan input yang minimal, pisang tetap memberikan kontribusi yang cukup tinggi dalam ekonomi usahatani sehingga petani cenderung mempertahankan usahatani yang sekarang dijalankan. Selain itu, kurangnya ketertarikan petani disebabkan karena insentif harga yang diterima petani relatif rendah yaitu hanya berkisar Rp 5.000,00 per tandan, padahal harga pisang di pasaran bisa mencapai antara Rp 20.000,00 sampai dengan Rp 25.000,00 per tandan. Namun petani tetap dalam posisi tawar yang lemah karena rendahnya kualitas pisang yang dihasilkan. Sistem tataniaga pisang tanduk ini di dominasi oleh pedagang pengumpul (tengkulak). Tengkulak memberikan pinjaman modal awal untuk bibit, pupuk, dan obat-obatan dengan imbalan hasil panen pisang langsung dijual kepada tengkulak dengan harga yang telah ditentukan. Kendala lain yang dialami di Desa Nanggerang adalah sarana dan prasarana perhubungan yang kurang memadai. Sarana transportasi dan kondisi jalan berbatu saat ini dalam kondisi rusak berat
dan sulit dilalui kendaraan umum. Hal inilah yang telah mempengaruhi kelancaran roda perekonomian di Desa Nanggerang. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Menganalisis cabang usahatani pisang tanduk di lokasi penelitian, (2) Menganalisis sistem tataniaga pisang tanduk di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pengambilan data dilaksanakan mulai Juli – Oktober 2007. Jumlah petani yang dipilih sebanyak 30 responden yang berasal dari Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug. Jumlah padagang yang dipilih sebagai responden adalah 10 orang yang terdiri dari dua orang tengkulak, tiga orang pedagang besar, dan lima orang pedagang pengecer. Kegiatan Petani dalam mengusahakan pisang tanduknya kegiatan yang dilakukan masih sedikit yaitu hanya kegiatan pengolahan lahan, penanaman, penyiangan/pemeliharaan dan pemanenan. Hal ini disebabkan oleh karena petani mengganggap tanaman pisang tanduk sebagai tanaman sampingan. Sedangkan tenaga kerja yang dgunakan oleh petani adalah tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga. Hasil yang diperoleh dari perhitungan cabang usahatani yaitu biaya totalnya yaitu sebesar Rp 236.429,00. Penerimaan yang diperoleh petani pada produksi yang dihasilkan adalah sebesar Rp 250.000,-.Jika dilihat dari nilai imbangan penerimaan dan biaya atau Reveneu and Cost Rasio (R/C) total pada usahatani pisang tanduk yang dihasilkan adalah 1,05 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1,00 maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,05. Hal ini merupakan pembuktian bahwa kegiatan usahatani pisang tanduk di Desa Nanggerang hanya menghasilkan produksi yang sangat rendah. Namun, bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu nilai R/C rasio yang diperoleh ini lebih kecil. Sehingga hasil yang didapatkan petani seperti produksi pisang tanduk yang masih rendah dan pisang tanduk hanya dijadikan sebagai usaha sampingan saja dari tahun ke tahun. Selain itu juga di Desa Nanggerang belum pernah penyuluhan. Sehingga kurangnya pengetahuan dan informasi petani mengenai teknik budidaya pisang tanduk. Terdapat dua jalur tataniaga yang biasa digunakan oleh petani responden di Desa Nanggerang, yaitu; Jalur Tataniaga I adalah PetaniÆPedagang Pengumpul (Tengkulak)ÆPedagang BesarÆPedagang PengecerÆKonsumen dan Jalur Tataniaga II adalah PetaniÆPedagang Pengecer (pedagang jongkok)ÆKonsumen. Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat melakukan berbagai fungsi tataniaga yang terdiri dari fungsi pertukaran. Pada tataniaga pisang tanduk, untuk saluran tataniaga I total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 5.783,34 per tandan atau sebesar (21,13 persen). Sedangkan pada tataniaga pisang tanduk, untuk saluran tataniaga II total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 5.333,33 per tandan atau sebesar (26,66 persen). Total keuntungan paling besar diperoleh dari saluran tataniaga I yaitu sebesar Rp 14.488,08 per tandan atau (57,95 persen). Sedangkan keuntungan terkecil berada pada saluran tataniaga II yaitu sebesar Rp 13.735,71 per tandan atau (68,67 persen). Saluran tataniaga yang memiliki total margin paling kecil adalah pada saluran II, yaitu sebesar Rp 15.271,42 per tandan atau (76,36 persen)
apabila dibandingkan total margin saluran I yaitu yang sebesar Rp 20.271,42 per tandan atau (81,08 persen). Besarnya bagian yang diterima petani pada saluran tataniaga I adalah 20,00 persen. Bagian yang diterima petani pada saluran tataniaga II yang merupakan saluran tataniaga pisang tanduk terpendek adalah 80,00 persen. Dari kedua saluran tataniaga diatas dapat diketahui saluran tataniaga II merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan petani. Bagi petani informasi ini dapat digunakan sebagai alternatif saluran tataniaga pisang tanduknya jika ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Rantai saluran pada margin pemasaran memperoleh rasio keuntunganbiaya sebesar 2,50 untuk rantai saluran tataniaga I. Rasio 2,50 mempunyai arti bahwa setiap Rp 100,00 per tandan biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 250,00 per tandan. Rasio keuntungan-biaya pada margin pemasaran relatif tinggi terutama pada rantai saluran tataniaga II yaitu 2,57. Rasio 2,57 mempunyai arti bahwa setiap Rp 100,00 per tandan biaya pemasaran yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan sebesar Rp 257,00 per tandan. Perbedaan nilai rasio yang tinggi antara rantai saluran Tataniaga I dan rantai saluran tataniaga II disebabkan adanya perbedaan dalam pengeluaran biaya pemasaran di tingkat petani dan pedagang pengecer. Berdasarkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga dapat disimpulkan bahwa pola saluran tataniaga tersebut tidak memberikan keuntungan yang merata pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat.
Judul
Nama NRP
: Analisis Cabang Usahatani dan Sistem Tataniaga Pisang Tanduk (Studi Kasus Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat). : Tantri Maharani : A 14104624
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yayah K. Wagiono, MEc NIP. 130 350 044
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK
(STUDI
KASUS
DESA
NANGGERANG,
KECAMATAN
CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA
BARAT)”
ADALAH BENAR–BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH
DIAJUKAN
SEBAGAI
KARYA
TULIS
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2008
Tantri Maharani A14104624
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Palembang, Propinsi Sumatera Selatan pada tanggal 16 Maret 1983. Penulis merupakan putri keempat dari lima bersaudara dari Ayahanda yang bernama Soempeno Hadi Saputro dan Ibunda yang bernama Fatimah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Yayasan Kesejahteraan Pegawai Pertamina (SD YKPP V Plaju Palembang) pada tahun 1994, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP YKPP II Plaju Palembang) dan selesai pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum (SMU YKPP I Plaju Palembang) dan selesai pada tahun 2001. Tahun 2001 penulis di terima di Program Diploma IPB melalui jalur USMI sebagai Mahasiswi Program Studi Teknisi Usaha Ternak Daging (TUTD), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan selesai pada tahun 2004. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menyelesaikan pendidikan SLTP sampai dengan SMU di Palembang, penulis pernah menjadi Atlet Remaja dan Dewasa Pencak Silat mewakili Kotamadya Palembang dan banyak mengikuti beberapa kejuaraan Tingkat Daerah hingga Tingkat Nasional.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat dan Salam semoga Allah melimpahkan Nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul Allah yang telah membawa umatnya dari kegelapan ke alam yang penuh pengetahuan. Skripsi yang berjudul “Analisis Cabang Usahatani dan Sistem Tataniaga Pisang Tanduk (Studi Kasus Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)” merupakan Salah Satu Syarat Kelulusan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pisang tanduk pengembangannya hingga saat ini masih tradisional. Hal ini disebabkan oleh karena rendahnya harga yang diterima oleh petani. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Analisis Cabang Usahatani dan Sistem Tataniaga Pisang Tanduk di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun untuk langkah perbaikan skripsi ini lebih lanjut sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan sehingga skripsi ini selesai, dan semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, berkah dan magfiroh-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, berbagai kesulitan dan hambatan penulis hadapi dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segenap ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Yayah K. Wagiono, MEc sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi dalam mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada Ibu. Amin. 2. Kedua Orangtuaku, kakakku dan adikku Tercinta di Palembang yang telah mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, memberikan doa dan semangat, serta dorongan moral dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 3. Ir. Popong Nurhayati, MS selaku Dosen Evaluator pada kolokium proposal penelitian, terima kasih untuk semua masukannya. 4. Ibu Netti Tinaprilla, MM. selaku dosen penguji utama dalam ujian sidang skripsi atas koreksi dan masukan yang diberikan, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan maksimal. 5. Pak Rahmat Yanuar, SP, MSi. Selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan Ekstensi Manajemen Agribisnis dalam ujian sidang skripsi, terimakasih untuk semua koreksi dan masukannya.
6. Pak Ade Daryadi selaku Kepala Desa Nanggerang dan Seluruh Petani Responden di Desa Nanggerang, terima kasih atas semua bantuannya. 7. Kepada Abang serta sahabatku yang kucintai karena Allah (Yusuf, Aan, Yansen, Dian , Fajar, Hatta, Hesti, Idha, Husni, Rudi, seluruh anak kost C10 , Era dan Syahrul) yang telah banyak membantu dalam suka maupun duka serta yang mewarnai langkahku menggapai cinta-Nya dan siap berkorban untukku, terima kasih telah memberikan semangat dan motivasi pada penulis. 8. Pihak Sekretariat Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah membantu penulis. Akhirnya semoga amal dan baik Ibu/Bapak serta teman-teman sekalian mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan yang lebih baik lagi. Amin.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1.2. Perumusan masalah ............................................................... 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................
1 4 7 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keragaan Budidaya Pisang Tanduk ...................................... 8 2.2. Budidaya Pisang Tanduk ....................................................... 9 2.3. Hasil Penelitian Usahatani danTataniaga Terdahulu ............ 14 BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................. 15 3.1.1. Usahatani ..................................................................... 15 3.1.2. Tataniaga Pertanian...................................................... 16 3.1.2.1. Saluran Tataniaga ......................................... 18 3.1.2.2. Pendekatan SCP (structure, conduct, performance) .................................................. 19 3.1.2.3. Margin Tataniaga ........................................... 21 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................... 22 BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 4.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 4.3. Metode Penarikan Sampel .................................................... 4.4. Metode Analisis Data ............................................................ 4.4.1. Analisis Keragaan Usahatani Pisang Tanduk .............. 4.4.1.1. Analisis Cabang Usahatani ............................ 4.4.1.2. Analisis R/C rasio .......................................... 4.4.2. Analisis Tataniaga........................................................ 4.4.2.1. Saluran Tataniaga ........................................... 4.4.2.2. Fungsi-fungsi Tataniaga.................................. 4.4.2.3. Perilaku Pasar.................................................. 4.4.2.4. Margin Tataniaga ........................................... 4.5. Definisi Operasional ..............................................................
25 25 25 26 26 26 28 30 30 30 30 30 31
BAB V. GAMBARAN UMUM DESA NANGGERANG 5.1. Keadaan Geografis ................................................................ 34 5.1.1. Kondisi Sosial Ekonomi .............................................. 35 5.1.2. Kondisi Kependudukan ............................................... 36
ii
5.2. Karakteristik Petani Responden ............................................ 5.2.1. Umur dan Pengalaman Usahatani Petani Responden .. 5.2.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden ................................................................... 5.2.3. Luas dan Status Pengelolaan Lahan ............................ 5.3. Teknik Budidaya Tanaman Pisang Tanduk .......................... 5.3.1. Persiapan dan Pengolahan Lahan ................................ 5.3.2. Kegiatan Penanaman ................................................... 5.3.3. Kegiatan Pemeliharaan ................................................ 5.3.4. Kegiatan Pemanenan ...................................................
38 39 39 41 42 42 43 44 46
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Cabang Usahatani Pisang Tanduk .......................... 47 6.1.1. Bibit Pisang Tanduk .................................................... 47 6.1.2. Penggunaan Pupuk ...................................................... 47 6.1.3. Obat-obatan dan Pestisida ........................................... 48 6.1.4. Tenaga Kerja ............................................................... 48 6.1.5. Alat-alat Pertanian ....................................................... 49 6.2. Analisis Cabang Usahatani ..................................................... 50 6.3. Analisis Tataniaga Pisang Tanduk ......................................... 55 6.3.1. Saluran Tataniaga ......................................................... 55 6.3.1.1. Saluran Tataniaga I ........................................ 57 6.3.1.2. Saluran Tataniaga II ....................................... 58 6.3.2. Fungsi-fungsi Tataniaga ............................................... 58 6.3.3. Margin Tataniaga ......................................................... 62 6.3.4. Farmer’s Share ............................................................. 66 6.3.5. Rasio Keuntungan dan Biaya ....................................... 67 6.4. Alternatif Saluran Tataniaga ................................................... 71 6.5. Implikasi Kebijakan ................................................................ 73 BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ............................................................................ 75 7.2. Saran ....................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 78 LAMPIRAN .................................................................................................... 81
iii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1 Data Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Pisang di Indonesia Tahun 2000-2004 .................................................................................. 2 2 Produksi Buah Pisang di Enam Belas Propinsi di Indonesia (ton) Tahun 2000-2003 .................................................................................. 3 3 Karakteristik (Ciri) Struktur Pasar ......................................................... 20 4 Perhitungan Cabang Usahatani Pisang Tanduk ..................................... 29 5 Penggunaan Tanah di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 ........................................................ 35 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 ...................... 37 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Nanggerang, Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 ................................. 37 8 Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Nanggerang, Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 ..................... 38 9 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Umur pada Cabang Usahatani Pisang Tanduk di Desa Nanggerang,Tahun 2007 ................................. 39 10 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Cabang Usahatani Pisang Tanduk di Desa Nanggerang, Tahun 2007 .. 40 11 Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman Berusahatani Pisang Tanduk di Desa Nanggerang , Tahun 2007 ........................................... 41 12 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Pengelolaan Lahan Pisang Tanduk di Desa Nanggerang Tahun 2007 ...................... 42 13 Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja untuk Usahatani Pisang Tanduk per luasan lahan di Desa Nanggerang, tahun 2007 ................................ 49 14 Nilai Penggunaan Peralatan Cabang Usahatani Pisang Tanduk ............ 50 15 Rata-rata Cabang Petani Responden per Luas Lahan 1100 m2 (dalam satu tahun) Ditanami Pisang Tanduk di Desa Nanggerang ....... 51 16 Fungsi-fungsi Tataniaga Pisang Tanduk di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Sukabumi, 2007 ....................................................62
iv
17 Analisis Margin Tataniaga Pisang Tanduk di Desa Nanggerang Tahun 2007 ............................................................................................. 65 18 Farmer’s Share Pada Saluran Tataniaga Pisang Tanduk ....................... 66 19 Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga Pisang Tanduk di Desa Nanggerang ............................................................................... 69
v
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1 Contoh Saluran Tataniaga Konsumen ................................................... 19 2 Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ............................. 24 3 Skema Saluran Tataniaga Pisang Tanduk .............................................. 56
vi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1 Jumlah Tanaman Pisang di Jawa Barat Tahun 2002-2003 ................... 82 2 Jumlah Produksi Pisang di Jawa Barat Tahun 2002-2003 .................... 83 3 Hasil Penelitian Terdahulu Analisis Usahatani dan Sistem Tataniaga Tahun 1992 – 2007 ............................................................... 84 4 Karakteristik Petani Responden di Desa Nanggerang .......................... 86 5 Harga Jual dan Penerimaan di Tingkat Petani Pisang Tanduk Tahun 2007 ........................................................................................... 87 6 Biaya Pemasaran Pisang Tanduk yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Tataniaga pada Jalur Pemasaran I .......................................... 88 7 Biaya Pemasaran Pisang Tanduk yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Tataniaga pada Jalur Pemasaran II ......................................... 88 8 Jumlah Penggunaan Tenaga kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Biaya yang dikeluarkan Petani Responden ............................................ 89 9 Biaya Penyusutan Alat ........................................................................... 90
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura yang meliputi buah-buahan, sayuran, tanaman obat, dan tanaman hias merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan sumber pendapatan petani dan penggerak pemulihan ekonomi pertanian. Potensi produksi yang relatif besar dan potensi pasar yang baik menjadikan buah-buahan sebagai komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk memasuki perdagangan terbuka baik di pasar Domestik maupun Internasional. Beberapa jenis buah unggulan Indonesia yang dapat bersaing di pasar Internasional adalah : pisang, mangga, jeruk, manggis, salak, nenas, pepaya, rambutan, durian, semangka, nangka dan duku1. Mengingat jenis komoditas hortikultura yang sangat banyak, maka pemilihan prioritas pengembangan didasarkan pada pertimbangan yang baik. Pertimbangan tersebut menurut Wardhani dalam Prayitno (1999) adalah : (1) Mempunyai nilai gizi yang tinggi, (2) Dapat meningkatkan pendapatan petani, (3) Mempunyai prospek pasar yang baik, (4) Dapat menyerap tenaga kerja dan (5) Dapat menambah devisa negara. Pada tahun 1993 Indonesia baru berperan 0,4 persen dari total nilai impor dunia buah tropis. Untuk mencukupi nilai kebutuhan gizi, FAO (Food and Agriculture Organization) menargetkan konsumsi buah-buahan rata-rata 65 kg per kapita per tahun. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian Republik Indonesia tahun 2005, menargetkan konsumsi buah sebanyak 73 kg per kapita pertahun. Jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi buah-buahan 1
Direktorat Jenderal Bina Produksi hortikultura, Potensi, Prospek Data Peluang Buah Tropika Nusantara dalam menghadapi pasar global. www. hortikultura. go. id., 28 Maret 2005.
2
penduduk Indonesia tahun (1989) sebesar 22,92 kg per tahun, kebutuhan gizi masyarakat Indonesia jauh dibawah standar FAO. Untuk mencapai target kecukupan gizi, maka dilakukan peningkatan produktivitas buah-buahan dan perluasan areal tanam buah-buahan. Salah satu buah-buahan yang tingkat produktivitasnya bertambah dari tahun ke tahun adalah pisang. Data perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas pisang tahun 2000-2004 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Pisang Indonesia Tahun 2000-2004 Tahun Produksi (ton) Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha) 2000 3.746.962 73.539 50,95 2001 4.300.422 76.923 55,91 2002 4.384.384 74.751 58,65 2003 4.177.155 85.690 48,75 2004 4.874.439 95.434 51,08 Sumber: Departemen Pertanian, 2006
Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat perkembangan produksi tanaman komoditas pisang di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Demikian juga dengan luas panen penanaman pisang pada tahun 2004 adalah 95,434 hektar, ini menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 85,690 hektar. Pada tahun 2003 perkembangan data produktivitas pisang mengalami penurunan yaitu 48,75 ton per hektar. Tetapi pada tahun 2004 kembali mengalami peningkatan produktivitas pisang yaitu sebesar 51,08 ton per hektar. Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Di Asia, Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar karena sekitar 50 persen produksi pisang Asia berasal dari Indonesia. Data enam belas daerah sentra produksi pisang di
3
Indonesia berdasarkan produksi dari tahun 2000 sampai dengan 2003 dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Produksi Buah Pisang di Enam Belas Propinsi di Indonesia (ton) Tahun 2000 – 2003 Propinsi 2000 2001 2002 2003 NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Riau Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Banten Bali Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Maluku Utara
28.076 52.132 60.015 59.457 142.153 37.827 706.266 1.435.103 508.801 60.381 46.055 22.706 24.247 145.999 -
26.491 60.235 64.099 79.108 142.170 37.697 700.836 1.431.941 522.261 208.854 90.094 119.687 29.409 27.945 119.884 3.119
27.833 93.467 46.389 95.687 184.554 31.243 731.230 1.473.460 503.841 229.511 124.253 55.711 42.445 42.905 165.036 28.163
88.682 118.808 32.244 95.048 391.081 56.673 873.616 1.068.875 455.031 179.616 102.157 94.155 76.059 58.325 98.973 125.532
Sumber: BPS dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2005
Buah-buahan, termasuk juga pisang, mempunyai sifat mudah rusak, sehingga pendistribusian dari produsen ke daerah konsumen memerlukan waktu yang cepat (buah pisang harus dipanen sebelum matang) sehingga diperlukan infrastruktur yang baik dan teknologi pascapanen yang memadai pula. Apabila pisang menjadi matang dalam pendistribusian, maka resiko kerusakan menjadi lebih besar. Berdasarkan cara konsumsi pisang dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu banana dan plantain. Banana adalah pisang yang dikonsumsi dalam bentuk segar setelah matang, seperti: pisang ambon, susu dan raja. Plantain adalah pisang yang dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar atau dikolak, seperti: pisang tanduk, siam, kapas, kepok dan uli.
4
Keistimewaan pisang tanduk ialah buahnya lebih tahan lama di simpan (tidak cepat busuk), bentuk buahnya besar panjang dan melengkung seperti tanduk dan harganya relatif cukup mahal dibandingkan dengan pisang yang lainnya. Satu pohon hanya menghasilkan tiga sisir, rata-rata tiap sisirnya terdiri dari 10 buah. Berat per buah mencapai 300 gram, kulit buah tebal berwarna kuning kemerahan berbintik cokelat. Daging buah berwarna kekuningan, rasanya manis dan cocok untuk pisang rebus atau pisang goreng, keripik, atau ragam olahan lainnya. Pisang tanduk ini masih didominasi sistem penjualan yang tradisional. Berdasarkan harga pisang tanduk ditingkat petani di Desa Nanggerang yang langsung di beli oleh tengkulak dari petani berkisar Rp 5.000,00 per tandan sedangkan harga pisang tanduk yang langsung dibeli oleh pedagang jongkok (pengecer) lebih tinggi seharga Rp 16.000,00 sampai dengan Rp 18.000,00 per tandan. Harga pisang tanduk yang masih mentah di pasar Cicurug Sukabumi berkisar Rp 7.500,00 sampai dengan Rp 12.500,00 per tandan. Pedagang pengecer di sepanjang jalan sekitar Sukabumi sampai dengan Ciawi Bogor menjual pisang tanduk sekitar Rp 20.000,00 sampai dengan Rp 25.000,00 per tandan. Harga pisang tanduk dapat meningkat tinggi sebesar Rp 45.000,00 sampai Rp 65.000,00 per tandan biasanya pada saat menjelang bulan ramadhan. Rendahnya harga ditingkat petani menyebabkan petani kurang untuk melakukan usahatani pisang sebagai sumber pendapatannya. 1.2. Perumusan Masalah Sebagian besar penduduk di Desa Nanggerang berprofesi sebagai petani. Pada umumnya penduduk setempat memanfaatkan lahan pertanian dengan bercocok tanam dengan pola tumpangsari. Komoditas pertanian yang umum
5
ditanam adalah jagung, singkong dan pisang. Pisang khususnya pisang tanduk yang dihasilkan oleh petani hanya sebagai tanaman sampingan karena dengan input yang minimal, pisang tetap memberikan kontribusi yang cukup tinggi dalam ekonomi usahatani sehingga petani cenderung mempertahankan usahatani yang sekarang dijalankan. Selain itu, kurangnya ketertarikan petani disebabkan karena insentif harga yang diterima petani relatif rendah yaitu hanya berkisar Rp 5.000,00 per tandan, padahal harga pisang di pasaran bisa mencapai antara Rp 20.000,00 – Rp 25.000,00 per tandan. Namun petani tetap dalam posisi tawar yang lemah karena rendahnya kualitas pisang yang dihasilkan. Permasalahan yang dihadapi oleh petani pisang tanduk di Desa Nanggerang yaitu dikuasainya sistem pemasaran pisang tanduk oleh pedagang pengumpul (tengkulak). Tengkulak memberikan pinjaman modal awal untuk pupuk dan obat-obatan dengan imbalan hasil panen pisang langsung dijual kepada tengkulak dengan harga yang telah ditentukan. Harga yang diterima petani karena sudah ditekan oleh tengkulak dan terikat hutang piutang. Kendala lain yang dialami di Desa Nanggerang adalah sarana dan prasarana perhubungan yang kurang memadai. Sarana transportasi dan kondisi jalan berbatu saat ini dalam kondisi rusak berat dan sulit dilalui kendaraan umum. Hal inilah yang telah mempengaruhi kelancaran roda perekonomian di Desa Nanggerang. Selain itu kendala yang dihadapi oleh petani pisang khususnya pisang tanduk di Desa Nanggerang yaitu Pisang tanduk termasuk buah yang diolah terlebih dahulu maka menyebabkan demand turun sedangkan supply tinggi, sehingga posisi petani lemah dalam menentukan harga selain itu karena harga
6
yang ditekan oleh tengkulak. Petani sebagai produsen, menerima harga yang relatif rendah jika dibandingkan dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Menurut Sumber dari Kepala Desa, luas lahan pertanian di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat memiliki lahan seluas 170 hektar. Tanah pertanian yang digunakan untuk tanam pisang sekitar 50 hektar. Jenis tanaman pisang yang ditanam di Desa Nanggerang yaitu pisang tanduk sekitar 20 persen, pisang uli 10 persen, pisang ambon 5 persen, 5 persen jenis varietas pisang lain dan 60 persen
ditanami komoditi lainnya
(jagung, singkong dan sayur mayur). Struktur pasar yang terjadi antara petani dengan tengkulak dalam pemasaran pisang tanduk dilokasi penelitian jika dilihat dari sisi pembeli adalah pasar oligopsoni. Dimana petani sebagai penjual yang berjumlah cukup banyak, sedangkan jumlah pedagang pengumpul (tengkulak) terbatas. Sehingga dalam kondisi ini petani merupakan penerima harga (price taker), karena tidak memiliki kekuatan untuk tawar-menawar harga dari komoditas yang diperdagangkan. Harga yang diterima petani hanya dalam bentuk satu harga rata-rata. Informasi mengenai harga biasanya diperoleh dari tengkulak dan sesama petani, sehingga informasi harga dan pasar diperoleh petani secara tidak sempurna. Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengenai cabang usahatani dan tataniaga pisang tanduk ini. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana potensi cabang usahatani pisang tanduk di Desa Nanggerang ? 2. Bagaimana sistem tataniaga pisang tanduk di Desa Nanggerang ?
7
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis cabang usahatani pisang tanduk di lokasi penelitian. 2. Menganalisis sistem tataniaga pisang tanduk di lokasi penelitian 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah sebagai penerapan teori yang selama ini diperoleh dibangku kuliah terhadap permasalahan yang timbul di masyarakat, serta menjadikan upaya untuk menganalisis dan memberikan informasi tentang keadaan cabang usahatani pisang tanduk di Desa Nanggerang, sehingga dapat berguna bagi pihak-pihak terkait seperti petani pisang, pengusaha dan pihak-pihak pengambil keputusan lainnya yang berhubungan dengan perencanaan investasi pada cabang usahatani pisang, selain itu penelitian ini juga sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya yang berkaitan dengan cabang usahatani dan tataniaga pisang tanduk.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keragaan Budidaya Pisang Tanduk Pisang merupakan salah satu buah unggulan Indonesia. Walaupun bukan tergolong buah yang eksklusif, pisang selalu diminati oleh masyarakat sejak dulu. Tanaman pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Klasifikasi Botani Divisi
: Spermatopyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisi
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Famili
: Musaceae
Subfamili
: Musacoideae
Genus
: Musa
Spesies
: Musa paradisiaca var. typica
Pisang tanduk dapat dikebunkan di dataran rendah hangat dan lembab bersuhu optimun untuk pertumbuhannya adalah sekitar 270 C, dan suhu maksimumnya 380 C. Walaupun demikian, pisang tanduk juga masih dapat berkembang baik sampai pada ketinggian tempat 1.300 m dpl. Dalam keadaan cuaca berawan, daur pertumbuhannya sedikit panjang dan tandannya lebih kecil. Topografi yang dikehendaki tanaman pisang ini khususnya pisang tanduk berupa lahan datar dengan kemiringan 8o. Pisang tanduk juga dapat tumbuh bagus di lahan berpasir atau berbatu kerikil, asalkan subur. Keasaman tanah (pH) yang dikehendaki pisang adalah 4,5-7,52. 2.3
Pisang Dicari, Pisang Ditanam, Trubus Desember 2005, hal 54-55.
9
Menurut Rukmana (1999) varietas yang termasuk ke dalam kelompok pisang tanduk adalah pisang agung, byar (1 sisir), galek (2-3 sisir), karayunan (3-5 sisir), candi, kapas dan pisang nangka. Faktor iklim lain yang cukup berperan adalah angin. Angin berperan penting dalam membantu proses penyerbukan secara alami. Namun demikian, angin yang terlalu kencang berakibat tidak baik, sebab kuatnya tiupan angin tersebut dapat mengakibatkan daun pisang sobek-sobek sehingga akan berpengaruh terhadap buah pisang yang dihasilkan.3 2.2. Budidaya Pisang Tanduk Budidaya tanaman pisang meliputi beberapa aspek mulai dari kegiatan pengolahan tanah, penyediaan bibit, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pengairan, penanganan hama penyakit dan pemanenan. Semua cara tersebut bertujuan agar tanaman pisang dapat tumbuh dengan baik dan mampu menghasilkan buah yang baik pula. a) Pengolahan tanah Pengolahan tanah tidak merupakan keharusan pada lahan yang masih gembur dan tidak terdapat gulma. Untuk tanah yang beralang-alang perlu dicangkul sedalam 30-40 cm. Alang-alang merupakan gangguan utama untuk tanaman pisang karena perebutan hara dan karbohidrat. b) Penyediaan bibit pisang Pisang selalu diperbanyak secara vegetatif dengan anakan (sucker) yang tumbuh dari bonggolnya. Ada empat macam bibit anakan (Rukmana, 1999) adalah :
10
1) Bibit rebung (peper), berupa tunas yang belum berdaun hingga menyerupai rebung bambu. Bibit tingginya antara 20-40 cm. 2) Bibit anakan muda (swod sucker), berupa tunas yang sudah keluar daun tetapi masih menggulung dan berbentuk seperti pedang dengan tinggi antara 41-100 cm. 3) Bibit anakan sedang (medium sucker), berupa tunas yang telah berdaun mekar sehelai dengan tinggi antara 101-150 cm. 4) Bibit anakan dewasa (mainden sucker), berupa tunas yang berdaun mekar lebih dari dua helai dengan tinggi antara 151-175 cm. Bibit juga bisa diperoleh dari bonggol tanaman pisang yang dibelah-belah menjadi beberapa bagian sesuai dengan jumlah mata tunas yang terdapat dalam bonggol tersebut. Belahan bonggol disebut bit yang tidak dapat ditanam langsung tetapi harus disemaikan dahulu selama 2-3 bulan sampai berdaun empat helai. Keuntungan menggunakan penggunaan bibit dari bit ini (Rukmana, 1999) adalah : 1) Dapat diperoleh bibit yang banyak seragam dalam waktu singkat 2) Mudah dikirim dengan biaya murah 3) Umurnya lebih pendek dan produksinya lebih tinggi 4) Dapat memanfaatkan bonggol sisa tebangan yang terbuang Disamping pembibitan dari anakan dan bonggol, pembibitan pisang juga dapat dilakukan dengan kultur jaringan (tissue culture). Dengan teknologi ini dapat diperoleh bibit pisang yang lebih unggul daripada bibit yang diperoleh dari bit atau sucker dalam jumlah ribuan bahkan puluhan ribu. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan tehnik kultur jaringan (Trubus, 1996), pertama adalah laju pertumbuhan yang lebih cepat dari cara yang
11
konvensional. Kedua, pertumbuhan bibit relatif seragam dan mempermudah perencanaan produksi. Ketiga, cara ini merupakan salah satu alternatif pencegahan penyebaran bibit penyakit. Keempat, sifat induk dapat dipastikan menurun pada bibit yang dihasilkan. c) Penanaman Lubang tanam dibuat 1-3 bulan sebelum tanam. Pembuatan lubang lebih baik dilaksanakan sekitar bulan Agustus-September, sedang penanamannya dilaksanakan bulan November-Desember, karena penanaman bibit pisang lebih baik dilakukan pada awal musim hujan dengan maksud untuk mencegah kekeringan (Rukmana, 1999). Ukuran lubang tanam yang ideal adalah 60x60x50 cm3 bagi tanah subur atau 80x80x50 cm3 bagi tanah yang kurang subur. Jarak tanamnya adalah 6x6 m2 untuk pisang bertajuk lebar, 5x5 m2 untuk pisang bertajuk sedang dan 4x4 m2 untuk pisang bertajuk sempit. Sewaktu menggali lubang, tanah bagian lapisan atas (top soil), hendaknya dipisahkan dari tanah bawahnya untuk kemudian dikembalikan lagi setiap bagian seperti semula sewaktu menutup lubang. Tanah bagian atas dicampur pupuk organik 8-10 kg bagi lubang tanam yang berukuran 60x60x50 cm3 dan 13-15 kg bagi lubang tanam yang berukuran 80x80x50 cm3. Lubang dibiarkan selama beberapa 3 hari sebelum ditanami bibit pisang. Bibit yang akan ditanam sebaiknya yang telah berdaun, terutama bibit anakan dewasa dan ± 2/3 bagian daunnya dipotong untuk mencegah penguapan yang berlebihan. Pada setiap lubang hanya ditanam sebatang bibit, ditanam tegak dan kemudian ditimbun dengan bagian tanah yang subur atau top soil.
12
d) Pemupukan Sebulan setelah masa tanam, sebaiknya dilakukan pemupukan dengan pupuk buatan berupa campuran 250 gr ZA, 100 gr DS dan 150 gr ZK per tanaman yang diulang setiap tiga bulan sekali. Ini berarti bahwa dalam setahun diberikan pemupukan 100 gr ZA, 400 gr DS dan 600 gr ZK per tanaman atau 200 gr N, 200 gr P2O5 dan 300 gr K2O per tanaman per tahun. e) Pemeliharaan Pemeliharaan selanjutnya adalah penggemburan tanah yang dilaksanakan sekaligus dengan membasmi rumput dan gulma serta daun-daun kering. Kebersihan kebun di bawah tanaman pisang penting sekali, karena kebun yang tidak bersih dijadikan sarang oleh hama penggerek batang. Tiap rumpun sebaiknya diusahakan agar hanya terdapat tiga anakan dan yang lainnya dibuang. Setelah bunga terakhir agar hanya terdapat tiga anakan dan yang lainnya dibuang. Setelah bunga terakhir pada jantung mekar yang ditandai dengan pertumbuhan buah pisang yang lambat sekali, segera sisa jantung dipotong. Pemotongan jantung akan meningkatkan produksi buah antara 2-5 persen. f ) Pengairan. Tanaman pisang tumbuh subur apabila pengairannya terjamin. Dalam musim kemarau, di tempat yang airnya agak dalam dan tidak cukup mengandung air, tampak adanya kemunduran pertumbuhan pisang. g) Penanganan hama dan penyakit Hama dan penyakit tanaman pisang dibagi menjadi tiga, yaitu : hama, penyakit dan nematoda. Hama pisang yang utama adalah lalat buah, hama penggerek batang dan hama gulung daun. Sedangkan penyakit pisang terdiri dari
13
penyakit batang coklat, penyakit layu, penyakit darah, penyakit bercak daun dan penyakit kerdil. Hama penggerek batang dapat dibasmi dengan menyemprotkan insektisida karbofuran. Hama penggulung daun pisang dapat diatasi dengan menggunakan insektisida kuinalfos. Sedangkan penyakit tanaman pisang seperti layu fusarium dapat diatasi dengan menanam bibit pisang yang sehat dan membongkar tanaman yang sakit. Penyakit layu bakteri yang disebabkan bakteri Pseudomonas solanacearum yang disebabkan jamur Cordana musae dapat dikendalikan dengan cara tidak menanam pisang di bawah naungan yang lebat dan jarak tanam tidak terlalu rapat. Beberapa jenis spesies penyakit yang sulit diatasi yaitu Syngonium podophylum, Monstrera bithieri, Philodendrum sp dan Xanthosoma roseum. h) Pemanenan Di Indonesia waktu panen pisang tidak mengenal musim karena curah hujan tersebar merata sepanjang tahun. Tanaman pisang menghasilkan buah yang siap dipanen 9-18 bulan setelah penanaman tergantung dari varietas, iklim dan cuaca atau sekitar 95 sampai 120 hari. Yang dimaksud dengan umur buah adalah periode antara saat pembungaan dan saat panen. Buah pisang umumnya dipanen saat belum matang betul, kriteria panen yang digunakan bergantung pada lokasi pasar. Untuk daerah pemasaran di sekitar daerah produksi, buah dapat dipanen dalam keadaan lebih matang daripada daerah yang letak lokasi pemasarannya jauh. Tetapi sekaligus akan dipasarkan di pasaran domestik yang terletak di sekitar daerah penanaman, buah pisang tidak pernah dipanen dalam keadaan matang penuh, karena buah yang matang penuh memiliki cita rasa yang kurang baik. Selain itu mudah mengalami kerontokan dari
14
tandannya sebelum dipanen maupun pada saat pemanenan, serta buah sering mengalami kerusakan. 2.3. Hasil Penelitian Usahatani dan Tataniaga Terdahulu Dalam tinjauan pustaka ini akan dikemukakan beberapa hasil penelitian mengenai usahatani dan pemasaran komoditi buah-buahan maupun sayuran. Hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil umum dari penelitian yang dilakukan peneliti-peneliti terdahulu tentang usahatani dan tataniaga menunjukkan bahwa setiap komoditi buah-buahan dan sayuran mempunyai karakteristik usahatani dan sistem tataniaga yang berbeda-beda. Penelitian mengenai cabang usahatani dan sistem tataniaga pisang khususnya pisang tanduk dari kurun waktu tahun 1998 sampai dengan 2007 belum ditemukan khusus meneliti tentang pisang tanduk secara spesifik, sehingga komoditi tersebut menarik untuk diteliti dengan mengambil lokasi penelitian di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu. Persamaannya pada analisis usahataninya yaitu mengenai pendapatan usahatani yang terdiri dari penerimaan, pengeluaran (biaya tunai dan biaya diperhitungkan), dan ratio R/C. Perbedaannya pada analisis tataniaga dan tempat lokasi penelitian yang akan dilaksanakan.
15
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Usahatani Menurut memaksimumkan
Soekartawi
et.
keuntungan
al atau
(1986),
tujuan
berusahatani
meminimumkan
biaya.
adalah Konsep
memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Adapun ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah : (1) sempitnya lahan yang dimiliki petani, (2) kurangnya modal, (3) pengetahuan petani yang masih terbatas serta kurang dinamis, dan (4) masih rendahnya tingkat pendapatan petani. Selanjutnya menurut Soeharjo dan Patong (1973), pengelolaan usahatani bukan hanya mengemukakan tentang cara mendapatkan produksi yang maksimum dari semua cabang usahatani yang diusahakan, akan tetapi juga bagaimana mempertinggi pendapatan dari satu cabang usahatani. Tingkat produksi dan produktivitas usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya, yang meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan dan penyiangan, pemupukan serta penanganan pasca panen. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang harus dibayar dengan uang, seperti biaya pupuk kandang dan pajak. Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk
16
menghitung nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selisih antara penerimaan dan pengeluaran usahatani disebut pendapatan usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Karena itu pendapatan usahatani merupakan
ukuran
keuntungan
usahatani
yang
dapat
dipakai
untuk
membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (rasio R/C). Rasio R/C ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi. Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani akan menguntungkan atau tidak usahanya tersebut. Usahatani dikatakan efisien apabila R/C rasio lebih besar dari satu (R/C>1) artinya untuk setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil dari satu (R/C<1) maka dikatakan bahwa untuk setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan yang lebih kecil dari Rp 1,00 sehingga usahatani dinilai belum efisien. 3.1.2. Tataniaga Pertanian Kohl dan Uhl (2002) mendefenisikan tataniaga sebagai suatu aktivitas bisnis yang didalamnya terdapat aliran barang dan jasa dari titik produksi sampai ke titik konsumen. Produksi adalah penciptaan kepuasan, proses membuat kegunaan barang dan jasa. Kepuasan dibentuk dari proses produktif yang diklasifikasikan menjadi kegunaan bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan.
17
Pendekatan dalam tataniaga pertanian terbagi menjadi tiga, yaitu : pendekatan kelembagaan (institutional approach), pendekatan fungsi (fungtional approach) dan pendekatan sistim (sistim approach). •
Pendekatan fungsi (the functional approach) adalah mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan atau perlakuan-perlakuan ke dalam fungsi yang bertujuan untuk melancarkan proses penyampaian barang dan jasa. Fungsi pemasaran terdiri dari tiga fungsi pokok, yaitu: a. Fungsi Pertukaran (Exchange Function) adalah kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi ini terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. b. Fungsi
Fisik
(Physical
Function)
adalah
tindakan
yang
berhubungan langsung dengan barang dan jasa sehingga proses tersebut menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini meliputi fungsi penyimpanan dan fungsi pengangkutan. c. Fungsi Fasilitas (Facilitating Function) adalah tindakan-tindakan untuk melancarkan proses terjadinya pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini meliputi fungsi penanggungan resiko dan fungsi informasi pasar. •
Pendekatan lembaga (the institutional approach) yaitu suatu pendekatan yang menekankan kepada mempelajari pemasaran dari segi organisasi lembagalembaga yang turut serta dalam proses penyampaian barang dan jasa dari titik produsen sampai titik konsumen. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam
18
proses penyampaian barang dan jasa antara lain produsen, pedagang besar,dan pedagang pengecer. •
Pendekatan barang (the commodity approach), yaitu suatu pendekatan yang menekankan perhatian terhadap kegiatan atau tindakan-tindakan yang diperlakukan terhadap barang dan jasa selama proses penyampaiannya mulai dari titik produsen sampai titik konsumen. Pendekatan ini menekankan pada komoditi yang akan diamati.
•
Pendekatan sistem (the system approach), yaitu merupakan suatu kumpulan komponen-komponen yang bekerja secara bersama-sama dalam suatu cara terorganisir. Suatu komponen dari suatu sistem, mungkin merupakan suatu sistem tersendiri yang lebih kecil yang dinamakan subsistem.
3.1.2.1. Saluran Tataniaga Menurut Kotler (2002), saluran tataniaga adalah serangkaian lembaga yang melakukan semua fungsi yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikannya dari produsen ke konsumen. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan barang-barang dan sering melakukan sebagian kegiatan pemasaran, sementara itu pedagang menyalurkan komoditas dalam waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Hal ini berarti bahwa saluran tataniaga yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga tersebut. Saluran tataniaga dari suatu komoditas perlu diketahui untuk menentukan jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur yang dapat ditempuh. Selain itu saluran pemasaran dapat mempermudah dalam mencari besarnya marjin yang diterima tiap lembaga yang terlibat.
19
Saluran tataniaga terdiri dari serangkaian lembaga tataniaga atau perantara yang akan memperlancar kegiatan tataniaga dari tingkat produsen sampai tingakat konsumen. Tiap perantara yang melakukan tugas membawa produk dan kepemilikannya lebih dekat ke pembeli akhir merupakan satu tingkat saluran. Saluran nol-tingkat (saluran tataniaga nol-langsung) terdiri dari produsen yang menjual langsung kepada konsumen akhir. Saluran satu-tingkat terdiri dari satu perantara penjualan, yaitu pengecer. Saluran dua-tingkat dari dua perantara, seperti pedagang besar dan pengecer. Saluran tiga-tingkat dalam saluran tataniaga barang konsumsi memiliki tiga perantara, yaitu pedagang besar, pemborong dan pengecer. Saluran tataniaga tersebut dalam dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:
Sal nol-tgkt Sal satu-tgkt Sal dua-tgkt Sal tiga-tgkt
P R O D U S E N
Pengecer
Pdg Besar
Pdg Besar
Pengecer
Pemborong
K O N S U M E N
Pengecer
Gambar 1. Contoh Saluran Tataniaga Konsumen. Sumber : Kotler dan Armstrong, 2001
3.1.2.2. Pendekatan SCP (structure, conduct, performance) Efisiensi tataniaga dapat pula didekati dengan pendekatan SCP adalah dengan mengidentifikasi struktur, tingkah laku dan Keragaan pasar.
20
1. Struktur Pasar ( Structure) Menurut Sudiyono (2002), struktur pasar adalah karakteristik organisasi pasar. Ada empat kriteria pasar yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan struktur pasar, yaitu : 1) jumlah dan besar penjual dan pembeli, 2) keadaan produk yang diperjual-belikan, 3) kemudahan masuk dan keluar pasar dan 4) pengetahuan konsumen terhadap harga dan struktur biaya produksi. Pada umumnya karakteristik jumlah penjual dan keadaan komoditi yang diperjualbelikan merupakan karakteristik utama dalam menentukan struktur pasar. Kohls dan Uhl (2002) mengemukakan empat jenis struktur pasar dengan berbagai karakteristiknya, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik (Ciri) Struktur Pasar Karakteristik Persaingan Persaingan Murni Monopolilistik Jumlah Sangat Banyak Perusahaan/ banyak Penjual Sifat Produk Homogen Diferensiasi/ berfariasi Kemudahan Memasuki Pasar Pengaruh Perusahaan Terhadap Harga
Oligopoli Sedikit
Monopoli Satu
Serupa Unik Hingga diferensiasi Mudah, tidak Relatif mudah Sulit dengan Tertutup ada hambatan beberapa hambatan Tidak Sedikit Berpengaruh, Berpengaruh berpengaruh Berpengaruh, Dibatasi oleh Dibatasi oleh pesaing subsitusi
Sumber : Kohls dan Uhl, 2002
2. Tingkah Laku (Conduct) Tingkah laku pasar adalah bagaimana peserta pasar, yaitu produsen, konsumen dan lembaga tataniaga memberikan respon terhadap situasi penjualan dan pembelian yang terjadi. Ketiga peserta pasar mempunyai kepentingan yang berbeda. Produsen menghendaki harga yang tinggi, pasar output secara lokal,
21
menghendaki pilihan beberapa pembeli, tersedia waktu dan informasi yang cukup dan adanya kekuatan tawar-menawar yang lebih kuat. Lembaga tataniaga menghendaki keuntungan yang maksimal, yaitu selisih margin tataniaga biaya untuk melaksanakan fungsi tataniaga relatif besar. 3. Keragaan Pasar (Performance) Keragaan pasar adalah hasil keputusan akhir yang diambil dalam hubungannya dengan proses tawar-menawar dan persaingan pasar. Dengan demikian keragaan pasar ini dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh pengaruh struktur dan tingkah laku pasar dalam proses tataniaga suatu komoditi pertanian. 3.1.2.3. Margin Tataniaga Margin tataniaga (marketing margin) didefenisikan sebagai perbedaan harga atau selisih harga yang terjadi di tingkat petani dan harga yang terjadi di tingkat pengecer (Dahl dan Hammond, 1977). Sedangkan Limbong dan Sitorus (1987), mengemukakan bahwa margin pemasaran atau margin tataniaga dapat juga dinyatakan sebagai nilai-nilai dari jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Margin tataniaga umumnya dianalisa pada komoditi yang sama, pada jumlah yang sama serta pada struktur pasar yang bersaing sempurna. Tetapi tidak selalu harus dalam kondisi pasar yang bersaing sempurna. Margin tataniaga sering digunakan dalam analisa efisiensi tataniaga. Hal yang menentukan besarnya M (margin total) adalah besarnya margin tataniaga yang didapat oleh setiap lembaga pemasaran dan juga jumlah lembaga pemasaran yang terlibat. Oleh karena itu, marjin total atau perbedaan harga di
22
tingkat pengecer dengan di tingkat petani akan semakin besar, jika lembaga pemasaran yang terlibat semakin besar jumlahnya dengan asumsi margin dari setiap lembaga adalah tetap. Efisiensi tataniaga dapat diukur melalui efisiensi relatif berupa persentase harga yang diterima oleh petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan margin tataniaga. Tingginya margin tataniaga akan mengakibatkan rendahnya persentase farmer’s share. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Dalam beberapa tahun terakhir ini perkembangan buah pisang tanduk di Jawa Barat mulai kurang mendapatkan perhatian. Di balik tersisihnya perkembangan buah pisang tanduk ini, muncul satu pertanyaan besar, mungkinkah usahatani buah pisang tanduk sudah tidak menguntungkan lagi bagi petani sehingga petani kurang memberi perhatian pada budidaya buah pisang tanduk tersebut. Salah satu cara untuk mengetahuinya selisih adalah dengan melakukan penelitian mengenai cabang usahatani pisang tanduk ini. Untuk melihat apakah usahatani tersebut masih menguntungkan atau tidak bagi petani, maka hal yang sebaiknya diteliti adalah permasalahan di sekitar petani (produsen) dan pemasarannya. Oleh karena itu penelitian ini diarahkan kepada analisis kegiatan cabang usahatani dan tataniaga pisang tanduk. Penelitian mengenai analisis cabang usahatani dan tataniaga pisang tanduk dilakukan dengan menilai cabang usahatani yang merupakan selisih antara penerimaan dan biaya yang terjadi. Cabang usahatani ini mencakup pendapatan tunai dan pendapatan total. Penerimaan ini kemudian dibandingkan dengan biaya
23
yang terjadi (R/C) untuk mengetahui efisiensi usahatani ini. Bila R/C lebih besar dari satu maka usahatani ini efisien untuk dilaksanakan, tetapi bila nilai R/C lebih kecil dari satu berarti ini tidak efisien untuk dilaksanakan. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui potensi cabang usahatani pisang tanduk sebagai usaha sampingan petani di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Sukabumi. Bagan kerangka pemikiran secara jelas akan diperlihatkan pada Gambar 2.
24
Petani Pisang Tanduk di daerah Nanggerang
1. 2. 3.
Permasalahan : Sebagai tanaman sampingan saja dan pola usahatani sebagian besar masih bersifat tradisional Keterbatasan kepemilikan lahan , modal, belum tersedianya bibit pisang khususnya pisang tanduk yang terbaik dan jalur transportasi di desa yang rusak. Sistem pemasaran yang dikuasai tengkulak sehingga harga yang diperoleh petani rendah.
Analisis Tataniaga
Analisis Cabang Usahatani
Analisis : Cabang Usahatani Desa Nanggerang , yaitu : • Penerimaan : Harga Satuan x Produksi (Rp/Tandan) • Total Biaya : Biaya Tunai (Pupuk Kandang dan Pajak) x Biaya Diperhitungkan (Penyusutan dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga) • Pendapatan : Pendapatan Atas Biaya Tunai dan Pendapatan Atas Biaya Total • Analisis Rasio (R/C): Rasio (R/C) Atas Biaya Tunai dan Rasio (R/C) Atas Biaya Total
• • • • • •
Analisis : Fungsi-fungsi Tataniaga Saluran Tataniaga Pendekatan SCP (structure, conduct, performance) Margin Tataniaga Farmer’s share
Potensi Cabang Usahatani Pisang Tanduk sebagai usaha sampingan petani di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Sukabumi.
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian.
25
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian usahatani pisang adalah petani di daerah Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi pisang tanduk. Waktu pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli hingga Agustus 2007. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapang, pengisian kuisioner dan wawancara secara langsung kepada petani pisang di lokasi penelitian. Data sekunder tersebut akan dikumpulkan dari literatur-literatur yang relevan seperti buku dan majalah serta dinas atau instansi terkait yang berkaitan seperti Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan Pusat Institut Pertanian Bogor, Perpustakaan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (Faperta IPB) serta instansi lain yang dapat mendukung ketersediaan data penelitian tersebut. 4.3. Metode Penarikan Sampel Pengambilan responden untuk petani dilakukan dengan metode purposive. Berdasarkan jumlah populasi petani pisang tanduk di Desa Nanggerang sebanyak
26
220 orang, lalu dipilih 30 petani responden yang diambil di Kecamatan Cicurug. Sedangkan contoh lembaga pemasaran dilakukan mengikuti arus barang dalam penyalurannya dari produsen sampai konsumen akhir. Jumlah pedagang yang dipilih sebagai responden adalah 10 orang yang terdiri dari dua orang tengkulak, tiga orang pedagang besar, dan lima orang pedagang pengecer. 4.4. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Tahap analisis data yang dilakukan yaitu melalui tiga tahap, yaitu (i) Tabulasi (transfer data dalam bentuk tabulasi), kegiatan ini meliputi kegiatan merumuskan data dan informasi yang diperoleh ke dalam bentuk tabel untuk memudahkan kegiatan interprestasi data. (ii) Editing, kegiatan ini meliputi penulisan data dan informasi yang diperoleh selama kegiatan penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi data dan informasi yang ada dan (iii) Pengolahan data dan interprestasi data. Data dan informasi yang diperoleh di lapang diolah dengan menggunakan pendekatan terhadap lembaga pemasaran yang berlaku, yaitu dengan menggunakan analisis struktur dan perilaku pasar dan analisis keragaan meliputi analisis margin tataniaga. Selanjutnya, analisis data yang dilakukan pada penelitian ini juga meliputi: analisis cabang usahatani dan analisis R/C rasio. 4.4.1. Analisis Keragaan Cabang Usahatani Pisang Tanduk 4.4.1.1. Analisis Cabang Usahatani Pendapatan usahatani dibedakan pendapatan atas biaya tunai yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, dan pendapatan atas biaya total di mana
27
semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya dalam periode tertentu (dalam hal ini dalam jangka waktu satu tahun) (Soekartawi, et al, 1986). Secara
umum
pendapatan
merupakan
hasil
pengurangan
antara
penerimaan total (Total Revenue), dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani pisang merupakan nilai dari penjualan produksi total pisang selama satu tahun. Perhitungan pendapatan usahatani atas biaya tunai dapat dituliskan secara matematis terlihat berikut ini yaitu: YTunai = TR - BTU- BD TR Dimana :
=P.Q
YTunai = Pendapatan Tunai petani pisang (rupiah) TR
= Penerimaan total petani pisang (hasil kali jumlah fisik produk dengan harga )
BTU
= Biaya Tunai (rupiah)
BD
= Biaya yang diperhitungkan(rupiah)
P
= Harga Buah Pisang tanduk (rupiah)
Q
= Jumlah Buah Pisang Tanduk (tandan)
Sedangkan untuk perhitungan pendapatan atas biaya total adalah sebagai berikut, yaitu : YTotal = TR – BTO Dimana :
Y
= Pendapatan Total petani pisang (rupiah)
TR
= Penerimaan total petani pisang (hasil kali jumlah fisik produk dengan harga )
BTO
= Biaya Total (rupiah)
28
Biaya tunai terdiri dari pupuk dan pajak lahan. Sedangkan biaya yang diperhitungkan meliputi tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan peralatan pertanian. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi nilai pembelian yang dikalikan dengan jangka usia ekonomis pemakaian. Metode yang digunakan adalah metode garis lurus, yaitu diasumsikan nilai sisa tidak selalu dianggap nol. Rumus yang digunakan adalah : Biaya Penyusutan = (Nb – Ns) N Keterangan : Nb
= Nilai pembelian (Rp)
Ns
= Nilai sisa (Rp)
N
= Umur ekonomis (tahun)
4.4.1.2. Analisis Ratio (R/C Ratio) Analisis R/C ratio dilakukan untuk mengetahui efisiensi usahatani, yang dapat diketahui dari perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya pada masing-masing usahatani. Analisis imbangan penerimaan dan biaya tersebut dinamakan R/C rasio, yang secara matematis dapat dituliskan : R/C Rasio = Q x Pq Dimana : Q
= Total Produksi Pisang (tandan)
Pq = Harga Persatuan Produksi (rupiah) Atau dapat pula dituliskan : R/C Rasio = Total Penerimaan / Total Biaya
29
R/C Rasio menunjukan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani pisang. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut. Adapun nilai R/C Ratio ini dikatakan pengusahaannya apabila memiliki nilai lebih besar dari satu. Rasio R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani pisang tanduk. Semakin tinggi nilai R/C ratio, (R/C>1) maka usahatani tersebut menguntungkan untuk diusahakan, sementara jira R/C ratio kurang dari satu (R/C<1) maka usahatani tersebut tidak menguntungkan. Secara rinci metode perhitungan cabang usahatani dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perhitungan Cabang Usahatani Pisang Tanduk Arus Penerimaan Produksi kotor Harga Satuan Produk Total Penerimaan (AxB) Arus Pengeluaran Biaya Tunai - Biaya Pupuk = Rp D - Biaya Pajak = Rp E Total Biaya Tunai ( D + E ) = Rp F Biaya Diperhitungkan - Penyusutan = Rp G - Tenaga Kerja Keluarga = Rp H Total Biaya diperhitungkan ( G + H ) = Rp I Total Seluruh Pengeluaran ( F + I ) Pendapatan atas Biaya Tunai ( C – F ) Pendapatan atas Biaya Total ( C – J ) Analisis Rasio/Imbangan Penerimaan dan Biaya Tunai ( C / F ) Analisis Rasio/Imbangan Penerimaan dan Biaya Total ( C / J ) Sumber : Purba, 2002
= A Tandan = Rp B = Rp C
= Rp J = Rp K = Rp L = Rp M = Rp N
30
4.4.2. Analisis Tataniaga 4.4.2.1. Saluran Tataniaga Saluran tataniaga pisang dapat ditelusuri dari titik produsen sampai ke pedagang
pengecer.
Alur
tataniaga
tersebut
dijadikan
dasar
dalam
menggambarkan pola saluran tataniaga. 4.4.2.2. Fungsi-fungsi Tataniaga Fungsi-fungsi tataniaga dilihat berdasarkan masing-masing fungsi yang dilakukan lembaga tataniaga dalam proses penyaluran pisang dari titik produsen ke titik konsumen, sehingga dapat meningkatkan nilai guna produk. 4.4.2.3. Perilaku Pasar Untuk mengetahui tingkah laku pasar dapat dilakukan dengan mengamati praktek dalam penjualan dan pembelian melalui sistem penentuan dan pembayaran harga dan kerjasama diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat. 4.4.2.4. Margin Tataniaga Margin tataniaga dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Secara matematis menurut Limbong dan Sitorus (1987), margin tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut : Mi = PSi – Pbi = Ci + Л i Mi Dengan menggabungkan persamaan (1) dan (2) maka : PSi – Pbi = Ci + Л i Л i = PSi –Pbi - Ci
31
Keterangan : Mi
= Margin tataniaga pasar tingkat ke-i (Rp/Tandan)
PSi
= Harga jual pasar tingkat ke-i (Rp/Tandan)
Pbi
= Harga beli pasar tingkat ke-i (Rp/Tandan)
Ci
= Biaya tataniaga pada tingkat ke-i (Rp/Tandan)
Лi
= Keuntungan lembaga tataniaga pada tingkat ke-i (Rp/Tandan)
Penyebaran margin tataniaga buah pisang tanduk dapat dilihat berdasarkan persentasi keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga tataniaga. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus : Rasio Keuntungan terhadap Biaya (%) = Dimana : Л i
Лi Ci
X 100 %
= Keuntungan lembaga pemasaran ke-i
Ci
= Biaya pemasaran lembaga ke-i
Farmer’s share dapat digunakan juga dalam menganalisis efisiensi saluran tataniaga dengan membandingkan seberapa besar yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Farmer’s share akan menunjukkan apakah tataniaga tersebut memberikan balas jasa yang seimbang kepada petani. Secara matematis farmer’s share dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : Fs = P/K x 100 % Dimana :
Fs
= Farmer’s Share
P
= Harga yang diterima petani
K
= Harga yang dibayar konsumen akhir
4.5 Definisi Operasional Defenisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pendapatan usahatani (net farm income) adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran usahatani dinyatakan dalam satuan rupiah.
32
2. Penerimaan usahatani (dalam rupiah) adalah merupakan nilai dari penjualan produksi total yang dihasilkan. Hasil penjualan diperoleh dari perkalian antara jumlah output yang dihasilkan dengan tingkat harga output dinyatakan dalam satuan rupiah. 3. Pengeluaran usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai dalam proses produksi tetapi tidak termasuk biaya tenaga kerja keluarga. 4. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang harus dibayar dengan uang seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya untuk membayar tenaga kerja. 5. Pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani kalau bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. 6. Pedagang besar adalah pedagang yang menerima produk dari petani langsung atau tengkulak (pedagang pengumpul) untuk kemudian disalurkan ke pedagang besar lainnya. 7. Tengkulak (pedagang
pengumpul) adalah pedagang yang membeli dan
mengumpulkan hasil pertanian dari petani kemudian memasarkan dalam jumlah besar ke pedagang lain maupun pedagang besar lainnya. 8. Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli dari pedagang besar di pasar induk maupun dari petani langsung dan kemudian dijual kepada konsumen akhir. 9. Margin tataniaga (marketing margin) perbedaan harga yang terjadi di tingkat petani dan harga yang terjadi di tingkat pengecer yang dinyatakan dalam satuan Rp/Tandan.
33
10. Biaya tataniaga adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam pendistribusian atau tataniaga produk mulai dari sentra produksi sampai ke konsumen akhir dinyatakan dalam rupiah. 11. Keuntungan tataniaga adalah selisih antara harga jual dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran produk. 12. Farmer’s share adalah proporsi dari harga yang diterima oleh petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir, yang dinyatakan dalam persentase. Tataniaga dikatakan efisien jika nilai margin tataniaga semakin kecil dan farmer’s share semakin besar.
34
BAB V GAMBARAN UMUM DESA NANGGERANG 5.1. Keadaan Geografis Karakteristik geografis Kabupaten Sukabumi terletak diantara 60 21 detik Lintang Selatan 70 28 detik Lintang Selatan dan 1060 43 detik Bujur Timur – 1070 detik Bujur Timur dengan curah hujan per-tahun rata-rata 3500-4000 milimeter per tahun dan jumlah hari hujan rata-rata 150 per-tahun. Kabupaten Sukabumi terletak di kaki Gunung Gede Pangrango dengan ketinggian sekitar 600 – 700 meter di atas permukaan laut. Pada Tahun 1975 Kecamatan Cicurug mengalami pemekaran dari Kelurahan Cicurug ke Kelurahan Purwasari. Selanjutnya pada tahun 1984 dari Kelurahan Purwasari mengalami pemekaran lagi sampai ke Desa Nanggerang. Desa Nanggerang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi yang memiliki iklim cukup baik untuk budidaya dan pengembangan komoditas pisang tanduk. Jarak ke Ibu Kota Kecamatan terdekat sekitar dua kilometer, lama tempuh ke Ibu Kota Kecamatan terdekat sekitar satu jam dan biasanya kendaraan umum ke Ibu Kota Kecamatan terdekat menggunakan kendaraan sepeda motor (ojek). Kemudian Jarak ke Ibu Kota Kabupaten terdekat sekitar 75 kilo meter, waktu tempuh ke Ibu Kota Kabupaten terdekat sekitar empat jam dan kendaraan umum ke Ibu Kota Kabupaten terdekat menggunakan bus. Luas administratif Desa Nanggerang adalah 212,50 hektar yang terbagi ke dalam dua dusun yaitu Cibilik dan Gintung. Setiap dusun dibagi dalam beberapa
35
Rukun Warga dan tiap Rukun Warga dibagi menjadi beberapa Rukun Tetangga. Desa Nanggerang terbagi menjadi delapan Rukun Warga dan 28 Rukun Tetangga. Desa Nanggerang ini dibatasi oleh beberapa daerah yang berada di sekitar daerah tersebut. Batas-batas wilayah Desa Nanggerang adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Benda 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Gintung 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cibilik 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mangunjaya 5.1.1. Keadaan Sosial Ekonomi Total luas tanah yang ada di Desa Nanggerang adalah 212,50 hektar. Sejalan
dengan
dinamika
pembangunan
dan
perkembangan
penduduk
mengakibatkan peningkatan kebutuhan fisik, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Oleh karena itu penggunaan tanah di Desa Nanggerang dibedakan menjadi enam hal, diantaranya 20 hektar (9,4 persen) digunakan sebagai tempat pemukiman, 160 hektar (75,50 persen) adalah daerah pertanian, 15 hektar (7,00 persen) kebun, kolam dan lainnya, 14 hektar (6,50 persen) prasarana umum, dua hektar (0,90 persen) adalah daerah pemakaman dan 1,50 hektar (0,70 persen) merupakan daerah perkantoran. Penggunaan Tanah di Desa Nanggerang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Penggunaan Tanah di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 Penggunaan Tanah Pemukiman Pertanian (sawah) Kebun, kolam, dll Prasarana umum Pemakaman Perkantoran Jumlah
Luas Lahan (ha) 20 160 15 14 2 1,5 212,50
Persentase 9,40 75,50 7,00 6,50 0,90 0,70 100,00
36
Fasilitas
transportasi
mencakup
sarana
dan
prasarana
yang
menghubungkan satu tempat ke tempat lain. Ketersediaan fasilitas transportasi yang memadai akan mempengaruhi kelancaran perekonomian di suatu tempat dalam hal kelancaran mobilitas barang maupun uang termasuk komoditas yang dihasilkan masyarakat setempat. Alat angkutan umum yang tersedia dari Kecamatan Cicurug menuju Desa Nanggerang sebagaian besar menggunakan kendaraan sepeda motor (ojek). Angkutan lainnya seperti mobil pick-up maupun truk hanya dikhususkan untuk membawa hasil-hasil panen masyarakat setempat. Prasarana transportasi desa adalah jalan desa yang terdiri dari jalan tanah yang diperkeras. Jalan tanah hanya bisa dilalui kendaraan sepeda motor, keadaan ini jelas menghambat petani dalam memasarkan
hasil-hasil
pertaniannya.
Tidak
tersedianya
angkutan
ideal
menyebabkan sebagian petani menjual sebagian besar hasil panennya ke PPD (Pedagang Pengumpul Desa) sebab mereka relatif lebih mampu menyediakan sarana transportasi untuk mengangkut hasil-hasil panen. 5.1.2. Kondisi Kependudukan Menurut data dari Desa Nanggerang (2006), jumlah penduduk Desa Nanggerang sebanyak 4.946 jiwa yang terdiri dari 2.576 jiwa laki-laki dan 2.370 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.227 kepala keluarga. Sebaran penduduk Desa Nanggerang hampir merata pada semua golongan usia. Jumlah penduduk yang berada pada usia produktif (15-58 tahun) sebanyak 64,70 persen atau sebanyak 3.199 jiwa. Ini berarti ketersediaan tenaga kerja di Desa Nanggerang terbilang cukup banyak, termasuk untuk bidang pertanian. Komposisi penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 6.
37
Tabel 6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 Umur Jumlah Penduduk Persentase (Tahun) (Jiwa) (%) < 15 1.679 33,90 15 – 58 3.199 64,70 > 59 68 1,40 Jumlah 4.946 100,00 Sumber : Monografi Desa Nanggerang, 2006
Dari jumlah total penduduk, hanya sekitar 18,24 persen penduduk yang memiliki mata pencaharian tetap. Berdasarkan mata pencahariannya, sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian sebagai Petani (8,93 persen), Buruh Tani (33,05 persen), Buruh/Swasta (35,25 persen), Pegawai Negeri (1,90 persen), Pengrajin (0,27 persen), Pedagang (8,00 persen), Peternak (7,73 persen), Montir (0,43 persen), TNI/Polri (0,30 persen), Tukang Batu (1,42 persen), Tukang Kayu (1,31 persen) dan Guru Swasta (1,42 persen). Komposisi penduduk berdasarkan mata pencahariannya di Desa Nanggerang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Nanggerang Tahun 2006 Jumlah Penduduk Persentase Mata Pencaharian (orang) (%) Petani 163 8,93 Buruh Tani 603 33,05 Buruh/Swasta 643 35,25 Pegawai Negeri 34 1,90 Pengrajin 5 0,27 Pedagang 146 8,00 Peternak 141 7,73 Montir 8 0,43 TNI/POLRI 5 0,30 Tukang Batu 26 1,42 Tukang Kayu 24 1,31 Guru Swasta 26 1,42 Jumlah
1.824
100,00
Sumber : Laporan Tahunan Desa Nanggerang, 2006
Apabila dilihat dari tingkat pendidikan penduduk di Desa Nanggerang, sebagian besar penduduknya berasal dari lulusan Sekolah Dasar (SD) atau
38
sederajat dengan jumlah yakni sebanyak 1.462 jiwa (54,30 persen). Masyarakat yang melanjutkan pendidikan hingga tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 868 jiwa (32,30 persen), kemudian yang tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Akhir (SLTA) atau sederajat sebanyak 309 jiwa (11,50 persen), yang tamat D-1 sebanyak dua jiwa (0,10 persen), yang tamat D-2 sebanyak empat jiwa (0,30 persen), yang tamat D-3 sebanyak sembilan jiwa (0,30 persen), yang tamat S-1 sebanyak 34 jiwa (1,30 persen) dan yang tamat S-2 sebanyak dua jiwa (0,10 persen). Tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan sulitnya penerapan inovasi dalam aktivitas usahatani. Komposisi Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Nanggerang, Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 Jumlah Persentase Status Pendidikan (orang) (%) Tamat SD 1462 54,30 SLTP 868 32,30 SLTA 309 11,50 D-1 2 11,50 D-2 4 0,10 D-3 9 0,30 S-1 34 1,30 S-2 2 0,10 Jumlah 2.690 100,00 Sumber : Laporan Tahunan Desa Nanggerang, 2006
5.2. Karakteristik Petani Responden Petani responden di daerah penelitian memiliki berbagai karakteristik yang berbeda-beda, seperti perbedaan umur pengalaman berusahatani pisang, tingkat pendidikan, luas lahan yang dimiliki dan mata pencahariannya. Perbedaan ini mempengaruhi teknik dan kebiasaan mereka dalam berusahatani.
39
5.2.1. Umur dan Pengalaman Usahatani Petani Responden Faktor umur sangat mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Petani yang berumur relatif muda biasanya lebih dinamis, memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dan berani mengambil resiko. Sedangkan petani yang relatif lebih tua biasanya mempunyai pengalaman berusahatani cukup lama sehingga lebih matang dalam pengelolaan usahataninya. Dari 30 orang petani responden di Desa Nanggerang, petani responden yang mengusahakan pisang tanduk berusia antara 18-65 tahun. Petani responden tersebut dikelompokkan menjadi petani responden berumur antara 18-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan 61-65 tahun. Jika dilihat dari sebaran umur petani responden, sebagian besar responden adalah petani yang usianya antara 31-50 tahun, yakni sebesar 70 persen. Pembagian dan persentase dari masing-masing kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Umur Pada Cabang Usahatani Pisang Tanduk Di Desa Nanggerang, Tahun 2007 Jumlah Persentase Kelompok Umur (Orang) (%) 18 – 30 6 20,00 31 – 40 11 36,67 41 – 50 10 33,33 51 – 60 2 6,67 60 – 65 1 3,33 Jumlah 30 100.00 5.2.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden Pendidikan formal petani responden paling tinggi adalah tamat Sekolah Dasar (SD) yang hampir 90 persen sebanyak 27 orang, yang pernah mengenyam pendidikan Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak satu orang (3,33 persen), yang pernah mengenyam Sekolah Menengah Umum (SMU) yaitu
40
sebanyak satu orang (3,33 persen), sedangkan sisanya yang tidak bersekolah sebanyak satu orang (3,33 persen). Tingkat pendidikan formal petani responden dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sebaran Petani responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Cabang Usahatani Pisang Tanduk Di Desa Nanggerang Jumlah Persentase Tingkat Pendidikan (orang) (%) Tamat SMU 1 3,33 Tamat SLTP 1 3,33 Tamat SD 27 90,00 Tidak Sekolah 1 3,33 Jumlah 30 100,00 Penggolongan petani responden berdasarkan tingkat pendidikan ini dilakukan untuk melihat sejuh mana hubungan antara tingkat pendidikan dengan usahatani pisang yang petani usahakan. Berdasarkan hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa petani yang terjun atau menekuni usahatani pisang ini tidak harus mempunyai pendidikan yang tinggi. Petani mengelola usahatani pisang ini hanya didasarkan pada petani ingin memanfaatkan lahan mereka yang kosong dan karena kemudahan dalam membudidayakan pisang tersebut. Jika dilihat dari segi pengalaman petani responden dalam budidaya pisang tanduk, maka hampir semua petani responden mempunyai pengalaman yang cukup lama dalam berusahatani pisang khususnya pisang tanduk. Petani responden dibagi atas tiga kelompok, yaitu petani dengan pengalaman antara 1-10 tahun, 11-20 tahun dan lebih dari 21 tahun. Sebagian besar petani responden memiliki pengalaman berusahatani pisang tanduk antara 1-10 tahun yaitu sebanyak 60 persen dari 18 responden. Sebaran petani responden menurut pengalaman dapat dilihat pada Tabel 11.
41
Tabel 11. Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman Berusahatani Pisang Tanduk di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Tahun 2007 Pengalaman Jumlah Persentase (Tahun) (Orang) (%) 1 – 10 18 60 11 – 20 7 23,33 > 20 5 16,67 Jumlah 30 100 Rendahnya
tingkat
pendidikan
petani
responden
belum
tentu
mencerminkan rendahnya pengetahuan mereka mengenai budidaya pisang tanduk. Pada umumnya para petani responden memperoleh pengetahuan mengenai budidaya pisang tanduk secara turun temurun dari orang tua mereka. 5.2.3. Luas dan Status Pengelolaan Lahan Lahan yang dikelola oleh para petani responden untuk usahatani pisang khususnya pisang tanduk adalah lahan milik Perusahaan Agri dan Pariwisata (PAP). Rumpun pisang yang dimiliki oleh petani seluruh petani responden ratarata berjumlah 70 rumpun, dengan luasan lahan yang ditanami pisang rata-rata 1100 m2, dihitung dari perkalian antara jumlah rumpun yang ditanam dengan luasan kanopi (penutupan lahan oleh tajuk daun) tiap rumpun yaitu rata-rata 6 m2. Sebaran petani berdasarkan luas lahan yang dikelola dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani responden memiliki luas lahan kurang dari 1000 m2, yakni sebanyak 19 orang (63,33 persen). Petani responden yang memiliki luas lahan antara 1001 - 2000 m2 sebanyak enam orang (20 persen). Petani responden yang memiliki luas lahan antara 2001 – 3000 m2 sebanyak dua orang (6,67 persen), dan petani responden yang memiliki luas lahan lebih dari 3001 m2 hanya tiga orang (10 persen). Hampir seluruh petani responden ini bertindak sebagai petani penggarap, menggarap lahan milik
42
Perusahaan Agri dan Pariwisata (PT. PAP) yang mana petani penggarap wajib untuk membayar pajak kepada Perusahaan Agri dan Pariwisata (PT. PAP) setiap satu tahun sekali. Tabel 12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Pengelolaan Lahan Pisang Tanduk di Desa Nanggerang Tahun 2007 Luas Lahan Pisang Jumlah Persentase 2 (Orang) (%) Tanduk (m ) < 1000 19 63,33 1001 – 2000 6 20,00 2001 – 3000 2 6,67 > 3001 3 10,00 Jumlah 30 100,00 5.3. Teknik Budi Daya Tanaman Pisang Tanduk Teknik budidaya tanaman pisang tanduk yang dilakukan oleh Penduduk Desa Nanggerang, yaitu kegiatan persiapan lahan dan pengolahan lahan, kegiatan penanaman, kegiatan pemeliharaan dan kegiatan pemanenan. Kegiatan persiapan lahan dan pengolahan lahan meliputi kegiatan pencangkulan sampai dengan pembuatan lubang tanam. Kegiatan penanaman yaitu menanam bibit anakan tanaman
pisang.
Kegiatan
pemeliharaan
meliputi
kegiatan
pemupukan,
pemberantasan hama dan penyakit dan pembuangan daun kering. Kemudian kegiatan pemanenan merupakan kegiatan mengambil buah pisang yang sudah siap panen. 5.3.1. Persiapan dan Pengolahan Lahan Persiapan lahan yang biasa dilakukan oleh petani responden di Desa Nanggerang yaitu menebang pohon pisang yang telah dipanen atau membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman yang ada dan membersihkan lahan dari gulma-gulma. Setelah lahan bersih dari sisa tanaman lain dan juga gulma, kemudian dilanjutkan
43
dengan kegiatan pengolahan lahan. Pengolahan lahan dilakukan dengan cara mencangkul tanah hingga tanah yang akan ditanami pisang menjadi gembur dan diratakan. Pengolahan lahan untuk menanami pisang ini diakhiri dengan kegiatan pembuatan lubang tanam hingga siap untuk ditanami. Ukuran lubang tanam yang dibuat oleh petani responden umumnya sangat bervariasi, dan hal ini tidak menjadi perhatian bagi petani karena kurangnya pengetahuan tentang budidaya pisang itu sendiri. Begitu juga untuk ukuran jarak tanam yang sangat bervariasi antara satu petani dengan petani yang lainnya, petani tidak memberikan ukuran yang pasti untuk ukuran jarak tanamnya. Petani di Desa Nanggerang hanya memperkirakan jarak kanopi pohon pisang tersebut baru kemudian dibuat lubang tanam lain di sebelahnya, agar antara pohon yang satu dengan pohon yang lainnya tidak terlalu bersinggungan atau agar antara tanaman yang satu dengan yang lainnya juga tidak terlalu jauh jaraknya. 5.3.2. Kegiatan Penanaman Pada umumnya petani responden cara penanamannya pun bervariasi, dimana menanam pisang di pinggiran-pinggiran sawah atau kebun yang mereka tanami padi atau tanaman yang lain. Ada juga yang menanam pisang di sela-sela tanaman lain seperti jagung, tomat, cabe dan pepaya sebagai tanaman tumpang sari. Tidak hanya ditanam di pinggiran-pinggiran sawah atau sebagai tanaman tumpang sari saja, tapi ada juga petani responden yang menanam pisang tanduknya pada petakan-petakan lahan tersendiri secara khusus walaupun pada luasan lahan yang tidak begitu luas. Jarak tanam yang digunakan oleh petani responden yang menanam dalam petakan lahan rata-rata adalah 2 x 3 meter atau 3 x 3 meter. Sedangkan pisang
44
tanduk yang ditanam di pinggiran-pinggiran sawah atau kebun, petani menanam dengan jarak rata-rata enam meter. Hal ini dilakukan karena untuk mencegah daun pisang yang saling bersinggungan satu sama lain. Sehingga tanaman pisang tersebut dapat tumbuh dengan optimal. Pisang-pisang yang dihasilkan oleh petani responden di Desa Nanggerang sangat beragam. Pada umumnya petani responden menanam pisang secara tidak teratur dilihat dari jenis atau varietasnya. Jadi, dalam satu tempat bisa terdapat bermacam-macam jenis pisang. Pisang yang dihasilkan oleh petani responden di Desa Nanggerang adalah antara lain: jenis pisang Tanduk, Ambon, Raja Sereh, Uli, Kepok, Lampung, Nangka, Galek dan Raja Bulu. Tetapi pisang yang paling banyak ditanam oleh petani responden di lokasi penelitian adalah jenis pisang Tanduk dan Uli. Teknik budidaya yang diterapkan oleh petani responden di Desa Nanggerang pada umumnya masih belum intensif. Hal ini dikarenakan petani beranggapan bahwa mereka menanam pisang tanduk hanya sebagai sampingan saja. Sehingga tidak ada perawatan atau perlakuan-perlakuan khusus yang diberikan pada tanaman pisang tanduk tersebut. Pada umunya pisang ditanam, kemudian tinggal menunggu berbuah saja. Petani memelihara tanaman pisang tanduk hanya sepintas saja sambil mengerjakan tanaman lain yang mereka anggap lebih penting seperti tanaman sayuran atau palawija yang lain. 5.3.3. Kegiatan Pemeliharaan Setelah kegiatan persiapan dan pengolahan lahan, penanaman, kemudian kegiatan yang ketiga adalah pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan ini meliputi kegiatan pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit dan pembuangan daundaun kering.
45
Pemupukan yang intensif selalu diberikan untuk tanaman yang petani anggap lebih penting dan utama dibandingkan pisang tanduk, seperti jagung, tanaman sayuran dan palawija.. Hal ini menunjukkan bahwa petani bertindak seperti itu karena selain keterbatasan modal yang petani responden miliki juga keterbatasan ilmu pengetahuan tentang budidaya pisang tanduk itu sendiri. Penyiangan pisang tanduk dilakukan jika petani responden ada waktu atau kebetulan berada di tempat yang sama dengan pisang tanduk itu ditanam. Tidak ada waktu khusus bagi petani untuk melakukan kegiatan penyiangan ini. Penyiangan dilakukan dengan cara membersihkan gulma-gulma yang berada disekitar tanaman pisang tanduk tersebut dengan menggunakan alat parang, sabit atau cangkul. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan agar dapat tumbuh dengan baik tanpa ada gangguan dari gulma-gulma. Kegiatan selanjutnya yang sering dilakukan oleh petani responden adalah kegiatan pembersihan tanaman. Perlakuan perbersihan tanaman ini meliputi seperti; pembersihan sisa tanaman bekas panen sebelumnya, pembersihan daundaun kering dan penjarangan anakan. Daun-daun yang sudah mengering harus dibuang dengan tujuan agar pertumbuhan pisang tanduk baik, selain itu juga agar tampak bersih dan rapi. Penjarangan anakan dilakukan apabila pisang tanduk tersebut sudah mulai tumbuh banyak anakan di sekelilingnya. Biasanya petani menyisakan tiga sampai empat anakan saja, sementara anakan yang lain dipindahkan ke tempat lain. Sedangkan kegiatan pembersihan tanaman dari sisa tanaman bekas panen sebelumnya dilakukan agar tanaman pisang yang tumbuh sekarang dapat tumbuh dengan baik dan tidak terganggu oleh sisa-sisa tanaman.
46
5.3.4. Kegiatan Pemanenan Dalam kegiatan pemanenan pisang tanduk yang dilakukan oleh rata-rata petani responden yaitu ada petani yang memanen pisang tanduk dalam keadaan yang masih mentah dan ada juga memanennya sudah matang, tergantung daripada keperluan atau kebutuhan. Tanaman pisang tanduk ini di Desa Nanggerang ratarata dipanen setelah berumur kurang lebih sembilan sampai dengan sepuluh bulan setelah penanaman. Tanaman pisang tanduk ini berbuah hanya sekali semasa hidupnya. Jika tanaman pisang tanduk ini sudah berbuah maka tanaman pisang tanduk tersebut akan mati. Setelah itu dilanjutkan dengan pemeliharaan tanaman pisang tanduk yang baru dari anakan pisang tanduk sebelumnya. Panen pisang tanduk ini dilakukan secara bertahap tidak dilakukan secara serentak atau keseluruhan, karena pisang tanduk berbuah juga tidak serentak antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lainnya walaupun penanamannya bersamaan. Panen pisang tanduk dilakukan secara bertahap, panen pisang tanduk ini dilakukan rata-rata satu sampai dua minggu. Ciri-ciri pisang tanduk yang siap dipanen adalah : 1. Umur buah antara 80-110 hari setelah berbunga 2. Tangkai putik pada ujung buah sudah gugur (luruh) 3. Ukuran buah telah maksimum dan warna kulit buah hijau kekuningkuningan. Cara panen yang biasa dilakukan oleh petani adalah secara manual. Buah yang masih mentah dipotong menggunakan parang lalu buah pisang tanduk dikumpulkan di satu lokasi dan disusun ke dalam pikulan supaya bisa langsung dibawa pulang atau dijual ke tengkulak.
47
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Usahatani Pisang Tanduk Subsistem sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi dalam usahatani. Subsistem sarana produksi pisang tanduk di Desa Nanggerang terdiri dari bibit pisang tanduk, pupuk, tenaga kerja dan alat-alat pertanian yang berupa cangkul, kored, golok dan ember. 6.1.1. Bibit Pisang Tanduk Untuk mendapatkan bibit pisang khususnya pisang tanduk, petani responden tidak perlu membibitkan atau membeli bibit pisang tanduk tersebut. Biasanya bibit pisang tanduknya diperoleh dari anakan pisang tanduk yang sudah ada dari tanaman sebelumnya. Anakan pisang tersebut sengaja dibiarkan tumbuh menggerombol di sekitar atau sekeliling tanaman induknya. Penanaman pisang dilakukan dengan cara memindahkan anakan pisang yang ada langsung ke dalam lubang tanam yang sudah disiapkan. 6.1.2. Penggunaan Pupuk Dari hasil wawancara dengan petani responden, sebagian besar dari mereka lebih menggunakan pupuk kandang dibandingkan dengan pupuk kimia, karena menurut mereka selain ekonomis, pupuk kandang juga mempertahankan kesuburan tanah. Pada umumnya petani responden tidak menggunakan pupuk kimia seperti Urea, TSP ataupun KCL. Hal ini dikarenakan tanaman pisang tanduk tersebut sudah mendapatkan pupuk kimia dari tanaman utama yang ada di sekitarnya. Jadi,
48
pada saat petani memupuk tanaman utama seperti sayuran, buah dan palawija, pupuk yang diberikan pada tanaman-tanaman tersebut juga akan diserap oleh pisang tanduk. 6.1.3. Obat-obatan atau Pestisida Seperti pada penggunaan pupuk, petani responden di Desa Nanggerang juga tidak memberikan perlakuan obat-obatan pada tanaman pisang tanduk mereka, hal ini menunjukkan bahwa petani responden menerapkan teknik budidaya non intensif. Apabila terdapat gejala penyakit yang menyerang pada pisang tanduk, maka petani responden hanya melakukan pembuangan bagianbagian tanaman yang terserang penyakit. Namun, jika serangan penyakitnya sudah menyebar lebih besar, maka petani responden langsung menebang pohon pisang tanduk tersebut atau membakarnya. Semua itu dilakukan agar serangan penyakit tersebut tidak menular pada tanaman pisang yang masih sehat di sekitarnya. Perlakuan petani tersebut dilakukan untuk menghemat biaya daripada membeli obat-obatan atau pestisida. Selain itu, petani beranggapan karena masih bisa ditangani secara manual maka tidak perlu menggunakan obat-obatan dengan alasan pemborosan. 6.1.4. Tenaga Kerja Kebutuhan tenaga kerja di lokasi penelitian mudah dipenuhi. Tenaga kerja untuk bidang pertanian bisa berupa tenaga kerja dalam keluarga yakni tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga. Tingkat upah rata-rata yang dibayarkan untuk pekerja laki-laki adalah Rp 10.000,00 per hari kerja dan untuk pekerja wanita adalah Rp 7.000,00 per hari kerja yang dihitung selama enam jam per hari.
49
Biasanya para petani bekerja mulai pukul 07.00 hingga pukul 13.00 WIB. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga untuk usahatani pisang tanduk dapat dilihat dalam Tabel 13. Tabel 13. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja untuk Usahatani Pisang Tanduk per luasan lahan di Desa Nanggerang, tahun 2007 Penggunaan Tenaga Kerja (HKP) Dalam Keluarga Kegiatan Total Persentase (TKDK) Usahatani (HOK) (%) L P Pengolahan Lahan Penanaman
5.68
-
5.68
30.34
3.38
-
3.38
18.07
Penyiangan
-
5.58
5.58
29.80
Pemupukan
2.10
-
2.10
11.22
Pemanenan
1.98
-
1.98
10.57
Total
13.15
5.58
18.73
100.00
Sumber : Data Primer Diolah
6.1.5. Alat-alat Pertanian Jenis alat-alat pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani pisang tanduk ini meliputi cangkul, golok, kored dan ember. Cangkul digunakan untuk menggemburkan tanah dan membuat selokan air. Golok digunakan untuk memanen pisang tanduk dan memotong bibit pisang tanduk. Kored biasanya digunakan untuk menyiangi rumput. Sedangkan Ember untuk membawa air. Usahatani pisang tanduk di daerah penelitian diusahakan sebagai usaha sampingan, oleh karena itu penulis menemui kesulitan untuk menghitung nilai peralatan yang benar-benar digunakan khusus untuk usahatani pisang tanduk ini. Untuk itu nilai penggunaan peralatan per tahun untuk usahatani pisang tanduk dihitung berdasarkan penyusutan peralatan total, yang kemudian dikalikan dengan persentase lahan untuk pisang tanduk dari lahan total yang dimiliki oleh petani.
50
Penyusutan dihitung dengan metode garis lurus, dimana peralatan tradisional petani rata-rata berumur teknis 2 tahun dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai Penggunaan Peralatan Usahatani Pisang Tanduk Jenis Jumlah Harga Umur Teknis Penyusutan peralatan (Buah) (Rp/Buah) (Tahun) (Rp) utk 70 Rumpun Cangkul 2 40.000 3,3 24.242 Kored
1
10.000
2,5
4.000
Golok
1
35.000
1,6
21.275
Ember
2
15.000
1,4
21428
Total Penyusutan
71.545
Lahan Pisang
0,11
(% dari lahan)
7.869
Nilai Penyusutan Sumber : Data Primer Diolah
6.2. Analisis Cabang Usahatani Pisang Tanduk Bentuk analisis cabang usahatani pisang tanduk seluas 1.100 m2 dengan jumlah 70 rumpun pisang selama satu tahun (dua kali produksi) ini mengacu kepada konsep cabang atas total biaya produksi yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Ukuran tingkat pendapatan atas biaya tunai menggambarkan berapa besar pendapatan petani setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan secara tunai. Pendapatan atas biaya tunai ini belum menggambarkan cabang petani yang sesungguhnya,
karena
masih
terdapat
biaya
tidak
tunai
yang
belum
diperhitungkan di dalamnya. Sehingga untuk mengetahui pendapatan petani yang sesungguhnya, maka dalam analisis ini tidak hanya menghitung pendapatan petani atas biaya tunai, tapi perlu dihitung juga pendapatan petani atas biaya total. Pendapatan Cabang Usahatani per luas lahan 1.100 m2 (selama satu tahun) dapat dilihat pada Tabel 15.
51
Tabel 15. Rata-rata Pendapatan Petani Responden per Luas Lahan 1.100 m2 (dalam satu tahun) yang Ditanami Pisang Tanduk di Desa Nanggerang Tahun 2007 Arus Penerimaan A. Produksi kotor B. Harga Satuan Produk C. Total Penerimaan (AxB) Arus Pengeluaran D. Biaya Tunai - Biaya Pupuk (18 KarungxRp 3.000,00) - Biaya Pajak Total Biaya Tunai E. Biaya Diperhitungkan - Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) • TKDK (L) (13,15 x Rp10.000,00) • TKDK (P) (5,58 x Rp7.000,00) - Penyusutan Peralatan Total Biaya diperhitungkan F. Total Seluruh Pengeluaran ( D + E ) G. Pendapatan atas Biaya Tunai ( C – D ) H. Pendapatan atas Biaya Total ( C – F ) I. Analisis Rasio Atas Biaya Tunai ( C / D ) J. Analisis Rasio Atas Biaya Total ( C / F )
= 50 Tandan = Rp 5.000,00 = Rp 250.000,00 = Rp 54.000,00 = Rp 4.000,00 = Rp 58.000,00 = Rp 131.500,00 = Rp 39.060,00 = Rp 7.869,00 = Rp 178.429,00 = Rp 236.429,00 = Rp 192.000,00 = Rp 13.571,00 = 4,31 = 1,05
Berdasarkan Tabel 15, penerimaan cabang usahatani yang dapat diperoleh dari rata-rata petani responden memiliki 50 tandan dengan dua kali produksi dalam 1 (satu) tahun masa produksi, maka hasilnya dikalikan dengan harga per tandan Rp 5.000,00 pada
tingkat tengkulak sehingga penerimaan dari total
produksi petani sebesar Rp 250.000,00 dapat dilihat pada (Lampiran 4) dan total biaya usahataninya sebesar Rp 236.429,00. Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani tersebut hanya terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan Berdasarkan penelitian di Desa Nanggerang biaya tunai seperti; biaya pupuk kandang, biaya bibit, biaya pestisida dan tenaga luar keluarga tidak di masukan dalam perhitungan karena bibit sendiri di Desa Nanggerang memperolehnya dari anakan pisang tanduk yang sudah ada dari tanaman sebelumnya.
52
Untuk obat-obatan atau pestisida petani di Desa Nanggerang juga tidak memberikan perlakuan obat-obatan pada tanaman pisang tanduk mereka, hal ini menunjukkan bahwa petani responden menerapkan teknik budidaya non intensif. Apabila terdapat gejala penyakit yang menyerang pada pisang tanduk, maka petani responden hanya melakukan pembuangan bagian-bagian tanaman yang terserang penyakit. Dari hasil wawancara dengan petani responden, sebagian besar dari mereka lebih menggunakan pupuk kandang dibandingkan dengan pupuk kimia, karena menurut mereka selain ekonomis, pupuk kandang juga mempertahankan kesuburan tanah. Pupuk kandang diperoleh petani dari peternak di daerah setempat. Petani membeli pupuk kandangnya seharga Rp 3.000,00 per karung, dengan volume karung berukuran 25 Kg. Pada kenyataannya kondisi tanah di desa Nanggerang masih terjaga kesuburannya, sehingga untuk komoditi tertentu seperti halnya usahatani pisang tanduk, petani tidak perlu menguras kantong untuk membeli pupuk kimia.
Pupuk kimia hanya digunakan pada
kegiatan usahatani untuk komoditi unggulan saja seperti misalnya jagung dan sayur mayur. Petani di Desa Nanggerang seluruhnya diwajibkan membayar pajak yaitu sebesar Rp 4.000,00 kepada PT. PAP setiap tahunnya untuk semua luasan lahan yang petani kelola. Sedangkan untuk biaya sewa lahan tidak di masukkan dalam perhitungan biaya karena pisang tanduk di Desa Nanggerang ini hanyalah sebagai usaha sampingan dan penanamannya dengan cara tumpang sari dengan komoditi utamanya seperti jagung dan singkong. Sehingga sewa lahan dibebankan kepada petani yang memiliki komoditi tanaman utamanya. Sewa lahan Di Desa Nanggerang yaitu untuk lahan datar dikenakan biaya sebesar Rp 450.000,00 per
53
hektar per tahun dan untuk lahan miring dikenakan biaya sebesar Rp 300.000,00 per hektar per tahun. Khusus untuk petani di Desa Nanggerang yang memiliki komoditi utama seperti jagung membayar sewa lahan kepada PT. PAP setelah panen jagung (tiga kali dalam setahun). Adapun yang termasuk dalam biaya yang diperhitungkan adalah penyusutan peralatan sebesar Rp 7.869,00 dan biaya tenaga kerja dalam keluarga sebesar Rp 131.500,00 (L) dan Rp 39.060,00 (P). Komponen biaya terbesar adalah biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga, hal ini dikarenakan usahatani pisang banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga mengingat pisang bukan sebagai tanaman pokok sehingga lebih banyak memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya sendiri dalam usahatani seperti pada anggota keluarganya dan bibit dari kebun sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat perhatian petani dalam pengusahaan pisang tanduk masih sangat rendah, karena petani masih enggan dalam mengeluarkan uang untuk membayar biaya tenaga kerja luar keluarga. Meskipun tingkat perhatian petani dalam pengusahaan pisang tanduk masih tergolong rendah, namun usahatani pisang dalam pengusahaan untuk 1.100 m2 selama satu tahun sangat menguntungkan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 15, bahwa usahatani pisang tanduk dapat menghasilkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 192.000,00 setahun yang artinya petani dalam mengusahakan pisang tanduk dapat menutupi biaya tunai maupun biaya tidak tunai. Petani memperoleh total biaya sebesar Rp 236.429,00 dengan pendapatan atas biaya tunai yang sebesar Rp 192.000,00 selama periode satu tahun. Jika dilihat perhitungan biaya cabang usahatani yang diterima petani relatif rendah.
54
Pendapatan usahatani yang rendah tentunya tidak memberikan insentif yang menarik
bagi
petani.
Selama
ini
petani
di
Desa
Nanggerang
tetap
mempertahankan usahatani pisang tanduk karena mereka merasa bahwa kegiatan usahatani tersebut merupakan usaha yang sudah mereka warisi secara turuntemurun sehingga petani tidak mau meninggalkan kegiatan usahatani tersebut. Petani juga tidak pernah memperhitungkan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) maupun penyusutan peralatan sehingga seolah-olah pendapatan yang mereka terima dari usahatani pisang tanduk cukup besar. Bagi petani, usaha pisang tanduk merupakan kegiatan yang paling mungkin mereka lakukan karena mereka tidak memiliki modal tunai untuk melakukan kegiatan usahatani atau pekerjaan yang lain. Jadi, petani mengusahakan usahatani pisang tanduk sekedar mengisi waktu luang untuk tanaman sampingan selain tanaman utamanya seperti jagung dan singkong serta hasilnya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya seharihari. Perbandingan R/C rasio dengan penelitian terdahulu yaitu nilai R/C rasio yang diperoleh ini lebih kecil. Desa Nanggerang juga belum pernah adanya penyuluhan. Sehingga kurangnya pengetahuan dan informasi petani mengenai teknik budidaya pisang tanduk. Hasil yang diperoleh dari perhitungan cabang usahatani yaitu biaya totalnya yaitu sebesar Rp 236.429,00. Penerimaan yang diperoleh petani pada produksi yang dihasilkan adalah sebesar Rp 250.000,-. Nilai imbangan penerimaan dan biaya atau Reveneu and Cost Rasio (R/C) total pada usahatani pisang tanduk yang dihasilkan adalah 1,05 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1,00 maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,05. Hal ini merupakan pembuktian secara perhitungan
55
dalam metode penelitian, bahwa kegiatan usahatani pisang tanduk di desa Nanggerang masih menguntungkan bagi petani, karena penerimaannya masih memberikan keuntungan bagi petani karena penerimaannya lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. 6.3 Analisis Tataniaga Pisang Tanduk 6.3.1. Saluran Tataniaga Dalam suatu usahatani, aspek tataniaga merupakan suatu hal yang sangat penting dan sangat menentukan keberhasilan dari usahatani tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden di Desa Nanggerang, hampir sebagian besar petani responden menjual pisang tanduk yang mereka hasilkan kepada pengumpul, walaupun ada juga beberapa petani reponden yang langsung menjual hasil panennya tersebut ke pasar. Para pengumpul membeli pisang tanduk petani dengan cara langsung melakukan pemanenan sendiri setelah mendapat persetujuan dari petani. Pengumpul langsung mendatangi kebun-kebun milik petani tersebut untuk melakukan pemanenan. Pisang tanduk yang sudah dipanen, kemudian dibawa ke pinggir jalan untuk lebih memudahkan dalam pengangkutan. Biaya pengangkutannya sepenuhnya ditanggung oleh pihak pengumpul. Ada salah satu warga di lokasi penelitian yang mana bertindak sebagai pengumpul hasil pertanian termasuk pisang di wilayah setempat, sekaligus berperan sebagai pedagang pengecer di pasar-pasar terdekat. Jadi, dalam kegiatan pemasaran pisang ini terdapat dua jalur pemasaran yang biasa digunakan oleh petani responden di Desa Nanggerang, yaitu: Jalur Tataniaga I : Petani sebanyak 28
orang
atau
(93,33%)ÆPedagang
Pengumpul
(Tengkulak)ÆPedagang
56
BesarÆPedagang PengecerÆKonsumen dan Jalur Tataniaga II : Petani sebanyak dua orang atau (6,67%)ÆPedagang Pengecer (pedagang jongkok)ÆKonsumen. Petani responden di Desa Nanggerang pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam pemasaran pisang tanduk yang mereka hasilkan. Karena petani sudah bekerjasama dengan pengumpul untuk membeli hasil panennya, yang mana pengumpul akan datang setiap dua minggu sekali untuk melakukan pemanenan pisang. Hanya saja masalah yang dihadapi oleh petani adalah harga yang ditawarkan adalah rata-rata Rp 5.000,00 untuk setiap tandannya. Padahal harga pisang tanduk yang dipasarkan di tingkat pengecer berkisar antara Rp 20.000,00 sampai dengan Rp 25.000,00 per tandan. Karena harga rendah yang diterima oleh petani inilah yang menyebabkan petani kurang tertarik untuk membudidayakan pisang tanduk secara lebih intensif. Pisang yang diambil dari Desa Nanggerang ini, kemudian akan dipasarkan oleh pedagang pengumpul ke pedagang pengecer di pasar-pasar terdekat seperti; pasar Sukabumi, pasar Cicurug, pasar Ciawi dan pasar Bogor.
Petani Jalur Tataniaga I (93,33%) Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Konsumen Akhir
Pedagang Pengecer Jalur Tataniaga II (6,67%) Konsumen akhir Gambar 3. Skema Saluran Tataniaga Pisang Tanduk
57
6.3.1.1. Saluran Pemasaran I (PetaniÆPedagang PengumpulÆPedagang BesarÆPedagang PengecerÆKonsumen) Pada saluran pertama, pada saat panen petani mengumpulkan hasil panennya, lalu menjualnya pada pedagang pengumpul (tengkulak), petani yang menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul (tengkulak) sebanyak 28 orang (93,33 persen) dengan harga Rp 5.000,00 per tandan. Petani memilih saluran ini karena petani lebih mudah dalam menyalurkan hasil panennya serta hemat biaya pemasarannya dan alasan lain karena petani sudah terikat modal hutang piutang, jalur sarana transportasi dan kondisi jalan yang berupa jalan berbatu saat ini sedang dalam kondisi rusak berat dan sulit dilalui kendaraan umum. Kemudian dari pedagang pengumpul (Tengkulak) langsung menjual hasil panennya ke pedagang besar, kemudian dari pedagang besar langsung ke pedagang pengecer dan dari pedagang pengecer ke konsumen. Pedagang pengumpul (tengkulak) menjual pisang tanduknya langsung ke pedagang besar seharga Rp 7.500,00 per tandan. Kemudian dari pedagang pengumpul langsung dijual lagi ke pedagang besar yang berada di luar Desa Nanggerang dan di luar Kecamatan. Pedagang besar ini lalu mendistribusikan ke pedagang pengecer yang berada di kawasan Kota Sukabumi hingga sampai ke Ciawi Bogor sebesar Rp 12.500,00 per tandan. Selanjutnya pedagang pengecer menjual kembali ke konsumen akhir sebesar Rp 20.000,00 sampai dengan Rp 25.000,00 per tandan. Biasanya pisang tanduk di pedagang pengecer harganya mengalami peningkatan cukup tinggi apabila bulan Ramadhan datang. Dimana harga pisang tanduk yang dijual oleh pedagang pengecer bisa mencapai Rp 45.000,00 sampai dengan Rp 60.000,00 per tandannya.
58
6.3.1.2. Saluran Pemasaran II (PetaniÆPedagang Pengecer (jongkok)Æ Konsumen Petani langsung menjual hasil panennya ke pedagang pengecer (jongkok) dan kemudian ke konsumen akhir. Petani yang menjual hasil panennya kepada konsumen berjumlah dua orang (6,67 persen) dengan harga Rp 16.000,00 per tandan ini merupakan saluran tataniaga terpendek dalam jalur tataniaga pisang tanduk yang terdiri dari petani, pedagang pengecer dan konsumen.. Hal ini sangat menguntungkan petani karena biasanya kalau petani menjual hasil panenya ke pedagang pengumpul (tengkulak) harganya sudah ditentukan yaitu Rp 5.000,00 per tandan. Melihat besarnya selisih hasil penjualan antara saluran tataniaga I dan saluran tataniaga II, maka dalam hal penjualan petani lebih diuntungkan pada saat menjual langsung ke pedagang pengecer, selisih pendapatan yang diperoleh yaitu sebesar Rp 11.000,00 per tandan. Petani melakukan kegiatan pemanenan sendiri dan menjualnya sendiri dengan tujuan memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada dijual ke pedagang pengumpul. Dalam melakukan penjualan, petani menggunakan alat pengangkutan dengan ojek menuju ke tempat pedagang pengecer (jongkok). Pedagang pengecer lalu menjual langsung ke konsumen akhir sebesar Rp 20.000,00 per tandan tanpa adanya biaya tataniaga dalam menjual pisang tanduknya tersebut. 6.3.2. Fungsi-fungsi Tataniaga Pihak-pihak yang terlibat dalam sistem tataniaga di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi antara lain petani, Pedagang Pengumpul, Pedagang Besar dan Pedagang Pengecer. Dalam kegiatannya pihak-
59
pihak tersebut menjalankan fungsi-fungsi tataniaga untuk memperlancar proses penyampaian barang dan jasa. Pada dasarnya fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan dikelompokkan menjadi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan penyaluran barang atau perpindahan hak milik dari produsen sampai ke tangan konsumen yang terdiri dari kegiatan pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian yaitu menetapkan berapa jumlah yang akan di beli dan kualitas yang akan dibeli sedangkan fungsi penjualan adalah fungsi yang meliputi keputusan penjualan, cara-cara penjualan agar mendapatkan pembeli yang banyak pada tingkat harga yang menguntungkan. Fungsi fisik merupakan tindakan yang langsung berhubungan langsung dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu yang terdiri dari kegiatan pengangkutan, bongkar muat dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan merupakan kegiatan perencanaan jenis alat angkut yang digunakan, volume yang diangkut waktu pengangkutan yang tepat. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk mempelancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen yang terdiri dari pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan adalah menyediakan sejumlah uang untuk kegiatan transaksi pemasaran. Fungsi pembiayaan adalah menyediakan sejumlah uang untuk kegiatan transaksi pemasaran. Fungsi penanggungan resiko adalah penerimaan atas kerugian yang mungkin terjadi. Sedangkan fungsi informasi pasar meliputi perkembangan haraga yang berlaku di pasar dan berbagai informasi yang dapat mempelancar penyaluran barang dari produsen ke konsumen.
60
1. Petani Fungsi tataniaga yang dilakukan ditingkat petani adalah fungsi pertukaran yatu penjualan. Dalam menjual hasil pisang tanduk, pada umumnya petani tidak mengalami kesulitan, hal ini dikarenakan tengkulak (pedagang pengumpul) akan mendatangi langsung petani yang sedang panen. Hampir seluruh petani responden tidak pernah menjual langsung ke pasar. Di samping itu petani tidak melakukan fungsi fisik dimana petani tidak mengeluarkan biaya pemanenan seperti pengangkutan dan kegiatan bongkar muat yang merupakan tanggung jawab tengkulak (pedagang pengumpul), tetapi petani memperhitungkan biaya upah tenaga kerja dan biaya pengangkutan. Harga jual dari panen pisang tanduk ditentukan oleh tengkulak, sehingga berdampak pada lemahnya posisi tawarmenawar petani. Sedangkan untuk saluran tataniaga kedua petani langsung menjual hasil panen pisang tanduknya ke pasar tanpa langsung dijual ke tengkulak. Apabila panen dilakukan oleh petani itu sendiri dan ada biaya usahataninya dalam menjual pisang tanduk tersebut seperti transportasi dan upah tenaga kerjanya. 2. Tengkulak (Pedagang Pengumpul) Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh tengkulak adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan dan fungsi fisik yaitu pengumpulan dan pengangkutan dari kebun-kebun petani, serta fungsi fasilitas yaitu sortasi, penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar. Tengkulak (pedagang pengumpul) yang diambil sebagai sampel adalah sebanyak tiga orang. Beberapa diantaranya adalah juga bekerja sebagai petani pisang tanduk dengan bertempat tinggal tidak jauh dari tempat petani pisang tanduk.
61
Adapun cara pembelian yang dilakukan oleh tengkulak pada waktu panen biasanya dilakukan oleh tengkulak tersebut dengan membawa beberapa orang buruh yang bertugas memanen, penyortiran (pemisahan buah antara yang berkualitas baik dan tidak) dan pengangkutan. Sistem pembayaran yang dilakukan tengkulak antara lain secara tunai dan membayar sebagian kemudian sisanya dibayar kemudian pada panen berikutnya. Tengkulak merupakan salah satu dari penghubung informasi harga dari pasar kepada petani. Tengkulak menghadapi resiko kerusakan apabila pengangkutan tidak dilakukan dengan sebaik mungkin. 3. Pedagang Besar Pedagang besar berasal dari pasar-pasar Cicurug Sukabumi. Pedagang besar ini mempunyai hubungan yang erat dengan tengkulak (pedagang pengumpul). Pedagang besar yang membeli hasil panen pisang tanduk dari tengkulak (pedagang pengumpul) pada umumnya sudah menjadi pelanggan tetap. Penyerahan barang dilakukan di pasar-pasar tempat transaksi jual beli. Dalam hal ini, pedagang besar tidak melakukan fungsi fisik yaitu pengangkutan. Sehingga biaya pengangkutan ditanggung oleh tengkulak dalam jumlah yang cukup besar yang terdiri dari biaya transportasi dan penyusutan. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang besar ádalah pembelian dan penjualan. Pembelian biasanya dilakukan secara tunai dan tidak tunai atau ada selang waktu pembayaran beberapa hari. Volume pembelian selalu dalam jumlah besar dan menggunakan modal sendiri.
62
4. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer merupakan lembaga pemasaran terakhir dalam menyalurkan pisang tanduk langsung ke konsumen akhir. Pembayaran yang dilakukan pedagang pengecer dengan pedagang besar dan petani adalah secara tunai. Demikian pula pembayaran yang terjadi antara pedagang pengecer dengan konsumen akhir adalah secara langsung dan tunai. Harga yang berlaku di setiap pedagang pengecer berbeda-beda tergantung pada kualitas dan kuantitas pisang tanduk yang dijual. Lembaga-lembaga pemasaran di Desa Nanggerang pada umumnya menggunakan fungsi-fungsi yang bisa dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Fungsi-fungsi Tataniaga Pisang Tanduk di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Sukabumi, 2007 Saluran dan Lembaga Pemasaran
Fungsi Pertukaran Jual Beli
Petani
√
Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Pedagang Pengecer
√
√
√
√
√
√
Keterangan : √
Fungsi Fisik Angkut Simpan
Sortasi
Fungsi Fasilitas Informasi Penagagun Pasar gan Resiko
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
= Melakukan fungsi pemasaran
6.3.3. Margin Tataniaga Tataniaga terdiri dari kegiatan menyalurkan produk ke konsumen. Output dari tataniaga adalah tenaga kerja, modal dan manajemen. Analisis margin tataniaga digunakan untuk mengetahui unsur pembentuk margin tataniaga yang terbesar sebagai pengukur efisiensi tataniaga pisang tanduk ini. Margin tataniaga diartikan melalui selisih antara harga ditingkat konsumen dengan harga yang diterima produsen yang diperoleh dengan satuan rupiah per tandan pisang tanduk.
63
Dalam penelitian ini, margin pemasaran dihitung berdasrkan kedua jalur tataniaga. Adapun analisis margin dan penyebarannya antar lembaga tataniaga yang terlibat dapat dilihat pada Tabel 17. Dalam pengertian yang lain, margin tataniaga merupakan penjumlahan dari seluruh biaya tataniaga yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh lembaga tataniaga selama proses penyaluran komoditas dari satu lembaga tataniaga kepada lembaga tataniaga yang lainnya. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga berbeda-beda sejalan dengan perlakuan yang diberikan, komponen biaya tataniaga ini terdiri dari biaya transportasi, biaya bongkar muat, biaya pengangkutan, biaya upah tenaga kerja, biaya retribusi, biaya sortasi, biaya penyimpanan dan biaya sewa kios. Sedangkan keuntungan tataniaga merupakan imbalan jasa yang diterima oleh lembaga tataniaga atas biaya yang telah dikeluarkan dalam rangka penyaluran komoditi. Saluran tataniaga pisang tanduk di Desa Nanggerang yaitu : 1. Jalur Tataniaga I : Petani sebanyak 28
orang atau (93,33%)ÆPedagang
Pengumpul (Tengkulak)ÆPedagang BesarÆPedagang PengecerÆKonsumen dan 2. Jalur Tataniaga II : Petani sebanyak dua orang atau (6,67%)ÆPedagang Pengecer (pedagang jongkok)ÆKonsumen. Pada tataniaga pisang tanduk, untuk saluran tataniaga I total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 5.783,34 per tandan atau sebesar (21,13 persen), dimana unsur margin pada tingkat petani ini terdiri dari biaya upah tenaga kerja sebesar Rp 100,00 per tandan atau sebesar (0,40 persen) dan biaya pengangkutan sebesar Rp 25,00 per tandan atau (0,10 persen). Sedangkan unsur margin pada tingkat pedagang pengumpul ini terdiri dari biaya transportasi sebesar Rp 433,33
64
per tandan atau (1,73 persen), biaya bongkar muat sebesar Rp 166,67 per tandan atau (0,67 persen), biaya tenaga kerja sebesar Rp 75,00 per tandan atau (0,30 persen). Unsur margin berikutnya pada tingkat pedagang besar ini yang terdiri dari biaya retribusi sebesar Rp 66,67 per tandan atau (0,27 persen), biaya bongkar muat sebesar Rp 166,67 per tandan atau (0,67 persen), biaya sortasi sebesar Rp 166,67 per tandan atau (0,67 persen) dan biaya penyimpanan sebesar Rp 500,00 per tandan atau (2,00 persen). Kemudian unsur margin pada tingkat pedagang pengecer ini yang terdiri dari biaya transportasi sebesar Rp 750,00 per tandan atau (3,00 persen) dan biaya sewa tempat.sebesar Rp 3.333,33 per tandan atau (13,33 persen). Pada tataniaga pisang tanduk, untuk saluran tataniaga II total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 5.333,33 per tandan atau sebesar (26,66 persen), dimana unsur margin pada tingkat petani ini terdiri dari biaya transportasi sebesar Rp 2.600,00 per tandan atau sebesar (13,00 persen) dan biaya upah tenaga kerja sebesar Rp 733,33 per tandan atau (3,66 persen). Sedangkan unsur margin pada tingkat pedagang pengecer ini terdiri dari biaya upah tenaga kerja sebesar Rp 500,00 per tandan atau (2,50 persen) dan biaya sewa kios sebesar Rp 1.500,00 per tandan atau (7,50 persen). Total keuntungan paling besar diperoleh dari saluran tataniaga I yaitu sebesar Rp 14.488,08 per tandan atau (57,95 persen). Sedangkan keuntungan terkecil berada pada saluran tataniaga II yaitu sebesar Rp 13.735,71 per tandan atau (68,67 persen). Saluran tataniaga yang memiliki total margin paling kecil adalah pada saluran II, yaitu sebesar Rp 15.271,42 per tandan atau (76,36 persen)
65
apabila dibandingkan total margin saluran I yaitu yang sebesar Rp 20.271,42 per tandan atau (81,08 persen). Tabel 17. Analisis Margin Tataniaga Pisang Tanduk di Desa Nanggerang Unsur Margin
Saluran I Rp/Tandan %*
TINGKAT PETANI Biaya Usahatani 4.728,58 18,91 Jumlah Biaya Pemasaran - Biaya Transportasi - Biaya Upah Tenaga kerja 100,00 0,40 - Biaya Pengangkutan 25,00 0.10 Keuntungan 146,42 0,59 Harga Jual 5.000,00 20,00 Margin 271,42 1,09 TINGKAT TENGKULAK Harga Beli 5.000,00 20,00 Jumlah Biaya Pemasaran - Biaya Transportasi 433.33 1.73 - Biaya Bongkar Muat 166.67 0.67 - Biaya Tenaga Kerja 75.00 0.30 Keuntungan 1.825.00 7.30 Harga Jual 7.500,00 30,00 Margin 2.500,00 10,00 TINGKAT PEDAGANG BESAR Harga Beli 7.500,00 30,00 Jumlah Biaya Pemasaran - Biaya Retribusi 66.67 0.27 - Biaya Bongkar Muat 166.67 0.67 - Biaya Sortasi 166.67 0.67 - Biaya penyimpanan 500.00 2.00 Keuntungan 4.099,99 16,40 Harga Jual 12.500,00 50,00 Margin 5.000,00 20,00 TINGKAT PEDAGANG PENGECER Harga Beli 12.500,00 50,00 Jumlah Biaya Pemasaran - Biaya Transportasi 750.00 3.00 - Biaya Sewa Kios 3.333.33 13.33 - Biaya Upah Tenaga Kerja Keuntungan 8.416,67 33,67 Harga Jual 25.000,00 100,00 Margin 12.500,00 50,00 Total Biaya 5.783,34 23,13 Total Keuntungan 14.488,08 57.95 Total Margin 20.271,42 81,08 Ratio Keuntungan/Biaya 2.50 Keterangan* : Persentase terhadap harga jual di pedagang pengecer
Saluran II Rp/Tandan %* 4.728,58
23,64
2.600,00 733,33
13,00 3,66
11.735.71 16.000.00 12.635.71
46.94 80.00 50.54
16.000.00
80.00
1.500,00 500,00 2.000,00 20.000.00 4.000,00 5.333,33 13.735,71 15.271,42 2,57
7,50 2,50 10,00 100.00 20,00 26,66 68,67 76,36
66
6.3.4. Farmer’s Share Farmer’s share digunakan untuk membandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share berhubungan negatif dengan margin tataniaga, artinya semakin tinggi margin tataniaga maka bagian yang akan diterima petani semakin rendah. Farmer’s share yang diterima pada saluran tataniaga pisang tanduk dapat dilihat pada Tabel 18 berikut : Tabel 18. Farmer’s share pada Saluran Tataniaga Pisang Tanduk Saluran Tataniaga Harga di Tingkat Harga di Tingkat Farmer’s Petani (Rp/Tandan) Konsumen share (%) (Rp/Tandan) Saluran Tataniaga 1 5.000,00 25.000,00 20,00 Saluran Tataniaga 2 16.000,00 20.000,00 80,00 Sumber : Data Primer diolah, 2007
Besarnya bagian yang diterima petani pada saluran tataniaga I adalah 20,00 persen. Bagian yang diterima petani pada saluran tataniaga II yang merupakan saluran tataniaga pisang tanduk terpendek adalah 80,00 persen. Dari kedua saluran tataniaga diatas dapat diketahui saluran tataniaga II merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan petani. Bagi petani informasi ini dapat digunakan sebagai alternatif saluran tataniaga pisang tanduknya jika ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Tetapi, pada kenyataan dalam penelitian petani sebanyak 28 orang atau (93,33 persen) lebih memilih saluran tataniaga kesatu karena selain terikat hutang-piutang, petani juga beralasan lebih praktis dan tidak perlu kesusahan lagi dalam menjual hasil panen pisang tanduknya. Desa Nanggerang merupakan daerah yang masih berpendapatan rendah, dimana mereka tidak memikirkan keuntungan tetapi bagaimana hasil panen pisang tanduk tersebut untuk bisa mencukupi kebutuhan mereka saja dan
67
sebagian untuk di konsumsi. Sedangkan alasan petani sebanyak dua orang atau (6.67 persen) menjual langsung ke pedagang pengecer dengan adanya biaya tataniaganya yaitu karena mereka membutuhkan uang tunai secara langsung dan mereka juga merupakan orang yang sangat dikenal dekat oleh pedagang pengecer antar Desa tersebut, sehingga sudah menjadi langganan mereka apabila panen pisang tanduk hasilnya langsung dijual ke pedagang pengecer tersebut dengan harga yang sudah ditentukan oleh petani itu sendiri dalam saluran II yaitu sebesar Rp 16.000,00 per tandan. 6.3.5. Rasio Keuntungan dan Biaya Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan pisang tanduk dari petani ke konsumen akhir yang dinyatakan dalam rupiah per tandan. Sedangkan keuntungan lembaga tataniaga merupakan selisih antara margin tataniaga dengan biaya yang dikeluarkan selama proses tataniaga. Pada saluran tataniaga I, total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 5.783,34 per tandan atau (23,13 persen). Biaya tataniaga terbesar ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 4.083,33 per tandan atau (16,33 persen) dan biaya tataniaga terendah ditanggung oleh petani sebesar Rp 125,00 per tandan atau (0,50 persen). Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp 8.416,67 per tandan atau (33,67 persen) dan keuntungan yang terendah diperoleh pedagang pengumpul sebesar Rp 1.825,00 per tandan atau (7,30 persen). Pada tataniaga pisang tanduk, untuk saluran tataniaga II total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 5.333,33 per tandan atau (26,66 persen). Biaya
68
tataniaga terbesar ditanggung oleh petani yaitu sebesar Rp 3.333,33 per tandan atau (16,66 persen) dan biaya tataniaga terkecil pada pedagang pengecer (jongkok) yaitu sebesar Rp 2.000,00 per tandan atau (10,00 persen), karena pedagang pengecer (jongkok) langsung menerima hasil panen pisang tanduk langsung dari petaninya yang membawakan ke tempat pedagang pengecer tersebut. Jadi, pada saluran tataniaga II ini petani langsung menjual hasil panen pisang tanduknya ke pedagang pengecer (jongkok) dengan adanya biaya tataniaganya yaitu seperti biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja. Untuk mengetahui lembaga manakah yang paling besar meraih keuntungan dapat dilihat melalui rasio keuntungan terhadap biaya. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga. Nilai rasio dapat dilihat pada Tabel 19 dibawah ini, dimana semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Jika ditinjau rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga, suatu saluran tataniaga dikatakan efisien apabila penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga tataniaga merata. Artinya setiap Rp 100,00 biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan yang tidak berbeda jauh antara satu lembaga dengan lembaga lainnya yang terdapat pada saluran tataniaga tersebut.
69
Tabel 19. Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga Pisang Tanduk di Desa Nanggerang Lembaga Tataniaga Petani Li Ci Rasio Li/Ci Pedagang pengumpul Li Ci Rasio Li/Ci Pedagang Besar Li Ci Rasio Li/Ci Pedagang Pengecer Li Ci Rasio Li/Ci Total Li Ci Rasio Li/Ci Keterangan :
Saluran Tataniaga 1
2
146,42 (0.59 %) 125 (0,50 %) 1,18
11.735,71 (46,94 %) 3.333,33 (16,66 %) 2,81
1.825,00 (7,30 %) 675,00 (2,70 %) 2,70 4.099,99 (16,40 %) 900,01 (3,60 %) 4,55 8.416,67 (33,67 %) 4.083,33 (16,66%) 2,02
2.000 (10,00 %) 2.000 (10,00 %) 1,00
14.341,66 (57,36 %) 5658,34 (22,63 %) 2,53
13.735,71 (68,67 %) 5.333,33 (26,66 %) 2,57
Li : keuntungan lembaga tataniaga Ci : biaya tataniaga
Berdasarkan pada Tabel 19, terlihat bahwa nilai total rasio keuntungan dan biaya tataniaga pisang tanduk terbesar terdapat pada saluran II yaitu sebesar 2,57. Rasio 2,57 berarti untuk setiap Rp 100 per tandan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga tersebut akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 257,00 per tandan pisang tanduk. Rasio keuntungan dan biaya terbesar pada masing-masing saluran tataniaga pisang tanduk yaitu saluran tataniaga II rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga yang diperoleh oleh tingkat petani adalah sebesar 2,81. Sedangkan
70
untuk rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga yang diperoleh oleh pedagang pengecer nilai rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga adalah sebesar 1,00. Dibandingkan saluran tataniaga I yang merupakan nilai total rasio keuntungan dan biaya pisang tandu yang terkecil yaitu sebesar 2,50. Rasio 2,50 berarti untuk setiap Rp 100,00 per tandan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga tersebut akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 250,00 per tandan pisang tanduk. Rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing saluran tataniaga pisang tanduk pada saluran tataniaga I yaitu pada tingkat petani memperoleh rasio keuntungan dan biaya sebesar 1,18. pada tingkat pedagang pengumpul nilai rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga sebesar 2,70. Pada tingkat pedagang besar memperoleh nilai keuntungan dan biaya sebesar 4,55 dan pada tingkat pedagang pengecer sendiri nilai keuntungan dan biaya tataniaga sebesar 2,02. Berdasarkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga dapat disimpulkan bahwa pola saluran tataniaga tersebut tidak memberikan keuntungan yang merata pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Petani di Desa Nanggerang sebagaian besar menjual hasil panennya melalui pedagang pengumpul (tengkulak). Harga yang yang diterima petani sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Petani tidak memiliki kekuasaan untuk menetapkan
harga
sehingga
sulit
bagi
petani
untuk
meningkatkan
kesejahteraannya. Untuk dapat mempengaruhi harga, petani harus memiliki suatu lembaga yang dapat mengumpulkan hasil panennya secara bersama-sama dengan petani lainnya di satu wilayah tertentu agar memiliki kedudukan yang kuat dalam penawaran harga. Para petani di Desa Nanggerang ini belum memiliki lembaga
71
koperasi yang dapat menampung hasil panen mereka, sehingga setiap hasil panen masing-masing petani menjual langsung ke pedagang pengumpul (tengkulak). Pembentukan lembaga semacam koperasi tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk membantu petani dalam menjual hasil pisang tanduknya tersebut. Petani di Desa Nanggerang belum sepenuhnya melakukan kegiatankegiatan yang dapat mengembangkan efisiensi dari tataniaga komoditi pisang tanduk ini. Salah satu contohnya adalah pengembangan efisiensi dari tataniaga dengan melakukan pengolahan pisang tanduk agar memiliki nilai tambah pada penjualannya. Selain itu perlu diperhatikan pula cara penyimpanan dan pengangkutan yang lebih baik lagi agar tidak mengalami penurunan kualitas (rusak, busuk) dalam jumlah yang besar dalam penjualannya. Untuk meningkatkan efisiensi harga dengan lebih memperhatikan jumlah pesaing yang ada di pasar dan sortasi, serta informasi pasar yang berlaku pada saat panen. 6.4. Alternatif Saluran Tataniaga Berdasarkan perhitungan margin tataniaga, saluran tataniaga II memiliki total margin tataniaga yang paling kecil, yaitu sebesar Rp 15.271,42 per tandan atau (76,36 persen), sekaligus memiliki total biaya tataniaga paling kecil sebesar Rp 5.333,33 per tandan atau (26,66 persen) dan memiliki total keuntungan sebesar Rp 13.735,71 per tandan atau (68,67 persen). Rasio keuntungan dan biaya tertinggi pada analisis tataniaga pisang tanduk terdapat pada saluran tataniaga II yaitu sebesar 2,57. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga sebesar 2,57 berarti bahwa setiap Rp 100,00 per tandan biaya tataniaga yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan Rp 257,00 per tandan pisang tanduk. sedangkan rasio keuntungan pada saluran tataniaga I yaitu sebesar 2,50.
72
Rasio keuntungan dan biaya tataniaga sebesar 2,50 berarti bahwa setiap Rp 100,00 per tandan biaya tataniaga yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan Rp 250,00 per tandan. Perbedaan nilai rasio yang tinggi antara rantai saluran I dan rantai saluran II disebabkan adanya perbedaan dalam pengeluaran biaya tataniaga di tingkat petani dan pedagang pengecer. Bagian terbesar yang diterima petani pisang tanduk juga berada pada saluran tataniaga II yaitu sebesar 80,00 persen, maka saluran tataniaga II merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani. Tetapi, pada kenyataan dalam penelitian petani sebanyak 28 orang atau (93,33 persen) lebih memilih saluran tataniaga kesatu karena selain terikat hutang-piutang, petani juga beralasan lebih praktis dan tidak perlu kesusahan lagi dalam menjual hasil panen pisang tanduknya. Desa Nanggerang merupakan daerah yang masih berpendapatan rendah, dimana mereka tidak memikirkan keuntungan tetapi bagaimana hasil panen pisang tanduk tersebut untuk bisa mencukupi kebutuhan mereka saja dan sebagian untuk di konsumsi. Sedangkan alasan petani sebanyak dua orang atau (6.67 persen) menjual langsung ke pedagang pengecer dengan adanya biaya tataniaganya yaitu karena mereka membutuhkan uang tunai secara langsung dan petani dapat menentukan harga jual ke pedagang pengecer dengan harga yang telah disepakati bersama serta mereka juga merupakan orang yang sangat dikenal dekat oleh pedagang pengecer antar Desa Nanggerang tersebut, sehingga sudah menjadi langganan mereka apabila panen pisang tanduk hasilnya langsung dijual ke pedagang pengecer tersebut dengan harga yang sudah ditentukan oleh petani itu sendiri dalam saluran Tataniaga II yaitu sebesar Rp 16.000,00 per tandan.
73
6.5. Implikasi Kebijakan Dengan mengacu pada hasil analisis cabang usahatani dan tataniaga pisang tanduk di Desa Nanggerang diketahui bahwa permasalahan dalam pengembangan budidaya pisang tanduk tidak hanya terjadi di tingkatan petani, namun juga ditingkat pemasaran. Permasalahan yang dhadapi oleh petani baik itu keterbatasan lahan, modal, teknologi dan pengaruh dari kondisi jalan transportasi yang sulit, merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya produktivitas pisang tanduk. Rendahnya produktivitas pisang tanduk mengakibatkan rendahnya pendapatan petani. Teknologi yang dilakukan oleh petani adalah warisan turun-temurun dan hasil pengamatan dari petani tetangga. Belum terlihat adanya perlakuan-perlakuan seperti pemupukan, pemberantasan hama dan penggunaan bibit kultur jarngan. Penggunaan benih hasil kultur jaringan yang menurut rekomendasi penelitian lebih tahan penyakt masih relatif mahal bagi petani dan belum lazim diperdagangkan. Hal ini menunjukkan bahwa budidaya pisang tanduk di daerah penelitian belum menggunakan teknologi yang lebih maju. Dengan demikian, petani pisang dalam pengelolaan yang lebih intensif antara lain diperlukan pembinaan yang lebih intensif lagi melalui penyuluhan dan bimbingan kepada petani dari pihak pemerintah dengan menggunakan Standar Operasional Produksi (SOP) yang berlaku. Kegiatan lain yang perlu dipertimbangkan adalah kegiatan pemasaran. Dalam peningkatan efisiensi pemasaran, saluran pemasaran dapat lebih diperpendek. Karena semakin pendek saluran pemasaran maka farmer’s share yang diterima oleh petani akan semakin besar dan marjin pemasaran akan semakin
74
kecil. Marjin pemasaran yang semakin kecil dan farmer’s share yang semakin besar, maka pemasaran akan semakin efisien. Diharapkan distribusi marjin pemasaran semakin merata pada tingkat saluran pemasaran, sehingga akan menciptakan insentif ekonomi yang merata. Struktur pasar yang oligopsoni menempatkan petani pada kekuatan tawarmenawar yang lemah. Hal ini dapat menyebabkan insentif untuk melakukan budidaya pisang tanduk menurun dan ini akan menyebabkan kerugian bagi petani. Salah satu jalan keluarnya atau alternatif untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membentuk kelompok-kelompok tani dan mengaktifkan kembali peran KUD. KUD ini dapat memasok dan menampung hasil produksi pisang petani, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kekuatan tawar-menawar petani, dan harga yang diterima petani pun akan lebih tinggi. Selain fungsi KUD di atas, diharapkan juga KUD dapat menyediakan berbagai sarana produksi dan modal bagi petani yang dapat memacu petani untuk insentif mengusahakan usahataninya. Dengan demikian upaya untuk meningkatkan hasil dan produktivitas tanaman yang diusahakan oleh petani dalam hal ini tanaman pisang di berbagai sentra produksi, produktvitas optimal dapat tercapai.
75
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Pengelolaan usahatani pisang di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug relatif sederhana dan masih merupakan usaha sampingan. Hal ini terlihat dari masih sederhananya cara budidaya tanaman pisang tanduk yang dilakukan oleh petani. Perlakuan seperti pemupukan dan penyemprotan pestisida belum dilakukan oleh petani dan bibit yang digunakan pun masih berasal dari bibit anakan petani sendiri atau bibit anakan tetangga yang tidak terjamin kualitasnya. Walaupun demikian petani telah melakukan penjarangan terhadap tanaman pisangnya. Petani dalam mengusahakan pisang tanduknya kegiatan yang dilakukan masih
sedikit
yaitu
hanya
kegiatan
pengolahan
lahan,
penanaman,
penyiangan/pemeliharaan dan pemanenan. Hal ini disebabkan oleh karena petani mengganggap tanaman pisang tanduk sebagai tanaman sampingan. Sedangkan tenaga kerja yang dgunakan oleh petani adalah tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga. Hasil yang diperoleh dari perhitungan pendapatan cabang usahatani yaitu biaya totalnya yaitu sebesar Rp 236.549,00,00. Penerimaan yang diperoleh petani pada produksi yang dihasilkan adalah sebesar Rp 250.000,00.Jika dilihat dari nilai imbangan penerimaan dan biaya atau Reveneu and Cost Rasio (R/C) total pada usahatani pisang tanduk yang dihasilkan adalah 1,05 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1,00 maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,05. Hal ini merupakan pembuktian secara
76
perhitungan dalam metode penelitian, bahwa kegiatan usahatani pisang tanduk di Desa Nanggerang masih menguntungkan bagi petani, walaupun usahatani tersebut hanya menghasilkan produksi yang sangat rendah. Namun, bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu nilai R/C rasio yang diperoleh ini lebih kecil. Hasil yang didapatkan petani seperti produksi pisang tanduk yang masih rendah dan pisang tanduk hanya dijadikan sebagai usaha sampingan saja dari tahun ke tahun. Selain itu juga di Desa Nanggerang belum pernah adanya penyuluhan. Sehingga kurangnya pengetahuan dan informasi petani mengenai teknik budidaya pisang tanduk. Terdapat dua jalur pemasaran yang biasa digunakan oleh petani responden di Desa Nanggerang, yaitu; Jalur Tataniaga I adalah PetaniÆPedagang Pengumpul (Tengkulak)ÆPedagang BesarÆPedagang PengecerÆKonsumen dan Jalur
Tataniaga
II
adalah
PetaniÆPedagang
Pengecer
(pedagang
jongkok)ÆKonsumen. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat melakukan berbagai fungsi pemasaran. Rantai saluran pada margin pemasaran memperoleh rasio keuntunganbiaya sebesar 2,50 untuk rantai saluran Tataniaga I. Rasio 2,50 mempunyai arti bahwa setiap Rp 100,00 per tandan biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 250,00 per tandan. Rasio keuntungan-biaya pada margin pemasaran relatif tinggi terutama pada rantai saluran Tataniaga II yaitu 2,57. Rasio 2.57 mempunyai arti bahwa setiap Rp 100,00 per tandan biaya pemasaran yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan sebesar Rp 257,00 per tandan. Perbedaan nilai rasio yang tinggi antara rantai saluran Tataniaga I dan
77
rantai saluran Tataniaga II disebabkan adanya perbedaan dalam pengeluaran biaya pemasaran di tingkat petani dan pedagang pengecer. Pedagang pengecer memperoleh keuntungan paling besar karena berhadapan langsung dengan konsumen akhir. Jadi, usahatani pisang tanduk di Desa Nanggerang ini belum berkembang. Hal ini dibuktikan dengan petani yang hanya mampu menghasilkan pisang dalam peningkatan kuantitas, namun tidak diikuti dengan peningkatan kualitas. Sehingga pada akhirnya, pisang khususnya pisang tanduk yang dihasilkan hanya mampu memenuhi pasar-pasar tradisional dengan harga yang kalah bersaing dengan pisang impor, sehingga petani kurang tertarik untuk membudidayakan pisang tanduk secara intensif. 7.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian cabang usahatani dan tataniaga pisang tanduk di Desa Nanggerang, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki dalam upaya meningkatkan cabang usahatani dan tataniaga pisang tanduk, yaitu : 1. Diperlukan pembinaan dan Penyuluhan dari Dinas Pertanian dan Petugas Penyuluh Lapangan mengenai teknik budidaya yang lebih baik, sehingga diperoleh hasil yang maksimal. 2. Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut tentang sistem tataniaga pisang agar pemasaran yang terjadi lebih efisien dan mampu memberikan share yang menguntungkan lagi bagi petani. 3. Pemerintah supaya mendorong kelompok-kelompok petani untuk menjalin kerjasama dalam memasarkan hasil-hasil produksi dan menyebarluaskan informasi harga serta memperbaiki cara pengambilan data harga baik ditingkat petani maupun pedagang.
78
DAFTAR PUSTAKA Agustina. 2005. Analisis Usahatani dan Saluran Pemasaran Stroberry (Fragraria x ananassa Duch). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Angriani. 2006. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Buah Belimbing Depok
Varietas
Dewa-Dewi
(Averrhoa
carambola
L).
Skripsi.
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.. Bambang. 1995. Budidaya dan Analisis Usahatani. Kanisius. Yogyakarta. Dahl, D. and Jerome, W Hammond. 1977. Market and Price Analisis. Mc. Graw Hill Inc, New York. Sari, Diana. 1992. Pemasaran Pisang Segar di dalam Negeri, Studi Kasus di Desa Karang Raja, Kecamatan Ketibung, Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 1993. Budidaya Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L.). Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2005. Potensi, Prospek Data Peluang Buah Tropika Nusantara dalam Menghadapi Pasar Global. Jakarta. Indria. 2006. Analisis Sistem Pemasaran Wortel dan Bawang Daun. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Khairina. 2006. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Wortel dengan Budidaya Organik. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
79
Kohl, Richard I dan W. Downey. 1972. Market of Agriculture Price. The Macmillan Company, New York. Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Penerbit Erlangga, Jakarta. Limbong, W.M. dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian Bahan Kuliah. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Manurung, S. W. H. 1998. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Pisang Lampung. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Monografi Desa, 2007. Potensi Desa Nanggerang. Jawa Barat. Nasir, M. 1999. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Prayitno, G. 1999. Analisis Pendapatan Usahatani dan Sistem Pemasaran Pisang Segar. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Prestiani, I. 2004. Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah-buahan Unggulan di Kabupaten Serang. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Purba, Ramaijon P. 2002. Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Pada Industri Kecil Tapioka (Kasus Industri Kecil Tapioka di Desa Ciparigi Bogor Utara, Bogor). Skripsi Sarjana. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahim dan Diah Retno Dwi Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.
80
Rajaguguk, R. 1998. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Pisang Segar. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Redaksi Trubus. 2004. Berkebun Pisang Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta. Redaksi Trubus. 2005. Pisang Dicari, Pisang Ditanam. Penebar Swadaya. Jakarta. Rukmana. 1999. Usaha Tani Pisang. Kanisius. Yogyakarta. Soekartawi, et. al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia-Press. Jakarta. Suryana. 2004. Analisis Usahatani dan Pemasaran Cilembu di Desa Nagarawangi Sumedang. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
81
82
Lampiran 1. Jumlah Tanaman Pisang di Jawa Barat Tahun 2002-2003 Satuan Pohon Kota 2002 2003 Bekasi 814.272 103.664 Karawang 81.561 95.191 Purwakarta 154.424 122.373 Subang 2.539.329 414.673 Bogor 2.389.919 1.670.596 Sukabumi 263.403 475.145 Cianjur 625.423 482.310 Bandung 84.685 146.680 Sumedang 234.910 53.975 Garut 417.877 873.842 Tasikmalaya 596.514 245.854 Ciamis 464.809 389.899 Cirebon 268.346 181.773 Kuningan 284.084 320.824 Majalengka 436.164 569.350 Indramayu 317.604 181.674 Kota Bogor 0 3.905 Kota Sukabumi 9.648 25.849 Kota Bandung 20 21.318 Kota Cirebon 313 116 Kota Bekasi 3.723 30.226 Kota Depok 8.317 10.502 Jumlah 9.997.345 1.507.490 Sumber : Dinas Pertanian Jawa Barat, 2004
83
Lampiran 2. Jumlah Produksi Pisang di Jawa Barat Tahun 2002-2003 Ton Kota 2002 2003 Bekasi 1.567 1.904 Karawang 1.797 4.442 Purwakarta 14.281 16.020 Subang 50.944 80.718 Bogor 99.875 89.333 Sukabumi 65.786 43.145 Cianjur 611.926 490.335 Bandung 62.131 37.190 Sumedang 59.986 28.368 Garut 35.366 41.790 Tasikmalaya 42.580 42.611 Ciamis 290.016 200.292 Cirebon 28.402 15.299 Kuningan 15.841 11.995 Majalengka 24.524 40.958 Indramayu 10.206 10.675 Kota Bogor 19.715 292 Kota Sukabumi 423 623 Kota Bandung 2.157 421 Kota Cirebon 658 136 Kota Bekasi 374 350 Kota Depok 1.226 349 Jumlah 1.439.779 1.157.446 Sumber : Dinas Pertanian Jawa Barat, 2004
84
Lampiran 3. Hasil Penelitian Terdahulu Analisis Usahatani dan Sistem Tataniaga Tahun 1992 – 2007 No
Peneliti
1
Diana Sari (1992) Analisis Usahatani Pisang Segar
2.
Rajaguguk (1998) Analisis Usahatani dan Pemasaran Pisang Desa Cikangkerag, Cibinong.
3.
Masalah
Tujuan
Alat Analisis
Hasil
1. Menunjukkan 1. Menganalisis bahwa usahatani pisang tanaman pisang dari usahatani rakyat belum dibudidayakan secara intensif 2. Tenaga kerja yang digunakan umumnya adalah tenaga kerja keluarga 1. Usahatani 1. Menganalisis pisang masih pendapatan sebagai usaha usahatani sampingan dan 2. Menganalsis sederhana pemasaran pisang
- Analisis kelayakan financial, - NPV, - Net B/C - IRR
1. Pendapatan usahatani rakyat per tahun bagi petani penyewa Rp 133.542. 2. Diskonto 25 %, NPV positif, Net B/C lebih besar dari 1, IRR 25 %
R/C rasio
1. R/C rasio 7,35 penyewa, R/C rasio pemilik 6,92 2. ada dua jalur pemasaran
Manurung (1998) Analisis Usahatani dan Pemasaran Pisang Desa Sadeng, Leuwiliang
1. Adanya perbedaan harga
1. Menganalisis usahatani pisang 2. Menganalisis pemasaran pisang
R/C rasio
1. R/C rasio 6,12 2. Jalur pemasaran panjang
5.
Nenden (2004) Analisis Usahatani dan Pemasaran Ubi Cilembu
1. Adanya krisis ekonomi maka harga input meningkat dan pendapatan usahatani menurun.
R/C rasio
R/C biaya tunai 2,29 dan R/C biaya Total 1,01
6.
Rena (2005) Analisis Usahatani dan Saluran Pemasaran Stroberry
1. Pola usahatani bersifat tradisional menyebabkan rendahnya produksi dan lemahnya pemasaran buah-buahan
1. Menganalisis aspek budidaya ubi cilembu 2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani petani 3. Menganalisis saluran pemasaran 1. Menganalisis pendapatan usahatani 2. Menganalisis saluran pemasaran
R/C rasio dan NPV
R/C tunai 1,85 dan R/C Total 1,57. NPV yaitu 371.410.756
85
No 7.
8.
9.
10.
11.
Peneliti Hanna (2006) Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Buah Belimbing Depok
Alat Analisis
Hasil
1. Menghitung tingkat pendapatan usahatani. 2. Mengidentifikasi pola rantai pasokan belimbing 3. Menganalisis prilaku lembaga pemasaran 4. Mengukur distribusi marjin pemasran
1.Usahata ni 2.Marjin Pemasara n
Nilai imbangan R/C Ratio Total adalah 2.29 dan R/C Tunai 2.69
1. Menganalisis pendapatan usahataninya 2. Menganalisis pemasarannya
R/C rasio
R/C rationya adalah 7,1
1.
Menganalsis tingkat pendapatan petani Menganalisis pola saluran pemasaran Menganalisis struktur pasar dan prilaku pasar Menghitung sebaran majin pemasaran Menganalisis sistem pemasaran Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran
Usahatani dan R/C rasio
R/C Ratio Tunai Organik 2.28 R/C Total 3.53 R/C Tunai total konvensional 1.70 dan 2.48
Marjin pemasaran dan Farmer share.
Marjin pemasaran Rp 1450/Kg (64.44%) dan Rp 1400/Kg (56%). Farmer Share 44.44% dan 54%
1. Menganalisis sistem pemasaran 2. Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran
Marjin pasar, farmer’s share dan rasio keuntunga n
Marjin Rp 1450/kg (64,44%)dan Rp 1400/kg (56%) sedangkan farmer’s share 44,44% dan 54%
Masalah 1.
Mutu produksi belimbing masih dibawah standar mutu yang diharapkan konsumen. 2. Kualitas dan kuantitas yang belum terjamin serta keterlambatan pengiriman kepasar. Mirra (2006) 1. Petani mangga Analisis gedong gincu Usahatani tidak bisa dan menentukan Pemasaran harga pasar Mangga Gedong Gincu Yulia (2006) 1. Pembudidayaa Analisis n wortel secara Pendapatan organik Usahatani dipetani kecil dan masih belum Pemasaran diperoleh Wortel standar dengan sertifikasi Budidaya produk Organik pertanian organik yang jelas.
Yuni (2006) Analisis Sistem Pemasaran Wortel dan Bawang Daun
1. Petani tidak bisa menentukan harga pasar
Yuni (2006) Analisis Sistem Pemasaran Wortel dan Bawang Daun
1. Petani tidak bisa menentukan besarnya harga pasar
Tujuan
2. 3.
4. 1. 2.
86
Lampiran 4. Karakteristik Petani Responden di Desa Nanggerang No.
Nama Petani
Responden
Usia
Tingkat
Pengalaman
(Tahun)
Pendidikan
Luas Lahan (Hektar)
1
Sanip U.
50
SD
Ustan Pisang Tanduk (Tahun) 11
2
Ajat sudrajat
36
SD
5
0.05
3
Saep
40
SD
15
0.2
4
E. Supandi
45
SD
15
0.13
5
Madi
33
SD
10
0.15
6
Syamsudin
31
SD
5
0.2
7
Nanas
45
SD
12
0.15
8
Saeful Haq
24
SD
4
0.1
9
Samsu
32
SLTP
8
0.05
10
Ojak
32
SD
5
0.06
11
Abas
65
SD
25
0.05
12
Goni
30
SD
5
0.07
13
Edi Tampul
18
SD
5
0.05
14
Hotib
45
SD
20
0.3
15
Dadi
34
SD
7
0.05
16
Jajang
42
SD
8
0.05
17
Rahmat Dayat
23
SMU
5
0.15
18
Sair
50
SD
30
0.15
19
Ade
34
SD
5
0.1
20
Mamat
41
SD
21
0.1
21
Usep S.
37
SD
3
0.2
22
Karma
57
SD
35
0.2
23
Ajut Setiawan
29
SD
5
0.07
24
Jani
45
SD
15
0.02
25
Maman
40
SD
7
0.15
26
Salik
54
TS
30
0.1
27
Supyani
42
SD
8
0.15
28
Sarip
34
SD
6
0.1
29
Barkah
24
SD
4
0.1
30
Asik
45
SD
4
0.05
0.1
87
Lampiran 5. Harga Jual dan Penerimaan di tingkat Petani Pisang Tanduk Tahun 2007 No. Responden Petani 1
Luas Lahan (Hektar)
Produksi Periode/Tandan
Harga jual (Rp/Tandan)
Penerimaan (Rp/Petani)
0.1
48
5000
240000
2
0.05
40
5000
200000
3
0.2
40
5000
200000
4
0.13
42
5000
210000
5
0.15
46
5000
230000
6
0.2
50
5000
250000
7
0.15
43
5000
215000
8
0.1
60
5000
300000
9
0.05
44
5000
220000
10
0.06
46
5000
230000
11
0.05
40
5000
200000
12
0.07
58
5000
290000
13
0.05
44
5000
220000
14
0.3
70
5000
350000
15
0.05
42
5000
210000
16
0.05
52
5000
260000
17
0.15
46
5000
230000
18
0.15
66
5000
330000
19
0.1
60
5000
300000
20
0.1
58
5000
290000
21
0.2
50
5000
250000
22
0.2
52
5000
260000
23
0.07
65
5000
325000
24
0.02
50
5000
250000
25
0.15
56
5000
280000
26
0.1
52
5000
260000
27
0.15
56
5000
280000
28
0.1
54
5000
270000
29
0.1
60
5000
300000
30
0.05
58
5000
290000
Jumlah
3.4
1496
150000
7480000
Rata-rata
0.11
49.86
5000
249333,33
88
Lampiran 6. Biaya Tataniaga Pisang Tanduk yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Tataniaga pada Jalur Pemasaran I Biaya Jumlah Rata-rata (Rp/Tandan) A. Petani - Biaya Pengangkutan 100,00 - Biaya Upah Tenaga Kerja 25,00 Jumlah 125,00 B. Tengkulak - Biaya Transportasi 433,33 - Biaya Bongkar Muat 166,67 - Biaya Upah Tenaga Kerja 75,00 Jumlah 675,00 C. Pedagang Besar - Biaya Retribusi 66,67 - Biaya Bongkar Muat 166,67 - Biaya Penyimpanan 500 - Biaya Sortasi 166,67 Jumlah 900,01 D. Pedagang Pengecer - Biaya Transportasi 750 - Biaya Sewa Tempat 3333,3 Jumlah 4083,3 Total Biaya Tataniaga 5783,34 Lampiran 7. Biaya Tataniaga Pisang Tanduk yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Tataniaga pada Jalur Pemasaran II Biaya Jumlah Rata-rata (Rp/Tandan) A. Petani - Biaya Transportasi 2.600,00 - Biaya Upah Tenaga Kerja 733,33 Jumlah 3.333,33 D. Pedagang Pengecer - Biaya Sewa Kios 1500,00 - Biaya Upah Tenaga Kerja 500,00 Jumlah 2000,00 Total Biaya Tataniaga 5.333,33
89
Lampiran 8. Jumlah Penggunaan Tenaga kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Biaya yang dikeluarkan Petani Responden No
Pengola han Tanah
Penana man
Penyian gan dan Pemelih araan
Pemupu kan
Pemane nan
Jumlah Tenaga Kerja
Biaya (Rp) 10.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
8.33 10.00 10.83 6.00 3.00 8.00 2.45 2.00 5.00 2.33 3.00 10.83 5.33 10.83 5.00 9.00 4.16 4.16 2.00 5.00 7.00 2.50 5.00 6.66 5.00 10.00 5.00 3.00 8.33 1.67 170.58 5.68
0.83 2.50 1.67 0.91 7.12 4.00 0.72 6.12 4.63 3.50 1.00 4.22 5.00 10.83 5.00 9.00 0.83 0.66 2.00 0.42 9.00 1.19 5.00 2.66 5.00 0.49 0.42 1.00 4.16 1.66 101.54 3.38
2.66 1.33 5.00 3.00 20.55 2.63 0.33 1.33 5.00 2.50 0.83 5.00 8.33 17.40 5.00 4.00 12.00 5.00 1.67 1.67 5.83 4.00 8.33 10.00 0.83 2.05 1.65 3.90 5.16 20.50 167.48 5.58
0.83 0.83 2.25 0 1.00 0.50 0 0 0 0 1.00 8.33 5.00 0 4.00 1.67 0 0.66 20.83 0 0 8.33 1.33 0 0 0.83 1.00 0.83 1.33 3.50 63.06 2.10
0.67 1.00 8.33 1.26 3.33 0.67 1.05 0.33 1.47 6.70 2.00 4.75 0.33 1.67 0.83 5.70 0.33 3.00 0.16 2.50 0.70 0.67 4.16 1.33 0.33 0.50 2.67 2.00 0.83 0.16 59.43 1.98
13.32 15.66 28.08 11.17 35.00 15.3 4.55 9.78 16.10 15.03 11.83 27.63 23.66 40.73 19.83 29.37 17.32 13.48 26.66 9.59 22.53 16.69 23.82 20.65 11.16 13.87 10.74 10.73 19.18 27.49 561.58 18.72
199.800 234.900 421.200 167.550 525.000 229.500 68.250 146.700 241.500 225.450 177.450 414.450 354.900 610.950 297.450 440.550 259.800 202.200 399.900 143.850 337.950 250.350 357.300 309.750 167.400 208.050 161.100 160.950 297.150 412.350 8.42.700 280.790
Total Rata-rata
90
Lampiran 9. Biaya Penyusutan Alat No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Total Ratarata
Luas Lahan ditanami non pisang
Luas Lahan Ditana mi pisang
Rump un yang dimili ki
0.8 0.2 0.5 0.17 0.25 0.05 0.5 0.5 0.15 0.2 0.1 0.38 0.45 0.5 0.13 0.9 0.85 0.25 0.5 0.8 0.1 0.7 0.23 0.08 0.3 0.8 0.4 0.3 0.4 0.15 11.64 0.38
0.1 0.1 0.2 0.13 0.15 0.2 0.15 0.1 0.05 0.06 0.1 0.07 0.05 0.2 0.05 0.1 0.15 0.15 0.1 0.1 0.2 0.2 0.07 0.02 0.15 0.1 0.15 0.1 0.1 0.05 3.45 0.11
70 65 84 67 69 83 75 75 63 65 62 64 88 61 85 66 72 73 85 63 65 79 81 65 74 70 64 64 67 70 2082 69.4
Cangkul Rp 40.000
1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 60 2
Jumlah Alat Yang Dimiliki Kored Ember Rp 10.000 Rp35.000
2 1 3 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 2 2 3 1 2 3 2 1 1 1 1 1 0 0 1 2 1 28 0.93
1 2 3 3 0 1 1 0 1 3 2 0 3 2 3 0 0 0 5 0 0 2 2 2 2 1 1 2 1 1 48 1.6
Golok Rp15.000
1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3 2 0 0 3 0 0 0 0 5 2 2 2 2 1 1 1 22 0.7
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
KUESIONER PENELITIAN Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk menyusun skripsi berjudul ANALISIS USAHATANI DAN SISTEM PEMASARAN PISANG TANDUK (Studi Kasus Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi) oleh Tantri Maharani (A14104624), Mahasiswa Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisis kuesioner ini secara lengkap. Kerahasiaan responden terjamin. Terima kasih atas bantuan dan kerja sama Bapak/Ibu.
KUISIONER USAHATANI I. IDENTITAS PETANI 1. Tanggal Wawancara
: …………………………………………………………………………………….
2. Nama
: …………………………………………………………………………………….
3. Jenis Kelamin
: P/L
4. Alamat/No. Telp
: ……………………………………………………………………………...……..
5. Umur
: ……………………………………………………………………………...……..
6. Agama
: …………………………………………………………………………...………..
7. Pendidikan Terakhir
:
a. Tidak Sekolah b. SD
c. SLTP d. SMU
e. Pendidikan Tinggi
8. Jumlah Anggota Keluarga : …………………………………………………………………………...……….. 9. Pekerjaan Utama : ………………………………………………………………………………………………. 10. Pekerjaan Sampingan : ……………………..………………………………………………………...……….. 11. Pengalaman Berusahatani
: …………………………………………………………………...… tahun
12. Status sebagai Petani :
a. Pemilik b. Penggarap c. Penyewa d. Penyakap atau bagi hasil e. Lain-lain …………………………………………………………………
13. Alasan menjadi petani pisang tanduk : ..……………………………..………………………………………... a. Pendapatan
c. Sampingan saja
b. Konsumsi
d. Lain-lain
e. Hobi
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
14. Luas Lahan yang diusahakan : …………………….………………………………………………...… hektar 15. Pola bercocok tanam pisang tanduk : (monokultur / tumpangsari dengan ……………………………………. 16. Jumlah produksi/panen
: ……………………………………………………………...…………..…
17. Sifat usahatani Pisang tanduk : Utama / Sampingan 18. Pekerjaan di luar usahatani pisang tanduk : ……………………………………………………………........... 19. Permasalahan yang sering dihadapi ................................................................................................................... a. Pasar tidak ada
c. Budidaya susah
b. Penyakit
d. Harga rendah
II. LAHAN USAHATANI 1. Luas lahan yang dimiliki/dikuasai Jenis Lahan
Digarap Sendiri/orang lain
Status *
Luas (Ha)
Luas
Status*
Taksiran Nilai (Rp)
Sawah Tegalan Kebun Kolam Pekarangan Jumlah * Ket : disewakan, disakapkan, digadaikan, dsb. 2. Lahan Yang digunakan dalam Usahatani No 1.
Jenis Lahan Lahan Darat/Kering a. Lahan Pekarangan b. Lahan 1 c. Lahan 2 d. Lahan 3
2.
Lahan Basah (Sawah) a. Lahan 1 b. Lahan 2 c. Lahan 3
Keterangan : *(1) milik sendiri (2) pinjam
(3) sewa (4) lain-lain
Nilai Jual
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
3. Jenis Tanaman yang Diusahakan No 1.
Jenis Tanaman
Luas (Ha)/jumlah pohon
Status
Taksiran Nilai (Rp)
2. 3. 4. 5. Total Luas lahan
III. PENGGUNAAN INPUT 1. Peralatan dan Bangunan yang Digunakan dalam Usahatani Jenis Aset dan Investasi
Bangunan : a. Kandang b. Lantai Jemur c. Gudang
Alat-alat : 1. Cangkul 2. Koret 3. Sabit 4. Parang 5.
Linggis
6. Sprayer 7. Traktor 8. Ember 9.
……….
Jumlah yang dimiliki
Harga beli/ Buat
Umur Ekonomis
Nilai Sekarang
Perkiraan Penyusutan
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
IV. PENGELUARAN USAHATANI PISANG TANDUK 1. Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Pisang (satu masa tanam) No
Jenis Sarana Produksi
1.
Bibit
2.
Pupuk Kimia - Urea - TSP - KCL - NPK Pupuk Buatan - Pupuk kandang - Pupuk kompos Obat-obatan - Furadan - ……………………. - …………………......
3.
4.
Harga (Rp/satuan)
Jumlah (satuan)
Jumlah Nilai (Rp)
Asal Pembelian*
Sistem pembayaran **
Jumlah Cat : Penggunaan sarana produksi ini hanya yang dibeli, harga satuan sarana produksi diperhitungkan pada tingkat usahatani/petani. Ket : * Asal pembelian : Kios saprotan desa, kios saprotan kecamatan, KUD, pabrik saprotan, dll ** Sistem pembayaran : tunai, kredit, dll
2. Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga yang Digunakan dalam Usahatani Pisang Tanduk No
Kegiatan Jml org
1. 2. 3.
4. 5.
Persiapan lahan Penanaman Pemeliharaan a. Penyiraman b. Penyulaman c. Penyiangan d. Pemupukan e. Lain-lain Pemanenan Total
Jml Hari
Pria Jml Upah/hari Jam/Hari
Jml org
Wanita Jml Jml Upah/hari Hari Jam/Hari
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
V. PENDAPATAN USAHATANI 1. Produksi dan penggunaanya (satu masa tanam) Jenis Produk
Jumlah (satuan)
Dikonsumsi Keluarga Jumlah Jumlah Nilai (Rp)
Dipakai lagi dalam usahatani Jumlah Jumlah Nilai (Rp)
Dijual Jumlah
Jumlah Nilai (Rp)
Yang Hilang Jumlah
Jumlah Nilai (Rp)
pisang tanduk Cat : Produk adalah yang dihasilkan oleh petani, perhitungan nilai produk didasrkan pada harga-harga yang berlaku di tingkat petani.
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
KUISIONER SISTEM PEMASARAN 1. Jika disimpan
: a. Jumlah komoditi yang disimpan ………………………………………………. b. Lokasi penyimpanan …………………………………………………………... c. Lama penyimpanan ……………………………………………………...…….. d. Cara penyimpanan ………………………………………………..…………… e. Besarnya biaya penyimpanan …………………………………………………. f. Besarnya biaya penyusutan ……………………………………………………
2. Apakah petani dapat bebas keluar masuk pasar ?................................................................................................. 3. Apakah lembaga pemasaran yang menerima hasil panen dari petani menerapkan suatu standarisasi? (Ya/Tidak) ………………………………………………………………………………………………………. 4. Sebelum dijual apakah dilakukan penyortiran ? (YaTidak) 5. Bagaimana dan siapakah yang menentukan harga jual ? ………………………………………………………. 6. Darimanakah informasi mengenai harga yang diperoleh ? …………………………………………………….. 7. Apakah kesulitan yang dihadapi dalam sistem pemasaran komoditi pisang ini khususnya pisang tanduk? …………………………………………………………………………………………………………………... 8. Apakah jika harga dipasar sedang turun, bapak/ibu tetap melakukan kegiatan panen? …………………………………………………………………………………………………………………... 9. Sumber Modal ( modal sendiri/mendapat bantuan) a. Besarnya modal : Rp ……………………….. b. Jika mendapat, bantuan dalam bentuk : ……………………. Dengan jangka waktu ……………….thn c. Apakah ada keterkaitan dengan pemilik modal ? (Ya/Tidak) d. Jika ya, apakah petani harus menjual hasil panen ke lembaga tersebut ?
MAKALAH KOLOKIUM Judul Pemrasaran/NRP Dosen Pembimbing Evaluator Hari/Tanggal Tempat/Waktu
: Analisis Usahatani dan Sistem Pemasaran Pisang Tanduk (Kasus di Desa Nangerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) : Tantri Maharani / A14104624 : Ibu Ir. Yayah K. Wagiono, MEc : Ibu Ir. Popong Nurhayati, MS : Selasa/10 Juli 2007 : BaranangSiang/ 16.00-17.00 WIB
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Hortikultura adalah salah satu sub sektor pertanian yang di dalamnya meliputi buah-buahan, sayuran, tanaman obat, dan tanaman hias. Komoditas hortikultura yang sangat berpotensial untuk memasuki perdagangan terbuka baik di pasar lokal maupun interlokal adalah buah-buahan, karena buah-buahan mempunyai potensi produksi yang relatif besar, dan yang paling penting adalah mempunyai peluang pasar yang baik. Beberapa jenis buah unggulan Indonesia yang dapat bersaing di pasar Internasional adalah : pisang, mangga, jeruk, manggis, salak, nenas, pepaya, rambutan, durian, semangka, nangka, dan duku1. Mengingat jenis komoditi hortikultura yang sangat banyak, maka pemilihan prioritas pengembangan didasarkan pada pertimbangan yang mantap. Pertimbangan tersebut menurut (Wardhani dalam Prayitno, 1999) adalah : (1) Mempunyai nilai gizi yang tinggi, (2) Dapat meningkatkan pendapatan petani, (3) Mempunyai prospek pasar yang baik, (4) Dapat menyerap tenaga kerja, dan (5) Dapat menambah devisa negara. Menurut (Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2005) untuk mencapai kecukupan gizi maka menargetkan konsumsi buah sebanyak 73 kilogram per kapita per tahun. Angka tersebut menunjukkan peningkatan konsumsi buah-buahan yang cukup besar. Untuk mencapai target tersebut, produktivitas dan perluasan areal tanaman buah-buahan harus ditingkatkan. Data perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas pisang tahun 2000-2004 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Pisang Indonesia Tahun 2000-2004. Tahun Produksi Luas Panen Produktivitas (ton) (ha) (ton/ha) 2000 3.746.962 73.539 50,95 2001 4.300.422 76.923 55,91 2002 4.384.384 74.751 58,65 2003 4.177.155 85.690 48,75 2004 4.874.439 95.434 51,08 Sumber: Departemen Pertanian, 2006 Pisang adalah tanaman buah herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Berdasarkan cara konsumsi pisang dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu banana dan plantain. Banana adalah pisang yang dikonsumsi dalam bentuk segar setelah matang, contohnya : pisang ambon, susu, dan raja. Plantain adalah pisang yang dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar, atau dikolak, seperti : pisang tanduk, siam, kapas, kepok dan uli. Komoditi pisang, khususnya pisang tanduk berasal dari Sukabumi, Jawa Barat. Keistimewaan pisang tanduk adalah bentuk buahnya besar panjang dan melengkung seperti tanduk. Panjangnya dapat mencapai 35 cm. Pisang tanduk ini tidak seperti jenis pisang lainnya, produksi buahnya sangat sedikit. Satu pohon hanya menghasilkan tiga sisir, rata-rata tiap sisirnya terdiri dari 10 buah. Berat per buah mencapai 300 gram, kulit buah tebal berwarna kuning kemerahan berbintik cokelat. Daging buah berwarna kekuningan, rasanya manis sedikit asam dan aromanya kuat. 1.2 Perumusan Masalah Pisang sebagai tanaman hortikultura, pengembangannya hingga saat ini masih diusahakan oleh masyarakat hanya sebagai pengisi tanah pekarangan rumah ataupun pada pematang-pematang sawah atau tegalan. Hal ini disebabkan oleh karena rendahnya harga yang diterima oleh petani, seperti contoh di tingkat petani harga pisang tanduk berkisar antara Rp 15.000 sampai seharga Rp 17.500. Sedangkan harga pisang tanduk di pasar Sukabumi seharga Rp 25.000,00 per sisir dan harga pada pedagang pengecer di pinggiran jalan Sukabumi sampai dengan ciawi harga pisang tanduk berkisar antara Rp 25.000 sampai seharga Rp 70.000 per tandan. Rendahnya harga ditingkat petani tersebut menyebabkan petani kurang bersemangat, bahkan enggan menjadikan tanaman pisang sebagai sumber pendapatannya. Besarnya selisih antara harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen menunjukkan adanya marjin pemasaran yang sangat besar antara petani dan konsumen. Tingginya biaya pemasaran dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan pemasaran antara lain pengangkutan, penyimpanan, resiko kerusakan, dan yang lainnya ataupun karena tingginya keuntungan pemasaran yang diambil oleh lembaga pemasaran. Petani sebagai produsen, menerima harga yang relatif rendah jika dibandingkan dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengenai pemasaran pisang tanduk ini. Dari aspek pemasaran dapat diketahui saluran pemasaran, biaya pemasaran, keuntungan pemasaran dan bagian pemasaran (market share) yang diterima oleh tiap lembaga pemasaran yang terlibat.
Di antara para pelaku pemasaran, posisi petani adalah paling lemah, dimana modal dan informasi pasar yang dimiliki terbatas sehingga harga yang diterima pun rendah. Tinggi rendahnya harga yang diterima petani dapat dipengaruhi oleh jumlah lembaga pemasaran. Marjin pemasaran yang semakin tinggi pada umumnya akan menyebabkan persentase bagian harga yang diterima petani akan semakin kecil. Salah satu daerah yang menjadi sentra produksi penghasil pisang tanduk adalah Desa Nangerang. Desa Nangerang ini terletak di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Sebagian besar penduduk di Desa Nangerang berprofesi sebagai petani. Pada umumnya penduduk setempat memanfaatkan lahan pertanian dengan bercocok tanam dengan pola tumpang sari. Komoditi pertanian yang umum mereka tanam adalah jagung, singkong, dan pisang. Pisang khususnya pisang tanduk yang dihasilkan oleh petani hanya sebagai tanaman sampingan saja dan pola usahatani sebagian besar masih bersifat tradisional. Selain itu teknik budidaya yang dilakukan juga belum intensif, sehingga pisang kurang mendapat perhatian dari petani karena pada dasarnya petani lebih mencurahkan perhatiannya untuk tanaman utamanya. Selain itu kendala yang dihadapi oleh petani pisang khususnya pisang tanduk di Desa Nangerang yaitu keterbatasan modal, belum tersedianya bibit pisang tanduk yang terbaik dan jalur transportasi di desa tersebut rusak. Akibatnya pisang khususnya pisang tanduk yang dihasilkan oleh petani ini hanya dapat dipasarkan langsung ke pedagang pengumpul (tengkulak) dengan harga yang masih rendah. Dengan permasalahan tersebut, maka penting dilakukan analisis pendapatan usahatani pisang untuk mengkaji apakah usahatani pisang tanduk yang telah dikembangkan oleh petani di daerah tersebut dapat memberikan pendapatan yang seimbang dan layak serta memberikan keuntungan bagi petani pisang yang mengusahakannya. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana usahatani pisang tanduk di Desa Nangerang ? 2. Bagaimana sistem pemasaran pisang tanduk di Desa Nangerang ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis usahatani pisang khususnya pisang tanduk di lokasi penelitian. 2. Menganalisis sistem pemasaran pisang tanduk di lokasi penelitian tersebut. 1.4. Manfaat Penelitian Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para petani buah pisang khususnya pisang tanduk dalam usaha peningkatan produktifitas secara efisien dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas produksi. Selain itu, penulis mengharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya, serta dapat memberi manfaat berupa informasi dan masukan yang berguna bagi pihak-pihak lembaga instansi terkait dengan pemasaran dalam membuat kebijakan selanjutnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaan Budidaya Pisang Tanduk Klasifikasi Botani Divisi : Spermatopyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Famili : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa spp. Pisang tanduk dapat dikebunkan di dataran rendah hangat dan lembab bersuhu optimun untuk pertumbuhannya adalah sekitar 270 C, dan suhu maksimumnya 380 C. Walaupun demikian, pisang tanduk juga masih dapat berkembang baik sampai pada ketinggian tempat 1.300 m dpl. Dalam keadaan cuaca berawan, daur pertumbuhannya sedikit panjang dan tandannya lebih kecil. Topografi yang dikehendaki tanaman pisang ini khususnya pisang tanduk berupa lahan datar dengan kemiringan 8o. Pisang tanduk juga dapat tumbuh bagus di lahan berpasir atau berbatu kerikil, asalkan subur. Keasaman tanah (pH) yang dikehendaki pisang adalah 4,5-7,52. 2.2 Hasil Penelitian Usahatani dan Pemasaran Terdahulu No Peneliti Masalah Tujuan Alat Analsis Hasil 1 Suparyanti 1. Menunjukkan 1. Menganalisis - Analisis 1.Pendapatan (1992) bahwa tanaman usahatani pisang kelayakan usahatani rakyat per Analisis pisang dari financial, thn bagi petani - NPV, Usahatani usahatani rakyat penyewa Rp 133.542 - Net B/C 2. Diskonto 25 %, Pisang Rakyat belum - IRR NPV positif,, Net dibudidayakan B/C lebih besar dari secara intensif 2. Di pakai tenaga 1, IRR 25 % kerja dalam keluarga 2. Rajaguguk 1. Usahatani pisang 1. Menganalisis R/C rasio 1. R/C rasio 7,35 (1998) masih sebagai pendapatan penyewa, R/C rasio Analisis usaha sampingan usahatani pemilik 6,92
Usahatani dan Pemasaran Pisang Desa Cikangkerang, Cibinong. 3.
dan sederhana
2. Menganalsis pemasaran pisang
Manurung 1. Adanya (1998) perbedaan harga Analisis usahatani dan pemasaran pisang Desa Sadeng, Leuwiliang. Hanna (2006) 1. Mutu produksi Analisis belimbing Pendapatan masih dibawah Usahatani dan standar mutu Pemasaran yang diharapkan Buah konsumen. 2. Kualitas dan Belimbing kuantitas yang Depok belum terjamin serta keterlambatan pengiriman kepasar.
1. Menganalisis usahatani pisang 2. Menganalsis pemasaran pisang
2. Ada dua jalur pemasaran
R/C Rasio
1. R/C rasio 6,12 2. Jalur pemasaran panjang
1.Usahatani 1. Nilai imbangan 1. Menghitung 2.Marjin R/C Ratio Total tingkat Pemasaran adalah 2.29 dan R/C pendapatan Tunai 2.69 usahatani. 2. Mengidentifikasi pola rantai pasokan belimbing 3. Menganalisis prilaku lembaga pemasaran 4. Mengukur distribusi marjin pemasran Hasil umum dari penelitian yang dilakukan peneliti-peneliti terdahulu tentang usahatani dan pemasaran diatas menunjukkan bahwa setiap komoditi buah-buahan dan sayuran mempunyai karakteristik usahatani dan sistem pemasaran yang berbeda-beda. Penelitian mengenai usahatani dan sistem pemasaran pisang khususnya pisang tanduk dari kurun waktu tahun 1992 sampai dengan 2006 belum ada yang melakukannya, sehingga komoditi tersebut menarik untuk diteliti dengan mengambil lokasi penelitian di Desa Nangerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu. Persamaannya pada analisis usahataninya yaitu mengenai pendapatan usahatani yang terdiri dari penerimaan, pengeluaran (biaya tunai dan biaya diperhitungkan), dan ratio R/C. Perbedaannya pada analisis pemasaran dan tempat lokasi penelitian yang akan dilaksanakan. 4.
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Usahatani Menurut Soekartawi (1986), adapun tujuan berusahatani adalah memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Adapun ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah : (1) sempitnya lahan yang dimiliki petani, (2) kurangnya modal, (3) pengetahuan petani yang masih terbatas serta kurang dinamis, dan (4) masih rendahnya tingkat pendapatan petani. 3.1.2. Teori Pemasaran Pemasaran adalah merupakan suatu proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2002). Menurut definisi ini, pemasaran bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen melalui suatu proses pertukaran, dimana pertukaran tersebut dapat berupa pertukaran barang dengan uang, barang dengan barang, jasa dengan uang, dan semua bentuk kombinasi lainnya dari pertukaran. Analisis pemasaran dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu pendekatan fungsi (the functional approach), pendekatan lembaga (the institutional approach), pendekatan barang (the commodity approach), dan pendekatan sistem (the system approach). 3.1.3. Lembaga Pemasaran Tataniaga merupakan serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang dan jasa dari titik produsen ke titik konsumen. Dalam tataniaga, ada keterlibatan berbagai pihak, baik perorangan maupun dalam bentuk kelembagaan seperti pihak produsen, pihak konsumen dan lembaga perantara atau disebut juga sebagai lembaga tataniaga.
3.1.4. Saluran Pemasaran Menurut Kotler (2002), saluran pemasaran adalah serangkaian lembaga yang melakukan semua fungsi yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikannya dari produsen ke konsumen. Saluran pemasaran dari suatu komoditas perlu diketahui untuk menentukan jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur yang dapat ditempuh. Selain itu saluran pemasaran dapat mempermudah dalam mencari besarnya marjin yang diterima tiap lembaga yang terlibat. Berdasarkan bentuk dan sifatnya pasar diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna. Pada pasar bersaing sempurna, pembeli dan penjual tidak bisa mempengaruhi harga atau pembeli dan penjual hanya sebagai penerima harga. Pasar bersaing tidak sempurna dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi konsumen dan penjual yang meliputi : Pasar persaingan monopolistik, monopoli, oligopoli, duopoli, oligopsoni dan monopsoni (Limbong dan Sitorus, 1987). 3.1.5. Struktur Pasar Struktur Pasar paling banyak digunakan dalam menganalisis suatu sistem pemasaran. Hal ini disebabkan karena melalui analisis pemasaran, otomatis didalamnya akan menjelaskan perilaku partisipan yang terlibat dan akhirnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku lembaga-lembaga yang ada di dalam sistem pemasaran. 3.1.6. Margin Pemasaran Margin pemasaran (marketing margin) didefenisikan sebagai perbedaan harga atau selisih harga yang terjadi di tingkat petani dan harga yang terjadi di tingkat pengecer (Dahl dan Hammond, 1977). Sedangkan Limbong dan Sitorus (1987), mengemukakan bahwa margin pemasaran atau margin tataniaga dapat juga dinyatakan sebagai nilai-nilai dari jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Hal yang menentukan besarnya M (marjin total) adalah besarnya marjin pemasaran yang didapat oleh setiap lembaga pemasaran dan juga jumlah lembaga pemasaran yang terlibat. Oleh karena itu, marjin total atau perbedaan harga di tingkat pengecer dengan di tingkat petani akan semakin besar, jika lembaga pemasaran yang terlibat semakin besar jumlahnya dengan asumsi marjin dari setiap lembaga adalah tetap. Efisiensi pemasaran dapat diukur melalui efisiensi relatif berupa persentase harga yang diterima oleh petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran. Tingginya marjin pemasaran akan mengakibatkan rendahnya persentase farmer’s share. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Petani Pisang Tanduk di daerah Nangerang
Permasalahan :
1. sebagai tanaman sampingan saja dan pola usahatani 2. 3.
sebagian besar masih bersifat tradisional keterbatasan modal, belum tersedianya bibit pisang khususnya pisang tanduk yang terbaik dan jalur transportasi di desa yang rusak. harga yang diperoleh petani rendah.
Analisis Usahatani
Analisis Pemasaran
Analisis : - Analisis pendapatan usahatani - Analisis R/C ratio
Analisis : - Lembaga Pemasaran - Saluran Pemasaran - Struktur Pasar - Margin Pemasaran
Peningkatan Pendapatan Usahatani Petani Pisang Tanduk Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian usahatani pisang adalah petani di daerah Desa Nangerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi pisang tanduk. Waktu pengumpulan data akan dilaksanakan mulai bulan Juli hingga Agustus 2007 . Jenis dan Sumber Data Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapang, pengisian kuisioner dan wawancara secara langsung kepada petani pisang di lokasi penelitian. Data sekunder merupakan data yang digunakan sebagai pelengkap data primer. Data sekunder ini meliputi data produksi, luas lahan dan produktivitas pisang, tabel input dan output serta data lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder tersebut akan dikumpulkan dari literatur-literatur yang relevan seperti buku dan majalah serta dinas atau instansi terkait yang berkaitan seperti Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan Faperta IPB serta instansi lain yang dapat mendukung ketersediaan data penelitian tersebut. Metode Penarikan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mendata nama-nama petani yang menanam pisang tanduk di Desa Nangerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Informasi mengenai populasi petani diperoleh dari ketua-ketua kelompok tani di desa tersebut. Jumlah petani yang menanam pisang khususnya pisang tanduk di desa tersebut ada 220 orang. Berdasarkan populasi petani pisang tanduk di Desa Nangerang, lalu dipilih 30 petani sebagai responden pada penelitian ini secara acak sederhana (simple random sampling) agar semua petani mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk dipilih dalam wawancara ataupun pengisian kuisioner. Jumlah pedagang yang dipilih sebagai responden adalah 10 orang yang terdiri dari dua orang tengkulak, tiga orang pedagang besar, dan lima orang pedagang pengecer. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Tahap analisis data yang dilakukan yaitu melalui tiga tahap, yaitu (i) Tabulasi (transfer data dalam bentuk tabulasi), kegiatan ini meliputi kegiatan merumuskan data dan informasi yang diperoleh ke dalam bentuk tabel untuk memudahkan kegiatan interprestasi data. (ii) Editing, kegiatan ini meliputi penulisan data dan informasi yang diperoleh selama kegiatan penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi data dan informasi yang ada, dan (iii) Pengolahan data dan interprestasi data. Data dan informasi yang diperoleh di lapang diolah dengan menggunakan pendekatan terhadap lembaga pemasaran yang berlaku, yaitu dengan menggunakan analisis struktur dan perilaku pasar, dan analisis keragaan meliputi analisis margin pemasaran. Selanjutnya, analisis data yang dilakukan pada penelitian ini juga meliputi: analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C rasio. 4.4.1. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga diukur dari segi nilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan atau Revenue (R) untuk setiap biaya atau Cost (C) yang dikeluarkan (R/C Rasio). Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis daripada usaha yang lain, apabila rasio output terhadap inputnya menguntungkan. Analisis R/C rasio digunakan sebagai alat untuk mengukur perbandingan penerimaan dan biaya usahatani. Analisis R/C rasio dilakukan berdasarkan jenis biaya yang dikeluarkan, yaitu R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Secara matematis, rumus R/C rasio dapat dituliskan sebagai berikut: Total Penerimaan (Rp) R/C Rasio = Total Biaya (Rp) Q . Pq R/C Rasio = TFC + TVC Keterangan : R C Q Pq TFC TVC
= Penerimaan (Revenue) = Biaya (Cost) = Total Produksi (kg) = Harga per satuan produk (Rp) = Biaya tetap (total fixed cost) = Biaya variable (total variable cost)
Nilai R/C rasio menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran satu satuan biaya. Jika nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Namun sebaliknya, jika nilai R/C rasio lebih kecil
dari satu (R/C < 1), maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. Dalam hal ini, semakin besar nilai R/C rasio maka usahatani tersebut akan semakin menguntungkan. R/C rasio yang akan dihitung pada penelitian ini hanya tahun pada saat penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran pendapatan budidaya pisang. 4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Tanduk Secara umum pendapatan merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total (Total Revenue), dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan. Perhitungan pendapatan dibagi menjadi dua yaitu Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Perhitungan pendapatan atas biaya tunai secara umum yaitu: Y = TR - BT- BD TR =P.Q Dimana :
Y TR BT BD P Q
= Pendapatan Tunai = Nilai Produksi = Biaya Tunai = Biaya yang diperhitungkan = Harga Buah Pisang tanduk = Jumlah Buah Pisang Tanduk
Sedangkan untuk perhitungan pendapatan atas biaya total adalah sebagai berikut, yaitu : Y = TR – BT Dimana : Y = Pendapatan Total TR = Nilai Produksi BT = Biaya Total Biaya tunai terdiri dari sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga dan pajak lahan. Sedangkan biaya yang diperhitungkan meliputi sewa lahan, penyusutan alat dan tenaga kerja dalam keluarga, serta biaya bibit miliki sendiri. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi nilaipembelian yang dikalikan dengan jangka usia ekonomis pemakian. Metode yang digunakan adalah metode garis lurus, yaitu diasumsikan nilai sisa dianggap nol. Rumus yang digunakan adalah : Biaya Penyusutan = (Nb – Ns) N Keterangan :
Nb = Nilai pembelian (Rp) Ns = Nilai sisa (Rp) N = Umur ekonomis (tahun) 4.4.3. Identifikasi Lembaga Pemasaran Identifikasi saluran pemasaran dilakukan untuk mendapatkan saluran yang dilalui dalam buah pisang tanduk. Saluran pemasaran ini dapat diidentifikasikan dengan melakukan wawancara kepada pedagang di pasar pengecer hinggz pedagang besar, sedangkan informasi saluran pemasaran di tingkat petani diperoleh dari pedagang antar wilayah dan supplier. 4.4.4. Analisis Margin Pemasaran Analisis margin pemasaran digunakan untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran buah pisang tanduk. Margin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Besarnya margin pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Secara matematis menurut Limbong dan Sitorus (1987), margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : Mi = PSi – Pbi ……………………………………. (1) Mi = Ci + Л i ……………………………………. (2) Dengan menggabungkan persamaan (1) dan (2) maka : …………………………………….. (3) PSi – Pbi = Ci + Л i Л i = PSi –Pbi - Ci …………………………………….. (4) Keterangan : Mi = Margin pemasaran pasar tingkat ke-i (Rp/kg) PSi = Harga jual pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Pbi = Harga beli pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Ci = Biaya Pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg) Лi = Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg) Penyebaran margin pemasaran buah pisang tanduk dapat dilihat berdasarkan persentasi keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus :
Rasio Keuntungan terhadap Biaya (%) = Л i X 100 % ……………………… (5) Ci Dimana : Л i = Keuntungan lembaga pemasaran ke-i Ci = Biaya pemasaran lembaga ke-i Farmer’s share dapat digunakan juga dalam menganalisis efisiensi saluran pemasaran dengan membandingkan seberapa besar yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Farmer’s share akan menunjukkan apakah pemasaran tersebut memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat dalam pemasaran. Secara matematis farmer’s share dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : Fs = P/K x 100 % ……………………………………………...(6) Dimana : Fs = Farmer’s Share P = Harga yang diterima petani K = Harga yang dibayar konsumen akhir
DAFTAR PUSTAKA Angriani, Hana H. 2006. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Buah Belimbing Depok Varietas Dewa-Dewi (Averrhoa carambola L). Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2005. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Produksi hortikultura. 2003. Vademekum Pisang. Direktorat Tanaman Buah. Jakarta. Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas. PT INDEKS Kelompok Gramedia. Jakarta. Limbong, W.M. dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Prestiani, I. 2004. Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah-buahan Unggulan di Kabupaten Serang. Skripsi. Jurusan Sosek, Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Redaksi Trubus. 2004. Berkebun Pisang Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta. Soekartawi, et. al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani kecil. Universitas Indonesia-Press. Jakarta.
MAKALAH SEMINAR Judul Pemrasaran/NRP Dosen Pembimbing Pembahas Hari/Tanggal Tempat/Waktu
: Analisis Usahatani dan Sistem Pemasaran Pisang Tanduk (Studi Kasus di Desa Nangerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) : Tantri Maharani / A14104624 : Ir. Yayah K. Wagiono, MEc : Rona Putria / A14104687 : Senin/20 Januari 2008 : BaranangSiang/ 16.00-17.00 WIB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Pisang adalah tanaman buah herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Berdasarkan cara konsumsi pisang dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu banana dan plantain. Banana adalah pisang yang dikonsumsi dalam bentuk segar setelah matang, contohnya : pisang ambon, susu, dan raja. Plantain adalah pisang yang dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar, atau dikolak, seperti : pisang tanduk, siam, kapas, kepok dan uli. Keistimewaan pisang tanduk ialah buahnya tahan lama (tidak cepat busuk), bentuk buahnya besar panjang dan melengkung seperti tanduk dan harganya relatif cukup mahal dibandingkan dengan pisang yang lainnya. Panjangnya dapat mencapai 35 cm. Satu pohon hanya menghasilkan tiga sisir, rata-rata tiap sisirnya terdiri dari 10 buah. Berat per buah mencapai 300 gram, kulit buah tebal berwarna kuning kemerahan berbintik cokelat. Daging buah berwarna kekuningan, rasanya manis dan cocok untuk pisang rebus atau pisang goreng, keripik, atau ragam olahan lainnya. Pisang tanduk ini masih di dominasi sistem penjualan yang tradisional. Sehingga harga ditingkat petani pisang tanduk di Desa Nanggerang langsung beli dari petani berkisar Rp 5.000,- per tandan. Sedangkan harga pisang tanduk di pasar Cicurug Sukabumi yang masih mentah berkisar Rp 7.500 - Rp 15.000,- per tandan dan harga pisang tanduk pada pedagang jongkok (pengecer) disekitar Desa Nanggerang langsung beli dari petani seharga Rp 15.000 - Rp 20.000 per tandan. Pada pedagang pengecer dari jalanan sekitar Sukabumi sampai dengan Ciawi Bogor harga pisang tanduk yang dijual seharga Rp 23.500 per sisir dan Rp 70.000 per tandan. Oleh sebab itu, rendahnya harga ditingkat petani tersebut menyebabkan petani kurang bersemangat, bahkan kurang tertarik menjadikan tanaman pisang terutama pisang tanduk sebagai sumber pendapatannya.
1.2 Perumusan Masalah Sebagian besar penduduk di Desa Nanggerang berprofesi sebagai petani. Pada umumnya penduduk setempat memanfaatkan lahan pertanian dengan bercocok tanam dengan pola tumpang sari. Komoditi pertanian yang umum di tanam adalah jagung, singkong, dan pisang. Pisang khususnya pisang tanduk yang dihasilkan oleh petani hanya sebagai tanaman sampingan saja. Kendala yang dihadapi oleh petani pisang khususnya pisang tanduk di Desa Nanggerang yaitu keterbatasan modal, belum tersedianya bibit pisang khususnya pisang tanduk yang terbaik. Petani sebagai produsen, menerima harga yang relatif rendah jika dibandingkan dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Struktur pasar yang terjadi antara petani dengan tengkulak dalam pemasaran pisang tanduk di lokasi penelitian jika dilihat dari sisi pembeli adalah pasar oligopsoni. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana usahatani pisang tanduk di Desa Nanggerang ? 2. Bagaimana sistem pemasaran pisang tanduk di Desa Nanggerang ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis usahatani pisang khususnya pisang tanduk di lokasi penelitian. 2. Menganalisis sistem pemasaran pisang tanduk di lokasi penelitian tersebut. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaan Budidaya Pisang Tanduk Pisang tanduk dapat dikebunkan di dataran rendah hangat dan lembab bersuhu optimun untuk pertumbuhannya adalah sekitar 270 C, dan suhu maksimumnya 380 C. Walaupun demikian, pisang tanduk juga masih dapat berkembang baik sampai pada ketinggian tempat 1.300 m dpl. Pisang tanduk juga dapat tumbuh bagus di lahan berpasir atau berbatu kerikil, asalkan subur. Keasaman tanah (pH) yang dikehendaki pisang adalah 4,5-7,52. 2.2 Hasil Penelitian Usahatani dan Pemasaran Terdahulu Hasil umum dari penelitian yang dilakukan peneliti-peneliti terdahulu tentang usahatani dan pemasaran diatas menunjukkan bahwa setiap komoditi buah-buahan dan sayuran mempunyai karakteristik usahatani dan sistem pemasaran yang berbeda-beda. Penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu. Persamaannya pada analisis usahataninya yaitu mengenai pendapatan usahatani yang terdiri dari penerimaan, pengeluaran (biaya tunai dan biaya diperhitungkan), dan ratio R/C. Perbedaannya pada analisis pemasaran dan tempat lokasi penelitian yang akan dilaksanakan. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Usahatani Menurut Soekartawi (1986), adapun tujuan berusahatani adalah memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. 3.1.2. Pemasaran Pemasaran adalah merupakan suatu proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2002). 3.1.2.1. Perilaku Pasar Tataniaga merupakan serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang dan jasa dari titik produsen ke titik konsumen.
1
3.1.2.2. Saluran Pemasaran Menurut Kotler (2002), saluran pemasaran adalah serangkaian lembaga yang melakukan semua fungsi yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikannya dari produsen ke konsumen. 3.1.2.3. Struktur Pasar Struktur Pasar paling banyak digunakan dalam menganalisis suatu sistem pemasaran. 3.1.2.4. Margin Pemasaran Margin pemasaran (marketing margin) didefenisikan sebagai perbedaan harga atau selisih harga yang terjadi di tingkat petani dan harga yang terjadi di tingkat pengecer (Dahl dan Hammond, 1977). 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Petani Pisang Tanduk di daerah Nangerang
1. 2. 3.
Permasalahan : sebagai tanaman sampingan saja dan pola usahatani sebagian besar masih bersifat tradisional keterbatasan modal, belum tersedianya bibit pisang khususnya pisang tanduk yang terbaik dan jalur transportasi di desa yang rusak. harga yang diperoleh petani rendah.
Analisis : - Pendapatan Usahatani - Imbangan Penerimaan dan Biaya Usahatani (R/C rasio)
-
Analisis : Fungsi-fungsi Pemasaran Saluran Pemesaran Struktur Pasar Margin Pemasaran
-
Farmer’s share
Mengetahui Potensi Usahatani Pisang Tanduk sebagai usaha sampingan petani di Desa Nanggerang
IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian usahatani pisang adalah petani di daerah Desa Nangerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara sengaja (purposive). Waktu dilaksanakan mulai bulan Juli hingga Agustus 2007 . 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. 4.3 Metode Penarikan Sampel Informasi mengenai populasi petani diperoleh dari Kepala Desa Desa Nanggerang. Berdasarkan populasi petani pisang tanduk di Desa Nangerang, lalu dipilih 30 petani responden yang diambil di Kecamatan Cicurug. Jumlah pedagang yang dipilih sebagai responden adalah 10 orang yang terdiri dari dua orang tengkulak, tiga orang pedagang besar, dan lima orang pedagang pengecer. 4.4 Metode Analisis Data Tahap analisis data yang dilakukan yaitu melalui tiga tahap, yaitu (i) Tabulasi (transfer data dalam bentuk tabulasi), kegiatan ini meliputi kegiatan merumuskan data dan informasi yang diperoleh ke dalam bentuk tabel untuk memudahkan kegiatan interprestasi data. (ii) Editing, kegiatan ini meliputi penulisan data dan informasi yang diperoleh selama kegiatan penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi data dan informasi yang ada, dan (iii) Pengolahan data dan interprestasi data. 4.1
4.4.1. Analisis Keragaan Usahatani Pisang Tanduk 4.4.1.1. Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani dibedakan pendapatan atas biaya tunai yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, dan pendapatan atas biaya total di mana semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya dalam periode tertentu (dalam hal ini dalam jangka waktu satu tahun) (Soekartawi, et al, 1986) Perhitungan pendapatan usahatani atas biaya tunai dapat dituliskan secara matematis terlihat berikut ini yaitu: Y = TR - BT- BD TR =P.Q Dimana : Y = Pendapatan Tunai petani pisang (rupiah) TR = Penerimaan total petani pisang (hasil kali jumlah fisik produk dengan harga ) BT = Biaya Tunai (rupiah)
2
BD = Biaya yang diperhitungkan(rupiah) P = Harga Buah Pisang tanduk (rupiah) Q = Jumlah Buah Pisang Tanduk (rupiah) Sedangkan untuk perhitungan pendapatan atas biaya total adalah sebagai berikut, yaitu : Y = TR – BT Dimana : Y = Pendapatan Total petani pisang (rupiah) TR = Penerimaan total petani pisang (hasil kali jumlah fisik produk dengan harga ) BT = Biaya Total (rupiah) 4.4.1.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Adapun nilai R/C Ratio ini dikatakan layak pengusahaannya apabila memiliki nilai lebih besar dari satu. Analisis imbangan penerimaan dan biaya tersebut dinamakan R/C rasio, yang secara matematis dapat dituliskan : R/C Rasio = Q x Pq /TFC + TVC Dimana : Q = Total Produksi Pisang (tandan) Pq = Harga Persatuan Produksi (rupiah) TFC = Total Fix Cost (biaya tetap rupiah) TVC = Total Variabel Cost (biaya variabel total) Atau dapat pula dituliskan : R/C Rasio = Total Penerimaan / Total Biaya 4.4.2. Analisis Pemasaran 4.4.2.1. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran pisang dapat ditelusuri dari titik produsen sampai ke pedagang pengecer. 4.4.2.2. Fungsi-fungsi Pemasaran Fungsi-fungsi pemasaran dilihat berdasarkan masing-masing fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran dalam proses penyaluran pisang dari titik produken ke titik konsumen, sehingga dapat meningkatkan nilai guna produk. 4.4.2.3. Tingkah Laku Pasar Untuk mengetahui tingkah laku pasar dapat dilakukan dengan mengamati praktek dalam penjualan dan pembelian melalui sistem penentuan dan pembayaran harga, dan kerjasama diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat. 4.4.2.4. Margin Pemasaran Margin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Secara matematis menurut Limbong dan Sitorus (1987), margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : Mi = PSi – Pbi ……………………………………. (1) = Ci + Л i ……………………………………. (2) Mi Dengan menggabungkan persamaan (1) dan (2) maka : PSi – Pbi = Ci + Л i …………………………………….. (3) …………………………………..... (4) Л i = PSi –Pbi - Ci Keterangan : Mi = Margin pemasaran pasar tingkat ke-i (Rp/kg) PSi = Harga jual pasar tingkat ke-i (Rp/kg) = Harga beli pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Pbi Ci = Biaya Pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg) = Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg) Лi Penyebaran margin pemasaran buah pisang tanduk dapat dilihat berdasarkan persentasi keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus : Rasio Keuntungan terhadap Biaya (%) = Л i X 100 % ………………… (5) ci Dimana : Л i = Keuntungan lembaga pemasaran ke-i Ci = Biaya pemasaran lembaga ke-i Secara matematis farmer’s share dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : Fs = P/K x 100 % ………………………………………… (6) Dimana : Fs = Farmer’s Share P = Harga yang diterima petani K = Harga yang dibayar konsumen akhir V. GAMBARAN UMUM DESA NANGGERANG 5.1 . Keadaan Geografis Karakteristik geografis Kabupaten Sukabumi terletak diantara 6 derajat 21 detik Lintang Selatan 7 derajat 28 detik Lintang Selatan dan 106 derajat 43 detik Bujur Timur – 107 derajat detik Bujur Timur dengan curah hujan per-tahun rata-rata 3500-4000 milimeter per tahun dan jumlah hari hujan rata-rata 150 per-tahun. Kabupaten Sukabumi terletak di kaki Gunung Gede Pangrango dengan ketinggian sekitar 600 – 700 meter di atas permukaan laut. 5.1.1. Keadaan Sosial Ekonomi Total luas tanah yang ada di Desa Nanggerang adalah 212,5 hektar. Sejalan dengan dinamika pembangunan dan perkembangan penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan fisik, fasilitas umum dan fasilitas sosial. 5.1.2. Kondisi Kependudukan Menurut data dari Desa Nanggerang (2006), jumlah penduduk Desa Nanggerang sebanyak 4946 jiwa yang terdiri dari 2576 jiwa laki-laki dan 2370 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1227 kepala keluarga. Dari jumlah total penduduk, hanya sekitar 18,24 persen penduduk yang memiliki mata pencaharian tetap. Apabila dilihat dari tingkat pendidikan penduduk di
3
Desa Nanggerang, sebagian besar penduduknya berasal dari lulusan Sekolah Dasar (SD) atau sederajat dengan jumlah yakni sebanyak 1462 jiwa (54,3 persen) 5.2. Karakteristik Petani Responden Petani responden di daerah penelitian memiliki berbagai karakteristik yang berbeda-beda, seperti perbedaan umur pengalaman berusahatani pisang, tingkat pendidikan, luas lahan yang dimiliki dan mata pencahariannya. Perbedaan ini mempengaruhi teknik dan kebiasaan mereka dalam berusahatani 5.2.1. Umur dan Pengalaman Usahatani Petani Responden Faktor umur sangat mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Petani yang berumur relatif muda biasanya lebih dinamis, memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dan berani mengambil resiko. Dari 30 orang petani responden di Desa Nanggerang, petani responden yang mengusahakan pisang tanduk berusia antara 18-65 tahun. Petani responden tersebut dikelompokkan menjadi petani responden berumur antara 18-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan 61-65 tahun 5.2.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden Penggolongan petani responden berdasarkan tingkat pendidikan ini dilakukan untuk melihat sejuh mana hubungan antara tingkat pendidikan dengan usahatani pisang yang petani usahakan. Jika dilihat dari segi pengalaman petani responden dalam budidaya pisang tanduk, maka petani responden dibagi atas 3 kelompok, yaitu petani dengan pengalaman antara 1-10 tahun, 11-20 tahun, dan lebih dari 21 tahun. 5.2.3. Pemilikan dan Penggunaan Lahan Pemilikan lahan adalah lahan milik PT.PAP(Perusahaan Agri dan Pariwisata) dimana petani diberi izin atau kesempatan mengelola lahan milik petani tersebut. Namun, petani harus siap apabila sewaktu-waktu lahan yang mereka kelola tersebut diambil kembali oleh perusahaan. Pajak yang dikenakan kepada petani penggarap yang harus dibayarkan setiap tahunnya adalah sebesar Rp 4.000,- untuk semua luasan lahan yang petani kelola. Rumpun pisang yang dimiliki oleh petani seluruh petani responden rata-rata berjumlah 70 rumpun, dengan luas lahan yang ditanami pisang rata-rata 0,11 Ha, dihitung dari perkalian antara jumlah rumpun yang ditanam dengan luasan kanopi (penutupan lahan oleh tajuk daun) tiap rumpun yaitu rata-rata 6 m2. 5.3 Teknik Budi Daya Tanaman Pisang Tanduk Teknik budidaya tanaman pisang tanduk yang dilakukan oleh Penduduk Desa Nanggerang, yaitu kegiatan persiapan lahan dan pengolahan lahan, kegiatan penanaman, kegiatan pemeliharaan dan kegiatan pemanenan. 5.3.1. Persiapan dan Pengolahan Lahan Persiapan lahan yang biasa dilakukan oleh petani responden di Desa Nanggerang yaitu menebang pohon pisang yang telah dipanen atau membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman yang ada dan membersihkan lahan dari gulma-gulma. 5.3.2. Kegiatan Penanaman Dalam kegiatan penanaman dilakukan setelah lubang tanam sudah siap untuk ditanami. Untuk mendapatkan bibit pisang khususnya pisang tanduk, petani responden tidak perlu membibitkan atau membeli bibit pisang tanduk tersebut. 5.3.3. Kegiatan Pemeliharaan Setelah kegiatan persiapan dan pengolahan lahan, penanaman, kemudian kegiatan yang ketiga adalah pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan ini meliputi kegiatan pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit dan pembuangan daun-daun kering. 5.3.4. Kegiatan Pemanenan Dalam kegiatan pemanenan pisang tanduk yang dilakukan oleh rata-rata petani responden yaitu ada petani yang memanen pisang tanduk dalam keadaan yang masih mentah dan ada juga memanennya sudah matang, tergantung daripada keperluan atau kebutuhan. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Usahatani Pisang Tanduk 6.1.1. Subsistem Sarana Produksi Subsistem sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi dalam usahatani. Subsistem sarana produksi pisang tanduk di Desa Nanggerang terdiri dari bibit pisang tanduk, lahan, tenaga kerja, dan alat-alat pertanian yang berupa cangkul, kored, parang, dan ember. 6.1.1.1. Bibit Pisang Tanduk Pisang pada umumnya dikembangkan secara vegetatif berupa anakan. 6.1.1.2. Penggunaan Pupuk Dari hasil wawancara dengan petani responden, sebagian besar dari mereka lebih menggunakan pupuk kandang dibandingkan dengan pupuk kimia, karena mennurut mereka selain ekonomis, pupuk kandang juga mempertahankan kesuburan tanah 6.1.1.3. Obat-obatan atau Pestisida Seperti pada penggunaan pupuk, petani responden di Desa Nanggerang juga tidak memberikan perlakuan obat-obatan pada tanaman pisang tanduk mereka, hal ini menunjukkan bahwa petani responden menerapkan teknik budidaya non insentif. 6.1.1.4. Tenaga Kerja Tingkat upah rata-rata yang dibayarkan untuk pekerja laki-laki adalah Rp 10.000,- per hari kerja, yang dihitung selama 6 jam per hari. Biasanya para petani bekerja mulai pukul 07.00 hingga pukul 13.00 WIB. 6.1.1.5. Alat-alat Pertanian Jenis alat-alat pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani pisang tanduk ini meliputi cangkul, parang, kored, dan ember. 6.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Tanduk Secara umum pendapatan merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total (Total Revenue), dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan. Perhitungan pendapatan dibagi menjadi dua yaitu Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
4
Tabel 13. Rata-rata Pendapatan Petani Responden per Luasan Lahan yang Ditanami Pisang Tanduk di Desa Nangeranng, Tahun 2007 Uraian A. Penerimaan B. Biaya Tunai Bibit Pupuk Kandang Pestisida TKLK Pajak Total Biaya Tunai C.Biaya Diperhitungkan Penyusutan TKDK TotalBiaya Diperhitungkan Biaya Total (B+C) Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C rasio atas Biaya Tunai R/C rasio atas Biaya Total
Tandan
Harga (Rp/Tandan) 5.000
Nilai (Rp) 250 000
18 3,28 -
Batang Karung Botol HOK Rp
500 10 000 4 000
9 000 32 800 4 000 45 800
13,15
Rp HOK
10.000
131 500 131 500 177 300 204 200 72 700 5,5 1,41
Jml
Satuan
50
6.2 Analisis Pemasaran Pisang Tanduk Pemasaran merupakan suatu proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2005). 6.2.1. Saluran Pemasaran Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden di Desa Nanggerang, hampir sebagian besar petani responden menjual pisang tanduk yang mereka hasilkan kepada pengumpul, walaupun ada juga beberapa petani reponden yang langsung menjual hasil panennya tersebut ke pasar. Ada salah satu warga di lokasi penelitian yang mana bertindak sebagai pengumpul hasil pertanian termasuk pisang di wilayah setempat, sekaligus berperan sebagai pedagang pengecer di pasar-pasar terdekat. Jadi, dalam kegiatan pemasaran pisang ini terdapat dua jalur pemasaran (Gambar 3) yang biasa digunakan oleh petani responden di Desa Nanggerang, yaitu: Jalur I : Petani Jalur II : Petani
Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Pengecer
Pedagang Pengecer Konsumen
Konsumen
Dua Jalur Pemasaran Petani di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi 6.2.2. Fungsi-fungsi Pemasaran Pihak-pihak yang terlibat dalam sistem pemasaran di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi antara lain petani, Pedagang Pengumpul, Pedagang Besar, dan Pedagang Pengecer. Pada dasarnya fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dikelompokkan menjadi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. 6.2.3. Margin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga pisang yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima petani, meliputi biaya dan keuntungan pemasaran Dalam analisis ini komponen biaya pemasaran pisang terdiri dari biaya angkutan, biaya bongkar muat, biaya penyimpanan, biaya sortasi , biaya sewa tempat dan biaya yang dikeluarkan untuk karcis retribusi. Untuk memperjelas marjin pemasaran ini dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Biaya Pemasaran Pisang Tanduk yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Jalur Pemasaran I dan Jalur Pemasaran II Biaya Jumlah Rata-rata (Rp/Tandan) A. Petani B. Tengkulak - Biaya Pengangkutan 500 - Biaya Bongkar Muat 166,67 - Biaya Sortasi - Biaya Retribuís Jumlah 666,67 C. Pedagang Besar - Biaya Retribuís 66,67 - Biaya Bongkar Muat 166,67 - Biaya Penyimpanan 500 - Biaya Sortasi 166,67 Jumlah 900,01 D. Pedagang Pengecer - Biaya Pengangkutan 750 - Biaya Retribuís -
5
- Biaya Sewa Tempat - Biaya Sortasi Jumlah Total Biaya Pemasaran
3333,3 4083,3 5149,98
Tabel 16. Analisis Margin Pemasaran Pisang Tanduk di Desa Nanggerang Tahun 2007 Saluran I Saluran II Komponen Rp/Tandan %* Rp/Tandan %* PETANI Biaya Usahatani 3.803,5 15,21 3.803,5 19,02 Jumlah Biaya Pemasaran 2.500 12,50 Keuntungan 1.196,5 4,79 8.696,5 43,48 Margin 1.196,5 4,75 11.196,5 56,00 Harga Jual/Farmer’s share (%) 5.000 20 15.000 75,00 TENGKULAK Harga Beli 5.000 20 Jumlah Biaya Pemasaran 666,67 2,67 Keuntungan 1.333,33 5,33 Margin 2.000 8 Harga Jual 7.000 28 PEDAGANG BESAR Harga Beli 7.000 28 Jumlah Biaya Pemasaran 900,01 3,60 Keuntungan 4.599,99 18,40 Margin 5.500 22 Harga Jual 12.500 50 PEDAGANG PENGECER Harga Beli 12.500 50 15.000 75 Jumlah Biaya Pemasaran 4.083,3 16,33 Keuntungan 8.416,7 33,67 5.000 25 Margin 12.500 50 5.000 25 Harga Jual 25.000 100 20.000 100 Total Biaya 5.149,98 20,60 2.500 12,5 Total Keuntungan 15.546,52 62,19 13.696,5 68,48 Total Margin 21.196,5 84,80 16.196,5 81,00 Ratio Keuntungan/Biaya 3,01 5,47 Sumber : Data Primer (diolah), 2007 Keterangan* : Persentase harga jual di pedagang pengecer Farmer’s share untuk penjualan ke pasar yang diperoleh petani pada rantai pasokan 2 lebih tinggi dibandingkan petani pada rantai pasokan 1. Perbedaan sistem penjualan di tingkat petani sangat menentukan pendapatan yang diterima petani. Petani yang terlibat dalam pemasaran pisang tanduk mempunyai posisi tawar yang kuat dalam menentukan harga jual. Tabel 17. Perbandingan Efisiensi untuk Setiap Rantai Pasokan Pisang Tanduk di Desa Nanggerang Tahun 2007 Uraian Rantai Pasokan I Rantai Pasokan II Total Margin Pemasaran (%) 84,80 81,00 Total Keuntungan (%) 62,19 68,48 Total Biaya (%) 20,60 12,50 Rasio Keuntungan/Biaya 3,01 5,47 Farmer’s share (%) 20 75 Sumber : Data Primer (diolah), 2007 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pembahasan dan penelitian di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : Buah-buahan, termasuk juga pisang, mempunyai sifat mudah rusak, sehingga pendistribusian dari produsen ke daerah konsumen memerlukan waktu yang cepat (buah pisang harus dipanen sebelum matang) sehingga diperlukan infrastruktur yang baik dan teknologi pascapanen yang memadai pula. Apabila pisang menjadi matang dalam pendistribusian maka resiko kerusakan menjadi lebih besar. Hasil yang diperoleh dari perhitungan pendapatan usahatani yaitu pendapatan atas biaya totalnya yaitu sebesar Rp 177.300,-. Penerimaan yang diperoleh petani pada produksi yang dihasilkan adalah sebesar Rp 250.000,-. Nilai imbangan penerimaan dan biaya atau Return and Cost Rasio (R/C) total pada usahatani pisang tanduk yang dihasilkan adalah 1,41 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1,00 maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,41. Hal ini merupakan pembuktian secara perhitungan dalam metode penelitian, bahwa kegiatan usahatani pisang tanduk di desa Nanggerang masih menguntungkan bagi petani, walaupun usahatani tersebut dijalankan sebagai usaha sampingan saja. Terdapat dua saluran pemasaran yaitu : 1) Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen, 2) Petani – Pedagang Pengecer – Konsumen. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat melakukan berbagai fungsi pemasaran yang terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas, namun tidak semua lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi tersebut.
6
Fungsi pemasaran merupakan suatu aktifitas atau tindakan-tindakan yang dapat mempelancar proses suatu penyampaian barang dan jasa dari produsen sampai ke konsumen akhir. Umumnya fungsi pemasaran yang dilakukan adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Setiap lembaga yang terlibat dalam pemasaran pisang tanduk memiliki fungsi pemasaran yang berbeda-beda. Total margin pemasaran untuk rantai pasokan 2 yaitu 81,00 persen dengan harga jual pengecer lebih rendah bila dibandingkan dengan rantai pasokan 1 yang sebesar 84,80 persen. Sedangkan Farmer’s share untuk rantai pasokan 2 ini lebih tinggi yaitu sebesar 75 persen bila dibandingkan dengan rantai pasokan 1 yang hanya sebesar 20 persen. Dengan farmer’s share yang diperoleh rantai 1 lebih rendah dibandingkan dengan rantai pasokan 2 ini menyebabkan petani pada rantai pasokan 1 memiliki posisi tawar yang lemah. Rendahnya bagian farmer’s share yang diterima petani pada saluran 1, karena petani tidak memiliki kemampuan untuk ikut dalam proses pemasaran. Keterbatasan modal dan keterikatan hubungan dengan tengkulak menjadi penyebab mengapa petani tdak memiliki alternatif pemasaran lain. 7.2. Saran Untuk mengembangkan usahatani pisang di Desa Nanggerang, maka disarankan : 1. Perlu Memperbaiki Sistem Budidaya Pisang Tanduk 2. Perlu Adanya Penelitian Lanjutan Tentang Analisis Usaha Pisang Tanduk 3. Perlu Adanya Penyuluhan Tentang Budidaya Pisang Tanduk Yang Baik DAFTAR PUSTAKA Agustina, Rena. 2005. Analisis Usahatani dan Saluran Pemasaran Stroberry (Fragraria x ananassa Duch). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Angriani, Hanna H. 2006. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Buah Belimbing Depok Varietas Dewa-Dewi (Averrhoa carambola L). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bambang, Cahyono. 1995. Budidaya dan Analisis Usahatani. Kanisius. Yogyakarta. Dahl, D. and Jerome, W Hammond. 1977. Market and Price Analisis. Mc. Graw Hill Inc, New York. Diana Sari, 1992. Pemasaran Pisang Segar di dalam Negeri, Studi Kasus di Desa Karang Raja, Kecamatan Ketibung, Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
7