TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda merupakan salah satu jenis ternak berlambung satu atau nonruminansia yang telah dikenal luas. Ternak ini bersifat nomadik dan kuat serta memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Kuda memiliki kemampuan belajar yang baik dalam mengenal suatu obyek (Kilgour dan Dalton, 1984). Kuda dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda liar, kini kuda sudah menjadi hewan yang didomestikasi dan secara ekonomi memegang peranan penting bagi kehidupan manusia terutama dalam pengangkutan barang dan orang selama ribuan tahun. Kuda juga dapat ditunggangi manusia dengan menggunakan sadel dan dapat pula digunakan untuk menarik sesuatu, seperti kendaraan beroda atau bajak, dan di beberapa daerah kuda digunakan sebagai sumber pangan (Ronald et al.,1996). Kuda digolongkan kedalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui anaknya), ordo Perissodactyla (berteracak tidak memamah biak), famili Equidae, dan spesies Equus caballus. Dahulu kala terdapat hewan prakuda dengan jumlah jari kaki sebanyak lima buah yang disebut Paleohippus. Hewan tersebut kemudian berkembang dengan empat jari dan satu penunjang (split), sedangkan kaki belakangnya terdiri atas tiga jari dan satu split (Eohippus). Evolusi berlanjut dengan terbentuknya Mesohippus dan Meryhippus yang memiliki teracak kaki depan dan belakang sebanyak tiga buah. Pliohippus menjadi hewan teracak tunggal pertama yang selanjutnya berkembang menjadi kuda seperti saat ini ( Equus caballus) (Blakely dan Bade, 1991). Proses evolusi kuda terjadi melalui beberapa tahapan yang dimulai dari (1) Eohippus, berkembang pada zaman Eocene dengan tinggi badan 35 cm (20-50 cm), berat 5,5 kg, mempunyai empat jari kaki dan gigi geraham pendek yang sangat cocok untuk memakan tunas-tunas rumput, (2) Mesohippus, perkembangannya dimulai pada zaman Oligocene dengan tinggi badan 45 cm, bentuk punggung hampir sama dengan Eohippus, mempunyai kaki yang lebih panjang dengan tiga jari kaki, gigi premolar dan incisor lebih kuat dan mampu memotong daun-daun yang lebih beragam, (3) Miohippus, berkembang pada akhir zaman Oligocene dan awal zaman Miocene dengan tinggi badan sekitar 60 cm, bentuk kaki dan gigi lebih berkembang dibandingkan dengan Mesohippus, mempunyai tiga jari kaki dengan jari kaki bagian 3
tengah lebih menonjol dan mempunyai gigi seri yang lebih jelas, (4) Meryhippus, berkembang pada pertengahan dan akhir zaman Miocene dengan tinggi lebih daripada 90 cm, jari kaki tengah semakin membesar sedangkan kedua jari lainnya mengecil, gigi seri semakin jelas dan semakin cocok untuk merumput, mempunyai leher yang panjang yang memungkinkan menggapai makanan dipermukaan dan meningkatkan jarak pandang, (5) Pliohippus, berkembang pada pertengahan zaman Pleistocene sekitar enam juta tahun yang lalu. Pliohippus mempunyai tinggi sekitar 1,22 m, seluruh gigi untuk merumput telah lengkap, mempunyai persendian tulang yang sangat kuat dengan satu buah kuku dan merupakan prototype yang menggambarkan bentuk kuda modern yang ada saat ini. Pliohippus merupakan salah satu kelompok subgenetik yang mewakili zebra, keledai dan heminoid, (6) Equus caballus, berasal dari Pliohippus yang berkembang sekitar lima juta tahun yang lalu pada zaman es. Menurut bahasa latin caballus berasal dari kata fons caballinus yang diambil dari cerita dongeng tentang Pegasus (Edwards, 1994). Penyebaran Kuda di Dunia Penyebaran kuda dimulai dari Amerika Selatan, Asia, Eropa, dan Afrika yang terjadi sekitar satu juta tahun yang lalu pada akhir zaman es (9000 SM). Sekitar abad ke-16 penjelajah Spanyol mendarat di Meksiko dengan membawa 16 ekor kuda dan selanjutnya kuda tersebut berkembang dan menyebar di wilayah Amerika (Edwards, 1994). Dari penyebaran ini maka tetua kuda berasal dari tiga tipe kuda primitif yaitu: (a) Forest Horse (Equus cabalus silvaticus) adalah kuda dengan tinggi 1,52 m dan berat sekitar 545 kg. Warna bulu biasanya merah atau hitam dengan rambut yang kasar, ekor dan bulu tengkuk yang lebat, mempunyai tapak kaki yang lebar dan cocok untuk daerah berawa, (b) Asiatic Wild Horse (Equus caballus przewalskii) adalah
kuda liar yang ditemukan di Asia Tengah oleh peneliti Rusia bernama
Nikolai Mikhailovitch Przewalski pada tahun 1879. Kuda ini memiliki tinggi sekitar 1,32 m. Keempat kaki, ekor, rambut tengkuk berwarna hitam dan daerah bawah perut berwarna cream. Kuda ini berbeda dengan keturunan kuda domestik lainnya karena jumlah kromosomnya 66 sedangkan kuda domestik lainnya 64, dan (c) Kuda Tarpan (Equus cabalus glemini) adalah kuda liar yang menyebar ke Eropa Timur sampai Stepa Ukraina. Kuda ini memiliki tinggi sekitar 1,32 m (Edwards, 1994).
4
Berdasarkan tipe tetua tersebut maka berkembanglah empat dasar tipe kuda yaitu (1) Pony tipe I, hidup di daerah Eropa Utara sampai Eropa Barat dengan tinggi badan 1,22-1,27 m, memiliki warna bulu coklat dan bay, (2) Pony tipe II, hidup di daerah utara Eurasia, tahan pada kondisi dingin dan memiliki tinggi badan 1,42-1,47 m, (3) Pony tipe III, hidup di daerah Asia Tengah dan tahan pada kondisi panas dengan tinggi badan sekitar 1,5 m, dan (4) Pony tipe IV, hidup di daerah Asia Barat merupakan kuda padang pasir dan tahan kondisi panas dengan tinggi badan sekitar 1,22 m (Edwards, 1994). Morfologi Fungsi dasar tulang adalah membentuk kerangka yang sifatnya kaku untuk melindungi semua bagian lunak serta memelihara bentuk tubuh. Kerangka melindungi bagian organ yang vital, seperti otak dalam tempurung dan sistem saraf di bagian tulang belakang. Konformasi kuda merupakan poin yang sangat penting sehingga menjadi salah satu pertimbangan, karena panjang, posisi, dan kelurusan tulang yang benar berkaitan dengan gerak kuda yang baik. Sambungan tulang terjadi pada dua atau lebih tulang yang saling bersinggungan. Sistem sambungan dan pertautan otot akan menjadikan pergerakan yang bebas dari tulang. Kombinasi antara otot dengan tulang akan memberikan bentuk pada kuda (Hamer, 1993). Orang memiliki prioritas yang berbeda dalam menilai bentuk kuda. Untuk tujuan penampilan yang bagus, tungkai dan kaki menjadi prioritas utama untuk menentukan kekokohan kuda secara cepat. Kaki depan berhubungan dengan bagian bahu. Kaki belakang memiliki peran penting dalam menggerakkan sebagian tubuh karena dorongan dari seperempat bagian otot belakang. Fungsi kekuatan dari panjang garis bagian pinggul kearah pantat harus baik, begitupun panjang garis dari pinggul ke bagian hock, yang berfungsi untuk kecepatan, dan susunan kaki belakang yang lurus menopang berat seperempat bagian belakang (Hamer, 1993). Contoh bagianbagian tubuh kuda diperlihatkan pada Gambar 1. Leher yang memanjang keatas sampai batas penglihatan serta membentuk lengkung ke garis bagian atas, secara natural memberikan posisi kepala yang nyaman (Knowles, 1994). Ekspresi wajah dari kuda dan gerakan kepala serta leher memberikan kesan pertama yang bermanfaat. Kepala memiliki ukuran proporsi besar, kepala yang padat serta pendek membutuhkan leher yang kuat untuk 5
menopangnya. Panjang dari leher dapat menjelaskan panjang langkah, sebagian besar otot di leher berperan dalam pergerakan bahu dan kaki depan. Hal ini membuat keterbatasan pada kuda untuk meletakkan kaki depan melewati garis hidung saat bergerak. Konformasi yang baik dilihat dari susunan kepala, panjang leher yang baik dan bagus, punggung yang baik dan kuat serta tidak terlalu panjang atau pendek, daerah bagian pinggang yang kuat dan seperempat bagian bagian belakang yang kuat (Hamer, 1993).
Gambar 1. Bagian-Bagian Tubuh Kuda Ukuran dalam hal ini dapat diartikan sebagai dimensi, besar, luas/ukuran suatu permukaan atau volume. Bentuk diartikan sebagai model, karakteristik atau susunan sesuatu sebagai penentu penampilan luarnya. Menurut Doho (1994) ukuranukuran tubuh juga digunakan untuk menggambarkan eksterior hewan sebagai ciri khas suatu bangsa. Pendekatan kuantitatif terhadap penciri ukuran tubuh kuda sudah dilakukan pada masa abad ke-18 yang lalu dengan menggunakan pengukuran terhadap peubah tubuh kuda Baroque. Menurut Bowling dan Ruvinsky (2000) penilaian ukuran dan bentuk tubuh kuda sudah dilakukan oleh peternak kuda tradisional, walaupun seleksi terhadap kuda hanya berdasarkan sebagian sifat dari performa kuda.
6
Kuda Lokal Indonesia Kuda yang terdapat di Indonesia pemuliaannya dipengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungannya. Tinggi badannya berkisar antara 1,15-1,35 m sehingga tergolong dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ciri-ciri lain, bentuk leher tegak dan lebar. Tengkuk umumnya kuat, punggung lurus dan pinggul kuat. Letak ekornya tinggi dan berbentuk lonjong, dada lebar, sedang tulang rusuk berbentuk lengkung dan serasi. Kakinya berotot kuat, kening dan persendiannya baik. Bentuk kuku kecil dan berada diatas telapak yang kuat. Jika kuda ini berdiri, akan tampak sikapnya yang kurang serasi (kurang baik), karena kedua kaki bagian depan lebih berkembang bila dibandingkan dengan kaki belakang. Sikap berdiri seperti ini terdapat pada berbagai jenis kuda di Asia Tenggara (Jacoebs, 1994). Kegunaan kuda lokal Indonesia sebagian besar adalah sebagai sarana transportasi dan pengangkut barang, sarana hiburan, dan juga sebagai bahan pangan masyarakat lokal. McGregor dan Morris (1980), menyatakan kuda poni di Indonesia merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk transportasi dan pengembangan peternakan. Tabel 1 menyajikan berbagai karakteristik kuda lokal Indonesia. Kuda Sumba dan Kuda Timor Edwards (1994) menyatakan bahwa kuda lokal Indonesia (termasuk kuda Sumba) digolongkan kedalam kuda poni. Roberts (1994), menyatakan seluruh kuda poni (termasuk kuda Sumba didalamnya ) telah beradaptasi secara fisik dan merubah gaya hidup mereka untuk bertahan pada kondisi tempat mereka hidup. Kuda Sumba pinggulnya agak tinggi dan merupakan keturunan kuda Australia yang pernah diintroduksi ke pulau Sumba. Dijelaskan kemudian bahwa kuda Sumba dianggap sebagai jenis kuda yang baik untuk kuda pacu, maka pada tahun 1841 pejantanpejantan kuda unggul, diekspor ke pulau Jawa, Singapura dan Malaysia (Straits settlements), Manila dan Mauritius (Afrika Timur). Sebagai akibatnya hanya disisakan pejantan yang berkualitas rendah, sehingga mutu peternakan merosot dan memperlihatkan dua jenis bentuk, yaitu kuda yang berbentuk kecil didaerah selatan dan timur serta kuda yang berbentuk agak besar didaerah utara dan barat (Soehardjono, 1990). 7
Tabel 1. Karakteristik Kuda Lokal Indonesia Jenis Kuda Kuda Sumba
Tinggi Badan (m) Karakteristik 1,27 -. Bentuk kepala terlihat lebih besar dibandingkan ukuran badannya dengan leher yang pendek -. Sifatnya jinak dan cerdas -. Konformasi badan kurang sempurna -. Bagian punggung kuat
Kuda Timor
1,22
-. Bentuk badan kurus dan leher pendek -. Bagian punggung lurus dengan bahu dan ekor tinggi -. Bagian tengkuk dan ekor penuh dengan bulu
Kuda Sandel
1,35
-. Ukuran tubuh kecil -. Bentuk kepala kecil dan bagus, mata yang besar -. Bulu yang lembut dan berkilauan -. Mempunyai kecepatan yang baik dan sangat aktif -. Kuku kaki yang keras dan kuat
Kuda Batak
1,32
-. Bentuk kepala bagus dengan bagian muka yang lurus, leher, pendek, dan lemah -. Memiliki bagian punggung yang panjang dan sempit dengan kaki bagian belakang ramping -. Bagian rump tinggi -. Ekor dan tengkuk mempunyai rambut yang bagus -. Posisi ekor cukup tinggi sehingga sangat baik dalam pergerakan
Kuda Jawa
1,27
-. Memiliki stamina yang baik dan tahan terhadap panas -. Ukuran tubuh lebih besar dibandingkan kuda poni lainnya -. Sifatnya jinak -. Kaki dan persendiannya tidak berkembang dengan baik sehingga mempengaruhi kekuatannya
Kuda Padang
1,27
-. Kuku kaki keras dan bentuknya bagus -. Bagian tumit lemah -. Mempunyai konformasi yang baik tetapi pertulangannya kecil
Kuda Makasar
1,25
-. Daya tahan tubuh kuat -. Kaki tegap dan kuat -. Bertemperamen stabil
Kuda Flores
1,24
-. Bentuk badan kecil dan sifatnya jinak
Kuda Bima
-
-. Bentuk badan kecil -. Memiliki pinggang yang pendek -. Daya tahan tubuh baik dan memiliki langkah yang cepat
Sumber : Edwards, 1994; Soehardjono, 1990
Kuda Sumba memiliki penampilan yang primitif, tinggi sekitar 1,27 m perbandingan kepala lebih besar daripada badan, dan bagian kepala lebih mengarah tipe Mongolian dengan leher yang pendek, konformasi kuda Sumba tidak sempurna
8
tetapi bagian punggung sangat kuat (Edwards, 1994). Zaman pemerintahan Portugis di Indonesia pada abad ke-16, populasi kuda Timor sangat tinggi, rasio antara pemilik kuda dengan kuda Timor adalah 1 : 6, atau satu orang memiliki enam ekor kuda. Kuda Timor digunakan untuk membawa barang, alat transportasi, dan berkuda. Kuda Timor memiliki ciri-ciri tinggi badan 1,22 m dan leher yang pendek serta bentuk punggung yang lurus (Edwards, 1994). Kuda Priangan Kuda Priangan dibentuk di pulau Jawa sekitar abad ke-17, dibentuk melalui persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab dan Barbarian. Saat ini kuda Priangan tidak memiliki konformasi yang sama dengan kuda Arab, akan tetapi menempati lokasi yang panas dan memiliki ketahanan terhadap cuaca panas yang tinggi seperti kuda Arab. Daya tahan dan stamina untuk berlari dalam jarak jauh juga diturunkan oleh kuda Arab, meskipun ukuran tubuhnya lebih kecil. Kuda Priangan dapat dikatakan tangguh dan kuat meskipun memiliki ukuran tubuh yang kecil, mempunyai kepala yang khas dengan telinga panjang dan mata yang cerdas, leher pendek dan berotot serta dada lebar dan dalam, pertulangan dapat dikatakan baik tetapi kurang begitu berkembang dengan tulang cannon yang panjang. Kuda Priangan dapat mempunyai beberapa warna dengan tinggi pundak 112-122 cm (Kingdom, 2006). Kuda Jawa dan Kuda Padang Kuda Arab dan kuda Barb diperkirakan datang ke Indonesia dibawa oleh pedagang Arab pada awal abad ke-17, pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, dan memiliki pengaruh terhadap kuda keturunan Jawa. Keturunan kuda terpilih, dikembangkan di Padang Mengabe dan diperkirakan memiliki pengaruh dalam meningkatkan konformasi kuda poni lokal Sumatera. Kuda Arab tidak hanya mempengaruhi penampilan kuda poni Jawa, tetapi mempengaruhi stamina dan daya tahan terhadap suhu
panas. Kuda Barb memiliki peran utama juga dalam
perkembangan kuda poni Jawa dan karakter serta ketangguhan yang luar biasa. Kuda poni Padang merupakan perkembangan dari keturunan kuda Batak dan memiliki darah kuda Arab yang dikembangkan di Padang Mengabe oleh pemerintah Hindia Belanda (Edwards, 1994).
9
Kuda Jawa dan Padang memiliki tinggi badan 1,27 m lebih tinggi daripada kuda poni lainnya kecuali kuda Batak dan Sandelwood. Kuda Jawa biasa digunakan untuk menarik gerobak atau yang disebut sebagai sados dan terlihat tidak berkeringat saat menarik gerobak yang berat dalam kondisi cuaca yang panas. Kuda Padang memiliki konformasi yang lebih baik daripada kuda keturunan Sumatera lainnya, dimana kuda Padang memiliki cannon yang panjang, tulang yang kuat, kaki yang kuat dan cukup baik bentuknya, memiliki pastern yang terlihat lemah (Edwards, 1994). Kuda Makasar Kuda Makasar berasal dari pulau Jawa. Kuda pejantan yang berasal dari pulau Jawa dibawa ke Makasar untuk dikembangbiakkan oleh masyarakat Makasar. Kuda ini awalnya dimanfaatkan sebagai kuda tunggang atau beban bagi kepentingan operasi militer. Namun, seiring berkembangnya zaman, kuda ini mulai dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kuda pekerja untuk transportasi dan menggarap lahan pertanian bahkan menjadikan kuda sebagai bahan makanan (Soehardjono, 1990). Soehardjono
(1990)
menambahkan
bahwa
kuda
Makasar
memiliki
tempramen yang stabil serta berdaya tahan kuat, kaki tegap dan kuat serta resisten terhadap penyakit. Tinggi kuda Makasar sekitar 1,25 m (4 kaki). Perototan yang kuat menjadikan kuda ini sering digunakan sebagai kuda beban. Kuda Batak Kuda Batak diketahui tersebar di Tapanuli Utara, terutama disekitar danau Toba. Bentuknya menyerupai kuda Mongol. Tubuhnya kecil, perimbangan tubuhnya baik, memiliki hidung yang besar dan relatif panjang, kepala sukar ditundukkan secara sempurna karena tengkuknya yang pendek, ekor duduknya tinggi, warna bermacam-macam, dan tipe kuda beban (Sostroamidjojo dan Soeradji, 1990). Kuda Batak memiliki pengaruh dari darah kuda Arab yang dikembangkan oleh pemerintah Belanda dalam rangka meningkatkan keturunan ternak kuda Indonesia melalui persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab. Kuda Batak berasal dari Sumatera Tengah dan biasa digunakan oleh suku Batak sebagai sumber daging dan alat pembayaran dalam perjudian. Masa sekarang, kuda Batak merupakan kuda kerja dan secara luas digunakan untuk berkuda. Kuda Batak memiliki peranan
10
penting sebagai inti dari perkembangbiakan kuda Indonesia. Kuda Batak merupakan kuda yang cakap, dengan karakter kuda Arab dan proposi yang baik, serta memiliki tinggi badan sampai 1,32 m. Sifat kuda Batak antara lain jinak, gesit dan cerdas sehingga mudah dalam pemiliharaannya (Edwards, 1994). Kuda Batak merupakan kuda terbaik dari jenis kuda Sumatera yang banyak diternakan di daerah Toba dan Karo. Kuda ini banyak digemari sebagai kuda penarik. Ciri-ciri kuda Batak adalah berahang besar, leher bagian bawah sempit, tulang bahu berbentuk lurus dan bentuk tulang punggung melengkung (Bongianni, 1995). Manajemen Pemeliharaan Kuda Reproduksi Seekor kuda dikatakan telah dewasa kelamin apabila sudah memperlihatkan tanda-tanda estrus bagi betina sedangkan untuk kuda jantan telah mampu berkopulasi dan apabila terjadi kopulasi dapat menghasilkan individu baru (Hafez, 1967). Kuda hidup dalam berbagai kelompok. Kelompok biasanya terdiri dari satu pejantan sebagai pemimpinnya yang hidup dengan sekelompok kuda betina dan anaknya. Kuda jantan mengawini kuda betina, tetapi tidak dengan anak betinanya (Kilgour dan Dalton, 1984). Tomaszewksa et al (1991) menyatakan dalam keadaan liar, seekor kuda jantan terpisah dari betina beberapa hari sebelum betina birahi dan ovulasi. Kuda pejantan merupakan salah satu faktor penting dalam peternakan kuda. Pejantan yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik pula. Cara memilih pejantan yang baik adalah dengan melihat sertifikatnya dapat menelusuri riwayatnya dan memeriksa tingkat kesuburannya. Pejantan yang akan dikawinkan mulai diberikan makanan yang bergizi dan vitamin kira-kira 2-3 bulan sebelum pengawinan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesuburan pejantan. Pejantan sebaiknya diistirahatkan dan dijauhkan dari kuda jantan lainnya agar tidak mengalami stress sebelum masa kawin. Pejantan yang akan digunakan sebagai pemacek sebaiknya sudah berumur empat tahun (Jacoebs, 1994). Seekor kuda betina mencapai masa dewasa kelamin pada umur sekitar 12-15 bulan. Sedangkan untuk kuda jantan dewasa kelamin dicapai pada umur sekitar 24 bulan (Blakely dan Bade, 1991). Rataan lama siklus birahi kuda betina 20 hari dan
11
lama birahi berlangsung kira-kira enam hari dengan variasi 1-24 hari, memperlihatkan banyaknya variasi dalam panjang siklus dan periode penerimaan betina terhadap pejantan. Kebanyakan kuda betina ovulasi dalam waktu 48 jam dari akhir periode birahi (Ginther, 1979). Jacoebs (1994) menyatakan kuda betina yang baru pertama kalinya dikawinkan, dipilih yang berumur tiga tahun. Masa subur kuda betina hanya berlangsung selama lima hari dan ini merupakan waktu yang baik untuk dikawinkan, karena biasanya kuda betina hanya mau dikawinkan dalam kondisi subur. Masa subur dapat diketahui dengan mendekatkan kuda betina ke pejantan dan apabila tidak menghindar sewaktu dinaiki kuda jantan, kemungkinan besar kuda betina memang sedang dalam keadaan subur. Masa subur kuda betina yang baru beranak dapat dihitung dengan kisaran 9-30 hari sesudah beranak. Kuda betina yang masa suburnya melewati kisaran tersebut dapat dikawinkan 21 hari kemudian. Lama bunting kuda betina sekitar 11 bulan atau 340 hari. Kelahiran dapat terjadi pula pada waktunya atau tujuh hari maju atau tujuh hari mundur. Pengawinan ulang sesudah beranak adalah 30 hari kemudian (McBane, 1991). Kuda betina akan birahi setiap 21 hari sekali jika tidak dalam keadaan bunting. Kuda betina umumnya memproduksi hanya satu per kelahiran. Kuda betina mencapai dewasa kelamin pada umur 12 sampai 18 bulan, sedangkan kuda jantan mencapai dewasa kelamin pada umur 24 bulan (Bogart dan Taylor, 1983). Kuda betina berfungsi sebagai induk, maka untuk melihatnya harus dipertimbangkan segi kesehatan, ketegapan, kelebaran dadanya, dan panjang tubuhnya. Semua ini berkaitan dengan perkembangan calon anak didalam tubuh induk (Jacoebs, 1994). Perkandangan Membangun kandang di daerah tropis, harus ada ventilasi sehingga pertukaran udara bisa berjalan lancar dan tidak menimbulkan hawa panas didalamnya. Air hujan jangan sampai masuk kedalam kandang. Untuk kuda yang akan beranak, digunakan kandang yang agak tertutup (Jacoebs, 1994). Atap pada kandang kuda lebih baik jika jaraknya semakin tinggi, karena dapat menghasilkan sirkulasi udara yang baik. Tinggi atap kandang minimal adalah 12 kaki atau sama dengan 3,66 m. Ketersediaan udara yang baik sangat dibutuhkan pada perkandangan kuda karena kuda mudah terkena penyakit pernafasan. Udara 12
yang bersih sangat penting untuk kesehatan dan kenyamanan kuda serta akan mempengaruhi kekuatan dari kuda tersebut. Ventilasi yang baik adalah berbentuk puncak pada atapnya dan akan sangat berpengaruh pada penanganan masalah kuda. Jendela pada kandang kuda harus berada pada posisi sejajar dengan kepala kuda (McBane, 1991). Alas lantai kandang kuda harus selalu dalam kondisi bersih dan lunak serta beralaskan serbuk gergaji atau jerami. Alas yang lunak bertujuan agar melindungi kuda ketika sedang berguling, memberikan kehangatan dan untuk kenyamanan kuda serta melindungi kaki kuda, terutama untuk kuda olahraga dan kuda pacu (McBane, 1991). Kandang kuda dewasa dengan tinggi 150 cm sebaiknya berukuran minimal 5x5 m2, memiliki pencahayaan dan ventilasi yang baik. Pintu untuk kandang harus kuat dan akan lebih baik jika pintu tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah yang tertutup dan bagian atas yang berkisi, sehingga kandang tetap aman dan ventilasi baik. Kuda muda atau anak kuda lebih baik jika berada dalam kandang kelompok, karena kuda muda yang berada dalam kandang individu dan jarang beraktivitas akan mengalami kegemukan. Pembersihan kandang, tempat pakan, dan tempat minum harus rutin dilakukan (Morel, 2008). McBane (1991) menyatakan bagian kandang harus tersedia air bersih. Air minum harus diperhatikan bagi kuda betina yang sedang menyusui, karena jika kuda betina tersebut kekurangan air dalam kondisi menyusui maka air susu induk akan berkurang pula. Kandang juga harus memiliki sistem pembuangan kotoran yang baik dan adanya ketersediaan listrik untuk lampu, kipas dan lain sebagainya. Pakan Pakan yang biasanya dikonsumsi oleh kuda adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan merupakan pakan dengan kandungan serat tinggi. Hijauan dapat berupa rumput dan legum. Konsentrat adalah campuran pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18% dan tinggi protein. Komposisi hijauan dan konsentrat yang diberikan pada kuda dapat bervariasi. Kuda dapat mengkonsumsi hijauan untuk hidup pokoknya sebanyak 1,5 – 2% bobot badan dan konsentrat sebanyak 0,5% bobot badan (NRC, 1989).
13
Untuk menjaga kesehatan kuda, sangat penting untuk menemukan keseimbangan yang baik antara latihan dan pakan. Hal ini sama pentingnya dalam pengaturan pakan itu sendiri agar seimbang, sehingga kuda memperoleh asupan nutrien yang dibutuhkan. Pakan yang baik secara ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini memungkinkan kita untuk memperoleh jumlah spesifik kebutuhan nutrisi bagi individu kuda. Pemberian pakan yang seimbang, pertama kali adalah dengan memahami fungsi dari berbagai jenis pakan. Hal yang penting dari setiap unsur akan sangat bervariasi tergantung dari kebutuhan kuda berdasarkan umur, kerja yang dilakukan dan kondisi lingkungan (Hamer, 1993). Ketersediaan pakan yang baik akan menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan kuda sehingga pakan merupakan faktor penting dalam peternakan kuda. Pakan utama kuda adalah rumput dengan berbagai jenis seperti Panicum muticum dan Brachiaria mutica. Pakan rumput hanya cukup untuk digunakan bagi kelangsungan hidup tetapi untuk kuda pacu atau olahraga perlu tambahan energi bagi kuda. Konsentrat yang diberikan antara lain konsentrat sereal yang terdiri dari gandum, jagung, produk tepung, sorgum, berbagai produk padi dan produk non sereal yang terdiri dari gula bit, rumput kering, kacang-kacangan (legum) seperti kedelai dan kacang (McBane, 1991). Kuda membutuhkan pakan sekitar 2,5% dari bobot badannya setiap hari. Pakan dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan hijuan, tergantung pada jenis kerja yang dilakukan dan tingkat kesehatan. Perlu diingat bahwa kuda merupakan hewan merumput dan oleh karena itu saluran pencernaannya membutuhkan serat kasar setiap hari. Perbandingan antara konsentrat dan serat kasar dalam pakan kuda yang kerjanya ringan diberikan persentase serat kasar yang banyak. Kuda yang digunakan pada latihan dan berburu diberikan perbandingan pakan yang seimbang antara konsentrat dan serat kasar, sedangkan kuda untuk perlombaan diberikan perbandingan konsentrat yang tinggi dibanding serat kasarnya (Hamer, 1993). Pakan kuda yang diberikan harus sesuai dengan umur dan fungsi kuda tersebut. Umur kuda dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu 1-6 bulan, 6-12 bulan, 12-24 bulan dan diatas 24 bulan. Kuda yang berumur 1-6 bulan tidak disediakan pakan khusus, karena masih dalam masa menyusu dengan induknya.
14
Induk kuda yang sedang menyusui memerlukan kebutuhan pakan yang cukup banyak baik untuk induk kuda maupun anaknya. Induk kuda menyusui dan induk bunting memerlukan pakan tiga kali lipat terutama untuk vitamin dan mineral. Kacangkacangan dan bungkil dapat membantu pembentukan air susu dalam jumlah yang cukup. Pengaturan pemberian pakan dapat dilakukan 2-3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari tergantung dari kuda dan fungsi kuda tersebut (Jacoebs, 1994). Hijauan. Makanan utama ternak herbivora secara alami adalah hijauan yang ada di padang rumput. Selain rumput sebagai hijuan ada leguminosa yang juga termasuk dalam hijauan pakan ternak. Definisi hijauan adalah bahan makanan ternak yang memiliki kandungan serat kasar yang tinggi. Rataan nilai seratnya lebih daripada 18% dari bahan keringnya. Fungsi hijauan pada ternak herbivora adalah untuk membantu mekanisme fisiologi tubuh ternak dan memberikan suplai zat makanan pada ternak (Crampton dan Harris, 1969). Hijauan mempunyai arti yang penting dalam makanan kuda. Performa yang dihasilkan kuda akan seiring dengan kualitas hijauan. Hijauan berkualitas baik akan menghasilkan performa kuda yang baik pula. Hijauan yang bagus tentunya tidak hanya sebagai sumber energi, tetapi juga sebagai sumber protein, vitamin, mineral, dan nutrisi lainnya (Mansyur, 2006). Konsentrat. Pakan utama kuda adalah rumput. Rumput hanya cukup untuk memenuhi kelangsungan hidup sehingga dibutuhkan pakan tambahan yaitu konsentrat dan vitamin. Pakan konsentrat merupakan pakan sumber energi bagi kuda. Konsentrat yang dapat diberikan antara lain konsentrat serealia yang terdiri atas gandum, jagung, sorgum, berbagai produk sereal dan non sereal yang terdiri atas gula bit, legum seperti kedelai dan kacang (McBane, 1994). Konsentrat adalah bahan makanan yang digunakan untuk meningkatkan kandungan zat makanan total. Zat makanan yang terkandung dalam konsentrat adalah protein, karbohidrat, dan lemak. Konsentrat mengandung serat kasar kurang daripada 18% dari bahan keringnya. Pada beberapa konsentrat komersial sudah mengandung suplemen yang menyumbang mineral dan vitamin (Crampton dan Harris, 1969).
15
Dedak Padi. Dedak padi merupakan hasil ikutan penggilingan padi yang berasal dari lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Proses pengolahan gabah menjadi beras akan menghasilkan dedak padi kira-kira sebanyak 10% pecahan-pecahan beras atau menir sebanyak 17%, tepung beras 3%, sekam 20% dan berasnya sendiri 50%. Persentase tersebut sangat bervariasi tergantung pada varietas dan umur padi, derajat penggilingan serta penyosohannya (Grist, 1972). Menurut National Research Council (1994) dedak padi mengandung energi metabolis sebesar 2980 kkal/kg, protein kasar 12,9%, lemak 13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,22%, Mg 0,95% serta kadar air 9%. Dedak padi merupakan hasil sampingan proses penggilingan padi. Pemanfaatan dedak di Indonesia saat ini hanya terbatas pada pakan ternak. Kebutuhan Zat Makanan Jumlah konsumsi bahan kering yang normal adalah 1,5-3% berat badan. Persentase tersebut berdasar dari hijuan dalam makanan dan variasi individu yang ditentukan oleh kondisi fisiologis kuda yang bersangkutan (Parakkasi, 2006). Jumlah pemberian pakan untuk kuda ditentukan pula menurut tujuan pemeliharaannya. Untuk kuda yang bekerja ringan (kurang dari 3 jam) diberi 0,5% konsentrat dan jerami 1 sampai 1,25% dari bobot badan ; kuda yang bekerja sedang (3 sampai 5 jam) diberi 1,0% konsentrat dan jerami 1 sampai 1,25% dari bobot badan ; serta untuk kuda yang bekerja berat (lebih dari 5 jam) biasanya diberikan 1,25% konsentrat dan 1,0% jerami dari bobot badannya (Blakely dan Bade, 1991). Besarnya ukuran bobot badan kuda akan mempengaruhi jumlah zat makanan yang dibutuhkan didalam pakan (Pilliner, 1992). Ada beberapa faktor yang menentukan jumlah zat makanan yang harus dikonsumsi oleh kuda yaitu tempramen, kondisi fisiologis, umur, berat badan, dan lama kerja/hari (Parakkasi, 2006). Energi adalah unsur esensial dalam hidup pokok. Kuda dapat menggunakan karbohidrat, lemak, dan protein sebagai sumber energi (Parakkasi, 2006). Besar kebutuhan energi dipengaruhi oleh komposisi dari tubuh ternak, intensitas bekerja, berat badan dan berat tumpangan, tingkat kelelahan, dan kondisi lingkungan. Besar energi untuk kehidupan pokok ternak dapat dihitung dengan persamaan : DE (Mkal/hari) = 0,975 + 0,021 W (kg), dimana W adalah bobot badan ternak (NRC, 1989). 16
Zat makanan lain yang perlu diperhatikan adalah protein. Kuda adalah ternak nonruminansia herbivora sehingga lebih diperhatikan kuantitas daripada kualitas dari protein (Parakkasi, 2006). Protein dibutuhkan untuk hidup pokok, proses reproduksi, pertumbuhan, dan kerja. Kebutuhan protein kasar (PK) untuk hidup pokok sebesar 40 g PK/Mkal DE (NRC, 1989). Pemberian Pakan Pada Anak Kuda. Ketika lahir kebutuhan pertama anak kuda adalah kolostrum karena mengandung immunoglobulin (McNamara, 2006). Ketika anak kuda baru lahir harus menerima kolostrum yang cukup dan diusahakan anak kuda dapat menyusu sendiri dengan normal. Anak kuda sering menyusu lebih dari 100 kali dalam 24 jam pada minggu pertama. Ketika berumur 10-21 hari maka anak kuda sudah harus mulai dikenalkan dengan hijauan dan konsentrat (Pilliner, 1992). Akan tetapi jumlah dan kualitas hijauan harus diperhatikan karena anak kuda umur 1-30 hari masih memiliki dinding usus yang tipis sehingga berpotensi terjadi pengelupasan atau luka karena bahan pakan. Deado et al. (1998) menyatakan bahwa 60% luka pada saluran pencernaan terjadi pada umur 1-30 hari dan 40% terjadi pada umur anak kuda umur 31-60 hari. Anak kuda akan mengalami perkembangan yang baik pada induk yang memproduksi susu normal dan dibiarkan menyusu langsung pada induknya selama 3-4 bulan (Perry et al.,2003). Pertumbuhan anak kuda akan lebih baik apabila menggunakan creep feed. Thompson et al (1988) menyatakan bahwa anak kuda yang diberi pakan creep feed dengan kandungan zat makanan sesuai NRC (1989) dan jumlah pemberian 1,5% bobot badan maka anak kuda akan memiliki bobot badan lebih besar, tinggi pundak yang lebih tinggi, dan panjang tulang metatarsal yang ketiga lebih panjang. Kerapatan struktur anak kuda dengan creep feed akan lebih rendah daripada yang tidak diberi creep feed. Creep feed diberikan pada anak kuda jika ingin mempercepat proses penyapihan. Creep feed dapat dilakukan dengan memberikan ransum konsentrat berbahan dasar skim milk dengan kandungan 18% protein kasar. Creep feed mulai diberikan setelah umur dua minggu dan berakhir pada minggu kedelapan. Creep feed sebaiknya diberikan sebanyak 0,5 kg tiap 100 kg bobot badan. Anak kuda disapih pada bobot 150-200 kg dan telah mampu mengkonsumsi 1-1,5 kg konsentrat. Setelah
17
anak kuda berumur 10-14 minggu maka pakan diberikan dengan kandungan 14-16% protein kasar (Pilliner, 1992). Anak kuda mengalami setengah dari pertumbuhannya pada tahun pertama. Anak kuda yang terlambat pertumbuhannya pada tahun pertama, biasanya tidak mempunyai kondisi yang baik pada tahun kedua, oleh karena itu anak kuda harus diberikan makanan yang cukup (Parakkasi, 2006). Kebutuhan energi tercerna untuk anak kuda berdasar NRC (1989) dapat dihitung dengan persamaan : DE (Mkal/hari) = DE hidup pokok (Mkal/hari) + (4,81 + 1,17X – 0,023X2) (PBB), dimana DE adalah digestable energy, X adalah umur (bulan ke-), dan PBB adalah pertambahan bobot badan per hari (kg). Kebutuhan protein untuk anak kuda dalam masa penyapihan sebesar 50 g/Mkal DE/hari. Pemberian Pakan Pada Kuda Masa Pertumbuhan. Pemberian pakan pada kuda lepas sapih, yearling, dan pada umur dua tahun berdasarkan tata laksananya adalah sama. Kuda pada masa pertumbuhan membutuhkan sejumlah protein dengan asam amino yang seimbang untuk pertumbuhan otot, menyumbang energi, dan membantu proses metabolisme pada tubuh. Sebaiknya pada awal pemberian diberikan 60-70% konsentrat (McNamara, 2006). Kuda lepas sapih mampu mengkonsumsi hingga 3,5 kg konsentrat dengan kandungan 14-16% protein kasar. Rasio hijuan dan konsentrat untuk lepas sapih adalah 30 : 70 berdasarkan bahan keringnya. Ketika berumur setahun, kuda membutuhkan 13,5% protein kasar dengan rasio hijauan dan konsentrat 40 : 60 dari bahan kering ransum total. Kebutuhan protein kasar menurun menjadi 11,5% ketika berumur 18 bulan dengan rasio hijauan dan konsentrat 55 : 45 dari bahan kering ransum. Sedangkan ketika berumur 24 bulan kebutuhan protein kasar mencapai 10% dengan rasio hijauan dan konsentrat 65 : 35 berdasar bahan kering ransum (Pilliner, 1992). Kebutuhan energi tercerna untuk anak kuda dalam masa pertumbuhan berdasarkan NRC (1989) dapat dihitung dengan persamaan : DE (Mkal/hari) = DE hidup pokok (Mkal/hari) + (4,81 + 1,17X – 0,023X2) (PBB), dimana DE adalah digestable energy, X adalah umur (bulan ke-), dan PBB adalah pertambahan bobot badan per hari (kg). Kebutuhan protein kasar (PK) untuk anak kuda dalam masa pertumbuhan (yearling) sebesar 45 g/Mkal DE/hari dan untuk kuda umur dua tahun kebutuhan PK sebesar 42,5 g/Mkal DE/hari.
18
Pemberian Pakan Pada Kuda Jantan Dewasa. Kuda jantan mengkonsumsi konsentrat sekitar 0,75-1,5 kg dengan kualitas yang baik setiap 100 kg bobot badannya. Ketika kuda jantan bekerja berat maka membutuhkan makanan dengan palatabilitas yang tinggi dan perlu adanya suplemen vitamin dan mineral. Vitamin yang sering kurang adalah vitamin E yang berhubungan langsung dengan fertility (Pilliner, 1992). Kuda jantan mengkonsumsi ransum dengan rasio konsentrat dan hijauan adalah 50:50 berdasar bahan kering ransum yaitu 1 lb konsentrat dan 1 lb hijauan setiap 100 lb bobot badannya. Pada saat musim kawin kuda jantan dengan bobot badan 500 kg membutuhkan 820 g protein kasar dan 20,5 Mkal DE per ekor per hari (NRC, 1989). Ketika bukan musim kawin kuda hanya membutuhkan zat makanan untuk hidup pokoknya. Kebutuhan energi tercerna untuk pejantan menurut NRC (1989) dapat dihitung dengan persamaan : DE (Mkal/hari) = 1,25 x DE hidup pokok (Mkal/hari) , dimana DE adalah digestable energy. Kebutuhan protein untuk kuda pejantan sebesar 40 g/Mkal DE/hari. Kebutuhan Pakan Pada Kuda Betina. Kuda betina yang tidak bunting tidak boleh terlalu gemuk dan tidak boleh terlalu kurus. Pemberian pakan kuda betina tidak bunting berdasarkan aktivitas yang dilakukan. Ketika aktivitas rendah, pada ransum kuda betina dibutuhkan 7,5-8% protein kasar, sedangkan kuda betina yang bekerja berat dan cepat membutuhkan 9,5-10% protein kasar dalam ransum, karena banyaknya protein kasar yang dibutuhkan disesuaikan dengan aktivitasnya, semakin berat tingkat aktivitasnya semakin tinggi pula kebutuhan proteinnya (Pilliner, 1992). Kebutuhan energi tercerna untuk kuda betina menurut NRC (1989) dapat dihitung dengan persamaan : DE (Mkal/hari) = 1,4 + 0,03 bobot badan (kg), dimana DE adalah digestible energy untuk hidup pokok. Kebutuhan protein untuk betina yang tidak bunting dan tidak sedang menyusui sebesar 40 g/Mkal DE/hari. Tata Laksana Pemberian Pakan Kuda Manajemen pakan perlu memperhatikan aturan pemberian pakan yaitu kebersihan seluruh tempat pakan dan air minum, pemberian pakan sedikit tetapi
19
sering, diusahakan fluktuasi kualitas pakan sekecil mungkin, jaga kebersihan dan kualitas pakan, usahakan ada bahan pakan yang masih segar seperti rumput segar, sesuaikan pakan dengan kondisi fisiologis ternak, tidak membiarkan ternak dalam keadaan kekenyangan apabila akan bekerja berat, air harus tersedia sebelum dan sesudah makan, pemberian pakan yang teratur, jangan memberikan vitamin dan mineral suplemen yang melebihi batas (McBane, 1995). Dalam pemberian pakan kuda usahakan sedikit serat dan pemberian pakan sesuai dengan umur ternak (Hamer, 1993). Sumber energi utama yang digunakan adalah glukosa, pati, dan serat. Untuk menghemat biaya pakan menurut McCall (1997) adalah pemanfaatan secara optimal hijauan berkualitas dan kuantitas zat makanan, perhatikan panduan penggunaan bahan pakan apabila ada, perhatikan kandungan zat makanan dalam bahan pakan, tidak menambahkan feed additive apabila tidak diperlukan, berikan pakan sesuai kebutuhan ternak, berikan obat cacing secara rutin, pemeriksaan gigi kuda secara rutin, berikan pakan kuda secara individu, pemberian pakan berdasarkan berat dan bukan volume, serta pemberian pakan secara teratur. Perawatan Tubuh Hal pertama yang harus dilakukan untuk membuat tubuh kuda bersih adalah selalu menjaga kebersihan peralatan yang digunakan untuk membersihkan kuda seperti sikat dan roskam (rose comb), karena alat yang kotor tentunya akan membuat tubuh kuda menjadi kotor. Karena kuda pada umumnya memiliki aktivitas banyak, maka perawatan tubuh yang wajib untuk dilakukan setiap hari adalah grooming. Grooming yaitu menyikat tubuh kuda dengan sikat khusus (body rush) dan roskam. Grooming bertujuan untuk menyingkirkan kotoran-kotoran yang berada di kulit kuda. Frekuensi grooming yang tepat adalah dilakukan dua kali sehari yaitu sebelum dan setelah kuda beraktivitas. Kuda tidak perlu terlalu sering dimandikan. Hanya kuda yang terlihat kotor yang wajib untuk dimandikan. Frekuensi mandi yang terlalu sering akan membuat kulit kuda menjadi kering karena kelembaban tubuhnya hilang (Gredley, 1999) Perawatan Kuku Perawatan kuku penting artinya bagi kesehatan kuda. Bahkan ada pepatah yang mengatakan “No hoof, no horse” yang dapat diartikan jika tidak ada kuku maka
20
tidak ada kuda. Kuda yang memiliki berat badan ratusan kilogram hanya ditumpukkan pada keempat kukunya sehingga jika terdapat kuku kaki yang sakit maka hidup kuda tidak akan dapat bertahan lama. Perawatan kuku yang diperlukan bagi kesehatan kuda adalah pembersihan kuku, pemotongan kuku, peladaman, dan pemeriksaan kesehatan kuku (Gredley, 1999). Pembersihan kuku meliputi tindakan memotong bagian ujung kuku kuda yang berlebih. Seperti kuku pada jari manusia, kuku kuda juga bertambah panjang ukurannya. Pemotongan kuku yang baik seharusnya dilakukan tiap enam sampai delapan minggu sekali, agar kuku selalu berada pada bentuk normal dan tidak mengganggu kuku saat berjalan dan berlari (Gredley, 1999). Kesehatan Kuda Memperhatikan kesehatan
kuda perlu dilakukan secara teratur untuk
menghasilkan performa kuda yang selalu baik. Program kesehatan pada ternak kuda meliputi pencegahan penyakit, pemberian obat cacing, dan tindakan pertolongan pertama. Unsur pertama dalam tata laksana pemeliharaan kesehatan kuda adalah kebersihan, baik kebersihan kandang maupun kuda itu sendiri. Kotak-kotak makanan, alas tidur, dan area kandang harus dikelola sebagaimana mestinya untuk mencegah timbulnya
masalah. Temperatur kandang seharusnya
mendekati
temperatur luar untuk mengurangi kemungkinan munculnya penyakit-penyakit pernafasan. Salah satu gejala pertama dari masalah apapun biasanya adalah rendahnya nafsu makan atau bahkan tidak mau makan sama sekali. Kuda yang sehat hampir selalu lapar dan ingin makan (Blakely dan Bade, 1991). Salah satu penyakit yang sering menyerang kuda adalah kolik. Gangguan pencernaan ini disebabkan oleh makan yang berlebih, minum berlebih pada waktu panas, makanan berjamur, dan investasi cacing gelang. Usus terhalang atau terjepit, dan menimbulkan rasa sakit, sedangkan kuda sangat sensitif. Tanda-tandanya adalah bergerak terus menerus, kesakitan, berkeringat, berguling-guling, dan tentu saja adanya rasa tidak nyaman. Tanda-tanda lainnya adalah kuda menolak untuk makan. Pengobatannya adalah dengan mengajak kuda berjalan-jalan sampai dokter hewan datang. Minyak mineral seringkali diberikan melalui pipa yang dimasukkan kedalam lambung (stomach tube) untuk menghilangkan pemadatan (Blakely dan Bade, 1991).
21
Kolik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya sakit di daerah perut, baik yang berasal dari alat pencernaan makanan maupun bukan, yang ditandai dengan kegelisahan, kesakitan dan secara langsung dengan gangguan peredaran darah dengan segala manifestasi kilinisnya. Kuda mudah menderita kolik karena kekhususan susunan anatomi pencernaannya, yaitu : lambung kuda berukuran relatif kecil, hingga untuk memenuhi kebutuhannya, makanan harus tidak terlalu lama tinggal didalam lambung ; pylorus kuda letaknya terjepit diantara kolon dorsal dan ventral ; kolon dorsal dan ventral tergantung longgar pada mesentrium yang panjang hingga mudah mengalami pemutaran atau perubahan letak anatomis (Subronto, 1985). Banyak hal yang dapat menyababkan kolik sehingga sangat penting untuk mengetahui secara tepat tipe serta penyebab dari kolik tersebut untuk dapat menetukan prognosis dan melakukan terapi. Ada beberapa macam kolik diantaranya adalah kolik konstipasi, spasmodic, timpani, sumbatan, lambung, dan trombo-emboli. Kolik konstipasi merupakan jenis kolik yang paling sering terjadi, kebanyakan kasus terjadi karena kurang berkualitasnya pakan, kurangnya jumlah air yang diminum, kelelahan setelah pengangkutan, keadaan gigi yang kurang baik sehingga pakan tidak dapat dikunyah dengan sempurna, setelah operasi, setelah pengobatan cacing, dan pada anak kuda yang baru dilahirkan karena retensi mukoneum. Gejala-gejala yang terlihat apabila menderita kolik konstipasi adalah kuda nampak lesu, nafsu makan sangat menurun atau hilang sama sekali, nafsu untuk minum biasanya masih ada. Rasa sakit pada daerah perut tidak begitu nyata, hingga untuk beberapa hari kuda tidak akan menunjukkan gejala-gejala klinis yang menyolok (Subronto, 1985). Kolik spasmodic adalah kolik akut, disertai dengan rasa mulas yang biasanya berlangsung tidak lama, akan tetapi terjadi secara berulang kali. Rasa mulas ditimbulkan oleh kenaikan gerak peristaltik usus
sehingga menyebabkan
tergencetnya syaraf. Kenaikan peristaltik ini dapat menyebabkan diare. Kolik spasmodic dapat terjadi karena pemberian pakan yang kasar yang sulit dicerna, dan penggantian pakan yang dilakukan mendadak. Gejala yang diperlihatkan kuda yang menderita kolik spasmodic antara lain kuda tidak tenang, menghentak-hentakkan kaki pada lantai dan untuk mengurangi rasa sakit kuda akan berguling-guling (Subronto, 1985).
22
Kolik timpani (Flatulent Colic) adalah kolik yang disertai dengan timbunan gas yang berlebihan pada kolon dan sekum. Pembebasan gas yang tertimbun terhalang oleh perubahan lain dari saluran pencernaan. Kolik jenis ini dapat terjadi akibat konsumsi pakan yang mudah mengalami fermentasi, atau faktor lain yang menyebabkan turunnya peristaltik, hingga memudahkan tertimbunnya gas yang berlebihan. Gejala yang timbul akibat kolik timpani antara lain distensi abdomen akan terlihat dari luar, baik di sebelah kiri maupun kanan. Kuda akan jadi gelisah, memukul-mukul lantai kandang, berjalan tanpa tujuan, dan tidak jarang kuda akan berguling-guling. Rasa sakit yang sangat akan merangsang keluarnya keringat yang berlebihan dan akan menyebabkan hilangnya nafsu makan dan minum (Subronto, 1985). Kolik sumbatan ditandai dengan adanya ingesta yang terhalang di usus oleh adanya batu usus atau bola serat kasar. Kolik ini juga ditandai dengan adanya rasa sakit
yang berlangsung secara progresif,
penurunan kondisi, dan gejala
autointoksikasi (penyakit yang disebabkan keracunan dari dalam tubuh sendiri). Kolik sumbatan dapat terjadi oleh adanya sumbatan di usus yang disebabkan pemberian makanan yang kasar dan kurangnya air yang diminum. Karena pakan banyak tercampur dengan tanah, lama kelamaan tanah dan serat kasar akan terikat dalam bentuk batu usus. Kuda yang menderita kolik sumbatan menunjukkan sakit yang meningkat sedikit demi sedikit, nafsu makan dan minum perlahan menurun, kuda nampak lesu dengan selaput mata yang hiperemik, dan dehidrasi terlihat jelas (Subronto, 1985). Kolik lambung terjadi akibat meningkatnya volume lambung yang berlebihan. Kolik ditandai dengan ketidaktenangan, anoreksia total (berkurangnya nafsu makan), rasa sakit yang terjadi mendadak atau sedikit demi sedikit, dan muntah. Kolik trombo-emboli terjadi akibat gangguan aliran darah kedalam suatu segmen usus, sebagai akibat terbentuknya simpul-simpul arteri oleh migrasi larva cacing Strongylus vulgaris. Cacing Strongylus vulgaris terdapat di semua bagian dunia. Banyak kuda yang mengalami infestasi cacing berat tanpa diserati gejala klinis yang nyata. Anak kuda yang berumur enam bulan keatas banyak yang terinfeksi oleh cacing tersebut (Subronto, 1985).
23
Penentuan Umur Berdasarkan Gigi Umur kuda dapat diperkirakan melalui bentuk dan jumlah gigi. Anak kuda dengan umur 6 sampai 10 bulan mempunyai gigi sebanyak 24 buah yang disebut dengan gigi susu, dimana gigi tersebut terdiri dari 12 gigi seri dan 12 gigi geraham. Gigi seri meliputi tiga pasang pada bagian rahang atas dan tiga pasang pada bagian rahang bawah (Bogart dan Taylor, 1983). Mengunyah dapat membuat gigi seri menjadi usang (aus dan menipis). Proses pengusangan gigi seri dimulai pada gigi seri bagian pusat (dari pertengahan) dan berlanjut secara menyamping. Anak kuda dengan umur satu tahun, bagian pusat gigi seri sudah mulai usang; umur 1,5 sampai 2 tahun gigi seri mulai pada bagian pertengahan hingga bagian luar dan mengarah kesamping sudah mulai usang. Proses penanggalan gigi seri dimulai pada umur 2,5 tahun. Gigi seri bagian pusat tanggal terlebih dahulu dan akan menjadi gigi parmanen. Kuda yang berumur empat tahun ditandai dengan tanggalnya gigi bagian pertengahan dan pada umur lima tahun, bagian luar, atau samping, gigi seri sudah mulai tanggal dan digantikan dengan gigi permanen. Kuda yang berumur lima tahun ini dikatakan telah bermulut “penuh” karena semua gigi telah permanen. Umur 6 sampai 8 tahun gigi parmanen sudah usang yang mulai dari bagian pusat hingga bagian pertengahan mengarah kesamping (Bogart dan Taylor, 1983). Pemanfaatan Kuda Pemanfaatan kuda oleh manusia bermacam-macam tergantung pada tipe, umur dan kebiasaan, yaitu (1) sebagai sumber makanan, (2) sebagai peralatan militer (3) sebagai kuda olahraga, dan (4) kuda pertanian atau kuda tarik atau sebagai alat transportasi. Kuda Sebagai Sumber Makanan Awalnya, kuda diburu oleh manusia untuk dijadikan sebagai sumber makanan. Pemburuan kuda ini terjadi sebelum kuda didomestikasi sekitar 25.000 juta tahun yang lalu. Tulang-tulang kuda tertimbun di Solutre, Rhone Valley, Perancis Selatan. Tulang ini diperkirakan berasal dari peternakan kuda yang memiliki 100.000 ekor kuda (Ensminger, 1962).
24
Pengenalan daging kuda dimulai pada abad ke-19 oleh negara Perancis melalui sebuah masakan (taboo) yang berasal dari daging kuda. Hal ini merupakan kejadian langka pada abad tersebut. Saat itu, taboo menjadi bahan perdebatan besar, tidak hanya dengan status masakan Perancis, tetapi juga dengan status kuda tersebut. Sedangkan legalisasi daging kuda untuk makanan manusia pada tahun 1866 dibenarkan terutama atas dasar sosial ekonomi. Konsumsi kuda menjadi kontroversi karena status ternak kuda yang menjadi ternak kesayangan (Spring, 2007). Ternak kuda mempunyai potensi cukup besar sebagai salah satu sumber makanan. Potensi tersebut dapat dilihat dari populasi ternak dan produksi daging yang dihasilkan. Tiga daerah yang menjadi penghasil daging kuda terbesar di Indonesia yaitu Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Ditjenak, 2009). Daging kuda memiliki kandungan gizi yang hampir setara dengan jenis daging ternak. Evanousky dan Foster (1997) melaporkan bahwa daging kuda di Amerika banyak diminati karena kandungan proteinnya yang tinggi, rendah lemak, cita rasa yang agak manis dan mempunyai keempukan yang lebih baik daripada daging sapi. Perkembangan konsumsinya sangat lambat dibandingkan dengan perkembangan konsumsi daging asal ternak ruminansia dan unggas. Perkembangan ini tergantung pada umur potong, bangsa kuda dan keberadaan fungsinya sebagai hewan pekerja. Sistem yang digunakan untuk potongan kuda di Amerika adalah sama dengan sistem potongan (retail cuts) pada sapi. Karakteristik dagingnya yang telah diketahui antara lain adalah lebih banyak daging (lean) dibanding ternak lainnya dan mempunyai rasa yang agak manis. Daging dari kuda berumur lebih daripada tiga tahun mempunyai warna merah terang dan lebih baik dalam flavour. Daging dari kuda muda lebih empuk dan mempunyai warna yang lebih terang. Potongan daging kuda yang paling populer berasal dari hindquarter, tenderloin, sirloin, fillet steak, dan rump (Evanousky dan Foster, 1997). Stull (1997) menyatakan bahwa umumnya ternak kuda yang dipotong di Amerika memiliki kondisi tubuh yang ideal untuk menghasilkan daging yang baik.
25
Kuda Sebagai Peralatan Militer Manusia menggunakan kuda sebagai sarana dalam berperang. Kuda ditunggangi para prajurit dan untuk mengangkut peralatan perang seperti alat pemanah dan pelanting bata. Menurut catatan sejarah, penggunaan kuda dalam kemiliteran sudah dilakukan oleh bangsa-bangsa Kassistan di Mesopotania, Hyksas di Mesir, Milarnia di Syria, dan Arya di India sejak tahun 1700-1400 SM (Soehardjono, 1990). Pemanfaatan berbagai jenis kuda sebagai penunjang tempur mengalami kemajuan terutama setelah Inggris pada abad XVIII menggunakan satuan kavaleri dalam pasukannya di Amerika. Penggunaan kuda sebagai sarana militer berkembang di Indonesia sejak berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang mulai berperang dan kuda digunakan sebagai kendaraan perang (Soehardjono, 1990). Kuda Untuk Olahraga Kuda digunakan sebagai sarana berolahraga atau biasa disebut pacuan kuda. Pacuan kuda adalah olahraga berkuda yang paling alami. Kuda dirancang menggunakan kecepatannya untuk mengalahkan lawan-lawannya. Seekor kuda pacu dilatih untuk menahan berat pada punggungnya atau joki dan sejumlah kendali tertentu, tetapi faktor yang paling menentukan keberhasilannya adalah kondisi kuda (Pilliner dan Houghton, 1991). Olahraga berkuda di Indonesia dikembangkan oleh bangsa Belanda sebelum perang dunia kedua di beberapa tempat di pulau Jawa. Olahraga ini awalnya hanya diperuntukkan oleh kalangan keluarga kerajaan, namun tahun 1929-1930-an olahraga ini mengalami perkembangan yang pesat dengan seringnya diselenggarakan pertandingan di Jakarta dan Bandung. Olahraga ini mengalami kemunduran dan hampir lenyap pada masa pendudukan Jepang. Usaha peternak memajukan olahraga ini dengan cara mendatangkan kuda jenis tunggang dari Australia dalam rangka mengusahakan pemuliaan kuda yang ada (Soehardjono, 1990). Kuda Sebagai Alat Transportasi Peranan kuda tidak hanya sebagai sumber makanan, tetapi sudah mulai bergeser menjadi alat transportasi, rekreasi, dan olahraga. Namun, fungsi kuda sebagai alat transportasi sehari-hari sudah banyak mengalami penurunan, karena
26
adanya alat-alat transportasi berteknologi tinggi seperti mobil dan angkutan umum lainnya. Akan tetapi, di beberapa tempat di Indonesia kuda masih banyak digunakan sebagai alat transportasi. Variasi alat transportasi yang menggunakan kuda antara lain adalah Kereta Perang, Kereta Kencana, dan Kereta Kuda (Angga, 2009). Delman
merupakan
salah
satu
alat
transportasi
tradisional
yang
pengoperasiannya tidak menggunakan mesin melainkan menggunakan kuda sebagai penggantinya. Delman masih banyak digunakan di Indonesia dan Belanda. Orang Belanda sering menyebut kendaraan ini dengan nama dos-a-dos (punggung pada punggung, arti harfiah bahasa Perancis), yaitu sejenis kereta yang posisi duduk penumpangnya saling memunggungi. Istilah dos-a-dos kemudian oleh penduduk pribumi Batavia disingkat menjadi sado (Angga, 2009). Alat transportasi lain yang menggunakan kuda adalah gerobak. Komponen delman terdiri dari kuda, gerobak, dan kusir atau pengemudi. Gerobak adalah kendaraan atau alat yang memiliki dua atau empat roda yang digunakan sebagai sarana transportasi. Gerobak dapat ditarik oleh hewan seperti kuda, sapi, kambing atau dapat pula ditarik oleh manusia. Gerobak tangan yang didorong oleh manusia digunakan secara luas diseluruh dunia (Wikipedia, 2011a). Kuda beban menggunakan pelana sebagai tempat untuk menyimpan barang. Pelana adalah barang penyokong untuk penunggang kuda maupun muatan lain yang diikatkan ke punggung hewan (Wikipedia, 2011b). Tujuan utama peggunaan kekangan pada kuda adalah untuk membantu dalam mengendalikan kuda, biasanya kekangan tidak hanya dililitkan pada bagian kepala, ada juga kekangan yang diletakkan didalam mulut kuda sehingga kuda menggigit kekangan tersebut. Kekangan yang diletakkan didalam mulut kuda disebut bit. Bit biasanya terbuat dari besi, plastik atau karet. Penggunaan bahan-bahan untuk bit sangat mengikat mulut kuda dan sensitif serta mudah terluka (McBane, 1995). Kekangan dapat diklasifikasikan kedalam lima bagian yaitu : snaffle, weymouth atau kekangan ganda, pelham, gag dan bitless bridles atau kekangan tanpa bit. Bagian-bagian kekangan dipasangkan pada bagian kepala, pipi, kening dan batang hidung, dimana semua bagian kekangan dihubungkan dengan tali kekang. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kekangan atau pelana terbuat dari kulit sapi atau kulit babi. Kulit babi merupakan bahan yang baik dalam pembuatan
27
kekangan khususnya pelana, karena kulit babi yang tipis, kuat dan elastis ( Edwards, 1963). Kuda Beban (Pack Horse) Kuda beban umumnya mengacu kepada suatu equid seperti kuda, bagal, keledai atau kuda yang digunakan untuk membawa barang-barang di punggungnya, biasanya diletakkan dalam tas yang berada disisi kiri dan kanan kuda. Biasanya kuda beban digunakan untuk melewati daerah yang sulit, dimana tidak ada jalan untuk penggunaan kendaraan beroda. Penggunaan kuda beban sudah ada sejak masa neolitik hingga saat ini. Saat ini, negara-negara barat menggunakan kuda beban untuk rekreasi, namun kuda beban masih merupakan bagian penting dari transportasi sehari-hari yang digunakan untuk membawa barang (Wikipedia, 2011c).
28