II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan Menurut FAO (1997) menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan
situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumah tangga
tidak
beresiko
untuk
mengalami
kehilangan
kedua
akses
tersebut.Pencapaian ketahanan pangan di Indonesia terkait dengan salah satu tujuan UUD 1945 dalam alinea keempat yaitu mencapai kesejahteraan umum. Hal tersebut berarti konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan pangan yang memadai, stabilitas, dan akses terhadap pangan-pangan utama. Ketersediaan pangan yang memadai mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Stabilitas merujuk pada kemungkinan rumah tangga mampu mencukupi ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggotanya dalam sehari. Akses terhadap pangan mengacu pada kenyataan bahwa masih banyak masyarakat yang mengalami kelaparan karena ketidakadaan sumberdaya untuk memproduksi pangan atau ketidakmampuan untuk membeli pangan sesuai kebutuhan rumah tangga. Konsep ketahanan pangan mulai mengalami pekembangan dari 1970-an hingga dipertegas lagi mengenai pengertian ketahanan pangan pada World Food Summit yang dilaksanakan tahun 1996 menyatakan bahwa ketahanan pangan tercapai bila semua orang secara terus-menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat (DKP, 2009). 11
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; (4) terjangkau (Departemen Pertanian, 2001). Konsep ketahanan pangan semakin dipertegas dengan kebijakan pembangunan global yaitu Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan utama pembangunan MDGs yaitu mengurangi proporsi penduduk yang hidup kemiskinan dan kelaparan sampai setengahnya pada tahun 2015. Indonesia
menjadi
salah
satu
negara
yang
berkomitmen
untuk
mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional. Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target MDGs. Upaya yang dilakukan oleh Indonesia antara lain adalah dengan melaksanakan pembangunan ketahanan pangan sebagai salah satu program utama pembangunan nasional. 2.2
Pekarangan Menurut Sastrapradja et.al (1979) pekarangan adalah sebidang tanah di
sekitar rumah yang mudah di usahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga. Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup. Lahan pekarangan bisa ditanam dengan beraneka jenis tanaman untuk menghasilkan yang dibutuhkan sehari-hari seperti tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, bunga-bungaan, tanaman obat-obatan, bumbu-bumbuan, rempah-rempah dan lain-lain. Karakteristik lahan pekarangan dengan ditandai beberapa indikator penting (Rukmana, 2008), antara lain sebagai berikut: 1) Meliputi areal yang sempit atau terbatas. 12
2) Berisi aneka tanaman. 3) Letaknya dekat dengan rumah. 4) Hasilnya yang diperoleh digunakan untuk keperluan sehari-hari. 5) Pada umumnya tidak memerlukan modal besar. Fungsi pekarangan dapat digolongkan menjadi dua bagian yakni fungsi ekonomis dan non-ekonomis. Pekarangan berfungsi ekonomis yaitu hasil pembudidayaan pekarangan dapat dimanfaatkan langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup; sedangkan pekarangan berfungsi non-ekonomis yaitu hasil pembudidayaan pekarangan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara tidak langsung (jasa lingkungan). Secara garis besar, pemanfaatan lahan pekarangan menurut lokasinya dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: 1) Di daerah pedalaman, pekarangan pada umumnya dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan gizi, obat-obatan, dan rempah-rempah serta untuk pelestarian lingkungan (Sastrapradja, dkk, 1979). 2) Di daerah pedesaan yang dekat dengan pusat konsumsi, pekarangan dimanfaatkan sebagai penghasil buah-buahan, sumber penghasilan, dan pelestarian lingkungan (Afrinis, 2009). 3) Di daerah perkotaan, pekarangan dimanfaatkan sebagai sumber pangan untuk perbaikan gizi, memberikan kenyamanan dan keindahan, serta melestarikan lingkungan (Rukmana 2005). Apabila pemanfaatan pekarangan diolah dengan baik, maka dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pekarangan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat di pedesaan yang banyak bergantung dari sektor pertanian. 13
2.3
Pemanfaatan Pekarangan Pemanfaatan
pekarangan
mempunyai
peranan
dalam
memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi. Potensi pekarangan mempunyai peluang untuk dikembangkan sehingga secara optimal dapat menopang kehidupan masyarakat. Pada pengembangan potensi pekarangan perlu adanya program yang terencana. Program yang terencana dalam pemanfaatan pekarangan bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pengelolayang melaksanakan kegiatan. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian Pari (2004) menyatakan pekarangan sebagai salah satu praktek wanatani (agroforestri) sederhana, sangat dekat dengan kegiatan masyarakat sehari-hari dan dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengadakan TOGA atau dikenal dengan apotek hidup melalui lembaga PKK di setiap desa. Program TOGA membudidayakan tumbuhan obat untuk mendukung kesehatan keluarga. Pada pelaksanaan program harus ada kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada penelitian Rihastuti (1993) menyatakan bahwa dalam rangka usaha peningkatan gizi dan pendapatan keluarga perlu adanya keseimbangan antara petani/masyarakat dan petugas yang terkait dalam pembinaan dan pelaksanaan menuju Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Program UPGK merupakan usaha memberikan pendidikan kepada masyarakat dengan sasaran utama yaitu para ibu dan anak. Salah satu kegiatan pendidikan gizi yang dilakukan pada program UPGK yaitu mengembangkan intesifikasi pemanfaatan lahan pekarangan (Marwanti, 1986). Kementerian Pertanian RI saat menggalakkan Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) menjadi dasar munculnya kembali 14
pemanfaatan pekarangan pada tahun 2010. Gerakan tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan P2KP berbasis sumberdaya lokal (Kementerian Pertanian, 2012). Kementerian Pertanian (2012)
pada
Pedoman
Umum
Pelaksanaan
P2KP
menyatakan
bahwa
implementasi kebijakan P2KP pada tahun 2012 sebagai bentuk keberlanjutan dari kegiatan P2KP tahun 2010 diwujudkan melalui kegiatan: (1) Pemberdayaan kelompok wanita melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan bantuan alat penepung; (2) Pengembangan pangan lokal melalui kegiatan pra-pangkin dan kerja sama dengan Perguruan Tinggi dalam pengembangan teknologi pangan lokal; (3) Sosialisasi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan; (4) Pengembangan Kawasan Diversifikasi Pangan (PKDP) yang merupakan pengembangan dari kegiatan P2KP pada tingkat kawasan. Kementerian Pertanian (2011) menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Hortikultura melaksanakan Gerakan Perempuan untuk Optimalisasi Pekarangan (GPOP) untuk mendukung P2KP. Tujuan gerakan tersebut lebih fokus untuk memberdayakan perempuan perkotaan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan. Komoditas utama yang dioptimalkan dalam GPOP adalah cabai keriting, cabai rawit, sayuran, tanaman obat dan tanaman hias. Kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan atau lahan sempit (utamanya daerah perkotaan) di Jawa Timur dilakukan dengan aneka tanaman hortikultura yakni sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan biofarmaka. Pemerintah Provinsi Jawa Timur mencanangkan Rumah Hijau pada tahun 2010 sebagai salah satu solusi klimatologi yang berimbas pada menurunnya beberapa produksi pangan (Anonim, 2011). 15
Rumah Hijau yang pertama kali dilaksanakan di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Rumah Hijau kemudian dikembangkan dan disempurnakan oleh Badan Litbang Pertanian dengan membangun Model KRPL di Kabupaten Pacitan. Pengembangan konsep KRPL (Rumah Hijau Plus-Plus) sejalan dengan Strategi Pengembangan Jawa Timur untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi pembangunan daerah Jawa Timur tahun 2009-2014 dilakukan melalui empat strategi pokok yaitu (Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur, 2012): 1) Pembangunan berkelanjutan berpusat development)
yang
mengedepankan
pada
rakyat
partisipasi
(people centered masyarakat
dalam
merencanakan dan mengawasi program pembangunan yang menyangkut hajat hidup mereka sendiri. 2) Keberpihakan pada masyarakat miskin (pro-poor). 3) Pengarusutamaan gender. 4) Keseimbangan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, terutama melalui pengembangan agroindustri/agribisnis. 2.4
Kawasan Rumah Pangan Lestari Pengembangan KRPL merupakan pemanfaatan pekarangan dalam
mewujudkan kemandirian pangan pada suatu kawasan. Pelaksanaan KRPL dilakukan pada satu dusun (kampung) atau Rukun Tetangga (RT) yang telah menerapkan prinsip RPL dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil (Kementerian Pertanian, 2011).
16
2.4.1
Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari Model KRPL merupakan upaya untuk menuju kecukupan dan kemandirian
pangan rumah tangga. Pengembangan KRPL juga memiliki tujuan untuk menekan biaya pengeluaran rumah tangga dengan cara memenuhi kebutuhannya sehari-hari dengan memanfaatkan sumberdaya yang mereka miliki, serta agar mampu menghindar dari dampak anomali iklim ekstrim. Model KRPL akan menjadi tumpuan untuk mengantisipasi perubahan alih fungsi lahan pertanian dengan keadaan dalam pemanfaatan pekarangan. Pengembangan KRPL merupakan gerakan dari dan untuk masyarakat pedesaan mulai tingkat dusun sampai dengan tingkat Rumah Tangga (RT) yang bekerjasama dengan ibu-ibu Tim Penggerak PKK mulai tingkat provinsi sampai dengan Dasa Wisma dan instansi pemerintah hanya berfungsi sebagai motivator, fasilator, dan stabilator terhadap gerakan ini (Badan Ketahanan Pangan, 2012). Rumah Pangan Lestari merupakan rumah yang memanfaatkan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin
kesinambungan
persediaannya
dengan
tetap
memelihara
dan
meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya. 2.4.2
Tujuan Kawasan Rumah Pangan Lestari Kementerian Pertanian (2011) menyatakan bahwa tujuan pengembangan
KRPL yang tercantum dalam Pedoman Umum KRPL adalah: 1) Meningkatkan keterampilan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun pedesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan TOGA, pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos. 17
2) Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat secara lestari dalam suatu kawasan. 3) Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri. Badan Ketahanan Pangan, Jawa Timur (2012) menyatakan bahwa tujuan utama pengembangan KRPL adalah: 1) Meningkatkan ketersediaan dan cadangan pangan keluarga. 2) Meningkatkan penganekaragaman pangan. 3) Meningkatkan kualitas gizi keluarga. 4) Meningkatkan pendapatan keluarga. 5) Menumbuh kembangkan ekonomi kreatif di setiap desa. 2.4.3
Prinsip Kawasan Rumah Pangan Lestari Prinsip utama KRPL adalah pengelolaan pekarangan untuk mewujudkan
ketahanan dan kemandirian pangan, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan, dan menjaga kelestariannya melalui Kebun Bibit Desa (KBD), menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Kementerian Pertanian, 2011). 2.4.4
Sasaran Kawasan Rumah Pangan Lestari Sasaran yang dituju pada KRPL adalah berkembangnya kemampuan
keluarga maupun masyarakat secara ekonomi, sosial yang bermartabat dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari menuju keluarga maupun masyarakat yang mandiri, dan sejahtera (Kementerian Pertanian, 2011). Badan Ketahanan Pangan, Jawa Timur (2012) menyatakan bahwa sasaran KRPL adalah:
18
1) Pemberdayaan ibu rumah tangga yang tergabung dalam PKK Desa dan Dasa Wisma sebagai pelaku dan pengelola pekarangan. 2) Menumbuh kembangkan KBD dan sarana penunjang lainnya. 3) Meningkatkan peran Koperasi Wanita yang ada di setiap desa sebagai sumber permodalan penyedia agroinput dan pemesan hasil produksi baik segar maupun olahan. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jawa Timur (2011) menyatakan bahwa sasaran rumah tangga dalam pengembangan KRPL dikelompokkan menjadi tiga strata berdasarkan luas lahan pekarangan yang dikuasai, adalah: (1) Strata 1 yaitu rumah tangga yang memiliki luas pekarangan <100 m2atau tanpa pekarangan (hanya teras rumah); (2) Strata 2 yaitu rumah tangga yang memiliki luas pekarangan 100-300 m2 (kategori sedang); (3) Strata 3 yaitu rumah tangga yang memiliki luas pekarangan <300 m2 (kategori luas). Kementerian Pertanian (2012) menyatakan bahwa sasaran rumah tangga dalam pengembangan KRPL dikelompokkan menjadi dua menurut kelompok pekarangan yaitu: (1) Kelompok pekarangan lahan perkotaan; (2) Kelompok pekarangan lahan pedesaan. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya KRPL dapat dilihat dalam Tabel 3 dan Tabel 4.
19
Tabel 3. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan Lestari (RPL) Menurut Kelompok Pekarangan Lahan Perkotaan No 1
Kelompok Lahan Rumah Tipe 21 (luas tanah sekitar 36 m2), tanpa halaman
2
Rumah Tipe 36 (luas tanah sekitar 72 m2), halaman sempit
3
Rumah Tipe 45 (luas tanah sekitar 90 m2), halaman sedang
Model Budidaya Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak)
Basis Komoditas
•Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Kangkung, Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor, Bawang daun. •Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih. •Pot/ polibag •Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Buncis •Benih/bibit tegak. •Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, TemuLawak, Kumis kucing. Vertikultur •Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Kangkung, (model Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada gantung, Bokor, Bawang daun. tempel, tegak, •Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu, Daun rak) Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih. •Pot/ polibag •Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Kecipir, •Benih/bibit Kacang panjang, Mentimun, Kenikir, Bayam, Kangkung. •Toga : Jahe, Kencur, Kunyit, SirihHijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya. •Buah: jeruk, mangga, jambu, Belimbing. Vertikultur (model •Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, gantung, Caisim,Bayam, Kangkung, Kemangi, tempel, tegak, Seledri,Selada Bokor. rak) •Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu,Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih. •Pot/ polibag / •Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Kecipir, tanam Kacang panjang, Mentimun, Kenikir, langsung Bayam, Kangkung, Katuk, Kelor, Labu •Benih/bibit Kuning. • Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, Kumis Kucing, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto, Temulawak, Gempur batu. • Tanaman buah : Pepaya, Jambu biji, Srikaya, Sirsak, Belimbing, Jeruk Nipis/Limau. • Tanaman pangan: Talas, Ubijalar, Ubikelapa, Garut, Ganyong, atau tanaman pangan lokal lainnya. Kolam mini Pemeliharaan ikan : Lele/Nila/Gurame.
20
No 4
Kelompok Lahan Rumah Tipe 54 (luas tanah sekitar 120 m2), halaman luas
Model Budidaya Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak)
Basis Komoditas •Sayuran: Sawi, Kucai, Pakcoi, Bayam, Kangkung, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor. • Toga: Kencur, Antana Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih.
•Pot/ polibag/ tanam langsung •Benih/ bibit
•Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Kecipir, Kacang panjang, Mentimun, Kenikir, Buncis Tegak dan Buncis Rambat Katuk, Kelor, Labu Kuning. • Toga : Jahe, Kencur, Kunyit, Temulawak, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto, Kumis Kucing. • Buah : Pepaya, Jambu biji, Srikaya, Sirsak, Belimbing, Jeruk Nipis/Limau, Mangga, Pisang. • Tanaman pangan: Talas, Ubijalar, Ubikayu, Ubikelapa, Garut, Ganyong, Jagung, atau tanaman pangan lokal lainnya.
Kolam mini
Pemeliharaan ikan : Lele/Nila/Gurame
Ternak unggas dalam Ayam buras kandang 5
Lahan terbuka hijau
•Tanaman buah •Intensifikasi pagar •Pelestarian tanaman pangan
•Buah: Mangga, Rambutan, Pohon Salam, Belimbing sayur, Tanaman khas daerah/ tanaman langka. • Katuk, Kelor, Labu Kuning, Daun Mangkokan, Beluntas, Daun Pandan, Sereh. •Tanaman pangan: aneka umbi, aneka talas, aneka jenis jagung dan serealia.
6
Kebun bibit
Pot, rak, • Sayuran bedengan • Tanaman pangan
Sumber: Kementerian Pertanian (2012)
21
Tabel 4. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan Lestari (RPL) Menurut Kelompok Lahan Pekarangan Pedesaan No 1
Kelompok Lahan Pekarangan Sangat Sempit (tanpa halaman)
Model Budidaya Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak) •Pot/ polibag •Benih/bibit
2
Pekarangan sempit (<120 m2)
Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak) •Pot/Polibag •Benih/bibit •Pelestarian tanaman pangan
3
Pekarangan sedang (120-400 m2)
Kandang Kolam terpal Pot/polibag/ tanam langsung
Kandang Kolam Bedengan, Surjan, Multistrata Multistrata
Basis Komoditas • Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Kangkung, Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor, Bawang daun. • Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih. • Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Buncis tegak. • Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, TemuLawak, Kumis kucing, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto. •Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Kangkung, Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor. •Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih. •Sayuran: Cabai, Kenikir, Terong, Tomat, Kecipir, Kacang panjang, Buncis Tegak, Buncis Rambat, Katuk, Kelor, Labu Kuning. •Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, Temulawak, Kumis Kucing, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto. •Buah: Pepaya, Jeruk Nipis, Jambu. •Tanaman pangan: Talas, Ubijalar, Ubikayu, Ubikelapa, Garut, Ganyong, Jagung, atau tanaman pangan lokal lainnya. Ternak ayam buras Pemeliharaan ikan Sayuran : Cabai, Sawi, Kenikir, Terong, Tomat, Bayam, Kangkung, Kacang panjang, Kecipir, Katuk, Kelor, Labu Kuning. • Toga : Jahe, Kencur, Lengkuas, Kunyit, Temulawak, Sirih. Ternak Kambing, Domba dan/atau ayam Buras. Pemeliharaan ikan atau lele:Lele/Nila/Gurame. Intensifikasi pekarangan: Sayuran/Buah/Umbi/ Kacang-kacangan Intensifikasi pagar : Kaliandra, Dadap, Gliriside, Rumput, Garut, Talas, Pisang, Nenas, Melinjo, Katuk, Kelor, Labu Kuning, Ganyong, Garut
22
No 4
Kelompok Lahan Pekarangan luas (>400 m2)
Model Budidaya Bedengan, Pot/ polibag
Kandang Kolam Bedengan, Surjan, Multistrata Sumber: Kementerian Pertanian (2012) • Benih/Bibit
2.4.5
Basis Komoditas Sayuran : Cabai, Sawi, Kenikir, Terong, Tomat, Bayam, Kangkung, Kacang panjang, Kecipir, Buncis Tegak & Rambat, Katuk, Kelor, Labu Kuning. Toga : Jahe, Kencur, Lengkuas, Kunyit, Temulawak, Sirih, Lidah Buaya. Ternak Kambing, Domba dan/atau ayam Buras. Pemeliharaan ikan atau lele: Lele/Nila/Gurame. Intensifikasi pekarangan: Sayuran/Buah/Umbi/ Kacang-kacangan Sayuran. Tanaman Pangan
Kebun Bibit Desa Setiap desa yang mengembangkan KRPL harus memiliki KBD. Kebun
Bibit Desa merupakan salah satu cara untuk mendukung keberlanjutan KRPL. Kementerian Pertanian (2012) menyatakan bahwa KBD merupakan unti produksi benih dan bibit untuk memenuhi kebutuhan pekarangan, satu Rumah Pangan Lestari (RPL), maupun kawasan. Pengembangan KBD bertujuan agar kebutuhan bibit dan setiap anggota masyarakat yang ada di sekitar desa tersebut dapat dipenuhi dengan mudah di desa sendiri (Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur, 2012). Pengembangan
KBD
dilakukan
sebagai
sarana
pembibitan
dan
pembenihan tanaman pangan. Pelaksanaan KBD membantu dalam kelancaran produksi tanaman pekarangan terutama yang harus disemai terlebih dahulu seperti: tomat, cabai, terong, sawi, kangkung, bayam, mentimun, dan semangka. Ketersediaan benih atau bibit menjadi kunci keberhasilan program KRPL. 2.5
Biaya dan Pendapatan Usahatani Usahatani
merupakan
cara
individu
atau
kelompok
sebagai
pengelolaannya yang memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, 23
modal, waktu, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuan (Soekartawi, 1986). Apabila ingin melihat gambaran suatu usahatani, Hernanto dalam Widayati (1993) mengemukakan usahatani meliputi: 1) Terdapat lahan, tanah usahatani yang di atasnya tumbuh tanaman. Tanah yang dibuat kolam, tambak, sawah, tegalan, tanaman setahun atau semusim, dan tanaman tahunan. 2) Terdapat bangunan yang berupa rumah petani, gudang dan kandang, lantai jemur, dan lain-lain. 3) Terdapat alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, pompa air, dan lain-lain. 4) Terdapat pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara, dan lain-lain. 5) Terdapat kegiatan petani yang menentukan rencana usaha taninya, menguasai jalannya usahatani, dan menikmati hasil usahatani. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Tujuan dari analisis pendapatan yaitu menggambarkan keadaan sekarang dari suatu usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan. Faktor–faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani (Suratiyah, 2006) adalah: (1) Faktor internal yaitu: umur petani, pendidikan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan, dan modal; (2) Faktor eksternal yaitu: input meliputi ketersediaan dan harga, output meliputi permintaan dan harga; (3) Faktor manajemen. Soekartawi (1986) menyatakan penerimaan usahatani merupakan nilai produk total dalam jangka waktu tertentu,
24
baik untuk dijual maupun dikonsumsi rumah tangga, untuk sosial, dan yang disimpan. Pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunan produksi dan lain-lain yang dikenakan pada produk yang bersangkutan. Biaya produksi merupakan semua biaya yang dilakukan oleh orang atau kelompok atau perusahaan dalam menciptakan barang-barang yang diproduksinya. Keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan produsen dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya variabel (Soekartawi, 2002). Biaya tetap merupakan biaya yang apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan adalah tetap, maka biaya produksi yang dikeluarkan untuk memperolehnya tidak berubah nilainya, namun apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan selalu berubah-ubah, maka biaya produksi yang dikeluarkan juga berubah-ubah nilainya disebut dengan biaya variabel. Menurut Hernanto (1980), biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar secara tunai misalnya: pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya: biaya untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga luar keluarga. Biaya diperhitungkan adalah biaya penyusutan alat-alat dan tenaga kerja dalam keluarga. Tingginya pendapatan tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, maka analisis pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Ukuran efisiensi dapat dihitung dengan perbandingan penerimaan dengan biaya (R/C) yang menunjukkan berapa penerimaan yang diterima untuk setiap biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. 25
2.6
Pengelolaan Secara Keberlanjutan Pembangunan keberlanjutan bermuara pada upaya untuk memenuhi kebu-
tuhan manusia yang bermanfaat bagi sesama manusia maupun bagi diri sendiri pada waktu sekarang dan dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang tanpa mengurangi sumberdaya yang ada. Tujuan pembangunan keberlanjutan adalah menjaga kesejahteraan manusia baik dalam kehidupan sekarang sampai diwaktu yang akan datang. Secara konseptual, pendekatan pembangunan keberlanjutan dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu pendekatan ekonomi, sosial dan lingkungan (Munasinghe dan Cruz dalam acuan Salikin, 2003). Pendekatan ekonomi keberlanjutan berbasis pada maksimalisasi aliran pendapatan sehingga mampu menghasilkan suatu keuntungan. Upaya yang dilakukan dapat berupa optimalisasi dan efisiensi penggunaan
sumber daya. Konsep sosial keberlanjutan berhubungan dengan
manusia pelestarian stabilitas sosial dan sistem budaya. Konsep lingkungan keberlanjutan berfokus dalam upaya menjaga stabilitas sistem biologis dan lingkungan. Ketiga aspek ekonomi, sosial dan lingkungan memiliki peranan yang sama penting. Aspek ekonomi dan sosial memiliki keterkaitan sehingga pertumbuhan ekonomi dapat di distribusikan secara merata sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial ekonomi. Keterkaitan aspek ekonomi dan lingkungan memiliki tujuan agar aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi tidak membawa dampak negatif pada lingkungan dan menginternalisasikan aspek lingkungan kedalam tindakan dan keputusan ekonomi. Terakhir, keterkaitan aspek sosial dan lingkungan bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup secara merata dan partisipasi masyarakat dalam lingkungannya masing-masing. 26
Ekonomi Efisiensi Pertumbuhan Stabilitas
Pemerataan antargenerasi Tujuan jangka panjang/kesempatan kerja
Kemiskinan, Konsultasi/Pemberdayaan Budaya
Internalisasi nilai-nilai
Biodersivitas/Polusi SDA
Lingkungan
Sosial Sumber: Munasinghe dan Cruz dalam acuan Salikin, 2003)
Gambar 1. Konsep Pembangunan Keberlanjutan ditinjau dari Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan 2.7
Penelitian Terdahulu Rahman (2002) melakukan penelitian mengenai Sistem Budidaya
Tanaman dan Karekteristik Usahatani Pekarangan di DAS Cisokan Sub DAS Citarum Bagian Tengah Kabupaten Cianjur. Metode yang digunakan adalah metode survei. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan petani. Hasil
penelitian
menunjukkan
sistem
budidaya
tanaman
yang
teridentifikasi di tiga zona penelitian yaitu pekarangan, sawah, tegalan, kebun campuran, dan talun. Pekarangan dan sawah ditemukan disetiap zona. Kebun campuran ditemukan di zona tengah dan zona bawah. Talun ditemukan di zona atas dan zona tengah. Produk dari pekarangan di zona atas dan zona tengah lebih berorientasi komersil. Produk dari pekarangan di zona bawah lebih berorientasi untuk 27
konsumsi keluarga. Biaya usahatani pekarangan tertinggi terdapat di zona atas dan terendah terdapat di zona bawah. Biaya usahatani pekarangan lebih rendah dibandingkan tegalan, sawah, dan kebun campuran, tetapi lebih tinggi dibandingkan talun. Produktivitas pekarangan lebih tinggi dari talun, tetapi lebih rendah dari tegal dan sawah. Nilai R/C rasio usahatani pekarangan di setiap zona yang menunjukan hasil yang menguntungkan. Usahatani pekarangan yang paling efisien terdapat di zona bawah. Pekarangan dengan input materi dari luar sistem tertinggi di zona terdapat di zona atas, sedangkan yang terendah terdapat di zona bawah. Pendapatan usahatani pekarangan di zona bawah memiliki kontribusi terhadap pendapatan total petani lebih tinggi dibandingkan zona atas dan zona tengah. Keberadaan setiap sistem budidaya tanaman secara umum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan total petani. Pola sistem budidaya agroforesti seperti pekarangan, kebun campuran, dan talun mampu memadukan tindakan konservasi dan produksi. Keberadaan sistem budidaya agroforesti dalam penggunaan lahan di pedesaan perlu dijaga untuk menyangga keberlanjutan ekosistem pedesaan. Azmi (2008) melakukan penelitian mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Mengikuti Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Serta Pengaruhnya terhadap Pendapatan dan Curahan Kerja (Studi Kasus Desa Babakan, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor). Penelitian bermaksud untuk: (1) mengidentifikasi berbagai permasalahan yang terjadi dalam implementasi PHBM di Desa Babakan; (2) mengevaluasi pengaruh program PHBM terhadap pendapatan dan curahan kerja khususnya bagi masyarakat yang 28
menjadi peserta program di Desa Babakan; (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani Desa Babakan untuk ikut serta dalam program PHBM; dan (4) mempelajari prospek pengembangan program PHBM di Desa Babakan. Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah: (1) terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Babakan dengan fokus permasalahan yang utama yaitu LMDH tidak mampu menggerakkan anggotanya dalam melaksanakan kewajiban sebagai penggarap dan; manajemen danabagi hasil yang kurang transparan; (2) pendapatan dan curahan kerja petani peserta PHBM dan petani non PHBM tidak berbeda nyata, walau demikian manfaat program PHBM tetap dirasakan oleh para peserta karena menyumbangkan 21,31% dari total pendapatan rumah tangga dengan curahan kerja keluarga yang diberikan pada kegiatan tersebut mencapai 35,50%; (3) secara signifikan, status kepemilikan lahan usahatani pribadi dan kepemilikan profesi lain di bidang non usahatani memperkecil peluang petani mengikuti program PHBM,
sedangkan
keikutsertaan
dalam
penyuluhan
Perum
Perhutani
memperbesar peluang petani mengikuti PHBM; (4) keberlanjutan program PHBM tetap mendapatkan dukungan dari Perum Perhutani maupun para petani mengingat manfaat yang dirasakan baik ditinjau dari aspek lingkungan, aspek ekonomi, maupun aspek sosial dalam jangka panjang. Afrinis (2009) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Home Gardening dan Penyuluhan Gizi terhadap Pemanfaatan Pekarangan dan Konsumsi Pangan Balita. Metode analisis yang digunakan adalah uji regresi linear berganda dan uji korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi yang 29
berhubungan dengan pemanfaatan pekarangan adalah status pekerja ibu dan pendapatan (p=0,004; p=0,030). Ibu yang tidak bekerja memanfaatkan pekarangannya lebih baik dibandingkan ibu yang bekerja. Demikian halnya dengan pendapatan; keluarga dengan pendapatan tinggi mempunyai pekarangan yang lebih luas untuk dimanfaatkan dan hal ini juga berhubungan dengan ibu yang tidak bekerja. Setelah 5 bulan intervensi terjadi peningkatan intik energi dan zat gizi balita. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan balita adalah pengetahuan gizi ibu dan pendapatan (p=0,0048; p=0,003). Semakin tinggi pengetahuan gizi ibu dan pendapatan maka konsumsi pangan balitanya juga semakin bagus.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
30