KELAYAKAN USAHATANI TEMBAKAU Susi Yunia 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Suprianto, Ir., M.S. 2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Suyudi, S.P., M.P.3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected]
ABSTRAK Tanaman tembakau merupakan sejenis tumbuhan herbal yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Prospek yang baik terhadap permintaan tembakau belum diikuti oleh peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan teknik budidaya tembakau, biaya dan pendapatan petani tembakau, serta mengetahui kelayakan usahatani tembakau. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus pada salah satu kelompok tani yaitu Kelompok Tani Mulya Asih yang melakukan usahatani tembakau di Desa Mulyamekar Kecamatan Tanjungkerta, Kabupaten Sumedang sebagai salah satu daerah sentra pengembangan tembakau. Informasi mengenai teknik budidaya tembakau diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung dengan responden, sementara analisis kelayakan yang digunakan adalah R-C ratio. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari aspek teknik budidaya usahatani tembakau yang dilakukan oleh responden sesuai dengan kebutuhan genetik tanaman tembakau jenis lokal yang tergantung pada agroklimat setempat. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usahatani tembakau bahwa biaya yang dikeluarkan oleh petani adalah sebesar Rp 12.031.789,12 per hektar dengan pendapatan sebesar Rp 8.758.210,88 per hektar dan R/C 1,73, sehingga dilihat dari R/C usahatani tembakau yang dilaksanakan oleh responden layak untuk diusahakan. Kata Kunci : Biaya, Penerimaan, Pendapatan, R/C, Usahatani Tembakau. ABSTRACT Tobacco plant is a kind of herbal plants are needed in large quantities. Good prospects for demand for tobacco has not been followed by an increase in productivity and income of farmers. This study aims to determine the variability of tobacco cultivation techniques, costs and income of tobacco farmers, as well as determine the feasibility of tobacco farming. The method used in this research is a case study in Kelompok Tani Mulya Asih who did tobacco farming in the Desa Mulyamekar Kecamatan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang as one of the centers of the development of tobacco. Information on tobacco cultivation techniques obtained by direct interviews with respondents, while feasibility analysis used is R-C ratio. Results of this study 1
indicate that the cultivation techniques from the aspects of tobacco farming is done by the respondents in accordance with the needs of local types of tobacco plants genetically dependent on local agro-climatic. Based on the analysis of the feasibility of farming tobacco that costs incurred by farmers was Rp 12.031.789,12/ha with income of Rp 8.758.210,88/ha and R/C of 1,73, so see R/C tobacco farming is carried out by the respondents eligible to cultivated. Keywords: Cost, Revenue, Income, R/C, Tobacco Farming. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan penopang perekonomian di Indonesia karena pertanian membentuk proporsi yang sangat besar yaitu memberikan sumbangan untuk kas negara. Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian, memainkan peranan penting bagi penerimaan devisa negara terutama setelah terjadinya penurunan kontribusi penerimaan sektor migas dan terhambatnya pertumbuhan sektor ekonomi lain akibat krisis ekonomi. Sasaran pembangunan perkebunan adalah untuk meningkatkan pendapatan petani perkebunan rakyat, peningkatan ekspor dan devisa negara, memperluas kesempatan kerja, serta optimalisasi pada pemanfaatan sumberdaya tanpa meninggalkan usaha-usaha pelestariannya (Heriyanto, 2000). Sektor tanaman perkebunan yang menjadi andalan Jawa Barat salah satunya adalah tembakau. Jenis usaha tembakau di Kabupaten Sumedang dibagi kedalam dua bagian yaitu sebagai penanam dan penanam pengolah. Para petani tembakau di Kabupaten Sumedang dalam pemasarannya ada yang menjual hasil panennya berupa daun tembakau basah dan ada juga yang langsung mengolah daun tembakau basah menjadi tembakau kering siap jual. Petani dalam penjualan hasil tembakau tidak pernah menjual ke pasar karena para tengkulak selalu mendatangi mereka. Tembakau basah di Kabupaten Sumedang rata-rata produksi tiap tahunnya adalah 9.177 kg/ha, dan rata-rata produksi tembakau kering sebanyak 917,7 kg/ha. Produktivitas tembakau basah yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Sumedang ternyata masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan potensi yang dapat tercapai sebanyak 12.000-15.000 kg/ha. Rendahnya produktivitas tembakau ini secara teknis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti iklim, cara budidaya, dan keterbatasan modal untuk membeli input produksi. Hal ini disebabkan komoditas tembakau merupakan tanaman yang sangat peka terhadap lingkungan fisik, penanganan pada saat penanaman maupun pemeliharaan, kondisi cuaca dan pengolahan hasil sehingga
2
menjadi tembakau rajangan kering yang siap dipasarkan. Luas areal dan produksi tanaman tembakau di Kabupaten Sumedang tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Tanaman Tembakau di Kabupaten Sumedang. Tahun
Luas Areal Tanaman (ha)
Produksi (ton) Bahan Mentah Hasil Olah
Rata-rata Produksi (ton/ha)
2010 2.296 21.071, 85 2. 107, 19 0, 920 2011 2.572 23.601, 20 2. 360, 12 0, 918 2012 2.564 23.719, 76 2. 371, 98 0, 925 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang, 2012.
Banyaknya Pemilik (KK)
9. 706 9. 235 9. 155
Wilayah budidaya tanaman tembakau di Kabupaten Sumedang salah satunya yaitu di Kecamatan Tanjungkerta. Tanaman tembakau apabila ditinjau dari waktu pengusahaannya dan saat pemetikan daunnya, maka pembagian tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni tembakau musim kemarau disebut Voor-Oogst (VO) atau Onberegend tabak dan tembakau musim penghujan atau Na-Oogst (NO) atau Beregend tabak (Achmad Abdullah dan Soedarmanto, 2006). Tembakau yang dibudidayakan di Kecamatan Tanjungkerta yaitu tembakau musim kemarau. Tembakau musim kemarau terdiri dari jenis-jenis sigaret, asepan, dan tembakau lokal atau tembakau rakyat atau tembakau rajangan. Penanamannya dilakukan akhir musim penghujan dan dipanen pada musim kemarau, jadi tembakau tersebut tidak boleh kehujanan. Produksi tanaman tembakau di Tanjungkerta sering berfluktuasi. Fluktuasi produksi tanaman tembakau diakibatkan oleh fluktuasi pada tingkat permintaan pedagang pengumpul dan keadaan cuaca (iklim). Intensitas hujan yang tinggi pada saat tembakau tumbuh berpengaruh terhadap produksi tembakau basah dan kualitas tembakau rajangan. Faktor penentu produksi lainnya yaitu perubahan orientasi komoditi tanam oleh petani. Tembakau merupakan tanaman perkebunan jangka pendek, sehingga petani akan mudah beralih usahatani lain jika harga komoditi ini kurang menguntungkan. Pengembangan tanaman tembakau sebagai salah satu komoditas unggulan tanaman perkebunan pada akhirnya harus bermuara pada peningkatan perekonomian dan kesejahteraan petani, sehingga perlu diketahui gambaran mengenai bagaimana kelayakan usahatani tembakau. Kelayakan usahatani dalam era pertanian modern yang berbasis perdagangan global seperti saat ini merupakan hal yang sangat penting untuk dianalisa. Informasi yang dapat diperoleh oleh petani saat ini mengenai hal tersebut masih sangat terbatas, sehingga perlu adanya studi yang mendalam mengenai
3
(1) bagaimana keragaan teknik usahatani tembakau? (2) Berapa besarnya biaya dan pendapatan petani dalam usahatani tembakau? serta (3) Bagaimana kelayakan usahatani tembakau?. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Keragaan teknik usahatani tembakau, (2) Besarnya biaya dan pendapatan petani dalam usahatani tembakau, (3) Kelayakan usahatani tembakau.
METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus pada Kelompok Tani Mulya Asih dengan mengambil lokasi di Desa Mulyamekar Kecamatan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang. Penentuan responden dilakukan secara sensus yaitu sebanyak 15 orang petani yang tergabung dalam satu kelompok tani. Analisis keragaan teknik budidaya tembakau yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber informasi (petani) mengenai teknik budidaya tembakau pada saat sekarang secara obyektif. Analisis usahatani terdiri dari analisis biaya, penerimaan, pendapatan, dan R-C ratio. Menurut Ken Suratiyah (2006), analisis data yang dimaksud dijabarkan sebagai berikut :
1) Biaya dihitung dengan rumus sebagai berikut: TC = TFC + TVC Keterangan :
TC TFC TVC
= Total Cost (Biaya Total). = Total Fixed Cost (Total Biaya Tetap). = Total Variable Cost (Total Biaya Tidak Tetap).
2) Penerimaan dihitung dengan rumus sebagai berikut: TR = Y. Py Keterangan :
TR Y Py
= Total Revenue (Penerimaan Total). = Jumlah produksi (Pohon). = Harga produksi (Rp/Pohon).
4
3) Pendapatan petani tembakau dihitung dengan rumus sebagai berikut: I = TR – TC Keterangan :
I TR TC
= Income (Pendapatan). = Total Revenue (Penerimaan Total). = Total Cost (Biaya Total).
4) Kelayakan usahatani tembakau digunakan R-C ratio dengan rumus sebagai berikut: R/C =
𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
Keterangan: -
Apabila R/C > 1, maka usahatani tembakau menguntungkan. Apabila R/C = 1, maka usahatani tembakau tersebut tidak untung tidak rugi atau berada pada titik impas (Break Even Point). Apabila R/C < 1, maka usahatani tembakau tersebut rugi.
PEMBAHASAN Aspek Teknik Budidaya Tembakau 1) Pengolahan Lahan Pengolahan lahan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam budidaya tembakau. Pengolahan lahan pada budidaya tembakau yang dilakukan oleh responden dimulai dengan cara pembabatan jerami di sawah. Pengolahan tanah dapat menggunakan bajak atau cangkul saat tanah masih cukup mengandung air. Tanah yang telah di bajak atau di cangkul langsung digulud dan siap ditanami. Menurut Bambang Cahyono (1991), pada umumnya tembakau akan tumbuh dengan baik pada tanah dengan kondisi yang gembur dan kaya akan bahan organik. Tanaman tembakau lokal tidak tahan terhadap genangan air sehingga memerlukan drainase yang baik. 2) Pembibitan Proses pembibitan di Kelompok Tani Mulya Asih tidak dilakukan karena proses ini cukup rumit dan karena keterbatasan modal, maka petani tembakau lebih memilih membeli bibit kepada penjual bibit yang ada disana. Bibit yang digunakan oleh responden adalah bibit jenis lokal varietas Sano, Manohara, Kedu Hejo, dan Nani. 3) Penanaman Penanaman yang dilakukan petani responden yaitu tembakau ditanam sekitar dua minggu setelah pengolahan lahan selesai dan sebaiknya dilakukan pada akhir musim penghujan atau sekitar Bulan Maret atau April mengingat tanaman ini sangat rentan terhadap air. 5
Gambar 1. Areal Pertanaman Tembakau
Tembakau ditanam sedalam ± 15 cm, untuk tiap lubang diberikan satu bibit. Tembakau ditanam dengan jarak tanam 60 × 70 cm. Populasi tanaman sebanyak 14.000 pohon per hektar. Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari untuk menghindari bibit terkena terik sinar matahari yang dapat menyebabkan kelayuan. Teknik penanaman tembakau yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian sesuai dengan anjuran Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani, (2011). 4) Pengairan Pengairan pada tanaman tembakau yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian adalah dilakukan sebanyak 39 kali selama pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan anjuran Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani, (2011). Air dapat memberikan manfaat yang besar terhadap usaha pertanian, tetapi juga dapat membawa risiko yang merugikan jika penggunaan sumber airnya salah. Pengairan disesuaikan dengan kondisi pada saat dilapangan karena pengairan yang berlebihan dapat menyebabkan kematian pada tanaman tembakau. Pengairan dilakukan 7 hari setelah tanam dengan jumlah air sedikitnya 1-2 liter per tanaman. Kemudian pada saat tanaman berumur 7-25 hari setelah tanam, frekuensi penyiraman adalah 3-5 hari sekali dengan jumlah air sekitar 3-4 liter per tanaman. Umur 25-30 hari setelah tanam, frekuensi pemberian air dilakukan 1 minggu sekali dengan jumlah sekitar 4 liter per tanaman. Umur 45 hari setelah tanam, pertumbuhan tanaman akan sangat cepat oleh karena itu kebutuhan air pada fase ini meningkat maka frekuensi pemberian air 3-5 hari sekali dengan jumlah sekitar 5 liter per tanaman. Selanjutnya pada umur 65 hari setelah tanam (periode panen), tanaman sudah tidak memerlukan penyiraman lagi kecuali bila keadaan cuaca sangat kering.
6
5) Penyulaman Penyulaman yang dilakukan petani responden adalah 7 hari setelah tanam. Penyulaman ini dilakukan apabila terdapat bibit yang pertumbuhannya kurang baik atau mati. Bibit sulaman diambil dari bibit cadangan yang telah dipersiapkan sebelumnya sehingga pertumbuhan bibit sulaman sama dengan bibit-bibit yang ditanam sebelumnya dan pertumbuhannya tetap seragam. Penyulaman dilakukan dengan cara mencabut tanaman yang rusak atau mati. Tempat bekas cabutan dibersihkan kemudian bibit yang baru ditanam pada lubang tanaman yang terdahulu dan diurug tanah sambil ditekan sedikit hingga posisi tanaman berdiri tegak dan kuat. Setelah penanaman, bibit tembakau disiram air secukupnya. Waktu penyulaman yang baik adalah pada sore hari atau pagi hari. Penyulaman terakhir dilakukan pada tanaman umur 3 minggu setelah tanam atau sebelum tanaman mencapai tinggi 20 cm karena apabila penyulaman dilakukan pada umur 3 minggu setelah tanam, umumnya tidak membawakan hasil. Proses penyulaman yang dilakukan oleh petani responden sejalan dengan anjuran Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani, (2011). 6) Penyiangan Penyiangan yang dilakukan petani responden adalah untuk mencegah pertumbuhan gulma yang dapat menimbulkan adanya kompetisi dalam penyerapan unsur hara antara tanaman tembakau dengan gulma ataupun menjadi penyebab datangnya hama dan penyakit yang menjadikan gulma sebagai inangnya. Penyiangan dalam budidaya tembakau khususnya dilakukan tiga kali selama pertumbuhan tanaman yaitu penyiangan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 2 minggu, penyiangan kedua merupakan penyiangan yang lebih ringan dimana dilakukan setelah tanaman berumur 4 minggu, dan penyiangan terakhir dilakukan saat tanaman menjelang panen pertama. Penggemburan tanah dilakukan untuk mempermudah perkembangan akar sehingga dapat menunjang terhadap pertumbuhan tanaman secara optimal. Aplikasi penggemburan tanah dilakukan sebanyak tiga kali per musim tanam bersamaan dengan penyiangan, kegiatan ini dilakukan sebelum proses pemupukan. Proses penyiangan yang dilakukan oleh petani responden sesuai dengan anjuran Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani, (2011).
7
7) Pemupukan Pemupukan merupakan pemberian unsur makanan kepada tanaman. Pemberian unsur-unsur makanan kepada tanaman harus dilakukan dengan benar dan tepat sebab pemberian makanan yang kurang atau berlebihan dapat menyebabkan produksi tanaman rendah. Pemupukan pada kegiatan pemeliharaan merupakan pemberian makanan yang kedua kalinya. Pemberian makanan yang pertama adalah pemupukan dasar yang diberikan pada saat pengolahan tanah. Pemupukan pada kegiatan pemeliharaan ini disebut pemupukan susulan (Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani, 2011). Pemupukan yang dilakukan oleh petani di lapangan yaitu terdiri dari pemupukan dasar dan pemupukan susulan. Pemupukan dasar diberikan ketika pengolahan tanah berlangsung yaitu pupuk kandang sebanyak 5-10 ton per hektar. Pemupukan susulan umumnya dilakukan oleh petani responden sebanyak dua kali sehingga dikenal pemupukan susulan I dan pemupukan susulan II. Jenis pupuk yang digunakan untuk pemupukan susulan adalah pupuk kimia yaitu NPK. Peranan pupuk NPK adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan pembentukan hasil. Pupuk NPK ini hanya tersedia sedikit di dalam tanah ataupun di dalam pupuk kandang, padahal kebutuhan tanaman akan pupuk NPK sangat besar. Pemupukan pada tanaman tembakau disesuaikan dengan kandungan unsur hara tanah dan kebutuhan tanaman. Pemberian pupuk urea dilakukan 2 kali yaitu setengah dosis diberikan pada umur 1 minggu dan setengah dosis diberikan pada umur 3 minggu dengan jumlah keseluruhan sebanyak 33,4 kg/ha. Pupuk dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat dengan tugal di sekitar tanaman. Pupuk ZA yang digunakan yaitu sebanyak 62 kg/ha yang diberikan saat tanam begitu pula dengan pupuk NPK cap Kuda yaitu sebanyak 375 kg/ha. Aplikasi pemupukan tembakau rakyat yang dilakukan oleh petani bisa dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Aplikasi Pemupukan Tembakau Rakyat di Kelompok Tani Mulya Asih dengan Populasi Tanaman 14.000 pohon/ha. Jenis Pupuk
Kandungan Unsur Pupuk (%) N P K 2,04 0,76 0,82 46,00 21,00 15,00 15,00 15,00
Pupuk kandang (sapi) Urea ZA NPK cap Kuda Total Sumber : Data primer diolah, 2013.
8
kg/ha 6.740,00 33,40 62,00 375,00
Aplikasi/ha (%) N P 137,50 51,22 15,36 13,02 122,28 156,25 288,16 207,47
K 55,27
93,75 149,02
Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani, (2011) menyatakan bahwa dosis untuk pemupukan tembakau rakyat terdiri dari pupuk ZA sebanyak 600 kg/ha, TSP sebanyak 100 kg/ha, dan pupuk kandang sapi sebanyak 10 ton/ha, sedangkan jika petani ingin menghasilkan daun tembakau dengan kadar nikotin rendah maka diusahakan pemupukan dengan pupuk N rendah. Aplikasi pemupukan tembakau rakyat bisa dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Aplikasi Pemupukan Tembakau Rakyat Jenis Pupuk Pupuk kandang (sapi) ZA TSP Total
Kandungan Unsur Pupuk (%) N P K 2,04 0,76 0,82 21,00 46,00
kg/ha 10.000,00 600,00 100,00
Aplikasi/ha (%) N P 204,00 76,00 126,00 46,00 330,00 122,00
K 82,00
82,00
Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani dilapangan menggunakan pupuk N lebih rendah daripada yang seharusnya, hal ini disebabkan karena petani menginginkan daun tembakau dengan kadar nikotin rendah. Hal itu sesuai dengan pendapat Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani, (2011). Waktu pemupukan yang tepat adalah menurut fase pertumbuhan tanaman dan jenis pupuk yang digunakan. Waktu pemupukan untuk pupuk kandang yang baik adalah bersamaan dengan pengolahan tanah (pada saat pembentukan guludan). Pupuk ZA diberikan sekali yaitu pada saat tanam. Pemupukan dengan pupuk urea dan pupuk NPK dilakukan 7 hari setelah tanam dan 28 hari setelah tanam. Proses pemupukan yang dilakukan petani responden sesuai dengan anjuran Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani, (2011). 8) Pemangkasan Tunas Pucuk atau Karangan Bunga dan Tunas Samping Tujuan pemangkasan adalah untuk mengalihkan pertumbuhan tunas pucuk atau karangan bunga dan tunas samping atau sirung ke arah pertumbuhan daun-daun atas yang tersisa. Petani responden melakukan pemangkasan saat bunga tembakau mulai keluar. Pemangkasan dilakukan dengan memangkas di bawah 3 daun kaki sehingga akan dihasilkan 11-13 daun produksi. Tembakau yang dipangkas akan tumbuh tunas lateral, dengan adanya tunas tersebut maka energi pertumbuhan akar terkuras sehingga untuk mengefektifkan pertumbuhan dilakukan pembuangan tunas lateral. Pembuangan tunas dilakukan setiap 3 minggu sekali karena tiap ketiak daun mengandung 3 tunas yang tumbuhnya tidak serentak. Pembuangan tunas dapat dilakukan secara manual atau 9
bahkan dengan menggunakan bahan kimia. Proses pemangkasan yang dilakukan oleh petani responden sesuai dengan anjuran Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani, (2011). 9) Pengendalian Hama dan Penyakit Saat ini masih jarang ditemui kasus-kasus yang menghawatirkan yang diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit terhadap tanaman tembakau atau dengan kata lain tingkat dan frekuensi serangan hama dan penyakit tanaman tembakau relatif rendah. Responden dalam penelitian ini tetap melakukan antisipasi dengan melakukan pemberian pestisida sebagai penanggulangan terhadap serangan hama dan penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman tembakau. Aplikasi pestisida dilakukan dengan cara disemprotkan pada tanaman tembakau menggunakan sprayer. Hama dan penyakit yang saat ini menyerang tanaman tembakau dilapangan adalah hama ulat pucuk dan penyakit layu bakteri. Hama ulat pucuk (Helicoverpa spp.) gejala serangan yang ditimbulkan berupa lubang-lubang pada daun tembakau sedangkan untuk penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum gejala penyakitnya muncul 30 hari setelah tanam dimana daun tembakau layu pada satu sisi, bentuknya tidak simetri, dan pangkal batang busuk berwarna coklat. Responden biasanya menggunakan pestisida Buldok dan Sidametrin untuk mengatasi hama dan penyakit ini. Hal itu dilakukan apabila hama dan penyakit menyerang tanaman tembakau secara keseluruhan namun bila hanya satu atau dua tanaman yang terserang hama dan penyakit ini responden biasanya hanya membuang daun tembakau yang terkena hama dan penyakit tersebut. Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan responden sesuai dengan anjuran Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani, (2011). 10) Pemanenan Panen tembakau yang dilakukan petani responden adalah dengan cara memetik satu per satu daun yang cukup masak untuk diolah. Panen umumnya dilakukan dengan tangan dan pada saat pemetikan tersebut perlu diperhatikan tingkat kemasakan daun, saat dan cara pemetikan, serta melindungi dengan segera daun yang baru dipetik. Cara pemetikan yang baik adalah tanpa menimbulkan perlukaan pada daun. Daun tembakau
10
dipetik jika telah cukup masak. Ciri daun yang cukup masak yaitu warna daun menjadi hijau kekuningan dan ujung daun melengkung serta ujungnya sedikit mengering. Daun dipetik mulai dari daun terbawah ke atas. Pemetikan daun tembakau dalam satu musim dilakukan antara 5-7 kali tergantung jumlah dan tingkat ketuaan daun. Pemetikan daun dalam keadaan normal dimulai pada tanaman berumur 65-70 hari. Pemetikan yang baik, tiap petikan hanya dilakukan sebanyak 2-3 daun tiap tanaman. Pemetikan dilakukan pada pagi hari setelah embun menguap atau sore hari, setelah daun tembakau dipetik dan dihilangkan tulang daunnya, selanjutnya 15-20 lembar daun digulung dan diikat atau bisa juga digulung dengan menggunakan karung. Hasil pemetikan segera di bawa ke tempat teduh atau di bawa ke gudang pengolahan secara hati-hati agar daun tidak mengalami kerusakan baik secara mekanis, fisik, maupun fisiologis hal ini sejalan dengan anjuran Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani, (2011).
Biaya dan Pendapatan Usahatani Tembakau Tabel 4. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Tembakau per Hektar di Kelompok Tani Mulya Asih. No Biaya Produksi Nilai (Rp) Jumlah (%) 1 Biaya tetap a. Penyusutan 129.812,03 1,13 b. Sewa lahan 500.000,00 4,36 c. P3A 420.000,00 3,66 Jumlah biaya tetap 1.049.812,03 9,15 2 Biaya tidak tetap a. Bibit 2.181.250,00 19,02 b. Pupuk 4.159.263,89 36,26 c. Pestisida 154.444,44 1,35 d. Tenaga kerja 3.925.000,00 34,22 Jumlah biaya tidak tetap 10.419.958,33 90,85 Bunga Modal (4,9%) 562.018,75 Total Biaya 12.031.789,12 100,00 Sumber: Data primer diolah, 2013.
Tabel 4. menunjukkan bahwa biaya tetap yang diperhitungkan terdiri dari penyusutan alat, sewa lahan, dan P3A. Biaya untuk penyusutan alat dalam satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 129.812,03. Biaya penyusutan alat ini tergantung pada jumlah, nilai beli, nilai sisa, dan umur ekonomis dari alat tersebut. Peralatan yang
11
digunakan dalam usahatani tembakau terdiri dari cangkul, sabit, ember, keranjang, dan karung. Biaya tetap juga terdiri dari sewa lahan, sewa lahan yang dikeluarkan untuk satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 500.000,00 dan besarnya sewa lahan tergantung pada luas lahan yang dijadikan tempat berusaha sedangkan untuk biaya P3A yang dikeluarkan oleh petani untuk satu kali musim tanam per hektar adalah sebesar Rp 420.000,00. Besarnya biaya P3A tergantung pada luas lahan dan sistem pengairan ini diatur oleh pemerintah desa. Tabel 4. juga menunjukkan biaya tidak tetap yang terdiri dari biaya pembelian bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Besarnya biaya tidak tetap yang dikeluarkan petani untuk satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 10.419.958,33 terdiri dari pembelian bibit yaitu sebesar Rp 2.181.250,00. Jumlah bibit yang digunakan oleh petani tergantung pada luas lahan yang digunakan. Banyaknya bibit yang digunakan selama satu kali musim tanam yaitu sebanyak 14.542 pohon tembakau. Biaya pembelian pupuk yang digunakan petani dalam satu kali musim tanam adalah Rp 4.159.263,89 atau sebesar 36,26 persen. Biaya pembelian pupuk ini merupakan biaya yang paling besar dikeluarkan oleh petani, hal ini disebabkan oleh luas lahan yang digunakan petani dalam usahanya dan tergantung kepada keadaan tanah. Pestisida yang digunakan petani untuk satu kali musim tanam itu berbeda-beda tergantung kepada hama dan penyakit yang menyerang. Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pestisida dalam satu kali musim tanam adalah Rp 154.444,44 atau sebesar 1,35 persen dan biaya pembelian pestisida ini merupakan biaya yang paling sedikit dikeluarkan oleh petani, hal ini disebabkan karena pada saat itu hama dan penyakit yang menyerang tanaman tembakau sangat rendah. Penggunaan pestisida oleh petani dilakukan secara rutin artinya tanpa mempertimbangkan ada tidaknya hama dan penyakit yang menyerang tanaman tembakau petani tetap menyemprotkan pestisida. Jumlah tenaga kerja yang dipergunakan adalah 130,83 HOK (Hari Orang Kerja) dengan upah tenaga kerja sebesar Rp 30.000,00 sehingga biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 3.925.000,00 atau 34,22 persen dari biaya produksi yang dikeluarkan. Tenaga kerja yang digunakan oleh Kelompok Tani Mulya Asih dalam usahatani tembakau adalah tenaga kerja pria, hal ini mungkin disebabkan selain sifat dari pekerjaan usahatani tembakau juga masih ada
12
pengaruh pedesaan yang masih menempatkan tenaga kerja wanita sebagai ibu rumah tangga. Biaya total adalah penjumlahan antara biaya tetap dan biaya tidak tetap. Besarnya biaya total untuk satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 12.031.789,12. Petani dalam usahatani tembakau menanam 14.000 pohon tembakau sementara tanaman yang bisa dipanen adalah sebanyak 13.840 pohon tembakau dengan harga jual Rp 1.500,00 per pohon. Harga jual untuk setiap varietas tembakau lokal adalah sama. Penerimaan yang diperoleh petani dalam satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 20.790.000,00. Jika besarnya penerimaan dan biaya produksi telah diketahui, maka dapat dihitung besarnya pendapatan yang diperoleh dalam usahatani tembakau tersebut. Besarnya pendapatan yang diperoleh dalam usahatani tembakau selalu berubah dari tahun ke tahun sejalan dengan terjadinya perubahan harga sarana produksi maupun harga penjualan pohon tembakau yang diproduksi oleh petani. Besarnya pendapatan yang diperoleh petani untuk satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 8.758.210,88.
Kelayakan Usahatani Tembakau Analisis usaha digunakan untuk melihat kelayakan sebuah usaha yang akan dijalankan atau dikembangkan. Ada beberapa indikator yang bisa digunakan untuk mengukur kelayakan sebuah usaha, diantaranya yaitu Revenue Cost Ratio (R-C ratio). Tabel 5. Rata-rata Biaya Produksi, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C Usahatani Tembakau per Hektar di Kelompok Tani Mulya Asih. No Uraian Nilai (Rp) 1 Biaya Produksi 12.031.789,12 2 Penerimaan 20.790.000,00 3 Pendapatan 8.758.210,88 4 R/C 1,73 Sumber: Data Primer Diolah, 2013.
Tabel 5. diatas menunjukkan bahwa R/C usahatani tembakau di Kelompok Tani Mulya Asih adalah sebesar 1,73 artinya setiap rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar satu koma tujuh puluh tiga rupiah atau dengan kata lain usahatani tembakau di Kelompok Tani Mulya Asih layak untuk diusahakan. Perbedaan R/C ini disebabkan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan, untuk nilai R/C 1,80 dimana responden ini mengeluarkan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan responden yang lainnya sehingga nilai R/C nya paling tinggi sedangkan untuk
13
responden yang nilai R/C nya 1,60 mengeluarkan biayanya paling besar dibandingkan dengan responden yang lainnya sehingga nilai R/C nya menjadi rendah. Biaya yang paling besar yang dikeluarkan dalam usahatani tembakau adalah biaya pembelian pupuk dan tenaga kerja. Hal tersebut tidak dialami oleh seluruh responden di daerah penelitian tetapi ada juga yang sebaliknya yaitu biaya yang paling besar dikeluarkan adalah biaya tenaga kerja. Perbandingan tersebut dilihat dari tingkat produksi maupun produktivitas dari usahatani tembakau yang diusahakan oleh responden sebenarnya responden telah mampu mengelola usahataninya dengan baik, namun akibat beberapa faktor seperti dalam penggunaan sumber daya yang terdiri dari penggunaan pupuk, penggunaan bibit untuk cadangan, dan tenaga kerja sebenarnya mungkin saja dapat lebih diefisienkan sehingga dapat mengurangi tingginya biaya variabel dan meningkatkan tingkat kelayakan usaha. Penggunaan pupuk bisa saja lebih diefisienkan karena pohon tembakau yang dihasilkan harus memiliki kadar N yang rendah sehingga penggunaan untuk pupuk N bisa dikurangi begitu juga dengan tenaga kerja dan bibit untuk cadangan yang digunakan dalam proses penyulaman. Proses penyulaman ini mengakibatkan biaya variabel meningkat karena terdapat pembelian bibit cadangan sehingga untuk menghindari hal tersebut responden harus memiliki keuletan tersendiri dalam pemeliharaan tanaman tembakau agar tidak banyak tanaman yang mati pada saat tanaman tembakau ditanam di areal penanaman.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Secara umum teknis budidaya tembakau yang dilaksanakan oleh responden sesuai dengan kebutuhan genetik tanaman tembakau jenis lokal yang tergantung pada agroklimat setempat. 2) Biaya usahatani tembakau adalah sebesar Rp 12.031.789,12 per hektar dengan pendapatan sebesar Rp 8.758.210,88 per hektar. 3) Nilai R/C usahatani tembakau adalah 1,73 sehingga layak untuk diusahakan.
14
Saran Berdasarkan hasil kesimpulan, maka saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kelompok tani harus bisa menyediakan bibit sendiri agar tidak membeli bibit keluar dan mampu mengolah daun tembakau menjadi suatu produk sehingga harga jualnya menjadi lebih tinggi. 2) Penggunaan pupuk dan tenaga kerja pada usahatani tembakau harus lebih diefisienkan lagi agar petani mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi, karena tanaman tembakau yang diharapkan harus memiliki kadar pupuk N yang rendah. 3) Bagi para penyuluh lebih intensif lagi dalam melakukan penyuluhan dan cepat menyampaikan teknologi terbaru dalam hal memperbaharui teknik budidaya tembakau terutama dalam pembibitan dan dalam hal pengolahan hasil produksi.
DAFTAR PUSTAKA Achmad Abdullah dan Soedarmanto. 2006. Budidaya Tembakau. CV. Yasaguna. Anggota IKAPI. Bambang Cahyono. 1998. Tembakau Budidaya dan Analisis Usahatani. Kanisius. Yogyakarta. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang. 2012. Data Statistik Perkebunan tahun 2012 Semester II. Heriyanto. 2000. Analisis Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Produksi Tembakau Madura Program Intensifikasi Tembakau Rakyat. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ken Suratiyah. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Maria Wulan Purwiji Putri, Benyamin Pohan, dan Nani Suryani. 2011. Budidaya Tembakau Nikotin Rendah. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. Bandung.
15