VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
6.1.
Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di
Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu. Usahatani padi merupakan usaha yang telah lama diusahakan oleh warga di Desa Mangunjaya. Hal ini terlihat dari tingkat pengalaman petani yang rata-rata telah mengusahakan padi lebih dari 15 tahun. Keragaan usahatani dilakukan dengan mengidentifikasikan penggunaan input produksi, teknik budidaya, dan output yang dihasilkan dari usahatani padi. 6.1.1. Pola Tanam Padi merupakan produk utama yang diusahakan oleh anggota Gapoktan Jayatani di Desa Mangujaya. Usahatani padi yang dilakukan oleh anggota Gapoktan Jaya Tani dilakukan dalam dua periode tiap tahunnya, yaitu pada periode Januari-April pada musin rendeng atau penghujan dan pada periode JuniOktober pada musim rendeng atau kemarau. Pola tanam yang hanya dilakukan dua kali dalam setahun dikarenakan di Desa Mangunjaya selalu diadakan acaraacara hajatan dan semacamnya pada saat selang waktu antara musim tanam satu dan yang lainnya sehingga para petani tidak menanam padi. 6.1.2. Input Produksi Sarana produksi atau input yang digunakan pada usahatani padi terdiri dari bibit; pupuk; pestisida; tenaga kerja; dan alat-alat pertanian. Perincian penggunaan bibit, pupuk dan pestisida per hektar pada periode Januari-April 2011 pada usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani antara petani SRG dan petani konvensional dapat dilihat pada Tabel 14.
5 3
Tabel 14. Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani Padi Petani SRG dan Konvensional per Hektar Periode Januari-April 2011 No 1. 2.
. 3
Komponen Input Bibit Pupuk Urea (kg) SP 36 (kg) NPK (kg) Phonska (kg) Za (kg) Kompos (kg) Pestisida Cair (L) Padat (kg)
Petani SRG Harga Jumlah Nilai (Rp) (Rp) 23,25 9000 209.250
Petani Konvensional Harga Nilai Jumlah (Rp) (Rp) 18,81 9000 169293
289,73 49,67
1650 2100
478.054,5 104.307
226,82 66,22 198,68
2350 1450 800
533.027 96019
280.39 98.51 32.64 204.58 13.35
51.695,77 64.072,85
5,16 2,22
0,83 2,15
1650 2100 2350 2350 1450
462.643,50 206.871 76.704 480.763 19.357,50
330.593,70 64.563,98
6.1.2.1. Bibit Bibit yang digunakan oleh petani baik petani SRG dan konvensional adalah bibit yang dibeli dari kios saprotan yang ada di Desa Mangunjaya. Varietas bibit yang digunakan adalah jenis padi ciherang. Pemilihan jenis padi ciherang dikarenakan menurut petani di lokasi penelitian, harga jual yang didapat relatif lebih tinggi di banding varietas padi yang lainnya seperti padi IR 64. Selain harga yang lebih tinggi, petani memilih menanam padi jenis ciherang karena varietas ini merupakan varietas yang cocok untuk ditanam di musim hujan maupun musim kemarau. Alasan utama petani memilih menanam jenis padi ciherang adalah karena jenis padi ini memiliki umur masa tanam yang lebih pendek dibanding varietas lain seperti IR 64. Jumlah rata-rata bibit per hektar yang digunakaan oleh petani SRG pada periode tanam Januari-April 2011 adalah sebanyak 15,40 kilogram per hektar. Sedangkan Jumlah rata-rata bibit per hektar yang digunakaan oleh petani konvensional pada periode tanam Januari-April 2011 adalah sebanyak 16,45 kilogram per hektar. Penggunaan jumlah bibit padi akan mempengaruhi total pengeluaran untuk input produksi padi.
6.1.2.2. Pupuk Pupuk yang digunakan oleh petani responden terdiri dari dua macam, yaitu pupuk organik (pupuk kompos) dan pupuk anorganik (pupuk urea, SP36, NPK, Phonska dan Za). Pupuk kompos yang digunakan adalah pupuk yang dibeli dari 5 4
kios saprotan yang ada di Desa Mangunjaya. Begitu juga dengan pupuk (pupuk urea, SP36, NPK, Phonska dan Za) diperoleh petani dengan membelinya di kios saprotan yang ada di Desa Mangunjaya. Penggunaan pupuk organik (pupuk kompos) hanya dilakukan oleh seorang petani SRG. Dimana petani lainnya baik petani SRG maupun konvensional masih bergantung terhadap pupuk anorganik saja. Jumlah penggunaan pupuk oleh petani SRG dan konvensional bisa dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Jenis Pupuk, Harga Pupuk dan Penggunaan Pupuk Rata-rata Petani Berdasar Sistem Penjualan Periode Januari-April 2011. No. Jenis Harga per Petani SRG Petani Konvensional Pupuk
Kg(Rp)
(Kg)
(Kg)
1.
Urea
1.650
289,74
280,39
2.
Sp36
2.100
49,67
98,51
3.
NPK
2.350
-
32,64
4.
Phonska
2.350
262,82
204,58
5.
Za
1.450
66,22
13,35
6.
Kompos
800
198,68
-
6.1.2.3. Pestisida Pestisida yang digunakan oleh petani tergantung dari petani itu sendiri. Pada saat penelitian dilakukan banyak lahan sawah petani yang terserang hama wereng sehingga menyebabkan banyaknya jumlah pestisida yang digunakan oleh petani. Banyaknya pestisida yang digunakan juga dikarenakan menurut petani hama wereng yang menyerang sawah mereka sudah kebal terhadap pestisida yang diberikan oleh petani, baik itu pestisida bubuk dan pestisida cair. Hal ini dikarenakan petani di Desa Mangunjaya sering memberikan pestisida terhadap tanaman padinya meskipun tanaman padi tersebut tidak sedang dijangkiti hama wereng. Petani responden di Desa Mangunjaya beranggapan dengan memberikan pestisida ke tanamannya maka akan menyebabkan tanamannya tahan terhadap hama. Pestisida yang digunakan oleh petani terdiri dari dua jenis yaitu pestisida cair dan bubuk. Penggunaan pestisida dilakukan dengan cara mencampurkan
5
konsentrat padat ataupun cair tersebut kemudian disemprotkan ke tanaman padi. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari. Rata-rata penyemprotan pestisida oleh petani dilakukan sesuai dengan keinginan petani tersebut. Jika oleh petani dinilai tanaman padinya memerlukan pestisida, penyemprotan bisa dilakukan hingga empat kali dalam satu masa tanam. Jumlah rata-rata pestisida yang digunakan oleh petani pemilik SRG per hektar lahan pada periode tanam Januari-April 2011 sebanyak 0,828 liter pestisida cair dan 2,15 kilogram pestisida bubuk. Untuk rata-rata jumlah pestisida yang digunakan oleh petani konvensional adalah sebanyak 5,16 liter pestisida cair dan 2,22 kilogram pestisida bubuk. Dengan demikian, rata-rata penggunaan pestisida yang digunakan oleh petani konvensional lebih banyak dibandingkan dengan petani SRG.
6.1.2.4. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan oleh petani SRG dan petani konvensional terbagi menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja yang digunakan dalam semua kegiatan usahatani padi yang dilakukan di lokasi penelitian seluruhnya dikerjakan oleh tenaga kerja lakilaki. Penggunaan tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga digunakan dalam kegiatan usahatani mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemupukan, penyemprotan pestisida dan pemanenan. Pada jenis kegiatan penanaman terdapat dua cara dalam pembayaran tenaga kerja yang dilakukan. Cara pertama adalah dengan cara ceblok, yaitu petani hanya membayar upah makan dengan kisaran biaya Rp 10.000,00-Rp 15.000,00 dengan kondisi tenaga kerja yang digunakan akan mendapat kepastian akan dipekerjakan kembali ketika kegiatan pemanenan. Hal ini biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki lahan kecil. Cara kedua adalah dengan cara borongan, yaitu petani akan membayar upah kepada tenaga kerja sesuai dengan luas lahan yang akan ditanam. Besar upah untuk cara borongan berkisar dari Rp 400.000,00 sampai Rp 500.000,00 per satu bahu atau 0,66 hektar. Untuk kegiatan pemanenan, baik petani SRG maupun konvensional menerapkan cara yang sama dalam pembayaran upah tenaga kerja, yaitu dengan menggunakan cara bawon.
5 6
Cara pembayaran bawon adalah cara pembayaran bagi hasil dimana tenaga kerja akan mendapatkan satu per enam dari hasil panen petani. Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam analisis usahatani padi menggunakan satuan HKP (Hari Kerja Pria). Di lokasi penelitian lama jam kerja tidak ditentukan oleh petani. Petani hanya menginginkan dengan upah yang dibayar suatu jenis pekerjaan bisa selesai dalam satu hari dimana untuk satu HKP adalah delapan jam per hari. Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani padi per hektar periode JanuariApril 2011 untuk petani SRG adalah 29,761 HKP untuk tenaga kerja luar keluarga yang terdiri dari 7,53 HKP pada proses penanaman, 14,081 HKP pada proses pemanenan dan 8,15 HKP untuk proses lainnya. Pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani SRG adalah 3,92 HKP. Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani padi per hektar periode JanuariApril 2011 untuk petani konvensional adalah 41,49 HKP untuk tenaga kerja luar keluarga yang terdiri dari 10,86 HKP pada proses penanaman, 15,85 HKP pada proses pemanenan dan 7,39 HKP untuk proses lainnya untuk tenaga kerja luar keluarga. Pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani konvensional adalah 4,24 HKP. Dengan demikian, jumlah penggunaan tenaga kerja petani konvensional lebih banyak daripada petani SRG.
6.1.2.5. Alat-Alat Pertanian Jenis alat pertanian yang digunakan dalam kegiatan padi adalah cangkul, arit, ember, linggis, pompa air, alat semprot hama dan traktor. Cangkul digunakan untuk menggemburkan tanah, arit digunakan untuk menyiangi ilalang yang ada di sekitar lahan sawah, linggis digunakan untuk membalikkan tanah dan memecah tanah keras, pompa air digunakan untuk membantu mengairi sawah, alat semprot hama digunakan sebagai wadah penyemprot pestisida untuk memberantas hama dan
traktor digunakan untuk membajak sawah dan menggemburkan tanah.
Peralatan yang digunakan oleh petani responden adalah milik pribadi. Metode perhitungan penyusutan alat pertanian yang digunakan adalah metode penyusutan garis lurus. Nilai biaya penyusutan peralatan pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani padi dihitung ke dalam komponen biaya yang diperhitungkan. Nilai rata-rata penyusutan alat pertanian petani SRG adalah
5 7
sebesar Rp 794.006,6 dan Rp 818.039,90 untuk nilai rata-rata penyusutan alat pertanian petani konvensional.
6.1.3. Teknik Budidaya Teknik budidaya merupakan faktor penting pada usahatani dalam menentukan jumlah output yang diharapkan. Pada usahatani padi, teknik budidaya terdiri dari persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT) dan pemanenan.
6.1.3.1. Persiapan Lahan Tahap persiapan lahan dilakukan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula keras menjadi lebih lembut. Hal ini dilakukan agar gulma yang ada pada lahan sawah mati dan membusuk menjadi humus. Pada tahap persiapan lahan dilakukan juga perbaikan dan pengaturan pematang sawah dan selokan. Pengaturan pematang sawah diupayakan agar tetap baik untuk mempermudah pengaturan irigasi sehingga sawah tidak boros air dan mempermudah dalam perawatan tanaman. Setelah perbaikan pematang sawah kemudian dilakukan tahap pencangkulan. Pencangkulan dilakukan untuk memperlancar
pada
tahap
pembajakan
sawah
menggunakan
traktor.
Pembajakan dilakukan untuk membuat tanah menjadi gembur dan percampuran unsurunsur hara yang terkandung di dalam tanah.
6.1.3.2. Penanaman Penanaman padi yang dilakukan oleh petani responden ditanam dengan jarak yang teratur. Jarak tanam antara tanaman padi satu dengan lainnya adalah 25 cm. Sebelum dilakukan penanaman, dua sampai tiga hari sebelumnya lahan sawah telah diberi pupuk dasar terlebih dahulu. Pemberian pupuk dasar dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur dan memberi nutrisi bagi tanah. Pada saat penanaman, bibit padi ditancapkan ke dalam lahan yang sudah digenangi air sedalam 10 cm sampai 15 cm hingga akar tanaman padi masuk ke bawah permukaan tanah.
5 8
6.1.3.3. Pemupukan Pada kegiatan usahatani, pemupukan dilakukan dengan tujuan agar tanaman padi dapat tumbuh optimal dan menghasilkan output yang baik. Pemupukan yang dilakukan oleh petani SRG dilakukan dengan menggunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk organik (pupuk kompos) dan pupuk anorganik (pupuk urea, SP36, Phonska dan pupuk Za). Sedangkan pada petani konvensional, pemupukan hanya dilakukan dengan menggunakan pupuk anorganik (pupuk urea, SP36,NPK, Phonska dan pupuk Za).
6.1.3.4. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pengendalian hama dalam kegiatan usahatani padi merupakan salah satu komponen penting yang menentukan keberhasilan usahatani padi. Pada petani di Desa Mangunjaya, pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani responden adalah dengan menyemprotkan pestisida ke tanaman padi dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi munculnya hama dan penyakit pada tanaman. Pada saat penelitian berlangsung, hama yang banyak menjangkiti tanaman padi adalah hama wereng. Hama wereng akan menyebabkan tanaman padi menjadi kering dan mati karena wereng menghisap cairan nutrisi yang ada pada tanaman padi. Selain dengan penyemprotan, cara lain yang dilakukan petani dalam mengatasi permasalahan hama wereng adalah dengan melakukan pola tanam serentak. Meskipun telah dianjurkan penanaman dengan pola tanam serentak namun masih banyak sawah petani yang terjangkit hama wereng. Hal ini disebabkan oleh petani yang tidak mau mengikuti penyeragamaan pola tanam yang dilakukan.
6.1.3.5. Pemanenan Kegiatan pemanenan dilakukan pada saat usia padi sudah mencapai 100 hari atau padi dinilai sudah cukup umur dan mencapai kondisi yang diingikan oleh petani. Cara panen padi yang dilakukan adalah dengan memotong padi dengan menggunakan sabit. Pemotongan padi dilakukan pada bagian atas padi. Hal ini dilakukan karena setelah padi dipotong padi akan dirontokkan dengan
5 9
menggunakan mesin perontok. Perontokan padi dilakukan dengan tujuan untuk melepaskan gabah dari malainya. Penggunaan mesin perontok dilakukan agar persentase rendemen padi rendah. Selain itu persentase padi yang tidak rontok rendah bila dibandingkan dengan menggunakan sistem gebot atau dibanting. Dengan demikian, hasil gabah yang didapat juga lebih banyak. 6.2.
Analisis Penerimaan Usahatani Padi Penerimaan usahatani padi terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan
yang diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan yang diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai hasil dari penjualan produksi usahataninya. Penerimaan yang diperhitungkan adalah penerimaan yang diterima petani dalam bentuk konsumsi padi dari hasil usahataninya. Jumlah dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan adalah penerimaan total petani untuk tiap kilogram padi yang dijual. Harga yang diterima petani atas padinya memiliki banyak ragam, hal ini dikarenakan perbedaan waktu panen, kualitas padi yang dijual dan metode penjualan hasil padi yang dilakukan. Penerimaan tunai adalah hasil perkalian antara hasil produksi yang dijual dengan harga yang diterima ditambah dengan padi yang disimpan dikurangi padi yang dikonsumsi dikalikan dengan harga jual yang berlaku saat itu. Penerimaan yang diperhitungkan adalah hasil perkalian dari jumlah padi yang dikonsumsi dikalikan dengan harga yang berlaku saat padi tersebut disimpan. Pada penelitian ini hasil usahatani petani responden dijual dalam dua jenis gabah, yaitu gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG). Tabel 16 menunjukkan penerimaan penjualan padi dengan menggunakan metode SRG. Pada petani yang telah menerapkan Sistem Resi Gudang dalam penjualan hasil usahataninya, harga gabah kering produksi (GKP) terendah yang diterima petani adalah sebesar Rp 2.700,00 per kilogram dan RP 3.000,00n per kilogram untuk harga tertinggi dengan rata-rata harga Rp 2.884,46 per kilogram. Harga gabah kering giling (GKG) terendah yang diterima petani
responden
adalah sebesar Rp 3.600,00 per kilogram dan Rp 4.000,00 per kilogram untuk harga tertinggi dan Rp 3.920,00 per kilogram untuk harga rata-rata. Penerimaan tunai yang diterima oleh petani responden berdasarkan Tabel 15 adalah Rp 18.516.541,13 sedangkan untuk penerimaan yang diperhitungkan adalah GKP 6 0
yang dikonsumsi dengan nilai Rp 417.210,00. Penerimaan total yang diterima oleh petani responden adalah sebesar Rp 18.933.751,1 Tabel 16. Penerimaan Rata-rata per hektar Petani yang Memanfaatkan Sistem Resi gudang Periode Januari-April 2011 Harga RataPenerimaan Jumlah (kg/ha) rata (Rp/kg) Nilai (Rp) Gabah Kering Panen 1446,89 2.884,46 4.173.496,33 Gabah Kering Giling 3.658,94 3.920,00 14.343.044,8 Penerimaan Tunai 18.516.541,13 Konsumsi RT Gabah Kering Panen 139,07 3.000,00 417.210 Gabah Kering Giling Penerimaan Diperhitungkan 417.210 18.933.751,13 Total Penerimaan Tabel 17 menunjukkan penerimaan penjualan padi dengan menggunakan metode konvensional. Pada petani yang masih menerapkan metode penjualan konvensional dalam penjualan hasil usahataninya, harga gabah kering produksi (GKP) terendah yang diterima petani adalah sebesar Rp 2.600,00 dan RP 3.300,00 untuk harga tertinggi dengan rata-rata harga RP 2919,23. Harga gabah kering giling yang diterima petani sebesar Rp 3,300,00 untuk harga terendah Rp 3.600 untuk harga tertinggi dan Rp 3.400,00 untuk harga rata-rata. Penerimaan tunai yang diterima oleh petani responden berdasarkan Tabel 16 adalah Rp 14.852.477,54 sedangkan untuk penerimaan yang diperhitungkan adalah GKP yang dikonsumsi dengan nilai Rp 313.813,5. Penerimaan total yang diterima oleh petani responden adalah sebesar Rp 15.166.291,04 Tabel 17. Penerimaan Rata-rata per hektar Petani dengan Metode Penjualan Konvensional Periode Januari-April 2011 Harga RataNilai (Rp) Penerimaan Jumlah (kg/ha) rata (Rp/kg) Gabah Kering Panen 3.904,80 2.919,23 11.399.000,3 Gabah Kering Giling 1.015,73 3400 3.453.477,24 Penerimaan Tunai 14.852.477,54 Konsumsi RT Gabah Kering Panen 51,14 3025 154.698,5 Gabah Kering Giling 48,40 3287,5 159.115 Penerimaan Diperhitungkan 313.813,5 15.166.291,04 Total Penerimaan 6 1
Berdasarkan Tabel 16 dan Tabel 17 terlihat bahwa rata-rata penerimaan total per hektar yang diterima petani yang memanfaatkan SRG lebih besar dibandingkan petani yang tidak memanfaatkan SRG. Selain itu harga GKG tertinggi didapat petani karena memanfaatkan SRG sehingga memperoleh informasi harga dari PT Pertani selaku pengelola Resi Gudang dan mampu memperoleh harga terbaik. Hal ini dikarenakan harga yang diterima oleh petani yang memanfaatkan SRG lebih baik daripada petani yang menggunakan metode penjualan konvensional.
6.3.
Analisis Biaya Usahatani Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani terdiri dari dua jenis biaya yaitu
biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam betuk uang tunai, yang termasuk dalam biaya tunai pada usahatani adalah biaya input pembelian bibit, pupuk dan pestisida, sewa lahan, sewa alat pertanian, biaya irigasi dan biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), biaya pajak, biaya sewa gudang dan bunga peminjaman uang. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani tidak dalam bentuk uang tunai, yaitu biaya penyusutan alat pertanian dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Pada analisis usahatani yang dilakukan terhadap petani responden yang memanfaatkan SRG, biaya tunai terbesar adalah biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) sebesar Rp 4.264.252,00. Tenaga kerja menjadi kompenen terbesar dalam biaya usahatani karena dalam setiap kegiatan usahatani yang dilakukan mulai dari persiapan lahan hingga pemanenan, hampir seluruh petani menggunakan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Di lokasi penelitian, petani responden menerapkan dua cara dalam memberikan upah untuk penanaman yaitu dengan menggunakan sistem ceblok dan borongan. Sistem ceblok biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar dengan hanya memberi upah harian sebesar Rp 10.000,00 dan mendapat kepastian bahwa tenaga kerja tersebut akan dipekerjakan kembali saat proses pemanenan. Sistem borongan digunakan oleh petani yang memiliki luas lahan lebih dari 0,5 hektar dengan biaya terendah sebesar Rp 400.000 per 0,67
6 2
hektar dan Rp 500.000,00 untuk biaya terbesarnya. Dari total biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang dikeluarkan, biaya pemanenan merupakan biaya terbesar dengan nilai Rp 3.428.692,00 dari total Rp 4.264.251,68 untuk total biaya tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena petani pada lokasi penelitian menerapkan sistem bawon pada saat pemanenan, dimana tenaga kerja akan mendapatkan padi seperenam dari total padi yang dipanen untuk upah. Upah untuk tenaga kerja pria rata-rata sebesar Rp 30.000,00 dengan jam kerja per hari selama delapan jam kerja. Biaya lain yang menjadi salah satu biaya terbesar adalah biaya pembelian pupuk sebesar Rp 1.211.407,50 dan biaya pembelian pestisida sebesar Rp 115.768,6. Biaya penggunaan pupuk menjadi salah satu komponen biaya yang besar dikarenakan penggunaan pupuk oleh petani responden dalam menjalankan usahataninya melebihi anjuran yang disarankan oleh dinas pertanian sebesar 250 kg -300 kg per hektar, sedangkan rata-rata penggunaan pupuk anorganik oleh petani responden mencapai 632,446 kg per hektar. Pestisida yang digunakan oleh petani responden terdiri dari dua jenis yaitu pestisida cair dan pestisida bubuk, dimana rata-rata penggunaan pestisida cair mencapai 0,83 liter per hektar dan 2,15 kg per hektar untuk pestisida bubuk. Banyaknya penggunaaan pestisida oleh petani responden dikarenakan padi di sawah petani responden sempat terjangkit wabah wereng. Terdapat kepercayaan petani di lokasi penelitian bahwa dengan menggunakan banyak pestisida mampu mencapai produksi yang diharapkan karena dengan menggunakan pestisida petani berharap tanaman padinya akan tahan terhadap hama yang akan menyerang tanaman padinya. Salah satu komponen biaya yang muncul pada analisis usahatani yang dilakukan terhadap petani responden yang memanfaatkan Sistem Resi Gudang adalah biaya penyimpanan barang yaitu sebesar Rp 228.476,8 dan biaya untuk membayar bunga pinjaman dari bank yang bekerjasama dalam Sistem Resi Gudang sebesar Rp 109.825,3 dari total pinjaman yang diberikan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 18.
6 3
Tabel 18. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Petani SRG per Hektar di Desa Mangunjaya Bulan Januari ± April 2011 Harga Keterangan Jumlah Satuan (Rp) Nilai (Rp) Biaya Tunai Bibit
23,25 kg
9000
138.600
Pupuk Kompos
198,68 kg
800
158.944
1. Urea
289,73 kg
1650
478.054,5
2. SP36
49,67 kg
2100
104.307
3. Phonska
226,82 kg
2350
533.027
4. Za
66,22 kg
1450
96.019
Pupuk Anorganik
Pestisida 1. Cair
0,83 L
51.695,77
2. Bubuk
2,15 kg
64.072,85
TKLK 1. Pria
8,15 HKP
30000
Penanaman
9,52 HKP
591.059,6
Pemanenan
17,38 HKP
3.428.692
Air Irigasi
244.500
519.775
Sewa Alat Tani
1
885.761,6
Sewa Gudang
1
228.476,8
Pajak Bunga Bank Karung Transportasi Barang Jemur Gabah Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan
1 1 61 karung 3.046,36 kg 3.046,36 kg
195.529,8 109.825,3 134.200 152.318 91.390,8 8.206.249,02
2200 50 30
TKDK 1. Pria Penyusutan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya
3,92 HKP 1
30000
117.600 794.006,6 911.606,6 9.117.855,62
Pada Tabel 19 diketahui bahwa biaya usahatani pada petani yang masih menerapkan sistem konvensional yang menjadi komponen biaya terbesar pada biaya tunai petani konvensional adalah biaya tenaga kerja luar keluarga TKLK 6 4
sebesar Rp 4.014.184,35. Dari total tersebut upah pemanenan merupakan biaya terbesar dari biaya TKLK yaitu sebesar Rp 3.209.259,10. Pada biaya tenaga kerja untuk pemanenan meskipun nilai HOK petani konvensional lebih besar daripada petani resi gudang, namun biaya yang dikeluarkan untuk pemanenan petani konvensional lebih kecil daripada petani resi gudang. Hal ini dikarenakan nilai gabah yang didapat konvensional rendah. Pupuk anorganik yang digunakan oleh petani konvensional rata-rata per hektar adalah sebesar 629,47 kg dengan biaya Rp 1.246.339,00. Tabel 19. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Petani Konvensional per Hektar di Desa Mangunjaya Bulan Januari ± April 2011 Harga Satuan Keterangan Jumlah (Rp) Nilai (Rp) Biaya Tunai Bibit 16,45 9000 148.050 Pupuk Anorganik 1. Urea 284,96 1650 470.184 2. SP36 100,11 2100 210.231 3. NPK 33,17 2350 77.949,50 4. Phonska 207,91 2350 488.588,50 5. Za 13,57 1450 19.676,50 Pestisida 1. Cair 5,25 335.977 2. Bubuk 2,26 65.615,29 TKLK 7,50 31206.90 234.051,75 Penanaman 13.78 574.306,26 Pemanenan 19,78 3.209.259,10 Air Irigasi 1 655.685,55 Sewa Alat Tani 1 1.045.261,29 Pajak 1 184.422,40 Jemur Gabah 1.064,13 30 31.923,9 Total Biaya Tunai 7.539.987,54 Biaya Diperhitungkan TKDK 1. Wanita 2. Pria 4,30 31206.90 134.189,67 Penyusutan 1 628.103,61 Total Biaya Diperhitungkan 762.293,28 Total Biaya 8.302.280.82
6 5
Berdasarkan Tabel 18 dan Tabel 19 diketahui bahwa biaya tenaga kerja luar keluarga merupakan komponen biaya terbesar dalam melakukan usahatani padi oleh petani responden. Dalam komponen biaya tenaga kerja luar keluarga biaya pemanenan merupakan biaya terbesar yang harus dikeluarkan untuk membayar biaya tenaga kerja. Dapat diketahui pula bahwa penggunaan pupuk anorganik oleh petani responden baik yang sudah memanfaatkan SRG dan yang belum memanfaatkannya melebihi batas anjuran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Komponen biaya tunai yang berbeda dari petani responden yang sudah memanfaatkan SRG adalah biaya pembayaran bunga bank atas pinjaman yang diberikan kepada petani dan juga biaya sewa gudang untuk menitipkan barang petani tersebut. Hal ini menyebabkan total biaya rata-rata usahatani padi petani SRG lebih besar daripada petani konvensional, yaitu Rp 9.117.855,62 untuk petani SRG dan Rp 8.302.280.82 untuk petani konvensional.
6.4.
Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani padi menggunakan pendekatan perhitungan
penerimaan dan biaya usahatani per hektar per musim tanam. Hal ini dilakukan karena tanaman padi di Desa Mangunjaya hanya diproduksi sebanyak dua kali dalam satu tahun, yaitu pada periode tanam Januari - April dan Juni - Oktober. Periode produksi padi tertinggi pada bulan Januari - April yaitu pada saat musim hujan (Wawancara petani, 2011). Pada penelitian ini analisis usahatani dilakukan terhadap 29 orang petani responden yang masih menggunakan metode penjualan konvensional atau penjualan secara langsung kepada pembeli dan empat orang petani yang sudah memanfaatkan SRG dalam penjualan hasil usahataninya. Analisis yang digunakan untuk menghitung pendapatan usahatani mengacu pada konsep pendapatan atas biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai untuk melakukan kegiatan usahatani padi seperti biaya pembelian bibit, pupuk dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Biaya total adalah biaya tunai ditambah dengan biaya diperhitungkan. Biaya diperhitungkan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan usahatani dalam bentuk tidak tunai seperti biaya tenaga kerja dalam keluarga.
6
Berdasarkan Tabel 20, pendapatan atas biaya tunai petani yang telah memanfaatkan SRG pada periode Januari-April 2011 adalah sebesar Rp 10.727.502,11per hektar dan pendapatan atas biaya total yang telah memanfaatkan SRG pada periode Januari-April 2011 adalah sebesar Rp 9.815.895,51. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pendapatan usahatani total atas biaya tunai dan atas biaya total lebih dari nol sehingga usahatani yang dilakukan petani responden yang telah memanfaatkan SRG di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya menguntungkan.
Tabel 20. Perhitungan Penerimaan dan Pendapatan Rata-rata Usahatani Petani SRG di Desa Mangunjaya periode Januri±April 2011 Komponen Nilai (Rp) A. Penerimaan Tunai 18.516.541,13 B. Penerimaan Diperhitungkan 417.210 C. Total Penerimaan (A+B) 18.933.751,13 D. Biaya Tunai 8.206.249,02 E. Biaya Diperhitungkan 911.606,6 F. Total Biaya (D+E) 9.117.855,62 Pendapatan atas Biaya Tunai (C-D) 10.727.502,11 Pendapatan atas Biaya Total (C-F) 9.815.895,51 Pada tabel 21, pendapatan atas biaya tunai petani responden yang belum memanfaatkan SRG pada periode Januari-April 2011 adalah sebesar Rp 7.626.303,5 per hektar dan pendapatan atas biaya total petani responen yang belum memanfaatkan SRG pada periode Januari-April 2011 adalah sebesar Rp 6.864.010,22. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pendapatan usahatani total atas biaya tunai dan atas biaya total lebih dari nol sehingga usahatani yang dilakukan petani responden yang belum memanfaatkan SRG di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya menguntungkan.
6 7
Tabel 21. Perhitungan Penerimaan dan Pendapatan Rata-rata Usahatani Petani yang Belum Memanfaatkan Sistem Resi Gudang di Desa Mangunjaya Periode Januari±April 2011 Komponen Nilai (Rp) A. Penerimaan Tunai 14.852.477,54 B. Penerimaan Diperhitungkan 313.813,5 C. Total Penerimaan (A+B) 15.166.291,04 D. Biaya Tunai 7.539.987,545 E. Biaya Diperhitungkan 762.293,28 F. Total Biaya (D+E) 8.302.280.82 Pendapatan atas Biaya Tunai (C-D) 7.626.303,5 Pendapatan atas Biaya Total (C-F) 6.864.010,22 Berdasarkan tabel 20 dan tabel 21 diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diterima oleh petani yang telah memanfaatkan SRG lebih besar daripada pendapatan atas biaya total petani yang belum memanfaatkan SRG. Rendahnya pendapatan atas biaya tunai dan biaya total yang diperoleh petani konvensional karena harga yang diterima lebih rendah dibandingkan petani yang memanfaatkan SRG. Dapat disimpulkan pula bahwa usahatani padi dengan memanfaatkan SRG lebih menguntungkan dibandingkan dengan yang tidak memanfaatkan SRG.
6.5. Analisis R/C Rasio Analisis R/C rasio terdiri dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai diperoleh dari rasio antara penerimaan total dengan pengeluaran tunai. R/C rasio atas biaya total diperoleh dari rasio penerimaan total dengan pengeluaran total. Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), semakin tinggi nilai R/C menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh semakin besar. Namun apabila nilai R/C lebih kecil dari satu (R/C < 1), maka usaha ini tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak diusahakan.
6 8
Tabel 22. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Padi Petani Gapoktan Jaya Tani Nilai (Rp) Komponen Nilai (Rp) Resi Gudang Konvensional A. Penerimaan Tunai 18.516.541,13 14.852.477,54 B. Penerimaan Diperhitungkan 417.210 313.813,5 C. Total Penerimaan (A+B) 18.933.751,13 15.166.291,04 D. Biaya Tunai 8.072.049,02 7.539.987,545 E. Biaya Diperhitungkan 911.606,6 762.293,28 F. Total Biaya (D+E) 9.117.855,62 8.302.280.82 Pendapatan atas Biaya Tunai (C-D) 10.727.502,11 7.626.303,5 Pendapatan atas Biaya Total (C-F) 9.815.895,51 6.864.010,22 R/C atas Biaya Tunai 2,31 2.01 R/C atas Biaya Total 2,08 1,83 Berdasarkan Tabel 22, R/C rasio usahatani padi dibedakan berdasarkan metode penjualan yang diterapkan oleh petani yaitu yang memanfaatkan Sistem Resi Gudang dan yang belum memanfaatkannya atau konvensional. Hasil perhitungan nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani konvensional adalah 2,01 dan 2,31 untuk petani SRG. Nilai 2,01 pada petani konvensional memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,01. Nilai 2,31 pada petani resi gudang memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,31. Hasil perhitungan rasio atas biaya total untuk usahatani petani konvensional adalah 1,83 dan 2,08 untuk petani resi gudang. Nilai 1,83 pada petani konvensional memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,83. Nilai 2,08 pada petani resi gudang memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,08. Tabel 19 juga menunjukkan bahwa R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani SRG memilik nilai yang lebih besar dibandingkan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani konvensional. Hal ini disebabkan komponen penerimaan tunai dan penerimaan total petani konvensional lebih rendah dibandingkan petani SRG. Walaupun
6 9
demikian, dapat disimpulkan bahwa petani yang memanfaatkan SRG dan yang belum memanfaatkan SRG sama-sama menguntungkan.
70