TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Pestisida Rumah Tangga Penggunaan pestisida saat ini tidak hanya dalam bidang pertanian, namun telah banyak digunakan dalam bidang kesehatan, rumah tangga, perkantoran, dan lain-lain. Penggunaan pestisida yang semakin meningkat di lingkungan selain pertanian disebabkan semakin meningkatnya perhatian orang terhadap kesehatan dan kebersihan sehingga dibutuhkan lingkungan yang bersih dari gangguan organisme pengganggu. Kehadiran beberapa jenis serangga seperti kecoa rumah Periplaneta americana (Ordo: Bllatodea, Famili: Blattidae) sering digunakan sebagai indikator kebersihan lingkungan. Penggunaan pestisida di rumah tangga banyak berkaitan dengan serangga-serangga kesehatan seperti nyamuk, kecoa, semut, dan lain-lain yang produknya sering dipromosikan di media cetak maupun elektonik (Dadang 2007). Sementara itu, untuk perkantoran pestisida yang umum digunakan adalah dalam bentuk fumigan, contohnya untuk melindungi arsip-arsip penting serta bangunan kantor dari serangan hama permukiman seperti rayap. Penggunaan pestisida pada hakikatnya diupayakan sebagai alternatif terakhir dalam tindakan pengendalian. Penggunaan pestisida khususnya di rumah, akan digunakan apabila pengendalian secara mekanis sudah tidak mampu mengendalikan organisme-organisme pengganggu atau hama permukiman. Namun dalam masyarakat hal tersebut tidak lagi terjadi, disebabkan penggunaan pestisida di rumah merupakan pengendalian utama yang dipilih karena kelebihannya.
Penggunaan
pestisida
untuk
pengendalian
di
rumah,
mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor yang menjadi pestisida sebagai pilihan untuk pengendalian salah satunya adalah karena pestisida dapat memberikan hasil yang cepat. Pestisida yang saat ini berada dipasaran cukup beragam dengan banyak merek. Faktor kepercayaan terhadap merek menjadi faktor penting dalam pemilihan suatu produk. Faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan suatu merek hingga akhirnya masyarakat berpindah merek pestisida yaitu jenis organisme pengganggu yang berubah, harga dari pestisida, jenis pestisida, keamanan produk, undang-undang atau peraturan pemerintah, dan
persepsi masyarakat (Dadang 2007). Dalam memilih dan menggunakan pestisida perlu adanya pengetahuan, yang mana dengan cukupnya pengetahuan maka pengendalian yang dilakukan dapat berhasil dan tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi penghuni dan lingkungan. Penggunaan pestisida baik di pertanian maupun di rumah tangga, memiliki kelebihan dan kekurangan. Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas hama, karena pestisida memiliki daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah, dan hasil yang diperoleh cepat untuk diketahui. Selain itu, pestisida juga bersifat fleksibel yaitu mudah beradaptasi dalam segala situasi, pestisida tersedia dalam bentuk formulasi yang beragam sehingga mudah untuk mengaplikasikannya dan secara ekonomi, pengendalian kimiawi lebih ekonomis dibandingkan dengan strategi lainnya (Purnomo 2002).
Pengertian Pestisida Sintetik Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti membunuh. Pestisida sering disebut sebagai pest killing agent. Pengertian pestisida menurut Keputusan Menteri Pertanian No.434.1/Kpts/TP.270/7/2001 yang mengacu pada Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida. Pestisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian, memberantas rerumputan, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk, memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewanhewan piaraan dan ternak, memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat-alat pengangkutan, dan memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Dadang 2007).
Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan organisme sasaran, struktur kimia, mekanisme dan atau toksisitasnya.
Selain itu, pestisida dapat
diklasifikasikan berdasarkan ketahanannya di lingkungan menjadi dua golongan yaitu persisten, dimana pestisida meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan dan tidak persisten, adalah pestisida yang mempunyai pengaruh efektif hanya sesaat saja, dan cepat terdegradasi di tanah (Nafis 2009). Dampak Penggunaan Pestisida Penggunaan pestisida sangat potensial dalam menyebabkan permasalahan seperti kontaminasi pada tanah dan ekosistem di sekitarnya. Penyebab permasalahan tersebut dideskripsikan sebagai resiko, yang membahayakan lingkungan dan kesehatan. Resiko yang disebabkan oleh suatu bahan kimia seperti pestisida dengan ukuran dan karakteristik bahaya yang dapat terjadi. Dasar dari terjadinya exposure adalah dari pemakaian dosis zat beracun yang dipilih (Crossan et al. 2005). Resiko atau dampak dapat terjadi apabila terdapat interaksi antara dosis dalam hal ini adalah toksisitas, exposure dan hazard. Seseorang dapat terpapar oleh pestisida melalui kulit (dermal), masuk ke dalam mulut (oral), dan melalui pernafasan (inhalation) (NPIC 2007). Resiko yang dapat terjadi apabila pestisida digunakan tanpa adanya pengetahuan adalah dapat menyebabkan keracunan akut pada manusia. Keracunan akut yang dapat terjadi adalah iritasi dan apabila terjadi kontak dengan kulit dapat terjadi infeksi kulit, kulit melepuh atau kulit menjadi cacat. Keracunan akut dapat pula menyebabkan korosif pada mata yang dapat menyebabkan kebutaan. Penggunaan pestisida yang salah dapat pula menyebabkan kerusakan pada otak atau sistem saraf pusat. Hal ini sangat berbahaya bagi anak-anak yang masih rentan terhadap senyawa-senyawa asing. Gejala yang dapat ditimbulkan adalah sulitnya berkonsentrasi, penurunan daya ingat, dan berubahnya sikap seseorang (Epstein 2002). Pestisida yang digunakan secara terus-menerus dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh yang nantinya akan menjadi penyakit kronis, kelainan pada bayi yang baru lahir, dan kanker. Selain itu, dampak negatif
lain yang dapat
ditimbulkan adalah terjadinya resistensi pada organisme sasaran akibat
penggunaan pestisida yang berbahan aktif atau kelompok senyawa yang sama secara terus-menerus pada dosis yang tidak tepat, keracunan pada hewan peliharaan, dan tercemarnya air serta rusaknya lingkungan (Prasojo 1984). Adapun dampak lain yang dapat ditimbulkan selain yang telah disebutkan adalah tercemarnya makanan, makanan dapat tercemar karena hasil dari pertanaman yang menggunakan pestisida, sehingga akan meninggalkan residu baik itu di dalam makanan atau di permukaan makanan. Pencemaran pestisida juga dapat terjadi pada air minum. Hal ini dapat terjadi karena beberapa pestisida digunakan di tanah yang dapat menyebabkan terbentuknya jalan kecil ke bawah tanah yang menyebabkan air dalam tanah atau permukaan sistem air yang digunakan sebagai suplai air minum tercemar, dan yang paling banyak terjadi adalah terjadinya keracunan pada manusia dalam hal ini adalah pengguna. Pengguna pestisida dapat mengalami keracunan karena berada di sekitar tempat yang menggunakan pestisida (NPIC 2007).
Keamanan dalam Penggunaan Pestisida Rumah Tangga Keamanan dalam penggunaan pestisida di rumah adalah dilihat dari segi penggunaan dan penyimpanan. Penggunaan pestisida yang tepat dan aman harus memperhatikan beberapa prosedur seperti, melihat adanya nomor registrasi pada label. Nomor registrasi ini menunjukkan bahwa setiap pestisida yang dikeluarkan telah diuji serta dinyatakan aman bagi masyarakat luas. Nomor registrasi ini dikeluarkan oleh Badan Perlindungan Lingkungan (Enviromental Protection Agency 2009). Prosedur kedua yang harus diperhatikan adalah melihat petunjuk pemakaian. Hal ini bertujuan memastikan bahwa pestisida yang dipilih adalah pestisida yang tepat untuk mengendalikan organisme pengganggu yang sedang dihadapi.
Dalam
menggunakan
pestisida
harus
diperhatikan
waktu
pengaplikasiannya yaitu pada waktu pagi dan sore hari, tidak dianjurkan melakukan pengendalian menggunakan pestisida terlalu sering dikarenakan konsentrasi yang terlalu tinggi dapat tertinggal di dalam tubuh manusia, hewan peliharaan, serta dalam menggunakan pestisida yang berlebihan merupakan pemborosan bahkan tidak akan efektif lagi. Informasi tentang cara penggunaan yang benar dapat diperoleh pada label, disana terdapat pula petunjuk tentang
pakaian pelindung yang harus digunakan pada saat menggunakan pestisida. Untuk keamanan dalam penyimpanan diharapkan untuk tidak menyimpan sisa pestisida (bentuk cair) di dalam tabung semprot dan diusahakan hanya menggunakan cairan semprot sesuai dengan kebutuhan. Pestisida yang telah digunakan, harus tetap disimpan pada tempat aslinya dan disimpan pada tempat yang memiliki suhu ruang serta terdapat ventilasi yang cukup agar aerasi dapat berjalan dengan baik. Penyimpanan pestisida harus disimpan pada tempat yang aman, jauh dari jangkauan anak dan hewan peliharaan (Prasojo 1984). Saat ini telah banyak ditemukan beberapa kasus keracunan akibat penggunaan pestisida. Untuk itu diperlukan alternatif pengendalian untuk mengendalikan organisme-organisme pengganggu tanpa menggunakan pestisida. Dalam IPM (Integrated Pest Management) dijelaskan beberapa alternatif pengendalian tanpa menggunakan pestisida. Adapun alternatif yang diberikan adalah sebagai berikut: 1.
Pencegahan munculnya gangguan dari organisme-organisme pengganggu Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari munculnya organisme-organisme pengganggu adalah dengan menciptakan rumah yang bersih dan sanitasi merupakam dasar dalam IPM.
2. Melakukan perawatan rumah Perawatan rumah perlu dilakukan untuk mencegah munculnya organismeorganisme pengganggu. Contoh kegiatan ini adalah dengan memperbaiki bagian rumah yang bocor, menutup lubang yang ada di sekitar rumah di bagian luar dan dalam untuk mencegah binatang bebas keluar masuk. 3. Menyiapkan perangkap Penggunaan perangkap dilakukan apabila binatang yang mengganggu sudah cukup banyak dan meresahkan para penghuni yang ada di dalam rumah. Perangkap yang dapat digunakan seperti sticky paper, feromon atau menggunakan penghalang (kasa pada jendela) untuk mencegah masuknya binatang-binatang ke dalam rumah, dan menggunakan alat perangkap lainnya yang telah banyak digunakan.
4. Menggunakan racun Penggunaan
racun
merupakan
alternatif
terakhir,
apabila
usaha
pengendalian tanpa menggunakan racun tidak berhasil. Penggunaan racun terdapat cara aman, yaitu menggunakan racun yang aman bagi manusia dan lingkungan seperti asam borid, gel silika, umpan untuk tikus dan serangga, pestisida yang terbuat dari minyak esensial dan desinfektan (Baue 2006). Namun, cara tersebut belum dapat diterapkan di Indonesia karena perlu dukungan dari semua pihak agar upaya pengendalian dapat berjalan dengan baik dalam hal ini upaya dapat berjalan secara efektif dan efesien. Hama Permukiman (urban pest) Hama permukiman adalah suatu organisme yang pada suatu tempat (permukiman) dan waktu, tidak dikehendaki karena secara langsung dapat mengancam kesehatan, harta-benda atau hanya sekedar gangguan kenyaman atau estetika (Chalidraputra 2007). Secara umum, hama permukiman dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu serangga, tikus dan rayap (Darandono 2004). Beberapa jenis hama permukiman seperti kecoa, lalat, nyamuk dan tikus telah menyebar luas dan banyak dijumpai di daerah tropis sebagai hama pembawa berbagai penyakit pada manusia. Jenis hama ini sangat menyenangi lingkungan manusia terutama yang mempunyai kondisi sanitasi lingkungan yang tidak memadai (Nafis 2009). Kecoa adalah serangga dari ordo Blattodea yang mempunyai anggota mencapai 3.500 spesies dalam 6 famili. Beberapa spesies yang cukup dikenal dan menjadi permasalahan di perumahan adalah kecoa Amerika Periplaneta Americana, kecoa Jerman Blattella germanica, dan kecoa Asia Blattela asahinai (Wikipedia 2008). Kecoa merupakan contoh organisme yang dapat tinggal di dalam rumah, dia dapat berkembang dengan cepat di dalam rumah karena adanya ketersediaan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai (kelembaban dan tempat berlindung). Kecoa merupakan organisme malam yang sangat senang dengan tempat-tempat lembab, kotor, dan banyak sisa makanan. Kecoa dapat hidup pada celah-celah di sekitar pembuangan air limbah, dapur, tempat
pembuangan sampah, gudang makanan, lemari pakaian dan toilet (Nafis 2009). Demikian halnya dengan tikus dan nyamuk dapat memperoleh makanan dan tempat untuk berkembang biak di dalam rumah. Nyamuk merupakan serangga yang sukses dalam memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan air sumber buatan yang sifatnya permanen atau temporer. Selain itu, nyamuk menyukai tempat yang lembab, gelap dan kurang angin serta lokasi yang dekat dengan suhu yang hangat (Hadi dan Koesharto 2006). Lalat adalah serangga yang lebih banyak bergerak dengan menggunakan sayap, hanya sesekali bergerak menggunakan tungkainya sehingga daerah jelajahnya cukup luas. Lalat umumnya hidup secara terestrial, lalat pradewasa dan dewasa memilih habitat banyak bahan organik yang sedangan mengalami dekomposisi. Namun lalat dewasa memiliki daerah jelajah yang cukup luas sehingga dapat memasuki rumah atau tempat di mana manusia beraktivitas (Hadi dan Koesharto 2006). Lalat aktif pada siang hari sedangkan malam hari mereka akan beristirahat di tempat-tempat seperti tanaman, pagar, langit-langit, kabel listrik dan sudut bangunan. Sesuai dengan bentuk mulutnya lalat hanya makan dalam bentuk cairan atau makanan basah dengan cara menghisap. Air merupakan sesuatu yang penting bagi kehidupan lalat, karena dalam waktu tidak lebih dari 48 jam tanpa air siklus hidupnya akan terhenti. Lalat sangat menyukai berbagai macam sayuran dan buah-buahan, daging segar, ikan, sisa makanan, sampah, kotoran manusia dan kotoran binatang (Rachmayanti dan Sarmin 2009). Rayap adalah binatang kecil menyerupai semut yang biasanya memakan selulosa kayu seperti panel-panel kayu, lemari, wallpaper, ornament kayu, buku, gypsum sehingga merugikan manusia. Rayap dewasa akan menjadi laron pada awal musim hujan setelah itu mereka melakukan perkawinan dan betina akan menjadi ratu. Habitat yang paling disukai rayap adalah pada kisaran suhu antara 21ºC-26ºC dan kelembaban optimal berkisar antara 95%-98%. Berdasarkan hal tersebut, daerah dengan kondisi lingkungan seperti itu merupakan habitat yang baik bagi kehidupan rayap. Kondisi lingkungan tropis sesuai untuk tempat hidup rayap, dengan kelembapan yang tinggi serta suhu yang hangat merupakan lingkungan yang disukai rayap. Rayap dapat hidup pada habitat alami dengan
tersedianya makanan berupa tunggak-tunggak kayu, ranting dan daun-daun yang berguguran. Rayap memakan, menguraikan dan mengembalikannya menjadi tanah dan sumber makanan bagi pohon-pohon dan tanaman-tanaman di tempatkan sebagai dekomposer yang memberikan nilai guna bagi umat manusia (Anonim 2009). Permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya hama permukiman dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, Pertama, berdasarkan tingkat bahaya, kerugian, atau gangguan yang kemungkinan dapat ditimbulkan oleh hama-hama tersebut. Contoh terjadinya kasus demam berdarah. Kedua, berdasarkan tingkat populasi hama-hama tersebut di lingkungan permukiman. Ketiga, berdasarkan tingkat toleransi pemukim terhadap keberadaan hama di lingkungannya. Dalam hal ini terkait dengan nilai ambang toleransi pemukim terhadap keberadaan hama disekitarnya, yang artinya suatu keadaan dapat menjadi masalah bagi seseorang tetapi tidak untuk orang lain (Sigit 2006). Munculnya hama permukiman tersebut diantaranya dikarenakan kondisi lingkungan yang mendukung hama tersebut untuk hidup dan berkembang biak. Salah satu penyebabnya adalah lingkungan sekitar perumahan yang kotor dan lembab. Selain itu, ketersediaan makanan yang berlimpah (sisa makanan manusia) dan sampah adalah penyebab hama tersebut muncul. Selokan, kamar tidur, kamar mandi, dapur, tempat sampah, dan selokan merupakan tempat yang cukup mendukung untuk perkembangan hama (Nafis 2009). Kondisi rumah yang kurang ventilasi, lembab, kotor, kurang cahaya, dan penuh dengan barang yang tidak tertata rapi sangat disukai oleh hama. Selain itu, kondisi lingkungan yang padat penduduk, banyak sampah, selokan tidak lancar, dan banyaknya lahan kosong dengan tumbuhan liar tidak terpelihara dapat memicu munculnya hama (Nafis 2009).
Bahan Aktif Pestisida Rumah Tangga Pestisida yang digunakan pada rumah tangga umumnya adalah terbuat dari senyawa piretroid. Senyawa berasal dari tanaman yang memiliki toksisitas rendah terhadap mamalia. Bahan aktif yang tergolong dalam kelompok piretroid adalah transflutrin, deltametrin dan alltherin. Transflutrin adalah
senyawa yang
digunakan untuk insektisida, senyawa ini memiliki persistensi yang rendah.
Senyawa ini dapat digunakan di dalam ruangan untuk mengendalikan nyamuk, kecoa dan lalat. Deltametrin, senyawa golongan piretroid ini banyak digunakan untuk pertanian dan untuk pengendalian di rumah. Senyawa ini dapat digunakan untuk mengendalikan serangga rumah tangga seperti lalat, semut, kecoa, kutu, tinggi dan lebah kayu. Selain itu, allethrin
adalah senyawa yang memiliki
toksisitas rendah terhadap manusia dan burung serta banyak digunakan untuk insektisida rumah tangga pengendali nyamuk (Wikipedia 2009). Golongan senyawa lain yang umumnya digunakan sebagai insektisida rumah tangga adalah golongan karbamat. Golongan senyawa karbamat memiliki spektrum yang luas dengan cara penyiapan yang mudah serta mudah terdegradasi di lapangan. Senyawa ini berasal dari senyawa tumbuhan yang mengalami serangkaian pengembangan sehingga berhasil disintesis menghasilkan berbagai senyawa aktif yang mampu memberikan pengaruh toksik pada banyak serangga pengganggu (Dadang 2007). Golongan senyawa karbamat yang bisanya digunakan sebagai insektisida rumah tangga adalah propoxur dan karbaril. Selain itu, ada senyawa yang umum digunakan sebagai insektisida tetapi dalam bentuk lotion. Senyawa tersebut adalah diethyltoluamide, senyawa ini berupa cairan berwarna kuning yang pada umumnya digunakan sebagai bahan aktif repelen serangga. Senyawa ini dapat digunakan pada kulit atau pakaian. DEET selalu dijual dalam bentuk sprai atau lotion (Wikipedia 2009). Racun yang biasa digunakan untuk mengusir atau membunuh semut, di masyarakat sering menyebutnya dengan Sevin. Sevin merupakan nama merek dagang racun semut yang berbentuk tepung berwarna putih. Racun ini biasa digunakan di halaman rumah atau di kebun untuk mengendalikan semut. Racun ini berbahan aktif karbaril yang masuk kedalam kelas karbamat. Bentuk dari racun ini bermacam-macam seperti, serbuk atau tepung berwarna putih, granul dan cairan (DeAngelis 2008).
Perilaku Seseorang a. Pengertian pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang dari pengalaman atau pendidikan, secara teori atau praktek untuk memahami suatu subjek (Sarwono 1999). Pengetahuan konsumen terbagi kedalam tiga macam, yaitu pengetahuan produk, pengetahuan pembelian, dan pengetahuan pemakaian. Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk. Seorang konsumen akan melihat suatu produk berdasarkan karakteristik atau ciri atau atribut dari produk tersebut (Sumarwan 2005). b. Pengertian sikap Sikap (attitudes) adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan seseorang. Sikap merupakan ungkapan perasaan seseorang tentang suatu objek yaitu disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan seseorang terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Selain itu, sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek yang diterima sebelumnya (Purwanto 1998). Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku. Menurut Sumarwan (2005) menyebutkan bahwa pembentukan sikap seseorang seringkali menggambarkan hubungan kepercayaan, sikap, dan perilaku. Sikap memiliki ciri-ciri yaitu 1) sikap tidak dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya, 2) sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang apabila terdapat keadaan-keadaan dan syaratsyarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu, 3) sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas, 4)
objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut, dan 5) sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapankecakapan atau pengetahuan yang dimiliki orang lain (Purwanto 1998 ). c. Pengertian tindakan Tindakan (practice) adalah keinginan yang berubah menjadi kebutuhan untuk segera dipenuhi. Prinsip dasarnya, ketika memiliki keinginan maka perlu ada mediator untuk merubahnya menjadi tindakan. Mediator ini yang umumnya disebut sebagai motivasi. Motivasi yang kuat akan menghasilkan keyakinan yang kuat, semakin lemah motivasi, maka keyakinan yang dimiliki akan semakin lemah. Motivasi apapun akan melahirkan keyakinan dan keyakinan inilah yang menggerakkan fisik untuk bertindak atau melakukan sesuatu yang menjadi motivasinya (Purwanto 2009).