TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda digolongkan kedalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui anaknya), ordo Perssodactyla (berteracak tidak bermamahbiak), famili Equidae, dan spesies Equus caballus. Para pakar percaya bahwa dahulu kala terdapat hewan prakuda dengan jumlah jari kaki sebanyak lima buah yang disebut Paleohippus. Hewan tersebut kemudian berkembang dengan empat jari dan satu penunjang (split), sedangkan kaki belakangnya terdiri atas tiga jari dan satu split (Eohippus). Evolusi berlanjut dengan terbentuknya Mesohippus dan Meryhippus yang memiliki teracak kaki depan dan belakang sebanyak tiga buah. Pliohippus menjadi hewan teracak tunggal pertama yang selanjutnya berkembang menjadi kuda seperti saat ini (Equus caballus) (Blakely dan Blade, 1991). Kuda berasal dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda yang liar, kini kuda sudah menjadi hewan yang didomestikasi dan secara ekonomi memegang peranan penting bagi kehidupan manusia terutama dalam pengangkutan barang dan orang selama ribuan tahun. Kuda dapat ditunggangi manusia dengan menggunakan sadel dan dapat pula digunakan untuk menarik sesuatu, seperti kendaraan beroda, atau bajak. Pada beberapa daerah, kuda digunakan sebagai sumber pangan. Walaupun peternakan kuda diperkirakan telah dimulai sejak tahun 4.500 SM, bukti-bukti penggunaan kuda untuk keperluan manusia baru ditemukan sejak 2.000 SM (Wikipedia, 2008a). Berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha pada abad ketujuh di Indonesia telah menunjukkan bahwa kuda memiliki peran yang penting dalam menentukan kehidupan kerajaan. Peran kuda antara lain sebagai sarana angkutan dari ibu kota kerajaan ke daerah pedalaman, digunakan sebagai kendaraan perang dan kendaraan raja untuk berburu maupun tampil dalam parade (Parakkasi, 1986). Ternak kuda selain dapat digunakan untuk konsumsi masyarakat (daging kuda dan air susu), kuda juga dapat dimanfaatkan untuk berperang, untuk olahraga dan rekreasi, keperluan pertanian secara luas dan untuk alat pengangkutan. Kepemilikan ternak kuda juga dapat memberikan status sosial yang lebih tinggi pada pemiliknya (Parakkasi, 1986).
3
Populasi kuda di seluruh dunia mencapai kira-kira 62 juta ekor, yang terdiri dari 500 bangsa, tipe dan varietas. Bangsa kuda pada awalnya dianggap sebagai hewan yang berkaitan dengan lokasi geografis tempatnya dikembangbiakkan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara khusus (Bowling dan Ruvinsky, 2004). Domestikasi kuda terjadi sekitar 5000 tahun yang lalu. Kuda pertama kali digunakan adalah sebagai sumber pangan, untuk perang dan olahraga, serta untuk tujuan pengangkutan. Kuda tersebut digunakan sebagai alat transportasi cepat untuk mengangkut orang dan memindahkan muatan yang berat. Kuda juga menjadi ternak penting dalam bidang pertanian, pertambangan, dan kehutanan (Bogart dan Taylor, 1983). Kuda telah menjadi teman bagi orang-orang karena keberadaannya sejak domestikasi dilakukan. Kuda berperan penting dalam perang, pengiriman surat, pengendali ternak lain, pertanian, pemungutan hasil panen hutan, dan pertambangan. Sekarang ini kuda digunakan dalam balapan, pertunjukan, pengendali ternak lain, dan teman bagi orang yang menyukai kuda. Kuda telah menjadi daya tarik bagi orang, baik anak muda maupun orang dewasa (Bogart dan Taylor, 1983). Kuda dapat diklasifikasikan menjadi tipe ringan, tipe berat maupun kuda poni sesuai ukuran, bentuk tubuh, dan kegunaan. Kuda tipe ringan mempunyai tinggi 1,45-1,7 m saat berdiri, bobot badan 450-700 kg dan sering digunakan sebagai kuda tunggang, kuda tarik atau kuda pacu. Kuda tipe ringan secara umum lebih aktif dan lebih cepat dibanding kuda tipe berat. Kuda tipe berat mempunyai tinggi 1,45-1,75 m saat berdiri, dengan bobot badan lebih dari 700 kg dan biasa digunakan untuk pekerja. Kuda poni memiliki tinggi kurang dari 1,45 m jika berdiri dan bobot badan 250-450 kg, beberapa kuda berukuran kecil biasanya juga terbentuk dari keturunan kuda tipe ringan (Ensminger, 1962). Tabel 1 menyajikan tipe, kegunaan, jenis, tinggi, bobot badan, dan habitat asli dari kuda yang ada di dunia.
4
Tabel 1. Tipe, Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli. Tipe
Kegunaan
Jenis Kuda
Kuda Tunggang
Kuda tunggang berlari cepatTiga
Albino Amerika Sadel Amerika Arab Appalossa Morgan Spotted Maroko Palomino Thoroughbred
Kuda Tunggang berlari cepatLima Kuda untuk berjalan Stock Horse
Pendaki Pemburu dan Pelompat
Kuda Pacu
Kuda Tarik
Kuda Poni untuk ditunggangi Kuda pacu pelari Kuda pacu berpakaian Kuda Quarter Kuda berpakaian tipe berat
Kuda berpakaian tipe sedang Kuda Transportasi Kuda Poni untuk menarik
Tinggi (m) 1,45-1,70
Bobot Badan (kg) 450-700
Habitat Asli
Sadel Amerika
1,45-1,70
450-700
Amerika Serikat
Tennesse Walking
1,50-1,60
500-600
Amerika Serikat
1,50-1,55
500-550
Amerika Serikat Arab Saudi Amerika Serikat Amerika Serikat Amerika Serikat Amerika Serikat Inggris
Tingkatan, persilangan atau hasil biak dalam dari semua jenis kuda, tapi didominasi oleh keturunan Thoroughbred
1,45-1,55
500-625
1,55-1,65
500-625
Shetland & Welsh
0,90-1,45
250-450
Thoroughbred
1,55-1,65
450-575
Shetland Isles Inggris Inggris
Standardbred
1,45-1,55
450-600
Amerika Serikat
Quarter
1,45-1,55
500-600
Amerika Serikat
Cleveland Bay French Coach Jerman Coach Hackney Yorkshire Coach Didominasi oleh Kuda Sadel Amerika
1,45-1,65
450-650
1,45-1,70
450-700
Inggris Prancis Jerman Inggris Inggris Amerika Serikat
Morgan & Standardbred
1,45-1,55
450-600
Amerika Serikat
0,90-1,45
250-450
Inggris Shetland Isles Inggris
Tingkatan, persilangan atau hasil biak dalam dari: Kuda Appalossa Kuda Arab Kuda Morgan Kuda Spotted Maroko Kuda Palomino Kuda Quarter Kuda Thoroughbred
Hackney Shetland & Welsh
Amerika Serikat Amerika Serikat Arab Saudi Amerika Serikat Amerika Serikat Amerika Serikat Amerika Serikat Inggris
Sumber : Ensminger, 1962
5
Kuda Lokal Indonesia Penduduk asli Indonesia telah beternak kuda sebelum kedatangan bangsa Eropa. Peternakan kuda pada saat itu belum memenuhi persyaratan teknis beternak, karena kuda hidup dialam bebas dan sangat tergantung pada kebaikan alam. Akibatnya peternakan kuda rakyat menghasilkan kuda dengan kualitas yang rendah. Kuda lokal di Indonesia terdiri atas kuda Gayo, Batak, Priangan, Jawa, Sulawesi, Bali, Sumbawa, Flores, Sandel, dan Timor (Soehardjono, 1990). Kuda yang terdapat di Indonesia pemuliaannya dipengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungannya. Tinggi badannya berkisar antara 1,15–1,35 m, sehingga tergolong dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ciri-ciri lain, bentuk leher tegak dan lebar. Tengkuk umumnya kuat, punggung lurus dan pinggul kuat. Letak ekornya tinggi dan berbentuk lonjong, dada lebar, sedang tulang rusuk berbentuk lengkung serasi. Kakinya berotot kuat, kening dan persendiannya baik. Bentuk kuku kecil dan berada diatas telapak yang kuat. Jika kuda ini berdiri, akan tampak sikapnya yang kurang serasi (kurang baik), karena kedua kaki bagian muka lebih berkembang bila dibandingkan dengan kaki belakang. Sikap berdiri seperti ini terdapat pada berbagai jenis kuda di Asia Tenggara (Jacoebs, 1994). Kegunaan kuda lokal Indonesia sebagian besar adalah sebagai sarana transportasi, pengangkut barang, sarana hiburan, dan juga sebagai bahan pangan masyarakat lokal (Prabowo, 2003). McGregor dan Moris (1980), menyatakan kuda poni di Indonesia merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk transportasi dan pengembangan peternakan. Kuda Sumba dan Kuda Timor Edwards (1994) menyatakan bahwa kuda lokal Indonesia (termasuk kuda Sumba) digolongkan kedalam kuda poni. Roberts (1994), menyatakan seluruh kuda poni (termasuk kuda Sumba didalamnya) telah beradaptasi secara fisik dan merubah gaya hidup mereka untuk bertahan dari kondisi tempat mereka hidup. Kuda Sumba pinggangnya agak tinggi dan merupakan keturunan kuda Australia yang pernah diintroduksi ke Pulau Sumba. Dijelaskan kemudian bahwa kuda Sumba dianggap sebagai jenis kuda yang baik untuk kuda pacu, maka pada
6
tahun 1841 pejantan-pejantan kuda unggul, diekspor ke Pulau Jawa, Singapura dan Malaysia (Straits Settlements), Manila dan Mauritius (Afrika Timur). Sebagai akibatnya hanya disisakan pejantan yang berkualitas rendah, sehingga mutu peternakan merosot. Sampai akhir tahun 1918 jumlah kuda di Pulau Sumba sekitar 16.000 ekor dan memperlihatkan dua jenis bentuk, yaitu kuda yang berbentuk kecil di daerah selatan dan timur serta kuda yang berbentuk agak besar didaerah utara dan barat (Soehardjono, 1990). Kuda Sumba memiliki penampilan yang primitf, tinggi sekitar 1,27 m, perbandingan kepala lebih besar daripada badan, dan bagian kepala lebih mengarah tipe Mongolian dengan leher yang pendek. Konformasi kuda Sumba tidak sempurna tetapi bagian punggung sangat kuat (Edwards, 1994). Jaman pemerintahan Portugis di Indonesia pada abad ke-16, populasi kuda Timor sangat tinggi. Rasio antara pemilik kuda dengan kuda Timor adalah 1:6, dimana satu orang memiliki enam ekor kuda. Kuda Timor digunakan untuk membawa barang, alat transportasi, dan berkuda. Kuda Timor memiliki ciri-ciri tinggi badan 1,22 m dan leher yang pendek serta bentuk punggung yang lurus (Edwards, 1994). Kuda Priangan Kuda Priangan dibentuk di pulau Jawa sekitar abad tujuh belas, dibentuk melalui persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab dan Barbarian. Saat ini kuda Priangan tidak memiliki konformasi yang sama dengan kuda Arab, akan tetapi menempati lokasi yang panas dan memiliki ketahanan terhadap cuaca panas yang tinggi seperti kuda Arab. Daya tahan serta stamina untuk berlari dalam jarak jauh juga diturunkan oleh kuda Arab, meskipun ukuran tubuhnya lebih kecil. Kuda Priangan dapat dikatakan tangguh dan kuat meskipun memiliki ukuran tubuh yang kecil, mempunyai kepala yang khas dengan telinga panjang dan mata yang cerdas, leher pendek dan berotot serta dada lebar dan dalam, pertulangan dapat dikatakan baik tetapi kurang begitu berkembang dengan tulang cannon yang panjang. Kuda Priangan dapat mempunyai beberapa warna dengan tinggi pundak 112-122 cm (Kingdom, 2006).
7
Kuda Batak Kuda Batak memiliki pengaruh dari darah kuda Arab yang dikembangkan oleh pemerintah Belanda dalam rangka meningkatkan keturunan ternak kuda Indonesia melalui persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab. Kuda Batak berasal dari Sumatera Tengah dan biasa digunakan oleh suku Batak sebagai sumber daging dan alat pembayaran dalam perjudian. Masa sekarang, kuda Batak merupakan kuda kerja dan secara luas digunakan untuk berkuda. Kuda Batak memiliki peranan penting sebagai inti dari perkembangbiakan kuda Indonesia. Kuda Batak merupakan kuda yang cakap, dengan karakter kuda Arab dan proporsi yang baik, serta memiliki tinggi badan sampai 1,32 m. Sifat kuda Batak antara lain jinak, gesit, dan cerdas sehingga mudah dalam pemeliharaan (Edwards, 1994). Kuda Jawa dan Kuda Padang Kuda Arab dan kuda Barb diperkirakan datang ke Indonesia dibawa oleh pedagang Arab pada awal abad ke-17, pada jaman pemerintahan Hindia Belanda, dan memiliki pengaruh terhadap kuda keturunan Jawa. Keturunan kuda terpilih, dikembangkan di Padang Mengabe dan diperkirakan memiliki pengaruh dalam meningkatkan konformasi kuda poni lokal Sumatera. Kuda Arab tidak hanya mempengaruhi penampilan kuda poni Jawa, tetapi mempengaruhi stamina dan daya tahan terhadap suhu panas. Kuda Barb memiliki peran utama juga dalam perkembangan kuda poni Jawa dalam karakter dan ketaguhan yang luar biasa. Kuda poni Padang merupakan perkembangan dari keturunan kuda Batak dan memiliki darah dari kuda Arab yang dikembangkan di Padang Mengabe oleh pemerintah Hindia Belanda (Edwards, 1994). Kuda Jawa dan Padang memiliki tinggi badan 1,27 m, lebih tinggi daripada kuda poni lainnya kecuali kuda Batak dan Sandelwood. Kuda Jawa biasa digunakan untuk menarik gerobak atau yang disebut sebagai sados dan terlihat tidak berkeringat saat menarik gerobak yang berat dalam kondisi cuaca yang panas. Kuda Padang memiliki konformasi yang lebih baik daripada kuda keturunan Sumatera lainnya, dimana kuda Padang memiliki cannon yang panjang, tulang yang kuat, kaki yang kuat dan cukup baik bentuknya tetapi memiliki pastern yang terlihat lemah (Edwards, 1994).
8
Penentuan Umur Berdasarkan Gigi Umur kuda dapat diperkirakan melalui bentuk dan jumlah gigi. Anak kuda yang berumur 6 sampai 10 bulan mempunyai gigi sebanyak 24 buah yang disebut dengan gigi susu, dimana gigi tersebut terdiri dari 12 gigi seri dan 12 gigi geraham. Gigi seri meliputi tiga pasang pada bagian rahang atas dan tiga pasang pada bagian rahang bawah (Bogart dan Taylor, 1983). Mengunyah dapat membuat gigi seri menjadi usang (aus atau menipis). Proses pengusangan gigi seri dimulai pada gigi seri bagian pusat (dari pertengahan) dan berlanjut secara menyamping. Anak kuda dengan umur satu tahun, bagian pusat gigi seri sudah mulai usang; umur 1,5 sampai 2 tahun gigi seri mulai pada bagian pertengahan hingga bagian luar dan mengarah ke samping sudah mulai usang. Proses penanggalan gigi seri dimulai pada umur 2,5 tahun. Gigi seri bagian pusat tanggal terlebih dahulu dan akan menjadi gigi permanen. Kuda yang berumur empat tahun ditandai dengan tanggalnya gigi bagian pertengahan dan pada umur lima tahun, bagian luar, atau samping, gigi seri sudah mulai tanggal dan digantikan dengan gigi permanen. Kuda yang berumur lima tahun ini dikatakan telah bermulut ”penuh”, karena semua gigi telah permanen. Umur 6 sampai 8 tahun gigi permanen sudah usang yang dimulai dari bagian pusat hingga bagian pertengahan mengarah kesamping (Bogart dan Taylor, 1983). Manajemen Pemeliharaan Kuda Reproduksi Seekor kuda dikatakan telah dewasa kelamin apabila telah memperlihatkan tanda-tanda estrus bagi betina dan telah mampu berkopulasi untuk yang jantan dan apabila terjadi kopulasi dapat menghasilkan individu baru (Hafez, 1967). Kuda pejantan merupakan salah satu faktor penting dalam peternakan kuda. Pejantan yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik pula. Cara memilih pejantan yang baik dengan melihat sertifikatnya dapat menelusuri riwayatnya dan memeriksa tingkat kesuburannya. Pejantan yang akan dikawinkan mulai diberikan makanan yang bergizi dan vitamin mulai 2-3 bulan sebelum perkawinan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesuburan pejantan. Pejantan sebaiknya diistirahatkan dan dijauhkan dari kuda jantan lainnya agar tidak mengalami stres sebelum masa
9
kawin. Pejantan yang akan digunakan sebagai pemacek sebaiknya sudah berumur empat tahun (Jacoebs, 1994). Seekor kuda betina mencapai masa dewasa kelamin pada umur sekitar 12-15 bulan. Sedangkan untuk kuda jantan dewasa kelamin dicapai pada umur sekitar 24 bulan (Blakely dan Bade, 1991). Jacoebs (1994) menyatakan kuda betina yang baru pertama kalinya dikawinkan, dipilih yang berumur tiga tahun. Masa subur kuda betina hanya berlangsung selama lima hari dan ini merupakan waktu yang baik untuk dikawinkan, karena biasanya kuda betina hanya mau dikawinkan bila dalam kondisi subur. Masa subur dapat diketahui dengan mendekatkan kuda betina ke pejantan dan apabila tidak menghindar sewaktu dinaiki kuda jantan, kemungkinan besar kuda betina memang sedang dalam keadaan subur. Masa subur kuda betina yang baru beranak dapat dihitung dengan kisaran 930 hari sesudah beranak. Kuda betina yang masa suburnya melewati kisaran tersebut dapat dikawinkan 21 hari kemudian. Lama bunting kuda betina sekitar 11 bulan atau 340 hari. Kelahiran dapat terjadi pula pada waktunya atau 7 hari maju atau 7 hari mundur. Pengawinan ulang sesudah beranak adalah 30 hari kemudian (McBane, 1991). Kuda betina akan birahi setiap 21 hari sekali jika tidak dalam keadaan bunting. Kuda betina umumnya memproduksi hanya satu anak per kelahiran. Kuda betina mencapai dewasa kelamin pada umur 12 sampai 18 bulan, sedangkan kuda betina yang digunakan untuk bekerja mencapai dewasa kelamin umur 30 bulan (Bogart dan Taylor, 1983). Perkandangan Membangun kadang di daerah tropis, diusahakan agar ada ventilasi sehingga pertukaran udara bisa berjalan lancar dan tidak menimbulkan hawa panas didalamnya. Air hujan jangan sampai masuk kedalam kandang. Untuk kuda yang akan beranak, dipergunakan kandang yang agak tertutup (Jacoebs, 1994). Atap pada kandang kuda lebih baik jika jaraknya semakin tinggi, karena dapat menghasilkan sirkulasi udara yang baik. Ketersediaan udara yang baik sangat dibutuhkan pada perkandangan kuda karena kuda mudah terkena penyakit
10
pernafasan. Udara yang bersih sangat penting untuk kesehatan dan kenyamanan kuda serta akan mempengaruhi kekuatan dari kuda tersebut. Ventilasi yang baik adalah berbentuk puncak pada atapnya dan akan sangat berpengaruh pada penanganan masalah kuda. Jendela pada kandang kuda harus berada pada posisi sejajar dengan kepala kuda (McBane, 1991). McBane (1991) menyatakan bagian kandang harus tersedia air bersih. Air minum harus diperhatikan bagi kuda betina yang sedang menyusui, karena jika kuda betina tersebut kekurangan air dalam kondisi menyusui maka air susu induk akan berkurang pula. Kandang juga harus memiliki sistem pembuangan kotoran yang baik dan adanya ketersediaan listrik untuk lampu, kipas, dan lain sebagainya. Kuda betina dan anaknya yang ditempatkan dalam satu kandang harus memiliki ukuran kandang lebar agar anak kuda dapat bergerak bebas, sedangkan kandang pejantan harus lebih kuat daripada kandang betina atau kandang anak. Letak kandang jantan lebih jauh dari kandang betina agar kuda betina tidak terganggu terutama saat merawat anaknya (Jacoebs, 1994). Alas kandang kuda harus selalu dalam keadaan bersih dan lunak serta beralaskan serbuk gergaji atau jerami. Alas yang lunak bertujuan agar melindungi kuda ketika sedang berguling, memberikan kehangatan dan untuk kenyaman kuda serta melindungi kaki kuda, terutama untuk kuda olahraga dan kuda pacu (McBane, 1994). Peternakan kuda lebih baik dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti tempat penyimpanan peralatan, tempat penyimpanan pakan, ruang groom pada setiap kandang sehingga memudahkan dalam pengawasan kuda (McB Pakan Ketersediaan pakan yang baik akan menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan kuda sehingga pakan merupakan faktor penting dalam peternakan kuda. Pakan utama kuda adalah rumput dengan berbagai jenis rumput seperti Panicum muticum dan Brachiaria mutica. Pakan rumput hanya cukup untuk digunakan bagi kelangsungan hidup tetapi untuk kuda pacu atau olahraga perlu tambahan konsentrat dan vitamin. Pakan konsentrat merupakan pakan tambahan energi bagi kuda. Konsentrat yang dapat diberikan antara lain konsentrat sereal yang
11
terdiri dari gandum, jagung, produk tepung, sorgum, berbagai produk padi dan produk non sereal yang terdiri dari gula bit, rumput kering, kacang-kacangan (legum) seperti kedelai dan kacang (McBane, 1994). Pakan kuda yang diberikan harus sesuai dengan umur dan fungsi kuda tersebut. Umur kuda dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu 1-6 bulan, 6-12 bulan 12-24 bulan, dan diatas 24 bulan. Kuda yang berumur 1-6 bulan tidak disediakan pakan khusus, karena masih dalam masa menyusu dengan induknya. Induk kuda yang sedang menyusui memerlukan kebutuhan pakan yang cukup banyak baik untuk induk kuda maupun anaknya. Induk menyusui dan induk bunting memerlukan pakan tiga kali lipat terutama untuk vitamin dan mineral, kacangkacangan dan bungkil yang dapat membantu pembentukan air susu dalam jumlah yang cukup. Pengaturan pemberian pakan dapat dilakukan 2-3 kali sehari yaitu pagi, siang, dan sore hari tergantung dari kuda dan fungsi kuda tersebut (Jacoebs, 1994). Morfologi Fungsi dasar tulang adalah membentuk kerangka yang sifatnya kaku untuk melindungi semua bagian lunak serta memelihara bentuk tubuh. Kerangka melindungi bagian organ yang vital, seperti otak dalam tempurung dan sistem saraf dibagian tulang belakang. Hal ini sangat penting sehingga konformasi kuda menjadi salah satu pertimbangan, karena panjang, posisi dan kelurusan tulang yang benar berkaitan dengan gerak kuda yang baik (Hammer, 1993). Sambungan tulang terjadi pada dua atau lebih tulang yang saling bersinggungan. Sistem sambungan dan pertautan otot akan menjadikan pergerakan yang bebas dari tulang. Kombinasi antara otot dengan tulang akan memberikan bentuk pada kuda (Hammer, 1993). Orang memiliki prioritas yang berbeda dalam menilai bentuk kuda. Untuk tujuan penampilan yang bagus, tungkai dan kaki menjadi prioritas utama untuk melihat kekokohan kuda secara cepat. Membicarakan kaki depan akan berhubungan dengan bagian bahu. Kaki belakang memiliki peran penting dalam menggerakkan sebagian tubuh karena adanya dorongan dari seperempat bagian otot belakang. Fungsi kekuatan dari panjang garis bagian pinggul kearah pantat harus baik, begitupun panjang garis dari pinggul kebagian hock dimana berfungsi untuk
12
kecepatan, dan susunan kaki belakang yang lurus menopang berat dari seperempat bagian belakang (Hammer, 1993). Leher yang memanjang keatas sampai batas penglihatan serta membentuk lengkung digaris bagian atas, secara natural memberikan posisi kepala yang nyaman (Knowles, 1994). Ekspresi wajah dari kuda dan gerakan kepala serta leher memberikan kesan pertama yang bermanfaat. Kepala memiliki ukuran proporsi besar, kepala yang padat serta pendek membutuhkan leher yang kuat untuk menopangnya. Panjang dari leher dapat menjelaskan panjang langkah, dimana sebagian besar otot yang ada di leher berperan dalam pergerakan bahu dan kaki depan. Hal ini membuat keterbatasan pada kuda untuk meletakkan kaki depan melewati garis hidung saat bergerak (Hammer, 1993). Konformasi yang baik terlihat dari susunan kepala, panjang leher yang baik dan bagus, punggung yang baik dan kuat serta tidak terlalu panjang atau pendek, daerah bagian pinggang yang kuat dan seperempat bagian belakang yang kuat (Hammer, 1993). Kuda Sebagai Alat Transportasi Delman adalah kendaraan transportasi tradisional beroda dua, tiga, atau empat, yang dalam pengoperasiannya tidak menggunakan mesin melainkan menggunakan
kuda
sebagai
penggantinya.
Variasi
alat
transportasi
yang
menggunakan kuda antara lain adalah Kereta Perang, Kereta Kencana, dan Kereta Kuda (Wikipedia, 2008b). Nama kendaraan delman berasal dari nama penemunya, yaitu Charles Theodore Deeleman, seorang litografer dan insinyur dimasa Hindia Belanda. Orang Belanda sendiri sering menyebut kendaraan ini dengan nama dos-a-dos (punggung pada punggung, arti harfiah bahasa Perancis), yaitu sejenis kereta yang posisi duduk penumpangnya saling memunggungi. Istilah dos-a-dos kemudian oleh penduduk pribumi Batavia disingkat lagi menjadi sado (Wikipedia, 2008b). Komponen delman terdiri dari kuda, gerobak, dan seorang kusir. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan baik kendaraan bermotor atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi yang sedang belajar mengemudikan kendaraan bermotor ataupun kendaraan yang tidak bermotor, seperti pengemudi delman yang disebut dengan kusir (Wikipedia, 2008c).
13
Gerobak adalah sebuah kendaraan atau alat yang memiliki dua atau empat buah roda yang digunakan sebagai sarana transportasi. Gerobak dapat ditarik oleh hewan seperti kuda, sapi, kambing, zebu, atau dapat pula ditarik oleh manusia. Gerobak tangan yang didorong oleh manusia digunakan secara luas di seluruh dunia. Contoh gerobak yang paling umum di dunia adalah kereta belanja atau troli. Kereta belanja pertama kali muncul di Oklahoma City pada tahun 1937 (Wikipedia, 2008d). Tujuan utama penggunaan kekangan pada kuda adalah untuk membantu dalam mengendalikan kuda, biasanya kekangan tidak hanya dililitkan pada bagian kepala, ada juga kekangan yang diletakkan di dalam mulut kuda sehingga kuda menggigit kekangan tersebut. Kekangan yang diletakkan di dalam mulut kuda disebut juga bit. Bit bisa terbuat dari besi, plastik, atau karet. Penggunaan bahanbahan untuk bit sangat penting mengingat mulut kuda sangat sensitif dan mudah terluka (McBane, 1995). Kekangan dapat diklasifikasikan ke dalam lima bagian yaitu (1) Snaffle; (2) Weymouth atau kekangan ganda; (3) Pelham; (4) Gag; dan (5) Bitless Bridles atau kekangan tanpa bit. Bagian-bagian kekangan dipasangkan pada bagian kepala, pipi, kening, dan batang hidung, dimana semua bagian kekangan dihubungkan dengan tali kekang. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kekangan atau pelana terbuat dari kulit sapi atau kulit babi. Kulit babi merupakan bahan yang baik dalam pembuatan kekangan khususnya pelana, karena kulit babi yang tipis, kuat dan elastis (Edwards, 1963).
14