II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Asal-usul dan Sejarah Kuda Kuda termasuk golongan hewan dalam filum Chordata yaitu hewan yang
bertulang belakang, kelas Mammalia yaitu hewan yang menyusui anaknya (Blakely dan Bade, 1991). Hewan ini telah lama menjadi salah satu ternak penting secara ekonomis dan telah lama memegang peranan penting dalam pengangkutan orang dan barang selama ribuan tahun. Kuda dapat ditunggangi oleh manusia dengan menggunakan sadel dan dapat pula digunakan untuk menarik sesuatu seperti kendaraan beroda. Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) memiliki klasifikasi zoologis sebagai berikut (Ensminger, 1962): Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Perissodactyla
Family
: Eqiuidae
Genus
: Equus
Spesies
: Equus caballus
Tetua kuda berasal dari tiga tipe primitif kuda yang sampai sekarang salah satunya bertahan. Kuda tersebut adalah (1) forest horse, dikenal sebagai equus caballus silvaticus atau diluvial horse yang kemungkinan dibentuk dari equus caballus germanicus yang bertahan pada masa setelah jaman es dengan tinggi 1.52 m dengan rambut yang kasar, ekor dan bulu tengkuk yang lebat, serta tapak kaki yang lebar yang cocok untuk daerah rawa. Warna bulu biasanya berwarna
7 merah atau hitam, (2) przewalskii asiatic wild horse adalah kuda liar yang masih bertahan sampai sekarang dengan nama ilmiah equus caballus przewalskii przewalskii. Di daerah mongol dikenal dengan nama taki dan orang kirghis menyebutnya kertag. Kuda ini ditemukan di daerah asia tengah oleh peneliti rusia bernama mikhalovitch przewalskii pada tahun 1879. Kuda ini berbeda dengan keturunan kuda domestik disebabkan perbedaan kromosom yaitu 66, sedangkan yang domestik 64. Kuda przewalskii mempunyai tinggi sekitar 1.32 m dengan keeempat kaki berwarna hitam serta ekor dan rambut tengkuk berwarna hitam, sedangkan daerah di bawah perut berwarna krem, dan (3) kuda tarpan, merupakan kuda liar yang menyebar ke eropa timur sampai ukraina. Kuda tarpan ini mempunyai nama ilmiah equus caballus gmelini. Kuda tarpan liar terakhir dengan jenis kelamin betina mati di askanianova (sebelah timur crimea ukraina) pada tahun1880. Kuda ini mempunyai tinggi 1.32 m (Edward, 1994). 2.2
Klasifikasi Kuda Menurut Edward (1994), kuda dibedakan menjadi kuda berdarah dingin
(coldbloods), berdarah panas (hotblood), dan berdarah hangat (warmblood). Kuda hotblood identik dengan kuda tipe ringan yang agresif seperti kuda Arab, sedangkan kuda coldblood indentik dengan kuda tipe berat yang sering digunakan untuk menarik beban. Kuda dapat diklasifikasikan menjadi kuda tipe ringan, tipe berat maupun kuda poni sesuai dengan ukuran, bentuk tubuh dan kegunaan. Kuda tipe ringan mempunyai tinggi 1,45-1,70 m saat berdiri, bobot badan 450-700 kg dan sering digunakan sebagai kuda tunggang, kuda tarik atau kuda pacu. Kuda tipe ringan secara umum lebih aktif dan lebih cepat dibandingkan kuda tipe berat. Kuda tipe berat mempunyai tinggi 1,45-1,75 m saat berdiri dengan bobot badan diatas 700
8 kg dan biasa digunakan sebagai kuda pekerja. Kuda poni memiliki tinggi kurang dari 1,45 m jika berdiri dan bobot badan 250-450 kg. Beberapa kuda berukuran kecil biasanya juga terbentuk dari keturunan kuda tipe ringan (Ensminger, 1962). 2.3
Penyebaran Kuda di Indonesia Perkembangan kuda di Indonesia dimulai sejak berdirinya kerajaan Hindu
dan Budha pada abad ke-7 Masehi. Kerajaan-kerajaan ini memiliki armada maritim yang kuat sehingga mempercepat usaha pengembangbiakan dan penyebaran kuda keseluruh wilayah indonesia mulai dari pulau Jawa sampai Sulawesi bahkan sampai ke pulau-pulau kecil lainnya (Soehardjono, 1990). Kuda yang terdapat di wilayah Asia Tenggara khususnya Indonesia termasuk jenis kuda pony yang merupakan keturunan kuda Mongolia (keturunan kuda przewalskii) yang menyebar dari wilayah bagian timur dan selatan dari pegunungan India dan Tibet sampai ke Indonesia melewati Thailand dan Cina. Kuda pony pada umumnya memiliki tinggi badan antara 1.13-1.33 m dengan bentuk badan yang kurang serasi karena kaki bagian depan lebih berkembang dibandingkan kaki bagian belakang (Edward, 1994). Pemuliaan kuda di kepulauan Indonesia dimulai sejak tahun 1800 dengan mendatangkan beberapa ekor kuda yaitu kuda Arab, kuda Australia, dan kuda Eropa. Jenis kuda Eropa didatangkan dari negeri Belanda, Jerman, dan Belgia. Kuda-kuda ini selanjutnya disebarluaskan ke beberapa daerah di indonesia untuk dikawinkan dengan kuda lokal yang terdapat di daerah tersebut. Kuda Arab disebarluaskan dan dikembangbiakan di daerah Sumatera Barat, kuda Australia di daerah Jawa dan kuda Eropa di daerah Sulawesi Utara (Soehardjono, 1990). Keturunan kuda yang dihasilkan di sumatera barat dinamakan kuda sandel arab
9 Sumatera Barat (SA), di daerah Jawa dinamakan kuda priangan dan di daerah Sulawesi Utara dinamakan kuda minahasa (Soehardjono, 1990). Pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1918 membangun pusat pengembangan dan pembibitan kuda di Padang mangatas, Sumatera Barat yang berfungsi sebagai tempat persilangan kuda Sandel dan kuda Arab. Hasil persilangannya dinamakan kuda Sandel Arab yang memiliki tinggi 1.28-1.42 m. Pengembangbiakan kuda kembali dilaksanakan pada tahun 1950 setelah terjadi perang dunia ke-2 oleh pihak kavaleri angkatan darat untuk membentuk pasukan berkuda. Pengembangbiakan dilakukan di Parompong, Jawa Barat dengan mendatangkan kuda pejantan dari luar negeri yang bernama Dark Chevallier dan telah berhasil membuahkan keturunan kuda pacu yang baik (Soehardjono, 1990). Menurut Jacoebs (1994) bahwa kuda yang terdapat di Indonesia pemuliabiakannya dipengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungannya. Tinggi badannya berkisar antara 1.15-1.35 m sehingga tergolong dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ciri-ciri lain, bentuk leher tegak dan lebar. Tengkuk umumnya kuat, punggung lurus dan pinggul kuat. Letak ekornya tinggi dan berbentuk lonjong, dada lebar, sedang tulang rusuk berbentuk lengkung serasi. Kakinya berotot kuat, kening dan persendiannya baik. Sedangkan bentuk kuku adalah kecil dan berada diatas telapak yang kuat. Jika kuda ini berdiri, akan tampak sikapnya yang kurang serasi (kurang baik), karena kedua kaki bagian muka lebih berkembang bila dibandingkan dengan kaki belakang. Sikap berdiri seperti ini terdapat pada berbagai jenis kuda di Asia Tenggara.
10 2.4
Deskripsi Kuda Lokal Kuda yang terdapat di Asia Tenggara termasuk ras Timur. Ini berbeda
dengan kuda ras Eropa yang memiliki tengkorak kepala lebih besar. Melihat bentuk wajah, kuda ras Timur , diduga merupakan keturunan kuda Mongol. Kuda yang berada di Indonesia pada umumnya memiliki tinggi pundak antara 1,13 1,33 m dan rata-rata bobot badannya 300 kg. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, dan lebar. Tengkuk umumnya kuat, punggung lurus, pinggul kuat. Letak ekornya tinggi serta berbentuk lonjong,dada lebar, sedang tulang rusuk berbentuk lengkungan serasi. Kakinya berotot kuat, kering dan persendian baik. Bentuk kuku kecil dan berada di atas telapak yang kuat. Jika kuda ini berdiri, akan nampak sikapnya yang kurang serasi, karena kedua kaki bagian muka lebih berkembang dibandingkan dengan kaki belakang. Sikap berdiri ini terdapat pada berbagai jenis kuda di Asia Tenggara (Soehardjono, 1990). Kuda lokal yang ada di Indonesia terdiri dari beberapa jenis yaitu : Kuda Makassar, Kuda Sumba, Kuda Sumbawa, Kuda Sandel, Kuda Bima, Kuda Flores, Kuda Savoe (Savoenees), Kuda Sumatra 2.5
Kuda Delman Setelah kuda di domestikasi untuk dimanfaatkan dagingnya sebagai
sumber bahan makanan, kuda juga digunakan untuk membawa penunggang yang didukung oleh punggung kuda yang kuat. Dalam upaya pengadaan sarana transportasi yang mampu memuat beban yang lebih besar juga lebih cepat. Seorang penemu merencanakan untuk membuat benda yang menyerupai keranjang yang dijepit oleh dua tongkat panjang, keranjang tersebut berguna untuk membawa penumpang maupun barang-barang. Salah satu ujung kedua tongkat tersebut ditempatkan pada punggung kuda dan ujung lainnya di bagian
11 belakang digunakan untuk menarik beban yang diseret diatas tanah. Dalam upaya untuk meningkatkan kekuatan kendaraan ini juga agar mampu membawa beban yang berat, maka orang tersebut meyangga tongkat panjang pada as roda kayu dan dua roda yang terbuat dari kayu, sehingga tercipta kereta beroda dua. Kemudian dikembangkan penggunaan tali kekang kulit yang mampu memindahkan daya tarik dari belakang ke pundak kuda yang telah disesuaikan sehingga kuda dapat dikendalikan dengan baik (Ensminger, 1977). Di
negara-negara
yang
sedang
berkembang
seperti
Indonesia,
pengangkutan dengan kuda masih penting artinya. Banyak daerah yang belum dapat dilalui oleh kendaraan bermotor karena belum mempunyai jalan-jalan raya untuk kendaraan bermotor tersebut. Disamping itu kuda memang masih dianggap sebagai alat pengangkutan yang lebih praktis dan murah dibandingkan dengan alat-alat pengangkutan yang praktis dan murah dibandingkan dengan alat-alat lain yang ada. Kuda beban, delman, gerobak/pedati dan sebagainya masih merupakan alat pengangkutan yang penting di desa maupun di kota besar atau kecil, di samping kendaraan-kendaraan bermotor beraneka kapasitas. Sebagai penarik gerobak, di beberapa tempat kuda mendapat saingan dari kerbau dan sapi. Untuk berat badan yang sama, ketiga ternak ini mempunyai kekuatan yang sama, akan tetapi sapi dan kerbau lebih lamban (Prakkasi, 1986). 2.6
Sejarah Kuda Delman di Tempat Penelitian Tahun 1968 berdiri tempat perkumpulan delman atau bisa dibilang terminal delman di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Cicendo Kota Bandung. Kuda yang digunakan yaitu kuda Sandel yang biasanya didapatkan dengan cara membeli di pasar kuda di Cimahi, Jawa Barat.
12 Pemilik kuda delman umumnya mewariskan kuda dan delmannya pada keturunan mereka sejak dahulu hingga sampai saat ini, namun ada juga yang tidak mau meneruskan pekerjaan sebagai tukang delman seperti orang tuanya, namun mencoba peruntungan lainnya dengan mencari pekerjaan yang lain. Sekitar tahun 1970an angkutan delman masih sangat terasa keberadaannya di masyarakat sebagai angkutan umum yang bisa juga di manfaatkan sebagai angkutan barang, namun kini keberadaannya sudah mulai sulit ditemui karena semakin canggihnya teknologi yang ada dan dengan bermunculan kendaraannya yang kecepatannya mampu melebihi kecepatan delman. Para pemilik delman biasanya tidak langsung mengganti keretanya apabila ada kerusakan namum memperbaikinya terlebih dahulu, mereka mendapatkan kereta tersebut dengan cara membuat sendiri atau membeli pada tukang delman lainnya. Kuda yang dipelihara para tukang delman kurang mendapatkan perawatan yang baik dikarenakan biaya untuk membeli makanan dan vitamin, namun para pemilik delman berusaha agar kuda tidak haus dan tidak kelaparan, dalam sehari biasanya kuda diberi rumput 10 sampai 15kg dan juga konsentrat. Setiap seminggu sekali kuda kuda delman dimandikan dengan air bersih dan perawatan hariannya dengan menyisir badan kuda. Penghasilan yang diperoleh para tukang delman sehari hari tidak menentu karena saingan angkutan sekarang ini sangat banyak, ada ojek dan angkutan kota, harga juga ikut bersaing, harga delman satu orang 3 ribu rupiah namun apabila penumpang memiliki bobot badan lebih besar harganya menjadi 5 ribu rupiah per orangnya.
13 Perkumpulan delman di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Cicendo Kota
Bandung
memiliki
70
ekor
kuda
dengan
pemilik
yang
berbeda.Perkumpulan tersebut memiliki seorang ketua yaitu Pak Sair Effendi dengan wakil ketuanya Pak Yayat. Pelaksanaan penelitian yang dilakukan yaitu 30 ekor kuda jantan dengan umur rata rata 15 sampai 20 tahun dan kuda yang digunakan yaitu kuda Sandel beserta gerobak delman dengan menimbang berat gerobak delman. 2.7
Anatomi dan Fisiologi Sistem Pergerakan Kuda Istilah anatomi digunakan untuk menunjukan ilmu yang mempelajari
bentuk dan struktur semua organisme. Berbeda dengan anatomi, yang pada dasarnya mempelajari struktur, fisiologi merupakan ilmu yang mempelajari fungsi tubuh secara lengkap dan fungsi semua bagian-bagian tubuh (seperti sistem organ, jaringan, sel dan komponen sel), termasuk proses biofisika dan biokimia yang terjadi dalam tubuh. Berhubungan dengan kuda, sistem yang mempunyai peran penting adalah sistem otot (Frandson, 1992). Gerak merupakan hasil dari perjalanan saraf yang saling berkoordinasi melalui berbagai sistem dalam tubuh, reseptor mengirimkan pesan berupa penghantaran impuls kepada otak, otak mengolah pesan tersebut sampai akhirnya pesan tersebut diterima oleh efektor (berupa tanggapan/gerak). Selanjutnya, pergerakan terjadi karena kerja sama antara otot dan tulang, dimana otot sebagai alat gerak aktif dan tulang sebagai alat gerak pasif. Pergerakan lari pada kuda merupakan hasil kerja sama antara otot dan kerangka penyusunnya, otot yang menempel pada kerangka berkontraksi membentuk sebuah tali yang keras dan memiliki gaya pegas untuk menarik tulang atau kerangka. Gerak terjadi akibat
14 adanya kontraksi dari otot, saat otot berkontraksi dibutuhkan energi berupa ATP (adenosine triphosphat). ATP ini di produksi dari rangkaian metabolisme energi yang terjadi di dalam sel. Perfoma yang maksimal membutuhkan sistem tubuh yang beroperasi pada kapasistas maksimumnya (Hinchliff. dkk, 2008). Kerja kuda yang maksimum berhubungan dengan kerja otot yang sesuai dengan fungsinya. untuk dapat kerja dengan optimum, otot memerlukan energi yang diambil dari glikogen, dan konsumsi oksigen dalam tubuh. Kerja kuda yang optimum didapat dari latihan yang baik dan teratur. Menurut Gibbs, dkk. (2004) waktu yang cukup dan memadai dalam latihan merupakan dasar yang kuat bagi kuda untuk melakukan aktivitas otot lebih tinggi lagi. 2.7.1
Sistem Otot Kuda Sistem otot adalah sistem organ pada hewan yang menyebabkan gerakan
dan dikontrol oleh sistem saraf. Pada pergerakan langkah Trot, otot yang banyak berperan adalah otot pada bagian kaki depan dan kaki belakang. Menurut Frandson
(1992)
otot
kaki
depan
meliputi
otot
trapezius
dan
otot
omotransversarius yang memepertahankan skapula dan di dalamnya terdapat romboides dan otot seratus ventralis. Masing-masing otot berperan untuk gerak mengayun skapula. Selanjutnya, otot yang bekerja pada persendian bahu ialah otot brakiosefalikus dan terdiri dari otot supra spinatus, otot subskapularis, dan otot deltoideus. Masing-masing berperan dan pergerakan pada persendian bahu yang berbentuk bola dan cekungan dengan demikian semua jenis gerakan dapat dilakukan. Otot yang bekerja pada siku adalah otot ekstensor dan otot fleksor karena siku merupakan sendi engsel. Otot yang terletak di bagian depan siku merupakan otot fleksor sedangkan otot yang terletak di bagian belakang siku merupakan otot
15 ekstensor. Otot fleksor siku terdiri dari otot brakialis, otot teres pronator, otot ekstensor karpus. Otot yang bekerja pada karpus, otot ini juga bekerja sebagai engsel dan terdiri dari ekstensor karpus dan fleksor karpus. Ekstensor karpus terdiri dari otot ekstensor karpi radialis dan karpi urnalis, sedangkan pada otot fleksor karpus terdiri dari otot fleksor karpi radialis dan fleksor karpi urnalis. Otot yang bekerja pada digit dikelompokan menjadi ekstensor digit yang terdiri dari otot ekstensor digitalis komunis, otot digital lateral, otot ekstensor digital medial dan otot ekstensor abductor digit satu. Pada otot yang bekerja pada digit terdapat juga otot fleksor digit yang terdiri dari otot fleksor digital superfisial dan otot fleksor digital dalam. Otot yang banyak berperan pada pergerakan seekor kuda adalah otot bergaris melintang karena merupakan perekat tulang rangka. Otot bergaris melintang (muscle atau musculus) ini terdiri atas serat-serat otot atau fiber yang dibungkus dengan perimycium. Setiap fiber terdiri atas serat halus atau myofibril. Myofibril ini yang menimbulkan kegiatan kontraksi dan relaksasi (Soeharsono, 2010). Kegiatan kontraksi otot yang bisa menarik dan mengendur mengakibatkan pergerakan pada kuda. Kemampuan berlari tergantung pada cepatnya kontraksi dari sebagian besar serabut-serabut otot (Frape, 1986). Serabut-serabut otot yang lebih besar memiliki potensi yang lebih besar pula untuk menghasilkan tenaga atau daya untuk berjalan atau berlari. Dalam hal ini ATP yang tersedia dalam otot lebih tinggi, maka akan meningkatkan daya tahan (endurance) ketika kecepatan lari bertambah (Kearns dan Keever, 2001). Selama berkontraksi ATP berubah menjadi ADP ditambah sejumlah energi digunakan untuk berkontraksi. Untuk kembali menjadi ATP dibutuhkan sumber energi dan oksigen. Sumber energi bisa
16 didapat dari makanan. Serat otot menghasilkan energi dalam bentuk (adenosine trifosfat) ATP, yang menghasilkan kerja mekanik, melalui protein kontraktil. Susunan struktural dari sistem musculoskeletal menyediakan sarana yang dapat digunakan untuk memanfaatkan energi ini, baik untuk pergerakan kaki kuda dalam pola berirama, atau memungkinkan kontraksi diafragma, yang memberi kontribusi besar untuk upaya dalam inspirasi (Hinchcliff, dkk. 2008). 2.8
Sistem Kerangka Kuda Bagian tubuh yang menyusun tinggi pundak dan panjang badan adalah
otot dan kerangka, dimana tinggi pundak dan panjang badan merupakan ukuran tubuh yang mempengaruhi pada pergerakan kuda.Tulang berfungsi sebagai pelindung bagi organ penting dalam tubuh, mendukung bagian bagian lunak pada tubuh, menyediakan kerangka bagi kuda untuk melakukan gerak. Tulang atau kerangka yang menyusun konstruksi tinggi pundak terdiri dari kerangka kaki depan, yaitu scapula, humerus, ulna, radius, karpus, metacarpus, falanx proksimal, falanx medialis, dan digiti sedangkan kerangka kaki belakang terdiri dari femur, tibia, tuber, kalkis, tarsus, metatarsus dan digiti (Frandson, 1992). Otot-otot kerangka kuda mempunyai perkembangan
yang pesat,
khususnya pada bangsa kuda atletik. Berbeda dengan kebanyakan mamalia, dimana 30-40% dari bobot badan terdiri dari otot, dan bangsa kuda bukan atletik sekitar 42% bobot badan terdiri dari otot, pada bangsa kuda atletik lebih dari separuh sekitar 55% dari berat badan dewasa bangsa kuda atletik terdiri dari otot rangka (Hinchckiff. Dkk,2008). 2.9
Ukuran Tubuh Dengan Panjang Langkah Trot Ukuran tubuh merupakan sifat kuantitafif yang mudah untuk diamati. Sifat
kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur dan dipengaruhi oleh banyak pasangan
17 gen dan factor lingkungan. Sifat kuantitatif yang dapat diamati dari kuda adalah tinggi pundak, panjang badan, bobot badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, bobot lahir, dan bobot sapih. Tinggi pundak dapat diukur dengan cara tegak lurus pada satu dataran dengan ketinggian yang sama dan mengukur dari titik tertinggi pundak sampai ke tanah ( Ensminger, 1991). Keadaan pundak sangat menentukan kecepatan dan ketangkasan seekor kuda. Pundak kuda harus panjang, tonjolan kuda terlihat jelas dan miring. Tinggi pundak kuda dapat dikategorikan yaitu, ukuran tinggi pundak dibawah 130 cm masuk kategori sangat kecil, 131 – 147 cm masuk kategori sedang, 148 – 158 cm masuk kategori sedang, 159 – 169 cm masuk kategori besar, dan diatas 170 cm masuk kategori sangat besar (Sasimowski, 1978). Kecepatan lari pada kuda dihasilkan oleh perpaduan antara panjang langkah dan frekuensi melangkah. Tinggi pundak berhubungan dengan kecepatan lari, semakin tinggi pundak makin baik sehingga mempunyai daya mobilitas dan daya tahan (endurance) yang tinggi (Bandiati, 1990) Panjang badan diukur dari jarak garis miring antara titik bahu (point of shoulder) sampai bagian pangkal ekor (point of buttocks). Panjang badan pada umumnya memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tinggi pundak (Bandiati, 1990) bahwa panjang badan relatif pendek akan membantu pergerakan badan sehingga akan lebih cepat dan akan menjamin kesinambungan gerak. Sistem kerja otot merupakan peran penting dalam fisiologi yang sangat berhubungan dengan pergerakan kuda. Salah satu fungsi otot adalah untuk pergerakan, berjalan dan berlari. Serabut otot rangka terdiri dari beratus – ratus myofibril yang mempunyai diameter 1- 2 um (Soeharsono, 2010).
18 Daya tahan kuda berkaitan dengan perbaikan denyut jantung. Perbaikan denyut jantung yang lambat dapat menghambat penyaluran oksigen. Hal ini dapat berpengaruh terhadap tenaga atau daya yang dikeluarkan saat berlari, sehinga dapat mempengaruhi dalam perhitungan jumlah langkah. Frekuensi melangkah dipengaruhi oleh frekuensi kebiasaan otot dan mekanisme posisi otot (Hickman, 1987). 2.10 Analisis Korelasi Analisis korelasi adalah studi yang membahas tentang derajat hubungan antara variabel-variabel (Sudjana, 2005). Sedangkan menurut Gasperz (1995) analisis korelasi adalah analisis yang diperjuangkan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa memperhatikan ada atau tidak adanya hubungan kausal diantara variabel-variabel itu. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan, terutama untuk data kuantitatif dinamakan koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi mengambil nilai antara -1 dan +1, sesuai dengan sifat korelasi tersebut. Positif dan negatif dari koefisien korelasi menunjukan arah dari korelasi tersebut. Meskipun korelasi menunjukan derajat hubungan diantara dua variabel, tetapi dia bukan merupakan alat untuk mengkaji hubungan kausal diantara dua variabel tersebut.Hubungan kausal diantara variabel-variabel dikaji menggunakan analisis regresi dengan tetap berdasarkan teori yang ada. 2.11 Analisis Regresi Analisis regresi adalah studi yang mempelajari bagaimana bentuk hubungan antara dua variabel atau lebih. Hubungan tersebut pada umumnya dinyatakan dalam bentuk matematika yang menyatakan hubungan fungsional
19 antara variabel-variabel tersebut. Dalam analisis regresi terdapat variabel dependen (Y) dan variabel independen (X). Derajat hubungan antara variabel x dan y dapat diukur dengan koefisien determinasi, apabila x dan y terdapat hubungan regresi dengan bentuk hubungan Y=f(x). Koefisien determinasi ini berkisar antara 0-1. Dalam analisis regresi terdapat beberapa model diantaranya : regresi linier berganda, regresi linier sederhana dan regresi non linier. Dalam regresi linier berganda variabel independent yang digunakan lebih dari satu variabel (Gasperz, 1995).